72
Edisi No.16/Tahun III/April 2009 A K U N T A N I N D O N E S I A mitra dalam perubahan Harga Rp. 20.000,- (Pulau Jawa) Rp. 22.500,- (Luar Jawa) FAIR VALUE Shifting Paradigm: Historical cost to Fair Value Kontroversi Fair Value di Tengah Krisis: Bagaimana Menghitung Fair Value Jurus Pajak Darmin Nasution Menyambut Hari kartini: Era Baru Kepemimpinan Wanita

Fair Value

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aki

Citation preview

Page 1: Fair Value

Edisi No.16/Tahun III/April 2009

a k u n t a n i n d o n e s i a

mitra dalam perubahanHarga Rp. 20.000,- (Pulau Jawa) Rp. 22.500,- (Luar Jawa)

FAIR VALUEShifting Paradigm: Historical cost to Fair Value

Kontroversi Fair Value di Tengah Krisis:Bagaimana Menghitung Fair Value

Jurus Pajak Darmin NasutionMenyambut Hari kartini:

Era Baru Kepemimpinan Wanita

Page 2: Fair Value

ai a k u n t a n i n d o n e s i a

mitra dalam perubahan

Visi IAIMenjadi organisasi terdepan dalam pengembangan pengetahuan dan praktek akuntansi, manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika dan tanggungjawab sosial serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional.

Misi IAIMemelihara integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam a. pengembangan manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggungjawab, dan lingkungan hidup;Mengembangkan pengetahuan dan praktek bisnis, keuangan, atestasi, non-b. atestasi dan akuntansi bagi masyarakat; danBerpartisipasi aktif dalam mewujudkan c. good governance melalui upaya organisasi yang sah serta dalam perspektif nasional dan internasional.

VIsI & MIsI IAI

Dewan Penasehat

Drs. Zaenal soedjais

Drs. soedarjono

Prof. Dr. Zaki Baridwan, Msc.

Drs. Hans Kartikahadi

Prof. Dr. Wahjudi Prakarsa

Dewan Pengurus Nasional

Drs. Ahmadi Hadibroto, Msc. Ali Darwin, Ak., Msc.

Drs. Atjeng sastrawidjaja

Prof. Dr. Djoko susanto, MsA.

Dr. Ainun Na’im, MBA., Ak.

syafri Adnan Baharuddin, Ak., MBA.

sunardji, sE., MM.

Dra. Tia Adityasih

Dr. Ilya Avianti, sE., Msi., Ak.

Drs. Mustofa

Dr. suyatno Harun

Majelis Kehormatan

Drs. Kanaka Puradiredja

Drs. safaat Widjajabrata

B. Hartono, sH., sE., Ak., MH.

supriyadi

VJH. Boentaran

Aep saefuddin Rizal

Drs. Eddie M. Gunadi

Dewan Konsultatif

Herwidayatmo

Arif Arryman

Bambang setiawan

Bambang subianto

Erry Firmansyah

Henry Lumban Toruan

I Gusti Agung Made Rai

Indarto

Istini T. siddharta

Jhonny Darmawan

Jusuf Halim

Kuswono soeseno

sandiaga s. Uno

siti Ch Fadjrijah

Wahyu Karya Tumakaka

DsAK

Drs. Muhammad Jusuf Wibisana, MEc.

Agus Edy siregar, sE.

Dr. Etty Retno Wulandari

Dudi M. Kurniawan, Ak., MBA., BAP.

Drs. Jan Hoesada, Ak., MM.

Dr. siddharta Utama

Jumadi, sE., Ak., BAP.

Merliyana syamsul

Roy Iman Wirahardja

Dr. Meidyah Indreswari

Riza Noor Karim

Budi susanto

Ferdinan D Purba

Irsan Gunawan

Ludovicus sensi Wandabio

Rosita Uli sinaga

saptoto Agustomo

Dr. setiyono Miharjo

Komite Etika

Agung Nugroho soedibyo

Wawat sutanto

Linus M. setiadi

setiawan Kriswanto

Wiwik Utami

sally salamah

suyatno Harun

syarief Basir

Unti Ludigdo

BPH-KUKK

Mirawati sudjono, Ak., Msc.

Bambang Utoyo, Ak.

Bramantyo

Rakhmat Adi santosa

Retno Wulandari

Dra. suhartati suharso

Ujiani Purnamaningsih

KERPPA

Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, MBA., Ak. Dr. Hilda Rossieta

Drs. Indarto

Ito Warsito, Ak., MBA.

Dr. sumarno Zain, MBA., Ak

Ketua Wilayah

M. Hasbuh AzizKetua Wilayah Aceh

Drs. Anggiat situmorang, Ak.Ketua Wilayah Bali

Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma., MBA., Ak.Ketua Wilayah Yogyakarta

J. Widodo H. MumpuniKetua Wilayah Jakarta

Drs. Johnson P. siahaanKetua Wilayah Irian Jaya

Tanusi, sE., MM., AkKetua Wilayah Jambi

Roebiandini soemantri, sE., Msi., Ak.Ketua Wilayah Jawa Barat

Prof. Dr. Tjiptohadi sawarjuwonoKetua Wilayah Jawa Timur

Drs. Aan AdiwisastraKetua Wilayah Jawa Tengah

Cris Kuntadi, sE., MM., BAP., Ak. Ketua Wilayah Kalimantan Barat

Leo Lendra, MAk., Ak.Ketua Wilayah Kalimantan Selatan

Drs. Triadi Jatmoko Ketua Wilayah Kalimantan Timur

Drs. Nurdiono, sE., MM., Akt.Ketua Wilayah Lampung

Hardy DjamaluddinKetua Wilayah Riau

Eddy RachmanKetua Wilayah Sulawesi Selatan

Drs. Herman KaramoyKetua Wilayah Sulawesi Utara

Drs. Endang Irzal, MBA., Ak.Ketua Wilayah Sumatra Barat

Abdul Aziz Nazori Ketua Wilayah Sumatra Selatan

Gus Irawan, sE., Ak. Ketua Wilayah Sumatra Utara

Page 3: Fair Value

PENGANTAR REDAKSI

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

3

Fair Value

SUSUNAN REDAkSI

PEMIMPIN UMUM & USAHA J. Widodo. H. Mumpuni PEMIMPIN REDAkSI Ellya Noorlisyati REDAkTUR PELAkSANA Monalisa DEWAN

REDAkSI Cris kuntadi, Sri Penny S, Bagus Rumbogo, Heliantono, Nur Iskandar, M. Yusuf John, Prianto Budi, Ahalik, M. Yasin Mustopa, Rina

Y. Asmara, Duma I. Pasaribu, Handoko Tomo, Florus Daeli, Freddy, Elly Zarni, Sri Yanto, Jan Hoesada, SEkRETARIS REDAkSI Imam Basori

MARkETINg Ria Andini REPoRTER Hari Suharto, Muklisin SIRkULASI Suka LAYoUT Ivhan

ALAMAT REDAkSI kantor IAI Wilayah Jakarta, gedung gajah Blok AE Jl. Dr. Saharjo no.111 Tebet, Jakarta Selatan 12810, Indonesia

TELEPHoNE 021 837 07344, 8353588 FAxIMILE 021 829 0324 EMAIL [email protected] / [email protected]

REkENINg BCA cabang Tebet Saharjo A/C No. 092.3009130 a/n IAI Wilayah Jakarta

opini yang diekspresikan dalam AkUNTAN INDoNESIA tidak merepresentasikan pandangan Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia atau editor tidak bertanggungjawab

atas ketidakakuratan dari pernyataan, opini atau saran yang terdapat dalam tulisan maupun pariwara.

Penilaian yang mendasarkan diri pada historical cost telah banyak kehilangan relevansinya dalam mengukur realitas ekonomi. Ini tidak lain disebabkan, historical cost hanya mengukur transaksi yang sudah selesai, tidak bisa mengakui perubahan nilai riil yang terjadi.

Konsep yang menggunakan pendekatan biaya perolehan ini sebagai dasar mencatat nilai buku, untuk berbagai kepentingan, diakui banyak kalangan tidak relevan lagi. Jika masih menggunakan konsep historical cost—meski di pasaran harganya telah naik tiga-empat kali lipat. Dengan kondisi pasar yang makin dinamis dan berkembang sangat cepat, konsep historical cost dianggap tidak cocok lagi, tidak relevan, karena tidak mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya.

Sebagai gantinya munculah konsep fair value, yang diberlakukan IFRS untuk semua standar yang telah dikeluarkan. Sebagai mana diketahui, fair value memiliki keunggulan bahwa laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan, laporan keuangan dapat di perbandingkan, dan informasi mendekati keinginan pemakai laporan keuangan. Secara jelas Ketua DSAK IAI, M. Jusuf Wibisana memberikan gambaran.

Sementara tokoh kita kali ini menampilkan Dirjen Pajak, Darmin Nasution, yang banyak melakukan gebrakan menggenjot penerimaan pajak saat kondisi ekonomi dalam kondisi krisis. Selain itu, Darmin dikenal sebagai birokrat yang memberikan stimulus fiskal pada pembayar pajak secara langsung, dengan mengembalikan pajak bagi karyawan yang memiliki pendapatan maksimal Rp 5 juta.

Selain laporan utama yang mengulas fair value, pembaca dapat menikmati kupasan PSAK 55, kompleksitas penentuan nilai wajar atas aset-aset kredit bank, akuntansi untuk kehutanan dan artikel manarik lainnya.

Memang tidak semua kalangan siap, diberlakukan konsep penilaian fair value. Yang senang menerima perubahan akan segera tanggap. Mereka akan cepat menyesuaikan diri, memahami implementasinya. Namun, bagi yang tidak siap, akan mengalami kesulitan berubah ke paradigma baru tersebut.

Adanya perubahan ini menjadi tanggung jawab semua pihak. Bagaimana semua mengambil peran untuk mempersiapkan diri masing-masing.

Secara kelembagaan, Akuntan Publik yang paling siap karena anggotanya terkait langsung dengan tuntutan perkerjaan. Namun, yang tidak kalah penting dalam perubahan ini adalah IAI-KAPd. Ia memiliki peran cukup penting dalam mempersiapkan perubahan kurikulum, literature, dan up date kompetensi dosen ke arah fair value. Ia harus mempersiapkan lulusan yang siap pakai di lapangan. Cara yang bisa ditempuh bisa melalui training atau seminar/workshop baik untuk dosen mupun untuk mahasiswa.

Page 4: Fair Value

Laporan Utama

Khas Akuntan

Features

Selingan

Info

International

Tokoh: Darmin Nasution

1620

2124

2634

38

44

50

57

53

68

59

64

70

KOREsPONDEN

IAI Wilayah Sulawesi Utara Coco Departement Store Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 458 Tlp 0431-822009 Fax 0431-852963

IAI Wilayah Kalimantan Barat KAP. Sardjono, Budi Sudarnoto Jl. Purnama No. 168 A Tlp 0561-763368

IAI Wilayah Riau Jl. Durian No. 1F Samping pemancar TVRI, Labu Baru Pekanbaru 28291 Tlp 0761-22769 Fax 0761-63268

IAI Wilayah Jawa Timur Bapak Tjiptohadi Sawarjuwono Jl. Ngabel No. 143 D Surabaya 60246 Tlp 031-5021125

IAI Wilayah Jambi BPKP Perw. Jambi Jl. HOS Cokrominoto No. 107 Jambi Tlp 0741-61682

IAI Wilayah Sumatera Barat BPKP Perw. Sumatera Barat Jl. HR. Rasuna Said No. 69 Padang 24114 Tlp 0751-33898 Fax 0751-31688

IAI Wilayah Jawa Tengah BPKP Perw. Jawa Tengah Jl. Raya Semarang, Kendal Km 12 Semarang 50138 Tlp 024-8663207

IAI Wilayah DI. Yogyakarta STIE YKPN Jl. Senturan Yogyakarta 55281 Tlp 0274-584321 Hp 0813-28379369 (Awan )email : [email protected]

IAI Wilayah Jawa Barat LPAP Widyatama Jl. Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Tlp. 022-7206713

IAI Wilayah Sumatera Utara Jl. Imam Bonjol No. 18 Medan 20152 Tlp 061-4155100

IAI Wilayah Sumatera Selatan Jl. Veteran/Vandi Angsoko I No. 324Palembang 30125 Tlp 0711-319876

IAI Wilayah Kalimantan Selatan BPKP Perw. Kalimantan Selatan Jl. Jend. Gatot Subroto No. 22 Banjarmasin Tlp 0511-3251409

IAI Wilayah Kalimantan Timur Jl. Ir. Hr. Juanda No. 94 Rt.7 Rw.3 Kel. Air Hitam Samarinda 75124 Tlp 0541-748442

TB GramediaTB Gunung AgungTB Kharisma

Daftar Isi aiKontroversi Fair Value di Tengah Krisis Bagaimana Menghitung Fair Value

“Dengan Fair Value, Laporan Keuangan Lebih Transparan”

M Jusuf Wibisana, Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI

Minim Informasi, Sumber Masalah PenilaianHamid Yusuf, Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia

Kolom Pasar Modal :

Opini :

Liputan :

“Jujur, Kita Belum Siap dengan Fair Value”

Saatnya Kembali ke Prinsip Dasar Investasi

Suatu Kajian Terbatas Terhadap PSAK 55 (Revisi 2006)

Interviewing John Mellows (JM) from Mazars : Special for Akuntan Indonesia (AI)

Kecurangan dan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik

Yang Paling Cantik

Memperkuat KAP Kecil dan Memperbanyak KAP Besar

Menyambut Hari Kartini: Wanita Pemimpin, Emansipasi dan Diskriminasi

Auditor Yang Cerdik

PSAK 50 & 55:Dealing with The Revised Standard of Financial Instruments

Page 5: Fair Value

Apa Kata Mereka ?

aiAkuntan Indonesia

5

staf Keuangan IAI Pusat

Ibu Probosutedjo, BPKP

Estelle (akuntan dari Prancis)

KOREsPONDEN

IAI Wilayah Sulawesi Utara Coco Departement Store Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 458 Tlp 0431-822009 Fax 0431-852963

IAI Wilayah Kalimantan Barat KAP. Sardjono, Budi Sudarnoto Jl. Purnama No. 168 A Tlp 0561-763368

IAI Wilayah Riau Jl. Durian No. 1F Samping pemancar TVRI, Labu Baru Pekanbaru 28291 Tlp 0761-22769 Fax 0761-63268

IAI Wilayah Jawa Timur Bapak Tjiptohadi Sawarjuwono Jl. Ngabel No. 143 D Surabaya 60246 Tlp 031-5021125

IAI Wilayah Jambi BPKP Perw. Jambi Jl. HOS Cokrominoto No. 107 Jambi Tlp 0741-61682

IAI Wilayah Sumatera Barat BPKP Perw. Sumatera Barat Jl. HR. Rasuna Said No. 69 Padang 24114 Tlp 0751-33898 Fax 0751-31688

IAI Wilayah Jawa Tengah BPKP Perw. Jawa Tengah Jl. Raya Semarang, Kendal Km 12 Semarang 50138 Tlp 024-8663207

IAI Wilayah DI. Yogyakarta STIE YKPN Jl. Senturan Yogyakarta 55281 Tlp 0274-584321 Hp 0813-28379369 (Awan )email : [email protected]

IAI Wilayah Jawa Barat LPAP Widyatama Jl. Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Tlp. 022-7206713

IAI Wilayah Sumatera Utara Jl. Imam Bonjol No. 18 Medan 20152 Tlp 061-4155100

IAI Wilayah Sumatera Selatan Jl. Veteran/Vandi Angsoko I No. 324Palembang 30125 Tlp 0711-319876

IAI Wilayah Kalimantan Selatan BPKP Perw. Kalimantan Selatan Jl. Jend. Gatot Subroto No. 22 Banjarmasin Tlp 0511-3251409

IAI Wilayah Kalimantan Timur Jl. Ir. Hr. Juanda No. 94 Rt.7 Rw.3 Kel. Air Hitam Samarinda 75124 Tlp 0541-748442

TB GramediaTB Gunung AgungTB Kharisma

ai : “Jangan lupa bantu cariin langganan ya.!

ai : “Wah...ga ngerti dia...

maaf bu, belum ada ai yang berbahasa perancis...”

ai : “Semoga kami dapat memenuhi harapan ibu”

“Membaca majalah AI adalah bagian dari aktivitas saya. Sebagai anggota Akuntan Sektor Publik saya berharap banyak berita mengenai akuntan sektor publik”

Hmmmmm...

Kita Juga baca ai loh...

Page 6: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

6

BeritaBerita

Penemu Facebook :

Masuk Kelompok Orang Terkaya Dunia

Teman jauh terasa dekat, teman dekat terasa jauh. Itulah, setdiaknya, yang dirasakan pengguna situs jaringan Facebook.

Penemu situs jaringan pertemanan, Facebook, adalah mahasiswa dari Harvard College. Mark Zuckerberg, 23 tahun, mengembangkan Facebook dari kamar asramanya di Harvard. Awalnya, Facebook beranggotakan siswa dari Harvard College. Jaringan ini dijadikan sarana unjuk foto diri, chatting, dan silaturahmi. Dua bulan berikutnya, anggotanya meluas sampai ke sekolah di wilayah Boston dan Rochester. Facebook yang diluncurkan 4 Februari 2004, lima tahun kemudian telah mencatat pengguna 150 juta.

Awalnya, keanggotaan situs ini terbatas lingkungan universitas dan sekolah di AS. Akhirnya, orang yang memiliki alamat e-mail suatu universitas dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs ini. Sejak 11 September 2006, orang dengan dengan alamat email apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah tingkat atas, tempat kerja, atau wilayah geografis.

Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota

aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.

Berkat penemuannya yang jenius, Mark Zuckerberg saat ini termasuk dalam daftar orang terkaya di dunia. Kekayaannya kini ditaksir sebesar 15 miliar dolar AS. Dia juga masuk ke daftar Forbes sebagai orang terkaya ke-785 sedunia.

Mark hari ini masuk dalam urutan nama orang yang paling berpengaruh dalam dunia industri berteknologi tinggi. Demikian hasil penilaian sebuah panel sekumpulan pakar dari agenda pertemuan VIII Setter Pool oleh Silicon.com. Agenda Setter fokus pada 50 orang yang mengubah wajah industri teknologi di tahun 2007 dan merupakan tolok ukur sukses di industri IT.

Indonesia

Sejak Facebook booming, banyak orang yang meninggalkan account friendster-nya dan menggantikannya dengan Facebook. Situs ini mampu menjadi lambang gaul masyarakat modern. Dengan tingkat pertumbuhan sebesar 645 persen pada 2008, Indonesia menjadi negara Asia Tenggara dengan tingkat pertumbuhan penduduk tercepat di Facebook, mengalahkan Malaysia, India, Thailand, Singapura, dan bahkan Cina. Yang lebih hebat, 831 ribu orang Indonesia yang ada di Facebook ini ternyata baru mewakili 0,4 persen dari jumlah total

p e n d u d u k Indonesia. Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru per harinya. Lebih dari 25 juta user aktif menggunakan Facebook setiap harinya. Rata-rata user menghabiskan waktu sekitar 19 menit per hari untuk melakukan berbagai aktifitas di Facebook.

Facebook kian melambung ketika Barack Obama, kala menjadi calon presiden Amerika Serikat, menggunakan jaringan ini untuk menggalang dukungan dan dana kampanye. Saat itu sahabat Obama tercatat 5.338.731 orang. Satu faktor yang memberi sumbangsing pria yang pernah sekolah di Indonesia ini menjadi Presiden AS.

Politikus dunia yang tertera namanya di Facebook adalah John Mc Cain, Sarah Palin, Nelson Mandela, Silvio Berlusconi, Nicolas Sarkozy, Arnold Schwarzenegger, dan Dr Mahathir Mohammad. Di Indonesia, ada SBY, Gus Dur, dan Megawati Soekarno Putri. Di profesi akuntan di Indonesia ada Ahmadi Hadibroto, Djoko Susanto, Irwanto, dan lain-lain yang tidak disebutkan.

Sementara itu, CPA Australia cabang Eropa memanfaatkan fasilitas Facebook untuk melakukan komunikasi antaranggota di wilayah ini. Facebook grup yang telah dibuat karena tingginya tingkat anggota kontak yang sudah berpengalaman. Baru-baru ini acara pelatihan CPA Australia divisi Eropa, Presiden CPA Andrew Genrich, kepada anggota mengatakan bahwa halaman Facebook informal merupakan cara cabang untuk memperbarui anggota dan menginformasikan mengenai hal-hal yang menarik termasuk visa dan

Page 7: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

7

Berita

kegiatan pelatihan. Hal ini juga merupakan kesempatan bagi anggota guna melakukan kontak dengan anggota lain untuk diskusi kelompok dan sebagainya.

Anggota lain di acara pelatihan berkomentar bahwa mereka telah menetapkan satu alamat email khusus untuk Facebook, guna menghindari masalah keamanan yang terkait dengan penggunaan pribadi, atau yang berhubungan dengan pekerjaan, alamat email di forum terbuka. Anggota di Eropa dianjurkan untuk merangkul yang halaman Facebook dan terhubung dengan cabang BPA Australia Eropa dan anggota lainnya.

Kapan kalangan profesi di Indonesia memanfaatkan jaringan ini?

1.Mark Zuckerberg, Facebook founder

2.Steve Jobs, Apple CEO

3.Eric Schmidt, Google CEO

4.John Chambers, Cisco CEO

5.Ashley Highfield, BBC technologist

6.Nicholas Negroponte, laptop creator

7.Niklas Zennström, Skype CEO

8.Diane Greene, VMware president

9.Jonathan Ive, Apple chief designer

10.Viviane Reding, Euro Commissioner

11.Paul Coby, BA CIO

CSR Industri Di Cina

Kinerja corporate social responsibility di Cina tahun 2008 mendapat sorotan tajam dari publik. Apa yang telah diperbuat perusahaan multinasional dianggap bermanfaat, ada pula yang mengatakan sebagai strategi eksis di pasar Cina.

Menurut survei yang dilakukan lembaga riset pasar Ipsos dan majalah

Global Entrepreneur menunjukan 60 persen responden mengatakan bahwa investasi di CSR sejalan dengan filosofi operasi multinasional dan bermanfaat bagi masyarakat Cina. Tapi 40 persen responden mengatakan bahwa CSR yang dilakukan perusahan multinasional hanya untuk menyelamatkan muka.

Perusahaan multinasional di Cina sendiri semakin fokus menerapkan CSR karena mereka menyandarkan diri pada kekuatan ekonomi Cina. Meski bentuk CSR hanya berupa sumbangan amal, namun dinilai masih menunjukkan tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen dan lingkungan.

Tahun 2008, CSR mendapat sorotan publik—yang membuat perusahaan MNC di Cina cukup khawatir. Survey Ipsos yang berkolaborasi dengan majalah pengusaha Cina Global Entrepreneur secara online melakukan jajak pendapat tanggal 7-12 Nopember 2008 untuk perusahaan multinasional yang meliputi 1.000 responden yang berusia 20-50 dari 10 kota, seperti Beijing, Shanghai, Guangzhou, Dalian dan Wuhan. Mereka ditanya mengenai kinerja tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) multinasional.

Sebagai mana disadari perusahaan multinasional merupakan pemain terkemuka di dalam ekonomi global. Mereka fokus pada sumber daya alam, ekologi lingkungan, hak-hak tenaga kerja dan etika bisnis di seluruh dunia, keberhasilan tanggung jawab social akan dijunjung tinggi. CSR di Cina tidak hanya sumbangan amal, tetapi mencakup tanggung jawab melindungi konsumen dan lingkungan.

Group kekuatan ekonomi dunia sendiri melihat pasar Cina sebagai peluang, tak heran bila mereka fokus pada CSR agar diterima di pasar tersebut. Alasan utama

sering terjadinya skandal dalam beberapa tahun terakhir adalah rendahnya harga pembelian lokal memaksa perusahaan multinasional untuk memastikan keuntungan yang diambil dari pekerja.

Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar multinasional telah merilis laporan tahunan tanggung jawab sosial perusahaan. Tetapi survey Ipsos menunjukkan bahwa masyarakat telah dibuat bingung atas alasan di belakang mereka melaksanakan tanggung jawab tersebut.

Sepertiga dari responden berpendapat bahwa CSR adalah cara multinasional menghindari pajak atau biaya lainnya. Perlindungan lingkungan telah menjadi kata semboyan dalam pengelolaan multinasional. Hal ini juga merupakan komponen utama CSR di Cina. Walaupun daftar alasan yang aktif mendorong masukan ke dalam perlindungan lingkungan, motif seperti politik, ekonomi dan pengurangan resiko operasi-masih berdampak positif.

Survey Ipsos menunjukkan bahwa responden menunjukan multinasional memiliki beragam kekuatan dalam upaya perlindungan lingkungan. Tetapi lebih dari 10 persen responden yang beranggapan bahwa sebagian besar sudah menunjukan lampu hijau adalah perusahaan Johnson $ Johnson (15 persen); P & G (13 persen), Nokia (12 persen) dan Coca Cola (10 persen).

studi kasus

Walaupun akuisisi Coca Cola terhadap Huiyuan mengundang perdebatan merk nasional yang dijual keluar harus dilindungi atau merk internasionalnya. Jajak pendapat Ipsos menunjukkan bahwa kurang dari 5 persen masyarakat menetang akuisisi.

Artinya masyarakat umum cukup

Page 8: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

8

Berita

sensetif bila multinasional bermasalah secara politik yang membahayakan kedaulatan negara. Meski demikian, sebagian perusahaan mendapat sosialisasi penerangan sikap terhadap perilaku. Mengenai sumbangan yang datang setelah gempa hit Wenchuan pada tanggal 12 Mei 2008, masyarakat melihat perusahaan multinasional sudah berubah secara dramatis.

Segera setelah bencana alam, Cina ramuan teh maker Wanglaoji menyumbangkan 100 juta yuan selama sumbangan pihak-pihak yang disponsori oleh pemerintah dan kementerian CCTV. Hal ini memenangkan hati publik memuji dan kontribusi-nya penjualan dan pengaruh merek. Namun dalam kontras, positif opini publik tidak sepenuhnya dan menemukan cara untuk multinasional baik untuk jumlah sumbangan atau tanggapan cepat.

Untuk waktu yang singkat, gambar dari multinasional sebagai misers memperoleh momentum. Orang yang memiliki ukuran yang sangat sederhana: yang disumbangkan yang paling yang tercepat adalah perusahaan bertanggung jawab.

Tetapi ketika memulai survei Ipsos setengah tahun kemudian, sebagian besar masyarakat memberikan respon yang lebih beralasan dengan 60 persen komentar positif pada perusahaan-perusahaan multinasional tanggapan amal. Mereka menyangka bahwa mereka mewakili multinasional untuk mendukung Cina dengan cara yang tepat.

Mereka juga memahami bahwa respon yang lambat disebabkan karena mekanisme yang rumit dalam perusahaan. Namun, skandal susu bubuk cukup berpengaruh terhadap kredibilitas seluruh industri. Sorotan publik pun tidak melihat multinasional terlibat. Meskipun beberapa produk multinasional masuk dalam daftar produk tidak aman dikonsumsi, produk susu

mereka, setelah tes ulang, produk mereka bisa kembali dipajang di rak supermarket. Di belakang ini, 30 persen responden menyatakan bahwa mereka telah percaya dengan produk multinasional, dan mereka akan mencoba untuk membeli dari mereka. (***)

Presiden Baru CPA Australia

Richard Petty FCPA telah terpilih sebagai presiden baru CPA Australia. Petty, yang berbasis di Hong Kong adalah profesor (akuntansi dan keuangan) dan menjadi dekan di Macquarie Graduate School of Management serta ketua dari sebuah perusahaan investasi.

Profesor Petty, 38 tahun, merupakan presiden CPA Australia pertama yang berbasis internasional. Lebih lanjut, dia mengatakan akan mengambil peran ke depan yang lebih besar. “Suatu kehormatan menjadi Presiden Organisasi Akuntansi yang ber-reputasi global,” jelasnya. Saat ini, katanya, yang sedang menjadi sorotan publik atas iklim ekonomi global adalah peran kepemimpinan profesi akuntansi . Dunia bisnis saat ini sedang menghadapi tantangan cukup serius. Untuk itu, kemampuan, perspektif, karakteristik dari profesi akuntansi harus integral mengatasi tantangan yang ada. “Saya berharap dapat terlibat dalam bisnis, pemerintah, anggota kami, dan profesi yang lebih luas untuk menilai dari apa yang kami lakukan. Saya juga akan aktif di sektor pendidikan tinggi untuk membuat jelas prospek karir yang menyenangkan bagi profesi ini,” tegasnya. Profesor Petty, Ketua Award Laporan Tahunan di Hong Kong dan banyak berperan dalam dunia akademis dan bisnis.

Menurut professional CPA, professor Petty cukup luar biasa memegang

peran kepemimpinan eksekutif di kedua bisnis dan akademisi. Dia embodies lingkup dan nilai dari profesi akuntansi dan membuka kesempatan itu.

Pendidikan, pertukaran pengetahuan dan manfaat yang lebih luas, profesi akuntansi yang dapat membawa masyarakat akan masalah-masalah di antara ia akan fokus pada saat itu istilah.

Untuk membantu peran Profesor Petty adalah Mr Low Weng Keong dari Singapura sebagai wakil presiden dan Mr John Cahill dari Australia Barat. Low Weng Keong adalah sebuah perusahaan konsultan dan direktur yang sebelumnya bekerja di Ernst & Young, Singapura di mana dia adalah masa lalu mengelola negara mitra. John Cahill sebelumnya adalah CEO dari perusahaan yang tercantum Alinta Infrastruktur Holdings dan menghabiskan lebih dari 25 tahun di industri energi. (***)

Indonesia Belum Siap Ikut Pasar Modal Asean

Pasar Modal Indonesia belum siap menjalankan sistem integrasi pasar modal se-Asia Tenggara yang dicanangkan mulai 2010. Sebab, Indonesia masih perlu waktu untuk melakukan pembenahan dan perubahan sejumlah peraturan pasar modal.

Hal itu dikatakan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rahmany usai mengikuti seminar Integrasi Pasar Modal Regional di Jakarta akhir Maret lalu. “Pembenahan dan perubahan peraturan pasti memakan waktu,” katanya.

Sebab, tak hanya peraturan di Bapepam-LK yang harus dibenahi atau diubah, melainkan juga undang-undang (UU) tentang pasar modal. Mengubah

Page 9: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

9

Berita

UU tentu harus melibatkan DPR dan ini memakan waktu panjang. Di samping itu, menurut Fuad Rahmany, pelaku pasar juga membutuhkan kepastian hukum tentang pencatatan di bursa, keterbukaan informasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa. Karena itulah, integrasi pasar modal regional yang dijadwalkan bisa terlaksana pada tahun 2010 harus diundur sampai dari sisi regulasi Indonesia benar-benar siap. Dia memperkirakan rencana itu bisa terlaksana pada 2015.

Jika memaksanakan diri, menurutnya, Indonesia justru tidak akan memperoleh keuntungan dari integrasi pasar modal regional tersebut. —

Indonesia Dukung Wacana Mata Uang Global

Agar sistem keuangan global lebih stabil, Indonesia akan mendukung penuh wacana pembentukan mata uang global untuk transaksi perdagangan antarnegara. Sebab, jika hanya tergantung pada satu mata uang, keuangan global akan rentan terkena dampak dari kondisi naik turunnya ekonomi negara tersebut.

Menurut Gubernur Bank Indonesia Boediono, saat ini dunia memang membutuhkan mata uang yang lebih stabil dari sisi volume, kerugian, maupun nilai. “Supaya perdagangan, transaksi, dan investasi dunia bisa lebih stabil,” katanya.

