Upload
komala-sari
View
526
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Extra Polymeric Substances
Citation preview
PENENTUAN KANDUNGAN TOTAL KARBOHIDRAT EXTRA POLYMERIC SUBSTANCES (EPS) MIKROBIA DALAM SEDIMEN INTERTIDAL
Noorkomala Sari ([email protected])
Program Studi Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2007
Abstrak
Sampel sedimen yang mengandung biofilm diambil dari 3 lokasi yang
berbeda yaitu di darah pariwisata, pemukiman, dan industri. Kandungan total
karbohidrat extra polymeric substances (EPS) sebesar 1,04. 108. Biofilm adalah
lapisan yang merupakan koloni dari konsorsium mikroba yang menempel dan
menutupi suatu permukaan benda padat di lingkungan berair. Prinsip kerja pada
percobaan ini adalah mencari nilai konsentrasi dari masing-masing karbohidrat
extra polymeric substances (EPS) dari enam lokasi pengambilan sample yang
berbeda dengan mengukur nilai absorbansinya melalui spektrofotometer. Nilai
Konsentrasi karbohidrat extra polymeric substances (EPS) tertiggi seharusnya
dimiliki oleh sample sedimen yang diambil dari daerah sungai industri. Hal ini
disebabkan karena bakteri, yaitu bakteri penghsil karbohidrat extra polymeric
substances (EPS) khususnya akan berperan sebagai pengurai dari bahan-bahan
anorganik pada sungai dan menjadikannya sebagai sumber nutrisi bagi
kelangsungan hidupnya. Peranan eps bagi biofilm adalah menyediakan makanan
bagi biofilm, terlibat dalam mekanisme pertahanan inang, dan membantu dalam
agregasi dan pelekatan permukaan, untuk bertahan pada kondisi dimana sel
planktonik sudah tidak mampu bertahan hidup.lokomosi (pergerakan), pertahanan
terhadap toksin.
Kata kunci : Extra polimeric substances, spektrofotometer,
absorbansi,transmisi,substrat,biofilm, glukosa.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada habitat akuatik,
mikroorganisme pembentuk biofilm
mensekresikan zat extraseluler
polimerik (EPS) ke lingkungan
sekitarnya. Materi penyusun EPS yang
paling dominan adalah polisakarida
(karbohidrat). Peranan polisakarida
EPS dalam tingkat sel antara lain
menghindarkan sel dari bahaya
kekeringan, berperan dalam sistem
pengikatan sel (Daniel et al, 1987),
lokomosi atau pergerakan (Edgar and
Pickett-Heaps, 1984), dan memberi
ketahanan terhadap toxin (Decho,
1990). Dalam jumlah besar, sekresi
materi polisakarida extraseluler
polimerik oleh sel-sel bakteri dapat
berperan sebagai sumber karbon untuk
mikroba lain dan untuk invertebrata
pemakan deposit (Decho and Lopez,
1993). Sekresi materi organik berupa
polisakarida dalam bentuk EPS oleh
mikroorganisme biofilm juga dapat
memicu terjadinya erosi kritis pada
lingkungan sekitarnya (substrat)
berupa karat, keropos, lubang (Daborn
et al, 1993).
Berbagai manfaat dapat
diambil dari polisakarida extraseluler
polimerik dalam tingkat sel. Oleh
karena itu, pada percobaan ini akan
dilakukan penentuan jumlah total
kandungan karbohidrat EPS yang
terdapat dalam sedimen air laut.
Permasalahan
Permasalahan pada praktikum
ini adalah bagaimana mengetahui
jumlah total karbohidrat extra
polymeric substances (EPS) mikrobia
yang terdapat dalam sedimen
intertidal.
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah
untuk mengetahui jumlah total
karbohidrat extra polymeric
substances (EPS) mikrobia yang
terdapat dalam sedimen intertidal.
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Laut
Bakteri laut merupakan
mikroorganisme yang mampu
mencerna hampir semua senyawa
organik sedangkan senyawa
anorganik akan mengalami perubahan
akibat kegiatan bakteri laut. Secara
umum bakteri laut lebih kuat
mencerna protein daripada
karbohidrat. Bakteri laut yang
heterotrofik mampu mengasimilasi
glukosa. Hampir semua bakteri laut
akan melepas ammonia dari hasil
pencernaan pepton dan 75% memiliki
kemampuan mencairkan gelatin.
Hanya beberapa yang menghasilkan
indol dan triptofan, seperti Vibrio
adaptatus, V. Marinofulvus (Sidharta,
2000).
Morfologi Bakteri Laut
Jenis bakteri laut yang diketahui
berbentuk batang dan gram negative
sekitar 80%. Bakteri pembetuk spora
jarang ditemukan di laut. Sebagian
besar bakteri laut adalah halophilik,
yang memebutuhkan NaCl untuk
pertumbuhan optimalnya. Bakteri laut
tumbu optimal baik pada konsentrasi
garam 2,5-4,0%. Sebagian besar
bakteri bergerak secara aktif, yang
diperkirakan sebagai hasil adaptasi
kehidupan perairan.
Pseudomonas,vibrio, flavobacterium,
chromobacter dan bakterium
merupakan jenis terbanyak yang
dijumpai di laut (Sidharta, 2000).
Fisiologi Bakteri Laut
Bakteri laut mampu mencerna hampir
semua senyawa organik, sedangkan
semua senyawa anorgank akan
mengalami perubahan akibat aktivitas
bakteri laut. Secara umum bakteri laut
lebih mampu mengasimilasi
karbohidrat daripada protein. Bakteri
laut heterotrofik mampu
mengasimilasi glukosa, 40-60%
glukosa sidiaan yang diamati mampu
memfermentasi glukosa dan
menghasilkan asam, tetapi tidak
menghasilkan gas . Hal ini
dimungkinkan karena redanya
kemampuan bakteri dalam melakukan
fermentasi atau karena sifat efisiensi
bakteri dalam mencerna senyawa
organik. Hampir semua bakteri laut
akan melepas amonia dari hasil
pencernaan pepton dan 75% memiliki
kemampuan mencairkan gelatin.
