Upload
ledan
View
230
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
i
EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA KABUPATEN SRAG EN
(Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh SUPRIYADI
NIM: S4307103
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA KABUPATEN SRAGEN
(Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)
Disusun Oleh:
Supriyadi
NIM: S4307103
Telah disetujui Pembimbing
Pada tanggal, Desember 2009
Pembimbing I
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. NIP. 19630203 198903 1 006
Pembimbing II
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak. NIP. 19611231 198803 1 006
Mengetahui:
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Doddy Setiawan, SE., M.Si.,IMRI., Ak. NIP. 19750218 200012 1 001
iii
EVALUASI SISTEM KEUANGAN DESA KABUPATEN SRAGEN
(Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang)
Disusun Oleh:
Supriyadi
NIM: S4307103
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada tanggal, Desember 2009
Ketua Tim Penguji
:
Dr. Bandi, M.Si., Ak
Sekretaris Tim Penguji
:
Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof. Acc., Ph.D., Ak.
Anggota
:
Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak.
Anggota
:
Drs. Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak.
Mengetahui,
Direktur PPs UNS
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Dr. Bandi, M.Si., Ak NIP. 19641120 199103 1 002
iv
PERNYATAAN
Nama : Supriyadi
NIM : S4307103
Program Studi : Magister Akuntansi
Konsentrasi : Akuntansi Keuangan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ”Evaluasi Sistem
Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang”
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Desember 2009
Yang menyatakan,
Supriyadi
v
MOTTO:
”Hidup harus bermanfaat bagi sesama manusia, alam, bangsa dan negara”.
Karya ini Kupersembahkan:
Seluruh keluargaku terutama Ibunda dan Ayahanda yang selalu mendoakan dan membantu keberhasilanku. Mertuaku yang selalu memberikan dukungan dan doanya. Bethaliana Nurul Muslimah serta adik-adikku tercinta Setiyono dan Prihhantini Larasati, Gama, Delta, Buana dan Yuana yang selalu memberi semangat untuk meraih kesuksesan. Bangsa dan Negaraku Indonesia Tercinta.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya atas
rahmat dan karuniaNya-lah penulis dapat melalui tahapan akhir studi di Program
Pascasarjana Magister Akuntansi (MAKSI) Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta, dengan selesainya penulisan tesis dengan judul “Evaluasi Sistem
Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang”
ini.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa selama pembuatan tesis ini penulis
banyak dibantu oleh dari berbagai pihak, baik dukungan moril maupun materiil
yang pantas penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Asian Development Bank melalui State Audit Reform Sector Development
Project (STAR-SDP) Itjen Depdiknas selaku pemberi beasiswa kepada
penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak H. Untung Wiyono Bupati Sragen yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Magister
Akuntansi Universitas Sebelas Maret.
vii
3. Bapak Prof. Dr. Dr. Much. Syamsulhadi, Sp.KJ. Rektor Universitas Sebelas
Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi
bagian dari keluarga besar Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Doddy Setiawan, SE., M.Si.,IMRI., Ak. selaku Ketua Program Magiter
Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons)., Ph.D., Ak. dan Bapak Drs.
Eko Arief Sudaryono, M.Si., Ak., atas keikhlasannya dalam membimbing dan
memberikan petunjuk selama penulisan tesis ini, semoga amal ibadahnya
mendapat mendapat pahala dari Allah SWT.
7. Pengelola Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas pelayanannya selama mengikuti pendidikan.
8. Para Dosen Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah membantu serta memberikan ilmu melalui kuliah-
kuliahnya.
9. Rekan-rekan Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta, atas bantuan dan persahabatan selama mengikuti pendidikan.
10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT.
Akhirnya, penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki sebagai
makluk yang tidak luput dari kekurangan, sehingga penulis berharap kepada
vii
viii
pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan
tesis ini.
Semoga karya ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Surakarta, Desember 2009
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
ABSTRAK ..................................................................................................... xvii
ABSTRACK ................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah... ........................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 5
BAB II TINJUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
A. Evaluasi ............................................................................................. 6
B. Sistem ................................................................................................ 7
x
C. Desa .................................................................................................. 8
1. Keuangan Desa .............................................................................. 13
2. Azas dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Desa ............................... 16
3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa......................................... 18
4. Penatausahaan Keuangan Desa....................................................... 18
D. APBDesa ........................................................................................... 18
1. Struktur APBDesa .......................................................................... 19
2. Penyusunan Rancangan APBDesa .................................................. 20
3. Pelaksanaan APBDesa ................................................................... 24
4. Perubahan APBDesa ...................................................................... 27
5. Penatausahaan APBDesa ................................................................ 27
6. Pertanggungjawaban APBDesa ...................................................... 27
E. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) ............................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 31
A. Jenis Penelitian .................................................................................. 31
B. Cara Pengumpulan Data .................................................................... 32
1. Proses Memasuki Lokasi Penelitian ............................................... 32
2. Ketika Berada Dilokasi Penelitian .................................................. 33
3. Proses Pengumpulan Data Lapangan dan Menganalisisnya ............ 33
a. Observasi Langsung ................................................................. 33
b. Wawancara .............................................................................. 34
c. Mencatat Arsip dan Dokumentasi ............................................. 35
4. Sampel ........................................................................................... 36
x
xi
5. Populasi ......................................................................................... 37
C. Sumber Data dan Jenis Data .............................................................. 38
D. Teknik Analisis Data ......................................................................... 38
E. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 40
A. Gambaran Umum .............................................................................. 40
1. Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan .............................................. 43
2. Struktur Organisasi Kecamatan ...................................................... 44
3. Tujuan dan Sasaran Organisasi Kecamatan .................................... 46
4. Kelembagaan Desa ......................................................................... 47
5. Kondisi Umum Desa Puro .............................................................. 47
a. Geografis dan Demografis.......................................................... 47
b. Susunan Organisasi .................................................................... 48
6. Kondisi Umum Desa Saradan......................................................... 49
a. Geografis dan Demografis.......................................................... 49
b. Susunan Organisasi .................................................................... 49
7. Kondisi Umum Desa Jurangjero ..................................................... 50
a. Geografis dan Demografis.......................................................... 50
b. Susunan Organisasi .................................................................... 51
B. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................. 52
1. Keuangan Desa .............................................................................. 52
2. Azas Pengelolaan Keuangan Desa .................................................. 57
a. Azas Tranparan ........................................................................ 59
xi
xii
b. Azas Dapat Dipertanggungjawabkan ........................................ 60
c. Azas Akuntabilitas ................................................................... 61
d. Azas Partisipatif ....................................................................... 62
e. Azas Tertib dan Disiplin Anggaran ........................................... 64
3. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa......................................... 65
4. Penatausahaan Keuangan Desa....................................................... 72
a. Penatausahaan Penerimaan ....................................................... 72
b. Penatausahaan Pengeluaran ...................................................... 73
c. Pertanggungjawaban Penggunaan Dana .................................... 75
5. APBDesa ....................................................................................... 76
a. Struktur APBDesa .................................................................... 76
b. Penyusunan Rancangan APBDesa ............................................ 80
1). RPJMDesa dan RKPDesa ................................................... 83
2). Penetapan Rancangan APBDesa ......................................... 84
3). Evaluasi Rancangan APBDesa ............................................ 85
c. Pelaksanaan APBDesa .............................................................. 87
d. Perubahan APBDesa ................................................................ 91
e. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ............................ 92
1). Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa ..... 93
2). Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBDesa ............................................................................ 94
6. Alokasi Dana Desa (ADD) ............................................................. 96
a. Tujuan Alokasi Dana Desa ....................................................... 96
xii
xiii
b. Pengelolaan Alokasi Dana Desa .............................................. 97
c. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan ADD ............................. 98
d. Pelaksanaan Kegiatan Alokasi Dana Desa ............................... 101
e. Pertanggungjawaban dan Pelaporan ADD ............................... 102
f. Pembinaan dan Pengawasan Alokasi Dana Desa ....................... 104
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 107
A. Kesimpulan ....................................................................................... 107
B. Saran ................................................................................................ 107
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 109
LAMPIRAN ................................................................................................... 111
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Batas-Batas Wilayah Kabupaten Sragen ....................................... 40
TABEL 2. Luas Wiayah Kabupaten Sragen ................................................... 40
TABEL 3. Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang ...................... 42
TABEL 4. Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang .. 42
TABEL 5. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Puro ................................... 48
TABEL 6. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Saradan .............................. 50
TABEL 7. Susunan Organisasi Pemerintah Desa Jurangjero .......................... 51
xv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Minimal . 10
GAMBAR 2. Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Maksimal 11
GAMBAR 3. Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa .......................... 15
GAMBAR 4. Struktur APBDesa .................................................................. 20
GAMBAR 5. Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) ...................... 21
GAMBAR 6. Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 ....................................... 23
GAMBAR 7. Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 ............................................................................. 26
GAMBAR 8. Mekanisme Pertanggungjawaban & Pelaporan APBDesa ........ 28
GAMBAR 9. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa ...... 30
GAMBAR 10. Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa ......................... 54
GAMBAR 11. Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Hasil
Penelitian di Lapangan ............................................................ 82
GAMBAR 12. Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian
di Lapangan ............................................................................ 90
GAMBAR 13. Mekanisme Pertanggungjawaban & Pelaporan APBDesa
Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ............................. 95
GAMBAR 14. Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana
Desa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan ...................... 101
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Pedoman Wawancara (Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa) ........................................................... 111
ABSTRAK
Supriyadi. 2009. “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen
Studi Kasus Di Kecamatan Karangmalang”. Latarbelakang penelitian ini adalah dengan dikeluarkannya Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, apakah pelaksanaan pengelolaan keuangan desa sudah dapat berjalan dengan baik, yang sebelumnya di desa belum terbangun sistem dan regulasi yang jelas dan tegas dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Sistem Keuangan Desa di Kabupaten Sragen apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dari lapangan dan dari hasil wawancara. Data sekunder peneliti memperoleh dari buku-buku, hasil laporan, dokumen-dokumen serta arsip-arsip dari instansi yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, antara lain sebagai berikut: Pertama, belum terbentuknya bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala desa, selama ini bendahara desa dirangkap oleh kaur keuangan desa atau kaur umum. Kedua desa belum melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), sehingga arah pembangunan desa belum terlihat jelas untuk jangka waktu 1 tahun dan jangka waktu 5 tahun ke depan. Ketiga, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen yang mengelola adalah Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, seharusnya dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten Sragen. Pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen agar sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 sangat diperlukan pelatihan, pembinaan dan bimbingan dari kecamatan dan kabupaten, karena desa belum bisa mandiri dalam pengelolaan keuangan desa.
xvii
Key Words: Evaluasi, Keuangan Desa, APBDesa, ADD
ABSTRACT
Supriyadi. 2009. “An Evaluation of Village Financial System in Regency
Sragen. A Case Study in Sub District Karang Malang”. The background of research is the release of Domestic Affairs Ministerial
Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management, whether or not the village financial management has proceeded well, in which a firm and strict system and regulation has not been established in the implementation of village financial management. The research aims to evaluate the Village Financial System in Regency Sragen, whether or not it has been consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management.
The research method employed was a qualitative research using descriptive method. The data used were primary and secondary ones. The primary data was obtained through direct observation to the field and from the result of interview. The secondary data was obtained from the books, research findings, documents as well as archive from the concerned institution.
From the result of research, it can be concluded that the implementation of village financial management in Regency Sragen has not been consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management. It can be seen from: firstly, the village treasurer has not been established legally through the Village Chief’s decision, so far the treasurer position is assumed by the village financial affair chief (Kaur Keuangan Desa) or general affair chief (Kaur Umum). Secondly, the village has not implemented the Medium-Term Village Development Plan (RJPMDesa) and Village Development Work Plan (RKPDesa), so that the direction of village development has not been clear for the next 1 and 5 years. Thirdly, the management of Village Fund Allocation (ADD) in Regency Sragen was done by the Government and Land Affairs Agency of Setda Regency KAranganyar. For the management of village financial in Regency Sragen to be consistent with the Domestic Affairs Ministerial Regulation Number 37 of 2007 about the Guideline of Village Financial Management, the training, building and counseling in sub district and regency are required, because the village has no capability to manage the village financial independently.
xviii
Keywords: Evaluation, Village Financial, APBDesa, ADD
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena global adanya tuntutan demokrasi dengan mengedepankan
pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas pada bidang pemerintahan dan
politik, termasuk bidang pengelolaan keuangan merupakan konsekuensi yang
perlu disikapi dalam memasuki paradigma otonomi. Hal tersebut berimplikasi
terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan desa yang lebih
mengedepankan pendekatan regional, di mana pemerintah desa menjadi aktor
dinamis dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan kemasyarakatan.
Pemerintah desa harus mempersiapkan sumber daya dan sumber dana sebagai
pembiayaan dari akibat pelimpahan kewenangan tersebut (Peraturan Bupati
Sragen Nomor 47 Tahun 2008).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
pasal 212 menyebutkan ayat (1) Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban
desa yang dapat di nilai dengan uang, serta segala sesuatu yang baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban. Ayat (2) Menyatakan bahwa hak dan kewajiban
sebagaimana di maksud pada ayat (1) Menimbulkan pendapatan, belanja dan
pengelolaan keuangan desa.
xix
Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tentang
Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan keuangan desa
merupakan suatu sub sistem dari pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam
mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat
desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa
diperlukan standar pengaturan yang dimulai dari aspek perencanaan dan
penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan
aspek pertanggungjawaban keuangan desa.
Sedangkan menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008
tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
menyatakan bahwa penganggaran menjadi sangat penting sebagai metode
pengalokasian sumber-sumber pendapatan dalam membiayai kegiatan pada suatu
daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran desa
yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya adalah satu tahun.
Proses penganggaran merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan evaluasi
apakah pemerintahan desa melakukan tugasnya secara efektif dan efisien, dengan
melakukan hal yang benar terhadap pencapaian tujuan dan sasaran untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Melakukan sesuatu hal dengan benar berarti
melakukan sesuatu dengan cara yang paling efisien termasuk diantaranya
melakukan sesuatu dengan biaya yang terendah, namun di saat yang sama tetap
mempertimbangkan implikasi biaya jangka panjangnya. Selain itu faktor-faktor
lain di luar biaya harus dipertimbangkan, misalnya ketaatan pada perundang-
undangan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
1
xx
Permasalahan di tingkat desa yang perlu diatasi dan diantisipasi, menurut
Maryunani (2006) adalah belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan
tegas. Dengan segala keterbatasan yang ada di desa maka pengembangan ekonomi
dan pemberdayaan masyarakat tetap dapat dioptimalkan agar lebih mandiri dan
berdaya guna melalui serangkaian kegiatan dan program yang memang dimiliki
dan mampu dilakukan masyarakat desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa. Secara garis besar pedoman pengelolaan keuangan
desa meliputi azas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan pengelolaan keuangan
desa, struktur APBDesa, penyusunan rancangan APBDesa, perubahan APBDesa,
penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan desa, pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDesa, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan pembinaan
dan pengawasan dalam mengelola keuangan desa.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah
kabupaten/kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. (Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa). Mengenai pengelolaan ADD,
Maryunani (2006) menyatakan bahwa kemandirian desa akan tergambar melalui
semakin kecilnya ADD ke desa, karena semakin desa mandiri maka semakin tidak
memerlukan bantuan dari luar.
Dengan semakin berat dan kompleksnya tugas pemerintah desa, maka
kepala desa dan perangkat desa semakin di tuntut memberikan hasil terbaik dalam
menjalankan tugasnya. Dengan terbangunnya sistem yang baik dalam mengelola
xxi
keuangan desa diharapkan pemerintah desa akan mampu mandiri dalam
menjalankan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta mampu mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga menghasilkan
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan
masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan untuk mengetahui
apakah sistem pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen sudah sesuai
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem pengelolaan keuangan desa di Kabupaten
Sragen juga berpedoman pada Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan APBDesa dan Peraturan Bupati ini tetap
berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas, maka permasalahan
pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini dinyatakan dengan pertanyaan
penelitian yaitu: ”Apakah sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen sudah
sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi Sistem Keuangan Desa di
Kabupaten Sragen apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
xxii
D. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sistem
keuangan desa di Kabupaten Sragen sehingga dapat digunakan untuk
mengambil keputusan yang tepat.
2. Penelitian ini diharapkan dapat untuk digunakan sebagai pedoman oleh
pemerintah kabupaten, kecamatan maupun desa dalam mengelola keuangan
desa yang baik.
3. Penelitian ini diharapkan dapat untuk meningkatkan kemandirian desa dalam
mengelola keuangan desa.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis akan di bagi dalam 5 Bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN terdiri dari: Latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari: Evaluasi, sistem, desa, APBDesa,
dan pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN terdiri dari: Jenis penelitian, cara
pengumpulan data, sumber data dan jenis data, teknik analisis data dan
tempat dan waktu penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari: Gambaran umum dan
deskripsi hasil penelitian. Deskripsi hasil penelitian yang terdiri dari:
Keuangan desa, azas pengelolaan keuangan desa, kekuasaaan
pengelolaan keuangan desa, penatausahaan keuangan desa,
xxiii
pertanggungjawaban keuangan desa, APBDesa dan pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD).
BAB V PENUTUP terdiri dari: Kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Evaluasi
Beberapa teori evaluasi dikemukan oleh para ahli. Proses dalam
melakukan evaluasi keuangan mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang di
anut, ada bermacam-macam cara antara lain menurut Arikunto (2006) ”Evaluasi
yakni mengukur dan menilai, kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita
mengadakan pengukuran”. Menurut Mehrens & Lehmann dalam Purwanto
(2008: 3) menyatakan:
”Dalam arti luas evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan”. Menurut Dunn (2000: 613-619) menyatakan bahwa ada pendekatan dalam
evaluasi kebijakan: evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi teoritis keputusan.
Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriftif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat di
percaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan. Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan
pendekatan yang menggunakan metode deskriftif untuk menghasilkan informasi
yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi
6
xxiv
mengevaluasi hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah
diumumkan secara formal oleh pem buat kebijakan dan administrator program.
Evaluasi keputusan teoritis (formal decision-theoritic evaluation) adalah
pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriftif untuk menghasilkan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil
kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan.
Menurut Tayibnapis (2000: 7) menyatakan pendapat tentang fungsi
evaluasi, yaitu:
”Fungsi evaluasi yaitu memfokuskan evaluasi, mendesain evaluasi, mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil evaluasi, mengelola evaluasi, mengevaluasi evaluasi”. Menurut Dunn (2000: 609-611) menyatakan mengenai evaluasi yaitu:
”Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, sangat jelas bahwa dalam
melaksanakan evaluasi keuangan desa harus diadakan suatu proses terlebih dahulu
yaitu mengumpulkan informasi, menganalisis informasi, melaporkan hasil
evaluasi, mengelola evaluasi, mengevaluasi evaluasi untuk menentukan tujuan
dan target yang hendak dicapai.
