Upload
nath-lee
View
253
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
eksantema pediatri
Citation preview
Referat
Eksantema Akut pada Pediatri
Disusun Oleh:
Natalia
406148134
Pembimbing:
dr. Sri Sulastri, Sp.A
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
RSPI Sulianti Saroso
Periode
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Natalia
NIM : 406148134
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Kesehatan Anak
Periode Kepaniteraan Klinik :
Judul Referat : Eksantema akut pada pediatri
Diajukan :
Pembimbing : dr. Sri Sulastri, Sp.A
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: ........
Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso
Mengetahui
Pembimbing
dr. Sri Sulastri, Sp.A
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan kuasaNya ,
sehingga dapat menyelesaikan tugas referat ini .
Tugas pembuatan referat ini adalah untuk melengkapi syarat kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, dengan judul
“Eksantema Akut”.
Dalam menyusun referat ini saya mendapat banyak manfaat untuk
meningkatkan pengetahuan saya sebagai dokter di masa yang akan mendatang, saya
juga berharap dapat bermanfaat bagi pembaca referat ini.
Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Sri Sulastri, Sp.A, sebagai pembimbing
dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A,
dr. Rismali Agus, Sp.A,
Dr. dr. I Made Setiawan, Sp.A,
dr. Ernie Setyawati, Sp.A
dr. Dewi Murniati, Sp.A
dr. Desrinawati, Sp.A
dr. Dedet, Sp.A
atas bimbingannya. Saya sadar walaupun telah menyelesaikan referat ini secara teliti,
saya pun tidak luput dari kelalaian dan kekurangan, karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat saya harapkan. Semoga dengan membaca referat yang saya buat
ini, dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dari pembaca.
Jakarta, Agustus 2015
Natalia
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2KATA PENGANTAR...........................................................................................3DAFTAR ISI ........................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................61. Definisi................................................................................................62. Etiologi dan klasifikasi........................................................................3. Patogenesis..........................................................................................94. Manifestasi Klinis...............................................................................115. Pemeriksaan Fisik...............................................................................156. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................157. Diagnosis.............................................................................................158. Algoritma Diagnosis...........................................................................159. Penatalaksanaan .................................................................................1810. Prognosis...........................................................................................20
BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam tatalaksana pasien yang datang dengan keluhan kemerahan pada kulit,
seorang dokter dihadapkan pada tanggung jawab yang sangat besar, mengingat
konsekuensi yang akan terjadi akibat penegakan diagnosis penyakit yang tidak tepat.
Diagnosis yang kurang tepat dapat berdampak luas pada penderita, kontak serumah
dan juga lingkungan komunitasnya.
Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan
demam yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisma. Para penyebab infeksi
tersebut bisa menghasilkan beragam lesi di kulit. Lesi yang muncul pada umumnya
akan menjadi petanda penting penegakan diagnosis. Mekanisme terjadinya lesi kulit
adalah kerusakan sel akibat invasi organisme patogen, produksi toksin oleh
organisme, dan respons imun pejamu.
Walaupun penyakit eksantema sering memberikan gambaran klinis yang
mirip satu dengan yang lainnya, namun sebenarnya setiap penyakit eksantema
memiliki karakteristik klinis yang khas sehingga kita harus dapat membedakan satu
penyakit eksantema dengan yang lain. Kesalahan diagnosis dapat berdampak kepada
pasien, orang yang kontak dengan pasien, dan masyarakat sekitarnya. Diagnosis
banding penyakit eksantema ditegakkan berdasarkan pada beberapa faktor, antara
lain riwayat penyakit menular dan imunisasi, bentuk gejala prodromal, gambaran
erupsi kulit, adanya gejala patognomonik atau tanda lain, dan uji diagnostik
laboratoris.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Eksantema akut merupakan suatu erupsi pada kulit atau rash yang umumnya timbul
sebagai manifestasi penyakit sistemik. Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah
kerusakan sel akibat invasi organisme patogen, produksi toksin oleh organisme, dan
respons imun pejamu. Penyebabnya dapat bermacam-macam seperti virus, bakteri,
ricketsia maupun yang di induksi oleh obat. Namun sebagian besar eksantema akut
pada anak disebabkan oleh virus sehingga umumnya perjalanan penyakitnya bersifat
self-limited. Adapula yang berpotensi dapat menyebabkan komplikasi.
II. Etiologi dan Klasifikasi
Virus dikenal sebagai penyebab terbanyak penyakit eksantema akut, bahkan sebelum
jenis-jenis virus tertentu dapat diisolasi sebagai penyebab yang spesifik. Pada
awalnya penyakit eksantema diberi nama berdasarkan urutan ditemukannya dengan
urutan nomor saja, seperti penyakit pertama (first disease) untuk campak (virus
campak), penyakit kedua untuk rubella (virus rubella), penyakit ketiga untuk
varicella (virus varicella-zooster), penyakit kelima untuk eritema infeksiosa
(parvovirus B19) dan penyakit keenam untuk roseola infantum (virus herpes 6 dan
7).
Klasifikasi penyakit eksantema akut pada anak:
Gambaran eritema makulopapular.
Campak
Campak atipik
Rubela
Scarlet fever
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)
Staphylococcal toxic shock syndrome
Meningococcemia
Tifus dan tick fever
Toksoplasmosis
Infeksi sitomegalovirus
Eritema infeksiosum
Roseola infantum
Infeksi enterovirus
Infeksi mononukleosis
Eritema toksik
Erupsi obat
Sunburn
Miliaria
Mucocutaneus lymph node syndrome (Penyakit Kawasaki)
Gambaran erupsi papulovesikular
Infeksi varisela zoster
Variola
Eksema herpetikum
Eksema vaksinatum
Infeksi virus coxsackie
Campak atipik
Rickettsialpox
Impetigo
Gigitan serangga
Urtikaria papular
Erupsi obat
Moluskum kontagiosum
Dermatitis herpetiformis
Penyebab penyakit eksantema sebagian besar adalah virus dan bentuk
morfologik yang mirip satu sama lain sehingga sulit menentukan etiologi
berdasarkan klinis. Namun umumnya penyakit virus bersifat self limited. Pada kasus
tertentu diagnosis etiologik yang spesifik sangat diperlukan yaitu pada kasus
eksantema yang timbul selama masa kehamilan, kasus imunokompromais, pada
keadaan epidemi dan jika penyebabnya adalah bakteri atau riketsia.
