Upload
vuonghanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA – PURWODADI
DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN 2007
Skripsi
Oleh: Riyadi NIM K 5402035
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2007
ii
EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA-PURWODADI
DI KECAMATAN GEYER KABUPATENGROBOGAN
TAHUN 2007
Oleh: Riyadi
NIM K 5402035
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2007
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Partoso Hadi, M.si NIP: 130 529 721
Pembimbing II
Setya Nugraha, S.Si. M.Si NIP. 132 206 721
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Sabtu Tanggal : 17 Maret 2007
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Ketua : Dra. Inna Prihartini, M.S Sekretaris : Rahning Utomowati, S.Si Anggota I : Drs. Partoso Hadi, M.Si Anggota II : Setya Nugraha, S.Si.M.Si
Tanda Tangan
1........................
2. .......................
3. ........................
4............................
Disahkan Oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, DR. Trisno Martono NIP. 130 529 720
v
ABSTRAK Riyadi. EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA–PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2007.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1). Mengetahui satuan medan di daerah penelitian (2). Mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survei. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan medan sebagai kajian utama. Sampel berupa satuan medan yang ditentukan berdasarkan hasil tumpang susun Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Lereng dan Peta Penggunaan lahan. Data primer dikumpulkan dengan cara survei lapangan yang disertai dengan analisis laboratorium dan data sekunder dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Teknik sampling dengan menggunakan purposive sampling, yaitu satuan medan sebagai satuan analisis yang ditentukan berdasarkan tujuan. Teknik analisis data dengan cara pengharkatan (scoring) terhadap sifat dan karakteristik medan yang berupa: (1) Topografi yang mencakup: kemiringan lereng dan Penjang lereng, (2) Batuan yang mencakup: indeks keausan batuan, indeks beban titik dan struktur lapisan batuan,(3) Tanah yang mencakup: tekstur tanah, kelompok tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, dan kembang kerut tanah, (4) Proses geomorfologi yang mencakup: erosi dan gerak massa batuan, (5) Hidrologi yang mencakup: jarak antar sungai dan intensitas hujan, (6) Penggunaan Lahan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: dari hasil tumpang susun Peta Bentuklahan, Peta Tanah dan Peta Penggunaan Lahan diketahui satuan medan yang ada di daerah penelitian adalah 68 satuan medan. Ada dua kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian yaitu: Kelas kesesuaian III (cukup sesuai) dan kelas kesesuaian IV (tidak sesuai). Kelas kesesuaian medan III (cukup sesuai) untuk jalan dengan faktor penghambat relief tanah (r), proses geomorfologi (p), dan hidrologi (h) dengan luas 570,123 ha, atau 11,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Kelas kesesuaian medan IV (tidak sesuai) untuk jalan dengan faktor penghambat relief (r), geologi (g), tanah (t), proses (p), hidrologi (h), dan penggunaan lahan (pl) dengan luas 1.006,773 ha, atau 19,46% dari seluruh daerah penelitian.
vi
MOTTO
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
(Qs. Ar Ruum: 41)
Hidup akan semakin bermakna jika bermanfaat bagi sesama.
(Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
Teruntuk jiwa-jiwa besar yang senantiasa menyertai langkahku, Beliau yang telah mengandungku, mengadzankanku, mendidik, menyayangi,
menyertai perkembanganku dan senantiasa mendo’akanku di sepanjang waktu ialah Ibu dan Bapakku semoga Allah memuliakanmu
Mereka yang selalu berbagi kasihsayang, do’a dan airmata, ketiga kakakku tersayang
Bang Dodo sekeluarga, Bang Panut sekeluarga dan Mbak Jum sekeluarga sukses selalu untukmu
Adikku tersayang Imah gapailah cita-citamu
Dia yang selalu memberiku semangat dan dorongan serta tempat berbagi suka dan
cita ialah Dian Kafi Lestari mas selalu menunggumu.
Mereka yang telah memberiku pengalaman dan arti dari sebuah kehidupan ialah Keluarga Besar BE SAR UNS, Keluarga Besar BRAHMAHARDHIKA,
Keluarga Besar DP KPMKB Ska.
Sohib – sohibah Geografi ‘02 Almamater
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu. Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Evaluasi Medan Untuk Tingkat Kerusakan Jalur Jalan Surakarta – Purwodadi Di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun 2007 dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan dan rintangan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, disampaikan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang
telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan memberi
ijin untuk menyusun skripsi.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah berkenan memberi ijin
untuk menyusun skripsi.
4. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing I atas kesediaan waktu dan
kesabarannya memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penyusunan
skripsi ini
5. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan
memberikan arahan, petunjuk serta saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Inna Prihartini, M.S selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan
kesabaran selama penulis belajar di UNS.
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Geografi FKIP yang telah memberi ilmu
selama penulis belajar di UNS.
8. KaDispermas Kesbang dan Linmas Kabupaten Grobogan beserta stafnya yang
telah memberikan izin penelitian.
9. Camat Geyer beserta stafnya yang telah memberikan bantuan dalam penelitian.
10. Afiq, Agung, Azka, Rita dan Dian atas bantuannya dalam pelaksanaan ujian.
11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
ix
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.. Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu.
Surakarta, Februari 2007
Penulis
x
DAFTAR ISI Hal.
HALAMAN JUDUL
PENGAJUAN …………………………….………………………………...
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………......................
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………..…….............
ABSTRAK………………………………………………………………......
MOTTO ………………………………………..…………………………...
PERSEMBAHAN…………………………………………………..……….
KATA PENGANTAR ………………………………………………….......
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xiii
xv
xvii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….
A. Latar Belakang ……………………………………………….
B. Perumusan Masalah……………..............................................
C. Tujuan Penelitian……………..……………………................
D. Manfaat Penelitian …………………………….......................
BAB II LANDASAN TEORI…………………….. ...................................
A. Evaluasi Medan……………….…...........................................
B. Satuan Medan………………………………………………...
C. Keterlintasan Medan…………………………………………
1. Kemiringan Lereng……………………………………….
2. Panjang Lereng…………………………………………...
1
1
4
5
5
6
6
7
10
11
12
12
xi
3. Indeks Keausan Batuan…………………………………..
4. Indeks Beban Titik………………………………………..
5. Struktur Perlapisan Batuan………………………………..
6. Tekstur Tanah…………………………………………….
7. Kelompok tanah/Ukuran Butir……………………………
8. Kadar Air………………………………………………….
9. Angka Pori………………………………………………..
10. Permeabilitas Tanah………………………………………
11. Kembang Kerut Tanah……………………………………
12. Erosi………………………………………………………
13. Gerak Massa Batuan……………………………………...
14. Jarak Antar Alur...………………………………………
15. Intensitas Hujan…………………………………………..
16. Penggunaan Lahan………………………………………..
D. Kerusakan Jalan………………………………………………
E. Hasil Penelitian yang Relevan………………………………..
F. Kerangka Pemikiran…………………………………………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………..
A. Tempat dan Waktu Penelitian….…….……………..................
1. Tempat Penelitian……………….…………………………..
2. Waktu Penelitian…………….….…………………………..
B. Metode Penelitian……………………………………….….....
C. Sumber Data…………………………………………………...
1. Data Primer………………………………………….……...
2. Data Sekunder………………………………………………
D. Populasi dan Sampel…………….…………………………….
1. Populasi……………………………………………………
2. Sampel……………………………………………………..
13 14 15 16 16 17 18 19 19 20 21 21 22 23 25 28 30 30 30 30 30 32 32 32 33 33 33 33 34 34 35 35 38 38 38 38 38 39 39 41 41 41 41
xii
E. Teknik Pengumpulan Data……………………..…………..….
1. Dokumentasi……….………………………………………
2. Observasi……… ….......………………..…..………………
F. Validitas Data………………………………………..………..
G. Analisis Data…………………………………………………..
H. Prosedur Penelitian…………………………………..……......
1. Tahap Persiapan…………………………………………...
2. Tahap Interpretasi Awal…………………………………..
3. Tahap Observasi Lapangan………………………………..
4. Tahap Analisis Data……………………………………….
5. Tahap Interpretasi Akhir…………………………………..
6. Tahap Akhir……………………………………………….
BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………………..
A. Latar Belakang Daerah Penelitian…………............................
1. Letak dan Batas…………………………….………….…...
a. Letak Astronomis………………………….……………..
b. Letak Administrasi………….……………….…………...
2.Iklim….……………………………………………….…….
a. Temperatur………………………………………………
b. Curah Hujan……………………………………………..
3. Geologi……………………………………………..………
4. Geomorfologi……………………………………….……...
5. Tanah…..……………………………………….…………..
a. Grumusol………………………………………………...
b. Regosol………………………………………………….
6. Hidrologi……………..……………………….………........
a. Kondisi Fisik Sungai………………………………….....
b. Kondisi Air Tanah………………………………………..
41 41 42 43 48 52 56 56 57 59 59 60 61 61 63 64 65 66 67 67 87 98
110 110 111 111
xiii
7. Penggunaan Lahan……………..………………………......
a. Hutan………….………………………………………….
b. Sawah……………..………...............................................
c. Permukiman…………………..………………………….
d. Tegalan atau Perkebunan………………………………...
8. Jaringan Jalan………………….…………………………..
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan.............................................
1. Satuan Medan daerah penelitian………………...............
2. Analisis Satuan Medan......................................................
3. Kesesuain Medan untuk Jalur Jalan...................................
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………………….
A. Kesimpulan ………………………………………………...
B. Implikasi……………………………………………………
C. Saran………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
No Hal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Klasifikasi Kemiringan Lereng…………………………………… Kriteria Kemiringan Lereng………………………………………. Kriteria Panjang Lereng…………………………………………... Kriteria Indeks Keausan Batuan…………………………………... Kriteria Indeks Beban Titik……………………………………….. Kriteria Penilaian Struktur Perlapisan Batuan……………………. Kriteria Penilaian Tekstur Tanah…………………………………. Kriteria Penilaian Kelompok Tanah……………………………… Kriteria Penilaian Kadar Air……………………………………… Kriteria Penilaian Angka Pori…………………………………….. Kriteria Penilaian Permeabilitas Tanah…………………………… Kriteria Penilaian Kembang Kerut Tanah………………………… Kriteria Penilaian Erosi…………………………………………… Kriteria Penilaian Gerak Massa Batuan…………………………... Kriteria Penilaian Kerapatan Aliran………………………………. Kriteria Penilaian Intensitas Hujan……………………………….. Kriteria Penilaian Jenis Penggunaan Lahan……………………… Kriteria Kesesuaian Medan Untuk Jalur Jalan……………………. Data Curah Hujan Selama Tahun 2003 – 2006................................ Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson…………………… Agihan Formasi Geologi Daerah Penelitian……………………… Agihan dan Luas Bentuk lahan Daerah Penelitian………………... Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian............................................ Luas Satuan Bentuklahan Daerah Penelitian……………………... Luas Setiap Kemiringan Lereng………………………………….. Luas Jenis Tanah………………………………………………….. Luas Jenis Penggunaan Lahan…………………………………….. Luas Satuan Medan……………………………………………….. Luas Satuan Medan Yang Terlintasi Jalur Jalan………………….. Klasifikasi Kemiringan Lereng…………………………………… Klasifikasi Panjang Lereng……………………………………….. Klasifikasi Indeks Keausan Batuan………………………………. Klasifikasi Indeks Beban Titik……………………………………. Klasifikasi Struktur Perlapisan Batuan…………………………… Klasifikasi Tekstur Tanah………………………………………… Klasifikasi Kadar Air……………………………………………... Klasifikasi Ukuran Butir Tanah…………………………………... Klasifikasi Angka Pori……………………………………………. Klasifikasi Permeabilitas Tanah…………………………………... Klasifikasi Kembang Kerut Tanah………………………………...
11 12 12 13 14 15 15 16 17 17 18 19 20 21 21 22 22 37 43 45 50 54 57 67 68 70 70 72 74 87 88 89 89 90 91 92 93 93 94 95
xv
41 42 43 44 45 46 47
48 49
Klasifikasi Intensitas Hujan………………………………………. Klasifikasi Jarak Antar Alur……………………………………..... Klasifikasi Kenampakan Erosi……………………………………. Klasifikasi Gerak Massa Batuan………………………………….. Klasifikai Penggunaan Lahan……………………………………... Harkat dan Parameter Penyusun Satuan Medan………………...... Kelas Kesesuaian Medan dan Faktor Penghambat untuk Jalur Jalan….............................................................................................. Luas Sub-Kelas Kesesuaian Medan III r, t , p, h ………………..... Luas Sub-Kelas Kesesuaian Medan IV r, g, t , p, h, pl ……….......
95 96 97 97 98 100 101 105 108
xvi
DAFTAR GAMBAR
No Hal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
14 15 16 17 18
19 20
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
31 32 33 34 35 36
Skema Orde Relief Permukaan Bumi………………………….... Bagan Alir Kerangka Berpikir…………………………………... Bagan Alur Penelitian …............................................................... Tipe Curah Hujan Menurut Koppen............................................... Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson…………….. Peta Administrasi........................................................................... Penampang Melintang Perlapisan Batuan Napal Bersisipan Lanau pada Formasi Kerek……………………………………… Peta Geologi................................................................................... Bentuklahan Asal Struktural Berbatuan Napal………………….. Gerak Massa pada Perbukitan Denudasional……………………. Peta Bentuklahan......................................................................... Peta Tanah...................................................................................... Kondisi Air Sungai pada Musim Kemarau di Desa Geyer Kecamatan Geyer……………………………………………....... Sumur Sebagai Alternatif Mendapatkan Air Tanah pada ............. Hutan Kayu Putih Merupakan Hutan Reboisasi………………… Peta Penggunaan Lahan................................................................. Penggunaan Lahan Sawah yang Ditanami Padi di Desa Juworo... Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Dataran dan Aktifitas Jual Beli Hasil Pertanian………………………………. Penggunaan Lahan Tegalan pada Topografi Agak Miring ……... Kerusakan Badan Jalan Miring dan Jalan Bergelombang Akibat Dari Kurangnya Daya Dukung Tanah…………………………… Peta Lereng..................................................................................... Peta Satuan Medan......................................................................... Satuan Medan D1-G-V-Kb di Desa Ledokdawan.......................... Satuan Medan D1-G-I-Kb di Desa Ledokdawan........................... Satuan Medan D1-G-I-Pmk di Desa Geyer.................................... Satuan Medan D1-G-III-Ht di Desa Geyer.................................... Satuan Medan D1-G-IV-Ht di Desa Geyer.................................... Satuan Medan S1-G-I-Pmk di Desa Monggot............................... Satuan Medan S5-G-IV-Ht di Desa Monggot................................ Satuan Medan S5-G-II-Ht di Desa Juworo dan Monggot............ Satuan Medan S5-G-III-Kb di Desa Juworo.................................. Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Juworo dan Monggot............... Satuan Medan S1-G-I-Ht di Desa Juworo...................................... Satuan Medan S1-G-I-Sw di Desa Juworo.................................... Peta Kesesuain Medan................................................................... Kondisi Jalan pada Kesesuaian Medan Cukup Sesuai di Desa
9 29 40 44 46 47
49 51 53 53 55 58
59 60 61 62 63
64 65
66 69 71 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
102
xvii
37
Ledokdawan................................................................................... Kondisi Jalan pada Kelas Kesesuaian Medan Tidak Sesuai di Desa Monggot…………………....................................................
104 108
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
1 2 3
Hasil Analisis Tanah Hasil Uji Batuan Perijinan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertambahan penduduk di Indonesia yang cepat sampai dengan saat ini
membawa dampak pada peningkatan kegiatan manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Peningkatan berbagai kegiatan itu dapat dilihat dengan semakin
banyaknya kegiatan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
Semua kegiatan tersebut sangat tergantung oleh sistem sarana dan prasarana yang
ada guna memperlancar proses-proses tersebut. Sarana dan prasarana yang
memadai di samping memperlancar kegiatan perekonomian, sosial, budaya dan
keamanan juga mempercepat perkembangan suatu wilayah, karena antara wilayah
satu dengan yang lain mudah dijangkau.
Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting,
karena berkaitan dengan kebutuhan semua orang yang ada dalam lapisan
masyarakat. Di kota, transportasi berkaitan dengan kebutuhan pekerja untuk
mencapai lokasi pekerjaan dan sebaliknya, kebutuhan para pelajar untuk mencapai
sekolah, mengunjungi tempat perbelanjaan dan pelayanan lainnya, bahkan untuk
bepergian ke luar kota. Di samping kegiatan untuk mengangkut orang, maka
transportasi juga melayani kebutuhan untuk memindahkan barang dari satu tempat
ke tempat yang lain.
Suatu transportasi dikatakan baik apabila: pertama, waktu perjalanan
cepat dan tidak mengalami kemacetan. Kedua, frekuensi pelayanan memuaskan.
Ketiga, aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang
nyaman. Untuk mencapai kondisi yang ideal seperti ini, sangat ditentukan oleh
berbagai faktor yang menjadi komponen transportasi, yaitu: kondisi sarana
(kendaraan) dan kondisi prasarana (jalan dan sistem jaringannya).
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
2
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan diklasifikasikan berdasarkan
peruntukan, fungsi, dan statusnya. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas
jalan umum dan jalan khusus. Jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam
jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan menurut
statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan kota, dan jalan desa.
Untuk memenuhi kebutuhan akan jalan maka sudah semestinya
pembangunan jalan harus berdasarkan pada hasil survei yang seksama. Kemudian
dalam merencanakan pembangunan jalan sebaiknya dikaji terlebih dahulu
mengenai kemungkinan-kemungkinan letak lintas jalan yang akan dibangun. Hal
ini penting karena dengan membangun jalan yang berdasarkan pada kajian fisik
dan sosial ekonomi akan diperoleh suatu pembangunan jalan yang murah, mudah
dipelihara, mudah dibangun dan efektif dipakai. Dari segi fisik perencanaan jalan
harus di perhatikan beberapa aspek fisik yang meliputi beberapa karakteristik
medan yaitu topografi, proses geomorfologi, batuan, tanah, kerapatan aliran dan
penggunaan lahan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan perencanaan jalan data
mengenai karakteristik medan perlu diklasifikasi, dianalisis dan dievaluasi sesuai
dengan kelas jalan yang direncanakan akan dibangun.
Perencanaan transportasi jalan dalam tata guna lahan mempunyai dua
tujuan pokok yaitu: meningkatkan daya guna sistem yang ada dan merencanakan
untuk perkembangan dan pertumbuhan di masa yang akan datang. Perencanaan
tersebut harus didasarkan pada nilai ekonomi, keawetan, pemeliharaan serta
dampak yang timbul terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perencanaan dan
informasi yang tepat tentang kondisi fisik suatu daerah sangat diperlukan,
sehingga kerusakan jalan yang menyebabkan terhambatnya kegiatan dapat
diminimalisir sejak awal.
Kerusakan jalan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan
jalan yang tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi
teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum.
Kerusakan jalan dapat disebabkan oleh adanya faktor dari dalam dan faktor dari
3
luar. Faktor dari dalam adalah penyebab kerusakan jalan itu bersifat alami, yaitu
kondisi fisik lingkungan yang tidak mendukung untuk bangunan jalan.
Sedangkan faktor dari luar dapat disebabkan oleh kesalahan konstruksinya, berat
beban yang melebihi kemampuan jalan (tonase) dan kualitas jalan yang tidak
mampu mendukung beban. Kerusakan jalan yang disebabkan oleh faktor alami
dapat dikaji dengan pendekatan geomorfologi.
