42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan,tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau bahkan dikembangkan. Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat dan berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan 1

etnofarmasi

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan

sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan,tempat

berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat

diperoleh dari lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia

sebenarnya sedemikian rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali,

dimanfaatkan, atau bahkan dikembangkan. Bangsa Indonesia telah lama

mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu

upaya dalam menanggulangi satu upaya dalam menanggulangi masalah

kesehatan.

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat dan berdasar pada

pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Penggunaan bahan alam sebagai obat

tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak

berabad-abad yang lalu berdasarkan etnofarmasi terbukti dari adanya naskah

lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura

(Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan boreh

wulan dalem relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang

meracik obat ( jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya.

1

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis

atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu multidisiplin

yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat tradisional oleh

suatu masyarakat lokal (etnik).. Etnofarmasis merupakan orang yang

mengeksplorasi bagaimana suatu tanaman digunakan sebagai pengobatan.

Hal ini terkait dengan studi mengenai sediaan obat yang terkait dengan

penggunaannya dalam konteks kultural. Salah satu ciri budaya masyarakat di

negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam

kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung oleh keanekaragaman hayati

yang terhimpun dalam berbagai tipe ekosistem yang pemanfaatannya telah

mengalami sejarah panjang sebagai bagian dari kebudayaan. Salah satu

aktivitas tersebut adalah penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat oleh

berbagai suku bangsa atau sekelompok masyarakat yang tinggal di

pedalaman.

Tradisi pengobatan suatu masyarakat tidak terlepas dari kaitan budaya

setempat. Persepsi mengenai konsep sakit, sehat, dan keragaman jenis

tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional terbentuk melalui suatu

proses sosialisasi yang secara turun temurun dipercaya dan diyakini

kebenarannya. Pengobatan tradisional adalah semua supaya pengobatan

dengan cara lain di luar ilmu kedokteran berdasarkan pengetahuan yang

berakar pada tradisi tertentu. Cabang dari ilmu tumbuhan sekarang telah

banyak berkembang sesuai dengan latar belakang zaman yang semakin

maju,manusia semakin banyak mendalami hal-hal yang belum pernah

2

terjamah oleh tangan manusia sebelumnya sehingga terungkaplah khasiat

maupun racun yang terkandung dalam suatu tumbuhan.

Sekarang ini cabang ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan

pesat diantaranya adalah morfologi tumbuhan, fisiologi tumbuhan dan

anatomi tumbuhan.Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari

tentang bentuk–bentuk luar dari tumbuhan.Fisiologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang fungsi dari bagian tumbuhan sedangkan anatomi adalah

ilmu yang mempelajari tentang bagian – bagian dalam tumbuhan.

Tumbuhan memiliki bagian - bagian penting didalam dan pada

organ-organ tubuhnya yang dapat berkhasiat sebagai obat diantaranya adalah

daun, akar, batang, buah, biji dan alat perkembangan lainnya dari tumbuhan

yang dapat dijadikan sebagai bahan obat atau dijadikan bahan pembuat utama

(bahan baku).

Berdasarkan kenyataan yang ada di masyarakat hal tersebut kemudian

diadakan penelitian untuk tanaman yang dapat berkhasiat sebagai obat.

Dimana tanaman tersebut dikelompokkan berdasarkan khasiatnya terhadap

suatu penyakit. Dewasa ini penelitian diadakan berdasarkan wawancara

ataupun kwisioner terhadap suatu masyarakat yang masih menggunakan

tanaman sebagai obat-obatan.

Persiapan untuk penelitian dimulai dengan mengoleksi pengetahuan

secara rinci mengenai masyarakat lokal. Etnofarmasis mempersiapkan studi

wilayah mengenai epidemologi, pengobatan tradisional, budaya masyarakat

dan ekologi lingkungan. Untuk memprioritaskan tanaman yang dikoleksi

3

maka sejumlah data base dicari untuk menentukan semua informasi

etnomedisinal, biologi dan kimia dari tanaman yang diketahui digunakan di

wilayah tersebut. Data juga dikumpulkan dari rumah sakit lokal dan program

masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Informasi tersebut disatukan dalam

program kerja lapangan untuk tahap selanjutnya.

