36
EUTHANASIA DAN BUNUH DIRI Posted by Zanikhan on May 30, '09 12:38 AM for everyone Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama Di susun oleh : 1. Indah Pertiwi 2. Jajang S 3. Kustrini 4. lira Yanuar 5. Lisna Astriana 6. Nenda Rizki 7. Neng Eva M L 8. Noneng Sariningsih

Euthanasia Dan Bunuh Diri

Embed Size (px)

Citation preview

EUTHANASIA DAN BUNUH DIRIPosted by Zanikhan on May 30, '09 12:38 AM for everyone

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata

kuliah agama

Di susun oleh :

1. Indah Pertiwi

2. Jajang S

3. Kustrini

4. lira Yanuar

5. Lisna Astriana

6. Nenda Rizki

7. Neng Eva M L

8. Noneng Sariningsih

AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA KABUPATEN GARUT

Jl. Proklamasi no. 5 Tlp (0262) 232212 Tarogong Garut

Tahun 2004 – 2005

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan ini seseorang mempunyai berbagai macam masalah yang mau tidak

mau harus dihadapi demi tercapainya kelangsungan hidup seseorang. Setiap orang

berbeda-beda dalam menghadapi dan menyikapi berbagai masalah sebagian orang

bisa menerima masalah dengan lapang dan yakin bahwa itu adalah suatu ujian,

tetapi ada juga seseorang yang menganggap masalah adalah suatu musibah. Sehingga

orang tersebut bisa putus asa dan melakukan tindakan diluar dugaan, seperti

seseorang yang mempunyai penyakit yang susah diobati sehingga orang tersebut

putus asa dan depresi, sehingga orang tersebut memutuskan untuk menghentikan

pengobatan guna mengakhiri penderitannya, hal ini bisa dikenal dengan tindakan

euthanasia.

1.2 Rumusan Masalah

- Euthanasia

- Apa pengertian euthanasia dan bunuh diri ?

- Bagaimana pembagian euthanasia ?

- Bagaimana mengenali dan menentukan resiko bunuh diri ?

- Bagaimana pandangan medis dan agama tentang euthanasia dan bunuh diri ?

- Bagaimana prinsip pencegahan bunuh diri ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah agama

1.3.2 Tujuan Khusus

- Menjelaskan tentang euthanasia dan bunuh diri

- Menjelaskan tentang pembagian euthanasia

- Menjelaskan tentang bagaimana mengenali pasien yang berpotensi bunuh diri

- Menjelaskan bagaimana menentukan resiko bunuh diri

- Menjelasklan prinsip pencegahan bunuh diri

- Menjelaskan bagaimana pandangan medis dan agama tentang euthanasia dan bunuh

diri

1.4 Metodologi

Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode study ke perpustakaan dan

diskusi kelompok

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metodologi dan

sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Dalam bab ini berisi pengertian euthanasia dan bunuh diri, pembagian

euthanasia, mengenali pasien berpotensi untuk bunuh diri, menentukan resiko

bunuh diri, prinsip pencegahan bunuh diri serta bagaimana pandangan medis dan

agama tentang euthanasia dan bunuh diri.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. EUTHANASIA DAN BUNUH DIRI MENURUT PANDANGAN

MEDIS

1. Euthanasia

a. Pengertian Euthanasia

Euthanasia adalah tindakan pemutusan kehidupan dalam maksud membebaskan pasien

dari penderitaan yang tidak tersembuhkan.

Suatu kommissie dari Gezondheidsraad (Belanda) merumuskan : “Euthanasia adalah

perbuatan yang dengan sengaja memperpendek hidup ataupun dengan sengaja tidak

berbuat untuk memperpanjang hidup demi kepentingan si pasien oleh seorang

dokter ataupun bawahan yang bertanggung jawab kepadanya.

b. Pembagian Euthanasia

1. Euthanasia Aktif

Ini adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri

hidup seseorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan

penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat, dan mematikan.

2. Euthanasia Pasif

Ini adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tintakan atau pengobatan

yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan

akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.

