16
EPISTIMOLOGI EKSISTENSIALISME MUHAMMAD IQBAL DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM Disusun guna memenuhi tugas mata kuliyah Filsafat Umum, yang di ampu oleh : Bpk. Dr. Shofiyulloh Muzammil. Oleh : Samsul Ma’arif (1320411053)

Epistimologi Eksistensialisme Muhammad Iqbal Dan Relevansinya y Smsul Maarif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

epistemologi

Citation preview

EPISTIMOLOGI EKSISTENSIALISME MUHAMMAD IQBAL DAN RELEVANSINYA

DENGAN PENDIDIKAN ISLAM Disusun guna memenuhi tugas mata kuliyah Filsafat Umum, yang di ampu oleh : Bpk. Dr. Shofiyulloh Muzammil.

Oleh :

Samsul Maarif

(1320411053)KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN) SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

TAHUN 2013BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPemiskinan dimensi filosofis sedang terjadi di negara ini, yaitu negara Indonesia. Ketika ruang publik direduksi menjadi pasar, tekanan orientasi kebanyakan orang pada hasil, maka ekonomi menjadi perhatian utama. Kehidupan bukan lagi diisi dalam rangka mengabdikan diri dengan menjamin kebebasan inidividu dan kesejahteraan bersama serta keadilan, tetapi dipenuhi dengan nafsu, ambisi, egoistik, dan individualistik.

Bercermin pada kondisi sosial bangsa Indonesia yang masih carut marut, upaya penggunaan kajian filsafat merupakan langkah signifikanuntuk dilakukan agar menggugah kembali kejernihan rasionalitas, kebeningan jiwa dan kesadaran nurani.

Orang yang berfilsafat, adalah orang yang berfikir sambil bertanggung jawab, sehingga tampak adanya hubungan anatara kebebasan berfikir dan etika yang melandasi kebebasan berfikir itu. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang lahir karena protes terhadap filsafat tradisional dan masyrakat modern, seperti pandangan Plato. Dalam nsistem tersebut jiwa manusia hilang dalam universal yang abstrak. Ia memberontak terhadap alam yang impersonal, serta gerakan massa. Masyarakat industri cendrung menundukkan manusia menjadi alat, komputer atau objek, saintisme hanya memandang manusia sebagai bagian dari proses fisik.Eksistensialisme mengkalaim bahwa subyektivitas manuisa adalah individual, maka harus menjalani eksistensinya dengan subyektivitasnya, yakni manusia yang kongkret dan nyata buka apa yang dipukul rata dan objektif. Muhammad Iqbal adalah salah satu pemikir eksistensialis yang berpengaruh di Barat maupun di Timur.

Maka dari itu dalam makalah ini kami mencoba membahas tentang bagaimana Epistimologi Eksistensialisme M. Iqbal dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam. Makalah ini diharapkan bisa menjadi salah satu acuan untuk penyegar mindlessness dalam dunia pendidikan kita. Kritik dan saran teman-teman semua sangat dibutuhkan untuk memperbaiki tulisan ini.B. Rumusan Masalah

1. Siapa Muhammad Iqbal Tersebut?2. Apa yang melatar belakangi pemikirannya?

3. Apa rekontruksi muhammad Iqbal?

4. Bagaimana relevansinya dengan pengembangan pendidikan Islam?

BAB II

PEMABAHASAN

A. Biografi Sir Muhammad Iqbal

Tokoh ini mempunyai nama lengkap dan biasa dipanggil dengan sebutan Muhammad Iqbal. Ia lahir di Sialkot, kawasan Punjab pada tanggal 9 Nopember 1877. Kawasan ini sebelum tahun 1947 masih termasuk wilayah India. Kemudian setelah Pakistan menyatakan berpisah dari India pada tahun 1947 sebagai negara merdeka, kawasan ini secara otomatis masuk dalam wilayah Pakistan.15 Akan tetapi, oleh karena Muhammad Iqbal meninggal sembilan tahun sebelum Pakistan menyatakan kemerdekaannya, maka banyak para pemerhati Iqbal memasukkan beliau sebagai seorang pembaru dari India, bukan Pakistan.

Leluhur Muhammad Iqbal berasal dari keturunan yang beragama Hindu daerah Kasymir dari kasta Brahmana, tapi mereka telah masuk Islam beberapa generasi sebelumnya. Ayah Muhammad Iqbal bernama Nur Muhammad, seorang pedagang Muslim yang taat beragama dan sufi, sedangkan ibunya bernama Imam Bibi. Kedua orangtuanya dikenal memiliki kesalehan yang dapat dipercaya. Kesalehan ini tentunya dapat dipastikan mempunyai pengaruh yang kuat dan mendalam bagi pembentukan kepribadian Iqbal.

