Upload
tio-saputro
View
23
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
etika
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Etika berasal dari bahasa Yunani bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari
bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika. Aristoteles
juga memberikan istilah Etika yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi
Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan
kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah
laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang
mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan (Aristoteles dalam Prof.
Drs.H.A.Widjaja, Etika Pemerintahan, Edisi kedua, Bumi Aksara, Jakarta, 1997)
Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika
atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari
moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Menurut Drs.Haryanto, MA. Bahwa Etika merupakan instrumen dalam
masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi
dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika merupakan norma dan
aturan yang turut mengatur perulaku seseorang dalam bertindak dan memainkan
perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat agar dapat
dikatakan tindakannya bermoral.( Drs. Haryanto, MA, Kuliah Birokrasi Indonesia,
Politik Lokal Otonomi Daerah Program Pasca Sarjana UGM,Yogyakarta,2002.)
Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas
jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari
penilaian masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan
landasan normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
1
dan landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam
Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.
Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam
masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau
budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai
yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang
nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri.
Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan
dengan Etika Aparatur Pemerintahan yang telah diformalkan lewat PP No. 42
Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Walaupun etika birokrasi tersebut telah diformalkan, tetapi pada tataran
pelaksanaan Etika Birokrasi tersebut didalam penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sangsi
yang menyertainya. Karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik atau
hukuman tetapi berupa sangsi sosial dalam masyarakt, seperti dikucilkan, dihujat
dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan masyarakat tersebut, sementara
bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan (budaya
Patron yang melekat). Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan
dewasa ini membuat para aparat birokrasi mudah tergelincir atau terjerumus
kedadalam perilaku yang menyimpang belum lagi karenan tuntutan atau kebutuhan
hidupnya sendiri. Salah satu contoh kasus pelanggaran etika oleh aparat birokrasi
yang sangat memprihatinkan adalah kasus kawin siri Bupati Garut yang hanya
bertahan empat hari dan diakhiri talak cerai melalui sms dengan alasan yang
terkesan melecehkan perempuan.
Sekitar bulan Desember 2012, rakyat Indonesia dikejutkan dengan berita
tentang pernikahan sirih bupati Garut, Aceng HM Fikri (Aceng) dengan Fany
Oktora (yang masih berusia 18 tahun) yang hanya berjalan 4 hari. Perilaku Bupati
Garut ini memancing hujatan, makian, sumpah serapah , protes dan penghakiman
publik bahkan sampai Presiden pun berkomentar negatif terhadap kasus ini. Oleh
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
2
karena itu untuk melihat permasalahan ini secara lebih mendalam, dalam tugas ini
saya akan membuat suatu kajian tentang kasus pernikahan siri Aceng Fikri dilihat
dari sudut pandang Kode Etik Aparatur Pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana kasus Pernikahan Siri Aceng Fikri dilihat dari Sudut Pandang Kode
Etik Aparatur Pemerintahan?
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di
dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Dalam pelaksanaan
tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS wajib bersikap dan
berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan,
dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama
PNS sebagaimana yang diatur dalam PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Etika dalam bernegara meliputi:
a. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
c. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
melaksanakan tugas;
e. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa;
f. Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan
setiap kebijakan dan program Pemerintah;
g. Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien
dan efektif;
h. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
4
Etika dalam berorganisasi adalah:
a. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
b. Menjaga informasi yang bersifat rahasia;
c. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang;
d. Membangun etos kerja untnk meningkatkan kinerja organisasi;
e. Menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait
dalam rangka pencapaian tujuan;
f. Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
g. Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
h. Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka
peningkatan kinerja organisasi;
i. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
Etika dalam bermasyarakat meliputi:
a. Mewujudkan pola hidup sederhana;
b. Memberikan pelayanan dengan empati hormat dan santun tanpa pamrih dan
tanpa unsur pemaksaan;
c. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak
diskriminatif;
d. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
e. Berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam
melaksanakan tugas.
Etika terhadap diri sendiri meliputi:
a. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar;
b. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
c. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
d. Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, dan sikap;
e. Memiliki daya juang yang tinggi;
f. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
5
g. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
h. Berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Etika terhadap sesama PNS meliputi:
a. Saling menghormati sesama warga negara yang memeluk
agama/kepercayaan yang berlainan;
b. Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama PNS;
c. Saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertikal maupun
horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;
d. Menghargai perbedaan pendapat;
e. Menjunjung tinggi harkat dan martabat PNS;
f. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama PNS;
g. Berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang
menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua PNS dalam
memperjuangkan hak-haknya.
