9
Emik dan Etik adalah dua macam sudut pandang dalam etnografi yang cukup mengundang perdebatan. Emik (native point of view) misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini peneliti) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat. Dalam etnografi, peneliti memang diharuskan untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat yang menjadi objeknya untuk periode yang cukup lama. Di sana dia akan mengamati apa yang terjadi, mendengar apa yang dikatakan orang-orang, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data apa pun yang tersedia dan menjelaskan masalah yang menjadi perhatiannya. Dari definisi di atas, wajar bila terjadi kesulitan untuk menentukan point of view mana yang harus digunakan. Karena memang keduanya tak dapat dipisahkan secara murni satu sama lainnya. Akan tetapi merujuk pada Boas, bahwa “Sekiranya kita benar-benar bertujuan untuk memahami pemikiran manusia, maka seluruh analisa pengalaman mestilah diasaskan pada konsep mereka dan bukannya konsep kita.” James Lull juga menegaskan bahwa salah satu tanggungjawab dari peneliti etnografi adalah melakukan semua risetnya dalam setting yang alamiah (natural), dimana tempat perilaku itu berlangsung. Dari berbagai pertimbangan itulah, sebagian besar antropolog sangat menyarankan peneliti untuk menggunakan pendekatan ‘emik’ ketimbang ‘etik’. Artinya, peneliti tetaplah include dalam kehidupan masyarakat obyeknya, namun dia harus meminimalisir sebanyak mungkin pandangan etiknya terhadap masyarakat tersebut. Pendekatan emik dalam hal ini memang menawarkan sesuatu yang lebih obyektif. Karena tingkah laku kebudayaan memang sebaiknya dikaji dan dikategorikan menurut pandangan orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh masyarakat yang mengalami peristiwa itu sendiri. Bahwa pengkonsepan seperti itu perlu dilakukan dan ditemukan dengan cara menganalisis proses kognitif masyarakat yang dikaji dan bukan dipaksakan secara etnosentrik, menurut pandangan peneliti. Contoh kasus: Pada sebuah fenomena masyarakat seperti pengemis. Bila perilaku pengemis disebut sebagai sebuah fakta sosial, atau sebuah keniscayaan. Maka berlaku sebutan: pengemis adalah sampah masyarakat, manusia tertindas, manusia yang perlu dikasihani, manusia kalah, manusia korban kemiskinan struktural, dsb. Anggapan ini bukan sebuah kesalahan berpikir, melainkan sebuah sudut pandang etik orang di luar pengemis untuk menunjukkan fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik, bagaimana pengemis melihat dirinya sendiri. Dalam pandangan emik yang bersifat interpretif atau fenomenologis, pengemis adalah subjek. Mereka adalah aktor kehidupan yang memiliki hasrat dan kehidupan sendiri yang unik. Pandangan subjektif seperti ini diperlukan untuk mengimbangi pandangan obyektif yang seringkali justru memojokkan mereka, melihat mereka sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi, atau ketidakadilan sosial, bukan sebagai entitas masyarakat yang memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan alami sendiri.

Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

etno

Citation preview

Page 1: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

Emik dan Etik adalah dua macam sudut pandang dalam etnografi yang cukup mengundang perdebatan. Emik (native point of view) misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Sebaliknya, etik merupakan penggunaan sudut pandang orang luar yang berjarak (dalam hal ini peneliti) untuk menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat.Dalam etnografi, peneliti memang diharuskan untuk terlibat dalam kehidupan masyarakat yang menjadi objeknya untuk periode yang cukup lama. Di sana dia akan mengamati apa yang terjadi, mendengar apa yang dikatakan orang-orang, mengajukan pertanyaan, mengumpulkan data apa pun yang tersedia dan menjelaskan masalah yang menjadi perhatiannya.