B. Sistem
Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang sistem antara lain,
xxv
menurut Kantaprawira (1999: 3) menyatakan mengenai sistem yaitu:
”Sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang lebih tinggi daripada hanya merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur, atau metode”. Menurut The Liang Gie dalam bukunya Mamesah (1995: 5) menyatakan:
”Sistem adalah sebagai kebulatan yang berliku-liku dan tetap dari hal-hal atau unsur-unsur yang saling berhubungan dan disatupadukan berdasarkan sesuatu asas tata tertib”. Selanjutnya menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
dalam bukunya Mamesah (1995: 5) merumuskan:
”Sistem sebagai suatu totalitas yang terdiri dari subsistem-subsistem dengan atribut-atributnya yang satu sama lain berkaitan, saling ketergantungan satu sama lain, saling berinteraksi dan saling pengaruh mempengaruhi sehingga keseluruhanya merupakan suatu kebulatan yang utuh serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa dalam melaksanakan
sistem keuangan desa harus saling berinteraksi dan saling pengaruh satu sama lain
dan merupakan satu unsur atau elemen yang saling berhubungan. Administrasi
keuangan memiliki arti, manfaat dan pengaruh yang begitu besar terhadap nasib
suatu bangsa. Segala kebijakan yang ditempuh di bidang administrasi keuangan
bisa berakibat kemakmuran atau kemunduran serta kejayaan suatu bangsa.
Kepandaian mengendalikan negara dibarengi dengan kepandaian mengendalikan
keuangan akan memberi hasil yang memuaskan sesuai yang diharapkan.
Sebaliknya tanpa mengendalikan keuangan dengan baik serta kurang mampu
melihat kedepan dapat berakibat suatu kehancuran. Hal ini dapat berlaku bagi
administrasi keuangan di daerah otonom.
xxvi
C. Desa
Desentralisasi desa telah menawarkan kepada kita tentang kesadaran
bagaimana kedepan dalam membangun desa. Di desa bisa dijiwai dan bisa
mengakomodir nilai-nilai lokal, kultural dan sejarahnya. Pemerintah daerah harus
dapat memanfaatkan sumberdaya daerahnya dengan sebaik mungkin. Sumberdaya
yang sesungguhnya, sebenarnya ada pada desa bukan di level atasnya sehingga
desa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kemajuan daerah.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,
disebutkan bahwa yang di maksud desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan menurut Hazairin dalam bukunya Kusnardi (1988: 285)
dinyatakan bahwa:
”Desa sebagai masyarakat hukum artinya kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya”. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
dinyatakan tentang pemerintahan desa, yaitu:
”Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, sangat jelas bahwa desa memiliki
xxvii
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala
aspek penghidupan desa, baik dalam bidang pelayanan (public servis), pengaturan
(public regulation) dan pemberdayaan masyarakat (public empowerment).
Pola organisasi pemerintahan desa di Kabupaten Sragen berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 14 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa menggunakan 2 pola
yaitu pola minimal dan pola maksimal. Berikut dapat digambarkan bagan
organisasi pemerintahan desa di Kabupaten Sragen, yaitu:
KEPALA DESA
SEKRETARIS DESA
URUSAN UMUM
URUSAN EKONOMI PEMBANG
UNAN
URUSAN PEMERINTAHAN
BPD
PELAKSANA
TEKNIS LAPANGAN
KEBAYAN
DESA
Keterangan: = Garis Komando = Garis Koordinasi
xxviii
Gambar 1 Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Minimal
Gambar 2 Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Pola Maksimal
Pemerintah Kabupaten Sragen menggunakan 2 (dua) pola desa, yaitu desa
pola maksimal dan minimal, hal ini dikarenakan desa-desa di Kabupaten Sragen
mempunyai keadaan geografis yang berbeda-beda. Desa yang mempunyai luas
KEPALA DESA
SEKRETARIS DESA
URUSAN PEME
RINTAHAN
BPD
URUSAN KEUANGAN
URUSAN EKONOMI&
PEMBANGUNAN
URUSAN UMUM
URUSAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
PELAKSANA TEKNIS
LAPANGAN
KEBAYAN DESA
Keterangan: = Garis Komando = Garis Koordinasi
xxix
wilayah, jumlah penduduk yang besar serta mempunyai tanah bengkok yang luas
dapat menggunakan desa pola maksimal. Sedangkan desa yang mempunyai luas
wilayah, jumlah penduduk yang relatif kecil serta mempunyai tanah bengkok yang
sedikit, dapat menggunakan susunan organisasi desa pola minimal.
Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan APBDesa dinyatakan bahwa dengan adanya tuntutan demokrasi
dengan mengedepankan pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas pada
bidang pemerintahan dan politik, termasuk bidang pengelolaan keuangan
merupakan konsekuensi yang perlu disikapi dalam memasuki paradigma otonomi.
Hal tersebut berimplikasi terhadap perubahan penyelenggaraan pemerintahan desa
yang lebih mengedepankan pendekatan regional, di mana pemerintah desa
menjadi aktor dinamis dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan
kemasyarakatan. Pemerintah desa harus mempersiapkan sumber daya dan sumber
dana sebagai pembiayaan dari akibat pelimpahan kewenangan tersebut.
Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa
yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan desa. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa
dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Sekretaris desa bertindak
selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan
bertanggungjawab kepada kepala desa. PTPKD adalah perangkat desa yang di
tunjuk oleh kepala desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. PTPKD
terdiri dari sekretaris desa, kaur keuangan maupun kaur umum.
xxx
Pemerintah Kabupaten Sragen menempatkan 3 PNS desa yang mempunyai
tugas untuk membantu kepala desa dalam menjalankan pemerintahan desa. PNS
desa terdiri dari petugas IT desa, petugas teknis lapangan dan bidan desa. PNS
desa adalah pegawai kabupaten yang ditempatkan ke desa dengan mendapatkan
tunjangan tambahan sebesar Rp. 250.000,- setiap bulan dan mendapat fasilitas
sepeda motor.
1. Keuangan desa
Peraturan Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa menyatakan bahwa yang di maksud keuangan desa adalah semua
hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Sedangkan yang di maksud
dengan pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan negara dan daerah dalam mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa
dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
dalam pengelolaan keuangan desa diperlukan suatu standar pengaturan yang di
mulai dari aspek perencanaan dan penganggaran maupun aspek pelaksanaan,
penatausahaan keuangan desa dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Aspek perencanaan dan penganggaran, diarahkan agar seluruh proses
penyusunan APB Desa dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan
xxxi
dalam menetapkan arah kebijakan umum berdasarkan skala prioritas serta
distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Melalui arah
kebijakan perencanaan anggaran yang skala prioritas dan pelibatan partisipasi
masyarakat desa ini berarti memberi makna bahwa setiap penyelenggaraan di desa
berkewajiban untuk bertanggung jawab atas hasil proses dan penggunaan sumber
daya. Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan APBDesa dinyatakan bahwa penganggaran menjadi sangat penting
sebagai metode pengalokasian sumber-sumber pendapatan dalam membiayai
kegiatan pada suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan
dan pengeluaran desa yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang
biasanya adalah satu tahun. Proses penganggaran merupakan kesempatan yang
baik untuk melakukan evaluasi apakah pemerintahan desa melakukan tugasnya
secara efektif dan efisien, dengan melakukan hal yang benar terhadap pencapaian
tujuan dan sasaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Aspek pelaksanaan dan penatausahaan keuangan desa, bahwa pemegang
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan desa yang juga pemegang kekuasaan
dalam pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa, selanjutnya dalam
pelaksanaannya kepala desa dibantu oleh bendaharawan desa, perangkat desa
beserta masyarakat.
Aspek pertanggungjawaban keuangan desa, bahwa dalam rangka
pengelolaan keuangan desa yang akuntabilitas dan transparan maka kepala desa
sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan keuangan desa wajib
menyampaikan pertanggungjawabannya kepada bupati/walikota melalui camat.
xxxii
Melalui pengaturan beberapa aspek tersebut diharapkan sistem dan
prosedur pengelolaan keuangan desa secara rinci dapat ditetapkan di setiap desa,
sehingga mendorong desa menjadi lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil
inisiatif menuju efisiensi.
Berikut dapat digambarkan lingkup pengelolaan keuangan desa menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007.
Sistem Keuangan Desa
Pelaksanaan/ Penganggaran
Pelaporan/ Pertanggungjawab
anan
Pengawasan/ Evaluasi/
Pengendalian
Perencanaan/ Penganggaran
Input: 1. RPJMDe
sa 2. RKPDes
a 3. Musrenb
angdes 4. Kinerja
masa lalu 5. Kebijaka
Proses: 1. Kebijakn
Umum APBDesa
2. Proiritas & Plafon anggaran sementara
3. Kegiatan
Output: APBDesa ditetapkan dengan peraturan desa
Input: APBDesa
Proses: Penatausahaan/
Akuntansi
Yang terdiri dari: 1. Formulir 2. Dokume
n 3. Kwitansi
Output: Hasil Kerja
Input: Hasil Kerja dari
pelaksanaan APBDesa
Proses: Pelaksanaan
Pelaporan dan Pertanggungjawab
an
Ouput: Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
APBDesa Laporan terdiri
dari: 1. Bulanan.
Output:
Hasil Kerja
Proses: Laporan APBDesa dievaluasi oleh Camat dan
Input: Laporan APBDesa
xxxiii
Gambar 3 Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa
2. Azas dan prinsip pengelolaan keuangan desa
Menurut Peraturan Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007, keuangan desa di
kelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran.
Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penyusunan APBDesa yang di maksud transparan dalam pengelolaan APBDesa
adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka
dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber
pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran
dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang
dianggarkan. Akuntabilitas mempunyai arti bahwa setiap pengguna anggaran
harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk
mencapai hasil yang ditetapkan. Akuntabilitas dalam pengelolaan APBDesa dapat
diartikan bahwa APBDesa dapat membantu pemerintahan desa dalam
memperoleh kepercayaan masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari
pendapatan yang diterima. Partisipatif hal ini mengandung makna bahwa
pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBDesa
sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, dengan demikian maka
masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBDesa.
Menurut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tentang Pedoman
xxxiv
Umum Pengelolaan Keuangan Desa yang di maksud partisipatif adalah
pengawasan dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Tertib anggaran dalam pengelolaan keuangan
desa adalah keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni mulai
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Permendagri 37 Tahun
2007).
Menurut Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ Pedoman Umum
Pengelolaan Keuangan Desa, disiplin anggaran dalam pengelolaan keuangan desa
yang perlu diperhatikan guna penyusunan anggaran di desa adalah:
a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan
belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
b. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi
anggarannya.
c. Semua penerimaan dan pengeluaran dalam tahun anggaran yang bersangkutan
harus dimasukkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui rekening kas umum
desa.
Mardiasmo (2002) mengemukakan prinsip-prinsip yang mendasari
pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut, antara lain transparansi,
akuntabilitas dan value for money. Transparansi memberikan arti bahwa anggota
masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran
xxxv
karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat. Akuntabilitas menyangkut pertanggungjawaban
publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan,
penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan
dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Value for money berarti
diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisien dan
efektivitas.
3. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa adalah kepala desa yang
karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan desa. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang
selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh kepala desa
untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Kepala desa sebagai kepala
pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan
mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan
(Permendagri Nomor 37 Tahun 2007).
4. Penatausahaan keuangan desa
Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus
menetapkan bendahara desa. Penetapan bendahara desa harus dilakukan sebelum
dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa.
Penatausahaan keuangan desa terdiri dari penatausahaan penerimaan dan
penatausahaan pengeluaran (Permendagri Nomor 37 Tahun 2007).
D. APBDesa
xxxvi
Desa merupakan daerah otonom yang harus mampu menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) serta mengatur keuangan desa. Desa
berhak memperoleh dana bantuan dari pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat.
Desa yang otonom diharapkan memperoleh sendiri sebagian besar uang yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahannya. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDesa,
bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. APBDesa terdiri atas bagian
pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan. Rancangan APBDesa di bahas
dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala desa bersama Badan
Perwakilan Desa (BPD) menetapkan APBDesa setiap tahun dengan peraturan
desa (Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 2006).
Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 yang di maksud Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta ditetapkan dengan
peraturan desa.
1. Struktur APBDesa
Menurut Steers (1977: 70) yang di maksud struktur adalah:
“Struktur menyatakan cara organisasi mengatur sumber daya manusia bagi kegiatan-kegiatan ke arah tujuan. Struktur merupakan cara yang selaras dalam menempatkan manusia sebagai bagian organisasi pada suatu hubungan yang relatif tetap, yang sangat menentukan pola-pola interaksi, koordinasi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas”. Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari pendapatan desa, belanja
xxxvii
desa dan pembiayaan desa. Berikut digambarkan struktur APBDesa sesuai dengan
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, yaitu:
Gambar 4 Struktur APBDesa
2. Penyusunan rancangan APBDesa
APBDesa
2. Belanja Desa
3. Pembiayaan Desa
1.Pendapatan Desa
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa).
b. Bagi hasil pajak kabupaten/kota.
c. Bagian dari retribusi kabupaten/kota.
d. Alokasi Dana Desa (ADD).
e. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan desa lainnya.
f. Hibah. g. Sumbangan
pihak ketiga.
Penerimaan Pembiayaan
Belanja Langsung
Belanja Tidak Langsung
a. Belanja pegawai.
b. Belanja barang dan jasa.
c. Belanja modal.
a. Belanja pegawai/penghasilan tetap.
b. Belanja subsidi.
c. Belanja hibah (pembatasan hibah).
d. Belanja bantuan sosial.
e. Belanja bantuan keuangan
f. Belanja tak terduga.
Pengeluaran Pembiayaan
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya.
b. Pencairan dana cadangan.
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
d. Penerimaan pinjaman.
a. Pembentukan dana cadangan.
b. Penyertaan modal desa.
c. Pembayaran utang.
xxxviii
Penyusunan rancangan APBDesa menurut Permendagri Nomor 37 Tahun
2007 terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang
selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil
musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk periode 1 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJMDesa) adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun.
Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa
berdasarkan pada RKPDesa dan sekretaris desa menyampaikan rancangan
peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh
persetujuan.
Berikut dapat digambarkan alur Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKPDesa) menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa)
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
Dokumen perencanaan desa untuk periode 1 (satu) tahun.
Ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa
Memuat:
Hasil Musyawarah desa
Program & kegiatan akan dilaksanakan 1
tahun
Rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya
xxxix
Gambar 5 Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) merupakan rencana
pembangunan desa yang dijadikan pedoman dalam perencanaan desa untuk
periode 1 tahun. RKPDesa ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa.
Perencanaan desa ini memuat antara lain hasil musyawarah desa, program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam 1 tahun kedepan dan rencana kerja yang
terukur dan pendanaannya. Sedangkan RPJMDesa atau Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun
yang disusun kepala desa di waktu awal terpilih.
Berikut mekanisme penetapan rancangan APBDesa, yaitu Kepala desa
menyampaikan rancangan peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama
dalam rangka memperoleh persetujuan bersama. Penyampaian rancangan
peraturan desa paling lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran
sebelumnya. Pembahasan menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa.
Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama
sebelum ditetapkan oleh kepala desa paling lambat 3 hari kerja disampaikan
kepada bupati/walikota untuk dievaluasi. Rancangan peraturan desa tentang
APBDesa ditetapkan paling lambat 1 bulan setelah APBD kabupaten/kota
ditetapkan.
Setelah rancangan APBDesa selesai dilaksanakan maka akan dilakukan
evaluasi rancangan APBDesa oleh bupati dan kemudian APBDesa akan
dilaksanakan. Berikut dapat digambarkan alur penyusunan rancangan APBDesa
xl
menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Menyusun
Berpedoman
Diserahkan untuk disusun
Disusun
Dibahas Bersama
Ditandatangani oleh Kades
Dikembalikan Disetujui bersama Dilaksanakan untuk ditandatangani
Diserahkan melalui camat untuk dievaluasi
KADES
RPJMDesa RPJMDaerah
RKPDesa RKPDaerah MUSRENBANGDES
RANCANGAN PERDES APBDesa
SEKDES
KADES & BPD
BUPATI
RANCANGAN PERDES APBDesa
CAMAT
Peraturan Desa ttg
APBDesa
xli
Gambar 6 Penyusunan Rancangan APBDesa
Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007
3. Pelaksanaan APBDesa
Pelaksanaan keuangan desa dapat dijelaskan dalam Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 yaitu bahwa semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening
kas desa. Setiap pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.
Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan diwilayahnya maka
pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa
merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib di catat dalam
APBDesa. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang
menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Pemerintah desa di larang melakukan
pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pengembalian atas
kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan
desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam
tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga.
Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan
bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris
desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti di maksud.
Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan
xlii
desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat
mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan
kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan
penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada
realisasi belanja.
b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung.
c. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.
Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada
kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan
tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan
dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. Kegiatan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan desa dilaksanakan apabila dana cadangan telah
mencukupi untuk melaksanakan kegiatan.
Berikut dapat digambarkan alur pelaksanaan APBDesa menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa.
xliii
Dimasukkan
Gambar 7
APBDesa
Pendapatan/ Penerimaan
Pengeluaran
Bendahara Desa
Rekening Kas Desa
Sisa lebih perhitungan Anggaran (SilPA)
Dana Cadangan
Tanggung jawab&Wewenang Kades
Didukung oleh alat
bukti yang sah
&lengkap
Pengesahan dari Sekdes
PPh (Pajak Penghasilan)
Didukung Oleh alat
bukti yang sah
&lengkap
xliv
Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007
4. Perubahan APBDesa
Sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, dijelaskan bahwa
perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi keadaan yang menyebabkan
harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja, keadaan yang menyebabkan sisa
lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam
tahun berjalan, keadaan darurat dan keadaan luar biasa.
5. Penatausahaan APBDesa
Penatausahaan APBDesa terdiri dari penatausahaan penerimaan,
penatausahaan pengeluaran dan pertanggungjawaban penggunaan dana. Sebelum
melakukan penatausahaan keuangan desa kepala desa wajib menetapkan
bendahara desa yang berasal dari perangkat desa.
6. Pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan APBDesa
Penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa menurut Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang pengelolaan keuangan desa, yaitu:
a. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan kepala
desa tentang pertanggungjawaban kepala desa.
b. Sekretaris desa menyampaikan kepada kepala desa untuk dibahas bersama
BPD.
c. Berdasarkan persetujuan kepala desa dengan BPD, maka rancangan peraturan
xlv
desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan
menjadi peraturan desa.
d. Jangka waktu penyampaian dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
Mekanisme penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBDesa adalah:
a. Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan
keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa
disampaikan kepada bupati melalui camat.
b. Waktu penyampaian tersebut, paling lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa
ditetapkan.
