27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia, terletak di rongga perut sebelah kanan dan mempunyai fungsi amat penting pada proses metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa, sedangkan dalam proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti ammonia, berbagai jenis hormon dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara aliran normal darah splanknikus. Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun kronik yang berat, fungsi- fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum (Akil, 1998). Koma hepatikum dalam ilmu kedokteran disebut ensefalopati hepatik atau hepatic encephalopathy. Ada dua jenis enselafalopati hepatik berdasarkan ada tidaknya edema otak, yaitu Portal Systemic Encephalopathy (PSE) dan Acute Liver Failure.

Ensefalopati Hepatik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pembahasan mengenai terjadinya ensefalopati hepatik hingga terapinya

Citation preview

Page 1: Ensefalopati Hepatik

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia, terletak di rongga

perut sebelah kanan dan mempunyai fungsi amat penting pada proses

metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan

yang penting untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan

glukosa, sedangkan dalam proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi

bahan-bahan seperti ammonia, berbagai jenis hormon dan obat-obatan. Di

samping itu hati juga berperan sebagai gudang tempat penyimpanan bahan-bahan

seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara aliran normal darah

splanknikus.

Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati akut maupun

kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau

kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum (Akil,

1998).

Koma hepatikum dalam ilmu kedokteran disebut ensefalopati hepatik atau

hepatic encephalopathy. Ada dua jenis enselafalopati hepatik berdasarkan ada

tidaknya edema otak, yaitu Portal Systemic Encephalopathy (PSE) dan Acute

Liver Failure.

Ensefalopati hepatik adalah suatu sindrom neuropsikiatri, mempunyai

spektrum klinik yang luas, dapat timbul akibat penyakit hati yang berat, baik akut

maupun yang menahun ditandai adanya gangguan tingkah laku, gejala neurologik,

astriksis, berbagai derajat gangguan kesadaran sampai koma, dan kelainan elektro

ensefalografi.

Pengobatan dini ensefalopati hepatik meliputi setiap upaya terapeutik yang

dilakukan pada RHS ataupun pada Ensefalopati Hepatik kronik, untuk mencegah

terjadinya serangan ensefalopati hepatik akut. Karena terjadinya episode

ensefalopati hepatik akut biasanya didahului oleh keadaan dekompensasi (fungsi)

Page 2: Ensefalopati Hepatik

hati, pengobatan ini juga dapat bermakna mempertahankan keadaan kompensasi

selama mungkin.

Meskipun patogenesis yang tepat tentang terjadinya ensefalopati hepatik

belum diketahui sepenuhnya, namun hipotesa-hipotesa yang ada menekankan

peranan dari sel-sel parenkim hati yang rusak dengan atau tanpa adanya by pass

sehingga bahan-bahan yang diduga toksis terhadap otak tidak dapat dimetabolisir

seperti : ammonia, merkaptan, dan lain-lain dapat menumpuk dan mencapai otak.

Faktor lain adalah terjadinya perubahan pada neutransmitter, gangguan

keseimbangan asam amino aromatik (AAA) dan asam amino rantai cabang

(AARC). Selain itu perlu disimak perubahan yang terjadi pada otak misalnya

edema dan peningkatan tekanan intra kranial, serta perubahan-perubahan pada

astrosit terutama terjadi pada ensefalopati hepatik akut (fulminant hepatic failure).

Page 3: Ensefalopati Hepatik

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks gangguan susunan saraf pusat

yang dijumpai pada pasien yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh

gangguan memori dan perubahan kepribadian (Corwin, 2001).

Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum) adalah

suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di

dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.

Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita

penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan

flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al., 1995).

2.2 Anatomi dan Fisiologi Hepar

2.2.1 Struktur Hepar

Hepar adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat

1500 gram atau 1,5 kg. Hepar dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan

kanan. Lobus kanan dibagi atas dua segmen, yaitu anterior dan posterior oleh

fisura segmentalis kanan yang tak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi

segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.

Struktur mikroskopis setiap lobus dibagi menjadi lobulus, yang merupakan

badan heksagonal yang terdiri dari lempeng-lempeng hati yang berbentuk kubus.

