Upload
doanngoc
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KINERJA
PEMBANGUNAN HORTIKULTURA
TAHUN 2010-2014
KEMENTERIAN PERTANIANDIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURATAHUN 2014
i
KATA PENGANTAR
Data dan fakta menggambarkan bahwa Subsektor hortikultura
telah mampu memberikan kontribusi signifikan dalam
pembangunan pertanian dan perekonomian nasional. Untuk
memberikan gambaran tentang peranan dan perkembangan
hortikultura tersebut, maka disusunlah buku Evaluasi Kinerja
Pembangunan Hortikultura Periode 2010 – 2014 ini.
Keberhasilan pembangunan hortikultura tidak terlepas dari
dukungan, kerjasama dan peran serta berbagai pihak dan
pemangku kepentingan (stakeholders) dalam melaksanakan
program, kegiatan dan pendanaan.
Buku evaluasi ini tidak hanya berisikan tentang perkembangan
program, kegiatan, capaian kinerja, serapan maupun
keberhasilan yang telah berhasil diraih, tetapi juga mengenai
permasalahan dan atau hambatan serta upaya tindak lanjut
yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura.
Dengan adanya Buku Evaluasi Kinerja Pembangunan
Hortikultura ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan bahan
masukan bagi pelaksanaan pembangunan hortikultura
selanjutnya. Kedepan, semua permasalahan dan kekurangan
dalam pelaksanaan kegiatan agar dapat dijadikan pembelajaran
dan terus diperbaiki sehingga pelaksanaan pembangunan
hortikultura dapat lebih baik dan optimal. Adapun, semua
prestasi serta keberhasilan yang telah dicapai agar dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan untuk mewujudkan
peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk
hortikultura, sebagai upaya pemenuhan kebutuhan produk
hortikultura secara nasional serta berdaya saing di pasar
international.
ii
Hasil, manfaat dan dampak positif pembangunan hortikultura ini
merupakan akumulasi dari kontribusi dan partisipasi berbagai
pihak, baik dari lingkup Kementerian Pertanian, kementerian
dan lembaga terkait, pemerintah daerah, pelaku usaha (swasta)
dan tentunya petani dan kelembagaan tani. Kami
menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas kerja keras
dan dukungan yang telah diberikan dalam pelaksanaan
pembangunan hortikultura selama ini. Semoga pembangunan
hortikultura pada tahun-tahun selanjutnya dapat berjalan lebih
baik, memberikan pengaruh posiitif pada perekonomian
nasional, serta mampu menjawab tantangan, tuntutan dan
harapan masyarakat.
Jakarta, Desember 2014
Direktur Jenderal Hortikultura,
Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Mengacu pada empat target utama Kementerian Pertanian
yaitu; 1) Mewujudkan pencapaian swasembada pangan dan
swasembada keberlanjutan, 2) Mewujudkan peningkatan
diversifikasi pangan, 3) Mewujudkan peningkatan nilai
tambah, daya saing dan ekspor, dan 4) Mewujudkan
peningkatan kesejahteraan petani, maka Direktorat
Jenderal Hortikultura memiliki tanggung jawab untuk dapat
mewujudkan peningkatan produksi komoditas utama
hortikultura.
2. Berdasarkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Hortikultura Tahun 2010-2014, pada tahun 2010 terdapat 4
(empat) program yaitu: Ketahanan Pangan, Pengembangan
Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan
Kepemerintahan yang Baik. Pelaksanaan program tersebut
dilaksanakan melalui beberapa sebelas kegiatan utama.
3. Dengan adanya dinamika lingkungan strategis, Rencana
Strategis (Renstra) perlu dilakukan pengkajian dengan
beberapa revisi sebagai berikut; a) Mulai tahun 2011
pembangunan hortikultura tahun 2011 dijalankan melalui 1
(satu) program yaitu “Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan”, b)
Penetapan komoditas utama hortikultura nasional yaitu;
Cabai, Bawang Merah, Kentang, Mangga, Manggis, Jeruk,
Durian, Pisang, Anggrek dan Krisan, c) Penyesuaian sasaran
produksi. Untuk itu pencapaian pembangunan hortikultura
tahun 2011-2014 mengacu pada Renstra Revisi Direktorat
Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014.
iv
4. Kegiatan utama yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura untuk mendukung program utama tersebut,
yaitu:
a. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Buah Berkelanjutan;
b. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Florikultura Berkelanjutan;
c. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan;
d. Pengembangan Sistem Perbenihan Hortikultura;
e. Pengembangan Perlindungan Hortikultura;
f. Dukungan Manajemen Teknis lainnya pada Direktorat
Jenderal Hortikultura.
5. Produk Domestik Bruto (PDB) Hortikultura merupakan salah
satu penyumbang terhadap angka PDB sub sektor Tanaman
Bahan Makanan (Tabama). PDB sub sektor Tabama pada
periode 2010 hingga 2014 terus mengalami peningkatan.
Kontribusi PDB Sub Sektor Tabama terhadap Pertanian
terbesar terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 48,95%,
pada tahun yang sama pula PDB Sub Sektor Tabama
memberikan kontribusi terbesarnya kepada PDB Nasional
yaitu sebesar 7,48%.
6. Sementara itu, kontribusi Hortikultura terhadap PDB Sub
Sektor Tabama memperlihatkan kecenderungan meningkat.
Kontribusi Sub Sektor Hortikultura terhadap PDB Sub Sektor
Tabama berturut-turut pada tahun 2010 adalah sebesar
v
41,98%, kemudian tahun 2011 meningkat menjadi 42,67%
dan tahun 2012 sebesar 40,75%.
7. Neraca perdagangan komoditas tanaman hortikultura
secara umum dalam periode 2010-2014 masih mengalami
defisit. Selain itu, laju pertumbuhan impor pada lima tahun
terakhir ini secara umum lebih tinggi jika dibandingkan
dengan laju pertumbuhan ekspornya.
8. Angka Nilai Tukar Petani (NTP) sektor Pertanian selama
tahun 2010-2014 berada di atas 100, hal ini menunjukkan
bahwa petani sejahtera dikarenakan hasil yang didapatkan
oleh petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Adapun, laju
pertumbuhan NTP sektor Pertanian dari tahun 2010 hingga
2014 cenderung meningkat dengan rata-rata mencapai
0,06% per tahun. Sementara itu, angka NTP sub sektor
Hortikultura masih berfluktuasi dengan kecenderungan
meningkat selama lima tahun terakhir. Capaian NTP
Hortikultura tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar
105,24.
9. Jumlah rumah tangga yang menggantungkan mata
pencaharian dan pendapatan keluarganya pada sektor
hortikultura pada tahun 2013 sebesar 10.602.142 rumah
tangga atau mengalami penurunan sebesar 37,40% jika
dibandingkan pada tahun 2003 yang hanya sebesar
16.937.617 rumah tangga.
10. Pencapaian target produksi untuk komoditas buah sangat
baik, dimana capaian realisasi produksi dibandingkan
dengan targetnya selama 5 tahun terakhir cukup tinggi
yaitu dari tahun 2010 hingga 2014 secara berturut-turut
adalah 82,16%, 102,53%, 101,32%, 93,35% dan 93,19%.
vi
Fluktuasi capaian produksi pada tanaman buah disebabkan
antara lain oleh adanya peningkatan dan penurunan
produksi yang signifikan pada beberapa komoditas sebagai
akibat pergeseran iklim.
11. Realisasi pencapaian target produksi florikultura selama
tahun 2010-2014 sangat tinggi yaitu selalu diatas 100%,
seperti pada tahun 2010 realisasi produksi mencapai
155,51%, dan agak menurun menjadi 118,68% capaian
produksinya di tahun 2011, dan meningkat menjadi
143,68% dan 152,87% di tahun 2012 dan 2013. Namun di
tahun 2014, berdasarkan angka prognosa terlihat bahwa
pencapaian target produksi florikultura agak menurun yaitu
menjadi 124,37%. Peningkatan produksi florikultura secara
keseluruhan tersebut disebabkan oleh semakin
berkembangnya gaya hidup, selera masyarakat serta
pemanfaatan benih bermutu dan adopsi teknologi terbaru.
12. Sedangkan untuk sayuran realisasi capaian produksi sejak
tahun 2010 hingga saat ini adalah sebesar 100,88% di
tahun 2010, capaian produksi di tahun 2011 terhadap
target menurun menjadi 97,64%, kemudian mencapai
97,19% di tahun 2012 dan terus menurun menjadi 95,62%
di tahun 2013, namun terdapat peningkatan cukup
signifikan di tahun 2014 dimana capaian target produksi
sayuran menjadi 102,83%. Secara umum peningkatan
capaian produksi sayuran antara lain disebabkan oleh
pengembangan kawasan, penerapan GAP dan GHP,
optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, dan
peningkatan produktivitas hasil per Hektar.
vii
13. Untuk komoditas tanaman obat, capaian target produksi
selama 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan peningkatan
capaian produksi yang signifikan. Dimana pada tahun 2010
capaian produksi hanya sebesar 85,81% namun
pertumbuhannya meningkat 6,58% pada tahun 2011
menjadi 91,46%. Angka capaian produksi tanaman obat
terus menunjukkan peningkatan pada tahun 2012 sebesar
98,95% menjadi 114,03% di tahun 2013 dan sebesar
104,45% di tahun 2014. Peningkatan capaian target
produksi tersebut berasal dari tanaman obat jenis rimpang
dan non rimpang yang cenderung menunjukkan trend
positif seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dan
industri obat herbal.
14. Ketersediaan benih hortikultura bermutu dari tahun 2010
hingga 2014 selalu mengalami peningkatan dari target yang
ditetapkan. Rata-rata capaian peningkatan berkisar antara
120 – 150 %. Dengan adanya peningkatan tersebut,
ketersediaan benih hortikultura telah dapat memenuhi
sekitar 20 – 30 % dari kebutuhan nasional setiap tahunnya.
15. Capaian Proporsi Luas Serangan OPT terhadap Luas Panen,
selama lima tahun terakhir sudah sangat baik. Dengan
kata lain, proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen
untuk komoditas hortikultura 5 tahun terakhir umumnya
telah mencapai di atas target, yaitu dengan capaian
sebesar 1,58 - 5% atau 100% - 284,81% terhadap target
yang ditetapkan dengan luas serangan maksimal antara
4,5 - 5%.
viii
16. Upaya pencapaian peningkatan produksi, produktivitas dan
mutu produk hortikultura berkelanjutan didukung oleh
kegiatan pendukung lainnya antara lain: Pengembangan
Kawasan, Sekolah Lapangan GAP, Sekolah Lapangan GHP,
Registrasi Kebun/Lahan Usaha dan Sekolah Lapangan
Pengendalian Hama Terpadu.
17. Pada periode tahun 2010-2014, pengembangan kawasan
buah di tahun 2011 mencapai 2.420 ha, meningkat menjadi
9.463 ha di tahun 2012, namun terjadi penurunan pada 2
tahun kedepan, yaitu menjadi 5.740 ha di tahun 2013 dan
3.478 ha di tahun 2014 dari target pengembangan kawasan
buah sebesar 5.492 ha.
18. Sedangkan untuk pengembangan kawasan florikultura,
telah berhasil dilaksanakan seluas 216 m2 di tahun 2011,
meningkat sangat signifikan di tahun 2012 yaitu menjadi
355.252 m2 dan kembali meningkat di tahun 2013 yaitu
seluas 401.220 m2, namun di tahun 2014 dari target seluas
498.480 m2 sampai dengan tanggal 20 Januari 2015 baru
tercatat pengembangan florikultura seluas 491.630 m2.
19. Untuk pengembangan sayuran, tercatat bahwa di tahun
2011 terdapat pengembangan kawasan sayuran seluas 918
ha, dan di tahun 2012 tidak ada pengembangan kawasan
untuk sayuran, pada tahun 2013 pengembangan sayuran
dilaksanakan seluas 5.072 ha, sedangkan pada tahun 2014
berhasil terlaksana seluas 4.103 ha dari target seluas 4.512
ha. Sedangkan untuk pengembangan tanaman obat, pada
tahun 2011 hingga 2012 pengembangan kawasan masih
menyatu dengan pengembangan kawasan sayuran dan
tanaman obat. Tahun 2013 baru terdapat pengembangan
ix
tanaman obat seluas 686 ha, dan tahun 2014 seluas 713 ha
dari target seluas 750 ha.
20. Sejak dilaksanakannya SL-GAP pada tahun 2011,
pelaksanaan SL-GAP Buah mencapai target tertinggi pada
tahun 2012 yaitu dengan terlaksananya SL-GAP Buah pada
558 kelompok (159,89 %) dari target sebanyak 349
kelompok, selanjutnya pada tahun 2014 ini dari target
sebanyak 261 kelompok baru tercatat 161 kelompok (Data
per tanggal 20 Januari 2015).
21. Untuk SL-GAP Florikultura, capaian tertinggi terdapat pada
pelaksanaan SL-GAP Florikultura di tahun 2013 dengan
capaian 119,64% atau terlaksana di 67 kelompok dari
target 56 kelompok. Sedangkan pada tahun 2014 baru
tercatat 40 kelompok yang melaksanakan dari target
sebanyak 44 kelompok.
22. Sedangkan untuk SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat
capaian tertinggi terjadi pada tahun 2011, dimana telah
berhasil dilaksanakan SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat
pada 412 kelompok (172,28%) dari target sebanyak 239
kelompok. Pada tahun 2014 ini baru terealisasi pelaksanaan
SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat pada 150 kelompok
(93,16%) dari target 161 kelompok.
23. Pelaksanaan SL-GHP untuk komoditas buah berhasil
dilakukan sejak tahun 2012 hingga 2014 sebanyak 155
kelompok, 71 kelompok dan 42 kelompok dari target 53
kelompok.
x
24. SL-GHP florikultura dilakukan sebanyak 53 kelompok di
tahun 2012, tahun 2013 sebanyak 34 kelompok dan di
tahun 2014 dari target 28 kelompok telah terlaksana SL-
GHP florikultura sebanyak 33 kelompok.
25. Sedangkan untuk SL-GHP sayuran dan tanaman obat pada
tahun 2012, 2013 dan 2014 telah dilaksanakan sebanyak 89
kelompok, 54 kelompok dan 48 kelompok dari target 58
kelompok.
26. Pada tahun 2011 telah dilakukan registrasi kebun buah
sebanyak 474 kebun buah, tahun 2012 sebanyak 839
kebun, tahun 2013 sebanyak 815 kebun dan tahun 2014
sebanyak 799 kebun dari target 830 kebun (data tahun
2014, per tanggal 20 Januari 2015).
27. Sedangkan, registrasi lahan usaha sayur dan tanaman obat
pada tahun 2011 sebanyak 249 lahan usaha, tahun 2012
telah mencapai 624 lahan usaha, kemudian di tahun 2013
dilakukan registrasi pada 916 lahan usaha dan tahun 2014
sebanyak 1.340 lahan usaha dari target 1.186 lahan usaha.
28. Untuk registrasi lahan usaha florikultura pada tahun 2011
telah berhasil dilaksanakan sebanyak 98 lahan usaha, tahun
2012 sebanyak 29 lahan usaha, tahun 2013 sebanyak 30
lahan usaha, dan tahun 2014 sebanyak 124 lahan usaha
dari target sebanyak 73 lahan usaha.
29. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar
kebijakan dalam melaksanakan pengamanan produksi
tanaman pangan dan hortikultura dari gangguan OPT.
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
merupakan kegiatan yang dilaksanakan terus menerus dan
xi
berkesinambungan. Sampai dengan tahun 2014 ini adalah
Kelompok Tani dalam SLPHT sebanyak 2.134 kelompok,
dengan rincian pada tahun 2011 telah dilaksanakan
sebanyak 345 SLPHT, tahun 2012 sebanyak 518 SLPHT,
tahun 2013 sebanyak 645 SLPHT dan tahun 2014 sebanyak
626 SLPHT dari target sebanyak 660 SLPHT.
30. Perkembangan realisasi serapan APBN Direktorat Jenderal
Hortikultura pada tahun 2010 sebesar
Rp.357.050.663.000,- (85,22%), kemudian pada tahun
2011 Rp. 551.554.884.000,- atau 90,97%. Sedangkan di
tahun 2012 serapan mencapai Rp.534.656.445.000,-
(94,54%), ini adalah serapan tertinggi yang dicapai
Direktorat Jenderal Hortikultura dalam lima tahun terakhir.
Tahun 2013 serapan sebesar Rp.584.536.029.000,-
(79,32%), dan di tahun 2014 per tanggal 20 Januari 2015
serapan mencapai Rp.467.782.705.000,- atau 89,16%.
