30
ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT ALGINAT-KITOSAN TUTI WUKIRSARI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

  • Upload
    trananh

  • View
    244

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT ALGINAT-KITOSAN

TUTI WUKIRSARI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Page 2: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

ABSTRAK

TUTI WUKIRSARI. Enkapsulasi Ibuprofen dengan Penyalut Alginat-Kitosan. Dibimbing oleh TUN TEDJA IRAWADI dan AHMAD SJAHRIZA. Ibuprofen merupakan obat antiradang yang memiliki waktu paruh eliminasi singkat dan dapat menimbulkan iritasi lambung. Enkapsulasi senyawa dalam ukuran kecil dapat digunakan untuk meminimalkan kekurangannya tersebut. Dalam penelitian ini dipelajari enkapsulasi ibuprofen dengan sistem penyalutan alginat-kitosan. Enkapsulasi dilakukan dengan ragam jumlah ibuprofen dan konsentrasi kitosan (0.1, 0.3, dan 0.5% (b/v)). Parameter enkapsulasi yang diamati adalah morfologi kapsul, massa kapsul yang diperoleh, dan efisiensi enkapsulasi. Kapsul yang diperoleh memiliki diameter 1−2 mm. Kenaikan jumlah ibuprofen dan konsentrasi kitosan berpengaruh pada massa kapsul yang diperoleh, tetapi tidak berpengaruh pada efisiensi enkapsulasi (α = 0.05). Massa total kapsul tertinggi diperoleh saat nisbah alginat-ibuprofen 1:1.5 dengan konsentrasi kitosan 0.3% (b/v). Enkapsulasi ibuprofen dengan penyalut alginat-kitosan memperlihat-kan rerata efisiensi enkapsulasi (>86%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan temuan lain yang menggunakan gelatin (74.00−84.80%).

ABSTRACT

TUTI WUKIRSARI. Encapsulation of Ibuprofen by Alginate-Chitosan Coating. Supervised by TUN TEDJA IRAWADI and AHMAD SJAHRIZA. Ibuprofen is an anti-inflammatory drug that has a short biological half-life and adverse gastrointestinal reaction. Encapsulation of active compounds in a small particle may minimize its disadvantages. In this experiment, encapsulation of ibuprofen by alginate-chitosan coating system was studied. The encapsulation was carried out with various quantities of ibuprofen and concentrations of chitosan. Morphology, weight of capsule, and the encapsulation efficiency were observed. The capsule has 1−2 mm diameters. Increasing of ibuprofen and concentration of chitosan affected the weight of capsule, but could not affect the encapsulation efficiency (α = 0.05). The highest capsule total weight was obtained on ratio of alginate-ibuprofen 1:1.5 with concentration of chitosan 0.3% (b/v). Encapsulation efficiency of ibuprofen by alginate-chitosan coating (>86%) was higher than another finding using gelatin as matrix (74.00−84.80%).

Page 3: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

2

ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT ALGINAT-KITOSAN

TUTI WUKIRSARI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2006

Page 4: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

3

Judul Skripsi : Enkapsulasi Ibuprofen dengan Penyalut Alginat-Kitosan Nama : Tuti Wukirsari NIM : G44202001

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Drs. Ahmad Sjahriza NIP 130536664 NIP 131842413

Diketahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP 131473999

Tanggal Lulus:

Page 5: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan, laboratorium Kimia Analitik (Departemen Kimia) serta laboratorium Biologi Terpadu Departemen Biologi IPB sejak bulan April sampai bulan Agustus 2006, dengan judul Enkapsulasi Ibuprofen dengan Penyalut Alginat-Kitosan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Ahmad Sjahriza selaku pembimbing II atas bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf Laboratorium Kimia Analitik IPB atas bantuannya dalam analisis menggunakan spektrofotometer UV serta Ibu Retno dan Ibu Hilda dari Laboratorium Biologi Terpadu atas bantuannya dalam menggunakan mikroskop fotostereo. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada laboran dan staf Lab Kimia Fisik, Kak Budi, Satrio, Tuti Bio, Tita Tri, Feri Nata, teman-teman Kimia 38 (Kak Joe, Kak Amir, Kak Ara, Mbak Dyah, Mbak Eka, dan Mbak Emil) dan teman-teman seangkatan (Steven, Izal, Lukmana, dan Obie) yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian, Mas Heri yang telah banyak membantu untuk urusan administrasi kolokium, seminar, dan sidang serta teman-teman di SAS atas kebersamaan dan kekeluargaannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, dan Kakak atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya serta seluruh pihak yang telah membantu hingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2006

Tuti Wukirsari

Page 6: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

5

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 6 Juli 1985 dari ayah Suprapto dan ibu Sri Lestari. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 1 Kajen dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, yaitu Kimia Analitik Instrumental dan Kimia Organik I tahun ajaran 2004/2005, Kimia Organik D3 tahun ajaran 2005/2006 dan Teknik Laboratorium Kimia Organik D3 tahun ajaran 2005/2006 serta Kimia Bahan Alam dan Kimia Pangan tahun ajaran 2006/2007. Bulan Juli-Agustus 2005 penulis melaksanakan Praktik lapangan di PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills Karawang dengan judul Penetrasi Air pada Kertas Fotokopi dengan Berbagai Dosis Alkyl Ketene Dimer.

Page 7: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

6

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii

PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA Ibuprofen ........................................................................................................ 1 Enkapsulasi ..................................................................................................... 2 Alginat-Kitosan .............................................................................................. 2

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ............................................................................................... 3 Metode Penelitian ........................................................................................... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Abu ......................................................................................... 4 Ibuprofen ........................................................................................................ 4 Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar ...................................... 5 Enkapsulasi Ibuprofen .................................................................................... 5 Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan ................................................................. 6 Efisiensi Enkapsulasi ...................................................................................... 7

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ......................................................................................................... 7 Saran ............................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 8

LAMPIRAN................................................................................................................ 10

vi

Page 8: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kimia ibuprofen (Departemen Kesehatan 1995) ................................. 1

2 Ilustrasi persebaran senyawa aktif tepat di tengah kapsul (a) dan

tersebar di seluruh kapsul (b) ............................................................................ 2

3 Struktur kimia residu pada alginat .................................................................... 2

4 Struktur kimia residu pada kitosan .................................................................... 3

5 Pembentukan ikatan ionik antara alginat dan kitosan

(Friedli & Schlager 2005) ................................................................................. 3

6 Kristal ibuprofen hasil rekristalisasi ................................................................. 4

7 Pola persebaran ibuprofen dalam kapsul gel alginat ......................................... 5

8 Pengaruh konsentrasi kitosan pada massa kapsul untuk semua

nisbah alginat-ibuprofen ..................................................................................... 5

9 Kapsul alginat-kitosan tanpa ibuprofen (perbesaran 50 kali) ............................ 6

10 Hasil foto menggunakan fotostereomikroskop terhadap (a) gel alginat,

(b) gel alginat-kitosan, (c) kapsul alginat-kitosan (perbesaran 40 kali) .. .......... 6

11 Morfologi kapsul alginat-kitosan setelah proses disolusi 24 jam

(perbesaran 40 kali)............................................................................................. 6

12 Efisiensi kapsul alginat-kitosan pada berbagai nisbah alginat-ibuprofen ........... 7

vii

Page 9: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Pembuatan larutan ............................................................................................ 11

2 Bagan umum penelitian .................................................................................... 11

3 Kadar air alginat ................................................................................................ 12

4 Kadar air kitosan ............................................................................................... 12

5 Kadar abu alginat . ............................................................................................. 12

6 Kadar abu kitosan ............................................................................................. 13

7 Absorbans larutan ibuprofena pada berbagai panjang gelombang (λ) ............... 13

8 Konsentrasi dan absorbans larutan ibuprofen pada pembuatan

kurva standar ibuprofen (λmaks = 222 nm) ......................................................... 14

9 Pengaruh nisbah dan konsentrasi kitosan terhadap massa kapsul (dalam gram)

dan tabel ANOVA............................................................................................... 15

10 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen dalam kapsul alginat-kitosan ......................... 18