Ditinjau dari teknis pelaksanaan dan pembangunan jalan, informasi
kondisi geomorfologi suatu daerah sangat membantu dalam menangani masalah-
masalah yang ada kaitannya dengan kondisi fisik geomorfologis. Berdasarkan
informasi kondisi fisik daerah dapat direncanakan jalur jalan yang sesuai,
sehingga kemungkinan kerusakan jalan bisa diantisipasi lebih awal guna menekan
biaya yang lebih banyak baik dalam pembangunan maupun perawatan. Sedangkan
pada jalur jalan yang sudah dibangun, informasi kondisi geomorfologi tetap
diperlukan guna untuk mengetahui kerusakan dan sebab-sebab terjadinya
kerusakan jalan. Evaluasi medan terhadap tingkat kerusakan jalur jalan dilakukan
dengan menyekor (scoring) parameter-parameter medan yang meliputi relief,
batuan, tanah, kondisi hidrologi dan penggunaan lahan.
Jalur jalan di daerah penelitian termasuk dalam satu jalur yang
menghubungkan ke berbagai daerah sekitarnya sebagai kegiatan penduduk. Jalur
jalan Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer merupakan jalan yang
menghubungkan kota Purwodadi dengan kota Surakarta. Berdasarkan fungsinya
jalan di Kecamatan Geyer termasuk dalam jalan kabupaten yaitu, jalan lokal
dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan
pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Kecamatan Geyer merupakan dataran kaki Pegunungan Kendeng yang
mempunyai morfologi berombak dengan penggunaan lahan diantaranya:
permukiman, tegalan dan hutan. Jalan Surakarta-Purwodadi yang melintas di
Kabupaten Grobogan sepanjang 22,22 Km dimulai dari Dusun Getas Desa Juworo
sampai kota Purwodadi, sedangkan yang melintas di Kecamatan Geyer sepanjang
4
12 Km atau 54% dari panjang jalan Surakarta-Purwodadi di Kabupaten Grobogan.
Jalan tersebut dibangun pada bentuklahan struktural dan bentuklahan asal proses
denudasional. Untuk memenuhi persyaratan panjang lereng, maka jalan
dibelokkan sedemikian rupa sehingga memenuhi standart. Berdasarkan peraturan
perencanaan Geometrik Jalan Raya tahun 1970, pembangunan jalan di Kecamatan
Geyer sudah sesuai peraturan, namun jalan yang dihasilkan kurang memuaskan,
belum mencapai waktu yang diperkirakan dan kondisi jalan tersebut sudah
mengalami kerusakan yang dapat mengancam keselamatan penggunanya. Untuk
itu perlu dievaluasi apakah karakteristik medan daerah tersebut mendukung
terhadap jalur jalan.
Masalah yang timbul pada jalur jalan Surakarta-Purwodadi yaitu badan
jalan sering bergelombang, aspal retak-retak, badan jalan bergeser, bahu jalan
mengalami penurunan dan jalan longsor. Kerusakan jalan tersebut disebabkan
karena kondisi fisik medan yang tidak mendukung terhadap jalur jalan. Untuk
mengetahui kerusakan jalan yang disebabkan oleh kondisi fisik medan perlu
dilakukan evaluasi medan sebagai terapan dari geomorfologi teknik.
Informasi tentang kesesuaian medan untuk bangunan jalan diperoleh
dengan mengevaluasi medan untuk bangunan jalan, yaitu proses pendugaan
kemampuan medan untuk penggunaan jalan. Proses evaluasi tersebut
menghasilkan tingkat kesesuaian medan. Kelas kesesuaian medan akan semakin
rendah jika dijumpai faktor pembatas. Faktor pembatas adalah penyusun satuan
medan yang buruk untuk penggunaannya. Dari uraian di atas perlu diadakan
penelitian tentang kesesuaian medan untuk bangunan jalan terkait dengan
kerusakan jalan. Tertarik dengan masalah kerusakan jalan, penulis bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul: “EVALUASI MEDAN UNTUK
ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA–PURWODADI
DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007”
B. Rumusan Masalah
Berbagai keragaman faktor penyusun satuan medan yang meliputi:
relief, bentuklahan, tanah, proses geomorfologi dan penggunaan lahan akan
memberikan kemampuan yang berbeda tergantung dari kesesuaiannya untuk
5
penggunaan tertentu. Suatu satuan medan tidak mungkin sesuai dengan semua
penggunaan. Penggunaan medan yang tidak sesuai akan mengakibatkan tidak
terjaganya kelestarian medan. Satuan medan tersusun atas kondisi relief, geologi,
bentuklahan, tanah, dan penggunaan lahan tertentu. Jika digunakan untuk
bangunan jalan maka akan memberikan sifat tertentu yang berbeda pada setiap
satuan medan yang berbeda. Berdasarkan pada uraian di atas, maka perumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah satuan medan di daerah penelitian?
2. Bagaimanakah kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah
penelitian?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang penulis rumuskan, tujuan
yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui satuan medan di daerah penelitian.
2. Mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Tingkat kesesuaian medan untuk jalur jalan, faktor pembatas, dan
kerusakan jalan pada satuan medan tertentu berguna sebagai informasi dan bahan
pertimbangan dalam perencanaan jalur jalan yang baru dan pemeliharaan jalan
yang sudah ada. Ini merupakan penerapan geomorfologi keteknikan khususnya
evaluasi medan untuk menganalisis kerusakan jalan yang disebabkan oleh kurang
mantapnya kondisi fisik.
2. Manfaat Praktis
Hasil kajian topografi, geologi, hidrologi, tanah, proses geomorfologi
dan penggunaan lahan yang berupa keterlintasan medan setiap satuan medan di
daerah penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan
perbaikan kerusakan jalan di daerah penelitian.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Evaluasi Medan
Evaluasi medan adalah proses pelaksanaan penilaian medan untuk
keperluan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interprestasi hasil survei dan studi
mengenai relief, tanah, batuan/geologi, proses geomorfologi, hidrologi dan
penggunaan lahan dari medan, dalam rangka mengidentifikasi dan
membandingkan macam–macam kemungkinan penggunaan lahan yang sesuai
dengan tujuan evaluasi (van Zuidam, 1979: 3).
Evaluasi medan untuk jalan merupakan salah satu terapan ilmu
geomorfologi yang proses evaluasinya dilakukan terhadap aspek fisik saja.
Masukan data yang diperlukan tergantung pada tujuan serta kondisi medan untuk
jalan (Sunarto 1990: 20). Dengan demikian perlu ditentukan relevansi
karakteristik medan dan jenis data yang diperlukan dalam proses evaluasi. Studi
satuan medan yang mendasarkan pada kerangka klasifikasi satuan bentuklahan
menurut genesanya, kelas relief, dan litologi merupakan suatu model pendekatan
evaluasi medan untuk jalan. Dengan melakukan survei berdasarkan pada
pendekatan tersebut diperoleh keterkaitan karakteristik medan yang berpengaruh
pada jalan yang akan atau sudah dibangun.
Tujuan dari evaluasi medan adalah menentukan nilai suatu medan untuk
tujuan tertentu. Kerangka dasar dari evaluasi medan adalah dengan pemberian
harkat (scoring) terhadap karakteristik medan yang ada. Manfaat yang paling
mendasar dari evaluasi medan adalah untuk menilai kesesuaian medan bagi suatu
penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari
penggunaan lahan tersebut. Dalam penelitian ini evaluasi medan bertujuan untuk
mengklasifikasikan kesesuaian medan di daerah penelitian bagi keperluan non
pertanian khususnya untuk jalur jalan.
7
B. Satuan Medan
Medan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi manusia.
Sebagai sumberdaya, medan sangat menentukan pembangunan yang berlangsung,
karena semua pembangunan pasti dilakukan di atas medan. Satuan medan
diperoleh dari hasil tumpang susun peta bentuklahan, peta tanah dan peta
penggunaan lahan.
Bentuklahan adalah “bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari
perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologis yang
beroperasi di permukaan bumi’’ (Joyosoeharto, 1985:9). Proses-proses
geomorfologi yang berlangsung di permukaan bumi, yaitu menyangkut semua
perubahan fisis maupun khemis yang terjadi di permukaan bumi oleh tenaga-
tenaga geomorfologis yaitu tenaga yang ditimbulkan oleh medium alam yang
berada di atmosfer bumi.
Obyek studi geomorfologi adalah bentuklahan permukaan bumi secara
sistimatik, tidak hanya mengenai konfigurasi permukaannya saja tetapi juga asal
mula terjadinya dan evolusi perkembangannya. Bentanglahan yang digambarkan
oleh kondisi relief permukaan terdiri atas tiga tingkatan yaitu: relief orde satu,
relief orde dua dan relief orde tiga (Lobeck dalam Joyosoeharto, 1985: 9).
Relief orde satu meliputi daratan dan ledok lautan. Relief orde dua
meliputi pegunungan dan dataran, bentang relief orde dua merupakan hasil kerja
tenaga-tenaga dari dalam bumi dan erupsi gunungapi. Relief orde tiga yaitu
bentuk-bentuk erosional, deposisional dan residual, bentuk-bentuk ini terjadi
karena perombakan oleh aktifitas proses-proses yang tenaganya berasal dari luar
kulit bumi (eksogen). Untuk lebih jelasnya lihat skema orde relief permukaan
bumi pada gambar 1.
Bentuklahan di samping menggambarkan konfigurasi permukaannya
juga memberikan keterangan tentang asal mula terjadinya. Demikian banyak
kenampakan-kenampakan bentanglahan di permukaan bumi ini, hingga perlu
dikelompokkan kedalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan atau
hampir sama mengenai bentuk luar dan asal mula terjadinya (Joyosoeharto, 1985:
4)
8
Identifikasi bentuklahan dilakukan melalui identifikasi relief, struktur,
litologi dan proses geomorfologi. Klasifikasi bentuklahan dilakukan untuk
menyederhanakan bentuk permukaan bumi yang kompleks kedalam satuan yang
mempunyai sifat dan perwatakan yang sama (Joyosueharto, 1985: 10). Kesamaan
sifat dan perwatakan dilihat dari relief yang menggambarkan konfigurasi
permukaan bumi, struktur geologi sebagai asal pembentuknya dan proses yang
menjelaskan bagaimana bentuklahan itu terjadi. Klasifikasi bentuklahan
didasarkan pada relief, batuan dan proses geomorfologi. Untuk menurunkan
satuan bentuklahan menjadi satuan medan perlu ditambahkan dengan informasi
kemiringan lereng yang mencerminkan relief, tanah, dan penggunaan lahan.
Dalam pembagian bentuklahan atas dasar genetiknya, terdapat 9
bentukan asal proses, yaitu: bentukan asal struktural, bentukan asal volkanis,
bentukan asal proses denudasional, bentukan asal proses fluvial, bentukan asal
proses marin, bentukan asal proses angin, bentukan asal proses pelarutan,
bentukan asal proses glasial dan bentukan asal aktivitas organisme. Bentukan asal
proses tersebut masih dapat dibedakan menjadi bagian yang lebih rinci lagi, yaitu
sub satuan bentuklahan (Sunarto, 1990: 23). Ketidak samaan sifat dan watak dari
setiap bentuklahan dan sub bentuklahan memberikan karakteristik tersendiri dari
satuan bentuklahan dan sub bentuklahan tersebut.
Medan adalah bidang lahan yang berhubungan dengan sifat-sifat fisik
permukaan bumi dan dekat dengan permukaan yang kompleks dan penting bagi
manusia (Mitchel dalam Zuidam 1979: 3). Satuan medan diperoleh dari
tumpangsusun Peta Bentuklahan, Peta Lereng, Peta Tanah dan, Peta Penggunaan
Lahan
Suatu medan mempunyai kriteria tertentu sebagai penciri yang digunakan
untuk membedakan satu medan dengan yang lainnya, kriteria yang digunakan
untuk memberi ciri khas medan yakni: bentuklahan, tanah, dan penggunaan lahan.
Karakteristik medan tersebut merupakan rincian lebih lanjut dari suatu
bentuklahan yang kemudian dirinci menjadi satuan medan, dengan karakteristik
terdiri dari relief, proses geomorfologi, tipe batuan, tanah, dan penggunaan lahan.
9
Gambar 1. Skema Orde Relief Permukaan Bumi.
Permukaan Bumi
Ledok Lautan Benua (Daratan)
Dataran Pegunungan
Bentuk Erosional
Bentuk Residual
(Sisa)
Bentuk Deposisional
10
C. Keterlintasan Medan
Keterlintasan medan untuk jalan adalah kemampuan suatu unit medan untuk menopang gerak lintas kendaraan darat yang lewat di atasnya (Sunarto, 1990: 1). Ada berbagai jenis dan tonase kendaraan darat yang lewat pada suatu jalan. Tidak semua jalan dapat dilalui berbagai kendaraan tersebut. Ketidak mampuan jalan dalam menopang gerak lintas kendaraan tersebut karena keterlintasan medan yang rendah.
Untuk mengetahui keterlintasan medan perlu dilakukan evaluasi. Ada empat faktor yang mempengaruhi keterlintasan medan untuk jalur jalan. Keempat faktor yang mempengaruhi keterlintasan medan tersebut adalah: gemorfologi, geologi, tanah, dan hidrologi (Sunarto, 1990: 7). Dalam kaitannya dengan tujuan penelitian ini, keterlintasan medan yang relevan dari setiap tipe penggunaan ditentukan berdasarkan tinggi rendahnya skor nilai keterlintasan medan. Karakteristik medan yang dipakai dalam menentukan keterlintasan medan untuk jalur jalan sebagai berikut:
a . Topografi yang mencakup: - Kemiringan lereng - Panjang lereng b . Batuan yang mencakup: - Indeks keausan batuan - Indeks beban titik - Kemiringan lapisan batuan c . Tanah yang mencakup: - Tekstur tanah - Ukuran butir tanah - Kadar air - Angka pori - Permeabilitas tanah - Kembang kerut tanah d . Proses geomorfologi yang mencakup: - Erosi - Gerak massa batuan
11
e . Hidrologi yang mencakup: - Jarak antar sungai - Intensitas hujan f. Penggunaan lahan Deskripsi dan pengukuran dari kriteria penilaian keterlintasan medan
tersebut dijelaskan secara berurutan sebagai berikut:
1. Kemiringan Lereng Bentuk topografi permukaan bumi yang bervariasi memiliki daya dukung yang bervariasi pula dalam menahan beban yang disangganya. Dalam medan sebenarnya topografi dapat diketahui berdasarkan perbedaan kemiringan lereng. Terkait dengan perencanaan lokasi jalur jalan raya, kemiringan lereng sangat penting untuk diperhatikan. Karena suatu jalan yang akan dibangun memerlukan bidang tanah yang datar. Jalur jalan yang dibangun di daerah rawa sudah barang tentu memerlukan perencanaan yang berbeda dengan jalan yang dibangun di daerah yang datar, begitu pula dengan jalan yang akan dibangun di daerah pegunungan. Di daerah rawa akan lebih banyak menghadapi masalah penimbunan dan penyingkiran material endapan rawa. Di daerah dataran akan lebih banyak menghadapi masalah drainase, sedangkan di daerah pegunungan akan lebih banyak menghadapi masalah pemotongan dan penimbunan. Sunarto (1990: 9) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7 kelas kemiringan lereng seperti pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng. Kemiringan Lereng % Pemerian
0 – 2 3 – 7 8 – 13 14 – 20 21 – 55 56 – 140 > 140
Rata atau hampir rata Agak miring
Miring Agak curam
Curam Sangat curam
Sangat curam sekali Sumber: Sunarto, 1990 : 9.
Peraturan perencanaan geometrik jalan raya, landai maksimum yang
diperbolehkan dalam medan datar (0-3%) adalah 3%, untuk medan berbukit
12
adalah (8%) dan untuk medan bergelombang adalah (12%). Berdasarkan dengan
ketentuan tersebut dan klasifikasi lereng yang dibuat Sunarto di atas, dibuat
kriteria penilaian kemiringan lereng untuk bangunan jalan. Kriteria penilaian
kemiringan lereng yang digunakan seperti pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Kemiringan Lereng. No Kemiringan Lereng (%) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
0 - < 3 3 - < 8 8 - < 14 14 - < 20
- > 20
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Dirjen Bina Marga, dalam Oktavianto, 1991: 17.
2. Panjang Lereng Panjang lereng suatu medan sangat berpengaruh terhadap intensitas
proses yang terjadi pada medan tersebut. Semakin panjang lereng akan semakin
lama proses yang dikerjakan dan berimbas pada banyaknya dana yang harus
dikeluarkan, juga akan semakin besar akibat yang ditimbulkan seperti potensi
longsor. Panjang lereng dalam penelitian ini diukur dari igir sampai lembah pada
bentuklahan. Kriteria yang digunakan untuk penilaian panjang lereng seperti pada
tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Panjang Lereng. No Panjang Lereng
(dalam meter) Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5
15 15 – 49 50 – 249 250 – 500
> 500
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Sunarto, 1990 : 10.
13
3. Indeks Keausan Batuan Dalam merencanakan jalur jalan, kondisi batuan/geologi daerah
perencanaan harus diperhatikan, karena tidak semua batuan memiliki kekuatan
yang sama untuk menahan beban yang akan melewati jalan yang direncanakan.
Dalam hal ini penilaian kondisi geologi berdasarkan nilai indeks keausan batuan.
Uji keausan batuan pada hakekatnya adalah uji ketahanan batuan
terhadap pengaruh pemuaian dan penyusutan karena pengaruh pelapukan mekanis
(Wisnusudibyo, 1978: 75). Hasil akhir dari uji keausan batuan adalah persentase
perbandingan antara berat kering material yang sudah diuji dengan berat material
sebelum diuji. Nilai keausan batuan bervariasi dari 0 % sampai 100%. Semakin
tinggi nilai keausan menandakan bahwa material batuan yang diuji memiliki
ketahanan terhadap proses pelapukan mekanis, dan demikian juga sebaliknya.
Dalam penelitian ini, uji keausan batuan dilakukan di laboratorium. Kriteria
penilaian indeks keausan batuan yang digunakan adalah kriteria yang dibuat oleh
Pangluar dan Nugraha yang dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Kriteria Penilaian Indeks Keausan Batuan. No Indeks Keausan Batuan (%) Harkat Kelas Kesesuaian 1 2 3 4 5
80 – 100 60 - < 80 40 - < 60 20 - < 40
< 20
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Pangluar dalam Hidayatulloh, 1995: 27.
4. Indeks Beban Titik Indeks beban titik adalah penilaian dari uji ketahanan batuan terhadap
suatu tekanan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemantapan suatu lereng,
semakin tinggi angka indeks beban titik maka semakin mantap kondisi suatu
lereng. Indeks beban titik sangat berpengaruh terhadap berapa banyak beban yang
diperbolehkan melintasi lokasi tersebut. Semakin mantap suatu lereng maka
semakin tinggi kemampuannya untuk menahan beban. Kriteria yang digunakan
untuk penilaian indeks beban titik dapat dilihat pada tabel 5.
14
Tabel 5. Kriteria Indeks Beban Titik. No Indeks Beban Titik (kg/cm2) Harkat Kelas Kesesuaian 1 2 3 4 5
> 75,0 30,1 – 75,0 10,1 – 30,1 3,1 – 10,1 0,6 – 3,0
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Dirjen Bina Marga dalam Octavianto, 1991: 13.