B. Kronologi Kasus Pernikahan Siri Aceng Fikri
Pernikahan tersebut berlangsung pada 14 Juli 2012 tepat pukul 19.30 WIB,
akad nikah yang digelar di rumah pribadi Aceng di wilayah Copong, dimulai. Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Limbangan, K.H. Abdurrozaq, S.Ag. yang
menikahkan kedua mempelai secara siri alias tidak mencatatkan ikatan itu ke
Kantor Urusan Agama (KUA). K.H. Sa’idin Gufron dan A. Jahidin menjadi saksi
nikah siri itu. Keluarga Fany mulai dari ayahnya, Saefuddin, ibunya, kakaknya, Ari
Saputra, juga keluarga bupati Aceng, baik ayahnya, Kholil Munawar menyaksikan
pernikahan yang digelar sederhana itu.
Namun, empat hari kemudian, tepatnya 17 Juli 2012, Aceng menceraikan
Fani Oktora. Lewat pesat singkat, Aceng menjatuhkan talak pada Fany. Saat itu
Aceng sedang berada di Jakarta, sementara Fany tinggal di rumah seorang diri.
“Beliau bilang ke saya, ‘sudah tidak punya rasa, dan tidak bisa melanjutkan
hubungan ini. Makanya saya talak kamu’” Itulah isi SMS perceraian yang diingat
Fany.
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
6
Bingung dan merasa tersakiti, Fany akhirnya menghubungi Heri Ahmad
Jawani. Heri adalah Ketua Ponpes Al-Fadlilah II, yang masih terhitung kerabat
Fany. Heri pula yang menyampaikan ke keluarga saat bupati melayangkan
pinangan terhadap Fany sebelumnya. Sialnya, Heri yang datang bersama Ayi
Rohimat (paman Fany), dan Bobby, tidak bisa masuk rumah. Sebab Fany dikunci di
dalam rumah mewah milik bupati. Ketiganya pun dilarang masuk oleh keluarga
besar bupati. Baru tengah malam ketiga kerabat Fany bisa masuk ke rumah itu dan
membawa pulang Fany tepat tengah malam. Setelah berada di rumah, Fany terus
berupaya mencari jawaban dari sang suami namun semuanya nihil. Belakangan
kepada keluarga sang bupati menjelaskan alasannya penjelasan itu pun dianggap
aneh sebab selain tidak masuk akal keterangannya juga berubah-ubah.
Fany akhirnya mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (PPTPPA). Di lembaga itu Fany menceritakan kronologi
perkenalan, pernikahan, hingga diceraikan, kepada Ketua Tim Advokasi PPTPPA.
Fany memang benar-benar tertekan karena setelah perceraian itu, Aceng
mengirimkan SMS yang sangat kejam. “Hai perempuan jahat, aq minta sgla
pemberian aq dikembalikan.” Demikian antara lain bunyi SMS itu. Tidak sampai di
situ, SMS juga disertai kata-kata kasar yang menyebut Fany dengan binatang.
Aceng tidak membantah mengirim SMS kasar itu. Ia emosi setelah foto-foto
pernikahan mereka tersebar di media sosial. Aceng menduga pihak Fany yang
menyebarkan foto tersebut.
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
7
Sumber: Majalah Detik Edisi 53, 3-9 Desember 2012
C. Analisis Kasus Pernikahan Siri Aceng Fikri dari sudut pandang Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil (PNS).
Pejabat negara pada dasarnya merupakan sosok yang seharusnya dapat
menjadi panutan bagi masyarakat, terlebih seorang bupati yang notabene adalah
pemimpin suatu daerah. Sikap perbuatan maupun itngkah laku seorang bupati
sudah barang tentu akan menjadi sorotan bagi publik. Bupati adalah pemimpin
suatu wilayah kabupaten yang memiliki tanggung-jawab moral akan perbuatannya,
sehingga setiap perbuatan maupun kebiasaannya akan menjadi perhatian dari
masyarakat, dan setiap kontroversi yang dilakukan oleh pemimpin daerah sudah
pasti tidak akan luput dari sorotan publik.