11 Hasil analisis data efisiensi enkapsulasi ............................................................ 19

12 Efisiensi enkapsulasi pembuatan kapsul alginat-kitosan pada 3 hari yang berbeda .................................................................................. 21

viii

Page 10: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

PENDAHULUAN

Peradangan merupakan suatu penyakit yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, bahan kimia, atau benturan benda keras. Terjadinya peradangan ditandai dengan munculnya warna merah, rasa nyeri dan panas, serta dapat berakibat pada hilangnya fungsi dari suatu jaringan tubuh (Fraser et al. 1991). Hal tersebut tentu saja akan meng-ganggu aktivitas sehari-hari. Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh peradangan adalah rematik. Rasa nyeri akibat rematik timbul karena peradangan pada sendi. Penyakit ini biasanya diderita oleh orang dewasa. Komponen aktif yang sering dijumpai dalam obat rematik komersial adalah ibuprofen. Senyawa aktif tersebut dapat meredakan rasa nyeri akibat peradangan atau bersifat analgesik. Akan tetapi, ibuprofen dapat menimbulkan iritasi pada lambung dan usus serta memiliki waktu paruh eliminasi yang cepat, yaitu sekitar 2 jam (Reynolds 1989). Waktu paruh eliminasinya yang cepat menyebabkan obat tersebut harus lebih sering dikonsumsi, yaitu tiga kali sehari. Oleh karena itu, sistem pengangkutan obat secara khusus diperlukan ibuprofen untuk meminimumkan kekurangannya tersebut. Sistem pelepasan terkendali merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi efek samping terhadap sistem pencernaan dan mengatasi waktu eliminasi yang cepat (Sutriyo et al. 2004). Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan cara enkapsulasi obat dalam ukuran kecil. Proses enkapsulasi pada penelitian ini menggunakan sistem penyalutan ganda (double coating) alginat-kitosan. Silva et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan sistem penyalutan ganda alginat-kitosan dapat mengurangi porositas dan meningkatkan kestabilan kapsul yang dihasilkan.

O

OH

Alginat telah banyak digunakan dalam proses enkapsulasi karena sifatnya yang biokompatibel dan murah (Friedli & Schlanger 2005). Bregni et al. (2000) menyatakan bahwa proses pembuatan kapsul menggunakan alginat berlangsung pada kondisi yang lembut sehingga tidak merusak bahan yang disalutnya. Kelebihannya tersebut memungkinkan alginat digunakan dalam enkapsulasi hormon insulin (Timmy et al. 2002) maupun bakteri hidup (Bregni et al. 2000; Ivanova et al. 2000; Ouyang et al. 2004) tanpa kehilangan aktivitas biologisnya.

Penggunaan kitosan sebagai bahan penyalut dalam proses enkapsulasi telah banyak dipelajari (Friedli & Schlager 2005; Oliveira et al. 2005; Sutriyo et al. 2005). Kitosan juga telah diaplikasikan sebagai bahan bioadhesif dalam bidang farmasi (El-Kamel et al. 2002). Kemampuannya sebagai bahan bioadhesif akan membuat kapsul tertahan lebih lama dalam dinding usus sehingga absorpsi senyawa aktif akan meningkat.

Penelitian ini bertujuan menghasilkan kapsul ibuprofen menggunakan sistem pe-nyalutan ganda alginat-kitosan. Selain itu, massa ibuprofen yang digunakan dan konsentrasi kitosan dipelajari pengaruhnya terhadap massa kapsul yang diperoleh serta efisiensi enkapsulasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Ibuprofen

Ibuprofen merupakan senyawa taklarut air yang biasa digunakan sebagai senyawa aktif dalam obat rematik. Berdasarkan struktur kimianya (Gambar 1), ibuprofen disebut sebagai obat antiradang nonsteroid (NSAID, nonsteroidal anti-inflammatory drug). Sebagi-an besar senyawa yang termasuk jenis NSAID merupakan asam organik lemah dengan pKa 3.5−6.3 (Linden & Lovejoy 1998).

Gambar 1 Struktur kimia ibuprofen (Depkes

1995). Prinsip kerja ibuprofen sebagai obat rematik atau antiradang adalah dengan meng-hambat kerja enzim prostaglandin sintetase. Prostaglandin merupakan salah satu mediator dalam proses peradangan. Contoh mediator lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin.

Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi jika jumlahnya berlebihan dapat mengakibatkan pendarahan pada saluran pencernaan (Reynolds 1989). Tayade dan Kale (2004) telah melakukan enkapsulasi ibuprofen menggunakan gelatin agar dapat mencegah terjadinya pendarahan saluran pencernaan. Proses enkapsulasi ter-sebut menggunakan formaldehida sebagai senyawa pembentuk ikatan silangnya.

Page 11: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

2

Ibuprofen akan mengalami proses konjugasi, oksidasi, dan hidroksilasi sebagai bentuk dari metabolisme dalam tubuh (Linden & Lovejoy 1998). Reynolds (1989) menyata-kan bahwa senyawa tersebut sebagian besar akan diekskresikan sebagai metabolitnya, 14% sebagai konjugatnya, dan hanya 1% yang diekskresikan dalam bentuk ibuprofen.

Enkapsulasi

Berkembangnya teknologi mendorong ditemukannya berbagai cara baru dalam sistem pengangkutan obat dalam tubuh. Semua penemuan tersebut bertujuan me-maksimumkan khasiat obat secara lebih aman. Enkapsulasi senyawa obat dalam ukuran sekecil mungkin merupakan salah satu di antara penemuan tersebut. Enkapsulasi merupakan teknik untuk menyalut suatu senyawa (dapat berupa padatan, cairan, maupun gas) dengan suatu polimer.

Babtsov et al. (2002) menyatakan bahwa enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki beberapa keuntungan, antara lain melindungi suatu senyawa dari penguraian dan mengendalikan pelepasan suatu senyawa aktif. Pengendalian pelepasan suatu senyawa aktif (misalnya, obat) tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan konsentrasi obat dalam saluran pencernaan secara serentak. Akibatnya, iritasi pada saluran pencernaan, terutama pada dinding lambung, dapat dihindari. Proses enkapsulasi juga memung-kinkan pengubahan bentuk suatu senyawa dari cair menjadi padat dan juga memisahkan senyawa-senyawa yang berbahaya jika berin-teraksi satu sama lain. Persebaran senyawa aktif, baik yang berwujud padat maupun cair, dalam suatu kapsul dapat bermacam-macam (Birnbaum & Brannon-Peppas 2003). Senyawa aktif dapat terletak tepat di tengah-tengah kapsul dan bertindak sebagai intinya (Gambar 2a), atau tersebar di seluruh kapsul atau tidak terpusat pada satu titik saja (Gambar 2b).

(a) (b) Gambar 2 Ilustrasi persebaran senyawa aktif

tepat di tengah kapsul (a) dan tersebar di seluruh kapsul (b).

Polimer yang lazim digunakan pada proses enkapsulasi suatu senyawa obat adalah polimer yang dapat terbiodegradasi dan

bersifat biokompatibel. Hal ini dikarenakan kapsul yang dihasilkan akan dimasukkan ke dalam tubuh baik secara oral maupun dengan implantasi. Contoh polimer yang dapat di-gunakan untuk proses enkapsulasi adalah alginat, kitosan (Ul-Ain et al. 2003), pektin (Ouyang et al. 2004), gelatin (Tayade & Kale 2004), poliakrilat, dan ester selulosa (Babtsov et al. 2002). Sementara senyawa aktif suatu obat yang memerlukan proses enkapsulasi adalah senyawa dengan waktu paruh eliminasi yang singkat, obat yang harus diminum secara teratur (Sutriyo et al. 2004), dan obat yang memiliki efek negatif terhadap sistem pencernaan.

Alginat-Kitosan

Alginat merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menyebut garam dari asam alginat. Garam alginat ini larut dalam air, tetapi mengendap pada pH kurang dari 3 (Parfitt 1999). Senyawa tersebut adalah suatu polisakarida linear jenis polisakarida yang terdiri atas residu asam β(1→4)-D-manuronat (M) dan asam α(1→4)-L- guluronat (G) (Gambar 3). Polimer ini ditemukan pada dinding sel ganggang cokelat (rumput laut) dalam bentuk campuran garam kalsium, magnesium, dan natrium. Alginat dapat membentuk formasi egg-box melalui ikatan hidrogen dan adanya kation divalen, misalnya ion kalsium. Oleh karena itu, alginat dapat diaplikasikan sebagai bahan penyalut pada proses enkapsulasi (Ul-Ain et al. 2003).