Berikut dapat digambarkan mekanisme pertanggungjawaban APBDesa
menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
Di bahas bersama oleh Kades dan BPD
Disetujui
Kades
Rancangan Peraturan Desa ttg Pertanggungjawaban APBDEsa
Menyusun
Menyampaikan
Peraturan Desa ttg Pertanggungjwban Pelaksanaan
APBDesa
Badan Permusyawaratan Desa
Menyampaikan
Rancangan Keputusan Kepala Desa ttg Pertanggungjawaban Kepala Desa
Menyusun
Menyampaikan
Sekdes
Keputusan Kades ttg Pertanggungjwban Kepala Desa
xlvi
E. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
Pedoman anggaran Alokasi Dana Desa yaitu menggunakan dasar hukum
yaitu Surat Menteri Dalam Negeri Tanggal 22 Maret 2005 Nomor 140/640/SJ
perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada
pemerintah desa. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh
Pemerintah Kabupaten Sragen untuk desa, yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dipergunakan untuk operasional
pemerintah dan BPD serta pemberdayaan masyarakat desa (Peraturan Bupati
Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen).
Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, Alokasi Dana Desa berasal
dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling
sedikit 10%.
Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan
pengelolaan keuangan desa. Berikut mekanisme penyaluran dan pencairan ADD
menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, yaitu:
1. Alokasi Dana Desa dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian
pemerintahan desa.
2. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan
keputusan kepala desa.
Bupati
BPD, Masyarakat Disampaikan kepada
Bupati melalui Camat
Camat
Gambar 8 Mekanisme Pertanggungjawaban dan Pelaporan APBDesa
xlvii
3. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada
bupati c.q kepala bagian pemerintahan desa setda kabupaten melalui camat
setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping kecamatan.
4. Bagian pemerintahan desa pada setda kabupaten akan meneruskan berkas
permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda
Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD).
5. Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD
akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung dari kas daerah ke rekening
desa.
6. Mekanisme pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara
bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah
kabupaten/kota.
Berikut dapat digambarkan mekanisme pengelolaan Alokasi Dana Desa
berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
Verifikasi Tim Pendamping Kecamatan
Badan Pengelola Keuangan dan
Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD)
Pemerintah Desa Membuka Rekening Kas Desa ditetapkan
dgn Keputusan Kepala Desa
Kepala Desa mengajukan
penyaluran ADD
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten
menganggarkan ADD
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten
meneruskan berkas
Rekening Kas Desa
Camat
Bupati, Cq ADD Pelaksanaan
ADD
xlviii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai “Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen
Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang”, merupakan penelitian kualitatif yang
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan induktif.
Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran mendalam mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yaitu
apakah pengelolaan keuangan desa sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati
Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa. Secara
teoritis, menurut Moleong (2001: 5),
“Metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan; Pertama, penyesuaiannya lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi”.
Metode penelitian deskriptif menggambarkan keadaan subjek dan objek
penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk
menemukan masalah tertentu secara cermat, serta berusaha memahami masalah
berdasarkan fakta tentang kenyataan yang berada di lokasi penelitian. Menurut
Gambar 9 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD)
xlix
Nazir (1988: 63) menyatakan mengenai metode deskriftif, yaitu:
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang akan diselidiki”.
Nawawi (1994) juga menyatakan penelitian deskriftif yaitu:
“Penelitian deskriftif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.
Sedangkan pendekatan induktif merupakan pendekatan penelitian yang
didasarkan pada proses berpikir induktif yaitu proses yang berasal dari lapangan
atau atas dasar pengamatan di lapangan/fakta empirik.
B. Cara Pengumpulan Data
Menurut Nasir (1988: 211) “Pengumpulan data adalah prosedur yang
sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”. Ada tiga proses
kegiatan pengumpulan data yang akan digunakan yakni, (a) Proses memasuki
lokasi penelitian, (b) Ketika berada di lokasi penelitian, (c) Mengumpulkan data
lapangan dan menganalisisnya.
1. Proses memasuki lokasi penelitian
Peneliti melakukan orientasi di lingkungan kantor Kecamatan Karangmalang
dan Kantor Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan untuk memperoleh
berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti mulai
melakukan pendekatan awal dengan Pegawai Kecamatan Karangmalang yang
dapat membantu dalam memberikan berbagai dokumen yang dibutuhkan peneliti,
31
l
selanjutnya peneliti juga mulai melakukan pendekatan dengan Camat
Karangmalang dan beberapa pejabat struktural kecamatan yang mengetahui
tentang pengelolaan keuangan desa. Selanjutnya peneliti akan melakukan
pendekatan kepada kepala desa dan perangkat desa yang menjadi obyek penelitian
berdasarkan rekomendasi dari pihak kecamatan. Untuk mendapatkan data yang
valid, peneliti melakukan adaptasi dengan para informan tersebut berlandaskan
hubungan etik dan simpatik.
2. Ketika berada di lokasi penelitian
Peneliti melakukan hubungan secara pribadi yang akrab dengan subjek
penelitian, sehingga peneliti memperoleh informasi selengkapnya serta
menangkap makna intisari dari berbagai informasi yang diperoleh tersebut.
Peneliti mencoba menghindari kesan yang kaku dan terlalu formal untuk
memperoleh jawaban dan tidak berbelit-belit dari informan.
3. Proses pengumpulan data lapangan dan menganalisisnya
Berdasarkan pada jenis dan sumber data yang diperlukan, teknik pengumpulan
data yang digunakan meliputi:
a. Observasi langsung
Untuk memperoleh gambaran selengkap mungkin, peneliti mengadakan
observasi langsung ke lokasi penelitian secara terus menerus guna mengungkap
data mengenai penerapan sistem keuangan desa dengan mengacu pada dimensi
yang dikaji. Melalui kecermatan pengamatan, dimaksudkan untuk dapat melihat
gejala dalam realitas aktivitas sehari-hari. Dalam observasi langsung ini peneliti
secara pribadi akan berada dalam lokasi penelitian, sehingga mempunyai
li
kesempatan mengumpulkan data lebih banyak, lebih rinci dan lebih cermat.
Dengan demikian data yang akan ditulis dalam penelitian ini merupakan data yang
telah memenuhi keakuratan.
Berkaitan dengan observasi langsung, beberapa ahli mengemukakan
tentang observasi langsung, antara lain Hamidi (2004: 74) menyatakan yaitu:
“Observasi, berarti peneliti melihat dan mendengarkan (termasuk menggunakan tiga indera yang lain) apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para responden dalam aktivitas kehidupan sehari-hari baik sebelum, menjelang, ketika dan sesudahnya”. Kemudian menurut Nasir (1988: 212) yang mengemukakan yaitu:
“Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut”.
b. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan aparat kecamatan yang
terlibat langsung terhadap pengelolaan keuangan desa, aparat pemerintahan desa
yang menangani tentang pengelolaan keuangan desa. Menurut Nasir (1988: 234)
yang di maksud dengan wawancara adalah:
“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara)”.
Wawancara selain menggunakan pedoman wawancara (interview guide)
yang bersifat terbuka, wawancara juga tidak dilaksanakan dengan struktur yang
ketat, tetapi dengan pertanyaan yang semakin memfokus pada permasalahan
lii
sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam, terutama yang berkenaan
dengan perasaan, sikap dan pandangan informan terhadap pelaksanaan kerjanya.
Teknik wawancara semacam ini dilakukan dengan semua informan yang ada pada
lokasi penelitian terutama untuk mendapatkan data primer dan data sekunder dari
informan. Adapun narasumber yang akan diwawancarai adalah Sekretaris Camat
Karangmalang, Kasi Pemerintahan Kecamatan Karangmalang dan kepala desa,
sekretaris desa, kaur keuangan, kaur umum serta anggota Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) dari desa yang jadi objek penelitian.
c. Mencatat arsip dan dokumetasi
Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang dilaksanakan
dengan cara mengumpulkan data yang bersumber pada arsip dan dokumen yang
ada. Dalam hal ini, informasi berasal dari berbagai arsip maupun dokumen-
dokumen yang lain yang dianggap perlu. Berkaitan dengan pengkajian arsip dan
dokumen, Sutopo (2002: 69) mengemukakan pendapatnya yaitu:
“Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau”. Selanjutnya menurut Hamidi (2004: 72) menyatakan “Teknik dokumentasi
yang berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau
organisasi maupun dari perorangan”.
Kemudian menurut Arikunto (2002: 106) yang di maksud dokumentasi
adalah:
“Dokumentasi adalah metode yang dilaksanakan oleh peneliti untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
liii
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dengan berada di lokasi
penelitian dan akan mencatat, memfotokopi arsip maupun dokumen yang
tersimpan dan ada di tingkat kabupaten, kecamatan dan tingkat desa.
4. Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga sampel yang
digunakan bersifat purposive sampling. Menurut Sugiyono (2007: 53-54) bahwa
”purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu”. Soehartono (2000: 57) menyatakan bahwa “Sampel
adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat
menggambarkan populasinya”.
Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus sampel purposive ini, menurut
Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip Sugiyono (2007: 54) terdiri dari empat
jenis yaitu:
a. Emergent sampling design/sementara.
b. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snow ball.
c. Continuous adjusment or ’focusing’ of the sample/disesuaikan dengan
kebutuhan.
d. Selection to the point of redundency/dipilih sampai jenuh.
Dari keempat jenis sampling di atas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah jenis Emergent sampling design/sementara dan Continuous adjusment or
’focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan. Emergent sampling
design/sementara yaitu penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan
liv
saat mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya, yaitu
dengan memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang
diperlukan. Dalam penelitian ini emergent sampling design/sementara digunakan
karena subjek penelitian ditentukan atas pertimbangan peneliti untuk memperoleh
data yang diperlukan. Atas dasar pertimbangan penentuan subjek penelitian
adalah subjek dianggap mengetahui informasi atau data yang diperlukan. Serial
selection of sample units/menggelinding seperti bola salju (snowball), yaitu
berdasarkan data atau informasi yang di peroleh dari sampel sebelumnya, dapat
ditetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih
lengkap. Serial selection of sample units/menggelinding seperti bola salju
(snowball) digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang
pengelolaan keuangan desa di Kabupaten Sragen, diawali informasi dari key
informan. Selanjutnya, key informan dapat menunjuk informan lain yang di
anggap dapat memberikan informasi atau data yang diperlukan secara lebih
lengkap.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Pegawai kantor Kecamatan Karangmalang yang terdiri dari camat, sekretaris
camat, kasi pemerintahan kecamatan dan kaur keuangan kecamatan.
b) Kepala desa, sekretaris desa, kaur umum dan kaur keuangan di Desa Puro,
Desa Saradan dan Desa Jurangjero.
c) Tokoh masyarakat dalam hal ini anggota BPD yang ada di masing-masing
desa yang mempunyai peran terhadap perkembangan desa.
5. Populasi
lv
Menurut Arikunto (2002: 108) yang di maksud dengan populasi adalah
keseluruhan objek penelitian. Selanjutnya Sugiyono (2002: 55) mengatakan
bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari yang kemudian diambil kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pegawai kantor Kecamatan Karangmalang dan seluruh pegawai
Kantor Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa Saradan.
C. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data diartikan sebagai objek dari mana data diperoleh (Arikunto,
1996: 114). Dalam penelitian ini peneliti mengambil data dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung
dari lapangan dan dari hasil wawancara. Untuk menentukan data primer
menggunakan populasi dan sampel. Data sekunder peneliti memperoleh dari buku,
hasil laporan, dokumen serta arsip dari instansi yang bersangkutan.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data seperti yang diungkapkan Nasir (1988: 405)
menyatakan, yaitu:
“Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode penelitian ilmiah karena dengan analisis ini data-data yang ada dapat di beri arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriftif kualitatif
yaitu dari data yang diperoleh dari wawancara, studi kepustakaan maupun yang
berasal dari lokasi penelitian, kemudian dianalisis, dipelajari dan diteliti sebagai
lvi
satu kesatuan yang utuh sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang
dapat dipergunakan sebagai pemecahan masalah. Melalui teknik ini akan
digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh.
Peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif, yang dilakukan
melalui tiga tahap yaitu:
a. Mereduksi data yaitu proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dari
data-data yang ada sedemikian rupa, kemudian ditentukan pola yang dapat
memberikan gambaran lebih tajam tentang hasil pengamatan. Dengan pola
tersebut dapat mempermudah peneliti dalam mencari kelangkapan data yang
belum diperoleh.
b. Sajian data yaitu data yang telah disusun dalam pola, selanjutnya akan
dianalisa terus-menerus bersamaan dengan perolehan data baru yang terkait
dengan permasalahan, sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan berdasarkan yang terdapat
dalam reduksi data dan sajian data.
E. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai
evaluasi sistem keuangan desa dilakukan di Desa Puro, Desa Jurangjero dan Desa
Saradan di wilayah Kecamatan Karangmalang dengan pertimbangan bahwa ketiga
desa tersebut dapat mewakili sistem keuangan desa yang digunakan di Kabupaten
Sragen yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Bupati Sragen
Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa serta peneliti
lvii
lebih mengenal kondisi geografis dan demografisnya sehingga memudahkan
peneliti dalam melakukan penelitian. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini
mulai pada bulan Maret 2009 sampai dengan Nopember 2009.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Jawa
Tengah. Batas-batas wilayah Kabupaten Sragen yaitu:
Tabel 1
Batas-batas Wilayah Kabupaten Sragen
Arah Nama Kabupaten Sebelah Timur Kabupaten Ngawi
Sebelah Barat Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Utara Kabupaten Grobogan
Sumber: Kecamatan Karangmalang
Luas Wilayah Kabupaten Sragen adalah 941,55 km2 yang terdiri dari
42,52% lahan basah yaitu 40.037.,93 Ha dan 57,48% lahan kering yaitu 54117,88
Ha.
Tabel 2 Luas Wilayah Kabupaten Sragen
Luas Wilayah Keterangan
40.037,93 Ha (42,52 %) Lahan basah
54.117,88 Ha (57,48 %) Lahan kering
Sumber: Kecamatan Karangmalang
lviii
Kabupaten Sragen terdiri dari 20 kecamatan, 12 kelurahan dan 196 desa.
Kecamatan Karangmalang merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang berada
di Kabupaten Sragen yang mempunyai luas wilayah 4.297,82 Ha. Kecamatan
Karangmalang di pimpin oleh Camat Karangmalang dan berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati Sragen melalui Sekretaris Daerah Kabupaten
Sragen. Camat mempunyai tugas membantu tugas bupati dalam penyelenggaran
pemerintahan di wilayah kecamatan.
Pemerintah kecamatan mempunyai pedoman dalam pelaksanaan tugasnya
yang diatur oleh Pemerintah Kabupaten Sragen yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kecamatan mempunyai tugas pokok
yaitu membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan
dan pembinaan kehidupan kesejahteraan kemasyarakatan dalam wilayah
kecamatan. Sedangkan fungsi kecamatan adalah pertama pelaksanaan pelimpahan
sebagian kewenangan pemerintahan dan pemerintah daerah, kedua pelayanan
penyelenggaraan pemerintahan kecamatan dan ketiga pelaksanaan tugas lain yang
diberikan oleh bupati sesuai tugas dan fungsinya.
Kecamatan Karangmalang, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Masaran, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kedawung sebelah
utara berbatasan dengan Kecamatan Sragen dan sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Ngrampal. Secara administrasi Kecamatan Karangmalang terdiri dari
10 desa/kelurahan yang meliputi 8 desa yang dipimpin oleh kepala desa dan 2
40
lix
kelurahan yang dipimpin oleh kepala kelurahan yang jenis kepegawaian adalah
seorang PNS. Kecamatan Karangmalang mempunyai luas wilayah seluas 4297,82
Ha yang tersebar di masing-masing desa/kelurahan dengan komposisi luas
wilayah sebagai berikut:
Tabel 3 Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang
No Desa/Kelurahan Luas (ha) 1. Kedungwaduk 512,04 2. Jurangjero 481,00 3. Saradan 235,03 4. Plosokerep 355,24 5. Guworejo 400,24 6. Puro 499,99 7. Mojorejo 526,15 8. Pelemgadung 489,60 9. Plumbungan 398,66
10. Kroyo 398,97 Jumlah 4297,82
Sumber: Kecamatan Karangmalang
Penduduk Kecamatan Karangmalang per Agustus 2009 berjumlah 57.809
jiwa dengan rincian penduduk laki-laki 28.702 jiwa dan penduduk perempuan
29.107 dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,99 % pertahun. Jumlah
penduduk terbesar terdapat di Kelurahan Kroyo sebanyak 8.862 jiwa dan jumlah
penduduk terkecil di Desa Saradan berjumlah 2.465 jiwa. Berikut jumlah
penduduk di masing-masing desa/kelurahan pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4 Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangmalang
No Desa/Kelurahan Luas (ha) 1. Kedungwaduk 5.557 2. Jurangjero 6.077 3. Saradan 2.465 4. Plosokerep 4.416 5. Guworejo 4.038 6. Puro 8.647
lx
7. Mojorejo 4.723 8. Pelemgadung 6.178 9. Plumbungan 7.046
10. Kroyo 8.662 Jumlah 57.809
Sumber: Laporan Kependudukan Kecamatan Karangmalang
1. Tugas pokok dan fungsi kecamatan
Status kecamatan sebagai perangkat daerah merupakan unsur penunjang
pemerintah Kabupaten Sragen. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Pasal 126 ayat (2) menyatakan bahwa kecamatan di
pimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan
sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah. Camat di angkat oleh bupati/walikota atas usul sekretaris daerah
kabupaten/kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Untuk tata pemerintahan level kecamatan setelah diterapkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka camat sepenuhnya adalah sebagai perangkat
daerah yang bertanggung jawab kepada bupati. Selanjutnya tugas camat adalah
membantu tugas bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan di wilayah
kecamatan.
Sebagai pedoman pemerintah kecamatan dalam pelaksanaan tugasnya,
pemerintah Kabupaten Sragen telah mengatur dan menyusun tugas-tugas pokok
dan fungsi unsur-unsur organisasi pemerintah Kecamatan Karangmalang yang
ditetapkan dalam Peraturan Bupati Sragen Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
lxi
Penjabaran Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Pemerintah Kecamatan Kabupaten
Sragen.
Dalam peraturan bupati tersebut dijelaskan bahwa pemerintah kecamatan
mempunyai tugas membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintah,
pembangunan dan pembinaan kehidupan, kesejahteraan kemasyarakatan dalam
wilayah kecamatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, pemerintah kecamatan
menyelenggarakan fungsi berikut:
a. Pelaksanaan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari bupati.
b. Pelayanan penyelenggaraan pemerintahan kecamatan.
c. Pembinaan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan.
d. Pembinaan kehidupan kesejahteraan kemasyarakatan.
e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Camat merupakan perangkat daerah yang berkedudukan sebagai koordinator
penyelenggara pemerintahan di wilayah kerjanya, berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada bupati melalui sekretaris daerah kabupaten.
