Upload
regina-wahyu-apriani
View
5
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kdmjes
Citation preview
ETIOLOGI
Scabies atau kudis disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite) yang bernama
Sarcoptes scabiei var. hominis termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggunnya
cembung, dan perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan
tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat (Handoko, 2008).
Tungau berkopulasi (kawin) diatas kulit, setelah terjadi kopulasi (kawin) yang
jantan akan mati, kadang-kadang masih hidup dalam terowongan yang digali oleh
tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi akan menggali stratum korneum
dengan kecepatan 2-3 mm sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat bertahan hidup selama 1 bulan. Biasanya dalam watu 3-5 hari, telur akan
menetas dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari, larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk yaitu jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari. Tungau betina akan mati setelah
meninggalkan telur, dan tungau jantan akan mati setelah kopulasi (Handoko,
2008).
Perkembangan penyakit ini dipengaruhi beberapa faktor, antara lain keadaan
sosial-ekonomi yang rendah, kondisi perang, kepadatan penghuni yang tinggi,
tingkat hygiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam
diagnosis serta penatalaksanaan skabies (Tabri, 2005).
Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat berlangsung
melalui kontak langsung, misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan
seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung, misalnya pakaian,
handuk, sprei, bantal, dan lain-lain (Handoko, 2008).
Handoko, R. P. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 122- 125.
Tabri, F. 2005. Skabies Pada Bayi dan Anak. Dalam : Boediarja SA, Sugito TL,
Kurniati DD, editor. Infeksi Kulit pada Bayi dan Anak. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 62- 79.
EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan hampir di seluruh negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Di beberapa negara yang sedang berkembang, prevalensi skabies
sekitar 6% - 27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta
remaja (Budiarjo, 2008).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak
faktor yng menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi yang
rendah, hubungan seksual yang bersifat promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan demografi serta ekologi. Selain itu, mudahnya penyakit ini
menular dari manusia ke manusia, hewan ke manusia, dan manusia ke hewan
melalui berbagai cara penularan. Penyakit skabies dapat terjadi pada satu
keluarga, tetangga yang berdekatan, bahkan dapat terjadi di seluruh kampung
(Budiarjo, 2008).
Penyebab dan proses terjadinya penyakit skabies berkembang dari
rantaisebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi
antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis,
sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan
(environment) (Budiarjo, 2008).
Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus
dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangan antara
ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu, termasuk penyakit
kulit skabies (Budiarjo, 2008).
Budiarjo. 2008. Epidemiologi dan Inseidens Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.