Gambar 3 Struktur kimia residu pada alginat.

Sama halnya dengan alginat, kitosan juga merupakan suatu polisakarida. Namun, kitosan tidak larut dalam air, tetapi larut dalam asam lemah encer (misanya, asam asetat 1% [v/v]). Kitosan (Gambar 4) memiliki struktur yang mirip dengan selulosa, tetapi gugus hidroksil pada C-2 diganti dengan gugus amino. Senyawa ini dapat diperoleh dari kulit udang dengan cara mendeasetilasi kitinnya.

Page 12: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

3

Gambar 4 Struktur kimia residu pada kitosan.

Penyalutan ganda menggunakan alginat dan kitosan telah diteliti untuk digunakan sebagai penyalut senyawa aktif, misalnya hormon insulin (Timmy et al. 2002). Enkapsulasi alginat-kitosan juga dapat digunakan untuk menyalut senyawa protein (Silva et al. 2004). Kedua senyawa tersebut dapat berikatan ionik satu sama lain karena adanya perbedaan muatan (Gambar 5). Alginat bermuatan negatif, sedangkan kitosan positif. Muatan negatif pada alginat disebab-kan oleh adanya gugus karboksil dan muatan positif kitosan berasal dari gugus aminonya.

Gambar 5 Pembentukan ikatan ionik antara

alginat dan kitosan (Friedli & Schlager 2005).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain alginat (natrium alginat), kitosan (BPPT), tablet ibuprofen generik, CaCl2, asam asetat glasial, aseton, kristal NaH2PO4⋅ H2O dan NaHPO4⋅ 2H2O serta air bebas ion. Alat-alat yang digunakan di antaranya adalah alat-alat kaca, jarum suntik ukuran 18G, oven, pengaduk magnetik, pengocok mekanis Heidolp TITRAMAX 101, visko-meter Ostwald, radas Thiele, mikroskop fotostereo Nikon SMZ-1000, dan spektro-fotometer UV Genesys 10UV.

Metode Penelitian

Analisis Kadar Air (AOAC 1999) Cawan dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g alginat dan kitosan dimasukkan ke dalam cawan dan

dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam kemudian didingin-kan dalam eksikator lalu ditimbang. Alginat dan kitosan dalam cawan dimasukkan lagi ke dalam oven selama 3 jam pada suhu yang sama, didinginkan, lalu ditimbang kembali. Prosedur ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar air contoh ditentukan dengan persamaan

Kadar air = X

)YX( − × 100%

dengan X = bobot contoh mula-mula (g) Y = bobot contoh kering (g)

Analisis Kadar Abu (AOAC 1999) Kadar abu dalam alginat dan kitosan ditentukan dengan metode gravimetri. Cawan porselen yang bersih dan kering dimasukkan ke dalam tanur untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang menempel di cawan. Setelah didinginkan dalam eksikator, cawan di-timbang. Sebanyak kira-kira 0.5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dipanaskan sampai tidak berasap, kemudian dibakar dalam tanur 600 °C sampai diperoleh abunya. Cawan berisi abu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Kadar abu contoh dihitung dengan persamaan

Kadar abu = keringcuplikan bobot

abubobot × 100%

Pemisahan Ibuprofen dari Tablet (WHO 2003) Ibuprofen yang digunakan pada pem-buatan kapsul diperoleh dari hasil rekristalisasi. Tablet ibuprofen generik digerus lalu ditambahkan aseton. Filtrat dan residu dipisahkan melalui proses penyaringan (ukuran kertas saring 150 mesh). Filtrat diuapkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal ibuprofen. Kristal ini ditimbang dan ditentukan titik lelehnya menggunakan radas Thiele untuk mengetahui tingkat kemur-niannya (Shugar & Ballinger 1990). Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Standar Larutan ibuprofen dalam bufer fosfat pH 7.2 (pembuatan bufer fosfat dapat dilihat di Lampiran 1) dengan konsentrasi 20 ppm diukur absorbansnya pada panjang gelombang (λ) 210−240 nm. Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang diperoleh digunakan untuk analisis selanjutnya. Kurva standar dibuat dengan deret konsentrasi ibuprofen 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, dan 28 ppm. Data yang diperoleh

kitosan

alginat

Page 13: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

4

merupakan kurva hubungan antara konsentrasi ibuprofen dan absorbans. Pembuatan Kapsul Alginat (modifikasi Ul-Ain et al. 2003) Sebanyak 10 mL larutan alginat 2% (b/v) dan ibuprofen dicampurkan dengan beragam nisbah massa alginat-ibuprofen (Lampiran 2). Nisbah antara alginat dan ibuprofen yang digunakan adalah 1:1, 1:1.25, dan 1:1.5. Campuran tersebut kemudian diteteskan ke dalam larutan CaCl2 0.15 M dengan bantuan jarum suntik ukuran 18G (gauche). Larutan CaCl2 terus-menerus diaduk dengan pengaduk magnetik selama proses penetesan campuran alginat-ibuprofen. Kapsul alginat yang dipero-leh lalu dicuci 2 kali dengan akuades. Larutan alginat yang digunakan untuk pembuatan kapsul tersebut diukur laju alirnya selama 5 hari dengan viskometer Ostwald. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan larutan alginat terhadap kapsul yang dihasilkan. Penyalutan Kitosan (Timmy et al. 2002) Kapsul alginat-kitosan dibuat dengan cara menyalut kapsul alginat dengan kitosan (Lampiran 2). Caranya kapsul alginat di-masukkan ke dalam gelas piala yang berisi larutan kitosan. Ragam konsentrasi kitosan yang digunakan adalah 0.1, 0.3, dan 0.5% (b/v) dalam asam asetat 1% (v/v) (pembuata larutan asam asetat dapat dilihat di Lampiran 1) dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 10 menit. Setelah itu kapsul disaring. Kapsul alginat-kitosan yang diperoleh dike-ringkan pada suhu kamar selama 12 jam. Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan Pengamatan morfologi kapsul alginat-kitosan dilakukan dengan bantuan mikroskop fotostereo. Efisiensi Enkapsulasi Sebanyak 50 mg kapsul ditimbang dan dilarutkan ke dalam 100 ml bufer fosfat pH 7.2. Campuran tersebut dikocok selama 24 jam lalu disaring (Tayade & Kale 2004). Penyaringan dilakukan dengan kertas saring ukuran 150 mesh. Kemudian filtrat diencerkan sebanyak 20 kali dan dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada λmaks. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi ibuprofen dengan bantuan kurva standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Abu

Parameter dasar yang biasa digunakan untuk menganalisis bahan alam adalah kadar air dan abu. Kadar air berkaitan dengan daya simpan bahan, sedangkan kadar abu mem-perlihatkan kandungan bahan anorganiknya. Kadar air alginat dan kitosan berturut-turut adalah 9.71% (Lampiran 3) dan 13.64% (Lampiran 4). Data tersebut memperlihatkan bahwa alginat lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme dibandingkan dengan kito-san.

Hasil penentuan kadar abu menunjukkan bahwa kadar abu alginat (59.09%) bila dibandingkan dengan kadar abu kitosan (1.91%) (Lampiran 5 dan 6). Hal ini disebabkan alginat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk garam natriumnya. Natrium merupakan salah satu jenis logam alkali yang menjadi penyusun abu (Nielsen 1998).

