20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika berasal dari bahasa Yunani bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika. Aristoteles juga memberikan istilah Etika yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan (Aristoteles dalam Prof. Drs.H.A.Widjaja, Etika Pemerintahan, Edisi kedua, Bumi Aksara, Jakarta, 1997) Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri. Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS 1

etika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

etika

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etika berasal dari bahasa Yunani bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos

sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :

tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,

perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari

bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika. Aristoteles

juga memberikan istilah Etika yang meliputi dua pengertian yaitu etika meliputi

Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal dengan

kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir, tingkah

laku), Kemudian perkataan Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang

mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan (Aristoteles dalam Prof.

Drs.H.A.Widjaja, Etika Pemerintahan, Edisi kedua, Bumi Aksara, Jakarta, 1997)

Dengan demikian maka Moralitas mempunyai pengertian yang sama dengan Etika

atau sebaliknya, dimana kita berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari

moralitas aparat Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri.

Menurut Drs.Haryanto, MA. Bahwa Etika merupakan instrumen dalam

masyarakat untuk menuntun tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi

dengan baik dan dapat lebih bermoral. Ini berarti Etika merupakan norma dan

aturan yang turut mengatur perulaku seseorang dalam bertindak dan memainkan

perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam masyarakat agar dapat

dikatakan tindakannya bermoral.( Drs. Haryanto, MA, Kuliah Birokrasi Indonesia,

Politik Lokal Otonomi Daerah Program Pasca Sarjana UGM,Yogyakarta,2002.)

Dari beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas

jelaslah bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari

penilaian masyarakat setempat, jadi dapat dikatakan bahwa moral merupakan

landasan normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

1

dan landasan normative tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam

Organisasi Birokrasi disebut sebagai Etika Birokrasi.

Terbentuknya Etika Birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam

masyarakat yang bersangkutan, sesuai dengan aturan, norma, kebiasaan atau

budaya di tengah-tengah masyarakat dalam suatu komunitas tertentu. Nilai-nilai

yang ada dan berkembang di dalam masyarakat mewarnai sikap dan perilaku yang

nantinya dipandang etis atau tidak etis dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi

pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat birokrasi itu sendiri.

Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan

dengan Etika Aparatur Pemerintahan yang telah diformalkan lewat PP No. 42

Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Walaupun etika birokrasi tersebut telah diformalkan, tetapi pada tataran

pelaksanaan Etika Birokrasi tersebut didalam penyelenggaraan pemerintahan di

Indonesia sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sangsi

yang menyertainya. Karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik atau

hukuman tetapi berupa sangsi sosial dalam masyarakt, seperti dikucilkan, dihujat

dan yang paling keras disingkirkan dari lingkukgan masyarakat tersebut, sementara

bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan (budaya

Patron yang melekat). Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan

dewasa ini membuat para aparat birokrasi mudah tergelincir atau terjerumus

kedadalam perilaku yang menyimpang belum lagi karenan tuntutan atau kebutuhan

hidupnya sendiri. Salah satu contoh kasus pelanggaran etika oleh aparat birokrasi

yang sangat memprihatinkan adalah kasus kawin siri Bupati Garut yang hanya

bertahan empat hari dan diakhiri talak cerai melalui sms dengan alasan yang

terkesan melecehkan perempuan. 

Sekitar bulan Desember 2012, rakyat Indonesia dikejutkan dengan berita

tentang pernikahan sirih bupati Garut, Aceng HM Fikri (Aceng) dengan Fany

Oktora (yang masih berusia 18 tahun) yang hanya berjalan 4 hari.  Perilaku Bupati

Garut ini memancing hujatan, makian, sumpah serapah , protes dan penghakiman

publik  bahkan sampai Presiden pun berkomentar negatif terhadap kasus ini. Oleh

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

2

karena itu untuk melihat permasalahan ini secara lebih mendalam, dalam tugas ini

saya akan membuat suatu kajian tentang kasus pernikahan siri Aceng Fikri dilihat

dari sudut pandang Kode Etik Aparatur Pemerintah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana kasus Pernikahan Siri Aceng Fikri dilihat dari Sudut Pandang Kode

Etik Aparatur Pemerintahan?