Adalah Cina yang berencana membawa wacana pembentukan mata uang glogal ke forum G-20 di London akhir Maret. Jika forum G-20 akan membahas wacana tersebut, menurut Boediono, Indonesia akan mendukung. Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui pertemuan para ahli ekonominya juga memunculkan

skema penyediaan mata uang global baru untuk menggantikan dolar AS. Skema Global Reserve System baru atau yang dikenal sebagai Special Drawing Right diperluas melalui penyesuaian yang dilakukan secara reguler atau siklus tertentu atas mata uang yang masuk dalam reserve tersebut.

Panel PBB itu dipimpin ekonom Joseph Stiglitz. Menurut panel itu, telah terjadi peningkatan konsensus soal adanya masalah dengan sistem penyediaan dolar. Stiglitz berpendapat sistem dolar terkini sebagai sistem yang relatif bergejolak, tidak stabil. Gubernur Bank Sentral Cina Zhou Xiaochuan juga menyerukan dolar Amerika Serikat harus digantikan dengan semacam special drawing rights yang dipakai IMF. Namun, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyatakan bahwa pembentukan mata uang global belum diperlukan karena investor masih memandang Dolar Amerika Serikat sebagai mata uang yang paling stabil.—

Krisis Picu Kredit Bermasalah

Krisis keuangan global mulai berdampak pada perbankan nasional. Kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) pada bank-bank nasional mulai melonjak. Kredit kepemilikan rumah (KPR) juga mulai terimbas.

Menurut data yang dilansir Bank Indonesia (BI), lonjakan tajam terjadi di lingkungan perbankan badan usaha milik negara (BUMN). Di bank-bank plat merah ini, selama Januari 2009 saja terjadi lonjakan NPL sebesar Rp 2,34 triliun sehingga per Januari 2009 total NPL menjadi Rp 19,94 triliun. Sementara itu, di lingkungan bank swasta nasional, terjadi kenaikan NPL sebesar Rp 1,5 triliun sehingga total nilai NPL

menjadi Rp 15,8 triliun. Hanya, bank-bank di lingkungan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kredit bermasalahnya relatif rendah. Di saat bersamaan, kredit yang masuk kategori “dalam perhatian khusus” alias kredit yang berpotensi menjadi NPL, juga meningkat tajam. Selama Januari saja nilainya bertambah Rp 9,14 triliun sehingga nilai total kredit dalam perhatian khusus menjadi Rp 84,72 triliun.

Data BI tersebut menunjukkan, sejak terjadi krisis keuangan global, kualitas kredit perbankan nasional mengelami penurunan. Sebagai contoh, kredit yang tergolong lancar menurun dari Rp 1.190 triliun pada Desember 2008 menjadi Rp 1.158,8 triliun pada Januari 2009. Hingga medio Maret 2009, nilai NPL mencapai Rp 54 triliun. Angka ini naik tajam dibanding posisi Desember 2008 sebesar Rp 42 triliun. Artinya, selama periode itu terjadi kenaikan rasio NPL dari 3,2 persen pada Desember 2008 menjadi 4,2 persen pada Maret 2009. Diperkirakan, rasio NPL akan menembus angka 5 persen pada akhir 2009.

Selain rasio NPL terus terkerek naik, krisis keuangan global juga berdampak pada pelambatan penyaluran KPR. Pada Januari 2009, nilai KPR sebesar Rp 123,53 triliun atau hanya tumbuh 0,6 persen dibanding Desember 2008. Pelambatan ini terjadi karena industri properti mulai melemah, khususnya segmen menengah ke atas. Tingkat hunian mal dan pusat perbelanjaan, misalnya, tahun ini diprediksi hanya 60-70 persen, atau turun dibandingkan degnan tahun 2000 yang mencapai 80-90 persen. Pembangunan mal dan pusat perbelanjaan juga akan melambat.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria mengatakan, pelambatan pasar properti terjadi karena daya beli

Page 10: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

10

Berita

masyarakat menurun sebagai dampak dari krisis keuangan global. Di saat bersamaan, perbankan juga belum menurunkan suku bunga KPR. “Akhirnya, masyarakat cenderung wait and see, mereka menunda pembelian properti sambil menunggu perkembangan,” kata Teguh Satria.—

BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan

Karena tak ada tanda-tanda perekonomian dunia membaik setelah didera krisis finansial, Bank Indonesia (BI) kembali merevisi asumsi pertumbuhan ekonomi 2009 dari 4-5 persen menjadi 3-4 persen.

Usai mengikuti Rapat Koordinasi di Gedung Departemen Keuangan Jakarta, Jumat (27/3) lalu, Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda S Goeltom mengatakan, revisi itu dilakukan setelah melihat terjadinya pelemahan pada kegiatan ekspor dan investasi yan akan mempengaruhi ketersediaan dolar AS. Kondisi ini dipastikan akan menekan pertumbuhan investasi.

“Kini kami menggunakan asumsi 3-4 persen, apakah mendekati asumsi ke atas atau ke bawah, akan banyak dipengaruhi oleh implementasi stimulus, bisa cepat atau tidak,” kata Miranda. Volume dan nilai ekspor kuartal pertama 2009 memang merosot hingga 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebelumnya, BI telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2009 sebesar 4-5 persen dari proyeksi awal pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2009 sebesar 6 persen. Proyeksi baru ini ikut menjadi acuan Pemerintah dan Panitia Anggara pada pembahasan stimulus fiskal yang akhirnya menggunakan asumsi pertumbuhan 4,5

persen. Belakangan, asumsi pertumbuhan 4,5 persen diyakini akan kembali direvisi pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2009 setelah Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi global di level minus 0,5-1,5 persen.

Meski asumsi pertumbuhan direvisi, Miranda memastikan BI akan tetap akan berupaya menahan pertumbuhan di level positif. Salah satunya, dia mencontohkan bank sentral telah sepakat menjalin kerja sama bilateral pertukaran mata uang (bilateral curency swap arrangement) dengan Bank Sentral Cina sebesar 100 miliar Renmimbi atau setara 15 miliar dolar AS untuk mengatasi kekurangan dolar AS. “Saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara yang pertumbuhannya masih biru,” ujarnya.—

Banyak Broker Asuransi Belum Penuhi Modal Minimum

Sedikitnya 77 broker asuransi dan lima broker reasuransi tercatat belum memenuhi ketentuan modal minimum Rp1 miliar yang harus dipenuhi akhir 2008. Sementara itu, perusahaan yang sudah memenuhi ketentuan itu sebanyak 67 broker asuransi dan 16 broker reasuransi.

Ketua Biro Asosiasi Broker Asuransi dan Reasuransi Indonesia (ABAI) Mira Sih’hati mengatakan, asosiasi akan membantu anggotanya yang belum memenuhi ketentuan modal minimum itu. Asosiasi akan minta regulator untuk melakukan pertemuan dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Dalam pertemuan itu diharapkan ada informasi detail kepada anggota dan bisa memberikan mereka jalan keluar yang tepat.

“Tapi tujuan utamanya kami minta data ini untuk membantu anggota yang belum memenuhi persyaratan. Kalau mereka perlu bantuan merger atau mencari mitra usaha, kita coba bantu,” kata Mira.

Saat ini regulator sudah lebih tegas dan tidak segan untuk mencabut izin usaha perusahaan penunjang yang dinilai tidak memenuhi ketentuan. Terbukti, ada beberapa perusahaan pialang yang tidak memenuhi ketentuan dicabut izin operasinya.

Pengawasan Bersama BI-Bapepam

Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) atau discetionary fund bakal menjadi obyek pengawasan bersama antara Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Produk itu akan langsung diawasi secara bersama oleh BI-Bapepam begitu ditawarkan kepada nasabah.

Aturan pengawasan bersama itu tertuan dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding /MoU) yang diteken akhir Maret lalu. Kendati hanya berbentuk MoU, Direktur Pengawasan Bank 1 Boedi Armanto optimistis kerja sama pengawasan ini berjalan lancar. “Harapan kami, tidak ada lagi wilayah yang lepas dari pengawasan BI dan Bapepam-LK. BI bisa saja masuk ke wilayah produk pasar modal yang masih bersinggungan dengan bank. Ini bisa mengantisipasi berulangnya kembali kasus seperti Antaboga-Century,” ujarnya.

Selama ini, produk KPD berada di luar pengawasan BI maupun Bapepam-LK. Hal itu terjadi lantaran KPD merupakan bentuk perjanjian bilateral. Karena itu, kedua regulator ini sulit masuk menjadi pengawas.

Page 11: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

11

Berita

Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany mengatakan, salah satu bentuk kerja sama yang lain adalah menghimpun daftar hitam (black list) pelaku kejahatan baik di pasar modal maupun perbankan.

Bapepam-LK akan menggunakan data yang ada dalam daftar itu sebagai bahan penilaian dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) untuk para calon direksi dan calon komisaris perusahaan keuangan. “Mulai dari perusahaan sekuritas, perusahaan asuransi, ataupun perusahaan pembiayaan,” katanya.—

Industri Dana Pensiun Terhambat Institusi

Pengembangan industri dana pensiun di Indonesia saat ini masih terhambat banyaknya institusi badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa kesejahteraan dan dana pensiun pekerja seperti Taspen, Asabri, dan Jamsostek. Padahal, di negara lain, cukup hanya dengan dua atau tiga lembaga.

Pejabat (Pj) Ketua Umum Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Soemaryono Rahardjo mengatakan, saat ini ADPI berencana membuat badan arbitrase independen khusus dana pensiun yang dapat mengatasi keluhan pelaku industri dana pensiun, khususnya nasabah yang menuntut perusahaan karena perbedaan hitungan.

Pada 2008 lalu, nilai investasi yang disalurkan anggota ADPI mencapai Rp 97 triliun. Dari jumlah itu, porsi investasi terbesar adalah obligasi pemerintah yang mencapai 30 persen, obligasi korporasi 28 persen, deposito sebesar 18 persen, saham sebesar 10-12 persen, properti 7 persen, dan sisanya di reksadana. Dana pensiun tidak dapat mengalihkan investasinya

di saham secara serentak karena dapat merealisasikan kerugian (realize lost) yang tentu akan besar.

Menurut Soemaryono, salah satu kendala untuk mengubah arah investasi dana pensiun adalah selisih penilaian investasi (SPI) yang masih tinggi, mencapai 10-16 persen seiring dengan menurunnya pasar modal. Saat ini, baru 30 persen dana pensiun dari total 238, yang sudah mengubah kebijakan investasinya sesuai dengan SK Menkeu Nomor 199/2008 yang disahkan akhir tahun lalu.

Aturan itu membolehkan dana pensiun untuk berinvestasi di enam instrumen investasi pasar modal seperti kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK-EBA), KIK-DIRE (REITs), tabungan, dan kontrak opsi saham. “Masalahnya mereka masih harus mengusulkkan perubahan aturan investasi perusahaan yang prosesnya tidak sebentar,” ujarnya.

Saat ini ada 18 dana pensiun (dapen) dengan aset di atas Rp1 triliun, di antaranya dana pensiun pemberi kerja (DPPK) Telkom, Bank Indonesia, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Bank Mandiri, Perkenunan Nusantara (Dapenbun), dan Bank Rakyat Indonesia. Telkom menempati posisi tertinggi karena mengelola aset sekitar Rp 10 triliun.—

Bursa Operasikan Sistem Baru JATS-NextG

Bursa Efek Indonesia (BEI) sukses mengoperasikan sistem perdagangan terbaru yang bernama Jakarta Automatic Trading System Next Generation atau JATS-NextG yang dimulai awal Maret 2009. Pada tahap awal, sistem ini hanya mengakomodasi transaksi saham. Direncanakan, baru enam bulan ke depan bisa untuk perdagangan

produk derivatif dan fix income. “Sejauh ini operasional sistem JATS-NextG lancar-lancar saja, tidak ada masalah,” kata Direktur Informasi Teknologi (IT) BEI Bastian Purnama.

Dengan sistem baru tersebut, penyebaran informasi perdagangan dan pengawasan terhadap semua produk yang diperdagangkan di bursa dapat dilakukan secara terpadu. Kapasitas JATS-NextG dirancang mampu menampung 1 juta order dan 500.000 transaksi per hari. Sementara itu, sistem sebelumnya hanya menampung 360.000 order dan 200.000 transaksi per hari.

Semula, penetapan live JATS-NextG semula direncanakan 1 Desember 2008. Namun, karena pengujian yang lebih intens baik dari sisi BEI, Anggota Bursa (AB), maupun para pelanggan data feed, maka tanggal live diubah menjadi 2 Maret 2009. Untuk kesiapan live JATS-NextG, BEI telah melakukan 14 kali mock trading, dari September 2008 sampai Februari 2009, guna melakukan pengujian sistem secara terintegrasi bersama anggota bursa dan data vendor.

Beberapa perubahan kebijakan terkait pengimplementasian sistem JATS-NextG di antaranya adalah 1 (satu) fasilitas booth di lantai perdagangan bagi tiap AB, dan fasilitas untuk implementasi Single ID. Lewat sistem baru ini diharapkan dapat meningkatkan volume transaksi di BEI.

Investasi pembangunan sistem JATS-NextG ini menelan dana Rp 41 miliar dari anggaran yang ditetapkan RUPS tiga tahun lalu Rp 75 miliar. Dari anggaran Rp 41 miliar tersebut, untuk sistem perdagangan khusus saham menelan dana Rp 21 miliar, sisanya untuk perdagangan derivatif dan fix income.—(bisnis.com)

Page 12: Fair Value

DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGANMengumumkan:

Rencana penarikan atas PSAK 32: Akuntansi Kehutanan,PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan

PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol

Alasan1. Program konvergensi ke IFRS yang akan diterapkan secara penuh pada tahun 2012.2. Pengaturan akuntansi dalam PSAK 32, PSAK 35, dan PSAK 37 telah diatur dalam PSAK-PSAK lain.3. PSAK akan mengatur perlakuan akuntansi atas transaksi bukan didasarkan pada jenis industri dan bersifat principle-based.

Ketentuan TransisiPenarikan PSAK 32, PSAK 35, dan PSAK 37 diterapkan secara prospektif.Penerapan retrospektif diperkenankan.

Tanggal EfektifPenarikan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 berlaku untuk laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010. Penerapan lebih dini diperkenankan.

Public HearingPublic hearing atas rencana penarikan PSAK 32, PSAK 35, dan PSAK 37 akandilakukan pada:

Hari, tanggal : Selasa, 28 April 2009Pukul : 14.00 sd 17.00Tempat : Auditorium Binakarna Lt. 1, Hotel Bumi Karsa Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 71-73 Jakarta Selatan (Formulir pendaftaran public hearing tersedia di www.iaiglobal.or.id)

IKATAN AKUNTAN INDONESIA

FORMULIR PENDAFTARANNama : 1 .......................................................................................................................................................................... 2 ..........................................................................................................................................................................Instansi : ..............................................................................................................................................................................Alamat : ..............................................................................................................................................................................Telp : .............................................................................. Fax: .......................................................................................

Masukan dan komentar dapat disampaikan ke:DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN - IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Graha Akuntan, Jl. Sindanglaya No.1 Menteng, Jakarta 10310Tel. (021) 3190 4232 ext.133/611/126. Fax. (021) 724 5078, (021) 315 2139

Email: [email protected], [email protected]: www.iaiglobal.or.id

Page 13: Fair Value

Masa Penyampaian SPT tahunan yang telah berlalu akan menyisakan pengujian oleh Ditjen Pajak atas SPT yang te-lah disampaikan Wajib Pajak (WP) melalui pemeriksaan pajak (tax audit). Hasil pemeriksaan dapat menimbulkan tax dispute (sengketa) bila WP tidak setuju dengan hasil tax audit tersebut. tax dispute diselesaikan di tingkat keberatan (level of objection) namun WP belum dapat menerima hasilnya maka tax dispute tersebut dilanjutkan ketingkat banding (appeals) di Pengadilan Pajak.

Penyelesaian sengketa pajak merupakan hak Wajib Pajak, karena itu WP perlu strategi yang tepat dalam penyelesaian sengketa pajak tersebut, dari menghadapi pemeriksaan pajak sampai dengan pengajuan banding.

Manfaat Pelatihan:

Agar peserta mengetahui dasar-dasar peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak, pengajuan keberatan, peninjauan kembali, dan pengajuan banding di pengadilan pajak 2. Membantu peserta dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul setelah penyampaian SPT Tahunan perusahaan. 3. Meningkatkan kompetensi peserta dalam pengelolaan pajak perusahaan secara optimal dan profesional

Metode Pelatihan : Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah workshop, studi kasus dan konsultasi interaktif. 1. Peraturan peraturan yg berkaitan dengan masalah Pemeriksaan

Pajak. Keberatan, banding & Gugatan

2. Prosedur,tatacara,Tahap & jenis Pemeriksaan pajak 3. Strategi & kiat– kiat yg dapat dilakukan dlm menghadapi

pemeriksaan pajak(sebelum & sesudahnya)

4. Prosedur & Tatacara Pengajuan Keberatan & banding Serta Penyelesaian Sengketa pajak Menurut Peraturan Yg Berlaku

5. UU Pengadilan Pajak

6. Pelaksanaan banding di Pengadilan pajak yg meliputi :

Roadmap Proses, Persiapan Persidangan, Persidangan Banding, Putusan banding & Pelaksanaan Banding.

7 Strategi dan kiat - kiat yg dapat dilakukan dalam mengajukan Banding di Pengadilan Pajak

8 Gugatan, yg meliputi :

Persyaratan Formal Gugatan, Teknik Penulisan Surat Gugatan yg Benar,Kondisi kondisi yg bisa Digugat, Proses Pelaksanaan Gugatan

9 Diskusi & Study Kasus.

Menghadapi Proses Pemeriksaan, Keberatan & Banding

Ikatan Akuntan Indonesia

Wilayah Jakarta

Workshop Perpajakan

Transfer Bank BCA

A/C no.092.3009130

a.n. IAI Wilayah Jakarta Pembayaran

Nama :

Tunai

Instansi :

Telpon / Fax :

Formulir Workshop Pengadilan Pajak

Nama :

E-mail :

Registration Fee

( ) Anggota IAI

Rp 800.000 / Orang

I.D No:……………….

( ) Non Anggota

Rp 1.000.000 / Orang

Tempat

Manhattan Hotel Jakarta

Jl. Casablanca. Jakarta

Pendaftaran Via SMS, ketik :

<nama>spasi<acara>spasi< IAImember /non member>spasi<perusahaan>spasi<No Telp/HP Anda>

Lalu kirim ke : 0818492778

Informasi dan Pendafaran :

`Hubungi : Juanda/ Ria

Telp : (021) 8353588, 8354031;

Fax: (021) 8290324

Hari / Tgl/Waktu

Rabu : 12 Mei 2009

Jam : 08.00 - 16.00

Instruktur: Prianto Budi S. Ak, BKP

( Konsultan Pajak )

Page 14: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

14

ReuniPrihatin dengan sistem pendidikan di Indonesia yang tak banyak memberi ruang kreativitas bagi anak didik, Antarina Sulaiman pun membuka lembaga pendidikan sendiri, High/Scope. Cucu tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, ini mulai mendirikan lembaga pendidikan semi-intenasional pada 1996. Kini, alumnus Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Indonesia ini telah memiliki lembaga pendidikan dari pra-TK hingga SMA dan memiliki cabang tak kurang dari 8 di seluruh Indonesia.

Karena cintanya ada dunia pendidikan, Antarina lebih memilih menjadi dosen ketimbang berpraktek sebagai akuntan. Meskipun sudah lama menjadi dosen, ternyata tidak gampang bagi Antarina untuk mengelola lembaga pendidikan sendiri. Ia menganggap meyakinkan orang tua murid tentang metode pengajaran di High/Scope awalnya merupakan hal yang berat. Sebab, sebagian besar orang tua menuntut anaknya untuk menjadi juara. Padahal, Antarina ingin mencetak anak yang kreatif dan produktif. Untuk itu, bagi dia, anak didik harus diberi waktu yang cukup untuk berkreativitas.

Agar bisa meyakinkan para orang tua, Antarina menyempatkan diri mengikuti kursus public relations. Tujuannya sederhana: agar metode pendidikan di sekolahnya diterima masyarakat.

Kepedulian akuntan senior, Akmal Husein, terhadap perkembangan industri jasa keuangan di Tanah Air tetap membara. Belum lama ini, Akmal menerbitkan dua buah tentang asuransi di Indonesia. Satu buku berisi sejarah singkat tokoh-tokoh asuransi nasional. Buku kedua berisi sejarah perasuransian Indonesia, sejak masa prakemerdekaan hingga

saat ini. Buku tersebut ditulis bersama sebuah tim.

Akmal Husein sendiri memang telah lama berkecimpung di industri jasa keuangan. Lahir di Tanjunglaga, 14 Desember 1941, selain menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya, Akmal juga pernah menjadi akuntan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Terakhir, Akmal menduduki jabatan Presiden Direktur PT. Jamsostek (Persero) tahun 1998-2000. Di organisasi profesi, Akmal pernah

menjadi Wakil Ketua Kompartemen Akuntan Management IAI periode 1993-1995.—

Antarina sulaiman

Akmal Husein

Page 15: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

15

ReuniProf. Dr. Adji Suratman, saat ini memiliki tambahan kesibukan. Selain sebagai praktisi di PT Taspen dan guru besar di STIE YAI, Adji Suratman sedang sibuk mempersiapkan

peningkatan kualitas akuntan manajemen yang berstandar internasional.

Maklum, sejak IAMI meluncurkan Certified Professional Management Accountant (CPMA), Adji adalah salah satu Dewan Penguji CPMA. Hal ini untuk mempersiapkan praktisi dapat menjalankan bisnis dengan good corporate governance (GCG) dan

kaedah manajemen strategik berstandar dunia.

Bagi Adji, kompetensi merupakan kunci keberhasilan profesi akuntan manajemen dalam menjalankan perannya. Sebab, di sini akuntan berperan sebagai partisipan dalam proses manajemen strategik, penyedia informasi strategik dan operasional bagi pengambil keputusan, perancang dan pemelihara sistem manajemen strategik, dan perancang serta pemelihara sistem pengamanan aset perusahaan. Di sinilah

kompetensi inti akuntan manajemen dilakukan sertifikasi.—

Thomson Batubara, Rekan kita yang menjadi salah satu partner pada kantor akuntan Big Four yaitu PWC & Cooper yang salah satu kegemarannya adalah olah raga tinju dan mengidolakan Mike Tyson. Thomson yang selalu pembawaannya riang sangat mensyukuri berprofesi sebagai editor karena merupakan cita-citanya sejak kecil,prinsip hidupnya Do The Best.

Thomson adalah alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi dari Universitas Indonesia dan berkarir dalam profesi Akuntan Publik sejak tahun 80-an dan mempunyai partner rekan se Fakultasnya dan bersahabat sejak mahasiawa.

Prof. Dr. Adji suratman

Thomson Batubara

Page 16: Fair Value

ai16

Laporan UtamaShifting Paradigm:Historical Cost To Fair Value

Page 17: Fair Value

ai 17

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Ketika di Amerika Serikat terjadi krisis keuangan yang dipicu oleh subprime mortgage pada semester kedua 2008,

fair value sempat dijadikan kambing hitam. Sistem akuntansi atau pelaporan keuangan yang menggunakan fair value atau nilai wajar —bukan lagi nilai buku berdasaran pendekatan historical cost— ini dituding sebagai penyebab terjadinya krisis keuangan. Pihak-pihak terkait dan berwenang kemudian melakukan kajian untuk mencari jawaban atas pertanyaan: benarkah penerapan fair value sebagai penyebab krisis?

Security Exchange Comission (SEC) atau pengawas pasar modal Amerika Serikat (AS) segera membentuk tim untuk melakukan kajian pada Desember 2008. Sebelumnya, pada November, negara-negara yang tergabung dalam G-20 mengadakan pertemuan untuk melakukan kajian serupa. Begitu juga dengan International Monetary Fund (IMF). Kesimpulan studi dari mereka sama: tak ada bukti yang bisa menunjukkan bahwa fair value menjadi biang krisis.

“Krisis tidak disebabkan oleh pelaporan keuangan (fair value), melainkan karena adanya pengambilan risiko yang terlalu besar,” kata Anis Baridwan, Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK pada seminar “Kontroversi Penerapan Konsep Fair Value” di Jakarta awal Januari 2009, mengutip hasil pertemuan G-20. Sementara itu, hasil studi SEC menyebutkan, krisis bukan disebabkan fair value, melainkan oleh kegagalan perbankan atau lembaga-lembaga keuangan di AS karena probable credit losses, keraguan atas kualitas aset, dan turunnya kepercayaan kreditur maupun investor. Pendek kata, yang terjadi adalah kesalahan pengelolaan. Itulah yang terjadi hingga krisis tersebut menyeret dunia ke dalam krisis finansial global. Semua sepakat, termasuk IMF, untuk meneruskan penggunaan konsep fair value, hanya memang perlu perbaikan di sana-sini.

Sementara itu, di tengah pusaran kontroversi penerapan fair value accounting di saat dunia dilanda krisis keuangan global, Indonesia lebih memilih menunda konsep baru tersebut. Indonesia, menurut Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (ISI) M Jusuf Wibisana, baru akan mengadopsi secara penuh International Financial Reporting Standard (IFRS)/International Accounting Standard (IAS) pada tahun 2012 dari rencana semula tahun 2009. Artinya, baru tiga tahun lagi Indonesia benar-benar menerapkan secara penuh konsep fair value.

Bagi Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) atau Indonesian Society of Appraisers, Hamid Yusuf, penundaan tersebut merupakan pilihan yang aman. Kecuali karena memang belum benar-benar siap, jika fair value dipaksakan saat ini, akan terjadi guncangan seperti yang dialami AS. “Sebab, akan banyak perusahaan atau lembaga bank yang langsung merugi karena pasar sedang terpuruk,” katanya.

Nilai Relevan

Apa sesungguhnya fair value? Selama ini, sistem akuntansi di Indonesia, seperti lazimnya, menggunakan konsep historical cost. Konsep ini menggunakan pendekatan biaya perolehan yang menghasilkan nilai buku. Untuk berbagai kepentingan, laporan nilai buku itulah yang selama ini lazim dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan. Sebagai contoh, jika kita, atau sebuah perusahaan, membeli sebuah tanah seharga Rp 50 juta, misalnya, bertahun-tahun kemudian, di dalam nilai buku atau book value, harga tanah itu sebagai aset akan tetap tertulis Rp 50 juta jika masih menggunakan konsep historical cost meskipun di pasaran harganya sudah naik tiga-empat kali lipat. Dengan kondisi

pasar yang makin dinamis dan berkembang sangat cepat, akhirnya konsep historical cost dianggap tidak cocok lagi, tidak relevan, karena tidak mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. Sebagai gantinya digunakanlah konsep fair value.

Menurut catatan Hamid Yusuf, yang pertama kali mengenalkan konsep fair value ini adalah Australia, Inggris, dan negara-negara bekas jajahan Inggris. Konsep ini pertama kali digunakan untuk menghitung biological assets di lingkungan perusahaan perkebunan dan peternakan. Pertimbangannya sederhana. Aset dan bidang usaha perusahaan-perusahaan tersebut adalah makhluk hidup, seperti tanaman dan ternak, yang terus berkembang dan berbiak. Jika perusahaan-perusahaan tersebut dinilai dengan nilai buku (historical cost), tentu tidak fair karena tidak mercerminkan nilai ekonomi yang sebenarnya. Dari situ kemudian ditemukan konsep penghitungan baru yang dikenal sebagai fair value. Konsep ini kemudian diadopsi ke dalam standar akuntansi internasional dan diberlakukan pertama kali pada 2003 untuk menilai aset-aset bilogis di sektor agri. Sejak saat itulah, semua perusahaan-perusahaan publik di Eropa menggunakan fair value untuk menyusun laporan keuangannya.

Perkembangan lain juga terjadi di Amerika. Di negara adi daya itu, selama dua dekade berturut-turut terjadi krisis di sektor keuangan. Pada 1980, terjadi krisis lembaga simpan pinjam dan pada 1990 terjadi krisis serupa di lingkungan perbankan. Kedua krisis di sektor keuangan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian sangat besar bagi perekonomian AS. Publik AS pun kemudian mempertanyakan sistem akuntansi yang digunakan lembaga-lembaga keuangan di sana. Intinya, mereka mempertanyakan kenapa potensi kerugian yang demikian besar tak bisa dideteksi sejak dini? Apa yang salah dengan sistem akuntansi mereka?

Kontroversi Fair Value di Tengah KrisisRencana penerapan konsep fair value di Indonesia masih diwarnai kekhawatiran dan ketidaksiapan. Apa untung ruginya bagi dunia usaha dan perekonomian nasional?

Laporan Utama

Page 18: Fair Value

ai18

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Menurut catatan Peneliti Madya Kebijakan Fiskal Departemen Hinsa Siahaan, untuk merespons pertanyaan publik tersebut, SEC AS pada 1991 menggelar konferensi internasional. Konferensi tersebut melibatkan para pemimpin perusahaan dunia dari berbagai bidang, pakar dari berbagai perguruan tinggi, pembuat standar akuntansi, penyusun dan pemakai laporan keuangan, dan institusi pembuat kebijakan di seluruh dunia. Konferensi tersebut dimaksudkan untuk menjawab tantangan masalah keuangan dan akuntansi dengan mengambil tema “Relevance in Financial Reporting: Moving Toward Market Value Accounting”.

Konferensi tersebut, menurut Hinsa yang kebetulan menjadi salah satu peserta, menyimpulkan bahwa akuntansi berbasis historical cost tidak mampu mendeteksi potensi-potensi kerugian yang bakal terjadi karena tidak didasarkan pada nilai pasar yang berkembang. Karena itu, SEC AS kemudian merekomendasikan agar badan pembuat standar di negara tersebut mencari solusi dengan membuat standar akuntansi yang mengakomodasi atau berbasis nilai pasar. Pendek kata, akuntansi atau laporan keuangan yang disusun harus bisa mencerminkan kondisi atau dinamika pasar yang sebenarnya.

Namun, menurut Hamid Yusuf, AS kemudian melangkah lebih jauh dalam penghitungan nilai pasar dengan fair value. Jika IFRS/IAS hanya memuat pedoman umum dalam penghitungan fair value, standar akuntansi di AS, GAAP, mengaturnya dengan sangat detail, rinci, dan kompleks. Dan, meskipun sudah diwacanakan lebih dulu, ternyata AS baru menerapkan penghitungan fair value measurement secara penuh pada tahun 2007. Dan, begitu menerapkan fair value, borok yang sebenarnya terlihat secara telanjang. Mulai 2008, perusahaan-perusahaan besar atau lembaga-lembaga keuangan jatuh merugi. Kepercayaan pasar pun runtuh. Dan inilah yang kemudian menyulut krisis keuangan global.

Pemerintah AS atau pihak yang berwenang, demikian analisa Hamid, bukannya tidak bisa memprediksi dampak

yang akan terjadi atas pemberlakuan kebijakan baru tersebut. Namun, negara sebesar AS tidak akan mudah untuk “menjilat air ludahnya sendiri”. “Bisa saja mereka menarik kembali atau menunda pemberlakuan kebijakan itu, tapi itu akan bikin mereka malu dan menurunkan kepercayaan dunia. Jadi, pilihannya ya mereka terima risikonya,” kata Hamid.

Kesiapan Indonesia

Hal itu, lanjut Hamid, berbeda dengan sikap yang diambil Indonesia. Begitu mengetahui pasar sedang bergejolak dan kondisi di dalam negeri juga belum siap benar, Indonesia lebih memilih menunda penerapan fair value. Anda konsep itu diterapkan saat ini, Hamid yakin akan banyak perusahaan atau lembaga-lembaga keuangan yang membukukan kerugian tak terkira. “Sekarang saya tanya, ada tidak saham yang nilainya tidak turun? Tidak. Jika pakai fair value, semua akan rugi. Tapi itu hanya kerugian di atas kertas. Kerugian sebenarnya baru terjadi atau menjadi nyata jika dilakukan transaksi. Itu yang sebenarnya terjadi,” jelas Hamid. Karena itulah Indonesia baru akan menerapkan fair value secara penuh pada 2012.