PENYAKIT PENYEBAB
UMUR MUSIM
TRANSMISI
INKUBASI
PRODROMAL GAMBARAN DAN STRUKTUR RUAM
ENANTEMA
KOMPLIKASI PREVENSI
Measles
Rubella (German measles, minor measles)
Roseola (exanthema subitum)
Fifth disease (erythema infectiosum)
Virus campak
Virus rubella
HHV 6 dan 7
Parvovirus B19
Bayi, remaja
Bayi, dewasa muda
Bayi (6 bulan-2 tahun)
Prepubertal, guru sekolah
Dingin, semi
Dingin, semi
Semua
Dingin, semi
Droplet pernapasan
Droplet pernapasan
Tidak diketahui; saliva atau karier tanpa gejala
Droplet pernapasan; transfuse darah; plasenta
10-12
14-21
5-15 (?)
5-15
Demam tinggi, batuk, pilek, konjungtivitis, 2-4 hari
Malaise, demam tidak tinggi, pembesaran kelenjar leher, belakang telinga, dan oksipital; 0-4 hari
Rewel, demam tinggi, 3-4 hari, pembesaran kelenjar servikal dan oksipital
Nyeri kepala, malaise, mialgia, sering demam
Makulopapular (konfluen), mulai dari wajah, menyebar ke tubuh; 3-6 hari; menjadi coklat; deskuamasi halus; toksik, tampak tidak nyaman, fotofobia; ruam mungkin tidak muncul pada infeksi HIVDiskrit, nonkonfluen, makula dan papula berwarna merah muda, dimulai dari wajah dan menyebar ke bawah; 1-3 hari
Makula diskrit pada tubuh dan leher; ruam mendadak timbul lalu menghilang; 0,5-2 hari; beberapa pasien tanpa ruam
Eritema lokal pada pipi (slapped cheek); eritema merah muda pada tubuh dan ekstremitas; mungkin gatal; ruam mungkin tertunda masa prodromal hingga 3-7 hari; berlangsung 2-4 hari; dapat berulang 2-3 minggu kemudian
Koplik’s spot pada mukosa bukal sebelum ruam
Berbagai makula eritematus pada palatum molle
Berbagai makula eritematus pada palatum molle
Tidak ada
Kejang demam, otitis, pneumonia, ensefalitis, laringotrakeitis, trombositopenia; SSPE yang tertunda
Artritis, trombositopenia, ensefalopati, embriopati fetal
Kejang demam tunggal atau beerulang; sindroma hemofagositik; ensefalopati; penyebaran pada pasien imunokompromaisArtritis, krisis aplastik pada pasien anemia hemolitik kronik, hidrops anemia pada fetus, vaskulitis, granulomatosis Wegener
Umum: vaksin campak 12-15 bulan, dan ulangan pada 12 tahun; Paparan: vaksin campak jika dalam 72 jam: globulin serum jika dalam 6 hari (lalu menunggu 5-6 bulan untuk vaksinasi)
Umum vaksin rubella 12-15 bulan dan ulangan pada 12 tahun; Paparan: kemungkinan globulin serum
Tidak ada
Isolasi pasien dengan krisis aplastik namun tidak pasien normal dengan fifth disease
PENYAKIT PENYEBAB
UMUR MUSIM
TRANSMISI
INKUBASI
PRODROMAL GAMBARAN DAN STRUKTUR RUAM
ENANTEMA
KOMPLIKASI PREVENSI
Chickenpox (varicella)
Enteroviruses
Virus varicella-zoster
Coxsackievirus, ECHOvirus, dan lain-lain
1-14 tahun
Bayi, young children
Akhir musim gugur, dingin, awal semi
Panas, gugur
Droplet pernapasan
Fekal-oral
12-21
4-6
Demam
Bervariasi; rewel, demam, nyeri tenggorok, mialgia, nyeri kepala
Papula pruritik, vesikel dengan berbagai derajat; 2-4 tumbuh, kemudian menjadi krusta; tersebar pada tubuh dan kemudian wajah dan ekstremitas; 7-10 hari; terulang beberapa tahun kemudian mengikuti distribusi dermatomal (zoster, shingles)
Tangan-kaki-mulut: vesikel di lokasi tersebut; Yang lain: tidak spesifik, biasanya halus, nonkonfluen, ruam makular atau makulopapular, jarang petekie, urtikaria, atau vesikel; berlangsung 3-7 hari
Mukosa mulut, lidah
Ya
Infeksi kulit stafilokokus atau streptokokus, artritis, serebelar ataxia, ensefalitis, trombositopenia, sindroma Reye (dengan aspirin), miokarditis, nefritis, hepatitis, pneumonia, embriopati fetal, diseminasi pada pasien imunokompromais
Meningitis aseptik, hepatitis, miokarditis, pleurodinia, paralisis: biasanya pada pasien yang lebih muda
VZIG untuk pasien imunokompromais yang terpapar, wanita hamil yang suseptibel, neonatus preterm, dan bayi yang ibunya mengalami varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari sesudah lahir; imunisasi aktif mungkin dengan vaksin hidup dilemahkan
Tidak ada
Eksantema pada Infeksi Virus yang Umum
PENYAKIT PENYEBAB
UMUR MUSIM
TRANSMISI
INKUBASI
PRODROMAL GAMBARAN DAN STRUKTUR RUAM
ENANTEMA
Mononucleosis
Sindroma Gianotti-Crosti (popular acrodermatitis of childhood)
Virus Epstein-Barr
Virus hepatitis NB, Epstein-Barr, dan lain-lain
Anak-anak, remaja
1-6 tahun
Semua
Semua
Kontak dekat; saliva, transfusi darah
Bervariasi; fekal, seksual, produk darah (hepatitis B)
28-49
Tak diketahui; 5-180 hari (hepatitis B)
Demam, adenopati, edema palpebra, nyeri tenggorok, hepatosplenomegali, malaise, limfositosis
Biasanya tidak ada, kecuali pada penyakit virus spesifik; artritis-artralgia untuk hepatitis B
Makulopapular atau morbiliformis pada tubuh dan ekstremitas, mungkin konfluen; sering dipicu pemberian ampisilin atau alopurinol; ruam pada 15-50% berbetuk drug-induced; berlangsung 2-7 hari
Papula, papulovesikel, diskrit atau konfluen; wajah, lengan, ekstremitas, sering pada tubuh juga; 4-10 hari
Bervariasi
Bervariasi
Sumber:Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
PENYAKIT
PENYEBAB
UMUR MUSIM TRANSMISI
INKUBASI
PRODROMAL
GAMBARAN DAN STRUKTUR RASH
ENANTEMA
KOMPLI
Scarlet fever
Scalded skin syndrome
Toxic shock syndrome
Group A streptococcus
S aureus producing exfoliative toxin
S aureus producing toxic shock syndrome toxins
Usia sekolah
Neonatus dan bayi
Biasanya remaja putri
Musim gugur, dingin, semi
Semua
Semua
Kontak langsung, droplet