Ibuprofen

Untuk memisahkan ibuprofen dalam tablet digunakan metode rekristalisasi. Aseton dipilih sebagai pelarut karena dapat memisah-kan ibuprofen dari bahan pengisi tablet. Ibuprofen akan larut dalam aseton, sedangkan bahan pengisi tablet (senyawaan karbohidrat) tidak larut. Aseton juga mudah dihilangkan dari kristal karena sifatnya yang atsiri. Kristal yang diperoleh dari hasil penguap-an aseton berwarna putih (Gambar 6) dan berbau khas lemah. Kristal tersebut memiliki kisaran titik leleh 68.0−69.5 °C. Kisaran titik leleh yang sempit ini menunjukkan bahwa kristal ibuprofen yang diperoleh cukup murni (Shugar & Ballinger 1990). Akan tetapi, nilai titik leleh tersebut berbeda dengan literatur, yaitu sekitar 76 oC (WHO 1986). Hal tersebut diduga karena kristal ibuprofen yang diperoleh tidak bersifat rasemat. Streitwieser dan Heathcock (1976) menyatakan bahwa penambahan sedikit enantiomer terhadap campuran rasemat dapat menurunkan titik lelehnya. Gambar 6 Kristal ibuprofen hasil rekristalisa-

si.

Page 14: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

5

Kadar ibuprofen dalam setiap tablet ber-dasarkan label adalah 400 mg. Hasil rekristalisasi 36 buah tablet tersebut meng-hasilkan 13.2577 g kristal ibuprofen. Persen hasil yang diperoleh dibandingkan dengan yang tercantum di label adalah 92.07%. Jadi, sebagian besar ibuprofen dapat dipisahkan dari bahan pengisi tablet.

Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar

Pelarut yang dipilih dalam pembuatan larutan ibuprofen adalah bufer fosfat pH 7.2. Nilai pH bufer tersebut menyesuaikan dengan pH usus dan biasa digunakan sebagai media disolusi tablet ibuprofen (Depkes 1995).

Penentuan λmaks larutan ibuprofen dilakukan pada daerah ultraviolet karena larutan tidak berwarna. Larutan ibuprofen hasil rekristalisasi memberikan serapan maksimumnya pada λ 222 nm (Lampiran 7), sesuai dengan literatur, yaitu sekitar 221 nm (Depkes 1995). Persamaan kurva standar yang diperoleh adalah y = 0.0431x + 0.0619 dengan nilai r sebesar 99.99% (Lampiran 8). Persamaan kurva standar tersebut digunakan dalam perhitungan efisiensi enkapsulasi ibuprofen.

Enkapsulasi Ibuprofen

Metode pembuatan kapsul gel alginat-ibuprofen merupakan modifikasi dari Ul-Ain et al. (2003). Penelitian tersebut menggunakan jarum suntik ukuran 26G, sedangkan pada penelitian ini digunakan jarum ukuran 18G. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sifat kelarutan senyawa yang dienkapsulasi. Senyawa yang dienkapsulasi Ul-Ain et al. (2003), yaitu isoniazida, rifampisin, dan pirazinamida larut dalam air sedangkan ibuprofen tidak. Hal tersebut berpengaruh terhadap homogenitas antara larutan alginat dan senyawa yang akan disalut.

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.1 0.3 0.5[kitosan] (% [b/v])

mas

sa k

apsu

l (g)

1:1 1:1.25 1:1.5

Enkapsulasi ibuprofen diawali dengan penyalutan dengan alginat. Penetesan suspensi ibuprofen-alginat ke dalam larutan CaCl2 menyebabkan terjadinya ikatan silang antarmolekul alginat dengan ion Ca2+ (Friedli & Schlager 2005). Ikatan silang tersebut menyebabkan terbentuknya gel alginat dalam waktu kurang dari 1 menit. Gel yang terbentuk sesaat setelah penetesan bersifat lunak. Setelah 10 menit, gel alginat menjadi lebih keras yang diduga karena ikatan silang antara alginat dan Ca2+ telah berlangsung sempurna.

Senyawa inti yang ingin dienkapsulasi, yaitu ibuprofen tersebar di dalam kapsul gel alginat (Gambar 7). Hal ini sesuai dengan ilustrasi pada Gambar 2b. Ibuprofen yang tidak terenkapsulasi akan terdapat dalam bentuk tidak larut dalam larutan CaCl2. Gambar 7 Pola persebaran ibuprofen dalam

kapsul gel alginat. Tahap penyalutan kitosan dilakukan setelah penyalutan alginat telah berlangsung sempurna. Friedli dan Schlanger (2005) menyatakan bahwa alginat dan kitosan dapat berikatan secara spontan dalam waktu kurang dari 5 menit. Ragam konsentrasi kitosan yang digunakan untuk penyalutan gel alginat berpengaruh terhadap massa total kapsul yang dihasilkan dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) (Lampiran 9). Secara umum, kenaikan konsentrasi kitosan menaikkan massa total kapsul yang dihasilkan (Gambar 8). Hal tersebut diduga semakin banyak kitosan yang terikat pada alginat. Akan tetapi, kenaikan konsentrasi kitosan dari 0.3 menjadi 0.5% (b/v) pada nisbah alginat-ibuprofen 1:1.5 menurunkan massa kapsul walaupun tidak signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh proses osmosis air dari dalam gel alginat ketika proses penyalutan kitosan. Brown et al. (2006) menyatakan bahwa gel alginat bersifat semipermeabel. Akibatnya, sebagian ibupro-fen terdesak keluar bersama air ketika tahap penyalutan kitosan konsentrasi tinggi.

Gambar 8 Pengaruh konsentrasi kitosan pada

massa kapsul untuk semua nisbah alginat-ibuprofen.

Selain konsentrasi kitosan, nisbah massa alginat-ibuprofen juga berpengaruh terhadap

Page 15: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

6

massa total kapsul yang diperoleh dengan α sebesar 0.05 (Lampiran 9). Semakin tinggi nisbahnya, maka semakin tinggi pula massa total kapsul yang diperoleh. Dengan menaik-kan nisbah massa alginat-ibuprofen, berarti semakin banyak ibuprofen yang ditambahkan ke dalam larutan alginat untuk dienkapsulasi. Oleh karena itu, nisbah 1:1.5 menghasilkan kapsul dengan massa total tertinggi. Proses pengeringan kapsul gel alginat-kitosan dilakukan secara perlahan dengan cara membiarkannya pada suhu kamar. Air dalam kapsul gel akan menguap sehingga memper-kecil ukuran kapsul. Ikatan hidrogen gel dengan air menjadi hilang dan akan terbentuk ikatan hidrogen baru antarkapsul (Silva et al. 2006). Hal tersebut berakibat pada ber-gerombolnya beberapa kapsul ketika sudah kering.

Morfologi Kapsul Alginat-Kitosan

Pengamatan morfologi dilakukan terhadap kapsul gel alginat, alginat-kitosan, serta kapsul alginat-kitosan yang telah dikeringkan. Kapsul gel alginat-kitosan tanpa ibuprofen juga diamati. Kapsul tanpa ibuprofen tersebut terlihat transparan (Gambar 9).

Gambar 9 Kapsul alginat-kitosan tanpa

ibuprofen (perbesaran 50 kali). Gel alginat yang mengandung ibuprofen berwarna putih dan berbentuk agak bulat dengan diameter sekitar 3 mm (Gambar 10a). Bentuknya yang tidak bulat penuh dikarena-kan pengaruh gravitasi bumi saat penetesan

suspensi alginat-ibuprofen ke dalam larutan CaCl2. Setelah disalut dengan kitosan, gel menjadi berwarna kekuningan, ukuran men-jadi lebih kecil (diameter sekitar 2.5 mm), dan agak keriput (Gambar 10b). Warna kuning kapsul gel alginat-kitosan diduga berasal dari warna larutan kitosan yang digunakan, sedangkan penyusutan ukuran dan keriputnya gel alginat-kitosan dikarenakan osmosis air dari dalam gel alginat ke larutan kitosan di sekitarnya pada tahap penyalutan.

Kapsul alginat-kitosan yang telah di-keringkan memiliki diameter 1−2 mm, berwarna kekuningan, keras, dan bentuknya tidak simetris (Gambar 10c). Bentuk yang tidak simetris disebabkan oleh sineresis selama proses pengeringan. Pengamatan morfologi juga dilakukan terhadap kapsul setelah proses disolusi selama 24 jam dalam larutan bufer fosfat (pH 7.2) pada penentuan efisiensi enkapsulasi. Bufer tersebut dapat melemahkan ikatan silang pada alginat sehingga ibuprofen dapat keluar dari kapsul (Ivanova et al. 2000). Kapsul, setelah proses disolusi selama 24 jam tersebut, terlihat sebagai gel transparan yang diduga merupa-kan lapisan kitosannya (Gambar 11). Hal tersebut memperlihatkan bahwa seluruh ibuprofen telah terlepas dari kapsul.