Dari definisi di atas, wajar bila terjadi kesulitan untuk menentukan point of view mana yang harus digunakan. Karena memang keduanya tak dapat dipisahkan secara murni satu sama lainnya. Akan tetapi merujuk pada Boas, bahwa “Sekiranya kita benar-benar bertujuan untuk memahami pemikiran manusia, maka seluruh analisa pengalaman mestilah diasaskan pada konsep mereka dan bukannya konsep kita.” James Lull juga menegaskan bahwa salah satu tanggungjawab dari peneliti etnografi adalah melakukan semua risetnya dalam setting yang alamiah (natural), dimana tempat perilaku itu berlangsung. Dari berbagai pertimbangan itulah, sebagian besar antropolog sangat menyarankan peneliti untuk menggunakan pendekatan ‘emik’ ketimbang ‘etik’. Artinya, peneliti tetaplah include dalam kehidupan masyarakat obyeknya, namun dia harus meminimalisir sebanyak mungkin pandangan etiknya terhadap masyarakat tersebut.Pendekatan emik dalam hal ini memang menawarkan sesuatu yang lebih obyektif. Karena tingkah laku kebudayaan memang sebaiknya dikaji dan dikategorikan menurut pandangan orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh masyarakat yang mengalami peristiwa itu sendiri. Bahwa pengkonsepan seperti itu perlu dilakukan dan ditemukan dengan cara menganalisis proses kognitif masyarakat yang dikaji dan bukan dipaksakan secara etnosentrik, menurut pandangan peneliti.

Contoh kasus:

Pada sebuah fenomena masyarakat seperti pengemis. Bila perilaku pengemis disebut sebagai sebuah fakta sosial, atau sebuah keniscayaan. Maka berlaku sebutan: pengemis adalah sampah masyarakat, manusia tertindas, manusia yang perlu dikasihani, manusia kalah, manusia korban kemiskinan struktural, dsb. Anggapan ini bukan sebuah kesalahan berpikir, melainkan sebuah sudut pandang etik orang di luar pengemis untuk menunjukkan fakta yang semestinya berlaku seperti itu, bukan pandangan emik, bagaimana pengemis melihat dirinya sendiri.

Dalam pandangan emik yang bersifat interpretif atau fenomenologis, pengemis adalah subjek. Mereka adalah aktor kehidupan yang memiliki hasrat dan kehidupan sendiri yang unik. Pandangan subjektif seperti ini diperlukan untuk mengimbangi pandangan obyektif yang seringkali justru memojokkan mereka, melihat mereka sebagai korban kehidupan, kesenjangan ekonomi, atau ketidakadilan sosial, bukan sebagai entitas masyarakat yang memiliki pemikiran dan pengalaman hidup yang mereka rasakan dan alami sendiri.

Definisi Refleksi:

•Proses merenung, menganalisis, mencari alasan, cadangan dan tindakan untuk membaiki diri yang dilakukan secara berterusan. (Hanipah, 1999)

•Amalan refleksi merupakan perlakuan memikirkan semula pengalaman pelajar. Ia memerlukan penerokaan unsur-unsur yang ketara dan tersirat. Proses ini membuat andaian sebab musabab berasaskan fakta – pemerhatian, temu bual dansoal selidik.

Page 2: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

•Refleksi dalam Internship membolehkan pelajar dibimbing untuk menaakul, memilih strategi pelaksanaan tugasan danseterusnya membuat penilaian kendiri. Amalan refleksi ini membolehkan pelajar menghayati dan meningkatkan profesionalisme keguruan secara efektif.

Tujuan Refleksi:

•Pelajar dapat mengesan keberkesanan pelaksanaan setiap tugasan yang dilaksanakan.

•Pelajar dapat menjadikan refleksi sebagai asas untuk menambahbaik dan meningkatkan kualiti setiap tugasan secara berterusan.

•Memperkembangkan keupayaan celik akal pelajar bagi melahirkan kreativiti dan inovasi dalam setiap tugas yangdijalankan.

•Meningkatkan kualiti insan guru yang mempunyai ilmu profesiional keguruan

Ciri-ciri Refleksi:

•Bermula dengan mengingat kembali

•Melibatkan perasaan (domain afektif) terhadap sesuatu

•Menentukan usaha secara sedar (conscious effort)

•Bersedia mengubah sikap, kesedaran diri, amalan dan tingkah laku positif 

Amalan Refleksi/Penilaian Kendiri Dalam Internship

Ia merupakan proses mengkaji semula keberkesanan pelaksanaan Internship oleh pelajar sendiri melalui refleksi untuk mempertingkatkan kemahiran keguruan. Antara garis panduan yang boleh dilaksanakan ialah:

1. Hendaklah dibuat selepas setiap aktiviti yang dijalankan oleh pelajar seperti membincangkan:

•Sejauh manakah objektif aktiviti yang dirancang dan dilaksanakan tercapai?

