Upload
amalia-betaliza
View
167
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
A. Pendahuluan
Sejak tahun 1980-an, teknologi informasi telah tersedia di setiap sudut kota. Informasi
diterbitkan dalam bentuk pengukuran kinerja sector public. Tujuan prinsip pengemembangan
informasi adalah pengembanggan kepentingan kelompak dalam mengendalikan sumber daya
sector public. Peneliyian dan verifikasi kinerja oleh auditor sector public telah mampu
menguak berbagai pemasalahan kepentingan dalam organisasi dan pelayanan public. Dalam
hal ini, pengembangan teknologi menjadi kunci kapasitas pengendalian kinerja pelayanan
public.
Setelah operasionalisasi anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja
untuk menilai prestasi manajer dan unit organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja
sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan
pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan
bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang
publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Pusat
pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indicator kinerja sebagai dasar untuk
menilai kinerja. Dipergunakannya system pengukuran kinerja yang handal (reliable)
merupakan salah satu factor kunci suksesnya organisasi.
B. Konsep Kinerja Institusi Sektor Publik
a. Pengukuran Kinerja Organisasi sektor Publik
Sistem pengukuran kinerja sector publik adalah merupakan suatu system yang
bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur financial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan
sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan
menetapkan reward and punishment system.
Pengukuran kinerja sector public dilakukan untuk memenuhi tiga sasaran, yaitu :
1) sasaran pengukuran kinerja sector publik ditujukan untuk membantu memperbaiki
kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus
pada tujuan dan sasaran program unit kerja.Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektifitas organisasi sector publik dalam pemberian pelayanan publik.
1
2) sasaran ukuran kinerja sector publik ditujukan untuk pengalokasian sumber daya dan
penbuatan keputusan.
3) sasaran ukuran kinerja sector public ditujukan untuk mewujudkan pertang-
gungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakan
biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa
publik. Masyarakat tentu tidak mau terus menerus ditarik pungutan sementara pelayanan
yang mereka terima tidak ada peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Oleh karena itu,
pemerintah berkewajiban untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.
Masyarakat menghendaki pemerintah dapat memberikan banyak pelayanan dengan biaya
yang murah (do more with less).
Kinerja sector public bersifat multi dimensional, sehingga tidak ada indicator
tunggal yang dapat digunakkan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif.
Berbeda dengan sector swasta, karena sifat output yang dihasilkan sector publik lebih
banyak bersifat intangible output, maka ukuran financial saja tidak cukup untuk
mengukur kinerja sector public. Oleh karena itu perlu dikembangkan ukuran kinerja non
financial.
b. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja
Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up)
Untuk mengukur kinerja financial dan non financial secara berimbang sehingga
dapat diukur perkembangan pencapaian strategi
Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai gold congruence: dan
Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasioanal.
Manfaat Sistem Pengukuran kinerja
Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen
Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
2
Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya
dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki
kinerja
Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward &
punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan
system pengkuran kinerja yang telah disepakati
Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi
Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
Membantu memahami proses kegiatan pemerintah dan
Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
c. Kendala Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
a) Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba.
Kinerja manajemen organisasi swasta yang bertujuan maksimalisasi laba bisa dinilai
berdasarkan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan
misalnya return on investment, rasio pendapatan terhadap sumberdaya yang
digunakan, rasia likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio keungan
lainnya.
b) Sifat output adalah kualitatif,intangible, dan indirect.
Pada umumnya, output organisasi sector public tidak berwujud barang atau produk
fisik, tetapi berupa pelayanan.
c) Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary
cost center)
Organisasi public merupakan sebuah entitas yang harus diperlakukan sebagai pusat
pertangungjawaban. Karakteristik input yang terjadi sebagian besar tidak bisa
ditelusuri atau dibandingkan secara langsung dengan outputnya, sebagaimana sifat
biaya kebijakan.
d) Tidak beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan instrument
penganti mekanisme pasar.