Pendidikan Muhammad Iqbal untuk kali pertama diperolehnya dari kedua orangtuanya secara non-formal. Dia dididik secara ketat oleh ayahnya tentang al- Qur`an. Kemudian ia dimasukkan pada sebuah kuttab untuk belajar lebih dalam tentang al-Qur`an. Adapun pendidikan formalnya dimulai pada Scottish Mission School di Sialkot. Di sekolah ini, Muhammad Iqbal mendapat bimbingan secara intensif dari Mir Hasan, seorang guru dan sasterawan yang ahli bahasa Persia dan Arab. Dia menamatkan pendidikan pada sekolah ini tahun 1895. Kemudian Iqbal melanjutkan studinya pada Government College di Lahore. Dari lembaga ini ia mendapat gelar BA pada tahun 1897 dan MA pada tahun 1899. Kedua gelar ini diraih Iqbal dengan mendapatkan penghargaan medali emas. Di kota Lahore, Muhammad Iqbal mendapat bimbingan dalam bidang filsafat dari seorang orientalis terkenal, Sir Thomas Arnold, yang mengajarinya tentang berbagai bentuk pemikiran Barat. Atas motivasi dan saran dari tokoh orientalis ini, Iqbal kemudian pada tahun 1905 melanjutkan studinya pada Cambridge University di London, Inggris dengan konsentrasi studi filsafat moral. Bidang yang ditekuninya ini mendapat bimbingan dari James Ward dan J.E. Mac Tagart. Selain itu, selama di Eropa, Iqbal juga menyempatkan diri untuk belajar pada Munich University di Jerman. Bahkan dari lembaga inilah ia mendapat gelar doktor pada tanggal 4 Nopember 1907 di bawah bimbingan F. Hommel dengan disertasi berjudul The Development of Metaphysich in Persia. Disertasi yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku ini dipersembahkan secara khusus oleh Iqbal bagi guru filsafatnya, Sir Thomas Arnold. Buku inilah yang merupakan karya pertamanya yang telah mengantarkannya ke alam kedewasaan berpikir.

Sekembalinya dari studi di Eropa pada tahun 1908, Muhammad Iqbal langsung memimpin lembaga almamaternya, Government College. Pada lembaga ini ia mengajar filsafat serta sastera Arab dan Inggris. Selama menjadi tenaga pengajar, banyak ceramah-ceramah ilmiah yang telah disampaikannya pada berbagai perguruan tinggi di India. Hasil ceramah-ceramah itu kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku dengan judul The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk kali pertama dengan judul Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Karya ini merupakan tulisan Iqbal terbesar dalam bidang pemikiran filsafat dengan bentuk prosa. Tema utama buku ini adalah gagasan perlunya diadakan rekonstruksi pemikiran keagamaan. Buku ini berisi tujuh pembahasan pokok, yaitu: (1) tentang pengalaman keagamaan dan pengetahuan, (2) tentang pembuktian filsafat mengenai pengalaman keagamaan, (3) tentang konsepsi Tuhan dan arti shalat, (4) tentang ego manusia yang merdeka dan abadi, (5) tentang jiwa kebudayaan Islam, (6) tentang prinsip-prinsip gerakan pembaruan dalam Islam dan (7) tentang kemungkinan-kemungkinan dalam agama. B. Latar Belakang Kondisi Sosial-Politik dan Intelektual Eksistensialisme Muhammad IqbalMuhammad Iqbal, memiliki latar belakang yang cukup berbeda dengan Filosofi lainnya seperti Kierkegaard baik dari segi politik sosial intelektual maupun keluarga. Muhammad Iqbal lahir dari keluarga yang sangat religius sehingga tidak mengalami konflik internal, beliau dapat mebgikuti jenjang pendidikan formal dengan baik yang di tempuh di India meupun luar negeri karena memperoleh biasiswa, bahkan beliau menerima nugrah gelar Sir dari pemerintah Inggris karena prestasinya di bidang pendidikan dan lainnya.

Problem utama yang dihadapi Muhammad Iqbal adalah keadaan bangsa dan umat Islam pada umumnya pada wktu itu, dan terutama di India tempat kelahirannya dalam keadaan terjajah oleh Barat (non Muslim).