Masalah ketidaksiapan Indonesia juga diakui Jusuf Wibisana. Secara khusus, DSAK memang belum pernah melakukan penelitian tentang kesiapan Indonesia dalam menerapkan fair value. Namun, diakui Jusuf, ada beberapa pihak atau bidang sudah siap, tapi banyak juga yang belum siap. “Saat ini saya belum melihat ada usaha terpadu dari standard setter, auditor, pebisnis, dan akademisi untuk memahami dan menerapkan fair value secara konsisten dan bertanggung jawab,” ujar Jusuf.

Namun demikian, DSAK sudah menyusun beberapa standarnya yang semua mengacu pada IFRS/IAS, termasuk di dalamnya konsep fair value. Di antaranya adalah PSAK 30 tentang Sewa beserta PSAK 8, PSAK 13 tentang Properti Investasi, PSAK 16 tentang Aset Tetap, dan PSAK 50 dan PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan. Di samping itu, DSAK juga menerbitkan buletin teknis sebagai panduan untuk

melakukan penghitungan fair value pada standar-standar tersebut. Karena hampir seluruh Pronouncement the International Accounting Standard Board sudah menggunakan dasar fair value, Indonesia juga akan mengadopsinya.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dalam beberapa peraturannya juga telah mengadopsi atau memasukkan konsep fair value, di antaranya IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama, IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik/Emiten, IX.L.1 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kuasi Reorganisasi, dan IV.C.2 tentang Nilai Pasar Wajar dari Efek dalam Portofolio Reksa Dana. Menurut Kepala Bidang Akuntansi Keuangan dan Pemeriksaan Bapepam-LK Etty Retno Wulandari, mengatakan, untuk penerapan fair value di lingkungan pasar modal, Bapepam-LK akan selalu mengikuti dan meng-enforce semua standar yang dikeluarkan DSAK. “Jadi, kami di Bapepam-LK sudah siap, dan untuk beberapa hal kami sudah lama menerapkan fair value,” kata Etty Retno.

Hal yang sama juga dilakukan di lingkungan MAPPI. Sejak 2002, menurut Hamid Yusuf, MAPPI sudah memasukkan fair value ke dalam standar penilaian dan akuntansi. Cuma, waktu itu para penilai mengalami kesulitan dalam menerapkan fair value karena DSAK baru mulai memberlakukan PSAK terkait pada 2007 meskipun sudah disusun sejak 2003. Standar penghitungan fair value MAPPI tersebut terus diperbarui untuk disesuaikan dengan standar-standar baru baik yang dikeluarkan IFRS/IAS maupun DSAK. “Jadi kami selalu menyesuaikan dengan kepentingan akuntansi,” katanya.

Artinya, seperti diakui Jusuf Wibisana dan Hamid Yusuf, ada yang sudah siap dengan fair value, namun tidak sedikit yang masih belum memahami. Pelaku dunia usaha sendiri, menurut Hamid, banyak yang belum siap dengan fair value. Mereka belum siap untuk terbuka dan transparan bagi

Laporan Utama

Page 19: Fair Value

ai 19

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

pihak lain atau investor yang ingin melihat isi perut perusahaan mereka. “Masih ada yang seperti itu,” katanya. Di samping itu, Hamid menilai pemerintah atau regulator juga belum benar-benar siap paket-paket regulasi yang menjamin adanya keterbukaan informasi pasar. “Jadi masih perlu waktu untuk melakukan persiapan di berbagai lini,” imbuh Hamid.

Salah satu sektor yang juga dinilai belum siap menerapkan fair value adalah perbankan. Menurut Manajer Senior PT Batavia Properindo Sekuritas, Ricky Ichsan, perbankan merupakan sektor yang paling belum siap menerapkan fair value. Karena itulah, PSAK 50 dan PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan yang sedianya diberlakukan tahun ini diundur hingga 2010. Sebagai gantinya, Bank Indonesia (BI) memberlakukan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI). “Itu karena sistem di perbankan kita belum siap,” kata Ricky yang pernah menjalani profesi sebagai bankir ini. Dibanding sektor-sektor lain, penerapan fair value di mata Ricky tergolong paling rumit dan kompleks. Sebab, tak semua instrumen keuangan atau aset bank diperdagangkan di pasar modal. “Jadi untuk bank penerapan fair value memang perlu pesiapan lebih,” katanya.

Namun, penundaan PSAK 50 dan PSAK 55 itu, menurut Kepala Biro Penelitian dan Pengaturan Bank BI, Narni Purwati, menguntungkan perbankan Indonesia. “Ini memberikan tambahan waktu bagi bank untuk melakukan penyesuaian di bidang sistem teknologi, proses bisnis, infrastruktur, dan persiapan SDM,” kata Narni ketika mengikuti seminar “Kontroversi Penerapan Konsep Fair Value” tersebut.

Sembari menunggu deadline 2012, semua pihak terkait, menurut Jusuf Wibisana, harus menyiapkan berbagai langkah penerapan fair value tersebut. Sebab, semua PSAK yang diterbitkan DSAK tersebut nantinya harus dijadikan pedoman dalam menyusun laporan keuangan berbasis fair value. Setelah 2012, perusahaan atau entitas yang laporan keuangannya masih tidak menggunakan fair value, oleh auditor akan diberi opini tidak bersih (unqualified). Opini

itu akan menurunkan tingkat kepercayaan publik. “Karena itu, baik regulator, pelaku usaha, maupun pihak-pihak terkait harus bersama-sama melakukan upaya-upaya serius agar penerapan fair value sesuai harapan,” katanya.

Untung-Rugi

Meskipun secara penuh baru akan diterapkan 2012, dalam beberapa kasus atau entitas konsep fair value ini di Indonesia sebenarnya sudah dterapkan. Saham yang diperpadagangkan di pasar modal, misalnya, menurut Ricky Ichsan, dengan sendirinya penilaiannya sudah menggunakan fair value. “Jadi, traksaksi yang kita lakukan sudah menggunakan fair value, karena penilaiannya sudah mengikuti harga pasar,” katanya.

Hanya, menurut Etty Retno Wulandari, untuk penyusunan laporan keuangan bagi perusahaan publik (PP) atau emiten, konsep fair value baru diterapkan tahun ini. Hasilnya seperti apa memang belum bisa diketahui, sebab laporan keuangan PP/emiten berbasis fair value baru diterima Bapepam-LK bulan April ini. “Jadi belum bisa dikomentari hasilnya seperti apa,” katanya.

Di lingkungan dana pensiun, fair value juga sudah mulai diterapkan. Hanya, menurut Wakil Ketua Bidang Investasi Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Joni Rolindrawan, DSAK masih memberi opsi. Pengelola dana pensiun boleh menggunakan hold to maturity, boleh juga mark to market atau fair value. “Hanya, penerapannya harus konsisten. Sekali pakai hold to maturity, seterusnya harus begitu. Kalau pakai mark to market, juga harus begitu seterusnya. Tidak boleh ganti-ganti,” katanya.

Meskipun telah disepakati bahwa Indonesia akan menerapkan konsep fair value, namun banyak kalangan mengingatkan masalah untung rugi atau risiko-risiko yang ditimbulkannya. Bagi Ricky, fair value akan menguntungkan pelaku pasar atau investor karena memang mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. “Sebab, informasi pasarnya terkini, selalu up date. Hanya, memang, kita akan kesulitan untuk menilai pasar yang tidak

aktif. Dan untuk itu diperlukan penilaian model,” katanya.

Hal senada diungkapkan Jusuf Wibisana. Dibanding historical cost, menurutnya, fair value memiliki tiga keunggulan, yaitu laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan; meningkatkan keterbandingan laporan keuangan; dan informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, potensi laba/rugi sebuah perusahaan jauh-jauh hari sudah bisa diprediksikan.

Namun, Jusuf juga masih memberikan catatan bagi penerapan fair value ini. Sebagai contoh, untuk penentuan apakah suatu pasar itu aktif atau tidak aktif adalah persoalan krusial dan tidak mudah. Selain itu, pasar mungkin aktif untuk instrumen tertentu, dan tidak aktif untuk instrumen lainnya, dan ini juga tergolong hal yang sulit. Catatan lain lagi adalah, keberadaan willing sellers dan willing buyers kadang tidak cukup untuk menjustifikasi apakah suatu pasar terbilang aktif. “Dan, harga yang terbentuk dalam forced transactions, forced liquidation, atau distressed sales mungkin tidak mencerminkan nilai wajar yang sebenarnya,” kata Jusuf.

Di lingkungan perbankan, penerapan fair value, seperti diakui Narni Purwati, memang memunculkan sejumlah kekhawatiran. Dalam hal risiko kredit (own credit risk), misalnya, jika kredibilitas sebuah bank menurun, maka kewajiban keuangan bank yang diukur pada nilai wajar juga akan menurun. Misalnya, saat credit rating bank menurun, nilai wajar dari kewajiban keuangan bank juga menurun, sehingga bank dapat mengakui keuntungan. Kondisi demikian memberi peluang untuk membukukan keuntungan di saat bank mengalami kesulitan. Bahkan, dalam kondisi yang ekstrem, bank yang insolvent dapat terlihat solvent hanya karena kewajiban keuangannya dinilai lebih rendah dibandingkan nilai nominal, sehingga seolah-oleh bank telah memiliki modal yang lebih tinggi.

Begitu juga dalam hal keterbukaan laporan keuangan (disclosure), penerapan fair value akan membuat pelaku pasar dapat

Laporan Utama

Page 20: Fair Value

ai20

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

mengetahui dampak atau risiko profil risiko bank yang bersangkutan. “Karena itu, BI akan menerbitkan ketentuan prinsip kehati-hatian dalam penerapan fair value yang mengacu pada rekomendasi Basel mengenai Supervisory Guidance on the Use of FVO for Financial Instruments by Banks. Guidance tersebut untuk mendorong penerapan strong internal controls dan risk management practices dalam penggunaan fair value, khususnya untuk nontradeed instruments,” papar Narni Purwati.

Namun, secara umum, menurut Hamid Yusuf, penerapan fair value akan menguntungkan perekonomian Indonesia. Sebab, tanpa fair value, aset-aset perekonomian nasional, baik yang dimiliki swasta maupun pemerintah, selama ini dinilai terlalu rendah, jauh lebih rendah dari nilai sewajarnya. Ia mencontohkan aset-

aset perusahaan perkebunan yang hingga saat ini masih menggunakan nilai buku. Sebagai gambaran, sebelum 1997, kebun sawit seluas satu hektare, misalnya, cukup dibangung dengan uang Rp 12 juta atau hanya Rp 6 juta sebelum 1990-an. Setelah terjadi krisis moneter 1997/ 1998, ketika harga dolar AS sudah naik tiga kali, untuk hal yang sama dibutuhkan biaya sampai Rp 30 juta. Sehingga, orang yang baru membuka perusahaan perkebunan, nilai bukanya sudah di atas Rp 25 juta semua. Padahal, penghasilannya sama dengan kebun-kebun lama yang lebih murah biayanya. Tapi nilai buku kebun lama kecil. “Ini tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya,” katanya.

Digambarkan Hamid Yusuf, sebagai negara agraris yang, katakanlah, 60 persen perusahaan yang ada mengelola perkebunan,

berarti 60 persen penduduk bergantung padanya. Kalau 60 persen perusahaan yang mengelola perkebunan itu tidak memberikan manfaat kepada rakyat secara keseluruhan, berarti ada yang salah di situ. Salahnya di mana? Menurut Hamid, Indonesia tidak menerapkan sistem akuntansi yang benar untuk semua aset-aset perekonomiannya. “Itulah kenapa sangat sedikit perusahaan-perusahaan perkebunan Indonesia yang listed di pasar modal,” katanya.

Padahal, jika aset-aset perekonomian tersebut dinilai dengan sistem akuntansi yang benar, sangat potensi ekonomi nasional yang bisa dikembangkan karena nilainya tidak lagi jauh di bawah harga pasar. “Memang akan ada risikonya, tapi akan lebih menguntungkan kalau kita menggunakan fair value,” katanya.

(Hari Suharto)

Laporan Utama

Page 21: Fair Value

ai 21

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Fair value dinilai sebagai konsep yang paling pas dan relevan untuk penyusunan laporan keuangan

sebuah perusahaan atau entitas bisnis sebab bisa menggambarkan nilai pasar yang sebenarnya. Namun, tak mudah untuk menentukan nilai dengan pasar yang beragam, aktif atau tidak aktif. Apa metode yang paling tepat?

Secara umum, menurut Anis Baridwan, Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK, fair value atau nilai adalah konsep yang digunakan dalam ekonomi dan keuangan serta akuntansi. Dalam bidang ekonomi dan keuangan, fair value merupakan estimasi rasional dan tidak bias atas harga pasar potensial dari barang, jasa, atau aset dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kelangkaan (scarcity), karakteristik risiko, replacement cost, serta biaya produksi dan distribusi, termasuk cost of capital.

Dalam pengertian standar akuntansi, menurut Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) M Jusuf Wibisana, fair value wajar adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transactions). Dalam standar akuntansi keuangan sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, konsep fair value ini memiliki tiga hierarki, yaitu (1) quoted proces at active markets, (2) no actives market, valuation techniques, dan (3) no market equities cost.

Yang dinilai melalui fair value pun, menurut Jusuf Wibisana, tidak hanya meliputi aset dan instrumen keuangan lainnya, melainkan juga kewajiban suatu perusahaan atau entitas bisnis. Yang nantinya juga harus menggunakan konsep fair value bukan cuma perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa keuangan, melainkan juga di sektor riil. “Sebab, sektor riil juga banyak yang menggunakan instrumen keuangan,” katanya.

Masalahnya adalah, bagaimana menentukan nilai di pasar yang berbeda-beda itu. Bagi Jusuf, pada pasar aktif, penentuan mudah dilakukan dengan kuotasi harga di pasar. Yang jadi masalah adalah jika pasar tidak aktif. Di sini, menurut Jusuf, penentukan nilai bisa dilakukan sesuai hierarki fair value tersebut. Dengan begitu, jika pasar tidak aktif, menurut Jusuf, penentuan nilai bisa menggunakan transaksi-transaksi wajar terkini antara pihak-pihak yang mengerti dan berkeinginan. Bisa juga menggunakan referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara substansial sama. Atau, menggunakan analis arus kas yang didiskonto (discounted cahs flow analys) serta model penetapan harga opsi (option pricing model).

“Jika pasar tidak aktif, maka penentuan nilai wajar menggunakan

teknik penilaian. Teknik penilaian utamanya berdasarkan pada asumsi internal manajemen mengenai future cash flow dan appropriately risk-adjusted discount rates. Atau, bisa menggunakan kuotasi broker untuk dijadikan input tapi tidak determinatif, dan tidak mengandalkan kuotasi broker jika dinilai tidak mencerminkan nilai wajar,” jelas Jusuf.

Jadi, di pasar yang tidak aktif, memang memerlukan keahlian tersendiri untuk menentukan nilai wajar secara cepat dan tepat.

(Hari Suharto)

Bagaimana Menghitung Fair Value

Laporan Utama

- peningkatan yang signifikan selisih ask price dan bid price.

- pihak yang melakukan bidding jumlahnya terlalu kecil.

- adanya volatilitas harga pasar yang sginifikan.

- jumlah efek yang ditransaksikan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah efek yang beredar.

- penurunan signifikan atas volume dan level aktivitas perdagangan.

Indikasi Pasar Tidak Aktif:

Page 22: Fair Value

ai22

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

Indonesia sudah bertekad untuk mengadopsi secara penuh standar akuntansi internasional dari International

Financial Reporting Standard (IFRS)/International Accounting Standadr (IAS) pada 2012. Dan, semua standar yang dikeluarkan IFRS/IAS sudah menerapkan konsep fair value atau nilai wajar sesuai dinamika pasar. Sebagai standard setter di Indonesia, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk menyusun semua standar akuntansi dengan konsep fair value yang akan diberlakukan di Indonesia. Standar-standar tersebut kemudian termuat dalam banyak Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK-PSAK itulah yang nanti harus dijadikan pedoman dalam menyusun laporan keuangan dengan konsep fair value.

Untuk mengetahui sejauh mana persiapan penerapan fair value dalam sistem akuntansi di Indonesia, Majalah Akuntan Indonesia mewawancarai Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI M Jusuf Wibisana. Berikut petikannya:

sebagai standard setter di Indonesia, bagaimana DsAK IAI melihat kesiapan Indonesia dalam penerapan standar yang berbasis fair value?

DSAK belum pernah melakukan penelitian terkait dengan kesiapan berbagai pihak untuk menerapkan fair value accounting. Dari pengalaman pribadi, saya melihat bahwa penerapan fair value relatif mudah untuk aset yang memiliki harga pasar yang observable di pasar aktif. Penerapan untuk aset yang tidak memiliki pasar yang aktif memang lebih problematik, karena membutuhkan keahlian penilaian yang mungkin belum banyak dimiliki oleh pelaku bisinis di Indonesia. Satu organisasi penilai, sebagai contoh, memiliki keahlian dalam menilai properti, tetapi tidak untuk penilaian investasi pada surat berharga atau instrumen keuangan pada umumnya.

sudah berapa standar akuntansi keuangan (sAK) yang sudah concern dengan fair value?

Hampir seluruh Pedoman Standar

Akuntansi (PSAK) revisian yang diterbitkan akhir-akhir ini sudah mengadopsi fair value accounting. Sebut saja PSAK 30 tentang Sewa beserta PSAK 8, PSAK 13 tentang Properti Investasi, PSAK 16 tentang Aset Tetap, dan PSAK 50 dan 55 tentang Instrumen Keuangan. Perlu juga diketahui bahwa saat ini hampir seluruh Pronouncement the International Accounting Standard Board sudah menggunakan dasar fair value.

standar mana yang agak sulit diterapkan, terutama di sektor apa?

Seluruh standar yang saya sebutkan

di atas relatif kompleks untuk diterapkan, tapi sesungguhnya akan seimbang dengan meningkatnya kualitas relevansi dari laporan keuangan yang dihasilkan.

Apakah dalam penerapan fair value, selain aset, juga mencakup kewajiban yang diatur standar?

Benar. Kewajiban juga dapat dinilai berdasarkan fair value, tapi dengan beberapa persyaratan seperti yang disebut di PSAK 55.

Untuk penerapan fair value, tentu ada cost tambahan yang ditanggung

perusahaan dan kebutuhan sumber daya manusia (sDM). Bagaimana menghitungnya?

Biaya penerapan fair value accounting berbeda untuk perusahaan yang berbeda. Hal-hal yang berpengaruh terhadap besaran biaya adalah, antara lain, jenis transaksi dan besaran akun yang ada di perusahaan, kompetensi dari SDM, kecanggihan teknologi informasi, program yang diinginkan, serta jumlah user yang harus memahami dan menerapkan fair value accounting. Bila menggunakan konsultan, biaya konsultan juga harus diperhitungkan.

Apa saja yang harus disiapkan bagi perusahaan yang akan menerapkn fair value?

Pertama, entitas harus berusaha memahami dan mendalami fair value accounting itu sendiri. Kedua, entitas sebaiknya menyiapkan analisis jarak (gap anaysis) untuk memahami apa yang harus dilakukan untuk menutup gap antara praktek yang sekarang ada dengan yang harus dilakukan dalam penerapan fair value. Ketiga, entitas harus menyusun sistem informasi yang mengakomodasi standar-standar baru yang sudah menerapkan fair value. Keempat, entitas memperbaiki sistem teknologi informasi untuk mengakomodasi permintaan dalam penerapan fair value. Kelima, entitas melakukan uji coba dengan parallel run sampai diperoleh keyakinan bahwa sistem yang baru siap untuk go live. Untuk meyakinkan keberhasilannya, entitas harus mendapat dukungan penuh dari manajemen puncak (ada tone from the top). Entitas dapat mempertimbangkan penggunaan jasa konsultan untuk membantu semua yang di atas.

Fair value mengacu pada nilai wajar, yang lebih mudah mengacu pada mark to market (nilai pasar). Namun, bagi instrumen keuangan yang tidak memiliki nilai pasar aktif dapat mengarah ke penilaian subjektif, sehingga nilai yang dihasilkan tidak bisa diandalkan. Contohnya, pada pasar keuangan yang bubble, nilai wajar

“Dengan Fair Value, Laporan Keuangan Lebih Transparan”

M Jusuf Wibisana, Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI

M Jusuf Wibisana

Laporan Utama

Page 23: Fair Value

ai 23

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

yang dihasilkan tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Bagiamana standar mengatur kondisi-kondisi seperti itu?

DSAK sudah mengeluarkan buletin teknik tentang penggunaan fair value dalam kondisi pasar tidak aktif, yakni dengan menggunakan alternatif penilaian yang mungkin tidak dapat dihindari akan memerlukan professional judgement dari manajemen, appraisal, dan auditor pada saat mengaudit.

Apa kelebihan dan kekurangn konsep fair value baik bagi baik perusahaan, investor, dan regulator, terutama di lingkungan pasar modal?

Fair value memberikan informasi keuangan terkini yang lebih relevan sebagai dasar pengambilan keputusan. Fair value juga dapat memperbaiki transparansi laporan keuangan perusahaan dan meningkatkan keterbandingan laporan keuangan antarentitas. Apabila diterapkan dengan baik, fair value juga dapat mendekatkan konsep laba seperti yang diinginkan oleh ekonom dengan konsep laba akuntansi, sehingga profil risiko dari satu entitas dapat diketahui dengan lebih baik.

Adapun kelemahan fair value adalah kemungkinan nilai yang ada di pasar tidak menunjukkan nilai wajar karena pasar dianggap tidak atau kurang aktif, adanya kemungkinan “penggorengan” nilai pasar karena pasar tidak efisien dalam menyaring dan mengolah informasi, serta penggunaan penilaian alternatif, misalnya arus kas diskontoan yang bias disebabkan ketidakprofesionalan penilai atau kesalahan yang tidak disengaja. Pasar yang over-reactive juga menyebabkan volatilitas earning entitas.

seperti apa aturan fair value yang diakomodasi untuk pasar modal, perbankan, asuransi, dan dana pensiun?

PSAK tidak secara spesifik membedakan aturan fair value untuk sektor jasa keuangan dengan sektor riil. Ingat, sektor riil juga banyak yang memiliki instrumen keuangan. Aturan fair value untuk aset tetap, misalnya dengan penggunaan

model revaluasi, berlaku untuk seluruh industri. Memang, terkadang tidak dapat dihindari bahwa untuk kepentingan regulasi, sektor keuangan juga diatur secara lebih khusus oleh regulator terkait.

Metode apa yang digunakan untuk menilai pasar yang tidak aktif?

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai fair value apabila pasar yang aktif tidak tersedia. Cara tersebut antara lain dengan teknik penilaian yang meliputi penggunaan transaksi-transaksi pasar wajar yang terkini untuk aset yang identik. Jika tersedia, bisa menggunakan referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara substansial sama, analisis arus kas diskontoan, dan model penetapan harga opsi.

Apakah penerapan fair value di perusahaan pasar modal bisa berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan?

Pada saat terjadi pergerakan harga yang signifikan di pasar, laporan keuangan perusahaan yang terdampak dengan harga pasar tersebut mungkin juga menunjukkan pergerakan laba-rugi, dan ekuitas yang signifikan pula. Anda mungkin dapat membayangkan, bagaimana kondisi kinerja satu dana pensiun yang menempatkan sebagian dananya di beberapa saham perusahaan yang harganya melorot tajam selama krisis ini.

Bagaimana komentar Anda terhadap penerapan fair value bagi perusahaan yang sudah listed, perbankan, asuransi, atau dana pensiun?

Perusahaan yang listed di bursa efek dan industri jasa keuangan seharusnya memiliki perangkat pelaporan yang lebih siap dibanding yang lain. Lembaga-lembaga keuangan yang sebagian besar asetnya berupa financial instrument yang fair value-nya terdapat di pasar yang aktif, dengan mudah dapat menentukan fair value dari instrumentnya.

Nantinya, adakah sanksi bila entitas bisnis tidak konsisten menerapkan standar yang menggunakan fair value. Apakah hanya tercermin dalam opini

dari akuntan publik atau ada sanksi lain?

Laporan keuangan perusahaan diharuskan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Apabila fair value telah menjadi suatu prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka ketidakkonsistenan atas penerapannya bila material menyebabkan opini dari auditor tidak bersih (unqualified)

Peralihan dari historical cost ke fair value memerlukan perubahan paradigma berpikir. Menurut Anda, apakah para praktisi, profesional, dan akademisi sudah mempersiapkan diri untuk beralih ke fair value?

Sebagian sudah siap, tapi sebagian lain masih memerlukan pendalaman atau pelatihan yang sistematis. Saat ini saya belum melihat ada usaha terpadu dari standard setter, auditor, pebisnis, dan akademisi untuk memahami dan menerapkan fair value secara konsisten dan bertanggung jawab.

Masih banyak universitas cara pengajarannya, kemampuan dosennya, literaturnya, hasil penelitiannya, dan kurikulumnya masih mengacu pada historical cost. Hanya PsAK yang sudah mengacu pada fair value. Bagaimana DsAK mempersiapkan perubahan secara mendasar ini dan butuh waktu berapa mempersiapkan semua itu. Apakah sisa waktu menuju 2012 sudah cukup untuk mempersiapkan itu semua?

Perlu upaya besar, serius, dan bersama-sama untuk mendalami dan menerapkan fair value supaya pada 2012 kita dapat fully converge dengan IFRS.Tanpa upaya bersama yang serius, mungkin sulit untuk mencapai convergence in standards and convergence in practice.

Bagaimana peran KAPD, IAMI, IAPI, dan KAsP dalam mempersiapkan perubahan ke konsep fair value?

Perannya sangat penting, dan ini yang sebaiknya segera dibahas dan disiapkan secara seksama dan bersama-sama..

(Hari Suharto)

Laporan Utama

Page 24: Fair Value

ai24

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Jika Anda ingin mengetahui harga sebuah properti, katakanlah sebuah rumah tipe tertentu atau tanah dengan luas tertentu

di bilangan Blok M, Jakarta Selatan, misalnya, ke mana Anda akan mencari informasi? Bingung? Pasti. Mungkin Anda akan bertanya langsung kepada pemiliknya atau mencari informasi tambahan dari broker atau tanya kiri-kanan. Tapi informasi yang Anda peroleh tetap akan menyisakan keraguan: benarkah informasi itu menggambarkan nilai wajar atau harga pasar yang sesungguhnya? Anda hanya akan bisa meraba-raba, dan tak ada referensi pasti dan akurat untuk dijadikan dasar mengambil keputusan.

Begitulah gambaran pasar di Indonesia: hanya bisa diraba-raba. Hal itu bahkan diakui oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Indonesian Society of Appraisers atau Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) Hamid Yusuf. Para penilai sendiri, diakui Hamid, sering kebingungan jika harus menetapkan atau menaksir harga suatu aset atau properti. “Karena tidak ada sumber data atau informasi yang akurat, lengkap, dan bisa dijadikan acuan,” katanya. Di negara-negara lain, contoh terdekat adalah Malasyia, ada satu lembaga resmi dan kompeten yang mencatat semua transaksi atas aset dan properti di negara itu. Data lembaga itu kemudian menjadi acuan resmi bagi setiap orang untuk mengakses dan mengetahui informasi dan perkembangan harga pasar. Jadi, di Malaysia, orang tak akan mengalami kesulitan untuk mengetahui atau menaksir harga pasar sebuah aset properti. Itu karena setiap orang yang melakukan transaksi harus melaporkan atau mencatatkan transaksi mereka di lembaga tersebut lengkap dengan nilai transaksinya.

Pelanggaran terhadap aturan tersebut akanberbuah ancaman pidana.

Hal itu, menurut Hamid Yusuf, bertolak belakang dengan Indonesia. Di sini tak ada lembaga resmi dan kompeten yang melakukan pencatatan, dan tidak ada kewajiban bagi orang untuk melaporkan dan mencatatkan setiap transaksi properti yang dilakukan. Akibatnya, kebanyakan transaksi dilakukan secara diam-diam. Selain tak karena tak ada kewajiban, transaksi diam-diam itu dilakukan untuk menghindari pajak. Kalau pun dilaporkan atau dicatatkan, nilai transaksi yang dilaporkan biasanya jauh di bawah harga yang sesungguhnya untuk menghindari beban pajak yang terlalu tinggi.

“Ini berbeda dengan di Malaysia. Di sana transaksi memang wajib dilaporkan, tapi pajaknya sangat ringan, sehingga masyarakat tidak merasa dibebani pajak terlalu berat,”

ujar Hamid Yusuf.

Akibat tak ada pencatatan resmi, pergerakan harga pasar properti di Indonesia seringkali tak terkendali karena tidak ada acuan standar. Hal ini dibenarkan Ketua Umum Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria. “Kita membuat penilaian biasanya hanya mengandalkan informasi dari kanan kiri, tak ada acuan resmi. Karena itu bisa jadi harga properti dijual lebih rendah dari nilai sesungguhnya atau justru sebaliknya,” kata Teguh Satria.

Bagi Hamid Yusuf, ketiadaan informasi tersebut hanya merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi Indonesia dalam upaya menerapkan fair value untuk penilaian atas aset properti pada 2012 nanti. Kendala lain adalah masalah ketidakjelasan hak atas tanah dan semrawutnya tata

Minim Informasi, Sumber Masalah PenilaianSalah satu masalah yang akan dihadapi Indonesia dalam menerapkan fair value adalah terbatasnya sumber-

sumber informasi pasar. Diperlukan satu pusat dana dan informasi pasar yang konprehensif.

Laporan Utama

Page 25: Fair Value

ai 25

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

ruang.

Hingga saat ini, di mata Hamid Yusuf, persoalan hak atas tanah masih jadi salah satu masalah terbesar bangsa Indonesia. Sejauh pengamatannya, masih sangat banyak tanah atau lahan yang tak bersertifikat sehingga hak dan kepemilikannya tak jelas. Di saat bersamaan, juga terlalu gampang orang bisa menguasai atau menduduki tanah atau lahan dengan sertifikat yang sebenarnya bukan merupakan haknya. Akibatnya, sangat sering terjadi kasus-kasus sengketa kepemilikan tanah. Bahkan, Hamid berani bertaruh, sebagian besar properti atau tanah-tanah milik negara, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, belum bersertifikat. “Ini bisa mengacaukan dasar penilaian aset,” katanya.

Kasus-kasus buruknya pengelolaan aset pemerintah yang diungkap Badan Pengawas Keuangan (BPK), menurut Hamid, merupakan bukti bahwa masalah hak kepemilikan atas tanah atau penguasaan aset masih menjadi persoalan besar di negara kita. Di negara-negara maju, menurut Hamid, hal-hal seperti itu sudah selesai sehingga semua aset dan nilainya sudah tercatat dan terukur dengan baik.

Sudah hak dan kepemilikan tanah seringkali tidak jelas, Hamid mengimbuhkan, pengaturan tata ruangnya pun selalu berubah-ubah dan tidak jelas. “Kalau sudah bicara tata ruang, kalau sudah ada sertifikat, maka di sertifikat itu mestinya juga dicantumkan peruntukannya untuk apa, untuk jalan tol atau permukinan? Tapi yang sering terjadi, tak lama setelah kita membangun perumahan, di situ dibangun jalan tol, dan terjadilah penggusuran,” papar Hamid.

Ketidakjelasan tata ruang itu, menurut Hamid Yusuf, juga akan menyulitkan atau mengacaukan dasar penilaian terhadap nilai wajar sebuah aset atau properti. Sebagai contoh, bagaimana penilai mau menilai sebuah aset properti jika bangunan hotel, ruko, rumah, bengkel, toko kelontong, dan bahkan panti pijat berdiri berimpitan. Dengan tata ruang yang semrawut seperti itu, apa yang akan dijadikan acuan penilaian

menjadi tidak jelas sebab apakah lahan di situ peruntukannya untuk komersial atau permukinan juga tak jelas.