Di antara lempeng-lempeng hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang

dibatasi oleh sel fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer merupakan sistem monosit-

magrofag yang fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing yang

masuk ke hati.

Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam

penyelenggaraan fungsi hati. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua

sumber. Kurang lebih 75% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah

Page 4: Ensefalopati Hepatik

yang kaya akan nutrien dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah

tersebut masuk kedalam hari lewat arteri hepatika dan banyak mengandung

oksigen.

2.2.2 Fisiologi Hepar

Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada

beberapa fungsi hepar yaitu :

1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling

berkaitan satu sama lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang

diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut

glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar akan

memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen

menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar

merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar

mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah

pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,

dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu pyruvic acid

(asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak

Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus

mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi

beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam

lemak dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Page 5: Ensefalopati Hepatik

Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

cholesterol. Di mana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan

metabolisme lipid

3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein

Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses

deaminasi, hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam

amino.Dengan proses transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari

bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ yang

membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi

produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ -

globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di limpa dan

sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin

mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000

4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah

Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang

berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,

protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh

darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan

katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer

biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit

K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor

koagulasi.

5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi

Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada

proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap

berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

Page 6: Ensefalopati Hepatik

7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai

bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut

memproduksi ∂ - globulin sebagai immune livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hepar menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang

normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir

di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran

darah ke hepar. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis,

pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu

exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk

mempertahankan aliran darah.

2.3 Etiologi

Bahan-bahan yang diserap kedalam aliran darah dari usus, akan melewati

hati, dimana racun-racunnya dibuang. Namun, pada ensefalopati hepatik, yang

terjadi adalah:

a.       Racun-racun ini tidak dibuang karena fungsi hati terganggu.

b.      Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum (sebagai

akibat dari penyakit hati), sehingga racun tidak melewati hati.

c.       Pembedahan by pass untuk memperbaiki hipertensi portal (shunt system

portal) juga akan menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati.

Karena hal tersebut, akibatnya adalah sampainya racun di otak dan

mempengaruhi fungsi otak. Bahan yang bersifat racun terhadap otak, secara pasti

belum diketahui. Tetapi tingginya kadar hasil pemecahan protein dalam darah,

misalnya ammonia dapat memegang peranan penting dalam mempengaruhi fungsi

otak.

Pada penderita penyakit hati menahun, ensefalopati biasanya dipicu oleh:

a.   Infeksi akut.

b.   Pemakaian alkohol.

Page 7: Ensefalopati Hepatik

c.   Terlalu banyak makan protein, yang akan meningkatkan kadar hasil

pemecahan protein dalam darah.

d.  Perdarahan pada saluran pencernaan, misalnya pada varises esofageal, juga

bisa menyebabkan bertumpuknya hasil pemecahan protein, yang secara

langsung bisa mengenai otak.

e.   Obat-obat tertentu, terutama obat tidur, obat pereda nyeri dan diuretic

(azotemia, hipovolemia).

f.    Obstipasi meningkatkan produksi, absorpsi ammonia dan toksin nitrogen

lainnya.

2.4 Klasifikasi

1. Menurut cara terjadinya, yaitu:

a.       Ensefalopati hepatik tipe akut

Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat

memburuk jatuh dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara

lain hepatitis virus fulminan, hepatitis karena obat dan racun, atau dapat

pula pada sirosis hati.

b.      Ensefalopati hepatic tipe kronik

Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai dengan bertahun-

tahun. Suatu contoh klasik adalah ensefalopati hepatik yang terjadi pada

sirosis hepar dengan kolateral sistem porta yang ekstensif, dengan tanda-

tanda gangguan mental, emosional atau kelainan nueurologik yang

berangsur-angsur makin berat.