2. Struktur organisasi kecamatan
Dalam pelaksanaan tugasnya para aparat pemerintah kecamatan akan merujuk
kepada tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan oleh pemerintah kabupaten.
Agar pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang bisa dilaksanakan secara efektif
dan efisien maka bentuk struktur yang dimaksudkan untuk membagi tugas dan
pekerjaan dalam kelompoknya. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten
lxii
Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen.
Susunan organisasi pemerintah kecamatan terdiri dari pejabat-pejabat
berikut:
a. Camat.
b. Sekretaris Camat membawahi: Sub bagian umum dan kepegawaian, sub
bagian keuangan dan sub bagian perencanaan, evaluasi dan pelaporan.
c. Seksi, terdiri dari:
1) Seksi pemerintahan.
2) Seksi ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat.
3) Seksi ekonomi pembanguanan.
4) Seksi kesejahteraan rakyat.
5) Seksi pelayanan umum.
d. Kelompok jabatan fungsional
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari perwakilan badan dan dinas yang ada
di kabupaten yang ditempatkan di setiap kecamatan.
e. Tata kerja
Kecamatan menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 merupakan organisasi
perangkat daerah. Kecamatan Karangmalang merupakan unsur penunjang
Kabupaten Sragen.
a. Camat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam ketentuan yang ditetapkan oleh bupati.
b. Pejabat struktural dalam lingkungan pemerintah kecamatan bertanggung
lxiii
jawab memimpin dan mengkoordinasikan dalam memberikan bimbingan serta
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.
c. Pejabat struktural dalam melaksanakan tugasnya wajib mematuhi petunjuk,
bertanggung jawab dalam menyampaikan laporan kepada atasan masing-
masing.
d. Pejabat struktural dalam melaksanakan tugasnya wajib mengkaji laporan yang
diterima dan mempergunakan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.
e. Pejabat struktural pemerintah kecamatan wajib mengawasi bawahan masing-
masing dalam mengambil langkah-langkah dan tindakan bila terjadi
penyimpangan sesuai peraturan yang berlaku.
3. Tujuan dan sasaran organisasi kecamatan
Tujuan organisasi pemerintah kecamatan, yaitu:
a. Menentukan efisiensi dan efektifitas yang dapat meningkatkan akuntabilitas
dan kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil.
b. Meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat yang berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat dan aparat pemerintah kecamatan.
c. Meningkatkan komunikasi, implementasi perencanaan strategis untuk
memfasilitasi, komunikasi dan partisipasi, mengakomodasi perbedaan
kepentingan dan nilai serta mendorong proses pengambilan keputusan yang
teratur serta keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Sasaran organisasi pemerintah kecamatan antara lain:
a. Sasaran organisasi internal: Aparatur kecamatan.
b. Sasaran organisasi eksternal: Masyarakat Kecamatan Karangmalang.
lxiv
Aspek pengembangan untuk mencapai tujuan dalam sasaran organisasi yaitu:
a. Peningkatan pengembangan organisasi dengan mengoptimalkan standar
manusia (SDM) yang ada di desa/kelurahan, dengan bekerja sama secara
terkoordinir sehingga sistem yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan
baik.
b. Aspek pengembangan SDM aparatur dapat dioptimalkan sesuai dengan
tupoksi yang ada, sedangkan untuk meningkatkan kinerja dengan mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten.
c. Pengembangan pelayanan prima yaitu sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien dengan memuaskan
pelanggan/masyarakat.
4. Kelembagaan desa
Kelembagaan di desa terdiri dari:
a. LP2MD merupakan Lembaga Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa
yang berfungsi menyerap aspirasi masyarakat dalam rangka pemberdayaan
pembangunan di desa.
b. BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan partner kerja
kepala desa dalam penyelenggaraan desa, menyerap, mengakomodasikan
aspirasi dari masyarakat.
Kecamatan Karangmalang antara lain terdiri dari Desa Puro, Desa Saradan
dan Desa Jurangjero. Ketiga desa tersebut akan dijadikan sebagai objek penelitian.
Di bawah ini akan digambarkan sekilas tentang kondisi ketiga desa tersebut.
5. Kondisi umum Desa Puro
lxv
a. Geografis dan demografis
Desa Puro mempunyai luas wilayah 499,99 Ha dengan jumlah penduduk
8.467 jiwa. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Guworejo, di sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Wonokerso Kecamatan Kedawung, sebelah utara
berbatasan dengan Kelurahan Plumbungan dan Kelurahan Kroyo dan di sebelah
timur berbatasan dengan Desa Mojorejo. Aparat Desa Puro terdiri dari kepala
desa, sekretaris desa dan 13 perangkat desa. Jarak pusat pemerintahan desa
dengan pemerintahan kecamatan sejauh 1 km dan jarak dari ibukota kabupaten
sejauh 3 km. Mata pencaharian penduduk Desa Puro adalah petani dan pedagang.
b. Susunan organisasi
Pemerintah Desa Puro menggunakan susunan organisasi pola maksimal, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 5
Susunan Organisasi Pemerintah Desa Puro
NO JABATAN PENDIDIKAN
1. Kades S 1
2. Sekdes SLTA
3. Bayan SLTA
4. Bayan ST
5. Bayan SLTA
6. Kaur Pem SR
7. Kaur Keu. SMA
8. Kaur Umum SLTA
9. Kaur Kesra SLTP
10. Kaur Ekbang SLTA
11. Jogoboyo SLTP
12. PTD SLTA
13. Modin PGA
14 Pelaksana SLTP
15. Penjaga
Sumber: Laporan Desa Puro
lxvi
Berdasarkan data tabel 5 di atas berdasarkan tingkat pendidikan, perangkat
Desa Puro mayoritas adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan 1
orang sarjana yaitu kepala desa. Berdasarkan umur rata-rata sudah berusia di atas
50 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan Perangkat Desa Puro yang menguasai
komputer hanya ada 5 termasuk kepala desa, untuk sekretaris desa tidak
menguasai komputer. Hal ini disebabkan karena perangkat yang sudah tua tidak
mau lagi untuk belajar komputer walaupun di APBDesa sudah dianggarkan untuk
pelatihan komputer. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan sumber daya
manusia dalam menjalankan tugas. Berdasarkan pengamatan tugas-tugas yang
dapat diselesaikan dengan komputer hanya dibebankan pada beberapa perangkat
desa saja walaupun sebenarnya bukan tugasnya.
6. Kondisi umum Desa Saradan
a. Geografis dan demografis
Desa Saradan mempunyai luas wilayah 235,03 Ha dengan jumlah penduduk
2.465 jiwa. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Jurangjero, di sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Kedungwaduk, sebelah utara berbatasan dengan
Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo dan Kelurahan Sine Kecamatan Sragen dan
sebelah timur berbatasan dengan Desa Plosokerep. Aparat Desa Saradan terdiri
dari kepala desa, sekretaris desa dan 12 perangkat desa. Jarak pusat pemerintahan
desa dengan pemerintahan kecamatan sejauh 5,4 km dan jarak dari ibukota
kabupaten sejauh 5,5 km. Mata pencaharian penduduk Desa Saradan adalah
petani.
b. Susunan organisasi
lxvii
Pola organisasi yang digunakan oleh Pemerintah Desa Saradan adalah pola
minimal dengan susunan organisasi dapat dijelaskan seperti dalam tabel 6 di
bawah ini:
Tabel 6 Susunan Organisasi Pemerintah Desa Saradan
NO JABATAN PENDIDIKAN 1. Kepala Desa SARMUD 2. Sekretaris Desa SLTA 3. Bayan SLTA 4. Bayan SLTP 5. Kaur Pem SLTA 6. Kaur Ekbang SLTA 7. Kaur Umum SLTA 8. PTD SLTP 9. Jogoboyo SLTA
10. Modin SD 11. Pelaksana SLTA 12. Penjaga -
Sumber: Laporan Desa Saradan
Berdasarkan data tabel 6 di atas berdasarkan tingkat pendidikan, perangkat
Desa Saradan mayoritas adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan 1
orang sarjana muda yaitu kepala desa dan hanya 1 orang berpendidikan SD.
Berdasarkan umur rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Berdasarkan hasil
pengamatan Perangkat Desa Saradan yang menguasai komputer hanya ada 5 yang
menguasai termasuk kepala desa dan sekretaris desa. Perangkat desa sebenarnya
wajib bisa komputer semua, hal ini di dalam APBDesa wajib dianggarkan untuk
pelatihan komputer, tetapi banyak perangkat desa yang tidak mau belajar dan
berlatih komputer. Dengan kurangnya sumber daya manusia yang tidak
menguasai komputer dapat dipastikan bahwa tugas-tugas tidak dapat berjalan
maksimal.
lxviii
7. Kondisi umum Desa Jurangjero
a. Geografis dan demografis
Desa Jurangjero mempunyai luas wilayah 481,00 Ha dengan jumlah penduduk
6.077 jiwa. Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Gebang Kecamatan
Masaran, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kedungwaduk, sebelah utara
berbatasan dengan Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo dan sebelah timur berbatasan
dengan Desa Saradan. Aparat Desa Jurangjero terdiri dari kepala desa, sekretaris
desa dan 13 perangkat desa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan pemerintahan
kecamatan sejauh 7 km dan jarak dari ibukota kabupaten sejauh 8 km. Sebagian
besar mata pencaharian penduduk Desa Jurangjero adalah sebagai petani.
b. Susunan organisasi
Pola organisasi yang digunakan oleh Pemerintah Desa Jurangjero adalah pola
maksimal dengan susunan organisasi dapat dijelaskan seperti dalam tabel 7 di
bawah ini:
Tabel 7
Susunan Organisasi Pemerintah Desa Jurangjero NO JABATAN PENDIDIKAN 1. Kepala Desa SLTA 2. Carik SMEA 3. Bayan I SD 4. Bayan II SD 5. Bayan III STM 6. Jogoboyo SLTA 7. Modin SMP 8. PTD SLTA 9. Kaur Umum SLTA
10. Kaur Keu SLTA 11. Kaur Ekbang SLTP 12. Kaur Pem. STM 13. Kaur Kesra SMEA 14. Pelaksana SLTP 15. Penjaga
Sumber: Laporan Desa Jurangjero
Berdasarkan data tabel 7 di atas berdasarkan tingkat pendidikan, perangkat
lxix
Desa Jurangjero mayoritas adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan
tidak terdapat perangkat yang lulusan sarjana. Berdasarkan umur rata-rata sudah
berusia di atas 40 tahun. Berdasarkan hasil pengamatan Perangkat Desa
Jurangjero yang menguasai komputer lebih dari 5 orang. Hal ini disebabkan
karena perangkat desa mau belajar menggunakan komputer. Desa Jurangjero
dalam APBDesanya juga dianggarkan untuk pelatihan komputer. Berdasarkan
pengamatan kemampuan perangkat Desa Jurangjero dalam menggunakan
komputer masih belum maksimal.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Keuangan desa
Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan subsistem
dari sistem pengelolaan keuangan negara dan daerah dalam mendanai
penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pengelolaan keuangan desa
diperlukan suatu standar pengaturan yang di mulai dari aspek perencanaan dan
penganggaran maupun aspek pelaksanaan, penatausahaan keuangan desa dan
pertanggungjawaban keuangan desa.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber diperoleh
gambaran bahwa kepala desa sudah mengetahui secara garis besar apa yang di
maksud dengan pengelolaan keuangan desa. Hal ini sesuai dengan apa yang
nyatakan oleh Kepala Desa A yaitu:
lxx
“Pengelolaan keuangan desa ya seperti dinyatakan dalam peraturan, yaitu kegiatan untk mengelola keuangan di desa, biar dapat berjalan sesuai peraturan yang berlaku” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Kemudian perangkat desa A1 juga mengungkapkan tentang pengelolaan
keuangan desa, yaitu:
“Pengelolaan keuangan desa adalah cara untuk melaksanakan keuangan desa sesuai dengan APBDesa, mulai dari menyusun anggaran, melaksanakan dan melaporkan kepada bupati melalui camat” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa mengenai pengelolaan
keuangan desa, yaitu:
“Pengelolaan keuangan desa adalah cara-cara mengelola keuangan desa sesuai aturan dan prosedur yang berlaku” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kemudian Kepala Desa C juga diwawancarai mengenai pengelolaan
keuangan desa. Dalam pernyataannya disampaikan yaitu:
“Pengelolaan keuangan desa adalah bagaimana desa mengelola dan membelanjakan keuangan desa secara baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kemudian perangkat desa C1 juga diwawancarai mengenai pengelolaan
keuangan desa, menyatakan yaitu:
“Pengelolaan keuangan desa adalah bagaimana cara membuat penganggaran, kemudian menyusunnya menjadi APBDesa untuk dilaksanakan dalam waktu satu tahun anggaran” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa
dan perangkat desa yang menangani keuangan desa masih belum memahami
pengelolaan keuangan desa yang meliputi perencanaan, penganggaran,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa.
lxxi
Berikut dapat digambarkan berdasarkan hasil wawancara di lapangan mengenai
sistem pengelolaan keuangan desa yang dilaksanakan dari desa yang diteliti,
ditemukan beberapa hal yang tidak dilaksanakan oleh desa. hal ini tergambar dari
bagan sebagai berikut:
Output: APBDesa ditetapkan dengan peraturan desa
Proses: Pelaksanaan
Pelaporan dan Pertanggungjawab
Sistem Keuangan Desa
Pelaksanaan/ Penatausahaan
Pelaporan/ Pertanggungjawab
anan
Pengawasan/ Evaluasi/
Pengendalian
Perencanaan/ Penganggaran
Input: 1. RPJMDe
sa 2. RKPDes
a 3. Musrenb
angdes 4. Kinerja
masa lalu 5. Kebijaka
Proses: 1. Kebijaka
n Umum APBDesa
2. Proiritas & Plafon anggaran sementara
3. Kegiatan anggaran
Input: APBDesa
Proses: Penatausahaan/
Akuntansi
Yang terdiri dari: 1. Formulir 2. Dokumen 3. Kwitansi 4. Catatan
Output: Hasil Kerja
Input: Hasil Kerja dari
Pelaksanaan APBDesa
Ouput: Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
APBDesa Laporan terdiri
dari: 1. Bulanan.
Output: Hasil Kerja
Proses: Laporan APBDesa Dievaluasi oleh
Input: Laporan APBDesa
Keterangan: Untuk yang bergaris bawah tidak dilaksanakan sesuai aturan yang
lxxii
Gambar 10
Lingkup Sistem Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan yaitu pertama, mengenai
perencanaan dan penganggaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDesa), Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) serta kebijakan
pemerintah yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tidak pernah dijadikan pedoman.
Pembangunan di desa selama ini hanya sesuai kebutuhan yang ada pada saat di
susun anggaran.
Dampak tidak dilaksanakannya RKPDesa adalah tidak adanya arah yang
jelas untuk pembangunan desa dalam 1 tahun mendatang dan tidak dilaksanakan
RPJMDesa juga berdampak pada tidak jelasnya arah pembangunan desa dalam 5
tahun mendatang. Solusi tidak disusunnya RKPDesa adalah pemberian sanksi
oleh pemerintah kabupaten, misalnya menunda dana dari kabupaten yang
diberikan untuk desa dan akan dicairkan apabila desa sudah menyusun RKPDesa.
Kemudian solusi tidak disusunnya RPJMDesa adalah RPJMDesa dijadikan salah
satu syarat administrasi yang wajib dipenuhi dalam pencalonan kepala desa
sebelum proses pemilihan kepala desa.
Kedua, mengenai pelaksanaan dan penganggaran dari ketiga desa, Desa
Puro untuk penatausahaan lebih baik dibandingkan dengan Desa Jurangjero dan
Desa Saradan. Desa Puro mengenai formulir, dokumen dan kwitansi sudah
berjalan walaupun belum baik dan data di atas juga belum lengkap. Desa
lxxiii
Jurangjero dan Desa Saradan mengenai formulir, dokumen dan kwitansi baru di
cacat dan direkap setelah satu bulan berjalan dan saat diminta membuat laporan
baru semuanya berusaha direkap. Hal ini akan berdampak tidak akuratnya laporan
dari pengelolan keuangan desa tersebut. Solusi dari hal ini adalah hendaknya
kepala desa proaktif dalam memantau pemasukan dan pengeluaran keuangan desa
serta pihak kecamatan dan kebaupaten selalu melakukan pembinaan ke desa
mengenai pengelolaan keuangan desa.
Ketiga, mengenai pelaporan dan pertanggungjawaban, laporan bulan dan
tahunan saja yang sudah dilaksanakan, untuk laporan semesteran tidak
dilaksanakan oleh ketiga desa tersebut. Mengenai laporan pertanggungjawaban
masih ditemukan keterlambatan penyampaian laporan dari desa kepada kecamatan
maupun kepada kabupaten. Hal ini akan mengurangi akuntabilitas dari laporan
pertanggungjawaban keuangan tersebut. Solusinya adalah pertama, dibuat laporan
harian dan mingguan serta perangkat desa selalu melaporkan kepada kepala desa
dan diteruskan kepada camat. Kedua, kabupaten dan kecamatan wajib
memberikan sanksi apabila terjadi keterlambatan dalam menyampaikan laporan
pertanggungjawaban keuangan desa.
Keempat, mengenai pengawasan dan evaluasi, ditemukan bahwa dari
pihak desa masih terlambat mengirimkan laporan pengelolaan keuangan desa,
sehingga kecamatan juga akan terlambat dalam mengirimkan laporan ke
kabupaten, sehingga pihak kabupaten dan pihak kecamatan akan terlambat dalam
mengevaluasinya. Hal ini dikarenakan perangkat desa kurang memperhatikan
waktu dalam membuat laporan dan tidak adanya sanksi yang tegas dari kabupaten
lxxiv
atau kecamatan mengenai keterlambatan laporan keuangan tersebut. Akibat dari
hal ini adalah perangkat desa masih mengalami kesulitan dalam mengelola
keuangan desa. Solusinya yaitu kabupaten maupun kecamatan selalu melakukan
pengawasan disertai evaluasi yang rutin dan berkala, misalnya dari kecamatan
dilakukan 1 bulan sekali dan di kabupaten bisa dilakukan 3 bulan atau 6 bulan
sekali, tidak 1 tahun sekali seperti yang selalu ini terjadi.
