Upload
anggadewiputri
View
43
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
etbis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika bisnis merupakan pemikiran tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya
diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa
yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku
manusia yang penting.
Selain itu etika bisnis juga merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu
bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan
masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang
sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika
pergaulan antar manusia.
Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika menjamin seseorang akan
menjadi etis juga? Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan
kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai
kebahagiaan (happiness). Jadi baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung
kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Oleh
karena itu tugas hukum adalah menghantarkan manusia menuju the ultimate good.
Menurut paham Utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang
dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan
masyarakat. Aliran ini digunakan dalam menilai kebijakan pemerintah dan komoditas
yang dinikmati publik dengan memperhatikan manfaat dan biaya (benefit and cost
analysis) suatu kebijakan atau tindakan.
Jadi dapat dikatakan bahwa kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah
kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah
memberikan kerugian. Pendekatan utilitarianisme sering disebut pendekatan
konsekuensisalis, karena menekankan pentingnya konsekuensi atas keputusan yang
diambil. Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pasa konsekuensi
atau akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan latar belakang diatas maka disusunlah
makalah mengenai Etika Uilitarianisme. Penulis akan membahas lebih detail mengenai
etika utilitarianisme dalam bisnis. Dimana dalam makalah ini akan dibahas mengenai
kriteria dan prinsip etika utilitarianisme, nilai postif dari etika utilitarianisme, etika
1
utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian, analisis keuntungan dan kerugian
serta kelemahan etika utilitarianisme.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana kriteria dan prinsip etika utilitarianisme?
1.2.2 Bagaimana nilai positif dari etika utilitarianisme?
1.2.3 Bagaimana etika utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian?
1.2.4 Bagaimana analisis keuntungan dan kerugian etika utilitarianisme?
1.2.5 Bagaimana kelemahan etika utilitarianisme?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui kriteria dan prinsip etika utilitarianisme.
1.3.2 Untuk mengetahui nilai postif etika utilitarianisme.
1.3.3 Untuk mengetahui etika utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian.
1.3.4 Untuk mengetahui analisis keuntungan dan kerugian.
1.3.5 Untuk mengetahui kelemahan etika utilitarianisme.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Mengetahui kriteria dan prinsip etika utilitarianisme.
1.4.2 Mengetahui nilai postif etika utilitarianisme.
1.4.3 Mengetahui etika utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian.
1.4.4 Mengetahui analisis keuntungan dan kerugian.
1.4.5 Mengetahui kelemahan etika utilitarianisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Etika Utilitarianisme
Utilitarianisme berakar pada teori teleologi dan merupakan salah satu dari sekian
banyak aliran (teori) etika normatif yang digunakan untuk menilai etis tidaknya suatu
tindakan. Aliran ini digunakan dalam menilai kebijakan pemerintah dan komoditas yang
dinikmati publik dengan memperhatikan manfaat dan biaya (benefit and cost analysis) suatu
kebijakan atau tindakan.
2.1 Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
2.1.1 Menimbang Biaya dan Keuntungan Sosial
Utilitarianisme berasal dari bahasa latin utilis, yang berarti berguna,
berfaedah, menguntungkan. Menurut aliran ini prinsip pokok yang harus
dikedepankan dalam berbuat adalah asas manfaat/keuntungan. The greatest
happiness of the greatest number.
Kegunaan/keuntungan menjasi prinsip, norma, kriteria dan cita-cita moral.
Perilaku dan perbuatan manusia dikatakan baik jika mendatangkan keuntungan
dan kegunaan. Dengan demikian utilitarianisme merupakan istilah umum untuk
semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu
dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan kepada
masyarakat.
Pendekatan utilitarianisme sering disebut pendekatan konsekuensisalis,
karena menekankan pentingnya konsekuensi atas keputusan yang diambil.