Hanya beberapa yang menghasilkan
indol dan triptofan (Sidharta,2000).
Kebutuhan bakteri laut akan
air atau larutan garam (NaCl) adalah
mutlak. Bakteri laut sangat peka
terhadap salinitas (Sidharta, 2000)
Biofilm
Biofilm merupakan kumpulan
mikroorganisme yang melekat erat
pada permukaan substrat dalam
keadaan sesil dan diselubungi oleh
matriks extracellular polymeric
(Madigan, 2006). Biofilm meruakan
kelompok mikroba (bakteri, jamur,
alga dan protozoa), tumbuhan dan
hewan (Talaro, et al., 2002).
Biofilm berkembang pada
permukaan yang terbilas dalam
lingkungan berair, baik permukaan
biotik maupun abiotik (Munn, 2004).
Biofilm dapat terbentuk pada
permukaan seperti logam, kaca,
plastik, beton dan lain-lain (Lee, et al.,
1999). Biofilm terbentuk sangat cepat
dalam perairan yang mengalir sebab
suplai makanan yang teratur cukup
tersedia (Atlas et al., 1998).
Proses Pembentukan Biofilm
Biofilm terbentuk ketika sel
bakteri melekat pada suatu permukaan
padat (Kraigsley et al., 2001). Proses
pelekatan diawali dengan pertemuan
permukaan substrat dengan
mikroorganisme planktonik.
Mikroorganisme planktonik mencapai
permukaan substrat dengan bantuan
flagela yang dimilikinya dan arus laut,
awalnya pelekatan ini mudah lepas
(Dunne, 2002), kemudian bakteri
mengalami pertumbuhan dan
pembelahan membentuk koloni dan
menghasilkan matriks extracellular
polymeric substances (EPS) (Davey et
al., 2000). Pelekatan mulai bertambah
kuat dan tidak mudah lepas sehingga
memungkinkan mikroorganisme
planktonik lain untuk menempel dan
akhirnya membentuk biofilm (Dunne,
2002).
Mikroba Biofilm Meningkatkan
Daya Kohesi Tanah Berpasir
Biofilm ternyata juga bisa
memberi keuntungan bagi manusia
dan dapat dimanfaatkan sebagai solusi
alternatif untuk stabilisasi bangunan
yang berdiri di atas tekstur tanah yang
rentan terhadap bencana gempa bumi.
Penelitian ini dilakukan oleh para
peneliti dari Lafayette College,
Amerika Serikat, dan dipresentasikan
pada pertemuan tahunan Masyarakat
Ilmiah Mikrobiologi Amerika Serikat
Juni tahun lalu.Biofilm yang
diaplikasikan ini adalah koloni dari
bakteri Flavobacterium johnsoniae
yang secara alami terdapat di tanah.
Bakteri ini dipilih karena bersifat non-
patogenik, terdapat secara alami pada
aliran (pembuangan ) air tanah, tidak
perlu zat nutrien tinggi, bahkan dapat
menguraikan molekul makro yang
banyak terdapat dalam limbah seperti
kitin, dan membentuk biofilm
(Helianti, 2007).
Penggunaan bakteri ini
diharapkan dapat secara alami
membentuk polimer biofilm pada
lapisan tanah yang rentan terhadap
gempa tempat bangunan berdiri lewat
aliran air tanah. baik simulasi statis
maupun aliran air tanah untuk
membuat tanah berlapis biofilm jelas
menunjukkan peningkatan daya kohesi
tanah. Dengan keberadaan biofilm
pada tanah maka meningkatkan
keresistenan tanah terhadap guncangan
dan gaya robek seperti gempa.
Sehingga lapisan tanah yang lebih
solid untuk menstabilkan bangunan di
atasnya dapat dicapai dengan cara
yang lebih alami, ramah lingkungan,
dan biaya pemeliharaan yang relatif
rendah. Penggunaan biofilm untuk
membuat bangunan agar lebih tahan
gempa memang baru sebatas penelitian
awal, di mana implementasi di
lapangan masih memerlukan penelitian
dan pengembangan lebih lanjut.
Namun, ide kreatif dengan
memanfaatkan fenomena biologi untuk
mengurangi kerugian robohnya
bangunan (yang dapat menyebabkan
korban jiwa) akibat gempa sangat
orisinil, dan mungkin dapat sejalan
dengan kondisi tanah air yang secara
geografis dan geologis selalu akrab
dengan gempa (Helianti, 2007).
Hubungan Limbah dengan
Pertumbuhan Mikroorganisme
Limbah cair yang
mengandung senyawa nitrogen ketika
dibuang ke perairan menjadi nutrien
yang akan memacu pertumbuhan
mikroorganisme seperti alga dan
bakteri. Mikroorganisme ini ketika
mati akan terurai dan dalam
prosesnya akan mengambil oksigen
dari air sehingga tingkat kandungan
DO (Oxygen Demand) tidak cukup
untuk menopang kehidupan yang
normal. Alga dan penguraian bahan
organik akan mengubah warna,
kekeruhan, bau dan sangat
mengurangi kualitas sebagai sumber
air khususnya untuk keperluan air
rumah tangga
(Masters, 1991)
Kehadiran senyawa nitrogen
juga akan menjadikan efek racun bagi
kehidupan perikanan khususnya
karena kehadiran senyawa nitrogen
amonia.Kandungan amonia pada
konsentrasi 1,0 –3,0 mg/l dalam air
bisa mematikan kehidupan perairan .
Kandungan amonia pada konsentrasi
1,0 –3,0 mg/l dalam air bisa
mematikan kehidupan perairan.