2. Asas pengelolaan keuangan desa
Keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel,
partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kepala Desa A, diungkapkan yaitu:
”Masalah keuangan desa semua dari pemasukan baik dari surat-surat maupun hasil lelangan maupun bantuan-bantuan itu kita serahkan sepenuhnya kepada leading sektornya yaitu bendahara atau kaur keuangan, kita jelas semua bentuk pengeluaran kita berusaha untuk satu pintu, agar semuanya jelas dan bisa terevaluasi, terkondisikan, semua bentuk pemasukan maupun pengeluaran kita harapkan lewat satu pintu” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Berdasarkan keterangan di atas dan pengamatan di lapangan Desa Puro
memang sudah mengelola keuangan desa melalui satu pintu, hal ini agar
pengelolaan keuangan desa bisa jelas dan mudah dikontrol. Tetapi pengelolaan
keuangan desa yang dilakukan oleh Desa Puro juga masih ditemukan kelemahan,
karena hanya dikelola oleh 1 orang perangkat desa, sehingga akan rawan terjadi
penyimpangan. Solusinya harus ada kontrol ganda baik dari BPD, kepala desa,
perangkat desa yang lain dan masyarakat juga perlu dilibatkan setiap pengambilan
kebijakan mengenai pengelolaan keuangan desa.
Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran yakni
lxxv
mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Hal ini dilakukan
agar pengelolaan keuangan desa dapat berjalan lancar dan dilaksanakan dengan
baik serta transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber diperoleh
gambaran bahwa pengelolaan keuangan desa sudah dikelola dalam masa satu
tahun anggaran, hal ini dikarenakan kepala desa dan jajarannya sangat
memperhatikan mengenai waktu dalam mengelola anggaran keuangan desa.
Selain itu pembinaan dari kecamatan masih sangat diperlukan oleh perangkat desa
dalam mengelola keuangan desanya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh aparat
kecamatan A sebagai berikut berikut:
”Dengan adanya Permendagri dan peraturan bupati tentang pengelolaan keuangan desa, sebenarnya aparat desa merasa belum mampu untuk melaksanakannya, tetapi kecamatan mempunyai tanggungjawab untuk membantu dan membina perangkat desa dalam menyusun APBdesa agar dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku. Demi tertibnya keuangan desa pemerintah kabupaten dan juga kecamatan juga meminta laporan pengelolaan keuangan desa secara berkala” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Berdasarkan pernyataan tersebut diperoleh hasil bahwa sebenarnya
pengelolaan keuangan desa masih sangat perlu pembinaan dan bimbingan dari
kecamatan agar pengelolaan anggaran keuangan desa dapat berjalan dengan baik
dan dapat berjalan dalam masa 1 tahun anggaran.
Bukti bahwa pengelolaan keuangan desa sudah berjalan mulai tanggal 1
Januari sampai 31 Desember, diungkapkan oleh perangkat desa A1, yaitu:
“Ya pengelolaan keuangan Desa Puro dimulai dari 1 Januari sampai 31 Desember dan setiap bulannya kita tutup, kemudian dari tanggal 1 sampai dengan 31 Desember kita mulai lagi. Kita juga
lxxvi
menerapkan kas harian, setiap hari kita buka pelayanan itu, keuangan masuk di satu pintu, kemudian dari sektor pelayanan kaur keuangan menutup satu hari, satu hari kita rekap setiap bulan dan setiap bulan kita rekap setiap tahun” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kepala Desa B yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa di Desa Saradan sudah berjalan dalam satu tahun anggaran” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Untuk Desa Jurangjero waktu pengelolaan keuangan desa juga dikelola
dalam satu tahun, seperti yang diungkapkan Kepala Desa C, sebagai berikut:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dikelola, tetapi untuk tanggalnya belum bisa dipastikan, yang jelas dalam jangka waktu 1 tahun sekali” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan
keuangan desa di ketiga desa sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, tetapi
desa memang belum bisa mandiri seperti yang diharapkan oleh pembuat kebijakan
tentang pengelolaan keuangan desa. Hanya Desa Puro yang menurut pengamatan
dan data yang ada memang sudah mendekati baik dalam mengelola keuangan
desa. Hal ini disebabkan oleh kemampuan Kaur Keuangan Desa Puro sudah baik
dan dalam menjalankan tugas juga terselesaikan dengan baik, walaupun Sekretaris
Desa Puro kemampuan dalam menjalankan tugas selaku koordinator belum
berjalan optimal.
a. Azas tranparan
Pengelolaan keuangan desa harus dikelola secara tranparan dan yang di
maksud tranparan adalah APBDesa yang disusun harus dapat menyajikan
informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, mulai dari tujuan,
sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara
lxxvii
besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan
yang dianggarkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara diperoleh gambaran bahwa
pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara tranparan walaupun belum
maksimal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh kepala desa yang diwawancarai,
antara lain pernyataan dari Kepala Desa C yang menyatakan sebagai berikut:
”RAPBdesa dibuat sesuai aturan yang berlaku dan dilaksanakan secara tranparan” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kemudian Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, yaitu:
”Keuangan desa sudah dikelola dengan tranparan, hal ini bisa di lihat dari buku kegiatan penerimaan dan pengeluran keuangan” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kepala Desa A juga memberikan pendapatnya yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa sudah cukup tranparan, dalam arti APBDesa direncanakan dari hasil musrenbagdes, kemudian pelaksanaannya melibatkan BPD dan LP2MD. Justru kadang terkendala pada peraturan tingkat kabupaten yang dalam penerapan di masyarakat belum bisa di terima” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009).
Dari berbagai penyataan di atas bahwa tranparansi dalam pengelolaan
keuangan desa sudah dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan pengamatan oleh
peneliti bahwa dari ketiga desa tersebut semua pembukuan keuangan desa bisa
dengan mudah untuk dipinjam dan dilihat.
b. Azas dapat dipertanggungjawabkan
Pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggungjawabkan, yaitu bahwa
setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber
daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
lxxviii
Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lapangan diperoleh gambaran
bahwa penggunaan dana sudah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan selalu
dilaporkan kepada bupati melalui camat. Hal ini seperti yang diungkapkan Kepala
Desa C, yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dipertanggungjawabkan, yaitu semua penggunaan dana sudah dilaporkan kepada bupati melalui camat” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa B, yaitu:
”Keuangan desa bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan penggunaan atau kebutuhan” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kepala Desa A juga mengungkapkan sebagai berikut:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dapat dipertanggungjawabkan, karena segala bentuk kegiatan keuangan desa sudah di atur dalam program kerjanya” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat kecamatan A diungkapkan
yaitu:
”Laporan keuangan desa memang sudah dapat dapat dijalankan, tetapi pihak kecamatan masih harus memberi pembinaan terkait bentuk pertanggungjawaban ini, karena kalau tidak adanya penekanan mereka pasti akan telat dalam membuat laporan pertanggungjawaban” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa desa sudah melaksanakan bentuk
pertanggungjawaban laporan keuangan desa, walaupun masih perlu banyak
pembinaan dari pihak kecamatan atau kabupaten. Pembinaan dari kecamatan
maupun dari kabupaten harus selalu dilakukan secara rutin karena keterbatasan
sumber daya perangkat desa untuk dapat membuat laporan pengelolaan keuangan
desa secara baik dan benar.
lxxix
c. Azas Akuntabilitas
Dalam pengelolaan keuangan desa yang di maksud azas akuntabilitas adalah
APBDesa dapat membantu pemerintahan desa dalam memperoleh kepercayaan
masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang di
terima. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa A, yaitu:
“Bisa dikatakan akuntabilitas karena pengelolaan sudah bisa dipertanggungjawabkan, jika tidak ada kepercayaan adalah biasa atau wajar, tetapi pemerintah desa selalu memberikan laporan pengelolaan keuangan desa secara rutin kepada masyarakat” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009).
Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa B dan Kepala Desa C. Kepala
Desa B mengatakan yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas akuntabilitas dan APBDesa sangat membantu baik pembangunan desa yang mampu dibiayai dan dari pendapatan desa” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diperoleh gambaran bahwa bentuk
akuntabilitas yang dilaksanakan dalam mengelola keuangan desa akan membantu
desa untuk memperoleh pendapatan yang lain, misalnya bantuan dari pemerintah,
pemerintah provinsi maupun dari pemerintah kabupaten. Berdasarkan pengamatan
desa yang dapat membuat laporan keuangan dengan baik dan hasil dari kegiatan
dapat dilihat dan dinikmati masyarakat, maka kepercayaan masyarakat dan
kepercayaan pemerintah akan bertambah kepada pemerintah desa dan bantuan
dari pemerintah juga akan mudah untuk direalisasikan.
d. Azas partisipatif
Pengelolaan keuangan desa dikelola secara partisipatif mengandung arti
bahwa pengawasan yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk partisipasi warga
lxxx
dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dalam hal ini pengawasan yang yang
dilakukan masyarakat dapat diwakilkan oleh BPD dan Lembaga Pemberdayaan
Pembangunan Masyarakat Desa (LP2MD) serta masyarakat umum. Hal ini seperti
yang diungkapkan Kepala Desa A, yaitu sebagai berikut:
“Peran BPD dan lembaga lain di desa bisa dilihat sebagai peran partisipatif dan kami selalu meminta usul dan saran dari BPD dan lembaga lainnya pada tiap kegiatan pemerintah desa” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat
sudah diberi kesempatan ikut mengawasi pengelolaan keuangan desa, walaupun
tidak sepenuhnya. Karena berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu
masyarakat yang berada di lokasi Desa Puro menyatakan bahwa mereka tidak
pernah dilibatkan dalam mengelola keuangan desa, karena dengan adanya BPD
dan LP2MD suara mereka sudah terwakili.
Kepala Desa C, juga mengatakan, yaitu:
”Pengelolaan keuangan desa sudah dilaksanakan secara partisipatif dengan baik dan tiap akhir tahun selalu dibuat laporan pertanggungjawaban dihadapan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa B, berikut ini:
”Pengelolaan keuangan desa sudah disusun berdasarkan aturan yang ada, serta melibatkan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Wawancara di atas menunjukkan bahwa pemerintah desa dalam mengelola
keuangan desa, masyarakat umum tidak banyak dilibatkan, pemerintah desa hanya
melibatkan tokoh masyarakat, BPD dan LP2MD. Solusi yaitu masyarakat umum
harus dilibatkan, RT dan RW juga perlu dilibatkan untuk menyerap aspirasi arus
lxxxi
bawah. Hal ini belum mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi
dan ini bisa mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
desa.
e. Azas tertib dan disiplin anggaran
Pengelolaan keuangan desa dikelola secara tertib anggaran. Tertib anggaran
dapat diartikan bahwa APBDesa disusun secara urut berdasarkan aturan yang
berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dapat disimpulkan
bahwa APBDesa sudah disusun secara urut dan sudah sesuai dengan aturan yang
berlaku. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Kepala Desa A, yaitu:
“APBDesa sudah disusun berdasarkan aturan yang berlaku dari kabupaten dan telah dilaksanakan sesuai kebutuhan anggaran yang ditetapkan” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa C juga menyatakan hal senada, yaitu:
”APBDesa sudah disusun secara tertib anggaran, karena dalam penyusunan APBDesa diadakan secara tranparan yang dihadiri tokoh masyarakat, BPD, LP2MD dan semua perangkat desa” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Keuangan desa yang dikelola secara disiplin anggaran dapat diartikan
pendapatan yang direncanakan, merupakan perkiraan yang terukur secara rasional,
penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dan semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBDesa dan dilakukan melalui kas
umum desa. Berdasarkan wawancara dengan perangkat desa A1 menyatakan
yaitu:
“Semua pemasukan dan pengeluaran selalu dicatat di dalam buku harian, atau buku pendamping, kemudian dimasukkan dalam buku rekapan mingguan dan terakhir di rekap tersendiri di dalam buku
lxxxii
bulanan. Kepala desa selalu mengecek laporan keuangan secara periodik setiap minggu dan setiap bulan untuk ditandatangani kemudian dilaporkan kepada bupati melalui camat” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009).
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Desa A, yaitu:
”Laporan keuangan selalu saya cek dan saya selalu melaporkan kepada camat setiap bulan” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Untuk di Desa Jurangjero terdapat banyak masalah mengenai penerimaan
kas desa, seperti yang dinyatakan oleh Kepala Desa C, yaitu:
”Terdapat masalah mengenai penerimaan kas desa karena warga masyarakat ada yang sulit untuk ditarik iuran retribusi dan pendapatan lainnya sehingga ini juga menyulitkan dalam penganggarannya” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Untuk Desa Jurangjero menurut pengamatan dalam menyusun penerimaan
dan pengeluaran untuk dimasukkan kedalam buku kas umum sudah berjalan
dengan baik, tetapi masih ada keterlambataan dalam memasukkan laporan harian,
karena masih ada laporan yang kosong belum terisi. Untuk Desa Saradan laporan
harian keuangan desa belum dikatakan baik, karena kualitas SDM yang masih
rendah dan tidak ada kaur keuangan, karena desa memakai pola minimal. Hal ini
seperti diungkapkan oleh perangkat desa B1, yaitu:
”Untuk kaur keuangan memang tidak ada, sehingga untuk tugas sehari-hari masalah keuangan diampu oleh kaur umum dan di bantu oleh kaur ekbang, sehingga pembukuan belum dilaksanakan dengan baik” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009).
3. Kekuasaan pengelolaan keuangan desa
Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan
lxxxiii
kekayaan desa yang dipisahkan. Seperti yang diungkapkan Kepala Desa A
mengenai apakah kepala desa tahu kewenangannya sebagai pemegang
pengelolaan keuangan desa berikut ini:
“Dan harus tahu, dan itu setiap bulannya ada laporan keuangan desa dan kita mendapatkan pengeluran sekian, pemasukan sekian dan kaur keuangan selaku bendahara desa, harus memberikan laporan keuangan kepada kepala desa. Apakah bulan ini dibuat atau tidak, kaur keuangan harus memberikan laporan secara administrasi, semuanya ini nanti agar jalannya pemerintahan atau jalannya putaran keuangan di desa itu jelas dan setiap bulannya pasti saya suruh tutup buku dan setiap bulannya kepala desa selalu evaluasi” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas memang kepala desa selaku
pemegang pemerintahan desa harus mengetahui semua kewenangannya dalam
mengelola keuangan desa.
Kepala desa mempunyai kewenangan, antara lain:
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa.
b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa.
c. Menetapkan bendahara desa.
d. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa
e. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari narasumber di peroleh
gambaran tentang berbagai kewenanganan kepala desa, dalam menetapkan
kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa serta mengelola keuangan desa sudah
dilaksanakan dengan baik, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kepala Desa C
berikut:
”Saya sudah menjalankan kewenangan saya dalam mengelola dan menetapkan kebijakan tentang APBDesa karena selalu diadakan
lxxxiv
musyawarah untuk membahas APBDesa yang dihadiri berbagai unsur dan pembuatan APBDesa sudah menjadi tanggungjawab saya selaku kepala desa” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Kepala Desa B dan Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa, hal ini
seperti yang diungkapkan Kepala Desa B, yaitu:
”Bagi saya menjalankan kewenangan dalam mengelola APBDesa sudah menjadi kewajiban dan harus dilaksanakan sebaik mungkin” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Kepala Desa A juga mengungkapkan yaitu:
”Dalam menetapkan kebijakan untuk mengelola APBDesa sudah saya laksanakan dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku, walaupun belum optimal” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa sudah
berusaha menjalankan kewenangannya dalam mengelola APBDesa. Tetapi
berdasarkan hasil wawancara dengan Kasi Pemerintahan Kecamatan
Karangmalang, diperoleh hasil yang sangat berbeda dengan pernyataan kepala
desa. Beberapa desa belum bisa mandiri dalam mengelola dan menyusun
APBDesa. Berikut pernyataan aparat kecamatan B yaitu:
”Selama ini memang ada desa yang belum mandiri dalam mengelola dan menetapkan APBDesa, kepala desa banyak minta bantuan kepada kecamatan tentang pembuatan APBDesa, mereka pengennya langsung jadi, memang kami bantu tapi seluruhnya tidak kami buatkan, hanya poin-poin yang mereka mengalami kesulitan kami bantu. Hanya beberapa desa yang mampu membuat sendiri APBDesa, termasuk salah satunya Desa Puro, untuk Desa Saradan dan Desa Jurangjero masih banyak kami bantu” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Aparat kecamatan B juga menyatakan bahwa yang menjadi kendala bagi
desa terutama kepala desa dalam menyusun APBDesa serta mengelola keuangan
desa karena mereka tidak mau belajar dengan baik dan maunya serba instan dan
lxxxv
cepat jadi, serta sumber daya manusia di desa masih perlu banyak peningkatan.
Dalam menetapkan bendara desa berdasarkan pengamatan dan wawancara,
kepala desa sudah menetapkan bendahara desa, tetapi masih dirangkap oleh kaur
keuangan, menurut aturan yang ada bendahara desa harusnya berdiri sendiri di
luar kaur keuangan. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa A dinyatakan
yaitu:
”Saya sudah menetapkan bendahara desa dan bendahara desa dijadikan satu dengan kaur keuangan, biar satu pekerjaan, biar pengeluaran dan pemasukan bisa satu pintu” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Untuk Desa Saradan dan Desa Jurangjero bendahara desa juga dirangkap
kaur keuangan. Sesuai Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 kepala desa
menetapkan bendahara desa dengan keputusan kepala desa. Menurut pengamatan
kepala desa tidak ada yang membuat keputusan kepala desa tentang pengangkatan
bendahara desa. Jadi bendahara desa otomatis dirangkap oleh kaur keuangan desa.
Wewenang kepala desa dalam menetapkan petugas yang melakukan
pemungutan penerimaan desa dan menetapkan petugas yang melakukan
pengelolaan barang milik desa, sudah dilakukan oleh masing-masing desa dengan
baik, karena hal ini akan menambah kas desa untuk menunjang pelaksanaan
pemerintahan desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa A,
dinyatakan yaitu:
”Saya sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa dan apabila ada tugas yang dilakukan oleh petugas tidak optimal segera dilakukan bergantian personil” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kemudian dalam menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan
lxxxvi
barang milik desa, Kepala Desa A mengatakan yaitu:
”Saya juga sudah menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa, tapi pengelolaan hanya berupa pencatatan oleh kaur umum” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kemudian menurut Kepala Desa C, juga mengatakan yaitu:
”Saya sudah menetapkan yang mengurusi barang milik desa, yaitu kaur umum dan dilaporkan ke kecamatan setiap setahun sekali” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kepala Desa B juga mengatakan hal serupa, yaitu:
”Perangkat yang mengurusi pengelolaan barang milik desa sudah saya tetapkan, yaitu kaur umum” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Berdasarkan pernyataan di atas bahwa desa yang diteliti sudah menetapkan
perangkat yang mengurusi tentang kekayaan desa. hal ini dikuatkan oleh
pernyataan aparat kecamatan A, yaitu:
”Desa-desa sudah kami perintahkan untuk menetapkan perangkat desa untuk mengelola kekayaan barang milik desa yang menjadi kekayaan desa” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, di bantu
oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Pelaksana Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa adalah perangkat desa, terdiri dari sekretaris desa dan
perangkat desa lainnya. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa. Sekretaris
desa mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa.
b. Menyusun dan melaksanaan kebijakan pengelolaan barang desa.
c. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung
lxxxvii
jawaban pelaksanaan APBDesa.
d. Menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan
desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, selama ini sekretaris desa
sudah dapat bekerja dengan baik, tetapi memang ada sekretaris desa yang belum
optimal dalam mengelola keuangan desa dan bertindak selaku koordinator
keuangan desa. Di antara ketiga desa yang diteliti Sekretaris Desa Saradan
merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang diangkat pada Tahun 2007
sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
50 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi
PNS dan Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS. Sedangkan Sekretaris
Desa Jurangjero dan Sekretaris Desa Puro tidak bisa di angkat jadi PNS karena
umur sudah tidak memenuhi syarat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan aparat desa A1 mengenai sekretaris
desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan
bertanggungjawab kepada kepala desa, yaitu:
”Baik,masalah itu sudah melaksanakan, dalam artian sudah sesuai dengan leading sektor masing-masing, kaur keuangan sudah sebagai bertindak sebagai kaur keuangan, ya cari duit, ya membagi uang, sektor lainnya misalnya kaur pemerintahan sudah sesuai dengan leading sektornya masing-masing, masalah kesekretariatan yang pola maksimal sudah” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Menurut menurut aparat desa A2, diungkapkan yaitu:
lxxxviii
”Sekretaris desa memang sudah bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada kepala desa, tetapi belum optimal karena sekretaris desa sudah tua” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Masih menurut aparat desa A2, mengenai wewenang sekretaris desa
apakah sudah menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan
APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa diungkapkan yaitu:
”Sekretaris desa belum optimal dalam menyusun Raperdes APBDesa dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, dan yang menyusun adalah kaur keuangan kemudian sekretaris desa tinggal ACC saja” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009).
