10
Efusi Pleura Eylin, MD Definisi Pleura merupakan membran tipis pembungkus paru yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Pleura seringkali mengalami kelainan seperti terjadinya efusi pleura, yaitu adanya cairan yang patologis dalam rongga pleura.2,3 Perlu diingat bahwa pada normalnya rongga pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang dan mengecil dengan mulus tanpa terjadinya friksi. Cairan fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi kembali oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang dari 1 ml – 20 ml dan setiap peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini harus dianggap sebagai efusi pleura.3 Patofisiologi 3 Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan

Efusi Pleura

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Efusi Pleura

Efusi Pleura

Eylin, MD

Definisi

Pleura merupakan membran tipis pembungkus paru yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura

viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan

mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf

dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan

ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.

Pleura seringkali mengalami kelainan seperti terjadinya efusi pleura, yaitu adanya cairan

yang patologis dalam rongga pleura.2,3 Perlu diingat bahwa pada normalnya rongga pleura

selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dan

pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang dan mengecil dengan mulus

tanpa terjadinya friksi. Cairan fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi

kembali oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang

dari 1 ml – 20 ml dan setiap peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini harus dianggap

sebagai efusi pleura.3

Patofisiologi 3

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein

dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai

filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic

plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke

dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe di sekitar pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila

proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadilah

empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat

menyebabkan hemotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga

udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada

atau alveoli yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena penyakit

lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik,

dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,

Page 2: Efusi Pleura

mikaedema, glomerulonefitis, obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal, atelektasis

paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks.

Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan ostmotik

koloid terganggu sehingga terbentuknya cairan akan melebihi reabsorbsinya. Biasanya hal ini

terdapat pada: 1) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, 2) Meningkatnya tekanan kapiler

pulmoner, 3) Menurunnya tekanan osmotic koloid dalam pleura, 4) Menurunnya tekanan

intra pleura.

Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah

menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab

pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,

paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella),

keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus

Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis,

asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeablenya

abnormal karena peradangan (infeksi, infark paru, atau neoplasma) dan berisi protein

berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Protein yang terdapat dalam cairan

pleura kebanyakan berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran protein limfe ini (misal: pada

pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,

sehingga menimbulkan eksudat.

Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah laktat

dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan pleura dan serum. Efusi

pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari ketiga kriteria berikut, sementara

transudatif tidak sama sekali memenuhi kriteria ini: 1

Perbandingan kadar protein cairan pleura/protein serum > 0,5

Perbandingan kadar LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6

Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)

Etiologi

Gambar 1. Beberapa etiologi efusi pleura1

Pleuritis eksudatif

Umumnya didasari suatu proses peradangan yang dapat akut seperti pneumonia akut akibat

infeksi virus, maupun kronik seperti pleuritis eksudatif tuberkulosa. Kadar proteinnya tinggi

Page 3: Efusi Pleura

sehingga apabila diperiksa dengan reagens Rivalta akan menghasilkan kekeruhan (uji Rivalta

+). Dengan demikian eksudat ini cukup kental, warnanya kekuning-kuningan, dan jernih serta

cukup banyak mengandung sel-sel limfosit dan mononuclear.

Hidrotoraks

Pada keadaan hipoproteinemi/hipoalbuminemia berat bisa timbul transudat. Cairannya encer

dengan warna dan konsistensi seperti serum, dan tidak mengandung protein sehingga uji

Rivalta pun akan negative. Hidrotoraks biasa ditemukan bilateral. Sebab lain yang mungkin

adalah gagal jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah satu trias dari

sindroma Meig (fibroma ovarii, asites, dan hidrotoraks).

Hematotoraks/hemotoraks

Timbul perdarahan dalam rongga pleura akibat trauma dada/toraks.

Piotoraks/empiema

Akibat infeksi primer maupun sekunder bakteri piogenik yang menyebabkan cairan pleura

berubah menjadi pus/nanah.

Chylothorax

Dapat terjadi karena suatu proses keganasan dalam mediastinum sehingga terjadi erosi dari

duktus toraksikus serta fistulasi ke dalam rongga pleura, dimana cairannya adalah cairan

limfe (putih kekuningan seperti susu). Kelainan ini dapat pula ditemukan pada kasus sirosis

hati dengan chylous ascites, dimana cairan asites ini akan menembus diafragma dan masuk ke

rongga pleura.

Hidropneumotoraks dan piopneumotoraks

Bila pada suatu piotoraks didapatkan juga udara di atas pus, maka disebut piopneumotoraks.

Namun bila cairan masih belum berupa pus maka disebut hidropnemotoraks (air-fluid level).

Cairan pleura hemato-sanguinus

Bila cairan patologis dihasilkan oleh proses maligna pada pleura, baik primer maupun

sekunder, maka cairan akan berwarna kemerah-merahan sampai coklat (hemato-sanguinus).

Suatu abses hati (karena amuba) yang menembus diafragma akan pula menimbulkan efusi

pleura kanan dengan cairan hemato-sanguinus bercampur pus.

Pleuritis tuberkulosa 3

Penyakit ini terjadi sebagai komplikasi tuberculosis paru melalui fokus subpleura yang robek

atau melalui aliran getah bening. Penyebab lain dapat pula berasal dari robeknya perkejuan ke

arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis.

Penyebaran dapat pula secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan

efusi yang keluar biasanya serosa, namun kadang-kadang bisa juga hemoragik. Jumlah

Page 4: Efusi Pleura

leukosit antara 500-2.000 per cc dengan dominasi awal sel polimorfonuklear, tapi kemudian

sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah karena

reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.

Diagnosis 3

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang

teliti. Sedangkan diadnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi, dan analisis

cairan pleura.