31. Permasalahan utama yang dihadapi dalam upaya
peningkatan produksi komoditas utama hortikultura selama
tahun 2010-2014 antara lain; a) Belum optimalnya
penerapan budidaya yang baik dan benar sesuai SOP, GAP
dan GHP, b) Masih lemahnya kelembagaan agribisnis
hortikultura, c) Penguatan sistem perbenihan hortikultura
belum optimal, d) Pengembangan sistem perlindungan OPT
hortikultura belum didukung oleh SDM dan sarana
laboratorium yang memadai, e) Kondisi infrastruktur yang
belum memadai serta terbatasnya sarana transportasi
berpendingin, f) Keterbatasan kepemilikan modal yang
dimiliki petani dan fasilitas kredit, dan g) Kondisi iklim
masih sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan
pengembangan hortikultura.
xii
32. Saran tindak lanjut dan upaya ke depan antara lain;
a) Melakukan pembinaan/pendampingan/sosialisasi
penerapan SOP/GAP dan GHP, b) Pengaturan pola produksi
sayuran utama, c) Meningkatkan pembinaan kepada
penangkar benih hortikultura dan pemantapan sistem
perbenihan khususnya dalam optimalisasi BBH dan
BPSBTH, d) peningkatan kuantitas dan kualitas SDM POPT
dan sarana pengamatan OPT dan iklim, serta gerakan
pengelolaan OPT Hortikultura ramah lingkungan dengan
optimalisasi pelaksanaan SLPHT, Klinik PHT, penguatan
kapabilitas petani terhadap Dampak Pengaruh Iklim (DPI)
dan pengembangan agens hayati, e) Pemberdayaan
kelembagaan (petani, kelompok tani, gapoktan, asosiasi)
yang belum berkembang, f) Meningkatkan investasi di
bidang agribisnis hortikultura melalui penerapan KKPE dan
KUR ,dan g) Memperpendek rantai pasar, mengupayakan
petani dapat akses langsung ke pasar.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
RINGKASAN EKSEKUTIF iii
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB. I PENDAHULUAN 1
BAB. II CAPAIAN INDIKATOR MAKRO TAHUN 2010-2014 11
2.1 Produk Domestik Bruto (PDB) 11
2.2 Ekspor Impor Komoditas Utama Hortikultura
15
2.3 Nilai Tukar Petani (NTP) 20
2.4 Rumah Tangga Hortikultura 21
BAB. III CAPAIAN PRODUKSI HORTIKULTURA TAHUN 2010-2014
25
3.1 Capaian Produksi Komoditas Utama Hortikultura
25
3.2 Peningkatan Ketersediaan Benih 47
3.3 Proporsi Luas Serangan OPT
52
xiv
Halaman
BAB. IV CAPAIAN KEGIATAN PENDUKUNG DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2010-2014
61
4.1 Pengembangan Kawasan Hortikultura (Buah, Florikultura, Sayuran dan Tanaman Obat)
64
4.2 Sekolah Lapangan GAP (SL-GAP) 69
4.3 Sekolah Lapangan GHP (SL-GHP) 70
4.4 Registrasi Kebun/Lahan Usaha 75
4.5 Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
76
4.6 Kegiatan Fasilitasi Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan melalui Pemanfaata Counterpart Fund-Second Kennedy Round (CF-SKR)
79
BAB. V SERAPAN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2010-2014
81
BAB. VI PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT
87
6.1 Permasalahan 87
6.2 Upaya Tindak Lanjut 95
BAB. VII PENUTUP 105
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. PDB Hortikultura Tahun 2009-2012 (Triliun Rupiah)
12
Tabel 2. PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 (Triliun Rupiah)
13
Tabel 3. Neraca Perdagangan Komoditas Tanaman Hortikultura Tahun 2010-2014
15
Tabel 4. Volume Ekspor Hortikultura Tahun 2010-2014
17
Tabel 5. Nilai Ekspor Hortikultura Tahun 2010-2014 17
Tabel 6. Volume Impor Hortikultura 2010-2014 19
Tabel 7. Nilai Impor Hortikultura 2010-2014 19
Tabel 8. Rumah Tangga Hortikultura Tahun 2003 dan 2013
22
Tabel 9. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
26
Tabel 10. Resume Pencapaian Target Produksi Komoditas Hortikultura terhadap Renstra 2010 – 2014
29
Tabel 11. Capaian Target Produksi Buah terhadap Renstra 2010 – 2014.
29
Tabel 12. Perkembangan Produksi Buah Tahun 2010 - 2014
30
Tabel 13. Capaian Target Produksi Florikultura terhadap Renstra 2010 – 2014
35
Tabel 14. Perkembangan Produksi Florikultura Tahun 2010-2014
36
xvi
Halaman
Tabel 15. Capaian Target Produksi Sayuran terhadap Renstra 2010 – 2014
41
Tabel 16. Perkembangan Produksi Sayuran Tahun 2010-2014
42
Tabel 17. Capaian Target Produksi Tanaman Obat terhadap Renstra 2010 – 2014
43
Tabel 18. Perkembangan Produksi Tanaman Obat Tahun 2010-2014
44
Tabel 19. Capaian Target Ketersediaan Benih Hortikultura Bermutu
49
Tabel 20. Peningkatan ketersediaan benih hortikultura tahun 2010- 2014
49
Tabel 21. Target dan Capaian Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura terhadap Total Luas Panen Tahun 2010 -2014
57
Tabel 22. Capaian Pelaksanaan Kegiatan Pendukung Peningkatan Produksi Hortikultura Tahun 2011-2014
62
Tabel 23 Alokasi Anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010 - 2014
81
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sasaran Produksi Komoditas Hortikultura Tahun 2010-2014
7
Gambar 2. Target Ketersediaan Benih Bermutu Hortikultura Tahun 2010 – 2014
8
Gambar 3. Target Persentase Luas Serangan OPT Utama Hortikultura terhadap Total
Luas Panen Tahun 2010 – 2014
9
Gambar 4. Distribusi PDB Sektor Pertanian Tahun 2010 – 2014
14
Gambar 5. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Produk Hortikultura Tahun 2010-2014 (Ton)
16
Gambar 6. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Produk Hortikultura Tahun 2010-2014 (Ribu US$)
16
Gambar 7. Perkembangan NTP Hortikultura Tahun 2010-2013
21
Gambar 8. Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen Tahun 2010-2014
58
Gambar 9. Gerakan Pengendalian OPT 59
Gambar 10. Pengembangan Jeruk Keprok Soe di Kabupaten Timor Tengah Selatan di Provinsi NTT
65
Gambar 11. Menteri Pertanian Panen Melon di Kota Medan
67
xviii
Halaman
Gambar 12. Pengembangan Kawasan Krisan di Kota Tomohon
68
Gambar 13. Kebun Salak di Kabupaten Sleman yang Telah Menerapkan GAP
73
Gambar 14. Gapoktan Kemuning Jaya yang telah Menerapkan GAP Tanaman Obat dan Hasil Produk Olahannya
74
Gambar 15. Pengamatan Agroekosistem pada Kegiatan SLPHT Cabai dan Bawang Merah
78
Gambar 16. Perkembangan Alokasi Anggaran dan Realisasi Keuangan Ditjen Hortikultura Tahun 2010-2014
82
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengembangan Kawasan Buah Tahun 2010-2014
Lampiran 2. Pengembangan Kawasan Florikultura Tahun 2010-2014
Lampiran 3. Pengembangan Kawasan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2010-2014
Lampiran 4. Perkembangan Alokasi Anggaran Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 1
BAB. I PENDAHULUAN
Sejalan dengan prioritas pembangunan dan target sukses
Kementerian Pertanian yaitu; 1) Mewujudkan pencapaian
swasembada pangan dan swasembada keberlanjutan, 2)
Mewujudkan peningkatan diversifikasi pangan, 3)
Mewujudkan peningkatan nilai tambah, daya saing dan
ekspor, dan 4) Mewujudkan peningkatan kesejahteraan
petani, maka pembangunan hortikultura yang merupakan
bagian dari pembangunan pertanian harus menjabarkan
kebijakan operasional yang diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat tani, serta memberikan
kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Mengacu pada target utama kementerian tersebut, maka
Direktorat Jenderal Hortikultura memiliki tanggung jawab
untuk dapat mewujudkan peningkatan produksi komoditas
utama hortikultura. Mengacu pada SK Menteri Pertanian No.
511/Kpts/PD 310/9/2006, komoditas binaan Direktorat
Jenderal Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas, yang
terdiri dari 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis
komoditas sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat dan
117 jenis komoditas florikultura. Hingga saat ini pengolahan
data statistik baru menangani 90 jenis komoditas yaitu 26
komoditas buah, 25 komoditas sayuran, 24 komoditas
florikultura dan 15 komoditas tanaman obat. Berdasarkan
karakteristik masing-masing komoditas maka dilakukan
pengelompokan jenis komoditas.
2 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pertanian, dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura memeliki
enam unit Eselon II yang terdiri dari: 1) Sekretariat
Direktorat Jenderal Hortikultura, 2) Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Tanaman Buah, 3) Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat, 4)
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Tanaman Florikultura,
5) Direktorat Perbenihan Hortikultura, dan 6) Direktorat
Perlindungan Hortikultura.
Berpedoman kepada PP RI No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN
2010 – 2014 serta Rencana Strategi Kementerian Pertanian
2010 – 2014, telah disusun Renstra Direktorat Jenderal
Hortikultura tahun 2010 – 2014. Berdasarkan Renstra
tersebut, pengembangan komoditas hortikultura
diprioritaskan pada komoditas unggulan yang mengacu pada
kebutuhan hajat hidup masyarakat, penyebab inflasi,
besarnya pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai
ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian
agroekologi. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan beberapa
komoditas unggulan hortikultura sebagai berikut; 1)
Tanaman buah: jeruk, mangga, manggis, durian, pisang,
rambutan, salak, semangka, nenas dan melon, 2) Tanaman
sayuran: kentang, cabai besar, cabai rawit, bawang merah,
kol/kubis, tomat, sawi/petsay, daun bawang, paprika, dan
jamur, 3) Tanaman hias: krisan, anggrek, mawar, sedap
malam, pakis, palem dan melati, dan 4) Tanaman
biofarmaka: temulawak, jahe, kunyit, dan kencur.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 3
Mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Hortikultura 2010-2014, pada tahun 2010 terdapat 4 (empat)
program yaitu: Ketahanan pangan, Pengembangan
Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan
Kepemerintahan yang Baik. Pelaksanaan program tersebut
dilaksanakan melalui beberapa pelaksanaan kegiatan utama
yaitu; 1) Pengembangan agroindustri terpadu, 2)
Pengembangan pertanian organik dan pertanian
berkelanjutan, 3) Peningkatan kegiatan eksibisi, perlombaan
dan penghargaan kepada petani/pelaku agribisnis, 4)
Pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT),
penyakit hewan, karantina dan peningkatan keamanan
pangan, 5) Bantuan benih/bibit, sarana produksi pertanian
dan penguatan kelembagaan perbenihan, 6) Mekanisasi
pertanian pra dan pasca panen, 7) Peningkatan produksi,
produktivitas, dan mutu produk pertanian serta
pengembangan kawasan (TP), 8) Penguatan kelembagaan
ekonomi perdesaan melalui Lembaga yang Mandiri dan
Mengakar di Masyarakat (LM3), 9) Pengembangan magang,
sekolah lapang dan pelatihan, pendidikan pertanian dan
kewirausahaan, 10) Penggerak Membangun Desa (PMD), dan
11) Pelayanan publik atau birokrasi.
Dalam periode 2010-2014 ditetapkan sasaran pembangunan
hortikultura melalui indikator; 1) produksi dan laju
pertumbuhan produksi hortikultura yang harus dicapai untuk
sayuran sebesar 10.612.372 ton (3,44 %), Buah sebesar
18.853.058 ton (4,66 %), Biofarmaka sebesar 487.93 ton
(3,95 %), Tanaman Hias: Bunga dan daun potong sebesar
4 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
248.080.490 tangkai (9,21%), Tanaman Hias pot dan taman
sebesar 12.183.236 pohon (5,38 %), Bunga tabur sebesar
24.970.713 kg (9,9 %), 2) kebun/lahan usaha yang
diregistrasi GAP, untuk sayuran, buah, biofarmaka dan
tanaman hias meningkat 5 % dari tahun sebelumnya, 3)
Penyediaan produk hortikultura kualitas ekspor, dengan
peningkatan laju ketersediaan produk hortikultura kualitas
ekspor Buah dan tanaman hias mencapai 5%; Laju
peningkatan produktivitas kebun dan lahan usaha
hortikultura (mengajukan registrasi) masing-masing 5%
untuk Buah (kebun), Sayuran (lahan usaha), Biofarmaka
(lahan usaha), Tanaman Hias (lahan usaha); 4) Peningkatan
ketersediaan benih unggul bermutu, untuk Sayuran umbi
sebesar 2%, Sayuran biji 1%, Buah 3%, dan Tanaman hias
2% serta, 5) Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura
terhadap luas panen maksimal 5 % terhadap luas panen.
Setelah dilakukan reviu ulang dan penyesuaian sasaran
produksi, maka pencapaian pembangunan hortikultura untuk
tahun selanjutnya mengacu pada Renstra Revisi Direktorat
Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014. Sesuai dengan
Renstra Revisi Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010 –
2014, pembangunan hortikultura tahun 2011 telah
menyelaraskan dengan konsep reformasi perencanaan dan
penganggaran dimana setiap eselon I hanya memiliki 1
(satu) program yaitu “Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura Berkelanjutan”. Lebih
lanjut berdasarkan pada Renstra revisi, telah ditetapkan
komoditas utama hortikultura nasional yaitu Cabai, Bawang
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 5
Merah, Kentang, Jeruk, Mangga, Manggis, Durian, Pisang,
Anggrek dan Krisan.
Kegiatan utama yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura untuk mendukung program utama tersebut,
yaitu:
1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Buah Berkelanjutan;
2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Florikultura Berkelanjutan;
3. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan;
Ketiga kegiatan utama diatas dilakukan melalui strategi
pengembangan kawasan (buah, sayuran, tanaman obat dan
florikultura), pembuatan kebun percontohan, penerapan
Good Agriculture Practices (GAP), penerapan Good Handling
Practices (GHP), sekolah lapangan GAP dan GHP,
peningkatan kapabilitas petugas/petani, pemberdayaan
kelembagaan usaha, fasilitas sarana budidaya dan pasca
panen, registrasi kebun/lahan usaha, serta registrasi packing
house.
4. Pengembangan Sistem Perbenihan Hortikultura;
Sebagai upaya untuk menyediakan benih bermutu varietas
unggul (bersertifikat), melalui penataan kelembagaan
perbenihan yaitu Balai Benih Induk (BBI) dan Balai Benih
Hortikultura (BBH), penguatan kelembagaan penangkar,
penataan Blok Fondasi (BF) dan Blok Penggandaan Mata
Tempel (BPMT), penguatan fungsi Lembaga Sertifikasi
6 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Sistem Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
(LSSMBTPH) dan Balai Pengawasan dan Sertikasi Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH),
peningkatan kompetensi petugas dan penangkar, fasilitasi
penyediaan sarana produksi, fasilitasi domestikasi dan
komersialisasi varietas unggul lokal, fasilitasi peningkatan
investasi usaha perbenihan;
5. Pengembangan Perlindungan Hortikultura;
Sebagai upaya untuk pencegahan dan penanggulangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di kawasan
pengembangan hortikultura yang dilakukan melalui
fasilitas pengelolaan OPT (penerapan cara pengendalian
OPT ramah lingkungan dan aman konsumsi), pengelolaan
Dampak Perubahan Iklim (DPI), peningkatan kapasitas
kelembagaan perlindungan tanaman (sarana dan
prasarana perlindungan), dukungan perlindungan dalam
mendorong ekspor produk hortikultura melalui
pelaksanaan kegiatan sinergisme sistem perlindungan
tanaman hortikultura dalam pemenuhan persyaratan SPS-
WTO, dan pengembangan penerapan dan
pemasyarakatan PHT melalui pola Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan pemantauan
residu pestisida, serta operasional UPTD-BPTPH, insentif
petugas POPT, dan operasional BBPOPT Jatisari.
6. Dukungan Manajemen Teknis lainnya pada Direktorat
Jenderal Hortikultura.
Meliputi kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan teknis,
bersifat pelayanan rutin seperti perencanaan, evaluasi dan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 7
pelaporan, promosi hortikultura serta pemeliharaan
gedung dan bangunan kantor.
Seluruh kegiatan utama tersebut diatas mempunyai tujuan
untuk meningkatkan sistem produksi hortikultura yang ramah
lingkungan, meningkatkan ketersediaan produk hortikultura
bermutu dan aman konsumsi, meningkatkan daya saing
produk hortikultura di pasar domestik maupun internasional,
serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Adapun, sasaran produksi hortikultura selama tahun 2010-
2014 mengacu pada Renstra Revisi Direktorat Jenderal
Hortikultura Tahun 2011-2014 disajikan pada Gambar 1
berikut:
Gambar 1. Sasaran Produksi Komoditas Hortikultura
Tahun 2010-2014
Cabai*)
8 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Sedangkan target ketersediaan benih bermutu selama
tahun 2010-2014 untuk benih tanaman hortikultura
meningkat 1-2% dari tahun sebelumnya. Adapun, target
jumlah ketersediaan benih secara rinci per tahun
digambarkan pada Grafik berikut:
Target persentase luas serangan OPT utama hortikultura
terhadap total luas panen maksimal mencapai 5% selama
periode 2010-2014. Namun pada tahun 2011, dilakukan
review target yaitu maksimal 4,5%. Dengan menurunnya
atau semakin kecilnya persentase luas serangan OPT
utama hortikultura terhadap luas panen, maka diharapkan
dapat mendukung peningkatan produksi komoditas utama
hortikultura secara signifikan.
Gambar 2. Target Ketersediaan Benih Bermutu
Hortikultura Tahun 2010 - 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 9
Pembangunan hortikultura selama periode 2010-2014
mendapatkan alokasi dukungan dana APBN yang berbeda
setiap tahunnya dengan kecenderungan menurun. Pada
tahun 2010, Direktorat Jenderal Hortikultura mendapatkan
alokasi anggaran sesuai pagu revisi sebesar
Rp.418.968.750.000,- kemudian meningkat menjadi
Rp.606.335.773.000,- di tahun 2011, namun pada tahun
2012 anggaran menurun menjadi sebesar
Rp.565.520.091.000,-. Kemudian pada tahun 2013
anggaran meningkat sesuai pagu revisi sebesar
Rp.736.958.730.000,-. Sedangkan, pada tahun 2014
menerima pagu awal sebesar Rp. 623.504.800.000,-,
namun dengan adanya surat dari Sekretaris Kabinet SE-
7/Seskab/V/2014 tanggal 15 Mei 2014, tentang
Pemotongan Belanja Kementerian /Lembaga dalam rangka
Gambar 3. Target Persentase Luas Serangan OPT Utama Hortikultura terhadap Total Luas Panen Tahun 2010 - 2014
10 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
pelaksanaan APBN 2014, maka terdapat perubahan pagu
menjadi sebesar Rp.524.669.821.000,-.
Sebagai instansi pemerintah dibawah kewenangan
Kementerian Pertanian, maka Direktorat Jenderal
Hortikultura selaku penanggungjawab pembangunan
hortikultura melalui dana APBN wajib melaporkan kinerja
yang telah dicapai dalam waktu lima tahun tersebut. Oleh
karena itu, disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Jenderal
Hortikultura Tahun 2010-2014 yang menyajikan
perkembangan kinerja pembangunan hortikultura,
termasuk didalamnya permasalahan yang dihadapi serta
upaya tindaklanjut. Dengan tersedianya laporan kinerja
ini, diharapkan pembangunan hortikultura selama 5 tahun
terakhir dapat tergambarkan secara jelas, serta dapat
berguna sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan bagi
pimpinan/pengambil kebijakan untuk mengambil langkah-
langkah perbaikan kedepan dalam upaya pencapaian
kinerja yang lebih baik.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 11
BAB II. CAPAIAN INDIKATOR MAKRO TAHUN
2010-2014
2.1 Produk Domestik Bruto (PDB)
Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup
penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi Sub
Sektor Hortikultura terhadap pendapatan nasional
adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto
(PDB). PDB Hortikultura merupakan salah satu
penyumbang terhadap angka PDB sub sektor Tanaman
Bahan Makanan (Tabama). PDB sub sektor Tabama
pada periode 2010-2014 terus mengalami peningkatan,
berdasarkan harga berlaku tahun 2010 mencapai
Rp.482,38 Triliun, meningkat menjadi Rp.529,97 Triliun
pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2012 dan
2013 meningkat menjadi masing-masing Rp.574,92
Triliun dan Rp.621,83 Triliun. Sedangkan pada tahun
2014, PDB sub sektor Tabama mencapai Rp.170,86
Triliun di Triwulan II, angka PDB ini lebih tinggi jika
dibandingkan pada triwulan yang sama di tahun
sebelumnya 2013 yang hanya sebesar Rp.160,69
Triliun.