3. Euthanasia Volunter

Euthanasia jenis ini adalah penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat

kematian atas permintaan pasien.

4. Euthanasia Involunter

Ini adalah yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar dimana tidak

mungkin untuk menyampaikan keinginannya, dalam hal ini dianggap family pasien

yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit

dibedakan dengan pembunuhan kriminal.

c. Konsep tentang mati

Untuk dapat memahami lebih jauh timbulnya masalah euthanasia, kita perlu

memahami tentang konsep mati yang dianut dari dulu hingga sekarang. Perubahan

pengertian ini berkaitan dengan adanya alat-alat resusitasi, berbagai alat atau

mesin-mesin penopang hidup dan kemajuan dalam perawatan intensive. Dahulu,

apabila jantung dan paru-paru sudah tidak bekerja lagi, orang tersebut sudah

dinyatakan mati dan tidak perlu diberikan pertolongan lagi. Kini keadaan sudah

berubah, jantung yang sudah berhenti dapat dipacu untuk bekerja kembali dan

paru-paru dapat dipompa agar kembali kembang kempis.

Pada umumnya dikenal beberapa konsep tentang mati :

1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir

Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi

jantung dan paru-paru. Tetapi dalam pengalaman kedokteran teknologi resusitasi

telah memungkinkan jantung dan paru-paru yang semula terhenti adakalanya dapat

dipulihkan kembali. Sehingga dilihat dari perkembangan teknologi kedokteran,

kriteria mati ini sebenarnya sudah ketinggalan zaman.

2. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh

Pada umumnya banyak yang beranggapan bahwa nyawa terlepas dari tubuh ketika

darah berhenti mengalir. Tetapi dikaitkan dengan perkembangan teknologi yang

telah dikemukakan diatas, maka konsep ini tidak tepat lagi.

3. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen (irreversible loss of ability)

Dalam pengertian ini fungsi organ-organ tubuh yang semula bekerja secara

terpadu kini berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali otak karena telah

rusak.

4. Hilangnya kemampuan manusia secara permanen untuk kembali sadar dan

melakukan interaksi sosial

Konsep ini dikembangkan dari konsep ke-3 tetapi dengan penekanan nilai moral

yaitu dengan memperhatikan fungsi manusia sebagai mahluk sosial.

Konsep ini tidak lagi melihat apakah organ-organ tubuh yang lain masih

berfungsi atau tidak, tetapi apakah otaknya masih mampu atau tidak menjalankan

fungsi pengendalian, secara jasmani maupun sosial, atau tidak.

2. Bunuh diri

a. Pengertian bunuh diri

Bunuh diri adalah perbuatan yang dengan sengaja untuk memutuskan kehidupan

dengan berbagai macam alasan.

b. Mengenali pasien yang berpotensi bunuh diri

Seperlima dari percobaan bunuh diri tidak dapat diantisipasi sekalipun dengan

kemajuan pengetahuan saat ini, prediksi yang akurat masih sulit diperoleh,

kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila :

1. Pasien pernah mencoba bunuh diri

2. Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak atau

berupa ancaman

3. Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas

4. Baru mengalami kehilangan yang bermakna

5. Perubahan perilaku yang tidak terduga

6. Perubahan sikap yang mendadak, tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri

c. Menentukan resiko bunuh diri

1. Hal-hal yang harus dipelajari mengenai kasus bunuh diri

a) Maksud dan tujuan pasien

b) Apakah rencana bunuh diri telah dibuat ?

c) Metode

d) Penyebabnya

e) Tentukan apakah perikalu tersebut akibat peranan inpulsif atau dengan

rencana

f) Apakah pencetus krisis telah terjadi ?

g) Buatlah daftar kehilangan yang dialami

h) Apakah pasien memiliki rencana untuk masa depannya ?

i) Apakah pasien mempunyai keluarga yang memperdulikan atau dukungan lainnya ?

j) Apakah pasien berfikir bahwa dia akan melakukan bunuh diri ?