Kualitas moral suatu perbuatan, baik buruknya tergantung pasa konsekuensi atau
akibat yang ditimbulkan. Seperti keputusan moral yang diambil perusahaan
Caltex saat mereka mengklaim bahwa perusahaan perlu memindahkan pusat
operasinya ke daerah Afrika Selatan karena dinnilai menguntungkan. Dalam
situasi apa pun, tindakan atau kebijakan yang benar adalah yang memberikan
keuntungan paling besar atua biaya yang paling rendah.
Istilah yang digunakan untuk mengacu hanya pada keuntungan yang
diperoleh adalah utilitas. Dengan demikian. Istilan Utilitarianisme digunakan
untuk semua teori yang mendukung pilihan tindakna atau kebijakan yang
memaksimalkan keuntungan atau menekan biaya. David Hume, Jeremi benthan,
dan John Stuart Mill adalah sebagian dari penggagas aliran ini.
3
Banyak analis yang meyakini bahwa cara terbaik untuk mengvaluasi
kelayakan suatu keputusan bisnis adalah dengan mengandalkan pada analisis
biaya keuntungan utilitarian. Tindakan bisnis yang secara sosial
bertanggungjawab adalah tindakan yang mampu memberikan keuntungan
terbesar atau biaya terendah bagi masyarakat. Lembaga-lembaga pemerintah, ahli
teori hukum, kaum moralis dan sejumlah analisis bisnis mendukung
utilitarianisme.
2.1.2 Utilitarialisme Tradisional
Jeremy Bentham (1748-1832) sering dianggap sebagai pendiri
utilitarianisme. Bentham berusaha mencari dasar objektif dalam membuat
keputusan yang mampu memberikan norma yang dapat diterima publik dalam
menetapkan kebijakan peraturan sosial. Cara yang paling menjanjikan dalam
memperoleh dasar objektif adalah dengan melihat berbagai kebijakan yang
ditetapkan dan membandingkan keuntungan dan konsekuensi-konsekuensinya.
Tindakna yang tepat dari sudut pandang etis adalah memilih kebijakan yang
mampu memberikan utilitas paling besar.
Prinsip utilitarianisme adalah suatu tindakan yang dianggap benar dari
sudut pandang etis jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari suatu tindakan
tersebut lebih besar dari jumlah utilitas yang lain. Prinsip utilitarian
mengasumsikan bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas
keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan
jumlah kerugian dari tindakan tersebut dan selanjutnya menentukan tindakan
mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya paling kecil.
Teori ini dianggap sejalan dengan pandangan-pandangan yang cenderung
diusulkan saat membahas kebijakan pemerintah dan barang-barang komoditas
publik. Sebagian orang setuju bahwa saat pemerintah berusaha menentukan
proyek publik mana yang akan dibiayai dengan menggunakan dana masyarakat.
Tindakan yang tepat adalah dengan melaksanakan proyek-proyek yang dari hasil
penelitian objektif terbukti mampu memberikan keuntungan paling besar bagi
semua anggota masyarakat dengan biaya yang paling kecil.
Prinsip utilitarian menyatakan bahwa tindakan yang benar dalam situasi
adalah tindakan yang menghasilkan utilitas besar dibandingkan kemungkinan
tindakan lainnya. Namun, ini tidak berarti tindakan yang benar adalah tindakan
yang menghasilkan utilitas paling besar bagi orang yang melakukan tindakan
4
tersebut. Tetapi, suatu tindakan dianggap benar jika menghasilkan utilitas paling
besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan tersebut.
Demikian juga prinsip utitilarian tidak menyatakan bahwa suatu tindakna
benar sejauh keuntungan dari tindakan tersebut lebih besar dari biayanya. Dalam
analisis terakhir utilitarian meyakini bahwa tindakan yang benar adalah tindakan
yang memberikan keuntungan paling besar diabndingkan keuntungan-keuntungan
yang dapat diperoleh dari semua tindakan alternatif lainnya.
