Etika Berpakaian Dalam Shalat

Embed Size (px)

Citation preview

ETIKA BERPAKAIAN DALAM SHALAT (SAHKAH SHALAT LELAKI YANG HANYA MEMAKAI KAOS SINGLET SAJA?)APAKAH SAH SHALAT LELAKI YANG HANYA MEMAKAI KAOS SINGLET SAJA? TANYA: Apakah sah shalat dengan memakai kaos singlet (dalam) saja? Apa batasan aurat laki-laki di dalam shalat? JAWAB: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoha terlimpah kepada Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.

Para ulama sepakat (kecuali segelintir orang saja) bahwa menutup aurat adalah syarat sahnya shalat menurut kemampuan. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil berikut ini: 1. Firman Allah Taala:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid. (QS. Al-Araf: 31)

Maksudnya: Tutuplah aurat kalian ketika hendak melaksanakan shalat. Karena mereka (kaum jahiliyah) melaksanakan thawaf di Baitullah dengan telanjang lalu turunlah ayat ini, sebagaimana yang tertera dalam Shahih Muslim.

2. Hadits Salamah bin Al-Akwa yang bertanya kepada Nabi SAW:

Wahai Rasulullah, ketika kami sedang berburu, apakah salah seorang kami dibolehkan shalat dengan satu kain? Beliau menjawab, Boleh, dan bersarunglah dengannya, walau ia hanya bisa mejahitnya dengan duri. (HR. Abu Daud dan AnNasai. Dihasankan oleh An-Nawawi dalam Majmunya dan Al-Albani dalam AlMisykah no. 760)

3. Hadits Jabir yang mengisahkan shalatnya di samping Nabi SAW yang sambil berselimut sepotong kain. Beliau bersabda:

Apabila kainmu lebar, maka berselimutlah dengannya. Dan jika sempit, maka bersarunglah dengannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Berarti tidak sah shalat dengan memakai sesuatu yang lebih sempit dari kain dan dijadikan sarung (menutup bagian bawah tubuh). Ini menunjukkan bahwa wajib menutup aurat dalam shalat. Sebaliknya, membuka aurat dilarang yang menyebabkan batalnya shalat. Dengan demikian, menurut mayoritas ulama, dalam hadits ini terkandung makna syarat sahnya shalat, yaitu menutup aurat.

4. Ibnu Abdil Barr rahimahullah menyebutkan adanya ijma tentang tidak sahnya orang shalat tanpa busana, padahal ia mampu menutup auratnya. Demikian pula Ibnu Taimiyah rahimahullah menukilnya.

5. Menutup aurat ketika berdiri shalat di hadapan Allah SWT adalah sebagai bentuk pengagungan terhadap-Nya. (Lihat: Al-Badai: 1/116, Ad-Dasuqi: 1/211, Mughni Al-Muhtaj: 1/184, dan Kasyaf Al-Qana: 1/263)

AURAT SHALAT LAKI-LAKI Yang perlu diketahui bahwa pembahasan aurat dalam shalat berbeda dengan aurat yang tidak boleh dilihat orang. Sedangkan istilah menutup aurat yang ditetapkan Fuqaha sebagai syarat sahnya shalat tidak berasal dari lisan Rasulullah SAW. Al-Quran dan Sunnah juga tidak menyebutkan bahwa apa yang ditutup oleh orang yang sedang shalat adalah aurat. Allah SWT hanya menyebutkan:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. (QS. Al-Araf: 31)

Aurat yang tidak boleh dilihat adalah kaitannya dengan syahwat. Sementara perintah mengenakan pakaian dalam shalat adalah berkaitan dengan hak Allah SAW yang harus dipenuhi. Maka siapapun tidak boleh mengerjakan thawaf di Kabah dan shalat tanpa menutup aurat, walaupun ia sendirian. Dari sini dapat disimpulkan, mengenakan pakaian dalam shalat bukan karena untuk menutup aurat dari pandangan manusia. Sebab keduanya memiliki jenis hukum yang berbeda. Karena itu, ketika shalat terkadang seseorang harus menutup anggota badannya yang boleh ditampakkan di luar shalat seperti kepada istri atau anaknya. Dan terkadang ada anggota badan yang boleh ditampakkan ketika shalat, namun tidak boleh ditampakkan di luar shalat. Contohnya seperti pendapat mereka yang mewajibkan menutup wajah dan telapak tangan bagi wanita dari pandangan laki-laki asing, namun tidak wajib menutupnya dalam shalat.

Menurut jumhur ulama bahwa aurat seorang laki-laki di dalam shalat adalah antara pusar dan lutut. Sedangkan mazhab Zahiriyah berpendapat, aurat laki-laki dalam shalat hanya qubul dan dubur saja. Namun pendapat Zahiriyah ini adalah pendapat yang tidak kuat.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

Dan adapun shalatnya seorang laki-laki dengan membuka paha padahal ia mampu menutupnya dengan kain, maka ini tidak boleh. Dan tidak seyogyanya ada khilaf dalam hal itu.