Proses pengolahan limbah nitrogen ini
banyak dilakukan melalui proses
biologik oleh mikroorganisme dalam
bentuk lumpur aktif. Proses ini dapat
mengurangi kandungan bahan organik
dengan kemampuan tinggi
(Wisjnuprapto, 1988)
Alternatif yang dapat
disarankan adalah penggunaan proses
lumpur aktif secara curah yang lebih
dikenal dengan Reaktor Curah
Bertahap Ulang “Sequencing Batch
Reactor”, yang selanjutnya disingkat
SBR. Proses ini dapat memecahkan
permasalahan yang terjadi pada proses
konvensional,misalnya penyediaan
peralatan yang dibutuhkan untuk
mengambil ulang “recycle” dan biaya
instalasinya cukup ekonomis jika
dibuat pada skala kecil dengan tanpa
mengurangi kemampuan penurunan
bahan organik sehingga cocok
diterapkan untuk pengolahan limbah
pada industri-industri kecil. Kinerja
bioreaktor SBR untuk menguraikan
limbah cair nitrogen perlu diketahui
terlebih dahulu dengan meneliti
parameter - parameter yang
berpengaruh dan menentukan
efisiensi pengolahan limbah sistem
ini. Untuk menentukan laju
penyisihan substrat yang terjadi di
dalam proses lumpur aktif, dapat
dilakukan dua pendekatan Pendekatan
pertama menggunakan persamaan
Monod dan yang kedua menggunakan
pendekatan modifikasi dari kinetika
kimia. (Master, 1991)
Fakor-faktor yang Mempengaruhi
Pelekatan Biofilm
Kraigsley et al. (2002)
menyatakan bahwa kemampuan sel
melekat pada permukaan dan
membentuk biofilm dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu:
1. Faktor Lingkungan
a. Keberadaan nutrien
Kepadatan populasi yang
rendah adalah karakteristik umum
dari komunitas planktonik pada
ekosistem mikroba di alam. Keadaan
oligotropik dari ekosistem
menyiratkan ketidakcukupan nutrien
untuk mendukung aktifitas mikkroba
lebih jauh. Kelaparan sering disertai
dengan mengecilnya ukuran,
peningkatan hidrofobisitas permukaan
sel dan meningkatkan pelekatan.
Faktor di atas membuat bakteri
cenderung melekat ke permukaan
padat, dimana kesempatan untuk
mendapatkan nutrisi lebih tinggi
(Jamilah, 2003).
b. Substrat
Substrat yang sangat disukai
bakteri biofilm ialah substrat yang
lembab (Murthy et al., 2004).
Permukaan padat memiliki beberapa
karakteristik yang penting bagi proses
pelekatan. Perluasan koloni mikroba
sebanding dengan peningkatan
kekasaran permukaan (Donlan, 2002).
c. Arus laut
Sel berperilaku seperti partikel
pada suatu perairan sehingga pelekatan
sel bakteri pada substrat tergantung
dari arus. Pelekatan sel sangat
tergantung pada motilitas bakteri
ketika kecepatan arus rendah,
sebaliknya ketika kecepatan arus
meningkat maka bakteri dapat
bergerak dengan bantuan arus laut
sehingga dapat meningkatkan
kemampuan bakteri untuk melekat
pada substrat (Donlan, 2002).
1. Faktor Genetik
a. Gen pengkode fungsi motilitas
Gen pengkode fungsi motilitas
berperan dalam pembentukan flagela
yang mempengaruhi pelekatan
mikroba (Kraigsley et al., 2001).
b. Adhesi
Adhesi bakteri terjadi karena
nutrien pada lingkungan perairan
cenderung terkonsentrasi di sekitar
permukaan padat (Dunne, 2002).
Bakteri Laut Pembentuk Biofilm
Holt et al. (2000) menyatakan
bakteri yang berpotensi membentuk
biofilm adalah genus Pseudomonas,
Proteus, Enterobacter, Escherichia,
Acinetobacter, Alcaligenes, Shigella,
Vibrio, Bacillus dan Micrococus.
Pseudomonas fluorescens dapat
membentuk biofilm dalam kondisi
apapun (Davey et al., 2000).
Extracellular Polymer Substances
(EPS)
Bakteri akan menghasilkan
extracellular polymer substances
(EPS) selama proses pembentukan
koloni pada permukaan (Kwon et al.,
2002). Komponen penyusun EPS
antara lain polisakarida (40-95%),
protein (1-60%), asam amino (1-10%)
dan lemak (1-40%) (Lee et al., 2003).
EPS yang dihasilkan dalam
perkembangan biofilm menyebabkan
terlihatnya lapisan berlendir pada
permukaan (Jamilah, 2004). EPS
merupakan struktur yang sangat
berpori sehingga akan teraliri oleh
aliran air yang membawa nutrien. EPS
menyediakan strutur seperti getah (gel)
untuk menempelnya larva organisme
biofouling pada substrat sampai
menghasilkan alat perkat sendiri
(Zobell, 1943). EPS kaya akan heksosa
seperti glukosa dan galaktosa (Bhaskar
et al., 2005).
EPS sangat penting bagi
kehidupan biofilm. EPS dapa
menyediakan makanan bagi bakteri
biofilm, terlibat dalam mekanisme
pertahanan inang, dan membantu
dalam agregasi dan perlekatan pada
permukaan. EPS juga memberikan
perlindungan bagi bakteri melawan
cekaman lingkungan yang meliputi
radiasi ultra violet, perubahan pH,
tekanan osmotik (Lee et al., 2003),
antibiotik, antibodi, surfaktan,
bakteriofag dan makanan predator
seperti amoeba yang hidup bebas
(Dunne, 2002).
Biofouling
Biofouling merupakan pelekatan
dan pertumbuhan berbagai organisme
pada benda-benda yang ada di bawah
permukaan air laut (Sidharta, 2000).
Didahului dengan pembentukan
biofilm (Azis et al, 2001).