Hal seperi itulah, menurut Teguh Satria, yang menyebabkan pergerakan nilai atau harga pasar aset properti tak bisa diestimasi dengan jitu. Sebuah lahan di suatu tempat, misalnya, tiba-tiba harganya melonjak berlipat-lipat hanya karena mendadak muncul pembangunan pasar atau real estat. “Kita tak pernah tahu dalam jangka

waktu tertentu akan ada proyek apa di suatu daerah tertentu, misalnya,” kata Teguh Satria. “Jadi, memang tidak ada informasi yang pasti,” Teguh mengimbuhkan.

Karena itulah, Hamid merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah-langkah pembenahan agar ke depan ada keterbukaan informasi pasar secara memadai. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah membuat regulasi yang memungkinkan terbangunnya keterbukaan informasi pasar. Seperti halnya di Malaysia, katanya, di Indonesia perlu dibentuk satu lembaga atau institusi khusus yang menangani pencatatan atau pendokumentasian setiap transaksi aset properti yang terjadi dan bisa diakses publik. Bersamaan dengan itu, dibuat regulasi yang mewajibkan setiap orang yang melakukan transaksi untuk melaporkan dan mencatat transaksi mereka pada lembaga tersebut, dan yang melanggar aturan tersebut dikenai

sanksi. “Dengan catatan, jangan dikenakan pajak terlalu tinggi,” katanya.

Kedua, pemerintah harus membenahi masalah sertifikasi yang menyangkut hak dan penguasaan atas aset properti. Ini akan memudahkan pengelolaan dan penilaian atas aset poperti. Ketiga, menurut Hamid, pemerintah harus membereskan kejelasan masalah tata ruang. “Jika tata ruangnya sudah ditentukan, yang tak kalah penting adalah penegakan hukum atau law enforcement. Tanpa itu tata ruang tak akan ada artinya,” katanya.

Dengan langkah-langkah itu, Hamid yakin ke depan akan tersedia sumber informasi mengenai pasar sehingga masyarakat memiliki acuan yang jelas dalam mengambil keputusan. Tidak terus meraba-raba pasar gelap setiap akan bertransaksi. Sebab, pergerakan nilai wajar atau nilai pasar sebuah aset akan terukur dan bisa diprediksi. (Hari Suharto)

“Jika tata ruangnya sudah ditentukan,

yang tak kalah penting adalah penegakan

hukum atau law enforcement. Tanpa

itu tata ruang tak akan ada artinya,” katanya.

Laporan Utama

Page 26: Fair Value

ai26

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

Peran dan fungsi profesi penilai akan semakin penting ketika di Indonesia diterapkan konsep fair value (nilai

wajar) yang rencananya akan dimulai pada tahun 2012. Namun, yang lebih penting lagi sebenarnya adalah kesiapan semua pihak terkait, mulai dari regulator, pelaku dunia usaha, akuntan, penilai, hingga masyarakat umum. Sebab, tanpa kesiapan semua pihak terkait, penerapan fair value justru akan menjadi masalah baru. Untuk mengetahui sejauhmana kesiapan Indonesia dalam mengadopsi standar akuntansi internasional tersebut, Majalah Akuntan Indonesia mewawancari Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) atau Indonesian Society of Appraisers. Berikut petikannya.

Bagaimana kesiapan penilai menghadapi fair value?

Sejak 2002, kami sudah memasukkan nilai wajar ke dalam standar akuntansi. Hanya, kami punya kendala karena PSAK-nya belum berubah. PSAK mulainya 2007, meskipun sudah disusun jauh sebelum itu, 2003.

Bagaimana penilai melakukan penilaian nilai wajar?

Di kami, nilai pasar dicatatkan sebagai fair value di dalam akuntansi. Pada 2007 kami merivisi standar penilaian, kami meng-update standar penilaian internasional 2005/2007. Di situ penekanan fair value lebih kentara.

Di mana penekanannya?

Penekanannya pada penilaian aset tetap (property fixed). Untuk penilaian-penilaian yang lainnya, untuk kepentingan akuisisi, investasi, kami juga memberlakukan fair value. Ada tujuh standar penilaian internasional yang memang memberlakukan

fair value. Pada 2007, AS memberlakukan yang namanya fair value measurement, pengukuran nilai wajar yang tercantum dalam Financial Accounting Standar Nomor 157, IFRS, AS US GAAP. Di AS lebih jelas lagi karena sudah sampai pada bagaimana mengukur nilai wajar itu. Rumusannya lebih lengkap, sementara di IFRS hanya mengatur fair value, tapi memberikan konsep fair value itu bagaimana. Baru tahun ini IFRS akan mengeluarkan konsepnya. Nah, MAPPI sudah melahirkan konsepnya bagaimana, cara bagaimana mengukur nilai wajar itu. MAPPI mengadopsi standar internasional, tapi penggunaannya mengacu pada kepentingan akuntansi.

Kenapa harus mengacu pada kepentingan akuntansi?

Penilai, sebagai satu profesi, merupakan orang yang dianggap kompeten memberikan oponi nilai yang kebetulan di disitu dibutuhkan untuk kepentingan keuangan/akuntansi. Maka, penilai menyesuaikan apa yang diinginkan oleh laporan keuangan itu. Sebenarnya, penilaian pada awalnya dilakukan untuk agunan. Karena, pada awalnya penilaian memang lebih banyak digunakan untuk menilai agunan. Itu bisa berbeda kalau tujuannya untuk laporan keuangan. Kalau kita menilai untuk agunan, yang namanya agunan, rumah tinggal misalnya, tentu saja dia sebenarnya berfungsi untuk mem-back up bagaimana kredit itu bisa aman di kemudian hari. Kalau kreditnya macet, atau ngemplang, misalnya, maka rumah ini bisa menggantikan kredit. Sehingga, kami nilai pasar yang kami keluarkan harus menggambarkan nilai saat agunan itu mau dijual.

Apa bedanya dengan penilaian untuk akuntansi?

Kalau untuk kepentingan laporan keuangan, sebenarnya, di sana ada aset, berupa tanah dan bangunan yang tujuannya bukan untuk dijual, tapi untuk diteruskan penggunaannya secara operasional sebagai bagian usahanya. Misalnya, kantor sebagai aset operasional, maka dicatatkan sebagai aset tetap di dalam neraca. Aset tetap itulah yang diatur dalam PSAK 16. Di internasional namanya property plan an equipment. Jadi, penilai mencoba memahami bagaimana akuntan membutuhkan itu, kemudian diwujudkan dalam bentuk metode, dalam bentuk jenis nilai, dan seterusnya. Tapi, kalau tujuannya untuk listing lain lagi. Kalau tujuannya untuk merger atau akuisisi, bisa beda lagi. Intinya, penilai itu adalah orang yang memang dianggap profesional untuk melakukan pekerjaan penilaian itu.

Kembali ke soal tadi, pertanyaan dasarnya adalah, kenapa harus fair value?

Sebenarnya fair value ini diawali oleh suatu riset yang panjang yang dilakukan ole standar akuntansi meskipin dalam penerapannya saat ini masih terjadi perdebatan karena belakangan ada yang menuduh fair value inilah yang menyebabkan ekonomi ambruk. Ini yang mendorong Security Exchange Comission (SEC) atau Bapepam-nya Amerika melakukan review. Hasilnya, mereka tidak sepakat menghentikan fair value, sebab bukan itu masalahnya. Kalau pun itu, itu karena perusahaan-perusahaan yang memang tidak benar mengelola. International Monetery Fund (IMF) juga melakukan riset untuk mengetahui sejauh mana fair value ini telah digunakan di dunia keuangan. Riset dilakukan di Eropa, Amerika, dan Asia. IMF hanya menyimpulkan memang harus diadakan perbaikan-perbaikan.

Hamid Yusuf, Ketua Umum Masyarakat Profesi Penilai Indonesia

“Jujur, Kita Belum Siap dengan Fair Value”

Laporan Utama

Page 27: Fair Value

ai 27

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

Apa urgensi fair value bagi seorang penilai?

Sebenarnya, yang berkepentingan bukan penilai. Penilai hanyalah orang yang memberikan apa yang diminta. Jadi yang membutuhkan adalah dunia keuangan. Kenapa mereka membutuhkan, karena, disadari maupun tidak, perubahan-perubahan ekonomi keuangan dalam suatu negara, dalam suatu entitas, terjadi sangat cepat. Karena itu, nilai buku (book value) yang dulu digunakan kini sering tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya di lapangan. Sebab, nilai buku diperoleh dari perolehan dikurangi penyusutan. Sebagai contoh, kebun (sawit). Sebelum 1997, kebun itu, misalnya, dibangun cukup dengan uang Rp 12 juta. Malahan sebelum tahun 1990-an, Rp 6 juta sudah cukup. Tapi setelah 1998, ketika terjadi krisis, harga dolar AS sudah tiga kali naik, jadinya membangtun kebun sekarang di atas Rp 25 juta sampai Rp 30 juta. Sehingga, orang yang baru membuka perusahaan perkebunan, nilai bukanya tentu di atas Rp 25 juta semua. Namun, penghasilannya sama dengan kebun-kebun yang lama yang nilai bukunya kecil sekali tapi pendapatannya besar karena harga CPO telah naik beberapa kali. Dengan kondisi seperti itu laporan keuangannya tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya. Dari situlah kemudian Australia dan Inggris berperanan penting sebagai negara pertama yang menerapkan standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) dengan nilai wajar.

Itu awal mulanya fair value?

Ya, fair value itu awalnya ada di dalam standar akuntansi untuk biological assets, aset-aset biologis. Yang dimaksud adalah hewan ternak dan tanaman. Inisiatornya adalah Australia dan negara-negara bekas jajahan Inggris lainnya. Pertimbangannya, kalau perusahaan peternakan dan perkebunan menggunakan nilai buku, bagaimana bisa mereka kan hidup. Karena itulah fair value diberlakukan pertama kali pada 2003 di dalam IFS 41 yang berkaitan dengan masalah aset-aset bilogis di sektor agri. Itu pertama kali diberlakukan di perusahaan-perusahaan publik yang ada di Eropa. Sejak itu, di sana

semua perusahaan yang go public wajib menggunakan penilaian aset dengan fair value. Sayangnya, di Indonesia sampai hari ini standar akuntansi perkebunan belum ada sama sekali. Padahal, Indonesia negera agraris dan penghasil CPO terbesar di dunia, tapi standar akuntansinya belum punya.

Apa kerugian kita?

Perusahaan-perusahaan perkebunan ini tidak bisa menggambarkan nilai aset yang sebenarnya kepada publik. Contoh begini, mengapa di Indonesia yang memiliki begitu banyak perusahaan perkebunan yang benar-benar listing atau listed di pasr modal hanya enam, dan dari enam ini yang benar-benar go public cuma empat. Bandingkan dengan di Malaysia yang listed sudah sampai ada 40 perusahaan. Di sana perusahaan yang hanya memiliki 5-7 ribu hektare pun go public, yang ratusan ribu hektare sudah pasti go public. Artinya, kita paham bahwa orang yang berani go public berarti berani transparan. Tak ada yang ditutupi lagi, karena ada pihak ketiga yang akan masuk untuk mengetahui isi perutnya. Di Indonesia kan tidak bernai. Makanya di sana sekarang fair value bukan

sesuatu yang baru, sudah mengikuti standar internasional. Dan kita sendiri, saya pernah tanya Pak Jusuf Wibisana (Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Institut Akuntan Indonesia, Red), ya mungkin pengusahanya juga belum mau terbuka.

Kenapa ini saya contohkan, karena perkebunan ini mengambil alih fungsi lahan yang terbesar yang merupakan amanat UUD. Kalau 60 persen negara kita ini agraris, berarti 60 persen penduduk bergantung padanya. Kalau 60 persen perusahaan yang mengelola perkebunan itu tidak memberikan manfaat kepada rakyat secara keseluruhan, berarti ada yang salah di situ. Nah, di sni penilai dan akuntan bagian daripada itu. Apa pun profesi kita, kita juga melihat kepentingan negara dan bangsa yang lebih luas. Dengan profesi itu, masyarakat mengharapkan kita memberikan side information yang benar, yang akuntabel, dan dapat dipercaya.

Kenapa fair value diperlukan?

Karena dianggap mark to market, bisa menggambarkan nilai yang sebenarnya. Tapi, ya, efeknya, perusahaan-perusahaan yang tidak standar di dalam mengoperasikan

Laporan Utama

Hamid Yusuf

Page 28: Fair Value

ai28

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

perusahaannya akan jadi repot. Misalnya, dia membangun satu pabrik tapi di-mark up, sengaja dibesar-besarkan nilainya atau investasinya, termasuk di lingkungan pemerintah. Contohnya, bangunan dengan kapasitas 30 di-mark up jadi 40. Bagi penilai, itu nilainya tetap 30. Ini berbeda dengan akuntansi. Sebab, akuntansi hanya mencatat berapa pun pengeluarannya asal ada bukti. Bagi penilai, berapa nilai aset perusahaan yang dimanfaatkan secara produktif, itulah nilai. Jadi kalau Anda membangun satu aset, pakai ini pakai itu, tapi aset itu tak memberikan keuntungan secara langsung, itu dalam penilaian penilai tak ada gunanya. Itulah konsep yang dianut oleh seorang penilai. Kita mengenal itu dengan masuk ke wilayah asset management. Artinya, suatu aset kalau tidak dimanaj akan jadi masalah.

Dibanding konsep historical cost, apa kelebihan yang ditawarkan fair value?

Kelebihan fair value karena mencerminkan nila wajar yang sebenarnya.

Bagaimana penilai menggunakan fair value?

Dalam penilaian properti, secara konvensional ada tiga metode atau hierarki yang juga sudah disesuaikan dengan standar akuntansi. Pertama kita menggunakan pendekatan pasar. Yang kita gunakan adalah harga pasar. Pendekatan yang mengambil langsung pembandingnya dari properti sejenis yang kita nilai di pasar. Kalau kita, misalnya, menilai ruko, langsung kita cari berapa pasaran ruko itu. Ini apple to apple, dan di akuntansi juga diatur masalah ini. Itu namanya pendekatan pasar. Kalau tidak ada yang persis sama, misalnya Anda punya rumah tipe 125, saya punya rumah tipe 125, cuma saya tinggal di Cenere dan Anda tinggal di Bogor, kan belum tentu sama nilainya. Atau, sama-sama di Cenere jika berbeda spesifikasi, tentu nilainya juga akan beda. Jika pembandingnya terbatas, maka menggunakan pendekatan kedua. Ini masih menggunakan pendekatan pasar, tapi mempertimbangkan nilai pendapatan. Misalnya perkantoran, karena dia menghasilkan pendapatan, maka metodenya menggunakan pendekatan pendapatan. Kalau tidak, menggunakan

pendekatan ketiga, yang disebut dengan depresiated equipment cost atau biaya pengganti terdepresiasi. Kami menyebutnya pendekatan biaya.

Bagaimana cara menghitungnya?

Kita cari nilai tanahnya plus dengan nilai bangunan. Nilai bangunan ditentukan oleh berapa biaya buat barunya, lalu disusutkan dan ketemulah nilai bangunan. Kemudian, nilai bangunan itu ditambah nilai tanah, dan jadilah nilai properti itu. Pajak bumi dan bangunan (PBB) atau nilai jual obyek pajak (NJOP) tidak dimasukkan karena bukan basis data untuk penilaian.

Dalam menjalankan fungsinya, penilai menggunakan standar apa?

Kami punya standar penilaian Indonesia. Itu sudah diberlakukan sejak 1994, tapi baru tahun 2000 mengacu ke standar internasional. Standar itu kami up date terus, terakhir di-up date pada 2007. Standar kami 90 persen mengacu pada IAS. Sekarang ada sekitar 20 standar, yang mencakup standar, aplikasi, dan pedoman. Hubungannya dengan fair value, salah satu standar itu memberikan pedoman pada fair value. Jadi tidak bicara fair value saja, sebab ada bidang-bidang lain seperti asuransi dan sebagainya. Ada puluhan jenis nilai, dan fair value adalah salah satunya dan yang di kami dikenal dengan nilai pasar. Standar itu secara garis besar mengatur dua hal, yaitu mengatur penilaian untuk tujuan akuntansi dan untuk tujuan agunan. Sebab, dua hal inilah yang berpengaruh pada kegiatan ekonomi satu entitas atau negera, yaitu sektor perbankan dan sektor keuangan. Dari situ standar kami mengeluarkan basis standar atas apa yang mau diatur. Kalau tujuan agunan, nilai pasar. Kalau tujuan asuransi, nilai asuransi. Kalau tujuan fair value, ya nilai pasar untuk penggunaan yang ada.

Pernah dalam aplikasinya berbenturan dengan kepentingan akuntansi?

Hingga hari ini tidak. Memang ada penilai dan akuntan yang tak sepaham dalam beberapa hal, tapi standarnya sudah kita samakan. Pilai itu selalu melihat kepentingan akuntan apa, itu kami ikuti. Jadi benturannya pada masalah jenis nilai tadi. Karena kami

tak langsung menggunakan nilai wajar, kami menyamakan dengan nilai pasar. Sebab, nilai pasar konsepnya sudah jelas, sudah standar, ukurannya jelas. Kalau nilai wajar dalam pemahaman akuntansi bisa berbeda-beda satu sama lain.

Perbedaannya di mana?

Perbedaannya, nilai pasar yang kami keluarkan itu sudah pasti nilai wajar. Tapi, kalau nilai wajar belum tentu nilai pasar. Misalnya begini, nilai pasar adalah nilai yang dibangun berdasarkan yang ditransaksikan di pasar oleh pembeli dan penjual, dan itu unflan transaction, saling diketahui antara pembeli dan penjual. Di nilai wajar juga sama. Cuma di nilai wajar, ukuran-ukuran siapa pembeli siapa penjual tidak ada, kecuali nilai wajar di AS yang sudah ada ukurannya. Di AS nilai wajar identik dengan exit price ketika seseorang mau menjual, karena nilai bagi pembeli dan penjual bisa berbeda. Sementara itu, nilai pasar adalah pertemuan antara nilai pembeli dan penjual. Di AS lebih mengutamakan nilai si penjual. Perbedaan kedua, kalau nilai pasar, dia memperhatikan berapa lama barang itu dijual secara wajar. Misalnya rumah, tak mungkin rumah dijual dalam waktu sehari. Jual rumah paling minimal tiga bulan baru laku. Tapi kalau kita jual handphone bisa satu hari, kan? Kalau ada rumah yang disuruh cepat-cepat dijual, itu namanya bukan nilai pasar, tapi nilai jual paksa atau nilai jual cepat. Atau nilai likuidisasi, karena butuh banget uang. Karena itu jualnya harus pakai diskon 30 persen baru bisa laku. Menurut kami itu bukan nilai pasar. Tapi di akuntansi, itu termasuk nilai wajar karena tidak mempertimbangkan periode penjualan tadi. Kalau Anda menjual terburu-buru atau menggunakan pembanding transaksi yang tak wajar atau transaksi yang memang butuh uang tadi, itu tak bisa disebut nilai pasar.

Tapi hasil kerja penilai selalu dipakai akuntan?

Tentu, karena Peraturan Menteri Keuangan (PMK) memang demikian. Di AS, sejak kasus Enron, juga demikian. Semua dipisahkan. Akuntan ya akuntan, penilai ya penilai. Dulu akuntan boleh mengerjakan pekerjaan penilai, seperti the big four itu,

Laporan Utama

Page 29: Fair Value

ai 29

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

n

A K U N T A N I N D O N E S I A

boleh. Tapi sejak 2002 sudah dipisah. Sebenarnya, di Indonesia sudah dipisah sejak 1996, sewaktu Menkeu mengeluarkan peraturan melalui SK Nomor 57. Cuma, pada masa itu BPPN masih menggunakan jasa akuntan untuk menilai penjualan aset waktu itu. Itulah kasus BLBI. Sekarang kam masih diminta memberikan opini terhadap penjualan aset-aset itu. Loh, yang mengerjakan penilaian bukan anggota MAPPI, mana mungkin dalam kasus BLBI kami memberi pendapat. Yang menilai dulu entah siapa, sekarang orangnya entah di mana…. Salah siapa? Apakah mereka melakukan penilaian pakai standar, dan standar yang mana, kami tidak tahu, standar diri atau standar internasional. Kalau di MAPPI dulu tahun 2000 sudah jelas, kalau di Indonesia belum ada standarnya, kami menggunakan standar internasional. Kasus BLBI tak selesai-selesai karena tak jelas pakai standar siapa. Kalau mereka anggota MAPPI, kami bisa periksa. Kalau memang salah, kami bisa bilang memang salah dan bisa ditangkap. Jadi, waktu jaksa minta pendapat, kami tak bisa kasih pendapat.

Kenapa kasus seperti itu bisa terjadi?

Hal itu terjadi karena pada masa itu memang belum diatur secara ketat meskipun sudah ada PMK. Tapi setelah 2002, setelah belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu, mulailah dipisah. Bapepam-LK juga mulai memisahkan. Di penilai, itu juga masih dipisahkan lagi untuk membedakan mana penilai saham dan mana penilai properti. Misalnya, saya menlai tanah dan bangunan, berarti saya penilai properti namanya. Tapi kalau saya menilai saham atau perusahaan yang mau diperjualbelikan atau go public, saya penilai bisnis namanya. Kedua bidang itu ada sertifikasinya yang diatur melalui PMK Nomor 125/2008.

Bagaimana persiapan penerapan fair value di Indonesia?

Secara jujur, saat ini bukan hanya dunia usaha yang belum siap, tapi regulator atau pemerintah pun juga belum siap.

Di mana letak ketidaksiapannya?

Kalau menggunakan fair value atau nilai wajar terutama untuk revaluasi aktiva

tetap, selisih kenaikan nilainya masih kena pajak. Misalnya, nilai buku Rp 1000 setelah direvaluasi jadi Rp 2000. Nah, kenaikan nilai yang Rp 1000 ini nanti akan dicatatkan dalam equititas, itu nanti kena pajak 10 persen. Ya, mana mau orang. Tapi dalam pemahaman UU PPh di situ ada potensi kenaikan ekonomi dari kenaikan ekuitas, sehingga kena obyek pajak. Padahal, di situ tidak ada duit masuk meskipun nilai asetnya naik atau usahanya mungkin bisa menjadi lebih baik. Kalau di negara lain tidak, dan hanya dihitung dari PPh akhir tahun. Karena itu akhirnya orang akan berpikir dulu kalau mau revaluasi. Makanya dalam standar akuntansi ada dua opsi, boleh juga revaluasi dengan fair value, boleh juga nilai buku. Mau pilih opsi yang mana silakan.

Kenapa di kita masih kena pajak?

Ya karena UU-nya begitu. Akhirnya banyak perusahaan yang membuat dua laporan, yang satu pakai nilai buku satunya lagi pakai fair value. Kalau yang go piblic atau listed di luar negeri, mereka pakai fair value karena harus mengikuti standar internasional. Kalau untuk yang di Indonesia, mereka tak pakai fair value. Sebenarnya ada jalan tengah. Okelah, UU menentukan kena pajak. Kalau tarif pajak dibuat nol persen, bukan berarti tidak bayar pajak kan, hanya tarifnya nol persen. Itu gampang. Sesuai UU, Menkeu bisa menentukan tarif 10, 5, atau 6 persen. Tapi kalau dibuat nol persen, akan banyak yang mau melakukan revaluasi

Apa sebenarnya implikasi revaluasi dengan paradigma fair value?

Potensi ekonomi perusahaan bisa naik, dan nanti di laba rugi akan terjadi perubahan-perubahan. Memang, tentu ada yang menguntungkan dan ada yang tidak. Makanya seperti saya bilang, pemerintah juga harus awair terhadap itu. Tapi arahnya sudah ke sana, dan pada 2012 akan diberlakukan. Tapi itu untuk fixed assets.

Kalau untuk penghitungan di luar fixed assets bagaimana?

Kalau untuk kewajiban dan kerugian atau aset-aset yang berbentuk investasi, misalnya, memang bisa merugikan karena itu BI akhirnya menangguhkan penerapan

PSAK 50 dan PSAK 55. Sebab, kalau itu diberlakukan saat ini memang akan banyak yang rugi. Kenapa? Karena banyak perusahaan invesment banking di Indonesia atau seperti Jamsostek dan sebagainya yang menahan saham dan tiba-tiba sekarang nilai saham turun. Kerugian itu terjadi kalau dinilai berdasarkan nilai pasar saat ini. Sebagai contoh, dulu mereka beli saham Rp 10 ribu, skarang sahamnya tinggal seribu, misalnya. Berarti, waktu membuat laporan keuangan akhir tahun dan nilai pasar itu dimasukkan, rugi berapa itu. Mereka rugi 90 persen dan labanya tergerus. Itulah yang terjadi di AS sekarang. Makanya ketentuan fair value di perbankan ditangguhkan. Itu efek dari fair value.

Implikasi riilnya terhadap perekonomian seperti apa?

Implikasinya, kalau laba perusahaan turun, pajak akan turun juga. Pendapatan negara juga akan turun. Yang kedua, kewajiban dari pemegang hak terhadap derivatif-derivatif juga gagal bayar. Misalnya, kita ikut Jamsostek, seharusnya kita dapat dividen. Sekarang bisa rugi rugi gara-gara fair value itu. Bukan rugi karena operasional, tapi gara-gara melempar uangnya ke pasar yang harganya turun. Terpaksa nilai bukunya turun, dan jadilah kerugian sehingga tidak ada pembayaran dividen pada pemegang saham. Jadi, efeknya banyak yang hanya disebabkan selisih nilai saja, padahal riilnya tidak. Hanya akan menjadi kerugian kalau dijual lagi. Kalau ditahan tidak rugi, tapi kita harus menunggu kapan nilainya naik lagi. Kalau pakai nilai buku, tidak ada pengaruh.

Intinya, kerugian pakai fair value ketika harga turun?

Ya, ketika harga turun. Karena itu yang harus dominan untuk menjaga agar perekonomian tetap eksis adalah pemerintah. Sebab, memang banyak spekulator yang bermain, seperti pada kasus Madoff dan lain-lain. Mereka bermain, membuka satu usaha seperti arisan berantai, dan dapat untung dengan memakai uang nasabah yang baru dan terus begitu. Akibatnya, yang bawah sana,

Laporan Utama

Page 30: Fair Value

ai30

m i

t r

a

d a

l a

m

p e

r u

b a

h a

nA K U N T A N I N D O N E S I A

misalnya Lehman Brothers tiba-tiba gagal bayar karena uangnya untuk membeli surat berharga. Itu yang membuat semua tutup, termasuk Citibank.

Kenapa waktu itu regulator As tak waspada atau langsung menangguhkan fair value seperti Indonesia?

Ketika pada 2007 aturan itu diterapkan, belum kelihatan. Baru kelihatan masuk 2008. Tetapi ada atau tidak ada fair value, memang ekonomi AS lagi ambruk. Itu gara-gara subprime mortgage, memberi kredit pada sektor perumahan kepada penerima kredit yang tak mampu untuk membayar kewajibannya. Kesalahannya di situ, dan karena jumlahnya banyak, meskipun itu kecil bagi perekonomian AS, kalau itu mencapai misalnya seribu triliun atau 500 miliar dolar AS, ya bisa membangkrutkan satu perusahaan. Kalau satu perusahaan yang bangkrut itu selevel Lehman Brothers atau AIG, efeknya ke mana-mana. Atau itu yang saya bilang pada Madoff. Dia bisa mengambil uang masyarakat di atas 100 miliar dolar AS, dan dia mengemplang lebih dari 50 miliar dolar AS. Coba bayangkan, 50 miliar dlar AS itu sama dengan cadangan devisa yang kita miliki yang berpenduduk 200 juta ini. Itu di sana hanya untuk satu orang Madoff yang ngemplang. Coba bayangkan itu.

Hebat dia itu. Dan baru sekarang ketahuan. Sebanarnya bukan baru sekarang. Dulu sudah ketahuan, tapi karena punya jaringan politik keuangan di AS dan dia sebagai salah satu pendonor keuangan (lobi) Yahudi, dan dia dekat dengan Partai Demokrat atau apa, tapi yang namanya uang orang hilang tak bisa ditutupi sampai kapan pun. Kalau di Indonesia ada orang Sarijaya bunuh diri, kita juga tidak tahu karena banyak sekali orang yang begitu. Nah, pada waktu gitu-gitu, fair value diterapkan, ya sudah mati sisan… ya, kan? Sebagai negara besar, AS akan malu untuk menarik lagi aturannya atau dibatalkan di tengah jalan. Itu estimasi saya.

Nanti penerapan fair value itu di bidang apa saja, aset, kewajiban, atau?

Kita sudah semua. Jadi, apa pun, untuk kepentingan penilaian, kita sudah siap. Cuma memang harus berkoordinasi kepada penggunannya. Karena itu penilai diwajibkan berkoordinasi kepada auditor sewaktu auditor membutuhkan penilaian dari kita supaya jangan keliru. Kalau kita kemudian mendapat berkah dari fair value, itu bukan keinginan kita, karena itu kenyataan dari tuntutan pasar, dari sistem untuk memberikan opini. Kenapa tidak akuntan yang melakukan penilaian, misalnya? Karena seorang penilai memiliki satu mindset yang berbeda dengan mindset seorang akuntan. Akuntan itu, kalau saya pikir, lebih pada melihat fakta-fakta dan mencatatkan fakta-fakta itu sesuai dengan prosedur dan standar. Penilai tidak. Penilai melihat fakta, juga melihat fakta hukum, fakta pasar, fakta keuangan, lalu memprediksi dalam bentuk satu estimasi tentang berapa nilai barang itu. Jadi penilai boleh dikatakan memberikan penilaian yang sebenarnya belum terjadi. Kapan itu terjadi? Kalau itu ditransaksikan. Ini fair value. Seperti pada kasus saham tadi, karena kita disuruh mencatatkannya sebagai nilai wajar, jadi rugi kita. Sebagai contoh, Jamsostek pernah diberitakan rugi Rp 4 triliun, itu karena dicatatkan di akhir tahun dengan nilai wajar. Padahal, kalau belum dilepas, belum rugi. Sekarang saya tanya, saham apa yang tidak turun? Turun semua, kan? Kalau saya

lembaga keuangan, saya tentu salah satunya memilih investasi di saham. Jamsostek begitu. Dia tidak jualan. Dia mengumpulkan uang orang. Tentu dia tidak menaruh semua di deposito, tapi juga taruh di saham. Bank-bank juga begitu. Ini hanya belum muncul saja di laporan keuangan bank dan berapa kerugiannya. Tapi karena fair value tidak jadi diterapkan di perbankan, ya sudah pakai nilai yang sebenarnya saja, aman. Baru pada 2012, kalau sudah diterapkan fair value, ya terjadilah….(Hari Suharto)

Laporan Utama

Akuntan itu, kalau saya

pikir, lebih pada melihat

fakta-fakta dan mencatatkan fakta-fakta itu sesuai dengan prosedur dan

standar.