Pendapat Jumhur didukung oleh beberapa hadits, antara lain sabda Nabi SAW: Antara pusar dan lutut adalah aurat. (HR. Abu Daud dan dihasankan Syeikh Al-Albani dalam AlIrwa: 1/226)

Juga hadits Jurhud, bahwa saat Nabi SAW melewatinya dan kain yang menutupi pahanya tersingkap. Kemudian beliau bersabda:

Tutupilah ia (pahamu), sesungguhnya ia adalah aurat. (HR. Malik, Ahmad, Hakim, Abu Daud dan Tirmidzi serta Bukhari dalam Shahihnya).

Hadits ini memiliki penguat dari hadits-hadits lain, seperti hadits Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya:

Jangan engkau singkap pahamu dan jangan pula melihat paha orang yang masih hidup atau yang sudah mati. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Hakim. Walaupun hadits ini dhaif, namun layak sebagai penguat dari hadits Jurhud di atas).

Dari Muhammad bin Jahsy, ia berkata: Rasulullah SAW melewati Mamar sementara kedua pahanya tersingkap. Beliau bersabda:

Wahai Mamar tutuplah kedua pahamu karena paha itu adalah aurat. (HR. Ahmad, Hakim, dan lainnya. Imam Ath-Thahawi menyatakannya sebagai hadits shahih)

Namun, hadits-hadits di atas menerangkan aurat dari pandangan manusia. Sementara aurat dalam shalat terdapat beberapa hadits yang menjelaskannya: 1. Diriwayatkan dari Buraidah, ia mengatakan:

Rasulullah SAW melarang seseorang shalat dengan selimut tanpa menyelempangkannya di atas pundak dan melarang shalat hanya memakai celana tanpa mengenakan selendang (kain yang menutupi pundaknya). Hadits ini menunjukkan wajibnya menutup badan bagian atas saat mengerjakan shalat.

2. Rasulullah SAW pernah melarang seseorang shalat dengan hanya mengenakan sehelai kain yang tidak menutupi pundaknya sedikitpun.

Dari hadits yang dijadikan sandaran Jumhur dan ditambah kedua hadits di atas menunjukkan, seorang laki-laki diperintahkan menutup aurat dalam shalatnya yang meliputi: paha dan lainnya hingga pundak. Walaupun ia shalat sendirian di dalam rumah dan tidak ada seorang pun yang melihatnya, ia tetap wajib menutup auratnya.

Kesimpulan Seorang laki-laki diperintahkan untuk menutup kedua pundaknya hingga kedua lututnya dalam shalat. Kecuali jika ia tidak memiliki pakaian kecuali sehelai kain yang sempit, maka ia bersarung dengan memakai kain tersebut yang menutup antara lutut dan pusarnya; dan membiarkan bagian atasnya terbuka sebagaimana dalam hadits Jabir yang terdapat dalam Shahihain.

Shalat dengan hanya memakai kaos dalam (singlet) maka sudah memenuhi syarat menutup aurat (memakai pakaian) dalam shalat. Sehingga tidak perlu diingkari berlebih dan tidak boleh divonis tidak sah. Namun, selayaknya orang yang shalat merasa menghadap Allah, Tuhan pencipta langit dan bumi yang telah menciptakan dirinya dan memberikan rizki kepadanya. Karena itu ia hendaknya memakai pakaian yang pantas dan layak.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam menafsirkan QS. Al-Araf: 31 berkata: Berdasarkan ayat ini dan juga pengertian (yang menunjukkan) hal itu di dalam sunnah, bahwa dianjurkan untuk berhias diri ketika hendak melaksanakan shalat, lebih-lebih pada waktu shalat Jumat dan hari raya. Serta disunnahkan memakai wewangian karena dia termasuk (perhiasan), siwak (juga termasuk) karena termasuk sebagai penyempurna. Dan di antara pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih.

Wallahu alam.

ETIKA BERPAKAIAN DALAM SHALAT

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah

yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS. Al-ARaaf: 26) Perintah Allah SWT untuk menutup aurat sudah jelas harus dilaksanakan oleh setiap muslim dan muslimah baik itu dalam keseharianya, apalagi untuk beribadah shalat yang intinya adalah untuk berdialog dan berhadapan langsung dengan Allah, sudah seharusnya kita berpakaian yang baik dan sopan sesuai etika agama

Rasulullah SAW bersabda:

Jagalah auratmu kecuali terhadap isterimu atau budak wanita yang kamu miliki. Aku bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana kalau dia sedang sendirian?" Nabi SAW menjawab: "Allah lebih berhak (patut) kamu malui." (HR. Bukhari)

Namun ternyata masih banyak orang yang melaksanakan shalat dengan berpakaian asalasalan apa adanya tanpa memikirkan etika. Shalat hanya dengan memakai kaos oblong, pakaian yang bergambar dan tulisan yang mana tanpa sadar dapat mengganggu konsentrasi jamaah yang ada di belakangnya.

