7
BAB I Pendahuluan Failure To Thrive (Kegagalan Untuk Tumbuh) hingga saat ini belum memiliki suatu definisi yang pasti. Namun, dapat disimpulkan bahwa keadaan ini menunjuk pada suatu terminologi yang mengacu pada keadaan bayi atau anak yang pertumbuhan fisiknya sangat kurang dibandingkan sebayanya. Keadaan ini sering mengakibatkan menurunnya fungsi perkembangan dan juga sosioemosional yang buruk. Kegagalan Untuk Tumbuh atau biasa disingkat dengan KUB ini mengacu pada anak dengan pertumbuhan di bawah persentil ke-3 atau ke-5 atau anak yang pertumbuhannya menurun lebih dari dua persentil pertumbuhan pokok (yaitu, yang semula di atas persentil ke-75 lalu tiba- tiba menurun drastis hingga mencapai persentil ke-25). Ada dua kategori diagnosis KUB, yakni KUB organik dan non-organik. KUB organik mengacu pada kondisi medis anak; sedangkan KUB non- organik mengacu pada anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan tidak diketahui atau didapatkannya suatu kondisi medis yeng menyebabkan kegagalan untuk tumbuh. Menurut kabar terbaru, Indonesia telah berhasil mengendalikan masalah gizi mikro, kurang vitamin A (KVA) dan gangguan akibat kurangnya Iodium (GAKI), dengan mengembangkan program-program yang berbasis komunitas. Namun demikian, kurang energi protein (KEP) masih menjadi masalah bagi negara ini. Hal ini terutama dikarenakan penyapihan terlalu dini. Makalah ini akan mengupas semua segi penyebab dari Failure To Thrive, hipotesis penyakit yang menjadi dampak dari Failure To Thrive, sampai pada cara penanganannya. Sumber data yang akan digunakan adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1989-2005. Status gizi akan diukur dengan mengacu pada rujukan tabel internasional, WHO NCHS. Pengolahan data dengan menggunakan komputer dan dicetak sesuai kebutuhan. Selama 10 tahun terakhir, diketahui bahwa status gizi anak Indonesia tidak berubah secara bermakna dan rendahnya cakupan ASI eksklusif yang merupakan penyebab utama. Proporsi ibu yang

Failure To Thrive 2007

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Failure To Thrive 2007

BAB I

Pendahuluan

Failure To Thrive (Kegagalan Untuk Tumbuh) hingga saat ini belum memiliki suatu definisi yang pasti. Namun, dapat disimpulkan bahwa keadaan ini menunjuk pada suatu terminologi yang mengacu pada keadaan bayi atau anak yang pertumbuhan fisiknya sangat kurang dibandingkan sebayanya. Keadaan ini sering mengakibatkan menurunnya fungsi perkembangan dan juga sosioemosional yang buruk. Kegagalan Untuk Tumbuh atau biasa disingkat dengan KUB ini mengacu pada anak dengan pertumbuhan di bawah persentil ke-3 atau ke-5 atau anak yang pertumbuhannya menurun lebih dari dua persentil pertumbuhan pokok (yaitu, yang semula di atas persentil ke-75 lalu tiba-tiba menurun drastis hingga mencapai persentil ke-25). Ada dua kategori diagnosis KUB, yakni KUB organik dan non-organik. KUB organik mengacu pada kondisi medis anak; sedangkan KUB non-organik mengacu pada anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan tidak diketahui atau didapatkannya suatu kondisi medis yeng menyebabkan kegagalan untuk tumbuh.