Kontribusi Hortikultura pada pembentukan PDB Sub
Sektor Tabama memperlihatkan kecenderungan
meningkat. Pada tahun 2010 PDB Hortikultura sebesar
Rp. 202,51 Triliun dan pada tahun 2012 cenderung naik
menjadi Rp. 234,26 Trilyun. Melalui angka PDB
tersebut, hortikultura berkontribusi kepada PDB
12 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabama sebesar 41,98%, meningkat menjadi 42,67%
dan 40,75% berturut-turut pada tahun 2010, 2011 dan
2012. Sedangkan, angka PDB hortikultura tahun 2013
dan 2014 belum dapat dihitung karena harus diolah
oleh BPS, sesuai dengan keterangan diatas angka PDB
yang telah tersedia merupakan angka PDB Tabama.
Adapun, rata-rata perkembangan PDB Hortikultura dari
tahun 2009-2012 adalah sebesar 6,77%.
Perkembangan nilai PDB Hortikultura sejak tahun 2009
sampai 2013 per kelompok komoditas dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. PDB Hortikultura Tahun 2009-2012
(Rp. Triliun) K
e
t
e
r
a
n
g
a
Sumber: Ditjen Hortikultura, 2009-2012 Keterangan: *) angka sementara **) angka sangat sementara
Secara umum, gambaran capaian PDB Pertanian dan
lain-lain disajikan pada Tabel berikut:
Komoditas Tahun
2009 2010 2011*) 2012**)
Sayur 56,82 73,04 72,34 73,78
Buah 132,01 125,48 148,44 153,69
Hias dan Tan Obat
3,93 3,99 5,36 6,79
Total PDB Hortikultura
192,76 202,51 226,14 234,26
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 13
Tabel 2. PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-
2014 (Triliun Rupiah)
No Lapangan Usaha 2010 2011 2012*) 2013**)
2014***)
(Triwulan II)
1 Pertanian 985,47 1.091,45 1.193,45 1.311,04 368,28
a Pertanian Sempit 737,8 812,97 883,18 962,24 270,14
- Tanaman bahan Makanan (Tabama)
482,38 529,97 574,92 621,83 170,86
- Tanaman
Perkebunan 136,05 153,71 162,54 175,25 55,07
- Peternakan dan
hasil-hasilnya 119,37 129,3 145,72 165,16 44,21
b Kehutanan 48,29 51,78 54,91 56,99 15,87
c Perikanan 199,38 226,69 255,37 291,8 82,26
2 Pertambangan dan penggalian
719,71 876,98 970,82 1.020,77 266,57
3 Industri Pengolahan 1.599,07 1.806,14 1.972,52 2.152,59 589,14
4 Listrik, Gas dan Air 49,12 55,88 62,23 70,07 20,94
5 Konstruksi 660,89 753,55 844,09 907,27 245,58
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant
882,49 1.023,72 1.148,69 1.301,51 362,36
7 Pengangkutan dan Komunikasi
423,17 491,29 549,11 636,89 181,35
8 Keuangan, real estat dan Jasa Perusahaan
466,56 535,15 598,52 683,01 189,4
9 Jasa-Jasa 660,37 785,01 889,99 1.000,82 257,19
PDB 6.466,85 7.419,19 8.229,44 9.083,97 2.480,81
PDB Tanpa Migas 5.941,95 6.795,89 7.588,32 8.416,04 2.299,01
Kontribusi PDB Tabama terhadap Pertanian (%)
48,95 48,56 48,17 47,73 46,39
Kontribusi PDB Tabama terhadap
Nasional (%)
7,48 7,14 6,99 6,85 6,89
Sumber: BPS-RI, 2010-2014
Keterangan: *)angka sementara; **) angka sangat sementara; ***) angka sangat sangat
sementara
14 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Berdasarkan data tabel 2, dapat dilihat bahwa sub
sektor Tabama merupakan kontributor terbesar
terhadap pembentukan PDB sektor Pertanian dengan
rata-rata sebanyak 48,08% dalam periode 2010-2014,
diikuti oleh sub sektor perikanan 21,32%, sub sektor
Perkebunan 13,79%, sub sektor Peternakan 12,20%
dan terakhir adalah sub sektor Kehutanan sebesar
4,60%. Selama lima tahun tersebut, kontribusi sub
sektor Tabama tertinggi dicapai pada tahun 2010
yaitu mencapai 48,95%. Pada tahun yang sama pula,
kontribusi PDB Tabama terhadap PDB Pertanian
merupakan yang tertinggi yaitu mencapai 7,48%.
Gambar 4. Distribusi PDB Sektor Pertanian Tahun 2010 – 2014
(Persentase Rata-Rata )
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 15
2.2 Ekspor Impor Komoditas Utama Hortikultura
Neraca perdagangan komoditas tanaman hortikultura
secara umum dalam periode 2010-2014 masih
mengalami defisit, dimana nilai impor lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai ekspor hortikultura. Selain
itu, laju pertumbuhan impor pada lima tahun terakhir
ini secara umum lebih tinggi jika dibandingkan dengan
laju pertumbuhan ekspornya.
Tabel 3. Neraca Perdagangan Komoditas
Tanaman Hortikultura Tahun 2010-2014
16 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Gambar 5. Perkembangan Volume Ekspor dan
Impor Produk Hortikultura Tahun 2010-2014 (Ton)
Gambar 6. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Produk Hortikultura Tahun 2010-2014 (Ribu US$)
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 17
Namun demikian selama periode 2010-2014, volume
ekspor hortikultura secara agregat cenderung
meningkat 2,95% sedangkan nilai ekspor pada periode
yang sama cenderung meningkat 7,67%. Kinerja
ekspor yang cenderung meningkat tersebut,
merupakan hasil usaha Direktorat Jenderal Hortikultura
yang telah melakukan serangkaian langkah-langkah
terobosan untuk meningkatkan mutu dan daya saing
produk hortikultura serta berkoordinasi dengan
instansi/stakeholders terkait untuk menciptakan
dukungan ekspor yang lebih kondusif. Perkembangan
ekspor komoditas hortikultura dapat dilihat pada Tabel
4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Volume Ekspor Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 5. Nilai Ekspor Hortikultura Tahun 2010-
2014
18 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Volume dan nilai ekspor untuk komoditas hortikultura
tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu mencapai
462.073 ton (558.826 US$), dengan capaian jumlah
ekspor tertinggi masing-masing untuk buah sebesar
234.111 ton (244.714 US$) dan sayuran 204.559 ton
(256.597 US$), begitupula dengan tanaman hias
sebesar 10.136 ton (28.126 US$). Lain halnya, untuk
tanaman obat volume ekspor tertinggi dicapai pada
tahun 2014 mencapai 59.387 ton (52.492 US$).
Selama tahun 2010-2014, volume impor komoditas
hortikultura secara agregat terus meningkat terlebih
mulai tahun 2010 hingga 2012 namun turun pada
tahun selanjutnya, dengan rata-rata perkembangan
meningkat 3,32%, begitupula dengan volume impor
yang meningkat sebesar 8,17%. Meningkatnya
konsumsi masyarakat terhadap komoditas sayuran,
buah dan tanaman buah impor dan tumbuhnya
industri jamu dan pengolahan hortikultura menjadikan
kecenderungan naiknya volume dan nilai impor dari
tahun 2010-2014. Untuk komoditas tertentu Indonesia
merupakan net importer untuk produk hortikultura.
Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja
perdagangan produk hortikultura diluar aspek
budidaya adalah elastisitas demand/permintaan
produk, pergeseran preferensi konsumen, dan
pemberlakuan Free Trade Area. Perkembangan impor
hortikultura dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 19
Tabel 6. Volume Impor Hortikultura 2010-2014
Tabel 7. Nilai Impor Hortikultura 2010-2014
Perkembangan impor produk hortikultura tidak jauh
berbeda dengan apa yang terjadi pada ekspor produk
hortikultura yaitu volume dan nilai impor tertinggi
selama periode lima (2010-2014) terjadi di tahun
2012. Semua kelompok komoditas yaitu buah,
sayuran, tanaman hias dan tanaman obat mengalami
tingginya volume dan nilai impor di tahun tersebut.
Volume dan nilai impor produk buah Indonesia pada
tahun 2012 mencapai 916.350 ton (999.151 US$),
sayuran sebesar 1.259.943 ton (856.935 US$),
tanaman hias sebesar 16.070 ton (13.010 US$) dan
impor tanaman obat mencapai 30.674 ton (23.300
US$).
20 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
2.3 Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani (NTP) sampai saat ini masih
merupakan salah satu indikator untuk mengukur
kesejahteraan petani. Oleh karena itu, NTP disebut
sebagai salah satu indikator relatif yang menunjukan
tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan
cara membandingkan antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar
petani.
Pada periode 2010-2014 bersumber data yang
dikeluarkan oleh BPS-RI, angka NTP sektor pertanian
berada di atas 100, yaitu pada tahun 2010 sebesar
101,77, tahun 2011 sebesar 104,58, tahun 2012
sebesar 105,24, tahun 2013 sebesar 104,95 dan di
tahun 2014 sebesar 101,93. Angka NTP di atas,
menunjukkan bahwa petani sejahtera dikarenakan
hasil yang didapatkan oleh petani lebih besar dari
yang dibelanjakan. Adapun, laju pertumbuhan NTP
sektor pertanian dari tahun 2010 hingga 2014
cenderung meningkat dengan rata-rata mencapai
0,06% per tahun.
Sementara itu, angka NTP sub sektor Hortikultura
masih berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat
selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2010 nilai
NTP hortikultura sebesar 101,78 kemudian meningkat
menjadi 104,58 di tahun 2011, tahun 2012 terus
meningkat menjadi 105,24, namun menurun menjadi
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 21
104,93 di tahun 2013. Kecenderungan peningkatan
NTP ini menunjukan bahwa petani sub sektor
hortikultura cenderung semakin sejahtera dalam
periode 2010-2013. Rata-rata perkembangan NTP
hortikultura tahun 2010-2013 sebesar 1,03%.
2.4 Rumah Tangga Hortikultura
Jumlah rumah tangga yang menggantungkan mata
pencaharian dan pendapatan keluarganya pada sektor
hortikultura pada tahun 2013 mengalami penurunan
sebesar 37,40% jika dibandingkan pada tahun 2003.
Secara rinci penyerapan Rumah tangga hortikultura
dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Gambar 7. Perkembangan NTP Hortikultura Tahun 2010-2013
22 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 8. Rumah Tangga Hortikultura Tahun 2003
dan 2013
No Parameter Tahun
Peru-bahan (%) 2003 2013
1 Rumah
Tangga
Hortikultura
(kk)
16.937.617
10.602.142 (37,40)
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura
Penurunan jumlah rumah tangga ini disebabkan oleh
meningkatnya urbanisasi tenaga kerja produktif dari
subsektor hortikultura di pedesaan ke sektor industri,
perdagangan dan jasa lainnya yang ada di perkotaan.
Meningkatnya urbanisasi ini disebabkan oleh semakin
menyempitnya lahan usaha untuk komoditas
hortikultura akibat alih fungsi lahan yang berdampak
pada terjadinya inefisiensi usaha pada subsektor
hortikultura sehingga tidak berprospek baik lagi untuk
menopang kehidupan keluarga.
Namun demikian potensi pengembangan sektor
hortikultura dimasa yang akan datang masih sangat
terbuka lebar dalam rangka mendukung
pembangunan pertanian nasional. Besarnya potensi
pengembangan sektor hortikultura ini perlu mendapat
perhatian dari para pemangku kebijakan agar sektor
hortikultura dapat berperan dalam mendukung
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 23
pembangunan nasional terutama untuk mengatasi
pengangguran, memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,
peningkatan ekspor hortikultura dalam perdagangan
internasional, hingga berperan dalam bisnis
agrowisata yang tentu saja sangat berdampak positif
terhadap kemajuan pembangunan nasional.
Pengetatan impor hortikultura akan mendorong minat
petani lokal untuk berbudidaya secara intensif,
sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
konsumsi lokal dan mendorong penyerapan tenaga
kerja yang signifikan dalam jangka panjang di sektor
pertanian.
24 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 25
BAB III CAPAIAN PRODUKSI HORTIKULTURA
TAHUN 2010-2014
3.1 Capaian Produksi Komoditas Utama Hortikultura
Dalam rangka mencapai target utama pengembangan
hortikultura dan mendukung pencapaian 4 target utama
Kementerian Pertanian selama periode 2010 – 2014,
selanjutnya diimplementasikan oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura melalui pelaksanaan sasaran strategis
pembangunan hortikultura yaitu program peningkatan
produksi, produktiivitas dan mutu produk tanaman
hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan.
Selama lima tahun berjalan, kegiatan yang telah
difasilitasi melalui dana APBN untuk mewujudkan
pengembangan hortikultura memperlihatkan capaian
kinerja yang cukup baik. Hal ini terlihat dari sandingan
pengukuran target yang telah ditetapkan dibandingkan
dengan pencapaian realisasi targetnya.
Adapun Indikator dari sasaran strategis dapat dilihat
dalam tabel 9 berikut:
26 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 9. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan
Hortikultura Tahun 2010-2014
No Indikator Strategis
Target
2010 2011 2012 2013 2014
1 Produksi Hortikultura
A Buah (Ribu Ton) 18.853 17.863 18.670 19.591 20.629
1 Jeruk 2.608 2.116 2.139 2.244 2.363
2 Mangga 2.233 1.842 2.351 2.467 2.598
3 Manggis 79 97 102 107 113
4 Durian 696 568 766 804 847
5 Pisang 6.248 6.361 6.399 6.715 7.070
6 Buah Pohon dan Perdu Lainnya
3.934 3.695 3.705 3.888 4.094
7 Buah Semusim dan Merambat
814 753 762 800 842
8 Buah Terna Lainnya
2.240 2.431 2.446 2.566 2.702
B Florikultura (Ribu Tangkai)
248.080 414.058 431.523 449.698 468.604
1 Anggrek (Ribu Tangkai)
17.659 14.492 14.949 15.420 15.907
2 Krisan (Ribu Tangkai)
115.693 193.132 201.369 209.957 218.911
3 Tanaman Hias Bunga dan Daun Lainnya (Ribu Tangkai)
114.728 206.433 215.205 224.322 233.786
4 Tanaman Pot dan Tanaman Taman (Ribu Pohon)
12.183 15.131 15.712 16.317 16.959
5 Tanaman Bunga Tabur (melati) (Ribu Ton)
24.971 22.741 23.943 25.210 26.545
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 27
No Indikator Strategis
Target
2010 2011 2012 2013 2014
C Sayuran (Ribu Ton)
1 Cabai 1.240 1.375 1.424 1.473 1.525
2 Bawang Merah 892 1.085 1.122 1.161 1.202
3 Kentang 1.121 1.093 1.128 1.168 1.211
4 Jamur 51 64 67 70 74
6 Sayuran daun 3.187 3.211 3.313 3.421 3.535
7 Sayuran buah lainnya
3.673 3.836 4.044 4.271 4.521
D Tanaman Obat (Ribu Ton)
1 Temulawak 24.389 27.738 28.903 30.218 31.729
2 Tanaman Obat Rimpang
393.517 337.463 351.636 367.636 386.018
3 Tanaman Obat Non Rimpang lainnya
70.027 70.487 73.625 76.946 80.462
2 Ketersediaan Benih Bermutu (%)
Benih Buah (%) 3 3 3 4 4
Benih Florikultura (%)
2 2 2 3 3
Benih Sayur (%) 2 2 2 4 4
Benih Tanaman Obat (%)
1 1 1 2 2
3 Luas Serangan OPT Hortikultura terhadap Total Luas Panen (%)
Maks. 5% thd
luas panen
Maks. 4,5% thd
luas panen
Maks. 5% thd
luas panen
Maks. 5% thd
luas panen
Maks. 5% thd
luas panen
Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010-2014
28 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Sebagai catatan, angka produksi tahun 2014 yang
digunakan adalah angka prognosa. Angka prognosa
produksi hortikultura Tahun 2014 diperoleh dari angka
realisasi yang masuk berdasarkan laporan Rekapitulasi
Provinsi Statistik Pertanian Hortikultura (RPSPH) yang
dikirimkan oleh Dinas Pertanian provinsi setiap bulan dan
estimasi dari laporan yang belum masuk. Angka
prognosa Tahun 2014 masih akan mengalami perubahan
pada waktu penetapan Angka Tetap pada bulan Juni
2015. Angka prognosa produksi hortikultura Tahun 2014
tidaklah sepenuhnya merupakan cerminan kinerja
dengan alokasi anggaran yang disediakan, melainkan
merupakan akumulasi peran dan dukungan pihak swasta
dan dukungan swadaya masyarakat luas. Pada tahun
2011 terdapat revisi terhadap target pengukuran kinerja
untuk target produksi hortikultura Direktorat Jenderal
Hortikulturatahun 2011 hingga 2014. Secara rinci
realisasi capaian kinerja produksi hortikultura
berdasarkan kelompok komoditas disajikan pada Tabel
10.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 29
Tabel 10. Resume Pencapaian Target Produksi Komoditas Hortikultura terhadap
Renstra 2010 – 2014.
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 11. Capaian Produksi Buah terhadap Renstra 2010 – 2014.
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014
30 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 12. Perkembangan Produksi Buah Tahun 2010 – 2014
Sumber: BPS-RI dan Ditjen Hortikultura, 2010-2014
Keterangan : *) Berdasarkan angka prognosa Tahun 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 31
Dalam bahasan capaian produksi ini, komoditas hortikultura
dibedakan menjadi empat kelompok komoditas yaitu Buah,
Florikultura, Sayuran dan Tanaman Obat. Pencapaian target
produksi untuk komoditas buah sangat baik, dimana capaian
realisasi produksi dibandingkan dengan targetnya selama 5
tahun terakhir cukup tinggi yaitu dari tahun 2010 hingga
2014 secara berturut-turut adalah 82,16%, 102,52%,
101,32%, 93,35% dan 93,19%. Fluktuasi capaian produksi
pada tanaman buah disebabkan antara lain oleh adanya
peningkatan dan penurunan produksi yang signifikan pada
beberapa komoditas. Data capaian produksi komoditas
utama buah terhadap target Renstra disajikan pada tabel
10, sedangkan data perkembangan produksi buah selama
tahun 2010-2014 disajikan pada tabel 12.