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
8
Kesalahan mendasar Aceng adalah status perkawinannya dengan gadis yang
masih belia (Fany Oktora berusaia 18 tahun) tidak pernah dicatatkan ke lembaga
resmi pernikahan dan yang paling membuat etika moral Aceng Fikri menjadi minus
adalah prosedur perceraian dari perkawinan yang hanya berusia empat hari tersebut
juga tidak melalui lembaga resmi melainkan hanya melalui pesan singkat pribadi.
Mendagri Gamawan Fauzi menilai tindakan Bupati Garut tersebut lebih
merupakan pelanggaran etika. Pertama, dia nikah tanpa pencatatan. Kedua, dia
menceraikan begitu saja. Seorang pemimpin semestinya jadi contoh. Beliau adalah
figur, orang nomor satu, pemimpin Garut, harus patuh dan taat undang-undang.
Gamawan menambahkan, dalam sumpah janji kepala daerah, Aceng jelas memiliki
kewajiban taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan
setiap perkawinan harus dicatatkan. Berarti bagi yang tidak mencatatkan tidak taat
pada undang-undang.
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar yang juga menyesalkan nikah
kilat itu karena seorang pemimpin seharusnya memberikan keteladanan.
Perkawinan siri, secara agama memang diakui. Namun sebagai bagian dari negara
harus menggunakan kewajiban dari negara, yakni setiap perkawinan harus
didaftarkan.
Dari sisi etika administrasi negara, pernyataan Gamawan Fauzi dan Linda
Gumelar telah dengan gamblang menjelaskan etika apa yang telah dilanggar Bupati
Garut. Peraturan Pemerintah No. 42 Th. 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps
dan Kode Etik PNS secara detail menyebutkan etika profesi, organisasi, sosial dan
personal PNS maupun birokrat. Dalam etika profesi antara lain disebutkan
kewajiban untuk menjunjung penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak
diskriminatif dan bermoral tinggi. Sedangkan etika personal mewajibkan aparatur
negara untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga serta berpenampilan
sederhana, rapih, dan sopan.
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
9
Dinilai dari kode etik aparat publik, perilaku dan ucapan Bupati Garut jelas
tidak mencerminkan seorang pejabat publik yang bermoral tinggi , menghargai
martabat atau hak manusia (khususnya perempuan) , sederhana, sopan, dan mampu
menjaga keutuhan keluarga. Perselingkuhan atau menikah siri atau tidak tercatat
secara hukum negara, bagi masyarakat umum yang bukan aparat negara adalah
merupakan privasi atau urusan pribadi atau keluarga, yang publik tidak berhak
untuk menghakimi. Namun, kalau ini dilakukan oleh pejabat publik urusannya tidak
lagi ranah privat tapi menjadi ranah publik.
Sebenarnya memang tidak akan menjadi persoalan apabila Aceng Fikri atau
siapapun pejabat tinggi atau pemimpin di negeri ini mempunyai lebih dari satu istri
atau menikah berkali-kali, asalkan prosedur pernikahan dan percerainya ditempuh
sesuai dengan tata cara yang resmi dan adil, adil untuk semua pihak tentunya, adil
dalam makna tidak merugikan pihak manapun termasuk istri resmi pejabat tinggi
yang bersangkutan. Persoalannya di sini adalah rasa keadilan, rasa keadilan yang
dibarengi etika dan moral pemimpin yang patut dan pantas, seorang pemimpin
haruslah bersikap adil dalam ruang lingkup terkecil seperti perkawinan sampai
dengan ruang lingkup yang besar dalam mengurus dan mensejahterakan rakyatnya.
Perlu diingat juga bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia belum atau
bahkan sulit untuk menerima praktek poligami apalagi melalui pernikahan siri.
Singkatnya masyarakat Indonesia masih monogami-oriented sehingga memiliki
rasa keadaban yang sulit untuk menerima praktek atau perilaku semacam ini. Apa
pun alasannya, masyarakat cenderung memvonis orang yang menikah lagi sebagai
orang yang tidak setia dan tega menyakiti istri pertamanya yang sah. Orang tidak
mau tahu apapun faktor pendorong pernikahan poligami. Orang kebanyakan yang
berpoligami saja dihujat habis-habisan, apalagi kalau itu dilakukan oleh pejabat
negara atau tokoh masyarakat.