2. Menurut faktor etiologinya, yaitu:

a.    Ensefalopati hepatic primer (endogen)

Terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan

sel-sel hati (nekrosis sel hati yang meluas). Pada hepatitis fulminan terjadi

kerusakan sel hati yang difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu,

gelisah, timbul disorientasi, berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh

dalam keadaan koma, sedangkan pada siridis hepar disebabkan fibrosi sel

hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem kolateral, ascites. Disini

Page 8: Ensefalopati Hepatik

gangguan disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat dimetabolisir oleh

hati. Melalui sistem portal atau kolateral mempengaruhi susunan saraf pusat.

b.    Ensefalopati hepatic sekunder (eksogen)

Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang telah

mempunyai kelainan hati. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai

berikut:

1)      Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH darah

-       Dehidrasi / hipovolemia

-       Parasintesis abdomen

-       Diuresis berlebihan

2)      Pendarahan gastrointestinal

3)      Operasi besar

4)      Infeksi berat

5)      Intake protein berlebihan

6)      Konstipasi lama yang berlarut-larut

7)      Obat – obat narkotik atau hipnotik

8)      Pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun pembedahan

9)      Azotemia

2.5 Patofisiologi

Ensefalopati hepatik merupakan suatu bentuk intosikiasi otak yang

disebabkan oleh isi usus yang tidak di metabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat

terjadi bila terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau

(patologis atau akibat pembedahan) yang memungkinkan adanya darah porta

mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati.

Metabolit yang bertanggung jawab atas timbulnya ensefalopati hepatik

tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena

intosikasi otak oleh hasil pemecahan metabolisme protein oleh bakteri dalam usus.

Hasil-hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena adanya penyakit pada sel

hati.

Page 9: Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatik pada penyakit hati kronik biasanya dipercepat oleh

keadaan seperti perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, pemberian

diuretik, parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia dan

pemberian morfin, sedatif, atau obat-obatan yang mengandung ammonia.

Ensefalopati hepatik tidak disebabkan oleh salah satu faktor tunggal,

melainkan oleh beberapa faktor yang sekaligus berperan bersama. Sebagian besar

menunjukkan bahwa terdapat hubungan sirkulasi porto sistemik yang langsung

tanpa melalui hati, serta adanya kerusakan dan gangguan faal hati yang berat.

Kedua keadaan ini menyebabkan bahan-bahan toksik yang berasal dari usus tidak

mengalami metabolisme di hati, dan selanjutnya tertimbun di otak (blood brain

barrier), yang memudahkan masuknya bahan-bahan toksik tersebut ke dalam

susunan saraf pusat.

Secara garis besar ada dua teori yang mendasarinya yaitu Teori Amonia

dan neurotransmitter palsu. Amonia merupakan zat yang sering di libatkan dalam

patoganesis ensefalopati hepatic. Metabolit lain yang dapat berperan pada

ensefalopati hepatic meliputi mercaptans, short chain fatty acid, neurotransmitter

palsu. Kadar berlebihan dari gama amino butyric acid (GABA), yaitu suatu

penghambat transmitter di sistem saraf pusat merupakan faktor penting terjadinya

penurunan kesadaran yang terlihat pada ensefalopati hepatic. Kenaikan kadar

GABA di sistem saraf pusat merupakan refleksi dari kegagalan hati untuk

mengeluarkan GABA yang berasal dari usus.

Beberapa bahan toksik yang diduga berperan pada ensefalopati heoatik,

yaitu:

a. Ammonia

Ammonia berasal dari penguraian nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping

itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer, otak dan lambung. Secara teori

ammonia mengganggu faal otak karen dapat mempengaruhi metabolisme otak

melalui siklus peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini

mempengaruhi siklus kreb sehingga menyebabkan hilangnya molekul ATP yang

diperlukan untuk oksidasi sel.

