100
ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG SIMPANG (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) AISYAH HANDAYANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR … · Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan dan bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan

Embed Size (px)

Citation preview

ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM

GUNUNG SIMPANG

(Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur,

Jawa Barat)

AISYAH HANDAYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM

GUNUNG SIMPANG

(Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur,

Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

AISYAH HANDAYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

SUMMARY

AISYAH HANDAYANI. E34062810. Ethnobotany of Community Around Gunung Simpang Nature Reserve (A Case Study in the Village Balegede, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java). Under Supervision of AGUS HIKMAT and EDHI SANDRA

The relationship between human and their environment, especially related

to the use of plants known as ethnobotany. Plants utilization by local communities that based on local culture produced typical knowledge known as traditional knowledge. A change in lifestyle of a society can threaten the existence of traditional knowledge held by the community. This study aimed to determine the type of plants utilization and traditional knowledge in the form of plants used by communities in the surrounding area of Gunung Simpang Nature Reserve.

This research was conducted at Miduana Hamlet, Balegede Village, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java in January, February, and May 2010. Tools and materials used in this study include questionnaires, digital camera, transparent plastic size 40x60 cm, newspapers, hanging labels, plant identification books, alcohol 70%, the data area of Gunung Simpang Nature Reserve, and demography of Balegede Village, while the object was Miduana Hamlet’s community and surrounding vegetation. Data collected include primary and secondary data. Primary data included the data of plants used by the respondents. This data was collected through semi-structured interviews on 30 respondents, direct observation, and making herbarium. Respondents selected using snowball sampling technique. The secondary data included the condition of Gunung Simpang Nature Reserve and demography of Balegede Village. Data analysis was performed by classifying the use of plants to 13 groups of usage, calculating the percentage of habitus and the percentage of parts used, and analyzes preference ranking and use value.

The communities of Miduana Hamlet used 191 plant species from 69 families that classified into 13 group of usage. They used 62 species for food, 74 species for medicinal purpose, 43 species for ornament purpose, 19 species for indigenous utility, 14 species for building materials, 12 species for cattle feeding, 12 species for aromatic purpose, 9 species for firewood, 14 species for ropes, wickerwork, and crafts, 4 species for dyes, 4 species to exceed pest, 4 species for beverage, and other uses as many as 7 species. Although traditional knowledge of plants used in Miduana Hamlet already decrease, there were some people who still keep the values of traditional knowledge that was visible from the activities of plants used, conservation efforts to utilized plant, and still doing some traditions related to respect for the rice (Oryza sativa).

Key words: ethnobotany, traditional knowledge, snowball sampling, Gunung Simpang Nature Reserve

RINGKASAN

AISYAH HANDAYANI. E34062810. Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan EDHI SANDRA

Hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya terutama terkait pemanfaatan tumbuhan dikenal dengan etnobotani. Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat berbasis kebudayaan lokal menghasilkan pengetahuan khas yang disebut kearifan tradisional. Adanya perubahan pola hidup pada suatu kelompok masyarakat dapat mengancam keberadaan kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan serta bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang.

Penelitian ini dilakukan di Dusun Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Januari, Febuari, dan Mei 2010. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kuesioner, kamera digital, plastik bening ukuran 40x60 cm, koran, label gantung, buku identifikasi tumbuhan, alkohol 70%, data kawasan Cagar Alam Gunung Simpang, dan dokumen kependudukan Desa Balegede, sedangkan objeknya adalah masyarakat Dusun Miduana beserta tumbuhan di sekitarnya. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat. Data ini dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur pada 30 orang responden, pengamatan langsung, serta pembuatan herbarium. Responden dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Data sekunder meliputi kondisi umum Cagar Alam Gunung Simpang dan kependudukan Desa Balegede. Analisis data dilakukan dengan mengklasifikasikan kegunaan tumbuhan kepada 13 kelompok kegunaan, perhitungan persentase habitus dan persentase bagian yang digunakan, serta analisis tingkat kesukaan dan nilai kegunaan.

Masyarakat Dusun Miduana memanfaatkan 191 spesies tumbuhan dari 69 famili yang digolongkan kedalam 13 kelompok kegunaan yakni sebagai pangan 62 spesies, obat 74 spesies, hias 43 spesies, keperluan adat 19 spesies, bahan bangunan 14 spesies, pakan ternak 12 spesies, aromatik 12 spesies, kayu bakar 9 spesies, tali, anyaman, dan kerajinan 14 spesies, pewarna 4 spesies, 5 spesies untuk mengatasi hama, minuman sebanyak 4 spesies, dan kegunaan lain sebanyak 7 spesies. Meskipun pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan di Dusun Miduana sudah mulai berkurang, masih ada sebagian masyarakat yang menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional yang terlihat dari kegiatan pemanfaatan tumbuhan, adanya upaya konservasi tumbuhan yang dimanfaatkan, serta masih dilakukannya sejumlah tradisi terkait penghormatan terhadap padi (Oryza sativa).

Kata kunci: etnobotani, kearifan tradisional, snowball sampling, Cagar Alam Gunung Simpang

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Etnobotani

Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa

Balegede Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur Jawa Barat) adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Aisyah Handayani NRP E34062810

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan

karya ilmiah ini dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan pada bulan Januari, Febuari, dan Mei 2010 ini adalah etnobotani

dengan judul Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung

Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur

Jawa Barat).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan

dan bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh

masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang, khususnya

masyarakat Desa Balegede. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan informasi untuk konservasi tumbuhan berguna bagi masyarakat yang

berdasarkan kearifan tradisional masyarakat Desa Balegede.

Penulis menyadari karya ilmiah ini tidak sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan adanya saran dan kritik demi penyempurnaan dan

pengembangan penelitian yang sama pada waktu yang akan datang. Harapan

penulis, karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama masyarakat

Desa Balegede, pengelola Cagar Alam Gunung Simpang, serta pihak lain yang

membutuhkannya. Amin.

Bogor, Agustus 2010

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 05 Juni 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Endang Sukarna dan Ooy Rokayah. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SDN Cigunungsari I Karawang selama 3 tahun yakni 1994-1997 dan dilanjutkan di SDN Nanggala 02 Cianjur dari tahun 1997-2000. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1

Ciranjang pada tahun 2000–2003 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Ciranjang tahun 2003–2006 dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti berbagai kegiatan organisasi, diantaranya Anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) “Rafflesia” dan menjadi sekretaris selama satu periode (2008-2009) serta Anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) “Tapak” dan menjadi bendahara selama satu periode (2008-2009). Penulis pernah mengikuti kegiatan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) yakni Eksplorasi Flora Fauna serta Sosial Budaya Masyarakat di Cagar Alam Gunung Simpang (2008) dan pada tahun yang sama mengikuti SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (2008). Penulis juga pernah menjadi pemandu wisata di Agroedutourisme IPB (2008-2009) dan asisten lapang praktikum Rekreasi Alam dan Ekowisata. Selain itu penulis juga pernah menjadi volunteer di International Animal Rescue Indonesia (2009) sebagai staf pendidikan lingkungan. Saat ini penulis masih aktif sebagai bendahara dari organisasi lingkungan hidup yang bernama Voluntary Action Society (VAS) serta asisten praktikum Interpretasi Alam dan Konservasi Tumbuhan Obat Tropika di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

Pada tahun 2008 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan jalur Sancang-Kamojang di Kabupaten Garut. Pada tahun 2009 mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” dibawah bimbingan Dr. Ir Agus hikmat MSc.F dan Ir. Edhi Sandra, MSi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan nikmat dan karunia terbesar-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar Sarjana Kehutanan. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada:

1) Kedua orang tua penulis (mamah dan bapak), Ari, mimi, serta semua

keluarga besar yang telah memberikan limpahan kasih sayang, dukungan

moril dan materil sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan sarjana.

2) Dosen pembimbing Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F dan Ir. Edhi Sandra, MSi

atas semua nasehat, bimbingan, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi

ini.

3) Dosen Penguji; Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS sebagai perwakilan dari

Departemen Manajemen Hutan, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc sebagai

perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, dan Ir. Andi Sukendro, MSi

sebagai perwakilan dari Departemen Silvikultur atas semua nasehat dan

saran yang telah diberikan.

4) Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu dan pengetahuan yang telah

diterima penulis selama belajar di KSHE.

5) Kepala Resort Cagar Alam Gunung Simpang (Pak Odang) dan Kepala

Desa Balegede (Pak Edi) atas izin, bantuan dan kerjasamanya selama

penulis melakukan penelitian di lapangan.

6) Masyarakat Dusun Miduana terutama para responden atas semua

pengetahuan yang diperoleh selama penulis melakukan penelitian.

7) Keluarga Teh Enyi dan Keluarga Pak Isep atas bantuan akomodasi selama

penulis di lapangan.

8) Mas Cepi dan keluarga yang telah banyak memberikan bantuan kepada

penulis dari mulai masuk ke DKSHE sampai penulis menyelesaikan

skripsi.

9) PILI (Pusat Informasi Lingkungan Indonesia) terutama Mbak Panca atas

bantuan sejumlah literaturnya.

10) Resort Gunung Salak I Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Pak

Ahmad, Pak Suahedi, dan Pak Seva) atas pinjaman buku di kantor resort

serta pemberian buku pada acara Kemah Konservasi.

11) Kelurga besar KPF terutama KPF 43 (Arga, Catur, Bang Amin, Dian,

Junef dan lainnya) atas semangat kebersamaan dan pengalaman pertama

dalam melakukan etnobotani pada Rafflesia di CA Gunung Simpang.

12) Keluarga besar KSHE 43 terutama untuk Breti, atas bantuan, doa dan

dukungannya.

13) Teman-teman di VAS (Voluntary Action Society); Mbak Omah, Kang

Duduy, Indan, Kiska, Mas Mono, Azis, dan lainnya atas doa dan

dukungannya selama penulis menyusun skripsi sampai selesai.

14) Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu atas bantuan,

dukungan, dan doa selama penulis belajar di IPB.

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………………………………………………………..………. i DAFTAR TABEL ...………………………………………………………… iv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. v DAFTAR LAMPIRAN .……………………………………………………. vi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1.2 Tujuan …………………………………………………………. 1.3 Manfaat ………………………………………………………...

1 2 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani ………………………………………….………….. 2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional ………………….…………… 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ..………………………………………

3 3 4

2.3.1 Tumbuhan obat …………………………………...……. 2.3.2 Tumbuhan penghasil pangan ………………….……..… 2.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna ………………………...

4 5 5

2.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak …………………..… 2.3.5 Tumbuhan hias ………………………………………… 2.3.6 Tumbuhan aromatik ……………………………………

5 6 6

2.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama ……….…………….. 2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ……….……………… 2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ………………………. 2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan …….

6 6 7 7

2.4 Cagar Alam …………………………………………….……...… 8 BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu ……………………………………………… 3.2 Alat dan Bahan ..……………………………………………….. 3.3 Metode Pengumpulan Data ………………….…………………

9 9

10 3.3.1 Jenis data …………………………………………..…….. 3.3.2 Tahapan penelitian ..……………………………………... 3.3.3 Teknik pengambilan data ..……………………………….

10 10 11

3.4 Metode Analisis Data ………………………………………..… 3.4.1. Klasifikasi penggunaan …………………………………. 3.4.2. Persen habitus ..…………………………………………. 3.4.3. Persen bagian yang digunakan ..…………………………

12 13 13 14

3.4.4. Tingkat kesukaan (Preferensi rangking) ….……………. 3.4.5. Nilai kegunaan (Use value) ..…………………………….

14 15

ii

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

4. 1 Letak dan Luas ….……………………………………………... 4. 2 Kondisi Fisik …………………………………………………...

16 17

4.2.1 Topografi ………………………………………………. 4.2.2 Tanah …………………………………………………... 4.2.3 Hidrologi ………………………………………………. 4.2.4 Iklim …………………………………………………....

17 17 17 18

4. 3 Kondisi Biologi ………………………………………………... 4.3.1 Flora …………………………………………….…....... 4.3.2 Fauna …………………………………………………...

18 18 18

4. 4 Kondisi Masyarakat Desa Balegede …………………………… 4.4.1 Lokasi Desa Balegede …………………………………. 4.4.2 Sejarah, budaya, dan agama …………………………… 4.4.3 Kependudukan ………………………………………… 4.4.4 Penggunaan lahan ………………………………………

19 19 19 20 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ………………………………………. 5.2 Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan …………………….

22 23

5.2.1 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan habitus ………... 5.2.2 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan bagian yang

digunakan ……………………………………………… 5.2.3 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ...

27

28 29

5.3 Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan ……………... 5.3.1 Tumbuhan penghasil pangan ………………………….. 5.3.2 Tumbuhan obat ………………………………………... 5.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna ………………………..

30 30 31 34

5.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak ……………………. 5.3.5 Tumbuhan hias ………………………………………… 5.3.6 Tumbuhan aromatik …………………………………… 5.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama ……………………..

34 35 35 36

5.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ………………………. 5.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ……………………… 5.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan …….

37 38 38

5.3.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ………………… 5.3.12 Tumbuhan penghasil bahan minuman ………………… 5.3.13 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya …………………..

40 40 41

5.4 Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Tumbuhan …………. 5.5 Nilai Kegunaan Tumbuhan ……………………………………. 5.6 Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan ………….

42 43 44

5.5.1 Pembuatan gula aren …………………………………... 5.5.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna ………... 5.5.3 Tradisi lain yang masih dijalankan …………………….

5.7 Status Kearifan Tradisional …………………………………….

44 46 47 51

iii

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 6.2 Saran ……………………………………………………………

54 54

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

55

LAMPIRAN ………………………………………………………………… 60  

   

iv

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan

metode dalam kajian etnobotani di Desa Balegede ………………….…..

2. Klasifikasi kelompok penggunaan tumbuhan oleh responden …………..

3. Sungai yang ada di Cagar Alam Gunung Simpang ……….……………..

4. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Balegede …………………………

5. Mata pencaharian masyarakat Desa Balegede …………………………..

11

13

17

20

21

6. Penggunaan lahan di Desa Balegede …………………………………….

7. Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi

8. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus ……………………….

9. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan …………………………...

10. Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan responden ……

21

26

28

29

32

11. Spesies tumbuhan penghasil zat warna ………………………………….

12. Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai hiasan …….

13. Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati ……………………………

14. Spesies tumbuhan sebagai bahan minuman ……………………………..

15. Spesies tumbuhan dengan kegunaan lainnya ……………………………

16. Tingkat kesukaan responden terhadap spesies tumbuhan yang digunakan

……………………………………………………………………………

17. Nilai kegunaan spesies tumbuhan berguna ……………………………...

34

35

36

41

41

42

43

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian ……………………………………………………

2. Kondisi lokasi penelitian ………………………………………………..

3. Persentase mata pencaharian responden ………………………………...

9

19

22

4. Persentase tingkat pendidikan responden ……………………………….

5. Kelompok responden berdasarkan usia …………………………………

6. Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan ……………...

23

23

24

7. Keanekaragaman tumbuhan dari 20 famili yang mempunyai spesies

terbanyak dimanfaatkan …………………………….……….………….

8. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ……………….

9. Spesies tumbuhan pangan hasil budidaya ………………………………

10. Winahong (Anredera cordifolia) yang merambat di pagar rumah ……...

25

30

31

33

11. Ganggeng (Ceratophyllum demersum) ………………………………….

12. Tantang angin, salah satu perlengkapan upacara adat dari daun bambu

tali (Gigantochloa apus) ………………………………………………..

13. Penyimpanan kayu bakar di atas tungku …………………………..……

14. Peralatan rumah tangga hasil anyaman dan kerajinan ………………….

15. Seorang pengrajin yang sedang membuat sapu dari tamiyang cangkir

(Thysanolaena maxima) …………………….…………………………...

37

37

38

39

39

16. Rumah dengan atap lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum)..

17. Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang (Pandanus furcatus) …...

18. Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan …………………….………..

19. Hanjuang (Cordyline fruticosa) yang ditancapkan di pembenihan padi ...

20. Indung, lima ikatan padi kecil digabung jadi satu ……………………….

21. Rata-rata jumlah spesies yang dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia

responden ………………………………………………………………………

40

45

46

48

49

51

 

   

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar nama tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Dusun Miduana

……………………………………………………………………………

2. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan ………...

3. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai obat …………………..

4. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil zat warna ….

5. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ………….

60

65

67

74

74

6. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan hias ………..

7. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik …..

8. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pestisida

nabati ..…………………………………………………………………...

9. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai keperluan adat ………..

10. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai kayu bakar ……………

75

76

77

77

78

11. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman,

dan kerajinan ..………………………………………………………..….

12. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan ……...

13. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman ………

14. Daftar nama tumbuhan dengan kegunaan lainnya ………………………

15. Daftar responden kajian etnobotani masyarakat Dusun Miduana Desa

Balegede …………………………………………………………………

16. Lembar kuisioner yang digunakan dalam wawancara etnobotani ………

79

79

80

80

81

82

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dimulainya peradaban, manusia sudah menggunakan tumbuhan

dan berinteraksi dengan alam sekitarnya. Dalam perkembangan kehidupan

manusia, tumbuhan telah memainkan peranan yang sangat penting dalam

perkembangan budaya mereka. Tumbuhan tersebut berperan penting dalam

kehidupan manusia karena merupakan sumber bahan pangan, papan, sandang,

obat, kerajinan, kegiatan sosial dan sebagainya. Adanya interaksi antara

masyarakat lokal dengan lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan

tumbuhan dikenal dengan etnobotani (Martin 1998).

Pemanfaatan tumbuhan tidak hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi

juga untuk kepentingan budaya pada suatu kelompok masyarakat lokal. Setiap

masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang berbeda dalam kegiatan penggunaan

dan pengelolaan sumberdaya alam sesuai adat dan budayanya. Kegiatan

penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis budaya yang dilakukan

oleh masyarakat lokal disebut juga dengan kearifan tradisional. Melalui kearifan

tradisional yang dimiliki, masyarakat lokal secara langsung maupun tidak

langsung telah ikut berkontribusi dalam melaksanakan kegiatan konservasi

terhadap alam sekitarnya.

Dampak negatif dari modernisasi berupa perkembangan teknologi dan

peningkatan pendidikan membuat sebagian masyarakat terutama generasi

mudanya mengubah pola hidup mereka ke arah yang lebih modern. Masyarakat

lebih tertarik terhadap produk di luar budayanya dan meninggalkan pola

kehidupan mereka yang tradisional akibat adanya rasa rendah diri akan

kebudayaannya yang dipandang terbelakang (Attamimi 1997). Hal ini membuat

pengetahuan tradisional, antara lain mengenai pemanfaatan tumbuhan akan hilang

sebelum sempat didokumentasikan.

Proses hilangnya pengetahuan mengenai kegiatan pemanfaatan tumbuhan

akan semakin cepat karena proses transfer ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan

tumbuhan pada masyarakat tradisional umumnya dilakukan secara oral dari

2

generasi ke generasi (Soekarman & Riswan 1992). Laju kerusakan hutan yang

semakin cepat juga membuat sejumlah spesies tumbuhan yang bermanfaat bagi

masyarakat menjadi langka.

Masyarakat Desa Balegede Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur

merupakan salah satu masyarakat daerah penyangga kawasan Cagar Alam

Gunung Simpang. Potensi sumberdaya alam Cagar Alam Gunung Simpang,

khususnya tumbuhan tidak lepas dari kepentingan masyarakat sekitar kawasan

untuk berbagai kegunaan. Data mengenai pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat

sekitar Cagar Alam Gunung Simpang belum terdokumentasi dengan baik. Oleh

karena itu kajian etnobotani (pemanfaatan tumbuhan) penting dilakukan untuk

mendokumentasikan pengetahuan masyarakat Desa Balegede mengenai

pemanfaatan tumbuhan agar pengetahuan tersebut tidak hilang seiring

berkurangnya hutan dan akibat bergesernya pola hidup masyarakat tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar

kawasan Cagar Alam Gunung Simpang

2. Mengetahui bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan

oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang.

1.3 Manfaat

Data hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak

pengelola CA Gunung Simpang, serta sebagai langkah awal dalam upaya

penyelamatan pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan. Selain

itu, kajian ini juga diharapkan dapat membantu upaya konservasi terhadap

tumbuhan agar tidak menjadi langka ataupun punah terutama spesies-spesies

tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani

Salah satu bentuk pengetahuan tradisional masyarakat diantaranya adalah

pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-harinya

yang dikenal dengan istilah etnobotani (Dharmono 2007). Etnobotani berasal dari

dua kata dalam bahasa Yunani, Ethnos yang artinya bangsa dan Botany yang

artinya tumbuhan, sehingga etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari

hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam bentuk pemanfaatan

secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992).

Etnobotani merupakan ilmu yang kompleks karena banyak bagian dari

ilmu lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya, misalnya taksonomi, ekologi

dan geografi tumbuhan, kehutanan, antropologi, dan ilmu lainnya (Soekarman &

Riswan 1992). Oleh karena itu studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani

taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani lokal yang

mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tumbuhan, serta

pemanfaatan tumbuhan yang lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan

kelestarian sumberdaya alam (Dharmono 2007).

Hal yang membuat etnobotani menjadi penting dilakukan adalah semakin

cepatnya laju erosi sumber daya alam terutama tumbuhan serta berkurangnya

pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan pada sejumlah suku.

Padahal melalui etnobotani dapat diketahui sejumlah tumbuhan liar yang berguna

bagi manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sandang,

pangan, maupun papan yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk di Indonesia (Soekarman & Riswan 1992).

2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional

Indonesia memiliki 931 suku bangsa mulai dari Asmat di Papua sampai

Aceh di Sumatra yang memiliki kebudayaan dengan adat-istiadat, tradisi dan

kesenian yang beragam (Taum 2006). Masyarakat lokal merupakan suatu

komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun, hidup di

wilayah tertentu, memiliki sistem nilai, ideologi, sistem politik, budaya dan sosial

4

yang khas (Affandi 2002). Mereka bukan merupakan bagian yang dominan dari

masyarakat dan bertekad untuk memelihara, mengembangkan, dan mewariskan

daerah leluhur dan identitas etnik mereka kepada generasi selanjutnya sebagai

dasar bagi kelangsungan keberadaan mereka sebagai suatu suku, sesuai dengan

pola budaya, lembaga sosial dan sistem hukum mereka (ILO 1989).