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di

dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Dalam pelaksanaan

tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS wajib bersikap dan

berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan,

dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama

PNS sebagaimana yang diatur dalam PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan

Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Etika dalam bernegara meliputi:

a. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;

c. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

d. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

melaksanakan tugas;

e. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang

bersih dan berwibawa;

f. Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan

setiap kebijakan dan program Pemerintah;

g. Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien

dan efektif;

h. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

4

Etika dalam berorganisasi adalah:

a. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;

b. Menjaga informasi yang bersifat rahasia;

c. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang;

d. Membangun etos kerja untnk meningkatkan kinerja organisasi;

e. Menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait

dalam rangka pencapaian tujuan;

f. Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;

g. Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;

h. Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka

peningkatan kinerja organisasi;

i. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.

Etika dalam bermasyarakat meliputi:

a. Mewujudkan pola hidup sederhana;

b. Memberikan pelayanan dengan empati hormat dan santun tanpa pamrih dan

tanpa unsur pemaksaan;

c. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak

diskriminatif;

d. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;

e. Berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

melaksanakan tugas.

Etika terhadap diri sendiri meliputi:

a. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar;

b. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;

c. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;

d. Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan,

keterampilan, dan sikap;

e. Memiliki daya juang yang tinggi;

f. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani;

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

5

g. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;

h. Berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.

Etika terhadap sesama PNS meliputi:

a. Saling menghormati sesama warga negara yang memeluk

agama/kepercayaan yang berlainan;

b. Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama PNS;

c. Saling menghormati antara teman sejawat, baik secara vertikal maupun

horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;

d. Menghargai perbedaan pendapat;

e. Menjunjung tinggi harkat dan martabat PNS;

f. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama PNS;

g. Berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang

menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua PNS dalam

memperjuangkan hak-haknya.

B. Kronologi Kasus Pernikahan Siri Aceng Fikri

Pernikahan tersebut berlangsung pada 14 Juli 2012 tepat pukul 19.30 WIB,

akad nikah yang digelar di rumah pribadi Aceng di wilayah Copong, dimulai. Ketua

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Limbangan, K.H. Abdurrozaq, S.Ag. yang

menikahkan kedua mempelai secara siri alias tidak mencatatkan ikatan itu ke

Kantor Urusan Agama (KUA). K.H. Sa’idin Gufron dan A. Jahidin menjadi saksi

nikah siri itu. Keluarga Fany mulai dari ayahnya, Saefuddin, ibunya, kakaknya, Ari

Saputra, juga keluarga bupati Aceng, baik ayahnya, Kholil Munawar menyaksikan

pernikahan yang digelar sederhana itu.

Namun, empat hari kemudian, tepatnya 17 Juli 2012, Aceng menceraikan

Fani Oktora. Lewat pesat singkat, Aceng menjatuhkan talak pada Fany. Saat itu

Aceng sedang berada di Jakarta, sementara Fany tinggal di rumah seorang diri.

“Beliau bilang ke saya, ‘sudah tidak punya rasa, dan tidak bisa melanjutkan

hubungan ini. Makanya saya talak kamu’” Itulah isi SMS perceraian yang diingat

Fany.