Gambar 11 Morfologi kapsul alginat-kitosan

setelah proses disolusi 24 jam (perbesaran 40 kali).

(a) (b) (c)

Gambar 10 Hasil foto menggunakan fotostereomikroskop terhadap (a) kapsul gel alginat, (b) kapsul gel alginat-kitosan, (c) kapsul alginat-kitosan yang telah dikeringkan (perbesaran 40 kali).

Page 16: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

7

Efisiensi Enkapsulasi

Efisiensi enkapsulasi merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan proses enkapsulasi. Parameter ini menunjukkan berapa persen senyawa aktif (ibuprofen) awal yang berhasil dikungkung dalam kapsul.

Pembuatan kapsul alginat-kitosan dilaku-kan pada 3 hari yang berbeda. Pembuatan kapsul pada hari pertama disebut kelompok 1, hari ke-3 kelompok 2, dan hari ke-5 kelompok 3. Nilai efisiensi enkapsulasi ibuprofen dari ketiga kelompok tersebut berbeda nyata dengan α sebesar 0.05 (Lampiran 10 & 11). Nilai efisiensi tersebut cenderung menurun dari kelompok 1 ke kelompok 3 (Lampiran 12). Setelah dilakukan analisis viskositas selama 5 hari ternyata terjadi penurunan waktu alir larutan alginat (Tabel 1). Hal tersebut diduga karena larutan alginat memiliki stabilitas yang rendah. Griffiths dan Kennedy (1990) menyatakan bahwa alginat mengalami depolimerisasi selama proses penyimpanan. Hal tersebut berakibat pada penurunan kemampuan enkapsulasinya. Jadi waktu penyimpanan larutan alginat ber-pengaruh terhadap efisiensi enkapsulasi. Tabel 1 Waktu alir larutan alginat selama

penyimpanan

Hari ke- Waktu alir (detik) 1 119 3 113 5 113

T

abel 2 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen

[kitosan] (% [b/v]) Nisbah alginat-

ibuprofen 0.1 0.3 0.5 1:1 87.32 89.40 91.36

1:1.25 87.34 87.87 89.38

1:1.5 86.09 90.10 87.28

Rerata efisiensi enkapsulasi ibuprofen dengan penyalut alginat-kitosan berada pada kisaran di atas 86% (Tabel 2). Nilai efisiensi tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil penelitian Tayade dan Kale (2004) yang menggunakan gelatin sebagai penyalutnya. Efisiensi dengan penyalut gelatin berkisar antara 75.00 dan 84.80% dengan nisbah massa gelatin dan ibuprofen 1:1, 1:1.25, dan 1:1,5. Hal tersebut berarti bahwa kemampuan enkapsulasi sistem penyalutan ganda alginat-

kitosan lebih baik bila dibandingkan dengan gelatin.

Peningkatan konsentasi kitosan dari 0.1 ke 0.5% (b/v) tidak berpengaruh terhadap efisiensi enkapsulasi dengan α sebesar 0.05 (Gambar 11 dan Lampiran 10). Hal tersebut memperkuat hasil penelitian Hu et al. (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan kon-sentrasi dan bobot molekul kitosan tidak berpengaruh terhadap efisiensi enkapsulasi dengan penyalut alginat-kitosan. Peningkatan konsentrasi kitosan diharapkan dapat meningkatkan ketebalan lapisan kitosan. Lapisan kitosan pada kapsul akan berubah menjadi gel yang berfungsi sebagai penghalang yang mengendalikan pelepasan ibuprofen (Sutriyo et al. 2005). Semakin tebal lapisan gel kitosan berarti semakin besar penghalang yang harus dilewati oleh ibuprofen.

83.0084.0085.00

86.0087.0088.0089.00

90.0091.0092.00

0.1 0.3 0.5

[kitosan] (% [b/v])

Gambar 12 Efisiensi kapsul alginat-kitosan

pada berbagai nisbah alginat-ibuprofen.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Enkapsulasi ibuprofen dengan penyalut alginat-kitosan menghasilkan kapsul dengan diameter antara 1 dan 2 mm. Enkapsulasi tersebut memiliki nilai efisiensi (>86%) lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyalut gelatin (konsentrai gelatin 6.67% [b/v]) yang telah dilakukan oleh peneliti lain, yaitu 74.00−84.80%.

Kenaikan nisbah alginat-ibuprofen dan konsentrasi kitosan menaikkan massa kapsul yang diperoleh dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05). Nisbah alginat-ibuprofen yang menghasilkan massa kapsul tertinggi (0.3852 g) adalah 1:1.5 dengan konsentrasi kitosan 0.3% (b/v). Akan tetapi, jumlah ibuprofen dan konsentrasi kitosan tidak berpengaruh terhadap efisiensi enkapsulasi-nya. Faktor yang berpengaruh terhadap

Efisi

ensi

enka

pssi

ula

(%)

1:1 1:1.25 1:1.5

Page 17: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

8

efisiensi adalah waktu penyimpanan larutan alginat yang digunakan untuk pembuatan kapsul.

Saran

Pembuatan larutan alginat sebaiknya dilakukan sesaat sebelum pembuatan kapsul untuk mempertahankan efisiensi enkapsulasi-nya. Hal-hal yang perlu dicoba untuk mendapatkan bentuk kapsul yang lebih baik adalah dengan cara menambahkan surfaktan ke dalam suspensi alginat-ibuprofen dan di-gunakannya pengering beku untuk mengering-kan kapsul gel alginat-kitosan. Tahapan lain yang perlu dilakukan sebelum kapsul diapli-kasikan adalah pengamatan morfologi kapsul dengan mikroskop elektron payaran (SEM) dan uji disolusi kapsul alginat-kitosan baik secara in vitro maupun in vivo. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui laju pelepas-an ibuprofen dan penentuan dosis yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC, Cunnif P, editor. 1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. Revisi ke-5. Volume ke-2. Maryland: AOAC International.

Babtsov et al, penemu; Tagra Biotechnologies

Ltd. 30 September 2002. Method of microencapsulation. US Patent 6 932 984.

Birnbaum DT, Brannon-Peppas. 2003.

Microparticle drug delivery systems. Di dalam: Drug Delivery Systems in Cancer Therapy. Totowa: Humana Pr.

Bregni C et al. 2000. Alginate microspheres

of Bacillus subtilis. Ars Pharm 41:245-248.

Brown PJ, Bide M, Burg KJL, Phaneuf MD.

2006. Cellular encapsulation into porous alginate fibers. NTC Project: M04-CL13. http://www.ntcresearch.org/projectapp/

?project=M04-CL13[10 Agt 2006] [Depkes]. 1995. Farmakope Indonesia.

Jakarta: Departemen Kesehat-an RI. El-Kamel A, Sokar M, Naggar V, Al-Gamal

S. 2002. Chitosan and sodium alginate-based bioadhesive vaginal tablets. AAPS Pharm Sci 4 (4) artikel 44.

Fraser CM, Bergeron JA, Mays A, Aiello SE.

1991. The Merck Veterinary Manual: A Handbook of Diagnosis, Theraphy, and

Control for the veterinarian. New Jersey: Merck & Co.

Friedli AC, Schlager IR. 2005. Demonstrating

encapsulation and release: a new take on alginate complexation and the nylon rope trick. J Chem Educ 82:1017-1020.

Griffiths AJ, Kennedy JF. 1990.

Biotechnology of polysaccharides. Di dalam: Kennedy JF, editor. Carbohydrate Chemistry. Oxford: Clarendon Pr.

Hu B, Jin XH, Zhang M. 2003. Release

behavior of ketoprofen from chitosan/alginate microcapsules. J Bio-active and Compatible Polym 18: 207

Ivanova E, Chipeva V, Ivanova I, Dousset X,

Poncelet D. 2000. Encapsulation of lactic acid bacteria in calcium alginate beads for bacteriocin production. J Culture Collections 3:53-58.

Linden CH, Lovejoy FH, editor. 1998.

Harrison’s Principles of Internal Medicines. Volume ke-2. Ed ke-14. New York: McGraw-Hill.