3
Organisasi sector public tidak beroperasi sebagaimana pasar persaingan sempurna
sehingga tidak semua output yang dihasilkan tersedia di pasar secara bersaing.
e) Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat)
Orgaisasi sector public menyediakan jas pelayanan bagi masyarakat yang sangat
heterogen.mengukur kepuasan masyarakat yang mempunyai kebutuhan dan harapan
yang berabeka ragam tidaklah mudah dilakukan. ( Bastian,2006)
d. Informasi sebagai Pengukuran Kinerja
1) Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finaansial diukur berdasarkan pada anggaran yang
telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganilisis varians (selisih atau
perbedaan) antara kinerja actual dengan yang dianggarkan
Analisis varians secara garis besar berfokus pada:
a) Varians pendapatan (revenue variance)
b) Varians pengeluaran(expenditure variance)
c) Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance)
d) Varians belanja investasi/modal(capital expenditure variance)
Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikasi sumber
penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level
manajemen paling bawah. Hal tersebut dilakukan guna mengetahui unit spesifik mana
yang bertangguang jawab terhadap terjadinya varians sampai tingkat manajemem
paling bawah.
Penggunaan analisis varians saja belum cukup untuk mengukur kinerja,
karena dalam analisis varians masih mengandung keterbatasan (constrain).
Keterbatasan analisis varians diantaranya terkait dengan kesulitan menetapkan
signifikansi besarnya varians.
2) Informasi NonFinansial
Informasi Non Finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi
non-Fiansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian
manajemen. Teknik pengukuran kinerja secara komprehensif yang banyak
dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balance Scorecard.
4
Dengan Balance Scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek
finansialnya saja, akan tetapi juga aspek non – Finansial. Pengukuran dengan metode
Balance Scorecard melibatkan empat aspek yaitu:
a) Perspektif Finansial (financial perpective)
b) Perspektif Kepuasan pelanggan (customer perspective)
c) Perspektif efisiensi proses internal (internal proses efficiency)
d) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perpective).
Jenis informasi non Finansial dapat dinyatakan dalam variable kunci (key
variable) atau sering dinamakan key success factor. Key result factor, atau pulse
point. Variabel kunci adalah variable yang mengindikasikan factor – factor yang
menjadi sebab kesuksesan suatu organisasi. Jika terjadi perubahan yang tidak
diinginkan, maka variable ini harus segera disesuaikan. Suatu variable memiliki
beberapa karakteristik antara lain:
a) Menjelaskan factor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
b) Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat
c) Perubahannya tidak dapat diprediksi
d) Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera, dan
e) Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran
antara (surrogate).
Sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung;
akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan,
demonstrasi dapat dijadikan variable kunci.
C. Penggunaan Alat Ukur Kinerja
a. Pengertian Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan
(BPKP, 2000). Sementara menurut Lohman (2003), indikator kinerja (performance
indicators) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara
kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-
5
target dan tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang
digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan
dalam ukuran-ukuran tertentu.
Untuk melakukan pengukuran kinerja, variable kunci yang sudah teridentifikasi
tersebut kemudian dikembangkan menjadi indicator kinerja untuk unit kerja yang
bersangkutan. Untuk dapat diketahui tingkat capaian kinerja, indicator kinerja tersebut
kemudian dibandingkan dengan target kinerja atau standar kinerja. Tahap terkhir adalah
evaluasi kinerja yang hasilnya berupa feedback, reward, dan punishment kepada manajer
pusat pertanggungjawaban.
Indikator kinerja digunakan sebagai indicator pelaksanaan strategi yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk :
a) Keberhasilan Utama Organisasi (critical success factor).
Faktor Keberhasilan Utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan
kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan
memperhatikan variable – variable kunci financial dan non Finansial pada kondisi
waktu tertentu. Critical success factor tersebut harus secara konsisten mengikuti
perubahan yang terjadi dalam organisasi.
b) Indicator Kinerja Kunci (key performance indicator).
Indikator Kinerja Kunci merupakan sekumpulan indicator yang dapat dianggap
sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat Finansial maupun non Finansial
untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan
oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
b. Komponen Indikator Kinerja
Penggunaan indicator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu
aktifitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap –
tiap unit organisasi berbeda – beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan.
Penentuan indicator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut:
a) Biaya pelayanan (cost of service)
6
Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya
per unit pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya
unitnya,karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada
keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut dapat dibuat
indicator kinerja proksi, misalnya belanja per kapita.
b) Penggunaan (utilization)
Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator
ini harus mempertimbangkan preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya
berupa volume absolut atau persentase tertentu, misalnya persentase penggunaan
kapasitas. Contoh lain adalah rata-rata jumlah penumpang per bus yang dioperasikan.
Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas
kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur.
c) Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)
Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indicator yang paling sulit
diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan
indicator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati karena kalau
terlalu menekankan indicator ini justru dapat menyebabkan kontra produktif. Contoh
indicator kualitas dan standar pelayanan misalnya perubahan jumlah komplain
masyarakat atas pelayanan tertentu.
d) Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau
peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan
tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
e) Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung.
Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need
assessment), dapat juga digunakan untuk menetapkan indicator kepuasan. Namun
demikian, dapat juga digunakan indicator proksi misalnya jumlah komplain.
Pembuatan indicator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja.
c. Syarat-syarat Indikator Ideal
7
Indikator kinerja bisa berbeda untuk setiap organisasi, namun setidaknya ada
persyaratan umum untuk terwujudnya suatu indikator yang ideal.
Menurut Palmer (1995), syarat-syarat indikator yang ideal adalah sebagai berikut:
1. Consitency. Berbagai definisi yang digunakan untuk merumuskan indicator kinerja
harus konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unit-unit organisasi.
2. Comparibility. Indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak.
3. Clarity. Indikator kinerja harus sederhana, didefinisikan secara jelas dan mudah
dipahami.
4. Controllability. Pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus
berdasarkan pada area yang dapat dikendalikannya.
5. Contingency. Perumusan indikator kinerja bukan variabel yang independen dari
lingkungan internal dan eksternal. Struktur organisasi, gaya manajemen,
ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan eksternal harus dipertimbangkan dalam
perumusan indikator kinerja.
6. Comprehensiveness. Indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilaku
yang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial.
7. Boundedness. Indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang
merupakan keberhasilan organisasi.
8. Relevance. Berbagai penerapan membutuhkan indicator spesifik sehingga relevan
untuk kondisi dan kebutuhan tertentu.
9. Feasibility. Target-target yang digunakan sebagai dasar perumusan indikator kinerja
harus merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai.
Sementara itu, syarat indikator kinerja menurut BPKP (2000) adalah sebagai berikut:
1. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan
interpretasi.
2. Dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitaitf, yaitu
dua atau lebih mengukur indicator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
3. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan.
4. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan,
keluaran, hasil, manfaat, dan dampak serta proses.
8
5. Harus cukup flesibel dan sensitive terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan
hasil pelaksanaan kegiatan
6. Efektif. Data/informasi yang berkaitan dengan indicator kinerja yang bersangkutan
dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
d. Indikator Kinerja pada Organisasi Sektor Publik
Inti pengukuran kinerja pemerintah adalah pengukuran value for money. Kinerja
pemerintah harus diukur dari sisi input,outpur dan outcome. Tujuan pengukuran value for
money yaitu mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya, efisiensi dalam
penggunaan sumber daya dan hasil yang maksimal, serta efektifitas dalam penggunaan
sumber daya.
1) Pengukuran Value For Money
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang
mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu :
a) Ekonomi : pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
b) Efisiensi : pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standard kinerja
atau target yang telah ditetapkan.
c) Efektivitas : tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.
Secara sederhana efektivitas merupakanperbandingan outcome dengan output.
Langkah-langkah Pengukuran Value For Money :
a) Pengukuran Ekonomi
Pengukuran efektifitas hanya mempehatikan keluaran y didapat, sedangkan
pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan.
Ekonomi merupakan ukuran yang relative. Pertanyaan sehubungan dengan
pengukuran ekonomu adalah:
9
Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis
yang dapat diperbandingkan?
Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara
optimal?
b) Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money.
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output
disbanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk
relative. Unit A adalah lebih efisien dibandingkan unit B, unit A lebih efisien tahun
ini disbanding tahun lalu, dan seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan
membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan
dengan cara:
Meningkatkan output pada tingkat input yang sama
Meningkatkan output dalam proprsi yang lebih besar daripada proporsi
peningkatan input.
Menurunkan inout pada tingkatan output yang sama
Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan
output
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata
uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah uang ataupun satuan
fisik. (Catatan: efisiensi seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output,
dengan interpretasi yang sama dengan bentuk input/output, contoh: biaya per unit
output).