5. Struktur Perlapisan Batuan Dalam penelitian ini penulis merasa perlu untuk memperhatikan struktur
perlapisan batuan, karena perlapisan batuan dapat mendorong timbulnya
longsoran. Arah kemiringan batuan yang searah dengan kemiringan lereng akan
memberikan kemungkinan ketidakmantapan lereng dibandingkan apabila
kemiringan batuan tersebut berlawanan arah dengan arah kemiringan lereng.
Kondisi yang seperti ini akan semakin parah jika perlapisan batuan tersebut
berselang seling antara keras dan lunak dan terletak pada lereng yang curam, hal
ini akan membentuk bidang gelincir pada kondisi jenuh air dan akan
mengakibatkan terjadinya tanah longsor. Kemiringan lapisan batuan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan batuan dalam menahan beban yang
melewatinya.
Pada penelitian ini, pengharkatan struktur perlapisan batuan didasarkan
pada kenyataan di atas. Oleh karena itu perlapisan batuan yang horisontal dan
tegak pada berbagai kelas lereng serta struktur perlapisan batuan yang miring pada
medan datar (0–3%) diberi harkat tinggi; tidak berstruktur, perlapisan batuan
miring pada medan bergelombang (8–14%) dan tidak berstruktur pada medan
curam (> 20%) diberi harkat sedang; struktur perlapisan batuan miring dengan
bersilang siur perlapisan keras dan lunak pada medan berombak atau
bergelombang (8–14 %) diberi harkat jelek; sedangkan struktur perlapisan batuan
miring dengan bersilang siur antara perlapisan keras lunak pada medan agak
curam (> 14 %) diberi harkat sangat jelek. Pengukuran struktur perlapisan batuan
dilakukan di lapangan dengan cara mengukur kedudukan perlapisan terhadap
kemiringan lerengnya. Kriteria penilaian struktur perlapisan batuan dapat dilihat
pada tabel 6.
15
Tabel 6. Kriteria Penilaian Struktur Perlapisan Batuan. No Struktur Perlapisan Batuan Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
Struktur perlapisan batuan horisontal pada lahan yang datar Struktur perlapisan batuan miring pada lahan berombak Struktur perlapisan batuan miring pada lahan bergelombang Struktur perlapisan batuan miring dengan selang seling antara lunak dan keras pada lahan berombak Struktur perlapisan batuan miring dengan selang seling keras dan lunak pada lahan berbukit
5 4 3
2
1
I
II
III
IV
V
Sumber: Sunarto, 1990: 10.
6. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan butir-butir pasir, debu, dan liat di
dalam tanah (Hardjowigeno, 1993: 18). Dalam perencanaan pembangunan jalan
tekstur tanah sangat menjadi pertimbangan, karena tekstur tanah dapat digunakan
sebagai pendekatan terhadap kelompok tanah.
Sistem klasifikasi tanah American Association of Stage Highway and
Transportatian Officials (AASHTO) mengklasifikasikan tanah menjadi 7
kelompok besar yaitu dari A.1 sampai A.7. Tanah yang termasuk dalam kelompok
A.1 adalah fragmen batu dan krikil, A.2 adalah kerikil berlanau, kerikil
berlempung dan kerikil berpasir, A.3 adalah pasir halus, A.4, A.5 dan 6 adalah
tanah lanau dan A.7 adalah tanah lempung. A.1, A.2 dan A3 disebut material
granular, sedangkan kelompok A.4, A.5, A.6 dan A.7 disebut material lempung.
Berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO di atas maka dalam penelitian ini
kriteria penilaian tekstur dibuat seperti pada tabel 7 di bawah ini:
Tabel 7. Kriteria Penilaian Tekstur Tanah. No Tekstur Tanah Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
Fragmen batu dan krikil Pasir Halus Krikil berlanau dan krikil berlempung Tanah lanau Tanah lempung
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Anderson, 1980: 36.
16
7. Kelompok Tanah / Ukuran Butir Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara–cara membedakan
sifat–sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah dalam kelas–kelas
tertentu berdasarkan atas sifat–sifat yang dimiliki (Hardjowigeno, 1993:1). Pada
saat ini ada dua sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam keteknikan, yaitu
sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi Unified. Dari kedua sistem
klasifikasi tanah untuk keteknikan tersebut, sistem klasifikasi tanah AASHTO
merupakan sistem klasifikasi yang digunakan oleh Dirjen Bina Marga dalam
pembuatan jalan raya. Penilaian kelompok tanah didasarkan pada banyaknya
butiran tanah yang lolos pada ayakan 0,075 mm. dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan tekstur tanah.
Kriteria penilaian kelompok tanah yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 8. Kriteria Penilaian Kelompok Tanah.
No Golongan Tanah AASHTO
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5
A.1 A.2 A.3
A.4 dan A.5 A.6 dan A.7
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Anderson, 1980: 36.
8. Kadar Air Kadar air adalah perbandingan antara volume air dengan volume butir
tanah (Wesley, 1977: 2). Kekuatan tanah dalam menahan beban (daya dukung
tanah) banyak dipengaruhi oleh banyaknya kadar air dalam tanah itu sendiri,
semakin tinggi kadar air yang dikandung tanah maka daya dukung tanah akan
semakin rendah. Oleh karena itu, untuk perencanaan bangunan jalan tanah harus
dipadatkan sedemikian rupa sampai kadar air tertentu. Tanah yang bertekstur
halus mempunyai sifat sulit untuk dipadatkan pada kadar air tinggi, sedangkan
pada tanah berdebu (lanau) jika dipadatkan berulang-ulang akan menjadi lunak.
17
Tujuan pemadatan adalah untuk menambah kekuatan tanah dan mengurangi daya
serap terhadap air yang menyebabkan penurunan.
Kadar air dalam tanah dinyatakan dalam persen (%). Kriteria penilaian
terhadap kadar air yang digunakan seperti pada tabel 9 di bawah ini:
Tabel 9. Kriteria Penilaian Kadar Air. No Kadar Air (%) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
< 15 15-36 36-57 57-78 > 78
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Wesley 1977: 4.
9. Angka Pori Angka pori adalah rasio antara volume pori dan volume bahan padat.
Angka pori banyak sekali digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan
berbagai parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah (Anderson, 1980:
17). Tanah yang sebagian besar mengandung pasir mempunyai sifat mudah kering
jika terjadi genang air, sehingga mempunyai sifat lebih stabil dibandingkan
dengan tanah yang sebagian besar diisi oleh lempung. Untuk pembangunan jalan
angka pori sangat diperhitungkan karena besarnya penurunan sangat tergantung
pada suatu jenis tanah.
Besarnya pasir alam berkisar dari 0,5mm hingga 0,8mm dan tanah–tanah
kohesi berkisar 0,7mm hingga 1,1mm maka kriteria pamberian harkat angka pori
disajikan seperti pada tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Kriteria Penilaian Angka Pori. No Angka Pori Tanah (%) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
< 0,51 0, 51 – 0,25 0,25 – 1,2 1,2 – 3,0
> 3,0
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Anderson, 1980: 19.
18
10. Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan
bergeraknya suatu cairan (air ) pada suatu media berpori dalam hal ini tanah.
Permeabilitas tanah cukup penting dalam bidang teknik sipil, misal dalam
pembuatan tanggul atau bendungan untuk menahan air, juga pengalian untuk
fundasi di bawah muka air tanah (Wesley, 1977: 49). Semakin cepat permeabilitas
tanah pada suatu medan semakin baik, karena air hujan yang turun akan segera
diresapkan ke bawah dan kemungkinan terjadi genangan sangat sedikit.
Perhitungan permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan
hukum Darcy dengan ketentuan rumus sebagai berikut:
K = tQ x
hL x
a1
Dimana
K = Permeabilitas tanah ( cm2 / jam )
Q = Volume air yang mengalir pada setiap pengukuran ( ml )
L = Tebal contoh tanah ( cm )
t = waktu pengukuran ( jam )
h = Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah ( cm )
a = Luas penampang contoh tanah. ( cm2 )
Kriteria yang digunakan untuk penilaian permeabilitas tanah untuk
bangunan jalan seperti pada tabel 11 sebagai berikut.
Tabel 11. Kriteria Penilaian Permeabilitas Tanah. No Permeabilitas Tanah ( cm / jam ) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
>12,5 6,25 - < 12,5 2,0 - < 6,5 0,5 - < 2,0 < 0,5
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Sunarto, 1990: 14.
19
11. Kembang Kerut Tanah Sifat kembang kerut tanah pada umumnya dinyatakan dengan indeks
Coefficient of Linear Extensibility (COLE) atau Potential Volume Change (PVC).
Tanah yang memiliki sifat kembang kerut tinggi tidak baik untuk suatu bangunan.
Karena pada tanah ini pada musim kemarau akan terjadi rekahan–rekahan yang
dapat membahayakan bangunan yang ada di atasnya dalam hal ini jalan. Rekahan-
rekahan tersebut disebabkan oleh berkurangnya volume tanah.
Kriteria yang digunakan untuk penilaian kembang kerut tanah dalam
penelitian ini seperti pada tabel 12 sebagai berikut:
Tabel 12. Kriteria Penilaian Kebang Kerut Tanah. No Coefficient of Linear
Extensibility (COLE)
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5
< 0,01 0,01 – 0,03 0,03 – 0,06 0,06 – 0,09
> 0,09
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Sunarto, 1990: 25.
12. Erosi Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan
proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkatnya
materi tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan
material yang diangkut di tempat yang lain (Suripin, 2001: 9).
Dalam penelitian ini erosi penting untuk diperhitungkan, karena
material hasil erosi yang terbawa oleh aliran permukaan (over land flow)
seringkali mendangkalkan bahkan dapat menyumbat saluran pembuangan di
kanan kiri jalan. Akibatnya saluran tersebut menjadi terhambat dan airnya akan
meluap kebadan jalan. Apabila hal ini terus berlangsung, akibatnya badan jalan
mudah rusak dan akan membahayakan pengguna jalan. Kriteria penilaian tingkat
20
erosi permukaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 13
sebagai berikut:
Tabel 13. Kriteria Penilaian Erosi. No Erosi Harkat Kelas
Kesesuai 1 2 3 4 5
Seluruh horison tanah relatif masih utuh Kurang dari 25% tanah atas hilang 25% - 75% tanah atas hilang Lebih dari 75% tanah atas hilang dan kurang dari 25% tanah bawah hilang Lebih dari 25 % tanah bawah hilang
5 4 3 2 4
I II III IV
V
Sumber: Jamulya, 1993: 40.
13. Gerak Massa Batuan. Pada setiap macam lereng memungkinkan terjadinya gerakan massa
batuan. Proses gerakan massa batuan yang dipertimbangkan dalam pengharkatan
keterlintasan medan untuk jalan adalah luasan gerak massa batuan yang
mempengaruhi satuan medan.
Gerakan massa batuan merupakan gerakan massa hancuran batuan
menuruni lereng karena pengaruh langsung dari gravitasi bumi. Hadirnya air dapat
mempercepat proses, karena hadirnya air menyebabkan naiknya tegangan maupun
turunnya kekuatan batuan dalam menahan beban dari atasnya. Gerakan massa
batuan sebagai akibat dari lereng yang tidak stabil dapat diamati atau dikenali
langsung di lapangan. Gerakan massa batuan sangat penting dalam keteknikan
jalan raya karena dapat mengakibatkan putusnya badan jalan atau menutup jalan
karena longsor. Kriteria luasan gerak massa batuan (dalam % terhadap luas satuan
medan) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Kriteria Gerak Massa Batuan. No Gerakan Massa Batuan Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
Tidak ada gerakan massa batuan Gerak massa batuan berpengaruh sempit Gerak massa batuan berpengaruh sedang Gerak massa batuan berpengaruh luas Gerak massa batuan berpengaruh sangat luas
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber : Sunarto, 1990:11.
21
14. Jarak Antar Alur Kerapatan aliran dalam penelitian ini diperhitungkan karena berpengaruh
terhadap banyaknya jembatan yang harus ada. Semakin tinggi kerapatan aliran
maka akan semakin banyak alur sungai yang akan dilalui. Dalam penelitian ini
jarak antar sungai diukur dari pera Rupa Bumi dan Survei langsung. Penilaian
jarak antar sungai berdasarkan pada semakin tinggi kerapatan aliran akan
mempercepat proses kerusakan jalan, hal ini disebabkan oleh proses erosi fluvial
yang tinggi. Berdasarkan alasan di atas maka kriteria digunakan untuk penilaian
kerapatan aliran pada skala 1: 50.000 seperti pada tabel 15 di bawah ini:
Tabel 15. Kriteria Penilaian Kerapatan Aliran. No Jarak Antar Sungai
(cm) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
>2,50 2,50 – 1,94 1,94 – 1,40 1,40 – 0,25 < 0,25
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: van Zuidam dalam Hidayatulloh, 1995: 42.
15. Intensitas Hujan Intensitas hujan dinyatakan oleh jumlah hujan dalam satuan waktu
tertentu. Suatu daerah dengan intensitas hujan yang tinggi sangat tidak
menguntungkan bagi jalur jalan, karena dapat mempercepat terjadinya erosi dan
tanah longsor, selain itu intensitas hujan dapat digunakan untuk memperkirakan
saluran pengatusan agar badan jalan tidak selalu tergenang air jika terjadi hujan
lebat. Kriteria penilaian intensitas hujan yang digunakan seperti pada tabel 16.
Tabel 16. Kriteria Penilaian Intensitas Hujan. No Intensitas Hujan (mm / hari ) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5
< 5 5 - < 20 20 - < 50 50 - < 100
> 100
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Hidayatulloh, 1995:41.
22
16. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan dalam penelitian ini juga dilakukan penilaian, karena
jika penerapan tataguna lahan untuk jalan salah, maka dapat menimbulkan
kerusakan. Jalan yang terletak pada medan yang berbukit dengan permukiman
yang padat terancam pelongsoran, jika curah hujan di daerah itu tinggi dan
struktur perlapisan batuannya miring searah dengan kemiringan lerengnya.
Dalam pemberian kriteria penilaian untuk penggunaan lahan, selain didasarkan
pertimbangan ekonomis juga didasarkan pada kemungkinan bertambahnya kadar
air pada badan jalan, sebagai contoh jalan yang dilewatkan pada areal sawah
irigasi akan mengalami kesulitan dalam pembebasan tanah juga memungkinkan
bertambahnya kadar air pada tanah dasar dibandingkan jika melewati areal sawah
tadah hujan atau tegalan. Berdasarkan alasan di atas dibuat kriteria penilaian
seperti tertera pada tebel 17 sebagai berikut:
Tabel 17. Kriteria Penilaian Jenis Penggunaan Lahan. No Jenis Penggunaan lahan Harkat Kelas
kesesuaian 1 2 3 4 5
Permukiman Tegalan Sawah tadah hujan Hutan Sawah irigasi
5 4 3 2 1
I II III IV V
Sumber: Sudarmadi, 1987: 27.
D. Kerusakan Jalan
Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Jalan adalah
prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan
atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel (www.dephub.go.id/modules/Upload_File/images/km1tahun2000.pdf. 10,
Februari 2007). Jalan diklasifikasikan berdasarkan peruntukan, fungsi, dan
statusnya.
23
Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan
khusus. Jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan menurut statusnya
dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan
kota, dan jalan desa. Klasifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Klasifikasi berdasarkan peruntukan jalan.
Berdasrkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 6, klasifikasi jalan
berdasarkan peruntukannya adalah:
a. Jalan umum
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
b. Jalan khusus
Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha,
perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
2. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan.
Berdasrkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 8, klasifikasi jalan
berdasarkan fungsinya adalah:
a. Jalan arteri
Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
b. Jalan kolektor
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal
Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan
24
Jalan lingkungan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.
3. Klasifikasi berdasarkan status jalan.
Berdasrkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 9, klasifikasi jalan
berdasarkan fungsinya adalah:
a. Jalan nasional
Jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan provinsi
Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antar ibukota kabupaten/kota,dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kabupaten
Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar
ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d. Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
e. Jalan desa
Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Kenyatan dilapangan tidak semua kelas jalan tersebut dalam kondisi
yang baik. Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000,
kerusakan jalan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan jalan yang
25
tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis,
manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum (www. pu.
go. id/bapekin/buletin%20 jurnal/ buletin %208/buletin86.html. 10 februari 2007).
Identifikasi kerusakan jalan didasarkan pada kenampakan badan jalan
dilapangan yang dibedakan menjadi tiga yaitu: bergelombang, retak, dan longsor.
Kerusakan badan jalan bergelombang apabila penutup jalan (aspal) terlihat tidak
rata (bergelombang), kendaraan yang lewat terlihat berjalan tidak stabil.
Kerusakan badan jalan retak apabila penutup badan jalan terlihat pecah–pecah,
rekah dan aspal penutup badan jalan terkelupas. Kerusakan badan jalan longsor
apabila badan jalan hilang sebagian atau sampai putus dan badan jalan mengalami
penurunan, (Hidayatulloh, 1995: 16)
E. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitan : Joko Marwanto (2001)
Judul : Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antara
Temuwangi Kaligawe Kecamatan Pedan
Penelitian tersebut bermaksud untuk mengklasifikasikan dan menilai
tingkat kesesuaian medan sepanjang jalur jalan, dan mengetahui jenis kerusakan
pada tingkat kesesuaian medan untuk bangunan jalan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut meliputi: kemiringan
lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, struktur
perlapisan batuan, tekstur tanah, indeks golongan, permeabilitas, angka Porositas,
kadar air, potensi perubahan volume, erosi, gerak massa batuan, intensitas hujan,
kerapatan aliran.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode observasi
yaitu: suatu metode untuk memperoleh data secara langsung dengan cara
pengamatan, dan pencatatan terhadap data-data yang diperlukan sesuai dengan
tujuan survei.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pada tingkat kesesuaian medan
yang sama belum tentu mempunyai faktor pembatas yang sama. Usaha untuk
26
memperbaiki kondisi faktor pembatas tanah dilakukan dengan memberi lapisan
tanah dasar berupa campuran pasir dan batu dengan komposisi pasir lebih banyak.
2. Peneliti : Sayid Sudarmadi (1987)
Judul : Evaluasi Medan untuk Memperkirakan Daerah yang Rentan
Terhadap Bahaya Alami Kerusakan Jalan (Studi Kasus
pada Wilayah Jalan Lingkar Kotamadya Semarang).
Penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kemampuan
medan untuk bangunan jalan beserta tingkat kerentanannya terhadap bahaya alami
kerusakan jalan. Sasaran yang menjadi tujuan khusus penelitian tersebut adalah
peta geomorfologi terpakai sebagai hasil akhir survei geomorfologi, dengan skala
1: 30.000 dan memperkirakan daerah yang rentan terhadap bahaya alami
kerusakan jalan pada daerah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode
deskriptif observasional yaitu menggandakan pengamatan gejala dan fakta guna
memperoleh data sebagai landasan dalam pemerian sesuai dengan tujuan.
Data yang digunakan adalah relief (kemiringan lereng), tanah (jenis
tanah dan penyebarannya, angka pori, kadar air lapangan, permeabilitas tanah, dan
pengatusan permukaan), proses geomorfologi (aktifitas gerakan massa, erosi
permukaan, erosi lembah, dan genangan air/banjir), batuan/geologi (indeks
keausan batuan, indeks beban titik, dan struktur perlapisan batuan), hidrologi
(intensitas hujan dan kerapatan aliran) serta penggunaan lahan (jenis penggunaan
lahan).
Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah tingkat kerentanan medan
terhadap bahaya alami kerusakan jalan lebih ditentukan oleh banyaknya parameter
pembatas dari faktor bahaya alami kerusakan jalan raya, sehingga dalam satu
kelas lintasan medan yang sama belum tentu didapatkan tingkat kerentanan yang
sama pula. Hal ini berkaitan dengan sifat dan karakteristik satuan medan yang
berlainan, sehingga parameter pembatasnya juga berbeda. Gejala umum berupa
penggelombangan pada badan jalan pada satuan medan di daerah penelitian
27
adalah sebagai akibat kondisi tanah pondasi jalan yang mempunyai kualifikasi
yang buruk untuk bangunan jalan.
3. Peneliti : Emi Dwi Suryandi (2003)
Judul : Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
untuk Evaluasi Kerentanan Kerusakan Jalan di Kabupaten
Kulon Progo
Tujuan penelitian tersebut adalah memanfaatkan data penginderaan jauh
untuk menyadap informasi fisik medan sebagai parameter yang digunakan dalam
mengevaluasi medan terhadap kerentanan kerusakan jalan dan menentukan kelas
kerentanan kerusakan jalan di Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan
sistem informasi geografi berbasis vektor.
Data yang digunakan dalam penelitian tersebut diperoleh dari interpretasi
foto udara pankromatik hitam putih skala 1: 20.000 dan data sekunder untuk
memperoleh parameter yang digunakan. Parameter yang dapat diperoleh secara
langsung dari foto udara adalah penggunaan lahan, relief, kerapatan alur, tingkat
erosi dan bentuklahan. Parameter kemiringan lereng diperoleh dari peta topografi
skala 1: 50.000. parameter tekstur tanah, kembang kerut tanah, gerak massa
batuan, dan daya dukung tanah diperoleh dari deduksi bentuklahan yang didukung
Peta Tanah skala 1: 300.000 daerah DIY, Peta Tanah skala 1: 50.000 sebagian
Kabupaten Kulon Progo dan Peta Geologi skala1: 100.000
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah penggabungan teknik
penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) dalam penentuan kelas
kerentanan kerusakan jalan, sangat berperan dalam kemudahan untuk memperoleh
informasi tematik, memproses data, meyimpan, mengolah serta memanajemen
data.
Dari tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya, dapat diambil
kesimpulan bahwa informasi mengenai sifat dan karakteristik medan seperti relief,
batuan/geologi, tanah, proses geomorfologi dan vegetasi/penggunaan lahan
merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan proyek-proyek
keteknikan, dalam hal ini adalah jalur jalan.
28
Penelitian Joko Marwanto memberikan informasi bahwa studi
keterlintasan medan penilaian mengenai kondisi relief, geologi, tanah, proses
geomorfologi hidrologi dan penggunaan lahan merupakan parameter yang diukur
untuk penentuan kelas keterlintasan medan untuk bangunan jalan. Penelitian
Sayid Sudarmadi memberikan petunjuk adanya hubungan antara karakteristik
medan dengan kerusakan jalan. Dari semua penelitian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan variabel relief, batuan/geologi, tanah, proses
geomorfologi, hidrologi dan vegetasi/penggunaan lahan dapat digunakan untuk
mengetahui penyebab kerusakan jalan di daerah penelitian.
F. Kerangka Pemikiran
Prasarana transportasi terutama transportasi darat yang salah satunya
jalan raya, mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perkembangan
wilayah secara menyeluruh. Jalan mempunyai fungsi utama sebagai prasarana
penghubung. Kondisi jalan yang rusak sangat menghambat perkembangan
wilayah, karena membahayakan bagi penggunanya. Untuk dapat mengetahui
faktor penyebab kerusakan jalan diperlukan informasi tentang keterlintasan medan
yang meliputi sifat dan kemampuan setiap satuan medan untuk bangunan jalan.
Dengan adanya informasi tersebut, maka perawatan dan pemeliharaan jalan dapat
dilakukan secara efektif dan jalan dapat digunakan secara optimal.
Informasi tentang keterlintasan medan untuk jalan diperoleh dengan cara mengevaluasi faktor keterlintasan medan pada masing-masing medan yang berupa: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, kmiringan lapisan batuan, tekstur tanah, kelompok tanah/ukuran butir tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, erosi, gerak massa batuan, jarak antar sungai, intensitas hujan, dan penggunaan lahan. Satuan medan diperoleh dari tumpangsusun Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan.
Proses evaluasi terhadap karakteristik satuan medan menghasilkan kelas kesesuaian medan dan faktor penghambat untuk jalan. Selanjutnya kelas kesesuaian medan dan faktor penghambat tersebut dikaitkan dengan kerusakan jalan yang datanya diperoleh dari survei lapangn.
29
Secara sistematis kerangka pemikiran tersebut dapat diujudkan dalam bentuk diagram alir yang disajikan pada gambar 2 sebagai berikut:
Gambar 2: Bagan Alir Kerangka Berfikir
Faktor Kerusakan Jalan
Kondisi Fisik Medan Tidak Mendukung untuk Jalur Jalan
Kualitas Jalan Tidak Mampu
Mendukung Beban
Beban Kendaraan yang Melebihi
Kemampuan Jalan
Evaluasi Medan untuk Jalur Jalan
Faktor Pembatas Faktor Pendukung
Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan
30
BAB III
METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Penelitiam
1. Tempat Penelitian
Suatu penelitian memerlukan tempat sebagai obyek pengambilan data,
informasi dan hal-hal yang diperlukan demi tercapainya tujuan penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Dipilihnya
daerah ini sebagai daerah penelitian karena memiliki topografi yang kompleks
dan jalur jalan Surakarta-Purwodadi yang terlintas mengalami kerusakan yang
dapat membahayakan jiwa bagi pengguna jalan tersebut, sehingga dengan
dilakukan penelitian mengenai keterlintasan medannya, dapat dijadikan sebagai
dasar perencanaan perbaikan kerusakan jalan.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak diajukannya proposal
sampai penulisan hasil penelitian selesai, yaitu dimulai sejak bulan Agustus 2005
sampai dengan bulan Februari 2007.
B. Metode Penelitian
Untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu penelitian selalu digunakan
cara–cara yang sering diistilahkan dengan metode penelitian. Menurut Surachmad
(1978: 131), metode adalah suatu cara utama yang dipergunakan untuk mencapai
suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan
menggunakan teknik dan alat–alat tertentu.
Sesuai dengan judul dan tujuan, maka penelitian ini bersifat deskriptif,
dan model penelitian yang dilakukan adalah deskriptif survei. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Arikunto (1985: 139) yang menyatakan bahwa “Pada umumnya
penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesa sehingga dalam langkah
penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa. Riset deskriptif survei bermaksud
untuk mencari bukti-bukti ilmiah tentang sebab terjadinya kerusakan jalurjalan
Surakarta Purwodadi.
31
Satuan medan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
tumpangsusun Peta Bentuklahan skala 1: 50.000, Peta Tanah skala 1: 50.000, Peta
Lereng skala 1: 50.000 dan Peta Penggunaan Lahan skala 1: 50.000. Peta
Bentuklahan diturunkan dari Peta Geologi skala 1: 100.000 tahun 1992 dan survei
lapangan. Peta Tanah diturunkan dari Peta Tanah Tinjau skala 1: 250.000 tahun
2001 dan survei lapangan. Peta Lereng dan Peta Penggunaan Lahan diturunkan
dari Peta Rupa Bumi skala 1: 25.000 tahun 2000.
Batas pemetaan masing-masing peta penyusun satuan medan adalah
bentang alam yang diukur dari batas terluar jalur jalan sejauh 2 Km, dengan
asumsi sejauh 2 Km sudah tidak terpengaruh oleh bangunan jalan. Simbol satuan
medan disusun berdasarkan pada parameter penyusun yang terdiri dari:
1. Satuan bentuklahan disimbolkan dengan huruf pertama dari asal proses
dan angka yang menunjukkan bentuk. Masing-masing simbol tersebut
sebagai berikut:
a. Perbukitan blok sesar berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol S1
b. Perbukitan antiklinal berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol S5
c. Perbukitan denudasional berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol
D1
d. Dataran aluvial diberi simbol F1
2. Jenis tanah disimbolkan dengan huruf pertama dari kata pertama nama
jenis tanah sebagai berikut:
a. Tanah Regosol diberi simbol huruf R
b. Tanah Grumusol diberi simbol huruf G
3. Relief dalam hal ini berupa kelas kemiringan lereng disimbolkan dengan
angka Romawi sebagai berikut:
a. Kemiringan 0 – 3% diberi simbol I
b. Kemiringan 3 – 8% diberi simbol II
c. Kemiringan 8 – 14% diberi simbol III
d. Kemiringan 14 – 20% diberi simbol IV
e. Kemiringan – > 20% diberi simbol V
4. Penggunaan lahan dilambangkan dengan huruf sebagai berikut:
32
a. Permukiman diberi simbol huruf Pmk
b. Sawah diberi simbol huruf Swh
c. Hutan diberi simbol huruf Ht
d. Kebun / perkebunan diberi simbol huruf Kb
Contoh penggunaan simbol:
Cara baca:
S1 : Satuan bentuklahan perbukitan blok sesar berbatuan napal terkikis
kuat,
R : Jenis tanah regosol,
II : Kelas kemiringan lereng 3 – 8%, dan
Ht : Penggunaan lahan sebagai hutan.
C. Sumber Data
Jenis data yang akan dianalisis dalam penelitian ini, terbagi menjadi dua
golongan, yang saling melengkapi dan saling mendukung.
1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain hasil pengukuran langsung di lapangan dan hasil analisis laboratorium dari kriteria penilaian kesesuaian medan yaitu: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, ukuran butir tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, erosi, gerak massa batuan, jarak antar sungai, intensitas hujan dan penggunaan lahan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain data
jenis tanah, data geologi dan data penggunaan lahan.
S1-R-II-Ht
33
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Penetapan populasi dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting
agar diketahui dengan jelas individu–individu yang menjadi obyek penelitian
tersebut. Menurut Arikunto (1996: 115) yang dimaksud populasi adalah
keseluruhan obyek penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua satuan medan
sepanjang jalur jalan Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer Kabupaten
Grobogan yang berjumlah 68 satuan medan.
2. Sampel
Menurut Arikunto (1996: 117), sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti.
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
dengan mengunakan metode Purposive Sampling, yaitu satuan medan sebagai
satuan evaluasi yang ditentukan berdasarkan tujuan, yaitu evaluasi medan untuk
tingkat kerusakan jalur jalan. Sesuai dengan metode pengambilan sampel yang
digunakan, maka satuan medan yang menjadi sampel penelitian adalah satuan
medan yang terlintasi oleh jalur jalan. Dari jumlah populasi yang ada ditetapkan
12 satuan medan yang menjadi sampel penelitian, keduabelas satuan medan
tersebut adalah: D1-G-V-Kb, D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht,
S1-G-I-Pmk, S5-G-IV-Ht, S5-G-II-Ht, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht, dan
S1-G-I-Sw.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, data merupakan faktor yang penting.
Pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memperoleh data atau keterangan
yang benar dan dapat dipercaya dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang digunakan antara lain:
34
1. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan menelaah
dokumen–dokumen atau catatan–catatan yang ada termasuk di dalamnya adalah
peta. Dokumentasi dilakukan guna mendapatkan data–data sekunder. Data yang
dihasilkan dari cara dokumentasi antara lain: litologi, geologi, kerapatan aliran,
iklim dan penggunaan medan.
2. Observasi
Observasi lapangan adalah cara pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan terhadap obyek di lapangan. Observasi dilakukan untuk mendapatkan
data primer. Dari observasi lapangan, data yang dihasilkan antara lain: kemiringan
dan panjang lereng, perlapisan batuan, tekstur tanah, permeabilitas tanah,
drainase, kenampakan erosi dan gerak massa batuan. Teknik observasi ini
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini sesuai dengan
pendapat Surachmad, (1978: 155) yang mengatakan bahwa “teknik observasi
lapangan adalah pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan
secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala obyek yang diselidiki. Teknik
observasi tak langsung yakni teknik pengumpulan data dimana penyelidik
mengadakan pengamatan terhadap gejala–gejala subyek yang diselidiki dengan
perantara sebuah alat, baik alat yang sudah ada (semula tidak khusus dibuat untuk
keperluan tersebut), maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan yang khusus
itu. Cara pengambilan data dilakukan sebagai berikut:
a. Data kemiringan lereng dan panjang lereng didapat dari Peta Lereng
dengan menggunakan program sistem informasi geografi (SIG),
b. Faktor batuan
Pengukuran indeks beban titik dilakukan di lapangan dengan
menggunakan alat penetrometer saku. Pengukuran indeks keausan batuan
dilakukan di laboratorium dengan menimbang berat batuan sebelum dan
sesudah diuji keausannya. Struktur perlapisan batuan diperoleh dengan
mengacu pada Peta Geologi bersistem kemudian mengecek langsung di
35
lapangan dengan cara mengukur kedudukan perlapisan batuan terhadap
kemiringan permukaan, litologi batuan, dan sifat batuan (keras-lunak),
c. Faktor proses geomorfologi meliputi data tingkat erosi yang datanya
diperoleh dengan cara mengukur kedalaman dan jarak antar sungai yang
dapat dihitung dari peta dan cek lapangan, kemudian mencocokkan
dengan tabel kriteria erosi, data gerak massa diperoleh dari pengamatan
langsung di lapangan dan mencocokkan dengan tabel kriteria gerak
massa,
d. Data faktor tanah yang meliputi: tekstur, kadar air, ukuran butir tanah,
angka pori, permeabilitas dan kembang kerut tanah (indeks COLE)
dilakukan di laboratorium dan dicocokkan dengan masing-masing tabel
kriteria,
e. Data intensitas hujan diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan dan
membagi jumlah rata-rata curah hujan dengan jumlah hari hujan,
f. Faktor penggunaan lahan berupa jenis penggunaan lahan yang diacu dari
Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan.
F. Validitas Data
Kesahihan data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer yaitu
kemiringan lereng, panjang lereng, pelapukan batuan, erosi, gerak massa batuan,
kekuatan batuan, kemiringan lapisan batuan, kelompok tanah, daya dukung tanah,
permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, dan drainase tanah. Data sekunder
berupa jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Data–data primer
dan sekunder tersebut saling melengkapi yang hasil akhirnya menunjukkan
karakteristik fisik pada setiap satuan medan di daerah penelitian.
G. Analisis Data
Analisis dilakukan untuk mengetahui satuan medan dan mengetahui
kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daearah penelitian. Satuan medan
ditentukan berdasarkan tumpangsusun Peta Bentuklahan skala 1: 50.000, Peta
Lereng skala 1: 50.000, Peta Tanah skala 1: 50.000 dan Peta Penggunaan Lahan
36
skala 1: 50.000. Hasil dari tumpangsusun keempat peta tersebut berupa satuan
medan, yang kemudian dijadikan satuan evaluasi untuk menetapkan sampel dalam
penelitian ini.
Evaluasi medan yang dilakukan untuk mengetahui kelas kesesuaian medan dengan cara menganalisis dan memberi harkat (scoring) pada sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian. Sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian antara yaitu: panjang lereng, kemiringan lereng, indeks beban titik, indeks keausan batuan, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, kadar air, kelompok tanah, angka pori, permeabilitas, kembang kerut tanah, jarak antar sungai, erosi, gerak massa batuan, intensitas hujan dan penggunaan lahan. Keseluruhan parameter tersebut selanjutnya diberi harkat dari parameter yang paling baik sampai parameter yang sangat jelek dan dimasukkan dalam masing-masing tabel kriteria. Nilai dan kelas kesesuaian yang digunakan dalam pengharkatan berkisar dari 1 sampai dengan 5 sebagai berikut:
1. Harkat 5 menunjukkan kesesuaian I (sangat Sesuai)
2. Harkat 4 menunjukkan kesesuaian II (sesuai)
3. Harkat 3 menunjukkan kesesuaian III (cukup sesuai)
4. Harkat 2 menunjukkan kesesuaian IV (tidak sesuai)
5. Harkat 1 menunjukkan kesesuaian V (sangat tidak sesuai)
Dari hasil penilaian sifat dan karakteristik medan tersebut dijumlah dan
diklasifikasikan untuk menentukan kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan.
Berdasarkan 16 parameter yang diharkat mempunyai nilai tertinggi 80 dan nilai
terendah 16, untuk menentukan kelas kesesuaian medan digunakan persamaan:
i = NR Dimana : i = interval kelas
R = perbedaan nilai tertinggi dan terendah
N = kelas kesesuaian medan
Didapat julat i = 5
1680 − = 12,8 dibulatkan menjadi 13.
Berdasarkan persamaan di atas dibuat kelas kesesuaian medan untuk
jalan seperti pada tabel 18.
37
Tabel 18: Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan. Nilai Kelas Kesesuaian Kategori
67 – 80 54 – 67 41 – 54 28 – 41 16 – 28
I II III IV V
Sangat sesuai Sesuai Cukup sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai
Berdasarkan hasil pengharkatan, maka akan didapat kelas kesesuaian
medan untuk bangunan jalan pada setiap satuan medan di daerah penelitian
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kelas kesesuaian I (sangat sesuai)
Jumlah harkat antara 67 dan 80. Kondisi fisik medan mendukung sekali
terhadap bangunan jalan, resiko terhadap kerusakan jalan hampir tidak
ada dan perawatan jalan relatif murah.
2. Kelas kesesuaian II (sesuai)
Jumlah harkat antara 54 dan 67. Kondisi fisik medan mendukung
terhadap bangunan jalan, resiko kerusakan relatif kecil dan mudah
diatasi.
3. Kelas kesesuaian III (cukup sedang)
Jumlah harkat antara 41 dan 54. Kondisi fisik medan mendukung
terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan
yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan
agak mahal.
4. Kelas kesesuaian IV (tidak Sesuai)
Jumlah harkat antara 28 dan 41. Kondisi fisik medan tidak mendukung
terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan yang
besar, biaya perawatan relatif mahal.
5. Kelas kesesuaian V (sangat tidak sesuai)
Jumlah harkat antara 16 dan 28. Kondisi fisik medan sudah tidak
mendukung lagi terhadap bangunan jalan, banyak kerusakan jalan yang
mungkin terjadi, perawatan dan perbaikan jalan sangat mahal.
Sub-kelas kesesuaian ditentukan dengan memperhatikan tinggi
rendahnya nilai penjumlahan dan faktor pembatas, yaitu sifat dan karakteristik
38
medan yang mempunyai nilai terendah. Faktor pembatas yang berasal dari relief
diberi simbol (r). Faktor pembatas yang berasal dari tanah diberi simbol (t), faktor
pembatas yang berasal dari geologi diberi simbol (g), faktor pembatas yang
berasal dari hidrologi dengan simbol (h), faktor proses dengan simbol (p) dan
faktor yang berasal dari penggunaan lahan diberi simbol (pl).
H. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini yang dilakukan antara lain: penyediaan alat dan bahan,
biaya, perencanaan waktu yang tepat, perijinan dan lembar kerja untuk observasi
lapangan.
2. Tahap Interpretasi Awal
Dalam tahap kedua ini yang dilakukan antara lain :
a. Studi pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian,
b. Analisa Peta Tanah, Peta Topografi dan Peta Penggunaan Medan,
c. Pembuatan Peta Satuan Medan.