Kemudian masih menurut aparat desa A2 mengenai wewenang sekretaris
desa dalam menjalankan tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa
tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa dan Perubahan APBDesa,
diungkapkan yaitu:
“Sekretaris desa belum optimal dalam menjalankannya, biasanya dibantu kaur pemerintahan dan kaur keuangan” (Wawancara tanggal 8 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Sekretaris
Desa Puro belum optimal dalam menjalankan tugasnya, karena kemampuan
sumber daya manusia yang masih kurang. Untuk tugas-tugas sekretaris desa selalu
dibantu oleh kaur keuangan dan kaur pemerintahan.
Untuk Desa Jurangjero dan Desa Saradan mengenai wewenang sekretaris
desa dalam menjalankan tugasnya sudah berjalan dengan baik, hal ini seperti yang
diungkapkan oleh perangkat desa B1 yaitu:
”Saya sudah menjalankan seoptimal mungkin tugas-tugas yang diberikan kepada saya mengenai pengelolaan keuangan desa” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009).
lxxxix
Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan Kepala Desa B yaitu:
”Sekretaris desa sudah berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun kadang masih perlu saya tegaskan perintah saya” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Untuk Desa Jurangjero, tugas-tugas sekretaris desa dapat berjalan sesuai
dengan aturan yang ada, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala
desa dan pengamatan di lapangan. Seperti diungkapkan Kepala Desa C yaitu:
”Sekretaris desa sudah bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa serta sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa dan hal ini telah berjalan setiap tahun” (Wawancara tanggal 13 Oktober2009).
Kepala Desa C juga mengungkapkan bahwa sekretaris desa sudah
menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDesa dan menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang
pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa, yang dinyatakan yaitu:
“Sudah dilaksanakan dan dibuat setahun sekali dengan disahkan melalui musyawarah dengan BPD, LP2MD dan tokoh masyarakat” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil dari beberapa wawancara di atas dapat disimpulkan
bahwa sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya dengan baik, walaupun belum
optimal, hal ini dialami oleh Desa Puro karena keterbatasan kemampuan sekretaris
desanya.
4. Penatausahaan keuangan desa
Kepala desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus
menetapkan bendahara desa. Dalam penetapan bendahara desa harus dilakukan
sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan
xc
kepala desa. Berdasarkan wawancara dan pengamatan kepala desa sudah
menetapkan bendahara desa yaitu kaur keuangan desa.
a. Penatausahaan penerimaan
Penatausahaan penerimaan wajib dilaksanakan oleh bendahara desa.
Penatausahaan penerimaan wajib menggunakan buku-buku berikut:
1) Buku kas umum.
2) Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan.
3) Buku kas harian pembantu.
Bendahara desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang
menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan
kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan
pertanggungjawaban penerimaan di atas, dilampiri dengan buku-buku berikut,
1) Buku kas umum
2) Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan.
3) Bukti penerimaan lainnya yang sah.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh gambaran
bahwa di antara ketiga desa, Desa Puro adalah yang terbaik dalam mengelola
penerimaan keuangan desa, karena dilakukan secara tertib dan buku-buku
keuangan semua terisi dengan baik. Untuk Desa Jurangjero sudah berjalan cukup
baik dan Desa Saradan masih kurang dalam mengisi buku-buku penerimaan
keuangan.
b. Penatausahaan pengeluaran
Penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara desa. Dokumen
xci
penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan pada peraturan desa tentang
APBDesa atau peraturan desa tentang perubahan APBDesa melalui pengajuan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP). Pengajuan SPP harus disetujui oleh kepala
desa melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Bendahara
desa wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung
jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada kepala desa
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dokumen yang digunakan bendahara
desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi buku-buku
berikut,
1) Buku kas umum.
2) Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran.
3) Buku kas harian pembantu.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan diperoleh gambaran
bahwa di antara ketiga desa, Desa Puro adalah yang terbaik dalam mengelola
penerimaan dan pengeluaran keuangan desa, karena dilakukan secara tertib dan
buku-buku keuangan semua terisi dengan baik dan dibuat harian. Untuk Desa
Jurangjero sudah berjalan cukup baik dan Desa Saradan masih kurang dalam
mengisi buku-buku penerimaan dan pengeluran keuangan.
Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Kepala Desa A, yaitu:
”Kita juga menerapkan kas harian, setiap hari kita buka pelayanan itu, keuangan masuk di satu pintu, kemudian dari sektor pelayanan kaur keuangan menutup satu hari, satu hari kita rekap setiap bulan dan setiap bulan kita rekap setiap tahuan” (Wawancara 29 Agustus 2009). Kepala Desa C juga menyatakan yaitu:
xcii
“Sudah dilaksanakan karena bendahara desa tinggal menjalankan tugas sesuai dengan kwitansi dan nota yang sah, dan ditulis dalam buku kas dan selalu melaporkan kepada kepala desa” (Wawancara 13 Oktober 2009).
Kemudian Kepala Desa B juga menyatakan mengenai kondisi penerimaan
dan pengeluaran keuangan yaitu sebagai berikut,
“Sudah dilaksanakan oleh kaur umum, tapi emang belum terisi semuanya buku-buku yang ada, tetapi sudah dicatat di buku pendamping” (Wawancara 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa
penerimaan dan pengeluaran keuangan desa sudah dilaksanakan walaupun buku-
buku penatausahaan penerimaan dan pengeluaran belum semuanya terisi secara
tertib. Hal ini disebabkan oleh kemampuan perangkat desa dalam melaksanakan
penatausahaan keuangan desa masih rendah, sehingga akan berdampak pada
kurang akuratnya laporan keuangan desa. Solusinya yaitu harus ditingkatkan
peran kecamatan dan kabupaten untuk selalu memberikan pembinaan ke desa
mengenai pengisian penatausahaan keuangan desa yang terdiri dari penerimaan
dan pengeluaran keuangan desa.
c. Pertanggungjawaban penggunaan dana
Laporan pertanggungjawaban pengeluaran harus dilampirkan dengan:
1) Buku kas umum.
2) Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran yang disertai dengan bukti-
bukti pengeluaran yang sah.
3) Bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara.
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh gambaran bahwa penggunaan dana
sudah dapat dipertanggungjawabkan, hal ini sesuai dengan wawancara dengan
xciii
Kepala Desa C, yaitu:
”Bisa, karena semua penggunaan dana APBDesa harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa B dan Kepala Desa A juga menyatakan hal serupa bahwa
penggunaan dana selalu dipertanggungjawabkan dan selalu membuat SPJ dan
dilaporkan ke kecamatan atau kabupaten.
5. APBDesa
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta ditetapkan dengan peraturan desa.
Pemerintah desa wajib membuat APBDesa untuk menjalankan roda pemerintahan
desa sebagai desa yang otonom yaitu desa yang mampu untuk mengatur dan
mengelola keuangan desanya sendiri. Tujuan pembuatan APBDesa adalah untuk
kesejahteraan kepala desa, perangkat desa dan masyarakat desa.
a. Struktur APBDesa
APBDesa terdiri dari pendapatan desa, belanja desa dan pembiayaan desa.
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa. Pendapatan desa, terdiri dari pendapatan-pendapatan berikut,
1) Pendapatan Asli Desa (PADesa).
2) Bagi hasil pajak kabupaten/kota.
3) Bagian dari retribusi kabupaten/kota.
4) Alokasi Dana Desa (ADD).
xciv
5) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan desa lainnya.
6) Hibah.
7) Sumbangan pihak ketiga.
Belanja desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa, terdiri dari belanja langsung dan
belanja tidak langsung. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja
barang dan jasa dan belanja modal. Belanja tidak langsung, terdiri dari belanja
pegawai/penghasilan tetap, belanja subsidi, belanja hibah (pembatasan hibah),
belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan dan belanja tak terduga.
Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan
pembiayaan, mencakup:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya.
2) Pencairan dana cadangan.
3) Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
4) Penerimaan pinjaman.
Pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan.
2) Penyertaan modal desa.
xcv
3) Pembayaran utang.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan serta data di lapangan di
peroleh hasil bahwa APBDesa sudah dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku, hal
ini dapat dilihat dari susunan APBDesa di masing-masing desa. Tetapi perangkat
desa terutama sekretaris desa dan kaur keuangan masih merasa kesulitan
menerapkan susunan struktur APBDesa sesuai dengan Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa serta Peraturan Bupati
Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa A1, mengenai
pembinaan dari kecamatan dan pemahaman mengenai susunan struktur APBDesa
diungkapkan yaitu:
“Desa sudah mendapatkan pembinaan dari kecamatan mengenai struktur APBDesa, tetapi kami disuruh mempelajari sendiri Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2008, sehingga Saya belum seluruhnya memahami struktur APBDesa karena memang saya sudah tua dan tidak mengerti komputer, strukturnya juga terlihat rumit, untuk menyusun APBDesa saya memang dibantu oleh kaur keuangan dan kaur pemerintahan” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh perangkat desa A2 yaitu:
”Memang selaku kaur keuangan, Saya belum pernah mendapat pelatihan masalah pembuatan anggaran, saya hanya otodidak memperlajari keputusan bupati yang baru, kesulitan kami memang di penerapan kode anggaran, ada beberapa kode anggaran yang mungkin itu sudah sesuai atau dibutuhkan di tingkat kabupaten dan yang menjadi kendala adalah nomor urut. Ketika ini, katakan bantuan atau hibah 161 162 ada beberapa ini (nomor urut) yang tidak bisa dan jarang ada di desa mau kita hilangkan atau tetap menulis dengan menambah nomor urut selanjutnya. Ini kenyataan bener sampai sekarang saya belum ketemu jawabannya. Hal-hal seperti itu nomor memang tidak terdapat di desa, apakah itu
xcvi
dihilangkan atau tetap di tulis dan kebutuhan kita nambah nomor lagi. Tetapi diacuan itu ada nomor terus titik-titik berarti kita bisa menambah nomor lagi dan tetap menulis diatasnya walaupun sebenarnya itu tidak ada di tingkat desa” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa B1 juga dinyatakan
yaitu:
”Aparat Kecamatan Karangmalang pernah melakukan pembinaan dalam menyusun APBDesa, tetapi memang kami masih mengalami kesulitan sehingga kami selalu minta bantuan dari kecamatan” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009).
Perangkat desa C1 juga menyatakan hal serupa:
”Kami sudah mengerjakan apa yang diperintahkan kecamatan melalui peraturan bupati walaupun kami masih sering di bantu mengenai penyusunan struktur APBDesanya” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa A mengenai
pemahaman dengan struktur APBDesa dinyatakan:
”Ada yang paham dan ada juga yang masa bodoh” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa C dalam pernyataannya, mengungkapkan yaitu:
”Sudah, karena itu sudah ada sejak dulu dan semua perangkat desa lain bisa melaksanakan tugas di bidang masing-masing sesuai dengan tupoksinya” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pertama, bahwa
pembinaan dalam menyusun struktur APBDesa masih kurang dan pelatihan
menyusun struktur APBDesa juga belum dilaksanakan oleh kecamatan atau
kabupaten. Hal ini berakibat kurang mampunya perangkat desa menyusun
APBDesa. Kedua, perangkat desa sudah bisa memahami struktur APBDesa yang
dibuat berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 serta Peraturan Bupati
xcvii
Sragen Nomor 47 Tahun 2008, walaupun perangkat desa belum seluruhnya bisa
memahami isinya dan cara menyusun yang baik dan benar, akibatnya penyusunan
APBDesa tidak akan disusun secara benar dan pasti perangkat desa akan
mengalami kesulitan. Solusi untuk kedua hal tersebut di atas adalah perlu
diadakan diklat atau pelatihan dalam menyusun APBDesa bagi perangkat desa
serta pembinaan rutin dari kecamatan atau kabupaten.
b. Penyusunan rancangan APBDesa
Untuk pengelolaan keuangan desa yang baik dan tertib, dapat
dipertanggungjawabkan dan sesuai aturan yang berlaku serta dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang ditetapkan, maka perlu di susun rancangan APBDesa
yang baik pula. Penyusunan rancangan APBDesa diperlukan beberapa tahap
antara lain, pertama membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), kedua
penetapan Rancangan APBDesa dan ketiga evaluasi Rancangan APBDesa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat desa A1 dalam merancang
APBDesa, karena di desa A yang membuat rancangan adalah kaur keuangan, hal
ini disebabkan kemampuan sekretaris desa yang terbatas. Perangkat desa A1,
menyatakan yaitu:
“Untuk keuangan, pada dasarnya kita merencanakan di akhir tahun, saya membuat rancangan anggaran, kemudian saya konsultasikan rencana anggaran pendapatan sekaligus belanja tersebut kepada kepala desa dan sekdes, kemudian setelah disetujui oleh kepala desa dan sekdes, rancangan tersebut kita rapatkan kepada BPD, LP2MD dan seluruh tokoh masyarakat dan juga kita diserkan dalam musrenbagdes. Ketika semua perencanaan tersebut disetujui saya tinggal melaksanakan, dari apa yang sudah menjadi Rencana APBDES. Biasanya memang saya mengacu pada anggaran tahun yang lalu” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
xcviii
Penulis juga mewawancari perangkat desa A1, yang merupakan kaur
keuangan desa yang mempunyai kemampuan SDM yang memadai. Penulis
menanyakan hambatan atau kesulitan dalam menyusun RAPBDesa, yaitu:
“Yang menjadi kendala ketika kita mempunyai program pendapatan dan belanja akhirnya di tengah perjalanan terdapat (yang) tidak sinkron, tidak sinkron dalam artian begini pendapatan itu katakan sekian juta, ternyata pengeluaran melebihi, itu menjadi tugas selaku kaur keuangan untuk lebih menggali potensi pendapat yang lain, mungkin dengan membuat proposal bantuan ke pemda misalnya untuk rehabilitasi kantor, mungkin juga menggali dari hasil usaha desa yang lain, misalnya ini kan PBB” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan pertama, bahwa
dalam membuat RAPBDesa desa masih mengacu pada APBDesa tahun yang lalu.
Hal ini bisa dikatakan baik karena perangkat desa tidak terlalu mengalami
kesulitan dalam menyusun APBDesa, tetapi juga bisa dikatakan tidak baik karena
tidak adannya terobosan-terobosan terhadap perencanaan pembangunan desa
kedepan. Kesimpulan kedua, kendala dalam menyusun APBDesa adalah adanya
perkiraan anggaran pemasukan dan pengeluaran yang tidak singkron. Membuat
perencanaan anggaran memang pekerjaan paling sulit dalam mengelola keuangan
desa. Solusinya pertama adalah adanya kemauan dan kemampuan perangkat desa
dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang ada, kedua untuk memeudahkan
dalam membuat perencanaan anggaran untuk 1 tahun kedepan masyarakat dari
tingkat bawah mulai dari RT harus selalu dilibatkan, sehingga aspirasi kebutuhan
masyarakat akan pembangunan dapat tertampung dan bisa dilaksanakan.
Berikut dapat digambarkan penyusunan rancangan APBDesa, berdasarkan
hasil penelitian di lapangan, yaitu:
xcix
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan
KADES
RPJMDesa RPJMDaerah
RKPDesa RKPDaerah -MUSRENBANGDES - Sesuai kebutuhan
RANCANGAN PERDES APBDesa
SEKDES
KADES & BPD
BUPATI
RANCANGAN PERDES APBDesa
CAMAT
Peraturan Desa ttg
APBDesa
Menyusun
Berpedoman
Diserahkan untuk disusun
Disusun
Dibahas bersama
Ditandatangani Kades Disetujui bersama
Diserahkan melalui camat untuk dievaluasi
Dikembalikan untuk ditandatangani
Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak
Gambar 11 Penyusunan Rancangan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di Lapangan
c
rancangan APBDesa dari desa yang diteliti tidak sesuai dengan Permendari
Nomor 37 Tahun 2007. Hal ini terlihat dari tidak adanya Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKPDesa). RKPDesa adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 tahun dan RPJMDesa
adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 tahun. Berdasarkan
pengamatan di lapangan kepala desa maupun perangkat desa tidak begitu
memperhatikan mengenai RKPDesa maupun RPJMDesa, mereka menyusun
rancangan APBDesa berdasarkan kebutuhan pada saat dilakukan penyusunan. Hal
ini disebabkan karena sumber daya perangkat desa yang masih kurang dan kepala
desa maupun perangkat desa kebanyakan mempunyai pekerjaan lain di luar jadi
aparat desa, sehingga waktu untuk mengurus desa secara administrasi masih jauh
dari harapan.