Menurut kabar terbaru, Indonesia telah berhasil mengendalikan masalah gizi mikro, kurang vitamin A (KVA) dan gangguan akibat kurangnya Iodium (GAKI), dengan mengembangkan program-program yang berbasis komunitas. Namun demikian, kurang energi protein (KEP) masih menjadi masalah bagi negara ini. Hal ini terutama dikarenakan penyapihan terlalu dini. Makalah ini akan mengupas semua segi penyebab dari Failure To Thrive, hipotesis penyakit yang menjadi dampak dari Failure To Thrive, sampai pada cara penanganannya. Sumber data yang akan digunakan adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1989-2005. Status gizi akan diukur dengan mengacu pada rujukan tabel internasional, WHO NCHS. Pengolahan data dengan menggunakan komputer dan dicetak sesuai kebutuhan. Selama 10 tahun terakhir, diketahui bahwa status gizi anak Indonesia tidak berubah secara bermakna dan rendahnya cakupan ASI eksklusif yang merupakan penyebab utama. Proporsi ibu yang mengaku menyusui sampai 12 bulan sebesar 75%, tetapi pengenalan makanan pendamping ASI (PASI) dianggap terlalu dini. Ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif hingga enam bulan pertama diketahui hanya sebesar 12% dan ditambah dengan rendahnya peranan orang tua dalam tumbuh kembang anak usia 4 bulan hingga 18 bulan. Penyebab utama gagal tumbuh seorang anak dianggap karena kurangnya asupan makanan dengan gizi seimbang dan kesalahan orang tua. Selain itu, mengacu pada simpang baku internasional, dikatakan bahwa status ekonomi juga merupakan salah satu penyebab. Masalah ekonomi, bersama-sama dengan faktor sanitasi lingkungan dan tingkat pendidikan keluarga merupakan penyebab dominan di hampir semua negara di dunia.

Gagal tumbuh pada anak usia penyapihan menjadi suatu tantangan yang berat bagi perbaikan gizi masyarakat Indonesia. Kerjasama pemerintah, peran serta masyarakat, lembaga-lembaga non-pemerintah, dan lembaga-lembaga donatur dianggap akan sangat membantu dalam menurunkan masalah ini.

Page 2: Failure To Thrive 2007

BAB II

Pembahasan

KASUS

Bayi perempuan berusia 14 tahun dibawa ke Puskesmas karena batuk pilek yang telah berlangsung selama 1 minggu. Dikeluhkan bayi ini hampir setiap bulan mengalami batuk pilek. Pada pemeriksaan berat badan 6.200 gram dan panjang badan 62 cm. Berat badan lahir 2.900 gram dan panjang badan 49 cm. Sampai usia 6 bulan bayi hanya diberi susu ibu saja, dan setelah itu air susu diganti dengan susu formula 3x sehari disamping bubur 2x sehari. Selain itu dikeluhkan juga adanya diare yang terjadi lebih dari 2 minggu.

Pada anamnesis lanjut dan pemeriksaan ternyata si ibu menderita TBC aktif yang diketahui semenjak usia kehamilan 3 bulan. Selama kehamilan, ibu tidak mengobati TBCnya karena khawatir obat yang akan digunakannya berakibat buruk pada bayi yang dikandungnya.

Menilik dari tabel rujukan WHO-NCHS, didapatkan status gizi bayi di atas kurang. Hal ini didasarkan menurut kriteria Failure To Thrive yaitu apabila BB/U kurang dari persentil kelima dan/atau apabila BB/TB kurang dari persentil kelima. Dengan berat 6.200 gram dan panjang 62 cm, bayi ini dikategorikan memiliki gizi kurang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang antara lain adalah :

1. Faktor Genetik, merupakan modal dasar dalam mencapai akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Yang termasuk di dalamnya adalah; jenis kelamin, ras, keluarga, umur saat ibu hamil, dsb.

2. Faktor Lingkungan, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Faktor prenatal :

- Gizi ibu pada waktu hamil, jika selama kehamilan sang ibu ternyata mengalami gizi buruk maka dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) atau lahir mati, namun jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat pula menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, infeksi, dsb.

- Mekanis, trauma dan cairan amnion yang kurang dapat menyebabkan kelianan bawaan pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan posisi janin pada uterus dapat mengakibatkan talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes.

- Toksin/zat kimia, apabila pada masa organogenesis, khususnya, bayi terkena zat-zay yang bersifat teratogen, misalnya obat-obatan thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti kanker, dan lain sebagiannya, maka dapat menyebabkan kelainan bawaan.

- Endokrin, apabila hormon-hormon pertumbuhan, seperti somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin, dan peptida-peptida lain dengan

Page 3: Failure To Thrive 2007

aktivitas mirip insulin (Insulin-like Growth Factors/IGF’s) berkurang semasa kehamilan, maka dapat menyebabkan cacat bawaan.