Etnofarmasi mempelajari tentang tanaman yang digunakan oleh

masyarakat asli. Etnofarmasis mendokumentasikan pengetahuan tentang

tanaman yang bermanfaat dan yang beracun, menyeleksi dan mengoleksi

tanaman untuk budidaya dan perlindungan. Proses koleksi tanaman

menggunakan metode standar meliputi preparasi spesimen tanaman

(herbaria). Tim etnofarmasis mendeskripsikan penyakit kemudian

dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan melakukan proses

wawancara. Hal ini difokuskan pada tanda-tanda dan gejala umum dan yang

mudah dikenali. Apabila penyakit telah dikenali dan digambarkan secara

sama maka pengobatan dengan tanaman untuk penyakit tersebut dicatat

secara rinci oleh etnofarmasis. Jika beberapa tabib menyatakan hal yang sama

maka tanaman tersebut kemudian dikoleksi.

Etnofarmasi di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama Lontara

pabbura, yang merupakan naskah kuno yang ditulis pada daun lontar berisi

ramuan obat tradisional. Contoh untuk pencegahan dan pengobatan penyakit

yang berhubungan dengan sistem saraf seperti analgetik, antipiretik, hipnotik

sedatif, antiinflamasi, adrenergik dan adrenolitika, masyarakat Sulawesi

Selatan telah memanfaatkan tumbuhan sebagai obat, seperti leko (Piper

4

betle), layya (Zingiber officinalis), dan daun tobo-tobo (Ficus septica)

sebagai analgetik, antipiretik dan antiinflamasi, bunga jabe (Mimosa pudica),

dan lemo kapasa (Citrus limonis) untuk hipnotik sedatif.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara menginventarisasi tanaman berdasarkan etnofarmasi

pada suku Bugis di wilayah Takalar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai

tanaman obat berdasarkan etnofarmasi di wilayah Takalar.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui khasiat atau efek

farmakologi dan cara penggunaan tanaman obat berdasarkan etnofarmasi di

wilayah Takalar

1.5 Kontribusi Penelitian bagi IPTEK

Menambah referensi tanaman etnofarmasi yang ada di wilayah

Bulukumba guna pengembangan obat tradisional.

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi

2.1.1 Pengertian entofarmasi dan ilmu yang terkait

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu etnis

atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu

multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat

tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).

Etnofarmasi meliputi studi-studi:

1. Identifikasi dan etnotaksonomi bahan alam yang digunakan dalam

pengobatan (etnobiologi medis: etnofarmasi, etnomikologi,

etnozoologi).

2. Preparasi tradisional sediaan farmasi (etnofarmasetika).

3. Evaluasi aksi farmakologis suatu preparasi pengobatan tertentu

(etnofarmakologi).

4. Efektivitas klinis (Etnofarmasi klinis).

5. Aspek medis-sosial yang terkait dalam penggunaan obat

(antropologi kesehatan).

6. Kesehatan masyarakat dan farmasi praktis yang membahas

penggunaan oleh publik dan atau re-evaluasi obat-obatan.

6

Etnofarmasi seringkali disamakan dengan etnofarmakologi yang

hanya fokus pada evaluasi farmakologis pengobatan tradisional.

2.1.2 Sejarah dan Perkembangan Etnofarmasi di Wilayah Sulawesi

Selatan

Sulawesi Selatan sebelum proklamasi RI, terdiri atas sejumlah

wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan didiami empat etnis besar

yaitu: Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Ada tiga kerajaan besar

yang berpengaruh luas yaitu Luwu, Gowa dan Bone, yang pada abad

ke XVI dan XVII mencapai kejayaannya.

Etnis Bugis yang mendiami wilayah tengah dan timur, Makassar

mendiami wilayah selatan, Toraja mendiami wilayah utara dan

Mandar mendiami wilayah barat, namun dengan UU Nomor 26 Tahun

2004 terjadi pemekaran wilayah barat menjadi provinsi Sulawesi

Barat dan etnis Mandar terpisah dari Sulawesi Selatan, sehingga

dalam penelitian ini hanya difokuskan pada tiga etnis yaitu Bugis,

Makassar, dan Toraja.