METODOLOGI
Alat
Peralatan yang digunakan
pada praktikum ini yaitu termometer,
refraktometer, botol film, siring,
beaker glass, gelas vial, tabung reaksi,
pipet, rak tabung reaksi, kantong
plastik, oven, spektrofotometer, gelas
ukur, neraca
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan
diantaranya plastik, label nama,
sampel sedimen, sampel air, kertas
lakmus, aquades, larutan asam sulfat,
phenol 5% dan larutan glukosa.
Cara Kerja
A. Pengambilan Sedimen
Sample diambil pada bagian
permukaan sediment dengan
kedalaman 0,5 cm-1 cm
menggunakan syringe dengan diameter
mininmal 16 mm. Kemudian Sample
sediment dimasukan kedalam botol
film yang berwarna hitam
B. Penanganan Sampel (Preparasi)
Botol film yang berisi sedimen
telah diambil dari lokasi disimpan
dalam ice box yang berisi es batu
(freezing methods) lalu dicuci dan
disaring di laboratorium. Kemudian
sample sedimen dikeringkan dengan
dioven pada suhu 60° selama 24 jam
C. Metode Phenol Sulfuric Acid
Sample sediment dari sungai
industri dan laut industri dimasukkan
sebanyak 30 mg (berat kering)
kedalam gelas vial. kemudian
Ditambah 2 ml aquades/ aqua bidest,
kemudian ditambah 1ml 5% phenol
kedalam gelas vial . Lalu secepatnya
ditambahkan 1 ml H2SO4 Pekat .
Didiamkan selama 10 menit kemudian
Dikocok dan Diinkubasi selama 15
menit. Lalu diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 485 nm. Standat kalibrasi
digunakan larutan glukosa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
A. Pengambilan Sedimen No. Perlakuan Pengamatan
1. Diambil sample pada
permukaan sediment
dengan kedalaman
0,5-1 cm
Lokasi pengambilan
sediment adalah kali
gebang depan
politeknik ITS
dengan 3 titik yang
berbeda
2. Sample sediment
dimasukan kedalam
kantong plastic
sample sediment
Berwarna abu-abu,
berlendir dan berbau
menyengat
3. Diukur data fisika-
kimianya
• Plot 1
T= 310C
pH=7
salinitas=00/00
• Plot 2
T= 310C
pH=7
salinitas=00/00
• Plot 3
T= 310C
pH=7
salinitas=00/00
B. Penanganan Sampel (Preparasi) No. Perlakuan Pengamatan
1. Sedimen yang telah
diambil dari lokasi
dicuci dan sisaring
di laboratorium
Sedimen yang
terambil lebih halus
2. Sample sedimen
dikeringkan dengan
dioven pada suhu
60° selama 3 X 24
jam
Sedimen mengering,
keras, berwarna abu-
abu pekat
C. Metode Phenol Sulfuric Acid No. Perlakuan Pengamatan
1. Sample sediment
ditimbang sebanyak
0,03 gr
� Plot 1
� Sedimen laut
industri
� sedimen sungai
industri = 0,3 gr.
Berwarna abu-abu,
berlendir dan
berbau menyengat
� sedimen laut industri
= 0,3 gr
2. Ditambah 2 ml
aquades
Tidak melarut
sempurna
3. Ditambah 1 ml phenol Semakin melarut
4. Ditambah 1 ml H2SO4
Pekat
Larutan semakin larut
dengan kondisi
gumpalan yang
semakin kecil dan
tabung reaksi menjadi
panas
5. Didiamkan 10 menit
6. Dikocok Partikel padat dapat
melarut
7. Diinkubasi 15 menit Dalam suhu kamar 29-
300C
8. Diukur absorbansinya
dengan pengulangan
3 kali setiap plotnya
� plot 1.1 = 0,602
1.2 = 0,660
1.3 = 0,792
� plot 2.1 = 0,970
2.2 = 0,925
2.3 = 0,955
� plot 3.1 = 0,524
3.2 = 0,518
3.3 = 0,576
Data Nilai Absorbansi dan
Transmisi
Kelompok I
Lokasi: Kali Rungkut
plot pengul
angan
a t C = a/k
I 1
2
3
0.804
0.746
0.752
15.6
18.0
17.7
1,11.108
1,02.108
1,03.108
II 1
2
3
1,220
1,220
1,210
6,1
6,1
6,1
1,67.108
1,67.108
1,65.108
III 1
2
3
0,522
0,530
0,540
30,3
29,9
30,9
7,16.107
7,27.107
7,41.107
Kelompok II
Lokasi : Suramadu
plot pengul
angan
a t C=a/k
I 1
2
3
0,208
0,214
0,247
61,8
61,0
50,6
2,85.107
2,93.107
3,38.107
II 1
2
3
0,670
0,678
0,580
21,4
21,0
22,0
9,19.107
9,30.107
9,03.107
III 1
2
3
0,845
0,825
0,555
14,2
14,9
14,0
1,16.108
1,13.108
0,76.108
Kelompok III
Lokasi : Kenjeran Lama
plot pengul
angan
a t C=a/k
I 1 1,060 8,7 1,45.108
2
3
1,096
1,070
8,2
8,6
1,5.108
1,47.108
II 1
2
3
0,280
0,268
0,270
52,5
54
53,7
3,8.107
3,7.107
3,7.107
III 1
2
3
0,448
0,426
0,442
35,7
37,4
37,9
6,1.107
5,8.107
6,06.107
Kelompok IV
Lokasi : Kenjeran Baru
Sedimen sebelum disaring
plot pengul
angan
a t C=a/k
I 1
2
3
1,72
1,66
1,58
1,9
2,2
2,6
2,35.107
2,27.107
2,16.107
II 1
2
3
1,055
1,13
1,07
8,8
7,4
8,4
1,44.107
1,55.107
1,46.107
Kelompok V
Lokasi : Kali Keputih