Peningkatan produksi komoditas utama buah selama lima
tahun terakhir yaitu sejak 2010-2014 adalah sebagai
berikut; Produksi jeruk selama 5 tahun menurun sebesar
4,07%. Hal ini disebabkan sebagian daerah sentra produksi
utama terserang hama dan penyakit yaitu lalat buah,
diplodia, CVPD, busuk pangkal batang dan antraknosa,
kerusakan pertanaman di Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara akibat terkena abu vulkanik karena bencana
Gunung Sinabung seluas 1.058 ha yang terdapat di 4
(empat) kecamatan yaitu Kecamatan Simpang Empat,
Kecamatan Namateran, Kecamatan Payung dan Kecamatan
Merdeka Selain itu juga adanya petani jeruk yang beralih ke
komoditas lain sehingga luas lahan penanaman jeruk
semakin berkurang. Selain itu, penurunan produksi jeruk di
32 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
sentra produksi utama disebabkan oleh pemeliharaan
tanaman di lapangan belum optimal dan budidaya belum
mengacu pada GAP/ SOP sehingga banyak kebun yang
kurang terawat misalnya di Kabupaten Timor Tengah
Selatan dan Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT). Disamping itu kondisi tanaman jeruk di
sebagian sentra produksi banyak yang sudah tua (tidak
produktif). Penanganan pascapanen masih belum baik
menyebabkan tingkat kehilangan hasil yang cukup tinggi
serta sarana pengairan masih kurang memadai. Saat ini alat
pascapanen yang tersedia baru berupa keranjang panen,
gunting panen dan lain-lain.
Sedangkan untuk produksi mangga selama 5 tahun secara
rata-rata meningkat sebesar 17,84%. Hal ini disebabkan
oleh; 1) kawasan mangga sudah mulai berproduksi, 2)
pengelolaan kebun semakin baik di tingkat petani, 3)
penerapan GAP dan SOP sudah optimal 4) dukungan dana
APBN dan APBD dalam rangka mendukung pengembangan
kawasan, 5) gerakan pengendalian OPT dan peningkatan
kelembagaan petani semakin baik, 6) dukungan
ketersediaan benih bermutu, 7) dukungan dari badan
litbang berupa penerapan pascapanen seperti Heat Water
Treatment (HWT), penerapan off season terutama di
Provinsi Jawa Barat, penggunaan perangkap lalat buah
wooden block di kabupaten Indramayu, 8) penerapan
GAP/SOP dan GHP. Tidak jauh berbeda dengan mangga,
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 33
perkembangan manggis selama 5 tahun meningkat sedikit
lebih tinggi yaitu sebesar 21,69 %.
Perkembangan produksi buah tertinggi selama 5 tahun
dicapai oleh durian, produksinya rata-rata meningkat
sebesar 20,90%. Peningkatan tersebut disebut disebabkan
karena kawasan pengembangan durian pada 10 tahun
terakhir sudah berbuah sehingga memberikan sharing
produksi yang signifikan. Adapun kawasan pengembangan
durian yang sudah mulai berbuah yaitu di Provinsi Bengkulu
Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
Kabupaten Luwu, Kota Palopo dan Kabupaten Luwu Utara,
di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Parigi Mautong dan
Kabupaten Buol dan Provinsi Kalimantan Barat yaitu di
Kabupaten Sanggau.
Perkembangan produksi pisang secara rata-rata selama 5
tahun terakhir meningkat sebesar 2,68%. Hal ini disebabkan
adanya peningkatan produksi pisang dari pertanaman 2
(dua) tahun terakhir yaitu di Kabupaten Lampung Selatan
(Provinsi Lampung), Kabupaten Cianjur dan Sukabumi
(Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Lumajang dan Malang
(Provinsi Jawa Timur).
Selama 5 tahun terakhir, perkembangan produksi buah
semusim dan merambat meningkat sebesar 12,57%.
Peningkatan disebabkan karena pengelolaan kebun pada
kawasan buah semusim dan merambat yang semakin
intensif, penerapan GAP/SOP dan GHP, bimbingan teknis
dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB (PKHT-IPB) untuk
34 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
komoditas melon, dukungan penyediaan benih bermutu dan
meningkatnya permintaan perhotelan akan buah melon dan
semangka. Sedangkan untuk Perkembangan capaian rata-
rata buah terna lainnya selama 5 tahun baru mencapai
7,72%, serta untuk buah pohon dan perdu lainnya
mencapai 9,39%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi
buah (jeruk, mangga, manggis, durian dan pisang) antara
lain disebabkan oleh pengembangan kawasan baik
perluasan maupun pemantapan, perbaikan teknologi
budidaya melalui penerapan GAP/SOP, dan perbaikan
penanganan pascapanen. Sedangkan, penurunan produksi
juga terjadi pada komoditas lainnya sebagai akibat
terjadinya anomali iklim, dan alih fungsi lahan serta
penggantian dengan komoditas lain dalam pengembangan
kawasan buah yang berkelanjutan perlu dukungan dari
instansi terkait.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 35
Tabel 13. Capaian Produksi Florikultura terhadap Renstra 2010 – 2014.
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014
36 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 14. Perkembangan Produksi Florikultura Tahun 2010-2014
Sumber: BPS-RI dan Ditjen Hortikultura, 2010-2014
Keterangan : *) Berdasarkan angka prognosa Tahun 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 37
Berdasarkan realisasi pencapaian target produksi,
florikultura adalah komoditas yang memperlihatkan capaian
produksi yang sangat baik. Meskipun trendnya berfluktuasi,
namun capaian target produksi sangat tinggi yaitu selalu
diatas 100%, seperti pada tahun 2010 realisasi produksi
mencapai 155,51%, dan agak menurun sedikit menjadi
118,68% capaian produksinya di tahun 2011, tapi terus
meningkat menjadi 143,68% dan 152,87 di tahun 2012 dan
2013. Namun di tahun 2014, berdasarkan angka prognosa
terlihat bahwa pencapaian target produksi florikultura agak
menurun yaitu menjadi 124,37%.
Untuk perkembangan produksi komoditas utama florikultura
yaitu anggrek, produksi anggrek selama 5 tahun meningkat
12,04%. Sedangkan produksi krisan selama 5 tahun
meningkat sebesar 23,99% lebih tinggi pertumbuhannya
dibandingkan dengan anggrek. Perkembangan produksi
tanaman hias bunga dan daun lainnya secara rata-rata
meningkat sebesar 14.41%. Perkembangan produksi
tanaman pot dan lansekap selama 5 tahun secara rata-rata
meningkat sebesar 9,32%. Untuk melati selama 5 tahun
perkembangan produksi meningkat sebesar 11,88%.
Peningkatan produksi florikultura secara keseluruhan
tersebut disebabkan oleh semakin berkembangnya gaya
hidup, selera masyarakat serta pemanfaatan benih bermutu
dan adopsi teknologi terbaru. Dengan meningkatnya
pemanfaatan florikultura, maka permintaan pasar domestik
dalam beberapa tahun terakhir meningkat pula sehingga
dapat menggerakkan sektor produksi florikultura di berbagai
daerah. Produksi florikultura sangat dipengaruhi oleh
permintaan pasar dan kondisi perekonomian nasional.
38 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Capaian produksi florikultura terhadap target Renstra tahun
2010-2014 disajikan pada tabel 13, sedangkan
perkembangan produksi florikultura selama lima tahun
terakhir terdapat pada tabel 14.
Sedangkan untuk sayuran realisasi capaian produksi sejak
tahun 2010 hingga saat ini adalah sebesar 100,88% di
tahun 2010, capaian produksi di tahun 2011 terhadap target
menurun menjadi 97,65%, kemudian mencapai 97,18% di
tahun 2012 dan menurun menjadi 95,62% di tahun 2013,
kemudian menurun menjadi 91,74% di tahun 2014. Bila
dilihat dari trend capaian produksi sayuran, komoditas
cabai, kentang dan bawang merah berperan sebagai
kontributor utama atau penyumbang tingginya capaian
produksi sayuran terhadap target Renstra selama tahun lima
tahun terakhir. Data tersebut disajikan pada tabel 15,
sedangkan perkembangan produksi komoditas sayuran
utama dan lainnya dikemukakan pada tabel 16.
Perkembangan produksi sayuran selama 5 tahun (2010-
2014) meningkat sebesar 1,99%. Peningkatan tertinggi di
sumbang oleh cabai yaitu sebesar 8,91%, sayuran umbi
lainnya 8,76% dan bawang merah 4,16%. Peningkatan
produksi cabai didukung oleh alokasi dana APBN yang
konsisten dari tahun ke tahun, dukungan total dari
Direktorat Jenderal Hortikultura dari aspek budidaya,
pascapanen, perbenihan, perlindungan dan manajerial,
peran serta petani, masyarakat dan kegiatan Lembaga
Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) dan Gerakan
Perempuan untuk Optimalisasi Pekarangan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 39
Perkembangan rata-rata capaian produksi bawang merah
selama 5 tahun sebesar 4,16%. Peningkatan tersebut
disebabkan oleh permintaan konsumen yang cenderung
meningkat dan dukungan penuh dari Direktorat Jenderal
Hortikultura.
Perkembangan produksi kentang selama 5 tahun secara
rata-rata cenderung menurun yaitu sebesar 0,51%.
Penurunan tersebut disebabkan karena penurunan luas
tanam kentang di sentra-sentra produksi serta tekanan yang
cukup kuat dari masyarakat “Go Green” yang menengarai
bahwa pertanaman kentang pada umumnya di dataran
tinggi, sehingga menyebabkan erosi dan kerusakan
lingkungan. Sebagian petani cenderung melakukan rotasi
tanaman kentang dengan tanaman lain yang lebih ramah
lingkungan.
Perkembangan produksi jamur selama 5 tahun cenderung
menurun. Secara rata-rata produksi jamur menurun sebesar
20,09%. Penurunan tersebut disebabkan karena sumber
bahan baku media tanam (jamur merang) semakin
berkurang baik dari segi jumlah maupun mutu. Hal tersebut
terjadi karena proses panen padi menggunakan power
thresher sehingga tidak menyisakan batang padi yang layak
untuk media tanam jamur merang. Selain itu kualitas benih
jamur, khususnya jamur merang yang semakin menurun.
Sampai saat ini belum ada varietas unggulan nasional jamur
merang yang dihasilkan oleh Indonesia. Bibit jamur yang
ditanam oleh petani jamur di wilayah Pantura sebagian
besar merupakan “bibit sambung” (diperbanyak dari bibit
sebar). Penyebab lainnya adalah kebijakan pengembangan
sayuran dan tanaman obat diprioritaskan kepada cabai dan
40 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
bawang, sehingga sentuhan kebijakan dan anggaran untuk
jamur secara proporsional semakin berkurang, hal tersebut
menjadi salah satu penyebab berkurangnya luasan dan
produksi jamur.
Perkembangan produksi sayuran umbi lainnya selama 5
tahun secara rata-rata meningkat sebesar 8,76%.
Peningkatan ini disebabkan terutama karena meningkatnya
luas tanam dan produksi wortel.
Perkembangan produksi sayuran daun selama 5 tahun
secara rata-rata menurun sebesar 0,11%. Peningkatan
tersebut disebabkan karena sayuran daun bukan merupakan
komoditas prioritas bagi petani, biasanya hanya merupakan
rotasi tanaman dengan tanaman sayuran lainnya yang
ditanam dengan pola tumpang sari dan luas tanam kecil-
kecil.
Perkembangan produksi sayuran buah lainnya selama 5
tahun secara rata-rata meningkat sebesar 0,92%.
Peningkatan ini disebabkan karena rotasi tanaman yang
dilakukan, sebagian diganti dengan tanaman sayuran buah
yang diminati konsumen.
Secara umum peningkatan capaian produksi sayuran antara
lain disebabkan oleh pengembangan kawasan, penerapan
GAP dan GHP, optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan,
dan peningkatan produktivitas hasil per Hektar.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 41
Tabel 15. Capaian Produksi Sayuran terhadap Renstra 2010 – 2014.
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014
42 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 16. Perkembangan Produksi Sayuran Tahun 2010-2014
Sumber: BPS-RI dan Ditjen Hortikultura, 2010-2014
Keterangan : *) Berdasarkan angka prognosa Tahun 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 43
Tabel 17. Capaian Produksi Tanaman Obat terhadap Renstra 2010 – 2014.
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2010-2014
44 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 18. Perkembangan Produksi Tanaman Obat Tahun 2010-2014
Sumber: BPS-RI dan Ditjen Hortikultura, 2010-2014
Keterangan : *) Berdasarkan angka prognosa Tahun 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 45
Untuk komoditas tanaman obat, capaian target produksi
selama lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan
capaian produksi yang signifikan. Dimana pada tahun 2010
capaian produksi hanya sebesar 85,81% namun
pertumbuhannya meningkat 6,58% pada tahun 2011
menjadi 91,46%. Angka capaian produksi tanaman obat
terus menunjukkan peningkatan pada tahun 2012 sebesar
98,95% menjadi 114,03% di tahun 2013 dan sebesar
104,45% di tahun 2014. Rincian capaian target produksi
tanaman obat terhadap Renstra disajikan pada Tabel 17,
dan perkembangan produksi tanaman obat selama tahun
2010-2014 disajikan pada tabel 18.
Selama periode 2010-2014, perkembangan produksi
komoditas utama tanaman obat yaitu temulawak secara
rata-rata meningkat sebesar 13,94%. Peningkatan tersebut
disebabkan karena temulawak merupakan tanaman obat
unggulan Indonesia yang mendapat sentuhan dana
pengembangan, walau dalam proporsi yang terbatas.
Daerah pengembangan kawasan selama 5 tahun terakhir
adalah Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten
Sukabumi, dan Kabupaten Purworejo. Dalam
pengembangan kawasan temulawak harus didekatkan dan
dimitrakan dengan Industri Obat Tradisional yang berbahan
baku temulawak. Salah satu contoh pengembangan
temulawak di Kabupaten Sukabumi yang bermitra dengan
PT. Soho Industri Pharmasi. Trend/gaya hidup masyarakat
Indonesia yang kembali ke alam mendorong meningkatnya
konsumsi jamu, sehingga mendorong petani untuk
menanam temulawak. Ditambah dengan gaung icon “Korea
Punya Ginseng, Indonesia Punya Temulawak”.
46 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Perkembangan produksi tanaman obat non rimpang selama
5 tahun sebesar 8,08%. Peningkatan tersebut disebabkan
karena kegiatan pengembangan kawasan tanaman obat
terlaksana baik melalui fasilitasi APBN, APBD, maupun
swadaya kelompok tani. Hal ini didorong oleh peningkatan
minat bertanam tanaman obat atau biofarmaka sebagai
sumber pendapatan atau kesejahteraan anggota kelompok.
Selain itu kesadaran masyarakat terhadap khasiat tanaman
obat asli Indonesia dalam rangka menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh semakin meningkat dan dirasakan
berdampak positif terhadap kualitas kesehatan untuk jangka
panjang. Sebagian kelompok pengembang tanaman obat
telah mendapatkan sosialisasi penerapan budidaya tanaman
obat yang baik (GAP Tanaman Obat) dalam rangka menuju
peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil yang
berkelanjutan serta ramah lingkungan.
Peningkatan capaian target produksi tersebut berasal dari
tanaman obat jenis rimpang dan non rimpang yang
cenderung menunjukkan trend positif seiring dengan
meningkatnya permintaan pasar dan industri obat herbal.
Tingginya permintaan pasar dan industri herba serta
dukungan iklim yang baik menyebabkan tingginya
pertumbuhan pertanaman rimpang dan non rimpang. Hal ini
mendorong petani untuk membudidayakan tanaman obat
secara intensif dan berdampak pula pada meningkatnya luas
panen.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 47
Pencapaian sasaran dan target peningkatan produksi
hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura selama lima
tahun terakhir (tahun 2010 – 2014) tidak dapat dipungkiri
antara lain disebabkan oleh hasil pelaksanaan program dan
atau kegiatan pada lima tahun kebelakang, yaitu; 1)
Fasilitasi Terpadu Inventasi Hortikultura (FATIH), yang telah
berperan menciptakan iklim usaha yang kondusif di bidang
hortikultura sekaligus meningkatkan daya saing produk.
Melalui FATIH ini maka pelayanan dan program dari seluruh
kelembagaan pemerintah dapat terintegrasi sehingga lebih
menghidupkan dan memperbaiki iklim investasi di bidang
hortikultura; serta 2) Supply Chain Management (SCM),
dilakukan sebagai upaya untuk mengurai permasalahan
ketimpangan porsi margin antara produsen dengan
pedagang. Sehingga diharapkan ke depan, petani selaku
produsen dapat menikmati porsi margin yang setidaknya
lebih besar atau sama besar dengan yang saat ini dinikmati
oleh pedagang.
3.2 Peningkatan Ketersediaan Benih
Ketersediaan benih bermutu untuk komoditas hortikultura
selama periode 2010-2014 cenderung meningkat. Selama ini
kebutuhan benih hortikultura untuk pengembangan usaha
agribisnis dipenuhi dari produksi dalam negeri. Benih
hortikultura diproduksi oleh Balai Benih Hortikultura,
penangkar benih, produsen benih swasta. Untuk beberapa
komoditas yang benihnya tidak dapat diproduksi di dalam
48 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
negeri karena agroklimatnya tidak memungkinkan, benihnya
masih diimport, seperti kubis, sawi putih, brokoli dan
keluarga brassica lainnya. Pemasukan benih dari luar negeri
juga dapat dilakukan bila produksi benih dalam negeri
belum mencukupi kebutuhan, seperti benih kentang untuk
industri keripik (varietas atlantik), benih anggrek hibrida
jenis Phalaenopsis, Dendrobium, benih lili, dan lain-lain.