 •Apakah kekuatan dan kelemahan yang dapat dikenal pasti?

 •Apakah langkah-langkah yang boleh difikirkan untuk membaiki pelaksanaan aktiviti tersebut?

 •Apakah faktor-faktor yang dapat membantu dalam meningkatkan atau menambah baikkan pelaksanaan aktivititersebut?

 2. Melaksanakan proses refleksi berpandukan format refleksi semasa yang ditetapkan.

Definisi Refleksi

Dalam bukunya How We Think (1933), Dewey menghuraikan pemikiran refleksi sebagai satu cara menghadapi situasi bermasalah. Seseorang itu akan melalui proses aktif dan sedar dengan memikirkan masalah secara refleksi dan menyelesaikannya secara praktik. Dewey (1933) mendefinisikan pemikiran refleksi sebagai "active, persistent, and careful

Page 3: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

consideration of any belief or supposed form of knowledge in the light of the grounds that support it and the further conclusions to which it tends" (p. 9). Dengan berfikir secara refleksi, seseorang boleh "transform a situation in which there is experienced obscurity, doubt, conflict, disturbance of some sort, into a situation that is clear, coherent, settled, harmonious" (pp. 100–101).

Dengan erti kata lain, seseorang boleh mengubah suatu keadaan keraguan, konflik, dan gangguan yang dialami kepada keadaan yang nyata, koheren, tenang dan harmonis. Menurut Dewey proses manusia berfikir bermula dengan permasalahan yang dihadapinya atau keraguan yang dirasai atau dihadapi seseorang. Selagi hubungan kita dengan persekitaran berada dalam keadaan selesa, kita tidak berfikir sepenuhnya. Apabila kita berhadapan dengan situasi yang tidak selesa, bermasalah dan berlainan daripada kebiasaan kita mula berfikir secara reflektif untuk mencari penyelesaiannya. Maka terbitlah idea-idea atau cadangan –cadangan bagi mencari jalan keluar.

Munurut Hanipah (2004) refleksi mengikut sesetengah orang adalah satu ulasan terhadap amalan seseorang untuk memastikan ketepatan atau keakurannya kepada satu-satu peraturan yang telah ditentukan. Refleksi juga boleh dilihat sebagai menjadikan satu situasi bermasalah dalam amalan seseorang itu sebagai satu cara memperoleh pemahaman atau pengertian baru dalam amalannya. Hanipah juga mendefinisikan refleksi sebagai satu proses merenung, menganalisis dan mencari alasan dan seterusnya membuat cadangan dan tindakan untuk memperbaiki diri yang dilakukan secara berterusan.Dalam konteks perguruan, kebolehan membuat tranformasi dan refleksi membolehkan guru sentiasa mempelajari dan memahami sesuatu yang baru hasil daripada apa yang boleh dilaluinya. Menurut Shulman (1987) dalam konteks perguruan, kebolehan membuat transformasi dan refleksi membolehkan guru sentiasa mempelajari dan memahami sesuatu yang baru hasil daripada apa yang telah dilaluinya.

Apa itu refleksi?Satu persoalan yang sukar dijawab oleh guru-guru pelatih saya suatu masa dulu, malah ada juga pensyarah tidak dapat memberikan penerangan yang jelas bagaimana membuat refleksi. Bila nak buat refleksi? Satu lagi persoalan yang selalu ditanya oleh guru pelatih ketika praktikum. Selalunya refleksi dibuat selepas sesuatu pengajaran berlaku atau selepas seminggu praktikum. Adakah cara ini sesuai untuk menghasilkan pembelajaran yang berkesan?