2. Faktor resiko individual

a) Rasa putus asa (terutama pada pasien dengan depresi mayor), ketidak

berdayaan, kesepian, letih, nyeri psikologis yang dirasakan tidak

tertangguhkan.

b) Gangguan psikiatrik

(1) Gangguan mood mayor khususnya dengan tanda-tanda vegetatif atau proses

fikir menyempit

(2) Alkoholisme

Sebagian besar pasien kronis, sebagian besar pria, sering setelah kehilangan

hubungan pribadi dengan orang lain, lebih tinggi lagi apabila terjadi depresi

dan dukungan sosial yang kurang, kecanduan obat-obatan

(3) Skizofrenia, khususnya ketika mengalami kesepian, depresi, skizofrenia

kronis, atau disertai dengan halusinasi perintah yang merusak diri sendiri

(4) Lain-lain: Psikosis akibat kondisi organik, gangguan kepribadian (ambang,

anfisosial), gangguan panik dengan komorbiditas depresi.

c) Kesehatan yang menurun, bila sebelumnya hidup tidak mandiri, hambatan medis

kronis, HIV / AIDS

d) Intoksikasi, penggunaan aktif (penyalahgunaan) alkohol dan obat-obatan

e) Pengendalian inpuls yang terganggu karena alasan apapun, hostilitas

f) Riwayat percobaan bunuh diri

g) Duda / janda, bercerai, berpisah, hidup sendiri, pengangguran, pensiun

h) Pasien medis yang menjalani dialisis ginjal

i) Perubahan status sosial “naik” atau “turun”

j) Kehilangan ataupun penolakan yang dialami baru-baru ini

k) Kematian orang tua selama masa kanak-kanak

d. Prinsip-prinsip pencegahan bunuh diri

(1) Kenali dan obati kondisi-kondisi psikiatrik dan medis

(2) Kembangkan ikatan terapeatik dengan pasien

(3) Pasien yang ingin bunuh diri biasanya bersikap ambivalen tentang kematian

itu maka ungkapan tentang ambivalen tersebut, memperlihatkan bukti-bukti bahwa

mereka ingin hidup

(4) Hadapkan pasien pada hal-hal realita

(5) Jangan mengucilkan keseriusan pasien dalam usaha bunuh diri

(6) Jangan pernah setuju untuk merahasiakan rencana bunuh diri

(7) Bantulah pasien melewati masa berduka karena kehilangan

(8) Jangan beri alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami pasien

(9) Nilailah kembali kondisi fikiran pasien dengan sharing

(10) Gunakan sumber daya dari komunitas, misal keluarga, dan orang yang

bermakna dalam pengobatan pasien

(11) Jangan kehilangan kontak dengan pasien

(12) Bersikap aktif tetapi tetap menuntut pasien untuk bertanggung jawab atas

kehidupannya sendiri

B. EUTHANASIA DAN BUNUH DIRI DALAM PANDANGAN AGAMA

Dipandang dari sudut “kemanusiaan” euthanasia tampaknya merupakan perbuatan

yang harus dipuji yaitu menolong sesama manusia mengakhiri kesengsaraannya dan

ini dianggap sebagai satu bentuk rasa kasih. Tetapi keputusan euthanasia tidak

boleh hanya berdasarkan rasa kemanusiaan saja sekalipun dimasukkan kedalamnya

pengertian yang tinggi seperti “menolong sesama lepas dari penderitaan”,

“kasih”, “tindakan sepatutnya dan wajar”

Menurut ajaran agama Islam, ancaman Allah terhadap pembunuh adalah adzab yang

sangat luar biasa dan kekal dalam neraka sesuai dengan firman Allah

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya

ialah neraka jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan

mengutuknya serta menyediakan adzab yang pedih baginya” (Surat An-Nisa ayat 93)

Semua agama yang ada di Indonesia melarang tindakan euthanasia ini karena

ajaran setiap agama tentang hidup dan mati adalah sama, yaitu bahwa Tuhan

YME-lah yang menciptakan manusia dan menentukan hidup dan matinya seseorang.