Manusia sebagai makhluk hidup tentunya mempunyai hubungan yang

erat dengan mahkluk hidup yang lainnya. Menurut Mansoben (2003) bentuk-

bentuk hubungan yang terjalin antara manusia dengan mahluk hidup lainnya

dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan apa yang terwujud sebagai hasil

dari proses interaksi tersebut amat bervariasi sesuai ekosistemnya. Variasi inilah

yang membedakan setiap kebudayaan yang dimiliki oleh setiap kelompok

masyarakat.

Oleh karena itu Ridwan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan lokal

atau kearifan tradisional dapat diartikan sebagai usaha manusia dalam

menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap suatu objek

atau peristiwa pada suatu kondisi tertentu. Selain itu menurut Gunawan (2008)

pengetahuan tradisional (kearifan tradisional) merupakan hasil adaptasi suatu

komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari

generasi ke generasi, sehingga dianut dalam jangka waktu yang cukup lama.

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Sebagian besar masyarakat Indonesia ataupun dunia yang tinggal di

pedesaan atau berdekatan dengan hutan, pada umumnya memiliki pengetahuan

tentang spesies-spesies tumbuhan liar yang dapat dimakan. Menurut Soekarman

dan Riswan (1992) baru sekitar 3-4% tumbuhan yang ada di Indonesia yang sudah

dibudidayakan dan ditanam, sedangkan sisanya berada di hutan. Kartawinata

(2004) menambahkan, masyarakat sekitar areal hutan hanya memanfaatkan

sebesar 17% saja dari sejumlah besar spesies tumbuhan yang ada. Pemanfaatan

tersebut meliputi keperluan pangan, upacara adat, pengobatan, pakan ternak, dan

lainnya.

2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air

baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau

5

minuman bagi konsumsi manusia (UU No 7 Tahun 1996). Pangan yang

bersumber dari tumbuhan dapat berupa buah-buahan, sayuran, dan makanan

pokok. Siswoyo et al. (2004) menyebutkan bagian tumbuhan yang digunakan

adalah buah, daun, umbut, batang, bunga, biji, getah, dan tubuh buah (untuk

jamur).

2.3.2 Tumbuhan obat

Rostiana et al. (1990) menyatakan bahwa tumbuhan obat merupakan

tumbuhan yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan dan belum

dibudidayakan. Obat-obatan dalam konteks ini meliputi obat tradisional yang daya

penyembuhannya belum dapat dibuktikan secara medis, obat fitoterapi, serta obat

modern yang secara medis sudah diakui daya penyembuhannya.

Menurut Zuhud dan Haryanto (1990), jumlah tumbuhan obat yang

dijadikan obat tradisional mencapai 10.000 spesies dan 74% dari tumbuhan

tersebut tumbuh liar di hutan. Dalam Sutarjadi (1992) disebutkan kegiatan

pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber obat telah dilakukan sejak dulu oleh

berbagai suku di seluruh Indonesia. Pengetahuan tentang kegiatan pemanfaatan

tumbuhan obat antar suku memiliki perbedaan sesuai adat dan budayanya masing-

masing karena memiliki ekologi yang berbeda serta keragaman spesies tumbuhan

yang digunakan oleh masing- masing suku juga berbeda.

2.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna

Zat pewarna alam adalah zat warna yang dipoleh dari alam seperti

binatang, mineral-mineral dan tumbuhan baik secara langsung maupun tidak

langsung (Sutara 2009). Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang

memiliki sejumlah kecil zat kimia tertentu dalam jaringannya yang merupakan

kandungan bahan pewarna nabati yang dapat diekstrak melalui proses fermentasi,

direbus, atau secara kimiawi (Arafah 2005). Menurut Sutara (2009) bagian-

bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna alam adalah kulit

kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah. Setiap tanaman dapat merupakan

sumber zat warna alam karena mengandung pigmen alam.

2.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan pakan ternak merupakan tumbuhan yang dijadikan sebagai

makanan bagi hewan ternak. Temu (1992) menyebutkan spesies-spesies tumbuhan

6

yang sering digunakan yang sering dijadikan pakan ternak diantaranya adalah

daun lamtoro, gamal, reo, kelapa, beringin, mengkudu, kapas, dan kemiri.

2.3.5 Tumbuhan hias

Tumbuhan hias adalah tumbuhan yang dipergunakan sebagai dekorasi

baik ruangan ataupun luar ruangan (Dunia Tanaman 2009). Tanaman adalah

tumbuhan yang telah dibudidayakan. Tanaman hias memiliki berbagai macam

spesies mulai dari tanaman berbunga sampai tanaman yang berbentuk unik.

Bentuk tanaman ini sangat beraneka ragam dan masing-masing tanaman memiliki

daya tarik tersendiri untuk layak dikoleksi.

2.3.6 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik juga dikenal dengan sebutan tumbuhan penghasil

minyak atsiri. Tumbuhan ini memiliki ciri mempunyai bau dan aroma yang khas.

Biasanya berfungsi sebagai pewangi, pemberi rasa, dan lainnya (Arafah 2005).

Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas

ekspor non migas yang dibutuhkan diberbagai industri seperti dalam industri

parfum, kosmetika, industri farmasi/obat-obatan, industri makanan dan minuman.

2.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama (pestisida nabati)

Pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal

dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan

yang terbatas (Lestari 2005). Jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga

tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak

peliharaan karena residunya mudah hilang. Lestari (2005) menyatakan bahwa

tumbuhan untuk mengatasi hama atau penghasil pestisida nabati biasanya

mempunyai senyawa kimia yang dapat digunakan untuk organisme pengganggu

tumbuhan, baik berupa hama dan penyakit tumbuhan maupun tumbuhan

pengganggu (gulma).

2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

Diantara pengetahuan tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat,

ada yang bersifat spiritual, magis, dan ritual (Kartiwa & Martowikrido 1992). Hal

ini terlihat dari banyaknya spesies tumbuhan yang digunakan dalam upacara-

upacara adat. Upacara adat merupakan sebuah upacara yang dilaksanakan secara

turun-temurun, yang tidak diketahui siapa yang melaksanakan untuk pertama

7

kalinya (Asnawi 1992). Bentuknya bermacam-macam, tetapi tetap berkaitan

dengan kepercayaan dan religi.

Menurut Kartiwa dan Martowikrido (1992), spesies tumbuh-tumbuhan

yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat

masing-masing di berbagai etnis atau daerah. Kemudian Kartiwa dan

Martowikrido (1992) juga menyebutkan tumbuhan yang dipakai dalam upacara

adalah tumbuhan yang memiliki sejumlah ciri berikut:

1. Sifat-sifat dari tumbuhan tertentu yang menjadi simbol sesuatu hal.

2. Sifat dan nama tumbuhan yang diasosiasikan dengan kata-kata yang

mengadung nilai baik.

3. Memiliki sifat-sifat yang berguna

4. Memiliki keindahan karena warna-warnanya

5. Tumbuhan yang digunakan sebagai pengharum dan zat pengawet.

2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Pada dasarnya semua spesies tumbuhan berkayu atau yang berbentuk

pohon dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Rahayu et al. (2007) menyebutkan

pada masyarakat lokal sekitar Kawasan Konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai

Tapa Jambi mempunyai kriteria tertentu dalam memilih kayu, antara lain kayunya

“kering”, awet atau tidak cepat habis dan energi panas yang dihasilkan cukup

tinggi. Hasil penelitian Djamalui (1998) menyebutkan suku Sougb di Manokwari

umumnya memilih kayu untuk kayu bakar adalah kayu yang memiliki sifat mudah

terbakar, mudah dibelah, menghasilkan bara yang cepat, tidak cepat habis

terbakar, tidak berasap banyak, dan penghasil panas yang baik.

2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan

Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajian merupakan tumbuhan

yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tali, anyaman, dan kerajinan.

Menurut Isdijoso (1992), tumbuhan yang termasuk dalam kelompok sumber

bahan tali dan anyaman dianataranya adalah kapas (Gossypium hirsutum L), kenaf

(Hibiscus cannabinus L), rosella (Hibiscus sabdariffa L), yute (Chorcorus

capsularis L), rami (C. olitorius L), abaca (Musa textilis L), dan sisal (Agave

sisalana Perr dan Agave cantula Roxb).

8

2.4 Cagar Alam

Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan

alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem

tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami

(UU No 5 Tahun 1990). Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990, kawasan

yang termasuk ke dalam kawasan suaka alam mempunyai fungsi pokok sebagai

kawasan pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa, beserta ekosistemnya,

selain itu kawasan ini juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem

penyangga kehidupan.

Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan

cagar alam menurut Ditjen PHKA (2009):

1. Mempunyai keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa dan tipe

ekosistem;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli

dan tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang

pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis

secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem

yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya

yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan cagar alam adalah

kegiatan yang bermanfaat untuk (UU No 5 Tahun 1990):

1. Penelitian dan pengembangan

2. Ilmu pengetahuan

3. Pendidikan

4. Kegiatan penunjang budidaya

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan terhadap masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung

Simpang yang berada di Dusun Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul,

Kabupaten Cianjur. Penelitian dilaksanakan di Dusun Miduana karena dusun ini

berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam Gunung Simpang dan interaksi

masyarakat dengan hutan di kawasan cagar alam lebih tinggi dibandingkan

dengan masyarakat dusun lainnya di Desa Balegede. Pengambilan data dilakukan

pada Januari, Februari, dan Mei 2010.

Gambar 1 Lokasi penelitian (sumber: upload.wikimedia.org)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat perekam,

kamera digital, pedoman wawancara dalam pengambilan data (kuisioner), buku

identifikasi spesies tumbuhan, tally sheet, kantung plastik warna bening ukuran

40x60 cm, selotip, double tape, staples, alkohol 70%, label gantung, dan kertas

10

koran. Objek penelitian adalah masyarakat Dusun Miduana serta sejumlah spesies

tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya.

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Jenis data

Data yang diambil terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan data penggunaan tumbuhan oleh masyarakat yang meliputi nama lokal

tumbuhan, manfaatnya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaannya,

habitus, teknik pemanenannya, serta adanya upaya budidaya terhadap spesies

tumbuhan yang dimanfaatkan atau mengambil secara langsung dari hutan. Selain

itu dilakukan pengambilan sampel tumbuhan sebagai bahan pembuatan herbarium

untuk memudahkan identifikasi. Kemudian dilakukan juga penilaian untuk

memperoleh nilai kegunaan suatu spesies tumbuhan dan tingkat kesukaan

responden terhadap suatu spesies tumbuhan. Data sekunder merupakan catatan

mengenai kondisi masyarakat Desa Balegede khususnya masyarakat Dusun

Miduana, kondisi umum Cagar Alam Gunung Simpang, serta sejumlah literatur

atau catatan lain yang terkait.

3.3.2 Tahapan penelitian

Tahapan penelitian dan aspek yang dikaji dalam kajian etnobotani

dilakukan secara bertahap dalam 3 tahapan utama, yaitu:

Tahap 1 : Kajian pustaka terhadap sejumlah literatur, catatan, laporan-laporan

dan dokumen lainnya yang ada di kantor Desa Balegede, Balai

Konservasi Sumberdaya Alam, Dirjen Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam (PHKA) dan Pemda Kabupaten Cianjur.

Tahap 2 : Kajian etnobotani/survei lapangan dengan melakukan wawancara

secara mendalam terhadap sejumlah responden di Desa Balegede

dan pengambilan sampel tumbuhan.

Tahap 3 : Pengolahan dan analisis data terhadap semua data dan informasi

yang diperoleh dari tahap I dan II.

Setiap tahapan mempunyai beberapa aspek yang harus dikaji (Tabel 1).

Aspek yang dikaji disesuaikan dengan kelompok tahapan kegiatan yang

dilakukan. Selain itu ditentukan pula sumber data dan metode untuk melakukan

kajian terhadap aspek tersebut.

11

Tabel 1 Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan metode dalam kajian etnobotani di desa Balegede

No. Tahapan kegiatan Aspek Kajian Sumber Data Metode 1. Kajian pustaka - Kondisi umum lokasi

penelitian - Topografi dan geologi - Iklim dan hidrologi - Flora dan fauna - Kondisi sosial budaya

masyarakat

Kantor Desa Balegede, BKSDA, Dirjen PHKA, Pemda Kabupaten Cianjur.

Menelaah laporan, dokumen, dan sejumlah literatur lainnya.

2. Kajian etnobotani/ survei lapangan

- Spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat

- Bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan

Key person, responden, lingkungan sekitar masyarakat.

Wawancara, dokumentasi, pengambilan sampel.

3. Pengolahan dan analisis data

- Pengolahan data - Analisis data

Data hasil kajian lapangan dan sejumlah dokumen atau catatan penting lainnya.

Pengolahan secara kuantitatif dan analisis kualitatif/ deskriptif.

3.3.3 Teknik pengambilan data

3.3.3.1 Penentuan responden

Pemilihan reponden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu

menentukan responden kunci (key person) untuk kemudian menentukan

responden yang lain berdasarkan informasi dari responden sebelumnya.

Responden kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama

lokal tumbuhan dan manfaat atau kegunaan dari tumbuhan tersebut serta memiliki

intensitas tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan. Jumlah responden yang

diwawancarai pada penelitian ini sebanyak 30 orang.

3.3.3.2 Wawancara dan pengamatan langsung

Kajian etnobotani ini dilakukan melalui wawancara semi terstruktur atau

pengisian kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Hal-hal

yang ditanyakan kepada responden meliputi spesies tumbuhan dan jenis

pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat serta bentuk kearifan tradisional yang ada

di masyarakat dalam upaya konservasi tumbuhan. Selain itu dilakukan juga

pengamatan langsung untuk mengetahui kearifan tradisional yang ada di

12

masyarakat dalam upaya konservasi tumbuhan serta jenis pemanfaatan tumbuhan

oleh masyarakat.

3.3.3.3 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri atas

begian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun-daun dan kuncup yang

utuh, serta lebih baik apabila ada bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium

dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan yang belum

diketahui jenisnya serta dokumentasi spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil

wawancara. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan

daunnya, jika ada bunga dan buahnya.

2. Contoh herbarium dipotong dengan panjang sekitar 40 cm.

3. Contoh herbarium diberi label gantung yang berukuran 3x5 cm. Label

gantung berisi tentang nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal

pengambilan spesimen, nama lokal spesimen, dan lokasi pengambilan

spesimen.

4. Contoh herbarium yang telah diberi label gantung kemudian dirapikan

dan dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran yang dilipat dua. Satu

lipatan kertas koran untuk satu spesimen.

5. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dan

dimasukkan kedalam kantong plastik bening berukuran 40x60 cm.

6. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian

tumpukan tersiram merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat agar

alkohol tidak menguap keluar kantong.

7. Setelah sampai di tempat koleksi herbarium, tumpukan contoh herbarium

dipres dalam sasak, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu

550C selama 5 hari.

8. Setelah kering, herbarium kemudian diidentifikasi di Herbarium

Bogoriense, LIPI Bogor.

3.4 Metode Analisis Data

Data hasil wawancara dan identifikasi tersebut disusun secara

berkelompok sesuai klasifikasi penggunaan berdasarkan nama lokal spesies,

13

famili, manfaat, bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaan, dan

habitusnya untuk memudahkan analisis selanjutnya. Selain itu dihitung pula nilai

dari tingkat kesukaan serta nilai kegunaan dari 20 spesies yang paling sering

dimanfaatkan oleh masyarakat. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara

deskriptif kualitatif.

3.4.1 Klasifikasi penggunaan

Spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara dengan sejumlah

responden kemudian diklasifikasikan berdasarkan penggunaannya yang meliputi

12 kelompok kegunaan (Tabel 2). Identifikasi tumbuhan secara keseluruhan

menggunakan buku Tumbuhan Beguna Indonesia jilid I-IV (Heyne 1982).

Beberapa spesies tumbuhan yang tidak teridentifikasi, diidentifikasi lebih lanjut

dengan menggunakan buku lainnya yakni Tumbuhan Obat Taman Nasional

Gunung Halimun (Harada et al. 2006) untuk spesies tumbuhan obat dan pangan,

Galeri Tanaman Hias Lanskap (Lestari & Kencana 2008) dan Anggrek Alam di

Kawasan Konservasi Pulau Jawa (Puspitaningtyas 2003) untuk spesies tumbuhan

hias, Beberapa Jenis Bambu (Sastrapradja et al. 1980) dan Identifikasi Jenis-jenis

Bambu di Kepulauan Sunda Kecil (Widjaja & Elizabeth 2001) untuk spesies

bambu, Palem Indonesia (Sastrapradja et al. 1980) untuk spesies palem, serta

Tumbuhan Air (Sastrapradja 1981) untuk spesies tumbuhan air.

Tabel 2 Klasifikasi kelompok penggunaan tumbuhan oleh responden No. Klasifikasi penggunaan tumbuhan 1. Tumbuhan obat 2. Tumbuhan penghasil pangan 3. Tumbuhan penghasil zat warna 4. Tumbuhan penghasil pakan ternak 5. Tumbuhan hias 6. Tumbuhan aromatik 7. Tumbuhan penghasil pestisida nabati 8. Tumbuhan untuk kegunaan adat 9. Tumbuhan penghasil kayu bakar

10. Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan 11. Tumbuhan penghasil bahan bangunan 12. Tumbuhan penghasil bahan minuman

Sumber: Arafah (2005)

3.4.2 Persen habitus

Persen habitus (perawakan) dihitung untuk melihat persentase setiap

habitus dari spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil wawancara. Kelompok

14

habitus yang digunakan adalah pohon, perdu, herba, liana, epifit, lumut, dan

tumbuhan air. Perhitungan persentase habitus dilakukan secara umum terhadap

semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara.

Hasil perhitungan akan memperlihatkan habitus mana yang memiliki

jumlah terbanyak sampai jumlah yang paling sedikit secara keseluruhan. Analisis

ini dilakukan melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

Persen habitus tertentu = Σ habitus tertentu Σ seluruh habitus x 100%

3.4.3 Persen bagian yang digunakan

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui persentase setiap bagian

tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan

tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan dapat meliputi daun, batang, buah,

bunga, biji, akar, batang, kulit batang, rimpang, umbi, getah, tunas, seluruh

bagian, dan bagian lainnya. Perhitungan persen bagian yang digunakan dilakukan

secara umum terhadap semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara.

Persen bagian tumbuhan yang digunakan diperoleh melalui perhitungan sebagai

berikut:

Persen bagian yang digunakan = Σ bagian tumbuhan yang digunakan Σ seluruh bagian yang digunakan x 100%

3.4.4 Tingkat kesukaan

Analisis tingkat kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan

(Preferensi ranking) responden terhadap spesies tumbuhan yang mereka

manfaatkan sehingga dapat terlihat spesies tumbuhan apa yang paling disukai di

masyarakat. Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk

mengurutkan sejumlah spesies yang diberikan berdasarkan kesukaannya terhadap

spesies tumbuhan tersebut (Cotton 1997). Jumlah spesies tumbuhan yang

diberikan dalam penelitian ini dibatasi pada 20 spesies tumbuhan yang sering

dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga nilai maksimal yang diberikan oleh

responden sesuai jumlah spesies tumbuhan yang dinilai yakni 20 dan nilai

minimal adalah 1.

15

Data yang diperoleh dari semua responden kemudian digabungkan untuk

melihat nilai secara keseluruhan pada setiap spesies (Cotton 1997). Berikut ini

merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai kesukaan

responden terhadap suatu spesies:

TSSs = (R1S+R2S+R3S+ …… + RiS) 

Keterangan: Tsss = total nilai spesies ke-S

R1s = nilai yang diberikan oleh responden ke-1 untuk spesies ke-S

R2s = nilai yang diberikan oleh responden ke-2 untuk spesies ke-S

Ris = nilai yang diberikan oleh responden ke-i untuk spesies ke-S

3.4.5 Nilai kegunaan

Nilai kegunaan (use value) diperoleh untuk mengetahui spesies

tumbuhan yang memiliki kegunaan tinggi di masyarakat. Pada penelitian ini

spesies tumbuhan yang dinilai sebanyak 20 spesies yang paling banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat dan dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada

waktu yang berbeda. Pengulangan ini dilakukan untuk melihat konsistensi

responden dalam menyebutkan kegunaan suatu spesies tumbuhan.

Semakin besar nilai yang diperoleh artinya spesies tumbuhan tersebut

sangat berguna di masyarakat. Nilai kegunaan dihitung berdasarkan rumus berikut

ini (Philips & Gentry 1993, diacu dalam Cotton 1997):

UVs = Σ UVis is

Keterangan:

UVs = nilai seluruh penggunaan spesies s

UVis = nilai penggunaan responden i atas spesies s

is = total responden yang diwawancarai dalam penggunaan spesies s

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI

4. 1 Letak dan Luas

Kawasan hutan Gunung Simpang ditetapkan sebagai cagar alam

berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian Nomor: 41/Kpts/Um/1/179 tanggal

11-1-1979 (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Luas Cagar Alam

Gunung Simpang adalah ±15.000 ha. Cagar alam ini terletak di dua kabupaten

yakni Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat, serta pada

koordinat 107º 25' 15" BT – 107º 26' 12" BT dan 7º 20' 21" LS – 7º21' 13" LS

(Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010). Kawasan Cagar Alam Gunung

Simpang dibagi menjadi 4 resort, yaitu Resort Simpang Barat, Resort Simpang

Selatan, Resort Simpang Timur dan Resort Simpang Utara. Kawasan tersebut

dikelilingi oleh 12 desa yang secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan

Naringgul dan Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur (Puspitaningtyas 2005).