3. Tahap Observasi Lapangan
Dalam tahap ini yang dilakukan pengamatan lapangan untuk :
a. Mencocokkan hasil interpretasi awal dengan keadaan sebenarnya di lapangan
dan melakukan pengukuran lapangan sesuai kriteria kualitas medan yang
dinilai,
b. Pengambilan sampel yang akan dianalisis di laboratorium.
4. Tahap Analisis Data
Dalam tahap ini data yang didapat dari observasi lapangan dan data
pendukung lainnya, akan dianalisis secara cermat. Sedangkan untuk analisis
contoh tanah dan batuan dilakukan di laboratorium Fakultas Teknik UNS.
39
5. Tahap Interpretasi Akhir
Dalam tahap ini semua data dan informasi yang telah dianalisis diskor,
yang hasil akhirnya adalah kelas kesesuaian medan yang diwujudkan dengan Peta
Satuan Medan untuk bangunan jalur jalan.
6. Tahap Akhir
Dalam tahap ini dilakukan penulisan laporan penelitian dalam bentuk
skripsi. Secara sistematis bagan alur penelitian disajikan pada gambar 3.
40
Gambar 3. Bagan Alur Penelitian
Peta Penggunaan Lahan Skala 1: 50. 000
Peta Tanah Skala 1: 250.000
Peta Satuan Medan Skala 1:50 000
Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalan
Faktor Keterlintasan Medan Survei Lapangan
Peta Lereng Skala 1: 50.000
Peta Geologi Skala 1: 100.000
Proses Pengolahan Data
Survei Lapangan
Peta Tanah Skala 1: 50.000
Survei Lapangan
Peta Bentuklahan Skala 1: 50.000
Informasi Kondisi Jalan
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Daerah Penelitian
1. Letak dan Batas
a. Letak Astronomi
Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1: 25.000, lembar Toroh (1408-642)
dan Sukodono (1408-624), maka secara astronomi dapat diketahui letak daerah
penelitian antara 07◦ 11’47,07" LS - 07◦17’00" LS dan 110◦52’52,04" BT -
110◦55’42,00" BT.
Ditinjau secara administratif, daerah penelitian termasuk wilayah
Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah, yang meliputi
tujuh desa yaitu : Desa Ngrandu, Desa Juworo, Desa Monggot, Desa
Kalangbancar, Desa Geyer, Desa Bangsri dan Desa Ledokdawan. Letak
administratif daerah penelitian disajikan pada Peta Administratif.
b. Batas
Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1: 25.000, lembar Toroh (1408-642)
dan Sukodono (1408-624), maka dapat diketahui batas Kecamatan Geyer sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumberlawang Kabupaten
Sragen
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kradenan Kabupaten
Grobogan, dan
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Juwangi Kabupaten Grobogan.
2. Iklim
Berdasarkan letak lintangnya daerah penelitian termasuk iklim tropis,
karena terletak pada lintang rendah (07◦ 11’47,07" LS - 07◦17’00" LS). Dalam
menentukan iklim ada tiga unsur yang sangat mempengaruhi, yaitu temperatur,
42
angin dan curah hujan. Untuk memperjelas iklim di daerah penelitian hanya akan
diuraikan unsur temperatur dan curah hujan.
a. Temperatur
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Skala 1: 25.000, lembar Toroh (1408-642)
dan Sukodono (1408-624) dan survei lapangan, diketahui daerah penelitian
terletak pada ketinggian antara 50 – 175 meter dari permukaan air laut. Ketinggian
tempat ini dapat digunakan untuk menentukan rata-rata temperatur suatu daerah,
untuk mengetahui rata-rata temperatur suatu daerah menggunakan rumus Braak
sebagai berikut :
T = (26,3 – 0,61 x h)◦C
Dimana
T = Rata-rata temperatur daerah
26,3 = Rata-rata temperatur daerah di pantai tropis
0,61 = Konstan temperatur (penurunan temperatur setiap kenaikan
tempat setinggi 100 meter)
h = Tinggi tempat dalam hm (hektometer)
Untuk menentukan temperatur rata-rata dipakai kisaran temperatur di
daerah tertinggi dan terendah. Daerah tertinggi adalah 175 m dan daerah terendah
50 m di atas permukaan air laut.
Temperatur rata-rata daerah tertinggi adalah:
T = 26,3 – 0,6 x h
= 26,3 – 0,61 x 1,75
T = 25,2 oC
Temperatur rata-rata daerah terendah adalah:
T = 26,3 – 0,6 x h
= 26,3 – 0,6 x 0,50
T = 25,9 oC
Dari perhitungan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa temperatur
daerah tertinggi adalah 25,9 ◦C dan daerah terendah adalah 25,2◦C.
43
b. Curah Hujan
Data mengenai curah hujan daerah penelitian diperoleh dari statistik
kecamatan. Data curah hujan yang diperoleh hanya selama empat tahun terakhir,
yaitu dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Hal ini dikarenakan pada tahun
sebelumnya alat pencatat curah hujan rusak sehingga curah hujan yang jatuh tidak
tercatat. Keadaan rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan Geyer tahun 2003
sampai dengan tahun 2006 disajikan pada tabel 19 berikut:
Tabel 19. Data Curah Hujan Selama Tahun 2003 Sampai 2006 2003 2004 2005 2006 Rata-rata No Bulan mm mm mm mm
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Okrober Nopember Desember
172 194 170 46
112 20 0
10 60
184 198 409
313 290 213 176 137
5 28 0
72 103 215 298
346 182 169 277 95
233 75 45
123 74
129 179
350 428 304 268 126 24 5 1 0
98 138 320
295.25 273.5
214 191.75 117.5 70.5
27 14
114.75 114.75
170 301.5
Jumlah Bulan Kering Bulan Basah
1575 4 8
1850 3 9
1927 1
11
2062 4 8
1853.5 3 9
Sumber: Statistik Kecamatan
Dengan melihat data curah hujan seperti pada tabel 19 dapat diketahui
bahwa curah hujan tahunan untuk empat tahun terakhir (2003-2006) sebesar
1853,5 mm. Bulan terkering terjadi pada bulan Agustus, yang ternyata curah
hujan rata-rata yang turun hanya 14 mm.
Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Koppen, Kecamatan Geyer
termasuk iklim Aw, yaitu :
A : Berarti iklim panas, dengan suhu rata-rata tahunan tidak lebih
rendah dari 180C.
Aw : Iklim panas yang mempunyai periode kering pada musim
44
dingin selama setengah tahun, atau dikatakan iklim sabana.
Keadaan iklim Kecamatan Geyer berdasarkan klasifikasi iklim Koppen
dapat dilihat pada gambar 4 sebagai berikut:
60
40
20
0
1500 2000 2500
A f
Am
Aw
1853,5
17,6
Curah hujan rata-rata tahunan (mm)
Jum
lah
cura
h hu
jan
min
imum
rat
a-ra
ta b
ulan
a (m
m)
1000
Gambar 4: Tipe Curah Hujan Daerah Kecamatan Geyer Menurut Koppen, Priode
Tahun 2003-2006
45
Menurut penggolongan tipe curah hujan dari Schmidt-Ferguson daerah
penelitian termasuk tipe curah hujan C. Tipe curah hujan ini didasarkan pada
nisbah rata-rata jumlah bulan kering yaitu apabila curah hujan kurang dari 60 mm
dan rata-rata jumlah bulan basah apabila curah hujan lebih dari 100 mm yang
disimbolkan dengan “Q” (Quotient).
Q = %100xnBasahJumlahBulanKeringJumlahBula
Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson seperti pada tabel 20
di bawah ini.
Tabel 20. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson. Tipe Curah Hujan Nilai Q (%) Sifat
A 0 ≤ Q < 0,143 Sangat basah B 0,143 ≤ Q < 0,333 Basah C 0,333 ≤ Q < 0,600 Agak basah D 0,600 ≤ Q < 1,000 Sedang E 1,000 ≤ Q < 1,670 Agak kering F 1,670 ≤ Q < 3,000 Kering G 3,000 ≤ Q < 7,000 Sangat kering H 7,000 ≤ Q - Luar biasa kering
Sumber : Handoko, 1995: 169.
Atas dasar rumus di atas, serta data curah hujan selama empat tahun,
maka dapat diketahui nilai Q untuk klasifikasi tipe curah hujan berdasarkan
Schmidt-Ferguson di Kecamatan Geyer adalah:
Q = %10075,725,3
Q = 41,9%
Berdasarkan nilai Q tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah
penelitian termasuk dalam tipe curah hujan C, yang mempunyai sifat agak basah.
Pada gambar 5 menunjukkan tipe curah hujan berdasarkan Schmidt-Ferguson di
Kecamatan Geyer.
46
Gambar 5. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson di Daerah
Penelitian Berdasarkan Data Curah Hujan Tahun 2003-2006
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
12
Jumlah rata-rata bulan basah
Jum
lah
rata
-rat
a bu
lan
kerin
g
H
G
F
E
D
C
B
A
700 %
300%
157 %
100 %
14, 3 %
33, 3 %
60 % (7, 75: 3,25
0
Nilai Q (%)
47
Gambar 6. Peta Administratif
48
3. Geologi
Daerah penelitian merupakan bagian dari geoantiklin Kendeng.
Antiklinorium Kendeng merupakan lanjutan dari Rangkaian Pegunungan Serayu
Utara di Jawa Tengah (Bemmelen, 1968: 79). Di sebelah selatan Semarang,
antiklinorium Kendeng panjangnya mencapai 250 km dan lebarnya mencapai 40
km serta menyempit ke arah timur sampai 20 km. Antiklinarium Kendeng berupa
perbukitan dengan elevasi rata-rata 450 meter dari permukaan air laut, dan elevasi
maksimum 600 meter dari permukaan air laut. Dekat Ngawi terjadi sebuah sumbu
depresi, dimana punggungan ini secara melintang terpotong oleh sungai
Bengawan Solo, sehingga terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian barat dan
bagian timur.
Dalam pembagian zona fisiografi pulau Jawa, daerah penelitian termasuk
zona tengah. Zona ini mempunyai lapisan Neogen muda yang lebih tebal
dibandingkan dengan zona lain. Lapisan Neogen muda ini merupakan inti dari
geoantiklin muda. Proses pelipatan terjadi sejak periode Miosen atas dan di
beberapa tempat sampai miosen tengah. Selama periode Plistosen tengah
dihasilkan orogenesa dari lipatan yang kuat sehingga menimbulkan lipatan
terbalik. Hampir seluruh daerah penelitian tersusun oleh sedimen klastis terutama
napal.
Berdasarkan Peta Geologi lembar Salatiga, Jawa skala 1: 100.000 terbitan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1992, di daerah penelitian
terdapat tiga formasi batuan yaitu : Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Dataran
Aluvial.
Formasi paling tua adalah Formasi Kerek (Tmk) yaitu pada periode
miosen tengah. Bagian bawah berupa sedimen tipe flysch yang berlapisan sangat
baik, terdiri dari perselingan batu lanau, batulempung dan batupasir gampingan.
Bagian atas terdiri dari napal bersisipan batupasir tufaan gampingan, batulanau
dan batupasir kerikilan, kandungan bahan gunungapi sangat tinggi, umumnya
berwarna lebih cerah dan perlapisannya tidak serapat bagian bawah. Secara
keseluruhan kandungan bahan gunungapi berkurang ke arah timur. Luas formasi
ini di daerah penelitian adalah 2.383,132 ha atau 46% dari luas seluruh daerah
49
penelitian. Formasi ini menyebar di bagian selatan dan tengah daerah penelitian
yaitu di Desa Monggot, Desa Kalangbancar, Desa Juworo dan Desa Ngrandu.
Penampang melintang formasi ini dapat dilihat pada gambar 7 di bawah.
Gambar 7. Penampang Melintang Perlapisan Batuan Napal Bersisipan Lanau pada Formasi Kerek. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
Selama periode Miosen akhir hingga pliosen awal dijumpai Formasi
Kalibeng (Tmpk). Formasi ini terdiri dari napal pejal di bagian atas dan di
bawahnya dijumpai napal bersisipan dengan batupasir tufaan dan batu gamping.
Luas formasi ini di daerah penelitian adalah 2.669,938 ha atau 51,73% dari luas
seluruh daerah penelitian. Formasi ini tersebar luas di bagian utara dan sebagian
sempit di selatan daerah penelitian yaitu Desa Bangsri, Desa Geyer, sebagian
Desa Ledokdawan, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Pada bagian tertentu dari
Formasi Kalibeng dijumpai anggota klitik Formasi Kalibeng yang terdiri dari
selang-seling kalkarenit, batugamping tufaan, batupasir tufan dan napal di bagian
atas ; dan biokalkarenit di bagian bawah. Anggota klitik Formasi Kalibeng
berkembang pada periode pliosen akhir. Luas formasi ini adalah 27,524 ha atau
0,53% dari luas seluruh daerah penelitian.
50
Dataran Aluvial (Qa), berkembang pada periode Holosen. Batuan
penyusunnya terdiri dari lempung, krikil dan krakal. Dataran aluvial tersebar
sempit di hilir Sungai Geyer yaitu sebagian Desa Ledokdawan. Luas Dataran
Aluvial didaerah penelitian adalah 80,650 ha atau 1,56% dari luas seluruh daerah
penelitian. Agihan formasi geologi di daerah penelitian dapat dilihat pada peta
Geologi dan tabel 21 di bawah.
Tabel 21. Agihan Formasi Geologi Daerah Penelitian. Luas Area No Formasi Geologi
Ha % 1 2 3 4
Qa Tmk Tmpk Tpkk
80,650 2.383,132 2.669,938
27,524
1,56 46,17 51,73 0,53
Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Geologi Daerah Penelitian.
Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa daerah penelitian
didominasi oleh Formasi Kalibeng dengan penyusun batuan napal bersisipan
lanau.
51
Gambar 8. Peta geologi
52
4. Geomorfologi
Berdasarkan Peta Geologi dan Peta Topografi daerah penelitian serta
survei lapangan, daerah penelitian mempunyai beberapa bentuklahan. Secara garis
besar ada tiga (3) bentuklahan berdasarkan asalnya, yaitu: bentuklahan asal
struktural, bentuklahan asal proses denudasional dan bentuklahan asal proses
fluvial.
1. Bentuklahan Asal Struktural
Bentuklahan asal struktural dicirikan dengan adanya sesar dan lipatan.
Adanya tenaga dari dalam yang mendesak kulit permukaan bumi akan mengalami
pelipatan jika letaknya jauh di dalam bumi dan menemui lapisan batuan yang
plastis. Jika tenaga tersebut menemui lapisan batuan yang keras, maka akan terjadi
patahan. Kenampakan yang mudah untuk diidentifikasi adalah adanya gawir sesar,
yaitu berupa dinding-dinding yang curam. Proses yang berlangsung pada
bentuklahan ini berupa erosi dan gerak massa batuan. Akibat dari proses tersebut,
pada bentuklahan ini sering dijumpai longsor lahan terutama pada dinding lereng
yang curam. Secara fisiografi bentuklahan ini berupa perbukitan. Bentuklahan ini
meliputi wilayah seluas 3348,949 ha atau 64,88% dari luas seluruh daerah
penelitian. Penyebaran bentuklahan ini di bagian selatan daerah penelitian. Sub
bentuklahan yang terbentuk adalah Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal
Bersisipan Lanau Terkikis Kuat dan Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal
Terkikis Kuat. Kondisi bentuklahan ini dapat dilihat pada gambar 9.
2. Bentuklahan Asal Proses Denudasional
Bentukan asal proses denudasional muncul karena pada bentukan asal
struktural mengalami proses pengikisan dalam waktu dan intensitas yang tinggi
sehingga kenampakan yang dijumpai sekarang sudah sulit dikenali relief dan
strukturnya. Bentukan yang dijumpai sekarang berupa perbukitan yang puncaknya
hampir rata dengan ketinggian berkisar antara 75 dan 150 meter di atas
permukaan air laut. Proses geomorfologi yang bekerja dan berlangsung berupa
erosi permukaan, pelapukan dan gerak massa, yang mengakibatkan perkembangan
bentuklahan ini. Batuan bagian atas berupa batuan napal yang mengalami proses
pelapukan, sehingga membentuk kenampakan yang menyerupai perisai. Luas
53
bentuklahan ini adalah 1662,871 ha atau 32,21% dari luas seluruh daerah
penelitian. Bentuklahan asal proses denudasional pada daerah penelitian berupa
perbukitan. Penyebaran bentuklahan ini adalah sebelah utara daerah penelitian.
Akibat proses geomorfilogi yang berlangsung pada bentuklahan ini dapat dilihat
pada gambar 10 di bawah.
Gambar 9. Bentuklahan Asal Struktural Berbatuan Napal. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
Gambar 10. Gerak Massa pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
54
3. Bentuklahan Asal Proses Fluvial
Bentuklahan ini terbentuk karena proses erosi, pengendapan dan aktifitas
sungai yang pada daerah penelitian banyak dipengaruhi oleh sungai Geyer dan
sungai Sogo. Bentuklahan yang terbentuk adalah Dataran Aluvial yang
mempunyai lapisan batuan yang horizontal berasal dari proses pengendapan dari
material yang berasal dari pebukitan denudasi yang berada di atasnya. Luas
bentuklahan ini di daerah penelitian adalah 149,423 ha atau 2,89% dari luas
seluruh daerah penelitian.
Agihan bentuklahan dan luas masing-masing di sajikan pada Peta
Bentuklahan dan tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22. Luas Bentuklahan di Daerah Penelitian. Luas No Bentuklahan Asal Proses
Ha % 1 2 3
Bentuklahan asal Struktural Bentuklahan asal proses Denudasional Bentuklahan asal proses Fluvial
3.348,949 1.662,871
149,424
64,88 32,21 2,89
Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Peta Bentuklahan dan Analisis.
Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bentuklahan terluas
yang ada di daerah penelitian adalah bentuklahan asal struktural yaitu: 3.348,949
ha atau 64,88 % dari luas seluruh daerah penelitian, sedangkan bentuklahan
tersempit adalah bentuklahan asal proses fluvial yaitu: 149,424 ha atau 2,89 %
dari luas seluruh daerah penelitian.
55
Gambar 11.Peta bentuklahan
56
5. Tanah
Tanah berfungsi sebagai medium pertumbuhan vegetasi, infiltrasi,
penyimpanan, penahanan, pelolosan dan penguapan air. Dalam kaitannya dengan
penelitian ini maka tanah sebagai tempat yang dikenai langsung oleh bangunan
jalan.
Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Tengah skala
1: 250.000 (Lembaga Penelitian Tanah, 1966), macam tanah yang ada di
Kabupaten Grobogan meliputi: (1) Grumusol Kelabu Tua, (2) Asosiasi Grumusol
Coklat Kekelabuan dan Grumusol Kelabu Kekuningan, (3) Grumusol Kelabu, (4)
Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan, (5) Grumusol Kelabu,
(6) Asosiasi Mediteran Merah Kekuningan dan Mediteran Coklat Kekuningan, (7)
Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol, (8). Kompleks Litosol, Mediteran dan
Rendsina.
(Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Kabupaten Grobogan Skala 1:
250.000 tahun 1991) dan survei lapangan, daerah penelitian terdiri dari dua jenis
tanah yaitu: Grumusol dan Regosol. Penyebaran masing-masing jenis tanah
tersebut dapat dilihat pada peta Tanah. Ciri morfologi dan fisik masing-masing
jenis tanah dijelaskan sebagai berikut:
a. Grumusol
Tanah grumusol berasal dari endapan lempung. Penyebarannya
memanjang kearah utara – selatan daerah penelitian dan di lalui oleh jalur jalan
Surakarta Purwodadi. Luas jenis tanah ini adalah 2.939,937 ha atau 56,96% dari
luas seluruh daerah penelitian. Jenis tanah ini di lapangan dicirikan dengan tekstur
lempung berat, struktur lempeng, konsistensi dalam keadaan kering luar biasa
teguh. Pada keadaan basah konsistensinya menjadi plastis dan sangat lekat, mudah
terjadi retak-retak, jeluk tanah dalam, warna kelabu, permeabilitas sangat lambat
sehingga kemampuan meloloskan air sangat kecil dan kapasitas menahan air
sangat besar.
57
b. Regosol
Tanah ini berasal dari bahan induk batuan kapur dan napal. Tanah
Regosol di lapangan dicirikan dengan tekstur pasir berlempung, struktur remah,
konsistensi gembur dalam keadaan basah, warna kelabu, permeabilitas tinggi
hingga sedang, kemampuan meloloskan air besar hingga sedang dan kapasitas
pengikatan air sedang hingga kecil. Di lapangan tanah ini terdapat di sebelah
timur dan barat daerah penelitian. Luas tanah regosol adalah 2.221,305 ha atau
43,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan dan luas masing-masing jenis
tanah di daerah penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah dan tabel 23 sebagai
berikut:
Tabel.23. Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian Luas No Jenis Tanah
Ha % 1 2
Regosol Grumusol
2.939,937 2.221,307
56,96 53,05
Jumlah 5.161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Tanah
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang terluas
didaerah penelitian adalah Regosol yaitu seluas 2.939,937 ha atau 56,96 % dari
luas seluruh daerah penelitian, sedangkan jenis tanah tersempit adalah Grumusol
yaitu 2.221,307 ha atau 53,05 % dari luas seluruh daerah penelitian.
58
Gambar 12. Peta tanah
59
6. Hidrologi
Kondisi hidrologi daerah penelitian meliputi kondisi air permukaan dan
air dalam. Air permukaan dijelaskan pada kondisi fisik sungai, sedangkan air
dalam di jelaskan pada kondisi air tanah. Adapun kondisi fisik sungai dan kondisi
air tanah daerah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kondisi Fisik Sungai
Di daerah penelitian terdapat dua buah sungai induk yaitu Sungai Sogo
dan Sungai Geyer. Sungai Geyer mengalir ke arah utara lalu membelok ke arah
barat dan bermuara pada Sungai Lusi, sedangkan Sungai Sogo mengalir ke arah
utara dan bermuara di Sungai Geyer. Beberapa anak sungai yang lebih kecil yang
bermuara di Sungai Geyer antara lain : Sungai Monggot dan Sungai Tirip.
Berdasarkan kestabilan alirannya Sungai Geyer merupakan sungai
perenial yaitu sungai yang mengalir sepanjang tahun, sedangkan Sungai Sogo
termasuk sungai intermitten yaitu sungai yang mengalir pada musim hujan saja.
Kondisi air Sungai Sogo pada musim kemarau dapat dilihat pada gambar 13 di
bawah ini.
Gambar 13. Kondisi Air Sungai pada Musim Kemarau di Desa Geyer Kecamatan Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
60
b. Kondisi Air Tanah
Kondisi air tanah ditentukan oleh keadaan topografi, struktur batuan,
sifat kelulusan material, keterdapatan air dalam pori-pori, dan kemampuan dalam
pengikatan air. Berdasarkan hasil observasi lapangan dapat diketahui kondisi air
tanah di daerah penelitian yaitu: pada bentuklahan perbukitan blok sesar
berbatuan napal bersisipan lanau dan bentuklahan perbukitan antiklinal berbatuan
napal terkikis kuat, pada musim penghujan air tanah dijumpai pada kedalaman 8
hingga 15 meter, pada musim kemarau kedalaman air bisa mencapai lebih dari 15
meter. Pada musim kemarau air tanah dapat dijumpai pada lembah-lembah
perbukitan meskipun debitnya terbatas. Pada bentuklahan perbukitan
Denudasional berbatuan napal terkikis kuat, air tanah pada musim penghujan
dijumpai pada kedalaman 3 hingga 8 meter, pada musim kemarau kedalaman air
mencapai 8 hingga 10 meter. Sumur sebagai alternatif pertama oleh para
penduduk untuk mendapatkan air tanah. Sumur pada Bentuklahan Perbukitan
Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat dapat dilihat pada gambar 14 di
bawah ini.
Gambar 14. Sumur Sebagai Alternatif Mendapatkan Air Tanah pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat. Gamber Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
61
7. Penggunaan Lahan
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Kecamatan Geyer dan uji
lapangan penggunaan lahan di daerah penelitian sebagian besar berupa hutan,
permukiman dan sebagian kecil tegalan. Penggunaan lahan di daerah penelitian
dapat dilihat pada Peta Penggunaan Lahan. Adapun persebaran masing-masing
penggunaan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
a. Hutan
Penggunaan lahan hutan dibedakan menjadi dua, yaitu: hutan alami dan
hutan buatan (reboisasi). Hutan alami menyebar di bagian selatan Kecamatan
Geyer atau bagian selatan dari perbukitan, sedangkan hutan reboisasi terletak di
bagian utara Kecamatan Geyer atau utara perbukitan dan sebagian kecil terletak di
bagian selatan perbukitan berdampingan dengan hutan alami. Hutan alami
ditumbuhi oleh tanaman tropis yang berasosiasi dengan semak belukar. Umumnya
tanaman ini berupa mahoni dan jati. Tanaman ini menempati hampir seluruh
bagian selatan perbukitan. Hutan reboisasi diusahakan dengan tanaman yang
mempunyai nilai ekonomis yaitu berupa Kayu Putih dan di bagian tertentu
ditumpangsarikan dengan tanaman jagung. Luas penggunaan lahan sebagai hutan
adalah 1.635,411 ha atau 31,68% dari luas seluruh daerah penelitian. Penggunaan
lahan hutan dapat dilihat pada gambar 15 di bawah ini.
Gambar 15. Hutan Kayu Putih, Merupakan Hutan Reboisasi. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
62
Gambar 16. Peta penggunaan lahan
63
b. Sawah
Bentuk penggunaan lahan sawah menyebar pada sebagian besar dataran
hingga lereng perbukitan yang berelief relatif datar dan berselang-seling dengan
permukiman. Sebagaimana penggunaan lahan hutan, penggunaan lahan sawah
juga dibedakan menjadi dua, yaitu: sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah
irigasi memiliki sistem pengairan yang sudah memadai, sedangkan sawah tadah
hujan hanya mengandalkan air ketika musim penghujan. Pergiliran tanaman
umumnya dua kali padi dan sekali palawija dalam setahun. Tanaman palawija
pada umumnya diusahakan pada musim kemarau karena tidak membutuhkan
banyak air. Luas penggunaan lahan sebagai sawah adalah 437,848 ha atau 8,47%
dari seluruh luas daerah penelitian. Penggunaan lahan sawah yang ditanami padi
seperti pada gambar 17 di bawah.
Gambar 17. Penggunaan Lahan Sawah yang Ditanami Padi di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
64
c. Permukiman
Bentuk penggunaan lahan permukiman mencakup pekarangan dan
perumahan. Penggunaan lahan ini menyebar memanjang di dataran terutama di
kanan kiri sungai dan pada tempat-tempat di sekitar sumber air. Hal ini
dikarenakan pada musim kemarau di tempat ini masih relatif mudah untuk
mendapatkan air. Penggunaan lahan sebagai permukiman seluas 618,224 ha atau
11,97% dari luas seluruh daerah penelitian.
Antar permukiman di daerah penelitian dihubungkan dengan jalan
setapak. Pada umumnya masyarakat setempat berpenghasilan sebagai petani
dengan bercocok tanam di sawah dan tegalan. Pekarangan pada umumnya
ditanami pohon kelapa, pisang, mangga dan mahoni. Hasil tanaman ini sebagian
dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual. Untuk menjual hasil pertanian sudah
tersedia pasar yang letaknya di tepi jalan Surakarta - Purwodadi. Penggunaan
lahan permukiman dan aktifitas jual beli hasil pertanian seperti pada gambar 18 di
bawah.
Gambar 18. Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Dataran dan Aktifitas Jual Beli Hasil Pertanian. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
65
d. Tegalan/Perkebunan
Penggunaan lahan tegalan menyebar setempat-setempat pada perbukitan
dan lereng-lereng perbukitan terutama pada topografi agak miring (3%-8%).
Penggunaan lahan ini berasosiasi dengan hutan dan sawah tadah hujan. Lahan ini
tidak mempunyai sistem pengairan yang memadai, sehingga masih tergantung
pada musim penghujan. Jenis tanaman yang umum ditanam adalah jagung, ubi
kayu (singkong), pisang dan pepaya. Luas penggunaan lahan sebagai tegalan di
daerah penelitian adalah 2.420,975 ha atau 46,90% dari luas seluruh daerah
penelitian. Penggunaan lahan tegalan pada topografi agak miring dapat dilihat
pada gambar 19 di bawah ini.
Gambar 19. Penggunaan Lahan Tegalan pada Topografi Agak Miring (3%-8%). Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan
lahan yang dominan di daerah penelitian adalah penggunaan sebagai
kebun/perkebunan yaitu 46,90% dari seluruh daerah penelitian.
66
8. Jaringan Jalan
Antara Surakarta dan Purwodadi di Kabupaten Grobogan dihubungkan
dengan jalan aspal kelas II. Komposisi lalu lintas yang melewati jalan tersebut
terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan tidak bermotor. Kelas jalan ini
dibangun mulai dari Dusun Getas hingga Purwodadi berjarak 22,24 km (hasil
survei lapangan). Dari Laporan Kondisi Jalan Link 103 Getas hingga Purwodadi,
jalan ini memerlukan perawatan yang memadai karena seringnya terjadi
kerusakan. Kerusakan jalan selain disebabkan karena kondisi medan juga
disebabkan oleh beban kendaraan yang melintas melebihi kemampuan tonase.
Kerusakan jalan yang terjadi berupa: jalan bergelombang, badan jalan retak-retak,
badan jalan miring, bahu jalan turun dan jalan longsor.
Pengelolaan jalan antara Surakarta dan Purwodadi di Kabupaten
Grobogan sejak tahun 1985 dikelola oleh Proyek Peningkatan Jalan Demak
Semarang dan Purwodadi. Usaha yang dilakukan untuk merawat jalan antara lain
dengan mengadakan survei tonase kendaraan yang lewat, mengukur CBR
(Californian Bearing Rate) yaitu daya dukung tanah yang sering mengalami
kerusakan, dan membuat kontruksi yang kuat yaitu kontruksi beton. Kerusakan
badan jalan miring dan jalan bergelombang dapat dilihat pada gambar 20 di
bawah ini.
Gambar 20. Kerusakan Badan Jalan Miring dan Jalan Bergelombang Akibat dari Kurangnya Daya Dukung Tanah. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 2006.
67
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Satuan Medan Daerah Penelitian
Parameter penyusun satuan medan sebagai satuan analisis untuk
kerusakan jalan Surakarta-Purwodadi terdiri atas satuan bentuklahan, kemiringan
lereng, tanah dan jenis penggunaan lahan. Satuan bentuklahan yang terdapat di
daerah penelitian berasal dari 3 proses pembentukan, yaitu asal struktural, asal
proses denudasional dan asal proses fluvial, yang selanjutnya berdasarkan
topografi, proses dan litologi diperinci lagi menjadi 4 satuan bentuklahan. Ketujuh
satuan bentuklahan tersebut adalah: Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal
Terkikis Kuat (D1), Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau
Terkikis Kuat (S1), Perbukitan Antiklin Berbatuan Napal Terkikis Kuat (S5) dan
Dataran Aluvial (F1). Uraian secara rinci dari masing-masing satuan bentuklahan
dapat dilihat pada sub-bab 4.4 di muka. Luas setiap satuan bentuklahan seperti
pada tabel 24 berikut.
Tabel 24. Luas Satuan Bentuklahan di Daerah Penelitian. Luas No Jenis Satuan Bentuklahan Simbol
Ha % 1 2 3 4
Perbukitan Dedudasional berbatuan Napal Terkikis Luat Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat Dataran Fluvial
D1 S1 S5 F1
1662,871
1465,621
1883,329
149,423
32,21
28,39
36,48
2,89 Jumlah 5161,244 100,00
Sumber: Hasil analisis Peta Bentuklahan Skala 1: 50.000 Tahun 2007.
Berdasarkan pada tabel 24 di atas dinyatakan bahwa di daerah
penelitian sebagian besar terdiri dari satuan bentuklahan S5, yaitu seluas
1883,329 ha atau (36,489%) dan satuan bentuklahan tersempit terjadi pada F1,
yaitu seluas 149,423 ha atau (2,895%) dari seluruh luas daerah penelitian.
68
Parameter kedua penyusun satuan medan adalah kemiringan lereng pada
setiap satuan bentuklahan tersebut di atas. Kelas kemiringan lereng dalam
penelitian ini diperoleh dari Peta Topografi (Peta Rupa Bumi). Langkah untuk
mendapatkan kelas kemiringan lereng adalah mengunakan extention dalam
program artviu. Kontur diubah dalam grid dan dalam format tin, kemudian dibuat
kelas lereng dengan menggunakan sistem dari Torn dan Zigen dalam bentuk
piksel dan dibuat generalisasi dari hasil tersebut sesuai kelas lereng. Dari asil
proses tersebut diperoleh 5 kelas kemiringan lereng di daerah penelitian. Setelah
diadakan uji lapangan luas dari masing-masing kelas kemiringan lereng dapat
dilihat pada tabel 25. Sebaran secara keruangan disajikan pada Peta Lereng.
Tabel 25. Luas Setiap Kemiringan Lereng di Daerah Penelitian. Luas Kelas Besar Kemiringan
Lereng (%) (ha) (%) I II III IV V
0-< 3 3-<8 8-<14 14-<20 >- 20
1439,528 703,725
1223,567 1108,671 685,753
27,89 13,63 23,70 21,48 13,28
Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Hasil analisis Peta Keniringan Lereng Skala 1: 50.000
tahun 2007. Berdasarkan pada tabel 23 terlihat bahwa sebagian besar daerah
penelitian mempunyai kemiringan lereng kelas I (0-<3) yaitu seluas 1439,508 ha
atau 27,890% dan hanya 683,753 ha (13,280%) yang mempunyai kemiringan
lereng kelas V (>-20%). Besar kemiringan lereng ini sangat berpengaruh pada
proses erosi, longsorlahan dan kesesuaian lahan.
69
Gambar 21. Peta lereng
70
Parameter ketiga penyusun satuan medan adalah jenis tanah. Uraian
secara rinci tentang jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat
penjelasannya pada sub-bab 4.5. Berdasarkan pada sub-bab tersebut bahwa jenis
tanah di daerah penelitian terdiri dari 2 jenis tanah, yaitu Regosol (R) dan
Grumusol (G). Masing-masing luasannya disajikan pada tabel 26 sebagai berikut:
Tabel 26. Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian. Luas No Jenis Tanah (LPT) Simbol
(ha) (%) 1 2
Regosol Grumusol
R G
2221,306 2939,938
41,03 56,96
Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Tanah skala 1: 50.000 tahun 2007. Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa daerah penelitian
sebagian besar terdiri dari jenis tanah Grumusol, yaitu seluas 2939,937 ha atau
56,961% dari luas seluruh daerah penelitian.
Parameter keempat penyusun satuan medan adalah jenis penggunaan
lahan. Secara rinci dari jenis penggunaan lahan telah dijelaskan pada sub-bab 4.7.
berdasarkan pada penjelasan sub-bab 4.7 di daerah penelitian seperti yang
disajikan pada tabel 27 sebagai berikut:
Tabel 27. Luas Jenis Penggunaan Lahan di Daerag penelitian. Luas No Jenis Penggunaan Lahan Simbol
Ha % 1 2 3 4
Hutan Kebun/Perkebunan Permukiman Sawah
Ht Kb Pmk Sw
1635,511 2420,951 618,224 486,558
31,68 46,88 11,97 9,42
Jumlah 5161,244 100,00 Sumber: Analisis Peta Penggunaan Lahan Skala 1: 50.000 Tahun 2007.
Berdasarkan keempat parameter tersebut di atas, maka satuan medan
dapat disusun dengan cara menumpangsusunkan (overlay) dari Peta Bentuklahan,
Peta Tanah, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Penggunaan Lahan yang masing-
masing pada skala 1: 50.000. Berdasarkan tumpangsusun tersebut dihasilkan 68
jenis satuan medan yang tersebar di daerah penelitian seperti pada tabel 28 di
bawah. Sebaran secara keruangan disajikan pada Peta Satuan Medan.
71
Gambar 22. Peta Satuan Medan
72
Tabel 28. Luas Satuan Medan di Daerah Penelitian. Luas No Simbol Satuan
Medan Lokasi/Desa
Ha %
1 D1-G-I Ht Geyer 95,424 1,84 2 D1-G-I-Kb Ledokdawan 91,88 1,78 3 D1-G-I-Pmk Geyer dan Ledokdawan 269,964 5,23 4 D1-G-I-Sw Geyer 15,508 0,30 5 D1-G-III-Ht Geyer 54,369 1,05 6 D1-G-III- Ledokdawan 76,229 1,47 7 D1-G-III- Pmk Geyer dan Ledokdawan 17,208 0,33 8 D1-G-IV-Ht Geyer dan Ledokdawan 126,647 2,45 9 D1-G-IV-Kb Geyer dan Ledokdawan 93,406 1,80
10 D1-G-IV-Pmk Geyer 12,284 0,23 11 D1-G-V-Kb Ledokdawan 115,367 2,23 12 D1-R-I-Kb Ledokdawan 16,032 0,31 13 D1-R-I-Pmk Ledokdawan 12,55 0,24 14 D1-R-II-Ht Geyer dan Bangsri 25,197 0,48 15 D1-R-II-Kb Geyer dan Bangsri 115,523 2,23 16 D1-R-III-Kb Geyer dan Ledokdawan 73,67 1,42 17 D1-R-IV-Ht Geyer 121,386 2,35 18 D1-R-IV-Kb Geyer dan Bangsri 135,361 2,62 19 D1-R-V-Ht Ledokdawan 76,929 1,49 20 D1-R-V-Kb Geyer dan Bangsri 257,376 4,98 21 F1-G-I-Kb Ledokdawan 20,518 0,39 22 F1-G-I-Pmk Ledokdawan 71,094 1,37 23 F1-G-II-Kb Ledokdawan 14,622 0,28 24 F1-G-II-Pmk Ledokdawan 12,477 0,24 25 F1-R-I-Kb Ledokdawan 22,325 0,43 26 S1-G-I-Ht Ledokdawan 17,51 0,33 27 S1-G-I-Kb Monggot 74,652 1,44 28 S1-G-I-Pmk Monggot 208,979 4,04 29 S1-G-I-Sw Monggot dan Geyer 178,354 3,45 30 S1-G-II-Ht Ledokdawan dan Kalangbancar 56,063 1,08 31 S1-G-II-Kb Monggot 17,212 0,33 32 S1-G-II-Sw Monggot 11,281 0,21 33 S1-G-III-Kb Kalangbancar 127,571 2,47 34 S1-G-III-Pmk Kalangbancar 16,268 0,31
73
35 S1-G-IV-Ht Geyer 67,604 1,30
36 S1-G-IV-Kb Geyer dan Monggot
32,676 0,63
37 S1-R-I-Ht Bangsri 31,144 0,60 38 S1-R-I-Kb Monggot 43,918 0,85
39 S1-R-I-Sw Geyer dan Monggot 37,544 0,72 40 S1-R-II-Ht Monggot 37,207 0,72 41 S1-R-II-Kb Monggot 50,213 0,97
42 S1-R-III-Ht Monggot 55,157 1,06
43 S1-R-III-Kb Monggot dan Ngrandu 67,101 1,30
44 S1-R-IV-Ht Geyer dan Monggot 84,462 1,63
45 S1-R-IV-Kb Bangsri dan Kalangbancar
73,052 1,41
46 S1-R-V-Ht Kalangbancar 41,194 0,79
47 S1-R-V-Kb Geyer 31,138 0,60 48 S5-G-I-Ht Ngrandu, Monggot dan Juworo 187,864 3,63 49 S5-G-I-Kb Juworo 22,967 0,44
50 S5-G-I-Pmk Monggot 24,562 0,47
51 S5-G-II-Ht Monggot 127,048 2,46
52 S5-G-II-Kb Monggot 169,138 3,27
53 S5-G-II-Sw Juworo 20,616 0,39
54 S5-G-III-Ht Juworo 112,775 2,18
55 S5-G-III-Kb Juworo, Monggot dan Ngrandu 221,102 4,28
56 S5-G-III-Sw Juworo 30,571 0,59
57 S5-G-IV-Ht Monggot 37,254 0,72
58 S5-G-IV-Kb Monggot 59,536 1,15
59 S5-G-IV-Sw Juworo 38,134 0,73
60 S5-R-I-Ht Ngrandu dan Monggot 20,2 0,39
61 S5-R-I-Kb Ngrandu 35,991 0,69
62 S5-R-I-Sw Monggot 37,458 0,72
63 S5-R-II-Kb Juworo 15,073 0,29
64 S5-R-III-Ht Juworo 123,497 2,39
65 S5-R-III-Kb Juworo 55,265 1,07
66 S5-R-IV-Ht Ngrandu dan Monggot 146,302 2,83
74
67 S5-R-IV-Kb Ngrandu 343,338 6,65
68 S5-R-IV-Sw Ngrandu 28,907 0,56
Jumlah 5161,244 100.00 Sumber: Peta Satuan Medan
Dari keenampuluh delapan satuan medan tersebut, yang akan dianalisis
dalam penelitian ini hanya satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan saja.