Page 31: Fair Value

Toko IAIToko IAINama Barang Harga Jual

Anggota Non Anggota

1 PSAK No. 14 15,000 20,000

2 PSAK No. 26 15,000 20,000

3 PSAK No.50 15,000 20,000

4 PSAK No.55 15,000 20,000

5 Aplikasi PSAK No.46

15,000 20,000

6 Contoh Ilustrasi PSAK No.50 & 55

25,000 30,000

7 PAPI 115,000 130,000

8 PAPSI 85,000 100,000

9 SAK Per 2007

300,000 325,000

10 Tas Ransel

95,000 110,000

11 MUG IAI

15,000 20,000

12 Soal Try-Out USAP Review (2003-2005)

175.000 200,000

13 Modul CPMA Review (paket)

360,000 380,000

14 Panduan Implemantasi PSAK no 24 40.000 50.000

15 Isu-isu Kontemporer Akuntansi Keuangan

40,000 45,000

16 Asumsi Going Concern

40,000 45,000

17 Komite Audit yang Efektif

95,000 110,000

18 Good Corporate Governance

95,000 110,000

19 Enterprise Risk Management

40,000 45,000

20 Akuntansi Aktiva Tetap

45,000 55,000

21 Balanced Scorecard

80,000 85,000

22 IFRS 2008: Willey

550,000 650,000

23 IFRS Workbhook and Guide Edisi 2

450,000 500,000

24 Sistem Informasi Akuntansi 1/Rama, Jones

72.000 81.000

25 Sistem Informasi Akuntansi 2/Rama, Jones

79.000 89.000

26 Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil/IAPI

56.000 63.000

27 Akuntansi Keuangan Daerah (ed.3)/Abdul Halim

60.000 68.000

28 Audit Kinerja pada Sektor Publik/I Gusti Agung Rai

56.000 63.000

29 Akuntansi Syariah di Indonesia/Sri Nurhayati

60.000 68.000

30 Akuntansi Biaya 1(ed.14)/Carter

80.000 90.000

31 Sistem Akuntansi/Mulyadi

104.000 117.000

32 Sistem Akuntansi Sektor Publik/Indra Bastian

96.000 108.000

33 Sistem Informasi Akuntansi 1(ed.4)/Hall

88.000 99.000

34 Sistem Informasi Akuntansi 1(ed.9)/Romney

72.000 81.000

35 Sistem Informasi Akuntansi 2(ed.4)/Hall

87.000 98.000

36 Sistem Informasi Akuntansi 2(ed.9)/Romney

71.000 80.000

37 Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)/KSAP

40.000 45.000

38 Standar Profesional Akuntan Publik/IAI

240.000 270.000

39 Teori Akuntansi 1(ed.5)/Belkoui

68.000 77.000

40 Teori Akuntansi 2(ed.5)/Belkoui

60.000 68.000

41 Akuntansi Intermediate 1(ed.15)/Skousen, Stice

120.000 135.000

42 Akuntansi Intermediate 2(ed.15)/Skousen, Stice

112.000 126.000

43 Akuntansi Internasional 1(ed.5)/Choi

56.000 63.000

44 Akuntansi Internasional 2(ed.5)/Choi

64.000 72.000

Page 32: Fair Value

Formulir PemesananNama : …………………………………………………………………………………..............................No. kartu anggota : ..................................................................................................................Alamat : ……………………………………………………………………………….................................Kota / Kode pos : ........................................................................../......................................Telephone / HP : ………………………………………………………Fax :………………………….......................

No. Nama Produk Jumlah Unit Harga

Tanggal : .........../........../..............

Tanda Tangan & Nama Lengkap

( ) Transfer Bank BCA Cab. Saharjo A/C no. 092.300.9130a.n. IAI Wilayah Jakarta

( ) Cashat IAI wilayah Jakarta Gedung Gajah Blok AE Jl. Dr. Sahardjo No.111, Jakarta

Pembayaran

* Harga disamping belum termasuk ongkos kirim

* Harga sewaktu-waktu dapat berubah

Informasi & Pembelian Hubungi : Imam/RiaIAI Wilayah Jakarta - Gedung Gajah - Blok AE - Jl. Dr. Sahardjo 111 - Jakarta Selatan 021 8353588 8354031 Fax 8290324

MUG IAI Rp 15.000

51 Akuntansi Manajerial 2(ed.11)/Garrison

99,920

113.000

52 Akuntansi Pemerintahan/Deddi Nordiawan

64.000

72.000

53 Akuntansi Sektor Publik/Deddi Nordiawan

36.000

41.000

54 Akunt: Suatu Pengantar 1(ed.5)/Soemarso

68.000

77.000

55 Akunt: Suatu Pengantar 2(ed.5)/Soemarso

71.000

80.000

56 Analisis Laporan Keuangan 1 (ed.8)/Wild, Subramanyam

88.000

99.000

57 Analisis Laporan Keuangan 2 (ed.8)/Wild, Subramanyam

72.000

81.000

58 Audit dan Assurances 1 (ed.4)/Messier

88.000

99.000

59 Audit dan Assurances 2 (ed.4)/Messier

100.000

113.000

60 Audit Internal 1 (ed.5)/Sawyer

80.000

90.000

61 Audit Internal 2 (ed.5)/Sawyer

100.000

113.000

62 Audit Internal 3 (ed.5)/Sawyer

104.000

117.000

63 Audit Sektor Publik (ed.2)/Indra Bastian

48.000

54.000

64 Auditing 1(ed.6)/Mulyadi

60.000

68.000

65 Auditing 2(ed.6)/Mulyadi

72.000

81.000

66 Pengantar Akuntansi 1(ed.7)/Weygandt,Kieso

84.000

95.000

67 Pengantar Akuntansi 2(ed.7)/Weygandt,Kieso

80.000

90.000

68 Pengantar Akuntansi 1(ed.21) Edisi Khusus/Warren

60.000

68.000

69 Pengantar Akuntansi 2(ed.21) Cover Baru/Fess, Warren

80.000

90.000

70 Setengah Abad Profesi Akuntansi -Soft Cov/Tuanakotta

100.000

113.000

71 Bundel Majalah IAI 130.000 140.000

72 ISAK No.8 15.000 20.000

Penerbit Salemba Empat

Supported By :

45 Akuntansi Keperilakuan/Arfan, Ikhsan

72.000

81.000

46 Akuntansi Keuangan Lanjutan 1(ed.6)/Baker

96.000

107,910

47 Akuntansi Keuangan Lanjutan 2(ed.6)/Baker

92.000

104.000

48 Akuntansi Manajemen 1(ed.7)/Hansen, Mowen

80.000

90.000

49 Akuntansi Manajemen 2(ed.7)/Hansen, Mowen

80.000

90.000

50 Akuntansi Manajerial 1(ed.11)/Garrison

80.000

90.000

Page 33: Fair Value

C

M

Y

CM

MY

CY

CMY

K

csFleetRewnelakuntan[160x225].ai 4/17/09 1:54:02 PM

Page 34: Fair Value

34

ai

Darmin NasutionDirektur Jenderal Pajak

Page 35: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

35

Tokoh

Para wartawan harus rela menunggu lebih dari satu jam. Semula, sesuai undangan, jumpa

pers yang digelar Direktorat Jenderal pada awal Maret lalu itu dijadwalkan dimulai pukul 14.00. Namun, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Darmin Nasution baru muncul lebih dari jam kemudian. Rupanya, kegiatan hari itu Darmin sangat padat. Keruan saja, ketika memulai jumpa pers, Darmin meminta maaf karena wartawan harus menunggunya terlalu lama.

Akhir-akhir ini, kesibukan lelaki kelahiran Tapanuli tahun 1948 ini memang luar biasa. Sebagai orang nomor satu di lingkungan Direktorat Pajak, ia dituntut untuk mampu mendongkrak penerimaan pajak secara signifikan guna mengimbangi defisit anggaran negara. Di saat bersamaan, sejak Indonesia terimbas krisis keuangan global, ia diminta meringankan beban pajak yang harus ditanggung oleh para wajib pajak agar roda perekonomian nasional tetap berjalan baik. Karena itu, ia dituntut menempuh banyak langkah agar di satu sisi penerimaan negara dari pajak tetap meningkat, namun di saat

bersamaan beban pajak yang ditanggung masyarakat menjadi berkurang.

Sebagian dari langkah-langkah yang ditempuh itulah yang oleh Darmin kemudian dibagi kepada wartawan. Seakan “menebus dosa” karena membiarkan wartawan menunggu terlalu lama, Darmin pun berbagi banyak hal kepada wartawan. “Karena kesibukan, sudah sangat lama saya tidak memberi keterangan pers. Karena itu, saat ini saya tidak hanya memberikan keterangan satu topik, tapi tiga topik sekaligus,” kata Darmin Nasution. Tiga topik tersebut berkaitan dengan masalah penerimaan pajak, sunset policy, dan stimulus fiskal bidang perpajakan.

Ketika terjadi ledakan krisis keuangan global dan Indonesia mulai terkena imbasnya, Darmin yakin hal itu akan berdampak pada penerimaan negara dari pajak. Dan keyakinan Darmin mulai terbukti. Seperti disampaikan Darmin Nasution, penerimaan pajak pada Januari 2009, termasuk PPh minyak dan gas (migas), tercatat sebesar Rp 39,53 triliun netto setelah dikurangi restitusi pajak sebesar Rp 2,29 triliun. Dibanding Januari 2008,

terjadi kenaikan 21 persen. Namun, Darmin buru-buru menambahkan, kenaikan sebenarnya hanya 5,0 persen jika penerimaan PPh migas dikeluarkan. Sebab, penerimaan pajak Januari 2008 belum memasukkan PPh migas. Pada Januari 2009, nilai PPh migas sebesar Rp 5,24 triliun.

Jika PPh migas dikeluarkan, total penerimaan pajak Januari 2009 sebesar Rp 34,28 triliun. Dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp 32,66 triliun, berarti hanya terjadi kenaikan 5,0 persen. Ini berarti terjadi kemerosotan pertumbuhan yang cukup besar. Sebab tahun-tahun sebelumnya angka pertumbuhan selalu berkisar 18-20 persen. “Jadi, pertumbuhan 5 persen itu merupakan indikasi bahwa berbagai kegaiatan ekonomi di tanah air mulai terpengaruh krisis keuangan global,” kata Darmin Nasution.

Beruntung, sebelum krisis keuangan glogal tersebut meledak, Darmin telah menggulirkan program brilian: sunset policy. Program ini didasari pertimbangan bahwa masih banyak perbedaan atau selisih antara besaran pajak yang seharusnya

Jurus Pajak Darmin NasutionSebagai Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution sedang berada pada posisi yang dilematis. Di satu sisi, ia harus mampu menggenjot penerimaan pajak untuk menutup defisit anggaran. Di lain sisi, ia harus membuat banyak kebijakan untuk meringankan beban pajak agar perekonomian nasional terus bergerak di tengah krisis keuangan global. Jurus apa saja yang digunakan Darmin Nasution?

Page 36: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

36

Tokoh

dibayarkan dengan yang tertuang dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang dibuat wajib pajak (WP). Melalui sunset policy ini, WP diberi kesempatan memperbaiki SPT pajak dengan prinsip menghitung sendiri dan dibebaskan dari sanksi denda pajak. Semula, sunset policy hanya diberlakukan setahun, 1 Januari hingga 31 Desember 2008. Namun, karena animo masyarakat sangat besar, waktunya diperpanjang dua bulan hingga 28 Februari 2009.

Hingga 31 Desember 2008, jumlah SPT yang masuk untuk pembetulan sebanyak 556.194 dengan jumlah penerimaan PPh sebesar Rp 5,56 triliun. Sedangkan, penambahan nomor pokok wajib pajak (NPWP) baru terkait sunset policy mencapai 3,545 juta. Pada dua bulan perpanjangan waktu, jumlah SPT pembetulan mencapai 248.620. Sedangkan, penambahan NPWP baru dengan nilai penerimaan pajak sebesar 2,090,1 juta. Dengan demikian, total SPT pembetulan mencapai 804.014 dengan nilai penerimaan pajak sebesar Rp 7,46 triliun. Jumlah itu mungkin tak terlalu besar, namun ke depan cukup menjanjikan lantaran ada penambahan NPWP baru selama sunset policy sebanyak 5,635,1 juta.

Sunset policy hanya salah satu cara yang ditempuh Darmin untuk memperluas dan mendongkrak penerimaan negara dari pajak. Darmin juga menempuh cara lain, di antaranya melalui peningkatan kapasitas dan profesionalitas kantor pelayanan pajak. Salah satunya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak membuka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Besar Orang Probadi atau KPP Orang Kaya. KPP Orang Kaya ini telah dicanangkan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada medio Maret, dan akan mulai beroperasi mulai April 2009.

“KPP ini dibuka karena sebagian besar orang kaya belum patuh pajak,” demikian Darmin beralasan. KPP khusus ini diperuntukkan bagi PPh Orang Pribadi dengan kekayaan di atas Rp 100 miliar. Untuk itu, sudah dibentuk struktur organisasi baru yang akan mengelola KPP khusus ini dan akan dipimpin pejabat setingkat eselon III. Untuk tahap awal, KPP Orang Kaya ini baru dibentuk di Jakarta yang menempati KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayer Office/LTO) di kawasan Gambir. Selanjutnya, KPP Orang Kaya juga akan dibuka di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Selama ini, demikian Darmin menilai, banyak orang kaya dengan nilai kekayaan di atas Rp 100 miliar yang belum patuh pajak. Bahkan jumlah tak sedikit jumlah kekayaan mereka yang mencapai triliunan rupiah. “Kami sudah memiliki daftar orang-orang kaya yang masuk dalam KPP ini,” kata Darmin. Di Jakarta saja, kata dia, jumlahnya paling sedikit mencapai 1.200 orang. “Kami akan fokus pada pengusaha kaya karena penghasilan dan kekayaan mereka relatif stabil,” jelas Darmin. Meskipun di antara mereka belum patuh pajak, Darmin berjanji tidak akan menekan agar mereka mau membayar pajak sesuai kewajiban. Yang akan dilakukan Darmin adalah melayani mereka secara khusus. “Meskipun begitu mereka tak akan bisa berkelit karena kami memiliki daftarnya,” Darmin menambahkan.

Dengan berbagai jurus itu, Darmin yakin jumlah WP akan terus

meluas sehingga pendapatan negara dari pajak akan terdongkrak. Tapi, ketika krisis keuangan global mendera dan masyarakat Indonesia terkena imbasnya, Darmin mengaku tak bisa menutup mata. Sejumlah cara ditempuh agar masyarakat tak terlalu terbebani dengan kewajiban membayar pajak. Di antaranya adalah pembebasan PPh Pasal 21 melalui program stimulus fiskal.

Dengan anggaran stimulus fiskal sebesar Rp 6,5 triliun, Ditjen Pajak membebaskan PPh Pasal 21 bagi karyawan yang besaran gaji brutonya maksimal Rp 5 juta per bulan. Dengan stimulus ini, setiap karyawan dengan gaji maksimal Rp 5 juta dan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak akan dikenai pajak selama sepuluh bulan. “Pajak yang biasanya dipotong perusahaan pemberi kerja dan disetorkan ke kas negara, kini harus langsung diserahkan kepada karyawan bersamaan dengan pembayaran gaji,” kata Darmin Naution.

Kenapa stimulus ini hanya diberikan kepada yang bergaji Rp 5 juta, tidak yang Rp 10 juta, misalnya. Bagi Darmin, yang bergaji maksimal Rp 10 juta sudah memperoleh insentif lain. Selain itu, jika mereka yang diberi stimulus, potongan pajaknya kemungkinan besar justru akan ditabung, bukan dibelanjakan. Padahal, tujuan stimulus ini adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat agar perekonomian tetap bergerak. “Jika jutaan karyawan yang memperoleh stimulus ini membelanjakan uangnya, ekonomi pasti akan bergerak,” katanya.

Begitulah seorang Darmin Nasution mengemban tugas dan

Page 37: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

37

Tokoh

tanggung jawabnya pada kondisi sulit: selalu mencari cara terbaik. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini dikenal sebagai sosok yang memiliki integritas tinggi, cerdas, lugas, dan kaya ide. Karena itu, ketika diangkat sebagai Dirjen Pajak pada 2006, banyak kalangan optimis ia mampu membawa perubahan di lingkungan Ditjen Pajak menjadi tumpuan anggaran negara.

Dalam sejarah kariernya, Darmin mulai bergabung di Departemen Keuangan sejak 1977. Pada 1998-2000 Ia tercatat aktif sebagai Asmenko I Wasbangpan sekaligus Ketua Komite Kebijakan dan Rekapitalisasi Perbankan serta penyelesaian BLBI. Lima tahun kemudian, periode 2000-2005, Darmin diangkat sebagai Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. Menteri Keuangan Jusuf Anwar pada 29 maret 2005 mengangkatnya sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Ia diangkat sebagai Dirjen Pajak pada 20 April 2006, menggantikan Hadi Poernomo. Tahun lalu, ia diangkat sebagai Komisaris Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, belum sepakan menduduki jabatan Komisaris Utama BEI, Darmin mengundurkan diri. Ia lebih memilih berkonsentrasi mengemban tugas dan tanggung jawabnya sebagai Dirjen Pajak. Impiannya, membuat seluruh komponen bangsa sadar dan patuh pajak sehingga bangsa ini mampu membangun dengan kekuatan sendiri.

(Hari Suharto)

Besaran Setoran PPh (Per Tahun)

Jumlah Pembayar (Wajib Pajak)

Nilai Penerimaan Negara

(Per Tahun, Miliar Rupiah)

Hingga Rp 50 Juta 676.000 459

Rp 51 Juta-Rp 100 Juta 67.000 579

Rp 101Juta-Rp 200 Juta 60.400 1.300

Rp 201 Juta-Rp 300 Juta 18.000 950

Rp 301 Juta-Rp 500 Juta 13.100 1.310

Rp 501 Juta-Rp 1 Miliar 8.243 1.687

Rp 1 Miliar-Rp 2 Miliar 3.276 1.456

Rp 2 Miliar-Rp 5 Miliar 1.910 2.880

Di atas Rp 5 Miliar 411 1.400

Total 848.340 12.021

Tabel Komposisi Pembayaran PPh Orang Pribadi

Page 38: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

38

Kolom Pasar Modal

saatnya Kembali Ke Prinsip Dasar Investasi

Budi Frensidy Koordinator Mata Ajar Pasar Modal & Manajemen Keuangan PPAk FEUI dan Penulis buku Matematika Keuangan

Tidak dapat dibantah lagi kalau kondisi pasar modal global, regional, dan domestik saat ini begitu terpuruknya.

Persepsi pasar tampaknya sudah berada di titik terendahnya atau at the maximum point of pessimism. Namun, investor mestinya menyadari kalau prinsip berinvestasi dalam semua aset, baik riil maupun finansial masih tetap sama yaitu buy low and sell high dan buy what you know and know what you buy. Mereka yang membeli produk keuangan hingga menderita kerugian besar sangat mungkin gagal untuk menerapkan prinsip yang kedua. Ini persis dengan yang pernah dituliskan Warren Buffet, “The fact that people will be full of greed, fear, or folly is predictable. The sequence is not predictable.”

Seseorang bersedia membeli tanah, rumah, properti, atau usaha tertentu karena memandang nilai intrinsiknya melebihi harga yang dibayarkan. Demikian juga ketika seorang investor membeli saham, ORI, SUN, obligasi korporasi, dan ETF.

Prinsip ini tidak lekang oleh waktu dan berlaku dimana pun. Yang dilakukan investor cerdas sesungguhnya juga mencari aset yang nilainya (value) lebih besar daripada harganya (price). Definisi sederhananya, harga adalah sesuatu yang kita bayar sedangkan nilai adalah sesuatu yang kita peroleh.

Masalahnya, tidak seperti harga yang ada di depan kita, nilai aset itu unobservable. Tidak ada formula pasti untuk nilai intrinsik ini dan kita hanya mampu mengestimasinya. Buffet malah berkomentar kalau menilai

sebuah perusahaan itu tidak melulu keilmuan, sebagian adalah seni. Karena adanya faktor seni ini dan asumsi tingkat diskonto dan pertumbuhan yang digunakan, semua metode yang diajarkan di buku teks tidak dapat sepenuhnya diandalkan. Selain itu, sama seperti harga, nilai ini juga dapat berubah jika terjadi perubahan drastis sentimen investor atau persepsi pasar, seperti yang terjadi terakhir ini. Namun, nilai mestinya tidak sevolatil harga yang dapat berubah dari menit ke menit tanpa ada perubahan fundamental sama sekali.

Soal investasi saham, kita juga perlu mendengarkan ajaran Warren Buffet yang lain, yaitu ”Make the market your servant, not your guide. The market, like the Lord, helps those who help themselves. The market is there only as a reference point to see if anybody is offering to do something foolish. The dumbest reason in the world to buy a stock is because it’s going up and to sell a stock because it’s going down.”

Setelah memahami dua prinsip dasar dalam berinvestasi di atas, saya mencoba melengkapinya dengan prinsip dasar yang ketiga, menurut analisis saya sendiri.

Carilah aset yang return nominalnya positif (necessary condition) dan hindari aset yang return-nya negatif. Return nominal positif (negatif ) terjadi jika turunan pertama fungsi harga adalah positif (negatif ). Kedua, carilah aset yang juga mampu memberikan pertumbuhan return positif (sufficient condition). Pertumbuhan return positif akan

ada jika turunan kedua bernilai positif. Tidak sulit mencari alternatif investasi yang mampu memberikan return nominal positif. Sebagian besar aset atau saham memenuhi kriteria ini, tetapi tidak banyak aset dan saham yang mampu memberikan pertumbuhan return positif.

Misalkan sebuah saham mempunyai fungsi harga dalam beberapa tahun ke depan sebagai berikut Rp1.000, Rp1.200, Rp1.400, Rp1.600. Return nominal saham itu adalah positif yaitu Rp200 per tahun tetapi pertumbuhan return adalah nol. Saham ini memenuhi necessary condition tetapi tidak memenuhi sufficient condition karena pertumbuhan return-nya nol secara nominal. Secara relatif (persentase), turunan keduanya bahkan negatif. Secara relatif, fungsi return-nya adalah 20% (200/1000), 16,67% (200/1200), dan 14,29% (200/1400) sehingga pertumbuhan return adalah negatif.

Karenanya, saya cenderung mengatakan saham tersebut kurang menarik. Saham bagus dan layak koleksi, menurut saya, adalah saham yang mampu memberikan return tahunan positif dan pertumbuhan return (turunan kedua), secara nominal dan relatif, yang juga positif. Contoh saham seperti ini adalah saham yang fungsi harganya Rp1.000, Rp1.200, Rp1.600, Rp2.500, dan seterusnya. Saham-saham yang bagus seperti ini tidak selalu saham dari perusahaan bagus.

Page 39: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

39

Diskon besar

Soal harga ini, hampir seluruh produk pasar modal saat ini ditawarkan dengan diskon besar. Beberapa obligasi pemerintah dalam rupiah sempat diperdagangkan dengan diskon menarik dan yield mencapai 20% akhir tahun lalu. ORI pun banyak yang ditransaksikan dengan yield 15-16 persen. Obligasi korporasi AS dan obligasi global (dalam dolar AS) pemerintah kita juga kini dapat dibeli dengan harga sangat miring di beberapa bank asing terkemuka di sini dan di pasar global Asia, Amerika, dan Eropa. Walaupun bunga the Fed sudah mendekati 0%, obligasi korporasi AS dengan rating tripel A seperti General Electric dengan kupon 5% p.a. sekalipun hanya dihargai 91,7 akhir 2008 lalu. Ini berarti obligasi dolar tersebut menjanjikan yield 7,45% p.a.

Sementara obligasi global RI seri 03 (IND03) yang jatuh tempo tahun 2016 ditawarkan dengan yield bersih 9,6% p.a. Terakhir, di bulan Maret lalu pemerintah kita mengeluarkan global medium term notes (GMTN) dengan nilai nominal US$3 miliar yang jatuh tempo 2014 dan 2019 dengan yield bersih mencapai 11,75% p.a. Inilah emisi surat utang global terbesar yang pernah dilakukan pemerintah kita. Bandingkan yield sebesar itu dengan bunga deposito dalam dolar AS yang bersihnya hanya sebesar 3% p.a. atau kurang.

Untuk saham, diskon yang diberikan tidak kalah besarnya. Belasan persen dari emiten yang tercatat di BEI kini sahamnya hanya dihargai lebih murah dari sebuah permen alias lima puluh rupiah per saham. Cukup banyak dari 50 perusahaan berkapitalisasi besar yang juga masuk 45 saham terlikuid sekarang dijual dengan diskon lebih dari 55 persen dari harga tertingginya setahun terakhir. Saham-saham itu semakin terasa murah jika kita melihat PER-nya

yang hanya sebesar 8. Kesimpulannya, berdasarkan diskon dari harga tertingginya dan PER, saham puluhan perusahaan di BEI saat ini sangat layak dikoleksi untuk jangka panjang.

Waspadai berita negatif

Meskipun demikian, Anda juga perlu mendengar pendapat investor yang ragu-ragu atau yang masih menunggu untuk membeli sekitar belasan saham di BEI yang layak beli saat ini. Menurut mereka, krisis keuangan global yang terjadi kini tidak akan selesai dalam waktu dekat. Bukankah Depresi Besar tahun 1929 memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mengatasinya? Mereka juga menyatakan kalau harga saat ini belum stabil karena masih banyak berita negatif atau berita lebih buruk yang akan muncul.

Berdasarkan skenario ini, harga saham di bursa kita masih akan turun lagi. Beberapa analis bahkan memprediksi IHSG akan turun sebesar 65% mengulangi kejadian di tahun 1998 atau menuju angka 991. Semua perkiraan di atas sejatinya sah-sah saja karena tidak ada yang tidak mungkin di pasar saham. Namun, saya lebih percaya indeks kita tidak akan turun di bawah 1100. Jika ada rumor bahwa IHSG akan dibawa menuju 900 seperti sms yang saya terima akhir tahun lalu, sangat mungkin mereka yang menyebarkannya sedang punya banyak kas dan berniat memborong saham pada harga obral atau harga yang lebih murah daripada harga saat ini.

Akal sehat mengatakan kalau kondisi perekonomian kita saat ini dan tahun 1998 sungguh jauh berbeda. Jika sepuluh tahun lalu inflasi mencapai 77% dengan GDP anjlok -13% dan depresiasi rupiah yang sangat dalam; tahun ini inflasi hanya sekitar 6%. Sementara GDP masih dapat tumbuh

sekitar 4%, hanya depresiasi rupiah yang cukup mengkhawatirkan. Namun ini adalah fenomena yang juga dialami banyak mata uang lain terhadap dolar AS.

Memahami kondisi makroekonomi yang relatif masih berwarna biru dan berhak naik kelas ini, mestinya tidak ada kekhawatiran berlebihan dengan risiko sistematis. Melihat ke aspek mikroekonomi juga tidak terlalu suram seperti yang diperkirakan.

Tip dari saya, diskon di pasar saham dan obligasi saat ini sangat besar. Anda boleh saja berharap diskon akan lebih besar lagi jika berita negatif mendominasi berita positif beberapa minggu ke depan. Tetapi yang lebih realistis adalah diskon itu secara perlahan tapi pasti akan berkurang dengan membaiknya perekonomian regional dan global. Bukankah diskon besar dan harga obral itu biasanya ditawarkan dalam periode tertentu saja? Ingat bahwa Fortune favors the bold dan No guts, no glory.

Depok, Maret 2009

* Artikel ini adalah ringkasan dari makalah yang dipresentasikan penulis pada seminar sehari “Indonesia Menyikapi Guncangan Ekonomi” di Hotel Borobudur beberapa waktu lalu

Page 40: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

40

Info

Rencana penggunaan nilai wajar (fair value) atas aset-aset yang selama ini dibukukan dengan menggunakan nilai

historis (historical cost) telah menggulirkan pertanyaan, apakah proses penilaian ini tidak akan menimbulkan kompleksitas baru mengingat proses penilaian nilai wajar atas beberapa aset tertentu memang tidak mudah.

Bank, khususnya, mempunyai rangkaian aset terutama fasilitas kredit yang selama ini dibukukan berdasarkan nilai historis. Aset kredit, terutama yang bukan kredit sindikasi, umumnya tidak likuid karena pengalihan kredit tersebut ke pihak lain akan membutuhkan proses yang cukup panjang. Akibatnya, penentuan nilai wajar tidak dapat ditentukan dari nilai transaksi yang terjadi di pasar, namun harus diestimasi dengan menggunakan perhitungan tertentu.

Metode perhitungan tersebut mempunyai kompleksitas tersendiri karena ditentukan berdasarkan: (1) Nilai saat ini atau present value dari arus kas yang diproyeksikan akan diperoleh dalam bentuk cicilan pokok dan pembayaran bunga di masa depan. Untuk bunga, ada dua jenis suku bunga, yaitu suku bunga tetap dan mengambang; (2) Kualitas kredit yang menentukan tingkat default atau gagal bayar dari debitur; (3) Keberadaan provisi-provisi nonstandar dalam perjanjian kredit; (4) Besarnya diskon dan biaya yang harus

ditanggung bila aset terpaksa dijual saat ini; dan (5) Perubahan hukum dan perpajakan yang berpotensi terjadi di masa depan.

Kredit di Indonesia pada umumnya diberikan dengan bunga mengambang yang menggunakan acuan tertentu seperti Setifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mata uang Rupiah dan LIBOR/SIBOR untuk dólar AS. Karena saat bunga jatuh tempo suku bunga kredit akan disesuaikan dengan suku bunga yang berlaku saat itu, maka nilai present value atas kredit dengan bunga mengambang tidak terlalu banyak berbeda dengan nilai pokoknya. Hanya terjadi sedikit fluktuasi nilai pada p e m b a y a r a n bunga dan amortisasi pokok berikut belum jatuh tempo.

Namun, bila kredit tersebut m e r u p a k a n fasilitas dengan bunga tetap, nilai present value akan berubah sesuai dengan suku bunga

yang berlaku dan perubahan itu seringkali cukup signifikan sehingga nilai wajar atas aset tersebut akan berfluktuasi dari waktu ke waktu. Di sini kemungkinan gagal bayar merupakan risiko yang harus dihadapi saat memberikan fasilitas kredit atau membeli aset seperti surat hutang. Besarnya kemungkinan gagal bayar serta potensi kerugian yang akan dialami bila debitur gagal bayar harus dihitung dengan menggunakan beragam model manajemen risiko yang tersedia. Karena kemungkinan gagal bayar sangat tergantung dari kualitas

Kompleksitas dalam Penentuan Nilai Wajar atas Aset-aset Kredit Bank

Oleh Ricky Ichsan, CFA, FRM

Page 41: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

41

Info

kredit debitur, perubahan kualitas kredit akan mempengaruhi kemungkinan gagal bayar. Pada saat kualitas kredit menurun, kemungkinan gagal bayar meningkat sehingga nilai wajar aset otomatis akan turun.

Dari sisi debitur, mengingat debitur juga akan menghitung nilai wajar atas aset-aset yang dimilikinya, nilai buku dari aset debitur juga akan berubah-ubah sesuai pasar. Penurunan nilai pasar atas properti yang dimiliki debitur, misalnya, dapat secara signifikan mempengaruhi rasio-rasio keuangan debitur yang otomatis mempengaruhi kualitas kreditnya. Penurunan kualitas kredit pada gilirannya akan menurunkan nilai wajar atas fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur tersebut.

Berbeda dengan fasilitas kredit, obligasi pada umumnya diterbitkan dengan menggunakan struktur dan provisi-provisi perjanjian yang standar sesuai konsensus pasar agar obligasi dapat dengan mudah diperjualbelikan di pasar sekunder. Hal ini amat memudahkan penentuan nilai wajar atas obligasi.

Sebaliknya, fasilitas kredit yang diberikan perbankan mempunyai beragam jenis dengan karakteristik masing-masing yang berbeda. Kredit konsumsi, misalnya, dibuat dengan menggunakan provisi perjanjian kredit yang distandarisasi serta memiliki skema arus kas yang standar. Di lain pihak, fasilitas kredit bagi korporasi besar seringkali berbeda satu sama lain karena debitur dan bank akan bernegosiasi atas struktur atas fasilitas tersebut serta provisi-provisi yang akan dimasukkan di perjanjian kreditnya. Kualitas dan jenis kolateral atau jaminan yang diberikan masing-masing debitur juga akan berbeda. Akibatnya, penentuan atas nilai wajar dari kredit konsumsi pada umumnya akan jauh

lebih mudah daripada kredit korporasi.