plot pengul
angan
a t C=a/k
I 1
2
3
0,875
0,885
0,895
13,4
13,1
12,8
1,2.107
1,21.107
1,23.107
II 1
2
3
0,960
0,965
0,985
4
10,8
10,4
1,32.107
1,32.107
1,35.107
III 1
2
3
0,672
0,660
0,680
21,3
21,9
20,9
0,92.107
0,9.107
0,93.107
Kelompok : VI
Lokasi : Kali Gebang
plot pengul
angan
a t C=a/k
I 1
2
3
0,602
0.660
0,792
25
21,8
16,5
8,25.107
9,05.107
9,87.107
II 1
2
3
0,970
0,925
0,955
10,7
11,9
11,1
1,33.108
1,27.108
1,31.108
III 1
2
3
0,524
0,518
0,576
29,5
30,3
26,5
7,19.107
7,10.107
7,9.107
Kelompok VII
Lokasi : Kali Delta
plot pengul
angan
a t C=a/k
I 1
2
3
1,005
1,015
1,20
9,8
9,6
1,2
1,38.108
1,39.108
1,65.107
II 1
2
3
8,9
2,5
6,4
1,05
1,6
1,19
1,22.109
3,34.108
8,78.108
III 1
2
3
5,8
1,1
12,5
1,24
1,15
0,9
7,96.108
1,15.108
1,71.109
PERHITUNGAN
Perhitungan Gradien (m)
Larutan Glukosa
Kosentrasi (X) Absorbansi (Y)
20
40
60
80
100
0,576
0,512
0,494
0,526
0,566
M =K= � XY X2
= (20x0,576) + (40x0,512) + 202 + 402 + 602+ 802+ 1002 (60x0,494) + (80x0,526) + (100x0,566 )
= 160,32 22000 = 7,29.10-3
A. Larutan Standar Glukosa
� Pembuatan larutan standar
Larutan standar dibuat dengan
pengenceran yang menggunakan
rumus sbb:
M1.V1 = M2. V2
V1 : 20 ml
V2 : ?
M1: konsentrasi larutan standar (20,
40, 60, 80, 100 ppm)
M2: 1000 ppm
M1 = 20
M1.V1 = M2. V2
20 . 20 = 1000 . V2
400 = 100 V2
V2 = 0,4 ml
Dari perhitungan tersebut diketahui
bahwa untuk pengenceran stok 1000
ppm larutan standar menjadi 20 ppm,
digunakan larutan glukosa 0,4 ml dan
19,6 ml aquades (dengan kata lain 0,4
ml larutan glukosa diencerkan dengan
aquades sampai 20 ml).
b. N1: 40 ppm
Dari perhitungan tersebut diketahui
bahwa untuk pengenceran stok 1000
ppm larutan standar menjadi 40 ppm,
digunakan larutan glukosa 0,8 ml dan
19,2 ml aquades (dengan kata lain 0,8
ml larutan glukosa diencerkan dengan
aquades sampai 20 ml).
d. N1: 80 ppm
Dari perhitungan tersebut diketahui
bahwa untuk pengenceran stok 1000
ppm larutan standar menjadi 80 ppm,
digunakan larutan glukosa 1,6 ml dan
18,4 ml aquades (dengan kata lain 1,6
ml larutan glukosa diencerkan dengan
aquades sampai 20 ml).
e. N1: 100 ppm
Dari perhitungan tersebut diketahui
bahwa untuk pengenceran stok 1000
ppm larutan standar menjadi 100
ppm, digunakan larutan glukosa 2 ml
dan 18 ml aquades (dengan kata lain 2
ml larutan glukosa diencerkan dengan
aquades sampai 20 ml).
Tabel Data Perbandingan Volume
Larutan Glukosa dengan Pengencer
� Grafik larutan Standar Glukosa
B. . Data Absorbansi (ABS) Glukosa
Pada Sedimen
Tabel Data Hasil perhitungan Rata-rata
Konsentrasi karbohidrat extra
polymeric substances (EPS)
Kawasan Kosentrasi EPS (mg/L)
Kali rungkut
11,5. 107 mg/L
Suramadu
7,46 . 107 mg/L
Kenjeran lama
8,15 . 107 mg/L
Kenjeran baru
1,87 . 107 mg/L
Sungai keputih
1,15 . 107 mg/L
Sungai Gebang
9,83 . 107 mg/L
Sungai Delta
59,4 . 107 mg/L
� Perhitungan C (konsentrasi
glukosa)
Misal diambil data pada plot 1.1
plot pengul
angan
a t C=a/k
Konsentrasi
(ppm)
Volume
larutan
Glukosa
(ml)
Vol
aquades
(ml)
100 2 18
80 1,6 18,4
60 1,2 18,8
40 0,8 19,2
20 0,4 19,6
Plot 1.1 AS =
K . C
C = A
K = 1,005
7,29.10-3
CS= 1,38.108mg/L
Grafik Hubungan Konsentrasi dengan Absorben (Larutan standar glukosa)
020406080
100120
0.576
0.512
0.494
0.526
0.566
Absorben
Kon
sent
rasi konsentra
si larutanstandarglukosa
I 1
2
3
0,602
0.660
0,792
25
21,8
16,5
8,25.107
9,05.107
9,87.107
II 1
2
3
0,970
0,925
0,955
10,7
11,9
11,1
1,33.108
1,27.108
1,31.108
III 1
2
3
0,524
0,518
0,576
29,5
30,3
26,5
7,19.107
7,10.107
7,9.107
C rata-rata plot1 :
= 27,17. 108 = 9,06.108
3
C rata-rata plot 2 :
= 3,91. 108 = 1,30. 108
3
C rata-rata plot 3 :
= 22,19. 109 = 7,39. 108
3
C rata-rata plot 1,2,3 : 5,92. 108
Laju aktivasi enzim :
Plot 1 :
= C . vol larutan
30 menit
= 9,06.108 x 8 = 2,42. 108
30
Laju aktivasi enzim plot 2:
= C . vol larutan
30 menit
= 1,30. 108 x 8 =3,47. 107
30
Laju aktivasi enzim plot 3:
= C . vol larutan
30 menit
= 7,39. 108 x 8 = 1,97. 108
30
Laju aktivasi enzim total rata-rata:
= 1,579. 108
PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah total karbohidrat
extra polymeric substances (EPS)
yang terdapat dalam sedimen
intertidal.