Bunuh diri sama halnya dengan euthanasia, menurut ajaran Islan euthanasia dan

bunuh diri ini hukumnya haram, karena melakukan perbuatan ini berarti melanggar

ketentuan Allah yang berhak menghidupkan dan mematikan manusia.

Pada dasarnya euthanasia dan bunuh diri sama-sama disebabkan oleh perasaan

putus asa, tidak sabar atas ujian cobaan dari Allah, tidak bersyukur atas

nikmat dari Allah, dan tidak yakin pada kekuasaan Allah.

Kalau seandainya manusia sabar atas musibah dari ujuan Allah maka akan menjadi

orang yang mulia dihadapan Allah, karena musibah merupakan tanda kasih sayang

Allah kepada orang yang ia cintai. Sebagaimana sabda Nabi SAW :

“Bila Allah mencintai seseorang maka Allah akan memberi cobaan pada orang itu

yang tidak ada obatnya”.

Maka bila orang tidak bersabar atas cobaan dari-Nya tinggalah adzab dari Allah

sebagaimana sabda Nabi “Allah berfirman kepada Nabi Musa, “Hai Musa barang

siapa yang tidak ridho atas kodo dari kami dan tidak sabar atas cobaan dari

kami dan tidak bersyukur atas nikmat dari Kami maka harus keluar orang tersebut

dari antara jagat Kami dan langit Kami dan carilah Tuhan selain Kami”.

BAB III

PENUTUP

Dalam bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan

dan saran.

KESIMPULAN

Euthanasia dan bunuh diri merupakan suatu tindakan yang sangat bertentangan

dengan kehendak Allah karena hanya Allah yang berhak menentukan hidup dan

matinya seseorang. Oleh karena itu, manusia harus meningkatkan IMTAQ supaya

adanya keyakinan bahwa Tuhan itu memberikan cobaan sesuai dengan kemampuan

seseorang.

SARAN

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu

kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan makalah

berikutnya.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT

karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun makalah yang

berjudul “Euthanasia dan Bunuh Diri”. Kami menyadari dalam pembuatan makalah

ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menerima saran dan kritik yang

sifatnya membangun sebagai analisa bagi kami sehingga akan tercipta makalah

yang lebih baik.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat khusuusnya bagi kami sebagai penyusun dan umumnya

bagi semua. Amin.

Garut, Januari 2005

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

……………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI

…………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………………. 1

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………… 1

1.3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………. 1

1.3.1 Tujuan Umum ………………………………………………………………….. 1

1.3.2 Tujuan Khusus ………………………………………………………………… 1

1.4. Metodologi ……………………………………………………………………………… 2

1.5. Sistematika Penulisan …………………………………………………………………. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Euthanasia dan Bunuh Diri Menurut Pandangan Medis …………………………… 2

2.2. Euthanasia dan Bunuh Diri menurut Pandangan Agama ………………………….. 3

BAB III PENUTUP

………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA

…………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

• Amri, Amir. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta

: Widia Medika 1997

• Tom, David A. Psikiatri. Jakarta

: EGC 2003

 

 

 

 

 

 

I.PENDAHULUAN

Seiring perkembangan zaman, permasalahan fiqih

memasuki babak baru dalam perumusannya. Lantas muncullah istilah fiqih

kontemporer. Di mana para mujtahid dituntut untuk berpikir keras dalam

menerbitkan ijtihad. Adapun permasalah yang kini ramai diperbincangkan adalah

euthanasia atau suntik mati. Suntik mati masih menjadi polemik yang tak kenal

henti diperdebatkan.

Tak jauh dari pembahasan suntik mati adalah bunuh

diri. Meski Al Quran telah secara jelas melarang bunuh diri, beberapa filsof

menganggap bunuh diri sebagai bentuk pembebasan tertinggi dalam diri manusia.

Dan itu merupakan hak setiap manusia.

Pada makalah ini akan dijelaskan definisi bunuh diri

dan euthanasia serta pendapat para ulama mengenai dua hal ini. Harapannya

adalah setiap pembaca mendapatkan wawasan tentang permasalahan yang selalu

menarik untuk dibahas ini.