Adapun satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan seperti pada tabel 29 di
bawah.
Tabel 29. Satuan Medan yang Terlintasi Jalur Jalan di Daerah Penelitian Luas No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan Medan
Lokasi / Desa Ha %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 55 48 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-III-Kb S5-G-I-Ht S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
Ledokdawan Ledokdawan Geyer dan Ledokdawan Geyer Geyer Monggot Monggot Monggot Juworo dan Monggot Juworo dan Ngrandu Juworo Juroro
115,367 91,880
269,264 54,369 67,905
208,979 37,254
127,048 221,102 187,864 17,510
178,354
2,23 1,78 5,21 1,05 1,31 4,04 0,72 2,45 4,28 3,63 0,33 3,45
Jumlah 1576,896 30,49 Sumber : Peta Satuan Medan
Keadaan masing-masing satuan medan yang terlintasi jalur jalan
tersebut diuraikan secara berurutan sebagai berikut:
75
1. Satuan Medan D1-G-V-Kb
Gambar 23. Satuan Medan D1-G-V-Kb di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-V-Kb di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat,
jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya V (->20%) dan penggunaan
lahannya sebagai areal perkebunan yang ditanami jagung seperti terlihat pada
gambar 23 di atas.
76
2. Satuan Medan D1-G-I-Kb
Gambar 24. Satuan Medan D1-G-I-Kb di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-I-Kb di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat,
jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan
penggunaan lahannya berupa areal perkebunan yang ditanami jati, jagung dan
pisang seperti pada gambar 24 di atas.
77
3. Satuan Medan D1-G-I-Pmk
Gambar 25. Satuan Medan D1-G-I-Pmk di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-I-Pmk di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat,
jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan
penggunaan lahannya berupa permukiman seperti terlihat pada gambar 25 di atas.
78
4. Satuan Medan D1-G-III-Ht
Gambar 26. Satuan Medan D1-G-III-Ht di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-III-Ht di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat,
jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya III (8%-<14%) dan
penggunaan lahannya berupa hutan negara yang ditanami mahoni seperti yang
terlihat pada gambar 26 di atas.
79
5. Satuan Medan D1-G-IV-Ht
Gambar 27. Satuan Medan D1-G-IV-Ht di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan D1-G-IV-Ht di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat,
jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya IV (14%-<20%) dan
penggunaan lahannya berupa hutan yang ditanami mahoni seperti pada gambar 27
di atas.
80
6. Satuan Medan S1-G-I-Pmk
Gambar 28. Satuan Medan S1-G-I-Pmk di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S1-G-I-Pmk di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau
Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%)
dan penggunaan lahannya sebagai permukiman seperti terlihat pada gambar 28 di
atas.
81
7. Satuan Medan S5-G-IV-Ht
Gambar 29. Satuan Medan S5-G-IV-Ht di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-IV-Ht di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis
tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya IV (15%-<20%) dan penggunaan
lahannya berupa hutan yang ditanami mahoni seperti yang terlihat pada gambar 29
di atas.
82
8. Satuan Medan S5-G-II-Ht
Gambar 30 Satuan Medan S5-G-II-Ht di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-II-Ht di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis
tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya II (3% - <8%) dan penggunaan
lahannya sebagai hutan yang berdampingan dengan perkebunan seperti terlihat
pada gambar 30 di atas.
83
9. Satuan Medan S5-G-III-Kb
Gambar 31. Satuan Medan S5-G-III-Kb di Desa Juworo dan Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-III-Kb di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis
tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya III (8%-<14%) dan penggunaan
lahannya sebagai perkebunan yang ditanami pisang, pepaya dan jati seperti pada
gambar 31 di atas.
84
10. Satuan Medan S5-G-I-Ht
Gambar 32. Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Juworo dan Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S5-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis
tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%) dan penggunaan
lahannya berupa hutan dengan vegetasi yang dominan mahoni seperti pada
gambar 32 di atas.
85
11. Satuan Medan S1-G-I-Ht
Gambar 33. Satuan Medan S1-G-I-Ht di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S1-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau
Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%)
dan penggunaan lahannya sebagai hutan yang ditanami mahoni seperti terlihat
pada gambar 33 di atas.
86
12. Satuan Medan S1-G-I-Sw
Gambar 34. Satuan Medan S1-G-I-Sw di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
Keadaan satuan medan S1-G-I-Sw di lapangan dicirikan oleh
bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau
Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<3%)
dan penggunaan lahannya sebagai sawah yang ditanami padi seperti pada
gambar 34 di atas.
87
2. Analisis Satuan Medan
Dalam analisis satuan medan ini, masing-masing parameter penyusun
medan dikelompokkan menurut faktor relief, faktor geologi, faktor tanah, faktor
proses geomorfologi, faktor hidrologi dan faktor vegetasi atau penggunan lahan
pada masing-masing satuan medan terpilih yaitu satuan medan yang terlintasi oleh
jalur jalan. Masing-masing faktor tersebut diukur dan dimasukkan pada tabel
kriteria penilaian yang sudah diuraikan di bab II pada sub-bab Keterlintasan
Medan. Berikut hasil pengukuran faktor-faktor tersebut diuraikan satu-persatu:
a. Kelas Kemiringan Lereng
Dalam penelitian ini kelas kemiringan lereng diperoleh dari peta lereng
dan survei langan. Langkah yang ditempuh adalah mengukur kemiringan lereng
pada masing-masing satuan medan yang menjadi sample penelitian dengan
menggunakan kompas geologi. Hasil pengukuran sudut kemiringan lereng beserta
kelas kesesuaiannya disajikan pada tabel 30.
Tabel 30. Klasifikasi Kemiringan Lereng. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Kemiringan Lereng (%)
Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
> 20 0 – 3 0 – 3 8 – 14 14 – 20 0 – 3
14 – 20 3 – 8 0 – 3 8 – 14 0 – 3 0 – 3
V I I
III IV I
IV II I
III I I
Sumber: Analisis Peta Lereng dan Cek Lapangan.
88
b. Panjang Lereng
Pengukuran panjang lereng dilakukan pada Peta Lereng dan cek
lapangan untuk mencocokkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Pengukuran panjang lereng dilakukan dengan cara mengukur lereng dari batas igir
sampai lembah. Hasil pengukuran dan pengharkatan panjang lereng seperti pada
tabel 31 di bawah ini.
Tabel 31. Klasifikasi Panjang Lereng. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Panjang
Lereng (meter) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
677,33 661,79 480,52 382,01 158,38 839,86 333,77 669,36 366,39 703,78 237,52 453,44
1 1 2 2 3 1 2 1 2 1 3 2
V V IV IV III V IV V IV V III IV
Sumber: Analisis Peta Lereng dan Cek Lapangan.
c. Indeks Keausan Batuan
Indeks keausan batuan diperoleh dengan cara membandingkan berat
batuan sebelum dan sesudah uji keausan batuan. Uji yang digunakan adalah
abrasi, dengan berat batuan sebelum diuji seberat 5000 gram dengan 12 bola besi
yang bekerja selama 500 kali putaran. Adapun nilai indeks keausan batuan pada
satuan medan yang dilewati jalur jalan disajikan dalam tabel 32.
89
Tabel 32 Klasifikasi Indeks Keausan Batuan. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Indeks
Keausan Batuan (%)
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
51 51 51 51
52,4 51
52,4 51 51
52,4 52,4 52,4
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
III III III III III III III III III III III III
Sumber: Analisis Laboratorium.
d. Indeks Beban Titik
Indeks beban titik didapat dengan cara mengukur langsung di lapangan
dengan menggunakan alat berupa penetrometer saku. Adapun hasil penilaian
indeks beban titik pada satuan medan yang dilalui jalur jalan disajikan pada
tabel 33 di bawah ini.
Tabel 33 Klasifikasi Indeks Beban Titik. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Indeks Beban
Titik (Kg) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
25 25 25 25 18 25 18 25 25 18 18 18
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
III III III III III III III III III III III III
Sumber : Data Lapangan.
90
e. Struktur Perlapisan Batuan
Struktur perlapisan batuan didapat dari singkapan-singkapan yang
ditemui di lapangan dengan penuntun Peta Geologi. Pengukuran struktur
perlapisan batuan dilakukan dengan cara mengukur kedudukan batuan terhadap
permukaan dengan menggunakan kompas geologi. Struktur perlapisan batuan
yang dilewati oleh jalur jalan disajikan pada tabel 34.
f. Tekstur
Pengukuran tekstur dimaksudkan untuk membandingkan kandungan
pasir, debu dan liat. Tekstur sangat berpengaruh terhadap daya dukung tanah,
semakin kasar tekstur tanah maka daya dukung semakin besar. Hasil analisis
tekstur disajikan pada tabel 35 di bawah ini:
Tabel 35.Klasifikasi Tekstur Tanah. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Tekstur Tanah
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
V V V V V V V V V V V V
Sumber: Analisis Laboratorium.
91
Tabel 34
92
g. Kadar Air dalam Tanah
Pengukuran kadar air tanah dimaksudkan untuk mengetahui lembek dan
tidaknya tanah bila menyimpan air yang berpengaruh pada daya dukung tanah.
Pengukuran kadar air dilakukan di laboratorium dengan cara membandingkan
berat tanah lembab lapangan dengan berat tanah kering oven. Hasil pengukuran
kadar air tanah pada satuan medan terpilih disajikan pada tabel 36.
Tabel 36.Klasifikasi Kadar Air Tanah. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Kadar Air Tanah (%)
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
11.25 11.64 12.29 10.84 12.08 11.68 10.24 13.08 11.64 10.89 12.21 10.74
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
I I I I I I I I I I I I
Sumber: Analisis Laboratorium.
h. Kelompok Tanah / Ukuran Butir
Ukuran butir tanah dimaksudkan untuk mengelompokkan tanah menurut
ukuran butirnya sehingga diketahui sifat teknisnya. Pengukuran ukuran butir tanah
didasarkan pada jenis tanah pada satuan medan terpilih. Adapun hasil penentuan
ukuran butir tanah pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 37.
93
Tabel 37. Klasifikasi Ukuran Butir Tanah. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Kelompok
Tanah Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7 A-6 dan A-7
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
V V V V V V V V V V V V
Sumber: Analisis Laboratorium.
i. Angka Pori
Pengukuran angka pori tanah dimaksudkan untuk mengetahui potensi
tanah untuk terjadi penurunan jika menahan beban yang berat. Penentuan angka
pori didasarkan pada hasil analisis di laboratorium seperti pada tabel 38 di bawah
ini.
Tabel 38.Klasifikasi Angka Pori. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Angka
Pori (%) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
46 44 41 44 45 15 47 43 41 44 44 47
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
V V V V V V V V V V V V
Sumber: Analisis Laboratorium.
94
j. Permeabilitas Tanah
Pengukuran permeabilitas tanah dimaksudkan untuk mengetahui cepat
atau lambatnya tanah dalam meloloskan air yang berpengaruh pada penurunan
tanah. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada tanah penyusun satuan medan
yang dilalui jalur jalan dengan hasil seperti pada tabel 39 di bawah ini.
Tabel 39. Klasifikasi Permeabilitas Tanah. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan Medan
Permeabilitas Tanah (Cm/jam)
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
0,35 0,37 0,47 0,56 0,37 0,36 0,12 0,2 0,42 0,38 0,29 0,26
1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
V V V V V V V V V V V V
Sumber: Analisis Laboratorium.
k. Kembang Kerut Tanah
Kembang kerut tanah dalam pertanian sering disebut indeks Coefficient
of Linear Extensibility (COLE) sedangkan dalam bidang non pertanian sering
disebut Potential Volume Change (PVC). Nilai ini berguna untuk mengetahui
kemampuan kembang kerut tanah. Penentuan nilai COLE didasarkan pada hasil
analisis laboratorium, dengan hasil seperti pada tabel 40 sebagai berikut.
95
Tabel 40. Klasifikasi Kembang Kerut Tanah. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Kembang
Kerut Tanah Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
0,29 0,26 0,2 0,24 0,2 0,26 0,19 0,43 0,22 0,26 0,24 0,24
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
V V V V V V V V V V V V
Sumber: Analisis Laboratorium.
l. Intensitas Hujan
Data intensitas hujan diperoleh dengan mengolah data curah hujan
harian dibagi dengan jumlah hari hujan. Hasil pengolahan data curah hujan
disajikan pada tabel 41.
Tabel 41. Klasifikasi Intensitas Hujan. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Intensitas Hujan
(mm/hari) Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62 17,62
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
II II II II II II II II II II II II
Sumber: Data Curah Hujan Kecamatan.
96
m. Jarak Antar Alur
Jarak antar alur berpengaruh terhadap tingkat pengikisan yang
berpengaruh terhadap erosi, semakin besar jarak antar sungai maka semakin
sedikit pengaruhnya terhadap keberadaan jalan dan sebaliknya. Jarak antar alur
diperoleh dari peta bentuklahan dan survei lapangan dengan cara mengukur jarak
alur pada setiap bentuklahan. Dari hasil interpretasi peta, daerah penelitian
mempunyai jarak antar sungai seperti pada tabel 42.
Tabel 42. Klasifikasi Jarak Antar Sungai. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Jarak Antar Sungai (cm)
Harkat Kelas Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
0,74 0,74 0,74 0,74 0,92 0,92 0,92 0,92 0,92 1,50 1,50 1,50
2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3
IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV IV
Sumber : Data Lapangan.
n. Erosi
Dalam penelitian ini, tingkat erosi diukur langsung di lapangan dengan
cara mengukur kedalaman alur erosi. Hasil pengukuran kenampakan erosi pada
satuan medan terpilih seperti pada tabel 43.
97
Tabel 43. Klasifikasi Kenampakan Erosi. No Indeks
Pengamatan Simbol
Satuan Medan Erosi Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
Erosi ringan Erosi sedang Erosi berat Erosi berat Erosi sedang Erosi ringan Erosi berat Erosi berat Erosi berat Erosi sedang Erosi berat Erosi berat
4 3 2 2 3 4 2 2 2 3 2 2
II III IV IV III II IV IV IV III IV IV
Sumber: Data Lapangan.
o. Gerakan Massa Batuan
Proses gerakan massa batuan yang dipertimbangkan dalam pengharkatan
keterlintasan medan untuk jalan adalah luasan gerak massa batuan yang
mempengaruhi satuan medan. Pengamatan gerakan massa batuan dikakukan
dilapangan dengan cara melihat pengaruh gerak massa jika ada. Hasil penentuan
gerakan massa pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 44 di bawah ini.
Tabel 44. Klasifikasi Gerak Massa Batuan. No Indeks
Pengamatan Simbol
Satuan Medan Gerak Massa Batuan Harkat Kelas
Kesesuaian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
Pengaruh sempit Pengaruh sempit Pengaruh sedang Pengaruh sangat luas Pengaruh luas Pengaruh sedang Pengaruh luas Pengaruh luas
Pengaruh sangat luas Pengarug luas Pengaruh luas Pengaruh sangat luas
4 4 3 1 2 3 2 2 1 2 2 1
II II III V IV III IV IV V IV IV V
Sumber: Data Lapangan.
98
p. Faktor Penggunaan Lahan
Data penggunaan lahan diperoleh dari Peta Penggunaan Lahan dan cek
lapangan. Hasil penentuan penggunaan lahan pada daerah satuan medan terpilih
adalah seperti pada tabel 45 sebagai berikut.
Tabel 45. Klasifikasi Penggunaan Lahan. No Indeks
Pengamatan Simbol Satuan
Medan Penggunaan
Lahan Harkat Kelas
Kesesuaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
11 2 3 5 35 28 57 51 48 55 26 29
D1-G-V-Kb D1-G-I-Kb D1-G-I-Pmk D1-G-III-Ht S1-G-IV-Ht S1-G-I-Pmk S5-G-IV-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S1-G-I-Ht S1-G-I-Sw
Kebun Kebun Permukiman Hutan Hutan Permukiman Hutan Hutan Hutan Kebun Hutan Sawah
4 4 5 2 2 5 2 2 2 4 2 1
II II I
IV IV I
IV IV IV II IV V
Sumber: Analisis Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan.
3. Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan
Evaluasi medan untuk jalan pada dasarnya merupakan evaluasi kesesuaian
medan untuk penggunaan tertentu terutama jalan. Medan dengan kesesuaian yang
tinggi diharapkan mampu untuk menopang gerak lintas kendaraan yang melintas,
sehingga kondisi jalan tetap stabil. Tujuan evaluasi medan ini adalah
mengelompokkan medan menurut kesesuaian dan pembatasnya untuk dapat
dibangun jalan.
Pada penelitian ini klasifikasi kesesuaian medan ditentukan berdasarkan
pada 16 sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian.
Keenambelas sifat dan karakteristik medan tersebut, yaitu: panjang lereng,
kemiringan lereng, indeks beban titik, indeks keausan batuan, struktur perlapisan
batuan, tekstur tanah, kadar air, kelompok tanah, angka pori, permeabilitas,
kembang kerut tanah, jarak antar sungai, erosi, gerak massa batuan, intensitas
99
hujan dan penggunaan lahan. Langkah yang ditempuh dengan menggunakan
metode pengharkatan (scoring) dengan faktor pembatas sebagai penentu kelas
maupun sub-kelas, yaitu menjumlahkan nilai keenambelas sifat dan karakteristik
medan dan memasukkan nilai tersebut ke dalam tabel kelas kesesuaian seperti
yang terdapat pada tabel 18 di muka.