Salah satu tugas Direktorat Jenderal Hortikultura adalah
meningkatkan ketersediaan benih hortikultura bermutu,
yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya
produksi dan produktivitas hortikultura. Bila dibandingkan
capaian ketersediaan benih dengan target peningkatan
ketersediaan benih hortikultura berdasarkan penetapan
kinerja hortikultura Tahun 2010-2014 dengan realisasi
ketersediaan benih, secara umum kenaikannya diatas
100%. Capaian peningkatan ketersediaan benih didukung
oleh adanya penguatan kelembagaan perbenihan,
pemasyarakatan benih bermutu dan pembinaan penyediaan
penggunaan benih bermutu. Data capaian ketersediaan
benih hortikultura bermutu sejak tahun 2010 hingga 2014
ditampilkan pada Tabel 19.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 49
Tabel 19. Capaian Ketersediaan Benih Hortikultura Bermutu
Tabel 20. Peningkatan ketersediaan benih hortikultura
tahun 2010- 2014
No Komoditas Ketersediaan benih
2010 2011 2012 2013 2014
1. Benih buah
(batang) 37.977.141 27.855.198 28.096.969 29.495.211 30.910.981
2.
Benih
florikultura
(tanaman)
117.506.424 120.191.446 124.809.175 130.202.472 135.540.773
3. Benih
sayuran (kg) 42.364.414 47.522.811 57.199.234 67.003.683 70.521.376
4. Benih obat
(kg) 575.838 590.234 604.990 620.115 648.020
Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010-2014
Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010-2014
50 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Berdasarkan data pada tabel 20 dapat terlihat bahwa
ketersediaan benih dari tahun 2010 hingga 2014 selalu
mengalami peningkatan dari target yang ditetapkan. Rata-
rata capaian peningkatan berkisar antara 120 – 150 %.
Dengan begitu, ketersediaan benih hortikultura telah dapat
memenuhi kurang lebih sekitar 20 – 30 % dari kebutuhan
nasional setiap tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa
petani hortikultura sudah memahami akan pentingnya benih
bermutu dalam berbudidaya hortikultura yang benar.
Sehingga penangkar benih dan produsen benih sudah harus
meningkatkan hasil produksi benih hortikultura untuk
memenuhi kebutuhan benih nasional.
3.2.1 Ketersediaan Benih Tanaman Buah
Dalam penyediaan benih tanaman buah tahunan,
dibutuhkan waktu relatif lama sekitar 1 sampai 3 tahun
tergantung kepada komoditasnya. Untuk memenuhi
kebutuhan dalam skala besar, masih ditemui beberapa
permasalahan karena benih tanaman buah tahunan
lebih banyak diproduksi oleh penangkar perorangan
atau kelompok penangkar yang belum berbadan usaha
(belum mempunyai PT atau CV) yang modalnya masih
terbatas. Ketersediaan benih buah tahunan dapat
dipenuhi sesuai permintaan bila dilakukan pemesanan
1-3 tahun di muka, tergantung komoditasnya.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 51
Secara umum, target pencapaian peningkatan
ketersediaan benih buah selama lima tahun terakhir
dapat terealisasi. Perbanyakan benih tanaman buah
lebih cenderung pada komoditas mangga, rambutan,
durian, jeruk, manggis dan pisang. Hal ini terkait
dengan kegiatan pengembangan kawasan/kebun buah.
Untuk komoditas tanaman buah semusim seperti melon
dan semangka, perbanyakan benihnya dilakukan oleh
produsen benih swasta yang berbadan usaha (PT atau
CV). Ketersediaan benih buah semusim (benihnya
berbentuk biji) sudah dapat memenuhi permintaan
petani. Bahkan untuk melon dan semangka, Indonesia
sudah melakukan ekspor.
Peningkatan ketersediaan benih buah disebabkan
antara lain; 1) Informasi kebutuhan benih untuk
mendukung program pengembangan komoditas buah di
sentra buah-buahan, seperti : srikaya rofi , mangga
garifta , jambu kristal dan alpokat Fuertindo sudah
disampaikan ke penangkar-penangkar benih buah di
sentra buah-buahan, 2) Benih sumber di penangkar
benih semakin tersedia melalui fasilitasi pemerintah
pusat, daerah maupun swadaya penangkar, 3)
Kemampuan penangkar dalam memproduksi benih
buah semakin meningkat dengan adanya pelatihan/
magang, 4) Sudah tersedia SOP perbanyakan benih
buah.
52 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Selain itu bantuan dari APBN maupun APBD untuk
sarana produksi benih seperti screen house, rumah
lindung dan sarana produksi benih lainnya untuk
penangkar, sudah dimanfaatkan dengan baik. Salah
satu peran yang sangat penting untuk mencapai
peningkatan ketersediaan benih adalah pendampingan
dan pembinaan kepada produsen benih dan penangkar,
untuk memproduksi benih sesuai dengan SOP produksi
benih dan menghasilkan benih yang bersertifikat.
3.2.2. Ketersediaan Benih Tanaman Sayuran
Pengembangan benih tanaman sayuran ditujukan untuk
mencukupi ketersediaan benih dalam negeri sekaligus
untuk diekspor. Ketersediaan benih sayuran
diprioritaskan pada program pengembangan benih
kentang, bawang merah, bawang putih, jamur dan
sayuran biji seperti cabai, tomat, kangkung, mentimun,
paria, terung dan lain-lain.
Ketersediaan benih sayuran di dalam negeri dicapai dari
hasil produksi Balai Benih Hortikultura, penangkar
benih, dan produsen benih dalam bentuk perusahaan.
Untuk produksi benih biji sayur dihasilkan oleh
produsen benih di dalam negeri yang berupa
perusahaan, sedangkan produksi benih sayur umbi
(kentang, bawang merah, bawang putih) umumnya
dihasilkan oleh penangkar benih. Dari target
peningkatan ketersediaan benih tanaman sayuran yang
ditetapkan pada tahun 2010 sampai dengan 2014,
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 53
selama lima tahun tersebut semua target rata-rata telah
tercapai, kecuali pada tahun 2012 dimana capaian
ketersediaan benih sayur hanya mampu memenuhi
94,5% dari target yang telah ditetapkan.
Peningkatan ketersediaan benih sayur disebabkan
antara lain oleh peran pemerintah dalam; 1) Fasilitasi
sarana produksi benih, antara lain bantuan screen
house, laboratorium kultur jaringan, fasilitas aeroponik,
gudang benih, dan benih sumber, 2) pembinaan dan
pendampingan kepada penangkar benih untuk
menghasilkan benih bermutu, 3) Peraturan-peraturan
yang dibuat untuk meningkatkan ketersediaan benih di
dalam negeri, seperti impor benih hanya boleh
dilakukan selama 2 tahun, selanjutnya harus diproduksi
didalam negeri, 4) pedoman-pedoman dan panduan
sop produksi benih yang dibagikan kepada penangkar
benih, 5) mendorong perusahaan benih swasta untuk
melakukan sertifikasi mandiri/ LSSM.
3.2.3. Ketersediaan Benih Tanaman Obat
Penyediaan benih tanaman obat selama ini dipenuhi
dari produksi dalam negeri. Pada umumnya
perbanyakan dilakukan sendiri oleh para petani dengan
cara seleksi hasil pertanaman sebelumnya. Usaha
produksi benih tanaman obat secara komersial belum
banyak dilakukan, sehingga pertumbuhan penyediaan
benihnya lebih lambat dibandingkan komoditas lainnya.
Jenis-jenis komoditas tanaman obat yang
dikembangkan antara lain adalah jahe, kencur,
54 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
temulawak, kunyit, purwoceng, lidah buaya, dan lain-
lain.
Target peningkatan ketersediaan benih tanaman obat
yang ditetapkan pada tahun 2010 hingga 2012 yaitu
sebesar 1%, dan meningkat menjadi 2% di tahun 2013,
semua target tersebut dapat terealisasi. Pengembangan
benih tanaman obat semakin meningkat setiap
tahunnya, disebabkan oleh banyaknya permintaan
benih tanaman obat untuk penyediaan bahan baku
industri jamu dan obat-obatan.
Meningkatnya capaian peningkatan ketersediaan benih
tanaman obat menjadi 2,5% dan 2,0 % di tahun 2013
dan 2014 dari target yang ditentukan disebabkan
adanya: 1) Bantuan benih sumber dari Pemerintah, 2)
Pelatihan produksi benih untuk penangkar, 3)
Penyediaan SOP produksi benih, 4) Bantuan gudang
benih dari Pemerintah.
3.2.4. Ketersediaan Benih Tanaman Florikultura
Target peningkatan ketersediaan benih florikultura yang
ditetapkan pada tahun 2010 hingga 2012 adalah
sebesar 2%, selanjutnya target tahun 2013 hingga
2014 ditingkatkan menjadi 3%, secara nyata target
tersebut dapat terpenuhi dengan meningkatnya
persentase ketersediaan benih florikultura melebihi
target yang telah ditetapkan. Perkembangan
perbenihan tanaman florikultura sampai saat ini telah
menunjukkan kemajuan, walaupun produksi benih
florikultura masih dilakukan secara konvensional.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 55
Pengembangan perbenihan florikultura diprioritaskan
pada tanaman anggrek, krisan, melati, sedap malam,
mawar dan gladiol.
Meningkatnya capaian ketersediaan benih florikultura
antara lain disebabkan oleh permintaan pasar akan
bunga potong, bunga pot dan bunga tabur semakin
tinggi, sehingga mendorong penangkar dan produsen
benih florikultura untuk memproduksi benih lebih
banyak lagi. Di daerah perkotaan benih flori diperlukan
untuk mendukung pembangunan/ pemeliharaan taman-
taman terbuka, taman di sisi jalan, taman di gedung
perkantoran, hotel, rumah sakit dan halaman rumah
tangga.
Peningkatan ketersediaan benih florikultura antara lain
disebabkan adanya fasilitasi 1) Sarana produksi benih
berupa screenhouse, rumah pembibitan, laboratorium
kultur jaringan, rumah lindung dan benih sumber
kepada penangkar, 2) pelatihan penangkar benih, 3)
tersedianya SOP benih florikultura.
3.3 Proporsi Luas Serangan OPT
Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting
dari sistem produksi dan pemasaran hasil pertanian,
terutama dalam mempertahankan tingkat produktivitas
pada taraf tinggi dan mutu aman konsumsi. Hal ini dapat
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) pada usahatani sesuai GAP, sehingga
kehilangan hasil akibat Dampak Perubahan Iklim (DPI)
56 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
seperti banjir, kekeringan dan serangan OPT menjadi
minimal.
Salah satu indikator strategis yang ditargetkan oleh
Direktorat Jenderal Hortikultura adalah terkelolanya
menurunkan serangan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) dengan proporsi luas serangan OPT terhadap total
luas panen maksimal 5 % per tahun.
Capaian Proporsi Luas Serangan OPT Terhadap Luas
Panen tahun 2014, rata-rata adalah 1,94% dengan
kisaran antara 0,23 % - 3,35 %, meliputi OPT buah 2,8 %,
OPT Sayuran 3,35 %, OPT Florikultura 0,33 % dan OPT
tanaman obat 0,23%. Proporsi luas serangan OPT
hortikultura tahun 2014 meningkat 0,11 % dibandingkan
dengan luas serangan tahun 2013 (1,83 %). Capaian
penurunan luas serangan OPT terhadap luas panen 1,94%
artinya dapat mengamankan produksi hortikultura sebesar
98,06%. Nilai capaian ini telah melampaui di atas target
yaitu sebesar 257,73 % bila dibandingkan dengan target
sebesar 5 % per tahun. Perbandingan proporsi luas
serangan OPT terhadap luas panen hortikultura selama 5
tahun terakhir disajikan pada Tabel 21.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 57
Tabel 21. Target dan Capaian Proporsi Luas
Serangan OPT Hortikultura terhadap Total
Luas Panen Tahun 2010 -2014
Capaian proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen,
selama lima tahun terakhir sudah sangat baik. Capaian
Proporsi Luas Serangan OPT terhadap total luas panen pada
tahun 2010 sebesar 5% dan pada tahun berikutnya proporsi
luas serangan OPT menurun menjadi 1,58% di tahun 2011,
sebesar 2,28% di tahun 2012, 1,83% di tahun 2013 dan
menjadi 1,94 % di tahun 2014. Dengan kata lain, proporsi
luas serangan OPT terhadap luas panen untuk komoditas
hortikultura 5 tahun terakhir umumnya telah mencapai di
atas target, yaitu dengan capaian sebesar 1,58 - 5% atau
100% - 284,81% terhadap target yang ditetapkan dengan
luas serangan maksimal antara 4,5 - 5%. Perbandingan
proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen
hortikultura 5 tahun terakhir (2010 – 2014*) disajikan pada
Gambar berikut.
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2010 – 2014
58 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Proporsi luas serangan OPT dibandingkan luas panen untuk
komoditas hortikultura selama empat tahun terakhir (2011 –
2014) umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
maksimal luas serangan 4,5 - 5 % yang ditargetkan.
Fluktuasi proporsi luas serangan OPT dibandingkan luas
panen hortikultura 4 tahun terakhir tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut, yaitu pada tahun 2011
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010 karena
curah hujan pada 2011 normal sehingga tidak memicu
perkembangan OPT. Namun mengalami peningkatan pada
tahun 2012 dan 2013 karena pada dua tahun terakhir pola
curah hujan relatif basah (bahkan pada tahun 2013 terjadi
kemarau basah/anomali iklim) yang menguntungkan bagi
perkembangan OPT terutama dari golongan penyakit.
Gambar 8. Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura
Terhadap Keseluruhan Luas Panen Tahun 2010-
2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 59
Dalam rangka menunjang kegiatan sistem perlindungan
tanaman, maka dibutuhkan kelengkapan kerja pendukung
dan fasilitas yang memadai agar penyelenggaraan kegiatan
dapat berjalan dengan baik. Tersedianya sarana dan
prasarana kerja yang memadai sangat berpengaruh
terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat
maupun di daerah.
Gambar 9. Gerakan Pengendalian OPT
60 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 61
BAB IV.
CAPAIAN KEGIATAN PENDUKUNG DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
TAHUN 2010-2014
Secara umum, peningkatan capaian target produksi
hortikultura selama 5 tahun terakhir diperoleh berkat adanya
dukungan dan fasilitasi kegiatan yang dilakukan secara intensif
oleh Direktorat Jenderal Hortikultura untuk mewujudkan
pencapaian target pengembangan hortikultura di Indonesia.
Beberapa kegiatan yang secara signifikan dapat mendongkrak
peningkatan capaian produksi hortikultura antara lain yaitu
adanya kegiatan pengembangan kawasan hortikultura meliputi
kawasan buah, florikultura, sayuran, dan tanaman obat.
Kegiatan lain yang ikut mendorong peningkatan capaian
produksi hortikultura adalah adanya fasilitasi Sekolah Lapangan
Good Agricultural Practices (SL-GAP), Sekolah Lapangan Good
Handling Practices (SL-GHP), Registrasi Kebun/Lahan Usaha,
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) serta
pengembangan sistem perbenihan hortikultura melalui
peningkatan ketersediaan benih bermutu.
Rincian pencapaian pelaksanaan kegiatan pendukung capaian
target produksi hortikultura disajikan pada Tabel 22 berikut.
62 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Tabel 22. Capaian Pelaksanaan Kegiatan Pendukung Peningkatan Produksi
Hortikultura Tahun 2011-2014
No Kegiatan/Output 2011 2012 2013 2014
Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian %
1 Pengembangan Kawasan
- Pengembangan Kawasan Buah (Ha)
2.409 2.420 100,46 8.414 9.463 112,47 6.172 5.740 93,00 5.492 3.478 63,33
- Pengembangan Kawasan Sayuran (Ha)
912 918 100,60 5.291 5.226 98,77 5.420 5.072 93,58 4.512 4.103 90.94
- Pengembangan Kawasan Tanaman Obat (Ha)
masih menyatu dalam kawasan sayuran dan tanaman obat 722 686 95,01 750 713 95,07
- Pengembangan Kawasan Florikultura (m2)
283 216 76,33 371.850 355.252 95,54 453.600 401.220 88,45 498.480 491.630 98,63
2 Sekolah Lapangan GAP (Kelompok)
- SL-GAP Buah 323 324 100,31 349 558 159,89 168 167 99,40 261 161 61,69
- SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat
239 412 172,38 198 197 99,49 118 115 97,46 161 150 93,17
- SL-GAP Florikultura
334 324 97,01 76 78 102,63 56 67 119,64 45 45 100,00
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 63
No Kegiatan/Output 2011 2012 2013 2014
Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian %
3 Sekolah Lapangan GHP (Kelompok)
- SL-GHP Buah - - - 65 155 238,46 73 71 97,26 53 42 79,25
-
SL-GHP Sayuran dan Tanaman Obat
- - - 92 89 96,74 59 54 91,53 58 48 82,75
- SL-GHP Florikultura
- - - 57 53 92,98 36 34 94,44 28 33 118,00
4 Registrasi Kebun/Lahan Usaha (Kebun/Lahan Usaha)
- Registrasi Kebun
Buah 528 474 89,77 810 839 103,58 870 815 93,68 830 799 96.27
- Registrasi Lahan Usaha Sayuran dan Tanaman Obat
312 249 79,81 630 624 99,05 925 916 99,03 1.186 1.340 112,98
- Registrasi Lahan Usaha Florikultura
135 98 72,59 26 29 111,54 30 30 100,00 73 124 170,00
5 Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
382 345 90,31 540 518 95,93 651 645 99,08 660 626 94,85
Keterangan: Data pengembangan kawasan tahun 2011-2012 untuk tanaman sayuran dan tanaman obat
belum dipisahkan, masih bersatu dalam kawasan sayuran dan tanaman obat.
64 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
4.1 Pengembangan Kawasan Hortikultura (Buah,
Florikultura, Sayuran dan Tanaman Obat)
Pengembangan Kawasan Hortikultura adalah usaha
penambahan baku lahan hortikultura yang dapat dilakukan
melalui pembukaan lahan baru dan atau pemanfaatan
lahan yang sementara tidak diusahakan guna
meningkatkan produksi hortikultura. Direktorat jenderal
Hortikultura sejak tahun 2004 telah melakukan
pembangunan hortikultura melalui pengembangan
kawasan. Kawasan agribisnis hortikultura merupakan
suatu wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan
oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama sehingga
membentuk kawasan yang berisi kegiatan usaha berbasis
hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi,
budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen dan
pemasaran serta kegiatan pendukungnya.
Upaya pengembangan kawasan hortikultura ini merupakan
salah satu usaha penumbuhan sentra-sentra produksi
komoditas melalui perluasan areal hortikultura (buah,
florikultura, sayuran dan tanaman obat). Kegiatan ini
dimaksudkan untuk membantu petani dalam pengadaan
saprotan agar dapat memanfaatkan lahan-lahan yang
sementara tidak diusahakan/terlantar menjadi lahan
produktif untuk komoditas hortikultura yang pada akhirnya
menjadi tambahan pendapatan, meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan petani. Pengembangan kawasan ini
merupakan upaya investasi jangka panjang dan diarahkan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 65
untuk komoditas hortikultura unggulan nasional yang
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.