Dampak tidak dilaksanakannya RKPDesa adalah tidak adanya arah yang
jelas untuk pembangunan desa dalam 1 tahun mendatang, kemudian dengan tidak
dilaksanakan RPJMDesa juga berdampak pada tidak jelasnya arah pembangunan
desa dalam 5 tahun mendatang serta visi dan misi desa juga akan kabur dalam
pelaksanaannya. Solusi tidak disusunnya RKPDesa adalah pemberian sanksi oleh
pemerintah kabupaten, misalnya menunda dana dari kabupaten yang diberikan
untuk desa dan akan dicairkan apabila desa sudah menyusun RKPDesa. Kemudian
solusi tidak disusunnya RPJMDesa adalah RPJMDesa dijadikan salah satu syarat
administrasi yang wajib dipenuhi dalam pencalonan kepala desa sebelum proses
pemilihan kepala desa.
ci
1) RPJMDesa dan RKPDesa
Penyusunan rancangan APBDesa terlebih dahulu harus membuat Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKPDesa). RPJMDesa untuk jangka waktu 5 tahun
merupakan penjabaran dari visi dan misi dari kepala desa yang terpilih. Setelah
berakhir jangka waktu RPJMDesa, kepala desa terpilih menyusun kembali
RPJMDesa untuk jangka waktu 5 tahun. RPJMDesa ditetapkan paling lambat 3
bulan setelah kepala desa dilantik. Kepala desa bersama Badan Permusyawaratan
Desa menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa
berdasarkan hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Desa. Penyusunan
RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran
sebelumnya.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai pelaksanaan RPJMDesa dan
RKPDesa di ketiga desa yang menjadi obyek penelitian menyatakan bahwa
pelaksanaan RPJMDesa dan RKPDesa masih belum dilaksanakan. Hal ini sesuai
dengan wawancara dengan salah satu Kepala Desa, yaitu:
”RPJMDesa sudah direncanakan untuk pelaksanaannya sesuai dengan kemampuan dana desa yang ada dan untuk RKPDesa belum dilaksanakan, karena kalau pelaksanaan sudah dekat baru di bentuk kepengurusan” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Jadi pelaksanaan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) seperti
dalam gambar 5 pada BAB II tidak dilaksanakan oleh desa. Begitu juga dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) tidak dilaksanakan
oleh desa. Menurut pengamatan dan wawancara dengan perangkat yang lain
ditemukan bahwa dari ketiga desa tidak melaksanakan RKPDesa dan RPJMDesa
cii
seperti yang diamanatkan dalam Permendagri nomor 37 Tahun 2007.
2) Penetapan rancangan APBDesa
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 menyatakan bahwa penetapan rancangan
APBDesa, sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa
berdasarkan pada RKPDesa. Sekretaris desa menyampaikan rancangan peraturan
desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan.
Rancangan peraturan desa tentang APBDesa, ditetapkan paling lambat 1 bulan
setelah APBD kabupaten/kota ditetapkan. Kepala desa menyampaikan rancangan
peraturan desa kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh
persetujuan bersama. Penyampaian rancangan peraturan desa paling lambat
minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya dan
pembahasannya, menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa. Rancangan
peraturan desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan
oleh kepala desa, maka paling lambat 3 hari kerja harus disampaikan kepada
bupati/walikota untuk di evaluasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa C dinyatakan:
“Sudah, dalam penetapan RAPBDesa sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Kepala Desa A dan Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, bahwa
Rancangan APBDesa sudah dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa serta Peraturan Bupati
Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
ciii
3) Evaluasi rancangan APBDesa
Bupati/walikota harus menetapkan evaluasi rancangan APBDesa paling lama
20 hari kerja. Apabila hasil evaluasi melampaui batas waktu di maksud, kepala
desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi
peraturan desa. Dalam hal bupati/walikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes
tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepala desa bersama BPD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa dan BPD,
dan kepala desa tetap menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa
menjadi peraturan desa, bupati/walikota membatalkan peraturan desa di maksud
dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran
sebelumnya. Pembatalan peraturan desa dan pernyataan berlakunya pagu tahun
anggaran sebelumnya ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota paling lama 7
hari kerja setelah pembatalan peraturan desa, kepala desa harus memberhentikan
pelaksanaan peraturan desa dan selanjutnya kepala desa bersama BPD mencabut
peraturan desa di maksud. Pencabutan peraturan desa, dilakukan dengan peraturan
desa tentang pencabutan peraturan desa tentang APBDesa. Pelaksanaan
pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya ditetapkan dengan keputusan
kepala desa.
Berikut hasil wawancara dengan perangkat desa A2, mengenai apakah ada
evaluasi dari kabupaten atau kecamatan mengenai rancangan APBDesa atau sudah
menjadi APBDesa, yaitu:
civ
“Tentu saja ada, karena kita secara berkala kan melaporkan, setiap bulan kaur keuangan punya kewajiban melaporkan posisi neraca kas dan setiap akhir tahun RAPBDesa/APBDesa yang telah laksanakan juga kita laporkan camat, kepada bupati melalui camat, tentu saja ketika laporan itu kita kirim kekecamatan tentu akan di baca, dievaluasi di situ dan ditandatangani baru dikirim kepada kabupaten, berarti kami mengangggap laporan yang kita kirim itu sudah dievaluasi” (Wawancara tanggal 29 Agustus 2009). Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa yaitu:
“Sudah, karena semua dilaksanakan atas dasar juklak dan juknis dari Pemerintah Daerah Tingkat II, juga dengan musyawarah dan hasil yang mufakat, kemudian hasilnya selalu kami kirim ke kecamatan” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009).
Menurut Kepala Desa B, mengenai evaluasi APBDesa dinyatakan:
”Kami selalu rutin mengirimkan hasil APBDesa kepada kecamatan dan kecamatan akan selalu memberi tahu mana-mana yang perlu diperbaiki” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan narasumber di atas
diperoleh gambaran bahwa selama ini evaluasi rancangan APBDesa sudah
dilakukan oleh kecamatan dan kabupaten serta dari ketiga desa yang jadi objek
penelitian dapat berjalan dengan baik dan yang menjadi kendala dalam
mengevaluasi Rancangan APBDesa adalah karena pihak kecamatan sering
terlambat dalam mengirimkan Rancangan APBDesa ke kabupaten, sehingga pihak
kabupaten juga akan terlambat dalam mengevaluasinya. Keterlambatan dari
kecamatan juga disebabkan oleh desa yang terlambat dalam mengirimkan
laporannya. Dampaknya penetapan APBDesa akan terlambat, sehingga
pembangunan juga terhambat. Solusinya yaitu adanya sanksi administrasi dari
kabupaten atau kecamatan apabila desa terlambat dalm mengirimkan Rancangan
APBDesa.
cv
c. Pelaksanaan APBDesa
Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Setiap
pendapatan desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Khusus bagi
desa yang belum memiliki pelayanan perbankan diwilayahnya maka
pengaturannya diserahkan kepada daerah. Program dan kegiatan yang masuk desa
merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam
APBDesa. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang
menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Pemerintah desa di larang melakukan
pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pengembalian atas
kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan
desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam
tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga.
Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus di dukung dengan
bukti yang lengkap dan sah. Bukti harus mendapat pengesahan oleh sekretaris
desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti di maksud.
Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan
desa. Pengeluaran kas desa tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat
mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan
kepala desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
cvi
dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan
penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
1) Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada
realisasi belanja.
2) Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung.
3) Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.
Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau di simpan pada kas
desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa. Dana cadangan tidak
dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain di luar yang telah ditetapkan
dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan. Kegiatan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan desa dilaksanakan apabila dana cadangan telah
mencukupi untuk melaksanakan kegiatan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan narasumber di
peroleh gambaran bahwa pelaksanaan APBDesa sudah berjalan dengan baik tetapi
masih ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan. Berikut beberapa hasil
wawancara dengan narasumber. Seperti yang dinyatakan Kepala Desa A,
mengenai pelaksanaan APBDesa yaitu:
“Pelaksanaan APBDesa sudah berjalan dengan baik walaupun kendala tak terduga ada dan dengan musyawarah dapat terselesaikan” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa C dan Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa. Kepala
cvii
Desa B mengungkapkan yaitu:
”Pelaksanaan APBDesa di desa kami sudah berjalan dengan baik dan kami tidak mengalami kesulitan yang berarti, cuma sekretaris desa saya yang kadang perlu di oyak-oyak untuk segera mengerjakannya” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009).
Mengenai pelaksanaan APBDesa Kepala Desa C juga menyatakan yaitu:
”Bisa berjalan tetapi semua tidak lepas dari sarana dan prasarana yang tidak menjangkau” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa
pelaksanaan APBDesa sudah dikerjakan, tetapi ada kendala mengenai sarana dan
prasarana serta keterbatasan sumber daya manusia yang ada dari perangkat desa.
Tetapi mengacu pengamatan di lapangan ditemukan beberapa hal yang tidak
sesuai aturan, antara lain dukungan alat bukti yang sah untuk penerimaan dan
pengeluaran dalam mengelola APBDesa kurang akurat.
Berikut dapat digambarkan pelaksanaan APBDesa berdasarkan hasil
penelitian di lapangan.
APBDesa
Pendapatan/ Penerimaan
Pengeluaran
Bendahara Desa
Rekening Kas Desa Sisa lebih
perhitungan Anggaran (SilPA) Dana
Cadangan
Tanggung jawab&Wewenang Kades
Didukung Oleh alat
bukti yang sah
&lengkap
Pengesahan dari Sekdes
PPh (Pajak Penghasilan)
Didukung Oleh alat
bukti yang sah
&lengkap
Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai dengan aturan yang berlaku
cviii
Gambar 12
Pelaksanaan APBDesa Berdasarkan Hasil Penelitian di lapangan
Berdasarkan gambar di atas mengenai pelaksanaan APBDesa dapat
disimpulkan yaitu pertama, bahwa mengenai penerimaan dan pengeluaran
APBDesa alat bukti yang sah seperti kwitansi penerimaan, kwitansi pengeluaran
serta kwitansi belanja barang masih belum tertib. Hal ini berakibat tidak akuratnya
alat bukti yang sah dan terindikasi adanya manipulasi. Kedua, tidak terdapatnya
bendahara desa yang dibentuk oleh kepala desa dan yang menjalankan
pengelolaan keuangan desa adalah kaur keuangan atau kaur umum. Sehingga
tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 37 tahun 2007 yang mengatur
pembentukan bendahara desa oleh kepala desa. Hal ini akan berakibat mudahnya
terjadi penyimpangan dikarenakan bendahara desa hanya dipegang oleh 1 orang
sehingga pengawasan internal tidak dapat dijalankan secara maksimal.
Solusinya pertama segala kelengkapan penerimaan dan pengeluran harus
selalu dilaporkan kepada kepala desa dan kepala desa membuat Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) dan dilaporkan kepada bupati melalui camat. Kedua,
kebupaten dan kecamatan wajib selalu menekankan pembentukan bendahara desa
dan apabila tidak dibentuk pemerintah desa akan diberi sanksi.
d. Perubahan APBDesa
cix
Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja, keadaan yang
menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan, keadaan darurat dan keadaan luar biasa.
Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 kali dalam 1 tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Perubahan APBDesa terjadi bila
pergeseran anggaran yaitu pergeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan
cara merubah peraturan desa tentang APBDesa. Penggunaan SiLPA tahun
sebelumnya dalam perubahan APBDesa, yaitu keadaan yang menyebabkan sisa
lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam
tahun berjalan, pendanaan keadaan darurat dan pendanaan keadaan luar biasa.
Selanjutnya tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata
cara penetapan pelaksanaan APBDesa.
Berdasarkan hasil wawancara dari narasumber mengenai perubahan
APBDesa, seperti Kepala Desa Jurangjero dinyatakan yaitu:
“Desa Jurangjero pernah melakukan perubahan APBDesa tapi harus dibuat pernyataan atau berita acara yang sah” (Wawancara tanggal 13 Oktober 2009). Desa Saradan dan Desa Puro belum pernah melakukan perubahan
APBDes, hal ini berdasarkan pernyataan kepala desa masing-masing. Kepala Desa
Puro mengungkapkan yaitu:
“Selama ini belum melakukan perubahan APBDesa” (Wawancara tanggal 10 Oktober 2009). Kepala Desa Saradan juga menyatakan yaitu:
cx
“Tidak pernah melakukan perubahan APBDesa dalam satu tahun” (Wawancara tanggal 12 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Desa
Jurangjero sudah pernah melakukan perubahan APBDesa dan Desa Saradan dan
Desa Puro belum pernah melakukan perubahan dalam APBDesa.
e. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa
Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa terdiri dari penetapan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan penyampaian laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa.
1) Penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa
Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan kepala desa
tentang pertanggungjawaban kepala desa. Sekretaris desa menyampaikan kepada
kepala desa untuk dibahas bersama BPD. Berdasarkan persetujuan kepala desa
dengan BPD maka rancangan peraturan desa tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi peraturan desa. Jangka waktu
penyampaian rancangan keputusan kepala desa dilakukan paling lambat 1 bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
Kepala Desa C menyatakan penetapan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBDesa melalui pembentukan peraturan desa sudah dilaksanakan, seperti
diungkapkan yaitu:
“Sudah dilaksanakan setiap tahun dengan membuat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepala desa”(Wawancara 13 Oktober 2009).
cxi
Kepala Desa B juga mengungkapkan yaitu:
“Ya, dilaksanakan sesuai dengan peraturan desa” (Wawancara 12 Oktober 2009).
Kemudian mengenai penetapan peraturan desa tentang penetapan
APBDesa, Kepala Desa A juga menjawab:
“Sudah dilaksanakan” (Wawancara 10 Oktober 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas serta pengamatan di lapangan dapat
disimpulkan bahwa penetapan APBDesa melalui peraturan desa sudah
dilaksanakan walaupun desa memang belum bisa mandiri dan selalu minta
bantuan dari kecamatan.
2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa
Peraturan desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa dan
keputusan kepala desa tentang keterangan pertanggungjawaban kepala desa
disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat. Waktu penyampaian paling
lambat 7 hari kerja setelah peraturan desa ditetapkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diperoleh kesimpulan
bahwa penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa selalu
dilakukan setiap tahun dan dilaporkan kepada bupati melalui camat. Hal ini sesuai
dengan wawancara dengan Kepala Desa B yaitu:
“Ya, tiap akhir tahun dilaporkan ke bupati melalui camat” (Wawancara 12 Oktober 2009).
Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa yaitu:
“APBDesa dilaporkan kepada bupati kepada camat” (Wawancara 13 Oktober 2009).
Desa A juga menyatakan hal serupa, penyampaian laporan
cxii
pertanggungjawaban APBDesa sudah dilaporkan kepada bupati. Hal ini memang
sudah jadi kewajiban bagi kepala desa untuk melaporkan pertanggungjawaban
jabatannya kepada bupati melalui camat dan apabila tidak melaporkan akan
mendapat sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berikut dapat digambarkan mekanisme pertanggungjawaban dan
pelaporan APBDesa berdasarkan hasil penelitian di lapangan.
Gambar 13 Mekanisme Pertanggungjawaban dan Pelaporan APBDesa Berdasarkan
Hasil Penelitian di lapangan
Di bahas bersama oleh Kades dan BPD
Disetujui
Kades
Bupati
BPD, Masyarakat
Rancangan Peraturan Desa ttg Pertanggungjawaban APBDEsa
Menyusun
Menyampaikan
Peraturan Desa ttg Pertanggungjwban Pelaksanaan
APBDesa
Badan Permusyawaratan
Menyampaikan
Rancangan Keputusan Kepala Desa ttg Pertanggungjawaban Kepala Desa
Menyusun
Menyampaikan
Sekdes
Keputusan Kades ttg Pertanggungjwban Kepala Desa
Disampaikan kepada bupati melalui camat
Camat
Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai aturan yang berlaku.
cxiii
Gambar 13 di atas menjelaskan mekanisme pertanggungjawaban
APBDesa yang terdiri dari peraturan desa tentang pertanggungjawaban APBDesa
dan peraturan kepala desa tentang pertanggungjawaban kepala desa. Berdasarkan
pengamatan ditemukan bahwa laporan kepada masyarakat tidak disampaikan
secara langsung baik melalui pengumuman maupun langsung diberikan kepada
masyarakat dan ada indikasi masyarakat sendiri juga tidak mau mengetahui
laporan keuangan desanya. Hal ini juga dapat diindikasikan tidak tranparannya
pengelolaan keuangan desa dan bila terjadi penyimpangan masyarakat tidak akan
mengetahuinya. Juga ditemukan waktu dalam membuat laporan tidak tepat waktu
dan camat akan selalu menagih ke desa dan ini berulang setiap tahun. Solusinya
harus ada sanksi yang tegas bagi desa apabila tidak menyampaikan kepada
masyarakat dan hendaknya laporan pertanggungjawaban bisa ditempelkan ke
papan-papan pengumuman yang ada di desa maupun di setiap RT serta bisa lewat
media cetak atau elektronik apabila desa mampu.
6. Alokasi Dana Desa (ADD)
Alokasi Dana Desa (ADD) berasal dari APBD kabupaten/kota yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang di
terima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10 %.
Berdasarkan hasil data di lapangan besarnya jumlah ADD untuk Desa
Puro pada Tahun 2009 adalah Rp.81.015.501,- untuk Desa Saradan adalah
Rp.79.330.972,- dan untuk Desa Jurangjero adalah Rp. 82.822.442,-. Besarnya
ADD di masing-masing desa memang tidak sama, tergantung kondisi desa.
a. Tujuan Alokasi Dana Desa
cxiv
Tujuan Alokasi Dana Desa adalah:
1) Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.
2) Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa
dan pemberdayaan masyarakat.
3) Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan.
4) Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka
mewujudkan peningkatan sosial.
5) Meningkatkan ketrentaman dan ketertiban masyarakat.
6) Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
7) Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
8) Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha
Milik Desa (BUMDesa).
b. Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan
keuangan desa. Rumus yang dipergunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah:
1) Azas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk
setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
2) Azas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa berdasarkan Nilai
Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu,
(misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan dll),
selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil adalah
cxv
besarnya ADDM adalah 60% dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40%
dari jumlah ADD.
Pengelolaan ADD di desa disesuaikan dengan Usulan Rencana Kegiatan
Desa (URKD). Desa sebelum mendapatkan ADD harus membuat URKD terlebih
dahulu. Pelaksanaan ADD harus sesuai dengan URKD masing-masing desa. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Kepala Desa A yaitu:
”ADD sudah di kelola dengan baik dan sesuai dengan URKD” (Wawancara 10 Oktober 2009).
Kepala Desa C juga menyatakan hal serupa, seperti yang diungkapkan
yaitu:
“Semua dana ADD sudah diplot sesuai dengan RAPBDesa dan URKD” (Wawancara 13 Oktober 2009).
Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa bahwa ADD sudah dikelola
dengan baik dan sesuai dengan URKD.
c. Mekanisme penyaluran dan pencairan ADD
Sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa dinyatakan bahwa pengelolaan Alokasi Dana Desa
dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada Bagian Pemerintahan Desa.
Tetapi yang terjadi di Kabupaten Sragen ADD di kelola oleh Badan Keluarga
Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Hal ini menurut Kasubag
Pemerintahan Desa pada Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten
Sragen menyatakan bahwa dahulu ADD memang di kelola oleh Bagian
Pemerintahan, tetapi sekarang kewenangan itu diberikan kepada Badan Keluarga
Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa sesuai Peraturan Bupati Sragen
cxvi
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen.