I.PEMBAHASAN

A. PENDAPAT ULAMA

TENTANG BUNUH DIRI

Syekh

Muhammad Yusuf Qardhawi, seorang ulama terkemuka dunia, berpendapat tentang

bunuh diri, bahwa sesungguhnya kehidupan manusia bukan menjadi hak milik

pribadi sebab dia tidak dapat membuat dirinya, anggotanya, ataupun sel-selnya.

Diri manusia pada hakikatnya hanyalah sebagai barang titipan yang diberikan

Allah. Oleh karena itu, tidak boleh titipan ini diabaikannya, apalagi

memusuhinya atau melepaskannya dari hidup.

Allah

SWT berfirman dalam an-Nisa: 29: “Dan, jangan kamu membunuh diri kamu karena

sesungguhnya Allah maha belas kasih kepadamu.” Rasulullah SAW bersabda:

“Sebelum

kamu, pernah ada seorang laki-laki luka, kemudian marah sambil mengambil

sebilah pisau dan dipotongnya tangannya, darahnya terus mengalir sehingga dia

mati. Maka, berkatalah Allah: Hambaku ini mau mendahulukan dirinya dari

(takdir)-Ku. Oleh karena itu, kuharamkan surga atasanya.” (Riwayat Bukhari

Muslim).

B. DEFINISI EUTHANASIA

Euthanasia

berasal dari kata eu berarti baik, dan thanatos artinya mati.

Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh

karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing

(mati dengan tenang).

Dilihat

dari segi orang yang berkehendak, euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien

sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih

sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar). Tetapi

tidak pernah di temukan tindakan authanasia yang dikehendaki oleh dokter tanpa

persetujuan pasien ataupun pihak keluarga, karma hal ini berkait dengan kode

etik kedokteran.

Dilihat

dari kondisi pasien, tindakan euthanasia bias dikategorikan menjadi dua macam,

yaitu aktif dan pasif . Euthanasia aktif adalah suatu tindakan mempercepat

proses kematian, baik dengan memberikan suntikan ataupun melepaskan alat-alat

pembantu medika,seperti sebagainya. Yang termasuk tindakan mempercepat proses

kematian di sini adalah jika kondisi pasien, berdasarkan ukuran dan pengalalman

medis masih menunjukan adanya harapan hidup. Dengan kata lain, tanda-tanda

kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu dilakukan. Apalagi

jika penderita ketika itu masih sadar.

Sedangkan

yang dimaksud dengan euthanasia pasif adalah suatu tindakan membiarkan pasien

atau penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma), berdasarkan

pengalaman maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda

kehidupan tidak terdapat lagi padanya, mungkin karena salah satu organ

pentingnya sudah rusak atau lemah, seperti bocornya pembuluh darah yang

menghubungkan ke otak (stroke) akibat tekanan darah yang terlalu tinggi,

tidak berfungsinya jantung dan sebagainya. Kondisi seperti sering disebut

dengan “fase antara“,yang dikalangan masyarakat umum diistilahkan dengan

“antara hidup dan mati“

C.

EUTHANASIA MENURUT KUHP DAN KODE ETIK KEDOKTERAN

Di

dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain

atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan

sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Berdasarkan

pasal ini, seorang dokter bias dituntut oleh penegak hukum, apabila ia

melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang

bersangkutan,

karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.

Hanya

saja isi pasal 344 KUHP itu masih mengandung masalah. Sebagai terlihat pada

pasal itu, bahwa permintaan menghilangkan nyawa itu harus disebut dengan nyata

dan sungguh-sungguh. Maka bagaimanakah pasien yang sakit jiwa, anak-anak, atau

penderita yang sedang comma. Mereka itu tidaklah mungkin membuat

pernyataan secara tertulis sebagai tanda bukti sungguh-sungguh. Sekiranya

euthanasia dilakukan juga, mungkin saja dokter atau keluarga terlepas dari

tuntutan pasal 344 itu, tetapi ia tidak bias melepaskan diri dari tuntutan

pasal 388 yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang

lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima

belas tahun.” Dokter melakukan tindakan euthanasia (aktif khususnya), bisa

diberhantikan dari jabatannya, karena melanggar etik kedokteran.