Dengan demikian, untuk memastikan apa yang harus dilakukan dalam
situasi tertentu, perlu dilakukan tiga hal, yaitu:
1. Tentukan tindakan-tindakan alternatif apa yang harus dilakukan dalam
situasi tersebut.
2. Untuk setiap alternatif ditentukan keuntungan, dan biaya langsung, serta
tidak langsung yang akan diperoleh dari tindakan tersebut pada masa yang
akan datang.
3. Alternatif yang memberikan utilitas paling besar wajib dipilih sebagai
tindakan yang secara etis tepat.
Utilitarianisme juga menjadi dasar teknik analisis biaya-keuntungan
ekonomi. Jenis analisis ini digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan
investasi dalam suatu proyek dengan mencari tahu apa keuntungan ekonomi
untuk saat ini dan masa mendatang. Terakhir kita bisa mencatat bahwa
utilitarianisme sangat sesuai dengan nilai yang diutamakan seseorang, yaitu
efisiensi. Efisiensi bisa berarti hal yang berbeda bagi orang yang berbeda pula.
Namun, bagi banyak orang efisiensi berarti menghasilkan plaing banyak dengan
sumber daya yang ada.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kriteria prinsip etika
utilitarianisme (Keraf, 1998:4):
1. Manfaat, yaitu bahwa kebijakna atau tindakan itu mendatangkan manfaat
atau kegunaan tertentu. Suatu kebijakan atau tidakan adalah baik dan tepat
secara moral jika kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat
atau kegunaan.
2. Manfata terbesar, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu mendatangkan
manfaat terbesar dibandingkan dengan alternatif lainnya. Diantara berbagai
kebijakan atau tindakan yang sama baikanya, kebijaksanaan atau tindakna
yang mendatangkan manfaat terbesar adalah tindakna yang oaling baik.
5
3. Mafaat terbesar diterima oleh sebanyak mungkin orang, di antara berbagai
kebijakan atau tindakan yang sama-sama mendatangkan manfaat terbesar,
kebijakan atau tindakan yang baik adalah kebijakan atau tindakan yang
bermanfaat bagi lebih banyak orang. Jadi, suatu tindakna dikatakan baik,
apabila tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, tetapi juda manfaat
terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
2.2 Nilai Positif Etika Utilitarianisme
Sampai sekarang, etika utilitarianisme mempunyai daya tarik tersendiri, yang
bahkan melebihi daya tarik etika deontologis. Etika utilitarianisme tidak memaksakan
sesuatu yang asing. Etika ini menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh
orang yang rasional dalam mengambil keputusan, khususnya keputusan moral,
termasuk dalam bidang bisnis.
Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika utilitarianisme yaitu :
1. Rasional
Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-
aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika
utilitarianisme memberikan criteria yang objektif dan rasional.
2. Otonom
Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral untuk
berpikir dan bertindak dengan hanya memperhatikan tiga criteria objektif dan
rasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang
harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.
3. Universal
Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi
banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut member
manfaat terbesar bagi banyak orang.
2.3 Utilitarianisme sebagai Proses dan Standar Penilaian
Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda,
yaitu:
1. Sebagai Proses Pengambilan Keputusan
Etika utilitarialisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan. Etika
ini dipakai untuk melakukan perencanaan yang mengatur sasaran atau target yang
6
akan dicapai. Atau dengan kata lain etika utilitarialisme menjadi dasar utama
dalam penyusunan program atau perencanaan yang menyangkut kepentingan
orang banyak. Kriteria etika utilitarialisme lalu menjadi kriteria seleksi bagi
setiap alternatif yang bisa diambil.
2. Sebagai Standar Penilaian
Etika utilitarialisme digunakan sebagai standar penilaian atas tindakan atau
kebijakan yang telah dilakukan. Kriteria etika utilitarialisme benar-benar
digunakan untuk menilai apakah tindakan atau kebijakan yang ditetapkan tersebut
memang benar tau tidak. Ini berarti bahwa pada wujud ini etika utilitarialisme
sangat tepat digunkan untuk mengevaluasi tindakan yang sudah dijalankan.