Kolonisasi, kontak
Kolonisasi, kontak
1-4
Tak diketahui
Bervariasi, umumnya 1-5
Nyeri tenggorokan, nyeri kepala, nyeri perut, pembesaran kelenjar leher, demam, 0-2 hari, onset akut
Tidak ada
Myalgia, mendahului croup virus atau pneumonia jika bifasik; mungkin sekunder setelah infeksi luka
Eritema difus seperti sandpaper pada perabaan, dan tampilan goose flesh; aksentuasi eritema pada lipatan fleksural (garis pastia); kepucatan sekeliling mulut, selama 2-7 hari, bisa mengalami eksfoliasi
Onset mendadak, eritroderma yang tender menuju bulla flaksid yang difus; pengelupasan sekitar mulut dan hidung yang nyata, eksfoliasi difus (tanda Nikolsky), demam, konjungtivitis, hidung berair
Eritroderma difus menyerupai sunburn; hipotensi-kemungkinan ortostatik, diare, tmesis, kebingungan; deskuamasi pada tahap akhir
Petekiae di palatum, lidah strawberry
Tidak umum
Konjungtivitis
Abses peritonsilar, demam reuma, glomerulonefritis
Syok
Syok, disfungsi multi organ, SIRS
PENYAKIT
PENYEBAB
UMUR MUSIM TRANSMISI
INKUBASI
PRODROMAL
GAMBARAN DAN STRUKTUR RASH
ENANTEMA
KOMPLIKASI
Meningococcemia
Rocky Mountain spotted fever
Rickettsialpox
N meningitidis
R rickettsii
R akari
Semua ( <5 thn)
Semua (>5 thn)Laki > Perempuan
Semua
Dingin, semi, mengikuti epidemi influenza
Panas
Semua
Kontak dekat yang lama
Karier ticks
Mite penghisap darah
5-15
3-12
7-14
Demam, malaise, mialgia, 1-10 hari
Demam, mialgia, nyeri kepala, malaise, tampak sakit, 2-4 hari
Demam, menggigil, nyeri kepala, malaise, 4-7 hari
Eritematus, nonkonfluen, papul diskrit (awal); petekie, purpura, ekimosis pada tubuh, ekstremitas, telapak tangan dan kaki
Makulopapular awal, kemudian petekie atau purpura (jarang); pada ekstremitas, telapak tangan dan kaki, tubuh
Pada lokasi gigitan primer, eskar, papulovesikel sekunder pada derajat yang sama sepanjang masa
Petekie
Petekie bervariasi
Tidak diketahui
Syok, meningitis, perikarditis, artritis, endoptalmitis, gangren, DIC
Syok, miokarditis, ensefalitis, pneumonia
Biasanya tidak ada
Eksantema pada Infeksi Bakteri yang Umum
sakit; vesikel lebih sedikit daripada cacar air (5-30); pada tubuh dan ekstremitas proksimal
Sumber:Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
AGEN PENYAKIT KARAKTER KLINIKLESI
Dermatophytic fungi
Candida albicans
Histoplasma capsulatum
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitis
Sporotrichum schenckii
Blastomyces dermatidis
Tinea capitis, tinea cruris, tinea pedis, tinea circinata
Congenital cutaneous candidiasis
Chronic mucocutaneous candidiasis
Acquired candidiasis
Systemic candidiasis
Histoplasmosis
Cryptococcosis
Coccidioidomycosis
Sporotrichosis
Blastomycosis
Infeksi congenital
Penyakit imunodefisiensi
Infeksi oportunistik berat
Infeksi pernapasan primer
Infeksi pernapasan primer
Infeksi pernapasan primer
Inokulasi kutan
Infeksi pernapasan primer
Lesi makulopapular, terlokalisir, kecoklatan yang kemudian menjadi scaly; eritema nodosum
Lesi vesicular diskrit
Lesi eksudatif, eritematus, konfluen
Lesi kemerahan konfluen
Lesi nodular eritematus
Eritema nodosum, eritema multiforme, eritematus, makulopapular
Eritema nodosum, erupsi bentuk akne
Awalnya ruam makulopapular eritematus. Kemudian menjadi eritema multiforme dan eritema nodosum
Lesi nodular yang kemudian mengalami ulserasi
Lesi nodular yang kemudian mengalami ulserasi. Eritema nodosum.
Sumber:Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
Eksantema pada Infeksi Jamur yang Umum
AGEN PENYAKIT
Plasmodium spp.
Toxoplasma gondii
Giardia lamblia
Entamoeba histolytica
Leishmania tropica
Leishmania braziliensis and mexicana
Trypanosoma gambiense
Trypanosoma cruzi
Trichomonas vaginalis
Ascaris lumbricoides
Enterobius vermicularis
Necator americanus
Trichinella spiralis
Malaria
Acquired toxoplasmosis
Congenital toxoplasmosis
Giardiasis
Amebiasis
Oriental sore
American cutaneous leishmaniasis
African trypanosomiasis
American trypanosomiasis; Chagas disease
Vulvovaginalis
Roundworm infestation
Pinworm infestation
Hookworm disease
Trichinosis
Kadang urtikaria umum pada infeksi kronis
Kadang ruam makulopapular, eritematus, umum
Ruam petekial umum
Jarang urtikaria
Jarang urtikaria
Lesi nodular merah yang mengalami ulserasi, berlangsung 2-3 bulan
Lesi papular eritematus yang mengalami vesikulasi dan ulserasi
Lesi nodular merah pada lokasi gigitan, diikuti rash pruritik, luas, seperti eritema multiforme
Lesi nodular pada sisi gigitan. Ruam makulopapular luas, rekuren, eritematus.
Jarang urtikaria, eritema multiforme
Eritema nodosum
Jarang urtikaria
Papula dan papulovesikel pada permukaan terpapar (kaki). Urtikaria luas
Sering urtikaria. Ruam makulopapular umum bisa timbul. Petekie sering muncul
Sumber:Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
Eksantema pada Infeksi protozoa dan cacing yang Umum
AGEN PENYAKIT
Strongyloides stercoralis
Ancylostoma braziliense
Schistosoma haematobium, mansoni and japonicum
Trichobilharzia acellata, physellae, and stagnicolae
Wuchereria bancrofti
Onchocerca volvulus
Echinococcus granulosus and multilocularis
Strongyloidiasis; creeping eruption (cutaneous larva migrans)
Creeping eruptions (cutaneous larva migrans)
Schistosomiasis
Swimmers’s itch; collector’s itch
Filariasis
Onchocerciasis
Echinococcosis
Lesi makulopapular eritematus pada kaki. Creeping eruption.