Jenis komoditas yang dikembangkan diprioritaskan pada
komoditas utama hortikultura yaitu: jeruk, mangga,
manggis, durian, pisang, cabai, kentang, bawang merah,
anggrek, krisan, dan rimpang yang mempunyai pangsa
pasar yang baik.
Gambar 10. Pengembangan Jeruk Keprok Soe di
Kabupaten Timor Tengah Selatan di
Provinsi NTT
66 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Perkembangan kawasan sejak tahun 2010 – 2014
menggambarkan perkembangan luasan yang fluktuatif,
namun pada umumnya pengembangan kawasan
hortikultura pada beberapa sentra menunjukkan jenis
komoditas yang sama pada setiap tahunnya.
Perkembangan jenis komoditas (Buah, Florikultura serta
Sayuran dan Tanaman Obat pada tahun 2010 – 2014
disajikan pada Lampiran 1, 2 dan 3. Sedangkan
perkembangan anggaran yang dialokasikan sejak tahun
2010-2014 disajikan pada Lampiran 4.
Melalui pendekatan kawasan, karakteristik hortikultura
yang spesifik dengan keragaman komoditas yang ada
serta dengan nilai ekonomi yang tinggi dan waktu panen
yang berbeda secara utuh dalam suatu wilayah akan saling
melengkapi dan merupakan potensi ekonomi yang dapat
dijadikan sandaran dalam meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan hortikultura dalam kawasan yang luas
akan menggiring pemahaman dan penghayatan yang
proporsional terhadap makna dan fungsi ekosistem,
infrastruktur, dan pasar selain makna dan fungsi wilayah
administratif bagi para petugas pemerintah dalam
melayani masyarakat agribisnis yang cenderung tidak
terikat kepada batas-batas wilayah administratif tersebut.
Pelayanan terhadap kawasan akan menjadi suatu bentuk
implementasi yang prima dari fungsi pemerintahan Pusat,
Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam kerangka
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 67
desentralisasi pemerintahan. Pengembangan kawasan juga
diharapkan dapat menggiring pelayanan pembangunan
yang lebih bersifat partisipatif.
Perluasan kawasan berdampak terhadap perluasan luas
panen hortikultura yang akhirnya akan berpengaruh
terhadap peningkatan produksi hortikultura. Pada periode
tahun 2010-2014, pengembangan kawasan buah di tahun
2011 mencapai 2.420 ha, meningkat menjadi 9.463 ha di
tahun 2012, namun terjadi penurunan pada 2 tahun
kedepan, yaitu menjadi 5.740 ha di tahun 2013 dan 3.478
ha di tahun 2014 dari target pengembangan kawasan
buah sebesar 5.492 ha. Sedangkan untuk pengembangan
kawasan florikultura, telah berhasil dilaksanakan seluas
Gambar 11. Menteri Pertanian Panen Melon di Kota
Medan
68 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
216 m2 di tahun 2011, meningkat sangat signifikan di
tahun 2012 yaitu menjadi 355.252 m2 dan kembali
meningkat di tahun 2013 yaitu seluas 401.220 m2, namun
di tahun 2014 dari target seluas 498.480 m2 sampai
dengan tanggal 20 Januari 2015 baru tercatat
pengembangan florikultura seluas 491.630 m2.
Untuk pengembangan sayuran, tercatat bahwa data
pengembangan sayuran dan tanaman obat masih menyatu
dengan kata lain belum dipisahkan antara pengembangan
kawasan sayuran dan pengembangan kawasan tanaman
obat. Pada tahun 2011 terdapat pengembangan kawasan
sayuran seluas 918 ha dari target seluas 912 ha, dan di
tahun 2012 seluas 5.226 ha dari target sebesar 5.291 ha.
Sedangkan pada tahun 2013 pengembangan sayuran
dilaksanakan seluas 5.072 ha dari target seluas 5.420 ha,
dan pada tahun 2014 berhasil terlaksana seluas 4.103 ha
dari target seluas 4.512 ha.
Gambar 12. Pengembangan Kawasan Krisan di Kota
Tomohon dan Kabupaten Bandung
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 69
Untuk komoditas tanaman obat, pengembangan kawasan
baru terpisah dengan data kawasan pengembangan
tanaman sayuran sejak tahun 2013, dengan capaian
seluas 686 ha dari target seluas 722 ha, dan di tahun 2014
mencapai 713 ha dari target seluas 750 ha.
Capaian pengembangan kawasan hortikultura di tahun
2014 ini masih dapat berubah dikarenakan data capaian
fisik kegiatan pengembangan kawasan hortikultura di
daerah belum semuanya dilaporkan oleh pelaksana
kegiatan, adapun pelaporan realisasi fisik dan keuangan
tahun 2014 biasanya disampaikan dengan batas akhir
pelaporan di bulan Januari 2015.
4.2 Sekolah Lapangan GAP (SL-GAP)
Dengan telah diterbitkannya Permentan Nomor
48/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Good Agricultural
Practices (GAP) Buah dan Sayuran, maka Indonesia telah
memiliki sistem jaminan mutu sebagai langkah untuk
merespon peningkatan permintaan masyarakat akan buah
bermutu dan aman konsumsi. GAP Buah dan Sayur ini
merupakan suatu standar budidaya yang bersifat umum
dan sukarela, yang operasionalisasinya di tingkat lapang
diterjemahkan dalam bentuk penerapan Standard
Operating Procedure (SOP) spesifik komoditas dan lokasi,
pengendalian hama dan penyakit terpadu serta pencatatan
kegiatan usaha (farm recording).
70 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Penerapan GAP Buah telah dilaksanakan di berbagai
kawasan pengembangan buah-buahan. GAP mengatur
berbagai aspek mulai dari aspek lahan, penggunaan benih,
budidaya, pengendalian OPT hingga penanganan
pascapanen segar. Petani yang telah menerapkan GAP ini
dibuktikan dengan penerbitan nomor registrasi yang
diberikan melalui kegiatan registrasi yang mengacu kepada
Peraturan Menteri Pertanian No. 62/Permentan/OT.140/
10/2010 mengenai Tata Cara Penerapan dan Registrasi
Kebun/lahan Usaha Buah dan Sayur yang baik. Kebun
yang telah mendapat nomor registrasi tersebut diharapkan
siap untuk ditindaklanjuti dengan sertifikasi produk seperti
Prima, Global GAP, maupun berbagai standar jaminan
mutu lainnya. Untuk memberikan apresiasi kepada pelaku
usaha yang telah melaksanakan SL-GAP dan registrasi
kebun dapat dilakukan dengan memberikan alokasi Dana
Tugas Pembantuan baik berupa pengembangan kawasan
maupun sarana prasarana budidaya dan pascapanen
kepada kelompok tani tersebut.
Penanganan pasca panen hortikultura yang baik dan benar
juga berperan dalam peningkatan produksi dan mutu
hortikultura. Untuk mendorong penerapan pascapanen
yang baik telah ditetapkan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 73/Permentan/OT.140/7/2013, tanggal 15 juli 2013
tentang pedoman panen, pascapanen dan pengelolaan
bangsal pascapanen hortikultura yang baik. Kegiatan
sosialisasi pedoman penanganan pascapanen yang baik
dan pembinaan secara intensif mampu meningkatkan
kemampuan petani dalam menangani produk hortikultura
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 71
secara baik sehingga tingkat kehilangan hasil dapat
ditekan dan mutu produk dapat diperbaiki.
Sejak dilaksanakannya SL-GAP pada tahun 2011,
pelaksanaan SL-GAP buah tertinggi terjadi pada tahun
2012 yaitu dengan terlaksananya SL-GAP pada 558
kelompok (159,89 %) dari target sebanyak 349 kelompok,
selanjutnya pada tahun 2014 ini dari target sebanyak 261
kelompok baru tercatat 161 kelompok (Data per tanggal
20 Januari 2015).
Berikut disampaikan keberhasilan pelaksanaan SL GAP
buah yaitu keberhasilan pengembangan kebun salak di
Kabupaten Sleman. Salak merupakan komoditas
indigenous Indonesia dan telah dikembangkan secara
intensif. Kabupaten Sleman merupakan salah satu sentra
salak unggulan nasional dengan kapasitas produksi sekitar
51.121 ton dan luas tanam 1.760 ha. Varietas salak yang
dikembangkan disentra ini adalah Pondoh, Gading,
Manggala dan Madu. Lokasi sentra pengembangan salak di
Kecamatan Tempel, Turi dan Pakem.
Kinerja yang telah dilaksanakan sampai dengan saat ini
yaitu: a) Registrasi kebun dan sertifikasi Prima sudah
dilakukan, kelompok tani sudah berkembang dengan baik
dan telah bergerak ke arah pemasaran, b) Mulai
dikembangkan perencanaan produksi, c) Sudah
melaksanakan pencatatan budidaya (traceability), d)
Sudah ada packing house dan sudah diregistrasi. Sampai
dengan saat ini penerapan SOP dan registrasi telah
dilakukan pada 930 kebun.
72 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Kabupaten Sleman telah bermitra dengan eksportir untuk
memenuhi pasar ekspor khususnya Cina. Kebun salak
yang telah diregistrasi tersebut telah memenuhi
persyaratan telah menerapkan prinsip – prinsip GAP
terutama pada aspek keamanan pangan dan sistem
pencatatan yang memungkinkan dilakukannya
penelusuran balik/ traceability.
Setelah menerapkan GAP pada kebunnya, petani salak di
Kabupaten Sleman kemudian berhasil bermitra dengan
PT. Agung Mustika Selaras, PT. Escorindo Jasa Prima dan
CV. Sumber Buah. Dampak yang diperoleh dari
pengembangan sentra salak ini yaitu: a) Berkembangnya
usaha agribisnis salak pondoh berupa pembibitan, produksi
dan pemasaran, b) Berkembangya usaha pengolahan dan
c) Berkembangnya usaha pendukung seperti kios saprodi,
peralatan panen dan pasca panen (pengemasan) dan jasa
transportasi. Kedepan akan dilakukan: a) Penyediaan
infrastruktur pengairan, b) Sosialisasi dan pendampingan
penerapan GAP/SOP yang lebih intensif, c) Registrasi
kebun dalam skala yang lebih luas serta d) Promosi ke
pasar modern dan ekspor.
Kegiatan penerapan GAP/SOP Buah dan registrasi kebun
ini antara lain meliputi: a) Akselerasi pembimbingan dan
sosialisasi penerapan GAP/SOP, b) Akselerasi registrasi
kebun, c) Pembinaan melalui simulasi kegiatan pencatatan,
d) Pembimbingan asosiasi untuk pemenuhan pasar
modern dan kuota ekspor serta e) Percepatan Penerapan
GAP/SOP dan registrasi kebun.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 73
Untuk SL-GAP Florikultura, capaian tertinggi terdapat pada
pelaksanaan SL-GAP Florikultura di tahun 2013 dengan
capaian 119,64% atau terlakaksana di 67 kelompok dari
target 56 kelompok. Sedangkan pada tahun 2014 baru
tercatat 45 kelompok yang melaksanakan dari target
sebanyak 45 kelompok.
Sedangkan untuk SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat
capaian tertinggi terjadi pada tahun 2011, dimana telah
berhasil dilaksanakan SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat
pada 412 kelompok (172,28%) dari target sebanyak 239
kelompok. Pada tahun 2014 ini baru terealisasi
pelaksanaan SL-GAP Sayuran dan Tanaman Obat pada 150
kelompok (93,16%) dari target 161 kelompok.
Gambar 13. Kebun Salak di Kabupaten Sleman yang Telah Menerapkan GAP
74 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Salah satu contoh keberhasilan petani tanaman obat yang
mendapatkan bantuan fasilitasi sarana budidaya dan
pascapanen tanaman obat oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura sejak tahun 2010 - 2014 adalah Gapoktan
Kemuning di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat. Melalui penerapan GAP ini maka
produksi tanaman obat yang dihasilkan lebih berkualitas,
ramah lingkungan dan berdayasaing. Gapoktan tersebut,
saat ini telah memiliki kerjasama kemitraan jangka
menengah dengan PT. Soho Industri Farmasi, melakukan
penangkaran benih, serta melakukan pengolahan tanaman
obat menjadi produk olahan tanaman obat siap konsumsi
(sudah mendapat ijin BPOM).
Gambar 14. Gapoktan Kemuning Jaya yang telah
Menerapkan GAP Tanaman Obat dan Hasil
Produk Olahannya
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 75
4.3 Sekolah Lapangan GHP
Selain penerapan GAP yang disosialisasikan pada
kelompok-kelompok tani, Kementerian Pertanian melalui
Direktorat Jenderal Hortikultura juga memfasilitasi
penerapan Good Handling Practices (GHP) melalui
pelaksanaan Sekolah Lapangan Good Handling Practices
(SL-GHP). Seperti halnya SL-GAP, pelaksanaan SL-GHP
juga dilakukan untuk komoditas buah, florikultura serta
sayuran dan tanaman obat. Pelaksanaan SL-GHP untuk
komoditas buah berhasil dilakukan sejak tahun 2012, 2013
hingga 2014 sebanyak 155 kelompok, 71 kelompok dan 42
kelompok dari target 53 kelompok. SL-GHP florikultura
dilakukan sebanyak 53 kelompok di tahun 2012, tahun
2013 sebanyak 34 kelompok dan di tahun 2014 dari target
28 kelompok, sampai dengan tanggal 20 Januari 2015
baru tercatat pelaksanaan SL-GHP florikultura sebanyak
33 kelompok. Sedangkan untuk SL-GHP sayuran dan
tanaman obat pada tahun 2012, 2013 dan 2014 telah
dilaksanakan sebanyak 89 kelompok, 54 kelompok dan 48
kelompok dari target 58 kelompok.
Upaya lain yang juga dilakukan dalam rangka
meningkatkan daya saing melalui perbaikan mutu produk
hortikultura adalah registrasi packing house. Pada tahun
2012 Kementerian Pertanian telah melaksanakan fasilitasi
registrasi packing house di sentra-sentra hortikultura
sebanyak 21 unit.
76 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
4.4 Registrasi Kebun/Lahan Usaha
Dengan adanya penerapan SL-GAP oleh petani, maka
dapat mendorong terbentuknya kebun-kebun yang
teregistrasi. Pada tahun 2011 telah dilakukan registrasi
kebun buah sebanyak 474 kebun buah, tahun 2012
sebanyak 839 kebun, tahun 2013 sebanyak 815 kebun dan
tahun 2014 sebanyak 799 kebun dari target 830 kebun
(data tahun 2014, per tanggal 20 Januari 2015).
Sedangkan, registrasi lahan usaha sayur dan tanaman
obat pada tahun 211 sebanyak 249 lahan usaha, tahun
2012 telah mencapai 624 lahan usaha, kemudian di tahun
2013 dilakukan registrasi pada 916 lahan usaha dan tahun
2014 sebanyak 1.340 lahan usaha dari target 1.186 lahan
usaha. Untuk registrasi lahan usaha florikultura pada tahun
2011 telah berhasil dilaksanakan sebanyak 98 lahan
usaha, tahun 2012 sebanyak 29 lahan usaha, tahun 2013
sebanyak 30 lahan usaha, dan tahun 2014 sebanyak 124
lahan usaha dari target sebanyak 73 lahan usaha.
4.5 Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu
(SLPHT)
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
secara terpadu memiliki arti penting dalam mendukung
pertanian berkelanjutan. Hal ini dikarenakan konsep
dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) selaras dengan
konsep dalam pertanian berkelanjutan, serta merupakan
kebijakan yang disahkan oleh Undang-Undang. Konsep
PHT merupakan komponen integral dari sistem pertanian
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 77
berkelanjutan dan bertujuan tidak hanya mengendalikan
populasi hama tetapi mempertahankan tingkat produksi
dan kualitas produksi pada taraf tinggi serta meningkatkan
penghasilan dan kesejahteraan petani.
PHT merupakan dasar kebijakan dalam melaksanakan
pengamanan produksi hortikultura dari gangguan OPT.
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
merupakan kegiatan yang dilaksanakan terus menerus dan
berkesinambungan.
Pelaksanaan SLPHT mempunyai prinsip melakukan
pemberdayaan petani dan mampu merubah perilaku
menuju perilaku yang lebih baik dalam melakukan
budidaya tanaman sehat dengan memanfaatkan musuh
alami dan agensia hayati dalam pelaksanaan usaha tani
sehingga diharapkan petani menjadi mandiri.
Kelembagaan Perlindungan Tanaman yang sudah
terbentuk sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 ini
adalah Kelompok Tani dalam SLPHT sebanyak 2.134
kelompok, dengan rincian pada tahun 2011 telah
dilaksanakan sebanyak 345 SLPHT, tahun 2012 sebanyak 518
SLPHT, tahun 2013 sebanyak 645 SLPHT dan tahun 2014
berdasarkan data per tanggal 20 Januari 2015 telah dilakukan
sebanyak 626 SLPHT dari target sebanyak 660 SLPHT.
78 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Pelaksanaan SL-PHT selama ini telah memberikan dampak
positif bagi perkembangan pembangunan hortikultura di
Indonesia. Adapun beberapa manfaat yang bisa diperoleh
diantaranya: a) meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan petani dalam pengendalian OPT Hortikultura;
b) menjadikan petani ahli dalam mengendalikan OPT di
lahannya sendiri; c) mendidik petani agar menjadi manajer
Pengendalian Hama Terpadu yang efektif dan ramah
lingkungan di lahan usaha taninya sehingga diharapkan
berdampak besar terhadap peningkatan produksi baik
kuantitas maupun kualitas, sehingga tersedianya
hortikultura yang aman konsumsi dan mempunyai daya
saing di pasar global.