Page 10: Ensefalopati Hepatik

b.      Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)

Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap sistem saraf pusat

(SSP). Metionin dalam usus mengalami metabolisme oleh bakteri menjadi

merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di samping itu merkaptan dan asam lemak

bebas akan bekerja sinergistik mengganggu detoksifikasi ammonia di otak, dan

bersama-sama ammonia menyebabkan timbulnya koma.

c.       Gangguan keseimbangan asam amino

Asam Amino Aromatik (AAA) meningkat pada ensefalopati hepatik karena

kegagalan deaminasi di hati dan penurunan asam amino rantai cabang (AARC)

akibat katabolisme protein di otot dan ginjal yang terjadi hiperinsulinemia pada

penyakit hati kronik.

d.      Asam lemak rantai pendek

Pada ensefalopati hepatik terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek

seperti asam butirat, valerat, oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai salah satu

toksin serebral penyebab ensefalopati hepatik.

e.       Neurotramsmitter palsu

Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid

(GABA), oktapamin, histamin, feniletanolamin, dan serotonin. GABA bekerja

secara sinergis dengan benzodiasepine membentuk suatu kompleks, menempati

reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ. Pengikatan

reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel otak, di samping itu juga

menekan fungsi korteks dan subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut

menyebabkan kesadaran dan koordinasi motorik terganggu.

f.      Glukagon

Peningkatan AAA pada ensefalopati hepatik mempunyai hubungan erat dengan

tingginya kadar glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan

beban nitrogen. Karena hormon ini melepas asam amino aromatis dari protein hati

untuk mendorong terjadinya glukoneogenesis.

g.      Perubahan sawar darah otak

Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permeabel terhadap berbagai

macam substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini

Page 11: Ensefalopati Hepatik

merupakan sawar yang mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan

menahan beberapa zat essensial seperti neurotrasmitter asli.

2.6 Manifestasi Klinis

Gejalanya merupakan akibat dari menurunnya fungsi otak,yang utama

adalah gangguan kesadaran. Pada stadium awal, perubahan hampir tidak terlihat

yaitu terjadi pada logis kepribadian dan tingkah laku, suasana hati penderita bisa

berubah dan terjadi gangguan dalam menyatakan pendapatnya.

Sejalan dengan perkembangan penyakit penderita menjadi mengantuk dan

bingung, malas bergerak dan bercakap-cakap sering terjadi disorientasi. Pada

akhirnya penderita akan kehilangan kesadarannya dan jatuh kedalam keadaan

koma.

Secara garis besar gejala klinis ensefalopati hepatik terbagi menjadi:

2.6.1        Ensefalopati hepatik sub klinis

a.   Disebut juga “latent hepatic encephalopathy”

b.   Dari penelitian disimpulkan bahwa 45%-85% penderita sirosis hati sudah

mengidap ensefalopati hepatik sub klinis.

c.    Belum di temukan atau terlihat gejala dan tanda penyakit.

d.   Dapat di deteksi dengan test uji hubungan angka (number connection test).

Number connection test (NCT) :

-       Uji psikomotorik untuk deteksi dini ensefalopati hepatik sub klinis.

-       Syarat pasien tidak buta huruf.

-       Sederhana, praktis,aman, murah.

-      Bermanfaat pula untuk monitoring dan evaluasi hasil terapi.

-       Pasien diminta menyambung angka secara urut no.1-25 secepat mungkin.

-      Ada korelasi antara lamanya waktu yang di perlukan untuk menyelesaikan

NCT ( uji hubung angka) dengan kondisi enesefalopati hepatik pasien

( makin lama ∞ makin buruk)

-       Pada kondisi baik uji ini harus dapat di selesaikan ± 30 detik

Skala NCT (menurut kriteria West Haven):

Page 12: Ensefalopati Hepatik

Skala  NCT Lamanya  penyelesaian NCT

0 15-30 detik

1 31-50 detik

2 51-80 detik

3 81-120 detik

4 >120 detik atau tidak dapat diselesaikan

2.6.2        Ensefalopati Hepatik klinis, ada 4 stadium yaitu:

a.       Stadium 1 (prodromal : awal)

Terdapat gangguan stasus mental, sedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku,

termasuk penampilan yang tidak terawatt baik, pandangan mata kosong, bicara

tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak mampu memusatkan pikiran,

penderita mungkin cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif atau sedikit

kurang ajar, afektif hilang, eufori, depresi, apati. Tingkat kesadaran somnolen,

tidur lebih banyak dari bangun, letargi.

Tanda-tandanya:

-         Asteriksis : gangguan motorik yang di tandai dengan penyimpangan

intermiten dari postur.