Pengalaman Muhammad Iqbal belajar keluar negeri, ia menemukan bahwa di Barat ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat tetapi sayangnya sangat miskin dengan nurani (material oriented), sementara di Timur mengalami kemunduran karena kejumudan (tertutupnya pintu ijtihad) dan salah dalam menafsirkan makna takdir. Iqbal memandang umat Islam mengalami kemunduran karena hilangnya gairah menuntut ilmu pengetahuan seperti para pendahulu yang dapat memimpin dunia karena ilmu pengetahuan. Latar belakang inilah yang mewarnai pemikiran eksistensialisme Muhammad Iqbal. Abdul Wahhab Azzam, Cet. I, (1985:23-25).Muhammad Iqbal mulai memberikan enam kuliah, kemudian di sempurnakan pada kuliyah yang ke tujuh di Allahabad dan Aligarh. Kuliyah-kuliyah tersebut kemudian dihimpun menjadi sebuah buku yang berjudul The Recontruction if Religious Thought in Islam. Karya muhammad Iqbal tersebut merupakan karya filsafatnya yang terpenting. Sorotan utama dalam buku terebut adalah terjadinya stagnasi pemikiran Islam selama hampir lima ratus tahun yang dinilai penyebabnya anatara lain adalah filsafat Plato yang cenderung menafikkan eksistensi individu dengan konsep idealismenya dan memandang rendah ilmu yang diperoleh melalui pencaindra serta tertutupnya pintu Ijtihad.

C. Rekontruksi Eksistensialisme Muhammad Iqbal

1. Konsep Taqdir

Muhammad Iqbal sangat menekankan kepada manusia secara individu untuk menetapkan takdirnya dengan melawan fatalisme, dan kepetus asaan karena beliau melihat umat Islam di dunia pada waktu itu, yang termasuk juga negerinya yaitu India, semua dalam keadaan terjajah oleh barat yang non muslim, karena umat Islam meneriam konsep takdir secara keliru, padahal Islam mengajarkan kemerdekaan, kebebasan, persamaan hak.

2. Konsep IjtihadJalan yang harus ditempuh untuk memperbaiki takdir yang buru adalah dengan membuka kembali pintu ijtihad yang dinilai tertutup setelah kokohnya 4 madzhab. Karena dengan ijtihadlah manusia memiliki kelualuasaan untuk mengembangkan diri, melepaskan dari kejumudan berfikir, sekaligus dapat melepaskan umat Islam dari penajajahan barat, dan memerankan fungsinya sebagai kholifah Fil Ardhi. Muhammad Iqbal menyakini semua ini pengaruh dari idealisme Plato.

Ijtihad hanya dapat dilakukan oleh individu-individu yang merdeka, dan memiliki kebebasan berpendapat, sehingga muhammad Iqbal menilai eksistensi manusia karena prestasinya sebagai wakil Allah di muka bumi, bahkan Muhammad Iqbal menganggap Tuhan sebagai mitra kerja (Co Worker) manusia. Untuk dapat melakukan ijtihad secara optimal, maka muhammad Iqbal menggali potensi yang ada dalam diri manusia yang dikenal dengan konsep diri (khudi). Melalui konsep khudi tersebut beliau berusaha membangkitkan semangat umat Islamyang terpuruk pada potensi yang dimiliki manusia agar kreatif terus mencipta bersama Tuhan di muka bumi.3. Konsep Keseimbangan

Selain konsep taqdir dan ijtihad, muhammad Iqbal juga menekankan adanya keseimbangan dalam diri manusia itu sendiri, yang memiliki hubungan intim dengan Tuhan sebagai hubungan Vertikal, dan memilki keintiman pula dengan alam semesta yaitu sebagai kholifah fil ardhi yang merupakan wujud hubungan Horizontal. Inilah eksistensialisme perspektif Islam yang mengajarkan pola hidup Seimbang/Ballace, sepertri doa-doa yang senantiasa kita panjatkan.

D. Relevansi Eksistensialisme Muhammad Iqbal dengan Pengembangan Studi Islam

Dalam menhakaji studi Islam pemikiran Eksistensialisme Muhammad Iqbal menjadi salah satu metodologi dalam diskursus berbagai disiplin ilmu maupun teknis-teknis menyelesaikan masalah. Melalui kajian eksistensialisme ini Muhammad Iqbal menyadarkan akan jati diri manusia yang sangat mulia dan perlu dipertahankan sehingga tidak terjebak pada meterialisme dan pemiskinan moral, dan saling mengahargai terhadap perbedan. Hal ini sesuai dengan pidatonya pada saat memimpin liga muslim dunia, yangmana pada pidato beliau pada intinya mengajak seluruh umat manusia yang ada di India pada khususnya dan pada penjuru dunia pada umumnya, agar membangun negerinya dengan baik dengan semnagat persatuan tanpa memandang perbedaan, baik perbedaan agama, suku, ras dan golongan.