Ramai yang berpendapat bahawa refleksi itu ialah satu proses untuk mengingat kembali apa yang telah berlaku,menyatakan perasaan sendiri terhadap peristiwa tersebut, dan akhirnya memberi pendapat apa yang perlu dilakukan. Betul juga pendapat ini, tetapi ianya terlalu spesifik kepada perasaan yang bersifat emosi dan tidak banyak boleh dipelajari untuk berubah jika sekiranya kita tidak berusaha mengenal diri sendiri.

Kemahiran refleksi memerlukan seseorang itu memerhati secara terperinci apa yang berlaku sekelilingnya, dan menilai sama ada peristiwa tersebut berlaku disebabkan oleh tindakannya, perasaannya, alam sekitar, atau ada hubungan dengan orang lain. Seterusnya dia perlu menilai berdasarkan satu standard nilai (agama, etika, nilai masyarakat, panduan pengajaran, prosedur dan sebagainya)adakah sesuatu peristiwa yang berlaku itu adalah berdasarkan nilai yang baik, atau berlaku seperti yang sepatutnya. Dia perlu membuat analisis kenapa peristiwa itu berlaku dan adakah dia telah memberi reaksi yang sepatutnya ke atas peristiwa berkenaan. Setelah itu, dia perlu memikirkan

Page 4: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

bagaimana cara yang lebih sesuai untuk memberi reaksi ke atas peristiwa berkenaan berdasarkan nilai-nilai yang sepatutnya.

Setakat ini, refleksi yang berlaku hanya menilai peristiwa yang telah berlaku. Seterusnya, dia perlu merancang apa yang sepatutnya dibuat pada masa sekarang dan akan datang untuk memperbaiki keadaan, atau tindakan pada masa depan. Apa yang hendak dilaksanakan itu mesti sesuatu yang bertujuan untuk berubah kepada keadaan yang LEBIH BAIK. Dia juga perlu memikirkan bagaimana nak respon sekiranya peristiwa yang sama berlaku pada masa hadapan supaya dia dapat memberikan yang terbaik untuk menjaga hubungannya dengan Allah, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam, dan juga untuk kebaikan diri sendiri.

1. Pengertian TeoriSalah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peran sangat

besar dalam pelaksanaan penelitian adalah teori. Karena teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena-fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti ( Masri Singarimbun & Sofyan Efendi, 1989:37). Menurut Kerlinger (1973:9), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar variabel. Berdasar pengertian tersebut, definisi teori mengandung tiga hal.

Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. 

Kedua, teori merangkan secara sistematis atau fenomena sosial dengan sosial dengan cara menentukan hubungan  antar konsep.

 Ketiga, teori menerangkan fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.

Dalam menyusun kerangka teori menurut Prof. Noeng Muhadjir, dalam makalahnya yang berjudul ” Proses Mengkonstruksi Teori dan Hipotesis”, bagian teori harus menampilkan bagian yang bulat yang disajikan secara holistik, tetapi juga bukan sekedar penyajian konsep yang terpilah dan terpecah-pecah, sehingga konsep tersebut akan lebih menarik untuk dikaji.

Tata fikir yang ditawarkan dalam penyusunan kerangka teori menggunakan logika reflektif, yaitu logika yang mondar-mandir antara proses berfikir induktif dan proses berfikir deduktif, dan tidak dipermasalahkan dari mana harus dimulai. Alat berfikir bukan hanya sekedar mendasarkan pada generalisasi dari rerata keberagaman individul dan rerata frekuensi kejadian, tetapi juga konteks, esensi, indikasi pragmatik, fungsional, atau yang lainnya.

Oleh karena itu suatu teori tampil sebagai abstraksi, simplifikasi atau idealitas dari fenomena, mungkin merupakan eksplanasi dan mungkin pula merupakan penafsiran atas empiri. Pada dasarnya teori mengandung beberapa hal antara lain: asumsi, postulat, tesis, hipotesis, proposisi dan sejumlah konsep. Dalam teori juga terdapat idealisasi tentang tata hidup kemasyarakatan atau tata hidup alam semesta. Validasi suatu teori diuji atas kemampuannya memberikanevidensi  empirik.