Creeping eruption
Erupsi papular pruritik di tempat paparan; urtikaria general; lesi granulomatus
Awalnya eritema dan urtikaria, diikuti papula dan vesikulasi; pruritik
Eritema terlokalisir; urtikaria; eritema nodosum
Ruam scaly, papular, kronik
Urtikaria berulang
Sumber:Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
Eksantema pada Infeksi protozoa dan cacing yang Umum
III. Patogenesis
Cara kulit bereaksi terhadap infeksi sesungguhnya terbatas. Patogenesis manifestasi
kulit dari penyakit sistemik dapat dibagi menjadi 3 kategori. Pertama, penyebaran
mikroorganisme penyebab infeksi melalui darah (viremia, bakteriemia, dan
sebagainya) yang menghasilkan infeksi sekunder di kulit. Temuan klinis di kulit pada
kelompok ini dapat merupakan efek langsung penyebab infeksi di epidermis, dermis,
atau endotel kapiler dermis, atau dapat juga merupakan hasil reaksi respon imun
antara organisme yang bersangkutan dengan antibodi atau faktor seluler di lokasi
kulit. Cacar air, infeksi enterovirus, dan meningokoksemia adalah contoh penyakit
dimana mikroba mencapai kulit melalui darah dan menimbulkan temuan di kulit
tanpa campur tangan faktor imunologis pejamu. Pada penyakit campak, rubella, dan
gonokoksemia, faktor waktu, gambaran histologis, dan tingkat kesulitan
mendapatkan hasil pada kultur mengindikasikan adanya kombinasi 2 faktor yaitu
efek langsung dan respon imunologis.
Kedua, patogenesis yang berhubungan dengan penyebaran toksin dari
penyebab infeksi. Infeksi terjadi di lokasi tertentu namun kemudian toksin yang
dihasilkan menyebar dan mencapai kulit melalui darah. Tiga contoh penyakit dalam
kelompok ini adalah demam skarlatina streptokokal, staphylococcal scalded skin
syndrome (SSSS), dan sindroma syok toksik.
Kategori ketiga adalah patogenesis pada penyakit sistemik dimana eksantema
tidak dapat dimengerti dengan baik namun muncul dan diduga mempunyai dasar
imunologis. Yang paling penting dari kelompok ini adalah gambaran klinis eritema
multiforme eksudativum (sindroma Stevens-Johnsons) dan eritema nodosum. Pada
sebagian besar kasus lokasi antigen maupun toksin yang menyebar sulit
diidentifikasi.
Ramundo menambahkan mekanisme keempat yaitu melalui keterlibatan
vaskuler yang menghasilkan lesi di kulit. Berbagai mekanisme tersebut mungkin saja
terjadi secara berurutan.
Aspek klinik yang penting dari penyakit eksantematus adalah penyebaran dan
progresifitas lesi. Sekalipun demikian pengetahuan mengenai hal tersebut belum
banyak diungkap. Para ahli mengetahui bahwa perbedaan ketebalan kulit, kondisi
vaskuler, derajat proliferasi, suhu, dan aktivitas metabolik sangat penting pada
penyakit hewan dengan manifestasi kulit. Pada manusia faktor-faktor tersebut pasti
juga berperan penting dan dipengaruhi oleh mikroorganisma penyebab.
IV. Manifestasi klinis
Campak (measles/rubeola/morbili)
Etiologi : Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)
Masa inkubasi : 14 – 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari
timbulnya erupsi.
Cara penularan melalui droplet.
Epidemiologi : Tertinggi pada anak usia 5-9 tahun, orang dengan
imunocompromised.
Manifestasi klinis:
Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 – 40,6ºC,
koriza, batuk, konjungtivitis, bercak Koplik.
Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak
pada mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa
papul warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau
eritematosa.
Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat
setelah 2-3 hari timbulnya eksantema.
Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3
hari dan menghilang setelah 6-7 hari.
Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala
kemudian menyebar secara sentrifugal sampai ke seluruh badan pada hari
ke-3 eksantema.
Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian
berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar, tidak gatal dan kadang
disertai purpura.
Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan
deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-10 hari.
Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat
demam dan delirium diikuti penekanan fungsi pernafasan dan erupsi
hemoragik yang luas.
Diagnosis :
Manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik
Isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring
Pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit
Komplikasi :
Otitis media, mastoiditis, pneumonia, ensefalomielitis, subacute sclerosing
panenchephalitis (SSPE).
Terapi :
Suportif, pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam
Pencegahan :
Vaksinasi bersama rubela dan mumps (MMR) pada usia 15 - 18 bulan dan
ulangan pada usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun
Campak Atipik
Etiologi : imunisasi oleh vaksin virus campak yang telah dimatikan.
Patogenesis : delayed hypersensitivity terhadap an tigen virus.
Manifestasi klinis:
Demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut yang disertai
pneumonitis.
Erupsi kulit tidak seperti campak yaitu berupa urtikaria, makulopapular,
ptekie, purpurik dan kadang vesikular dengan predileksi pada ekstremitas.
Dapat terjadi edema pada lengan dan kaki serta hiperestesi pada kulit.
Bentuk dan distribusi dari eksantema menyerupai rocky mountain –
spotted fever.
Terapi:
Simtomatik.
Pencegahan:
Imunisasi oleh vaksin virus campak hidup yang dilemahkan.
Rubela (German Measles)
Etiologi : Rubivirus (fam. Togaviridae), virus RNA.
Masa inkubasi : 14 – 21 hari
Masa penularan : Sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari setelah
timbulnya ruam.
Cara penularan melalui droplet.
Epidemiologi : Tertinggi pada dewasa muda, orang dengan
imunocompromised.
Manifestasi klinis :
Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise,
anoreksia, konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan
limfadenopati. Gejala cepat menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.
Demam berkisar 380C –38,70C. Biasanya timbul dan menghilang
bersamaan dengan ruam kulit.
Enantema pada rubela (Forschheimer spots) ditemukan pada periode
prodrodromal sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak
pinpoint atau lebih besar, warna merah muda, tampak pada palatum mole
sampai uvula. Bercak Forsch heimer bukan tanda patognomonik.
Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus
limfatikus suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.
Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam
tampak di muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan
ekstremitas) Ruam pada akhir hari pertama mulai merata di badan
kemudian pada hari ke dua ruam di muka mulai menghilang, dan pada hari
ke tiga ruam tampak lebih jelas di ekstremitas sedangkan di tempat lain
mulai menghilang.
Diagnosis :
Manifestasi klinis yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari,
limfadenopati retroaurikular dan suboksipital.
Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari
sesudah timbulnya ruam.
Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timbulnya ruam.
Komplikasi :
Jarang pada anak. Komplikasi dapat berupa artritis, purpura danensefalitis.
Terapi :
Simptomatik
Pencegahan :
Vaksinasi MMR
Scarlet Fever (Scarlatina)
Etiologi : Streptococcus beta hemolyticus grup A
Masa inkubasi : 1 – 7 hari, rata-rata 3 hari
Cara penularan : Melalui droplets dari pasien yang ter infeksi atau karier.
Fokus infeksi : Faring dan tonsil, jarang pada luka operasi atau lesi
kulit.
Epidemiologi : Tertinggi pada anak-anak.
Manifestasi klinis :
Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri
kepala, malaise dan menggigil.
Dalam 12 – 24 jam timbul ruam yang khas.
Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat
putih keabu-abuan.
Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran
strawberry tongue (tanda patognomonik).
Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila
ditekan. Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan
menyebar ke seluruh badan dalam 24 jam.
Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan
lipatan poplitea.
Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut
sangat pucat (circumoral pallor).
Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak
sandpaper yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.
Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki.
Deskuamasi kemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.
Diagnosis :
Manifestasi klinis
Kultur positif dari sekret nasofaring
Serologis : peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).
Komplikasi :
Abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi
mastoiditis, osteomielitis atau septikemia.
Komplikasi lanjut adalah demam rematik dan glomerulonefritis akut.
Terapi :
Penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang diberikan sedini
mungkin.
Suportif.
Stapylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Etiologi : Staphyllo-coccus aureus (menghasil kan toksin eksfoliatif).
Fokus infeksi : Faringitis purulen, rinitis, konjung tivitis, luka atau
infeksi umbilikal pada neonatus.
Manifestasi klinis :
Gejala prodromal berupa demam dan iritabel.
Ruam berupa makula eritem tampak perttama kali di sekitar mulut dan
hidung.
Kulit tampak halus yang kemudian menyebar generalisata dan kemudian
tampak seperti "sandpaper".
Lesi terutama pada daerah fleksor, terutama lipat paha, aksila dan leher.
Setelah 1-2 hari kulit menjadi berkerut dan dapat terjadi bula, mudah
mengelupas (Nikolsky’s sign), kulit nyeri bila disentuh. Selanjutnya 2-3
hari permukaan kulit menjadi kering dan berkrusta. Penyembuhan terjadi
setelah 10-14 hari.
Diagnosis :
Kultur dari kulit dan cairan bula.
Komplikasi :
Sepsis dan endokarditis bakterialis.
Terapi :
Suportif, mencegah sepsis, balans cairan dan elektrolit.
Antibiotik resisten penisilinase.
Kortikosteroid merupakan kontraindikasi mutlak karena dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Kulit yang terkelupas.
Meningococcemia
Etiologi : Neisseria meningitidis (kuman Gram negatif)
Masa inkubasi : 2-10 hari
Epidemiologi : Tertinggi pada usia 6 bulan – 1 tahun.
Manifestasi klinis :
Infeksi nasofaring ringan
Bakteriemia tanpa sepsis
Meningokoksemia fulminan tanpa meningitis
Meningitis dengan/tanpa mening okoksemia
Meningokoksemia kronik
Masa prodromal berupa nyeri tenggorokan, 2-8 jam kemudian diikuti
dengan demam tinggi, nausea dan diare.
Ruam berupa petekie pada kulit, jarang di membran mukosa. Berwarna
merah, papula/ makula terdapat pada ekstremitas dan badan.
Diagnosis:
Pewarnaan Gram dan kultur dari darah, lesi kulit dan cairan serebrospinal.
Diagnosis banding :
Bakteriemia akut, endokarditis, demam rematik, purpura Henoch
Schonlein, campak atipik dan rocky mountain spotted fever.
Terapi :
Inisial terapi dengan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol atau
sefalosporin generasi ketiga.
Setelah hasil kultur positif maka diberikan penisilin G 250.000 – 300.000
U/kg/hari dibagi dalam 6 kali pemberian selama 7-10 hari.
Jika alergi terhadap penisilin, diberikan kloram fenikol 100 mg/kg/hari
(maksimal 4 gram/hari).
Suportif, mencegah komplikasi.
Eritema Infeksiosum (Fifth Disease).
Etiologi : Parvovirus humanus B 19
Cara penularan : Melalui alat rumah tangga dan droplet
Masa inkubasi : 5-16 hari (rata-rata 8 hari).
Epidemiologi : Tertinggi pada anak usia 3 – 12 tahun.
Manifestasi klinis :
Tidak terdapat gejala prodromal yang khas, seringkali timbulnya ruam
merupakan gejala awal dari penyakit.
Karakteristik ruam terbagi dalam tiga stadium
o (1) Eksantema pada pipi berupa papuleritema tosa yang menjadi pucat
pada penekanan, dikelilingi daerah pucat. Lesi kemudian meluas dan
memberikan gambaran "slappedcheek". Kulit pada lesi terasa hangat
dan bertahan sampai 4-5 hari.
o (2) Dimulai 1-4 hari timbulnya bercak pada wajah, timbul
makula/papula/urtika eritematosa terutama pada ekstensor ekstremitas
dan menyebar dan kebokong badan, lesi berkonfluensi dan terjadi
penyembuhan yang ireguler sehingga memberikan gambaran retikuler/
anyaman.
o (3) Pada stadium ini eksantema berlangsung selama 1-6 minggu dan
ditandai dengan eksantema yang hilang timbul.
Diagnosis :
Berdasarkan manifestasi klinis dan uji serologis.
Diagnosis banding :
Scarlet fever, rubela, roseola, infeksi enterovirus, SLE, ARJ, demam
rematik dan erupsi obat.
Komplikasi:
Artritis akut pada dewasa, krisis aplastik pada penderita anemia hemolitik
herediter, trombositopeni dan hidrops fetalis/IUFD bila terinfeksi selama
hamil.
Terapi :
Simptomatis
Roseola Infantum (Exanthem Subitum)
Etiologi : Human herpes virus tipe 6 (HHV 6)
Masa inkubasi : Sulit ditentukan karena kontak tidak diketahui.
Epidemiologi : Tertinggi pada usia 6 bulan – 3 tahun.
Manifestasi klinis :
Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40
- 40,6oC, anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza,
konjungtivitis dan batuk.
Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu normal
disertai timbulnya ruam.
Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher,
ekstremitas atas muka, dan ektremitas bawah.
Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen
sehingga mirip dengan lesi rubela.
Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam.
Ruam hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau
deskuamasi.
Diagnosis :
Manifestasi klinis penurunan hitung leukosit.