Prinsip kerja pada percobaan ini
adalah mencari nilai konsentrasi dari
masing-masing karbohidrat extra
polymeric substances (EPS) dari
enam lokasi pengambilan sample
yang berbeda dengan mengukur
nilai absorbansinya melalui
Grafik Hubungan Konsentrasi dengan Absorben (Larutan sedimen)
02468
10
0.685 0.95 0.539
Absorben rata-rata
Kon
sent
rasi
rat
a-ra
ta
spektrofotometer. Nilai absorbansi
karbohidrat extra polymeric
substances (EPS) yang muncul pada
spektrofotometer akan digunakan
untuk menghitung jumlah total
karbohidrat pada masing-masing
sample sedimen, yaitu sample sedimen
pada sungai industri dan laut industri
pada percobaan ini. Setelah itu akan
dibandingkan nilai karbohidrat extra
polymeric substances (EPS) dari
beberapa sample.
A. Pengambilan Sedimen
Mula-mula diambil sampel
pada permukaan sediment dengan
kedalaman 0,5cm-1cm. Lokasi
pengambilan sediment adalah daerah
kali gebang depan politeknik ITS.
Pengambilan sampel dilakukan di 3
titik yang berbeda sehingga dapat
mewakili keseluruhan lokasi
pengambilan sampel. Pemilihan 3 titik
berdasarkan tempat yang refresentatif
yaitu yang sedimennya mudah
dijangkau.
Sampel sedimen diambil
menggunakan siring, suatu alat
menyerupai botol suntik raksasa.
Kemudian sample sediment sungai
yang didapat dimasukan kedalam
botol film berwarna hitam. Hal ini
untuk mencegah bakteri yang ada
pada sedimen berfotosintesis dengan
bantuan sinar matahari. Sample
sedimen berwarna abu-abu pekat,
berlendir dan berbau menyengat
dengan data fisik-kimia yang sama
untuk ketiga titik yaitu pH sebesar 7,
suhu 31 ˚C dan salinitas 00/00. Botol
film kemudian disimpan ke dalam ice
box untuk proses pengawetan sampel.
Kondisi sampel yang berwarna
abu-abu pekat, berlendir dan berbau
menyengat berhubungan dengan
lokasi pengambilan sample yang
berada di daerah pemukiman dan
aktivitas kampus politeknik ITS.
Pertumbuhan bakteri secara ekstensif
disertai oleh sejumlah besar polimer
ekstraseluller, menyebabkan
pembentukan lapisan berlendir
(biofilm) selain itu limbah yang
terbuang pada daerah pemukiman
sebagian besar merupakan bahan-
bahan kimia organik.
B. Penanganan Sampel (Preparasi)
Pada percobaan penanganan
sampel (Preparasi), sedimen yang
telah diambil dari lokasi dicuci dan
disaring di laboratorium. Metode
penyaringan dilakukan untuk
menyaring benda-benda yang tidak
diperlukan seperti sampah atau
bebatuan. Kemudian sample sedimen
yang telah disaring dikeringkan
dengan dioven pada suhu 60° selama
24 jam. Setelah dioven sedimen
menjadi mengering, keras, dengan
warna abu-abu pekat. Proses
pengeringan ini bertujuan agar
sedimen dapat mencapai berat
keringnya saat dilakukan penimbangan
pada percobaan selanjutnya, yaitu pada
Metode Phenol Sulfuric Acid. Karena
apabila sedimen ditimbang dalam
keadan basah, maka kandungan air
dalam sample akan mempengaruhi
berat keringnya sehingga berat yang
diperoleh bukan merupakan berat
kering yang sesungguhnya.
Sebelum melakukan teknik
pengeringan dalam oven, praktikan
melakukan kesalahan metode
pengeringan dengan menjemurnya
terlebih dahulu di bawah sinar
matahari. Teknik penjemuran ini
mendukung proses fotosintesis yamg
mana hasil fotosintesis berupa
karbohidrat (glukosa). Hal ini dapat
mempengaruhi kadar/ jumlah total
kandungan ESP yang berupa
karbohidrat juga.
C. Metode Phenol Sulfuric Acid
Mula-mula sampel sediment
ditimbang dengan neraca. Berat
sedimen ditentukan sebesar 0,03 gr
untuk tiap-tiap sampel. Kemudian
ditambah 2 ml aquades. Penambahan
aquades adalah untuk mengencerkan
padatan sedimen. Setelah
penambahan aquades ternyata padatan
sedimen tidak melarut sempurna .
Selanjutnya ditambah 1 ml Phenol
5%.Setelah penambahan phenol 5%
padatan sedimen semakin melarut.
Fungsi penambahan phenol, yaitu
memberikan suasana asam pada
sedimen dan sebagai pemberi warna
pada sedimen, sehingga konsentrasi
glukosa pada sedimen dapat terbaca
pada spektrofotometer. Selanjutnya
adalah penambahan 5 ml H2SO4
Pekat pada sedimen. Setelah
penambahan H2SO4 pekat sedimen
menjadi semakin larut dengan kondisi
gumpalan yang semakin kecil. H2SO4
memiliki sifat dapat menghidrolisa,
sehingga penambahan ini
dimaksudkan agar H2SO4 dapat
membantu menghidrolisa karbohidrat
menjadi monosakarida. Pada tabung
reaksi terjadi proses eksoterm yaitu
perpindahan panas dari larutan ke luar
lingkungan (tabung reaksi) sehingga
tabung reaksi terasa panas. Kemudian
didiamkan 10 menit, dikocok dan
diinkubasi selama 15 menit. Agar
hidrolisis berlangsung sempurna.