Page 5: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

2. Fungsi TeoriSesuai dengan definisi Kerlinger (1973), bahwa teori adalah seperangkat

konstruk (konsep), definisi, dan proporsi [1]yang menyajikan gejala-gejala sistematis, merinci hubungan antar variable-variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut, maka teori memiliki fungsi antara lain:

a.    Menyediakan kerangka konsepsi penelitian, dan memberikan pertimbangan perlunya penyelidikan

b.    Melalui teori kita dapat membuat pertanyaan yang terinci untuk penyidikan.c.    Menunjukkan hubungan antar variable yang diteliti.d.    Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan

analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi  yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3. Fungsi Kajian PustakaUntuk menemukan teori yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian,

maka perlu adanya kajian pustaka memiliki beberapa fungsi:1)    Menyediakan kerangka konsepsi atau teori yang direncanakan2)    Menyediakan informasi  tentang penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan

dengan penelitian yang akan datang.3) Memberikan rasa percaya diri sebab melalui kajian pustaka semua konstruk yang

berhubungan dengan penelitian kita tersedia.4) Memberikan informasi-informasi tentang metode-metode penelitian yang

digunakan , populasi dan sample, instrumen dalam pengumpulan data dan penghitungan-penghitungan statistic yang digunakan pada penelitian sebelumnya.

5) Menyediakan temuan-temuan, kesimpulan-kesimpulan penyelidikan yang dapat dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.

6) Kepustakaan penelitian meliputi laporan-laporan yang diterbitkan dari penelitian yang sebelumnya.

Kepustakaan konseptual adalah meliputi artikel-artikel atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik atau buruk, hal-hal yang diinginkan dan tidak diinginkan dalam masalah.

Pengertian Teori

Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peran sangat besar dalam pelaksanaan penelitian adalah teori. Karena teori dengan unsur ilmiah inilah yang akan mencoba menerangkan fenomena-fenomena sosial yang menjadi pusat perhatian peneliti ( Masri Singarimbun & Sofyan Efendi, 1989:37). Menurut Kerlinger (1973:9), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar variabel. Berdasar pengertian tersebut, definisi teori mengandung tiga hal.Pertama, teori adalah serangkaian proposisi antar konsep-konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori merangkan secara sistematis atau fenomena sosial dengan sosial dengan cara menentukan hubungan  antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena-fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.

Dalam menyusun kerangka teori menurut Prof. Noeng Muhadjir, dalam makalahnya yang berjudul ” Proses Mengkonstruksi Teori dan Hipotesis”, bagian teori harus menampilkan bagian yang bulat yang disajikan secara holistik, tetapi juga bukan sekedar penyajian

Page 6: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

konsep yang terpilah dan terpecah-pecah, sehingga konsep tersebut akan lebih menarik untuk dikaji.

Tata fikir yang ditawarkan dalam penyusunan kerangka teori menggunakan logika reflektif, yaitu logika yang mondar-mandir antara proses berfikir induktif dan proses berfikir deduktif, dan tidak dipermasalahkan dari mana harus dimulai. Alat berfikir bukan hanya sekedar mendasarkan pada generalisasi dari rerata keberagaman individul dan rerata frekuensi kejadian, tetapi juga konteks, esensi, indikasi pragmatik, fungsional, atau yang lainnya.

Oleh karena itu suatu teori tampil sebagai abstraksi, simplifikasi atau idealitas dari fenomena, mungkin merupakan eksplanasi dan mungkin pula merupakan penafsiran atas empiri. Pada dasarnya teori mengandung beberapa hal antara lain: asumsi, postulat, tesis, hipotesis, proposisi dan sejumlah konsep. Dalam teori juga terdapat idealisasi tentang tata hidup kemasyarakatan atau tata hidup alam semesta. Validasi suatu teori diuji atas kemampuannya memberikanevidensi  empirik.