2.4 Analisis Keuntungan dan Kerugian
Dalam Etika Utilitarianisme, manfaat dan kerugian selalu dikaitkan dengan
semua orang yang terkait, sehingga analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-
mata tertuju langsung pada keuntungan bagi perusahaan.
Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka etika bisnis:
1. Keuntungan dan kerugian, cost and benefits, yg dianalisis tidak dipusatkan pd
keuntungan dan kerugian perusahaan.
2. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dlm kerangka uang.
3. Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang
Dua macam teori utilitarianisme, yaitu:
1. Utilitarianisme Tindakan.
Suatu tindakan itu dianggap baik kalau tindakan itu membawa akibat yang
menguntungkan.
2. Utilitarianisme Peraturan.
Teori ini merupakan perbaikan dari utilitarianisme tindakan. Sesuatu itu
dipandang baik kalau ia berguna dan tidak melanggar peraturan yang ada.
Langkah konkret yang perlu diambil dalam membuat kebijaksanaan bisnis,
berkaitan dengan analisis keuntungan dan kerugian.
1. Mengumpulkan dan mempertimbangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan
bisnis sebanyak banyaknya.
2. Seluruh alternatif pilihan dalam analisis keuntungan dan kerugian, dinilai
berdasarkan keuntungan yang menyangkut aspek-aspek moral.
7
3. Analisis neraca keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam kerangka
jangka panjang.
2.5 Kelemahan Etika Utilitarianisme
2.5.1 Masalah Penilaian
Suatu rangkaian masalah dalam kaitannya dengan utilitarianisme terfokus
pada hambatan-hambatan yang dihadapi saat menilai atau mengukur utilitas.
Perbuatan baik dan etis didasarkan atas kegunaan, manfaat atau keuntungan.
Namun, pendapat aliran ini tidak diberlakukan secara universal. Sebab, nilai guna
tidak mungkin bermakna seragam pada semua manusia. Apalagi dipergunakan
untuk menilai persoalan moral. Dengan sifat humanistik dan universal yang
diembannya, maka moral tidak akan pernah mungkin dinilai menurut versi
kegunaan, manfaat, dan keuntungan sebagaimana diisyaratkan aliran
utilitarianisme dengan argumentasi :
1. Bagaimana nilai utilitas dari berbagai tindakan yang berbeda pada orang-
orang yang berbeda dapat diukur dan dibandingkan. Jika kita tidak tahu
tindakan-tindakan apa saja yang memberikan nilai utilitas paling tinggi,
maka kita juga tidak dapat menerapkan prinsip-prinsip utilatarian.
2. Sejumlah biaya dan keuntungan tertentu tampak sangat sulit dinilai,
misalnya, bagaimana menilai nyawa atau kesehatan seseorang.
3. Banyak biaya dan keuntungan dari suatu tindakan tidak dapat diprediksi
dengan baik, maka penilaian pun juga tidak dapat dilakukan dengan baik.
Misalnya, akibat yang menguntungkan atau merugikan diri sebuah ilmu
pengetahuan yang sangat sulit diprediksi.
4. Sampai saat ini masih belum jelas apa yang bisa dihitung sebagai biaya.
Tidak ada kejelasan ini sangat problematik khususnya berkaitan dengan
masalah-masalah sosial yang dinilai sangat berbeda oleh berbagai
kelompok budaya.
5. Asumsi utilitarian yang menyatakan bahwa semua barang dapat diukur atau
dinilai mengimplikasikan bahwa semua barang dapat diperdagangkan. Jadi,
untuk barang tertentu yang nilainya sebanding, satu-satunya cara untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut adalah menerima penilaian dari
suatu kelompok sosial atau kelompok lain. Namun, hal ini berarti
8
mendasarkan analisis biaya-keuntungan pada bisnis dan kecenderungan
subjektif dari kelompok bersangkutan.