Beragam provisi yang seringkali terdapat pada fasilitas kredit korporasi besar juga dapat menyulitkan perhitungan nilai wajar. Contohnya, provisi cash trap atau kewajiban debitur untuk melakukan pembayaran pokok tambahan selain dari yang sudah dijadwalkan bila debitur memiliki arus kas lebih menurut perhitungan tertentu akan mengubah profil risiko debitur. Perubahan itu harus dihitung dalam penentuan nilai wajar atas fasilitas tersebut. Keberadaan provisi-provisi dan struktur nonstandar seringkali menyebabkan perhitungan nilai wajar harus dilakukan secara manual serta menggunakan judgment dalam proses perhitungannya (misalnya, menentukan provisi mana saja yang berpengaruh pada nilai wajar).

Hal lain yang dapat mempengaruhi penentuan nilai wajar dari aset kredit adalah diskon yang harus diberikan apabila aset kredit tersebut akan dialihkan ke pihak lain. Karena aset kredit tersebut tidak likuid dan mempunyai karakteristik risiko spesifik yang seringkali tidak diketahui secara persis oleh pembeli, pembeli akan meminta diskon untuk mengkompensasi risiko yang harus diambilnya. Selain itu, proses pengalihan tersebut akan menimbulkan beragam biaya seperti legal fee, pajak, dan fee perantara yang sebagiannya harus ditanggung oleh penjual.

Diskon dan biaya pengalihan dapat secara signifikan menurunkan nilai wajar atas aset tersebut (dalam beberapa kejadian dapat mencapai 10% dari nilai pokok fasilitas yang dialihkan atau bahkan lebih) sehingga bank tidak mau menanggung kerugian dari pernurunan nilai wajar karena kedua faktor tersebut. Karena itu, bank harus mengkalkulasi besarnya kemungkinan pengalihan akan terjadi dengan melihat kebutuhan likuiditas masa depan. Bila

pengalihan sangat mungkin terjadi (very probable), maka nilai wajar harus disesuaikan dengan estimasi atas diskon dan biaya pengalihan yang mungkin timbul. Bila pengalihan tidak akan terjadi, diskon dan biaya pengalihan dapat diabaikan.

Perubahan atas hukum dan perpajakan yang berlaku juga dapat mengubah nilai wajar dari suatu aset kredit. Undang-undang yang dapat mengancam eksistensi bisnis debitur korporasi tertentu, misalnya, akan secara signifikan menurunkan kualitas kredit dari debitur tersebut sehingga nilai wajar dari fasilitas kredit yang telah diberikan juga akan terkoreksi.

Dari penjabaran di atas, dapat kita lihat bahwa perhitungan nilai wajar atas aset kredit tidaklah sederhana karena mempunyai beragam metode sesuai jenis aset yang ada serta kompleksitas dalam proses perhitungannya. Besarnya biaya dan waktu yang didedikasikan untuk melakukan perhitungan ini akan berbanding lurus dengan kualitas nilai wajar yang dihasilkan. Satu hal lain, proses perhitungan nilai wajar janganlah menghambat produktivitas organisasi dalam operasi bisnisnya.

Mengingat penggunaan nilai wajar akan meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga integritas perekonomian secara keseluruhan, perhitungan nilai wajar perlu dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan batasan-batasan serta trade off yang ada.—

Page 42: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

42

Khas Akuntan

Pada saat menjelang periode terakhir kuliah di Universitas HKBP Nommensen, Medan,

pikiran saya tergelitik dengan perlakuan akuntansi mengenai pencatatan transaksi prive dan menuangkannya dalam suatu tulisan yang kemudian dimuat di Majalah Akuntansi edisi Maret 1989. Setelah itu, saya memulai karier di bidang akuntansi sebagai auditor sejak akhir tahun 1990. Dan, baru-baru ini pikiran saya kembali digelitik mengenai perlakuan akuntansi atas transaksi derivatif.

Bayang-bayang mengenai teori dan tujuan dari ilmu akuntansi yang telah saya pelajari 20 tahun yang lalu kembali melintas di hadapan saya. Tujuan dari ilmu akuntansi ini sebenarnya untuk apa sih? Suatu pertanyaan yang sangat mendasar muncul. Seingat saya, definisi akuntansi itu adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan,

organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.1

Dengan pemahaman seperti di atas, pada dasarnya telah memberikan penjelasan kepada saya mengapa “suatu transaksi yang sama” seperti investasi saham dapat diperlakukan secara berbeda berdasarkan tujuan dari investasi saham tersebut sebagaimana diatur dalam PSAK No. 13 “Akuntansi Untuk Investasi” dan PSAK No. 15 “Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi”.

sebagai contoh:

Suatu investasi dalam bentuk saham di perusahaan lain, bilamana dilakukan dengan tujuan sebagai investasi jangka pendek (lancar), maka penyertaan

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi, a b Meigs, Walter B. and Robert F. Meigs. Financial Accounting, 4th ed. McGraw-Hill, 1970, p.1. ISBN 0-07-041534-X (old edition).

saham tersebut harus disajikan di neraca menggunakan nilai terendah antara biaya dengan harga pasar (LOCOM)2. Untuk investasi tidak lancar ( jangka panjang), maka disajikan berdasarkan biaya perolehan, kecuali jika harga pasar investasi jangka panjang menunjukan penurunan nilai di bawah biaya perolehan secara signifikan dan permanen, perlu dilakukan penyesuaian atas nilai investasi tersebut untuk masing-masing investasi secara individual3.

Untuk penyertaan saham yang cukup signifikan sehingga memberikan pengaruh/kekuasaan bagi pemegang saham tersebut terhadap jalannya operasional Perusahaan dan umumnya bersifat jangka panjang, maka perlakuan akuntansinya menjadi berbeda sebagaimana diatur dalam PSAK No. 15.

Bila demikian halnya, tentunya kita sependapat bahwa definisi dari akuntansi di atas telah dijabarkan dan diterapkan dengan baik dalam melakukan pencatatan dan pelaporan suatu transaksi berdasarkan sifat dan tujuan dari

2 PSAK No. 13, par. 38.3 PSAK No. 13, par. 39.

SUATU KAJIAN TERBATAS TERHADAP PSAK 55 (Revisi 2006)Oleh: Mun Tong

Page 43: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

43

Khas Akuntan

transaksi tersebut pada laporan keuangan perusahaan sehingga dapat memberikan informasi yang akurat bagi pihak yang berkepentingan dalam mengambil suatu keputusan.

Tentunya, kita juga memahami bahwa perlakuan akuntansi untuk transaksi penyertaan saham di atas baru dibahas dan disepakati setelah transaksi tersebut telah berlangsung sekian lama dengan suatu cara pencatatan yang mungkin saja berbeda (yakni hanya berdasarkan biaya perolehannya) yang kemudian berkembang menjadi semakin kompleks karena entitas usaha telah berkembang sedemikian cepatnya melalui cengkramannya pada berbagai anak perusahaannya yang disertai dengan sikap kritis kita yang senantiasa mempertanyakan kewajaran dari akun maupun jumlah yang disajikan di laporan keuangan sehingga muncullah metode konsolidasi untuk merefleksikan aktifitas usaha mereka secara lebih lengkap.

Namun, sepertinya pakar akuntansi kita maupun pakar akuntansi internasional masih senantiasa perlu berjuang mengejar ketertinggalannya dengan tujuan untuk merefleksikan “seluruh transaksi dan aktivitas” usaha perusahaan yang signifikan ke dalam laporan keuangan perusahaan, seperti belum direfleksikannya nilai “aktiva tidak berwujud” suatu perusahaan yang berupa sistem

manajemen serta corporate governance yang baik maupun kompetensi, kreatifitas serta komitmen sumber daya manusia perusahaan tersebut. Sepertinya kita tidak bisa mengabaikan aspek tersebut karena kontribusinya signifikan bagi perusahaan. Cuma, metode penilaiannya saja yang belum ketemu dan sifat dari akuntan, umumnya, adalah konservatif. Barangkali pakar matematika dapat membantu dalam memformulasikan

cara perhitungannya dengan mengacu pada kapitalisasi saham perusahaan terbuka namun setelah dikeluarkan unsur “spekulasi”.

Bagaimana pula dengan perlakuan akuntansi terhadap transaksi derivatif ? Apakah PSAK No. 55 (Revisi 2006) “Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran” yang menggantikan PSAK No. 55 “Akuntansi Instrumen Keuangan dan Aktivitas Lindung Nilai” telah mengadopsi nilai-nilai

Transaksi Derivatif

Suku Bunga

Nilai Tukar

Indeks Kredit

Investasi Lindung Nilai

Page 44: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

44

Khas Akuntan

tersebut atau kembali tertinggal karena perkembangan instrumen derivatif yang sedemikian cepatnya di abad 21 ini? Sebagaimana disajikan pada paragraf 8 PSAK No. 55 (Revisi 2006), definisi:

Derivatif adalah suatu instrumen 1. keuangan atau kontrak lain yang termasuk dalam ruang lingkup Pernyataan ini4 dengan tiga karakteristik berikut ini:

nilainya berubah sebagai (a) akibat dari perubahan variabel yang telah ditentukan (sering disebut dengan variabel yang mendasari/underlying), antara lain: suku bunga, harga instrumen keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit, atau variabel lainnya. Untuk variabel non keuangan, variabel tersebut tidak berkaitan dengan pihak-pihak dalam kontrak.

tidak memerlukan investasi (b) awal netto atau memerlukan investasi awal netto dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak serupa lainnya yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat perubahan faktor pasar; dan

diselesaikan pada tanggal (c)

4 Baca ruang lingkup yang disebutkan pada paragraf 2-7 pada PSAK No. 55 (Revisi 2006).

tertentu di masa mendatang.

Instrumen lindung nilai adalah:2.

derivatif yang telah ditetapkan (a) tujuannya untuk lindung nilai; dan

aset keuangan non derivatif (b) atau kewajiban keuangan non derivatif yang telah ditetapkan untuk tujuan lindung nilai (hanya untuk lindung nilai atas risiko perubahan nilai tukar mata uang asing), yang nilai wajar atau arus kasnya diperkirakan dapat saling hapus dengan perubahan nilai wajar atau arus kas dan item yang dilindung nilai5.

Sementara itu, sesuai paragraf 90 dari PSAK No. 55 (Revisi 2006), suatu hubungan lindung nilai memenuhi kualifikasi akuntansi lindung nilai sesuai paragraf 91 - 105, jika dan hanya jika, seluruh kondisi berikut ini terpenuhi:

Pada saat dimulainya lindung (a) nilai terdapat penetapan dan pendokumentasian formal atas hubungan lindung nilai dan tujuan manajemen risiko entitas serta strategi pelaksanaan lindung nilai. Pendokumentasian tersebut harus meliputi indentifikasi instrumen lindung nilai item atas transaksi yang dilindung nilai, sifat dari risiko yang

5 Baca paragraf 73-78 dan Pedoman Aplikasi paragraf PA110-PA113 memberikan penjelasan mengenai definisi dan instrumen lindung nilai.

dilindung nilai, dan cara yang akan digunakan entitas untuk menilai efektivitas instrumen lindung nilai tersebut dalam rangka saling hapus eksposur yang berasal dari perubahan dalam nilai wajar item yang dilindung nilai atau perubahan arus kas yang dapat diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai.

Lindung nilai diharapkan akan (b) sangat efektif (lihat Pedoman Aplikasi paragraf PA125-PA134) dalam rangka saling hapus atas perubahan nilai wajar atau perubahan arus kas yang dapat diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai, konsisten dengan strategi manajemen risiko yang telah didokumentasikan diawal untuk hubungan lindung nilai tersebut.

Untuk lindung nilai atas arus (c) kas, suatu prakiraan transaksi yang merupakan subyek dari suatu lindung nilai harus bersifat kemungkinan besar terjadi dan terdapat eksposur perubahan arus kas yang dapat mempengaruhi laporan laba rugi.

Efektivitas lindung nilai dapat (d) diukur secara handal, yaitu nilai wajar atau arus kas dari item yang dilindung nilai yang dapat diatribusikan pada risiko yang dilindung nilai, dan nilai wajar instrumen lindung nilai tersebut harus dapat diukur secara handal (lihat paragraf 46 dan 47 dan Pedoman Aplikasi paragraf PA96 dan PA97 sebagai pedoman dalam menentukan

Page 45: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

45

Khas Akuntan

nilai wajar).

Lindung nilai dinilai secara (e) berkesinambungan dan ditentukan bahwa efektivitasnya sangat tinggi sepanjang periode pelaporan keuangan dimana lindung nilai tersebut ditetapkan.

Sesuai dengan spirit akuntansi di atas, maka perlakuan akuntansi untuk transaksi derivatif juga disesuaikan berdasarkan maksud dan tujuannya, diantaranya:

Bilamana instrumen derivatif 1. tersebut bukan merupakan bagian dari hubungan lindung nilai, maka6:

keuntungan atau kerugian (a) dari aset keuangan atau kewajiban keuangan yang diklasifikasikan sebagai instrumen yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi diakui pada laporan laba rugi.

keuntungan atau kerugian atas (b) aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual diakui secara langsung dalam ekuitas, yaitu melalui laporan perubahan ekuitas (lihat PSAK No. 1: Penyajian Laporan Keuangan), kecuali untuk kerugian akibat penurunan nilai (lihat paragraf 68 - 71), dan keuntungan atau kerugian akibat perubahan nilai tukar (lihat Pedoman Aplikasi paragraf PA99), sampai aset keuangan tersebut

6 PSAK No. 55 (Revisi 2006), par. 56.

dihentikan pengakuannya, dan pada saat yang sama keuntungan atau

kerugian kumulatif yang sebelumnya diakui dalam ekuitas harus diakui pada laporan laba rugi. Namun, bunga yang dihitung menggunakan metode suku bunga efektif (lihat paragraf 8) diakui pada laporan laba rugi (lihat PSAK No. 23: Pendapatan). Dividen atas instrumen ekuitas yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual diakui pada laporan laba rugi ketika hak entitas untuk memperoleh pembayaran atas dividen tersebut sudah ditetapkan (lihat PSAK No. 23: Pendapatan).

Bila instrumen derivatif tersebut 2. dikategorikan sebagai lindung nilai atas arus kas, maka7:

bagian dari keuntungan atau (a) kerugian atas instrumen lindung nilai

7 PSAK No. 55 (Revisi 2006), par. 98.

yang ditetapkan sebagai lindung nilai yang efektif (lihat paragraf 90)

diakui secara langsung dalam ekuitas melalui laporan perubahan ekuitas (lihat PSAK No. 1: Penyajian Laporan Keuangan); dan

bagian yang tidak efektif (b) atas keuntungan atau kerugian dari instrumen lindung nilai diakui dalam laporan laba rugi.

Nah, seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin cepat, telah lahir berbagai instrumen derivatif dalam rangka mencapai tujuan yang dikehendaki manajemen perusahaan. Sebagai contoh, bagaimana kita akan mencatat dan menyajikan suatu transaksi derivatif berupa cross currency swap contract dari beberapa perspektif dengan mengacu pada PSAK No. 55 di atas. Untuk memudahkan analisa

PT Perkebunan, Tbk United Bank Limited

Jumlah Pokok USD 37.634.409 Rp 350.000.000.000

Suku bunga (per tahun) 7,50% 11,50%

Pembayaran bunga secara kuartalan selama 3 (tiga) tahun pada setiap tanggal:

1 Maret

1 Juni

1 September

1 Desember

1 Maret

1 Juni

1 September

1 Desember

Jumlah hari dalam setahun untuk perhitungan bunga adalah:

360 360

Tanggal pembayaran pokok 1 Desember 2010 1 Desember 2010

Kurs tukar Rupiah terhadap US Dollar yang digunakan sebagai dasar pada tanggal perjanjian adalah sebesar

Rp 9.300/USD Rp 9.300/USD

Page 46: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

46

Khas Akuntan

kita, maka dibuatlah ilustrasi sebagai berikut:

Pada tanggal 2 Desember 2007, PT Perkebunan, Tbk menandatangani perjanjian pertukaran mata uang (cross currency swap contract) dengan United Bank Limited dengan rincian sebagai berikut:

Sesuai perjanjian tersebut, maka United Bank Limited akan menginformasikan nilai pasar kontrak tersebut kepada PT Perkebunan, Tbk dan mewajibkan PT Perkebunan, Tbk untuk menyimpan sejumlah dana yang diperlukan, bilamana nilai pasar kontrak tersebut menunjukkan penurunan, dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan PT Perkebunan, Tbk gagal dalam memenuhi isi kontrak di masa mendatang.

PT Perkebunan, Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di industri perkebunan kelapa sawit, termasuk unit pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), yang mana sebagian besar hasil produksi CPO diekspor ke luar negeri. Dasar pertimbangan untuk melakukan kontrak tersebut di atas adalah karena sumber penghasilan Perusahaan adalah dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dan melalui transaksi tersebut, Perusahaan seolah-olah telah melakukan konversi atas kewajibannya dalam mata uang Rupiah sebesar Rp. 350.000.000.000 dengan suku bunga sebesar 11,50% per tahun menjadi kewajiban dalam

mata uang Dollar Amerika Serikat dengan suku bunga sebesar 7,50% per tahun. Dengan demikian, Perusahaan dapat mengurangi resiko akibat dari fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat terkait dengan kemampuannya dalam menggunakan sumber penghasilannya untuk melunasi kewajibannya (yang telah “dikonversi” menjadi kewajiban dalam mata uang Dollar Amerika Serikat).

Pertanyaan:

Bagaimana perlakuan akuntansi 1. dalam mencatat transaksi di atas pada PT Perkebunan, Tbk dengan mengacu ke PSAK No. 55 (Revisi 2006)?

Apakah cara pencatatan 2. tersebut telah mencerminkan atau memberikan gambaran yang akurat bagi pelaku usaha ataupun pihak yang berkepentingan lainnya dalam mengambil suatu keputusan bisnis sesuai dengan maksud dan tujuan dari akuntansi itu sendiri?

Bagaimana pula pengungkapan 3. transaksi di atas dengan mengacu ke Eksposure Draft PSAK No. 31 (2009)?

Dengan mengacu pada PSAK No. 55 (Revisi 2006), maka beberapa pertanyaan berikut ini perlu dijawab terlebih dahulu sebelum diperoleh tata cara untuk mencatat transaksi tersebut, yaitu:

Apakah tujuan Perusahaan untuk 1. membeli instrumen keuangan tersebut (spekulasi atau lindung

nilai)?

Bila lindung nilai, apakah 2. merupakan lindung nilai atas nilai wajar atau atas arus kas?

Bila merupakan lindung nilai atas 3. arus kas, apakah instrumen keuangan tersebut telah memenuhi seluruh kriteria lindung nilai sebagaimana yang diatur pada paragraph 90 dari PSAK No. 55 (Revisi 2006) tersebut?

Bilamana pola berfikir di atas digunakan, maka kita semua sudah tahu jawabannya dan perlakuan akuntansi yang akan diterapkan. Namun, pada saat kita mengungkapkan informasi rinci mengenai transaksi di atas pada laporan keuangan, maka terdapat kemungkinan bahwa para pembaca/pengguna laporan keuangan akan terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:

Kelompok “akuntan” yang 1. mengacu kepada pola berfikir yang diatur berdasarkan PSAK; dan

Kelompok “usahawan” yang 2. melihat bahwa manajemen Perusahaan “telah mengkonversi” hutang obligasi dalam mata uang Rupiah menjadi kewajiban dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.

Tentunya penyajian laporan keuangan Perusahaan, baik transaksi tersebut diperlakukan sebagai transaksi derivatif ataupun transaksi lindung nilai, akan dapat diterima

Page 47: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

47

Khas Akuntan

oleh kelompok akuntan. Namun, laporan keuangan tersebut akan terlihat “aneh” bagi kelompok usahawan karena mereka melihat bahwa kewajiban tersebut masih disajikan sebagai kewajiban dalam mata uang Rupiah dan “belum dikonversi” menjadi kewajiban dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.

Bila hal ini ditanyakan kepada manajemen Perusahaan, maka jawabannya diperkirakan adalah bahwa standar akuntansi yang masih ada saat ini belum memungkinkan untuk “melakukan konversi” tersebut karena “konversi” tersebut belum dikenal dan belum diatur dalam standar akuntansi yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, pencatatan transaksi tersebut belum dapat dilakukan sesuai dengan tujuan utamanya yaitu konversi kewajiban dari mata uang Rupiah menjadi kewajiban dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Dengan demikian, manajemen harus memilih opsi untuk memperlakukan transaksi tersebut sebagai transaksi derivatif atau transaksi lindung nilai berdasarkan standar yang ada saat ini.

Jawaban di atas tentunya akan menimbulkan pertanyaan lebih jauh. Apakah standar yang ada saat ini memang belum lengkap untuk memenuhi definisi yang terkandung dalam kata Akuntansi.

Bukankah akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan yang secara luas juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”?

Bilamana hal seperti di atas sering terjadi dan menjadi bahan diskusi di forum akuntan, terutama di Dewan Standar Akuntansi Keuangan, maka diperkirakan, baru akan ada pembahasan formal untuk mempertimbangkan kebutuhan/keperluan untuk melakukan revisi atas standar yang ada saat ini untuk mengadopsi tujuan utama transaksi di atas yang belum terakomodasi sebelumnya. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah hal tersebut akan terjadi duluan di Indonesia atau mesti menunggu perubahan yang ada di luar negeri terlebih dahulu, umpamanya perubahan pada standar internasional (IFRS).

Mudah-mudahan masa tunggu yang diperlukan akan lebih cepat dibandingkan dengan masa tunggu untuk mengeluarkan standar akuntansi yang jauh lebih kompleks dalam rangka merefleksikan nilai “aktiva tidak berwujud” suatu perusahaan yang berupa sistem manajemen serta corporate governance yang baik maupun kompetensi, kreatifitas serta komitmen sumber daya manusia perusahaan tersebut. Dengan demikian, diharapkan dunia ilmu akuntansi akan semakin berkembang di masa mendatang.

Apakah PSAK 55

(revisi 2006) kembali

tertinggal karena

perkembangan

Instrumen derivatif

yang sangat cepat di

abad 21?

Page 48: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

48

Pengadministrasian Pemotongan PPh Pasal 21

Kepada Yth, Pengasuh Rubrik Konsultasi Pajak Majalah AI Saya seorang pengusaha di bidang perikanan, tepatnya usaha penangkapan ikan laut dengan nomor Klasifikasi Usaha (KLU) 05011. Saya ingin menanyakan beberapa hal tentang perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pasca-diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.03/2009 tentang PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada Kategori Usaha Tertentu, yaitu: a. Bagaimana perlakuan terhadap PPh Pasal 21 yang terutang yang ditanggung dan atau ditunjang pasca penerbitan PMK Nomor 43/PMK.03/2009?b. Lalu bagaimana pengadministrasian Surat Setoran Pajak (SSP)-nya? Atas jawaban Bapak saya ucapkan terimakasih. Parluhutan, Jakarta

Jawab: Kepada Yth. Bpk Parluhutan, Jakarta Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya ditelusuri ketentuan-ketentuan yang terkait agar duduk permasalahannya lebih jelas. Dalam konteks PPh Pasal 21, perusahaan Anda sebagai Wajib Pajak Badan/Pemilik Perusahaan memang memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak (PPh Pasal 21) atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun—gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain—yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai (Pasal 21 ayat (1) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh). Dalam melaksanakan mekanisme pemotongan PPh Pasal 21, Wajib Pajak Badan memang diperbolehkan memilih tiga opsi sepanjang disepakati oleh perusahaan dan pekerjanya, yaitu memotong PPh Pasal 21 pekerja, menanggung PPh Pasal 21 terutang pekerjanya, atau memberikan tunjangan pajak. Sesuai ketentuan perpajakan, ketiga opsi ini memiliki implikasi yang berbeda. Opsi pertama adalah pilihan terbaik bagi perusahan, tapi terjelek bagi pekerja karena penghasilannya akan berkurang disebabkan ada pemotongan PPh Pasal 21. Namun, konsep dasar PPh Pasal 21 adalah pemotongan PPh oleh pihak lain, yaitu pemberi kerja. Sebagai pemberi kerja yang sekaligus pemberi penghasilan,

perusahaan berkewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari pekerjanya. Bila opsi pertama dikaitkan dengan konsep dasar pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pekerja sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukannya, maka sejak berlakunya PMK tersebut pemberi penghasilan tidak perlu lagi melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Dengan demikian, PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dan disetorkan ke kas negara, dalam hal ini diberikan kepada pekerja. Akibatnya, penghasilan bersih atau take home pay yang diterima pekerja akan meningkat akibat PPh Pasal 21 DTP ini. Hal ini tentunya harus dipahami oleh pengusaha dan pekerja agar tidak terjadi salah persepsi. Opsi kedua, PPh Pasal 21 terutang pekerja/karyawan yang ditanggung oleh pihak pemberi kerja/perusahaan, dari sisi karyawan bukan merupakan penghasilan (natura) yang tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, sedangkan dari sisi pemberi kerja/perusahaan tidak dapat dijadikan biaya (nondeductible expenses). Dan opsi ketiga, di mana atas PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan karyawan/pekerja diberikan tunjangan pajak oleh pihak pemberi kerja/perusahaan yang besarnya sama dengan pajak terutangnya. Bagi pekerja, tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 21-nya dan di sisi lain pemberian tunjangan pajak tersebut dapat dibiayakan oleh pihak perusahaan (deductible expenses). Pasca-penerbitan PMK Nomor 43/PMK.03/2009, kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 untuk sektor usaha tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dan pada batasan penghasilan tertentu, ditiadakan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 PMK Nomor 43/PMK.03/2009, yaitu: ”Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah diberikan kepada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan.” Berdasarkan informasi yang Anda berikan, di mana usaha yang Anda jalankan termasuk dalam kriteria sektor usaha tertentu, maka Anda sebagai pihak pemberi kerja/perusahaan wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana termuat dalam Pasal 4 PMK Nomor 43/PMK.03/2009, di mana PPh Pasal 21 DTP wajib dibayarkan secara tunai kepada pekerja sebesar PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan mereka, pada saat pemberi kerja—dalam hal ini Anda—melakukan pembayaran. Dan sehubungan dengan pertanyaan Anda

Q 1:

A 1:

Q & A Perpajakanoleh : Tugiman Binsarjono

Page 49: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

49

Q & A Perpajakanoleh : Tugiman Binsarjono

yaitu bagaimana perlakuan PPh Pasal 21 yang terutang yang ditanggung dan atau ditunjang pasca-penerbitan PMK Nomor 43/PMK.03/2009, maka jawabannya adalah berikut ini: Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang—baik yang ditanggung atau diberikan tunjangan—wajib dibayarkan kepada para karyawan/pekerja. Hal ini diatur jelas oleh Pasal 2 ayat (2) Per-22/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Pemberian Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada Pemberi Kerja yang Berusaha pada Kategori Usaha Tertentu, yaitu ”Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditunjang atau ditanggung tersebut tetap harus diberikan kepada pekerja yang mendapat Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.” Yang harus diperhatikan di sini adalah, dalam penerapan ketentuan PPh Pasal 21 DTP ini, masih berlaku ketentuan di mana PPh Pasal 21 yang semula ditunjang oleh pihak perusahaan tetap dapat dibebankan sebagai biaya fiskal (deductible expense). Sedangkan, PPh Pasal 21 DTP yang ditanggung oleh pihak pemberi kerja/perusahaan, tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiskal (nondeductible expenses). Setelah pemberi kerja—baik yang ditanggung atau diberikan tunjangan—membayarkan PPh Pasal 21-nya kepada para karyawan/pekerja, kemudian mereka wajib menyampaikan realisasi pembayaran PPh Pasal 21 DTP tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan formulir khusus. Mengenai pengadministrasian SSP-nya, pemberi kerja tetap harus membuat SSP PPh Pasal 21 DTP yang kemudian dibubuhi cap “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 43/PMK.03/2009”. Formulir dan SSP tersebut nantinya dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 pada Masa Pajak yang sama. Kemudian, yang tidak kalah penting adalah, bukti pemotongan pun tetap harus dibuat oleh pemberi kerja/perusahaan dan diberikan kepada para pekerja. Apabila pemberi kerja melakukan kesalahan/ketidakbenaran dalam melaksanakan pemotongan dan pengadministrasian PPh Pasal 21 DTP yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, konsekuensinya pemerintah berhak menagih kembali PPh Pasal 21 DTP tersebut sesuai Pasal 5 PMK Nomor 43/ PMK.03/2009. Demikian tanggapan kami atas pertanyaan yang Anda sampaikan dan semoga bermanfaat.

Hormat kami, Pengasuh

Bingung Waktu Pelaksanaan PPh Pasal 21 DTP

Kepada Yth. Pengasuh Rubrik Konsultasi Pajak Majalah Akuntan Indonesia Dalam PMK Nomor 43/PMK.03/2009 dan ketentuan pelaksanaannya, yaitu PER-22/PJ/2009, terdapat ketidaksinkronan rentang waktu pelaksanaan pemberian insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Dalam PMK Nomor 43/PMK.03/2009 disebutkan bahwa PPh Pasal 21 DTP mulai diberlakukan sejak Maret 2009 sampai dengan Desember 2009. Sedangkan, dalam PER-22/PJ/2009 disebutkan bahwa pemberlakuan PPh Pasal 21 DTP berlaku untuk Masa Pajak Februari sampai dengan November 2009. Yang menjadi pertanyaan saya adalah, apakah perbedaan klausul ini dapat membahayakan Wajib Pajak? Atas tanggapannya saya ucapkan terima kasih. Parianto, Jakarta

Jawab:Kepada Yth. Bpk Parianto, Jakarta Dalam PMK Nomor 43/PMK.03/2009 disebutkan bahwa insentif PPh Pasal 21 DTP mulai diberlakukan Maret 2009 sampai dengan Desember 2009. Kemudian, dalam Pasal 6 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 juga disebutkan bahwa pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP mulai berlaku untuk Masa Pajak Februari sampai dengan November 2009. Jadi, memang benar bahwa terdapat ketidaksinkronan rentang waktu pemberlakuan PPh Pasal 21 DTP. Menurut pendapat saya, perbedaan jangka waktu tersebut tidak menimbulkan grey area (wilayah abu-abu), dan tidak perlu dikhawatirkan oleh Wajib Pajak. Hal ini disebabkan karena kedua peraturan tersebut—PMK Nomor 43/PMK.03/2009 dan PER-22/PJ/2009—menjelaskan hal yang berbeda. PMK Nomor 43/PMK.03/2009 hanya mengatur jangka waktu pelaksanaan pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP, yaitu sejak Maret 2009 sampai dengan Desember 2009. Sedangkan, PER-22/PJ/2009 mengatur lebih detail, yaitu insentif PPh Pasal 21 DTP yang mulai diberlakukan Maret 2009 dapat dilaksanakan oleh Wajib Pajak untuk Masa Pajak sejak Februari 2009. Dan jangka waktu pelaksanaannya adalah sampai Desember 2009 untuk pelaporan Masa Pajak November 2009. Kiranya penjelasan tersebut dapat menjadi solusi atas permasalahan Bapak, terimakasih.

Hormat kami, Pengasuh

Q 2:

A 2:

Page 50: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

50

International

English SectionJohn Mellows comes to Indonesia for promoting Joint Audit, and maybe this is interested emerging issues for Indonesia. Mazars published their financial statements with report based on joint audit..AI: How long have you been a member

of Mazars?JM: I have been with Mazars since the

UK firm, Neville Russell, of which I was the Senior Partner, merged with Mazars in 1998. I joined Neville Russell in 1976 from Price Waterhouse.

AI: What important role do you play to Mazars?