-          Kesulitan bicara

-          Kesulitan menulis

-          EEG (elektroensefalografi) (+)

b.      Stadium 2 (Impending koma atau koma ringan) gangguan mental semakin

berat, flapping tremor (tangan bergetar), pengendalian sfingter kurang,

kebingungan, disorientasi, mengantuk, dan asteriksis.

c.       Stadium 3 (Stupor)

Terjadi kebingungan yang nyata dengan perubahan tingkah laku yang mencolok,

penderita dapat tidur sepanjang waktu, bangun hanya dengan rangsangan,

asteriksis, fetor hepatik, lengan kaku, hiperreflek, klonus, grasp dan sucking

reflek.

Page 13: Ensefalopati Hepatik

d.      Stadium 4 (koma) pasien koma tidak sadarkan diri

Penderita masuk ke dalam tingkat kesadaran koma sehingga muncul refleks

hiperaktif dan tanda babinsky yang menunjukkan adanya kerusakan otak lebih

lanjut. Napas penderita akan mengeluarkan bau apek yang manis (fetor

hepatikum). Fetor hepatikum merupakan tanda prognosis yang buruk dan

intensitas baunya sangat berhubungan dengan derajat kesadarannya, dan tonus

otot hilang.

2.7         Pemeriksaan Penunjang

2.7.1 Hematologi

a.   Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis

lekosit.

b.    Jika diperlukan : faal pembekuan darah.

2.7.2    Biokimia darah

a.   Uji faal hati : trasaminase, billirubin, elektroforesis protein, kolestrol,

fosfatase alkali.

b.    Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BUN), kreatinin serum.

c.    Kadar amonia darah.

d.   Atas indikasi : HbsAg, anti-HCV,AFP, elektrolit, analisis gas darah.

2.7.3       Urin dan tinja rutin

2.7.4       EEG (Elektroensefalografi) dengan potensial picu visual (visual evoked

potential) merupakan suatu metode yang baru untuk menilai perubahan dini yang

halus dalam status kejiwaan pada sirosis.

2.7.5      CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia

yang parah untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama

hematoma subdura pada pecandu alkohol).

2.7.6       Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal,

kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat

akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang

meningkat menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat menyebabkan

peningkatan tekanan.

Page 14: Ensefalopati Hepatik

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Ensefalopati hepatik tipe akut

1) Tindakan umum

-  Penderita stadium III-IV perlu perawatan suportif yang intensif, yaitu

dengan memperhatikan posisi berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian

oksigen, pasang kateter forley.

-  Pemantauan kesadaran, keadaan neuropsikiatri, system kardiopulmunal dan

ginjal keseimbangan cairan, elektrolit serta asam dan basa.

- Pemberian kalori 2000 kal/hari atau lebih pada fase akut bebas protein

gram/hari (peroral, melalui pipa nasogastrik atau parental).

2) Tindakan khusus

-  Mengurangi pemasukan protein

a.       Diet tanpa protein untuk stadium III-IV

b.      Diet rendah protein (nabati 20 gram/hari) untuk stadium I-II. Segera

setelah fase akut terlewati, intake protein mulai ditingkatkan dari

beban protein kemudian ditambahkan 10 gram secara bertahap

sampai kebutuhan maintanance (40-60 gram/hari).

-  Mengurangi populasi bakteri kolon (urea splitting organism).

a.      Laktulosa peroral untuk stadium I-II atau pipa nasogastrik untuk

stadium III-IV, 30-50 cc tiap jam, diberikan secukupnya sampai

terjadi diare ringan.

b.      Lacticol (Beta Galactoside Sorbitol), dosis : 0,3-0,5 gram/hari.

c.      Pengosongan usus dengan lavement 1-2x/hari: dapat dipakai katartik

osmotic seperti MgSO4 atau laveman, yaitu dengan memakai larutan

laktulosa 20% atau larutan neomisin 1% sehingga didapat pH = 4

d.      Antibiotika : neomisisn 4x1-2gram/hari, peroral, untuk stadium I-II,

atau melalui pipa nasogastrik untuk stadium III-IV. Rifaximin

(derifat rimycin), dosis : 1200 mg per hari selama 5 hari dikatakan

cukup efektif.