Menurut Mattulada etnis Bugis adalah sukubangsa yang

menempati sebagian besar kawasan Sulawesi Selatan. Mereka

mendiami empat belas di antara dua puluh tiga buah kabupaten yaitu

Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Luwu, Sidenreng Rappang,

Bulukumba, Sinjai, Pinrang, Polewali Mamasa, Enrekang, Pare-Pare,

Pangkajene dan Maros. Kedua kabupaten tersebut terakhir merupakan

daerah-daerah peralihan yang penduduknya mempergunakan baik

7

bahasa Bugis maupun Makassar. Kabupaten Enrekang merupakan

daerah peralihan Bugis dan Toraja yang penduduknya sering juga

disebut To Duri dan Massenrengpulu mempunyai dialek khusus, yaitu

dialek Duri dan Enrekang.

Etnis Makasar mendiami Kota Makassar, kabupaten Gowa,

kabupaten Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Selayar, Maros dan

Pakajene. Pada umumnya kehidupan orang Makassar dan orang Bugis

berbaur, dengan penduduk terletak di pesisir pantai dan Teluk Bone,

serta di sekitar Gunung Lompobatang.

Bulukumba dan Pulau Selayar, menggunakan bahasa Konjo yang

mirip dengan bahasa Makassar. diduga daerah Bulukumba-Selayar

dulu berada di bawah kekuasaan kerajaan Bontobangun, yang dihuni

oleh banyak kelompok etnis, sehingga bahasa Konjo menyerap kata-

kata dari bahasa Luwu’, bahasa Mandar, bahkan dari bahasa Timor,

tapi masih dominan bahasa Makassar sehingga dapat dianggap

termasuk rumpun bahasa Makassar. Orang Selayar sendiri biasa

disebut To Hale, yang berarti “orang seberang”. Mereka juga

berbahasa Konjo, dengan dialek yang sedikit berbeda dengan dialek

penduduk daratan Bulukumba.

Secara sosial budaya etnis bugis Makassar dalam kehidupannya

memegang prinsip hidup siri’ dan pesse. Siri' boleh berarti

penghormatan, kehormatan atau martabat. Masyarakat akan dilindungi

terhadap semua hal yang dibolehkan dalam menghadapi tantangan

8

martabatnya sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Dengan siri'

mereka untuk mengorbankan segalanya, termasuk hidup mereka

( Abdullah,H., 1985). Siri' sebagai kebaikan perlu berjalan

bergandengan dengan pesse yang berarti perasaan menyakitkan,

menyiratkan untuk berempati dengan kesusahan orang lain (Pelras,

1996). Implementasi siri' dalam hidup sosial sehari-hari dinyatakan di

lima prinsip (Said, 2004) :

1. Ada Tongeng ( kebenaran dalam berbicara)

2. Lempuk ( kejujuran)

3. Getteng ( ketabahan)

4. Sipakatau ( rasa saling menghormati)

5. Mappesona ri dewata seuwae ( ketundukan kepada kehendak

Tuhan)

Khusus bagi etnis bugis-makassar penggunaan obat tradisional

dari bahan alam telah dibukukan sejak awal abad 15 dikenal dengan

sure lontarak pabburak yang berisi jenis tanaman, khasiat dan cara

penggunaannya.

2.1.3 Etnofarmasi Sulawesi Selatan

Etnofarmasis mempelajari tentang tanaman yang digunakan

oleh masyarakat asli. Etnofarmasis mendokumentasikan pengetahuan

tentang tanaman bermanfaat dan yang beracun, menyeleksi dan

mengoleksi tanaman untuk budidaya dan perlindungan. Proses

9

koleksi tanaman menggunakan metode standar meliputi preparasi

spesimen tanaman (herbaria). Tim etnofarmasis mendeskripsikan

penyakit kemudian dikomunikasikan dengan tabib tradisional dengan

melakukan proses wawancara. Hal ini difokuskan pada tanda-tanda

dan gejala umum dan yang mudah dikenali. Apabila penyakit telah

dikenali dan digambarkan secara sama maka pengobatan dengan

tanaman untuk penyakit tersebut dicatat secara rinci oleh

etnofarmasis. Jika beberapa tabib menyatakan hal yang sama maka

tanaman tersebut kemudian dikoleksi (http;//www. Sulawesi

selatan.co.id).