JM: My role is as Senior Advisor to the Group Executive Board of Mazars with responsibility for the Asia Pacific Region. My prime task has been to firmly establish Mazars in this exciting

and fast developing region. We are now about 1,800 people and we were 350 when I assumed the role.

AI: How long does Mazars need soul-searching to come and doing business Indonesia?JM: Indonesia, being the 4th largest populated country in the world and a significant player in the South Eastern Asian region, is an obvious market for Mazars. We want to be a key player in the region so this was a very logical and strategic step. We have had a strong relationship with Moores Rowland Indonesia for many years. With

Moores Rowland Indonesia being keen to work with an international firm which could provide more than other accounting networks and with the clear intention of Mazars to expand in the region with high quality firms, well established in their local market, it was a natural move that the two firms merged. Mazars has the target of being number 5 or 6 in most national markets as we are in Europe.

AI: Indonesia will conduct legislative and presidential elections in 2009. Why do you or Mazars not worry about these elections process and its result, so you make decision to come and doing business in Indonesia now?

JM: Indonesia is a critical country in the

region where a firm like ours has to be, with many different objectives, amongst them to serve our global clients of course, and accompany their development in Indonesia, but also to bring to the market a real and true alternative to the big four. Election process and its outcome, should not have any kind of impact on the decision making process of an independent, transparent accounting firm. Besides, our clients will still have to get their accounts audited, being before or after the elections!

AI: In celebrating IAI anniversary on December 23, 2008 (IAI established 51 years ago), IAI launched IFRS convergence and fully adopted by 2012. Could you tell us how IFRS convergence process in Asia Pacific, especially where Mazars members are there, comparing to Indonesia?

JM: The Asia Pacific region has in majority voted for the convergence of local GAAPs to IFRS. Countries are at different stages of convergence:

HK, Singapore and the Philippines have fully adopted IFRS some years ago with either no modification to IFRS or minor changes. Mainland China has issued in 2007 a set of Accounting Standards which are principle based like IFRS, but present however divergences with those. In Australia, Listed companies

Interviewing John Mellows (JM) from Mazars:

Special for Akuntan Indonesia (AI)

Page 51: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

51

International

are required to report using the Australian equivalents to IFRS.

Malaysia (by 2012), Korea (by 2011), Japan (by 2011), India (by 2011) and now Indonesia have announced they would proceed to convergence and IFRS application.

We see this as a very interesting development, which once finalized, will give more comfort and assurance to the investors, notably foreign investors, in the financial performances of the local companies and groups, make it easier to compare major actors of similar industries globally, provided of course that the different countries adopt fully the IFRS and not only some of the IFRS, as this is the case currently in Malaysia. They recently decided to finally fully adopt the IFRS which we consider as a wise decision.

This will also lead to firms like us to invest significantly in training for our staff in all these countries, to be able to provide the best quality service to our clients. As a Major European actor, Mazars has developed a unique expertise in IFRS and its implementation, European countries having had effectively to converge in 2005 to IFRS. We will see all the benefits of our partnership in which the word “sharing” has a real meaning in transferring experience from our centres of excellence in Europe to our Asia pacific region to prepare to transition. We are planning the move of a number of specialists to the region to help in this development.

AI: Could you tell us all requirements to practice as public accountants in Asia Pacific, from university degree until getting license, especially where Mazars members are there, comparing to Indonesia?

JM: Singapore public accountants’ requirements

It seems to be very similar to Indonesia. Anyone can practice accountancy but to be a public accountant you must get a license at the Institute of Certified Public Accountants of Singapore. You can become a member of this Institute only after having obtained a qualification in accounting. That is to say, you must have completed a degree with a major in Accounting or related subject in one of the following universities of Singapore: NIU, SIM and SMU.

Being a member of the Institute enables to be first a “non-practicing” member. After a couple of years of experience you can take the CPA test. After the CPA and more experience (Manager Level), you can take the ACRA test (Accounting & Corporate Regulatory Authority Singapore) to become a “practicing member”. It gives the right to sign the auditors’ reports and to become a Partner in a firm.

For foreigners, the only way to become a “practicing” member of the ICPAS is to take the CPA in their own country after their degree, since their degree cannot be recognized by the Institute. It is possible to convert their CPA into a Singaporean CPA to be first a “non-practicing” member. Afterwards they can follow the regular path to reach “practicing” membership.

In Singapore, contrary to Indonesia, there are no additional requirements for specific industries or banking. However the MAS (Monetary Authority of Singapore) is the one which decides whether or not an

auditing firm is reliable to audit some companies or banks.

HongKong Public accountants’ requirements

“Certified Public Accountant” in Hong Kong means a professional accountant registered as such) and holding a practicing certificate. Individual CPAs who are authorized by the Professional Accountants Ordinance (PAO) to sign audited reports would be known as Certified Public Accountant (Practicing) (CPA (Practicing)). They can more simply call themselves CPAs.

All the CPA and CPA (Practicing) must pass an examination designated by the HKICPA, including tax and audit qualifications. After completion of the exam, CPAs must be registered in one of the local bodies relevant to accountancy:

The Taxation Institution of •Hong Kong (TIHK) The Society of Chinese •Accountants and Auditors (SCAACPA) The Institute of Financial •Planners of Hong Kong (IFPHK) IT Accountants Associations •(ITAA)

Some cross border memberships are also possible with Australia or China for instance.

China public accountant requirements

After a Chinese citizen completed two years in a college program and graduated in a recognized institution in Accounting or a related subject, he can take the National Uniform Examination of CPAs. After passing this test and two years in auditing services, he may apply for the

Page 52: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

52

Certificate of CPAs in a regional Institute of CPAs. These Institutes as well as applications are strictly controlled by central government. If accepted the Finance Department of State Council (FDSC) will issue the Certificate of CPAs, which enables someone to examine the financial statements of an enterprise and issue an auditing report. A CPA must be a member of an auditing firm and is thus a practicing member. A CPA must join an Institute of CPAs.

Institutes of CPAs are submitted to the rules of the FDSC through the participation of the CICPA (The Chinese Institute of Certified Public Accountants). This go-between is responsible for establishing professional standards and rules for CPAs or organizes CPA examinations.

Thailand Public accountants’ requirements

Auditors can only sign financial statements under their personal name and is restricted to persons with the Thai Nationality. Becoming an auditor requires passing the CPA exam comprising 6 modules and registration at the Federation of Accounting Professionals. After registration the CPA is allowed to sign on financial statement of non-listed companies. After 3 years in practice as signing CPA, the person can request the SET (Security Exchange Thailand) license to audit listed companies. After thorough checking of the audit files, the SET committee may decide whether the candidate is allowed to audit listed companies.

Australia Public accountants’ requirements

There are three professional

accounting bodies in Australia:Certified Practicing •Accountants (CPA) are members of CPA AustraliaProfessional National •Accountants (PNA) and Member of National Institute of Accountants (MNIA) are members of National Institute of Accountants AustraliaChartered Accountants are •members of the Institute of Chartered Accountants in Australia

Taking the CPA exam requires academic qualifications from an accredited university, of at least undergraduate degree level with an accounting major, completion of three years mentored work experience. After passing the exam, one must become a member of one of the three organizations of Australian accountants, such as the National Institute of Accountants in Australia, CPA Australia or Institute of Chartered Accountants in Australia.

AI: Mazars’ annual reports, including audited financial statements, have been published in the website and everyone can read it. What are Mazars expectations with this policy and reasoning or driving inside yours? See Figure 1.

JM: We want to be seen as transparent as our clients need to be, and comply with the same requirements they need to comply with. As a unique worldwide true integrated partnership we are the only player on the global marketplace in a position to issue such global annual report and independently audited financial statements.

AI: What is the best Mazars achievement in a region and/or in the world?

How long have its performance been achieved by Mazars, and what Mazars in other regions/countries contribution for that, and what’s the next target?

JM: Mazars’s best achievement in recent years is to have developed in the last 10 years from a European actor to a unique globally integrated partnership which is internationally recognized and ranks between 5th to 10th in each of its local accounting and auditing market, present in 50 countries, with 10,500 people. Our development in the region has been very significant in the last three years coming from a presence in 4 countries with 350 people to now 10 countries and 1800 people. Our next step is to be able to extend our presence wider in some countries of the region that we consider strategic and consolidate our presence in some of the current countries. Our main goal is to achieve a smooth integration of all these new firms and new staff amongst our family, this will need significant investments in terms of training and involvement of all staff, but we are prepared to go through these investments now, even in time of crisis, to build the future of Mazars and give our staff future perspectives and our clients the best quality of services.

AI: What is your expectation for accountancy profession in Indonesia, and maybe you have some suggestion for students who studying in university degree with accounting major?

JM: To continue to move forwards international standards of auditing and IFRS, to gain international exposure so as to bring back home some useful experience, to make Indonesia become one of the leaders in the region in terms of transparency.

Page 53: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

53

Opini

Kecurangan dan Korupsi

Black’s Law Dictionary mendefinisikan kecurangan sebagai bentuk umum yang mencakup berbagai jenis tindakan licik manusia serta muslihat, yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh keuntungan melebihi yang seharusnya dengan menganjurkan melakukan kesalahan atau dengan menutupi kebenaran, termasuk semua ketidaktransparanan, muslihat, kelicikan, penyembunyian, dan semua ketidakjujuran yang dilakukan dengan tujuan untuk menipu.

Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi mendefinisikan Korupsi sebagai perbuatan yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dari kedua definisi diatas dapat ditarik adanya hubungan yang dekat yaitu korupsi dapat diakibatkan oleh kecurangan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan

menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pengadaan pada sektor Publik

Krisis ekonomi dunia telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian kita, banyak perusahaan yang mengalami penurunan skala produksi sebagai akibat dari turunnya permintaan

negara tujuan ekspor. Dampak selanjutnya adalah semakin terjepitnya perusahaan untuk membiayai operasional perusahaan sehingga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja karyawannya, yang pada gilirannya menyebabkan pengangguran.

Pemerintah dalam upaya mengurangi jumlah pengangguran akibat

krisis telah mencanangkan peningkatan belanja infrastuktur senilai 100 triliyun untuk menyerap tenaga kerja sementara sampai ekonomi kembali pulih dan sektor riil kembali bergairah. Besarnya anggaran tersebut tentunya memerlukan pengawasan ketat agar kebocoran dapat ditekan seminimal mungkin sehingga sasaran dapat tercapai. Karenanya berbagai lembaga pengawas dan pemeriksa baik internal dan eksternal perlu bersatu padu, bekerja sama menjaga supaya proses pelaksanaan on the right track.

Proses pengadaan dimulai dari penganggaran, tender, pelaksanaan pekerjaan, sampai dengan pembayarannya. Dan kecurangan maupun korupsi dapat terjadi di semua tahap pelaksanaan pekerjaan.

Kecurangan dan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Sektor Publik

Page 54: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

54

Opini

Penganggaran

Kecurangan dan korupsi ditahap penganggaran dapat terjadi apabila terjadi kolusi, adanya pihak-pihak yang secara intens melobi agar mendapatkan jatah anggaran untuk lokasi atau wilayah tertentu. Penempatan proyek pada suatu daerah yang tidak seharusnya dapat menyebabkan pemborosan ataupun kerugian negara diakibatkan tidak sebandingnya manfaat dengan biaya yang dikeluarkan. Umumnya tujuan kecurangan adalah jatuhnya pekerjaan kepada kroni-kroni pelobi sehingga pelobi akan mendapatkan bagian/komisi tertentu dari rekanan.

Tender

Tahap awal proses tender adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau sering disebut owner estimates. HPS merupakan patokan panitia lelang dalam menentukan nilai proyek yang akan dilelang yang seharusnya disusun berdasarkan asumsi-asumsi riil yang berlaku. Tindak kecurangan yang sering terjadi adalah tidak dibuatnya HPS yang tidak mencerminkan harga yang wajar, spesifikasi pekerjaan dibuat tidak mencerminkan kebutuhan dan kondisi di lapangan dan pemasukan item-item pekerjaan yang tidak seharusnya masuk dalam rancangan biaya pekerjaan. Penggelembungan harga yang timbul dapat dijadikan bahan negosiasi antara panitia tender dengan untuk mendapatkan keuntungan di kedua belah pihak.

Kecurangan selanjutnya dimungkinkan terjadi pada saat pelelangan, mulai dari pengumuman sampai dengan penentuan pemenang. Pemilihan media untuk mengumumkan lelang dapat dijadikan indikasi adanya kecurangan. Ketidaksesuaian nilai pekerjaan yang dilelang dengan ukuran

media tempat iklan dipasang, jangka waktu pengumuman yang pendek merupakan indikasi bahwa tender diarahkan untuk memenangkan rekanan tertentu (tender diatur).

Analisis dokumen penawaran merupakan inti dari proses tender, pada tahap ini banyak hal-hal yang dapat dijadikan petunjuk adanya indikasi kecurangan, yaitu :

1. Kelengkapan/kelayakan dokumen tender

a) Adanya persyaratan administrasi berlebihan yang diajukan oleh panitia lelang sehingga hanya beberapa perusahaan saja yang sanggup memenuhi.

b) Toleransi berlebihan terhadap ketidaksesuaian kelengkapan dokumen admini-strasi yang diajukan rekanan dalam usaha memenuhi persyaratan yang diajukan oleh panitia lelang.

c) Pemberian jangka waktu penyerahan dokumen tender yang terlalu longgar ke-pada rekanan tertentu sehingga memungkinkan rekanan mempunyai waktu yang cukup untuk melengkapi persyaratan dengan memanipulasi dokumen.

2. Analisa dokumen tender

a) Persyaratan kualifikasi teknik yang dalam hal peralatan dan personel yang ser-ing diabaikan, panitia lelang tidak melakukan cross check kelayakan dan kese-suaian dengan kenyataan di lapangan. Modus rekanan untuk memenangkan tender adalah dengan mencantumkan kualifikasi peralatan dan personel tidak dimiliki perusahaan.

b) Tidak dilakukannya perhitungan matematis yang cermat terhadap angka-angka yang diajukan rekanan oleh panitia lelang, termasuk kesesuaiannya dengan ke-mampuan rekanan. Keteledoran

tersebut sering disebabkan karena adanya imbalan tertentu yang diberikan oleh rekanan kepada panitia.

c) Jaminan pelaksanaan tidak dibuat secara benar. Bentuk kecurangannya adalah jaminan pelaksanaan palsu, dikeluarkan oleh lembaga keuangan yang tidak kre-dibel dan nilai jaminan yang tidak sesuai dengan nilai proyek. Kesalahan terse-but dapat diakibatkan karena adanya kerjasama (kongkalikong antara rekanan dan panitia tender) atau kecerobohan panitia lelang yang tidak melakukan kon-firmasi dan analisa kepada pihak lembaga keuangan.

3. Aanwizjing

Penyebab dari sering terjadinya change contract order (CCO) dan addendum adalah tidak sesuainya nilai kontrak dengan biaya riil dilapangan. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilakukannya aanwijzing lapangan. Berita acara peninjauan lapangan sering dimanipulasi oleh panitia lelang dengan bekerja sama dengan rekanan den-gan tujuan agar kontrak dapat dirubah menyesuaikan dengan kondisi lapangan se-hingga dimungkinkan adanya perhitungan baru yang menambah marjin keuntun-gan rekanan. Dengan penambahan keuntungan rekanan diharapkan komisi yang didapat oleh panitia lelang juga akan meningkat.

Pelaksanaan Pekerjaan

Banyak modus kecurangan yang terjadi pada saat pelaksanaan pekerjaan, meliputi :

1. Penggunaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi kontak

Kecenderungan rekanan seperti umumnya pengusaha adalah motif ekonomi untuk mencari untung sebesar-besarnya meski terkadang dengan jalan yang salah. Salah satu caranya adalah

Page 55: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

55

Opini

dengan mengganti material dalam kontrak dengan material yang kulitasnya lebih rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena lemahnya pengawas lapangan dan adanya kolusi antara rekanan, pengawas lapangan dan pejabat pembuat komitmen (PPK).

2. Mengurangi kualitas dan kuantitas pekerjaan

Kecurangan selanjutnya adalah adanya kesengajaan untuk mengurangi kualitas dan kuantitas dari pekerjaan. Pengurangan kualitas dilakukan dengan mengubah komposisi dari campuran material yang akan dipergunakan, dapat berupa pengurangan jumlah material diganti dengan penambahan material yang lain. Perbuatan ini sangat berbahaya karena akan berpengaruh secara langsung kekuatan dan kualitas dari bangunan yang dalam jangka panjang akan membahayakan pengguna bangunan tersebut.

Pengurangan kuantitas dilakukan dengan mengurangi ukuran dari yang seharus-nya misalnya pengurangan ketebalan aspal pada pekerjaan pembuatan jalan, pen-gurangan ukuran dimensi bangunan dan adanya pekerjaan-pekerjaan minor yang tidak dikerjakan.

3. Pekerjaan mendahului kontrak

Pekerjaan yang dilakukan sebelum adanya kontrak dapat terjadi karena adanya komitmen bersama dari rekanan dan PPK untuk melaksanakan pekerjaan tidak me-lalui prosedur yang seharusnya. Berbagai alasan yang dijadikan pembenaran terha-dap tindakan tersebut. Dalam beberapa kasus alasan tersebut mungkin benar dapat diterima namun tujuan umumnya adalah agar penunjukan rekanan dapat diarah-kan kepada pihak-pihak tertentu

yang mempunyai hubungan kedekatan dengan PPK atau dalam bahasa umum disebut kolusi, sehingga kontrak yang diadakan me-rupakan formalitas.

4. Pekerjaan disubkontrakkan

Perhatiannya selanjutnya adalah kontrak yang disubkontrakkan. Sub kontrak umumnya disebabkan ketidaksesuaian kemampuan rekanan untuk mengerjakan kontrak yang telah disepakati. Rekanan dengan kualifikasi besar mendapatkan kon-trak kecil ataupun sebaliknya kontraktor kecil mendapat kontrak besar. Akibat dari sub kontrak adalah menurunnya kualitas karena nilai kontrak telah berkurang dis-ebabkan sebagian keuntungan telah diambil oleh rekanan pertama.

5. Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan Fiktif

Berita acara penyelesaian pekerjaan fiktif umumnya dilakukan untuk mensiasati berakhirnya tahun anggaran. Bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan ini adalah ti-dak selesainya pekerjaan meskipun pembayaran telah dilakukan seratus persen se-hingga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dimungkinkan komitmen reka-nan untuk menyelesaikan pekerjaan kurang karena haknya telah dipenuhi semua.

Peran Panitia

Faktor dominan terjadinya kecurangan dalam proses pengadaan barang dan jasa adalah ketiadaan integritas dan independensi panitia lelang. Sering dijumpai panitia lelang bukan merupakan personel yang memiliki kapabilitas, tidak memiliki pengetahuan tentang prosedur pengadaan yang memadai dan tidak memahami resiko yang terkait pengadaan.

Banyak faktor yang menjadi penyebab ketidakidealan panitia lelang antara lain :

1. Motif ekonomi

Motif inilah yang sering dijadikan alasan kecurangan yang dilakukan oleh panitia lelang yaitu adanya keinginan untuk mengambil keuntungan (baca:memperkaya diri) dari proyek, baik pribadi ataupun kelompok.

2. Tidak dipenuhinya persyaratan menjadi panitia lelang

Banyak panitia lelang yang tidak memiliki sertifikat lulus uji sebagai panitia lelang.

3. Campur tangan pihak lain

Tidak independennya panitia lelang seringkali disebabkan adanya campur tangan atasan, pejabat atau pihak lain yang memaksakan kepentingannya.

4. Lingkungan yang tidak kondusif

Dalam lingkungan yang tidak kondusif, daerah rawan konflik dapat menyebabkan panitia tidak dapat bekerja secara independen. Ketakutan terhadap ancaman sering menyebabkan penentuan pemenang lelang tidak didasarkan pada hasil penilaian dan analisa yang benar.

Tujuan pengadaan adalah dihasilkannya barang/jasa yang memenuhi prinsip-prinsip seperti yang tertuang dalam Keputusan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2003 yaitu efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Adanya kecurangan membuat hasil pengadaan tidak memenuhi kualitas yang diharapkan. Tidak dipenuhinya kualitas dapat mengakibatkan berkurangnya manfaat maupun umur dari hasil pengadaan tersebut. Kesemuanya itu muaranya adalah kerugian keuangan negara. (Anas Fauzi)

Page 56: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

56

Features

Bukan lagi rahasia umum bahwa jumlah kantor akuntan publik (KAP) kecil sangat banyak sementara jumlah

KAP besar sangat kecil.

Kalau yang dianggap KAP besar itu dengan anggota 10 akuntan publik(AP) keatas maka di Indonesia selama 3 tahun 2006-2008 jumlahnya tetap, cuma 6 kantor. The Big Six adalah Erns&Young, Purwantono Sarwoko Sanjaya, Price WaterhouseCooper Haryanto Sahari &Rekan, Deloitte Touche Tohmatsu Osman Bing Satrio & Rekan, KPMG Siddharta, Siddharta & Widjaja keempat big firm ini dikenal sebagai the big four kemudian ditambah RSM Aryanto, Amir Jusuf & Mawar dan Grant Thornton Int Hendrawinata, Gani & Hidayat menjadi The Big Six KAP di Indonesia dengan jumlah AP sedikitnya sepuluh. Selengkapnya bisa dilihat di tabel 1.

YANG MENENGAH

Sementara kelompok KAP dengan partner 4 atau lebih saya sebut sebagai KAP Sedang atau The Medium Big, hanya berjumlah 27 KAP pada th 2006 - 2007 yang bertambah menjadi 39 karena merger dan pertambahan partner. Mengapa mulai dengan 4 AP dianggap KAP Medium Big ? Ini jugment penulis dengan anggapan partner 4 AP bisa melaksanakan fungsi manajemen KAP dengan lebih baik. Kebijakan salin review antar partner, program quality

control hasil pekerjaan, pelatihan internal dll akan bisa berjalan setidaknya di kantor dengan 4 AP.

Peningkatan jumlah KAP menengah di tahun 2008 membawa perubahan lebih baik, paling tidak ada kekuatan baru di pasar tengah dan menambah pilihan pengguna jasa akuntan. Terbukti penambahan di posisi tengah dibarengi penurunan jumlah KAP yang tergolong kecil.

Papan tengah liga akuntan publik Indonesia bisa dikelompokan menjadi 2 yaitu The Medium Big yang mempunyai kerjasama

internasional jumlahnya 19 firm. Banyak nama beken disini seperti akuntan senior Hadori, Soejatna, Doli, Kanaka, Hertanto, Rasidi, Paul Hadiwinata, Sensi, Nurdiyaman, Tanubrata, Tasnim dll, selengkapnya bisa dilihat di tabel 2.

The Medium Big berikutnya 20 firm yang tanpa kerjasama internasional, banyak nama-nama senior juga. Rinciannya bisa dilihat di tabel 3

MINIM KAP BEsAR

Kalau yang dicari oleh pengguna jasa KAP kantor2 yang mempunyai kerjasama internasional maka yang

tersedia adalah The Big Six+the medium big 19, jadi ada 25 kantor yang siap. Kalau kemudian syaratnya lebih spesifik tentang keahlian di bidang industri tertentu, misalnya perbankan, asuransi dan bisnis keuangan lainnya, banyaknya kantor yang mampu melayani akan berkurang lagi. Kalau kemudian diperlukan jumlah staf yang banyak misalnya 40 staf audit, jumlah kantor yang sanggup akan berkurang lagi. Misalnya untuk audit Bank Mandiri, Bank BRI atau Bank BNI jumlah auditor yang diperlukan akan cukup

MEMPERKUAT KAP KECIL DAN MEMPERBANYAK KAP BESAR

Oleh : Mustofa

1. Doli, Bambang, Sudarmadji, Dadang, BKR Int. 7 AP

2. Edy Perkasa, Permana & Siddharta, Kreston Int. 5AP

3. Hadori & Rekan, HLB Int. 9 AP

4. Hertanto, Sidik, Hadisoeryo & Rekan, Polaris Int. 5 AP

5. Johan Malonda, Astika & Rekan, Baker Tilly Int 8 AP

6. Kanaka Puradiredja, Robert Yogi, Suhartono, Nexia Int. 5 AP

7. Kanto, Tony, Frans & Darmawan, AGN Int. 4 AP

8. Kosasih Nurdiyaman, Geneva Group Int, 4AP

9. Mulyamin, Sensi, Suryanto, Moore Stephen Int 5AP

10.Paul Hadiwinata, Hidayat, Arsono & Rekan, PKF Int 5AP

11.Purbaluddin & Rekan, Enterprice Network Worldwide, 5AP

12.Rama Wendra, Parker Randall Int 4 AP

13.Rasin, Ichwan & Rekan, Alliot Group, 4AP

14.Mannan, Sofwan, Adnan & Rekan, Integra Int 7AP

15.Santoso Harsokusumo, Irwan & Rekan, Horwath Int 4AP

16.Soejatna, Mulyana & Rekan, Hall Cadwick Perth Australia, 4 AP

17.Sjarief Basir & Rekan, Rusell Bedford Int 5AP

18.Tanubrata, Sutanto & Rekan, BDO Global Coordination 4 AP

19.Tasnim Ali Widjanarko & Rekan, Impact Asia Pacific 6AP

Tabel 2

The Medium Big - 19 firm dg kerjasama Internasional 2008, (alphabetis)

Page 57: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

57

Features

banyak. Untuk audit industri manufactur, Astra dan anak2 perusaha-annya atau untuk perkebunan dan pertambangan yang besar tentu auditor yang mampu akan lebih sedikit lagi. Apalagi untuk jasa audit perusahaan multi nasional, perusahaan yang listed internasional maka KAP yang siap akan lebih terbatas lagi.

YANG KECIL

Cukup banyak jumlah KAP kelompok kecil pada tahun 2006 sesuai Directory Akuntan Publik, jumlah KAP 234 di Jakarta dengan jumlah AP 322orang, 2007 naik menjadi 239 KAP dengan 336 AP dan di 2008 jumlah KAP kecil menurun menjadi 199 dg 299 AP. Besar kemungkinan penurunan ini karena sebagian KAP dan AP melakukan merger dan naik kelas terbukti di papan tengah naik dari 27KAP menjadi 39 KAP.

Lalu bgm KAP diluar Jakarta, umumnya juga kecil kecuali cabang KAP2 besar. KAP2 kecil diluar Jakarta tersebar dari Aceh sampai Papua. Hampir semua kota yang agak besar mempunyai KAP terutama kota-kota yang mempunyai pendidikan akuntansi. Di kota pusat pendidikan akuntansi seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Medan, Malang, Padang, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Denpasar, Makasar, Menado tersedia KAP yang lebih banyak.

MEMPERKUAT YANG KECIL

Problemnya bagaimana memperkuat yang kecil, yang jumlahnya banyak dan yang tersebar dimana-mana ? Tentu kualitas AP yang menjadi utama. IAMI sudah memprogramkan PPL untuk meningkatkan kualitas yang mungkin belum jalan efektip adalah peer review. Review oleh organisasi profesi mutlak harus dilakukan

karena kegiatan ini memberi pengaruh internal yang luar biasa untuk meningkatkan kepatuhan terhadap standar profesi dan kode etik. Kalau kewajiban PPL dipenuhi dan peer review berjalan efektip maka kualitas KAP akan betul2 bisa diandalkan.

KERJA sAMA DAN PERBAIKAN PENAMPILAN

Pola kerja sama antar KAP perlu dilakukan. Almarhum Radius Prawiro salah satu pendiri Ikatan Akuntan Indonesia pernah menyampaikan ide, kalau KAP2 berkumpul seperti penjual buah(yg selalu berkumpul) maka akan mudah didatangi pembeli. Pola ini ternyata sudah dilakukan dalam bentuk praktek dokter(spesialis) bersama. Model praktek bersama mungkin bisa jadi solusi yang kecil menjadi besar. Kalau dokter bersama ada koordinator yang mengatur penyediaan fasilitas dan pembebanan, di KAP PRAKTEK BERSAMA juga perlu ada penyedia fasilitas dan pengatur pembebanan biaya. Masalah ini bisa diatur oleh pihak yang menyediakan fasilitas atau diatur bersama yang praktek bersama. Kalau model ini bisa terbentuk di lokasi pusat2 bisnis maka bentuk ini akan menjadi embrio merger KAP dan memungkinkan KAP naik ke peringkat menengah ataupun kelompok besar.

Yang perlu diperhatikan para KAP kecil juga penampilan kantor dan kualitas staf, kalau bisa diperbaiki tentu dapat menaikkan

kepercayaan publik terhadap KAP kecil. Di zaman modern ini kalau kita perhatikan bisnis retail mengalami perubahan yang luar biasa. Mini market, indomart, alfamart, Circle K dan yang lain2 tersedia di setiap jalan umumnya didekat daerah perumahan,

penampilan layanan cepat, bersih, harga pas memudahkan pembeli datang. Kalau kantor KAP yang tersebar berpenampilan menarik(tidak seperti mini market) tentu menambah kepercayaan calon klien datang. KAP bisa juga memberi penawaran berbagai jasa akuntansi, keuangan dan pajak seperti mini market juga.

Perubahan harus dilakukan, investasi harus direncanakan dan disiapkan untuk memperbaiki penampilan, kualitas dan citra akuntan publik termasuk KAP yang kecil. Dan tuntutan ini KAP harus meninggalkan tarip murah. Kalau toh masih ada yang tukang stempel harus tergerus oleh peer review. IAMI harus meningkatkan monitoring praktek yang tidak terpuji untuk melindungi KAP yang berjalan dengan praktek yang benar.

Kalau hal-hal diatas diperhatikan dan dijalankan maka KAP kecil akan menjadi kuat dan ber angsur2 naik kelas ke KAP menengah.

MEMPERBANYAK YANG BEsAR

Yang kecil menjadi kuat dan naik ke menengah. Bagaimana yang menengah menjadi kuat dan menjadi besar ?

Adalah Amir Abadi Jusuf menjadi contoh sukses, dengan mengandeng RSM Internasional KAP nya masuk papan atas dengan anggota 34AP. Begitu juga Hendrawinata bersama Grant Tronthon

1. Aryanto, Amir Jusuf & Mawar, RSM Int. 34 AP

2. Haryanto Sahari & Rekan, PriceWaterhouse Cooper, 51 AP

3. Hendrawinata, Gani & Hidayat, Grant Thornton Int. 16 AP

4. Osman, Bing Satrio & Rekan, Deloitte Touche Tohmatsu, 28 AP

5. Purwantono, Sarwoko, Sanjaya, Ernst & Young Global, 36 AP

6. Siddharta, Siddharta & Widjaja, KPMG Int. 10AP

Tabel 1

The Big Six 2008, KAP dengan minimum 10 AP (alpabetis)

Page 58: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

58

Features

yang pas dengan 10 AP masuk ke papan atas.

Persoalan utama membesarkan KAP adalah bagaimana mendapatkan AP yang handal untuk bergabung atau kalau mungkin KAP nya yang bergabung. 4 besar lainnya sudah punya basic internasional firm dengan program kaderisasi partner yang amat baik.

MERGER ATAU TAMBAH AP, LEADERsHIP MENENTUKAN

Para KAP yang menengah punya potensi masuk kelompok papan atas apabila KAP dan leader nya welcome menerima penggabungan dan aktif mencari tambahan partner AP yang handal. Partnership sungguh indah, kebersamaan membesarkan kantor, menyiapkan kader, menciptakan pasar dan mendapatkan klien2 yang berbobot adalah kebanggaan pimpinan KAP. Kebanggaan sang leader !

Mega merger tiga atau 4 KAP menjadi satu akan menarik karena memungkinkan langsung duduk di papan atas. Seperti merger Hans, Tuanakotta & Mustofa 19 tahun lalu sekarang menjadi Osman, Bing, Satrio&Rekan. Merger KAP papan tengah sangat menarik dilakukan, ada 39 KAP papan tengah yang punya potensi naik kelas dengan melakukan merger.