Secara logika bila kita ingin menghadap seorang pejabat, atau orang yang terhormat, maka kita akan berpakaian bersih, sopan dan mungkin pilih yang paling bagus dan terbaik.

Shalat akan menghadap Allah SWT, penguasa jagat raya, yang dihormati, dipatuhi oleh segenap mahluk yang ada. Kenapa kita berpakaian asal-asalan. Sudah sepantasnya dan harusnya kita berpakaian yang terbaik untuk kita gunakan.

Firman Allah SWT tentang pakaian yang indah

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. ( QS. Al-ARaaf: 31)

JILBAB WANITA

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59)

Dalam berpakaian sehari-hari maupun di saat melaksanakan ibadah shalat dapat dikategorikan berdasarkan hukum Islam.

HUKUMNYA WAJIB Dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk shalat Allah SWT mewajibkan berpakaian yang indah menutup aurat. Adapun aurat pria dari bawah dengkul sampai di atas pusar, sedangkan untuk wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tanganya,

Oleh karenanya wanita muslimah diwajibkan memakai jilbab seperti yang Allah firmankan dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59. Bahwa jilbab wanita harus menjulur ke bawah menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.

Jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh, tidak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan merupakan pakaian untuk mencari popularitas

HUKUMNYA SUNNAH Selain bersih dari najis pakaian shalat disunnahkan berwarna putih polos dan hendaklah shalat dengan menggunakan pakaian rangkap sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:

1. Pakaian untukmu yang terbaik ialah yang berwarna putih, maka pakailah dan juga untuk mengkafani mayit-mayitmu. (HR. Ath-Thahawi) 2. Siapa yang mengenakan pakaian hendaklah dengan yang bersih. (HR. Ath-Thahawi) 3. Apabila seorang shalat hendaklah mengenakan pakaian rangkap. Sesungguhnya Allah lebih berhak (dihadapi) dengan keindahan pakaian. (HR. Ath-Thabrani)

HUKUMNYA HARAM A.Tidak Boleh Shalat Dengan Aurat Terbuka Masalah terbukanya aurat ini terjadi pada beberapa klasifikasi manusia:

Pertama: Seseorang mengenakan celana ketat yang membentuk lekuk tubuh (aurat) kemudian memakai baju yang pendek, sehingga ketika rukuk atau sujud pakaiannya tersingkap, maka kelihatan bagian bawah punggungnya dan bentuk auratnya karena ketatnya celana yang dipakai dan pendeknya baju.

Maka dengan pakaian seperti ini berarti dia membuka auratnya, padahal dia sedang rukuk dan sujud di hadapan Allah swt, Terbukanya aurat dalam keadaan shalat dapat menyebabkan batalnya shalat, dan inilah salah satu efek negatif mengimpor pakaian dari negri kafir.

Kedua: Perhatian juga kepada para wanita, jangan sampai shalat dalam keadaan sebagian rambutnya terlihat, atau tidak tertutup keseluruhannya. Jangan pula tersingkap lengan atau betisnya. Karena menurut jumhur (mayoritas) ulama kalau sampai demikian, maka hendaknya ia mengulang shalatnya tersebut.

Salah satu pakaian yang dikhawatirkan menjadi sebab terbukanya aurat wanita adalah jilbab kecil yang sangat memungkinkan apabila shalat dengan tanpa tutup lain yang lebih lebar akan tersingkap bagian rambutnya.

B. Shalat Dengan Pakaian Tipis Pakaian yang menampakkan anggota badan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang di masa ini, sengaja memperlihatkan bagian auratnya yang seharusnya tertutup. Mereka telah tergiring oleh syahwat sehingga menjadi pengikut mode dan adat. Mereka juga telah terbius oleh para penyeru permisivisme yang membolehkan manusia berkreasi dan melakukan apa saja tanpa mengindahkan norma dan aturan syariat.

Dan bagi wanita, shalat dengan pakaian yang tipis urusannya lebih berat dari pada laki-laki. Maka jangan sampai para wanita shalat dengan pakaian yang terbuat dari kain yang tipis atau transparan, karena meskipun menutup seluruh tubuh namun tetap memperlihatkan kulit dan badannya.

C. Shalat Dalam Keadaan Isbal (Khusus Pria) Banyak sekali dalil yang menjelaskan haramnya isbal. Namun masih banyak kaum muslimin yang kurang perhatian dengan masalah ini, padahal ada sebuah riwayat marfu dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Allah tidak menerima shalat seseorang yang musbil (menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki). Shalat dengan kondisi isbal adalah sebuah kesalahan, sehingga meskipun shalatnya sah, pelakunya mendapatkan dosa.