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

6

Bingung dan merasa tersakiti, Fany akhirnya menghubungi Heri Ahmad

Jawani. Heri adalah Ketua Ponpes Al-Fadlilah II, yang masih terhitung kerabat

Fany. Heri pula yang menyampaikan ke keluarga saat bupati melayangkan

pinangan terhadap Fany sebelumnya. Sialnya, Heri yang datang bersama Ayi

Rohimat (paman Fany), dan Bobby, tidak bisa masuk rumah. Sebab Fany dikunci di

dalam rumah mewah milik bupati. Ketiganya pun dilarang masuk oleh keluarga

besar bupati. Baru tengah malam ketiga kerabat Fany bisa masuk ke rumah itu dan

membawa pulang Fany tepat tengah malam. Setelah berada di rumah, Fany terus

berupaya mencari jawaban dari sang suami namun semuanya nihil. Belakangan

kepada keluarga sang bupati menjelaskan alasannya penjelasan itu pun dianggap

aneh sebab selain tidak masuk akal keterangannya juga berubah-ubah.

Fany akhirnya mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (PPTPPA). Di lembaga itu Fany menceritakan kronologi

perkenalan, pernikahan, hingga diceraikan, kepada Ketua Tim Advokasi PPTPPA.

Fany memang benar-benar tertekan karena setelah perceraian itu, Aceng

mengirimkan SMS yang sangat kejam. “Hai perempuan jahat, aq minta sgla

pemberian aq dikembalikan.” Demikian antara lain bunyi SMS itu. Tidak sampai di

situ, SMS juga disertai kata-kata kasar yang menyebut Fany dengan binatang.

Aceng tidak membantah mengirim SMS kasar itu. Ia emosi setelah foto-foto

pernikahan mereka tersebar di media sosial. Aceng menduga pihak Fany yang

menyebarkan foto tersebut.

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

7

Sumber: Majalah Detik Edisi 53, 3-9 Desember 2012

C. Analisis Kasus Pernikahan Siri Aceng Fikri dari sudut pandang Kode Etik Pegawai

Negeri Sipil (PNS).

Pejabat negara pada dasarnya merupakan sosok yang seharusnya dapat

menjadi panutan bagi masyarakat, terlebih seorang bupati yang notabene adalah

pemimpin suatu daerah. Sikap perbuatan maupun itngkah laku seorang bupati

sudah barang tentu akan menjadi sorotan bagi publik. Bupati adalah pemimpin

suatu wilayah kabupaten yang memiliki tanggung-jawab moral akan perbuatannya,

sehingga setiap perbuatan maupun kebiasaannya akan menjadi perhatian dari

masyarakat, dan setiap kontroversi yang dilakukan oleh pemimpin daerah sudah

pasti tidak akan luput dari sorotan publik.

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

8

Kesalahan mendasar Aceng adalah status perkawinannya dengan gadis yang

masih belia (Fany Oktora berusaia 18 tahun) tidak pernah dicatatkan ke lembaga

resmi pernikahan dan yang paling membuat etika moral Aceng Fikri menjadi minus

adalah prosedur perceraian dari perkawinan yang hanya berusia empat hari tersebut

juga tidak melalui lembaga resmi melainkan hanya melalui pesan singkat pribadi.

Mendagri Gamawan Fauzi menilai tindakan Bupati Garut tersebut lebih

merupakan pelanggaran etika. Pertama, dia nikah tanpa pencatatan. Kedua, dia

menceraikan begitu saja. Seorang pemimpin semestinya jadi contoh. Beliau adalah

figur, orang nomor satu, pemimpin Garut, harus patuh dan taat undang-undang.

Gamawan menambahkan, dalam sumpah janji kepala daerah, Aceng jelas memiliki

kewajiban taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat 2 yang menyatakan

setiap perkawinan harus dicatatkan. Berarti bagi yang tidak mencatatkan tidak taat

pada undang-undang.

Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar yang juga menyesalkan nikah

kilat itu karena seorang pemimpin seharusnya memberikan keteladanan.

Perkawinan siri, secara agama memang diakui. Namun sebagai bagian dari negara

harus menggunakan kewajiban dari negara, yakni setiap perkawinan harus

didaftarkan.