2.5.2 Tanggapan Utilitarianisme terhadap Masalah Penilaian
Para pendukung utilitarianisme memberikan sejumlah tanggapan berikut ini
untuk menghadapi keberatan-keberatan yang muncul:
1. Kaum utilitarian menyatakan bahwa, meskipun utilitarianisme idealnya
mensyaratkan penilaian-penilaian yang akurat dan dapat dikuantifikasikan
atas biaya dan keuntungan. Namun, persyaratan ini dapat diperlonggar jika
penilaian seperti itu tidak dapat dilakukan. Utilitarianisme hanya
menegaskan konsekuensi dari tindakan wajib dinyatakan dengan tingkat
kejelasan dan ketepatan sebaik mungkin, dan bahwa semua informasi harus
relevan. Sehubungan dengan konsekuensi-konsekuensi tersebut, haruslah
disajikan dalam bentuk yang memungkinkan dilakukannya perbandingan
secara sistematis antara yang satu dengan yang lain. Kaum utilitarian juga
menunjuk pada sejumlah kriteria akal sehat yang dapat dipergunakan untuk
menentukan nilai relatif yang perlu diberikan pada berbagai kategori
barang. Satu kriteria misalnya, tergantung pada instrinsik dan barang
instrumental. Barang-barang instrumental adalah barang yang dianggap
bernilai hanya karena barang-barang tersebut mengarah kepada hal-hal
yang dianggap baik. Misalnya, berobat ke dokter gigi merupakan barang
instrumental, tindakan tersebut hanya diinginkan atau dilakukan sebagai
cara agar kita menjadi sehat. Sedangkan barang instrinsik adalah barang-
barang yang diinginkan dan tidak tergantung pada keuntungan-keuntungan
yang lain yang mungkin dihasilkan. Jadi, kesehatan adalah barang
instrinsik: karena memang diinginkan.
2. Utilitarianisme juga bisa salah, menurut para kritikus, apabila diterapkan
pada situasi-situasi yang berkaitan dengan keadilan sosial. Misalnya, upah
subsistensi memaksa sekelompok pekerja pendatang untuk tetap
melaksanakan pekerjaan yang paling tidak diinginkan dalam bidang
pertanian dalam sebuah perekonomian, namun menghasilkan tingkat
kepuasan sangat tinggi bagi mayoritas, karena kelompok mayoritas tersebut
menikmati barang-barang produksi hasil pertanian yang murah dan
memungkinkan mereka untuk memenuhi keinginan-keinginan lain.
9
2.5.3 Tanggapan Utilitarian terhadap Pertimbangan Hak dan Keadilan
Untuk menangani keberatan dalam contoh-contoh yang diajukan oleh para
kritikus utilitarianisme tradisional, kaum utilitarian mengajukan satu versi
utilitarianisme alternatif yang cukup penting dan berpengaruh, yang disebut rule-
utilitarianism (peraturan utilitarianism). Menurut, rule-utilitarianism, saat
menentukan apakah suatu tindakan dapa dianggap etis, kita tidak perlu
mempertanyakan apakah tindakan tersebut diwajibkan oleh peraturan modal yang
harus dipatuhi oleh semua orang.
Jadi, teori rule-utilitarianism memilki pertimbangan yang dapat diringkas
ke dalam dua prinsip berikut:
1. Suatu tindakan dikatakan benar dari sudut pandang etis, hanya jika
tindakan tersebut dinyatakan dalam peraturan moral yang benar.
2. Sebuah peraturan moral dikatakan benar jika jumlah utilitas total yang
dihasilkan dan jika semua orang yang mengikuti peraturan tersebut
lebih besar dari jumlah utilitas total yang diperoleh serta jika semua
orang mengikuti peraturan moral alternatif lainnya.