- Radiasi, apabila terjadi pada kehamilan di bawah usia 18 minggu dapat menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya.

- Infeksi, terutama infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex) pada intrauetrin dapat menyebabkan penyakit bawaan pada janin. Contohnya Coxsackie, Echovirus, malaria, lues, HIV, polio, campak, listeriosis,leptospira, varisela, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil dapat menyebabkan kerusakan pada janin.

- Stress, apabila ibu mengalami stress saat hamil maka dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dll.

- Imunitas, rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.

- Anoksia embrio, menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.

Faktor Postnatal, sering kali menyebabkan terjadinya Failure To Thrive.

Selain itu, terdapat juga beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Failure To Thrive, yaitu sebagai berikut :

Faktor Non-organik1. Penyapihan dini, adalah penghentian ASI yang terlalu dini atau sebelum

waktunya. ASI eksklusif biasanya diberikan hingga usia 6 bulan, namun lebih dinajurkan untuk memberikan ASI hingga usia 2 tahun. Hal ini disebabkan proses mielinisasi saraf-saraf otak bayi sedang berjalan dan di saat ini sangat dibutuhkan lemak-lemak yang terkandung dalam ASI (golden age).

2. Salah persepsi tentang diet, terkadang beberapa ibu memilih untuk menjalankan program diet saat kehamilan karena takut DM (Diabetes Melitus). Dan/atau saat melahirkan karena mengkhawatirkan bayinya akan mengalami kegemukan saat menginjak remaja/dewasa, maka Ibu memberikan diet yang ketat di masa pertumbuhan bayi.

3. Salah mengerti mengenai pemberian nutrisi, terkadang Ibu memberikan makanan yang tidak mencukupi kalori atau gizi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.

4. Kesalahan pengaturan waktu pemberian susu formula, isi sering terjadi dan dikaitkan dengan penyapihan dini.

5. Kemiskinan, faktor kemiskinan kerap kali menjadi penyebab utama terjadinya gagal tumbuh. Kurangnya biaya biasanya menjadi alasan terbesar kurangnya pemberian nutrisi yang cukup bagi bayi dan ibu.

6. Produksi ASI yang kurang atau rendah, dapat disebabkan karena kemiskinan sehingga Ibu tidak mendapatkan nutrisi yang cukup sehigga ASI yang

Page 4: Failure To Thrive 2007

dihasilkan pun rendah dan menyebabkan kebutuhan bayi akan ASI tidak terpenuhi.

7. Stress, dapat menyebabkan perkembangan emosional dan psikis anak menjadi buruk.

8. Alat-alat makan bayi, apabila alat makan bayi tidak higienis, maka dapat menyebabkan penularan beberapa penyakit, misalnya Hepatitis, TBC, dll. Penyakit-penyakit itu dapat menyebabkan Failure To Thrive.

9. Interaksi orang tua dan anak, bisa mendukung emosional anak. Faktor Organik, lebih mengarah pada kelainan/disfungsi dari sistem organ,

misalnya ketidak mampuan bayi untuk mastikasi, adanya kelainan yang menyebabkan ketidakmampuan absorpsi beberapa jenis asupan gizi, dll.

Untuk menentukan terjadinya Failure To Thrive dapat dilakukan anamnesa dan pemeriksaan laboratorium serta penunjang lainnya. Pada anamnesa dapat ditanyakan mengenai riwayat kehamilan, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, kebiasaan, dan riwayat imunisasi. Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium dan penunjangnya, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan urine dan feses Pemeriksaan kadar bilirubin Tes malabsorpsi, dapat menentukan lactose intolerance (dengan tes reduksi),

malabsorpsi lemak, dan Cow’s Milk Protein Allergy (dengan tes provokasi). Tes pendengaran dan penglihatan Foto Rontgen Tes Sputum, apabila sulit didapatkan maka dapat menggunakan material lambung. Tes Mantoux

Dari beberapa pemeriksaan laboratorium di atas yang digunakan pada kasus ini adalah tes malabsorpsi, foto Rontgen, Tes Sputum, dan Tes Mantoux. Selain untuk memastikan adanya malabsorpsi atau Failure To Thrive, juga untuk menentukan apakah bayi tertular TBC dari sang Ibu atau tidak.

Page 5: Failure To Thrive 2007