Selain itu, Aceng merupakan fenomena pejabat publik yang menggunakan
kekuasaannya untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan, misalnya yaitu
menikahi perempuan dibawah umur, dan juga ada kesan lembaga perkawinan
dilecehkan dan dibuat semacam permainan. Menikah siri, merasa tidak cocok dan
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
10
hanya empat hari kemudian diceraikan hanya lewat sms. Sudah begitu, si pejabat
merasa tidak bersalah dan dengan jumawa menyombongkan kegantengan, jabatan
dan kekayaan yang dimilikinya. Itu semua disampaikan dan terekspos dengan jelas
di media massa. Patut menjadi perhatian publik, jika pimpinan daerah semacam
Aceng ini terus berkuasa, dengan tidak mengindahkan etika sebagai pejabat publik,
yang seharusnya memberikan contoh bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Pemimpin daerah harus mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan.
Hal ini harus tercermin dari perilaku sehari-hari dan juga muncul dalam kebijakan
publik yang ditentukan. Aceng jelas telah melanggar UU Nomor 32 tahun 2004
pasal 27 f: “setiap kepala daerah wajib memelihara etika dalam penyelenggaraan
pemerintahan”. Sehingga ia patut diberhentikan sesuai dengan Pasal 29 b UU No.
32 tahun 2004 “sebab-sebab berhenti kepala daerah karena tidak melaksanakan
kewajibannya, yaitu memelihara etika.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
11
Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di
dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik tersebut
sudah dijelaskan dalam PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dimana didalamnya sudah diatur secara detail
mengenai etika profesi, organisasi, sosial dan personal PNS maupun birokrat.
Dalam kasus Bupati Aceng Fikri, dia terbukti melakukan hal yang
melanggar kode etiknya sebagai pemimpin atau pejabat Negara. Aceng Fikri telah
melanggar kode etik pejabat negara dengan tidak patuh pada Undang-Undang (UU)
Nomor 1 Tahun 74 tentang Pernikahan tepatnya terutama pasal 2 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa “setiap perkawinan harus dicatatkan secara sah di Catatan
Sipil. Dan yang membuatnya lebih buruk lagi adalah prosedur perceraian dari
perkawinan yang hanya berusia empat hari tersebut juga tidak melalui lembaga
resmi melainkan hanya melalui pesan singkat pribadi.
Selain itu dinilai dari kode etik aparat publik, perilaku dan ucapan Bupati
Garut jelas tidak mencerminkan seorang pejabat publik yang bermoral tinggi ,
menghargai martabat atau hak manusia (khususnya perempuan) , sederhana, sopan,
dan mampu menjaga keutuhan keluarga.
B. Saran
1. Pemerintah harus lebih berhati hati atau bisa dikatakan lebih selektif dalam
menentukan calon pemimpin atau calon pejabat daerah. Pemerintah harus detail
melihat karakteristik seseorang mulai dari track record hingga moral yang
dimiliki tentu saja hal tersebut tidak akan mudah , akan tetapi hal itu merupakan
senjata terakhir agar kasus semacam ini tidak terulang lagi.
2. Perlu adanya suatu lembaga yang independen yang bertugas untuk mengawasi
kinerja serta tingkah laku dari pemimpin daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
12
Ata Ujan, Andre. Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat Politik John Rawls.
Yogyakarta: Kanisius, 2001.
BKD Kota Salatiga. Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik PNS. Diperoleh pada 7 Juni
2014, dari http://bkd.salatigakota.go.id/pembinaan-jiwa-korps-dan-kode-etik-
pns.html
Eko Huda , Denny Armandhanu, Syahrul Ansyari, Permadi. (2012). Bagaimana
Menyelesaikan Kasus "Nikah Kilat" Bupati Garut. Diperoleh pada 7 Juni 2014,
dari http://fokus.news.viva.co.id/news/read/372699-bagaimana-menyelesaikan-
kasus--nikah-kilat--bupati-garut.
Evi Tresnawati, Bahtiar Rifai, Deden Gunawan, Isfari Hikmat. (2012, 3 Desember).
Cinta Satu Malam Sang Bupati. Majalah Detik, hlm 34
Mahfud MD, Moh. “Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan bernegara Berdasarkan
Konstitusi”. Makalah Kuliah Program Pascasarjana UGM, 2012.
Parwiyanto, Herwan. (2014) Materi Kuliah Etika Administrasi: Kode Etik Aparatur Pemerintahan
Parwiyanto, Herwan. (2014) Materi Kuliah Etika Administrasi: Pengertian Etika Administrasi.
Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS
13