Nielsen SS. 1998. Food Analysis.

Gaithersburg: Aspen. Oliveira BF, Santana MHA, Re MI. 2005.

Spray-dried chitosan microspheres cross-linked with D, L-glyceraldehyde as a potential drug delivery system: preparation and characterization. Braz J Chem Eng 22:353-360.

Ouyang W et al. 2004. Artificial cell

microcapsule for oral delivery of live bacterial cell for theraphy: design, preparation, and in-vitro characterization. J Pharm Pharmaceut Sci 7:315-324.

Parfitt K, editor. 1999. Martindale: The

Complete Drug Reference. Volume ke-2. Ed ke-32. London: Pharmaceutical Pr.

Reynolds JE, editor. 1989. Martindale: The

Extra Pharmacopoeia. Ed ke-29. London: Pharmaceutical Pr.

Shugar GJ, Ballinger JT. 1990. Chemical

Technicians Ready Reference. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill.

Silva CM, Riberio AJ, Figueiredo M, Ferreira

D, Veiga F. 2006. Microencapsulation of hemoglobin in chitosan-coated alginate microspheres prepared by emulsification/ internal gelation. AAPS Journal 7:E903-E912.

Page 18: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

9

Streitwieser A, Heathcock CH. 1976. Introduction to Organic Chemistry. New York: Macmillan.

Sutriyo, Djajadisastra J, Novitasari A. 2004.

Mikroenkapsulasi propanolol hidro-klorida dengan penyalut etil selulosa menggunakan metode penguapan pelarut. Majalah Ilmu Kefarmasian 1:93-99.

Sutriyo, Djajadisastra J, Indah R. 2005.

Perbandingan pelepasan propanolol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa (EC) dan hidroksi propil metil selulosa (HPMC). Majalah Ilmu Kefarmasian 2:145-153.

Tayade PT, Kale RD. 2004. Encapsulation of

drug-insoluble drug by cross-linking technique: effect of process and formulation variables on encapsulation efficiency, particle, size, and in vitro dissolution rate. AAPS Pharm Sci 6 (1) artikel 12.

Timmy SA, Victor SP, Sharma CP, Kumari V.

2002. Betacyclodextrin complexed insu-lin loaded alginate microsphere oral delivery system. Trend Biomater Artif Organs 15:48-53.

Ul-Ain Q, Sharma S, Khuller GK, Garg SK.

2003. Alginate-based oral drug delivery system for tuberculosis pharmacokinetics and therapeutics effects. J Antimicrob Chemotheraphy 51:931-938.

[WHO] World Health Organization. 1986.

Basic Test for Pharmaceutical Substances. Geneva: WHO.

[WHO] World Health Organization. 2003.

The International Pharmacopoeia: Test and General Requirement for Dosage Forms, Quality Spesification for Pharmaceutical Substances and Tablets. Volume ke-5. Ed ke-3. Geneva: WHO.

Page 19: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

10

LAMPIRAN

Page 20: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

11

Lampiran 1 Pembuatan larutan 1. Pembuatan larutan bufer fosfat pH 7.2 Bufer fosfat yang digunakan pada penelitian ini merupakan campuran antara asam

lemah (NaH2PO4⋅ H2O) dan basa konjugasinya (Na2HPO4⋅ 2H2O) dengan konsentrasi masing-masing 0.2 M. Larutan NaH2PO4⋅ H2O 0.2 M (larutan A) dibuat dengan cara melarutkan 13.7945 g kristal NaH2PO4⋅ H2O dalam akuades lalu volumenya ditepatkan dengan pelarut yang sama menjadi 500 mL dalam labu takar. Larutan basa konjugasinya (larutan B) dibuat dengan melarutkan 35.5980 g dan 7.1196 g kristal Na2HPO4⋅ 2H2O dalam akuades dan ditambahkan akuades hingga volume larutan menjadi 1 L dan 200 mL dalam 2 labu takar yang berbeda. Larutan bufer dilakukan dengan cara mencampurkan 420 mL larutan A dan 1080 mL larutan B. Setelah itu, larutan bufer yang diperoleh diencerkan 2 kali dengan akuades hingga diperoleh 3 L larutan.

2. Pembuatan larutan asam asetat 1% (v/v)

Asam asetat glasial dipipet sebanyak 10 mL dan diencerkan dengan air dalam labu takar sehingga volume akhirnya 1 L. Pembuatan larutan asam asetat tersebut dilakukan 3 kali untuk menghasilkan 3 L larutan asam asetat 1.

Lampiran 2 Bagan umum penelitian

Alginat 2% (b/v)

nisbah 1:1, 1:1.25, 1:1,5* rekristalisasi

Suspensi alginat-ibuprofen

Kapsul gel alginat

* penyalutan kitosan (0.1, 0.3, 0.5% [b/v])

Kapsul gel alginat-kitosan

* pengeringan

* penetesan ke dalam CaCl2 0.15 M dengan jarum ukuran 18G

Titik leleh

Kristal ibuprofen

Tablet ibuprofen

Kapsul alginat-kitosan

Efisiensi enkapsulasi Morfologi

Page 21: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

12

Lampiran 3 Kadar air alginat

Kelompok X (g) Y (g) kadar air (%) 1 3.0033 2.7140 9.63 2 3.0063 2.7125 9.77 3 3.0001 2.7088 9.71 rerata 9.71

Keterangan: X : massa contoh mula-mula Y : massa contoh kering

Contoh perhitungan (kelompok 1): Kadar air = X

)YX( − × 100%

Kadar air = 0033.3

)7140.20033.3( − × 100%

Kadar air = 9.63% L

ampiran 4 Kadar air kitosan

Kelompok X (g) Y (g) kadar air (%)

1 3.0024 2.5935 13.62 2 3.0011 2.5896 13.71 3 2.9991 2.5915 13.59

rerata 13.64 Keterangan: X : massa contoh mula-mula Y : massa contoh kering

Contoh perhitungan (kelompok 1): Kadar air = X

)YX( − × 100%

= 0024.3

)5935.20024.3( − × 100%

= 13.62% L

ampiran 5 Kadar abu alginat

Kelompok massa alginat (g) massa abu (g) kadar abu (%)

1 0.5021 0.2646 58.37 2 0.5014 0.2977 65.76 3 0.5009 0.2404 53.15

rerata 59.09

Contoh perhitungan (kelompok 1): Kadar abu = keringcuplikan bobot

abubobot × 100%

= cuplikanair)bobot kadar (1

abubobot

− × 100%

= 5021.0)0971.01(

2646.0

− × 100%

= 58.37%

Page 22: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

13

Lampiran 6 Kadar abu kitosan

Kelompok massa kitosan (g) massa abu (g) kadar abu (%) 1 0.5019 0.0080 1.85 2 0.5004 0.0085 1.97

rerata 1.91

Contoh perhitungan (kelompok 1): Kadar abu = keringcuplikan bobot

abubobot × 100%

= cuplikanair)bobot kadar (1

abubobot

− × 100%

= 5019.0)1364.01(

0080.0

− × 100%

= 1.91%

ampiran 7 Absorbans larutan ibuprofena pada berbagai panjang gelombang (λ) L

0.0000.100

0.2000.300

0.4000.500

0.6000.700

0.8000.900

210 212 214 216 218 220 222 224 226 228 230 232 234 236 238 240

panjang gelombang (nm)

abso

rban

s

λ (nm) Absorbans 210 0.624 212 0.623 214 0.635 216 0.662 218 0.703 220 0.761 222 0.797 224 0.759 226 0.608 228 0.495 230 0.387 232 0.270 234 0.162 236 0.098 238 0.053 240 0.025

Keterangan: a = konsentrasi larutan ibuprofen 20 ppm

Page 23: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

14

Lampiran 8 Konsentrasi dan absorbans larutan ibuprofen pada pembuatan kurva standar ibuprofen

(λmaks = 222 nm)

y = 0.0431x - 0.0619r = 99.99%

0.000

0.2000.400

0.600

0.800

1.0001.200

1.400

8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

[ibuprofen] (ppm)ab

sorb

ans

[ibuprofen] (ppm)

Absorbans

10 0.368 12 0.456 14 0.540 16 0.631 18 0.716 20 0.793 22 0.887

24 0.975 26 1.061 28 1.142

Page 24: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

15

Lampiran 9 Pengaruh nisbah dan konsentrasi kitosan terhadap massa kapsul (dalam gram) dan

tabel ANOVA

[Kitosan] (% (b/v)) Nisbah alginat-ibuprofen 0.1 0.3 0.5

∑yi..