Adapun batas kawasan Cagar Alam Gunung Simpang adalah (Resort

Cagar Alam Gunung Simpang 2010):

Sebelah utara : Perkebunan teh Paranggong dan Patuha serta Cagar Alam

Gunung Tilu yang secara administrasi pemerintahan

termasuk Desa Sugihmukti Kecamatan Pasir Jambu

Kabupaten Bandung

Sebelah barat : Kawasan hutan lindung, hutan Perum Perhutani dan tanh

milik/lahan pertanian di Desa Balegede, Sukabakti,

Naringgul, dan Malati, Kecamatan Naringgul Kabupaten

Cianjur

Sebelah timur : Tanah milik/lahan pertanian Desa Mekarjaya, Puncak baru,

dan Cibuluh, Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur

Sebelah selatan : Tanah milik Desa Neglasari, Gelarpawitan, Kecamatan

Cidaun dan Desa Wangunsari Kecamatan Naringgul

Kabupaten Cianjur

17

4. 2 Kondisi Fisik

4.2.1 Topografi

Topografi kawasan Cagar Alam Gunung Simpang bergelombang,

berbukit terjal serta bergunung dengan ketinggian tempat berkisar antara 800-

1823 mdpl (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Puncak tertinggi adalah

Gunung Simpang dengan ketinggian sekitar 1823 mdpl. Kemiringan lereng di

punggung gunung hanya berkisar antara 20-300, tetapi di bagian tengah gunung

kemiringan dapat mencapai 60-700 (Puspitaningtyas 2005). Pada sisi-sisi lereng

tertentu, lerengnya sangat curam dan berbatu cadas sehingga sangat sulit didaki.

4.2.2 Tanah

Spesies tanahnya berupa tanah lempung liat hingga lempung berpasir

yang gembur dan berwarna coklat. Ketebalan serasah dan akar-akar pohon cukup

tebal sehingga membantu untuk mempertahankan struktur tanah yang gembur.

Berdasarkan pengukuran pH meter, derajat kemasaman tanahnya masih tergolong

agak asam yaitu berkisar antara 4.5–5.5. Hal tersebut dikarenakan bahan organik

di dalam tanah cukup banyak sehingga tanahnya cenderung bersifat asam

(Puspitaningtyas 2005).

4.2.3 Hidrologi

Kawasan Gunung Simpang memiliki sumber air yang cukup berlimpah

sehingga di sela-sela pegunungan akan tampak beberapa air terjun yang cukup

tinggi dan deras. Danau alam di CA Gunung Simpang umumnya kecil, di

antaranya Kubang Parigi, Kubang Karet, Kubang Gede, Kubang Citugu dan Situ

Kubang Urug yang terbesar luas 5 ha. Secara hidrologis kawasan ini mempunyai

arti penting bagi kehidupan manusia disekitarnya.

Tabel 3 Sungai yang ada di Cagar Alam Gunung Simpang

No. Nama Sungai Lokasi Muara Keterangan 1. Cipandak Simpang Barat Laut Pantai Selatan 2. Cidaun Simpang Barat Sungai Cidamar Pantai Selatan 3. Ciogong Simpang Barat Sungai Cidamar Pantai Selatan 4. Cidamar Simpang Selatan Laut Pantai Selatan

5. Cimaragang Simpang Utara Simpang Timur

Sungai Cidamar Pantai Selatan

Sumber: Resort Cagar Alam Gunung Simpang (2010)

18

4.2.4 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim kawasan ini termasuk

tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun antara 2000-3500 mm. Suhu

rata-rata antara 15-25°C dengan kelembaban udara dapat mencapai 80% (Dinas

Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Bulan basah di daerah ini terjadi antara

bulan Oktober s/d Februari, sedang bulan kering terjadi pada bulan April s/d

September (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010).

4. 3 Kondisi Biologi

Cagar Alam Gunung Simpang merupakan salah satu kawasan konservasi

yang masih memiliki hutan alami yang cukup luas di wilayah Bandung Selatan

sampai wilayah Cianjur Selatan. Kawasan ini memiliki tipe hutan dataran rendah

sampai pengunungan sangat yang mendukung keberadaan keanekaragaman hayati

yang penting. Beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di Cagar Alam

Gunung Simpang adalah:

4.3.1 Flora

CA Gunung Simpang memiliki formasi Lauro-Fagaceous yang khas

Jawa Barat. Formasi ini didominasi species tumbuhan dari keluarga Lauraceae,

seperti Litsea sp. dan Crytocaria sp., bersama spesies tumbuhan dari keluarga

Fagaceae seperti kihuru (Quercus sp.) dan saninten (Castanopsis sp.)

(HIMAKOVA 2008). Tipe ekosistem Cagar Alam ini termasuk tipe hutan hujan

pegunungan yang ditumbuhi juga beberapa spesies liana dan epifit seperti owar

(Fagellaria indica), kasungka (Dnetum neglectum), kibarece (Vitis compressa),

anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), kadaka (Drynaria sp.), benalu (Diplazium

esculentum) dan lain-lain (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008).

4.3.2 Fauna

Spesies-spesies satwa liar yang terdapat di cagar alam ini adalah lutung

(Trachypithechus auratus), kijang (Muntiacus muntjak), ayam hutan (Gallus

gallus), kadal (Mabouya sp), bunglon (Conycephalus dilophus), tokek (Gecko

gecko) dan lain-lain (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008).

4

4

l

y

s

l

k

M

a

k

S

d

K

4

p

m

G

p

d

d

p

k

4. 4 Ko

4.4.1 Lok

Des

langsung de

yang berbat

salah satu d

luas sekitar

kedusunan

Miduana. D

alam adalah

Seb

kabupaten B

Simpang dan

dengan Des

Kecamatan C

4.4.2 Sej

Ma

pribadi deng

menyebutka

Gunung Sim

penjajahan B

dan bersemb

dari kata “ny

para pekerja

kelompok y

ndisi Masya

kasi Desa B

sa Balegede

engan Cagar

tasan langsu

aerah penya

3791 Ha da

Babakan, D

Dari kelima d

Dusun Midu

G

belah utara

Bandung. S

n Desa Wan

sa Sukabakti

Cibinong, ka

arah, buday

asyarakat De

gan pengelol

an asal usul

mpang (Od

Belanda, sej

bunyi di ka

yimpang” y

a paksa tad

yang berjalan

arakat Desa

Balegede

e terletak d

r Alam Gun

ung dengan

angga kawas

an terbagi k

Dusun Pasir

dusun ini, d

uana.

Gambar 2 K

desa berbat

Sebelah timu

ngunsari Kec

i. Sebelah b

abupaten Cia

ya dan agam

esa Baleged

la cagar alam

masyarakat

dang 18 Me

jumlah oran

awasan hutan

yang artinya

di beristirah

n ke arah y

a Balegede

di Resort S

nung Simpa

cagar alam,

san konserva

kedalam 5 ke

r Baru, Du

dusun yang b

Kondisi lokas

tasan dengan

ur berbatasa

camatan Nar

barat berbat

anjur.

ma

de merupaka

m sekaligus

t Desa Baleg

ei 2010, k

ng yang men

n Gunung S

mampir. Di

hat dan kem

yang berbeda

impang Bar

ang di bagia

maka Desa

asi ini. Desa

edusunan, y

usun Sindan

berbatasan l

si penelitian

n perkebuna

an dengan

ringgul. Sebe

tasan dengan

an Suku Sun

tokoh masy

gede terkait

omunikasi

njadi pekerja

Simpang. Si

i puncang G

mudian terb

a. Salah satu

rat karena

an barat. Seb

a Balegede m

a Balegede m

yakni Dusun

ng Kasih, d

angsung den

an teh yang

Cagar Alam

elah selatan

n Desa Wa

nda. Hasil k

yarakat Desa

t dengan sej

pribadi). Pa

a paksa mel

impang send

Gunung Simp

agi menjadi

u kelompok

19

berbatasan

bagai desa

merupakan

mempunyai

n Balegede,

dan Dusun

ngan cagar

g termasuk

m Gunung

berbatasan

anasari dan

komunikasi

a Balegede

jarah nama

ada jaman

larikan diri

diri berasal

pang inilah

i beberapa

k kemudian

20

pergi ke arah yang sekarang menjadi Desa Balegede dan membuat kelompok

masyarakat baru sehingga berkembang menjadi Desa Balegede.

Kebudayaan masyarakat Balegede saat ini memang sudah tidak seperti

dulu. Banyak tradisi-tradisi yang sudah tidak dilakukan lagi di masyarakat. Pada

jaman dahulu, masih banyak kesenian tradisional yang dipentaskan, baik itu

ketika ada upacara pernikahan, upacara panen padi, bahkan pada kegiatan

penyambutan pejabat atau orang penting lainnya. Saat ini banyak orang lebih

memilih mementaskan dangdut untuk meramaikan acara pernikahan atau acara

lainnya.

Saat ini tradisi yang masih dilakukan di masyarakat tidak terlalu

mencolok dan tidak semua masyarakat bersedia memberikan informasi mengenai

hal tersebut. Dari hasil wawancara akhirnya diketahui bahwa beberapa masyarakat

merasa takut jika tradisi yang selama ini mereka laksanakan dipandang menyalahi

aturan agama oleh orang luar. Menurut data kependudukan Pemda Kabupaten

Cianjur (2007) seluruh masyarakat Desa Balegede adalah pemeluk agama Islam.

Karena itulah saat ini tidak semua warga masih menjalankan tradisi, beberapa ada

yang sudah sama sekali tidak menjalankannya karena pertimbangan agama. Selain

itu ada semacam aturan tidak tertulis bahwa dalam menjalankan tradisi tidak boleh

dilakukan setengah setengah, yang artinya jika akan menjalankan maka lakukan

sepenuhnya dan jika akan meninggalkan maka tinggalkan sepenuhnya.

4.4.3 Kependudukan

Berdasarkan data kependudukan Desa Balegede tahun 2009 jumlah

penduduk Desa Balegede sebanyak 5.542 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebanyak

2.765 jiwa dan perempuan sebanyak 2.777 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakat

kebanyakan adalah SD sebanyak 60,23% (Tabel 4). Mata pencaharian didominasi

oleh petani, yakni sebesar 78,74% dari total keseluruhan (Tabel 5).

Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Balegede No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Tidak tamat SD 815 23,10 2 SD 2125 60,23 3 Sekolah Agama 85 2,41 4 SMP 416 11,79 5 SMA 56 1,59 6 Perguruan Tinggi 31 0,88 Sumber: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009)

21

Tabel 5 Mata pencaharian masyarakat Desa Balegede No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Petani 1415 78,74 2 Pedagang 70 3,89 3 PNS/TNI/POLRI 56 3,12 4 Lain-lain 256 14,25 Sumber: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009)

4.4.4 Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di Desa Balegede meliputi sawah, kebun atau ladang,

pekarangan, kolam, dan lainnya. Penggunaan lahan lainnya yakni sebagai

pemukiman, sejumlah fasilitas umum seperti sekolah, mesjid, serta penggunaan

lain yang tidak termasuk kepada kategori yang telah disebutkan. Sebagian besar

lahan digunakan untuk lainnya sekitar 51% dari luas keseluruhan (Tabel 6).

Tabel 6 Penggunaan lahan di Desa Balegede

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Sawah 497 13,11 2 Kebun/ladang 1.088 28,70 3 Pekarangan 12 0,32 4 Kolam 251,5 6,63 5 Lainnya 1.942,5 51,24 Sumber : Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009)

5

D

s

(

g

d

h

a

b

b

(

l

m

m

i

p

17%

5.1 Ka

Res

Dusun Midu

sisanya pere

19 orang (

(Gambar 3).

gula aren ha

dilakukan. H

hidup lebih

aren (Areng

berbunga pa

bulan saja.

Tin

(SD) yakni

lulusan SMA

menuju seko

memilih sek

itu masih b

penting.

10%

rakteristik

sponden yan

uana. Seban

empuan. Seb

63%), sisan

. Pada masy

anya sebaga

Hal ini dise

bergantung

ga pinnata) j

ada waktu t

Gambar

ngkat pendid

sebanyak 1

A, dan tidak

olah cukup j

kolah sampai

banyak pula

10%

HASIL DA

Responden

ng diwawan

nyak 60% at

bagian besar

nya merupa

yarakat Dusu

ai mata penc

ebabkan pen

g kepada has

juga tidak d

tertentu dan

3 Persentas

dikan respon

7 orang atau

k tamat SD

jauh, sehing

i tingkat SD

a yang berp

BAB V

AN PEMBA

ncarai seba

tau 18 orang

r responden

akan wirasw

un Miduana,

caharian sam

nghasilan ut

sil pertanian

dilakukan se

n waktu pen

se mata penc

nden didom

u 56% dan

(Gambar 4)

gga membua

D saja, bahka

pikir bahwa

63%

AHASAN

anyak 30 o

g diantarany

merupakan

wasta, pedag

sebagian be

mpingan me

tama untuk

n. Selain itu

panjang tah

nyadapannya

caharian resp

minasi oleh

sisanya mer

). Hal ini di

at sebagian b

an ada yang

a sekolah bu

pet

wir

ped

bur

rang dari m

ya adalah lak

petani yakn

gang, dan b

esar kegiatan

eskipun cuku

memenuhi

u kegiatan p

un, karena a

a pun hanya

ponden

lulusan sek

rupakan lulu

isebabkan ak

besar masya

tidak tamat

ukanlah ses

tani

raswasta

dagang

ruh tani

masyarakat

ki-laki dan

ni sebanyak

buruh tani

n membuat

up intensif

kebutuhan

penyadapan

aren hanya

a beberapa

kolah dasar

usan SMP,

ksesibilitas

arakat lebih

SD. Selain

suatu yang

l

p

j

m

m

k

p

(

.

5

m

S

k

m

34%

Seb

lebih didom

pada kalang

jaman, sehin

mereka keta

masyarakat

karena perg

pada penelit

(Gambar 5)

.

5.2 Pem

Ma

masih terga

Sebagian be

kawasan hut

masyarakat

15%

%

Gambar

bagian besar

minasi oleh

gan generas

ngga penget

ahui hanya

yang berusi

i merantau k

tian ini sebag

Gambar

manfaatan K

asyarakat D

antung terha

esar tumbuh

tan yang me

untuk mem

13%

3%

13%

4 Persentas

r informasi m

masyarakat

si muda sud

tahuan meng

sebatas un

ia produktif

ke luar daer

gian besar be

r 5 Kelompo

Keanekarag

esa Baleged

adap tumbuh

han tidak d

erupakan kaw

masuki kaw

21%

51%

%

20

e tingkat pen

mengenai pe

yang berus

dah berkura

genai peman

ntuk pangan

f sekitar 15-

rah untuk be

erusia antara

ok responden

gaman Tum

de, khususn

han yang te

diperoleh la

wasan cagar

wasan hutan

0%

30%

ndidikan res

engetahuan p

sia lanjut. P

ang karena

nfaatan tumb

n dan hiasa

-30 tahun ja

ekerja. Oleh

a 50-60 tahu

n berdasarka

mbuhan

nya masyar

erdapat di l

angsung dar

r alam. Hal i

n cukup te

tidak tam

tamat S

tamat S

tamat S

<30 t

30-<4

40-<5

50-<6

≥60 t

sponden

pemanfaatan

Pemanfaatan

dianggap k

buhan yang

an. Selain i

arang berada

h karena itu

un yakni men

an usia

rakat Dusun

lingkungan

ri hutan kar

ini menyebab

erbatas dan

23

mat SD

D

MP

MA

tahun

40 tahun

50 tahun

60 tahun

tahun

n tumbuhan

tumbuhan

ketinggalan

umumnya

itu jumlah

a di rumah

responden

ncapai 34%

n Miduana

sekitarnya.

rena status

bkan akses

n sebagian

m

h

i

s

j

t

K

d

m

k

m

d

b

b

p

i

s

masyarakat

hutan sehing

itu pada um

sudah berus

jauh.

Kaw

tepi yang

Kebanyakan

digunakan u

mengambil

kerajinan. B

meskipun sa

dilakukan, k

Tin

bahan pang

budidaya. M

pangan tidak

intensitas pe

sebagai baha

Ga

01020304050607080

Jum

lah

spes

ies

ada yang s

gga intensita

mumnya mas

ia lanjut, di

wasan hutan

berbatasan

n masyarak

untuk kayu

tumbuhan y

Bahkan ada

angat jarang

karena kegiat

ngginya pem

gan membua

Meskipun jum

k sebanyak s

emanfaatan

an pangan.

ambar 6 Pem

6274

4

sudah memi

as pengambi

syarakat yan

samping ake

n yang masih

langsung

kat hanya

u bakar dan

yang bergun

a juga yan

g. Untuk pe

tan ini merup

manfaatan tu

at masyarak

mlah spesies

spesies yang

yang paling

manfaatan tum

4

43

12

K

iliki kesadar

ilan tumbuha

ng dulunya a

esibilitas me

h sering dik

dengan lah

melakukan

n pakan ter

a sebagai ob

ng melakuk

engambilan k

pakan kegia

umbuhan te

kat lebih ter

s tumbuhan

g dimanfaatk

g tinggi terl

mbuhan berdas

2 14 12

Kegunaan tu

ran untuk i

an dari huta

aktif keluar

enuju ke dal

kunjungi mas

han pertania

pengambi

rnak. Selain

bat serta bah

kan pengam

kayu saat in

atan yang dil

erutama yan

rgantung ke

yang diman

kan sebagai o

etak pada p

sarkan kelom

149

umbuhan

ikut menjag

an cukup jara

masuk hutan

lam hutan y

syarakat ada

an milik m

ilan tumbu

n itu ada j

han tali, any

mbilan tumb

ni sudah ha

arang.

ng digunaka

epada tumb

nfaatkan seb

obat (Gamba

pemanfaatan

mpok kegunaan

19

4

24

a kawasan

ang. Selain

n sekarang

yang cukup

alah bagian

masyarakat.

uhan yang

juga yang

yaman dan

buhan hias

ampir tidak

an sebagai

uhan hasil

agai bahan

ar 6), tetapi

tumbuhan

n

5 7

d

F

k

m

P

p

d

d

G

Has

dari 69 fam

Famili deng

kemudian d

masing seba

Poaceae mem

pangan, oba

dan kerajina

dimanfaatka

Gambar 7 Kdi

Zingi

Verb

So

R

Pi

M

M

M

L

F

Eupho

Cucu

Beg

A

A

A

Fam

ili

sil wawanca

mili yang ma

gan jumlah

diikuti oleh f

anyak 11 sp

mang bergun

at, pakan tern

an. Hal ini

an oleh masy

eanekaragammanfaatkan

0

iberaceae

benaceae

olanaceae

Rutaceae

Rubiaceae

Poaceae

iperaceae

Myrtaceae

Meliaceae

Malvaceae

Liliaceae

Lauraceae

Fabaceae

orbiaceae

urbitaceae

goniaceae

steraceae

Arecaceae

Araceae

Apiaceae

ara dengan

asih dimanfa

spesies terb

famili Fabac

esies (Gamb

na untuk ham

nak, aromati

menyebabk

yarakat.

man tumbuhan

3

3

3

3

3

3

3

4

3

5

J

masyarakat

aatkan untuk

banyak adal

ceae, Solana

bar 7). Berb

mpir seluruh

ik, keperluan

kan banyakn

n dari 20 fami

5

6

6

6

6

5

5

Jumlah spe

diperoleh 1

k berbagai ke

ah Poaceae

aceae, dan Z

bagai spesies

h keperluan m

n upacara ad

nya spesies

ili yang memp

11

11

9

11

10

esies

191 spesies

eperluan (La

sebanyak 1

Zingiberacea

s tumbuhan

masyarakat,

dat, serta any

dari famil

punyai spesie

15

25

tumbuhan

ampiran 1).

19 spesies,

ae masing-

dari famili

mulai dari

yaman, tali

i ini yang

es terbanyak

19

20

26

Apabila dibandingkan dengan sejumlah penelitian yang sama pada

masyarakat di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Miduana tidak terlalu banyak (Tabel 7). Hal

ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan

masyarakat mengenai manfaat tumbuhan, luas areal penelitian, kondisi sosial

budaya masyarakat, serta status kawasan konservasinya.

Pada penelitian Harada et al (2001) dan Setyowati (2007) penelitian

dilakukan di tiga lokasi yang termasuk ke dalam tiga desa yang berbeda. Inama

(2008) dan Fakhrozi (2009) melakukan kajian etnobotani pada masyarakat adat

Suku Marind Sendawi Anim dan Suku Melayu Tradisional yang masih memiliki

ketergantungan sangat tinggi terhadap alam sekitarnya. Begitu pula dengan

Hamidu (2009), objek penelitiannya pada masyarakat Suku Buton yang masih

tradisional dengan jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan lebih tinggi dibandingkan

penelitian ini.

Tabel 7 Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi

No Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies)* Sumber

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 TN Gunung

Halimun 169 153 5 - 4 71 5 335 218 272 41 1 26 Harada et

al (2001) 2 TN Gunung

Leuser 46 69 9 - - - - 7 - - 2 - 2 Setyowati

(2007) 3 TN Wasur 97 125 6 8 4 14 18 59 30 20 25 21 36 Inama

(2008) 4 TN Bukit

Tigapuluh 73 138 6 4 1 9 18 22 47 5 13 - 16 Fakhrozi

(2009) 5 Suaka Alam

Lambusango 80 83 17 8 - 12 55 11 37 36 41 12 - Hamidu

(2009) 6 CA Gunung

Simpang 62 74 12 4 5 12 43 14 14 9 19 4 7 Penelitian

ini (2010) *) Keterangan kelompok pemanfaatan: 1) pangan; 2) obat; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida

nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil minuman; 13) lainnya.

Selain itu, status kawasan dapat mempengaruhi banyaknya pemanfaatan

tumbuhan. Pada kawasan taman nasional biasanya memiliki zona pemanfaatan

tradisional yang dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat

setempat melalui pengaturan pemanfaatan agar tetap lestari (Widada 2008). Hal

ini membuat masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan. Pada

kebanyakan kawasan suaka alam misalnya cagar alam, pemanfaatan terhadap

hasil hutan sangat dibatasi. Sesuai dengan Undang-Undang no. 50 Tahun 1990,

27

kegiatan yang boleh dilakukan di dalam kawasan cagar alam hanya terbatas untuk

kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan

penunjang budidaya. Hal ini membuat tidak adanya ruang pemanfaatan bagi

kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Akan tetapi sebenarnya di kawasan Cagar Alam Gunung Simpang

sendiri, kegiatan pemanfaatan hasil hutan tidak dilarang secara sepenuhnya. Ada

pengaturan tersendiri terkait pemanfaatan hasil hutan. Salah satu bentuk

pengelolaan kawasan cagar alam ini adalah dengan pengamanan partisipatif

bersama masyarakat, sehingga masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan

terutama non kayu, tetapi dengan ikut menjaga kawasan hutan dan melakukan

pemanfaatan secara lestari.