Terapi :
Simptomatis
Miliaria
Etiologi : Sumbatan kelenjar keringat.
Manifestasi klinis :
Dapat berupa miliaria kristalina dan miliaria rubra.
Miliaria kristalina tanpa disertai dengan peradangan, sedangkan miliaria
rubra disertai dengan peradangan dan lesi biasanya terlokalisir pada tempat
oklusi atau daerah fleksor dimana kulit kemudian menjadi maserasi dan
terlepas.
Terapi :
Pendinginan dan pengaturan suhu lingkungan.
Infeksi Varisela-Zoster
Etiologi : Varicella zoster. Masa inkubasi : 14-27 hari
Masa penularan : 2 hari sebelum dan 5 hari sesudah erupsi.
Epidemiologi : 90% pada usia dibawah 10 tahun. 5% di atas 15 tahun.
Manifestasi klinis :
Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise, batuk, koriza
dan nyeri tenggorokan serta gatal.
Eksantema berawal dari lesi makulopapular yang kemudian menjadi
vesikel berbentuk teardrop dan 2 hari kemudian menjadi pustul dan krusta.
Penyembuhan total terjadi selama 16 hari.
Diagnosis :
Manifestasi klinis
Isolasi virus dari cairan vesikel
Tes serologis.
Komplikasi :
Infeksi sekunder oleh bakteri, ensefalitis, sindrom Reye dan pneumonia.
Terapi :
Bedak kocok kalamin + mentol.
Antibiotik bila terdapat tanda infeksi.
Asiklovir
Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)
Etiologi : Coxsackievirus A 16.
Cara penularan : droplets
Masa inkubasi : 4-6 hari.
Manifestasi klinis :
Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan
nyeri tenggorokan yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem.
Eksantem timbul lebih cepat dari pada enantem.
Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD.
Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar
eritem,ukuran 4-8 mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada
mukosa bukal dan lidah serta dapat menyebar sampai palatum uvula dan
pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustul berwarna
putih keabu-abu an, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan dan kaki
termasuk telapak tangan dan telapak kaki, pada permukaan dorsal atau
lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong.
Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadibula
dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi.
Lesi menghilang tanpa bekas.
Diagnosis :
Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.
Diagnosis banding :
Varisela, herpes.
Terapi :
Simptomatis
Eczema Herpeticum
Etiologi : Virus herpes simpleks
Manifestasi klinis :
Lesi berupa vesikel yang klinis bergerombol pada dasar eritematous,
vesikel berkembang menjadi pustul yang kemudian pecah menjadi ulkus
yang ditutupi oleh krusta berwarna kuning.
Lesi dapat terasa nyeri atau gatal.
Kekambuhan dapat terjadi karena trauma, demam atau sinar matahari,
lokasi biasanya di mulut, genitalia atau tempat lain.
Terapi :
Tidak ada yang spesifik.
Impetigo
Etiologi : Streptococcus grup A, stafilokokus (jarang).
Manifestasi klinis :
Tidak terdapat gejala prodromal.
Lesi biasanya terbatas pada kulit.
Dapat terjadi limfadenopati.
Erupsi berupa vesikel yang pecah dengan cepat membentuk erosi purulen,
ditutupi oleh krusta yang keras berwarna seperti madu. Lesi dapat tunggal
atau banyak.
Pada impetigo bulosa, bula yang flaksid dapat dipenuhi oleh pus.
Terapi :
Antibiotik.
Molluscum Contagiosum
Etiologi : Virus pox
Manifestasi klinis :
Tidak terdapat gejala prodromal
Erupsi berupa papul berbentuk kubah dengan diameter 2-10 mm disertai
umbilikasi ditengahnya, warna merah seperti daging dan translusen. Lesi
tersebar atau berkelompok.
Penyembuhan secara spontan tanpa jaringan parut.
Terapi :
Krioterapi, kuretase atau obat keratolitik.
V. Pemeriksaan fisik
NO PEMERIKSAAN KETERANGAN1 Tanda vital Suhu, terutama tingginya demam
NadiRespirasiTekanan darah
2 Keadaan umum SadarTampak sakit - akutTampak sakit – kronisTampak toksik
3 Pembesaran kelenjar dan lokasi4 Lesi konjungtiva, mukosa, dan genital5 Pembesaran hepar dan lien6 Artritis7 Nuchal rigidity atau disfungsi
neurologis8 Gambaran ruam
Tipe :
Diskrit atau uniform Deskuamasi Konfigurasi atau lesi individual :
Susunan lesi :
Pola distribusi dan lokasi :
Lokasi :
Makular Papular Makulopapular Petekiae atau purpura Eritroderma difus : Penekanan pada flexural crease Deskuamasi dengan stroking (Nikolsky sign) Eritroderma terlokalisir : Expansile Nyeri Urtikaria Vesikula, pustula, bulla Nodul Ulcer
annular ; iris; arciform; linear; bulat; umbilicatedzosteriform; linear; tersebar; terisolasi; berkelompokarea terpapar ; sentripetal atau sentrifugalumum atau terlokalisirsimetris atau asimetrisdaerah fleksor, ekstensor, sela jari, telapak tangandan kaki, dermatomal, area terekspose, dsb
9 Enantema yang berhubungan Mukosa buccalPalatumFaring dan tonsil
10 Temuan lain yang berhubungan ( terisolir maupun dalam klaster )
OkularKardiakPulmonary
11 Pemeriksaan fisik umum lainnya GastrointestinalMusculoskeletalReticuloendothelialNeurologis
Sumber:
Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw Hill Medical.
New York, 2008; 23-40.
Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and
therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
Sanders CV. Approach to the diagnosis of the patient with fever and rash. Dalam: Sanders CV, Nesbitt LT, editor. The skin and
infection. Williams & Wilkins. Baltimore, 1995; 296-304.
VI.
VII. Pemeriksaan penunjang
TES APLIKASIUmum : darah lengkap, urinalisis, kimia klinik
Tidak spesifik
Aspirat lesi kulit : pengecatan Gram dan kultur
Sangat membantu pada lesi pustular atau petekial. Positif hingga 50% pada kasus meningococcemia akut
Biopsi Infeksi jamur, penyakit granulomatous, vaskulitisImunofluoresen : Rocky Mountain spotted fever (RMSF), SLE
Kultur dari sumber lain : Darah Hapus tenggorok / rektum Tenggorok, rektum, uretra, cervix, sendi
Semua kasus bakteremia dan sebagian fungemiaInfeksi virusInfeksi gonokokal yang menyebar
Tes serologis Infeksi streptokokal dan rickettsial, infeksi spiroketal ( sifilis, leptospirosis, Lyme ), mikoplasma, infeksi jamur ( kriptokokosis, koksidioidomikosis ), infeksi virus ( hepatitis B, Epstein-Barr, CMV, campak, adenovirus ), trichinosis, SLE
Pengecatan Wright atau Giemsa dari cairan vesikular
Infeksi virus herpes ( multinucleated giant cell )
Sumber:
Sanders CV. Approach to the diagnosis of the patient with fever and rash. Dalam: Sanders CV, Nesbitt LT, editor. The skin and
infection. Williams & Wilkins. Baltimore, 1995; 296-304 (Modified from Stein JH, ed. Internal medicine. 4 th ed. St. Louis; Mosby,
1994; 1854)
Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw Hill Medical.