10
outputEfisiensi =
input
Dalam pengukuran kinerja value for money , efisiensi dapat dibagi menjasi
dua: (a) efisiensi alokasi (efisiensi 1), dan (b) efisiensi teknis atau efisiensi
manajerial (efisiensi 2). Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan untuk
mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal. Efisiensi teknis
(manajerial) terkait dengan kemampauan mendayagunakan sumber daya input pada
tingkat output tertentu.
c) Pengukuran Efektifitas
Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi
tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat
adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan berapa besar biaya yang telah
dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang
telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar
daripada yang telah dianggarkan. Efektifitas hanya melihat apakah suatu program
atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d) Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat.
Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil
tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur
kualitas outputdan danpak yang dihasilkan (Smith, 1996). Pengukuran outcome
memiliki dua peran yaitu peran retrospektif dan prospektif. Peran retrospektif
terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait
dengan perencanaan kinerja masa yang akan datang.
Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome di gunakan untuk
mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif
memberikan bukti terhadap praktik yang baik (good management). Bukti tersebut
dapat menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang akan datang dan
mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga bukti
tersebut digunakan untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan
program mana yang perlu dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu
digunakan untuk melaksanakan program tersebut.
11
Manfaat Implementasi Konsep Value for Money
Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat
sasaran
Meningkatkan mutu pelayanan publik
Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunan input
Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik
Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar
pelaksanaan akuntanbilitas publik
Indikator Kinerja Sebagai Pembanding
Pemerintah daerah dapat melakukan sejumlah perbandingan dalam upaya
melakukan pengukuran kinerja di organisasinya. Beberapa perbandingan yang bisa
dilakukan antara lain:
1. Membandingkan kinerja tahun ini dengan kinerja tahun lalu.
2. Membandingkan kinerja tahun ini dengan berbagai standar yang diturunkan dari
pemerintah pusat atau dari daerah sendiri.
3. Membandingkan kinerja unit atau seksi yang ada pada sebuah departemen dengan
unit atau seksi departemen lain yang menyediakan jasa layanan yang sama.
4. Membandingkan dengan berbagai ketentuan pada sektor swasta.
5. Membandingkan bidang dan fungsi yang menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah dengan bidang dan fungsi yang sama pada pemerintah daerah lain.
D. AKIP dan LAKIP
a. Siklus AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
Di Indonesia, kewajiban instansi pemerintah untuk menerapkan system
akuntabilitas kinerja berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Inpres tersebut dinyatakan
bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu
instansi pemerintah untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
melalui pertanggung jawaban secara periodik.
12
Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa siklus akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen berbasis kinerja.
Adapun tahapan dalam siklus manajemen berbasis kinerja adalah sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan stratejik yang meliputi penetapan visi danmisi organisasi
dan strategic performance objectives.
2. Penetapan ukuran-ukuran kinerja atas perencanaan stratejik yangtelah ditetapkan
yang diikuti dengan pelaksanaan kegiatan organisasi.
3. Pengumpulan data kinerja (termasuk proses pengukuran kinerja),menganalisisnya,
mereviu, dan melaporkan data tersebut.
4. Manajemen organisasi menggunakan data yang dilaporkan tersebutuntuk
mendorong perbaikan kinerja, seperti melakukan perubahan-perubahan dan
koreksi-koreksi dan/atau melakukan penyelarasan(fine-tuning) atas kegiatan
organisasi. Begitu perubahan, koreksi, danpenyelarasan yang dibutuhkan telah
ditetapkan, maka siklus akanberulang lagi. siklus Manajemen Berbasis Kinerja
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan,instrumen, dan metode
pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan stratejik.
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dimulai dari penyusunan perencanaan
stratejik (Renstra) yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan, dan sasaran serta
menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
ditetapkan. Perencanaan stratejik ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja
tahunan yang dibuat setiap tahun. Rencana kinerja ini mengungkapkan seluruh target
kinerja yang ingin dicapai (output/outcome ) dari seluruh sasaran stratejik dalam tahun
yang bersangkutan serta strategi untuk mencapainya. Rencana kinerja ini merupakan tolok
ukur yang akan digunakan dalam penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu
periode tertentu.