Selain itu pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan di

Dusun Miduana sudah mulai berkurang akibat adanya perubahan pola hidup yang

lebih modern. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama yang

terkait dengan kebudayaan atau tradisi sudah sangat sedikit, karena sudah banyak

tradisi yang ditinggalkan. Pada umumnya pengetahuan tentang pemanfaatan

tumbuhan yang masih sering dilakukan biasanya terkait dengan kebutuhan hidup

sehari-hari, seperti untuk pangan, bumbu masakan, minuman, obat untuk sakit

yang ringan, hiasan, kayu bakar, serta keperluan sandang seperti tali, peralatan

rumah tangga, dan bangunan.

Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies tumbuhan

yang paling banyak digunakan sebagai obat, setelah itu penggunaan terbanyak

kedua adalah untuk pangan (Setyowati 2007; Inama 2008; Fakhrozi 2009;

Hamidu 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan yang

dilakukan masyarakat tidak jauh berbeda meskipun berada pada lokasi yang

berbeda serta memiliki adat istiadat berbeda pula.

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

Berdasarkan habitusnya tumbuhan dikelompokkan ke dalam delapan

kelompok yaitu herba, perdu, liana, bambu, pohon, epifit, tumbuhan air, dan

lumut. Kelompok habitus terbesar adalah herba yakni sebanyak 82 spesies atau

43% dari keseluruhan habitus yang ada (Tabel 8).

28

Tabel 8 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

No. Habitus Jumlah spesies Persentase 1 Herba 82 43% 2 Perdu 54 28% 3 Pohon 37 19% 4 Bambu 9 5% 5 Liana 6 3% 6 Tumbuhan air 1 1% 7 Lumut 1 1% 8 Epifit 1 1% Jumlah 191 100%

Herba dan perdu merupakan habitus dari sebagian besar tumbuhan yang

dimanfaatkan untuk semua kegunaan, terutama sebagai obat, bahan pangan,

tumbuhan hias, dan pakan ternak. Pada kawasan ini tumbuhan berupa herba lebih

melimpah jumlahnya dibandingkan dengan habitus yang lain, sehingga mudah

diperoleh. Selain itu tumbuhan dengan habitus herba lebih mudah diperoleh

karena cukup mudah pengambilannya. Dalam proses pertumbuhannya, herba

lebih cepat tumbuh dan lebih cepat dapat diambil hasilnya dibandingkan dengan

habitus lainnya.

5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan

Dalam penggunaan tumbuhan lebih dari 30% bagian yang dimanfaatkan

dari tumbuhan berguna adalah daun (Tabel 9). Hal ini disebabkan karena daun

lebih mudah diperoleh dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan bagian

tumbuhan yang lainnya. Selain itu sebagian besar tumbuhan mempunyai daun

yang tidak mengenal musim sehingga pengambilannya dapat dilakukan setiap

waktu.

Penggunaan daun untuk memenuhi semua kebutuhan merupakan bentuk

dari upaya konservasi karena tidak mengganggu tumbuhannya seperti jika

menggunakan akar, batang, getah atau kulit batang. Bahkan untuk

penggunaannya, daun dapat juga digunakan secara langsung atau dimakan

langsung tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Apalagi bagi masyarakat

Miduana yang merupakan Suku Sunda, penggunaan daun dari sejumlah spesies

tumbuhan sebagai lalap (dimakan mentah) sudah merupakan tradisi yang khas.

29

Tabel 9 Persentase bagian tumbuhan yang digunakan

No Bagian yang digunakan Jumlah spesies Persentase (%) 1 Daun 76 32,48 2 Buah 37 15,81 3 Batang 35 14,96 4 Bunga 27 11,54 5 Seluruh bagian 17 7,26 6 Biji 12 5,13 7 Rimpang 8 3,42 8 Akar 6 2,56 9 Umbi 5 2,14 10 Getah 4 1,71 11 Tunas 4 1,71 12 Kulit batang 2 0,85 13 Lainnya 1 0,43

5.2.3 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan

Sejumlah spesies tumbuhan yang digunakan berasal dari beberapa tempat

di sekitar tempat tinggal masyarakat, baik dari kebun, sawah, halaman, maupun

hutan. Spesies tumbuhan tersebut ada yang merupakan hasil budidaya dan ada

pula yang liar. Sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan spesies

tumbuhan hasil budidaya, karena dari 191 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan

sebanyak 132 spesies atau sekitar 69% merupakan hasil budidaya.

Sebagian besar spesies tumbuhan berguna diperoleh dari kebun (Gambar

8). Masyarakat Dusun Miduana biasanya memiliki kebun yang ditanami oleh

berbagai macam tumbuhan, dari mulai pepohonan sampai herba. Selain itu letak

kebun tidak terlalu jauh dari rumah, sehingga masyarakat mudah mendapatkan

tumbuhan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain kebun, biasanya masyarakat

juga memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah yang ditanami sejumlah

tumbuhan berguna seperti sayuran, buah-buahan, tumbuhan obat, dan tumbuhan

hias.

5

p

t

m

s

5

b

t

p

a

b

(

t

m

a

G

5.3 Pem

Spe

pengamatan

tingkat pema

memiliki jum

spesies tumb

5.3.1 Tum

Pan

besar dipero

tambahan ya

pokok bagi

adalah padi

berkarbohidr

(Ipomoea ba

tumbuhan d

masyarakat

adalah Solan

0

20

40

60

80

100

120

Jum

lah

spes

ies

Gambar 8 Kea

manfaatan T

esies tumbu

dikelompo

anfaatan dal

mlah spesie

buhan dari 3

mbuhan pe

ngan sebaga

oleh dari tum

akni berupa

masyarakat

i (Oryza sa

rat tinggi l

atatas), dan j

dari 32 famil

(Lampiran 2

naceae yakni

56

halaman

anekaragaman

Tumbuhan

uhan bergun

okkan kedal

lam setiap ke

s paling ting

6 famili.

nghasil pan

ai kebutuhan

mbuhan, ba

a sayuran da

Dusun Mid

ativa), selain

ainnya sepe

jagung (Zea

li yang dima

2). Famili ter

i 8 spesies.

107

kebun

n tumbuhan b

Berdasarka

a yang dipe

lam 13 kel

elompok keg

ggi adalah t

ngan

n pokok ba

aik berupa m

an buah-buah

duana dan b

n itu ada p

erti singkon

a mays). Has

anfaatkan se

rbanyak yan

32

sawa

Asal tum

berdasarkan a

an Kelompo

eroleh dari

lompok keg

gunaan. Kel

tumbuhan ob

agi masyarak

makanan pok

han. Tumbu

bahkan masy

pula tumbuh

ng (Manihot

sil wawancar

ebagai sumb

g digunakan

5

ah hu

mbuhan

sal tumbuhan

ok Kegunaa

hasil wawa

gunaan untu

lompok kegu

bat yakni se

kat Miduana

kok maupun

uhan pengha

yarakat Desa

han pengha

t utilissima)

ra diperoleh

ber pangan n

n sebagai bah

58

utan la

30

n

an

ancara dan

uk melihat

unaan yang

ebanyak 74

a sebagian

n makanan

asil pangan

a Balegede

sil pangan

, ubi jalar

62 spesies

nabati oleh

han pangan

5

ainnya

31

Gambar 9 Spesies tumbuhan pangan hasil budidaya (a) Sejumlah sayuran dari kebun dan (b) Jeruk (Citrus aurantinum sinensis)

Tumbuhan yang digunakan sebagai sumber pangan umumnya merupakan

hasil budidaya sendiri, tumbuhan liar, atau yang diperoleh dari tempat lain di luar

Desa Balegede. Banyak dari tumbuhan pangan ini merupakan tumbuhan obat,

akan tetapi masyarakat lebih sering mengkonsumsinya sebagai pangan. Terutama

untuk spesies yang sering digunakan sebagai lalapan seperti antanan beureum

(Centella asiatica), reundeu (Staurogyne elongata), leunca (Solanum ningrum),

dan janggut (Mentha arvensis).

5.3.2 Tumbuhan obat

Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat mempunyai jumlah spesies

terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok kegunaan yang lainnya, yakni

sebanyak 74 spesies tumbuhan dari 36 famili (Lampiran 3). Spesies tumbuhan

obat yang paling banyak digunakan berasal dari famili Zingiberaceae. Hal ini

disebabkan spesies tumbuhan dari famili Zingiberaceae merupakan spesies

tumbuhan yang paling mudah diperoleh masyarakat Miduana karena budidayanya

relatif mudah serta memiliki sejumlah kegunaan lain selain dari obat seperti untuk

bumbu masak ataupun pangan.

Dalam penggunaan tumbuhan obat ada yang dipakai secara tunggal atau

dicampur dengan tumbuhan lain. Sebagian besar responden menggunakan

tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit yang sifatnya ringan seperti batuk,

sakit perut dan demam. Pada pengobatan penyakit yang cukup berat dan dalam

pembuatan ramuannya cukup sulit biasanya hanya dilakukan oleh beberapa

responden yang cukup ahli dalam meramu obat-obatan tersebut. Penyakit berat

a  b 

32

yang sering ditangani diantaranya adalah sakit ginjal, sakit liver, kanker, dan

tumor.

Tabel 10 Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan

No Nama lokal Nama ilmiah Penyakit yang diobati

bagian yang digunakan

1 Antanan beureum

Centella asiatica penambah darah Daun

2 Babadotan Ageratum conyzoides luka luar Daun 3 Winahong Anredera cordifolia batuk menahun,

sariawan, luka, keseleo

Daun

4 Labu siam Sechium edule panas/demam daging buah 5 Katuk Sauropus

androgynus Sariawan Daun

6 Kumis kucing Orthosiphon grandiflorus

encok, pegal linu

seluruh bagian

7 Jambu biji Psidium guajava sakit perut pucuk (daun muda)

8 Cecendet Physalis angulata pegal linu seluruh bagian 9 Kunyit Curcuma domestica sakit gigi Rimpang 10 Pacing Costus speciosus mata gatal air batang

Tumbuhan obat sebagian besar diperoleh dari halaman dan kebun,

bahkan ada juga yang dijadikan sebagai tumbuhan hias di pekarangan rumah

(Gambar 10). Hal ini menyebabkan pengambilan tumbuhan obat dari hutan tidak

terlalu sering dilakukan karena untuk mengobati penyakit yang umum diderita

masyarakat lebih memanfaatkan spesies tumbuhan obat yang ada di lingkungan

sekitarnya. Pengambilan spesies tumbuhan obat dari hutan biasanya hanya

dilakukan oleh orang-orang yang akan mengobati penyakit yang cukup berat.

Pengolahan tumbuhan obat dilakukan dengan cara direbus, ditumbuk, digosokkan,

diparut, dibakar, dan ada pula yang dimakan langsung. Sebagian besar responden

tidak menyimpan tumbuhan obat dalam bentuk simplisia karena biasanya

langsung mengambil tumbuhan obat pada saat dibutuhkan.

33

Gambar 10 Winahong (Anredera cordifolia) yang merambat di pagar rumah

Kendala dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat adalah sebagian

masyarakat lebih menginginkan cara yang lebih praktis dalam mengobati

penyakit, sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih obat-obatan kimia

yang ada di warung atau puskesmas. Hal ini menyebabkan banyaknya

pengetahuan mengenai khasiat tumbuhan obat hanya diketahui oleh orang-orang

tua dan tidak berlanjut ke generasi mudanya. Meskipun demikian, salah satu

responden merupakan generasi muda yang aktif dalam memanfaatkan tumbuhan

sebagai obat. Selain dimanfaatkan di dalam lingkungan keluarganya, responden

tersebut juga sering mengobati orang lain.

Upaya budidaya sejumlah spesies tumbuhan obat sudah sempat

dilakukan oleh tim PKK Desa Balegede dengan dibuatnya demplot tanaman obat.

Kegiatan ini merupakan kerjasama antara pemerintah Desa Balegede dengan

BKSDA Jawa Barat I. Akan tetapi saat ini kondisi demplot tanaman obat tersebut

terbengkalai dan masyarakat tidak ada yang antusias untuk melakukan budidaya

tumbuhan obat lebih lanjut. Selain demplot tumbuhan obat, tim PKK juga

melakukan pengembangan TOGA (Tumbuhan Obat Keluarga) di pekarangan. Jika

dilihat dalam data statistiknya, Dusun Miduana memiliki pekarangan yang

ditanami TOGA paling luas dibandingkan dusun lainnya.

Rendahnya minat masyarakat terhadap budidaya tumbuhan obat

disebabkan kurangnya informasi mengenai manfaat tumbuhan obat yang

dibudidayakan serta cara budidaya tumbuhan obat yang baik. Selain itu kendala

pemasaran juga menjadi salah satu faktor yang menghambat keberhasilan

budidaya tumbuhan obat tersebut.

34

5.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna

Penggunaan tumbuhan sebagai pewarna di kalangan masyarakat Miduana

biasanya digunakan untuk mewarnai makanan. Hal ini bertujuan untuk menambah

daya tarik pada makanan atau sebagai bumbu pada masakan tertentu. Pada

masyarakat Madura penggunaan tumbuhan sebagai pewarna pada makanan

merupakan hal penting karena menjadi identitas derajat sosial seseorang (Rifai &

Waluyo 1992). Tumbuhan pewarna yang digunakan masyarakat Miduana

sebanyak 4 spesies dari 3 famili (Tabel 11).

Tabel 11 Spesies tumbuhan penghasil zat warna

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Warna yang dihasilkan

1 Pandan Pandanus amaryllifolius Pandanaceae Hijau 2 Cabe merah Capsicum annuum Solanaceae Merah 3 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Merah 4 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae Kuning

Penggunaan pewarna alami makanan yang berasal dari tumbuhan secara

medis memberikan manfaat positif dibandingkan pewarna sintesis (Rostiana et al.

1992). Hal ini disebabkan pewarna sintesis seringkali memberikan efek samping

yang negatif bagi yang mengkonsumsinya. Pada masyarakat Kampung Adat

Dukuh di Garut, selain mewarnai makanan tumbuhan penghasil warna biasanya

digunakan untuk mewarnai peralatan rumah tangga dan bagian tubuh tertentu

(Hidayat 2009).

5.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ada 12 spesies dari 7

famili (Lampiran 5). Umumnya spesies tumbuhan yang digunakan adalah rumput,

sehingga spesies tumbuhan yang digunakan sebagian besar berasal dari famili

Poaceae atau bangsa rumput-rumputan. Beberapa spesies tumbuhan yang sering

digunakan sebagai pakan ternak adalah jukut jampang (Eleusine indica), jukut pait

(Axonopus compressus), dan lameta (Lersia hexandra). Rumput yang digunakan

biasanya berasal dari pematang sawah, pinggiran jalan, atau kebun. Selain itu

biasanya masyarakat juga menggembalakan ternaknya atau mengikatnya di

lapangan yang berumput atau pinggiran kebun. Untuk jenis ternak unggas, pakan

yang diberikan biasanya dedak halus atau kasar yang diperoleh dari sisa

penggilingan padi atau penumbukan padi.

35

5.3.5 Tumbuhan hias

Penggunaan tumbuhan sebagai hiasan cukup banyak dilakukan oleh

masyarakat Miduana. Umumnya tumbuhan hias ini ditanam di halaman depan

rumah untuk memanfaatkan lahan kosong dan menambah nilai estetika. Hampir

sebagian besar rumah di Dusun Miduana memiliki pekarangan yang ditanami

tumbuhan. Selain berfungsi sebagai hiasan, tumbuhan ini ada juga yang

digunakan sebagai obat dan keperluan lainnya.

Hasil wawancara dan pengamatan langsung diperoleh sebanyak 35

spesies tumbuhan hias dari 24 famili (Lampiran 6). Tumbuhan hias ini ada yang

diambil langsung dari hutan dan ada pula yang berasal dari daerah luar. Spesies

tumbuhan hias yang diambil dari hutan diantaranya adalah hariang (Begonia sp.),

talas, dan anggrek.

Tabel 12 Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai hiasan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Alamanda Allamanda cathartica Apocynaceae Bunga 2 Pacar air Impatiens balsamina Balsaminaceae Bunga 3 Nanas kerang Rheo discolor Commelinaceae Daun 4 Hanjuang

merah Cordyline terminalis Liliaceae Daun

5 Lidah buaya Aloe vera Liliaceae Daun 6 Kembang

sapatu Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae Bunga

7 Bugenfil Bougainvillea glabra Nyctaginaceae Bunga 8 Anggrek

panda Vanda tricolor Orchidaceae Bunga

9 Kembang ros Rosa chinensis Rosaceae Bunga 10 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae Bunga

5.3.6 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik yang sering digunakan masyarakat Miduana

sebanyak 12 spesies dari 9 famili (Lampiran 7). Sebagian besar tumbuhan

aromatik digunakan sebagai campuran pada masakan untuk menghilangkan aroma

tak sedap dan menghasilkan wangi yang khas seperti salam (Eugenia polyantha),

jahe (Zingiber officinale), dan pandan (Pandanus amaryllifolius). Hal yang sama

juga dilakukan oleh masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur dengan

memanfaatkan sejumlah tumbuhan aromatik sebagai bahan penyedap pada

36

masakan mereka (Susiarti &Setyowati 2005). Hasil wawancara juga menyebutkan

bahwa bunga sedap malam (Polianthes tuberosa) biasanya digunakan sebagai

pewangi di kamar pengantin dalam upacara pernikahan. Spesies tumbuhan

aromatik ini biasanya diperoleh dari kebun atau halaman rumah, sehingga mudah

diperoleh ketika diperlukan.

5.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama

Penggunaan tumbuhan untuk mengatasi hama sudah cukup jarang

dilakukan oleh masyarakat Miduana. Sebagian besar petani sudah lebih memilih

pembasmi hama kimia yang lebih mudah diperoleh dan praktis digunakan.

Terdapat 5 spesies tumbuhan dari 4 famili yang dapat dimanfaatkan oleh anggota

masyarakat untuk mengatasi hama (Tabel 13).

Tabel 13 Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae Tunas 2 Ganggeng Ceratophyllum demersum Ceratophyllaceae Seluruh bagian 3 Ki hurip Rhaphidophora sylvestris Araceae Seluruh bagian 4 Tamiyang

pugur Schizostachyum brachycladum

Poaceae

Seluruh bagian

5 Tua beleng Derris elliptica Fabaceae Akar

Menurut Lestari (2005) biasanya tumbuhan untuk mengatasi hama

bekerja dengan cara sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh

dan bentuk lainnya. Salah satu spesies yang masih cukup sering digunakan adalah

ganggeng (Ceratophyllum demersum) sebagai penjebak hama walang sangit

(Gambar 11). Tumbuhan ini merupakan spesies tumbuhan air yang ditemukan di

aliran air yang tenang di sekitar sawah dan biasanya banyak tumbuh di aliran air

sekitar kubang (telaga kecil). Penggunaan tumbuhan ini cukup praktis yakni

dengan mengeluarkan ganggeng dari air, kemudian disimpan diatas bambu yang

ditancapkan di areal sawah. Cara bekerjanya adalah menarik walang sangit

dengan bau amis yang ditimbulkan dari ganggeng yang dikeluarkan dari air.

Kemudian walang sangit yang menempel pada ganggeng tersebut dimusnahkan

dengan cara dibakar.

Penggunaan spesies tumbuhan yang lain kini sudah jarang dilakukan. Hal

ini lebih disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku, terutama untuk jenis-jenis

yang hanya ada di hutan seperti ki hurip (Rhaphidophora sylvestris) dan tua

37

beleng (Derris elliptica). Selain jarak tempuh yang jauh untuk medapatkannya,

beberapa responden juga menyebutkan spesies tumbuhan tersebut sudah langka.

Gambar 11 Ganggeng (Ceratophyllum demersum)

5.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

Pelaksanaan upacara adat di Dusun Miduana tidak terlalu terlihat seperti

pada kelompok masyarakat lain. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan ini

cukup banyak memanfaatkan spesies tumbuhan. Hasil wawancara menunjukkan

bahwa sebagian besar peralatan dan bahan dalam upacara adat didominasi oleh

tumbuhan. Terdapat 19 spesies tumbuhan dari 13 famili yang digunakan dalam

upacara adat (Lampiran 9). Beberapa spesies tumbuhan tersebut antara lain

hanjuang (Cordyline fruticosa), sirih (Piper betle), kelapa (Cocos nucifera), dan

bambu tali (Gigantochloa apus).

Gambar 12 Tantang angin, salah satu perlengkapan upacara adat dari daun bambu tali (Gigantochloa apus)

Penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam rangkaian upacara adat

melambangkan adanya hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya. Selain

itu tumbuhan yang sering dimanfaatkan untuk keperluan adat biasanya akan lebih

38

dipelihara oleh masyarakat. Spesies yang tadinya liar biasanya akan

dibudidayakan, karena akan lebih mudah diperoleh ketika diperlukan. Hal ini

secara tidak langsung merupakan upaya konservasi masyarakat terhadap sejumlah

spesies tumbuhan dalam bentuk pemanfaatan yang lestari, sehingga dapat

menjaga populasi spesies tumbuhan tersebut.

5.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Sebagian besar masyarakat Miduana masih memasak dengan tungku,

meskipun ada juga beberapa yang menggunakan kompor gas. Hasil pengamatan

langsung terhadap 30 orang responden, 10 responden diantaranya menggunakan

kompor gas yang dibarengi dengan tungku. Terdapat 9 spesies tumbuhan dari 8

famili yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Lampiran 10). Penggunaan

tumbuhan sebagai kayu bakar biasanya berupa ranting atau batang kecil yang

kering.

Spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai kayu bakar adalah

kaliandra (Calliandra haematocephala), karena lebih mudah diperoleh. Kaliandra

biasanya banyak tumbuh di pinggiran hutan, tepi sawah, dan di pinggir jalan dekat

pemukiman. Hal ini membuat kaliandra banyak dipilih oleh masyarakat sebagai

kayu bakar. Penyimpanan kayu bakar biasannya diletakkan pada para-para di atas

tungku. Hal ini bertujuan agar kayu tersebut cepat kering karena terkena asap

tungku.

Gambar 13 Penyimpanan kayu bakar di atas tungku

5.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan

Pembuatan kerajinan dan anyaman merupakan kegiatan yang cukup

banyak dilakukan masyarakat Miduana. Berbagai macam peralatan rumah tangga

banyak dihasilkan dari kegiatan ini terutama berupa anyaman yaitu boboko, hihid,

39

nyiru, dan aseupan. Selain peralatan rumah tangga, ada juga pengrajin alat musik

berupa gendang. Hasil wawancara dan pengamatan langsung diperoleh 14 spesies

tumbuhan dari 10 famili (Lampiran 11).

Gambar 14 Peralatan rumah tangga hasil anyaman dan kerajinan

Pada umumnya spesies tumbuhan yang banyak digunakan sebagai tali

adalah hoe tali (Calamus javensis) dan ijuk aren (Arenga pinnata). Bahan utama

pembuatan anyaman adalah bambu tali (Gigantochloa apus). Spesies tumbuhan

yang potensial adalah tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima) sebagai bahan

baku pembuatan sapu serta wawalinian (Typha domingensis) sebagai bahan baku

pembuatan tikar.

Kendala lainnya dalam pembuatan kerajinan adalah kebanyakan

pengrajin sudah berusia lanjut dan hampir tidak ada generasi muda yang

meneruskan. Selain itu pemasaran hasil produksinya pun tidak terlalu luas,

sehingga tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan hidup pengrajin. Hal ini

menyebabkan pembuatan kerajinan bukan merupakan sebuah pekerjaan pokok,

karena pada umumnya mata pencaharian masyarakat Miduana adalah petani.

Gambar 15 Seorang pengrajin sedang membuat sapu dari tamiyang cangkir

(Thysanolaena maxima)

40

5.3.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Sebagian besar rumah di Dusun Miduana merupakan rumah sederhana

dengan dinding yang terbuat dari bilik bambu atau papan. Meskipun terdapat

sejumlah rumah permanen, akan tetapi dalam pembangunannya tetap saja

sejumlah tumbuhan diperlukan. Tumbuhan yang digunakan tersebut ada sekitar 14

spesies dari 10 famili (Lampiran 12).

Dinding rumah biasanya terbuat dari bilik yang dianyam dari bambu tali

(Gigantochloa apus), sedangkan untuk lantai biasanya papan dari kayu pasang

(Quercus sundaica), huru (Actinodaphne procera), dan tunggeureu (Castanea

tunggurut) atau palupuh dari bambu gombong (Gigantochloa verticillata) atau

bambu temen (Gigantochloa atter). Selain itu beberapa rumah mempunyai atap

yang terbuat dari lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum) (Gambar 16).

Pada bagian dalam daun tepus diikat berjajar dengan rapi dan bagian luarnya

dilapisi ijuk untuk menguatkan lapisannya. Rumah dengan atap seperti ini pada

siang hari terasa sejuk dan pada malam hari terasa hangat.

Gambar 16 Rumah dengan atap lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum)

Sampai saat ini yang masih banyak digunakan sebagai bahan bangunan

adalah berbagai spesies bambu karena biasanya mudah didapat dari kebun sendiri

atau hasil budidaya. Penggunaan spesies tumbuhan berkayu sudah jarang karena

pada umumnya kayu tersebut diperoleh dari hutan, dan pengambilan kayu di

hutan saat ini merupakan kegiatan melanggar hukum.

5.3.12 Tumbuhan penghasil bahan minuman

Pemanfaatan tumbuhan sebagai minuman cukup sering dilakukan oleh

masyarakat. Pembuatan air teh tawar sebagai minuman sehari-hari merupakan

sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Selain itu kopi

41

juga merupakan minuman yang sudah sangat umum. Nira yang berasal dari aren

juga dapat menjadi minuman yang menyegarkan, begitu pula air dari buah kelapa.

Terdapat 4 spesies tumbuhan dari 3 famili yang sering dimanfaatkan sebagai

bahan penghasil minuman (Tabel 14).

Tabel 14 Spesies tumbuhan sebagai bahan minuman

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Aren Arenga pinnata Arecaceae Bunga 2 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Buah 3 Kopi Coffea robusta Rubiaceae Biji 4 Teh Thea sinensis Theaceae Daun

5.3.13 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya

Pemanfaatan tumbuhan untuk kegunaan lainnya adalah penggunaan

tumbuhan yang tidak termasuk kedalam kelompok penggunaan yang telah

disebutkan. Beberapa kegunaan tersebut antara lain sebagai penetral nira yang

asam, pamepes (pengeras) dalam pembuatan gula aren, dan pembuatan tape.

Terdapat 7 spesies tumbuhan dari 6 famili yang termasuk kedalam kelompok

kegunaan ini (Tabel 15).

Tabel 15 Spesies tumbuhan dengan kegunaan lainnya

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Kegunaan 1 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae Pamepes dalam

pembuatan gula aren 2 Kaliki Ricinus communis Euphorbiaceae Pamepes dalam

pembuatan gula aren 3 Katuk Sauropus androgynus Euphorbiaceae Pembuatan tape 4 Maranginan Dysoxylum ramiflorum Meliaceae Penetral nira asam 5 Ki seureuh Piper aduncum Piperaceae Penetral nira asam 6 Raru Usnea longissima Usneaceae Penetral nira asam 7 Hangasa Amomum dealbatum Zingiberaceae Pembuatan tape

Penggunaan tumbuhan dalam menetralkan nira yang asam cukup mudah,

yakni dengan meletakkan bagian tumbuhan tersebut ke dalam tabung bambu yang

menjadi penampung nira. Bagian yang digunakan untuk ki seureuh (Piper

aduncum) adalah daunnya sebanyak 3 lembar, pada maranginan (Dysoxylum

ramiflorum) yang digunakan adalah kulit batangnya, sedangkan untuk raru (Usnea

longissima) bagian yang digunakan adalah seluruh bagian.

Minyak kelapa (Cocos nucifera) dan biji kaliki (Ricinus communis)

digunakan sebagai pamepes pada pembuatan gula aren. Pamepes ini fungsinya

42

agar gula aren menjadi membeku dan keras pada akhirnya. Adapun hangasa

(Amomum dealbatum) dan katuk (Sauropus androgynus) digunakan sebagai bahan

tambahan dalam pembuatan tape.

5.4 Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Tumbuhan

Sebanyak 20 spesies tumbuhan dipilih dari sejumlah spesies tumbuhan

hasil wawancara dan pengamatan langsung. Dua puluh spesies ini dipilih atas

intensitas pemanfaatannya oleh responden. Hasil penilaian tingkat kesukaan 30

orang responden diperoleh bahwa padi (Oryza sativa) merupakan spesies

tumbuhan yang paling disukai oleh responden dengan nilai total sebesar 600

(Tabel 16). Nilai ini merupakan nilai yang sangat sempurna sebagai nilai tingkat

kesukaan responden, karena semua responden memilih padi sebagai spesies

tumbuhan pertama yang disukai. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

memang sangat memiliki ketergatungan yang sangat tinggi terhadap padi karena

merupakan tumbuhan penghasil pangan pokok mereka.

Tabel 16 Tingkat kesukaan responden terhadap spesies tumbuhan yang digunakan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Nilai kesukaan total

1 Padi Oryza sativa Poaceae 600 2 Singkong Manihot utilissima Euphorbiaceae 537 3 Aren Arenga pinnata Arecaceae 519 4 Kelapa Cocos nucifera Arecaceae 515 5 Pisang Musa paradisiaca Musaceae 499 6 Bambu

gombong Gigantochloa verticillata Poaceae 411

7 Kaliandra Calliandra haematocephala

Fabaceae 394

8 Menee/kayu afrika

Maesopsis eminii Rhamnaceae 327

9 Bambu tali Gigantochloa apus Poaceae 320 10 Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae 301 11 Reundeu Staurogyne elongate Acanthaceae 267 12 Kunyit Curcuma domestica Zingiberaceae 266 13 Jambu biji Psidium guajava Myrtaceae 264 14 Alpukat Persea americana Lauraceae 218 15 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Rutaceae 214 16 Tepus Amomum coccineum Zingiberaceae 185 17 Hanjuang Cordyline fruticosa Liliaceae 168 18 Janggut Mentha arvensis Labiatae 105 19 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae 104 20 Kaliki Ricinus communis Euphorbiaceae 86

43

Mata pencaharian sebagian besar responden adalah petani, sehingga

dalam padangan mereka padi (Oryza sativa) merupakan tumbuhan utama yang

memenuhi kebutuhan hidup mereka. Meskipun sebenarnya banyak komoditas

pertanian lainnya, akan tetapi bagi masyarakat Miduana padi merupakan

komoditas pertanian yang utama. Selain itu di lingkungan masyarakat Miduana

yang masih memegang tradisi, padi memang merupakan spesies tumbuhan yang

sangat dihormati dan disakralkan. Hal ini dapat terlihat dari sejumlah upacara adat

yang masih dilakukan sebagian besar merupakan bentuk penghormatan terhadap

padi.

5.5 Nilai Kegunaan Tumbuhan

Nilai kegunaan dari 20 spesies tumbuhan menunjukkan bahwa aren

(Arenga pinnata) memiliki kegunaan tertinggi (Tabel 17).

Tabel 17 Nilai kegunaan spesies tumbuhan berguna

No Nama tumbuhan Nilai kegunaan total Kegunaan*) 1 Aren 7,22 1,2,6,8,9,10,11,12 2 Kelapa 5,23 1,2,10,11,12,13 3 Padi 4,96 1,2,6,8,11 4 Alpukat 3,28 1,2,8,10 5 Pisang 3,22 1,2,8,11 6 Bambu tali 3 5,8,9,11 7 Kunyit 2,86 1,4,11 8 Bambu gombong 2,7 8,9,11 9 Menee/kayu afrika 2,59 8,9,10 10 Nangka 2,42 2,8,10 11 Janggut 2,08 1,2,7 12 Singkong 2 2,6 13 Jambu biji 2 1,2 14 Tepus 1,99 1,8,9 15 Reundeu 1,93 1,2 16 Kaliandra 1,9 6,10 17 Jeruk nipis 1,78 1,3 18 Pacing 1,61 1,7,11 19 Hanjuang 1,51 7,11 20 Kaliki 1,39 1,13

*) Keterangan: 1) obat; 2) pangan; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil bahan minuman; 13) lainnya.

Hasil wawancara dan pengamatan langsung menunjukkan bahwa aren

(Arenga pinnata) memiliki 8 kegunaan dari 13 macam kegunaan yang ada, yaitu

44

untuk pangan, obat, pakan ternak, bahan kerajinan, bahan bangunan, kayu bakar

kegunaan adat, serta penghasil bahan minuman. Hampir seluruh bagian dari aren

memang dapat digunakan, sehingga aren merupakan Multi Purpose Tree Species

(MPTS) atau tumbuhan yang memiliki banyak kegunaan (Nurahman et al. 2007).

Hal ini menyebabkan aren menjadi spesies tumbuhan dengan nilai kegunaan

tertinggi. Apalagi di Dusun Miduana aren merupakan spesies tumbuhan yang

cukup penting karena digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan gula

merah dan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

5.6 Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan

Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan Dusun Miduana saat ini

merupakan pengetahuan yang berasal dari hasil interaksi mereka dengan alam

sekitarnya. Pada umumnya pewarisan pengetahuan tradisional dilakukan secara

lisan dari generasi ke generasi (Soekarman & Riswan 1992). Saat ini bentuk

kearifan tradisional yang masih ada di Desa Balegede khususnya Dusun Miduana

adalah pemanfaatan tumbuhan dengan disertai kesadaran untuk menjaga

kelestarian spesies tumbuhan yang digunakan. Kesadaran dalam melestarikan ini

tumbuh pada sebagian besar masyarakat Dusun Miduana bukan karena peraturan

adat, tetapi karena mereka berpikir bahwa tumbuhan dapat memenuhi sebagian

besar kebutuhan hidup mereka. Kegiatan tersebut dapat terlihat dalam pembuatan

gula aren, budidaya sejumlah spesies tumbuhan berguna yang berasal dari hutan,

serta adanya tradisi terkait penghormatan terhadap padi (Oryza sativa).

5.6.1 Pembuatan gula aren

Pembuatan gula dari aren (Arenga pinnata) di Desa Balegede khususnya

di Dusun Miduana sudah berlangsung sejak puluhan tahun yang lalu. Aren yang

diambil niranya (disadap) berasal dari kebun masing-masing dan ada juga yang

berasal dari kawasan cagar alam. Kebanyakan aren yang berada di kawasan cagar

alam tumbuh di pinggiran kawasan dan berbatasan langsung dengan lahan milik

masyarakat.

Dalam melakukan penyadapan aren di dalam kawasan cagar alam,

pengelola cagar alam tidak mengatur pembagian aren untuk setiap penyadap.

Setiap penyadap biasanya sudah mempunyai pohon dan areal sadapan masing-

45

masing secara turun temurun. Pembagian areal sadapan dilakukan pada waktu

kawasan ini masih dikelola oleh perhutani.

Peraturan bagi masyarakat yang menyadap aren (Arenga pinnata) di

dalam kawasan cagar alam adalah harus menjaga aren serta lingkungan tempat

tumbuh aren tersebut. Selain bagi penyadap aren, peraturan ini juga diterapkan

kepada setiap masyarakat yang sering memanfaatkan hasil hutan non kayu

lainnya. Peraturan ini berasal dari pihak pengelola cagar alam sebagai salah satu

bentuk program pengamanan partisipatif bagi kawasan Cagar Alam Gunung

Simpang.

Adanya upaya budidaya aren yang dilakukan oleh beberapa masyarakat

juga menjadi bukti bahwa secara tidak langsung masyarakat melakukan praktek

konservasi. Namun sejauh ini upaya budidaya tersebut belum berhasil, sehingga

perbanyakan aren lebih tergantung kepada penyebaran yang dilakukan oleh

musang. Pengambilan daun cangkuang (Pandanus furcatus) dari hutan sebagai

pembungkus gula juga dibatasi dengan hanya mengambil daun tua sekitar 3-4

helai setiap individunya dan dilakukan secara bergilir pada lokasi yang berbeda.

Gambar 17 Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang (Pandanus furcatus)

Selain itu penggunaan sejumlah spesies tumbuhan dalam pembuatan gula

aren juga membuat sebagian besar masyarakat menjaga populasi spesies

tumbuhan tersebut. Spesies tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan gula aren

diantaranya adalah batang bambu gombong (Gigantochloa verticillata) sebagai

tabung penampung nira, cetakan gula, dan tangga untuk menyadap nira, daun

cangkuang (Pandanus furcatus) sebagai pembungkus gula, minyak kelapa (Cocos

nucifera) dan biji kaliki (Ricinus communis) sebagai pamepes atau membuat gula

membeku, batang dan daun tepus (Amomum coccineum) sebagai pembersih

46

tabung nira, daun ki seureuh (Piper aduncum), kulit kayu maranginan (Dysoxylum

ramiflorum) dan raru (Usnea longissima) sebagai penetral nira yang asam, serta

sejumlah tumbuhan yang dijadikan sebagai kayu bakar seperti kaliandra

(Calliandra haematocephala).

Penggunaan tumbuhan dalam pembuatan gula aren merupakan kearifan

tradisional yang harus dipertahankan karena dapat menghasilkan gula dengan

kualitas tinggi yang bebas dari bahan-bahan kimia. Pada beberapa lokasi

pembuatan gula yang lain sudah banyak yang menggunakan bahan-bahan kimia

seperti deterjen untuk menetralkan nira yang asam dan mencuci tabung bambu

penampung nira dengan sabun. Hal ini menyebabkan gula yang dihasilkan tidak

bermutu tinggi dan tentu saja memberikan dampak negatif bagi yang

mengkonsumsi.

5.6.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna

Pada mulanya banyak spesies tumbuhan yang dimanfaatkan langsung

diambil dari hutan. Namun dengan adanya perubahan status kawasan hutan

Gunung Simpang menjadi cagar alam, masyarakat sudah jarang mengambil hasil

dari hutan secara langsung. Saat ini beberapa masyarakat telah membudidayakan

beberapa spesies yang berasal dari hutan untuk mempermudah memenuhi

kebutuhan.

Beberapa spesies yang sudah dibudidayakan adalah cangkuang

(Pandanus furcatus), tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima), dan reundeu

(Staurogyne elongata). Cangkuang dibudidayakan karena permintaan terhadap

daunnya yang tinggi sebagai pembungkus gula aren. Hal ini dikhawatirkan akan

membuat populasi cangkuang menurun di hutan, sehingga masyarakat berinisiatif

untuk menanamnya di kebun.

Gambar 18 Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan (a) cangkuang (Pandanus furcatus) dan (b) tamiyang cangkir (Thysanolaena maxima)

a  b 

47

Bunga tamiyang cangkir merupakan bahan baku dalam pembuatan sapu.

Tumbuhan ini biasanya tumbuh di tebing-tebing di hutan, sehingga berkurangnya

tamiyang cangkir dikhawatirkan akan mengakibatkan longsor Untuk menjaga

jumlah populasinya di alam, maka sebagian anggota masyarakat menanamnya di

lahan masing-masing. Reundeu merupakan tumbuhan yang sering digunakan

sebagai lalap dan memiliki khasiat sebagai obat. Agar mudah memperolehnya,

maka reundeu ditanam di kebun yang dekat dengan pemukiman. Kegiatan

pengambilan pucuk reundeu juga memiliki aturan tertentu yakni apabila terdapat

tiga pucuk dalam satu batang, maka yang diambil hanya satu pucuk saja, dua

pucuk lainnya dibiarkan untuk pemetikan selanjutnya.

5.6.3 Tradisi lain yang masih dijalankan

Bentuk kearifan tradisional lainnya yang masih dilaksanakan oleh

sebagian besar masyarakat di Dusun Miduanan adalah tradisi yang berkaitan

dengan penghormatan terhadap padi (Oryza sativa). Bagi masyarakat Miduana

padi merupakan tumbuhan yang sangat disakralkan karena merupakan kebutuhan

pokok masyarakat. Pada umumnya tradisi ini dilakukan oleh orang-orang yang

masih memegang adat. Tradisi penghormatan terhadap padi dimulai dari proses

menyemai benih padi sampai pengaturan ruangan untuk menyimpan padi di dalam

rumah. Beberapa tradisi yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Dusun

Miduana adalah:

1. Mitembian

Mitembian merupakan serangkaian upacara adat yang dilakukan sebelum

penyemaian benih padi, penanaman padi, dan pemanenan padi. Upacara

mitembian biasanya dilakukan oleh orang khusus yang mempunyai keahlian

dalam melakukan tata cara upacara tersebut, yakni sesepuh maupun dukun. Orang

yang melakukan mitembian biasanya menggunakan boeh rarang yang

dikerudungkan. Boeh rarang merupakan kain warna putih seperti selendang yang

biasanya diletakkan di pintu goah atau tempat menyimpan padi di dalam rumah.

Mitembian ditandai dengan ditancapkannya hanjuang (Cordyline fruticosa)

di sawah yang akan dijadikan sebagai tempat pembenihan padi, sawah yang akan

ditanami, atau sawah yang akan dipanen (Gambar 18). Selain menancapkan

hanjuang, dilakukan juga pembakaran kemenyan dalam wadah dari anyaman

48

bambu yang disebut parukuyan. Kemudian setelah itu ditanamlah tetengger atau

sejumput benih di sawah yang akan ditanami atau memotong sedikit padi di

sawah yang akan dipanen sebagai tanda dimulainya penanaman atau pemanenan.

Gambar 19 Hanjuang (Cordyline fruticosa) yang ditancapkan di pembenihan padi

Pelengkap dalam upacara adat ini bermacam-macam diantaranya berupa

bubur merah-putih, rujak kelapa, kopi, minyak kelapa, dan tantang angin yakni

semacam ketupat yang terbuat dari daun bambu tali (Gigantochloa apus) atau

bambu gombong (Gigantochloa verticillata) berbentuk segitiga. Setelah upacara

mitembian ini selesai barulah kegiatan penebaran benih padi, penanaman, atau

pemanenan dapat dilaksanakan.

2. Rengkong

Rengkong merupakan rangkaian upacara adat yang dilaksanakan saat

pemanenan padi. Pada upacara rengkong biasanya ditampilkan kesenian

tarawangsa yakni semacam kacapi cianjuran atau kesenian musik khas Cianjur.

Bahkan pada jaman dahulu biasanya ada kesenian yang disebut sandiwara yakni

semacam pementasan wayang orang. Namun saat ini kesenian sandiwara dan

tarawangsa ini jarang ditampilkan karena rengkong juga sudah jarang dilakukan.

Saat ini masyarakat biasanya hanya melakukan upacara mitembian jika akan

melakukan panen padi.

3. Upacara tutup taun

Upacara tutup taun dilakukan setelah selesai panen padi. Biasanya

dilakukan dengan berdoa bersama di rumah warga yang panen. Upacara ini

dilakukan dengan memotong tumpeng dan makan bersama. Biasanya upacara ini

dilakukan oleh warga yang memiliki hasil panen cukup besar, sehingga dengan

kata lain upacara tutup taun ini merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas melimpahnya hasil panen. Selain itu upacara ini juga

49

mengandung makna berbagi dengan sesama yang ditandai dengan adanya

kegiatan makan bersama.

Pada masyarakat Padepokan Girijaya di sekitar Gunung Salak, upacara

seperti ini dinamakan seren taun (Mirmanto et al 2008). Perbedaannya adalah

dalam upacara seren taun terdapat serangkaian ritual lain selain dari makan

bersama dan dilakukan secara bersama oleh masyarakatnya. Namun pada intinya

kedua tradisi ini memiliki fungsi yang sama sebagai ungkapan rasa syukur atas

rejeki yang mereka peroleh.

4. Ngaelepkeun

Ngaelepkeun merupakan adat dalam tata cara penyimpanan padi hasil

panen yang dilakukan oleh orang tertentu seperti sesepuh atau dukun.