Temuan klinis

Timbunan cairan dalam rongga pleura akan memberikan kompresi patologis pada paru,

sehingga ekspansinya akan terganggu dengan akibat akhir timbul sesak napas (tanpa bunyi

tambahan, karena bronkus tetap normal). Makin banyak timbunan cairan, sesak akan makin

terasa. Pada bebrapa penderita akan timbul batuk-batuk kering, yang disebabkan oleh

rangsangan pada pleura.

Pada pemeriksaan fisik, makin banyak cairan, maka akan makin tampak paru sisi yang sakit

tertinggal saat pernapasan/ekspansi dada. Fremitus akan melemah (semakin banyak cairan,

semakin lemah fremitus), bahkan pada efusi pleura yang berat fremitus dapat sama sekali

tidak terasa. Bila banyak sekali cairan dalam rongga pleura, maka akan tampak sela-sela iga

menonjol atau konveks. Pada perkusi di daerah yang ada cairan akan dapat terdengar suara

redup sampai pekak, makin banyak cairan bunyi perkusi makin pekak. Suara napas akan

melemah sampai menghilang sama sekali (cairan banyak), yaitu karena paru sama sekali

tidak dapat ekspansi lagi. Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada, sebab

parenkim parunya tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping adanya

cairan, paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis.

Beberapa jenis efusi pleura dalam waktu cepat akan berubah menjadi fibrin

(Schwarte/fibrotoraks). Tepat sebelum Schwarte mencapai puncaknya, yaitu sewaktu pleura

viseralis dan parietalis masih dapat bergerak bebas walaupun sudah mulai ada perlekatan di

berbagai tempat, dapat terdengar plural friction rub pada setiap inspirasi maupun ekspirasi,

terutama yang dalam.

Diagnosis pleuritis tuberkulosis ditegakkan terutama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis

dalam cairan efusi atau jaringan biopsi pleura. Pada daerah-daerah dengan prevalensi

tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura

disebabkan pleuritis tuberkulosis meskipun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi

jaringan pleura.

Page 5: Efusi Pleura

Pemeriksaan radiologis

Untuk konfirmasi dugaan akan adanya efusi pleura maka mutlak diperlukan pemeriksaan foto

paru (PA). Bila masih meragukan (karena temuan klinis yang kuat) dapat dimintakan pula

pada posisi lateral dengan sisi yang sakit di depan.

Suatu kesuraman yang menutupi gambaran paru normal yang dimulai dari diafragma (bila

posisi pasien duduk atau berdiri) adalah suatu tanda jelas dari efusi pleura. Batas kesuraman

ini selalu konkaf dan di bagian lateral paru menanjak dengan jelas. Kelainan dapat unilateral

atau bilateral tergantung dari etiologi penyakitnya.

Tatalaksana

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela

iga. Bila cairan pus kental hingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu

tindakan operatif atau sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau

larutan antiseptik (betadine). Pengobatan sistemik hendaknya segera diberikan dengan

diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna),

dapat dilakukan pleurodesis, yaitu melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat

yang dipakai adalah tertrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum,

Tio-tepa, dan 5 Fluorourasil.

Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan menggunakan OAT

dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini

dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna,

tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB

selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

Pungsi pleura 3

Aspirasi cairan pleura berguna sebagai saran diagnostik dan terapeutik. Pelaksanaan

sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah

paru sela iga garis aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.

Torakosentesis memiliki beberapa komplikasi, antara lain pleura shock (hipotensi), edema

paru akut, pnemuotoraks, hemotoraks, dan emboli udara.

Penegakkan diagnosis melalui cairan pleura antara lain dilakukan pemeriksaan warna cairan,

biokima cairan, sitologi, bakteriologi

Pungsi percobaan/diagnostik

Yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu spuit kecil steril 10 atau 20 ml serta mengambil

sedikit cairan pleura (jika ada) untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan untuk

Page 6: Efusi Pleura

pemeriksaan biokimia (uji Rivalta, kadar kolesterol, LDH, pH, glukosa, dan amilase),

pemeriksaan mikrobiologi umum dan terhadap M. tuberculosis serta pemeriksaan sitologi.

Analisis cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang tidak dapat menegakkan

diagnosis. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali sampai diagnosisnya menjadi

jelas. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti: 1)

Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dalam paru, abses paru dan

dilakukan beberapa biopsy. 2) Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru. 3)

Torakoskopi (fiber-optic pleuroscpy), pada kasus-kasus dengan neoplasma atau pleuritis

tuberkulosa.

Pungsi terapeutik

Yaitu mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga pleura,

sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta

jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita dapat bernapas

dengan lega kembali. Hal ini sangat penting pada keganasan pleura dimana timbunan cairan

akan dapat mencapai puncak paru serta mendorong jantung dan mediastinum sedemikian

rupa sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik. Juga pada pleuritis eksudatif serta pada

hematotoraks untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder (piotoraks) serta Schwarte di

kemudian hari, disamping mengurangi kompresi paru.

Referensi:

Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary

Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003. E-book

Mason, Robert J. , John F. Murray, V. Courtney Broaddus, Jay A. Nadel. Mason: Murray &

Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed. Saunders, An Imprint of Elsevier: 2005.

E-book

Halim, Hadi. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo

AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2007. h. 1056-

60

McMahon MM, Bistrian Bruce R. Infections in Diabetes Mellitus (. Host defenses and

susceptibility to infection in patients with diabetes mellitus. Infect Dis Clin North Am 1995,

9, 1;

Koziel H, Koziel MJ. Pulmonary complications of diabetes mellitus. Infect Dis Clin North

Am 1995, 9, 67)

Guptan Amrit & Shah Ashok. Tuberculosis and Diabetes : An Appraisal.Ind. J. Tub., 2000.

47,3.