New York, 2008; 23-40.
VIII. Diagnosis
Bintik merah atau kelainan kulit yang terlihat pada kelompok penyakit eksantema
akut memang biasanya sulit dibedakan secara klinis. Bentuk-bentuk makula, papula,
vesikula, pustula maupun krusta sering terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan
tanpa menunjukkan karakteristik khusus yang dapat mengarahkan diagnosis.
Diagnosis banding eksantema akut pada dasarnya dapat didekati dengan mengenal
beberapa kriteria antara lain:
1. Riwayat penyakit adanya penyakit infeksi serta data imunisasi pasien.
2. Gambaran gejala masa prodormal.
3. Gambaran/ karakteristik dari rash (ruam), baik lokasi maupun pola
penyebarannya.
4. Gejala patognomonik atau ciri tertentu.
5. Hasil laboratorium uji diagnostik.
IX. Algoritma Diagnosis
Beberapa pakar mengemukakan algoritma dalam diagnosis dan penatalaksanaan
anak dengan demam dan ruam. Algoritma tersebut menggunakan beberapa
pendekatan yang berbeda sekalipun dengan dasar teori yang serupa.
Beberapa kemungkinan dalam mendiagnosis harus selalu diperhitungkan.
Anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik yang cermat, serta pemeriksaan
penunjang sesuai kebutuhan pada umumnya cukup untuk membuat diagnosis.
Sekalipun demikian, pada sebagian kasus masih diperlukan pengamatan penyakit
untuk beberapa saat serta evaluasi terhadap hasil pengobatan.
History and physical
examination
Appearance of the rash
Macular or maculopapular
rash
Petechial or purpuric rash
Diffuse erythroderma
Other rashes
CBC with differential and platelet count
Consider :Coagulation studiesBlood cultureCSF cytology and culture
Viruses : Enterovirus Congenital rubella CMV Atypical measles HIV Hemorrhagic fever virus Hemorrhagic varicellaBacteria : Sepsis (meningococcal, gonococcal, pneumococcal, Haemophilus influenzae) Endocarditis Pseudomonas aeruginosa Rickettsia Rocky Mountain spotted fever Endemic typhus EhrlichiosisOthers : Henoch-Schonlein purpura Vasculitis Thrombocytopenia
Viruses : Roseola ( HHV-6 ) Epstein-Barr virus Adenovirus Measles Rubella Fifth disease (parvovirus) Enterovirus Hepatitis B virus (papular acrodermatitis) HIV Dengue virusBacteria : Mycoplasma pneumoniae Group A Streptococcus (scarlet fever) Arcanobacterium hemolyticus Secondary syphilis Leptospirosis Pseudomonas Meningococcal infection (early) Salmonella Lyme disease Listeria monocytogenesRickettsia : Early Rocky Mountain spotted fever Typhus EhrlichiosisOthers : Kawasaki disease Coccidioides immitis
Bacteria : Scarlet fever (Group A streptococcus) Toxic shock syndrome (Staphylococcus aureus) Staphylococcal scarlet fever
Staphylococcal scalded skinFungi (Candida albicans)
FEVER AND RASH
Adapted from : Prince A. Infectious diseases. In: Behrman RE, Kliegman RM (eds). Nelson Essentials of Pediatrics, 3rd ed. Philadelphia. WB Saunders 1998: 317
Gambar 1a. Algoritma untuk Demam dan Ruam menurut Pomeranz dkk (1)
Sumber:Pomeranz AJ, Busey SL, Sabnis S, Behrman RE, Kliegman RM. Pediatric decision-making strategies to accompany Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company. Philadelphia, 2002; 224-9.
Gambar 1b. Algoritma untuk Demam dan Ruam menurut Pomeranz dkk (2)
Sumber:Pomeranz AJ, Busey SL, Sabnis S, Behrman RE, Kliegman RM. Pediatric decision-making strategies to accompany Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company. Philadelphia, 2002; 224-9.
Viruses : Herpes simplex Varicella zoster Coxsackie virus A and B ECHO (enteric cytopathogenic human orphan) virusBacteria : Staphylococcal scalded skin syndrome Staphylococcal bullous impetigo Group A streptococcus impetigoOthers : Toxic epidermal necrolysis Erythema multiforme (Stevens-Johnson syndrome) Rickettsial pox
Viruses : Epstein-Barr virus Hepatitis BBacteria : Group A streptococci Tuberculosis Yersinia Cat-scratch diseaseFungi : Coccidiomycosis HistoplasmosisOthers : Sarcoidosis Inflammatory bowel disease Systemic lupus erythematosus Behcet disease
Pseudomonas aeruginosa
Lyme disease
Aspergillosis, mucormycosis
Group A streptococcus
Measles
Rheumatic fever
FEVER AND RASH (continued)
Urticarial rash
Vesicular, bullous,
pustular rash
Erythema nodosum
Distinctive rashes
Consider :Gram stain and culture of the lesionTzanck preparationPCR testing
Consider :Streptococcal culture or antigen detection testsHepatitis B serologyPPD (tuberculous skin test)Chest X-ray
Ecthyma gangrenosum
Erythema chronicum migrans
Necrotic eschar
Erysipelas rashes
Koplik spots
Erythema marginatum
Adapted from : Prince A. Infectious diseases. In: Behrman RE, Kliegman RM (eds). Nelson Essentials of Pediatrics, 3rd ed. Philadelphia. WB Saunders 1998: 317
Viruses : Epstein-Barr virus Hepatitis B virus HIV EnterovirusesBacteria : Mycoplasma pneumoniae Group A streptococcus Shigella Meningococcus YersiniaOthers : Parasites Insect bites Drug reaction
X. Penatalaksanaan
Pengobatan anak dengan demam dan ruam meliputi pemantauan dan intervensi
terapeutik.