Ngaelepkeun tidak bisa dilakukan pada sembarang hari tetapi pada hari-hari

tertentu tergantung hari lahir pemilik padi. Ngaelepkeun dilakukan apabila hendak

menyimpan padi hasil panen ke lumbung padi yang disebut leuit dan goah. Leuit

merupakan bangunan kecil tempat menyimpan padi yang terpisah dari rumah,

sedangkan goah merupakan ruangan tempat menyimpan padi yang terletak di

dalam rumah.

Dalam upacara ngaelepkeun, padi yang telah diikat (digedeng) terbagi ke

dalam beberapa macam. Ada gedengan biasa dan gedengan pokok yang terdiri

dari indung, ikat, ampar kasur, capit hurang, dan panutup. Sebagian besar padi

diikat berupa gedengan biasa, sedangkan untuk gedengan pokok hanya sebagian

kecil saja. Makna dari gedengan pokok ini diibaratkan sebagai penjaga lumbung

padi agar tidak mengalami gangguan apapun.

Gambar 20 Indung, lima ikatan padi kecil digabung jadi satu

50

Pada indung biasanya diikatkan juga tembakau (Nicotiana tabacum) yang

digulung dengan daun sirih (Piper betle). Ini merupakan simbol bahwa indung

merupakan orang tua atau inti dari gedengan pokok. Dalam penyimpanan padi di

lumbung terdapat susunan tertentu yang tidak boleh dilanggar. Padi gedengan

pokok selalu berada di tengah tumpukkan dan dikelilingi padi gedengan biasa.

Apabila aturan ini dilanggar, maka pemiliknya akan mengalami kabadi atau sakit

secara misterius.

5. Nganyaran

Nganyaran merupakan upacara adat dalam menyimpan beras hasil panen

ke dalam tempat beras berupa gentong besar dari tanah liat yang disebut buyung.

Nganyaran harus dilakukan sebelum padi hasil panen dikonsumsi atau dijual.

Upacara ini dilakukan dengan menumbuk padi hasil panen sehingga menjadi

beras. Banyaknya padi harus dalam hitungan genap dan minimal dua genggam.

Beras hasil tumbukan kemudian disimpan dalam boboko atau wadah dari

anyaman bambu. Peralatan dalam upacara ini adalah segelas air, sisir, cermin,

hihid atau kipas dari bambu. Beras yang ada dalam boboko kemudian dimasukkan

ke dalam buyung dan peralatan seperti sisir, cermin, dan hihid diletakkan di dekat

buyung. Upacara nganyaran ini bertujuan untuk menghormati dewi Sri yang lebih

dikenal oleh masyarakat Miduana sebagai Nyi Mas Geulis atas hasil panen yang

diperoleh.

Beras kemudian dimasak dan orang pertama yang memakan nasinya

adalah orang yang melakukan mitembian ketika panen. Sebelum orang yang

melakukan mitembian memakan nasinya, pemilik padi dilarang memakan nasi

dari padi hasil panen tersebut, apalagi sampai menjualnya. Padi baru boleh diolah

atau dijual setelah dilakukan upacara nganyaran. Manfaat adanya tradisi ini secara

tidak langsung mencegah adanya sistem ijon yang banyak merugikan petani.

6. Sistem pengaturan ruangan penyimpanan padi di rumah

Tempat penyimpanan padi di dalam rumah disebut goah. Penempatan

goah di dalam rumah juga memiliki aturan tersendiri. Peletakan goah harus

disusun berurutan dengan padaringan atau tempat menyimpan beras, hawu atau

tungku sebagai tempat memasak, pintu keluar, dan air atau kamar mandi. Hal ini

m

s

p

k

s

r

m

p

p

5

a

b

m

m

m

t

s

m

d

G

merupakan

sesuatu haru

Sel

pintu utama

kepercayaan

saja seseora

rumah, nam

melainkan

pengaturan

pemiliknya a

5.7 Sta

Stat

ada di Masy

besar peng

masyarakat y

muda tidak b

melakukan

tradisional m

saat ini me

masyarakat D

dari generas

Gambar 21

0

20

40

60

80

100

120

jum

lah

spes

ies

lambang ke

us berurutan.

ain pengatur

a rumah da

n bahwa leta

ang memilik

mun orang t

harus meny

tersebut dil

akan terseran

atus Kearifa

tus pengetah

yarakat Midu

getahuan m

yang berusia

banyak men

pemanfaatan

mengenai pe

erupakan ta

Dusun Midu

i ke generas

Rata-rata juresponden

64

≤ 30

eteraturan ya

.

ran penempa

an letak saw

ak sawah ha

ki sawah yan

tersebut tida

yerahkannya

langgar, mak

ng penyakit

an Tradision

huan tradisi

uana sudah m

mengenai pe

a lanjut (Gam

ngetahui kear

n tumbuhan

manfaatan tu

anda terjadin

uana. Apabil

i sampai kem

umlah spesies

69

31-40

Kelom

ang memilik

atan goah, a

wah. Pada

arus ada di

ng letaknya

ak diperbole

a kepada o

ka pemilik

secara miste

nal

ional menge

mulai berkur

emanfaatan

mbar 21). Ke

rifan dalam

n secara tra

umbuhan ya

nya erosi n

la dibiarkan

mudian hilan

s yang diman

89

41-5

mpok usia res

ki arti bahw

ada juga peng

beberapa m

bagian depa

berada di b

ehkan meng

orang lain.

rumah akan

erius.

enai pemanf

rang. Hal in

tumbuhan

ebanyakan r

pemanfaatan

adisional. Se

ang ada di ka

nilai-nilai k

nilai-nilai in

ng.

nfaatkan berd

9

0 51

sponden (tah

wa dalam m

gaturan men

masyarakat

an pintu rum

bagian belak

ggarap sawa

Apabila p

n terkena ka

faatan tumb

ni terlihat dar

lebih diku

responden ya

n tumbuhan

edikitnya pe

alangan gen

kearifan trad

ni akan terus

dasarkan kelo

94

-60

hun)

51

mengerjakan

ngenai arah

masih ada

mah. Boleh

kang pintu

ah tersebut

pengaturan-

kabadi atau

uhan yang

ri sebagian

uasai oleh

ang berusia

dan jarang

engetahuan

erasi muda

disional di

s berkurang

ompok usia

114

>60

52

Berkurangnya nilai-nilai kearifan tradisional di masyarakat Dusun

Miduana disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utamanya adalah terputusnya

transfer nilai-nilai tersebut dari generasi tua ke generasi muda. Generasi muda

berpikir nilai-nilai tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan

para sesepuhnya tidak dapat memaksakan untuk terus menjalankan nilai-nilai

tersebut. Hal ini terjadi akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, sehingga sebagian besar generasi muda berpikir kearifan tradisional

sudah tidak efisien dan tidak efektif (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup

2001). Apalagi tidak ada peraturan adat yang mengatur masyarakatnya untuk tetap

menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional. Hal ini membuat nilai-nilai kearifan

tradisional semakin terdegradasi.

Faktor lainnya adalah perubahan pola hidup masyarakat yang sudah

dipengaruhi kebudayaan dari luar. Banyak masyarakat yang merantau ketika

pulang membawa pola kehidupan yang bebeda dengan pola kehidupan di Dusun

Miduana. Selain itu akses ke luar daerah yang cukup mudah membuat proses

akulturasi kebudayaan dengan daerah lain menjadi semakin cepat terjadi.

Faktor ekonomi juga turut mempengaruhi berkurangnya nilai-nilai

kearifan tradisional. Masuknya kebudayaan dari luar yang lebih modern dan

pesatnya pembangunan menyebabkan taraf hidup masyarakat meningkat. Hal ini

membuat kebutuhan masyarakat juga ikut meningkat baik jumlah, ragam maupun

kualitasnya (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup 2001). Kebutuhan

ekonomi yang meningkat tentu harus dibarengi dengan jumlah penghasilan yang

besar. Karena itulah banyak masyarakat Dusun Miduana yang lebih memilih

bekerja ke luar daerah untuk mendapatkan penghasilan yang diinginkan.

Ditambah dengan berubahnya status kawasan hutan menjadi kawasan yang

dilindungi, semakin mengurangi akses masyarakat dalam memanfaatkan hasil

hutan berupa kayu dan non kayu. Hal ini membuat masyarakat semakin sulit

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga masyarakat perlahan-lahan tidak

tergantung kepada hutan sepenuhnya.

Berkurangnya pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan tumbuhan

secara tidak langsung juga berdampak terhadap keberadaan spesies tumbuhannya.

Salah satu kasus yang terjadi di Dusun Miduana adalah langkanya wawalinian

53

(Typha domingensis) sebagai bahan baku pembuatan tikar karena pembuatan tikar

ini sudah tidak dilakukan lagi. Karena biasanya masyarakat Miduana akan

menjaga atau bahkan membudidayakan spesies sering digunakan.

Untuk menjaga agar nilai-nilai kearifan tradisional tetap ada di

masyarakat Miduana perlu dilakukan beberapa upaya terutama oleh

masyarakatnya sendiri. Beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya adalah

dibangunnya kembali atau revitalisasi konsep TOGA di masyarakat untuk mengisi

pekarangannya. Selain dapat dijadikan sebagai pertolongan pertama ketika sakit,

beberapa tumbuhan obat juga dapat dijadikan bumbu masakan serta menjadi

tumbuhan hias.

Penggunaan pembasmi hama yang berasal dari tumbuhan dapat

diterapkan kepada petani dengan cara membudidayakan spesies tumbuhan yang

dapat mengatasi hama. Selain itu penggunaan tumbuhan sebagai bahan-bahan

dalam pembuatan gula aren juga harus tetap dipertahankan. Keahlian membuat

kerajinan serta anyaman harus diturunkan kepada generasi selanjutnya, akan tetapi

dengan pengembangan yang sesuai jaman. Misalnya anyaman yang dihasilkan

tidak hanya untuk keperluan rumah tangga, akan tetapi dibuat semacam souvenir

yang bentuknya lebih menarik. Penjualan souvenir ini dapat dilakukan di kawasan

objek wisata yang relatif dekat, seperti Situ Patengan, Kawah Putih, serta objek

wisata lainnya yang ada di sekitar Ciwidey sampai perkebunan teh Rancabali.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 

1. Hasil kajian menunjukkan pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan

masyarakat Dusun Miduana cukup tinggi. Hal ini terlihat dari

dimanfaatkannya 191 spesies tumbuhan dari 69 famili. Penggunaan

tumbuhan digolongkan kedalam 13 kelompok kegunaan yakni sebagai

pangan 62 spesies, obat 74 spesies, hias 43 spesies, keperluan adat 19

spesies, bahan bangunan 14 spesies, pakan ternak 12 spesies, aromatik 12

spesies, kayu bakar 9 spesies, tali, anyaman, dan kerajinan 14 spesies,

pewarna 4 spesies, pestisida nabati 5 spesies, minuman sebanyak 4

spesies, dan kegunaan lain sebanyak 7 spesies. Pemanfaatan tumbuhan

umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama

untuk pangan.

2. Pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan di Dusun

Miduana sudah mulai berkurang. Akan tetapi sebagian masyarakat masih

menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional yang terlihat dari kegiatan

pemanfaatan tumbuhan, adanya upaya konservasi tumbuhan yang

dimanfaatkan, serta masih dilakukannya sejumlah tradisi terkait

penghormatan terhadap padi.

6.2 Saran 

1. Melakukan budidaya tumbuhan potensial yaitu wawalinian (Typha

domingensis) sebagai bahan baku pembuatan tikar dan aren (Arenga

pinnata) sebagai bahan baku utama pembuatan gula merah sehingga

dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

2. Pengembangan dan pendampingan demplot tumbuhan obat dengan

spesies tumbuhan obat yang dapat mengobati penyakit yang umum

diderita masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi O. 2002. Tinjauan Antropologi Pelibatan Masyarakat Lokal dalam Pembangunan Kehutanan. Medan: Universitas Sumatera Utara

Arafah D. 2005. Studi potensi Tumbuhan Berguna di Kawasan Taman Nasional Bali Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Asnawi HA. 1992. Peranan Tumbuhan dalam Upacara Adat Daur Hidup Suku Bangsa Banjar. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hlm 202-215

Attamimi F. 1997. Pengetahuan Masyarakat Suku Mooi Tentang Pemanfaatan Sumberdaya Nabati di Dusun Maibo Desa Aimas Kabupaten Sorong [skripsi]. Manokwari: Fakultas Pertanian, Universitas Cenderawasih

Cotton CM. 1997. Ethnobotany,Principles and Applications. England: John Wiley and Sons Ltd

Dharmono. 2007. Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L.) di Suku Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado. Bioscientiae 4 (2): hlm 71-78

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2008. Cagar Alam Gunung Simpang. http://www.dishutjabar.go.id [29 mei 2009]

[Ditjen PHKA] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2009. Cagar Alam. http://www.dirjenphka.com [14 September 2009]

Direktorat Jenderal Pengembangan Masyarakat dan Desa. 2009. Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa dan Kelurahan. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia

Djamalui VP. 1998. Spesies-spesies Tumbuhan Berkayu dan Pemanfaatannya dalam Kehidupan Suku Sougb di Desa Sururey Kecamatan Sururey Kabupaten Dati II Manokwari [skripsi]. Manokwari: Fakultas Pertanian, Universitas Cenderawasih

Dunia Tanaman. 2009. Tanaman Hias. http://www.duniatanaman.com/ category/tanaman-hias.htm [11 Okt 2009]

Fakhrozi I. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Studi Kasus di Desa Rantau Langsat, Kecamatan Batang Gangsal Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

56

Gunawan R. 2008. Kearifan Lokal dalam Tradisi Lisan dan Karya Sastra. Di dalam: Kongres Bahasa; Jakarta, 28 – 31 Oktober 2008. Jakarta: Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. hlm: 1-13

Hamidu H. 2009. Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Harada K, Muzakkir A, Rahayu M, Widada. 2001. Traditional People and Biodiversity Conservation in Gunung Halimun National Park. Biodiversity Conservation Project: PKA-JICA-LIPI

Harada K, Rahayu M, Muyzakkir A. 2006. Tumbuhan Obat Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat, Indonesia. Gunung Halimun Salak National Park Management Project: JICA dan PHKA

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indomesia jilid I-IV. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya

Hidayat S. 2009. Etnobotani Masyarakat Kampung Adat Dukuh, Kabupaten Garut, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

[HIMAKOVA] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 2008. Kajian Keanekaragaman Flora dan Etnobotani di Cagar Alam Gunung Simpang Kab. Cianjur, Jawa Barat. Bogor: HIMAKOVA

[IL0] International Labour Organization. 1989. Convention 169: Convention Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries. Geneva: ILO

Inama. 2008. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Marind Sendawi Anim di Kawasan Taman Nasional Wasur, Kabupaten Merauke, Propinsi Papua [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Isdijoso SH. 1992. Tumbuhan sebagai Sumber Bahan Sandang, Tali-temali, dan Anyam-anyaman. Di dalam : Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hal 328-334

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2001. Bunga Rampai Kearifan Lingkungan. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup

Kartawinata K. 2004. Biodiversity Conservation in Realtion to Plant Used for Medicines and Other Products. Journal of Tropical Ethnobiology: hlm 1-11

57

Kartiwa S, Martowikrido W. 1992. Hubungan antara Tumbuhan dan Manusia dalam Upacara Adat di Indonesia. Di dalam : Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hlm 149-155

Lestari DA. 2005. Eksplorasi Jenis Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi yang Berpotensi sebagai Pestisida Nabati. Pasuruan: Kebun Raya Purwodadi-LIPI

Lestari G, Kencana P. 2008. Galeri Tanaman Hias Lanskap. Jakarta: Penebar Swadaya

Mansoben JR. 2003. Konservasi Sumber Daya Alam Papua Ditinjau dari Aspek Budaya. Jurnal Antropologi Papua 2 (4): hlm 1-12

Martin GJ. 1998. Etnobotani: Sebuah Manual Pemuliharaan Manusia dan Tumbuhan. Mohamed M, Penerjemah. Kota Kinabalu: Natural History Publications (Borneo)

Mirmanto E, Wiriadinata H, Royyani MF, Ichikawa S, Ismirza. 2002. Merajut Pesona Flora Hutan Pegunungan Tropis di Gunung Salak. Bogor: Taman Nasional Gunung Halimun Salak-LIPI-JICA-PKA

Nurahman Y, Mile MY, Suhaendah E. 2007. Teknis Perbanyakan Tanaman Cemara Laut (casuarina equisetifolia) pada Media Pasir. Info Teknis 5 (1): 1-7

[Pemda Kab. Cianjur] Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. 2007. Data Kependudukan Kabupaten Cianjur. http://www.cianjurkab.go.id [3 Okt 2009]

Puspitaningtyas DM, Mursidawati S, Sutrisno, Asikin J. 2003. Anggrek Alam di Kawasan Konservasi Pulau Jawa. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI

Puspitaningtyas DM. 2005. Studi Keragaman Anggrek di Cagar Alam Gunung Simpang, Jawa Barat. Biodiversitas 6 (2): 103-107

Rahayu M, Susiarti S, Purwanto Y. 2007. Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Hutan Non Kayu oleh Masyarakat Lokal di Kawasan Konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai Tapa – Jambi. Biodiversitas 8 (1): 73-78

Resort Cagar Alam Gunung Simpang. 2010. Data Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang Tahun 2010. Cianjur: Resort Cagar Alam Gunung Simpang

Ridwan NA. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Ibda` 5 (1): hlm 27-38

Rifai MA, Waluyo EB. 1992. Etnobotani dan Pengembangan Tetumbuhan Pewarna Indonesia: Ulasan suatu pengamatan di Madura. Di dalam:

58

Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hal 119-126

Rostiana O, Hadipoetyanti E, Abdullah A. 1992. Potensi Bahan Pewarna Alami di Indonesia. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hal 127-131

Rostiana O, Rosita SMD, Wahid P, Sitepu D. 1990. Program Pengembangan Penelitian Tumbuhan Obat di Indonesia. di dalam: Seminar Nasional: Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat; Bogor, 30-31 Mei 1990.

Rostiana O, Rosita SMD, Pribadi ER, Hernani. 2007. Penggalian Iptek Etnomedisin di Gunung Gede Pangrango. Bul. Littro18 (1): hlm 13-28

Sastrapradja S, Mogea JP, Sangat HM, Afriastini JJ. 1980. Palem Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka

Sastrapradja S, Widjaja EA, Prawiroatmodjo S, Soenarko S. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Jakarta: PN Balai Pustaka

Sastrapradja S. 1981. Tumbuhan Air. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI

Setyowati FM. 2007. Keanekaragaman Pemanfaatan Tumbuhan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI

Siswoyo, Zuhud EAM, Soekmadi R, Sandra E. 2004. Inventarisasi dan Identifikasi Sumberdaya Alam Hayati Berupa Tumbuhan Selain Obat di Kabupaten Sintang. Bogor: Pemerintah Kabupaten Sintang dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB

Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hlm 1-7

Susiarti S, Setyowati FM. 2005. Bahan Rempah Tradisional dari Masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Biodiversitas 6 (4): hlm. 289-291

Sutara PK. 2009. Spesies Tumbuhan sebagai Pewarna Alam Pada Beberapa Perusahan Tenun di Gianyar. Jurnal Bumi Lestari 9 (2): hlm. 217 - 223

Sutarjadi. 1992. Tumbuhan Indonesia sebagai Sumber Obat, Kosmetika, dan Jamu. di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-

59

Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hlm 16-25

Taum YY. 2006. Wawasan Kebangsaan dari Perspektif Budaya Flores. Di dalam: Dialog Budaya Daerah "Merumuskan Kembali Wawasan Kebangsaan Melalui Perspektif Budaya Lokal"; Yogyakarta, 18 – 19 April 2006. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. hlm 1-9

Temu ST. 1992. Penggunaan Tumbuhan untuk Bahan Pakan, Pewarna Tenun Ikat dan Pelestarian Lingkungan oleh Suku Lio, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Di dalam: Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari 1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hlm 390-394

Undang-Undang no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Undang Undang no 7 tahun 1996 tentang Pangan

Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan Taman Nasional yang Efektif Melalui Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi yang Sejahtera. Jakarta: Ditjen PHKA – JICA

Widjaja, Elizabeth A. 2001. Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Bogor: Puslibang-LIPI

Zuhud EAM, Haryanto. 1990. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. di dalam: Seminar Nasional: Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat; Bogor, 30-31 Mei 1990. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

60

Lampiran 1 Daftar nama tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Dusun Miduana

No. Nama lokal Nama ilmiah Famili Habitus 1 Pecah beling Strobilanthes crispus Bl Acanthaceae perdu 2 Reundeu Staurogyne elongata O.K Acanthaceae herba 3 Bayam Amaranthus spinosus L. Amarantaceae herba 4 Jawer kotok Celosia cristata L. Amarantaceae herba 5 Bakung Crinum asiaticum L. Amarillydaceae herba 6 Sedap malam Polianthes tuberosa L. Amarillydaceae herba 7 Jambu mede Anacardium occidentale L. Anacardiaceae pohon 8 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae pohon 9 Manalika Anona muricata L. Anonaceae pohon 10 Antanan/antanan

beureum Centella asiatica (L.) Urb Apiaceae herba

11 Katuncar Eryngium foetidum L. Apiaceae herba 12 Kuruwet galeng Hydrocotyle sibthorpioides

Lamk Apiaceae herba

13 Seledri Apium graveolens L. Apiaceae perdu 14 Wortel Daucus carota L. Apiaceae herba 15 Alamanda Allamanda cathartica L. Apocynaceae perdu 16 Jaring Acorus calamus L. Araceae herba 17 Ki hurip Rhaphidophora sylvestris

(Blume) Engl Araceae liana

18 Kuping gajah Anthurium crystallinum Lindl Araceae perdu 19 Talas hias Caladium bicolor (W.Aif) Vent Araceae herba 20 Talas hias "white

butterfly" Syngonium podophyllum Araceae herba

21 Talas hitam Colocasia esculenta Schott Araceae herba 22 Ramo giling Schefflera aromatica Harms Araliaceae pohon 23 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae pohon 24 Bingbin Pinanga coronata (Bl.ex