Di

dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:

434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.”

Kemudian di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri

yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah

mempertahankan hidupnya. Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dokter

harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani, berarti

bahwa baik menurut agama dan undang-undang Negara, maupun menurut Etika

Kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan:

a.

Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).

b.

Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak

mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Jadi

sangat tegas, para dokter di Indinesia dilarang melakukan euthanasia. Di dalam

kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus

mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan

penderitaan

dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.

D. PENDAPAT ULAMA

TENTANG EUTHANASIA

Parah

tokoh Islam di Indonesia sangat menentang dilakukannya euthanasia. Prof. Dr.

Amir syarifuddin menyebutkan bahwa pembunuhan untuk menghilangkan penderita

si

sakit, sama dengan larangan Allah membunuh anak untuk tujuan menghilangkan

kemiskinan. Tindakan dokter dengan memberi obat atau suntikan dengan sengaja

untuk mengakhiri hidup pasien adalah termasuk pembunuhan disengaja.

Ia

berarti mendahului takdir Tuhan, meskipun niatnya adalah untuk melepaskan

penderitaan pasien atau juga melepaskan tanggungan keluarga. Akan tetapi

apabila dokter tidak lagi memberi pasien obat, karena yakin obat yang ada sudah

tidak bisa menolong, atau sekalian mengizinkan si pasien di bawa pulang,

andaikata pasien itu meninggal, maka sikap dokter itu tidaklah termasuk

perbuatan pembunuhan.

K.H

Syukron Makmun juga berpendapat bahwa kematian itu adalah urusan Allah,

manusia

tidak mengetahui kapan kematian itu akan menimpa dirinya. Soal sakit, menderita

dan tidak kunjung sembuh adalah qudratullah. Kewajiban kita hanya

berikhtiar. Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah

menyembuhkan, bukan membunuh. Kalau dokter tidak sanggup kembalikan kepada

keluarga.

Jadi

apapun alasanya, apabila tindakan itu berupa euthanasia aktif, yang berarti

suatu tindakan mengakhiri hidup manusia pada saat yang bersangkutan masih

menunjukan adanya tanda-tanda kehidupan, Islam mengharamkanya.

Sedangkan

terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli hukum

pidana, maupun para ulama sepakat membolehkanya.

II.KESIMPULAN

Dari makalah di atas

dapat kita ambil konklusi:

· Yang berhak

mengakhiri hidup seseorang hanya Allah SWT. Maka mengakhiri hidup dengan

menyalahi ketentuan agama (euthanasia aktif) adalah perbuatan bunuh diri dan

diancam Allah dengan hukuman neraka selama-lamanya.

· Euthanasia aktif

tetap dilarang, baik dilihat dari kode etik kedokteran, undang-undang hukum

pidana, lebih-lebih menurut Islam, yang menghukumkannya haram.

· Euthanasia pasif

diperbolehkan, yaitu sepanjang kondisi pasien berupa batang otaknya sudah

mengalami kerusakan fatal.

III.PENUTUP

Setelah

melalui studi pustaka dan diskusi kelompok selesailah makalah kami tentang

bunuh diri dan euthanasia. Sepenuhnya kami sadar akan banyaknya kekurangan di

beberapa titik. Maka, besar harapan kami adanya respon dari pembaca terhadap

makalah ini.

Lepas

dari itu semua kami berharap makalah ini dapat memberikan wawasan dan

pencerahan bagi siapapun pembacanya. Akhir kata, kami ingin berterima kasih

kepada para pembimbing dan sahabat-sahabat yang telah membantu kami dalam

menyelesaikan

makalah sederahana ini.

IV.DAFTAR PUSTAKA

· Fauzi Aseri, Akhmad.

2002. Problematika Hukum Islam Kontemporer. Jakarta:

Pustaka Firdaus.

· Yusuf Qardhawi, Muhammad. 2007. Halal dan

Haram Dalam Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu