Upload
duongkiet
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL
LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI
LIGA SUPER
YULITA DWI FATMASARI
A44070062
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
YULITA DWI FATMASARI. Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual
Lapangan Bola yang Dipakai Untuk Kompetisi Liga Super. Dibimbing oleh
NIZAR NASRULLAH.
Liga Super merupakan salah satu kompetisi olahraga sepakbola di
Indonesia. Kompetisi ini dilakukan di berbagai lapangan yang terletak di daerah
Indonesia seperti dilakukan pada Stadion Singaperbangsa Karawang, Stadion
Siliwangi Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim Padang. Lapangan sepakbola
yang ada, harus sesuai dengan standar FIFA dan mampu digunakan dalam
berbagai kondisi. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah kualitas
rumput. Kualitas rumput ditentukan oleh media, drainase, dan pemeliharaan yang
baik terhadap lapangan. Buruknya kualitas lapangan yang digunakan saat
pertandingan sangat merugikan pemain. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi
mengenai kualitas fungsional dan visual lapangan bola sebagai rujukan bagi
perbaikan kualitas rumput yang baik, estetik, dan berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas fungsional
dan visual lapangan, mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, dan
memberikan usulan pemeliharaan lapangan bola yang digunakan pada ketiga
lapangan yang digunakan dalam Kompetisi Liga Super dan dalam hal ini yang
menjadi studi kasus yaitu Stadion Singaperbangsa, Siliwangi, dan Haji Agus
Salim.
Metode penelitian ini terdiri dari persiapan, pengumpulan data, dan
analisis secara kualitatif dan kuantitatif mengenai hasil data yang diperoleh.
Analisis kualitatif digunakan dalam mendeskripsikan lokasi dan kondisi lapangan
bola yang menjadi studi kasus, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan regresi linier dengan bantuan software minitab 14 untuk
mengetahui hubungan antar parameter kualitas fungsional. Selain itu, dilakukan
perbandingan dengan standar yang telah disusun dari berbagai sumber terhadap
kondisi lanskap tapak untuk memperoleh kesimpulan dari hasil pengamatan
lapang yang dilakukan. Analisis dari segi pengelolaan dilakukan secara deskriptif
dengan membandingkan standar pelaksanaan pemeliharaan rumput dengan hasil
wawancara dengan pihak pengelola. Sehingga didapat apakah yang telah
dilakukan pihak pengelola lapangan bola sudah memenuhi standar pelaksanaan.
Parameter kualitas fungsional yang diamati adalah ketinggian pangkas, berat
kering pucuk, berat kering akar, panjang akar (akar terpanjang), dan elastisitas
rumput yang dilihat dari gelinding bola. Parameter kualitas visual yang diamati
adalah kepadatan rumput, warna, keseragaman warna, tekstur, keberadaan partikel
di permukaan, dan kemurnian jenis rumput. Parameter pengelolaan yang diamati
adalah pemupukan, penyiraman, pemangkasan, penyiangan dan pengendalian
gulma, penggilingan, penyulaman, pengendalian hama dan penyakit.
Dari hasil analisis regresi linier terhadap parameter kualitas fungsional
yang dilakukan, pada Stadion Singaperbangsa diketahui bahwa ada beberapa
indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α = 10%. Korelasi nyata terjadi antara
berat kering akar dengan panjang akar dan berat kering akar dengan lebar daun
selain itu tidak terjadi korelasi nyata antar peubah yang ada. Pada Stadion
Siliwangi diketahui bahwa ada satu indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α
= 5% dan satu indikator yang berkorelasi nyata pada taraf α = 10%. Korelasi nyata
pada taraf α = 10% terjadi antara berat kering pucuk dan berat kering akar.
Korelasi nyata pada taraf α = 5% terjadi antara panjang akar dan luncuran bola.
Selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Pada Stadion
Haji Agus Salim diketahui bahwa ada satu indikator yang berkorelasi nyata pada
taraf α = 10%. Korelasi nyata pada taraf α = 10% terjadi antara panjang akar dan
lebar daun selain itu tidak terjadi korelasi yang nyata antar peubah yang ada.
Dari ketiga Stadion yang menjadi lokasi penelitian dan menjadi lokasi
beberapa pertandingan dalam Kompetisi Liga Super, dapat disimpulkan bahwa
pada lapangan rumput di Stadion Singaperbangsa memiliki kualitas visual yang
paling baik diantara ketiga stadion. Untuk kualitas fungsional paling baik terletak
pada Stadion Haji Agus Salim. Pada Stadion Singaperbangsa terdapat 4 indikator
yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual.
Indikator tersebut yaitu keseragaman warna rumput, keberadaan partikel
dipermukaan, panjang akar, dan elastisitas rumput. Pada Stadion Siliwangi
terdapat 1 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas
fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu panjang akar. Penggunaan lapangan
yang lebih intensif dari lapangan yang lain dan perawatan seadanya bisa jadi
menjadi salah satu masalah sehingga lapangan yang ada kurang baik. Pada
Stadion Haji Agus Salim terdapat 6 indikator yang memenuhi dari 11 indikator
penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu tekstur rumput,
keberadaan partikel dipermukaan, ketinggian pangkas, berat kering pucuk, berat
kering akar, dan panjang akar.
Masalah yang terjadi pada Stadion Singaperbangsa yaitu tanah yang
digunakan kurang subur, untungnya diimbangi dengan penambahan pupuk
kandang pada lapisan media tanam lapangan sehingga kesuburan rumput dapat
meningkat. Masalah pada Stadion Siliwangi yaitu penggunaan lapangan yang
cenderung tinggi menyebabkan lapanngan mengalami kebotakan. Selain itu,
masalah pemeliharaan pada ketiga stadion masih memerlukan perbaikan. Maka
dihasilkan rencana pemeliharaan bagi ketiga stadion tersebut untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kualitas lapangan.
Pemeliharaan yang sesuai pada waktunya dan sesuai syarat pelaksanaan
harus lebih diperhatikan agar kualitas fungsional maupun visual yang diinginkan
dapat tercipta dengan baik. Dengan begitu diharapkan mampu menjadikan
lapangan yang lebih baik secara visual dan fungsional sehingga sejajar dengan
lapangan-lapangan bola yang ada di dunia dan sesuai standar FIFA sehingga dapat
digunakan dalam kompetisi tingkat nasional maupun internasional.
Kata Kunci : rumput, kualitas fungsional, kualitas visual, Kompetisi Liga Super
lapangan sepakbola.
EVALUASI KUALITAS FUNGSIONAL DAN VISUAL
LAPANGAN BOLA YANG DIPAKAI UNTUK KOMPETISI
LIGA SUPER
YULITA DWI FATMASARI
A44070062
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi
Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola yang Dipakai Untuk Kompetisi
Liga Super” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan
informasi, baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang
tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
pada Daftar Pustaka skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Yulita Dwi Fatmasari
A44070062
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizinkan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut
tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan
Bola yang Dipakai Untuk Kompetisi Liga Super
Nama : Yulita Dwi Fatmasari
NRP : A44070062
Departemen : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr NIP 19620118 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
NIP 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 18 Juli 1990. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Toto Marwoto dan Ibu Dahli
Wartini.
Penulis mengawali jenjang pendidikannya di Taman Kanak-Kanak (TK) Al-
Iman pada tahun 1995-1996. Pada tahun 1996-2001 penulis menempuh
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Percontohan (SDNP) Komplek IKIP Jakarta
dan mengikuti kelas akselerasi pada saat kelas tiga. Kemudian pada tahun 2004
penulis menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 115
Jakarta. Selanjutnya, pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 71 Jakarta.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui
jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sebagai mahasiswa
Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.
Selama menjalankan studi di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan di dalam
maupun di luar akademik, seperti menjadi asisten mata kuliah Desain Penanaman
Lanskap dan menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap pada
divisi HIMASKAP Corporation dan Divisi Sosial Lingkungan. Penulis juga
pernah mengikuti Sayembara Taman Ade Irma Suryani (Taman Topi) pada tahun
2010.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Evaluasi Kualitas Fungsional dan Visual Lapangan Bola yang dipakai untuk
Kompetisi Liga Super” berdasarkan hasil kegiatan penelitian penulis.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini, terutama kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr selaku dosen pembimbing akademik
dan pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya,
memberikan masukan berupa saran serta bimbingan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, MSi dan Ibu Fitriyah Nurul Hidayati
Utami, ST, MT selaku dosen penguji yang berkenan memberikan masukan
untuk perbaikan skripsi ini, dan juga seluruh staf pengajar dan staf
administrasi Departemen Arsitektur Lanskap.
3. Bapak Rachmat dari KONI Karawang yang membantu pengambilan data
di Karawang, Bapak Dudi pihak KODAM III/Siliwangi yang membantu
pengambilan data di Bandung, Bapak Tanjung dan Bapak Nov yang
membantu pengambilan data di Padang.
4. Keluarga di Jakarta (mama, papa, kakak, dan adik) dan keluarga di Bogor
(mama ani, bunda, mas bambang, dan zalfa) yang tak lelah memberikan
semangat. Terutama untuk mama dan papa yang tidak henti-hentinya
mengingatkan, memotivasi, dan mendoakan.
5. Kakak-kakak angkatan 42 dan 43, adik-adik angkatan 45, 46, dan 47
Arsitektur Lanskap atas semangat dan doanya, juga kepada sahabat-
sahabat ARL 44 yang berjuang bersama selama 3 tahun terakhir ini.
Terima kasih atas persahabatan, canda tawa, dan semangat yang tak lelah
kalian tularkan kepada saya.
6. Eka Satria Ramadhan atas semangat, doa, dan kesabaran yang diberikan
kepada penulis selama pembuatan skripsi ini.
7. Bina dan Naya, sahabat sejak SMP yang selalu setia mengingatkan dan
memberi motivasi, Sarah yang setia membantu selama penelitian di
Bandung.
8. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada, juga semua pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .......................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ..xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Tujuan dan Manfaat..........................................................................3
1.3 Kerangka Pikir ................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput 5
2.2 Jenis Rumput …………………………………………………………7
2.2.1 Rumput Manila (Zoysia Matrella [L.] Merr. ) …………………7
2.2.2 Rumput Paitan (Axonopus compressus [Swartz] Beauv.) ……….8
2.3 Lingkungan Tumbuh Rumput ………………………………………….8
2.4 Kriteria Rumput Lapangan Olahraga …………………………………10
2.5 Kualitas Visual dan Fungsional Rumput ……………………………...11
2.6 Pemeliharaan Rumput Lapangan Olahraga …………………………14
2.7 Lapangan Sepakbola ………………………………………………….15
2.8 Liga Super Indonesia ……………………………………………….17
BAB III METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu …………………………………………………....19
3.2 Metode Penelitian …………………………………………………...20
3.3 Batasan Penelitian …………………………………………………..29
BAB IV KONDISI UMUM
4.1 Letak …………………………………………………………………..30
4.2 Iklim …………………………………………………………………...32
4.3 Daya Tampung dan Penggunaan………………………………………32
4.4 Pengelola………………………………………………………………35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Media Tanam Lapangan……………………………………………….36
5.2 Jenis Rumput ………………………………………………………….37
5.3 Konstruksi Lapangan ………………………………………………….38
5.4 Kualitas Fungsional
5.4.1 Ketinggian Pangkas……………………………………………41
5.4.2 Berat Kering Pucuk ……………………………………………42
5.4.3 Berat Kering Akar ……………………………………………..44
5.4.4 Panjang Akar (Akar Terpanjang) ……………………………...45
5.4.5 Elastisitas Rumput …………………………………………….46
5.5 Kualitas Visual
5.5.1 Kepadatan Rumput…………………………………………….48
5.5.2 Warna ………………………………………………………….50
5.5.3 Keseragaman Warna …………………………………………..53
5.5.4 Tekstur Rumput………………………………………………..53
5.5.5 Keberadaan Partikel di Permukaan…………………………….54
5.5.6 Kemurnian Jenis Rumput ……………………………………...56
5.6 Pengelolaan
5.6.1 Pemupukan …………………………………………………….57
5.6.2 Penyiraman…………………………………………………….58
5.6.3 Pemangkasan…………………………………………………..59
5.6.4 Penyiangan dan Pengendalian Gulma …………………………60
5.6.5 Penggilingan..………………………………………………… 61
5.6.6 Penyulaman…………………………………………………… 61
5.6.7 Pengendalian Hama dan Penyakit ……………………………..62
5.7 Korelasi Antar Peubah
5.7.1 Stadion Singaperbangsa ……………………………………….63
5.7.2 Stadion Siliwangi. ……………………………………………..66
5.7.3 Stadion Haji Agus Salim ………………………………………69
5.8 Rekomendasi untuk Meningkatkan Kualitas Fungsional dan Visual
5.8.1 Stadion Singaperbangsa ……………………………………….72
5.8.2 Stadion Siliwangi ……………………………………………73
5.8.3 Stadion Haji Agus Salim ………………………………………74
5.8.4 Rencana Pemeliharaan ………………………………………...75
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan………………………………………………………..78
6.2 Saran……………………………………………………………79
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................80
LAMPIRAN ...............................................................................................82
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sembilan Tim teratas dari Divisi Utama Liga Indonesia ……………….17
Tabel 2 Jenis Data yang Dikumpulkan …………………………………………21
Tabel 3 Skor, Warna, dan Notasi Rumput Lapangan Sepakbola ………………24
Tabel 4 Standar Penilaian Rumput Axonopus compressus Pada Lapangan
Sepakbola ……………………………………………………………….26
Tabel 5 Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola ……………………27
Tabel 6 Standar Umum Pelaksanaan Kerja Pemeliharaan Lapangan Sepakbola ..27
Tabel 7 Kondisi Iklim Bulanan Pada Tahun 2009 di Ketiga Kota ………………32
Tabel 8 Daya Tampung dan Penggunaan Ketiga Stadion ………………………33
Tabel 9 Media Tanam Lapangan ……………………………………………….36
Tabel 10 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang ….38
Tabel 11 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung …………39
Tabel 12 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang ……40
Tabel 13 Tabel Ketinggian Pangkas Pada Ketiga Stadion ………………………42
Tabel 14 Tabel Berat Kering Pucuk Pada Ketiga Stadion ………………………42
Tabel 15 Tabel Berat Kering Akar dan Panjang Akar Pada Ketiga Stadion ……44
Tabel 16 Tabel Jarak Gelinding Bola Pada Ketiga Stadion ……………………46
Tabel 17 Tabel Kepadatan Rumput dan Kualitas Warna Pada Ketiga Stadion …48
Tabel 18 Tabel Keseragaman Warna Rumput Pada Ketiga Stadion …………….53
Tabel 19 Tabel Tekstur Rumput Pada Ketiga Stadion …………………………54
Tabel 20 Tabel Keberadaan Partikel Lain di Permukaan Pada Ketiga Stadion …55
Tabel 21 Tabel Kemurnian Jenis Rumput Pada Ketiga Stadion ...………………56
Tabel 22 Tabel Intensitas Pemupukan Pada Ketiga Stadion ……..……………57
Tabel 23 Tabel Intensitas Penyiraman Pada Ketiga Stadion ……………………58
Tabel 24 Tabel Intensitas Pemangkasan Pada Ketiga Stadion …………………59
Tabel 25 Tabel Intensitas Penyiangan dan Pengendalian Gulma Ketiga Stadion..60
Tabel 26 Tabel Intensitas Penggilingan Pada Ketiga Stadion …………………..61
Tabel 27 Tabel Intensitas Penyulaman Pada Ketiga Stadion……………………62
xvi
Tabel 28 Tabel Intensitas Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Ketiga
Stadion ………………………………………………………………..62
Tabel 29 Korelasi Antar Peubah Pada Stadion Singaperbangsa …………………63
Tabel 30 Korelasi Antar Peubah Pada Stadion Siliwangi ………………………66
Tabel 31 Korelasi Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim ………………69
Tabel 32 Perbandingan Kualitas Rumput Ketiga Stadion ………………………72
Tabel 33 Kegiatan Pemelihaaan yang Perlu dilakukan pada lapangan Sepakbola 75
Tabel 34 Rencana Pemeliharaan ………………………………………………...76
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………………4
Gambar 2 Tipe Pertumbuhan Rumput ……………………………………………6
Gambar 3 Morfologi Rumput Manila ……………………………………………7
Gambar 4 Morfologi Rumput Paitan ……………………………………………8
Gambar 5 Kualitas Tekstur Rumput yang Baik dan Buruk ……………………12
Gambar 6 Kualitas Densitas Rumput yang Baik dan Buruk ……………………12
Gambar 7 Kualitas Keseragaman Rumput yang Baik dan Buruk ………………13
Gambar 8 Lapangan Sepakbola …………………………………………………16
Gambar 9 Detail Ukuran Lapangan Sepakbola …………………………………16
Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian ………………………………………………19
Gambar 11 Dasar Penentuan Titik Pengambilan Data …………………………22
Gambar 12 Ilustrasi Penentuan Grid ……………………………………………24
Gambar 13 Peta Lokasi Stadion Singaperbangsa ………………………………30
Gambar 14 Peta Lokasi Stadion Siliwangi ………………………………………31
Gambar 15 Peta Lokasi Stadion Haji Agus Salim ………………………………31
Gambar 16 Tribun Utama Stadion Singaperbangsa ……………………………33
Gambar 17 Tribun Utama Stadion Siliwangi ……………………………………34
Gambar 18 Tribun Stadion Haji Agus Salim……………………………………34
Gambar 19 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang ..38
Gambar 20 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung ………39
Gambar 21 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion H. Agus Salim, Padang …….40
Gambar 22 Grafik Kepadatan Pucuk Pada Ketiga Stadion ……………………49
Gambar 23 Grafik Perbandingan Warna Rumput Pada Ketiga Stadion …………51
Gambar 24 Warna Rumput Pada Stadion Singaperbangsa ……………………51
Gambar 25 Warna Rumput Pada Stadion Siliwangi ……………………………52
Gambar 26 Warna Rumput Pada Stadion Haji Agus Salim ……………………52
Gambar 27 Grafik Perbandingan Keberadaan Partikel Lain Pada 3 Stadion ……55
Gambar 28 Kemurnian Jenis Rumput Dalam Persen ……………………………56
xviii
Gambar 29 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Singaperbangsa …….65
Gambar 30 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Siliwangi …………...68
Gambar 31 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim ……71
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel P-Value antar peubah pada ketiga stadion ………………….82
Lampiran 2 Ilustrasi Gambar Ketiga Stadion ……………………………………83
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang digemari semua
kelompok umur hampir di seluruh dunia. Sebagai olahraga yang banyak diminati,
demam sepakbola telah menjadi suatu fenomena tersendiri. Pada
perkembangannya, sepakbola telah menjelma sebagai suatu industri yang mampu
memenuhi kebutuhan fisik manusia. Oleh karena itu, industri sepakbola harus
dapat dikelola secara profesional agar mampu mendatangkan keuntungan
ekonomi dan kepuasan penggunanya.
Sepakbola telah tumbuh dan berkembang secara pesat dan matang.
Perkembangan sepakbola diiringi dengan lahirnya lembaga yang mengurusinya
seperti PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang menjadi induk
organisasi sepakbola di Indonesia. Pada tahun 2007 dimulai beberapa kompetisi
yang rutin digelar PSSI salah satunya yaitu Liga Super Indonesia. Liga Super
Indonesia merupakan kompetisi sepakbola antar klub profesional di Liga
Indonesia. LSI diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia (dahulu BLI) yang
dimiliki oleh PSSI dan merupakan pertandingan antar klub-klub sepakbola yang
ada di Indonesia. Lokasi pertandingan Kompetisi Liga Super ini terdapat di
berbagai daerah yang tersebar di Indonesia, dalam penelitian ini diambil studi
kasus yaitu tiga lapangan yang berada pada Stadion Singaperbangsa Karawang,
Stadion Siliwangi Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim Padang.
Penelitian kali ini mengambil studi kasus tiga lapangan bola yang
digunakan dalam Kompetisi Liga Super. Tiga lapangan ini yaitu Stadion
Singaperbangsa Kabupaten Karawang, Stadion Siliwangi Kota Bandung, dan
Stadion Haji Agus Salim Kota Padang. Stadion Singaperbangsa, Karawang
merupakan Stadion yang menjadi tempat latihan dari Klub Pelita Jaya. Stadion
Siliwangi Bandung merupakan Stadion yang menjadi tempat latihan dari Klub
PERSIB. Untuk Stadion Haji Agus Salim merupakan Stadion yang menjadi
tempat latihan dari Klub Semen Padang.
2
Keberadaan lapangan sepakbola merupakan sarana paling penting untuk
menunjang kegiatan olahraga ini. Sebagai suatu arena berolahraga, lapangan
sepakbola harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi penonton
maupun pemain. Lapangan yang ada harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan FIFA dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi mengingat
Indonesia sebagai negara beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam
sebuah lapangan sepakbola adalah kualitas rumput yang digunakan dalam
lapangan bola tersebut baik pada musim hujan dan kemarau.
Kualitas rumput mampu mempengaruhi permainan dari pemain sepakbola.
Kualitas rumput dapat ditentukan melalui kualitas fungsional dan visual (Turgeon,
2002). Kualitas fungsional meliputi rigiditas, elastisitas, kemampuan menahan
beban, yield, verdure, perakaran, dan kemampuan memulihkan diri sedangkan
kualitas visual terdiri atas densitas, tekstur, keseragaman warna, tipe
pertumbuhan, dan kehalusan (Turgeon, 2002). Apabila kualitas rumput yang ada
di lapangan memiliki kondisi yang buruk, menyebabkan permainan terganggu dan
terkadang membahayakan keselamatan pemain. Rumput juga menyediakan
permukaan yang dapat mengurangi resiko cedera ketika jatuh (Hopkins, 2000).
Kualitas rumput yang digunakan harus mengikuti standar yang telah ditetapkan,
tetapi pada kenyataannya masih banyak lapangan sepakbola yang tidak memenuhi
standar rumput yang memadai bagi permainan ini.
Menurut Turgeon (2002), kualitas visual yang baik untuk rumput adalah
yang memiliki densitas yang rapat antar pucuk rumput, memiliki tekstur yang
halus dilihat dari lebar helai daunnya, memiliki keseragaman rumput yang tinggi
terlihat dari warna dan jenis yang ada di lapangan, dan memiliki kehalusan rumput
yang baik karena mampu mempengaruhi pergerakan gelindingnya bola. Kualitas
fungsional yang baik adalah memiliki rigiditas yang baik sehingga dapat menahan
bola, memiliki elastisitas yang baik sehingga rumput dapat kembali ke bentuk
semula setelah diinjak, kemampuan menahan beban yang baik, perakaran yang
dalam, dan dapat memulihkan diri dengan baik dari kerusakan.
Salah satu masalah terjadi pada Stadion Siliwangi. Setelah digunakan
untuk acara Kick-fest (Kreative Independent Clothing Kommunity Festival),
3
banyak rumput yang mati akibat terinjak-injak ribuan orang. Kondisi Stadion
Siliwangi yang rusak sempat menyulitkan panitia pelaksana pertandingan Persib
menjamu Arema pada Juli 2010 lalu. Lapangan yang rusak tidak layak untuk
menggelar suatu pertandingan bertaraf nasional (Pikiran Rakyat, 2010).
Dalam suatu pertandingan, disadari atau tidak kualitas lapangan
menentukan kualitas dari permainan sepakbola. Kualitas ini ditentukan oleh
kondisi rumput, drainase, dan pengelolaan yang baik terhadap lapangan. Pemain
akan mampu memainkan bola seperti gelinding, pantulan, dan dribbling dengan
baik di lapangan rumput yang memiliki kualitas baik. Demikian juga pemain
dapat melakukan gerakan dengan baik tanpa harus khawatir cedera. Sebaliknya,
seberapa hebatnya pun keterampilan pemain, permainannya akan menjadi buruk
apabila lapangan rumputnya buruk, misalnya becek, botak, bergelombang, atau
ketinggian rumput tidak seragam. Buruknya kualitas lapangan yang digunakan
saat pertandingan sangat merugikan pemain. Berdasarkan hal tersebut, maka
diperlukan suatu evaluasi mengenai kualitas fungsional dan kualitas visual dari
lapangan bola (Gambar 1). Dari evaluasi ini diharapkan mampu menghasilkan
rekomendasi untuk memperbaiki kualitas tiga lapangan yang menjadi studi kasus
yang dapat mendukung aktivitas olahraga sepakbola dan dapat menciptakan
lanskap lapangan sepakbola yang berfungsi baik, estetik, dan berkelanjutan.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. mengevaluasi kualitas fungsional dan visual tiga lapangan bola yang dipakai
dalam Kompetisi Liga Super,
2. mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada tiga lapangan bola yang
dipakai dalam Kompetisi Liga Super,
3. memberikan usulan pemeliharaan tiga lapangan bola yang dipakai dalam
Kompetisi Liga Super.
4
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. memberikan informasi mengenai kualitas tiga lapangan sepakbola yang
dipakai dalam Kompetisi Liga Super,
2. menambah pengetahuan mengenai kualitas rumput yang dipakai dalam
Kompetisi Liga Super,
3. sebagai rujukan dalam melakukan pemeliharaan dan peningkatan kualitas
ketiga lapangan bola yang menjadi lokasi penelitian.
1.3 Kerangka Pikir
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Kualitas Fungsional
Kualitas Lapangan Sepakbola Saat Ini (Identifikasi Masalah)
Kualitas Visual
Parameter yang diukur : - Kepadatan (Densitas)
- Warna hamparan rumput
- Keseragaman warna rumput
- Tekstur rumput
- Kemurnian jenis rumput
- Keberadaan partikel dipermukaan
Parameter yang diukur : - Ketinggian pangkas
- Berat kering pucuk
- Berat kering akar - Panjang akar (akar
terpanjang)
- Elastisitas rumput
Kompetisi Liga Super
Rekomendasi Untuk Meningkatkan Kualitas Lapangan Sepakbola
Lapangan Sepakbola yang Berfungsi Baik, Estetik, dan Berkelanjutan
Pengelolaan Pemeliharaan
Parameter yang didata :
- Pemupukkan - Penyiraman
- Pemangkasan
- Penyiangan dan
Pengendalian Gulma - Penggilingan
- Penyulaman
- Pengendalian Hama dan Penyakit
Standar
Penilaian Kualitas Visual dan Fungsional Berdasarkan Standar yang Ada
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumput
Rumput merupakan tanaman yang termasuk dalam kelompok tanaman
monokotil. Hal ini dikarenakan rumput memiliki satu buah kotiledon pada bijinya
(Christians, 2001). Menurut Turgeon (2002), rumput termasuk dalam famili
Poaceae, yang biasanya disebut Graminae. Rumput mempunyai bagian atas yang
terdiri atas batang, daun dan organ reproduktif serta bagian bawah yang berupa
akar ( Munandar dan Hardjosuwignyo, 1990 ). Daun rumput ini terbagi menjadi
dua, untuk bagian atas disebut sebagai blade dan untuk bagian bawah disebut
sebagai sheath. Kedua bagian tersebut terhubung oleh sebuah meristem. Dari
jaringan meristem inilah awal dari pertumbuhan dari sehelai rumput. Jaringan
meristem pada tanaman biasa terletak pada pucuk, tetapi untuk rumput jaringan
ini berada dibawah pucuk. Hal ini yang memungkinkan rumput memiliki toleransi
tinggi terhadap pemangkasan dan tekanan. Selain itu, rumput memiliki bagian
yang disebut crown yang merupakan pusat aktivitas dari rumput, apabila bagian
ini mati maka rumput pun ikut mati (Christians, 2001).
Rumput dapat diperbanyak secara generatif yaitu dengan benih dan
vegetatif yaitu dengan stolon, rhizome dan lempengan (Sulistyantara, 1992).
Dalam tipe pertumbuhan, rumput memiliki tiga tipe yaitu Bunch-type, Rhizoma-
type, dan Stoloniferous (Gambar 2). Bunch-type adalah pertumbuhan yang
dipengaruhi oleh kualitas biji, dimana apabila kualitas bijinya tinggi maka akan
menghasilkan rumput yang seragam. Sebaliknya, jika kualitas biji yang rendah
akan menghasilkan rumput yang tidak seragam. Setelah musim tumbuh, beberapa
anakan akan berkembang menjadi kelompok yang rapat mengelilingi crown. Pada
beberapa rumput, perkembangan tunas mungkin juga muncul secara lateral dan
menembus tanaman induk. Apabila batang lateral tersebut menembus tanaman
induk berlangsung pada permukaan tanah, batang tersebut biasa disebut stolon dan
apabila berada di dalam tanah maka disebut rhizome. Jadi, Rhizoma-type adalah
tipe rumput yang perbanyakannya melalui akar bawah tanah yang biasa disebut
rhizoma. Karena akar memiliki jangkauan yang luas, maka rumput yang
6
dihasilkannya akan seragam. Sedangkan Stoloniferous adalah tipe rumput yang
perbanyakannya melalui akar atas tanah yang disebut stolon. (Christians, 2001).
Gambar 2 Tipe Pertumbuhan Rumput (Christians,2001)
Rumput memiliki fungsi penting dalam lanskap. Rumput mampu menjadi
pembentuk estetika maupun menjadi tanaman konservasi. Rumput mampu
membentuk pola aktivitas ruang terbuka yang diinginkan. Sebagai contoh, rumput
ditanam untuk membentuk sirkulasi, tempat olahraga, tempat bermain, maupun
tempat parkir mobil. Dalam hal fungsinya sebagai konservasi tanah, rumput
mampu menjadi penahan erosi yang mengurangi jumlah serta kecepatan aliran
permukaan tanah (run-off).
Pemilihan jenis rumput dalam suattu perencanaan lanskap adalah salah
satu faktor penting karena berhubungan dengan kesesuaian dan tujuan
perencanaan desain tersebut. Peruntukan rumput lanskap berbeda-beda,
tergantung pada area yang direncanakan. Jenis rumput yang biasa digunakan
untuk lapangan olahraga yaitu Rumput Golf Bermuda, Rumput Gajah, Rumput
Manila, dan Rumput Agrostis (Kumurur, 2002).
7
2.2. Jenis Rumput
2.2.1. Rumput manila (Zoysia matrella [L.] Merr. )
Rumput Zoysia (Gambar 3) merupakan rumput yang berasal dari Asia
Tenggara, Cina dan Jepang. Rumput ini merupakan rumput yang lambat
pertumbuhannya, merambat, dan tahan terhadap panas. Rumput ini memiliki
tekstur, warna dan kualitas yang mirip dengan Rumput Bermuda. Rumput ini
merupakan rumput dengan kualitas dan pemeliharan tinggi karena
pertumbuhannnya lambat. Rumput Manila juga sangat rentan terhadap nematoda
yang memiliki tekstur halus dan dapat tumbuh dengan baik di daerah yang hangat.
Mempunyai toleransi yang rendah terhadap suhu dingin dan tumbuh lebih lambat
dibandingkan Rumput Jepang (Munandar dan Hardosuwignyo,1990).
Rumput Manila memiliki stolon dan rhizome yang kuat dan bercabang ke
segala arah. Rumput ini memiliki panjang ruas stolon yang seragam. Biasanya,
ujung daun Rumput Manila selalu menggulung ke dalam. Helaian daun halus dan
berwarna hijau tua ataupun hijau kebiruan. Rumput ini memiliki bunga yang
membentuk sebuah bulir (Christians, 2001).
Gambar 3 Morfologi Rumput Manila (Christians,2001)
Rumput Manila tumbuh baik pada tanah berpasir, tanah liat berpasir, atau
tanah yang banyak mengandung garam. Pertumbuhan rumput ini dipengaruhi oleh
keadaan lingkungannya. Misalnya, di tempat yang lembab dan agak ternaungi,
daunnya lebih halus dan panjang dibandingkan rumput yang tumbuh di tempat
terbuka. Rumput ini sering digunakan untuk penutup tanah lapangan olahraga,
lapangan bermain, maupun tempat parkir (Kumurur, 2002).
8
2.2.2. Rumput Paitan ( Axonopus Compressus [Swartz.] Beauv.)
Menurut Munandar dan Hardosuwignyo (1990), Rumput Paitan (Gambar
4) atau rumput karpet berasal dari India dan Amerika Tengah bagian selatan.
Rumput ini merupakan rumput daerah tropis yang dapat beradaptasi dengan
kekeringan. Rumput Paitan memiliki lebar helai daun berkisar 4 – 8 mm, tidak
berbulu atau berbulu jarang pada pangkal daun. Rumput Paitan dapat membentuk
hamparan yang lebat dengan warna hijau muda. Sistem perakarannya lebat tetapi
dangkal. Rumput Paitan dapat tumbuh pada pH tanah 4,5 – 5,5.
Gambar 4 Morfologi Rumput Paitan (Christians,2001)
Menurut Emmons (2000), Rumput Paitan memiliki daun lebar, berstolon
dan membentuk lapisan rumput yang padat. Rumput paitan merupakan rumput
dengan tingkat pertumbuhan yang lambat dan biasanya ditanam dengan benih.
Rumput ini memiliki toleransi terhadap garam yang rendah dan suhu dingin,
sehingga sangat sesuai untuk area dengan pemeliharaan minimum dan basah serta
drainase yang buruk. Rumput Paitan biasa digunakan di pinggir jalan atau di
daerah yang miring sebagai tanaman pengontrol erosi. Spesies ini juga dapat
tumbuh di area dengan tingkat pemeliharaan rendah dengan sedikit tekanan.
2.3 Lingkungan Tumbuh Rumput
Menurut Rodney (2004), pertumbuhan rumput memiliki banyak kaitan
dengan seluruh elemen pada lingkungan. Lingkungan tumbuh rumput terdiri atas
suhu, kelembaban, cahaya, angin, lokasi, dan bahkan faktor manusia. Kombinasi
9
dari faktor-faktor ini adalah indikator bagaimana rumput dapat bertahan hidup
dalam suatu area.
Suhu adalah faktor lain untuk mengukur pertumbuhan rumput yang baik.
Ada suhu minimum, optimum, dan maksimum untuk setiap spesies rumput. Suhu
minimum adalah suhu paling rendah dimana rumput dapat bertahan hidup ketika
musim dingin atau periode suhu sangat dingin. Suhu optimum adalah suhu dimana
rumput dapat tumbuh dengan subur. Suhu maksimum dimana suhu ketika itu
menjadi terlalu panas bagi rumput untuk tumbuh. Terkadang suhu maksimum
akan mendorong sebagian spesies rumput melakukan dormansi dan sebagian
lainnya akan menimbulkan kematian. Rumput mempunyai kisaran suhu tertentu
untuk pertumbuhan optimum dan suhu optimum untuk perkecambahan biji. Biji
dari setiap spesies rumput biasanya berkecambah dalam satu kisaran suhu tertentu
meskipun dapat tumbuh baik dalam kisaran suhu lebih lebar (Rodney, 2004).
Kelembaban adalah kondisi yang paling penting bagi kelangsungan hidup
rumput. Rumput terdiri dari 90 % air. Fungsi dari air adalah menjaga turgiditas,
menyalurkan nutrisi, membantu proses kimiawi dan membantu rumput dalam
menghadapi fluktuasi suhu yang lebar (Rodney,2004).
Angin biasanya tidak dianggap sebagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi secara langsung terhadap pertumbuhan rumput. Tekanan angin
pada hamparan rumput tertentu berhubungan langsung pola cuaca secara
keseluruhan yang terjadi saat itu. Topografi dan lokasi geografis juga
mempengaruhi efek langsung terhadap pertumbuhan rumput. Hembusan angin
juga dapat menyebabkan biji rumput atau hama potensial ke dalam area tertentu.
Polutan dan patogen juga dapat dibawa oleh angin (Rodney,2004).
Semua tanaman membutuhkan cahaya untuk melakukan proses
fotosintesis. Rumput membutuhkan jumlah cahaya tertentu untuk bertahan hidup
namun tidak semua species rumput membutuhkan jumlah cahaya tertentu untuk
bertahan hidup, namun tidak semua spesies rumput membutuhkan cahaya dalam
jumlah banyak dalam mencapai pertumbuhan optimum (Rodney,2004).
Faktor manusia adalah efek yang dilakukan manusia terhadap
perkembangan dan pertumbuhan rumput. Kegiatan yang dilakukan manusia di
atas rumput memberikan efek penghancuran terhadap lingkungan dan rumput
10
tidak terkecuali. Rumput yang sedang tumbuh tidak akan tumbuh dengan baik jika
di atasnya dilakukan lalu lintas baik oleh manusia maupun oleh kendaraan atau
apapun yang akan merusak pertumbuhan bibit. Oleh karena itu, faktor manusia
adalah faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika akan menanam
rumput (Rodney,2004).
2.4. Kriteria Rumput Lapangan Olahraga
Menurut Munandar dan Hardjosuwignyo (1990), rumput untuk lapangan
olahraga mampu menghadapi berbagai tekanan, yang utama berupa aktivitas lalu
lintas dengan frekuensi tinggi di atas padang rumput. Secara biologi, rumput
untuk lapangan olahraga harus mempunyai kemampuan tumbuh yang baik.
Rumput harus memiliki penutupan yang luas dan kemampuan tumbuh yang baik.
Rumput juga harus memiliki kemampuan jelajah yang tinggi, daya regenerasi
tinggi, serta ketebalan penutupan karena stolon, rhizoma maupun cabang-cabang
lateral cukup tebal sehingga menjamin elastisitas yang baik. Selain itu, rumput
juga harus memiliki daya adaptasi terhadap air dan suhu yang baik. Tiap rumput
memiliki toleransi yang berbeda-beda. Rumput juga harus memiliki daya adaptasi
yang baik terhadap tanah. Rumput Zoysia dan Bermuda adalah rumput yang
beradaptasi dengan baik terhadap kondisi tanah yang kurang menguntungkan
seperti kondisi topsoil yang relatif tipis pada kebanyakan lapangan olahraga.
Standar rumput yang digunakan untuk lapangan bola dalam Football Stadiums
Book menurut FIFA (2010) diantaranya adalah :
lapangan memiliki tinggi rumput yang sama / rata,
harus dalam kondisi yang paling baik,
memiliki rumput yang seragam,
rumput mampu meredam laju bola,
rumput menutupi seluruh lapangan bola,
bertekstur halus lembut,
memiliki perakaran kuat dan saling menjalin,
arah tumbuh ke atas,
rumput yang ada tidak menghambat pergerakan pemain,
menyediakan permukaan yang dapat mengurangi resiko cedera,
11
media tumbuh rumput menggunakan pasir bukan tanah. Media pasir
mampu membuat air cepat terserap.
Rumput harus memiliki fleksibilitas dan resistensi untuk mengakomodasi
aktivitas-aktivitas lari, melompat dan menginjak-injak dalam olahraga. Aktivitas
menginjak-injak dalam derajat ringan akan memperpendek stolon dan ukuran
batang, mengurangi ketebalan dan meningkatkan jumlah anakan atau tunas, stolon
dan helaian daun. Akan tetapi jika berlebihan, aktivitas tersebut akan merobohkan
rumput, mengubah warna pangkal-pangkal daun menjadi lebih putih dan pucat,
menyobek helaian daun, memadatkan tanah dan meluruhkan pelapah-pelapah
daun. Rumput yang baik untuk olahraga hingga batas tertentu mempunyai
fleksibilitas dan toleransi yang baik terhadap kerusakan-kerusakan tersebut
sehingga padang rumput (turf) tampak selalu hijau (Munandar dan
Hardjosuwignyo, 1990).
2.5 Kualitas Visual dan Fungsional Rumput
Menurut Emmons (2000), rumput merupakan penutup tanah yang sangat
baik untuk lapangan olahraga dan tempat rekreasi. Rumput dapat membuat
permukaan yang kuat dan tahan injakan. Ketika luka, rumput mempunyai
kemampuan menyembuhkan diri yang baik. Rumput juga dapat menyediakan
permukaan yang baik untuk pijakan atlet dan permukaan yang lembut untuk
menahan atlet ketika jatuh.
Menurut Turgeon (2002), kualitas rumput ditentukan melalui dua hal yaitu
kualitas visual dan kualitas fungsional. Kualitas visual rumput dapat diukur
melalui empat karakter yaitu warna, tekstur, densitas, dan keseragaman (Turgeon,
2002).
a. Warna merupakan ukuran cahaya yang direfleksikan oleh rumput. Pada
umumnya, semakin hijau rumput semakin menarik untuk dipandang.
Kebanyakan orang lebih menyukai warna hijau yang gelap. Warna hijau
yang buruk biasanya disebabkan oleh faktor kekurangan nitrogen,
kekeringan atau stres suhu, penyakit, hama atau hal lain. Normal saja bagi
beberapa spesies memiliki warna hijau terang. Kurangnya warna hijau
gelap bukan berarti rumput dalam kondisi tidak sehat.
12
b. Tekstur menandakan ukuran dari daun rumput. Rumput yang memilki
ukuran lebar daun yang lebih kecil dianggap lebih menarik. Pemangkasan
yang sering dan semakin tinggi densitasnya mampu membuat ukuran daun
menjadi lebih kecil. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput yang
berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan
durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan
tidak seragam. Ilustrasi mengenai perbandingan tekstur rumput yang baik
dan buruk dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kualitas Tekstur Rumput yang Baik dan Buruk
(Christians,2001)
c. Indikator yang paling penting adalah densitas. Densitas adalah banyaknya
tunas rumput dalam sebuah area. Densitas juga merupakan ukuran dari
kemampuan rumput dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Rumput
dalam sebuah lapangan sepakbola akan menjadi jarang jika pertumbuhan
rumputnya buruk. Ilustrasi mengenai perbandingan kualitas densitas
rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kualitas Densitas Rumput yang Baik dan Buruk
(Christians,2001)
d. Keseragaman merupakan kombinasi dari ketiga karakter yang telah
disebutkan. Rumput yang menarik memiliki penampilan yang seragam dan
13
konsisten. Apabila warna, tekstur, dan densitasnya sama dalam satu
hamparan rumput, hamparan tersebut dapat dikatakan seragam. Gulma,
penyakit, perbedaan tekstur, dan warna rumput dapat merusak
keseragaman rumput. Ilustrasi mengenai perbandingan keseragaman
rumput yang baik dan buruk dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Kualitas Keseragaman Rumput yang Baik dan Buruk
(Christians,2001)
Kualitas fungsional dari rumput meliputi rigiditas, elastisitas, kemampuan
menahan beban, yield, verdure, perakaran, dan kemampuan memulihkan diri.
Dan istilah-istilah tersebut memiliki pengertian sebagai berikut :
a. Rigiditas adalah ketahanan daun rumput terhadap tekanan dan
berhubungan dengan katahanan tanaman rumput. Hal ini dipengaruhi oleh
komposisi kimiawi dari jaringan tanaman, kandungan air, suhu, ukuran
tanaman, dan densitas.
b. Elastisitas adalah kemampuan rumput untuk kembali tegak setelah tekanan
diatasnya berpindah. Elastisitas rumput akan berkurang secara dramatis
apabila rumput membeku.
c. Kemampuan menahan beban adalah kemampuan rumput dalam menyerap
beban tanpa merubah karakteristik permukaannya. Pada beberapa kasus,
ketahanan ini dipengaruhi oleh daun rumput dan akar. Pada lapangan golf,
ketahanan ini dapat menahan bola secara baik sehingga dapat dibidikkan
sesuai target. Pada lapangan sepakbola, ketahanan ini membantu dalam
mengurangi potensi cedera pada pemain.
d. Yield adalah ukuran jumlah sisa potongan rumput yang telah dipangkas.
Hal ini merupakan indikasi pertumbuhan rumput terhadap pemupukan,
irigasi, dan faktor- faktor alami lainnya. Jumlah yield yang berlebihan,
14
mengindikasi penggunaan pupuk yang berlebihan, terutama nitrogen dan
indikasi lainnya seperti perakaran lemah, toleransi terhadap stres, dan
ketahanan terhadap penyakit.
e. Verdure adalah jumlah rumpun rumput yang masih tertanam setelah
pemotongan. Pada beberapa genotip rumput tertentu, peningkatan verdure
berhubungan dengan peningkatan rigiditas dan kemampuan menahan
beban.
f. Perakaran adalah jumlah pertumbuhan akar dalam suatu masa tanam. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah akar yang berwarna putih dan dari
kedalamannya. Semakin banyak jumlah dan semakin dalam perakarannya,
maka semakin baik kualitas rumputnya.
g. Kemampuan memulihkan diri adalah kemampuan rumput dalam
memulihkan diri setelah terserang hama penyakit, penggunaan diatasnya,
dan sebagainya. Kemampuan memulihkan diri sangat bervariasi
bergantung pada genotip rumput dan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam
maupun buatan. Faktor-faktor yang mengurangi kemampuan memulihkan
diri adalah kepadatan tanah yang kurang baik, pemupukan yang berlebihan
ataupun kurang, kelembaban, suhu yang kurang baik, penyinaran yang
kurang baik, tanah yang masih menyimpan residu racun dan penyakit.
Kedua aspek diatas harus diperhatikan untuk mencapai kualitas rumput
yang baik, karena apabila kedua aspek tersebut diabaikan, selain dapat
mempengaruhi penampilan dan pertumbuhan rumput, juga dapat mempengaruhi
kualitas permainan.
2.6 Pemeliharaan Rumput Lapangan Olahraga
Menurut Emmons (2000), memelihara kualitas rumput lapangan olahraga
dapat menjadi sulit karena efek yang merusak dari aktifitas olahraga yang
dilakukan diatasnya. Rugby, sepakbola, baseball, lacrosse, dan hoki lapangan
adalah olahraga yang biasanya dilakukan diatas hamparan rumput. Permasalahan
utama pada lapangan olahraga yaitu pemadatan dan kualitas rumput yang buruk.
Permasalahan ini dapat diatasi dengan konstruksi lapangan yang baik dan
pemilihan spesies dan kultivar rumput yang sesuai. Kunci utama dalam membuat
15
lapangan olahraga yang baik adalah dengan menyediakan zona akar yang cukup.
Drainase dan irigasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga rumput agar tetap
padat dan subur.
Lapangan dengan media pasir memerlukan irigasi yang hati-hati karena
zona perakaran sangat mudah kehilangan air. Penyiraman sebaiknya tidak
dilakukan sehari sebelum lapangan digunakan agar lapangan tidak digenangi air.
Penyiraman segera setelah lapangan digunakan sangat disarankan untuk
mempercepat pemulihan rumput. Lapangan yang menggunakan tanah liat akan
mengeras jika tidak disiram secara regular. Coring untuk mengurangi kepadatan
sangat penting. Coring adalah pembuatan lubang pada tanah untuk menjaga agar
tanah menjadi gembur, terjaga porositasnya, terjaga kestabilan oksigen dalam
tanah, dan mengurangi kepadatan tanah (Emmons, 2000).
Rumput dapat mengalami kerusakan yang parah sehingga harus diganti
maupun ditambal. Kegiatan penggantian ini dilakukan dengan sodding. Rumput
harus dipupuk dengan baik untuk menghasilkan hamparan rumput yang padat,
tingkat pemulihan diri yang baik dan sehat. Pemupukan beberapa minggu sebelum
lapangan digunakan sangat diperlukan (Emmons, 2000).
Pengendalian gulma dan hama penyakit yang dapat mengancam kesuburan
rumput harus dikontrol. Gulma adalah permasalahan yang biasa terjadi jika
terdapat titik kebotakan yang tidak segera ditambal. Olahraga yang cukup keras
dapat membuat kerusakan yang cukup sering pada rumput. Penelitian
menunjukkan bahwa lapangan dengan tingkat pemeliharaan yang rendah memiliki
tingkat kerusakan yang lebih tinggi. Lapangan dengan media pasir adalah
lapangan yang paling aman karena lebih mudah dalam memelihara kepadatan
rumput dan merupakan permukaan yang tidak padat (Emmons, 2000).
2.7 Lapangan Sepakbola
Sepakbola merupakan salah satu olahraga yang menggunakan lapangan
sebagai area bermainnya. Lapangan yang digunakan biasanya adalah lapangan
rumput yang berbentuk persegi panjang dengan panjang 105 meter dan lebar 68
meter (FIFA,2010). Dimensi ini merupakan dimensi wajib yang digunakan dalam
Piala Dunia maupun untuk semua pertandingan tingkat profesional, baik dalam
16
maupun luar negeri. Peraturan permainan memang menggunakan rentang panjang
100-110 meter dan lebar 64-75 meter, namun sangat direkomendasikan untuk
lapangan baru menggunakan ukuran 105x68meter (FIFA,2010). Ilustrasi lapangan
dan ukurannya dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Pada area permukaan rumput, dapat diperpanjang bukan hanya pada area
bermain saja, tetapi mencapai area papan iklan yaitu sekitar 5 meter dari batas
lapangan itu sendiri. Bahan yang digunakan bisa menggunakan bahan yang sama
yaitu rumput atau dapat pula menggunakan beton yang mampu memfasilitasi
pergerakan dari ambulans maupun keamanan. Setiap bagian tambahan yang
digunakan sebagai area pemanasan, harus memiliki material permukaan yang
sama dengan area permainan (FIFA,2010).
Gambar 8 Lapangan Sepakbola (FIFA,2010)
Gambar 9 Detail Ukuran Lapangan Sepakbola (FIFA,2010)
17
2.8 Liga Super Indonesia
Liga Super Indonesia (LSI) atau Indonesia Super League (ISL) adalah
kompetisi sepakbola antar klub profesional level tertinggi di Liga Indonesia. LSI
diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia (dahulu BLI) yang dimiliki oleh PSSI.
LSI dikuti 18 tim terbaik yang akan saling bertanding satu putaran penuh
kompetisi 34 pertandingan, kandang dan tandang. Musim kompetisi tidak
menentu dan disesuaikan dengan kondisi atau suasana yang terjadi di Indonesia.
Sponsor utama LSI adalah Perusahaan Rokok Djarum, oleh karena itu LSI secara
resmi dikenal sebagai Djarum Indonesia Super League. Ide dari pelaksanaan
sistem liga ini telah dikemukakan sejak tahun 2007 sebagai upaya mewujudkan
profesionalisme dalam persepakbolaan nasional.
Tabel 1 Sembilan Tim Teratas dari Divisi Utama Liga Indonesia 2007
Wilayah Barat:
1. Sriwijaya FC Palembang
2. Persija Jakarta
3. PSMS Medan
4. Persik Kediri
5. Persib Bandung
6. Persela Lamongan
7. Persitara Jakarta Utara
8. Pelita Jaya Purwakarta
9. Persita Tangerang
Wilayah timur:
1. Persipura Jayapura
2. Persiwa Wamena
3. Deltras Sidoarjo
4. Arema Malang
5. PSM Makasar
6. Persiter Ternate
7. Persiba Balikpapan
8. Persmin Minahasa
9. Persijap Jepara
LSI pertama kali diselenggarakan pada tahun 2008. Kompetisi ini
dilaksanakan untuk mengikuti persyaratan FIFA yang menyatakan bahwa liga
teratas dari suatu negara harus diikuti oleh paling sedikit 18 klub dan setiap klub
diharapkan merupakan klub profesional tanpa dibantu dana subsidi Pemerintah
APBD.
Pada awal LSI 2008 diadakan dengan menyeleksi sembilan tim teratas dari
Divisi Utama Liga Indonesia 2007. Tim-tim tersebut dipaparkan dalam Tabel 1.
Tetapi setelah diverifikasi, beberapa klub mengundurkan diri dengan alasan
kekurangan dana. Sebagai penggantinya dipilihlah klub Divisi Utama Liga
18
Indonesia 2007 dengan syarat menempati posisi klasemen tepat dibawah klub
yang digantikan kemudian diverikasi kembali.
Format kompetisi memakai satu wilayah dan tidak ada lagi format dua
wilayah. Pemenang akan ditentukan dari jumlah poin paling banyak selama 34
pertandingan. Juara akan mewakili Indonesia di Liga Champions AFC. Runner-up
akan mewakili Indonesia di Piala AFC dan Liga Champions AFC dengan play-off.
Tiga tim penghuni terbawah klasemen akan langsung terdegradasi. Sementara
satu tim (peringkat ke-15) akan melakukan play-off melawan peringkat ke-4
Divisi Utama.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian mengenai ini dilakukan di tiga lokasi lapangan bola yang
dipakai dalam Kompetisi Liga Super (Gambar 10) yaitu Stadion Singaperbangsa
yang terletak di daerah Karawang, Stadion Siliwangi yang terletak di daerah
Bandung, dan Stadion Haji Agus Salim yang terletak di daerah Padang. Pemilihan
lokasi ini dipertimbangkan karena kesesuaian penggunaan lapangan pada saat
penelitian berlangsung dan untuk perbandingan lebih lanjut dalam penilaian
kualitas fungsional dan visual lapangan tersebut.
(a)
(b) (c)
Gambar 10 Peta Lokasi Penelitian (a) Stadion Singaperbangsa , (b) Stadion Haji
Agus Salim, (c) Stadion Siliwangi ( Sumber : Google Map )
20
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survei dengan analisis
deskriptif. Kegiatan observasi lapang dilakukan untuk mengamati kondisi umum
lokasi yang meliputi keadaan fisik lapangan terutama rumput, iklim, jenis
penggunaan stadion, dan pemeliharaan. Selain itu obeservasi lapang dimaksudkan
untuk pengambilan sampel rumput pada ketiga stadion. Terdapat empat tahapan
yang dilakukan pada penelitian ini yaitu :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penentuan lokasi penelitian, penetapan tujuan dan
pembuatan usulan penelitian, permohonan izin serta persiapan survai diantaranya
kegiatan persiapan alat dan penyusunan jadwal pengambilan data.
2. Tahap Pengambilan Data
Tahap ini dilakukan dengan beberapa cara. Data yang dikumpulkan berupa
data-data primer dan sekunder (Tabel 2). Studi literatur juga dilakukan dengan
cara mencari standar lapangan yang sesuai FIFA. Selain itu dilakukan wawancara
dengan pihak terkait, khususnya pihak pengelola Stadion Singaperbangsa, Stadion
Siliwangi, dan Stadion Haji Agus Salim untuk mendapatkan data bio-fisik
maupun data pengelolaan yang biasa dilakukan untuk masing-masing lapangan.
Terakhir dengan mengadakan observasi langsung ke lapangan yang menjadi studi
kasus untuk mengetahui kondisi lapangan serta permasalahan yang terjadi. Data
primer berupa gambaran umum lokasi secara visual berupa foto dan data rumput
yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapang. Selain itu, dilakukan pula
pengambilan sampel rumput sedalam 15cm untuk mendapatkan kualitas
fungsional rumput dan diuji di laboratorium.
21
Tabel 2 Jenis Data yang Dikumpulkan
N
o Jenis Data Variabel Pengamatan Unit Sumber
Kegunaan
Analisis
Aspek Fisik dan Bio-Fisik
1 Kondisi umum Letak dan batas
wilayah
Titik
koordinat
Pengelola Mengetahui
batas tapak
Luas Area m2 Survei
2 Kondisi bio-
fisik
Jenis rumput yang
digunakan
- Survei Mengetahui
kondisi lahan
dan
permasalahan yang ada saat
ini
Media tanam - Survei
Hidrologi (Sistem
drainase)
- Survei
Iklim - Pengelola
Konstruksi lapangan - Survei /
Pengelola
Curah Hujan mm/hr Pengelola
Temperatur C Pengelola
Kelemababan relative %RH Pengelola
Visual - Survei
Fungsional - Survei
Aspek Sosial-Budaya
3 Aktivitas Pemakaian lapangan - Survei dan
wawancara
dengan pengelola
Mengetahui
tingkat
penggunaan terhadap tapak
Aspek Pengelolaan
4 Pengelolaan Fasilitas, sarana,
prasarana yang sudah ada
- Survei /
Pengelola
Mengetahui
kondisi pengelolaan
yang telah
berjalan Pengelolaan yang telah
dilakukan
- Survei /
Pengelola
Program pengelolaan yang telah berjalan
- Survei / Pengelola
5. Parameter karakter fungsional yang diamati adalah :
- Ketinggian pangkas
- Berat kering pucuk
- Berat kering akar
- Panjang akar (akar terpanjang)
- Elastisitas rumput
6. Parameter karakter visual yang diamati adalah :
- Kepadatan (densitas)
- Warna hamparan rumput
22
- Keseragaman warna rumput
- Tekstur rumput
- Keberadaan partikel dipermukaan
- Kemurnian jenis rumput
Dalam pengambilan data, titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Dasar Penentuan Titik Pengambilan Data
Lapangan dibagi menjadi 28 titik yang tersebar pada bagian pinggir
lapangan, tengah, dan daerah sekitar gawang. Angka-angka yang terdapat dalam
gambar adalah urutan pengambilan data pada lapangan sepakbola. Angka-angka
tersebut dibagi berdasarkan peletakan pemain yang terbagi menjadi 3 yaitu area
gawang, back, dan striker. Angka 1,2,3,4,5,24,25,26,27, dan 28 merupakan angka-
angka yang terletak pada bagian gawang. Angka 6,7,8,9,10,11,12,17,18,19,
20,21,22, dan 23 adalah angka-angka yang terletak pada bagian sekitar back.
Angka 13,14,15, dan 16 adalah angka-angka yang terletak pada bagian tengah
lapangan atau striker dimana pada bagian ini biasanya terjadi aktivitas tinggi yang
dilakukan oleh banyak orang atau hampir sebagian besar dari pemain sepakbola
karena merupakan bagian yang selalu dilalui pemain.
23
Parameter karakter fungsional yang diamati dalam menentukan kualitas
rumput lapangan sepakbola adalah :
- Ketinggian pangkas
Ketinggian pangkas dari masing-masing lapangan dibandingkan untuk
mendapatkan tinggi rumput yang paling baik untuk permainan sepakbola. Tinggi
rumput diukur mulai dari permukaan tanah.
- Berat kering pucuk
Diukur dengan mengambil sampel rumput seluas 10 cm x 10 cm. Sampel
rumput diambil dengan cara menggunting permukaan rumput pada luasan sampel.
Rumput dipangkas setinggi 3 cm dan hasil pangkasan dikeringkan dengan oven
selama 24 jam dengan suhu 100 oC dan kemudian ditimbang. Terdapat 3 titik
yang telah ditentukan secara acak.
- Berat kering akar
Akar diambil dengan menggunakan hole sampler dengan diameter 10 cm
dengan kedalaman 10-15 cm. Akar dipisahkan dari stolon dengan cara
pengguntingan. Akar kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 oC
selama 24 jam, kemudian ditimbang berat keringnya.
- Panjang akar
Sampel panjang akar diambil dengan hole sampler. Sampel akar diambil
tiga kali dan diukur panjang akar yang terpanjang dengan menggunakan
penggaris.
- Elastisitas rumput
Didapatkan dengan mengukur jarak luncuran bola dari titik jatuh bola
dengan papan sepanjang 1 m dari ketinggian 1 m tegak lurus permukaan rumput.
Pengukuran jarak luncuran dilakukan pada 3 kali dari 3 titik yang telah ditentukan
yang mewakili area gawang, back, dan striker. Lapangan yang memiliki
kepegasan terbaik adalah lapangan yang memiliki jarak luncuran bola terpendek.
Parameter karakter visual yang diamati dalam menentukan kualitas rumput
lapangan sepakbola adalah :
- Kepadatan (densitas)
Didapatkan dengan menghitung jumlah pucuk dalam luasan sampel 10 cm
x 10 cm. Terdapat 28 titik yang tersebar pada area gawang, back, dan striker.
24
- Warna
Kualitas penampakan warna dinilai dari warna rumput sesuai dengan
warna-warna pada Munsell Color Chart for Marketing and Merchandising dengan
berbagai tingkatan skor dan notasinya (Tabel 3). Terdapat 28 titik pengambilan
data yang tersebar pada area gawang, back, dan striker.
Tabel 3 Skor, Warna, dan Notasi Rumput Lapangan Sepakbola
Skor Warna Warna Notasi
1 Kuning 2.5 Y L1
2 Hijau kuning 2.5 GY DL4
3 Hijau muda 5 GY DL4
4 Hijau 2.5 G DL1
5
Hijau tua 2.5 G DL2
6
Hijau gelap 2.5 G DK1
- Keseragaman
Keseragaman diamati dengan menggunakan plastik transparan bergaris-
garis dengan ukuran 100 cm x 25 cm berbentuk grid dengan ukuran 5 cm x 5 cm.
pengamatan menggunakan plastik bergrid tersebut digunakan dari jarak ± 35 m
dari lapangan bola dengan ketinggian 4 m sehingga seluruh lapangan sepakbola
dapat tercakup didalamnya. Ilustrasi penentuan grid dapat dilihat pada Gambar 12.
X X
X X X
X X
X X X
X X
Gambar 12 Ilustrasi Penentuan Grid
Tanda X dalam kotak adalah warna rumput yang belang pada lapangan
sepakbola. Untuk menghitung persentase keseragaman rumput dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
25
- Tekstur
Didapatkan dengan menghitung lebar rata-rata daun rumput. Sampel yang
diambil dengan jumlah jenis rumput yang digunakan. Untuk setiap jenis rumput
diambil 3 sampel secara acak.
- Keberadaan partikel dipermukaan
Didapatkan dengan melihat apakah terdapat sampah ataupun partikel lain
selain rumput yang ada di lapangan tersebut.
- Kemurnian jenis rumput
Didapatkan dengan melihat apakah rumput yang digunakan dalam
lapangan tersebut memiliki jenis yang sama. Penilaian dilakukan dengan metode
sisir yaitu setiap 10 cm dilakukan pemakuan terhadap rumput kemudian dicatat
jenis rumput yang dilakukan pemakuan tersebut.
Parameter pengelolaan pemeliharaan yang diamati dalam menentukan
kualitas rumput lapangan sepakbola adalah :
- Pemupukan
- Penyiraman
- Pemangkasan
- Penyiangan dan Pengendalian Gulma
- Penggilingan
- Penyulaman
- Pengendalian Hama dan Penyakit
Metode pengambilan data yang dilakukan untuk parameter ini adalah
dengan wawancara langsung dengan pihak pengelola sehingga diketahui frekuensi
dan pengelolaan apa saja yang biasa dilakukan untuk lapangan bola tersebut.
26
3. Tahap Analisis
Tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah tahap analisis. Tahap ini
dilakukan untuk menganalisis dan menilai kondisi tapak serta karakter visual dan
fungsional yang terbentuk. Penilaian dilakukan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam mendeskripsikan lokasi dan
kondisi lanskap lapangan bola tersebut, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan software minitab 14 dengan analisis regresi linier untuk
mengetahui hubungan antar peubah. Selain itu, dilakukan penilaian rumput
dengan standar yang didapat dari berbagai sumber (Tabel 4) terhadap kondisi
lanskap tapak untuk memperoleh kesimpulan dari hasil pengamatan lapang yang
dilakukan.
Tabel 4 Standar Penilaian Rumput Axonopus compressus Pada Lapangan
Sepakbola
No Parameter Penilaian Baik Sumber
1 Kepadatan (Densitas) per 100cm2 >30 pucuk Ayuningtyas (2007)
2 Warna hamparan rumput Hijau muda Ariyanti (1987)
3 Keseragaman warna rumput (%) >85 -
4 Tekstur rumput (mm) 8-14 Ariyanti (1987)
5 Keberadaan partikel dipermukaan (%) <20 FIFA (2011)
6 Kemurnian jenis rumput (%) >85 FIFA (2011)
7 Ketinggian pangkas (cm) 2-5 Emmons (2000)
8 Berat kering pucuk (gr/100cm2) >1,5 -
9 Berat kering akar (gr/100cm2) >1,5 -
10 Panjang akar (akar terpanjang) (cm) 4-15 Christians (2004)
11 Elastisitas rumput (dilihat dari jarak
gelinding bola) (m)
<3 Turgeon (2000)
Analisis dari segi pengelolaan dilakukan dengan cara deskriptif
membandingkan standar pelaksanaan pemeliharaan rumput dengan hasil
wawancara dengan pihak pengelola sehingga didapat apakah yang telah dilakukan
pihak pengelola lapangan sepakbola sudah memenuhi standar pelaksanaan.
27
Menurut berbagai sumber, standar penampilan rumput dalam sebuah lapangan
sepakbola tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5 Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola
No Standar Penampilan
Rumput
Syarat-syarat Umum Pelaksanaan Perawatan dan
Kebersihan
1 Hijau, halus, dan rapat Disiram minimal sehari sekali dan pemupukan N
secara berkala untuk memperbaiki warna daun
(Turgeon, 2002)
2 Sejenis (tidak ada
tanaman liar )
Bebas dari rumput lain dan tanaman liar,
pencabutan dilakukan setiap setelah dipakai (FIFA,
2010)
3 Tidak botak Penyulaman dilakukan setiap sebelum, isirahat
pertandingan, dan setelah pertandingan
(FIFA,2010)
4 Tidak tergenang air Kemiringan ke arah saluran air disesuaikan dengan
keadaan di lapangan, drainase baik (Turgeon, 2002)
5 Ketinggian Axonopus Compressus dengan ketinggian 2-5 cm
(Ariyanti, 1987)
Menurut berbagai sumber, pada Tabel 6 akan disajikan standar umum
pelaksanaan pemeliharaan lapangan sepakbola.
Tabel 6 Standar umum pelaksanaan pemeliharaan lapangan sepakbola
No Item Pekerjaan Alat dan
Bahan
Standar umum Pelaksanaan Pemeliharaan
1 Pemangkasan
rumput
Grass
mower,
bensin
- Memotong dengan arah yang teratur dan sesuai
dengan ketinggian pangkasan yang dibutuhkan
(FIFA, 2010)
- Pengujian ketajaman alat agar tidak merusak
kualitas rumput (FIFA, 2010)
2 Coring Garpu
tanah,
pasir
- Dilakukan untuk memperbaiki pemadatan tanah
bila tanah sudah mulai terjadi pemadatan (FIFA,
2010)
28
Tabel 6 (Lanjutan)
No Item Pekerjaan Alat dan Bahan
Standar umum Pelaksanaan Pemeliharaan
Lanjutan
coring..
- Penebaran pasir pada lapisan atas tanah (FIFA,
2010).
3 Penyiraman Selang,
portable
sprinkler
- Air yang digunakan bersih, tidak berbau, tidak
kotor, tidak sadah, tidak membawa penyakit,
tidak merusak dan mematikan tanaman (Arifin,
2002)
- Jumlah air sesuai kebutuhan, merata dan basah
sampai ke perakaran bawah agar tanaman dapat
tumbuh secara optimum (Arifin, 2002)
4 Pemupukan Pupuk,
sarung
tangan,
air
- Memberikan nutrisi yang cukup untuk rumput
agar pulih dari stress dan membantu memperbaiki
zona perakaran. (FIFA,2010)
- Unsur penting bagi pertumbuhan rumput hadir
dalam jumlah yang tepat untuk pertumbuhan yang
optimal (FIFA,2010).
- Penyiraman dilakukan setelah pemupukan.
(Arifin, 2002).
5 Pemberantasan
hama dan
pencegahannya
Knapsack
sprayer,
masker,
pestisida
- Melakukan pencegahan hama dan penyakit
dengan perusahaan yang telah terdaftar (FIFA,
2010).
- Dilakukan proses budidaya sebagai pendekatan
pencegahan hama dan penyakit (FIFA, 2010).
- Penyemprotan dilakukan sore hari dan
memperhatikan arah dan kecepatan angin (Arifin,
2002).
6 Pemberantasan
gulma
Sarung
tangan,
pengki
- Mencabut tanaman liar dengan tidak merusak
tanaman utama (FIFA, 2010).
- Gulma dicabut sampai seluruh akarnya secara
rutin setiap hari (Arifin, 2002).
7 Penyulaman
tanaman
Sekop
kecil,
rumput
- Menggunakan rumput yang sama dengan rumput
lapangan (FIFA, 2010)
29
4. Tahap Sintesis
Tahap sintesis merupakan tahap penyusunan dalam mencari alternatif
pengembangan potensi dan pemecahan masalah untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan tujuan. Hasil sintesis berupa rekomendasi terhadap pengelolaan
lapangan sebagai upaya perbaikan kualitas lapangan. Selain itu, pada tahap ini
dihasilkan rekomendasi pengelolaan terhadap lapangan agar lapangan tersebut
dapat terus dikembangkan dan sesuai dengan kualitas yang dianjurkan oleh FIFA.
3.3 Batasan Penelitian
Area penelitian yang dimaksud terbatas pada lapangan permainan
sepakbola, tidak termasuk fasilitas yang ada di dalamnya. Pemilihan lapangan
sebagai studi kasus berdasarkan penggunaan lapangan selama penelitian dan
digunakan dalam Kompetisi Liga Super.
30
BAB IV
KONDISI UMUM
4.1 Letak
Stadion Singaperbangsa terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Stadion ini berada pada pusat kota dan berdekatan dengan kantor-kantor
pemerintahan Kabupaten Karawang. Stadion ini merupakan kandang dari klub
Pelita Jaya. Secara geografis, stadion ini terletak pada 6°18'9.26" LS dan
107°18'20.55" BT (Gambar 13) dengan batas wilayah Utara, Barat, dan Timur
yaitu Jalan Suratin, batas Selatan berbatasan dengan Jalan Jendral Ahmad Yani.
Gambar 13 Peta Lokasi Stadion Singaperbangsa
( Sumber : http://maps.google.com 14 Mei 2011 )
Stadion Siliwangi terletak di Kota Bandung, Jawa Barat. Stadion ini
dibangun di atas tanah milik KODAM III/Siliwangi. Stadion ini merupakan lokasi
latihan dari klub Persib. Secara geografis, stadion ini ada pada 6°18'13.35" LS dan
107°18'22.95" (Gambar 14) BT dengan batas wilayah Utara yaitu Jalan Lombok,
Barat berbatasan dengan Jalan Sumbawa, Timur berbatasan dengan Jalan Bangka,
batas Selatan berbatasan dengan Jalan Jawa.
31
Gambar 14 Peta Lokasi Stadion Siliwangi
( Sumber : http://maps.google.com 14 Mei 2011 )
Stadion Haji Agus Salim terletak di Kota Padang, Sumatera Barat. Stadion
ini berada pada pusat kota dan terletak berdekatan dengan perumahan elit pejabat
Sumatera Barat. Stadion ini dibangun pada tahun 1985 dan baru saja direnovasi
pada tahun 2010. Stadion ini merupakan kandang dari klub PS Semen Padang dan
PSP Padang. Secara geografis, stadion ini terletak pada 0°55'45.30" LS dan
100°21'27.29" (Gambar 15) BT dengan batas wilayah Utara yaitu Gedung
Olahraga, bagian Selatan dan Barat berbatasan dengan Jalan Rimbo Kaluang, dan
bagian timur berbatasan dengan Jalan Batang Pasaman.
Gambar 15 Peta Lokasi Stadion Haji Agus Salim
( Sumber : http://maps.google.com 14 Mei 2011 )
32
4.2 Iklim
Berdasarkan data iklim tahun 2009 yang didapat, ketiga lokasi penelitian
ini tidak memiliki perbedaan iklim yang terlalu mencolok. Kondisi iklim ini
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pengelolaan rumput seperti praktek
penyiraman. Dengan curah hujan Karawang yang sedikit, membutuhkan
penyiraman yang lebih intensif dibandingkan dua stadion lainnya. Pada kota
Bandung yang memiliki rata-rata curah hujan lebih besar dibandingkan
Karawang, sehingga penyiraman yang dilakukan tidak perlu seintensif yang
dilakukan di Karawang. Dengan rata-rata curah hujan Kota Padang yang paling
besar, maka praktek penyiraman yang dilakukan di lapang tidak perlu seintensif
kedua lokasi lainnya. Curah hujan yang tinggi ini pula mempercepat pertumbuhan
rumput pada lapangan dan meyuburkan kondisi rumput itu sendiri. Berikut data
selengkapnya mengenai iklim yang berada pada ketiga kota tersaji pada Tabel 7
dibawah ini.
Tabel 7 Kondisi Iklim Bulanan Pada Tahun 2009 di Ketiga Kota
Kondisi iklim bulanan Karawang1)
Bandung2)
Padang2)
Suhu udara (○C) Maksimum 30 31 31,7
Minimum 24 18,3 22
Rata-rata 27 29 25,2
Curah Hujan (mm/bln) Maksimum 280 365,7 561
Minimum 83 0,5 133
Rata-rata 154 174,8 301,6
Kelembaban nisbi (%) Rata-rata 80 79 84
Sumber data : 1. Karawang dalam angka, 2010
2. Badan Meteorologi dan Geofisika,2011
4.3 Daya Tampung dan Penggunaan
Daya tampung merupakan kemampuan suatu stadion menampung
sejumlah orang di dalamnya agar tetap nyaman. Daya tampung tiap stadion
berbeda-beda. Selain itu, penggunaan lapangan mempengaruhi kualitas rumput
yang ada. Pada ketiga stadion yang menjadi lokasi penelitian didapat data daya
tampung dan intensitas penggunaan stadion dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
33
Tabel 8 Daya Tampung dan Penggunaan Ketiga Stadion
No Stadion Daya Tampung Penggunaan Intensitas
1 Singaperbangsa 25.000 penonton Latihan tim Pelita Jaya
Pertandingan Liga Super
2 kali/bulan
3 kali/bulan
2 Siliwangi 25.000 penonton Latihan PERSIB
Latihan fisik tentara
Pertandingan Liga Super
8 kali/bulan
Setiap hari
1 kali/bulan
3 Agus Salim 28.000 penonton Latihan Semen Padang
Pertandingan Liga Super
2 kali/bulan
2-3 kali/bulan
Sumber : Hasil Wawancara dengan Pihak Pengelola
Gambar 16 Tribun Utama Stadion Singaperbangsa
Stadion Singaperbangsa, Karawang (Gambar 16) memiliki daya tampung
sebanyak 25.000 penonton dengan 12 lantai tribun. Lapangan stadion yang
menjadi kebanggan warga Karawang ini biasa dipakai untuk latihan rutin Tim
Pelita Jaya dua kali sebelum pertandingan selama 1 jam maupun pertandingan
Liga Super yang biasa diselenggarakan dua hingga tiga kali dalam satu bulan.
Penggunaan stadion ini termasuk tinggi walaupun hanya untuk pertandingan
sepakbola dan latihan rutin Tim Pelita Jaya. Selain untuk penggunaan tersebut,
tidak diperkenankan penggunaan lapangan stadion ini. Ukuran lapangan dalam
Stadion Singaperbangsa ini yaitu 105 m x 70 m.
34
Gambar 17 Tribun Utama Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi (Gambar 17), memiliki daya tampung penonton
mencapai 25.000 penonton dengan 15 lantai tribun. Lapangan dalam stadion ini
biasa digunakan latihan oleh PERSIB setiap minggu sebanyak 2 kali,
pertandingan Liga Super sebanyak 1 kali dalam sebulan, dan juga digunakan
untuk latihan fisik para tentara KODAM III/Siliwangi. Karena dibangun diatas
tanah milik KODAM III/Siliwangi stadion ini bukan milik Pemerintah Provinsi
Jawa Barat atau Pemerintah Kota Bandung. Dengan kondisi rumput yang sudah
tidak baik karena memang merupakan stadion lama, maka dilakukan beberapa
perbaikan untuk peningkatan kualitas lapangan. Ukuran lapangan dalam Stadion
Siliwangi ini yaitu 105 m x 70 m.
Gambar 18 Tribun Stadion Haji Agus Salim
35
Stadion Haji Agus Salim (Gambar 18) memiliki daya tampung mencapai
28.000 penonton dengan 11 lantai pada tribunnya. Stadion ini biasa digunakan 2-3
kali dalam sebulan untuk pertandingan Liga Super. Penggunaan stadion ini
termasuk tinggi walaupun hanya untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin
Tim Semen Padang. Selain untuk penggunaan tersebut, tidak diperkenankan
menggunakan lapangan stadion ini. Ukuran lapangan dalam Stadion Haji Agus
Salim ini yaitu 105 m x 70 m.
4.4 Pengelola
Stadion Singaperbangsa dikelola oleh PEMDA Kabupaten Karawang
khususnya di bawah Dinas Cipta Karya. Dengan perhatian penuh oleh PEMDA
setempat, sempat dilakukan beberapa perbaikan lapangan dan melibatkan
kontraktor luar yang dipilih oleh Tim Pelita Jaya itu sendiri sehingga cukup
terawat dan layak digunakan dalam pertandingan. Untuk Stadion Siliwangi,
stadion ini dikelola sendiri oleh KODAM III/Siliwangi Kota Bandung. Kurangnya
perhatian dan pihak pengelola dan usia stadion yang cukup tua karena sudah ada
sejak sekitar tahun 1950-an maka banyak diperlukan perbaikan sana-sini saat
melihat langsung ke lapangan. Untuk Stadion Haji Agus Salim, dikelola oleh
Pemerintah Kota Padang yang berada di bawah Dinas Pemuda dan Olahraga yang
terletak tidak jauh dari stadion tersebut.
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Media Tanam Lapangan
Media tanam yang digunakan pada ketiga lapangan berbeda. Perbedaan
dan ciri masing-masing media tanam lapangan ini dapat terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Media Tanam Lapangan
Stadion Jenis Media Tanam Ciri umum Sumber
Singaperbangsa Tanah
Merah/latosol
- Warna merah hingga kuning
- Kesuburannya rendah
- Bertekstur liat
Soepardi,
1983
Siliwangi Andosol + Pasir - Warna gelap/hitam, abu-abu,
coklat tua hingga kekuningan
- Unsur hara sedang hingga rendah
- Biasanya subur dan bertekstur
gembur hingga debu
Soepardi,
1983
Haji Agus
Salim
Entisol + Pasir - Warna kelabu sampai kecoklatan
- Cukup subur
- Tekstur sedang hingga kasar
Soepardi,
1983
Pada Stadion Singaperbangsa, media tanamnya adalah tanah merah dan
pada lapisan keduanya lapisan pasir. Pada Stadion Siliwangi, media tanam yang
digunakan adalah campuran andosol dengan pasir. Pada Stadion Haji Agus Salim
menggunakan media tanah entisol dan dicampur dengan pasir. Lapangan dengan
media pasir adalah lapangan yang paling aman karena lebih mudah dalam
memelihara kepadatan rumput dan merupakan permukaan yang tidak padat
(Emmons, 2000).
Pada Stadion Singaperbangsa yang terletak di daerah Karawang, tanah
merah memang memiliki tingkat kesuburan tanah yang kurang baik. Dengan
kondisi seperti ini, dilakukan penambahan lapisan pupuk kandang agar rumput
yang ditanam pada stadion memiliki potensi untuk tumbuh baik dan subur. Pada
Stadion Siliwangi, jenis tanah yang digunakan merupakan jenis andosol.
37
Penggunaan pasir sebagai campuran dari media tanam memperbaiki keadaan
tanah yaitu mampu membantu tanah menjadi bersifat porous dan mempercepat
pertumbuhan rumput. Untuk Stadion Haji Agus Salim, tanah yang digunakan
merupakan tanah entisol berpasir. Tanah entisol merupakan tanah yang memiliki
kesuburan yang relatif baik pula. Selain itu, pencampuran tanah dengan pasir
membuat tanah menjadi bersifat porous dan membuat rumput menjadi cepat
tumbuh. Menurut Crum et.al (2004), jenis tanah yang lebih banyak mengandung
pasir memiliki partikel yang cenderung untuk tidak menempel satu sama lain dan
sangat baik untuk zona perakaran.
5.2 Jenis Rumput
Jenis rumput yang digunakan dalam Stadion Singaperbangsa, Siliwangi,
dan Haji Agus Salim merupakan jenis rumput yang sama yaitu Axonopus
Compressus [Swartz.] Beauv. Rumput yang digunakan merupakan salah satu
alternatif untuk menghadirkan penampilan visual yang indah dan mampu
mengoptimalkan penggunaan lapangan sepakbola. Menurut Munandar dan
Hardosuwignyo (1990), Rumput Paitan merupakan rumput daerah tropis yang
dapat beradaptasi dengan kekeringan. Rumput Paitan dapat membentuk hamparan
yang lebat dengan warna hijau muda. Sistem perakarannya lebat tetapi dangkal.
Dengan kemampuan beradaptasi yang baik, rumput ini mampu tumbuh baik pada
ketiga stadion yang terletak di Karawang, Bandung, dan Padang. Selain itu,
dengan pengelolaan yang kurang intensif, rumput paitan mampu beradaptasi
dengan kondisi kekeringan sekalipun. Rumput Paitan memenuhi kebutuhan akan
rumput yang tahan injakan pada lapangan olahraga sehingga cocok dijadikan
rumput dalam lapangan sepakbola. Rumput ini memiliki kekurangan yaitu
memiliki tekstur yang agak kasar sehingga memiliki elastisitas yang rendah.
Walaupun mampu menutup seluruh permukaan tanah dengan baik, menurut
Turgeon (2002) tekstur yang agak kasar mampu mengurangi kecepatan dan durasi
perputaran bola.
38
5.3 Konstruksi Lapangan
Konstruksi pada lapangan sepakbola merupakan salah satu elemen yang
sangat penting. Dengan konstruksi yang baik, lapangan mampu digunakan pada
berbagai kondisi, baik saat musim kemarau yang menyebabkan lapangan menjadi
lebih berdebu dari biasanya atau pada saat musim hujan yang menyebabkan
permukaan tanah lapangan sepakbola menjadi becek. Konstruksi yang baik
mampu membuat keindahan lapangan rumput bertahan lebih lama, bukan hanya
indah pada saat selesai dibangun. Dengan begitu, pemilihan konstruksi yang tepat
harus dilakukan dengan cermat agar tanah selalu datar dan mampu menyerap air
dengan baik pada saat musim hujan. Berikut susunan dan ilustrasi konstruksi
untuk ketiga lapangan (Tabel 10 dan Gambar 19).
Tabel 10 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang
No Media Tebal Media (cm)
1 Tanah Latosol,Pasir,Pukan (2:1:1) 20 cm
2 Ijuk dan kerikil 10 cm
3 Batu kali 10 cm
4 Pipa Paralon diameter pipa 10 cm
Gambar 19 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Singaperbangsa, Karawang
terlihat adanya 4 lapisan yaitu lapisan campuran tanah merah, pasir, pupuk
kandang, lapisan ijuk dan kerikil, batu kali, dan pipa paralon. Media tanah yang
ada memiliki ketebalan hingga 20 cm mampu memberikan ruang tumbuh bagi
perakaran sehingga rumput dapat tumbuh secara optimal. Dengan kesuburan tanah
39
yang kurang baik maka ditambahkan lapisan pupuk kandang untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Ijuk yang ada berfungsi sebagai pemisah lapisan media yang
halus dan kasar. Keberadaan lapisan ijuk dan kerikil ini memperlambat
pergerakan air menuju saluran drainase sehingga kelembaban tanah terjaga untuk
pertumbuhan zona perakaran. Hirarki lapisan dari halus ke kasar dimaksudkan
untuk kecepatan penyerapan air pada permukaan yang halus agar tidak terjadi
genangan, namun kemudian air disimpan dalam tanah pada lapisan ijuk. Ketika
potensi air yang cukup telah mencapai bagian bawah bidang pemisah, air akan
memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian hilang seiring dengan gravitasi
yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Singaperbangsa, terjadi saat air telah
melewati lapisan ijuk dan kerikil menuju lapisan batu kali dan mencapai lapisan
pipa paralon. Sistem drainase lapangan ini masih berfungsi dengan baik karena
pada saat hujan diketahui bahwa lapangan tidak mengalami kebecekan.
Tabel 11 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung
No Media Tebal Media(cm)
1 Tanah Andosol dan Pasir 10 cm
2 Kerikil 10 cm
3 Ijuk 10 cm
4 Batu 10 cm
5 Pipa paralon diameter pipa 10 cm
Gambar 20 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Siliwangi, Bandung
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Siliwangi diatas (Tabel 11 dan
Gambar 20) dapat terlihat adanya 5 lapisan pasir dan tanah, kerikil, ijuk, batu kali,
40
dan pipa paralon. Dengan tebal media yang hanya 10 cm dan tingkat penggunaan
yang cukup tinggi untuk beberapa latihan dan pertandingan, membuat pemadatan
tanah lebih cepat dan memperkecil ruang akar untuk rumput, sehingga rumput
yang tumbuh di lapangan ini memiliki panjang akar yang cukup pendek. Hirarki
dari lapisan halus ke kasar ini dimaksudkan agar apabila terdapat air pada
permukaan akan cepat terserap dengan adanya pasir dan permukaan tidak becek,
kemudian pergerakan air ini dihambat pada lapisan ijuk agar air yang ada
tersimpan untuk menjaga kelembaban tanah. Setelah itu baru menuju lapisan batu
kali yang akan segera diteruskan ke lapisan pipa drainase yang terletak paling
bawah. Sistem drainase yang ada sudah tidak dapat berfungsi dengan baik karena
tanah yang memadat sehingga penyerapan air menjadi berkurang, selain itu
kebotakan pada beberapa bagian lapangan juga menjadi penyebab terjadinya
kebecekan lapangan setelah terjadi hujan.
Tabel 12 Susunan Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang
No Media Tebal Media(cm)
1 Tanah entisol dan pasir 10 cm
2 Ijuk 10 cm
3 Kerikil 10 cm
4 Pipa Paralon diameter pipa 10 cm
Gambar 21 Ilustrasi Konstruksi Lapangan Stadion Haji Agus Salim, Padang
Dari ilustrasi konstruksi lapangan Stadion Haji Agus Salim diatas (Tabel
12 dan Gambar 21), dapat terlihat adanya 4 lapisan yang teridiri dari tanah, ijuk,
kerikil, kemudian pipa paralon. Pipa paralon sebagai drainase yang berada di
41
bagian paling bawah. Dengan tebal lapisan tanah yang hanya 10 cm membuat
pemadatan tanah lebih cepat dan kurang memberikan ruang untuk perakaran
rumput. Hal ini diimbangi dengan penggunaan lapangan yang hanya digunakan
untuk pertandingan sepakbola dan latihan rutin Tim Semen Padang sehingga
pemadatan tanah dapat terhindari. Setelah lapisan tanah terdapat lapisan ijuk yang
berguna untuk memperlambat pergerakan air menuju saluran drainase agar
kelembaban tanah terjaga. Ketika potensi air yang cukup telah mencapai bagian
bawah bidang pemisah, air akan memasuki tanah bertekstur kasar dan kemudian
hilang seiring dengan gravitasi yang ada (Turgeon, 2002). Pada lapangan Haji
Agus Salim ini, terjadi saat air yang telah meninggalkan lapisan ijuk akan segera
menuju saluran drainase dengan tekstur media yang kasar yaitu kerikil dan batu
kali. Pergerakan air ini sesuai dengan literatur yang ada. Sistem drainase yang ada
masih kurang berfungsi dengan baik karena pada saat hujan penyerapan air
kurang, sehingga lapangan menjadi becek, tetapi diimbangi dengan penutupan
rumput lapangan yang cukup baik.
5.4 Kualitas Fungsional
5.4.1 Ketinggian Pangkas
Ketinggian pangkas mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan
sepakbola. Setelah dilakukan pengamatan langsung di lapang, diketahui bahwa
ketinggian pangkas dari masing-masing lapangan tidak terdapat perbedaan yang
mencolok karena memang menggunakan jenis rumput yang sama. Menurut
Emmons (2000), ketinggian pangkas yang ideal untuk rumput paitan yaitu 2-5 cm
sehingga tidak mengganggu pergerakan gelinding bola. Ketinggian pangkas pada
Stadion Singaperbangsa dan Siliwangi yaitu berkisar antara 2-3 cm dan pada
Stadion Haji Agus Salim berkisar antara 2-5 cm (Tabel 13). Apabila dibandingkan
dengan literatur yang ada, ketinggian pangkas pada Stadion Haji Agus Salim
memenuhi kriteria ketinggian ideal, sedangkan pada kedua stadion lainnya
walaupun tidak sesuai kriteria pada literatur, tetapi ketinggian tersebut sudah
berada pada rentang ketinggian ideal dan merupakan tinggi rumput yang baik
untuk permainan sepakbola. Kurangnya ketinggian pangkas mampu mengurangi
42
elastisitas rumput dan berpengaruh kepada tingkat keamanan dalam mengatasi
cedera pemain ketika jatuh dan perputaran bola.
Tabel 13 Tabel Ketinggian Pangkas Pada Ketiga Stadion
No Stadion Jenis Rumput Ketinggian Pangkas (cm)
Ketinggian Standar (cm)
1 Singaperbangsa Axonopus compressus 2 – 3 2 – 5
2 Siliwangi Axonopus compressus 2 – 3 2 – 5
3 Agus Salim Axonopus compressus 2 – 5 2 – 5
5.4.2 Berat Kering Pucuk
Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik
di lapangan, diketahui bahwa berat kering pucuk dari masing-masing lapangan
berbeda-beda. Berat kering pucuk ini menunjukkan kualitas fungsional dari
lapangan yang ada. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering pucuk
rumput yang paling tinggi yaitu 3,45 gr pada Stadion Agus Salim dan berat rata-
rata terendah yaitu 1,19 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Tabel Berat Kering Pucuk Pada Ketiga Stadion
Berat sampel (gr / 100cm2)
Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Gawang 1,57 1,24 3,65
Back 1,89 1,47 4,63
Striker 0,42 0,87 2,08
Rata-rata 1,29 1,19 3,45
Berat kering pucuk merupakan indikator dari pertumbuhan rumput yang
dipengaruhi oleh pemupukan, penyiraman, dan jenis pemeliharaan lainnya serta
faktor alami dari lingkungan yang ada di sekitar. Dari data diatas, berat kering
pucuk Stadion Haji Agus Salim paling tinggi sehingga merupakan berat kering
pucuk terbaik dibandingkan dua stadion lainnya. Hal ini dikarenakan ketinggian
pangkasnya yang mencapai 2–5 cm. Daun rumput paitan yang tumbuh lebar
memberi kontribusi pada tingginya berat kering pucuk. Pada stadion
43
Singaperbangsa dan Siliwangi, memiliki berat kering pucuk lebih kecil
dikarenakan ketinggian pangkas 2-3 cm. Sehingga potongan yang dihasilkan lebih
sedikit dibanding rumput pada Stadion Haji Agus Salim. Tingginya berat kering
pucuk mempengaruhi kualitas fungsional lapangan ini menjadi semakin baik. Hal
ini terjadi dikarenakan berat kering pucuk menandakan kesuburan rumput itu
sendiri.
Pada Stadion Siliwangi yang memiliki berat kering pucuk terkecil dapat
disebabkan oleh kurangnya lebar daun yang dimiliki oleh rumput pada lapangan.
Hal ini disebabkan karena kurang mendapat nutrisi. Paling kecilnya berat kering
pucuk pada Stadion Siliwangi disebabkan oleh kondisi tanah yang sudah memadat
sehingga zona perakaran rumput menjadi pendek dan sulit mendapatkan nutrisi.
Selain itu, pemupukan urea pada stadion ini dilakukan dengan dosis yang berlebih
yaitu 25,23 gr/m2 pada selang waktu 3 bulan padahal seharusnya menurut
penelitian sebelumnya, dosis pemupukan urea yang dilakukan pada lapangan
sepakbola cukup 20 gr/m2. Kelebihan dosis ini menyebabkan banyak rumput yang
mati kekeringan dan banyaknya tanaman pengganggu atau gulma yang berada di
lapangan mampu mengambil nutrisi yang dibutuhkan rumput itu sendiri.
Intensitas penyiraman yang dilakukan pada Stadion Siliwangi pada saat musim
kemarau yang 2 hari sekali juga membuat rumput menjadi lebih kering
dibandingkan dua stadion lainnya, padahal pada masa pertumbuhan, rumput
memerlukan kebutuhan air yang cukup.
Hasil pengukuran berat kering pucuk pada Stadion Singaperbangsa yaitu
1,29 gr/100cm2 sedikit lebih besar dibandingkan Stadion Siliwangi. Hal ini dapat
disebabkan dari ketinggian pangkas berkisar antara 2 - 3 cm sehingga hasil
potongannya lebih sedikit dibandingkan Stadion Haji Agus Salim. Pemupukan
yang dilakukan pada Stadion Singaperbangsa yaitu 20,4 gr/m2 pada selang waktu
3 bulan. Dibandingkan penelitian sebelumnya, dosis yang diberikan sudah
terbilang cukup. Penyiraman yang dilakukan Stadion Singaperbangsa sudah
sangat intensif yaitu 2 kali sehari pada musim kemarau dan 1 kali sehari pada
musim hujan karena curah hujan yang rendah dari daerah tersebut.
44
5.4.3 Berat Kering Akar
Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik
di lapangan, diketahui bahwa berat kering akar dari masing-masing lapangan
berbeda. Dari hasil pengukuran, didapatkan rata-rata berat kering akar rumput
yang paling tinggi yaitu 1,88 gr pada Stadion Haji Agus Salim dan berat rata-rata
terendah yaitu 0,42 gr pada Stadion Siliwangi. Data selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15 Tabel Berat Kering Akar dan Panjang Akar Pada Ketiga Stadion
Stadion Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
BKA
(gr) /
100cm2
PA (cm)
BKA
(gr) /
100cm2
PA (cm)
BKA
(gr) /
100cm2
PA (cm)
Gawang 0,56 5 0,45 4,5 2,68 11,5
Back 0,78 10,2 0,52 5,6 2,20 10,2
Striker 0,59 6,3 0,28 4 0,76 10,1
Rata-rata 0,64 7,2 0,42 4,7 1,88 10,6
Keterangan BKA :Berat kering akar PA :Panjang Akar
Berat kering akar dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, dan cara
pembudidayaannya. Pada umumnya, rumput lanskap memiliki sistem perakaran
sedalam ± 15 cm dari permukaan tanah (Munandar dan Hardjosuwignyo, 1990).
Pertumbuhan rumput dipengaruhi oleh iklim dan kondisi tanah. Stress terhadap
iklim dan kondisi tanah yang buruk dapat menyebabkan matinya akar rumput
(Turgeon, 2002). Rumput paitan merupakan rumput yang memiliki akar serabut
dan cenderung lebat.
Berat kering akar terendah sebesar 0,42 gr/cm2 yang dialami oleh Stadion
Siliwangi terjadi dikarenakan pemadatan tanah yang terjadi karena tingkat
pemakaian lapangan yang tinggi yang berakibat pada sulitnya akar menembus
tanah. Berat kering akar yang tertinggi dan merupakan berat kering akar terbaik
dialami oleh Stadion Haji Agus Salim disebabkan karena memiliki panjang
terpanjang dibandingkan dua stadion lainnya. Dengan kondisi tanah yang
merupakan tanah yang sudah cukup subur, maka perkaran rumput mampu tumbuh
dengan baik tanpa perlakuan khusus dan menembus tanah lebih dalam. Pada
45
Stadion Singaperbangsa, rata-rata berat kering akarnya yaitu 0,64 gr/cm2.
Kesuburan tanah pada Stadion Singaperbangsa memang tidak sebaik pada
kesuburan tanah pada Stadion Haji Agus Salim sehingga pertumbuhan akarnya
tidak sebaik pada Stadion Haji Agus Salim.
5.4.4 Panjang Akar (Akar Terpanjang)
Setelah dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diambil dari tiga titik
di lapangan, diketahui bahwa panjang akar dari akar terpanjang sampel rumput
dari masing-masing lapangan berbeda-beda. Pada Stadion Haji Agus Salim
memiliki rata-rata panjang rumput yang paling panjang yaitu 10,6 cm dan
Siliwangi memiliki panjang rata-rata terpendek yaitu 4,7 cm. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 15.
Panjang akar sebanding dengan berat kering akar. Semakin panjang
akarnya, maka berat kering akarnya pun semakin tinggi. Panjang akar terpanjang
terdapat pada Stadion Agus Salim dikarenakan media tanam yang baik dan
mampu ditembus akar. Perakaran yang dangkal yang terjadi pada Stadion
Siliwangi terjadi karena tanah yang terlalu padat dan sulit ditembus oleh akar.
Perakaran yang dangkal ini menyebabkan rendahnya penyerapan nutrisi dan hara
yang dibutuhkan oleh rumput sehingga banyak rumput yang tidak subur maupun
mati.
Rata-rata akar terpanjang yang dimiliki rumput pada Stadion Haji Agus
Salim adalah 10,6 cm. Menurut Christians (2004), rumput dengan ketinggian
pangkas 1 inchi harus memiliki perakaran 2-3 inchi. Dengan demikian terlihat
bahwa dengan ketinggian pangkas mencapai 5 cm, panjang akar rumput pada
Stadion Haji Agus Salim mencapai 10,6 cm. Demikian pula pada panjang akar
yang ada pada Stadion Singaperbangsa, dengan panjang 7,2 cm sesuai dengan
ketinggian pangkas yang berkisar 2-3 cm. Pada Stadion Siliwangi, dengan
panjang akar hanya mencapai 4,7 cm dengan ketinggian pangkas yang sama
dengan Stadion Singaperbangsa dapat menjadi indikator bahwa rumput pada
Stadion Siliwangi kurang subur dibandingkan Stadion Singaperbangsa. Dari teori
yang dikemukakan Christians, Stadion Singaperbangsa dan Stadion Haji Agus
46
Salim memenuhi kriteria dan pada Stadion Siliwangi tidak memenuhi kriteria
tersebut.
Untuk kualitas fungsional yang baik dari rumput, panjang akar merupakan
indikator yang berpengaruh besar. Panjang akar yang panjang dan mampu
menembus jauh ke dalam tanah mampu menjadikan kesuburan dan kekuatan dari
rumput itu sendiri. Panjang akar yang mampu menembus ke dalam mampu
mengambil unsur yang dibutuhkan lebih banyak lagi dari dalam tanah sehingga
menjadikan rumput menjadi subur.
5.4.5 Elastisitas Rumput
Setelah dilakukan pengukuran dengan 3 kali pengulangan dari tiga titik di
lapangan, diketahui bahwa jarak gelinding bola dari masing-masing lapangan
berbeda. Stadion Siliwangi memiliki rata-rata gelinding bola yang paling tinggi
yaitu 3,42 m dan Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata gelinding bola
terendah yaitu 2,93 m. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Tabel Jarak Gelinding Bola Pada Ketiga Stadion
Stadion
Sampel Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Sampel Ulangan Panjang
(m)
Ulangan Panjang
(m)
Ulangan Panjang
(m)
Gawang 1 3 1 3,65 1 3,6
2 2,98 2 3,30 2 3,4
3 2,75 3 3,38 3 3,6
Back 1 3,2 1 3,60 1 3
2 3,22 2 2,98 2 3
3 3,15 3 3,50 3 2,98
Striker 1 2,7 1 3,48 1 2,9
2 2,6 2 2,90 2 3,2
3 2,75 3 4,00 3 3,4
Rata-rata 2,68 Rata-rata 3,46 Rata-rata 3,17
Rata-rata keseluruhan
2,93 Rata-rata keseluruhan
3,42 Rata-rata keseluruhan
3,23
47
Kepegasan merupakan gambaran secara luas tentang media tanam rumput
(Turgeon, 2002). Makin besar jarak luncuran bola maka kepegasan makin rendah.
Kepegasan merupakan salah satu indikator kualitas fungsional yang penting
karena mempengaruhi permainan dan resiko cedera dari pemain, apabila
kepegasan rumput baik maka resiko cedera pemain dapat diminimalisir. Dari data
pada Tabel 16, terlihat bahwa pada Stadion Singaperbangsa memiliki kepegasan
yang paling baik diantara dua stadion lainnya karena memiliki jarak gelinding
bola yang paling kecil. Hal ini disebabkan oleh kepadatan rumput yang paling
baik diantara dua stadion lainnya. Disusul Stadion Haji Agus Salim yang memiliki
jarak gelinding rata-rata 3,23 m. Hal ini disebabkan karena tekstur rumput pada
stadion ini paling besar diantara dua stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang
memiliki kepegasan terendah disebabkan karena kondisi lapangan yang botak
pada beberapa bagian dan rendahnya kepadatan rumput.
Secara keseluruhan, kepegasan rumput Axonopus compressus memang
kurang baik. Rumput ini memiliki tipe pertumbuhan rebah sehingga kurang
respon terhadap kejutan. Selain itu, kepegasan juga dipengaruhi oleh kepadatan
dan tekstur rumput. Kepadatan rumput yang padat akan memiliki kemampuan
elastisitas hamparan rumputnya baik pula. Kecepatan dan durasi perputaran bola
akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak seragam (Turgeon, 2002).
Dengan tekstur rumput Axonopus compressus yang lebar sehingga mengurangi
kemampuan elastisitas dari rumput tersebut.
Untuk lapangan sepakbola, contoh rumput yang memiliki kepegasan yang
baik yaitu lapangan yang menggunakan rumput Zoysia matrella. Rumput ini
merupakan rumput yang memiliki tekstur kecil sehingga memiliki kepegasan yang
baik. Rumput ini merupakan rumput yang digunakan pada Stadion Gelora Bung
Karno.
48
5.5 Kualitas Visual
5.5.1 Kepadatan Rumput
Dari pengamatan yang dilakukan di ketiga lapangan bola, maka didapat
data kepadatan rumput. Berikut Tabel 17 dan Gambar 22 yang menjabarkan
mengenai kepadatan rumput yang diamati pada ketiga stadion.
Tabel 17 Tabel Kepadatan Rumput dan Kualitas Warna Pada Ketiga Stadion
Sam pel
Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Densitas
(pucuk/100cm2)
Warna Densitas
(pucuk/100cm2)
Warna Densitas
(pucuk/100cm2)
Warna
Area Gawang
1 18 3 18 2 16 2
2 22 3 18 2 18 2
3 34 3 5 2 18 2
4 25 3 10 2 18 2
5 12 2 8 3 22 2
24 22 2 10 1 17 2
25 18 2 14 3 16 2
26 20 3 6 2 10 2
27 24 3 19 3 8 2
28 19 2 17 2 17 2
Area Back
6 16 2 9 2 26 3
7 35 2 8 3 13 2
8 30 3 14 2 18 2
9 22 3 18 2 13 2
10 15 2 7 2 18 2
11 17 2 20 3 23 2
12 16 2 13 2 12 2
17 8 2 12 2 10 2
18 14 2 7 2 8 2
19 16 2 20 3 15 2
21 30 3 18 3 22 3
22 27 2 12 2 20 2
23 15 3 10 2 13 3
49
Tabel 17 (Lanjutan)
Sam
pel
Singaperbangsa Siliwangi Agus Salim
Densitas
(pucuk/100cm2)
Warna Densitas
(pucuk/100cm2)
Warna Densitas
(pucuk/100cm2)
Warna
Area Striker
13 12 2 13 3 12 3
14 17 3 6 2 8 2
15 12 3 6 1 8 3
16 17 3 10 2 15 2
Rata-rata
18,7 2,50 11,4 2,18 14,46 2,21
Keterangan Warna : 1 : Kuning 3 : Hijau Muda
2 : Hijau Kuning 4 : Hijau
Kepadatan rumput adalah banyaknya tunas rumput dalam sebuah area.
Densitas juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput dalam beradaptasi
dengan lingkungannya (Turgeon, 2002). Rumput dalam sebuah lapangan
sepakbola akan menjadi jarang jika pertumbuhan rumputnya buruk. Intensitas
pemeliharaan yang baik juga mampu mempengaruhi kepadatan rumput. Pada
Gambar 22 juga terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan
rumput yang tinggi dan kepadatan rumput yang paling rendah pada Stadion
Siliwangi.
Gambar 22 Grafik Kepadatan Pucuk Pada Ketiga Stadion
Dari ketiga Stadion, Stadion Singaperbangsa memiliki kepadatan tertinggi
yaitu 18,7 pucuk/100 m2. Hal ini mampu menyebabkan kualitas visual Stadion
Singaperbangsa lebih baik dibandingkan dua stadion lainnya. Nilai kepadatan
50
yang tinggi terjadi karena pemeliharaan Stadion Singaperbangsa yang lebih
intensif dibandingkan stadion lainnya. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki
kepadatan terendah yaitu 11,4 pucuk per 100 m2 dapat terjadi karena jarangnya
penyulaman yang dilakukan sehingga banyak lapangan yang botak. Intensitas
penggunaan pada lapangan yang cukup tinggi juga mampu menyebabkan
kepadatan rumput menjadi lebih rendah karena rumput tidak memiliki waktu
untuk memulihkan diri dan juga pemadatan tanah yang berpengaruh kepada
kesuburan pertumbuhan rumput. Stadion Haji Agus Salim memiliki kepadatan
yaitu 14,46 pucuk per 100 m2 memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda jauh
dengan Stadion Singaperbangsa, hal ini terjadi karena intensitas penggunaan dan
pemeliharaan yang hampir sama dengan Stadion Singaperbangsa.
5.5.2 Warna
Warna merupakan salah satu indikator kualitas visual yang penting.
Dengan hanya melihat dari jarak jauh, penonton mampu menilai apakah kualitas
warna lapangan baik atau tidak. Tabel 17 dan Gambar 23 menjabarkan mengenai
data kualitas warna rumput yang diamati pada ketiga stadion.
Menurut Munandar dan Hardjosuwignyo (1990), warna memberikan
ukuran cahaya yang direfleksikan pada rumput lanskap. Warna rumput merupakan
salah satu indikator kondisi umum rumput tersebut tumbuh sehat (Turgeon, 2002).
Warna kuning atau klorosis dapat mengindikasikan kekurangan gizi, atau
beberapa faktor yang tidak menguntungkan yang mempengaruhi
pertumbuhan. Warna gelap yang tidak biasa bisa menjadi bukti dari fertilisasi
berlebihan, layu, atau tahap awal penyakit. Kualitas pemangkasan juga dapat
mempengaruhi warna rumput. Pemangkasan rumput yang salah dengan ujung
daun bergerigi mungkin menampilkan warna cokelat abu-abu di permukaan
(Turgeon, 2002).
51
Gambar 23 Grafik Perbandingan Warna Rumput Pada Ketiga Stadion
Pada ketiga stadion, terlihat bahwa warna rumput yang paling baik dan
mendekati warna pada literatur teradapat di Stadion Singaperbangsa. Disusul
dengan warna pada Stadion Haji Agus Salim dan yang terakhir yaitu Stadion
Siliwangi. Dengan skor warna rata-rata 2,5 menempatkan warna rumput pada
Stadion Singaperbangsa menuju warna hijau muda. Pada Stadion Siliwangi dan
Haji Agus Salim memiliki warna hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan pada
Stadion Siliwangi dapat terjadi karena stress pada rumput dikarenakan tidak
memiliki waktu untuk pemulihan diri dengan intensitas penggunaan yang tinggi.
Warna hijau kekuningan pada Stadion Haji Agus Salim dapat terjadi karena
kekurangan unsur hara N yang mempengaruhi warna pada rumput. Pemangkasan
berlebihan juga mampu menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena
stress.
Gambar 24 Warna Rumput Pada Stadion Singaperbangsa
52
Pada Stadion Singaperbangsa memiliki skor rata-rata warna rumput 2,5
yaitu berada diantara warna hijau kuning dan hijau muda (Gambar 24). Warna ini
pula yang mampu menunjukkan kualitas visual lebih baik dari dua stadion
lainnya. Dengan warna mendekati hijau muda tetapi masih dalam tahap
kekurangan unsur hara N. Pemangkasan yang terlalu sering mampu menyebabkan
warna rumput menjadi lebih kekuningan karena stress.
Gambar 25 Warna Rumput Pada Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,18
yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 25). Warna ini pula yang mampu
menunjukkan kualitas visual dari rumput yang kurang subur. Kekurangan nutrisi
karena akar yang pendek merupakan salah satu sebab mengapa warna pada
rumput menjadi kekuningan. Warna hijau kekuningan juga dapat terjadi karena
stress pada rumput dikarenakan tidak memiliki waktu untuk pemulihan diri
dengan intensitas penggunaan yang tinggi.
Gambar 26 Warna Rumput Pada Stadion Haji Agus Salim
53
Stadion Haji Agus Salim memiliki skor rata-rata warna rumput yaitu 2,21
yaitu mendekati warna hijau kuning (Gambar 26). Warna ini pula menunjukkan
kualitas visual dari rumput yang kekurangan unsur N. Pemangkasan dengan
intensitas tinggi pada saat musim hujan yaitu 3 kali/bulan juga mampu
menyebabkan warna kekuningan pada rumput karena stres.
5.5.3 Keseragaman Warna Rumput
Keseragaman warna rumput dipengaruhi dari berbagai macam faktor.
Keseragaman ini dapat dipengaruhi adanya gulma, tekstur rumput yang tidak
seragam, dan arah pemotongan yang berbeda. Pada Stadion Singaperbangsa
memiliki keseragaman warna rumput yang seragam paling besar diantara kedua
stadion lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh penutupan rumput yang baik dan
pengendalian gulma yang baik sehingga warna rumputnya seragam. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Keseragaman Warna Rumput Pada Ketiga Stadion
Stadion Keseragaman warna (%)
Singaperbangsa 90
Siliwangi 70
Haji Agus Salim 85
5.5.4 Tekstur Rumput
Tekstur menandakan ukuran dari daun rumput. Rumput yang memilki
ukuran lebar daun yang lebih kecil dianggap lebih menarik (Turgeon, 2002).
Pemangkasan yang sering dan semakin tinggi densitasnya mampu membuat
ukuran daun menjadi lebih kecil. Kehalusan adalah tampilan permukaan rumput
yang berpengaruh pada kualitas visual dan kualitas permainan. Kecepatan dan
durasi perputaran bola akan berkurang apabila rumput tidak halus dan tidak
seragam. Dari ketiga stadion, lebar daun rata-rata cenderung sama yaitu 6-8 mm.
Sesuai dengan karateristik rumput paitan yang memiliki lebar daun 8-14 mm
(Ariyanti,1987). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 19.
54
Tabel 19 Tabel Tekstur Rumput Pada Ketiga Stadion
No Nama Stadion Jenis Rumput Lebar Daun Sampel (mm)
Stiker Gawang Back Rata-rata
1 Singaperbangsa Axonopus-
Compressus
[Swartz.] Beauv.
6,7 6,7 7 6,8
2 Siliwangi Axonopus-
Compressus
[Swartz.] Beauv.
4,3 7,3 6,3 6
3 Agus Salim Axonopus-
Compressus
[Swartz.] Beauv.
8,7 8 8,7 8,5
Tekstur rumput yang terbesar ada pada rumput pada Stadion Haji Agus
Salim. Daun yang tumbuh lebar mengindikasikan bahwa daun tumbuh dengan
sehat. Namun dengan lebar tersebut, menjadikan kepegasan rumput menjadi
rendah. Pada Stadion Siliwangi yang memiliki lebar daun terkecil,
mengindikasikan daun tumbuh kurang optimal dan memang terbukti memiliki
akar yang pendek pada bagian striker sehingga daun mendapatkan nutrisi yang
kurang. Stadion Singaperbangsa memiliki rata-rata lebar rumput lebih kecil dari
Stadion Haji Agus Salim yaitu 6,8 cm. Dari ketiga lapangan tersebut, hanya
Stadion Haji Agus Salim yang memiliki rata-rata yang berkisar antara 8-14 mm
dan sesuai dengan literatur.
5.5.5 Keberadaan Partikel di Permukaan
Keberadaan partikel di permukaan merupakan indikator adanya sampah di
lapangan tersebut atau tidak. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa pada Stadion
Singaperbangsa memiliki kebersihan yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion
lainnya. Stadion Siliwangi menempati kebersihan terburuk karena tingkat
pemakaian yang cukup tinggi dari lapangan itu sendiri, keberadaan sampah seperti
kertas ataupun plastik bekas minuman yang berserakan di beberapa titik lapangan
sampah tersebut ada juga karena pemeliharaan yang kurang intensif dan
55
kurangnya kesadaran dari pengguna lapangan untuk menjaga kebersihan.
Selanjutnya dapat dilihat data pada Tabel 20 dan Gambar 27.
Tabel 20 Tabel Keberadaan Partikel Lain di Permukaan Pada Ketiga Stadion
Singaperbangsa Siliwangi Haji Agus Salim
Sampel Keberadaan Partikel Lain (%)
Keberadaan Partikel Lain (%)
Keberadaan Partikel Lain (%)
Gawang 5 20 10
Back 5 30 10
Striker 10 20 10
Rata-rata 6,67 23,33 10
Gambar 27 Grafik Perbandingan Keberadaan Partikel Lain Pada Ketiga Stadion
Keberadaan partikel ini mampu mempengaruhi kualitas visual dari suatu
lapangan sepakbola. Apabila lapangan tersebut memiliki partikel lain selain
rumput di dalamnya, maka kualitas visualnya pun akan menurun. Penggunaan
Stadion yang cukup tinggi untuk Stadion Siliwangi juga menyebabkan rendahnya
kebersihan dari lapangan itu sendiri hingga mencapai 23,33% dibandingkan yang
lain. Nilai yang kecil pada keberadaan partikel lain mengindikasikan bahwa
Stadion Singaperbangsa memiliki kebersihan yang cukup baik dan memang
terlihat dari intensitas pemeliharaan yang lebih intensif dibanding yang lainnya.
Kebersihan pada Stadion Haji Agus Salim yang tidak terlalu jauh dengan Stadion
Singaperbangsa juga mengindikasikan bahwa memang pemeliharaan yang lebih
56
baik dibandingkan Stadion Siliwangi dan juga penggunaan yang lebih kecil dari
Stadion Siliwangi.
5.5.5 Kemurnian Jenis Rumput
Didapatkan dengan melihat apakah rumput yang digunakan dalam
lapangan tersebut memiliki jenis yang sama. Perbedaan jenis rumput merupakan
indikator pengelolaan gulma. Apabila tanaman yang tidak diharapkan tumbuh,
sebaiknya harus dihilangkan agar mendapatkan jenis rumput yang seragam dan
mempengaruhi keseragaman warna dari lapangan itu sendiri. Data selengkapnya
dapat terlihat pada Tabel 21 dan Gambar 28.
Tabel 21 Tabel Kemurnian Jenis Rumput Pada Ketiga Stadion
Stadion Kemurnian Jenis Rumput (%)
Singaperbangsa 70
Siliwangi 55
Agus Salim 67
Gambar 28 Kemurnian Jenis Rumput Dalam Persen
Dari grafik diatas terlihat bahwa Stadion Singaperbangsa memiliki
kemurnian jenis rumput yang lebih tinggi dibanding kedua stadion lainnya.
Stadion Siliwangi memiliki nilai kemurnian jenis rumput yang buruk dikarenakan
tidak adanya pengendalian gulma sehingga makin lama gulma yang ada pun
menyebar hampir sebagian lapangan. Intensitas pemakaian lapangan yang tinggi
57
juga mampu mempengaruhi perkembangan gulma. Sepatu pemain bola juga
mampu menyebabkan membantu penyebaran gulma lebih intensif pada daerah
yang sering terkena injakan pemain.
5.6 Pengelolaan Pemeliharaan
5.6.1 Pemupukan
Pemupukan pada ketiga lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu yang
Berbeda dan jumlah yang berbeda. Data dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Tabel Intensitas Pemupukan Pada Ketiga Stadion
No Stadion Jenis
Rumput
Musim
Hujan
Musim
Kemarau
Jenis
Pupuk
Jumlah
(g/m2)
1 Singaper
bangsa
Axonopus-
Compressus
Tidak
dilakukan
3 bulan
sekali
Urea 20,4
2 Siliwangi Axonopus-
Compressus
Tidak
dilakukan
3 bulan
sekali
Urea 25,23
3 Agus Salim Axonopus-
Compressus
Tidak
dilakukan
2 bulan
sekali
Daun,
Nitrogen
13,60
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, pemberian pupuk urea dilakukan dua bulan
sekali dengan dosis 20 g/m2 dan pemberian pupuk NPK dilakukan sebulan sekali
dengan dosis 5 g/m2. Dari ketiga lapangan, semua dosis dinilai terlalu berlebih
dengan yang seharusnya dilakukan. Selain itu, dengan pemberian pupuk dan tidak
segera disiram mampu menyebabkan tanaman menjadi kering. Dari segi waktu
pemberian, 2 bulan sekali merupakan waktu yang cukup untuk pemupukkan.
Pemupukan yang sesuai kebutuhan mampu mempengaruhi kualitas
fungsional dan visual lapangan sepakbola. Pupuk yang lebih baik digunakan yaitu
pupuk NPK karena pupuk ini lengkap memenuhi kebutuhan nutrisi pada rumput
dan mampu memberikan beberapa kebaikan pada kualitas rumput lapangan
sepakbola. Unsur Nitrogen merupakan unsur yang paling besar dibutuhkan oleh
rumput (Turgeon, 2002). Unsur terpenting kedua yaitu Potassium dan diikuti
kebutuhan akan unsur Phospor. Unsur nitrogen dapat mempengaruhi kualitas
58
fungsional yaitu berat kering pucuk juga kualitas visual yaitu warna dan
kepadatan. Unsur Potassium penting dalam proses sintesis rumput yang
membantu peningkatkan pertumbuhan rumput (Turgeon, 2002). Unsur Phospor
dapat membantu meningkatkan elastisitas rumput.
5.6.2 Penyiraman
Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan memenuhi
kebutuhan air dari rumput. Penyiraman juga mampu mempengaruhi kualitas
fungsional dari pertumbuhan pucuk dan akar. Pada Sadion Singaperbangsa,
dilakukan 1 kali sehari penyiraman pada saat musim hujan dan 2 kali sehari pada
saat musim kemarau yaitu pada pagi dan sore hari. Untuk Stadion Siliwangi, tidak
dilakukan penyiraman pada musim hujan, tetapi dilakukan 2 hari sekali pada saat
musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus Salim dilakukan penyiraman 4 hari
sekali pada sore hari di musim kemarau dan tidak dilakukan penyiraman pada
musim hujan. Data intensitas penyiraman dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Tabel Intensitas Penyiraman Pada Ketiga Stadion
No Stadion Musim Hujan Musim Kemarau Alat yang digunakan
1 Singaperbangsa 1 kali / hari 2 kali/ hari Jet pump, selang
panjang
2 Siliwangi Tidak
dilakukan
2 hari sekali Pompa, selang
panjang
3 Agus Salim Tidak
dilakukan
4 hari sekali
(Pukul 18.00-
22.00)
Sumur bor, Selang
air
Menurut Carpenter et al. (1975), faktor yang harus diperhatikan dalam
penyiraman adalah memberikan air sehingga terjadi penetrasi minimal 15cm,
memberikan air dengan kecepatan yang meminimalkan aliran permukaan, dan
tidak mengairi tanaman secara berlebihan. Jika hujan tidak memadai, penyiraman
intensif perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air pada rumput. Intensitas
penyiraman yang lebih banyak dari dua stadion lainnya dilakukan karena
59
kelembaban dari Karawang sendiri tergolong rendah dan curah hujan yang paling
rendah. Daerah yang kering dan cepat terjadinya penguapan menjadikan
penyiraman dilakukan lebih intensif agar rumput tidak kekurangan air dan layu.
Alat yang digunakan pada ketiga lapangan cenderung sama. Pada Football
Stadium Book yang dikeluarkan oleh FIFA, lapangan disarankan memiliki sistem
pengairan yang otomatis yang tertanam di lapangan. Sistem penyiraman seperti ini
selain berguna untuk pertumbuhan rumput juga mampu mempermudah
penyiraman singkat sesaat sebelum kick-off dimulai. Penyiraman sesaat sebelum
pertandingan ini dimaksudkan agar lapangan menjadi lunak dan mengurangi stress
pada rumput karena terinjak.
5.5.6 Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan agar rumput yang ada tidak melebihi tinggi yang
ideal. Pemangkasan mempengaruhi kualitas fungsional yaitu elastisitas rumput
dilihat dari ketinggian rumputnya dan juga mempengaruhi kualitas visual dari
warna apabila pemangkasan dilakukan dengan metode yang salah. Pemangkasan
harus diperhatikan intensitasnya. Apabila memangkas lebih sering mampu
membuat rumput menjadi berwarna kekuningan karena tidak cukup waktu untuk
memulihkan diri dari stress. Pemangkasan rumput dengan alat yang tumpul
mampu membuat rumput berwarna kecoklatan. Berikut dapat dilihat Tabel 24
yang memuat intensitas pemangkasan pada ketiga stadion.
Tabel 24 Tabel Intensitas Pemangkasan Pada Ketiga Stadion
No Stadion Jenis Rumput Musim
Hujan
Musim
Kemarau
Ketinggian
Pangkas (cm)
1 Singaperbangsa Axonopus-
Compressus
4 kali/
bulan
2 kali/
bulan
2 – 3 cm
2 Siliwangi Axonopus-
Compressus
4 kali/
bulan
1 kali/
bulan
2 – 3 cm
3 Agus Salim Axonopus-
Compressus
3 kali/
bulan
1 kali/
bulan
2 – 5 cm
60
Menurut Arifin (2002), pemangkasan minimal dilakukan 1 kali seminggu
dengan hasil yang tidak bergelombang, harus rata, dan tidak terlalu pendek.
Pemangkasan juga harus dilakukan dengan arah yang teratur dan sesuai dengan
ketinggian pangkasan yang dibutuhkan (FIFA, 2010). Kecepatan pertumbuhan
rumput pada musim hujan meningkat dibandingkan pada musim kemarau, oleh
karena itu, pada musim hujan ketiga stadion melakukan pemangkasan yang lebih
banyak intensitasnya dibandingkan pada musim kemarau. Pada Stadion Haji Agus
Salim dengan ketinggian pangkas yang lebih tinggi dibandingkan dua stadion
lainnya maka intensitas pemangkasannya pada musim hujan lebih sedikit
dibandingkan dua stadion lainnya.
5.6.4 Penyiangan dan Pengendalian Gulma
Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk menghilangkan atau
memberantas gulma. Gulma yang biasa tumbuh di lapangan sepakbola biasanya
adalah rumput teki (Cyperus rotundus) dan rumput belulang (Eleusine indica).
Penyiangan ini dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma dengan
tenaga manusia.penyiangan ini dapat dilakukan setiap saat. Berikut Tabel 25 yang
memuat intensitas penyiangan dan pengendalian gulma pada ketiga stadion.
Tabel 25 Tabel Intensitas Penyiangan dan Pengendalian Gulma Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Metode yang digunakan
1 Singaperbangsa Insidental Manual
2 Siliwangi Tidak dilakukan -
3 Agus Salim Insidental Manual
Dari data diatas, terlihat bahwa pada Stadion Siliwangi tidak melakukan
penyiangan dan pengendalian gulma. Penyiangan dan pengendalian gulma ini
mempengaruhi kualitas visual dari keseragaman jenis lapangan. Karena hal
tersebut, keseragaman jenis rumput yang ada menjadi lebih rendah dari stadion
yang lain. Perawatan yang kurang ini harus diperhatikan untuk memperbaiki
kualitas visual dari lapangan tersebut.
61
5.6.5 Penggilingan
Menurut Hessayon (1994), penggilingan dilakukan untuk memperkeras
permukaan tanah rumput yang sudah lembek. Kegiatan penggilingan ini dilakukan
dengan frekuensi berbeda-beda. Alat yang digunakan pun berbeda-beda. Berikut
Tabel 26 yang memuat data intensitas penggilingan dan alat yang digunakan pada
ketiga stadion.
Tabel 26 Tabel Intensitas Penggilingan Pada Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Alat yang digunakan
1 Singaperbangsa Insidental Alat yang ditarik
2 Siliwangi 2 kali / tahun Mesin balas
3 Agus Salim 1 kali / tahun Alat yang ditarik
Pada Stadion Singaperbangsa, penggilingan dilakuan ketika sudah dirasa
perlu dan keadaan tanah sudah mulai tidak rata, sedangkan untuk Stadion
Siliwangi dilakukan sebanyak 2 kali dalam setahun dan pada Stadion Haji Agus
Salim dilakukan sekali setahun. Menurut Beard (1973), penggilingan diperlukan
untuk menekan rumput kembali bersatu dengan tanah setelah rumput mengalami
pembongkaran atau pengangkatan untuk perbaikan. Penggilingan diperlukan pada
kegiatan pemeliharaan rumput lapangan olahraga dimana perataan dan permukaan
yang sangat padat diperlukan. Berdasarkan teori tersebut, intensitas penggilingan
yang lebih besar dari Stadion Haji Agus Salim terjadi karena intensitas pemakaian
lapangan yang lebih tinggi sehingga kemungkinan lapangan menjadi
bergelombang dan permukaan yang tidak rata besar. Permukaan yang tidak rata
dan bergelombang mempengaruhi kualitas fungsional dari lapangan sepakbola
karena mengganggu gelinding bola dan mengganggu pergerakan pemain juga
meningkatkan tingginya resiko cedera pemain bola.
5.6.6 Penyulaman
Penyulaman pada ketiga stadion memiliki intensitas yang berbeda. Berikut
Tabel 27 memuat intensitas penyulaman pada ketiga stadion.
62
Tabel 27 Tabel Intensitas Penyulaman Pada Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Metode yang digunakan
1 Singaperbangsa Setiap habis pertandingan Manual
2 Siliwangi Insidental Manual
3 Agus Salim Setiap habis pertandingan Manual
Menurut Sulistyantara (1992), penyulaman bertujuan untuk mengganti
tanaman yang telah mati, cacat, atau telah habis masa pertumbuhannya.
Penyulaman ini dilakukan agar tidak ada bagian lapangan yang botak sehingga
mengurangi kualitas visual dari lapangan itu sendiri.
Penyulaman mempengaruhi kualitas visual dari lapangan yaitu kemurnian
jenis dan kepadatan rumput. Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim,
penyulaman dilakukan setiap habis pertandingan. Dengan begitu, mampu
memperbaiki kondisi lapangan yang botak secara segera sehingga penutupan pada
kedua stadion lebih baik daripada Stadion Siliwangi.
5.6.7 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu tindakan penting.
Intensitas yang dilakukan tergantung dari kondisi yang ada. Apabila terdapat
gejala-gejala serangan hama, maka dilakukan pengendalian hama secara manual.
Berikut Tabel 28 yang memuat data intensitas pengendalian hama dan penyakit
pada ketiga stadion.
Tabel 28 Tabel Intensitas Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Ketiga Stadion
No Stadion Intensitas Metode yang digunakan
1 Singaperbangsa Insidental Manual
2 Siliwangi Tidak dilakukan -
3 Agus Salim Insidental Manual
Pada Stadion Singaperbangsa dan Haji Agus Salim, pengendalian hama
dan penyakit dilakukan insidental dan secara manual. Sesuai dengan pengendalian
hama dan penyakit yang dilakukan saat terjadi serangan saja. Pada Stadion
63
Siliwangi, sama sekali tidak dilakukan. Menurut Sulistyantara (1992),
pengendalian hama penyakit bukan berarti hanya pemberantasan secara langsung,
tetapi juga mencakup tindakan pencegahan terhadapnya. Tindakan pencegahan
dapat dilakukan dengan memperbaiki keadaan lingkungan agar tetap bersih dan
sehat. Lingkungan kotor, lembab, dan kurang sinar matahari baik bagi
pertumbuhan hama penyakit tanaman.
5.7 Korelasi antar peubah
5.7.1 Stadion Singaperbangsa
Pada Stadion Singaperbangsa memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari
data yang didapat kemudian diolah berikut hasil yang tertera pada Tabel 29.
Tabel 29 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion
Singaperbangsa
Peubah Kepadatan
Rumput
Berat
Kering Akar
Berat
Kering Pucuk
Panjang
Akar
Lebar
Daun
Jarak
Luncuran Bola
Kepadatan
Rumput 1 0,233 0,932 0,109 0,354 0,737
Berat Kering Akar
1 0,570 0,992** 0,992** 0,829
Berat Kering
Pucuk 1 0,461 0,668 0,932
Panjang Akar
1 0,968 0,752
Lebar Daun
1 0,893
Jarak Luncuran Bola
1
Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator
yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata terjadi antara berat kering
akar dengan panjang akar dan berat kering akar dengan lebar daun dengan nilai
korelasi yang sama yaitu 0,992. Selain itu tidak terjadi korelasi nyata antar peubah
yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat pola hubungan linier
antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat kering akar meningkat dan
panjang akar memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan
linier.
64
Berat Kering Akar
Ke
pa
da
tan
Ru
mp
ut
0.800.750.700.650.600.55
22
21
20
19
18
17
16
15
14
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
Panjang Akar
Ke
pa
da
tan
Ru
mp
ut
1098765
22
21
20
19
18
17
16
15
14
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
Kepadatan Rumput
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
222120191817161514
2.00
1.75
1.50
1.25
1.00
0.75
0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
222120191817161514
3.2
3.1
3.0
2.9
2.8
2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput
Le
ba
r D
au
n
222120191817161514
7.00
6.95
6.90
6.85
6.80
6.75
6.70
6.65
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Panjang Akar
Be
rat
Ke
rin
g A
ka
r
1098765
0.80
0.75
0.70
0.65
0.60
0.55
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
Panjang Akar
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
1098765
2.00
1.75
1.50
1.25
1.00
0.75
0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
Panjang Akar
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
1098765
3.2
3.1
3.0
2.9
2.8
2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Panjang Akar
Le
ba
r D
au
n
1098765
7.0
6.9
6.8
6.7
6.6
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
0.800.750.700.650.600.55
2.00
1.75
1.50
1.25
1.00
0.75
0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
Y = 0,34 + 0,132 X
r=0,695
Y = 2,42 + 0,0712 X
r=0,458
Y = 14,1 + 7,2 X
r = 0,850
Y = 17,6 + 0,15 X
r = 0,931
Y = - 2,36 + 0,195 X
r = 0,236
Y = 1,97 + 0,0510 X
r = 0,472
Y = - 6,44 + 0,0183 X
r = 0,770
Y = 0,328 + 0,0439 X
r = 0,081
Y = 6,29 + 0,0684 X
r = 0,161
Y = - 1,08 + 3,69 X
r = 0,614
(cm) (Pucuk/100cm2)
(cm) (cm)
(cm) (gr)
(gr) (cm)
(Pucuk/100cm2) (Pucuk/100cm2)
(Pu
cuk/
100
cm2)
(Pu
cuk/
100
cm2)
(gr)
(m)
(mm
)
(gr)
(gr)
(m)
(mm
) (gr)
65
Berat Kering Akar
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
0.800.750.700.650.600.55
3.2
3.1
3.0
2.9
2.8
2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Berat Kering Akar
Le
ba
r D
au
n
0.800.750.700.650.600.55
7.0
6.9
6.8
6.7
6.6
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
2.001.751.501.251.000.750.50
3.2
3.1
3.0
2.9
2.8
2.7
2.6
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
Lebar Daun
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
7.006.956.906.856.806.756.706.65
2.00
1.75
1.50
1.25
1.00
0.75
0.50
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
Lebar Daun
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
7.006.956.906.856.806.756.706.65
3.2
3.1
3.0
2.9
2.8
2.7
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Gambar 29 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion
Singaperbangsa
Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar
antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu
peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Pada
berat kering akar dengan panjang akar didapat persamaan Y = 0,328 + 0,0439 X
yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar, akan diikuti pertambahan
berat akar sebesar 0,0439 gram. Pada berat kering akar dengan lebar daun didapat
persamaan Y = - 2,36 + 0,195 X yang berarti setiap penambahan berat kering akar
sebesar 1 gram, maka lebar daun akan bertambah sebesar 0,195 cm.
Y = - 5,19 + 1,20 X
r = 0,297
Y = - 17,1 + 2,71 X
r = 0,534
Y = 2,53 + 0,308 X
r = 0,237
Y = - 2,36 + 0,195 X
r = 0,080
Y =1,78 + 1,78 X
r = 0,378
(gr) (gr)
(gr) (mm)
(mm)
(m)
(m)
(gr)
(m)
(mm
)
66
5.7.2 Stadion Siliwangi
Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data
yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka
didapat hasil yang tertera pada Tabel 30.
Tabel 30 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Siliwangi
Peubah Kepadatan
Rumput
Berat
Kering
Akar
Berat
Kering
Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak
Luncuran
Bola
Kepadatan Rumput
1 0,984 0,961 0,812 -0,294 -0,732
Berat Kering Akar
1 0,995** 0,904 -0,460 -0,842
Berat Kering
Pucuk 1 0,943 -0,548 -0,893
Panjang Akar
1 -0,796 -0,992*
Lebar Daun
1 0,866
Jarak Luncuran Bola
1
Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator
yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata ini terjadi antara berat kering
pucuk dan berat kering akar sebesar 0,995. Korelasi nyata pada taraf 5% terjadi
antara panjang akar dan luncuran bola sebesar -0,992. Selain itu tidak terjadi
korelasi yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa
terdapat pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, berat
kering pucuk meningkat dan berat kering akar memiliki hubungan yang sangat
kuat dan memiliki pola hubungan linier. Begitupula antara panjang akar dan
luncuran bola. memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan
linier.
67
Panjang Akar
Ke
pa
da
tan
Ru
mp
ut
5.65.45.25.04.84.64.44.24.0
14
13
12
11
10
9
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
Ke
pa
da
tan
Ru
mp
ut
0.550.500.450.400.350.30
14
13
12
11
10
9
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
Kepadatan Rumput
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
131211109
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
131211109
3.475
3.450
3.425
3.400
3.375
3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput
Le
ba
r D
au
n
131211109
7.5
7.0
6.5
6.0
5.5
5.0
4.5
4.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Panjang Akar
Be
rat
Ke
rin
g A
ka
r
5.65.45.25.04.84.64.44.24.0
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
Panjang Akar
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
5.65.45.25.04.84.64.44.24.0
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
Panjang Akar
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
5.65.45.25.04.84.64.44.24.0
3.475
3.450
3.425
3.400
3.375
3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Panjang Akar
Le
ba
r D
au
n
5.65.45.25.04.84.64.44.24.0
7.5
7.0
6.5
6.0
5.5
5.0
4.5
4.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
0.550.500.450.400.350.30
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
Y = 0,38 + 2,35 X
r = 0,396
Y = 3,70 + 18,5 X
r = 0,114
Y = - 0,236 + 0,125 X
r = 0,179
Y = 3,61 – 0,0167 X
r = 0,477
Y = = 8,20 – 0,193 X
r = 0,810
Y = - 0,235 + 0,139 X
r = 0,282
Y =- 0,475 + 0,356 X
r = 0,217
Y = 3,73 – 0,0654 X
r = 0,081
Y = 13,1 – 1,52 X
r = 0,414
Y = 0,177 + 2,44 X
r = 0,065
(cm) (Pucuk/100cm2)
(cm) (cm)
(cm) (gr)
(gr) (gr)
(Pucuk/100cm2) (Pucuk/100cm2)
(Pu
cuk/
100
cm2)
(Pu
cuk/
100
cm2)
(gr)
(m
m)
(gr)
(m
m) (g
r)
(m)
(gr)
(m
)
68
Berat Kering Akar
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
0.550.500.450.400.350.30
3.475
3.450
3.425
3.400
3.375
3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Berat Kering Akar
Le
ba
r D
au
n
0.550.500.450.400.350.30
7.5
7.0
6.5
6.0
5.5
5.0
4.5
4.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Berat Kering Pucuk
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
1.51.41.31.21.11.00.90.8
3.475
3.450
3.425
3.400
3.375
3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
Lebar Daun
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
7.57.06.56.05.55.04.54.0
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
Lebar Daun
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
7.57.06.56.05.55.04.54.0
3.475
3.450
3.425
3.400
3.375
3.350
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Gambar 30 Grafik Hubungan Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion
Siliwangi
Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang sejajar
antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan sejajar ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang mempengaruhi secara positif yaitu apabila suatu
peubah meningkat, maka satu peubah lainnya mengalami peningkatan pula. Hal
hubungan antara ini terjadi pada berat kering pucuk dan berat kering akar sebesar
dengan persamaan Y = 0,177 + 2,44 X yang berarti setiap penambahan 1 gram
berat kering akar, akan diikuti pertambahan berat kering pucuk sebesar 2,44 gram.
Hubungan berbanding terbalik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
mempengaruhi secara negatif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu
peubah lainnya mengalami penurunan. Hubungan berbanding terbalik terjadi
Y = 3,57 – 0,361 X
r = 0,363
Y = 8,37 – 5,7 X
r = 0,696
Y = 3,61 – 0,156 X
r = 0,298
Y = 1,84 – 0,109 X
r = 0,631
Y = 3,24 + 0,030 X r = 0,333
(gr)
(mm)
(gr)
(m)
(gr)
(m)
(gr)
(mm)
(m)
(gr)
69
antara panjang akar dan luncuran bola dengan persamaan Y = 3,73 – 0,0654 X
yang berarti setiap akar bertambah 1 cm, maka luncuran bola mengalami
penurunan sebesar 0,0654 m.
5.7.3 Stadion Haji Agus Salim
Pada Stadion Siliwangi memiliki nilai korelasi yang beragam. Dari data
yang didapat di lapangan kemudian diolah menggunakan software minitab, maka
didapat hasil yang tertera pada Tabel 31.
Tabel 31 Korelasi Antar Peubah Kualitas Fungsional Pada Stadion Haji Agus
Salim
Peubah Kepadatan
Rumput
Berat
Kering
Akar
Berat
Kering
Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak
Luncuran
Bola
Kepadatan Rumput
1 0,942 0,958 0,469 -0,412 0,207
Berat Kering Akar
1 0,806 0,738 -0,693 0,419
Berat Kering
Pucuk 1 0,196 -0,132 -0,199
Panjang Akar
1 -0,998** 0,922
Lebar Daun
1 -0,945
Jarak Luncuran
Bola 1
Ket : * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Setelah didapatkan hasil korelasi, diketahui bahwa ada beberapa indikator
yang berkorelasi pada taraf α = 10%. Korelasi nyata pada taraf α = 10% terjadi
antara panjang akar dan lebar daun sebesar -0,998. Selain itu tidak terjadi korelasi
yang nyata antar peubah yang ada. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa terdapat
pola hubungan linier antara dua peubah. Dari data pada tabel diatas, panjang akar
dan lebar daun memiliki hubungan yang sangat kuat dan memiliki pola hubungan
linier.
70
Berat Kering Akar
Ke
pa
da
tan
Ru
mp
ut
2.52.01.51.00.5
17
16
15
14
13
12
11
10
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Berat Kering Akar
Kepadatan Rumput
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
1716151413121110
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Kepadatan Rumput
Panjang Akar
Ke
pa
da
tan
Ru
mp
ut
11.611.411.211.010.810.610.410.210.0
17
16
15
14
13
12
11
10
Scatterplot of Kepadatan Rumput vs Panjang Akar
Kepadatan Rumput
Le
ba
r D
au
n1716151413121110
8.7
8.6
8.5
8.4
8.3
8.2
8.1
8.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Kepadatan Rumput
Kepadatan Rumput
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
17161514131211
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Kepadatan Rumput
Berat Kering Akar
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
2.52.01.51.00.5
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Berat Kering Akar
Panjang Akar
Be
rat
Ke
rin
g A
ka
r
11.611.411.211.010.810.610.410.210.0
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
Scatterplot of Berat Kering Akar vs Panjang Akar
Berat Kering Akar
Le
ba
r D
au
n
2.52.01.51.00.5
8.8
8.7
8.6
8.5
8.4
8.3
8.2
8.1
8.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Berat Kering Akar
Berat Kering Akar
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
2.52.01.51.00.5
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Akar
Panjang Akar
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
11.611.411.211.010.810.610.410.210.0
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Panjang Akar
Y = 8,73 + 3,05 X
r = 0,218
Y = - 2,06 + 0,381 X
r = 0,186
Y = - 6,1 + 1,94 X
r = 0,689
Y = 9,16 – 0,049 X
r = 0,730
Y = 2,95 + 0,0194 X
r = 0,867
Y = 1,50 + 1,04 X
r = 0,403
Y = - 8,13 + 0,944 X
r = 0,471
Y = 8,95 – 0,268 X
r = 0,512
Y = 0.0 + 0.32 X
r = 0,725
Y = 0.0 + 0.32 X
r = 0,875
(cm)
(gr) (Pucuk/100cm2)
(pu
cuk/
100
cm2)
(gr)
(m
m)
(cm)
(Pucuk/100cm2)
(gr)
(m
m)
(m)
(gr)
(p
ucu
k/1
00cm
2)
(Pucuk/100cm2)
(gr)
(gr) (cm)
(m)
(gr)
(gr)
71
Lebar Daun
Be
rat
Ke
rin
g P
ucu
k
8.78.68.58.48.38.28.18.0
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
Scatterplot of Berat Kering Pucuk vs Lebar Daun
Berat Kering Pucuk
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
5.04.54.03.53.02.52.0
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Berat Kering Pucuk
Panjang Akar
Le
ba
r D
au
n
11.611.411.211.010.810.610.410.210.0
8.7
8.6
8.5
8.4
8.3
8.2
8.1
8.0
Scatterplot of Lebar Daun vs Panjang Akar
Panjang Akar
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
11.611.411.211.010.810.610.410.210.0
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Panjang Akar
Lebar Daun
Jara
k L
un
cu
ran
Bo
la
8.78.68.58.48.38.28.18.0
3.6
3.5
3.4
3.3
3.2
3.1
3.0
Scatterplot of Jarak Luncuran Bola vs Lebar Daun
Gambar 31 Grafik Hubungan Antar Peubah Pada Stadion Haji Agus Salim dan
Persamaannya
Dari persamaan yang ada, diketahui bahwa terdapat hubungan yang
berbanding terbalik antara satu peubah dengan peubah lainnya. Hubungan
berbanding terbalik ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
mempengaruhi secara negatif yaitu apabila suatu peubah meningkat, maka satu
peubah lainnya mengalami penurunan. Pada panjang akar dan lebar daun didapat
persamaan Y = 13,7 – 0,494 X yang berarti setiap penambahan 1 cm panjang akar,
akan diikuti penurunan lebar daun sebesar 0,494 cm .
Y = 7,2 – 0,44 X
r = 0,915
Y = -3,38 – 0,043 X
r = 0,872
Y = 13,7 – 0,494 X
r = 0,041
Y = - 0,21 + 0,325 X
r = 0,253
Y = 8,90 – 0,672 X
r = 0,213
(cm) (cm)
(gr)
(m
m)
(m)
(m)
(mm) (gr)
(mm)
(m)
72
5.8 Rekomendasi untuk Meningkatkan Kualitas Fungsional dan Visual
5.8.1 Stadion Singaperbangsa
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional
dan visual yang ada, maka didapatkan data yang ada pada Tabel 32 berikut.
Tabel 32 Perbandingan Kualitas Rumput Ketiga Stadion
No Parameter Penilaian Kondisi di
Singaperbangsa
Kondisi di
Siliwangi
Kondisi di
H.Agus Salim Baik
1 Kepadatan (Densitas)
(pucuk/100cm2)
18,7 pucuk 11,4 pucuk 14,46 pucuk >30
2 Warna hamparan
rumput
Antara Hijau
muda dan Hijau kekuningan
Hijau
kekuningan
Hijau
kekuningan
Hijau
muda
3 Keseragaman warna
rumput (%)
90 * 70 85 >85
4 Tekstur rumput
(mm)
7 6 8* 8-14
5 Keberadaan partikel
dipermukaan (%)
6,67* 23,33 10* <20
6 Kemurnian jenis
rumput (%)
70 55 66,67 >85
7 Ketinggian pangkas (cm)
2-3 2-3 2-5* 2-5
8 Berat kering
pucuk(gr/100cm2)
1,29 1,19 3,45* >1.5
9 Berat kering akar
pucuk(gr/100cm2)
0,62 0,42 1,88* >1.5
10 Panjang akar (akar
terpanjang) (cm)
7,18* 4,69* 10,60* 4-15
11 Elastisitas rumput
(dilihat dari jarak
gelinding bola) (m)
2,92* 3,42 3,23 <3
Keterangan : * memenuhi standar
Dari 11 indikator diatas, terdapat 4 indikator yang memenuhi syarat dan 7
indikator lainnya membutuhkan perbaikan pada proses pemeliharaannya.
Kepadatan rumput yang masih dibawah standar perlu dilakukan perbaikan dengan
cara penyulaman segera setelah lapangan digunakan. Dengan konstruksi yang
sudah baik, untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat
diatasi dengan pemberian pupuk NPK 20 gr/m2 untuk menambahkan kualitas
warna dan membantu proses pertumbuhan rumput karena unsur penting yang
dibutuhkan rumput termasuk dalam kandungan pupuk NPK. Untuk meningkatkan
73
kemurnian jenis rumput, harus dilakukan pengendalian gulma yang lebih intensif
yaitu setiap hari ataupun treatment lain yang memungkin pemain sepakbola tidak
membawa gulma pada sepatu yang mereka kenakan. Selain itu, perlu dilakukan
pencegahan hama dan penyakit pada saat terjadi serangan. Ketinggian pangkas
sebaiknya ditingkatkan agar sesuai dengan standar yang ada. Pemilihan
penggunaan rumput sebenarnya sudah baik karena rumput ini memiliki penutupan
tanah yang baik sehingga mengurangi cedera ketika pemain terjatuh dan minim
pemeliharaan sehingga biaya yang dikeluarkan pun lebih sedikit. Tetapi akan
lebih ideal lagi apabila digunakan rumput manila. Karena rumput tersebut
memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera pemain ketika
terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan baik, sehingga
perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang menggunakan
rumput paitan.
5.8.2 Stadion Siliwangi
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional
dan visual pada Tabel 32 dapat terlihat bahwa dari 11 indikator diatas, terdapat 1
indikator yang memenuhi syarat dan 10 indikator lainnya membutuhkan perbaikan
pada proses pemeliharaannya. Konstruksi yang ada perlu perbaikan agar sistem
drainase yang ada menjadi lebih baik. Kondisi drainase yang buruk membantu
perkembangan gulma menjadi lebih subur ditambah.
Untuk mengatasi masalah warna rumput yang kekuningan dapat diatasi
dengan pemberian nutrisi pada rumput yang lebih baik lagi karena memiliki akar
yang pendek. Pemberian nutrisi yang cukup dan teratur dapat pula membantu
meningkatkan kesuburan rumput. Dengan dosis yang ada saat ini, pemberian
pupuk terlampau berlebih, karena seharusnya cukup diberikan 5gr/m2 untuk
pupuk urea, dan dilakukan 2 bulan sekali. Selain itu, diperlukan pemberian pupuk
penunjang lain seperti NPK yang mampu memberikan kesuburan bagi rumput.
Untuk meningkatkan kemurnian jenis rumput, harus dilakukan
pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain
yang memungkin pemain sepakbola tidak membawa gulma pada sepatu yang
mereka kenakan. Selain itu, perlu pula dilakukan pencegahan hama dan penyakit
74
pada saat terjadi gejala serangan dengan dosis yang sesuai agar lapangan rumput
sehat dan bebas penyakit.
Penggunaan lapangan yang berlebihan juga mampu membuat kebotakan
pada beberapa bagian rumput yang sering terkena injakan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pembatasan penggunaan agar rumput tidak selalu dalam kondisi stress
karena terinjak. Pembatasan penggunaan ini lapangan dapat membantu
memperbaiki kualitas dari lapangan. Kepedulian pihak pengelola lapangan sepak
bola harus diperhatikan pula. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
insidental seperti pengendalian gulma dan hama sebaiknya dilakukan secara rutin
agar kemungkinan terjadi lagi menjadi kecil. Penggilingan yang dilakukan sudah
baik dengan intensitas penggunaan yang lebih besar, intensitas penggilingan
dilakukan 2 kali dalam setahun agar tanah menjadi lebih rata.
Pemilihan rumput yang ideal yaitu menggunakan rumput manila. Karena
rumput tersebut memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera
pemain ketika terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan
baik, sehingga perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang
menggunakan rumput paitan.
5.8.3 Stadion Haji Agus Salim
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan indikator kualitas fungsional
dan visual pada Tabel 32 dapat terlihat bahwa dari 11 indikator, terdapat 6
indikator yang memenuhi syarat dan 5 indikator lainnya membutuhkan sedikit
perbaikan pada proses pemeliharaannya. Konstruksi yang ada perlu perbaikan
agar sistem drainase yang ada menjadi lebih baik. Untuk mengatasi masalah
warna rumput yang kekuningan dapat diatasi dengan intensitas pemangkasan dan
teknik pemangkasan yang sesuai. Pemupukan yang cukup dan teratur dapat pula
membantu meningkatkan kesuburan rumput. Penambahan pemberian pupuk NPK
sebanyak 20 gr/m2 setiap dua bulan sekali mampu menambahkan lagi kualitas
rumput yang ada.
Untuk meningkatkan kemurnian jenis rumput, harus dilakukan
pengendalian gulma yang lebih intensif yaitu setiap hari ataupun treatment lain
yang memungkin pemain sepak bola tidak membawa gulma pada sepatu yang
75
mereka kenakan. Selain itu, perlu pula dilakukan pencegahan hama dan penyakit
pada saat terjadi gejala serangan dengan dosis yang sesuai agar lapangan rumput
sehat dan bebas penyakit.
Beberapa kegiatan pemeliharaan yang dilakukan insidental seperti
pengendalian gulma dan hama sebaiknya dilakukan secara rutin agar
kemungkinan terjadi lagi menjadi kecil. Penggilingan yang dilakukan sudah baik
dengan intensitas penggunaannya, intensitas penggilingan dilakukan 1 kali dalam
setahun agar tanah menjadi lebih rata.
Pemilihan penggunaan rumput sebenarnya sudah baik karena rumput ini
memiliki penutupan tanah yang baik sehingga mengurangi cedera ketika pemain
terjatuh dan minim pemeliharaan sehingga biaya yang dikeluarkan pun lebih
sedikit. Tetapi akan lebih ideal lagi apabila digunakan rumput manila. Karena
rumput tersebut memiliki kepegasan yang tinggi dan mampu mengurangi cedera
pemain ketika terjatuh pula. Hanya saja rumput ini harus selalu terawat dengan
baik, sehingga perawatannya lebih intensif dan mahal dibandingkan dengan yang
menggunakan rumput paitan.
5.8.4 Rencana Pemeliharaan
Dari kondisi yang terdapat pada ketiga lapangan bola, maka perlu
dilakukan tindakan pemeliharaan yang lebih baik. Tabel kegiatan yang perlu
dilakukan pada lapangan bola dan rencana pemeliharaan yang dianjurkan dapat
dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34 berikut ini.
Tabel 33 Kegiatan Pemelihaaan yang Perlu Dilakukan Pada Lapangan Sepakbola
No Standar Penampilan Rumput
Lapangan Sepakbola
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
1 Hijau, subur, dan rapat Penyiraman dan Pemupukkan
2 Sejenis (tidak ada tanaman liar ) Pengendalian gulma
3 Rumput rapi, dan merata Pemangkasan
4 Bebas dari sampah, kotoran, bau Pembersihan dan Penyapuan
5 Tidak tergenang air dan tidak lembab Pendangiran dan Penggilingan
6 Bebas Hama dan Penyakit Pencegahan dan Pengendalian Hama dan
Penyakit
76
Tabel 33 (Lanjutan)
No Standar Penampilan Rumput Lapangan Sepakbola
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
7 Mampu meredam Laju Bola Pemangkasan dan Penyulaman
8 Perakaran kuat dan saling menjalin Pendangiran dan Pemupukkan
9 Mengurangi resiko cedera ketika
jatuh
Pemangkasan dengan ketinggian rumput
yang sesuai
Rencana pemeliharaan yang dihasilkan meliputi rencana pemeliharaan
fisik agar kondisi lapangan tetap memiliki kualitas yang diinginkan sehingga
kualitas estetika dan fungsionalnya tetap terjaga. Berikut Tabel 34 memaparkan
Rencana Pemeliharaan untuk ketiga lapangan.
Tabel 34 Rencana Pemeliharaan
No Kegiatan Syarat Pelaksanaan
Pemeliharaan
Metode Frekuensi Alat dan
Bahan
1 Penyiraman - Penyiraman pada pagi atau sore hari.
- Air yang digunakan bersih,
tidak berbau, tidak kotor,
tidak sadah, tidak membawa penyakit, tidak merusak dan
mematikan tanaman
- Jumlah air sesuai kebutuhan, merata dan basah sampai ke
perakaran bawah agar
tanaman dapat tumbuh secara
optimum
Manual Setiap Hari pada
musim
kemarau
2hari
sekali
pada musim
hujan
Sprinkler, air
2 Pemangkasan - Rumput tidak bergelombang,
harus rata, dan tidak terlalu
pendek dengan ketinggian rumput 2-5 cm,
- Hasil pangkasan dibuang ke
tong sampah - Alat yang digunakan tidak
tumpul
Menggu-
nakan
Mower
2 kali /
bulan
2 buah
Mower,
Bensin
3 Pemupukan - Khusus pemupukan rumput,
setelah ditabur segera disiram secukupnya untuk
menghindari plasmolisis
Manual
dengan cara
disebar
1-2 bulan
sekali
Sarung
tangan, NPK=20gr
/m2
4 Penyulaman - Rumput pengganti harus jenis yang sama dan dalam
kondisi sehat/lebih baik dari
rumput yang akan disulam
Manual Setiap lapangan
habis
digunakan
Sekop kecil,
rumput
baru
77
Tabel 34 (Lanjutan)
No Kegiatan Syarat Pelaksanaan
Pemeliharaan
Metode Frekuensi Alat dan
Bahan
- Penyulaman jangan sampai
merusak rumput yang masih sehat
- Lubang tanam untuk rumput
baru harus bebas pathogen
dengan
kondisi baik
5 Pengendalian
Gulma
- Mencabut rumput liar
dengan tidak merusak
rumput utama - Gulma dicabut sampai
seluruh akarnya
Manual Setiap
Hari
Sarung
tangan,
Pengki
6 Penyapuan dan
Pembersihan
- Menyapu seluruh area
lapangan dengan sehingga tidak ada sampah di
lapangan
Manual Setiap
habis dipakai
2 buah
Sapu lidi Pengki
Tempat
sampah 7 Penggilingan - Dilakukan saat permukaan
rumput sudah tidak merata
Menggu-
nakan alat
Setahun
Sekali
Mesin
giling
8 Coring - Dengan melakukan
pelubangan terhadap tanah agar terjadi pertukaran udara
pada tanah
Manual 1 kali
seminggu
Garpu,
pasir
9 Pencegahan dan
Pengendalian
Hama Penyakit
- Disemprot pestisida - Penyemprotan dilakukan
sore hari dan memperhatikan
arah dan kecepatan angin
Menggu-nakan alat
Bila ada gejala
serangan
Knapsack sprayer,
Sarung
tangan, Masker
Pestisida Sumber : Diolah dari berbagai pustaka
78
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Dari ketiga Stadion yang menjadi lokasi penelitian dan menjadi lokasi
beberapa pertandingan dalam Kompetisi Liga Super, dapat disimpulkan bahwa
pada lapangan rumput di Stadion Singaperbangsa memiliki kualitas visual yang
paling baik diantara ketiga stadion. Untuk kualitas fungsional paling baik terletak
pada Stadion Haji Agus Salim. Pada Stadion Singaperbangsa terdapat 4 indikator
yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas fungsional dan visual.
Indikator tersebut yaitu keseragaman warna rumput, keberadaan partikel
dipermukaan, panjang akar, dan elastisitas rumput. Pada Stadion Siliwangi
terdapat 1 indikator yang memenuhi dari 11 indikator penilaian kualitas
fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu panjang akar. Penggunaan lapangan
yang lebih intensif dari lapangan yang lain dan perawatan seadanya bisa jadi
menjadi salah satu masalah sehingga lapangan yang ada kurang baik. Pada
Stadion Haji Agus Salim terdapat 6 indikator yang memenuhi dari 11 indikator
penilaian kualitas fungsional dan visual. Indikator tersebut yaitu tekstur rumput,
keberadaan partikel dipermukaan, ketinggian pangkas, berat kering pucuk, berat
kering akar, dan panjang akar.
Masalah yang terjadi pada Stadion Singaperbangsa yaitu tanah yang
digunakan kurang subur tetapi dapat diimbangi dengan penambahan pupuk
kandang pada lapisan media tanam lapangan sehingga kesuburan rumput dapat
meningkat. Masalah pada Stadion Siliwangi yaitu penggunaan lapangan yang
cenderung tinggi menyebabkan lapangan mengalami kebotakan. Selain itu,
masalah pemeliharaan pada ketiga stadion masih memerlukan perbaikan. Maka,
dihasilkan rencana pemeliharaan bagi ketiga stadion tersebut untuk mengatasi
masalah dalam meningkatkan kualitas lapangan.
79
6.2 Saran
Rekomendasi yang diberikan diharapkan mampu menjadi pertimbangan
pihak pengelola stadion agar lapangan bola yang ada saat ini mampu
menampilkan lapangan yang sesuai standar FIFA dan mampu digunakan dalam
kompetisi tingkat nasional seperti Kompetisi Liga Super maupun kompetisi
internasional.
Pada Stadion Singaperbangsa diperlukan penambahan ketinggian pangkas
agar rumput yang ada memiliki elastisitas lebih baik. Selain itu diperlukan
pemberian pupuk dengan dosis yang lebih baik untuk memperbaiki warna rumput,
dan harus dilakukan pengendalian gulma yang lebih intensif. Pada Stadion
Siliwangi, perlu dilakukan banyak perbaikan agar kondisi lapangan rumput yang
ada menjadi lebih baik dan sesuai standar yang ada. Perbaikan ini meliputi
perbaikan sistem drainase, pemupukan, penyulaman, dan pengendalian gulma
yang lebih intensif dan meningkatkan ketinggian pangkas rumput agar menambah
elastisitas rumput. Pada Stadion Haji Agus Salim diperlukan beberapa perbaikan.
Perbaikan ini meliputi perbaikan sistem drainase dan pengendalian gulma yang
lebih intensif.
Pemeliharaan yang sesuai pada waktunya dan sesuai syarat pelaksanaan
harus lebih diperhatikan agar kualitas fungsional maupun visual yang diinginkan
dapat tercipta dengan baik. Dengan begitu diharapkan mampu menjadikan
lapangan yang lebih baik secara visual dan fungsional sehingga sejajar dengan
lapangan-lapangan bola yang ada di dunia dan sesuai standar internasional
sehingga dapat digunakan dalam kompetisi tingkat nasional maupun internasional.
80
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Liga_Super_Indonesia. Diakses 7
Mei 2010.
Anonymous.2009.http://pikiranrakyat.com/baca/2009/11/05/liga super indonesia-
rapor -awal.html. Diakses 7 mei 2010.
Arifin, H.S. dan Nurhayati H.S.A. 2002. Pemeliharaan Taman. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ariyanti, Bonita. 1987. Studi Fenologi dan Distribusi Beberapa Jenis Rumput
Dominan pada Lansekap Lapangan Sepak Bola Senayan (Jakarta). Skripsi
( tidak dipublikasikan ). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 66
hal.
Ayuningtyas, Andhina. 2007. Kajian Kualitas Rumput Lapangan Sepakbola di
Jakarta dan Bogor. Skripsi ( tidak dipublikasikan ). Departemen
Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Beard, J. B. 1973. Turfgrass : Science and Culture. New York : Prentice-Hall Inc.
Carpenter, P.L,T.D. Walker, and F.O Lanphear. 1975. Plants in The Landscape.
WH. Freeman & Co. San Fransisco. 476p.
Christians, Nick. 2001. Fundamentals of Turfgrass Management. Ann Arbor
Press: Chelsea, Michigan.
Crum, J. R., T. F. Wolff dan J. N. Rogers III. 2004. Agronomic and Engineering
Properties of USGA Putting Greens. USGA Green Section Record.
http://www.USGA.org. Diakses 7 Juli 2011
Emmons, R. D. 2000. Turfgrass Science and Management. Third Edition. Delmar.
New York. 516 hal.
FIFA. 2010. Football Stadiums. 5th edition. FIFA Federation Internationale de
Football Association. Switzerland.
Hessayon, D.G. 1994. The Lawn Expert. Waltham Cross : pbi Publication. Great
Britain.
Hopkins, A. 2000. Grass : It’s Production and Utilitazion. Third Edition.
Blackwell Science Ltd. New Jersey. 328 hal.
Munandar, A. dan S. Hardjosuwignyo. 1990. Rumput Lansekap. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 380 hal.
81
Rodney, J. 2004. Turfgrass Installation : Management and Maintenance.
McGraw-Hill. New York. 583 hal.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB
Bogor. 591 hal.
Sulistyantara, B. 1992. Taman Rumah Tinggal. Penebar Swadaya. Jakarta. 194
hal.
Turgeon, A.J. 2002. Turfgrass Management. Reston Publishing Company, Inc.
Virginia. 355p.
82
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel P-Value antar peubah pada ketiga stadion
P-Value antar peubah di Stadion Singaperbangsa
Kepadatan
Rumput
Berat
Kering Akar
Berat
Kering Pucuk
Panjang
Akar
Lebar
Daun
Jarak
Luncuran Bola
Kepadatan
Rumput 0,850 0,236 0,931 0,770 0,472
Berat Kering Akar
0,614 ** 0,080 0,378
Berat Kering
Pucuk 0,695 0,534 0,237
Panjang Akar
0,161 0,458
Lebar Daun
0,297
P-Value antar peubah di Stadion Siliwangi
Peubah Kepadatan
Rumput
Berat
Kering Akar
Berat
Kering Pucuk
Panjang
Akar
Lebar
Daun
Jarak
Luncuran Bola
Kepadatan
Rumput 0,114 0,179 0,396 0,810 0,477
Berat Kering Akar
** 0,282 0,696 0,363
Berat Kering
Pucuk 0,217 0,631 0,298
Panjang Akar
0,414 *
Lebar Daun
0,333
P-Value antar peubah di Stadion Haji Agus Salim
Peubah Kepadatan
Rumput
Berat
Kering
Akar
Berat
Kering
Pucuk
Panjang Akar
Lebar Daun
Jarak
Luncuran
Bola
Kepadatan
Rumput 0,218 0,186 0,689 0,730 0,867
Berat Kering Akar
0,403 0,471 0,512 0,725
Berat Kering
Pucuk 0,875 0,915 0,872
Panjang Akar
** 0,253
Lebar Daun
0,212
83
Lampiran 2 Ilustrasi Gambar Ketiga Stadion
Stadion Singaperbangsa
Stadion Siliwangi
84
(Lanjutan Lampiran 2..)
Stadion Haji Agus Salim