Mart.)Bl Arecaceae perdu

25 Bubuay Plectocomia elongata Mart.Ex Bl

Arecaceae liana

26 Hoe tali Calamus javensis Blume Arecaceae liana 27 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae pohon 28 Rotan seti Calamus ornatus Blume ex

Schult.f Arecaceae liana

46 Aster Chrysanthemum indicum L. Asteraceae herba 47 Babadotan Ageratum conyzoides L. Asteraceae herba 48 Bunga tahi kotok Tgetes patula L. Asteraceae herba 49 Kembang kertas Zinna elegans Jacq Asteraceae herba 50 Kirinyuh Eupatorium inulifolium Kunth Asteraceae perdu 51 Sembung Blumea balsamifera DC Asteraceae perdu 29 Pacar air Impatiens balsamina L. Balsaminaceae herba

61

30 Pacar tere Impatiens platypetala Lindl Balsaminaceae herba 31 Winahong Anredera cordifolia (Ten.)

Steenis Basellaceae herba

32 Hariang Begonia coccinea Hortz Begoniaceae herba 33 Hariang Begonia robusta Bl Begoniaceae herba 34 Hariang Begonia semperflorens Begoniaceae herba 35 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn Bombacaceae pohon 36 Bromelia Bromelia sp Bromeliaceae herba 37 Nanas Ananas cosmosus L. Bromeliaceae herba 38 Genjer Limnocharis flava Buchemau Butomaceae herba 39 Korejat Isotoma longiflora (Wild.) Presl Campanulaceae herba 40 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae herba 41 Anyelir Dianthus chinensis L. Caryophyllaceae herba 42 Ganggeng Ceratophyllum demersum L. Ceratophyllaceae tumbuhan

air 43 Keras tulang Chloranthus officinalis Bl Chloranthaceae perdu 44 Nanas kerang Rheo discolor Hance Commelinaceae perdu 45 Commelina Callisia fragrans (Lindl) Woods Commelinaceae herba 52 Kangkung Ipomoea aquatica Forsk Convolvulaceae herba 53 Ubi jalar Ipomoea batatas Poir Convolvulaceae herba 54 Buntiris Kalanchoe pinnata Pers Crassulaceae herba 55 Sedum Sedum morganianum E. Walther Crassulaceae herba 56 Kol Brassica oleracea L. Cruciferae herba 57 Labu siam Sechium edule Sw Cucurbitaceae perdu 58 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae herba 59 Paria Momordica charantia L. Cucurbitaceae perdu 60 Waluh Cucurbita moschata Duch Cucurbitaceae perdu 61 Babawangan Scirpus erectus Poir Cyperaceae herba 62 Teki Kyllinga brevifolia Rottb Cyperaceae herba 63 Euphorbia Euphorbia milii Des Moul Euphorbiaceae perdu 64 Jarak pagar Jatropha curcas L. Euphorbiaceae perdu 65 Kaliki Ricinus communis L. Euphorbiaceae perdu 66 Katuk Sauropus androgynus Merr Euphorbiaceae perdu 67 Mareme Glochidion borneense Boerl Euphorbiaceae pohon 68 Singkong Manihot utilissima Pohl Euphorbiaceae perdu 69 Angsana Pterocarpus indicus Willd Fabaceae pohon 70 Asem Tamarindus indica L. Fabaceae pohon 71 Buncis Phaseolus vulgaris L. Fabaceae perdu 72 Jengkol Pithecolobium lobatum Benth Fabaceae pohon 73 Jukut riut Mimosa pudica L. Fabaceae perdu 74 Jukut riut merah Aeschynomene americana L. Fabaceae perdu 75 Kacang hijau Phaseolus radiatus L. Fabaceae herba 76 Kacang suuk Arachis hypogaea L. Fabaceae herba 77 Kaliandra Calliandra haematocephala

Hassk Fabaceae pohon

62

78 Petai Parkia speciosa Hassk Fabaceae pohon 79 Tua beleng Derris elliptica Benth Fabaceae liana 80 Pasang Quercus sundaica Bl Fagaceae pohon 81 Tunggeureu Castanea tunggurut Bl Fagaceae pohon 82 Reundeu badak Cyrtandra picta Bl Gesneriaceae herba 83 Melinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae pohon 84 Rasamala Altingia excelsa Noronha Hamamelidaceae pohon 85 Ki kadanca Platea latifolia Bl Icacinaceae pohon 86 Janggut/pepermint Mentha arvensis L. Labiatae herba 87 Kumis kucing Orthosiphon grandiflorus Bold Labiatae herba 88 Kemangi Ocimum Basilicum L. Lamiaceae herba 89 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae pohon 90 Huru Actinodaphne procera Nees Lauraceae pohon 91 Huru dapung Actinodaphne glomerata Nees Lauraceae pohon 92 Sulangkar Leea indica Merr Leeaceae perdu 93 Bawang daun Allium fistulosum L. Liliaceae herba 94 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae herba 95 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae herba 96 Bunga lili Hymenocallis mayor Liliaceae herba 97 Hanjuang Cordyline fruticosa (L.) A.Chev Liliaceae perdu 98 Hanjuang merah Cordyline terminalis (L.) Kunth Liliaceae perdu 99 Lidah buaya Aloe vera L. Liliaceae perdu 100 Opipogon putih Ophiopogon jaburan Liliaceae herba 101 Suji Pleomele angustifolia

N.E.Brown Liliaceae perdu

102 Kembang sapatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae perdu 103 Pungpurutan Urena lobata L. Malvaceae perdu 104 Rosela Hibiscus sabdariffa L. Malvaceae herba 105 Maranta Calathea picturata Marantaceae herba 106 Mahoni Swietenia macrophylla King Meliaceae pohon 107 Maranginan Dysoxylum ramiflorum Miq Meliaceae pohon 108 Suren Toona sureni Merr Meliaceae pohon 109 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk Moraceae pohon 110 Cau kole Musa acuminata Colla Musaceae perdu 111 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae herba 112 Jambu air Eugenia aquea Burm Myrtaceae pohon 113 Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae pohon 114 Salam Eugenia polyantha Wight Myrtaceae pohon 115 Bugenfil Bougainvillea glabra Choicy Nyctaginaceae perdu 116 Anggrek panda Vanda tricolor Lindl orchidaceae epifit 117 Anggrek tanah Phaius tankervilleae Bl orchidaceae herba 118 Balimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae pohon 119 Calingcing Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae pohon 120 Cangkuang Pandanus furcatus Roxb Pandanaceae perdu 121 Pandan Pandanus amaryllifolius Roxb Pandanaceae perdu

63

122 Ki seureuh Piper aduncum L. Piperaceae perdu 123 Lada Piper nigrum L. Piperaceae herba 124 Sirih Piper betle L. Piperaceae perdu 125 Alang-alang Imperata cylindrica L. Poaceae herba 126 Bambu betung Dendrocalamus asper (Schult.f.)

Backer ex Heyne Poaceae bambu

127 Bambu buluh Schizostachyum brachycladum Kurz

Poaceae bambu

128 Bambu gombong Gigantochloa verticillata Kurz Poaceae bambu 129 Bambu hitam Gigantochloa atroviolacea

Widjaja Poaceae bambu

130 Bambu kuning Bambusa vulgaris Schrad Poaceae bambu 131 Bambu tali Gigantochloa apus Kurz Poaceae bambu 132 Bambu temen Gigantochloa atter (Hassk.)

KurzPoaceae bambu

133 Cangkoreh Dinochloa scandens O.K Poaceae bambu 134 Dongdoman Andropogon aciculatus Retz Poaceae herba 135 Jagung Zea mays L. Poaceae herba 136 Jampang Eleusine indica Gaertn Poaceae herba 137 Jukut pait Axonopus compressus Beauv Poaceae herba 138 Lameta Lersia hexandra Swartz Poaceae herba 139 Padi Oryza sativa L. Poaceae herba 140 Padi ketan Oryza glutinosa Lour Poaceae herba 141 Serai Andropogon nardus L. Poaceae herba 142 Tamiang cangkir Thysanolaena maxima O.K Poaceae bambu 143 Terigu Shorgum nitidum Vahl Poaceae herba 144 Eceng Monochoria vaginalis Presl Pontederiaceae herba 145 Menee/kayu

afrika Maesopsis eminii Engl Rhamnaceae pohon

146 Arbei Rubus rosaefolius Smith Rosaceae perdu 147 Kembang ros Rosa chinensis Jacq Rosaceae perdu 148 Daun kahitutan Paederia foetida L. Rubiaceae perdu 149 Kacapiring Gardenia angusta Merr Rubiaceae perdu 150 Kingkilaban Mussaenda frondosa L. Rubiaceae perdu 151 Kopi Coffea robusta L. Rubiaceae pohon 152 Soka Ixora coccinea L. Rubiaceae perdu 153 Jeruk Citrus aurantinum sinensis L. Rutaceae pohon 154 Jeruk limo Citrus amblycarpa Hassk Rutaceae pohon 155 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Swing Rutaceae pohon 156 Rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae pohon 157 Gihgil Dichroa febrifuga Lour Saxifragaceae perdu 158 Kembang

borondong Hydrangea macrophylla Hortensia

Saxifragaceae perdu

159 Hunyur buut Kadsura scandens Blume Schisandraceae liana 160 Cabe merah Capsicum annuum L. Solanaceae herba 161 Cecendet Physalis angulata L. Solanaceae herba

64

162 Cengek Capsicum frutescens L. Solanaceae herba 163 Kecubung Datura fastuosa L. Solanaceae perdu 164 Kentang Solanum tuberosum L. Solanaceae perdu 165 Leunca Solanum ningrum L. Solanaceae herba 166 Takokak Solanum torvum Swartz Solanaceae perdu 167 Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae perdu 168 Terong Solanum melongena L. Solanaceae perdu 169 Terong kori Solanum aculeatissimum Jacq Solanaceae perdu 170 Tomat Solanum lycopersicum L. Solanaceae herba 171 Kemenyan Styrax sp Styracaceae pohon 172 Puspa Schima walichii (DC) Korth Theaceae pohon 173 Teh Thea sinensis L. Theaceae perdu 174 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa [Scheff.]

Boerl.Thymelaeaceae perdu

175 Wawalinian Typha domingensis Pers Typhaceae perdu 176 Pohpohan Pilea trinervia Wight Urticaceae herba 177 Raru Usnea longissima Acharius Usneaceae lumut 178 Areuy ki jati Premna parasitica Bl Verbenaceae perdu 179 Jarong Stachytarpheta jamaicensis Vahl Verbenaceae perdu 180 Kembang aseupan Clerodendrum japonicum

(Thunb) Sweet Verbenaceae perdu

181 Hangasa Amomum dealbatum Roxb Zingiberaceae herba 182 Jahe Zingiber officinale Rosc Zingiberaceae herba 183 Jahe merah Zingiber officinale Roxb. var

Rubra Zingiberaceae herba

184 Kencur kaempferia galanga L. Zingiberaceae herba 185 Koneng gede Curcuma xanthorrhiza Roxb Zingiberaceae herba 186 Kunci Kaempferia pandurata Roxb Zingiberaceae herba 187 Kunyit Curcuma domestica Val Zingiberaceae herba 188 Lengkuas Alpinia galanga SW Zingiberaceae herba 189 Pacing Costus speciosus J.E. Smith Zingiberaceae perdu 190 Panglay hideung Zingiber Ottensii Val Zingiberaceae herba 191 Tepus Amomum coccineum (Bl)

K.SchumZingiberaceae perdu

65

Lampiran 2 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Reundeu Staurogyne elongata O.K Acanthaceae daun 2 Bayam Amaranthus spinosus L. Amarantaceae daun 3 Jambu mede Anacardium occidentale L. Anacardiaceae buah 4 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae buah 5 Manalika Anona muricata L. Anonaceae buah 6 Antanan Centella asiatica (L.) Urb Apiaceae daun 7 Katuncar Eryngium foetidum L. Apiaceae daun 8 Kuruwet galeng Hydrocotyle sibthorpioides

Lamk Apiaceae daun

9 Wortel Daucus carota L. Apiaceae umbi 10 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae buah 11 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae buah 12 Nanas Ananas cosmosus L. Bromeliaceae buah 13 Genjer Limnocharis flava Buchemau Butomaceae daun 14 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae buah 15 Kangkung Ipomoea aquatica Forsk Convolvulaceae daun 16 Ubi jalar Ipomoea batatas Poir Convolvulaceae umbi 17 Kol Brassica oleracea L. Cruciferae buah 18 Labu siam Sechium edule Sw Cucurbitaceae buah 19 Mentimun Cucumis sativus L. Cucurbitaceae buah 20 Paria Momordica charantia L. Cucurbitaceae buah 21 Waluh Cucurbita moschata Duch Cucurbitaceae buah 22 Mareme Glochidion borneense Boerl Euphorbiaceae daun 23 Singkong Manihot utilissima Pohl Euphorbiaceae daun, umbi 24 Asem Tamarindus indica L. Fabaceae buah 25 Buncis Phaseolus vulgaris L. Fabaceae buah 26 Jengkol Pithecolobium lobatum Benth Fabaceae buah 27 Kacang hijau Phaseolus radiatus L. Fabaceae biji 28 Kacang suuk Arachis hypogaea L. Fabaceae biji 29 Petai Parkia speciosa Hassk Fabaceae buah 30 Melinjo Gnetum gnemon L. Gnetaceae buah, daun 31 Janggut/pepermint Mentha arvensis L. Labiatae daun 32 Kemangi Ocimum Basilicum L. Lamiaceae daun 33 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae buah 34 Bawang daun Allium fistulosum L. Liliaceae daun, batang 35 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae umbi 36 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae umbi 37 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk Moraceae buah 38 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae buah

66

39 Jambu air Eugenia aquea Burm Myrtaceae buah 40 Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae buah 41 Balimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae buah 42 Lada Piper nigrum L. Piperaceae biji 43 Bambu betung Dendrocalamus asper

(Schult.f.) Backer ex Heyne Poaceae tunas/rebung

44 Jagung Zea mays L. Poaceae biji 45 Padi Oryza sativa L. Poaceae biji 46 Terigu Shorgum nitidum Vahl Poaceae biji 47 Eceng Monochoria vaginalis Presl Pontederiaceae daun 48 Jeruk Citrus aurantinum sinensis L. Rutaceae buah 49 Rambutan Nephelium lappaceum L. Sapindaceae buah 50 Hunyur buut Kadsura scandens Blume Schisandraceae buah 51 Cabe merah Capsicum annuum L. Solanaceae buah 52 Cengek Capsicum frutescens L. Solanaceae buah 53 Kentang Solanum tuberosum L. Solanaceae umbi 54 Leunca Solanum ningrum L. Solanaceae buah 55 Takokak Solanum torvum Swartz Solanaceae buah 56 Terong Solanum melongena L. Solanaceae buah 57 Terong kori Solanum aculeatissimum Jacq Solanaceae buah 58 Tomat Solanum lycopersicum L. Solanaceae buah 59 Pohpohan Pilea trinervia Wight Urticaceae daun 60 Kencur kaempferia galanga L. Zingiberaceae rimpang 61 Kunyit Curcuma domestica Val Zingiberaceae rimpang  

67

Lampiran 3 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai obat

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Penyakit yang diobati

Bagian yang digunakan

Cara pengolahan

1 Reundeu Staurogyne elongata O.K

Acanthaceae - nyeri sendi, reumatik

- susah kencing

daun - Daun dimakan langsung/dilalap - Daun dikukus setengah matang lalu

dimakan 2 Jambu mede Anacardium occidentale

L. Anacardiaceae disengat lebah biji Biji dibelah lalu digosokkan ke bagian

yang disengat 3 Manalika Anona muricata L. Anonaceae penghilang

alergi terhadap ramuan obat

pucuk Pucuk direbus bersama ramuan

4 Antanan beureum Centella asiatica (L.) Urb

Apiaceae penambah darah daun Daun dimakan langsung/dilalap

5 Katuncar Eryngium foetidum L. Apiaceae sakit kepala seluruh bagian Katuncar direbus dengan mahkota kembang ros dan seledri lalu diminum airnya

6 Seledri Apium graveolens L. Apiaceae sakit kepala, mengendurkan saraf

seluruh bagian Seledri direbus dengan mahkota kembang ros dan katuncar lalu diminum airnya

7 Jaring Acorus calamus L. Araceae kurap umbi Umbi dibelah lalu digosokkan langsung

8 Talas hitam Colocasia esculenta Schott

Araceae membulatkan kepala bayi

daun Daun ditangkupkan di atas kepala bayi

9 Ramo giling Schefflera aromatica Harms

Araliaceae batuk air batang Batang ditebas, airnya diminum langsung

10 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr

Arecaceae asam urat nira Nira dicampur dengan bawang merah dan bawang putih, dikubur selama 3 bulan kemudian dijadikan minyak oles

11 Bingbin Pinanga coronata Arecaceae batu ginjal batang muda Humutnya dimakan langsung

68

(Bl.ex Mart.)Bl (humut) 12 Bubuay Plectocomia elongata

Mart.Ex BlArecaceae penyakit cebor air batang Batang ditebas, airnya dioleskan ke

kulit langsung13 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae - penetral racun

- sakit gigi - air - batok kelapa

- Airnya diminum langsung - Batok dibakar, lalu ditutup lalu

kapas diasapi dengan asapnya dan ditempelkan ke gigi

14 Rotan seti Calamus ornatus Blume ex Schult.f

Arecaceae batuk air batang Batang ditebas, airnya diminum langsung

18 Babadotan Ageratum conyzoides L. Asteraceae luka luar daun Daun digosok lalu ditempelkan ke luka 19 Kirinyuh Eupatorium inulifolium

Kunth Asteraceae luka luar daun Daun diremas lalu ditempelkan ke luka

20 Sembung Blumea balsamifera DC Asteraceae bisul daun Daun sembung dicampur dengan mahkota dewa, lalu direbus dan diminum airnya

15 Winahong Anredera cordifolia (Ten.) Steenis

Basellaceae - batuk menahun

- sariawan - luka, keseleo

daun - Batuk menahun: daun sebanyak 2 lembar dimakan langsung/dilalap

- sariawan: daun ditumbuk dan ditambah air lalu dipakai kumur-kumur

- luka dan keseleo: daun diremas lalu ditempelkan ke bagian yang sakit

16 Korejat Isotoma longiflora (Wild.) Presl

Campanulaceae gangguan penglihatan

bunga Bunga dipetik, airnya langsung diteteskan

17 Keras tulang Chloranthus officinalis Bl

Chloranthaceae nyeri sendi, reumatik

akar Akar direbus, lalu air rebusannya diminum sebelum makan dan tidur

21 Labu siam Sechium edule Sw Cucurbitaceae panas/demam daging buah Buah diparut dan diperas airnya lalu diminum

22 Paria Momordica charantia L.

Cucurbitaceae demam daun Daun ditumbuk dan dikompreskan

69

23 Babawangan Scirpus erectus Poir Cyperaceae kanker dan tumor

daun Daun diparut bersama kunci dan jahe merah lalu diperas airnya kemudian dicampur dengan rebusan rebung bambu hitam, cecendet, cau manggala, dan mahkota dewa lalu diminum

24 Jarak pagar Jatropha curcas L. Euphorbiaceae sakit gigi karena gigi berlubang

getah Getah dioleskan ke gigi yang berlubang

25 Kaliki Ricinus communis L. Euphorbiaceae merawat organ kewanitaan setelah melahirkan

daun Daun dipanaskan lalu ditempelkan ke organ kewanitaan

26 Katuk Sauropus androgynus Merr

Euphorbiaceae sariawan daun Daun dimakan langsung/dilalap

27 Angsana Pterocarpus indicus Willd

Fabaceae asma kulit batang Kulit batang dicampur jarong, jukut riut merah, madu, dan sarang walet lalu direbus dan diminum airnya

28 Asem Tamarindus indica L. Fabaceae demam daging buah matang

Daging buah matang dicampur air dan diminum airnya.