Pemantauan dan terapi suportif cukup pada pasien yang perjalanan
penyakitnya dapat diidentifikasi dengan jelas, penyakitnya akut, dapat sembuh
sendiri, dan berupa infeksi yang noninvasif. Orang tua perlu diberi tahu mengenai
lamanya sakit, perubahan klinis yang diharapkan, potensi komplikasi, dan cara
pengenalannya, serta kapan waktu untuk kontrol kembali ke tenaga kesehatan.
Intervensi terapeutik bisa suportif, empirik, maupun definitif. Terapi suportif
cukup bagi semua pasien terutama yang saat datang menunjukkan kekacauan
homeostasis fisiologis. Intervensi ini bertujuan mencegah dan mengganti kehilangan
cairan, memelihara oksigenasi, ventilasi dan perfusi yang adekuat, dan mendukung
metabolisme melalui stabilitas kadar gula dalam darah. Untuk sebagian besar pasien
pemeliharaan atau penggantian cairan dapat dicapai dengan rute enteral.
Penggunaan antipiretik perlu dilakukan hati-hati terutama dalam hal
pemilihan jenis obat. Sindrom Reye pernah dilaporkan pada anak dengan eksantema
virus yang mengkonsumsi aspirin. Untuk penderita dengan demam dan ruam yang
disebabkan oleh kelainan inflamasi sistemik (JRA, SLE), NSAID memegang peran
penting untuk mengendalikan demam dan mengatur aktivitas penyakitnya.
Terapi empiris diberikan apabila diagnosis penyakit yang bisa diobati tersebut
sejalan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas namun konfirmasi untuk
diagnosis sangat terbatas, baik karena tes yang lebih spesifik untuk penyakit itu
masih tertunda maupun memang tidak tersedia tes khusus untuk kelainan tersebut.
Antibiotika dapat diberikan pada pasien dengan infeksi kulit lokal seperti
selulitis atau eritema kronikum migrans, untuk pasien dengan ruam petekial dan atau
purpurik yang diperkirakan mempunyai infeksi invasif atau terhadap pasien yang
nampak toksik atau menunjukkan ketidakstabilan kardiovaskular. Antibiotika yang
tepat, agresif, dan segera diberikan, dibantu pengobatan suportif, akan menjadi
penyelamat pada infeksi bakteri invasif serta staphylococcal exfoliative toxin
syndrome pada bayi muda. Antibiotika mungkin juga berguna pada syok toksik
stafilokokal, terutama untuk mengobati infeksi lokalnya dan mencegah kekambuhan.
Pilihan empiris untuk antibiotika ditentukan oleh usia pasien, dan adanya
fokus infeksi seperti meningitis. Bayi muda (kurang dari 2 bulan) sering terinfeksi
streptokokus grup B, batang enterik gram negatif, dan –yang lebih jarang- Listeria
monocytogenes dan bakteria berkapsul seperti S. pneumonia, H. influenzae tipe b, N.
meningitidis dan N.gonorrhoeae. Herpes simpleks menyeluruh dan
meningoensefalitis herpes perlu dipertimbangkan pada bayi kurang dari 1 bulan yang
mengalami ruam vesikuler serta bukti laboratoris DIC atau dengan pleiositosis carian
spinal steril. Bayi yang lebih tua, anak, dan remaja lebih sering terkena patogen
berkapsul dan genus salmonella.
Bagi neonatus kombinasi ampisilin dan aminoglikosida, atau yang lebih
sering dipakai, sefalosporin generasi ketiga, nampaknya merupakan terapi empiris
yang memadai. Pemberian asiklovir parenteral perlu dipertimbangkan jika herpes
simpleks merupakan salah satu kemungkinan. Bagi pasien yang lebih tua injeksi
parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga sudah memadai. Di daerah yang
mengalami peningkatan resistensi S.pneumoniae terhadap penisilin, penambahan
vankomisin merupakan alternatif yang baik.
Pasien dengan penegakan diagnosis melalu pengenalan pola, penemuan
kasus, agregasi sindromik, biopsi atau per eksklusionum mungkin bisa menerima
intervensi definitif jika tersedia. Intervensi definitif tidak selalu menyembuhkan.
Oleh karena itu diperlukan peresepan antibiotika, obat antiinflamasi, atau
imunosupresan.
Infeksi streptokokus grup A dan kelainan yang berkaitan dengannya sepeti
demam reuma akut sebaiknya diobati dengan penisilin. Terapi standar untuk
faringitis yang berhubungan dengan demam skarlatina atau demam reumatik akut
adalah penisilin oral atau benzatin penisilin intramuskular. Infeksi herpes simpleks
atau virus varicella-zoster bisa diterapi dengan asiklovir oral atau intravena.
Keuntungan asiklovir untuk herpes simpleks dan varicella-zoster pada pejamu yang
imunokompeten belum sepenuhnya jelas.
Bagi pasien yang mengalami demam persisten lebih dari 48 jam (10% kasus)
atau rekrudesen, pengulangan IVIG direkomendasikan. Alternatif lain adalah
menggunakan metilprednisolon 30 mg/kg/hari selama 1-3 hari. Pasien yang
memerlukan pengulangan terapi cenderung mempunyai keterlibatan jantung yang
lebih besar yang mencakup efusi perikardial, disfungsi ventrikel, dan ektasia arteri
koroner. Sekalipun demikian hasil pengobatan relatif serupa dengan yang tanpa
pengulangan.
XI. Prognosis
Prognosis pada eksantema akut tergantung pada etiologi, diagnosis dini, tatalaksana
yang tepat dan komplikasi dari penyakit.
BAB 3
KESIMPULAN
Dari seluruh gambaran penyakit eksantema yang hampir mirip satu dengan
lainnya, kita dapat membedakan masing-masing penyakit dengan melihat dari gejala
prodromal, karakteristik dan manifestasi klinis yang khas.
Untuk diagnosis banding dengan penyakit eksantema lainnya didasarkan pada
riwayat penyakit dan imunisasi sebelumnya, bentuk gejala prodromal, gambaran
erupsi kulit, adanya tanda patognomonik atau tanda lainnya, uji diagnostik
laboratoris.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008.
2. Tuty Rahayu, Alan R. Tumbelaka. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut
Pada Anak Sari Pediatri, Vol. 4, No. 3, Desember 2002. Diunduh pada 18 Agustus
2015, http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=220
3. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
4. Richard E Behrman, Robert M Kliegman, Hal B Jenson. Nelson. Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Elsevier; 2007.
5. Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS,
editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua.
Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.
6. Mackinnon HD, Howard T. American Family Physician. Evaluating the Febrile
Patient with a Rash. Virginia: Dewitt Army Community Hospital; 2000. Di unduh
pada 28 Agustus 2015, http://www.aafp.org/afp/2000/0815/p804.html.
7.
LAMPIRAN