Gambar 15. Pengamatan Agroekosistem pada Kegiatan
SLPHT Cabai dan Bawang Merah
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 79
4.6 Kegiatan Fasilitasi Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan Melalui
Pemanfaatan Counterpart Fund - Second Kennedy Round (CF-SKR)
Selain melalui dukungan dana APBN, kegiatan fasilitasi
pengembangan sayuran dan tanaman obat berkelanjutan
pada tahun 2011-2012 mendapatkan bantuan luar negeri
melalui Counterpart Fund - Second Kennedy Round (CF-
SKR). Jumlah bantuan yang diberikan pada tahun 2011
sebesar Rp. 3.000.000.000,- dari Pemerintah Jepang
dengan Advisor JICA sebagai verifikator. Anggaran ini
dimasukkan dalam APBN Tahun 2011. Fasilitasi
Pengembagan Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan
tersebut dilakukan di empat provinsi, empat
kabupaten/kota meliputi; 1) Provinsi Kalimantan Tengah
(KT. Mandiri, Kecamatan Kapuas Murung, Kabupaten
Kapuas), 2) Provinsi Kalimantan Selatan (KT.Suka Mulya,
Kecamatan Liang Anggung, Kota Banjarbaru), 3) Provinsi
Sulawesi Tenggara (KT. Sri Rejeki, Kecamatan Konda dan
KT. Sri Serdana, Kecamatan Ranomeeto Barat,
Kabupaten Konawe Selatan), dan 4) Provinsi Nusa
Tenggara Timur (Gapoktan Rindu Makmur, Kecamatan
Fatuleu, dan Gapoktan Hidup Baru, Kecamatan Amarasi,
Kabupaten Kupang). Sehingga terdapat sejumlah enam
kelompok tani dan 223 orang petani sebagai penerima
sasaran kegiatan. Sedangkan untuk tahun 2012, bantuan
dana CF-SKR diberikan untuk bantuan Penanganan
Sayuran Pasca Erupsi Merapi di Provinsi D.I Yogyakarta,
dengan 2 kelompok tani penerima yaitu KT. Sumber
80 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Rejeki (32 orang), dan KT.Sido Makmur (27 orang) di
Kabupaten Sleman, dengan jumlah anggaran yang
diterima yaitu sebesar Rp. 90.000.000,- untuk masing-
masing kelompok.
Penyaluran dana bantuan kepada kelompok tani
dimanfaarkan untuk; 1) Sarana dan prasarana berupa
renovasi kandang ternak, rumah kompos, rumah sayur,
pengadaan bak penampung, motor roda tiga, pompa air
dan selang, alat pencacah kompos, serta keranjang sayur
dan gerobak dorong, 2) Pengadaan sapi dan
pemeliharaannya, 3) Budidaya sayuran dan jagung
(pengadaan benih dan saprodi). Disamping itu, melalui
dana CF-SKR ini juga dilakukan; peningkatan kualitas
SDM melalui; pelatihan dan magang tentang teknologi
pertanian berkelanjutan, serta Focus Group Discussion.
Melalui bantuan dana CF-SKR ini, secara umum telah
memberikan manfaat kepada petani penerima antara
lain; meningkatnya ketrampilan dalam melaksanakan
budidaya sayuran yang diintegrasikan dengan jagung
dan ternak, meningkatnya kemampuan dan manajerial
petani, serta alih teknologi dari petani yang mendapatkan
bantuan kepada masyarakat sekitar.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 81
BAB V.
SERAPAN ANGGARAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
TAHUN 2010-2014
Direktorat Jenderal Hortikultura selama 5 tahun terakhir
mendapatkan alokasi anggaran yang cenderung meningkat
setiap tahunnya, namun pada tahun 2014 ini alokasi anggaran
lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2013. Rincian
alokasi anggaran yang diterima oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura sejak tahun 2010 hingga saat ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 23. Alokasi Anggaran Direktorat Jenderal
Hortikultura Tahun 2010 - 2014
No Tahun
Anggaran (Rp.000)
Pagu Awal Pagu Revisi
Realisasi Realisasi
(%)
1 2010 308.588.564 418.968.750 357.050.663 85,22
2 2011 516.310.000 606.335.773 551.554.884 90,97
3 2012 581.888.300 565.520.091 534.656.445 94,54
4 2013 809.545.748 736.958.730 584.536.029 79,32
5 2014*) 623.504.800 524.669.821 467.782.705 89,16
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010-2014 Keterangan: *) posisi sampai dengan tanggal 20 Januari 2015
82 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Pada tahun 2010, Direktorat Jenderal Hortikultura
mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp.308.588.564.000,-
dan kemudian terdapat revisi menjadi sebesar
Rp.418.968.750.000,- capaian realisasi anggaran pada tahun
2010 sebesar Rp.357.050.663.000,- atau 85,22% .
Pada awalnya besaran alokasi anggaran tahun 2011 adalah
sebesar Rp.516.310.000.000,- dan kemudian ditetapkan dalam
Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) sebesar
Rp.517.471.103.000,- . Dari total pagu tersebut terdapat
beberapa kegiatan yang diblokir dan telah diperjuangkan
sehingga anggaran menjadi sebesar Rp.504.335.773.000.
Gambar 16. Perkembangan Alokasi Anggaran dan Realisasi
Keuangan Ditjen Hortikultura Tahun 2010-
2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 83
Di penghujung triwulan III Direktorat Jenderal Hortikultura
mendapatkan tambahan alokasi dana dalam APBN-P sebesar
Rp.102.000.000.000,- sehingga menjadi sebesar
Rp.606.335.773.000,-. Dengan capaian realisasi keuangan
sebesar Rp. 551.554.884.000,- atau 90,97%.
Pagu awal tahun 2012 sesuai dengan penetapan kinerja (PK)
adalah sebesar Rp. 581.888.300.000,- dan selanjutnya menjadi
Rp.565.520.091.000,- karena adanya penghematan sebesar
Rp. 5.489.810.000,- dan pada saat yang sama mendapatkan
tambahan anggaran dana reward dari Kementerian Keuangan
sebesar Rp.1.500.000.000,- yang dimanfaatkan untuk
memperkuat pelaksanaan pengelolaan data dan informasi
hortikultura. Realisasi keuangan yang dicapai pada tahun 2012
adalah sebesar Rp.534.656.445.000,- atau 94,54% dari pagu
anggaran. Realisasi keuangan tahun 2012 lebih tinggi jika
dibandingkan dengan capaian realisasi tahun sebelumnya.
Pada tahun 2013, pagu awal adalah sebesar
Rp. 809.545.748.000,- dan selanjutnya menjadi sebesar
Rp.736.958.730.000,- karena adanya penghematan sebesar
Rp.72.587.018.000,-, capaian realisasi keuangan sebesar
Rp.584.536.029.000,- atau 79,32%. Rendahnya capaian
realisasi keuangan ini dikarenakan beberapa hal, antara lain;
beberapa kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan atau tidak
terserap secara optimal seperti kegiatan pengembangan sistem
perlindungan hortikultura dengan realisasi keuangan yang
rendah disebabkan karena terdapat beberapa output kegiatan
yaitu pengelolaan dan pengendalian OPT Hortikultura dan
84 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
sarana prasarana berupa ME Block, Lightrap Knock Down dan
Sticky Trap tidak terealisasi karena hanya ada satu
produk/perusahaan yang menyediakan sehingga apabila
dilaksanakan akan melanggar Perpres No. 54 Tahun 2010 yang
cenderung menjadi penunjukan langsung. Sedangkan, untuk
pengadaanTrichokompos, Gentong, dan Atraktan nabati proses
administrasinya secara teknis sudah selesai tetapi tidak dapat
dilaksanakan. Beberapa kabupaten/kota tidak dapat
melaksanakan kegiatan pengembangan kawasan disebabkan
karena benih yang akan ditanam belum memenuhi spesifikasi
teknis (ukuran tinggi benih masih kurang) sehingga berdampak
pada penundaan waktu tanam di lapangan bahkan ada
beberapa benih yang tidak memenuhi persyaratan teknis
seperti pengembangan kawasan buah di Kabupaten Lebong,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Sorong, Kabupaten Kulon
Progo, Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
Sedangkan pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Hortikultura
mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp.623.504.800.000,-
namun terdapat pemotongan anggaran hingga pagu revisi
menjadi Rp.524.669.821.000,- dan sampai dengan tanggal 20
Januari 2015 telah terealisasi sebesar Rp.467.782.705.000,-
atau 89,16%. Belum optimalnya capaian serapan realisasi
keuangan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain: Adanya
Surat Edaran KPK No.B-14/01-15/01/2014 tentang Penundaan
Pelaksanaan Bansos sampai dengan selesainya pemilihan
umum pada bulan Juli 2014, terjadinya harga penawaran yang
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 85
lebih rendah dari harga di POK sehingga terjadi efisiensi
penggunaan anggaran, tidak terserapnya perjalanan
menghadiri pertemuan di luar kota, uang lembur dan belanja
pegawai transito serta tidak dilaksanakannya beberapa
kegiatan pada Satker di Kabupaten Lebong, Bantul, dan
Bulungan. Pada Kabupaten Lebong kegiatan tidak dilaksanakan
karena ketidaksiapan satker, sehingga gagal dalam proses
pengadaan bibit. Sedangkan pada Kabupaten Bantul kegiatan
terhambat dan menjadi tidak dapat dlaksanakan karena
adanya pergantian Kepala Dinas selaku KPA yang berulang kali
(3 kali), adanya kesalahan lokasi pembayaran KPPN, sudah
lewatnya musim tanam menyebabkan pengembangan kawasan
cabai dan bawang merah tidak dapat dilaksanakan (musim
tanam cabai dan bawang biasanya dilaksanakan pada bulan
Juli – Agustus), ditambah dengan SK kegiatan (SK Penetapan
Kelompok Tani Penerima Bantuan) yang menyatu dengan
pengembangan kawasan menyebabkan kegiatan lainnya
seperti SL-GAP, SL-GHP dan pengadaan sarana pascapanen
tidak dapat dilaksanakan. Untuk Kabupaten Bulungan, kegiatan
tidak dapat dilaksanakan disebabkan karena pihak ketiga
pemenang lelang pengadaan bibit jeruk mengundurkan diri
(tidak sanggup, tanpa alasan jelas namun tidak membuat surat
yang menyatakan ketidaksanggupan), sedangkan untuk
menunjuk pemenang kedua sudah terlambat dikarenakan
waktu pelaksanaan kegiatan yang tidak mencukupi.
86 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 87
BAB VI. PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT
6.1 Permasalahan
Beberapa permasalahan dan hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura tahun
2010 hingga 2014 secara umum adalah sebagai berikut:
1. Penyerapan anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura
selama lima tahun terakhir belum maksimal, hal ini
disebabkan karena:
a. Lemahnya aspek manajerial Satker di daerah;
b. Tingginya frekuensi pergantian pejabat pengelola
Satker (KPA/PPK/Bendahara/ ULP) di tengah
proses kegiatan sehingga menghambat proses
kegiatan;
c. Proses revisi DIPA serta proses revisi POK/ROK
beberapa kegiatan untuk penghematan di
triwulan pertama, sehingga pelaksanaan kegiatan
menjadi terlambat (baru dilaksanakan di triwulan
kedua);
d. Seringnya terjadi alih tugas atau mutasi SDM di
lingkup Satker daerah, sehingga menghambat
penyelesaian kegiatan. Hal ini terjadi pada
petugas pelaporan, baik SIMAK BMN, SAI, RSPH,
maupun SIMONEV, sehingga mengakibatkan
berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan tidak
terlaporkan secara baik dan sistematis;
88 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
e. Keterbatasan jumlah dan kemampuan SDM pada
pengelolaan Satker di daerah terutama yang
mendapatkan alokasi dana cukup besar dan
melibatkan Eselon I lainnya.
2. Secara umum pengembangan kawasan hortikultura
telah berjalan dengan baik namun demikian masih
perlu dukungan pihak terkait baik di pusat maupun
daerah (provinsi dan kabupaten/ kota). Untuk
perbaikan kinerja pengembangan kawasan perlu
adanya perencanaan yang dilengkapi dengan
dokumen acuan berupa profil, roadmap, rancang
bangun, peta kawasan, proposal pengembangan, baik
untuk skala nasional maupun regional.
3. Pada kegiatan pengembangan komoditas buah,
sayuran, tanaman obat dan florikultura, permasalahan
terutama adalah:
a. Masih belum optimalnya penerapan budidaya
yang baik dan benar sesuai Pedoman Budidaya
yang Baik dan Benar atau Good Agriculture
Practices / dan Standar Operating Procedur/SOP
dan Penanganan Pascapanen yang Baik atau
Good Handling Practices (GHP) sehingga produksi
dan mutu produk yang dihasilkan belum mampu
memenuhi permintaan pasar;
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 89
b. Tingkat kehilangan/kerusakan hasil pada proses
penanganan pascapanen masih relatif tinggi (± 35
– 40 %) pada beberapa komoditas buah dan
sayur karena belum adanya kesadaran dari
sebagian petani/kelompok tani dan pelaku usaha
mulai dari kebun sampai produk di tangan
konsumen untuk menerapkan penanganan
pascapanen yang baik dan benar sesuai Good
Handling Practices (GHP);
c. Terbatasnya sarana dan prasarana untuk
mendukung penanganan pascapanen yang baik
sesuai prinsip GHP;
d. Pelaksanaan sosialisasi penerapan GAP/GHP/SOP
di daerah-daerah, sudah berjalan baik namun
belum optimal, dikarenakan keterbatasan dana,
serta belum optimalnya dukungan dari pemerintah
daerah dan pelaku usaha;
e. Masih lemahnya kelembagaan agribisnis
hortikultura, terutama dalam pengelolaan usaha;
f. Keterbatasan kepemilikan modal yang dimiliki
petani dan fasilitas kredit yang tersedia kurang
dapat diakses oleh petani (kewajiban penyediaan
agunan);
g. Kondisi infrastruktur khususnya jalan di daerah
produksi belum memadai dan terbatasnya sarana
transportasi berpendingin menyebabkan tingginya
resiko kerusakan produk dan meningkatnya biaya
distribusi;
90 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
h. Fasilitasi pemasaran masih didominasi oleh
tengkulak dan padagang pengumpul sehingga
petani belum mampu berperan dan posisi tawar
petani menjadi lemah;
i. Pengaturan pola produksi sayuran utama telah
berjalan dengan baik namun belum optimal
karena komitmen antara pelaku usaha dan dinas
pertanian di daerah tentang pengaturan pola
produksi belum berjalan baik. Selain itu,
kurangnya informasi pasar dan produksi dari
daerah-daerah sentra produksi menyebabkan
kegiatan budidaya/produksi yang dilakukan lebih
banyak berdasarkan kebiasaan setempat tanpa
analisa pasar.
4. Pengembangan sistem perbenihan hortikultura
menemui beberapa permasalahan di lapangan, antara
lain:
a. Penguatan sistem perbenihan hortikultura
terutama dalam pembinaan dan penumbuhan
penangkar benih hortikultura, pengawasan mutu
dan sertifikasi benih, penguatan kelembagaan dan
fasilitasi pembinaan perbenihan masih belum
optimal meskipun upaya terus dilakukan;
b. Permasalahan benih tanaman buah; a) Untuk
memproduksi benih tanaman buah diperlukan
waktu relatif lama sekitar 1 sampai 2 tahun
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 91
tergantung dari komoditas, sedangkan permintaan
benih seringkali mendadak, b) Untuk
memproduksi benih dalam skala besar belum
dapat dipenuhi oleh penangkar benih karena
keterbatasan modal, keterbatasan SDM terampil
dalam menerapkan teknologi perbanyakan benih
dan belum dibarengi adanya jaminan pemasaran;
c. Permasalahan dalam pengembangan benih
tanaman sayuran dan tanaman obat adalah; a)
Industri perbenihan sayuran belum berjalan
dengan baik, b)
Keterbatasan benih sumber, c) Sebagian besar
penangkar benih masih berstatus informal
sehingga kegiatannya belum diawasi BPSBTPH, d)
Balai Benih yang memproduksi benih sayuran
masih sangat terbatas, e) Sebagian besar petani
sayuran masih menggunakan benih sendiri dari
pertanaman konsumsi dikarenakan disamping
terbatasnya ketersediaan benih bersertifikat juga
kesadaran petani terhadap manfaat penggunaan
benih bersertifikat masih rendah, f) Telah banyak
varietas sayuran yang dilepas oleh Menteri
Pertanian, namun dalam perkembangannya
sebagian besar dari varietas tersebut tidak/kurang
berkembang, g) Minat petani terhadap jenis
unggul lokal cukup baik, namun masih banyak
yang belum dilepas, h) Penangkar benih sudah
cukup banyak tetapi karena supply-demand tidak
jelas, minat penangkar untuk memproduksi benih
menjadi rendah;
92 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
d. Permasalahan dalam pengembangan benih
tanaman florikultura adalah; a) Jumlah
varietas yang telah dilepas sangat terbatas, b)
Kurangnya sosialisasi varietas baru serta
kurangnya sosialisasi terhadap varietas-varietas
yang sudah dilepas oleh Mentan, sehingga
varietas-varietas tersebut kurang berkembang
dimasyarakat, c) Benih sumber terbatas dan
masih didatangkan dari luar negeri (impor), hal ini
disebabkan karena belum adanya
perusahaan/breeder dalam negeri yang mampu
menghasilkan benih tersebut;
e. Permasalahan perbenihan yang lainnya adalah; a)
Terbatasnya varietas yang diminati dan selera
pasar yang cepat berubah, perubahan permintaan
pasar yang sangat cepat menyebabkan sering
terjadinya pelaku usaha tanaman mendatangkan
benih dari luar negeri yang jenis maupun
varietasnya disukai di masyarakat, b) Lemahnya
penguasaan teknologi produksi; khususnya
petani/penangkar benih yang memproduksi benih
untuk kebutuhan sendiri belum menguasai
teknologi yang spesifik bagi masing-masing jenis
tanaman, c) Terbatasnya sarana produksi benih,
d) Lemahnya permodalan penangkar benih, dan
e) Keterbatasan kemampuan dan petugas
perbenihan yang mengelola SIM perbenihan,
sehingga informasi/data tidak dapat tersedia
setiap saat serta f) Belum optimalnya software
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 93
perbenihan hortikultura serta keterbatasan
hardware perbenihan hortikultura di instansi
perbenihan;
4. Permasalahan yang ditemui dalam pengembangan
sistem perlindungan yaitu:
a. Pengembangan sistem perlindungan OPT
hortikultura pada UPTD BPTPH masih belum
didukung sarana laboratorium yang memadai
untuk standar pelayanan minimal;
b. Masih rendahnya tingkat pemahaman dan
pengetahuan petani terhadap identifikasi OPT,
sehingga penggunaan bahan kimia masih
merupakan alternatif pertama dalam sistem
pengelolaan OPT hortikultura oleh petani. Selain
itu, bahan pengendalian OPT Hortikultura belum
tersedia pada tingkat lapang yang bersifat ramah
lingkungan (Agens Hayati ataupun biopestisida);
c. Sumber Daya Manusia (kuantitas dan kualitas)
serta sarana dan prasarana dalam pengembangan
sistem perlindungan masih sangat terbatas,
sehingga cukup menyulitkan para petugas POPT –
PHP dalam meng-cover wilayah kerja.
Minimnya sarana atau tool kit yang seharusnya
terpenuhi untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan POPT antara lain, buku pedoman
perlindungan bergambar, alat pengolah data,
94 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data
cuaca/iklim. Sedangkan prasarana yang belum
memadai antara lain ruangan laboratorium untuk
pengembangan agens hayati dan biopestisida;
d. Pengembangan agens hayati masih terkendala;
belum tersedianya payung hukum, minimnya
ketersediaan bahan starter di pasaran, serta
kurangnya pemahaman dan ketrampilan petani
dan petugas POPT dalam teknik pengembangan
agens hayati di tingkat lapangan (belum semua
petugas terampil).
6. Kelembagaan petani masih lemah sehingga diperlukan
pembinaan secara berkelanjutan baik dari aspek
budidaya (SL GAP, registrasi kebun, SL PHT), maupun
pascapanen (SL GHP) selama melaksanakan kegiatan
maupun setelah kegiatan berakhir, diperlukan
penyempurnaan Pedoman Teknis kegiatan
pengembangan hortikultura agar memperhatikan
keberlanjutan kegiatan dalam kelompok tani yang sama
(tanaman florikultura, tanaman buah tahunan,
rimpang) sebagai pengutuhan kegiatan sehingga
kemandirian kelembagaan dapat tercapai,
7. Kondisi iklim masih sangat berpengaruh terhadap
pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura,
antara lain mundurnya waktu tanam, hasil produksi
komoditas hortikultura tidak maksimal.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 95
6.2 Upaya Tindak Lanjut
Beberapa upaya tindaklanjut yang telah dan akan
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura untuk
perbaikan tersebut, antara lain:
1. Penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) secara
optimal. Sesuai PP 60 Tahun 2008 menyatakan
bahwa SPI adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Diharapkan kegiatan
di Direktorat Jenderal Hortikultura berdasarkan SPI,
2. Mematuhi anjuran dan arahan Menteri Pertanian
sesuai dengan target-target serapan Triwulanan
sehingga fokus kegiatan dapat lebih terarah
utamanya dalam kaitannya dengan serapan dan
realisasi kegiatan,
3. Efisiensi dan harmonisasi cara kerja kesatkeran serta
membuat skala prioritas kegiatan-kegiatan pokok
sesuai dengan dengan dukungan penganggaran yang
memadai; disamping itu berusaha memperbaiki
pengelolaan manajemen kesatkeran utamanya pola
koordinasi dan optimalisasi SDM pengelola kegiatan,
96 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
4. Berupaya menghindari pergantian KPA, PPK maupun
Bendahara. Sebaiknya KPA/PPK tidak harus dijabat
oleh seorang Kepala Dinas, tetapi bisa dijabat oleh
seorang staf yang telah lulus atau memiliki sertifikat
sebagai pejabat pengadaan barang dan jasa,
5. Perencanaan anggaran kegiatan lebih cermat lagi
untuk menghindari kesalahan AKUN/ADK dan lain-
lain, selain itu percermatan terhadap DIPA dan POK
dilakukan diawal sehingga jika terjadi kesalahan
dapat segera dilakukan revisi/ralat,
6. Persiapan pengadaan, HPS dan penyaluran maupun
identifikasi CPCL dilakukan lebih cermat. Diupayakan
pengadaan barang dapat dilaksanakan pada triwulan
I, karenanya perlu dilakukan pendampingan lebih
intensif kepada ULP,
7. Meningkatkan upaya-upaya perbaikan atas saran dan
masukan pengawas fungsional, utamanya dalam
perbaikan berbagai dokumen perencanaan dan
peningkatan kualitas hasil kegiatan, misalnya melalui
optimalisasi SPI dan pengendalian internal serta
penegakan Sistem AKIP (Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah),
8. Pengkaderan dan harmonisasi SDM harus tetap
berjalan sehingga pada saatnya pengalih tugasan
tidak terhambat. Selain itu pula, kompetensi SDM
(teknis maupun administrasi) akan ditingkatkan
melalui pembinaan, penyuluhan, pelatihan, sosialisasi,
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 97
apresiasi, bimbingan teknologi dan pelatihan
manajemen baik di tingkat pusat maupun di daerah,
9. Perlu adanya penerapan reward dan punishment
dalam mendukung dan menegakkan reformasi
birokrasi yang diyakini dapat meningkatkan kinerja
petugas dalam menjalankan tugas dan kewajibannya,
10. Melakukan penyempurnaan dokumen-dokumen
pemantapan kawasan hortikultura, sekaligus
pengawalan dan pembinaan pelaksanaan
pengembangan kawasan secara fisik di lapangan,
11. Melakukan pertemuan dan koordinasi yang intensif
antara pusat, provinsi dan kabupaten dalam rangka
mempercepat pelaksanaan kegiatan strategis,
12. Upaya pemecahan masalah untuk kegiatan
pengembangan produksi komoditas hortikultura
(buah, sayuran dan tanaman obat serta florikultura)
sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan/pendampingan/sosialisasi
penerapan teknologi budidaya yang baik dan
benar (Good Agricultural Practices/GAP) dan
Standar Prosedur Operasional (SOP) budidaya
tanaman sesuai dengan spesifik komoditas dan
lokasi sesuai,
b. Melakukan pembinaan dan pendampingan dalam
penerapan pembinaan Good Handling Practices
sesuai dengan Permentan No. 73 tahun 2013
mengenai Pedoman Panen, Pascapanen dan
Pengelolaan Bangsal Pascapanen Hortikultura
98 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
yang Baik yang bertujuan menekan
kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang daya
simpan, mempertahankan kesegaran,
meningkatkan daya guna, meningkatkan nilai
tambah dan daya saing, meningkatkan efisiensi
penggunaan sumberdaya dan sarana dan
memberikan keuntungan yang optimum dan/atau
mengembangkan usaha pascapanen yang
berkelanjutan,
c. Pengadaan bangsal pascapanen (packing house)
dan sarana pendukung pascapanen berupa alat
angkut bermotor, keranjang panen, gerobak
dorong, alat pemetik panen, kantong panen, bak
pemetik mangga, bak pencuci mangga, kemasan
karton, gunting panen, kardus dan lain-lain yang
dapat difasilitasi oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah,
d. Memberikan bantuan sarana penanganan panen
dan pascapanen kepada kelompoktani/
gapoktan/asosiasi dan pembinaan packing house,
e. Pemberdayaan kelembagaan (petani, kelompok
tani, gapoktan, asosiasi) yang belum berkembang
dan penguatan kelembagaan yang sudah maju
untuk memperkuat posisi tawar dalam pemasaran
komoditas hortikultura. Kelembagaan yang
tumbuh harus benar-benar mengakar sampai ke
tingkat petani yang paling bawah sehingga
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 99
diharapkan benar-benar kuat dan mandiri.
Kelembagaan petani perlu diberdayakan menjadi
kelembagaan agribisnis yang menangani usaha
budidaya dan sekaligus pemasaran,
f. Meningkatkan investasi di bidang agribisnis
hortikultura melalui penerapan KKPE (Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi), KUR (Kredit
Usaha Rakyat) untuk menggerakkan dan
memfasilitasi berkembangnya investasi agribisnis
hortikultura pada sentra-sentra produksi,
g. Optimalisasi fungsi tim investasi dalam
mengaktifkan sinergi antara swasta dan pelaku
usaha melalui koordinasi program kemitraan,
sosialisasi regulasi terkait dan menyiapkan profil
investasi hortikultura (yang kini sedang dirintis),
h. Pengaturan pola produksi sayuran utama akan
dilakukan penyempurnaan pelaksanaannya yang
semula dua kali dalam setahun, kedepan akan
dilaksanakan tiga atau empat kali dalam setahun,
dengan harapan data pola produksi lebih akurat
dan dapat menjamin keseimbangan supply-
demand baik untuk pasar domestik maupun untuk
ekspor. Memberdayakan pelaku usaha untuk
menjadi sumber data di lapangan,
mengoptimalkan informasi pasar melalui
kerjasama dengan pemerintah daerah,
100 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
i. Memperpendek rantai pasar, mengupayakan
petani dapat akses langsung ke pasar,
j. Ke depan, daerah-daerah yang mengajukan
sebagai pelaksana pengembangan kawasan
komoditas hortikultura, dipersyaratkan dapat
menyediakan dana APBD sebagai pendamping
dan pendukung kegiatan yang diajukan tersebut,
untuk meminimalisasi penolakan pelaku usaha
dalam berbudidaya komoditas hortikultura,
k. Untuk pengembangan kawasan florikultura bahwa
konsepsi program integrasi krisan dari hulu ke hilir
mulai dari Litbang sampai pemasaran telah
mampu mengungkit minat usaha pada krisan,
l. Linkage kerjasama dengan Kementerian lain pada
Pengembangan Green City yang sedang dirintis
akan menciptakan pasar dalam negeri pada
tanaman pot dan Lansekap,
m. Program unggulan pada pasca panen adalah
tersedianya sarana dan prasarana seperti Outlet,
cooling mobil, sepeda motor roda 3 dan peralatan
lainnya merupakan upaya perbaikan menuju
florikultura yang berdaya saing,
13. Tindak Lanjut yang diupayakan untuk mengatasi
permasalahan sistem perbenihan hortikultura yaitu:
a. Meningkatkan pembinaan kepada penangkar
benih hortikultura dan pemantapan sistem
perbenihan khususnya dalam optimalisasi BBH
dan BPSBTH. Penguatan sistem perbenihan secara
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 101
luas yang meliputi; a) Pemberdayaan
kelembagaan perbenihan, b) Perbaikan sistim
informasi supply/demand benih, c) Fasilitasi akses
modal untuk mendukung pengembangan
perbenihan, d) Penumbuhan penangkar di sentra-
sentra produksi, e) Pemberdayaan stakeholder
perbenihan untuk menciptakan varietas yang
berdayasaing dengan teknologi produksi f) Pilot
proyek penangkaran benih bermutu,
b. Pembinaan penangkar-penangkar benih buah
terutama di daerah luar Jawa masih sangat
diperlukan, dalam rangka antisipasi jumlah SDM
yang masih terbatas dan peningkatan penerapan
teknologi produksi benih,
c. Distribusi Benih sumber tanaman buah sangat
diperlukan guna merangsang penumbuhan
penangkar benih tanaman buah di daerah dan
mengoptimalkan peran Balai Benih Hortikultura di
berbagai daerah terutama Balai Benih Hortkutura
di luar Jawa dalam penyediaan sumber mata
tempel untuk perbanyakan benih berikutnya serta
sebagai pohon koleksi,
14. Tindak lanjut dalam upaya perbaikan sistem
perlindungan hortikultura adalah:
a. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM POPT dan
sarana pengamatan OPT dan iklim, serta gerakan
pengelolaan OPT Hortikultura ramah lingkungan
dengan optimalisasi pelaksanaan SLPHT, Klinik
PHT, dan pengembangan agens hayati pada
102 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
masing-masing lokasi kawasan pengembangan
hortikultura dan peningkatan kualitas
laboratorium pengamatan hama penyakit serta
laboratorium pestisida pada wilayah tertentu,
b. Revitalisasi SLPHT hortikultura mendesak
dilakukan dengan melibatkan pakar dan
stakeholder, agar pelaksanaannya di lapangan
sesuai pedum, sehingga pengendalian OPT ramah
lingkungan dan tersedianya mutu produk aman
konsumsi makin meningkat dari tahun ke tahun,
c. Peningkatan kapasitas tenaga LPHP/BPTPH ke
arah profesionalisme melalui kegiatan
pemberdayaan, antara lain jenjang pendidikan,
pelatihan, dan magang,
d. Mendorong segera penyediaan Permentan tentang
produksi dan peredaran pestisida biologi sehingga
penggunaan dan pengembangan bahan
pengendali OPT ramah lingkungan meluas di
masyarakat tani,
e. Tersedianya peta rawan banjir dan kekeringan
untuk daerah kawasan dan pengembangan
hortikultura, sehingga di musim kemarau
khususnya tanaman mengalami gagal panen atau
produktifitas rendah akibat cekaman kekeringan.
Bahkan untuk kegiatan Bansos sering menjadi
temuan rendahnya capaian fisik karena
penanaman tertunda akibat sumber air dilokasi
kegiatan mengalami kekeringan,
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 103
f. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan
perlindungan dalam rangka kesejahteraan petani,
untuk itu diperlukan perencanaan dan koordinasi
yang baik antara satker, ULP dan tim teknis
kegiatan, sehingga tersedianya sarana
perlindungan sesuai rencana.
15. Menyediakan teknologi tepat guna dalam
mengantisipasi kondisi iklim (kelebihan hujan dan
kekeringan) sehingga dampak iklim pada pertanaman
dapat diminimalisir. Dalam hal ini Direktorat Jenderal
Hortikultura akan berkoordinasi dengan instansi
terkait seperti Badan Litbang dan Ditjen PSP.
104 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 105
BAB VII
P E N U T U P
Selama periode 2010 -2014 Direktorat Jenderal Hortikultura
telah melaksanakan program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Hortikultura
Berkelanjutan, yang mencakup sub program; 1) Peningkatan
produksi buah, florikultura, sayuran dan tanaman obat,
2) Pengembangan sistem perbenihan, 3) Pengembangan
sistem perlindungan tanaman, 4) Dukungan manajemen dan
layanan teknis. Kegiatan dalam program ini telah banyak
difasilitasi melalui pendanaan dari APBN, APBD, BUMN/D, serta
dukungan dari pelaku usaha/swasta dan masyarakat tani.
Dalam merumuskan program, perencanaan, kebijakan dan
kegiatan pembangunan hortikultura telah dilakukan dipayungi
dengan merujuk pada UU No 13 tahun 2010 tentang
Hortikultura. Beberapa amanah UU ini yang telah dijadikan
acuan pelaksanaan kegiatan selama periode 2010 - 2014,
antara lain adalah :
1. Pengembangan Kawasan Hortikultura
Pengembangan hortikultura dilakukan melalui pendekatan
kawasan (nasional, provinsi, dan kabupaten/kota) dengan
memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah, dengan
memberikan fasilitas dan kemudahan pada kawasan yang
ditetapkan, serta dilaksanakan secara terpadu dengan
melibatkan masyarakat.
106 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
2. Penerapan Budidaya yang Baik (GAP)
Pelaksanaan usaha budidaya hortikultura memperhatikan
dan melalui penerapan budidaya yang baik (Good
Agriculture Practices = GAP ), disamping memperhatikan
permintaan pasar, efisiensi dan daya saing, fungsi
lingkungan dan kearifan lokal.
3. Penerapan Penanganan Pascapanen yang Baik
(GHP)
Usaha panen dan pascapanen dilakukan melalui penerapan
panen dan pascapanen yang baik (Good Handling
Practices = GHP). Kegiatan pascapanen hanya dapat
dilakukan di bangsal pascapanen (packing house) atau
ditempat yang memenuhi persyaratan sanitasi.
4. Usaha Hortikultura Ramah Lingkungan
Penyelenggaraan hortikultura dilakukan dengan prinsip
ramah lingkungan, dan memperhatikan kearifan lokal.
Pengembangan lahan budidaya hortikultura wajib
mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan, dan
dilakukan dengan menggunakan sarana hortikultura yang
ramah lingkungan.
5. Penyediaan Sarana Hortikultra
Sarana hortikultura dikembangkan dan diterapkan dengan
teknologi yang memperhatikan kondisi iklim, kondisi lahan
dan bersifat ramah lingkungan, dengan mengutamakan
sarana hortikultura produksi dalam negeri, serta
memenuhi standar mutu dan terdaftar.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014 107
6. Pengembangan Hortikultura Secara Terpadu
Pengembangan hortikultura dilakukan dengan cara
pendekatan terpadu melalui tumpang sari dengan
tanaman lain dan/atau berintegrasi dengan wilayah usaha
lainnya. Memberikan fasilitasi terhadap penyelenggaraan
hortikultura yang dilaksanakan terpadu dengan kegiatan
lain.
7. Pengembangan Produk Hortikultra Unggulan
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan
produk atau komoditas hortikultura unggulan yang
berdaya saing dan pemilihannya dilakukan dengan
memperhatikan kearifan lokal.
8. Pengembangan kemitraan usaha
Usaha hortikultura dapat dilakukan dengan pola kemitraan
dengan melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, menengah
dan besar. Kemitraan dilakukan dengan pola inti-plasma,
subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan
keagenan dan bentuk-bentuk kemitraan lainnya.
9. Peningkatan Konsumsi
Pemerintah dan pemerintah daerah bertugas
meningkatkan konsumsi hortikultura masyarakat melalui;
penetapan buah dan sayuran sebagai produk pangan
pokok, penetapan target pencapaian angka konsumsi
masyarakat, dan pemuatan materi hortikultura dalam
kurikulum pendidikan nasional atau daerah.
108 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2010-2014
10. Pengembangan sistem data dan informasi
Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah berkewajiban
untuk membangun, menyusun dan mengembangkan
sistem informasi hortikultura yang terintegrasi untuk
kepentingan; perencanaan, pemantauan dan evaluasi,
pengelolaan pasokan dan permintaan, serta
pengembangan penanaman modal. Pengelolaan sistem
data dan informasi dilaksanakan oleh pusat data dan
informasi.
Berbagai peraturan pemerintah (Peraturan Presiden, Peraturan
Menteri Pertanian, Keputusan Menteri Pertanian, Keputusan
Dirjen Hortikultura), kebijakan (Renstra, Cetak Biru
Hortikultura, Pedoman Pelaksanaan, dll) telah dirumuskan
untuk mendukung pelaksanaan pebangunan hortikultura
tersebut. Kedepan berbagai kegiatan dan keberhasilan
pembangunan hortikultura selama ini tentunya dilanjutkan,
pengalaman dan pembelajaran dari penanganan masalah dan
hambatan dijadikan rujukan untuk perbaikan dan
penyempurnaan. Disamping itu kebijakan pelaksanaan
kegiatan dengan fokus komoditas, fokus lokasi, dan fokus
kegiatan dilanjutkan untuk memberikan hasil nyata sesuai
dengan masalah dan tantangan yang dihadapi dewasa ini.
Dalam melaksanakan pembangunan hortikultura ini diperlukan
dukungan, kerjasama dan partisipasi berbagai pemangku
kepentingan (stakeholders).