Page 15: Ensefalopati Hepatik

-       Obat-obatan lain

a.       Penderita koma hepatikum perlu mendapatkan nutrisi parenteral.

Sebagai langkah pertama dapat diberikan cairan dektrose 10% atau

maltose 10%, karena kebutuhan karbohidrat harus terpenuhi lebih

dahulu. Langkah selanjutnya dapat diberikan cairan yang

mengandung AARC (comafusin hepar) atau campuran sedikit AAA

dalam AARC (aminoleban) : 1000 cc/hari. Tujuan pemberian AARC

adalah untuk mencegah masuknya AAA ke dalam sawar otak,

menurunkan katabolisme protein, dan mengurangi konsentrasi

ammonia darah. Cairan ini banyak dibicarakan akhir-akhir ini.

b.        L-dopa : 0,5 gram peroral untuk stadium I-II atau melalui pipa

nesogastrik untuk stadium III-IV tiap 4 jam.

c.        Hindari pemakaian sedatva atau hipnotika, kecuali bila penderita

sangat gelisah dapat diberikan diimenhidrimat (dramamine) 50 mg

i.m: bila perlu diulangi tiap 6-8 jam. Pilihan obat lain, yaitu

fenobarbital, yang ekskresinya sebagian besar melalui ginjal.

d.       Vitamin K 10-20 mg/hari i.m atau peroral atau pipa nasogastrik.

-       Pengobatan radikal

Exchange tranfusio, plasmaferesis, dialysis, charcoal hemoperfusion,

transpalantasi hati.

2.8.2 Ensefalopati hepatik tipe kronik

Prinsip-prinsip penatalaksanaan ensefalopati hepatik tipe kronik adalah sebagai

berikut:

a.      Diet rendah protein, maksimal 1 gram / kg berat badan terutama protein

nabati.

b.      Hindari konstipasi, dengan memberikan laktulosa dalam dosis secukupnya

(2-3 x 10 cc/hari).

c.       Bila gejala ensefalopati meningkat, ditambah neomisin 4x1 gram/hari.

d.      Bila timbul aksaserbasi akut, sama seperti ensefalopati hepatik tipe akut.

Page 16: Ensefalopati Hepatik

e.      Perlu pemantauan jangka panjang untuk penilaian keadaan mental dan

neuromuskulernya.

f.      Pembedahan elektif : colon by pass, transplantasi hati, khususnya untuk

ensefalopati hepatik kronik stadium III-IV.

2.9 Prognosis

Perbaikan atau kesembuhan sempurna dapat terjadi bila dilakukan

pengeloaan yang cepat dan tepat. Prognosis penderita ensefalopati hepatik

tergantung dari :

a.         Penyakit hati yang mendasarinya.

b.        Faktor-faktor pencetus.

c.         Usia, keadaan gizi.

d.        Derajat kerusakan parenkim hati.

e.         Kemampuan regenerasi hati.

Page 17: Ensefalopati Hepatik

BAB 3

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf

pusat yang dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh

gangguan memori dan perubahan kepribadian.

Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita

penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan

flapping tremor yang dinamakan asteriksis.

Ensefalopati hepatik tidak disebabkan oleh salah satu faktor tunggal,

melainkan oleh beberapa faktor yang sekaligus berperan bersama. Sebagian besar

menunjukkan bahwa terdapat hubungan sirkulasi porto sistemik yang langsung

tanpa melalui hati, serta adanya kerusakan dan gangguan faal hati yang berat.

Kedua keadaan ini menyebabkan bahan-bahan toksik yang berasal dari usus tidak

mengalami metabolisme di hati, dan selanjutnya tertimbun di otak (blood brain

barrier), yang memudahkan masuknya bahan-bahan toksik tersebut ke dalam

susunan saraf pusat.

Page 18: Ensefalopati Hepatik

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary et al. 2008. Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Doenges E. Marilynn et al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Pearce C. Evelyn. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC

Tri Harsono. 2008. Ensefalopati Hepatikum http://emedicine.medscape.com/gastroenterology#liver (diakses pada tanggal 24 April 2012, jam 14.28 WIB)