1:1 0.2775 0.2967 0.3021 0.2744 0.2933 0.3070 0.2782 0.2833 0.3007

∑yij. 0.8301 0.8783 0.9098 2.6182 Rerata 0.2767 0.2928 0.3033 1:1.25 0.3376 0.3412 0.3507

0.3277 0.3439 0.3553 0.3134 0.3343 0.3348

∑yij. 0.9787 1.0194 1.0408 3.0389 Rerata 0.3262 0.3398 0.3469

1:1.5 0.3732 0.3801 0.3805

0.3553 0.3989 0.3787

0.3572 0.3766 0.3815

∑yij. 1.0857 1.1556 1.1407 3.3820

Rerata 0.3619 0.3852 0.3802

y.j. 2.8945 3.0533 3.0913 ∑y… = 9.0391 Keterangan: ∑ y... = jumlah semua data massa kapsul ∑ yi.. = jumlah data massa kapsul nisbah ke-i ∑ y.j. = jumlah data massa kapsul konsentrasi kitosan ke-j ∑ yij. = jumlah data massa kapsul nisbah ke-i dan konsentrasi kitosan ke-j ∑ y..k = jumlah data massa kapsul kelompok ke-k a. Model linear: yijk = μ + τi + βj + Kk + εijk Keterangan: yijk = massa kapsul nisbah alginat-ibuprofen ke-i, konsentrasi kitosan ke-j, dan

kelompok ke-k μ = rata-rata massa kapsul τi = pengaruh nisbah alginat-ibuprofen ke-i βj = pengaruh konsentrasi kitosan ke-j Kk = pengaruh kelompok ke-k εijk = pengaruh acak dari nisbah alginat-ibuprofen ke-i, konsentrasi kitosan ke-j,

dan kelompok ke-k b. Hipotesis yang diuji

Pengaruh nisbah alginat-ibuprofen H0: τ1 = τ2 = τ3 = 0 H1: setidaknya ada satu τi ≠ 0, i = 1, 2, 3 Pengaruh konsentrasi kitosan

H0: β1 = β2 = β3 = 0 H1: setidaknya ada satu βi ≠ 0, j = 1, 2, 3 Pengaruh interaksi nisbah alginat-ibuprofen dengan konsentrasi kitosan

H0: τβij = 0 H1: setidaknya ada satu τβij ≠ 0 Pengaruh kelompok

H0: K1 = K2 = K3 = 0 H1: setidaknya ada satu Kk ≠ 0, i = 1, 2, 3

Page 25: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

16

Lanjutan Lampiran 9 c. ANOVA

Sumber keragaman db JK KT (10-4) FhitungNisbah alginat-ibuprofen 2 0.0325 163 407.5*

Konsentrasi kitosan 2 0.0024 12 30*

Nisbah*kitosan 4 0.0003 0.6 1.5 Kelompok 2 0.0004 2 5*

Galat 16 0.0007 0.4 Total 26 0.0363

Keterangan: * = Hipotesis ditolak (F(2. 16) = 3.634. F(4. 16) = 3.007) db nisbah kitosan alginat = a – 1 = 3 - 1 = 2 db konsentrasi kitosan = b – 1 = 3 – 1 = 2 db nisbah*kitosan = (a – 1)(b – 1) = 2 × 2= 4 db kelompok = k – 1 = 3 – 1 = 2 db galat = (ab – 1)(k – 1) = (9 – 1)(3 – 1) = 16 db total = abk – 1 = (3 × 3 × 3) – 1 = 26

fk = k b a

y

××

2... =

3 3 3

20391.9

×× = 3.0261

JKT = = 3.0624 − 3.0261 fk2−∑

ijky

= 0.0363

JKnisbah = k b

..iy

×

∑ 2 − fk =

3 3

)23820.320389.326182.2(

×

++− 3.0261

= 3.0586 − 3.0261 = 0.0325

JKkitosan = k ajy

×

∑2

.. - fk =

3 3

)20913.320533.328945.2(

×

++ − 3.0261

= 3.0285 − 3.0261 = 0.0024

JKP = k

.jiy∑ 2

− fk = 3 3

)21.1407 ...28783.028301.0(

×

+++ − 3.0261

= 3.0613 - 3.0261 = 0.0352 JKnisbah*kitosan = JKP – JKnisbah – JKkitosan = 0.0352 − 0.0325 − 0.0024 = 0.0003

JKK = b a

..ky

×

∑2

− fk = 3 3

)29650.220345.320396.3(

×

++ − 3.0261

= 3.0265 – 3.0261 = 0.0004

KTnisbah = db

JKnisbah = 0.0163

KTkitosan = db

JKkitosan = 0.0012

KTnisbah*kitosan = db

JK kitosan*nisbah = 6 × 10-5

KTkelompok = db

JKkelompok = 2 × 10-4

KTG = db

JKG= 0.4 × 10-4

Page 26: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

17

Lanjutan Lampiran 9

Fhitung nisbah = KTnisbah/KTG = 407.5 Fhitung kitosan = KTkitosan/KTG = 30 Fhitung nisbah*kitosan = KTnisbah*kitosan/KTG = 1.5 Fhitung kelompok = KTkelompok/KTG = 5

d. Uji lanjut Duncan r 0.05(2,16) = 3.00 r 0.05(3,16) = 3.15

R2 = r 0.05(2,16) k

KTG R3 = r 0.05(3,16)

k

KTG

R2 = 3.00 3

4-10 x 0.4 R3 = 3.15

3

4-10 x 0.4

=

0.0109 = 0.0115

Jumlah massa kapsul (g) b)

Taraf perlakuan a) Nisbah alginat-ibuprofen [kitosan] (% (b/v)) kelompok

1 0.8727 a 0.9648 a 0.9883 a 2 1.0129 b 1.0178 b 1.0115 b 3 1.1273 c 1.0304 c 1.0132 b

Keterangan: a) Untuk Nisbah alginat-ibuprofen : 1 = 1:1 2 = 1:1.25 3 = 1:1.5 Konsentrasi kitosan : 1 = 0.1 % (b/v) 2 = 0.3 % (b/v) 3 = 0.5 % (b/v) Kelompok : 1 = kelompok 3 2 = kelompok 2 3 = kelompok 1 b) Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan.

Page 27: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

18

Lampiran 10 Efisiensi enkapsulasi ibuprofen dalam kapsul alginat-kitosan

Nisbah alginat-

ibuprofen

[Kitosan] (% (b/v))

Massa ibuprofen

(g) a (g) b (g) c x (ppm)

Efisiensi enkapsulasi

(%) 1:1 0.1 0.2010 0.2775 0.0503 0.621 15.8445 86.98

0.2006 0.2744 0.0506 0.628 16.0070 86.54 0.2005 0.2782 0.0503 0.629 16.0302 88.44

Rerata 0.2007 87.32 1:1 0.3 0.2002 0.2967 0.0500 0.646 16.4246 97.37

0.2005 0.2933 0.0501 0.600 15.3573 89.68 0.2007 0.2883 0.0506 0.554 14.2900 81.14

Rerata 0.2005 89.40 1:1 0.5 0.2003 0.3021 0.0507 0.615 15.7053 93.44

0.2000 0.3070 0.0504 0.605 15.4733 94.25 0.2004 0.3007 0.0506 0.566 14.5684 86.40

Rerata 0.2002 91.36 1:1.25 0.1 0.2500 0.3376 0.0506 0.668 16.9350 90.39

0.2508 0.3277 0.0502 0.686 17.3527 90.33 0.2505 0.3134 0.0502 0.641 16.3086 81.29

Rerata 0.2504 87.34 1:1.25 0.3 0.2504 0.3412 0.0502 0.689 17.4223 94.58

0.2502 0.3439 0.0507 0.631 16.0766 87.17 0.2506 0.3343 0.0508 0.610 15.5893 81.87