Sulawesi Selatan dikenal sebagai provinsi di Indonesia yang

hampir seluruh daerahnya dikelilingi oleh lautan, dihampari banyak

pegunungan dengan banyak potensi flora endemik. Kawasan

pegunungan Verbeek yang membentang di bagian utara, kawasan

pegunungan Quarles dan Latimojong yang membentang di bagian

tengah, dan beberapa pegunungan yang masih kokoh dengan hutan

rimba yang masih hijau juga menyimpan beberapa jenis flora khas

(Hidayat. S, 2005).

Khusus bagi etnis bugis-makassar penggunaan obat tradisional

dari bahan alam telah dibukukan sejak awal abad 15 dikenal dengan

sure lontarak pabburak yang berisi jenis tanaman, khasiat dan cara

penggunaannya, namun publikasi dan popularitas referensi ini seolah

tertimbun bersama kemajuan zaman dengan meninggalnya tokoh-

10

tokoh adat, dan dukun/sanro, akibatnya masyarakat Sulawesi Selatan

sendiri seolah kehilangan pedoman dalam penggunaan tanaman obat

yang ada disekitarnya. Sehingga perlu dilakukan penelitian

etnofarmakologi di wilayah Sulawesi Selatan untuk menggali

warisan budaya khususnya dalam upaya pengembangan obat

tradisional dan membuktikan secara ilmiah kebenaran khasiatnya

(Tang, 2005).

2.2 Tinjauan tentang Desa Ujung bori, Kecamatan Polsel (pole

bangkeng selatan), Kabupaten Takalar

2.2.1 Letak Geografis (lengkap dengan peta lokasi)

Kabupaten Takalar adalah salah satu kabupaten di

Sulawesi selatan yang beribukota di Takalar yang terdiri dari

delapan kecamatan yaitu Pattallassang, Polombangkeng

Selatan, Polombangkeng Utara, Galesong, Galesong Selatan,

Galesong Utara, Mappakasunggu, Manggarabombang.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 566,51 km² dan

berpenduduk sebanyak ±250.000 jiwa.

MONUMEN LAPRIS

Monumen lapris adalah Monumen yang dibangun untuk

mengenang jasa para pahlawan yang tank pernah mengenal

kata menyerah ini, menjadi satu daya wisata menarik untuk

ditelusuri. Monumen yang berada di sebuah bukit Desa

11

Bulukunyi, penempatannya lain dari monumen biasanya.

Berada disebuah bukit dengan pesona alam dan hamparan

lereng pegunungan yang tertata rapi, seakan membawa kita

serasa berada dihamparan perkebunan teh yang indah.

Suasana layaknya monumen yang serba menakutkan tak

diterlihat di kawasan ini. Di Monumen yang jarak tempunya 12

Km dari  kota Takalar dan 50 Km dari Makassar, Anda akan

dapat melihat 19 Prasasti dari kelasykaran Sulawesi Selatan

dan Tenggara, yang menjadi peninggalan Lascar Pemberontak

Rakyat Sulawesi (LAPRIS) pata tahun 1940-an, dibawa

kepemimpinan Ranggong Dg Romo sebagai panglima yang

sudah melakukan pertempuran sebanyak 52 kalidemi mengusir

penjajah dari bumi Sulawesi Selatan.

PROFIL TAKALAR

Ditinjau dari sudut geografis letak Kabupaten Takalar

sangat strategis karena hanya sekitar 40 km dari kota Makassar

(ibukota Propinsi Sulawesi Selatan) dan berada pada posisi tiga

dimensi yaitu Pegunungan dan Bukit, Daratan Rendah, serta

Hamparan Laut, dengan demikian, kabupaten Takalar

merupakan daerah yang memiliki beragam potensi wisata yaitu

wisata alam/pegunungan, wisata pesisir/bahari, wisata budaya

dan sejarah, serta agrowisata.