Dari sisi etika administrasi negara, pernyataan Gamawan Fauzi dan Linda

Gumelar telah dengan gamblang menjelaskan etika apa yang telah dilanggar Bupati

Garut. Peraturan Pemerintah  No. 42 Th. 2004 Tentang  Pembinaan Jiwa Korps

dan Kode Etik PNS secara detail menyebutkan etika profesi, organisasi, sosial dan

personal PNS maupun birokrat. Dalam etika profesi antara lain disebutkan

kewajiban untuk menjunjung penghormatan terhadap hak asasi manusia, tidak

diskriminatif dan bermoral tinggi. Sedangkan etika personal mewajibkan aparatur

negara untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga serta berpenampilan

sederhana, rapih, dan sopan.

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

9

Dinilai dari kode etik aparat publik, perilaku dan ucapan Bupati Garut jelas

tidak mencerminkan seorang pejabat publik yang bermoral tinggi , menghargai

martabat atau hak manusia (khususnya perempuan) , sederhana, sopan, dan mampu

menjaga keutuhan keluarga. Perselingkuhan atau menikah siri atau tidak tercatat

secara hukum negara, bagi masyarakat umum yang bukan aparat negara adalah

merupakan privasi atau urusan pribadi atau keluarga, yang publik tidak berhak

untuk menghakimi. Namun, kalau ini dilakukan oleh pejabat publik urusannya tidak

lagi ranah privat tapi menjadi ranah publik.

Sebenarnya memang tidak akan menjadi persoalan apabila Aceng Fikri atau

siapapun pejabat tinggi atau pemimpin di negeri ini mempunyai lebih dari satu istri

atau menikah berkali-kali, asalkan prosedur pernikahan dan percerainya ditempuh

sesuai dengan tata cara yang resmi dan adil, adil untuk semua pihak tentunya, adil

dalam makna tidak merugikan pihak manapun termasuk istri resmi pejabat tinggi

yang bersangkutan. Persoalannya di sini adalah rasa keadilan, rasa keadilan yang

dibarengi etika dan moral pemimpin yang patut dan pantas, seorang pemimpin

haruslah bersikap adil dalam ruang lingkup terkecil seperti perkawinan sampai

dengan ruang lingkup yang besar dalam mengurus dan mensejahterakan rakyatnya.

Perlu diingat juga bahwa kebanyakan masyarakat Indonesia belum atau

bahkan sulit untuk menerima praktek poligami apalagi melalui pernikahan siri.

Singkatnya masyarakat Indonesia masih monogami-oriented sehingga memiliki

rasa keadaban yang sulit untuk menerima praktek atau perilaku semacam ini. Apa

pun alasannya, masyarakat cenderung memvonis orang yang menikah lagi sebagai

orang yang tidak setia dan tega menyakiti istri pertamanya yang sah. Orang tidak

mau tahu apapun faktor pendorong pernikahan poligami. Orang kebanyakan yang

berpoligami saja dihujat habis-habisan, apalagi kalau itu dilakukan oleh pejabat

negara atau tokoh masyarakat. 

Selain itu, Aceng merupakan fenomena pejabat publik yang menggunakan

kekuasaannya untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan, misalnya yaitu

menikahi perempuan dibawah umur, dan juga ada kesan lembaga perkawinan

dilecehkan dan dibuat semacam permainan. Menikah siri, merasa tidak cocok dan

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

10

hanya empat hari kemudian diceraikan hanya lewat sms.  Sudah begitu, si pejabat

merasa tidak bersalah dan dengan jumawa menyombongkan kegantengan, jabatan

dan kekayaan yang dimilikinya. Itu semua disampaikan dan terekspos dengan jelas

di media massa. Patut menjadi perhatian publik, jika pimpinan daerah semacam

Aceng ini terus berkuasa, dengan tidak mengindahkan etika sebagai pejabat publik,

yang seharusnya memberikan contoh bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Pemimpin daerah harus mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan.