2. Pengukuran kinerja.
Setelah rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Dalam
melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan datakinerja. Data kinerja
13
tersebut merupakan capaian kinerja yang dinyatakan dalam satuan indikator kinerja. Dengan
diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja, maka instansi
pemerintah perlumengembangkan sistem pengumpulan data kinerja, yaitu tatanan,instrumen,
dan metode pengumpulan data kinerja.
3. Pelaporan kinerja.
Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan
atau yang meminta dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Tahap terakhir, informasi yangtermuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi perbaikan
kinerja instansi secara berkesinambungan. Dalam perkembangan selanjutnya, melalui Inpres
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia
menginstruksikan tentang penyusunan penetapan kinerja kepada menteri, jaksa agung,
panglima TNI, kepala Polri, kepala LPND, gubernur, bupati, dan walikota,
sebagaimana tercantum pada butir ketiga Inpres tersebut,yaitu sebagai berikut :
”Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat dibawahnya secara berjenjang, yang bertujuan
untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu, melalui
penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan
pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat.”
b. LAKIP
1) Tujuan dan Manfaat LAKIP
Setiap instansi pemerintah dibentuk untuk mengemban suatu tugas dan tanggung jawab
tertentu dengan diberikan kewenangan atau mandat untuk melaksanakan tugas itu. Untuk
melaksanakan mandat dari masyarakat umum ini perlu adanya akuntabilitas yang baik. Akuntabilitas
yang baik,memadai, tertib, dan teratur, sudah menjadi tuntutan masyarakat kepadapemerintah. Oleh
karena itu, setiap instansi pemerintah juga diharapkan membantu pimpinan tertinggi pemerintah
untuk dapat mempertanggung jawabkan mandat/kewenangannya kepada masyarakat/ publik
melalui lembaga perwakilan.
Instansi pemerintah harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan
keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) merupakan media utama yang menuangkan kinerja instansi pemerintah.
14
Pelaporan kinerja ini mengkomunikasikan capaian kinerja organisasi dalam suatu tahunanggaran
yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaraninstansi pemerintah.
Tujuan dari disusunnya LAKIP adalah untuk mewujudkan akuntabilitasseseorang atau
pimpinan kolektif lembaga/instansi kepada pihak-pihakyang memberi mandat/amanah. Oleh karena
itu, pelaporan AKIP merupakan perwujudan salah satu kewajiban untuk menjawab tentang apa
yang sudah diamanahkan kepada setiap manajer/pejabat publik. LAKIP yang baik diharapkan dapat
bermanfaat untuk:
1. meningkatkan akuntabilitas instansi;
2. umpan balik peningkatan kinerja instansi pemerintah;
3. meningkatkan perencanaan di segala bidang, baik perencanaan program/ kegiatan
maupun perencanaan penggunaan sumber daya organisasi instansi;
4. meningkatkan kredibilitas instansi di mata instansi yang lebih tinggi dan akhirnya
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadapinstansi;
5. mengetahui dan menilai keberhasilan dan kegagalan dalammelaksanakan tugas dan
tanggung jawab instansi;
6. mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugasumum pemerintahan dan
pembangunan secara baik, transparan, dandapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
(akuntabel);
2) Prinsip Penyusunan LAKIP
Prinsip penyusunan LAKIP pada umumnya mengikuti prinsip penyusunanlaporan yang
lazim menjadi syarat dapat disusunnya laporan yang baik,yaitu laporan harus disusun secara jujur,
objektif, dan transparan. Disamping itu, masih ada beberapa prinsip lain yang perlu dicermati
dansangat penting yaitu:
1.Prinsip lingkup pertanggungjawaban.
Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab
masing-masing dan memuat baik kegagalan maupun keberhasilan. Pihakyang melaporkan
harus dapat menuangkan secara jelas lingkup pertanggungjawaban, baik hal-hal yang dapat
dikendalikan(controllable) maupun yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) kepada
pihak pengguna laporan, sehingga memudahkan dalammemahami laporan tersebut.