2. Fungsi Teori

Sesuai dengan definisi Kerlinger (1973), bahwa teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proporsi [1]yang menyajikan gejala-gejala sistematis, merinci hubungan antar variable-variabel, dengan tujuan meramalkan dan menerangkan gejala tersebut, maka teori memiliki fungsi antara lain:

a.    Menyediakan kerangka konsepsi penelitian, dan memberikan pertimbangan perlunya penyelidikan

b.    Melalui teori kita dapat membuat pertanyaan yang terinci untuk penyidikan.

c.    Menunjukkan hubungan antar variable yang diteliti.

d.    Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan, dan analisis dokumen-dokumen yang memuat informasi  yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3. Fungsi Kajian Pustaka

Untuk menemukan teori yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian, maka perlu adanya kajian pustaka memiliki beberapa fungsi:

1)    Menyediakan kerangka konsepsi atau teori yang direncanakan

2)    Menyediakan informasi  tentang penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan datang.

3) Memberikan rasa percaya diri sebab melalui kajian pustaka semua konstruk yang berhubungan dengan penelitian kita tersedia.

4) Memberikan informasi-informasi tentang metode-metode penelitian yang digunakan , populasi dan sample, instrumen dalam pengumpulan data dan penghitungan-penghitungan statistic yang digunakan pada penelitian sebelumnya.

5) Menyediakan temuan-temuan, kesimpulan-kesimpulan penyelidikan yang dapat dihubungkan dengan penemuan dan kesimpulan kita.

6) Kepustakaan penelitian meliputi laporan-laporan yang diterbitkan dari penelitian yang sebelumnya.

Page 7: Emik Dan Etik Adalah Dua Macam Sudut Pandang Dalam Etnografi Yang Cukup Mengundang Perdebatan

Kepustakaan konseptual adalah meliputi artikel-artikel atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik atau buruk, hal-hal yang diinginkan dan tidak diinginkan dalam masalah.

KONSEP KAJIAN EMPIRIKAL

Penyiasatan saintifik empirikal bermakna kajian yang dirancangkan boleh diuji     dalam makmal atau luar makmal dan terbuka untuk diteliti orang lain.

Kajian empirikal dijalankan dengan mengaplikasikan dua kaedah iaitu soal selidik dan temu ramah. Melalui kaedah soal selidik, pengumpulan data-data atau maklumat terkini dapat diperolehi. Kaedah ini kebiasaannya melibatkan satu turutan aktiviti yang harus diikuti untuk memudahkan kajian yang dilakukan. Turutan aktiviti yang dimaksudkan adalah seperti berikut:-

Kajian empirikal bermula dari suatu pemerhatian ke atas sesuatu situasi. Pemerhatian tersebut akan mencetuskan satu inferens atau kesimpulan awal. Walaubagaimanapun, inferens atau kesimpulan awal tidaklah muktamad kerana kajian belum dijalankan untuk mengetahui kesahihannya. Bagi menjalankan kajian, seseorang pengkaji perlu membuat hipotesis dan seterusnya mengenal pasti pemboleh ubah yang terlibat. Hipotesis yang dikemukakan hendaklah dikaji melalui kaedah penyiasatan yang telah dirancang termasuklah cara pengumpulan data, pentafsiran data dan membuat kesimpulan. Laporan eksperimen perlulah dikemukakan untuk dimanfaatkan oleh pengkaji.

            Berdasarkan pemerhatian, satu kesimpulan awal dapat dibuat yang dikenali sebagai inferens. Inferens merupakan satu kesimpulan awal berdasarkan pemerhatian awal. Berdasarkan inferens, para pelajar dapat mengenal pasti masalah seterusnya membuat hipotesis umtuk diuji.

Hipotesis pula merupakan satu penyiasatan andaian yang perlu dibuat berdasarkan sesuatu kajian atau isu. Kajian dibuat dan selepas itu menguji ketepatan andaian itu atau sebaliknya.

HOLISME

Holisme adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa sistem alam semesta, baik yang bersifat fisik, kimiawi, hayati, sosial, ekonomi, mental-psikis, dan kebahasaan, serta segala kelengkapannya harus dipandang sebagai sesuatu yang utuh dan bukan merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang terpisah. Sistem alam tidak dapat dipahami apabila kita mempelajarinya dengan cara memisahkan bagian-bagiannya: sistem harus dipelajari secara utuh sebagai suatu kesatuan