Sub-kelas kesesuaian ditentukan dengan memperhatikan tinggi
rendahnya nilai penjumlahan dan faktor pembatas, yaitu sifat dan karakteristik
medan yang mempunyai nilai terendah. Faktor pembatas yang berasal dari relief
diberi simbol (r). Faktor pembatas yang berasal dari tanah diberi simbol (t), faktor
pembatas yang berasal dari geologi diberi simbol (g), faktor pembatas yang
berasal dari hidrologi dengan simbol (h), faktor proses dengan simbol (p) dan
faktor yang berasal dari penggunaan lahan diberi simbol (pl).
Berdasarkan pada metode di atas, maka daerah penelitian dapat
dibedakan menjadi 2 kelas kesesuaian medan, dan apabila memasukkan faktor
penghambat terdapat 2 sub-kelas kesesuaian medan, yaitu sub-kelas III r,t,p,h dan
IV r,g,t,p,h,pl. Penjelasan masing-masing sub-kelas tersebut diuraikan di bawah
ini. Jumlah harkat dari parameter penyusun medan disajikan pada tabel 46.
Persebaran secara keruangan dapat dilihat Pada Peta Kesesuaian Medan Sub-
kelas kesesuaian medan disajikan pada tabel 47.
100
Tabel 46
101
Tabel 47
102
Gambar 35. Peta kesesuaian Medan
103
Berdasarkan tabel 47 maka dapat diketahui bahwa:
1. Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h
Sub-kelas kesesuaian medan IIIr,t,p,h terdapat pada satuan medan
D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk dan S1-G-I-Pmk. Luas seluruh satuan medan tersebut
adalah 570.123 ha atau 11,03% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan
tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer dan Desa Monggot. Kelas
kesesuaian medan III r,t,p,h berarti kondisi fisik medan mendukung terhadap
bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan yang teratur, dan
terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan agak mahal, dengan faktor
pembatas (r) berupa panjang lereng, faktor pembatas (t) meliputi: tekstur,
permeabilitas, angka pori, indeks COLE dan kelompok tanah, faktor pembatas (p)
berupa erosi dan faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran. Satuan medan yang
mempunyai sub-kelas kesesuaian III r,t,p,h dicirikan oleh panjang 480,52 m –
893,86 m, kemiringan lerengnya 0% - 3%, indeks keausan batuan 51%, indeks
bebab titik 25 Kg, struktur perlapisan batuan miring pada medan yang datar,
tekstur tanah lempung, kadar air 11,64% - 12,29%, ukuran butir A.6 dan A.7,
angka pori 15% - 44%, permeabilitas 0,36 Cm/jam - 0,37 Cm/jam, kembang kerut
tanah 0,2 - 0,26, intensitas hujan rata-rata 17,62 mm/hari, jarak antar alur 0,74 cm
- 0,92 cm (skala 1: 50.000), erosi ringan, pengaruh gerak massa batuan sempit
hingga sedang, dan penggunaan lahan sebagai perkebunan dan permukiman.
Jenis kerusakan jalan pada sub-kelas kesesuaian medan III (cukup
sesuai) adalah jalan bergelombang, jalan retak-retak dan aspal penutup jalan
terkelupas. Kerusakan jalan tersebut disebabkan pada sub-kelas kesesuaian ini
terdapat faktor penghambat berupa faktor relief, faktor tanah, faktor proses dan
faktor hidrologi.
Faktor relief yang berupa panjang lereng dimungkinkan dapat
menimbulkan kerusakan berhubungan dengan intensitas proses, terutama pada
satuan medan S1-G-I-Pmk dengan gerakan massa berpengaruh sedang yang
menjadi intensif karena bekerja pada lereng sepanjang 839,86 m.
Faktor tanah yang berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks cole
dan ukuran butir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan. Jalan
104
bergelombang terjadi karena tanah pada satuan medan ini bertekstur lempung,
angka pori terlalu besar dan permeabilitas yang sangat lambat. Tanah seperti ini
memiliki sifat teknis yang jelek, sehingga tanah akan mudah mecair jika ada air
dan mendapat beban yang berat dari atas. Potensi kembang kerut tanah yang
tinggi mengakibatkan retak-retak pada badan jalan, terutama pada musim kemarau
karena tanah dasar mengalami pengerutan.
Faktor hidrologi yang berupa kerapatan aliran berkaitan erat dengan
faktor proses berupa erosi dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya aspal
terkelupas. Material tanah yang terbawa oleh air seringkali terendapkan pada
badan jalan, mengakibatkan kurangnaya daya ikat aspal, sehinggga terjadi
pengelupasan. Faktor penghambat tersebut sebagian masih dapat diperbaiki akan
tetapi memerlukan biaya yang mahal.
Faktor t (tanah) dapat diperbaiki dengan menggunakan material yang
lebih kasar dan pemadatan pada tanah dasar. Faktor p (erosi) dapat diperbaiki
dengan merubah penggunaan lahan yang dapat menghambat terjadinya erosi.
Faktor r (relief) berupa panjang lereng dapat diperbaiki dengan membuat jalan
berbelok-belok, sesuai dengan standard yang dibuat Dirjen Bina Marga. Faktor h
(hirologi) berupa kerapatan aliran sulit untuk diperbaiki. Luas masing-masing
satuan medan yang masuk pada sub-kelas kesesuaian ini disajikan pada tabel 48.
Kondisi jalan pada kelas kesesuaian medan sedang dapat dilihat pada gambar 36
di bawah.
Gambar 36. Kondisi Jalan pada Kesesuaian Medan Sedang di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
105
Tabel 48. Luas Sub-kelas Kesesuaian Medan III r,t,p,h.
Luas No Satuan
Medan
Simbol Satuan Medan
Ha %
1
2
3
2
3
28
D1-G-I-Kb
D1-G-I-Pmk
S1-G-I-Pmk
91,880
269,264
208,979
1,78
5,21
4,04
Jumlah 570,123 11,03
Sumber: Analisis Peta Satuan Medan.
2. Sub-kelas Kesesuaian Medan IV r,g,t,p,h,pl
Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl terdapat pada satuan medan
D1-G-V-Kb, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S5-G-IV-Ht, S5-G-II-Kb, S5-G-I-Ht,
S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht dan S1-G-I-Sw. Luas seluruh satuan medan tersebut
adalah 1.048.863 ha atau 20,32% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan
medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer, Desa Monggot, Desa
Juworo dan Desa Ngrandu. Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl berarti
kondisi fisik medan tidak mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya
resiko kerusakan jalan yang besar, biaya perawatan relatif mahal, dengan faktor
pembatas (r) berupa kemiringan lereng dan panjang lereng, faktor pembatas (g)
berupa struktur perlapisan batuan, faktor pembatas (t) berupa tekstur,
permeabilitas, angka pori, indeks COLE, dan ukuran butir tanah, faktor pembatas
(p) berupa gerak massa batuan dan erosi, faktor pembatas (h) berupa kerapatan
aliran dan faktor pembatas (pl) penggunaan lahan. Sub-kelas kesesuaian ini di
lapangan dicirikan sebagai berikut: kemiringan lereng 0% - >20%, panjang lereng
158,38 m - 703,78 m , indeks keausan batuan 51% - 52,4%, indeks beban titik
18 - 25 Kg, struktur perlapisan batuan miring pada medan datar sampai miring
berselingan keras lunak pada medan curam, tekstur lempung, kadar air
10,24% - 13,08%, ukuran butir A.6 dan A.7, angka pori 41% - 47%, permeabilitas
jelek sampai sangat jelek, indeks COLE 0,2 - 0,29, intensitas hujan
106
17,62 mm/hari, jarak antar alur 0,74 cm - 1,50 cm (skala 1:50.000), erosi ringan
hingga berat, gerak massa batuan berpengaruh sempit hingga sangat luas, dengan
penggunaan lahan sebagai kebun, hutan dan sawah.
Jenis kerusakan jalan pada sub-kelas kesesuaian medan IV (tidak sesuai)
adalah jalan bergelombang, jalan retak-retak, aspal jalan terkelupas, jalan longsor
dan jalan terputus. Kerusakan jalan tersebut disebabkan pada sub-kelas kesesuaian
ini terdapat faktor penghambat berupa faktor relief, faktor geologi, faktor tanah,
faktor proses, faktor hidrologi dan faktor penggunaan lahan.
Faktor relief yang berupa panjang lereng dan kelas kemiringan lereng
dimungkinkan dapat menimbulkan kerusakan berhubung dengan intensitas proses,
terutama pada satuan medan dengan gerakan massa berpengaruh sedang hingga
sangat luas yang menjadi intensif karena bekerja pada kelas dan panjang lereng
yang tidak mendukung terhadap jalur jalan.
Faktor geologi berupa struktur perlapisan batuan yang berselingan keras
lunak berada pada medan miring hingga sangat miring menjadi penyebab
terjadinya jalan longsor dan terputus. Struktur perlapisan batuan yang miring dan
berselingan keras-lunak akan membentuk bidang gelincir berpotensi terjadi
longsor apabila mendapat tekanan yang berat diatasnya.
Faktor tanah yang berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks cole
dan ukuran butir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan, karena tanah
dengan ciri seperti tersebut di atas memiliki sifat teknis yang sangat jelek. Jalan
bergelombang terjadi karena tanah pada satuan medan ini bertekstur lempung,
angka pori terlalu besar dan permeabilitas yang sangat lambat, sehingga tanah
akan mudah mecair jika ada air dan mendapat beban yang berat dari atas. Potensi
kembang kerut tanah yang tinggi mengakibatkan retak-retak pada badan jalan,
terutama pada musim kemarau karena tanah dasar mengalami pengerutan.
Faktor proses berupa gerak massa dan erosi diketahui menjadi penyebab
jalan terputus. Pengaruh gerak massa yang sangat luas dan tingkat erosi yang
tinggi bertambah intensif karena bekarja pada kelas dan panjang lereng yang
sangat miring dan panjang. Garak massa yang intensif ini mengakibatkan
pergeseran badan jalan sehingga menimbulkan terputusnya jalan.
107
Faktor hidrologi yang berupa kerapatan aliran berkaitan erat dengan
faktor proses berupa erosi dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya aspal
terkelupas. Material tanah yang terbawa oleh air seringkali terendapkan pada
badan jalan, mengakibatkan kurangnaya daya ikat aspal, sehinggga terjadi
pengelupasan.
Jenis penggunaan lahan berupa sawah mendukung terjadinya kerusakan
jalan. Sawah yang selalu tergenang air berpengaruh terhadap daya dukung tanah
dasar jalur jalan. Sifat teknis tanah-tanah di daerah penelitian sangat jelek dan
akan semakin parah jika kandungan airnya bertambah, hal tersebut menyebabkan
penggelombangan pada permukaan jalan karena daya dukung tanah dasar
berkurang.
Beberapa faktor pembatas tersebut masih dapat diperbaiki untuk
meningkatkan kondisi jalan agar tidak cepat rusak, tetapi dengan biaya yang
mahal. Faktor pembatas (r) berupa kelas dan panjang lereng dapat diperbaiki
dengan membuat jalan berbelok-belok, sesuai dengan standard yang dibuat Dirjen
Bina Marga. Faktor pembatas (t) dapat diperbaiki dengan menggunakan material
yang lebih kasar dan pemadatan pada tanah dasar. Faktor pembatas (pl) dapat
diperbaiki dengan merubah penggunaan lahan yang lebih sesuai, tetapi hal ini sulit
untuk dilakukan karena menyangkut penggunaan lahan masyarakat setempat.
Sedangkan faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran, faktor pembatas (p)
berupa gerak massa batuan dan faktor pembatas (g) berupa struktur perlapisan
batuan, sulit untuk diperbaiki. Luas masing-masing satuan medan yang termasuk
dalam sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl disajikan pada tabel 49. Kondisi
jalan pada sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl dapat dilihat pada gambar
37.
108
Tabel 49.Luas Sub-kelas Kesesuaian Medan IV r,g,t,p,h,pl.
Luas No Satuan
Medan
Simbol Satuan Medan
Ha %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
5
35
57
51
55
48
26
29
D1-G-V-Kb
D1-G-III-Ht
S1-G-IV-Ht
S5-G-IV-Ht
S5-G-II-Ht
S5-G-III-Kb
S5-G-I-Ht
S1-G-I-Ht
S1-G-I-Sw
115,367
54,369
67,905
37,254
127,048
221,102
187,864
17,510
178,354
2,23
1,05
1,31
0,72
2,46
4,28
3,63
0,33
3,45
Jumlah 1.006,773 19,46
Sumber: Analisis Peta Satuan Medan.
Gambar 37. Kondisi Jalan pada Kelas Kesesuaian Medan Tidak Sesuai di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 2007.
109
Dari hasil analisis satuan medan dapat diketahui bahwa jalur jalan
Surakarta - Purwodadi di Kecamatan Geyer sebagian besar dibangun di atas
satuan medan yang tidak sesuai untuk jalan. Sehingga pada jalur jalan ini sering
mengalami kerusakan. Di samping medan yang tidak sesuai, kerusakan jalan
dipercepat oleh kendaraan berat yang sering melintas.
110
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Di daerah penelitian terdapat tiga bentukan asal yaitu: bentukan asal
Struktural, bentukan asal Proses Denudasional dan bentukan asal proses
Fluvial. Dari ketiga bentukan asal tersebut diturunkan menjadi empat satuan
bentuklahan yang kemudian diturunkan menjadi enam puluh delapan (68)
satuan medan. Satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan sebanyak 12
satuan medan, kedua belas satuan medan tersebut adalah D1-Gr-V-Kb,
D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S1-G-I-Pmk, S5-G-IV-
Ht, S5-G-II-Ht, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht, dan S1-G-I-Sw.
2. Hasil dari analisis satuan medan diperoleh dua sub-kelas kesesuaian medan
beserta faktor penghambat untuk jalur jalan daerah penelitian yaitu:
a. Sub-kelas Kesesuaian Medan III r,t,p,h
Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h terdapat pada satuan medan
D1-G-I-Kb, D1-G-I-Pmk dan S1-G-I-Pmk. Luas seluruh satuan medan
tersebut adalah 570.123 ha atau 11,03% dari luas seluruh daerah penelitian.
Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer dan Desa
Monggot. Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h berarti kondisi fisik medan
mendukung terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai
perawatan yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya
perawatan agak mahal, dengan faktor pembatas relief, tanah, proses dan
hidrologi.
111
b. Sub-kelas Kesesuaian Medan IV r,g,t,p,h,pl
Sub-kelas kesesuaian medan IV r,g,t,p,h,pl terdapat pada satuan medan
D1-G-V-Kb, D1-G-III-Ht, S1-G-IV-Ht, S5-G-IV-Ht, S5-G-II-Ht, S5-G-I-
Ht, S5-G-III-Kb, S1-G-I-Ht dan S1-G-I-Sw. Luas seluruh satuan medan
tersebut adalah 1.006,773 ha atau 19,46% dari luas seluruh daerah
penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa
Geyer, Desa Monggot, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Sub-kelas
kesesuaian medan IV r,g,t.p,h,pl berarti kondisi fisik medan tidak
mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan
yang besar, biaya perawatan relatif mahal, dengan faktor pembatas relief,
geologi, tanah, proses geomorfologi, hidrologi dan penggunaan lahan.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini
mempunyai implikasi sebagai berikut: hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
perencanaan pembangunan jalan yang disertai dengan data kelas kesesuaian
medan dan faktor pembatas yang ada di daerah penelitian.
C. Saran
Kepada Pemerintah dan Intansi terkait pada pembangunan jalan, bahwa
evaluasi sangat penting terhadap perencanaan pembangunan jalan dan perawatan
jalan yang sudah dibangun. Dengan evaluasi dapat diketahui faktor pembatas yang
terdapat pada medan yang akan dibangun jalan, sehingga mendapatkan hasil
pembangunan yang baik. Dari hasil yang baik akan mempermudah dalam
perawatan dan biaya perawatan akan semakin murah.
Masih banyak metode evaluasi medan yang dapat digunakan untuk
menganalisis kerusakan jalur jalan, sehingga masih perlu diadakan penelitian
dengan menggunakan metode selain scoring. Dalam penelitian ini banyak kendala
dan keterbatasan, maka peneliti-peneliti yang akan datang perlu mengadakan
penelitian yang sejenis agar informasi ini menjadi lengkap dan berguna di masa
mendatang.
112
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (1985). Prosedur Penelitian, Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Anderson, L.R. Dunn, I.S dan Kifer, F.W. (1980). Dasar-Dasar Analisis Geoteknik. Semarang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Press
Braja M Das. (1988). Mekanika Tanah. Prinsip – prinsip Rekayasa Geoteknik. Alih Bahasa Nur Indah Muchtar. Jakarta: Erlangga.
Darmawan, Kun Hidayatulloh.(1995). Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antar Banjarnegara – Karang Kobar Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Dwi, Emi Suryandi. (2003). Aplikasi Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Untuk Evaluasi Kerentanan Kerusakan Jalan di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Handoko. (1995). Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hardjowigeno, Sarwono. (1993). Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Presindo.
Jamulya. (1993). Petunjuk Praktikum Survei Tanah. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Joyosoeharto, Sunardi (1985). Dasar-Dasar Pemikiran Klasifikasi Bentuklahan. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Mangunsukarjo, Karmono. (1984). Inventarisasi Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai Serayu Dengan Tinjauan Secara Geomorfologi. Disertasi. Jogjakarta: Fakultas Geografi Uiversitas Gadjah Mada.
113
Marwanto, Joko. (1997). Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antar Temuwangi Kaligawe Kecamatan Pedan. Skripsi. Surakarta: Fakultas Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setyawan, Octavianto. (1991). Evaluasi Medan Untuk Memperkirakan Daerah Rawan Longsor di Hulu DAS Serayu. Skripsi. Jogjakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Sunarto dan Suratman Woro. (1990). Evaluasi Medan.Makalah Dalam Kursus Evaluasi Sumberdaya Lahan. Jogjakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Suripin. (2001). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi
Sudarmadi, Sayid. (1987). Evaluasi Medan Untuk Memperkirakan Daerah Yang Rentan Terhadap Bahaya Alami Kerusakan Jalan. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Sutarman, Tatat Abdullah. (1993). Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Surachmad, Winarno. (1978). Dasar dan Teknik Research. Bandung: Tarsito.
van R.A Zuidam, (1979). Terain Analysis and Clasification Using Aerial Photographs, A Geomorphological Approach. Enschede: ITC
van, R.W. Bemmelen. (1968). Geologi Indonesia. Jogjakarta. Tjepat.
Wesley, L.D. (1977) Mekanika Tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pekerja Umum.
Wisnusudibyo. (1978). Tinjauan Fisiografis Terhadap Rencana Jalan Tembus
Semarang-Gunungpati. Skripsi. Jogjakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
(www. pu. go. id/bapekin/buletin%20 jurnal/ buletin %208/buletin86.html. 10 februari 2007).
114
(www.dephub.go.id/modules/Upload_File/images/km1tahun2000.pdf.10, Februari 2007).
Yusuf, Yasin. (2005). Anatomi Banjir Kota Pantai Perspektif Geografi. Surakarta:
Sustaka Cakra.