Rerata 0.2504 87.87 1:1.25 0.5 0.2501 0.3507 0.0500 0.673 17.0510 95.64

0.2503 0.3553 0.0503 0.638 16.2390 91.65 0.2501 0.3348 0.0504 0.594 15.2181 80.84

Rerata 0.2502 89.38 1:1.5 0.1 0.3000 0.3732 0.0500 0.742 18.6520 92.81

0.3007 0.3553 0.0502 0.708 17.8631 84.09 0.3001 0.3572 0.0507 0.685 17.3295 81.37

Rerata 0.3003 86.09 1:1.5 0.3 0.3000 0.3801 0.0502 0.747 18.7680 94.74

0.3002 0.3989 0.0502 0.711 17.9327 94.93 0.3002 0.3766 0.0501 0.632 16.0998 80.63

Rerata 0.3001 90.10 1:1.5 0.5 0.3001 0.3805 0.0501 0.729 18.3503 92.88

0.3000 0.3787 0.0502 0.659 16.7262 84.12 0.3002 0.3815 0.0506 0.666 16.8886 84.83

Rerata 0.3001 87.28 Keterangan: a: massa total kapsul yang diperoleh b: massa kapsul yang digunakan untuk penentuan efisiensi enkapsulasi c: absorbans filtrat hasil disolusi kapsul setelah diencerkan 20 kali Contoh perhitungan (nisbah 1:1. kitosan 0.1% (b/v). kelompok 1): y = 0.0431x – 0.0619 0.277 = 0.0431x – 0.0619 x = 15.8445

Efisiensi enkapsulasi = ibuprofen massa

g g

ml 1000

L 1

mg 1000g 1

L 1

mg ba

fpx

×××× × 100%

Page 28: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

19

= g 0.2010

g 0.2744g 0.0503

ml 1000

L 1

mg 1000g 1

20 L 1

mg 15.845××××

× 100% = 86.98%

Lampiran 11 Hasil analisis data efisiensi enkapsulasi

[Kitosan] (% (b/v)) Nisbah alginat-ibuprofen 0.1 0.3 0.5

∑yi..

1:1 86.98 97.37 93.44 86.54 89.68 94.25 88.44 81.14 86.40

∑yij. 261.96 268.19 274.09 804.24

1:1.25 90.39 94.58 95.64 90.33 87.17 91.65 81.29 81.87 80.84

∑yij. 262.01 263.62 268.13 793.76

1:1.5 92.81 94.74 92.88

84.09 94.93 84.12

81.37 80.63 84.83

∑yij. 258.27 270.3 261.83 790.40

y.j. 782.24 802.11 804.05 ∑y… = 2388.40 Keterangan: ∑ y... = jumlah semua data efisiensi enkapsulasi ∑ yi.. = jumlah data efisiensi enkapsulasi nisbah ke-i ∑ y.j. = jumlah data efisensi enkapsulasi konsentrasi kitosan ke-j ∑ yij. = jumlah data efisiensi enkapsulasi nisbah ke-i dan konsentrasi kitosan ke-j ∑ y..k = jumlah data efisiensi enkapsulasi kelompok ke-k a. Model linear: yijk = μ + τi + βj + Kk + εijk Keterangan: yijk = efisiensi enkapsulasi nisbah alginat-ibuprofen ke-i, konsentrasi kitosan ke-j,

dan kelompok ke-k μ = rata-rata efisiensi enkapsulasi τi = pengaruh nisbah alginat-ibuprofen ke-i βj = pengaruh konsentrasi kitosan ke-j Kk = pengaruh kelompok ke-k εijk = pengaruh acak dari nisbah alginat-ibuprofen ke-i, konsentrasi kitosan ke-j,

dan kelompok ke-k b. Hipotesis yang diuji

Pengaruh nisbah alginat-ibuprofen H0: τ1 = τ2 = τ3 = 0 H1: setidaknya ada satu τi ≠ 0, i = 1, 2, 3 Pengaruh konsentrasi kitosan

H0: β1 = β2 = β3 = 0 H1: setidaknya ada satu βi ≠ 0, j = 1, 2, 3 Pengaruh interaksi nisbah alginat-ibuprofen dengan konsentrasi kitosan

H0: τβij = 0 H1: setidaknya ada satu τβij ≠ 0 Pengaruh kelompok

H0: K1 = K2 = K3 = 0 H1: setidaknya ada satu Kk ≠ 0, k = 1, 2, 3

Page 29: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

20

Lanjutan Lampiran 11 c. ANOVA

Sumber keragaman db JK KT FhitungNisbah alginat-ibuprofen 2 11.5802 5.7901 0.4625 Konsentrasi kitosan 2 32.3799 16.1899 1.2933 Nisbah*kitosan 4 24.3181 6.0795 0.4856 Kelompok 2 477.7455 238.8727 19.0816*

Galat 16 200.2953 12.5185 Total 26 746.3190

Keterangan: * = Hipotesis ditolak (F(2. 16) = 3.634. F(4. 16) = 3.007)

fk = k b a

y.

××

2.. =

3 3 3

240.2388

×× = 211276.0948

JKT = = − 211276.0948 fk2−∑

jkiy )284.83 ... 286.54 2(86.98 +++

= 212022.4138 – 211276.0948 = 746.3190

JKnisbah = k b

..iy

×

∑ 2 − fk =

3 3

)240.790276.793224.804(

×

++ − 211276.0948

= 211287.6750 − 211276.0948 = 11.5802

JKkitosan = k a

.j.y

×

∑2

− fk = 3 3

)205.804211.802224.782(

×

++ − 211276.0948

= 211308.4747 − 211276.0948 = 32.3799

JKP = k

y .ji∑ 2 − fk =

3 3

)2261.83 ...219.268296.261(

×

+++ − 211276.0948

= 211344.3730 − 211276.0948 = 68.2782 JKnisbah*kitosan = JKP – JKnisbah – JKkitosan = 68.2782 − 11.5802 − 32.3799 = 24.3181

JKK = b a

..ky

×

∑2

− fk = 3 3

)281.746276.802283.838(

×

++ − 211276.0948

= 211753.8403 − 211276.0948 = 477.7455 JKG = JKT – JKP – JKK

= 746.3190 − 68.2782 − 477.7455 = 200.2953

KTnisbah = db

JKnisbah = 5.7901

KTkitosan = db

JKkitosan = 16.1899

KTnisbah*kitosan = db

JK kitosan*nisbah = 6.0795

KTkelompok = db

JKkelompok = 238.8727

KTG = db

JKG= 12.5185

Fhitung nisbah = KTnisbah/KTG = 0.4625 Fhitung kitosan = KTkitosan/KTG = 1.2933 Fhitung nisbah*kitosan = KTnisbah*kitosan/KTG = 0.4856 Fhitung kelompok = KTkelompok/KTG = 19.0816

Lanjutan Lampiran 11

Page 30: ENKAPSULASI IBUPROFEN DENGAN PENYALUT · lain dalam proses peradangan adalah histamin, bradikinin, dan interleuksin. Proses absorpsi ibuprofen terjadi di saluran pencernaan, tetapi

21

d. Uji lanjut Duncan r 0.05(2,16) = 3.00 r 0.05(3,16) = 3.15

R2 = r 0.05(2,16) k

KTG R3 = r 0.05(3,16)

k

KTG

R2 = 3.00 3

12.5185 R3 = 3.15

3

12.5185

= 6.1282 = 6.4313

Kelompok Jumlah efisensi enkapsulasi (%) a)

3 248.9367 a 2 267.5867 b 1 279.6100 c

Keterangan: a) Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan Lampiran 12 Efisiensi enkapsulasi pembuatan kapsul alginat-kitosan pada 3 hari yang berbeda

Efisiensi enkapsulasi hari ke- (%) Nisbah alginat-ibuprofen

Konsentrasi kitosan (% (b/v)) 1 3 5

1:1 0.1 86.98 86.54 88.44 0.3 97.37 89.68 81.14 0.5 93.44 94.25 86.40

1:1.25 0.1 90.39 90.33 81.29 0.3 94.58 87.17 81.87 0.5 95.64 91.65 80.84

1:1.5 0.1 92.81 84.09 81.37 0.3 94.74 94.93 80.63 0.5 92.88 84.12 84.83