12

Luas wilayah kabupaten Takalar 566, 51 km2 dengan

jumlah penduduk 232.396 jiwa, yang tersebar pada 7

Kecamatan dan 73 Desa dan Kelurahan. Struktur masyarakat

yang tegolong seragam, termasuk agama, adat istiadat serta

budaya masyarakat. Hal ini tergambar pada berbagai kegiatan

ritual keagamaan maupun budaya.

Kondisi alam (pegunungan, pesisir, dan pertanian)

ragam budaya, ritual keagamaan dan sejarah menyebabkan

Takalar refresentatif sebagai daerah tujuan wisata (DTW) di

Sulawesi Selatan - Indonesia.

MONUMEN LAPRIS

13

14

15

en 2.2.2 Demografi penduduk

16

17

Kabupaten Takalar adalah sebuah kabupaten di provinsi

Sulawesi selatan, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Kota

Takalar yang terdiri dari delapan kecamatan yaitu Pattallasang,

Polebangkeng Selatan, Polebangkeng Utara, Galesong

Selatan, Galesong Utara, Mappakasunggu,

Manggarabombang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 566,51

km2 dan kondisi alam (pegunungan, pesisir, dan pertanian)

ragam budaya, ritual keagaman dan sejarah menyebabkan

Takalar refresentatif sebagai daerah tujuan wisata (DTW) di

Sulawesi Selatan,Indonesia.

2.2.3 Latar Belakang Pemilihan Lokasi Etnofarmasi

Takalar (Kecamatan Polebangkeng selatan ) dijadikan

sebagai lokasi etnofarmasi disebabkan karena kecamatan

polebangkeng memiliki keaneka ragaman sample darat dan

sample laut. Selain itu Jarak antara hutan dan laut tidak terlalu

jauh sehingga interval waktu yang dibutuhkan dari hutan ke laut

tidak terlalu lama.

2.2.4 Kultur Budaya Dan Etnofarmasi

Struktur masyarakat tergolong seragam, termasuk

agama, adat istiadat serta budaya mayarakat. Hal ini tergambar

pada berbagai kegiatan ritual keagamaan maupun budaya.

Serta keseragaman dalam pemanfaatan tanaman (Bahan alam)

sebagai obat tradisional yang secara seragam, penggunaan

18

secara merata seuai dengan funginnya masing-masing,

tanaman obat yang digunakan oleh para Batrra di daerah

tersebut masih sangat sedikit yang terinventarisir, disebabkan

beberapa faktor yang memiliki pengaruh yang angat besar,

seperti adannya battra (Pengobatan Tradisional) yang

merahasiakan tanaman yang digunakan sebagai obat,

keanekaragaman spesies tanaman obat, adannya kemiripan

pada tanaman yang satu dengan yang lainnya sehingga

membingungkan pengguna atau peneliti obat tradisional,

dimana tumbuh tanaman, beberapa tanaman obat sulit

didapatkan karena tumbuh ditempat yang sulit dijangkau,

seperti didaerah pegunungan atau adannya kepunahan akibat

penebangan hutan.

BAB 3

19

Etnis

Makassar

Lontarak

pabburak

Makassar

Pegunungan

ujung Bori

Takalar

Etnofarmasi dari

Tanaman Obat dan

Hewan

Referensi

inventarisasi

Tanaman Obat

KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESIS, SKEMA KERJA

3.1 Kerangka Konseptual

3.1 Hipotesis

20

Tanaman sagamemiliki khasiat sebagai obat anti inflamasi,

diuretik, antitusif, dan parasitisida. Senyawa yang ditemukan pada

tanaman saga antara lain adalah protein, vitamin A,B1, B6, C, Kalsium

Oksalat, glisirizin, flisirizinat, polygalacturomic acid, dan pentosan.

Secara empiris, tanaman saga sering digunakan sebagai obat batuk.