Kemudian diukur absorbansi
monosakarida melalui
spektrofotometer.
Cara kerja dari spektrofotometer ini
adalah:
1. Tombol on/off (sebelah kiri-
bawah) diputar searah dengan
jarum jam.
2. Ditunggu 10 menit untuk
pemanasan
3. Panjang gelombang yang
diinginkan diatur dengan memtar
tombol panjang gelombang
(sebelah kanan-atas)
4. Tombol folter (sebelah kiri bawah)
diatur sehingga warna sama
dengan panjang gelombang yang
dipilih:
Filter ungu= 300-375 nm
Filter biru = 375 – 540 nm
Filter kuning = 540 – 740 nm
Filter merah = 740 – 900 nm
5. Tombol “mode” (sebelah kanan-
atas) diatur agar muncul absorbansi
dan transmisi secara bersamaan
6. Pembacaan persen transmisi
diatur menjadi o,ooo dengan
menggunakan tombol control
sebelah kri-bawah. Kompartmen
tempat sampel harus kosong dan
ditutup.
7. Mengukur blangko. Blangko
terdiri bahan terlarut dan
pelarutnya. Blanko dimasukkan
dalam kuvet Bx100 mm dan
dibersihkan dengan tissue untuk
menghilanhkan air,debu atau sidik
jari. Kuvet dimasukkan ke
kompartmen dan tutup kembali.
8. Pembacaan persen transmisi
diatur menjadi 100 dengan
menggunakan tombol control
transmisi atau absorbansi sebelah
kanan bawah.
9. Blanko dikeluarkan dan
digantikan dengan kuvet yang
mengandung sampel larutan yang
akan diukur. Tutup kompartmen
monitor akan menunjukkan angka
percobaan absorbansi dan
transmisi sampel.
Dari nilai absorbansi yang
muncul ini akan dihitung konsentrasi
karbohidrat extra polymeric
substances (EPS) dengan rumus
A =
K . C
Nilai absorbansi sedimen kali
gebang masing-masing untuk plot 1
yaitu 0,602 , 0,660 , 0,792 plot 2 0,970
, 0,925, 0,955, dan plot 3 0,524, 0,518,
0,576. Konsentrasi karbohidrat extra
polymeric substances (EPS) pada plot
1 adalah 8,25.107mg/L, 9,05.107mg/L
dan 9,87.107mg/L Sedangkan pada
plot 2 sebesar 1,33.108mg/L,
1,27.108mg/L dan 1,31.108mg/L dan
plot 3 sebesar 7,19.107mg/L,
7,10.107mg/L dan 7,9.107mg/L.
Tinggi rendah nilai Konsentrasi
karbohidrat extra polymeric
substances (EPS) ini berhubungan
dengan keberadaan bakteri penghasil
karbohidrat atau biofilm dengan
faktor pengaruh suhu, pH, dan
salinitas.
Pada sungai pemukiman (Kali
Gebang) banyak terdapat sisa-sisa
nutrisi oleh penduduk yang secara
sengaja ataupun tidak sisa-sisa nutrisi
tersebut akan dibuang atau dialirkan
ke sungai tedekat. Biofilm terbentuk
khususnya secara cepat dalam sistem
yang mengalir dimana suplai nutrisi
tersedia secara teratur bagi bakteri.
Hal ini juga didukung juga dengan
kadar pH yang balance, salinitas
netral dan suhu yang relatif stabil
310C.
Sampel sedimen diambil di
daerah kali rungkut (data kelompok I)
yang kepadatan penduduknya relatif
tinggi, dimana pada sungai tersebut
selain mengalir sisa-sisa “limbah”
rumah tangga juga membawa aliran
“limbah” pasar. Limbah pasar
disinyalir mempunyai kandungan
nutrien/bahan-bahan organik yang
banyak. Pelekatan biofilm juga
dipengaruhi oleh penumpukan bahan-
bahan organik yang diselubungi oleh
matrik polimer ekstraseluller yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut.
Matrik ini berupa struktur benang-
benang bersilang satu sama lain yang
dapat berupa perekat bagi biofilm
(Jamilah, 2003). Pengguna pasar
sangat memanfaattkan keberadaan
sungai untuk mendukung aktivitas
mereka, biasanya untik mencuci ikan,
sayur dan sebagainya.
Sungai wisata (data kelompok
II, lokasi Suramadu) memungkinkan
terbentuknya biofilm, sama halnya
dengan daerah pemukiman dimana
banyak pengunjung yang membuang
sampah baik sampah basah maupun
sampah kering ke sungai. Dan
sampah-sampah basah akan dengan
mudah diurai oleh bakteri karena
banyak bahan organik.
Pada daerah sungai industri,
(data kelompok VII, Kali Delta)
diperkirakan di daerah ini merupakan
daerah yang terdiri atas bahan-bahan
anorganik, dimana dengan semakin
melimpahnya jumlah bahan-bahan
anorganik yang dihasilkan dalam
bentuk limbah pabrik akan
berbanding lurus dengan jumlah
bakteri penghasil karbohidrat. Hal ini
disebabkan karena bakteri, yaitu
bakteri penghsil karbohidrat extra
polymeric substances (EPS)
khususnya akan berperan sebagai
pengurai dari bahan-bahan anorganik
tersebut dan menjadikannya sebagai
sumber nutrisi bagi kelangsungan
hidupnya.