Bagi praktisi pendidikan, dapat memberikan pandangan untuk pendidikan Islam maupun pendidikan umum. Pendidikan bukanlah proses transaksional anatara pengajar dengan siswa, tetapi proses interaktif yang dinamis. Siswa tidak berperan sebagai Objek akan tetapi berperan sebagai Subjek, artinya guru mengakui eksistensi siswa, seperti sistem pendidikan nasional yang digalakkan yaitu dari teacher centris menjadi student centris. Sejalan dengan program pemerintah, yaitu pendidikan karakter. Eksistensialisme menjadi dasar teoritis pengembnagan karakter siswa, sikap mandiri, optimis terhadap kemampuan diri, kreatif, dapat ditransformasikan, dan di internalisasikan kepada siswa.

BAB III

KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan menjadi beberapa hal, yaitu sebagai berikut:

1. Posisi Iqbal dalam wacana eksistensialisme sangatlah unik, tetapi yang jelas coraknya sangatlah teistik, sama seperti Kierkegaard. Penafsiran eksistensialnya lebih positif karena filsafatnya tidak berakhir pada pesimisme kaum eksistensialis modern, juga tidak kehilangan iman, seperti eksistensialis Nietzsche dan Sartre. Jika Sartre melihat adanya pengungkungan kebebasan manusia dalam Tuhan, maka Iqbal menyelamatkan kebebasan manusia walaupun ada Tuhan.

2. Rekontruksi Eksistensialisme Muhammad Iqbal meliputi, kritik terhadap idealisme Plato, konsep takdir, konsep ijtihad, dan kondep diri (keseimbangan).

3. Eksistensialisme muhammad iqbal sangat memperhatikan kepada individualitas manusia, dan mendasarkan eksistensialis mereka pada eksistensi Tuhan.

4. Eksistensialisme muhammad iqbal sangat menekankan pada keseimbangan hidup jasmani-rohani, dunia dan ukhrawi sehingga menjadikan Tuhan sebagai Mitra Kerja (Co Worker).DAFTAR PUSTAKA

Danusiri, 1996,.Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Fuad Hasan, 1992, Berkenalan Denagn Eksistensialisme, Jakarta: Pustaka Jaya.

Fazlur Rahman, 1985, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, alih bahasa Ahsin Mohammad Cet. I; Bandung: Pustaka, Miss Luce-Claude Maitre, 1992, Pengantar ke Pemikiran Iqbal, alih bahasa Djohan Efendi Cet. IV; Bandung: Mizan, Muhammad Iqbal, 1990, Metafisika Persia: Suatu Sumbangan untuk Sejarah Filsafat Islam, alih bahasa Joebar Ayoeb Cet. I; Bandung: Mizan, ---------------------------, 1982, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, alih bahasa Ali Audah dkk. Cet. I; Jakarta: Tintamas, Mukti Ali, 1990, Ijtihad dalam Pandanagan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan, dan Muhammad Iqbal, Jakarta: Bulan BintangMuhammad Chirzin, 2004, Konsep dan Hikmah Akidah Islam, Yogyakarta: Pustaka PelajarZubaidi, dkk, 2007, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains Ala Thomas Khun, Cet. I, Jogjakarta: Ar-Ruz Media

Zubaidi, dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains Ala Thomas Khun, Cet. I, (Jogjakarta: 2007, Ar-Ruz Media), hlm. 10.

Fuad Hasan, Berkenalan Denagn Eksistensialisme, (Jakarta: 1992, Pustaka Jaya), hlm. 5.

Ibid, hlm. 25

Istilah yang digunakan oleh George R. Knight dalam bukunya Filsafat Pendidikan terj. Mahmud Arif, untuk menggambarkan keadaan pendidikan Amerika pada abad 20.

Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, alih bahasa Ahsin Mohammad (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1985), hlm. 62

Miss Luce-Claude Maitre, Pengantar ke Pemikiran Iqbal, alih bahasa Djohan Efendi (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1992), hlm. 13.

Danusiri, Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 4.

Muhammad Iqbal, Metafisika Persia: Suatu Sumbangan untuk Sejarah Filsafat Islam, alih bahasa Joebar Ayoeb (Cet. I; Bandung: Mizan, 1990), hlm. 28

Muhammad Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam, alih bahasa Ali Audah dkk. (Cet. I; Jakarta: Tintamas, 1982).

Ibid.

H.A. Mukti Ali, Ijtihad dalam Pandanagan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan, dan Muhammad Iqbal, (Jakarta: 1990, Bulan Bintang), hlm. 10.

Ibid, hlm. 51

Muhammad Iqbal, Membangun Kembali pikiran Agama Islam, terj. Ali Audah, dkk, (Jakarta: 1982, Tinta Mas), hlm. 6-10.

Ibid, hlm. 37.

Muhammad Chirzin, Konsep dan Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarta: 2004, Pustaka Pelajar), hlm. 5-6.