Dan juga Kabupaten Takalar kecamatan Bulu Kunyi memiliki

kekayaan Sample darat dan sample laut yang begitu melimpah

3.2 Skema Kerja

Gambar 3.3 Skema kerja Etnofarmasi

BAB 4

21

Pemilihan tempat etnofarmasi

Mengadakan wawancara terhadap masyarakat

setempat

Mengumpulan data tanaman obat di

daerahPKL

Membuat laporan data

MATERI dan PRAKTIKUM

4.1 Rancangan Praktikum

Praktikum Etnofarmasi dilaksanakan berdasarkan studi observasi.

4.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan antara lain :

1) Alkohol

2) Aquades

3) Formalin

4.3 Waktu

Survei Inventarisasi tanaman obat dilakukan pada :

Hari / tangal : Sabtu,25– 09 - 2010

Waktu : 08.00 – 16.30

4.4 Lokasi Praktikum

Survei Inventarisasi dilakukan di desa Bulu kunyi kecamatan

polobangkeng selatan kabupaten takalar Selawesi Selatan.

4.5 Prosedur praktikum

4.3.1 Pemeriksaan Farmakognostik

     4.3.1.1 Identifikasi dan Determinasi Tanaman

Menentukan kunci determinasi tanaman

dilakukan berdasarkan bentuk morfologi melalui

22

pendekatan hubungan kekerabatan tanaman ( suku dan

genus) kunci determinasi tanaman sebagai mana yang

dicantumkan dalam buku resmi (FLORA OF JAVA,atau

FLORA).

4.3.1.1.1  Morfologi Tanaman

Mengamati dan menggambar bentuk

morfologi dari tanaman, yaitu berupa bentuk

batang, daun, dan akar .

  4.3.1.1.2   Anatomi Tanaman

Pemeriksaan anatomi di

Laboratorium, yaitu anatomi akar, batang, dan

daun serta mencari bentuk stomata dengan

membuat preparat setipis mungkin diatas

objek glass yang ditutupi deg glass dengan

ditetesi air atau kloralhidrat, dan diamati serta

digambar anatominya dibawah mokroskop.

4.3.1.2  Pemeriksaan Simplisia

4.3.1.2.1  Pengambilan Simplisia

Pengumpulan simplisia dilakukan

dengan menggunakan pisau dan tangan yang

telah dilapisi dengan kaos tangan karena saga

23

(Abrus precatorius) memiliki batang yang keras

sehingga pengambilan harus hati-hati.

4.3.1.2.2  Pembuatan Simplisia

Simplisia    yang     telah   dikumpulkan,

dicuci untuk membersihkan simplisia dari kotoran

atau debu dan memisahkan tanaman itu sendiri

yang tidak dikehendaki saat pencucian. Setelah

dicuci dan dibersihkan dari debu dan kotoran,

sampel dipotong kecil-kecil kemudian

dikeringkan. Pengeringan yang digunakan pada

percobaan ini ialah pengeringan alamiah yakni

dengan bantuan sinar matahari, atau diangin-

anginkan. Untuk bagian tanaman yang keras,

seperti batang dan akar pengeringan dilakukan di

bawah sinar matahari. Untuk bagian tanaman

yang lunak seperti daun cukup diangin-anginkan

4.3.1.2.3 Pemeriksaan Mutu Simplisia

a. Organoleptis yaitu pemeriksaan warna, bau,

dan rasa dari bahan / simplisia. Dari simplisia

yang telah dibuat, diamati warnanya, baunya

b. Makroskopik yaitu memuat paparan mengenai

bentuk dari simplisia, ukuran, warna serta

bidang patahannya.

24

c. Mikroskopik yakni memuat paparan anatomis,

penampang melintang simplisia, fragmen

pengenal      bentuk simplisia.