29 Jukut riut Mimosa pudica L. Fabaceae mengobati luka terbuka

seluruh bagian Jukut riut dipepes kemudian ditempelkan ke luka

30 Jukut riut merah Aeschynomene americana L.

Fabaceae reumatik akar Akar dicampur kunci, kumis kucing, keras tulang, dan akar cecendet lalu direbus dan diminum airnya

31 Petai Parkia speciosa Hassk Fabaceae menyembuhkan kalingsir atau kaki yang bengkak

pucuk Pucuk ditumbuk dan ditempelkan ke kaki yang bengkak

32 Reundeu badak Cyrtandra picta Bl Gesneriaceae kalingsir, panas perut

daun Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke perut

33 Janggut/pepermint Mentha arvensis L. Labiatae penambah darah daun Daun dimakan langsung/dilalap

70

34 Kumis kucing Orthosiphon grandiflorus Bold

Labiatae encok, pegal linu

seluruh bagian Kumis kucing direbus, dan diminum airnya

35 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae ginjal daun muda (pucuk)

Pucuk dicampur kembang sepatu, gihgil dan kunci kemudian diparut dan diperas airnya

36 Sulangkar Leea indica Merr Leeaceae kutil getah buah Getah dioleskan langsung ke kutil 37 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae demam umbi Bawang ditumbuk dan dicampur air

lalu dikompreskan 38 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae disengat lebah umbi Bawang ditumbuk lalu ditempelkan ke

bagian yang disengat 39 Lidah buaya Aloe vera L. Liliaceae sakit gigi, panas

dalam daging buah Daging buah dikerok lalu dicampur air

dan gula merah lalu diminum 40 Kembang sapatu Hibiscus rosa-sinensis

L. Malvaceae ginjal bunga Bunga dicampur gihgil, kunci, dan

pucuk alpukat kemudian diparut dan diperas lalu diminum airnya

41 Pungpurutan Urena lobata L. Malvaceae encok, pegal linu

akar Akar direbus dan diminum airnya

42 Mahoni Swietenia macrophylla King

Meliaceae gatal-gatal karena alergi

biji kering Biji kering langsung ditelan

43 Cau kole Musa acuminata Colla Musaceae - gatal akibat kena pulus

- digigit ular

getah - Gatal terkena pulus: getah digosokkan ke bagian yang gatal

- Digigit ular: getah dioleskan ke bagian yang digigit ular dan diminum untuk memperlambat peredaran racun di tubuh

44 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae luka luar getah Getah dioleskan langsung 45 Jambu biji Psidium guajava L. Myrtaceae sakit perut daun muda

(pucuk) Pucuk ditumbuk dan dicampur air lalu diminum airnya atau dimakan langsung

46 Balimbing Averrhoa carambola L. Oxalidaceae darah tinggi buah matang Buah diparut lalu diperas dan airnya

71

diminum 47 Calingcing Oxalis corniculata L. Oxalidaceae darah tinggi buah Buah dicampur labu siam muda,

mahkota dewa muda, diparut dan diperas airnya

48 Sirih Piper betle L. Piperaceae menghilangkan bekas bisul

daun Daun dicampur dengan mahkota dewa dan daun sembung, lalu direbus dan diminum airnya

49 Alang-alang Imperata cylindrica L. Poaceae encok, pegal linu

akar Akar direbus, lalu diminum air rebusannya

50 Bambu buluh Schizostachyum brachycladum Kurz

Poaceae tipus air batang Air batang dicampur dengan mahkota dewa dan cecendet, lalu direbus dan diminum airnya

51 Bambu hitam Gigantochloa atroviolacea Widjaja

Poaceae kanker dan tumor

rebung Rebung dicampur dengan cecendet, inti batang pisang, dan mahkota dewa lalu direbus, kemudian dicampur air perasan dari babawangan, kunci, dan jahe merah yang diparut, lalu diminum airnya

52 Bambu kuning Bambusa vulgaris Schrad

Poaceae penyakit liver air batang Air batang dicampur dengan mahkota dewa dan cecendet, lalu direbus dan diminum airnya

53 Cangkoreh Dinochloa scandens O.K

Poaceae mata merah atau iritasi ringan

air batang Airnya diteteskan langsung

54 Serai Andropogon nardus L. Poaceae penghangat dan pengusir makhluk halus

minyak Minyaknya dioleskan ke bagian yang diinginkan

55 Kembang ros Rosa chinensis Jacq Rosaceae sakit kepala mahkota bunga

Mahkota bunga dimakan langsung (maksimal 3 lembar)

56 Daun kahitutan Paederia foetida L. Rubiaceae susah kentut daun Daun diremas lalu ditempelkan ke perut

72

57 Kingkilaban Mussaenda frondosa L. Rubiaceae bisul buah Buah dimakan langsung 58 Jeruk nipis Citrus aurantifolia

Swing Rutaceae batuk air buah Jeruk diperas dan dicampur air lalu

diminum59 Gihgil Dichroa febrifuga Lour Saxifragaceae ginjal daun Daun dicampur kembang sapatu,

kunci, dan pucuk alpukat kemudian diparut dan diperas lalu diminum airnya

60 Hunyur buut Kadsura scandens Blume

Schisandraceae sakit pinggang buah Buah direbus lalu diminum airnya

61 Cecendet Physalis angulata L. Solanaceae pegal linu seluruh bagian Cecendet direbus lalu diminum airnya 62 Kecubung Datura fastuosa L. Solanaceae gangguan

penglihatan bunga Bunga dipetik, airnya langsung

diteteskan 63 Leunca Solanum ningrum L. Solanaceae penyubur dalam

menghasilkan keturunan

buah Buah dilalap langsung

64 Terong Solanum melongena L. Solanaceae penyubur dalam menghasilkan keturunan

buah Buah dilalap langsung

65 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.

Thymelaeaceae sebagai penambah khasiat ramuan obat

daging buah Daging buah yang sudah diiris dicampurkan dengan ramuan

66 Areuy ki jati Premna parasitica Bl Verbenaceae batuk air batang Batang ditebas, airnya diminum langsung

67 Jarong Stachytarpheta jamaicensis Vahl

Verbenaceae asma seluruh bagian Jarong dicampur kulit batang angsana, jukut riut merah, madu, dan sarang walet lalu direbus dan diminum airnya

68 Jahe merah Zingiber officinale Roxb. var Rubra

Zingiberaceae penghangat dan pengusir makhluk halus

rimpang Jahe merah, panglay hitam, dan bawah putih diparut, airnya diperas lalu dicampur minyak serai lalu dipakai

73

sebagai minyak oles 69 Koneng gede Curcuma xanthorrhiza

Roxb Zingiberaceae encok, pegal

linurimpang Rimpang direbus dan diambil airnya

70 Kunci Kaempferia pandurata Roxb

Zingiberaceae - ginjal - reumatik

Pucuk - Ginjal: dicampur gihgil dan pucuk alpukat kemudian diparut dan diperas airnya

- Reumatik: dicampur kumis kucing, keras tulang, dan akar cecendet lalu direbus dan diminum airnya

71 Kunyit Curcuma domestica Val Zingiberaceae sakit gigi rimpang Rimpang dipepes kemudian ditempelkan ke gigi yang sakit

72 Pacing Costus speciosus J.E. Smith

Zingiberaceae mata gatal air batang Batang ditebas, airnya diteteskan langsung

73 Panglay hideung Zingiber Ottensii Val Zingiberaceae pengusir makhluk halus

rimpang Rimpang dicampur jahe merah dan bawah putih diparut, airnya diperas lalu dicampur minyak serai lalu dipakai sebagai minyak oles

74 Tepus Amomum coccineum (Bl) K.Schum

Zingiberaceae luka luar dan batuk

batang muda (boros)

Boros dibubuy, diperas airnya lalu diminum untuk batuk dan dioleskan untuk luka

74

Lampiran 4 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil zat warna

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Warna yang dihasilkan Bagian yang digunakan 1 Pandan Pandanus amaryllifolius Roxb Pandanaceae Hijau daun 2 Cabe merah Capsicum annuum L. Solanaceae Merah buah 3 Hangasa Amomum dealbatum Roxb Zingiberaceae Merah buah 4 Kunyit Curcuma domestica Val Zingiberaceae Kuning rimpang

Lampiran 5 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan 1 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae bunga 2 Babadotan Ageratum conyzoides L. Asteraceae daun 3 Ubi jalar Ipomoea batatas Poir Convolvulaceae daun 4 Teki Kyllinga brevifolia Rottb Cyperaceae daun 5 Singkong Manihot utilissima Pohl Euphorbiaceae daun 6 Kaliandra Calliandra haematocephala Hassk Fabaceae daun 7 Alang-alang Imperata cylindrica L. Poaceae daun 8 Dongdoman Andropogon aciculatus Retz Poaceae daun 9 Jampang Eleusine indica Gaertn Poaceae daun 10 Jukut pait Axonopus compressus Beauv Poaceae daun 11 Lameta Lersia hexandra Swartz Poaceae daun 12 Padi Oryza sativa L. Poaceae jerami, dedak

 

75

Lampiran 6 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan hias

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Pecah beling Strobilanthes crispus Bl Acanthaceae daun 2 Jawer kotok Celosia cristata L. Amarantaceae bunga 3 Bakung Crinum asiaticum L. Amarillydaceae bunga 4 Sedap malam Polianthes tuberosa L. Amarillydaceae bunga 5 Alamanda Allamanda cathartica L. Apocynaceae bunga 6 Kuping gajah Anthurium crystallinum

LindlAraceae daun

7 Talas hias Caladium bicolor (W.Aif) Vent

Araceae daun

8 Talas hias "white butterfly"

Syngonium podophyllum Araceae daun

9 Aster Chrysanthemum indicum L. Asteraceae bunga 10 Bunga tahi kotok Tgetes patula L. Asteraceae bunga 11 Kembang kertas Zinna elegans Jacq Asteraceae bunga 12 Pacar air Impatiens balsamina L. Balsaminaceae bunga 13 Pacar tere Impatiens platypetala Lindl Balsaminaceae bunga 14 Hariang Begonia coccinea Hortz Begoniaceae bunga, daun 15 Hariang Begonia robusta Bl Begoniaceae bunga, daun 16 Hariang Begonia semperflorens Begoniaceae bunga, daun 17 Bromelia Bromelia sp Bromeliaceae bunga, daun 18 Anyelir Dianthus chinensis L. Caryophyllaceae bunga 19 Nanas kerang Rheo discolor Hance Commelinaceae daun 20 Commelina Callisia fragrans (Lindl)

Woods Commelinaceae daun

21 Buntiris Kalanchoe pinnata Pers Crassulaceae daun 22 Sedum Sedum morganianum E.

Walther Crassulaceae daun

23 Euphorbia Euphorbia milii Des Moul Euphorbiaceae bunga 24 Janggut/pepermint Mentha arvensis L. Labiatae daun 25 Bunga lili Hymenocallis mayor Liliaceae bunga 26 Hanjuang Cordyline fruticosa (L.)

A.Chev Liliaceae daun

27 Hanjuang merah Cordyline terminalis (L.) Kunth

Liliaceae daun

28 Lidah buaya Aloe vera L. Liliaceae daun 29 Opipogon putih Ophiopogon jaburan Liliaceae daun 30 Suji Pleomele angustifolia

N.E.Brown Liliaceae daun

31 Kembang sapatu Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae bunga 32 Rosela Hibiscus sabdariffa L. Malvaceae bunga,daun 33 Maranta Calathea picturata Marantaceae bunga,daun 34 Bugenfil Bougainvillea glabra

Choicy Nyctaginaceae bunga

35 Anggrek panda Vanda tricolor Lindl Orchidaceae bunga

76

36 Anggrek tanah Phaius tankervilleae Bl Orchidaceae bunga 37 Arbei Rubus rosaefolius Smith Rosaceae buah 38 Kembang ros Rosa chinensis Jacq Rosaceae bunga 39 Kacapiring Gardenia angusta Merr Rubiaceae daun 40 Soka Ixora coccinea L. Rubiaceae bunga 41 Kembang

borondong Hydrangea macrophylla Hortensia

Saxifragaceae bunga

42 Kembang aseupan Clerodendrum japonicum (Thunb) Sweet

Verbenaceae bunga

43 Pacing Costus speciosus J.E. Smith Zingiberaceae bunga

Lampiran 7 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Sedap malam Polianthes tuberosa L. Amarillydaceae bunga 2 Seledri Apium graveolens L. Apiaceae daun, batang 3 Kemangi Ocimum Basilicum L. Lamiaceae daun 4 Bawang putih Allium sativum L. Liliaceae umbi 5 Salam Eugenia polyantha

Wight Myrtaceae daun

6 Pandan Pandanus amaryllifolius Roxb

Pandanaceae daun

7 Serai Andropogon nardus L. Poaceae batang 8 Jeruk limo Citrus amblycarpa

HasskRutaceae buah

9 Jeruk nipis Citrus aurantifolia Swing

Rutaceae buah

10 Jahe Zingiber officinale Rosc Zingiberaceae rimpang 11 Kencur kaempferia galanga L. Zingiberaceae rimpang 12 Lengkuas Alpinia galanga SW Zingiberaceae rimpang

 

77

Lampiran 8 Daftar nama tumbuhan yang digunakan untuk mengatasi hama

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

Cara penggunaan

1 Bambu tali Gigantochloa apus Kurz Poaceae tunas/rebung Rebung ditumbuk, lalu dicampur air, airnya digunakan

2 Ganggeng Ceratophyllum demersum L. Ceratophyllaceae seluruh bagian Ganggeng diletakkan diatas batang bambu yang ditancapkan di sekitar sawah

3 Ki hurip Rhaphidophora sylvestris (Blume) Engl

Araceae seluruh bagian Ditumbuk, lalu dicampur air, airnya digunakan

4 Tamiang pugur Schizostachyum brachycladum Kurz

Poaceae seluruh bagian Ditumbuk, lalu dicampur air, airnya digunakan

5 Tua beleng Derris elliptica Benth Fabaceae akar Akar ditumbuk, lalu dicampur air, airnya digunakan

Lampiran 9 Daftar nama tumbuhan untuk kegunaan adat

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan 1 Jawer kotok Celosia cristata L. Amarantaceae seluruh bagian 2 Sedap malam Polianthes tuberosa L. Amarillydaceae bunga 3 Jaring Acorus calamus L. Araceae seluruh bagian 4 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae bunga, pucuk 5 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae buah, daun 6 Sulangkar Leea indica Merr Leeaceae seluruh bagian 7 Hanjuang Cordyline fruticosa (L.) A.Chev Liliaceae seluruh bagian 8 Hanjuang merah Cordyline terminalis (L.) Kunth Liliaceae seluruh bagian 9 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae buah, daun 10 Sirih Piper betle L. Piperaceae daun

78

11 Bambu gombong Gigantochloa verticillata Kurz Poaceae daun,batang 12 Bambu tali Gigantochloa apus Kurz Poaceae daun,batang 13 Padi Oryza sativa L. Poaceae seluruh bagian 14 Tamiang cangkir Thysanolaena maxima O.K Poaceae seluruh bagian 15 Kopi Coffea robusta L. Rubiaceae biji 16 Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae daun 17 Kemenyan Styrax sp Styracaceae getah 18 Kunyit Curcuma domestica Val Zingiberaceae rimpang 19 Pacing Costus speciosus J.E. Smith Zingiberaceae seluruh bagian  

Lampiran 10 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai kayu bakar

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan 1 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr Arecaceae batang, daun 2 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae batang, daun, buah 3 Kaliandra Calliandra haematocephala Hassk Fabaceae batang, ranting 4 Pasang Quercus sundaica Bl Fagaceae batang, ranting 5 Rasamala Altingia excelsa Noronha Hamamelidaceae batang, ranting 6 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae batang, ranting 7 Nangka Artocarpus heterophyllus Lamk Moraceae batang, ranting 8 Menee/kayu afrika Maesopsis eminii Engl Rhamnaceae batang, ranting 9 Puspa Schima walichii (DC) Korth Theaceae batang, ranting

 

79

Lampiran 11 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman, dan kerajinan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang

digunakan 1 Aren Arenga pinnata (Wurmb.)

MerrArecaceae daun, ijuk

2 Hoe tali Calamus javensis Blume Arecaceae batang 3 Randu Ceiba pentandra (L.) Gaertn Bombacaceae buah 4 Alpukat Persea americana Mill Lauraceae batang 5 Suren Toona sureni Merr Meliaceae batang 6 Nangka Artocarpus heterophyllus

Lamk Moraceae batang

7 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae batang 8 Cangkuang Pandanus furcatus Roxb Pandanaceae daun 9 Bambu gombong Gigantochloa verticillata Kurz Poaceae batang 10 Bambu tali Gigantochloa apus Kurz Poaceae batang 11 Padi Oryza sativa L. Poaceae batang 12 Tamiang cangkir Thysanolaena maxima O.K Poaceae bunga 13 Wawalinian Typha domingensis Pers Typhaceae batang 14 Tepus Amomum coccineum (Bl)

K.Schum Zingiberaceae batang, daun

 

Lampiran 12 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr

Arecaceae ijuk

2 Pasang Quercus sundaica Bl Fagaceae batang 3 Tunggeureu Castanea tunggurut Bl Fagaceae batang 4 Rasamala Altingia excelsa Noronha Hamamelidaceae batang 5 Ki kadanca Platea latifolia Bl Icacinaceae batang 6 Huru Actinodaphne procera Nees Lauraceae batang 7 Huru dapung Actinodaphne glomerata Nees Lauraceae batang 8 Suren Toona sureni Merr Meliaceae batang 9 Bambu

gombong Gigantochloa verticillata Kurz Poaceae batang

10 Bambu tali Gigantochloa apus Kurz Poaceae batang 11 Bambu temen Gigantochloa atter (Hassk.)

Kurz Poaceae batang

12 Menee/kayu afrika

Maesopsis eminii Engl Rhamnaceae batang

13 Puspa Schima walichii (DC) Korth Theaceae batang 14 Tepus Amomum coccineum (Bl)

K.Schum Zingiberaceae daun

 

80

Lampiran 13 Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang digunakan

1 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Buah 2 Aren Arenga pinnata (Wurmb.)

Merr Arecaceae Bunga

3 Kopi Coffea robusta L. Rubiaceae Biji 4 Teh Thea sinensis L. Theaceae Daun

Lampiran 14 Daftar nama tumbuhan dengan kegunaan lainnya

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Kegunaan Bagian yang digunakan

1 Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Pamepes dalam pembuatan gula aren

minyak

2 Kaliki Ricinus communis L.

Euphorbiaceae Pamepes dalam pembuatan gula aren

biji

4 Katuk Sauropus androgynus Merr

Euphorbiaceae Pembuatan tape

daun

6 Maranginan Dysoxylum ramiflorum Miq

Meliaceae Penetral nira asam

kulit batang

5 Ki seureuh Piper aduncum L. Piperaceae Penetral nira asam

daun

7 Raru Usnea longissima Acharius

Usneaceae Penetral nira asam

seluruh bagian

3 Hangasa Amomum dealbatum Roxb

Zingiberaceae Pembuatan tape

Daun

 

81

Lampiran 15 Daftar responden kajian etnobotani masyarakat Dusun Miduana Desa Balegede

No Nama Jenis kelamin Usia Pendidikan Pekerjaan 1 Tasih P 36 SD Buruh 2 Daman L 37 SD Buruh 3 Suminah P 50 SD Buruh 4 Baban L 50 SD Pedagang 5 Abih L 40 SD Pedagang 6 Dadang L 50 SD Petani 7 Dede P 40 SD Petani 8 Eha P 40 SD Petani 9 Warno L 45 SD Petani 10 Ida L 39 SD Petani 11 Romin P 40 SD Petani 12 Uun L 45 SD Petani 13 Utay L 56 SD Petani 14 Omir L 57 SD Petani 15 Didi L 55 SD Petani 16 Mariah P 59 SD Wiraswasta 17 Wahyu L 56 SD Wiraswasta 18 Yayat L 40 SMA Wiraswasta 19 Tuti P 35 SMP Pedagang 20 Kenah P 40 SMP Petani 21 Nurdin L 30 SMP Petani 22 Rina P 28 SMP Wiraswasta 23 Asep L 35 SMP Wiraswasta 24 Ecin P 60 tidak tamat SD Petani 25 Eruk P 80 tidak tamat SD Petani 26 Eyang

Sukarna L 86 tidak tamat SD Petani

27 Gandi L 52 tidak tamat SD Petani 28 Popon P 40 tidak tamat SD Petani 29 Momo L 54 tidak tamat SD Petani 30 Irin L 65 tidak tamat SD Petani

82

 

Lampiran 16 Lembar kuisioner yang digunakan dalam wawancara etnobotani

LEMBAR KUISIONER ETNOBOTANI

Hari/tanggal :

Nama responden :

Jenis kelamin :

Usia :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Agama :

Status :

A. Nilai budaya/kearifan tradisional masyarakat:

1. Apakah anda sering ke hutan?

a) Sering b) Jarang c) Tidak pernah d) Lainnya …

2. Biasanya berapa hari sekali?

a) Setiap hari b) Seminggu sekali c) Sebulan sekali d) Musiman

3. Kegiatan apa yang anda lakukan di dalam hutan?

a) Berburu b) Mengambil tumbuhan

c) Mengambil kayu bakar d) Lainnya …

4. Sudah berapa lama anda mengambil hasil hutan?

a) 1-3 tahun b) 4-6 tahun c) 7-10 tahun d) >10 tahun

5. Apa saja yang anda ambil dari hutan?

a) Hewan b) Kayu bakar c) Tumbuhan d) Lainnya …

6. Jika tumbuhan, tumbuhan tersebut dimanfaatkan untuk apa?

a) Pangan b) Obat c) Pakan ternak d) Kayu bakar

e) Kerajinan f) Pewarna g) Keperluan adat h) Pestisida

7. Apakah tumbuhan dari hutan tersebut ditanam juga di kebun/dibudidayakan?

a) Ya b) Tidak

8. Hasilnya lebih bagus mana?

a) Dari hutan b) Dari kebun/hasil budidaya

83

 

9. Apakah tumbuhan dari hutan tersebut digunakan untuk kepentingan sendiri

atau dijual?

a) Sendiri b) Dijual c) Sebagian dijual

10. Apakah ada larangan-larangan atau hal-hal yang tabu di hutan?

a) Ya b) Tidak

11. Adakah hukuman jika ada yang melanggar?

a) Ya b) Tidak

12. Jika ya, hukumannya apa?

………………………………………………………………………………

13. Siapa yang menentukan?

a) Kepala desa b) Tokoh adat c) Lainnya …

14. Selain dari hutan, darimana lagi anda mengambil tumbuhan?

a) Kebun b) Sawah c) Pekarangan d) Lainnya …

B. Data tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat:

1. Nama lokal dari tumbuhan yang dimanfaatkan?

………………………………………………………………………………

2. Manfaat dari tumbuhan tersebut?

………………………………………………………………………………

3. Bagian tumbuhan yang digunakan?

a) Daun b) Buah c) Akar d) Lainnya …

4. Bagaimana cara mengolah tumbuhan yang akan digunakan?

………………………………………………………………………………

5. Lokasi ditemukannya tumbuhan tersebut?

a) Hutan (kawasan Cagar Alam) b) Kebun c) Sawah d) Lainnya …

6. Habitusnya berupa apa?

a) Pohon b) herba c) Liana d) Lainnya …

7. Apakah ada persediaan tumbuhan berguna di rumah?

a) Ya b) Tidak

8. Jika ada, disimpan dalam bentuk apa?

a) Serbuk b) Simplisia utuh

84

 

9. Bagaimana cara membudidayakan tumbuhan tersebut?

………………………………………………………………………………

10. Darimana pengetahuan mengenai tumbuhan berguna yang anda peroleh?

a) Belajar sendiri b) Orang tua c) Penyuluhan d) Lainnya …

11. Apakah dengan adanya Cagar Alam ikut membantu masyarakat sekitar?

a) Ya b) Tidak c) Tidak tahu

12. Apakah ada penyuluhan dari pihak Cagar Alam tentang tumbuhan berguna,

baik pengetahuan, budidaya, atau pengolahannya?

a) Ya b) Tidak c) Tidak tahu

13. Harapan terhadap pengelola Cagar Alam Gunung Simpang?

………………………………………………………………………………