D. Shalat Berpakaian Sutera Dan Memakai Cincin Emas Khusus untuk seorang Pria dilarang shalat memakai pakaian yang terbuat dari sutera ataupun pakaian yang dibordil memakai benang sutra. Hal ini dapat kita lihat dari hadits di bawah ini

1. Sesungguhnya pria yang pakaian sutera tidak akan memperoleh bagiannya di akhirat. (HR. Bukhari)

2. Rasulullah SAW melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan perak. Beliau juga melarang kami berpakaian sutera dan yang dibordir dengan benang sutera dengan sabdanya: "Itu untuk kaum musyrikin di dunia dan untuk kamu di akhirat. (Muttafaq 'Alaih)

3. Rasulullah SAW melarang kami mengenakan pakaian dari sutera, memakai cincin emas dan minum dengan tempat yang biasa dipakai untuk minum arak (seperti kendi). (HR. AnNasa'i)

4. Uqbah bin Amir berkata: "Dihadiahkan pakaian kurung sutera kepada Nabi Muhammad SAW, lalu beliau mengenakannya dan shalat dengan memakainya. Beliau lalu berpaling dan melepaskannya dengan keras seperti orang yang benci kepadanya, lalu beliau bersabda: 'Ini (sutra) tidak layak bagi orang-orang yang bertakwa.'"

5. Khusus untuk kaum wanita (muslimah) diperkenankan untuk menggunakan perhiasan dari emas dan perak, serta memakai pakaian sutera dan pakaian yang dibordir dengan sutera (yang terdapat suteranya), namun hal tersebut diharamkan untuk kaum pria (muslimin).

HUKUMNYA MAKRUH 1. Shalat dengan pakaian ketat Memakai pakaian ketat (celana panjang) itu membentuk aurat. Dalam shalat hal itu adalah makruh dari tinjauan syari dan tidak baik dari segi kesehatan. Jika ketika memakainya sampai tingkat meninggalkan shalat (dengan alasan susah untuk melakukan gerakan ini ), maka hukum memakainya menjadi haram.

Seorang yang sedang shalat harus semaksimal mungkin menjauhi segala kemaksiatan. Ketika dia sedang sujud, dengan celana ketat akan terlihat bentuk kedua pantatnya karena sempitnya celana itu, atau bahkan membentuk aurat (kemaluan).

2. Menyingsingkan atau melipat lengan baju Termasuk kesalahan dalam pakaian shalat adalah menyingsingkan atau melipat lengan baju ketika akan shalat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia berkata: Rasulullah bersabda: Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan, tidak menahan rambut dan menyingsingkan pakaian.

3. Shalat dengan pundak terbuka Rasulullah bersabda:

Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian shalat hanya dengan satu pakaian tanpa adanya penutup sedikit pun di atas pundaknya. (HR. Muslim).

Larangan di atas menunjukkan atas makruhnya hal itu, bukan keharamannya. Sebab jika seseorang telah menutup auratnya, maka shalatnya sah meskipun tidak meletakkan sesuatu di atas pundaknya, namun perbuatan ini dibenci.

4. Shalat dengan pakaian yang bergambar Diriwayatkan dari Aisyah ra dia berkata: Suatu ketika Rasulullah SAW shalat dengan memakai qamishah (gamis) yang terdapat gambar. Tatkala selesai shalat beliau bersabda:

"Bawalah qamishah ini kepada Abu Jahm bin Khudzaifah dan bawakan untukku anbijaniyah, karena qamishah tadi telah mengganggu shalatku.

Anbijaniyah adalah jenis kain yang agak tebal yang tidak bermotif dan tidak ada gambar ataupun tulisan (kain polos).

5. Shalat dengan pakaian kuning Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ra, bahwa Rasulullah (SAW) melihat dua pakaian dicelup (diwenter) dengan warna kuning, maka beliau bersabda: Sesungguhnya itu termasuk pakaian orang kafir, maka engkau jangan memakainya.

6. Shalat Tanpa Tutup Kepala untuk Pria Apabila yang melakukan demikian adalah orang laki-laki maka dibolehkan, namun tidak dibolehkan bagi kaum wanita, karena kepala bagi seorang wanita adalah aurat. Akan tetapi yang mustahab (dianjurkan) adalah shalat dengan menutup kepala karena lebih sempurna dan pantas.

Demikianlah beberapa hukum berpakaian dalam shalat maupun dalam aktifitas manusia sehari-hari, yang harus dilaksanakan sesuai hukum-hukumnya, sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT.

Semoga Allah selalu melindungi kita semua ..... Amiin