Penyaluran ADD harusnya dilakukan oleh Bagian Pemerintahan dan
Pertanahan Setda Kabupaten Sragen sekarang dilakukan oleh Badan Keluarga
Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen. Penyaluran
dilakukan langsung dari pemerintah kabupaten ke pemerintah desa. Pemerintah
desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan kepala
desa. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa
kepada bupati c.q Kepala Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa Kabupaten Sragen melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim
pendamping kecamatan.
Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Kabupaten Sragen akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya
kepada Kepala Dinas Pengelola Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD). Kepala DPPKAD akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung
dari kas daerah ke rekening desa. Dengan demikian akan mengurangi alur
birokrasi dan peyaluran dapat berjalan dengan baik dan tidak disalahgunakan.
Mekanisme pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara
bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/kota.
Berdasarkan hasil wawancara penyaluran dan pencairan ADD di desa
sudah dilakukan, hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Desa A yaitu:
”Jika URKD di satu wilayah kecamatan selesai, dana akan dicairkan lewat rekening desa dan ADD dari kabupaten disalurkan lewat rekening desa di BKK, tahap I realisasi 70% dan tahap II realisasi 30% di terima bendahara ADD dengan mengetahui kepala desa” (Wawancara 10 Oktober 2009).
cxvii
Kemudian Kepala Desa C juga menyatakan yaitu:
”Semua dana yang disalurkan sesuai dengan peraturan yang ada dan harus ada LPJ yang sah, kemudian mekanisme pencairaan berdasarkan RAPBDesa sesuai dengan hasil musyawarah dan ada dua kali pencairan, yaitu dicairkan sebesar 70% pada tahap I dan pada tahap II sebesar 30% melalui rekening desa” (Wawancara 13 Oktober 2009).
Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa, yaitu:
”Penyaluran ADD sudah dilakukan dan masuk kerekening desa dengan dua tahap yaitu tahap I sebesar 70% dan tahap II sebesar 30%” (Wawancara 12 Oktober 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas penyaluran ADD oleh kabupaten
sudah dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap I sebesar 70% dan tahap II sebesar
30%. Penyaluran ADD harusnya dilakukan melalui satu tahap karena dana dari
pusat juga disalurkan melalui satu tahap, sehingga pemerintah desa tidak
mengalami kesulitan dalam membuat URKD dan melaksanakan dana ADD
tersebut.
Berikut dapat digambarkan mekanisme penyaluran dan pencairan Alokasi
Dana Desa berdasarkan temuan di lapangan:
Verifikasi Tim Pendamping Kecamatan
Dinas Pengelola Keuangan dan
Kekayaan & Aset Daerah (DPPKAD)
Pemerintah Desa Membuka Rekening Kas Desa ditetapkan
dgn Keputusan Kepala Desa
Kepala Desa mengajukan
penyaluran ADD
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten
menganggarkan ADD
Bagian Pemerintahan Setda Kabupaten
meneruskan berkas
Camat
Bupati, Cq ADD
cxviii
Gambar 14 Mekanisme Penyaluran dan Pencairan Alokasi Dana Desa (ADD)
Berdasarkan Penelitian di Lapangan Berdasarkan gambar di atas ditemukan bahwa pelaksanaan pengelolaan
Alokasi Dana Desa masih belum dilaksanakan sesuai dengan Permendagri Nomor
37 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu pengelolaan ADD
masih di Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Kabupaten Sragen dan seharusnya ADD di kelola oleh Bagian Pemerintahan
Setda Kabupaten Sragen sesuai amanat Permendagri.
d. Pelaksanaan kegiatan Alokasi Dana Desa
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD
dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan
mengacu pada peraturan bupati/walikota. Penggunaan anggaran Alokasi Dana
Desa adalah sebesar 30% untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa,
sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat.
Alokasi Dana Desa sebesar 30% digunakan untuk operasional pemerintah
desa, BPD, lembaga-lembaga desa antara lain digunakan untuk:
1) Biaya pengelolaan Alokasi Dana Desa.
2) Operasional penyelenggaraan pemerintahan desa untuk ATK, biaya rapat-
rapat.
3) Biaya penyelenggaraan musrenbangdes.
Rekening Kas Desa Pelaksanaan ADD
Keterangan: Untuk garis bawah dan tebal tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
cxix
4) Biaya penyelenggaraan bulan bhakti gotong-royong.
5) Tunjangan penghasilan kepala desa dan perangkat desa terdiri dari tunjangan.
jabatan dan atau tunjangan/asuransi kesehatan.
6) Biaya perjalanan dinas pengelola ADD, operasional BPD dan LP2MD.
7) Penguatan kelembagaan atau operasional RT/lembaga-lembaga di desa.
8) Pemeliharaan komputer.
9) Untuk mendukung program Keluarga Berencana.
10) Pengadaan buku data base desa, monografi data desa.
Alokasi Dana Desa sebesar 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat
digunakan untuk:
1) Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil.
2) Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa.
3) Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan.
4) Perbaikan lingkungan dan pemukiman.
5) Teknologi tepat guna.
6) Perbaikan kesehatan dan pendidikan.
7) Pengembangan sosial budaya.
8) Dan sebagainya yang dianggap penting.
Dengan melihat URKD masing-masing desa yang diteliti memang
pelaksanaan ADD sudah dilakukan dengan baik, karena apabila dalam URKD
tidak disusun sesuai dengan pedoman yang ada dari kabupaten maka ADD tidak
akan cair ke desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa semua
menyatakan bahwa ADD sudah di kelola sesuai dengan aturan yang berlaku.
cxx
e. Pertanggungjawaban dan pelaporan ADD
Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban
APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban
APBDesa. Bentuk pelaporan atas kegiatan dalam APBDesa yang dibiayai dari
ADD, adalah sebagai berikut:
1) Laporan berkala, yaitu: Laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana
ADD dibuat secara rutin setiap bulannya. Adapun yang di muat dalam laporan
ini adalah realisasi penerimaan ADD dan realisasi belanja ADD.
2) Laporan akhir dari penggunaan ADD mencakup perkembangan pelaksanaan
dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian
hasil akhir penggunaan ADD.
Penyampaian laporan dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari Tim
Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui kepala desa ke Tim Pendamping Tingkat
Kecamatan secara bertahap. Tim Pendamping Tingkat Kecamatan membuat
laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap
melaporkan kepada bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota.
Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan maka Tim
Pendamping dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
kabupaten/kota di luar dana Alokasi Dana Desa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa mengenai
pertanggungjawaban penggunaan dana ADD. Kepala Desa A menyatakan yaitu:
”Bentuk pertanggungjawaban ADD melalui pembuatan SPJ administrasi dan gambar fisik” (Wawancara 10 Oktober 2009). Kepala Desa B juga menyatakan hal serupa yaitu:
cxxi
”Pertanggungjawabannya melalui SPJ dan fisik bangunan” (Wawancara 12 Oktober 2009).
Kepala Desa C mengungkapkan yang lain yaitu:
”Pertanggungjawaban dengan membuat kwitansi bermaterei dan ditandatangani kepala desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas disimpulkan bahwa
pertanggungjawaban penggunaan ADD sudah dilakukan dengan baik. Hal ini
memang pengawasan dari dana ADD ini diawasi secara ketat oleh pemerintah
kabupaten maupun oleh pemerintah kecamatan, sehingga desa akan melaksanakan
dengan sebaik-baiknya penggunaan ADD ini.
Mengenai pelaporan ADD Kepala Desa A menyatakan yaitu:
”Bentuk laporan ADD dilakukan secara tertulis” (Wawancara 10 Oktober 2009).
Kemudian Kepala Desa C mengungkapkan yaitu:
”Laporan berbentuk buku yang bertanggungjawab sekerataris ADD, bendahara ADD dan kepala desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa B menyatakan pendapatnya yaitu:
”Laporan dilaporkan ke camat dan diteruskan ke Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa” (Wawancara 13 Oktober 2009). Berdasarkan hasil wawancara di atas pelaporan yang dilakukan oleh
kepala desa dilakukan secara tertulis ke camat dan diteruskan ke Badan Keluarga
Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sragen dan hal ini
rutin dilakukan.
f. Pembinaan dan pengawasan Alokasi Dana Desa
Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran Alokasi
cxxii
Dana Desa dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan
camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi:
1) Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD.
2) Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa
yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBDesa.
3) Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset
desa.
4) Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan administrasi keuangan
desa.
Pembinaan dan pengawasan camat meliputi:
1) Memfasilitasi administrasi keuangan desa.
2) Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan asset desa.
3) Memfasilitasi pelaksanaan ADD.
4) Memfasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan
dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala desa dapat disimpulkan bahwa
pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan ADD sudah dilakukan oleh
kabupaten dan kecamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Desa C yaitu:
“Ada pembinaan dari kecamatan untuk kelancaran pelaksanaan
ADD” (Wawancara 13 Oktober 2009).
Kemudian juga ditanyakan apakah pembinaan dari kabupaten juga
cxxiii
dilakukan secara rutin. Kepala Desa C juga menyatakan yaitu:
”Ada, dari Bawasda membina dan membimbing supaya tertib dalam pelaksanaan dan administrasinya” (Wawancara 13 Oktober 2009). Kepala Desa A juga mengungkapkan yaitu:
”Ada pembinaan dari kecamatan satu bulan setelah pencairan ADD” (Wawancara 10 Oktober 2009). Kemudian pembinaan dan pengawasan dari kabupaten, Kepala Desa A
juga menyatakan yaitu:
”Ada, satu tahun sekali dari Badan KBPM&D serta dari Bawasda” (Wawancara 10 Oktober 2009).
Desa Saradan juga menyatakan hal serupa melalui Kepala Desa B yaitu:
”Pembinaan dari kecamatan dan kabupaten rutin dilakukan yaitu dari Pak Camat dan dinas pemberdayaan serta dari bawasda” (Wawancara 12 Oktober 2009).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan
dan pengawasan yang dilakukan oleh kabupaten maupun oleh kecamatan sudah
dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
cxxiv
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen belum dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, antara lain sebagai berikut:
a. Belum terbentuknya bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala
desa, selama ini bendahara desa dirangkap oleh kaur keuangan atau kaur
umum.
b. Desa belum melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), sehingga
arah pembangunan desa belum terlihat jelas untuk jangka waktu 1 tahun
dan jangka waktu 5 tahun ke depan.
c. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen yang
mengelola adalah Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa, seharusnya dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan
Sekretariat Daerah Kabupaten Sragen.
cxxv
B. Saran
1. Diharapkan pelaksanaan sistem keuangan desa di Kabupaten Sragen
disesuaikan lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu:
a. Agar dibentuk bendahara desa secara legal melalui keputusan kepala desa.
b. Agar desa melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa).
c. Agar pengelolaan ADD di Kabupaten Sragen dikelola oleh Bagian
Pemerintahan dan Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten Sragen.
107
cxxvi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
________________. 2006. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dunn, William N. 2000. Pengantar analisis kebijakan publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hamidi. 2004. Metode penelitian kualitatif aplikasi praktis pembuatan proposal dan laporan penelitian. Malang: UMM Press.
Kantaprawira, Rusadi. 1999. Sistem politik Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Kusnardi. 1988. Pengantar hukum tata negara. Jakarta: CV Budhi Chaniago.
LANRI. 2003. Sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi sektor publik. Yogyakarta: Andi.
Maryunani, 2006. Perspektif pengelolaan keuangan dan ekonomi desa. Malang: Universitas Brawijaya.
Mamesah, D. J. 1995. Sistem administrasi keuangan daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Moleong J, Lexy. 2001. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nasir, Mohammad. 1988. Metodologi penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 1994. Penelitian terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Purwadarminta, W.J.S., 1976. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta.
cxxvii
Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran. Bandung: PT Rosdakarya Offset.
Soehartono, Irawan, 2000, Metode penelitian sosial. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Steers, R. M. 1977. Organization effectiveness, a behavioral view, good year publishing company, diterjemahkan oleh Magdalena Jamin. 1980. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono, 2007. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sutopo, Hibertus. 2002. Metodologi penelitian kualitatif dasar teori dan terapannya dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Prees.
Tayibnapis, F. Y. 2000. Evaluasi program. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Widodo, Joko. 2001. Good governance, telaah dari dimensi akuntabilitas dan kontrol birokrasi. Surabaya: Insan Cendikia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ tanggal 26 Januari 2007 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 14 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sumber Pendapatan Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Kabupaten Sragen.
Peraturan Bupati Sragen Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Penjabaran Tugas dan
109
cxxviii
Fungsi Serta Tata Kerja Pemerintah Kecamatan Kabupaten Sragen.
Peraturan Bupati Sragen Nomor 5 Tahun 2008 tentang Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen.
Peraturan Bupati Sragen Nomor 47 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBDesa.
PEDOMAN WAWANCARA (Berdasarkan Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa)
A. KEPALA DESA
1. Apakah kepala desa mengetahui mengenai pengelolaan keuangan desa?
2. Apakah kepala desa tahu kewenangannya sebagai pemegang pengelolaan
keuangan desa?
3. Apakah keuangan desa sudah dikelola dengan transparan, akuntabel dan
partisipatif?
4. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas
transparan? Yang dimaksud tranparan adalah APBDesa yang disusun harus
dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh
masyarakat, mulai dari tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap
jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan
hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
5. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas dapat
dipertanggungjawabkan? Dapat dipertanggungjawabkan mempunyai arti
cxxix
bahwa setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap
penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
6. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola berdasarkan azas
akuntabilitas? Akuntabilitas dapat diartikan APBDesa dapat membantu
Pemerintahan Desa dalam memperoleh kepercayaan masyarakat dengan
memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang diterima.
7. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara partisipatif?
Partisipatif adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk
partisipasi warga dalam menyelenggarakan pemerintahan.
8. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara tertib anggaran?
Tertib anggaran dapat diartikan bahwa APBDesa disusun secara urut
berdasarkan aturan yang berlaku.
9. Apakah pengelolaan keuangan desa sudah dikelola secara disiplin anggaran?
Disiplin anggaran dapat diartikan pendapatan yang direncanakan, merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional, Penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dan Semua
penerimaan dan pengeluaran desa dalam tahun anggaran yang bersangkutan
harus dianggarkan dalam APPB Desa dan dilakukan melalui Kas Umum Desa.
10. Apakah pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember?
11. Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan
111
cxxx
kekayaan desa yang dipisahkan. apakah kepala desa sudah menjalankan
kewenangannya dalam menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa?
12. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya dalam menetapkan
kebijakan tentang pengelolaan barang desa?
13. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangannya menetapkan
bendahara desa?
14. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas
yang melakukan pemungutan penerimaan desa?
15. Apakah kepala desa sudah menjalankan kewenangan menetapkan petugas
yang melakukan pengelolaan barang milik desa?
16. Apakah perangkat desa sudah memahami tentang struktur APBDesa?
17. Dalam rangka penyusunan APBDesa, apakah Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMD) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)
sudah dilaksanakan?
18. Apakah penetapan Rancangan APBDesa sudah dilaksanakan sesuai prosedur
dan aturan yang berlaku?
19. Apakah selama ini dalam pelaksanaan APBDesa selalu dilakukan evaluasi dari
kecamatan maupun dari kabupaten?
20. Setelah APBDesa ditetapkan, apakah pelaksanaan APBDesa dapat berjalan
dengan baik dan masing-masing perangkat dapat menjalankannya dengan
baik?
21. Apakah dalam melaksanakan APBDesa pernah dilakukan perubahan
APBDesa?
cxxxi
22. Apakah bendahara desa dapat melaksanakan penatausahan penerimaan dengan
baik?
23. Apakah bendahara desa dapat melaksanakan penatausahaan pengeluaran
dengan baik?
24. Apakah pertanggungjawaban penggunaan dana APBDesa dapat dilaksanakan
dengan baik?
25. Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa, apakah penetapan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa melalui pembentukan peraturan
desa sudah dilaksanakan?
26. Apakah penyampaian laporan pertanggungjawaban APBDesa sudah
disampaikan kepada Bupati melalui Camat?
27. Apakah desa sudah mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD)? Dan berapa
besarnya?
28. Apakah ADD sudah dikelola dengan baik dan sesuai prosedur?
29. Bagaimana mekanisme penyaluran dan pencairan ADD?
30. Apakah pelaksanaan ADD sudah sesuai aturan yang berlaku?
31. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban ADD?
32. Bagaimana bentuk pelaporan ADD?
33. Apakah ada pembinaan dan pengawasan secara rutin dalam pelaksanaan ADD
oleh kecamatan?
34. Apakah ada pembinaan dan pengawasan secara rutin dalam pelaksanaan ADD
oleh kabupaten?
B. SEKRETARIS DESA
cxxxii
35. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugas mengenai pengelolaan
keuangan desa antara lain bertindak selaku koordinator pelaksanaan
pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa,
kemudian dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
APBDesa, menjalankan tugasnya menyusun Raperdes APBDesa, perubahan
APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa serta menjalankan
tugasnya menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan
peraturan desa tentang APBDesa dan perubahan APBDesa?
36. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala desa. apakah sekretaris
desa sudah menjalankan tugasnya dalam menyusun dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan APBDesa?
37. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun Raperdes
APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan
APBDesa?
38. Apakah sekretaris desa sudah menjalankan tugasnya menyusun rancangan
keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa tentang APBDesa
dan perubahan APBDesa?
39. Apakh desa sudah mendapat pembinaan dari kecamatan atau kabupaten
mengenai penyusunan APBDesa?
C. KAUR KEUANGAN DESA.
40. Apakah laporan keuangan dibuat dan dilaporkan ke Kepala Desa secara rutin?
cxxxiii
41. Apakah pengelolaan keuangan desa dimulai dari 1 Januari sampai 31
Desember?
42. Bagaimana proses penyusunan RAPBDesa?
D. SEKRETARIS KECAMATAN.
43. Apakah Desa masih perlu pembinaan mengenai pengelolaan keuangan desa,
dengan dikeluarkannya Permendagri 37 Tahun 2007 dan Peraturan Bupati
Sragen Nomor 47 Tahun 2008?
44. Bagaimana pelaksanaan pertanggungjawaban dari desa mengenai pengelolaan
keuangan desa?
45. Apakah kewenangan kepala desa dalam menetapkan pengelolaan barang milik
desa sudah dijalankan? Karena pengelola barang milik desa ini diharapkan
dapat menjadi salah satu sumber dalam membangun desa.
46. Mengenai struktur APBDesa apakah desa sudah diberikan pembinaan oleh
Camat?
47. Sejauh mana pemahaman Saudara mengenai struktur APBDesa sesuai dengan
Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2008 serta Permendagri Nomor 37 Tahun
2007?
E. KASI PEMERINTAHAN KECAMATAN.
48. Apakah desa-desa di Kecamatan Karangmalang ini sudah bisa mandiri dalam
menetapkan dan menjalankan APBDesa? Apakah mereka masih banyak minta
bantuan kepada kecamatan?
49. Apakah yang menjadi kendala pemerintah desa dalam menyusun APBDesa?