Pada data kelompok IV lokasi
Kenjeran Baru kandungan ESPnya
juga tinggi karena pada laut aliran air
(arus) lebih cepat dari pada arus
sungai. Sel berperilaku seperti
partikel pada suatu perairan sehingga
pelekatan sel bakteri pada substrat
tergantung dari arus. Pelekatan sel
sangat tergantung pada motilitas
bekteri ketika kecepatan arus rendah,
sebaliknya ketika kecepatan arus
meningkat maka bakteri dapat
bergerak dengan bantuan arus laut
sehingga dapat meningkatkan
kemampuan bakteri untuk melekat
pada substrat Terbentuknya Biofilm
karena adanya interaksi antara
bakteri dan permukaan yang
ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan
adanya faktor-faktor yang meliputi
kelembaban permukaan, makanan
yang tersedia, pembentukan matrik
ekstraseluller (exopolimer) yang
terdiri dari polisakarida, faktor-faktor
fisikokimia seperti interaksi muatan
permukaan dan bakteri, ikatan ion,
ikatan Van Der Waals, pH dan
tegangan permukaan serta
pengkondisian permukaan. Dengan
kata lain terbentuknya biofilm adalah
karena adanya daya tarik antara
kedua permukaan (psikokimia) dan
adanya alat yang menjembatani
pelekatan (matrik eksopolisakarida)
dll.
Biofilm terdiri dari sel-sel
mikroorganisme yang melekat erat
ke suatu permukaan sehingga berada
dalam keadaan diam (sesil),
Pelekatan ini seperti pada bakteri
disertai oleh penumpukan bahan-
bahan organik yang diselubungi oleh
matrik polimer ekstraseluller yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut.
Matrik ini berfungsi sebagai perekat
bagi biofilm.
Biofilm akan terbentuk dengan
cepat dalam sistim yang mengalir
dimana suplai nutrisi tersedia secara
teratur bagi bakteri. Pertumbuhan
bakteri secara ekstensif disertai oleh
sejumlah besar polimer ekstraseluller,
menyebabkan pembentukan lapisan
berlendir (biofilm)
Peranan eps bagi biofilm
adalah menyediakan makanan bagi
biofilm, terlibat dalam mekanisme
pertahanan inang, dan membantu
dalam agregasi dan pelekatan
permukaan, untuk bertahan pada
kondisi dimana sel planktonik sudah
tidak mampu bertahan hidup.
Llokomosi (pergerakan), pertahanan
terhadap toksin.Eps mengandung
materi yang utama yaitu polisakarida,
asamamino, protein, lemak.
Struktur amilum:��(C6H10O5.H2O)n
Pada air oligotropik bakteri
tumbuh seara aktif walaupun lambat,
sedangkan banyak diantaranya tidak
dapat mengambil makanan yang
cukup untuk mendukung
pertumbuhan lalu hanya survive pada
keadaan lapar. Keadaan suvive-lapar
ini memberikan beberapa kesimpulan
adanya kemampuan bakteri untuk
bertahan (revert) dalam keadaan
diam (sesil). Seringkali kelaparan
disertai oleh mengecilnya ukuran dan
respirasi endogenous, peningkatan
hidrofobisitas permukaan sel dan
meningkatkan pelekatan. Faktor ini
membuat bakteri cendrung melekat
ke permukaan padat, dimana
kesempatan untuk mendapatkan
nutrisi lebih tinggi.
Kesalahan yang terjadi pada
jumlah total konsentrasi karbohidrat
extra polymeric substances (EPS)
dapat disebabkan oleh beberapa hal,
antara lain kesalahan perhitungan
dan kesalahan pada perlakuan.
Kesalahan perhitungan, khususnya
terjadi pada saat perhitungan
menggunakan rumus. Sedangkan
untuk perlakuan diperkirakan terjadi
saat pembuatan larutan standar
glukosa dan perlakuan dalam proses
absorbansi.
KESIMPULAN
Pada percobaan Penentuan
Kandungan Total Karbohidrat extra
polymeric substances (EPS) Mikrobia
dalam Sedimen Intertidal dengan
tujuan untuk mengetahui jumlah total
karbohidrat extra polymeric substances
(EPS) mikrobia yang terdapat dalam
sedimen intertidal dapat disimpulkan
bahwa kandungan total karbohidrat
extra polymeric substances (EPS) dari
nilai absorbansi sedimen sungai
industri kali delta = 59,4 . 107 mg/L.
Konsentrasi karbohidrat extra
polymeric substances (EPS) pada laut
industri dengan lokasi pada laut di
wilayah jembatan Suramadu adalah
sebesar 7,46 . 107 mg/L. Sedangkan
pada sungai industri dengan lokasi
daerah sungai Industri kali rungkut
adalah sebesar 11,5. 107 mg/L.
Kandungan total karbohidrat
extra polymeric substances (EPS)
tertinggi ada pada sedimen kawasan
industri di daerah sungai delta.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulgani, N.D. Saptarini dan D.
Krisnawati. 1997. Analisis
Keaneka- ragaman Biota
Penempel Penyebab Biofouling di
Perairan Pantai Ujung Surabaya.
Jurusan Kimia FMIPA ITS:
Surabaya
Anil A.et al. Dynamics Mecanism and
Control of Biofouling and
Corossion in Marine Water, J
Biofouling 120: 23-25
Anonimous.1999. Biofouling and
Biocorossion. Zeta Corporation :
USA
Azis et al. 2001. Biofouling Potential
and Enviromental factor of
Seawater at a desalination plant
intake, J desalination. 135 : 69-82
Bharta et al. 1998. Microbial Ecology
Fundamental and Application 4th
edition. Addyson Wesley Longman
: USA
Benson, H.J. 1998. Microbiological
Application: laboratory Manual in
general Microbiology 7th edition.
Mc Graw Hill: USA
Bhaskar. P.V. 2005. Microbial
Extracellular polymeric
Substances in marine
Biogeochemical process. J Current
Science 88.I : 45-53
Davey , ME. 2000. Microbial Biofilm
from ecology to Molecular
Genetics.J microbial and
Molecular Biologi Rev 64 (4):
847-867
Helianti.2007. Biofilm untuk
Satabilisasi Bangunan agar
Tahan Gempa. BPPT : Jogjakarta
Master, M.G.1991.Introduction to Enviromental Engineering & Science. Prentice Hall Int. Ed. Englewood Cliffs, N.J. Hal 117 & 134-141