2. Prinsip prioritas.
15
Hal-hal yang dilaporkan adalah hal-hal yangpenting dan relevan bagi pengambilan keputusan
danpertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upaya-upayatindak lanjut . Misalnya,
hal-hal yang menonjol baik keberhasilanmaupun kegagalan, perbedaan-perbedaan atau
penyimpangan-penyimpangan antara realisasi dengan target/standar/rencana/ anggaran.
3. Prinsip manfaat.
Manfaat penyusunan laporan harus lebih besardaripada biayanya dan laporan tersebut
bermanfaat bagi peningkatanpencapaian kinerja instansi.Beberapa ciri laporan yang baik
seperti relevan, tepat waktu, dapatdipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat),
dalam bentukyang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian),berdaya
banding tinggi, berdaya uji (verifiable ), lengkap, netral, padat, danterstandardisasi perlu pula
diperhatikan dalam penyusunan laporanakuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
3) Ruang Lingkup Isi Pelaporan AKIP
Ruang lingkup pelaporan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengantanggung jawab
atas mandat yang diberikan, pendelegasian wewenangataupun amanah kepada seorang pejabat
publik berikut berbagai sumberdaya yang digunakan untuk mencapai misinya.
Pada intinya, lingkup pelaporan AKIP yang dituangkan dalam LAKIP adalah kinerja
instansi pemerintah dalam arti keberhasilan dan kegagalanpencapaian sasaran dan tujuan instansi
pemerintah. LAKIP secara lebihlengkap meliputi pengungkapan mengenai mandat apa yang
diembaninstansi, perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja instansi,
evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja. Dalam rencana strategis disajikan gambaran
singkat mengenai visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai, cara mencapai tujuan dan
sasaran, sertakebijakan dan program. Sedangkan dalam rencana kinerja diungkapkan kegiatan-
kegiatan dalam rangka mencapai sasaran sesuai denganprogram untuk tahun yang bersangkutan.
Dalam pengungkapanakuntabilitas kinerja instansi, selain dipaparkan hasil pengukuran
kinerja,evaluasi kinerja, dan analisis akuntabilitas kinerja, juga diuraikan secarasistematis
keberhasilan/kegagalan, hambatan/kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah
antisipatif yang akan diambil olehinstansi. Selain itu, lingkup pelaporan AKIP juga meliputi
akuntabilitas keuangan yang menyajikan alokasi dan realisasi anggaran bagi pelaksanaan tupoksi
atau tugas-tugas lainnya, termasuk analisis mengenaicapaian indikator kinerja instansi.
16
Mengingat luasnya cakupan dan lingkup yang dilaporkan, agar lebih bermanfaat, LAKIP
hendaknya lebih banyak melaporkan penyajian datadan fakta secara analisis kinerja organisasi
instansi. Bagian yang disajikanpada BAB III LAKIP akan menjadi fokus utama dari materi yang
dilaporkan.Untuk lebih memfokuskan pelaporan AKIP ini maka substansi yangdilaporkan
hendaknya lebih ditekankan pada kinerja unit utama atauprogram-program utama dari organisasi.
Dengan tidak mengurangipentingnya unit-unit yang bersifat penunjang dan program-
programpenunjang maupun aktivitas penunjang, pelaporan kinerja unit utama danprogram utama
hendaknya mendapat perhatian yang lebih besar daripimpinan instansi yang menyusun LAKIP.
Pelaporan AKIP ini di samping melaporkan aktivitas atau program yang controllable juga
melaporkan program atau kegiatan yang tidak dapatdikendalikan sendiri oleh organisasi instansi
(uncontrollable). Hal inidianggap penting karena partisipasi instansi pemerintah dewasa ini
terfragmentasi kepada bidang-bidang yang sangat luas yang tidak mungkindikelola
hanya oleh satu lembaga saja. Disinilah perlunya usaha-usahakoordinasi dan sinkronisasi bahkan
persetujuan oleh pimpinan puncak.Oleh karena itu, LAKIP diharapkan dapat difungsikan sebagai
salah satusarana untuk perwujudan good governance di samping juga untukperbaikan manajemen.