BAB 5

HASIL

25

5.1 Tanaman Etnofarmasi Desa Ujung bori, Kecamatan Polsel (Polong

bangkeng selatan)

Nama Tanaman Bagian yang

digunakan

Kegunaan

Belimbing wuluh

Kunyit

Kumis kucing

Jambu biji

Jahe

Daun pare

Pepaya

Bunga tai ayam

Benalu

Sirih

Belimbing

Mengkudu

Paliasa

Buah

Empul Kunyit

Daun

Daun

Rimpang

Daun

Daun

Batang, daun

dan akar

Daun

Daun

Daun

Buah

Daun

Obat hipertensi / darah tinggi

Obat cacar

Obat demam

Obat demam

Obat batuk

Obat hipertensi

Obat hipertensi

Obat penyakit dalam

Obat luka infeksi

Obat segala penyakit

Obat Hipertensi dan sakit kepala

Obat hipertensi

Obat hipertensi

5.2. Kandungan Kimia Tanaman Etnofarmasi Berdasarkan Literatur

Nama Tanaman Kandungan Kimia

26

Kumis kucing

Kunyit

Mengkudu

Daun pare

Pepaya

Sirih

Belimbing

Glikosida, zat samak, minyak atsiri, saponin,

minyak lemak, sapofonin, garam kalium

Kurkunim, desmetoksikurkumin,

bisdesmetoksirkurkuminoid.

Morinda diol, morindone, morindin,

damnacanthal, metal asetil, asam kapril,

sorandiyiol.

Momordin, karantin, asam trikosanik, asam

resinat, saponin, vitamin A, minyak lemak

Vitamin A, B dan C, kalsium, hidrat arang, fosfor,

besi, zat papayatin, karpain, karposit

Minyak atsiri, saponin, flavonoid, polifenol

Saponin, tannin, glukosida, kalsium oksalat,

sulfur, asam format, peroksidase, kalium sitrat

BAB 6

27

PEMBAHASAN

Etnofarmasi adalah studi tentang bagaimana masyarakat suatu

etnis atau wilayah dalam menggunakan suatu tanaman obat atau ilmu

multidisiplin yang mempelajari penggunaan obat-obatan terutama obat

tradisional oleh suatu masyarakat lokal (etnik).

Penggunaan obat tradisonal dalam kehidupan kita sudah

berkembang biak dalam kemasan yang telah disempurnakan atau

modern. Obat tradisional ini banyak digunakan oleh karena selain murah ,

obat ini juga mudah untuk didapatkan.

Penggunaan obat tradisional dalam masyarakat selain memiliki

keuntungan juga memiliki kerugian. Adapun keuntungan dari obat

tradisional yaitu:

1. Mudah diperoleh atau didapatkan

2. Harganya terjangkau

3. Efek samping yang ditimbulkan tidak terlalu berbahaya bahkan tidak

menimbulkan efek samping sama sekali.

Kerugian obat tradisional yaitu:

1. Tidak praktis dalam penggunaannya

2. Penggunaan obat tradisional dalam tubuh menimbulkan reaksi yang

lambat.

3. Survey mengenai inventarisasi tanaman obat bertujuan agar kita

mendapatkan informasi keanekaragaman obat yang ada pada suatu

wilayah, mendapatkan informasi teknik dan cara penggunaan

28

tanaman obat untuk pengobatan tradisional dan masyarakat

terhadap obat tradisional.

4. Survey ini diadakan guna mengetahui bagaimana cara

membudidayakan tanaman obat tradisional dan mengetahui

penggolongan –penggolongan dari tanaman obat tersebut beserta

khasiat yang terkandung di dalam tanaman obat tradisional.

5. Dari hasil survey, rata – rata masyarakat desa Ujungbori Kab.Takalar

mengobati penyakit diare dengan menggunakan tanaman saga

(Abrus precatorius), dimana tanaman saga ini memiliki lebih dari

satu efek farmakologi, termasuk dapat mengobati batuk.

BAB 7

29

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari hasil inventarisasi tanaman obat, maka dapat

disimpulkan bahwa begitu banyak jenis tanaman yang digunakan

oleh masyarakat di desa Ujung bori dalam pengobatan penyakit.

Seperti saga (Abrus precatorius) memiliki khasiat sebagai obat untuk

mengatasi bisul.

7.2 Saran

Diharapkan agar asisten lebih membimbing praktikan dalam

membuat laporan demi sempurnanya pembuatan laporan ini.

30