Hal ini harus tercermin dari perilaku sehari-hari dan juga muncul dalam kebijakan

publik yang ditentukan. Aceng jelas telah melanggar  UU Nomor 32 tahun 2004

pasal 27 f: “setiap kepala daerah wajib memelihara etika dalam penyelenggaraan

pemerintahan”. Sehingga ia patut diberhentikan sesuai dengan Pasal 29 b UU No.

32 tahun 2004 “sebab-sebab berhenti kepala daerah karena tidak melaksanakan

kewajibannya, yaitu memelihara etika.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

11

Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di

dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Kode etik tersebut

sudah dijelaskan dalam PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dimana didalamnya sudah diatur secara detail

mengenai etika profesi, organisasi, sosial dan personal PNS maupun birokrat.

Dalam kasus Bupati Aceng Fikri, dia terbukti melakukan hal yang

melanggar kode etiknya sebagai pemimpin atau pejabat Negara. Aceng Fikri telah

melanggar kode etik pejabat negara dengan tidak patuh pada Undang-Undang (UU)

Nomor 1 Tahun 74 tentang Pernikahan tepatnya terutama pasal 2 ayat 2 yang

menyebutkan bahwa “setiap perkawinan harus dicatatkan secara sah di Catatan

Sipil. Dan yang membuatnya lebih buruk lagi adalah prosedur perceraian dari

perkawinan yang hanya berusia empat hari tersebut juga tidak melalui lembaga

resmi melainkan hanya melalui pesan singkat pribadi.

Selain itu dinilai dari kode etik aparat publik, perilaku dan ucapan Bupati

Garut jelas tidak mencerminkan seorang pejabat publik yang bermoral tinggi ,

menghargai martabat atau hak manusia (khususnya perempuan) , sederhana, sopan,

dan mampu menjaga keutuhan keluarga.

B. Saran

1. Pemerintah harus lebih berhati hati atau bisa dikatakan lebih selektif dalam

menentukan calon pemimpin atau calon pejabat daerah. Pemerintah harus detail

melihat karakteristik seseorang mulai dari track record hingga moral yang

dimiliki tentu saja hal tersebut tidak akan mudah , akan tetapi hal itu merupakan

senjata terakhir agar kasus semacam ini tidak terulang lagi.

2. Perlu adanya suatu lembaga yang independen yang bertugas untuk mengawasi

kinerja serta tingkah laku dari pemimpin daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

12

Ata Ujan, Andre. Keadilan Dan Demokrasi Telaah Filsafat Politik John Rawls.

Yogyakarta: Kanisius, 2001.

BKD Kota Salatiga. Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik PNS. Diperoleh pada 7 Juni

2014, dari http://bkd.salatigakota.go.id/pembinaan-jiwa-korps-dan-kode-etik-

pns.html

Eko Huda , Denny Armandhanu, Syahrul Ansyari, Permadi. (2012). Bagaimana

Menyelesaikan Kasus "Nikah Kilat" Bupati Garut. Diperoleh pada 7 Juni 2014,

dari http://fokus.news.viva.co.id/news/read/372699-bagaimana-menyelesaikan-

kasus--nikah-kilat--bupati-garut.

Evi Tresnawati, Bahtiar Rifai, Deden Gunawan, Isfari Hikmat. (2012, 3 Desember).

Cinta Satu Malam Sang Bupati. Majalah Detik, hlm 34

Mahfud MD, Moh. “Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan bernegara Berdasarkan

Konstitusi”. Makalah Kuliah Program Pascasarjana UGM, 2012.

Parwiyanto, Herwan. (2014) Materi Kuliah Etika Administrasi: Kode Etik Aparatur Pemerintahan

Parwiyanto, Herwan. (2014) Materi Kuliah Etika Administrasi: Pengertian Etika Administrasi.

Makalah Kasus Nikah Siri Bupati Aceng Dilihat Dari Sudut Pandang Kode Etik PNS

13