Dengan demikian, menurut rule-utilitarianism, fakta bahwa sebuah
tindakan tertentu mampu memaksimalkan utilitas dalam kondisi tertentu, tidak
berarti bahwa tindakan itu benar dari sudut pandang etis. Jadi, ada dua batasan
utama terhadap metode utilitarian dalam penalaran moral, meskipun tingkat
batasan-batasan ini masih kontroversial. Pertama, metode utilitarian cukup sulit
digunakan saat menghadapi masalah nilai yang sulit atau mungkin tidak dapat
diukur secara kuantitaif. Kedua, utilitarianisme tampak tidak mampu menghadapi
situasi-situasi yang melibatkan masalah hak dan keadilan, meskipun ada beberapa
pihak yang berusaha mengatasi hal ini dengan membatasi utilitarianisme hanya
pada evaluasi peraturan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Prinsip utilitarianisme adalah suatu tindakan yang dianggap benar dari sudut
pandang etis jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari suatu tindakan tersebut
lebih besar dari jumlah utilitas yang lain. Prinsip utilitarian mengasumsikan
bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang
dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari
tindakan tersebut dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan
keuntungan paling besar atau biaya paling kecil.
3.1.2 Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika utilitarianisme yaitu
universal, otonom, dan rasional.
3.1.3 Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda,
yaitu sebagai proses pengambilan keputusan dan sebagai standar penilaian.
3.1.4 Analisis keuntungan dan kerugian dalam kerangka etika bisnis yaitu keuntungan
dan kerugian, cost and benefits, yg dianalisis tidak dipusatkan pd keuntungan dan
kerugian perusahaan. Kedua adalah analisis keuntungan dan kerugian tidak
ditempatkan dlm kerangka uang. Dan yang terakhir yaitu analisis keuntungan dan
kerugian untuk jangka panjang.
3.1.5 Kelemahan etika utilitarianisme yaitu manfaat merupakan konsep yang begitu
luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak
sedikit, etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan
pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh
berkaitan dengan akibatnya, etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius
kemauan baik seseorang, variabel yang dinilai tidak semuanya dapat
dikuantifikasi, seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling
bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara
ketiganya, etika utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu
dikorbankan demi kepentingan mayoritas.
11
3.2 Saran
3.2.1 Kepada pemerintah perlu memperhatikan etika utilitarianisme karena aliran ini
digunakan dalam menilai kebijakan pemerintah dan komoditas yang dinikmati
publik dengan memperhatikan manfaat dan biaya suatu kebijakan atau tindakan.
3.2.2 Kepada mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis universitas udayana untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai etika utilitarianisme dan serta
mampu mengikuti materi perkuliahan etika bisnis lainnya agar ilmu ini
bermanfaat untuk mata kuliah selanjutnya.
3.2.3 Kepada para akademisi dan masyarakat luas agar mengetahui tentang prinsip dari
etika utilitarianisme ini karena prinsip pokok yang dikedepankan oleh aliran ini
adalah asas manfaat/keuntungan. Perilaku dan perbuatan manusia dikatakan baik
jika mendatangkan kegunaan dan keuntungan.
3.2.4 Kepada para pebisnis agar mengetahui tentang etika utilitarianisme ini, meskipun
etika ini baru didengar tetapi ketahuilah bahwa etika ini memiliki pendekatan
konsekuensialis karena menekankan pentingnya konsekuensi atas keputusan yang
diambil. Seorang pebisnis harus mampu membuat keputusan terbaik untuk
perusahaannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Sutrisna. 2011. Etika Bisnis Konsep Dasar, Implementasi, dan Kasus. Denpasar:
Udayana University Press
http://ninaseptiana.blogspot.com/2010/11/etika-utilitarianisme-dalam-bisnis.html?m=1
(diakses tanggal 25 September 2014)
http://aditonlyone.blogspot.com/2010/12/tugas-etika-bisnis-bab-3-etika_09.html?m=1
(diakses tanggal 25 September 2014)
13