4) Format LAKIP
Agar laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih berguna untukumpan balik bagi
pihak-pihak yang berkepentingan, bentuk dan isi laporan akuntabilitas kinerja perlu diseragamkan
outline- nya, tanpa mengabaikan keunikan masing-masing unit organisasi instansi
pemerintah.Penyeragaman ini paling tidak dapat mengurangi keberagaman yang cenderung
menjauhkan pemenuhan prasyarat minimal akan informasi yang seharusnya dimuat dalam laporan
ini. Penyeragaman juga dimaksudkan untuk pelaporan yang bersifat rutin, sehingga pembandingan-
pembandingan dapat dilakukan secara memadai. Laporan akuntabilitas kinerja dapat dimasukkan
pada kategori laporan rutin karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan setahun sekali.
Suatu format standar laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahdiharapkan akan
mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Laporan berisi informasi minimal agar mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu untuk
akuntabilitas dan untuk umpan balik bagi pengambilan keputusan guna peningkatan kinerja.
17
2. Untuk tujuan evaluasi, format yang standar ini dapat digunakan untukmencek praktik-
praktik manajemen pemerintahan yang baik;
3. Format yang standar ini dapat digunakan sebagai prototype laporan yang akan diperbaiki
terus-menerus, baik dari segi penyusunan maupun penyajian informasinya.
Format standar laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahdiharapkan dapat
memudahkan pihak-pihak eksternal untuk mengaksesdan mengevaluasi. Hal ini akan
dapat memudahkan pihak internal untuk memberikan informasi-informasi yang setidaknya
disepakati untuk mencapai tujuan pelaporan.
E. Imbalan dan Hukuman (Reward and Punishment)
Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang
untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Pada dasarnya keduanya sama-
sama dibutuhkan dalam memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai
dalam meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan
terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk
perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah
keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi
lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja. Dalam proses penataan
birokrasi menjadi efektif lagi menyenangkan, hendaklah pemerintah dengan tegas
memperhatikan dan menata sistem reward dan punishment. Hal ini harus diimplemntasikan
sampai level bawah pemerintahan. Dengan begitu, diharapkan kualitas birokrasi meningkat,
begitu pula kinerja aparat birorasi dalam dunia kerja semakin bermutu.
a) Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward
merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai merupakan bentuk
reinforcement yang positif. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan
seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan
suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar
seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah
dapat dicapainya. Reward yang diberikan pun harus secara adil dan bijak. Jika tidak, reward
malah menimbulkan rasa cemburu dan ”persaingan yang tidak sehat” serta memicu rasa
18
sombong bagi pegawai yang memperolehnya. Tidak pula membuat seseorang terlena dalam
pujian dan hadiah yang diberikan sehingga membuatnya lupa diri. Oleh karena itu, prinsip
keadilan sangat dibutuhkan dalam pemberian reward.
b) Punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Punishment sebagai bentuk
reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat
motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang
supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti
bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik. Jika
punishment memang harus diberlakukan, maka laksanakanlah dengan cara yang bijak
lagi mendidik, tidak boleh sewenang-wenang, tidak pula menimbulkan rasa kebencian
yang berlebihan sehingga merusak tali silaturrahim. Dalam proses penataan birokrasi,
hendaknya punishment yang diberikan kepada pegawai yang melanggar aturan telah
disosialisasikan sebelumnya. Dan sebaiknya sanksi itu sama-sama disepakati, sehingga
mendorong si terhukum untuk bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan
ikhlas. Selanjutnya hukuman yang diberikan bukanlah dengan kekerasan, tetapi diberikan
dengan ketegasan. Jika hukuman dilakukan dengan kekerasan, maka hukuman tidak lagi
memotivasi seseorang berbuat baik, melainkan membuatnya merasa takut dan benci
sehingga bisa menimbulkan pemberontakan batin. Di sinilah dibutuhkan skill dari para
pimpinan atau si pemberi punishment sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai
secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
19
Bastian Indra. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, BPFE UGM, Yogyakarta, 2001.
Ihyaul Ulum. Akuntansi Sektor Publik, UMM PRESS, Yogyakarta, 2004.
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. ANDI Yogyakarta, Yogyakarta, 2002.
http://mohmahsun.blogspot.com/2011/04/indikator-kinerja.html
Pusat pendidikan dan Pelatihan Pengawasan. Modul Akuntabilitas Instansi Pemerintah edisi
kelima. BPKP, 2007.
http://blog.isi-dps.ac.id/hendra/?p=175
20