Pilihan lain menambah partner dari dalam dan menarik dari luar. Semangat merger, bergabung, kerja bersama akan mempercepat kantor menjadi besar. Keengganan menerima partner dan merasa sudah cukup puas akan menghalangi kantor menjadi besar.

Kebutuhan pasar jasa audit dan akuntansi Indonesia sangat besar. Oleh karenanya menjadi kantor besar menjadi kebutuhan semua pihak.

KAP menengah didorong menjadi KAP besar begitu juga KAP kecil didorong menjadi menengah. Leader menjadi kata kunci yaitu leader yang mampu mengembangkan bisnis juga profesi nya. Kalau Amir Abadi berhasil membuktikan dia mampu maka pimpinan KAP yang lain harus terus bersemangat mengembangkan bisnis profesinya menjadi yang besar tidak perlu ragu bersaing dengan the big 4 atau the big 6 Indonesia. Besarkanlah kantor hingga mampu bersaing dengan seimbang. Mantapkan visi dan misi kantor dan dorong para manager atau senior manager jadi partner atau undang AP diluar bergabung. Berubahlah menjadi yang besar karena besar itu kuat dan peluang pasar tentu lebih

luas. Perubahan akan membawa jumlah yang besar menjadi banyak.

Perubahan terus berjalan bagi yang ingin survive dan berkembang, pilihan lain (kata Tarzan mengingatkan diacara Kick Andy 13 maret lalu) yang tidak mengikuti perubahan akan tergilas oleh perubahan.

Kita lihat tahun berikutnya seberapa besar perubahan membawa perubahan komposisi KAP Indonesia.

1. Achmad Rasjid Hisbullah & Jeri, 5AP

2. Andi, Arifin, Amita, Wisnu & Rekan, 5AP

3. Bayudi, Watu & Rekan, 4AP

4. Budiman, Wawan, Pamudji & Rekan, 4AP

5. Chatim, Atjeng, Jusuf & Rekan, 6AP

6. Dedi Zeinirwan Santosa, 4AP

7. Ekamasni, Bustaman & Rekan, 4AP

8. Gatot Permadi Joewono, 5AP

9. Hasnil, M.Yasin & Rekan, 4AP

10.Herman, Dody, Tanumihardja, 5AP

11.Husni, Mucharam & Rasidi, 5AP

12.Ishak, Saleh, Suwondo & Rekan, 5 AP

13.Junaedi Chairul, Labib, Subiyakto & Rekan, 4 AP

14.Sugijadi, Kurdi & Riyono, 5AP

15.Suhartati & Rekan, 5AP

16.Sukrisno Agoes & Rekan, 4AP

17.Thomas, Lesmana, Henky & Rekan, 4AP

18.Tia Adityasih & Rekan, 5AP

19.Trisno, Hendang, Adams & Rekan, 4AP

20.Usman & Rekan, 4AP

Tabel 3

The Medium Big - 20 firm tanpa kerjasama internasional 2008 (alphabetis)

Di perlukan leadership yang

kuat untuk membentuk KAP besar sehingga

dapat meningkatkanmutu & bersaing

di era globalisasi

Page 59: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

59

Margaret Thatcher dari Inggris, Cory Aquino & Gloria Arroyo dari Filipina; Benazir Bhutto dari

Pakistan, Aung San Suu Kyi dari Myanmar, Hilary Clinton dari Amerika Serikat, Angela Markel dari Jerman, Tjut Njak Dhien dari Aceh, R.A. Kartini, Mooryati Soedibyo, Martha Tilaar, dan tentunya Megawati & Dr. Sri Mulyani Indrawati dari Indonesia. Semua adalah para wanita pemimpin yang telah menunjukkan prestasi di bidang yang mereka tekuni, yang terkenal karena kecerdasan, ketegasan, dan keberhasilannya dalam mencapai tujuan. Kalau kita cermati apakah keberhasilan yang telah mereka capai, merupakan kontribusi dari suatu kebijaksanaan yang memberikan peluang kepada para wanita untuk lebih maju? Sehingga peluang mereka untuk menjadi wanita pemimpin lebih terbuka lebar. Rasa-rasanya tidak. Sebut saja Mooryati Soedibyo dan Martha Tilaar, mereka berdua maju membangun emporium bisnisnya, bukan dikarenakan adanya kebijaksanaan yang yang memberikan kesempatan kepada para wanita pada saat itu untuk lebih tampil di kancah bisnis. Namun mereka maju, berkat dari kerja keras sebagai seorang businesswomen yang melihat peluang bisnis dengan mengembangkan warisan budaya leluhurnya. Tjuk Nyak Dien, laskar wanita, pejuang kemerdekaan, yang awalnya adalah seorang ibu rumah tangga dari isteri Teuku Umar, yang juga pejuang kemerdekaan. Dengan wafatnya Teuku Umar, menjadi sebagai salah satu pemicu yang besar baginya untuk angkat senjata melawan penjajahan Belanda pada saat itu. Dengan sifatnya yang keras, non kompromis, dan pantang menyerah, serta ditambah lagi dia seorang pejuang wanita, menjadikannya cepat populer baik dikalangan kawan maupun lawan saat itu. Sepintas kisah Corazon Aquino dari Filipina dan Aung San Suu Kyi dari

Myanmar tidak jauh beda. Mereka menjadi pemimpin, dengan meneruskan perjuangan yang sudah mereka rintis bersama oleh almarhum suami mereka. Sedangkan Benazir Bhutto dari Pakistan, dan tentunya juga Megawati Soekarno Putri, merupakan wanita pemimpin yang sangat berpengaruh hingga saat ini, kemunculannya juga tidak lepas dari kebesaran nama yang ada dibelakang namanya, dan ini menjadi warisan keberuntungan yang sangat besar pengaruhnya. Mungkin saja lain dengan Margaret Thatcher, yang maju ke kanca politik, dari orang biasa, menapaki tangga politik hingga sampai ke pucuk pimpinan politik y a n g paling tingggi,

sebagai

perdana menteri di negaranya. Tanpa diembel-embeli trah politik keluarga. Namun Dia berkarya dan berkarir di dunia politik, sebagai suatu pekerja politik atau sebagai politikus, yang lebih bertumpuh pada kemampuan diri. Kiprah dari sebagian kecil para wanita pemimpin diatas, mungkin secara tidak langsung telah menjadi inspirasi dari kemajuan wanita dibelahan dunia manapun, dalam banyak lini di kehidupan yang makin modern.

Kemajuan emansipasi Sejauhmana kemajuan kaum wanita, untuk mensejajarkan diri terhadap kaum pria (emansipasi), salah satunya dapat dilihat dari beberapa fakta yang di telaah oleh: Martha Barletta yang berjudul ”Marketing to Woman”.

Berdasarkan telaahnya, telah terjadi perubahan pasar tenaga kerja wanita yang mengandung karakteristik sebagai berikut:1. Kenaikan pendapatan rata-rata wanita jauh lebih tinggi dari kenaikan pendapatan rata-rata pria. Di AS, kenaikan penghasilan median (median income) pria antara 1970-1998 sekitar 0,6% setelah dipotong inflasi, median income wanita meningkat 63%;2. Senjang gaji pria wanita menipis. Dari rata-rata 76% penghasilan seorang pria pertahun, pada tahun 1998 menjadi 83% (umur 25-34 tahun) dan 89% (umur 19-24 tahun): Dari 1987 sebesar 17%, 1997 sebesar 25%, tahun 1999 sebesar 30% para istri berpenghasilan lebih besar dari suami, pada umumnya karena rata-rata tingkat pendidikan meningkat;4. Lebih dari 50% penghasilan rumah tangga

AS dihasilkan oleh wanita;5. Wilayah gerak lapangan kerja makin

luas, dari sekadar sekretaris, guru dan jururawat, meningkatkan pendapatan wanita per individu secara drastis;

6. Wanita bertugas dibidang keuangan makin banyak, sebagai financial managers, accountants, auditors, ekonom, hal ini sekaligus menghapus paradigma ”wanita tidak cocok bertugas dengan bilangan”.

Sedangkan dari peta bisnis, pemilik perusahaan berjenis kelamin wanita juga makin besar, berdasarkan data bahwa:

Lebih dari 40% pemilik mayoritas 1. (mayority shareholders) perusahaan kecil adalah wanita;Pertumbuhan kepemilikan saham 1987-2. 1999 sebesar 103%, pertumbuhan lapangan kerja 320%, kenaikan

Menyambut Hari Kartini: Wanita Pemimpin,

Emansipasi dan DiskriminasiOleh: Dr. Jan Hoesada & Elly Zarni Husin

Page 60: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

60

pendapatan 436%;Perusahaan AS milik wanita 3. memperkerjakan lebih banyak 35% karyawan dibanding Fortune 500 seluruh dunia;

4. Dimana pertumbuhan tercepat pada wilayah usaha dengan 100 karyawan. Dari uraian tersebut jelaslah bahwa pasar untuk sarana kantor & rumah tangga, kebutuhan kantor dan rumah tangga, sarana komunikasi, perjalanan dinas dan individu, perbankan, termasuk jasa akuntan publik juga harus ditawarkan kepada wanita. Dalam kanca bisnis modern, peranan wanita telah makin baik. Wanita tidak hanya sebagai individu penggerak pasar (market driven), namun juga sudah menjadi bagian dari pemain bisnis didalamnya. Wacana emansipasi wanita tidak lepas dari masalah perbedaan pria dan wanita. Emansipasi sendiri timbul disebabkan adanya anggapan atas disparitas kemampuan antara pria dan wanita. Disparitas yang mengarah ke arah perbedaan antara pria dan wanita. Padahal sebenarnya, perbedaan yang dimiliki pria dan wanita pada hekekatnya adalah untuk saling mengisi sehingga terjalin kerja sama yang lebih baik, melalui adanya keterbukaan dan pengertian kedua belah pihak. Pendapat ini bukan untuk menyamaratakan perbedaan pria dan wanita. Namun, walau bagaimanapun, selalu ada pengecualian yang didasarkan pada gender. Setiap gender dilengkapi dengan kemampuan, sikap, prioritas, preferensi, dan lain-lain yang berpengaruh pada aspek kehidupan. Apakah pria dan wanita menjadi berbeda karena diperlakukan berbeda?. Bentuk perlakuan kelihatannya makin tereduksi sebatas nama, pakaian, mainan, tata rambut dan make up, dll. Apakah pria dan wanita memang berbeda?. Perbedaan itu memang ada, bukan buatan manusia. Tidak hanya bentuk perbedaan; fisik, chromosomes, hormon, rancang bangun otak, hingga perbedaan karakteristik, dll. Dengan adanya perbedaan yang saling dipahami dan diberdayakan, pada galipnya akan menjadi suatu kombinasi keunggulan dalam satu

partner bersama yang akan berakselerasi dalam semua aspek kehidupan. Namun pada kenyataan yang banyak terjadi, perbedaan dianggap sebagai suatu perbedaan sisi. Pria menganggap punya supremasi yang lebih dari wanita. Sedangkan wanita menganggap lebih resesif, dibandingkan dengan pria, konkritnya timbulah tindakan diskriminatif terhadap kaum wanita. Sebagian wanita melakukan tindakan perlawanan dengan mengatasnamakan gerakan emansipasi. Sehingga muncul wanita pemimpin yang baru. Sedangkan sebagian wanita lainnya, muncul sebagai wanita pemimpin bukan didorong emansipasi, tapi didorong kondisi dan situasi tertentu, yang bisa menyakut seperti masalah di bidang ekonomi dan bisnis, sosial hingga politik. Sehingga adalah adanya kesempatan dan peluang untuk wanita untuk lebih cepat maju. Dalam prosesnya, situasi dan kondisi dapat dalam bentuk tekanan-tekanan tertentu yang sangat kuat. Sebagai contoh, dapat dari akibat meninggal mitranya (suami), dari faktor warisan atau trah, ketokohan dari orang tua mereka dahulu, sampai pada masalah beratnya ekonomi dan sosial yang dihadapi. Terlepas dari kemampuan wanita-wanita tersebut yang juga bagus, namun faktor keberuntungan juga telah menjadikan mereka maju pesat. Dikatakan beruntung, karena telah berada “ditempat dan waktu yang benar”, inilah bagian dari bonus keberhasilan wanita pemimpin tersebut. Sudah menjadi kodrat, jumlah wanita lebih banyak dari jumlah pria. Perbedaan tugas dan tanggung jawab antara pria dan wanita, juga menjadikan jumlah wanita pemimpin tidak sebanyak jumlah pria yang menjadi pemimpin. Lebih dalam sedikit, bila kita telaah maka kemunculan beberapa wanita pemimpin, tidak lepas juga dari latar belakang yang menjadi faktor-faktor penekan, sehingga munculah wanita pemimpin tersebut. Kendatipun di era yang makin maju saat ini sudah mulai banyak wanita pemimpin, yang muncul dari menapaki tangga karir di bidangnya masing-masing.

Beberapa faktor penekan yang melatarbelakangi kemunculan wanita pemimpin dapat diidentifikasi seperti: Kesadaran yang meningkat di kalangan kaum hawa, akan kebebasan individu dan ekonomi; Tingkat perceraian meningkat, menyebabkan wanita makin dituntut mandiri secara ekonomi dan sosial; Rumah tangga harmonis mengizinkan para istri mencari nafkah tambahan, berkarir dan berprestasi agar menjadi lebih bahagia; Makin banyaknya PHK bagi para suami, menyebabkan fungsi kepala rumah tangga “beralih” kepada istri yang bekerja memikul beban rumah tangga, termasuk juga faktor; Generasi baru anak-anak yang terbiasa ditinggal oleh suami-istri bekerja, siap menjadi manusia dewasa yang mandiri, termasuk anak wanita. Hingga pada faktor tekanan dari akibat isteri yang ditinggal oleh suami, yang akhirnya memaksa isteri pemikul beban keluarga sekaligus penerus pekerjaan sang suami. Happy ending-nya jika sukses keluar dari tekanan-tekanan ini, akan memunculkan wanita pemimpin. Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa wanita pemimpin pada saat itu tidak dilahirkan. Namun muncul dari adanya tekanan-tekanan besar, di mulai dari ruang lingkup keluarga, ruang lingkup usaha, hingga masuk ruang lingkup dunia politik, sesuai dengan leterbelakangnya. Sebagian pendapat masuknya kaum wanita ke lini pekerjaan yang banyak didominasi kaum pria, adalah bagian dari kemajuan emansipasi wanita. Dorongan bagi kaum wanita untuk berpartisipasi dan berkarya sejajar dengan kaum pria, menjadi ruh emansipasi emansispasi wanita. Emansipasi tanpa diskriminasi.

Diskriminasi Mungkin tidak banyak, bahkan tidak ada kebijaksanaan yang mendukung wanita untuk lebih maju pada saat itu. Tidak seperti sekarang, untuk menjadi seorang legislatif, wanita diberi ruang kesempatan yang besar, hingga sempat lahir aturan 3 banding 1. 3 caleg pria, maka selanjutnya 1 caleg wanita (dimana belakangan aturan ini menjadi basi,

Page 61: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

61

setelah ditimpali dengan aturan caleg suara terbanyak). Tanpa disadari, kita juga sering mendapatkan tempat-tempat palayanan umum-pun, acap kali kita mendapatkan stiker bertuliskan “lady first”, dan lain sebagainya. Ini merupakan bentuk-bentuk kemudahan, yang seakan sudah menjadi “haknya” bagi kaum wanita di Indonesia. Dan kalau disadari, kemudahan-kemudahan yang sudah jadi budaya tersebut, telah menjadi semacam proteksi untuk memberikan perlindungan bagi kaum wanita. Dengan adanya proteksi tadi, secara tidak langsung merupakan bentuk lain dari diskriminasi terhadap wanita. Kebijaksanaan yang melindungi wanita, menjadikan suatu bentuk baru dari diskrimasi terhadap wanita. Dimana wanita masih dianggap kaum yang lemah dan perlu diberikan banyak kemudahan-kemudahan dan perlindungan, dalam akses ke lini sosial, ekonomi maupun juga politik. Kebijaksanaan diskrimiasi tidak akan membuat wanita menjadi kuat, namun sebaliknya menjadi lemah, rapuh dan terlena. Sejauh ini sudah banyak studi mengenai wanita, mulai dari peran wanita, emansipasi wanita hingga segi kepemimpinan wanita. Dikaji dari segala sudut, seakan wanita itu adalah manusia dalam bentuk lain. Pemimpin ya pemimpin, mau itu pria kek, atau wanita sama saja. Tidak semestinya wanita berharap dengan kaum pria mendapatkan perlindungan, kemudahan, dan lain sebagainya sebagai pijakan bagi kaum wanita untuk melangkah lebih maju dari pria. Maju menjadi lebih baik, dalam aspek apa saja hendaknya tidak mengenal gender. Apakah yang maju jadi pemimpin itu pria atau wanita saja saja, yang penting isinya dan bukan kemasannya. Jika seorang wanita pemimpin muncul, akan lebih baik bukan disebabkan karena dia seorang wanita. Namun karena memang kemampuannya yang menjadikan seorang pemimpin. Sebagai contoh seorang caleg, dipilih atau tidak dipilih bukan karena dia seorang wanita, tapi dikarenakan program, ide yang ditawarkannya kepada calon

konsituennya yang memang bagus. Seorang caleg wanita juga tidak dipilih, karena punya keturunan “trah biru politik”, anak pejabat, anak ulama ternama, atau isteri seorang pengusaha besar dan lain sebagainya. Biarkan lah wanita pemimpin muncul secara alamiah, melalui seleksi alam (invisible hand), dengan demikian dia kemunculannya akan menjadi memimpin yang kuat dan mengakar.

Penutup Tidak ada perbedaan antara wanita dan pria di muka bumi ini, dalam hal untuk hidup lebih baik, dan lebih maju. Kata lagu, “tidak ada dusta diantara kita”, maka tidak ada diskriminasi, dalam bentuk apapun, baik diskrimiasi secara langsung, yang mengabaikan peranan kaum wanita untuk dapat lebih berkarya selayaknya kaum pria. Juga tidak ada diskriminasi dalam bentuk proteksi (atau keisitimewaan) terhadap kaum wanita. Mari kita bangun paradigma didalam midset orang per orang, Sekali lagi, bahwa tidak ada bedanya antara pria dan wanita, untuk menjadi lebih baik dalam berkarya. Tidak ada lagi istilah “lady first”, maka yang akan datang menjadi “man dan lady first”. Langkah konkret yang paling dini, dapat kita mulai dengan lingkup yang paling sederhana, yakni pada lingkup keluarga. Dimana para orang tua, dalam mendidik anak-anaknya mulai sekarang tidak lagi membeda-bedakan jenis kelamin secara ekstrim namun lebih kearah yang proporsional.

MENGUNGKAP PERBEDAAN PRIA DAN WANITA Perbedaan pria dan wanita menjadi bahan yang menarik untuk diperbincangkan. Perbedaan yang dimiliki pria dan wanita adalah untuk saling mengisi sehingga terjalin kerja sama yang lebih baik dengan adanya keterbukaan dan pengertian kedua belah pihak. Kesadaran (sense) dan kepekaan sebagai cara mengetahui khas wanita.

1. Kemampuan persepsi lebih tinggi

(extrasensory perception):Mata pria melihat terfokus, sempit dan tajam (pikirkan tentang “spotlight”), mata wanita melihat menyeluruh dan lebih luas (pikirkan tentang “floodlight”).

Tanggapan wanita lebih bersungguh-sungguh.Preferensi keras suara yang didengar cukup setengah keras suara yang dibutuhkan pria.Wanita lebih peka terhadap bau-bauan.Wanita lebih peka terhadap empat cita rasa pahit, manis, asin dan masam.Kulit pria yang paling peka tak melebihi kepekaan kulit wanita yang paling tidak peka.

2. Akses emosional :Wanita pada umumnya lebih emosional, mengalami semua range emosi dengan intensitas yang lebih besar dan lebih labil dari pria, wanita mempunyai budaya memperlihatkan emosi mereka, wanita lebih mampu meng-artikulasikan emosi mereka karena konektivitas otak yang lebih besar, khususnya konektivitas emosi dan pusat syaraf verbal pada otak.3. Mempunyai perhatian dan mempunyai fokus :

Ingatan lebih terinci karena perhatian lebih terinci pada segala hal.Suatu rincian yang dianggap tak berarti bagi pria, dianggap penting bagi wanita.Daya ingat akan rincian peristiwa masa lalu .Mampu memerinci suatu hal secara lebih detail.Sensitif terhadap nuansa interpersonal seperti suara dan ekspresi wajah, secara empirik persepsi sosial lebih baik.

4. Berfikir kontekstual.Wanita pada umumnya berfikir lebih kontekstual dan holistik; topik yang dibahas diletakkan pada peta-gambar yang lebih besar, untuk melihat menyeluruh.Wanita menghadapi kesulitan berfikir terkotak-kotak, disembedding, memisahkan obyek dari latar belakang atau konteks yang luas.

Page 62: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

62

Pria adalah analist (membelah-belah elemen besar menjadi kecil-kecil), wanita adalah synthesizers (mengumpulkan segala hal yang berhubungan).

5. Mengenal lebih baik.Wanita melihat orang, pria melihat obyek.Wanita banyak mendiskusikan orang, pria mendiskusikan politik, olah raga dll.Wanita lebih sedikit menulis angka-angka, kesimpulan, usulan, pertanyaan.

6. Kemampuan verbal.Anak gadis lebih cepat menguasai bahasa, berbicara, membaca, menulis, tata bahasa, ejaan, mengumpulkan kosakata baru.Jumlah siswi berkemampuan verbal tertinggi dua kali lipat siswa.Wanita menjadi akrab dengan berbicara, pria menjadi akrab dengan mengerjakan sesuatu bersama-sama (olah raga dll).Wanita melihat acara pertemuan terutama untuk saling bicara, tak peduli apapun acaranya (belanja, olahraga, nonton film bersama dll).

Ciri-ciri empirik pria:Kemampuan matematika anak pria dan 1. gadis, dari 10% terbaik ratio 3:1, dari 1% terbaik ratio 13:1. Nilai math anak gadis menjadi baik disebabkan oleh kebiasaan belajar yang baik, anak pria secara konsisten melakukan test aptitude lebih baik. Riset menunjukkan bahwa anak gadis ternyata lebih baik dalam angka-angka. Anak pria mempunyai rata-rata bakat lebih kuat pada reasoning dan problem solving.Kemampuan abstraksi. Riset 2. menunjukkan bahwa pria lebih sering berfikir berdasar prinsip abstaksi, sampai kepada abstraksi yang sulit diukur. Di Rusia setiap orang dianjurkan bermain catur, terdapat 450 grandmaster pria dan 6 wanita. Bila diminta memilih, pria lebih mengutamakan hukum, wanita mengutamakan manusia dalam situasi khusus. Bila menghadapi

masalah interpersonal yang pelik, wanita memecahkan masalah berdasar contoh dan pengalaman pribadi, pria memecahkan masalah berdasar salah-benar, keadilan, fair play atau tugas. Pria berkata: Inilah yang benar. Peraturannya adalah demikian. Wanita berkata: Itu tergantung.Kemampuan menangkap, memvisualisasi 3. dan beraksi dalam tiga dimensi. Kemampuan pentargetan, terkait pada jarak, gerakan, kecepatan, koordinasi tangan-mata yang luar biasa.Kemampuan gerak motorik melempar, 4. menangkap, mengambil keputusan melewati lorong sempit atau mendahului secara cepat-tepat dengan mobil.Kemampuan mekanika. 80% arsitek, 5. 90% insinyur adalah pria. 68% siswa Yale langsung dapat melakukan instruksi tertulis suatu program VCR, 16% wanita sukses melakukan instruksi tertulis tersebut.

NILAI sOsIAL 1. Bagi wanita; manusia adalah yang pertama, terakhir dan selalu.

Wanita adalah tentang hubungan.Bagi pria, manusia memang penting, sama pentingnya dengan hal-hal lain.Majalah wanita penuh dengan segala artikel tentang wanita: Selebritis wanita, Kehidupan keluarga, Kolom nasihat, pemecahan masalah wanita, Self help topics, bagaimana menikmati hidup secara lebih baik, Mengatasi penyakit-penyakit khas wanita, Bagaimana membahagiakan suami.Majalah pria berisi: Berita, Olah raga, Bisnis, Computers, mobil dll, Fitness, Hobby berburu, memancing, aktivitas lain dll. Pria kurang suka membaca tentang orang lain atau karir-kehidupan pribadi orang lain.

2. Pria adalah pemain tunggal, wanita adalah pemain bersama.

Karakteristik pria :Individual, aku, diakui, berbeda,

unik, istimewa.Tergantung pada diri sendiri, menentukan sendiri.Memilih jalan sendiri, tidak berharap pertolongan atau sebaliknya.Mengambil apa yang dapat diambil dari kehidupan ini, tak membuat asumsi akan diberi.Kemerdekaan, otonomi, tak mau dipengaruhi orang lain.Bermaksud meninggalkan jejak diatas bumi.

Karateristik wanita :Melihat dunia dalam perspektif group, bukan dari sudut pandang/kepentingan pribadi.Kerjasama.Saling dukung.Setiap orang pasti membutuhkan pertolongan. Kita, bukan aku. Orang lain sama pentingnya dengan dirinya.Suka bergaul dengan pihak yang mempunyai banyak persamaan.

Pada umumnya wanita bangga dengan kemampuan (dan ingin menunjukkan) kemampuan menjaga-memelihara-membina (caring) segala sesuatu, kemampuan pertimbangan-kebijaksanaan, memuliakan-mengutamakan sifat setia.Wanita selalu memantau kehidupan orang-orang dekat, terutama keluarga.Wanita berbahagia bila sukses dalam membuat orang lain berbahagia.Nilai tertinggi bagi wanita adalah : Kedekatan, hubungan dengan orang lain. Wanita menilai istilah pria mandiri sebagai penghalusan istilah egois, wanita merasa heran bagaimana pria tampak bangga akan “ke-sendirian”nya dan tak peduli orang lain. Pria memandang kepedulian wanita pada sesama sebagai kebodohan, dan pria merasa heran bagaimana seseorang mau menggunakan begitu banyak waktu

Page 63: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

63

untuk sesuatu yang bukan urusannya, juga heran mengapa ada orang yang mau dicampuri urusannya oleh orang lain. Pria takut apabila diminta informasi yang bersifat pribadi yang bukan menjadi urusan orang lain.

3. Wanita pekerja profesional masih melakukan seluruh atau sebagian besar fungsinya di rumah, kebanyakan atas dasar azas sukarela atau merasa ”terpanggil” (multi tasking, multi-minded and integrated, simultaneous). Karena itu wanita sering nitip sesuatu bila seseorang pergi kesuatu tempat (multitask oriented), sebagai hal wajar “sambil menyelam minum air”, dianggap mengganggu oleh pria yang dititipi tugas tambahan tersebut (single task, sequencial). Wanita merebus sesuatu sambil menyeterika, nonton TV, menelepon dan membuka surat. Bagi wanita, tidak masuk akal naik mobil hanya untuk satu tujuan.Pria (single minded & focused, linear, sequencial) terfokus pada mencari nafkah, dengan atau tanpa nafkah tambahan dari istri.

SYNTHESIZER DYNAMICSPria menganalisa, sedang wanita melakukan sintesa, karena:1. Wanita lebih detail.

Wanita menilai produk atau jasa secara lebih lengkap dan teliti, menyentuh, merasa (dengan lidah), mendengar, melihat, mencium bau produk.Extrasensory sensitivity, radar resolusi tinggi, untuk produk apalagi jasa.Hidden sensory ability, emotional X-ray

vision; untuk suara, nada suara, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak-gerik, bahasa tubuh, refleksi kejujuran atau ketidak jujuran.Wanita mempunyai tambahan beberapa kriteria produk atau jasa yang tak pernah diminta oleh pelanggan pria.Wanita suka customized products.

2. Wanita mengintegrasi rincian, pria melepas rincian.

Pria: menyederhanakan, analytical & minimalist untuk manfaat pokok-dasar suatu produk dengan menghapus pernik-pernik produk, pandangan lebih jernih melalui penyederhanaan, mengabaikan perbedaan kecil-kecil.Pria fokus pada hal terpenting, aspek terpenting, kriteria terpenting dari suatu produk.Apabila kriteria utama terpenuhi, pria memutuskan membeli tanpa melihat kriteria lain lebih lanjut.Pria menyukai iklan yang sederhana, ”menembak sasaran besar”, pesan dan ancangan yang memberi kemerdekaan menerima atau menolak produk tersebut.Pria bangga akan ancangan sederhana untuk keputusan pembelian, wanita tidak bangga.Apabila mungkin, pria mengambil keputusan setelah melakukan persepsi informasi (straight forward) dalam dua detik.Wanita: Rincian amat penting memperkaya pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang sesuatu dan perlu untuk memahami situasi.Pria menganggap rincian memperumit masalah, wanita menganggap rincian perlu untuk pemahaman lengkap. Bagi wanita, kurangnya rincian menyebabkan seluruh informasi menjadi tak berarti.

HAL-HAL YANG DIHINDARI, TIDAK DIsUKAI, TAK DILAKUKAN DAN TAK DIPEDULIKAN WANITA.1. Lebih dari pria, wanita tak menyukai rasa terisolasi, sendirian dan kesepian (menurut

sementara psikolog merupakan butir utama yang dihindari wanita).

Dengan demikian, independensi dan kemandirian wanita diupayakan sedemikian rupa sehingga tak mengurangi jumlah hubungan baik, dekat, persahabatan (menjadi makin menjauh). Problema wanita sukses adalah, bahwa ia harus tetap approachable (Cindy Crawford).

2. Wanita lebih suka “bergantung” pada seseorang kawan, ketimbang secara aspirasional menguasai dan memimpin suatu kelompok sahabat.

APA YANG DIHARAPKAN WANITA, BELUM TENTU DIHARAPKAN OLEH PRIA1. Pria enggan minta bantuan, wanita tak enggan minta tolong, nasihat atau pendapat orang lain.2. Pria enggan menunjukkan emosi yang

menyebabkan ia dipandang ”lemah”, wanita cenderung menunjukkan emosi secara positif, alamiah, menghibur dan mendorong-menyemangati.

3. Aspirasi pria ideal sebagai individu yang sempurna, ramping, muda, mandiri, berstatus, menikmati hidup, mampu menguasai diri; aspirasi pria tersebut bukan aspirasi kebanyakan wanita.Wanita mendambakan sense of belonging, suatu perasaan yang dimengerti orang lain.

PENUTUP Pada akhirnya, kita akan temukan bahwa cara membangun interaksi dengan pria dan wanita itu berbeda. Tapi jangan lupa, hal itu tak berarti yang satu lebih baik dari yang lain. Ini bukan perkara lebih baik atau lebih buruk–tapi berbeda. Mengakui perbedaan, tidak menutupi apalagi mengabaikan, selalu mencari kesesuaian dan titik temu adalah solusi untuk mengatasi perbedaan.

PRIASingle minded & focus

Kurang detailAnalyze

WANITABilateral-brain, multi-zone processing, Multiminded & integratedLebih detailSynthesize

Page 64: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

64

Indonesian Accounting fair 10 yang berlangsung selama empat hari mengangkat tema “PSAK 50 & 55:

Dealing with the Revised Standard of Financial Instruments”.

Accounting fair yang berlangsung di Auditorium FEUI dihadiri mahasiswa maupun praktisi. Seminar yang terbagi dalam tiga sesi. Sesi pertama diisi Partner Ernest & Young, Roy Iman dan Bimo Santoso membahas The Story Behind the Revision of PSAK 50 and 55.

Dalam sesi ini dikupas standar akuntansi terbaru instrumen keuangan terkait dengan PSAK 50 dan 55. Apa instrumen keuangan, latar belakang revisi PSAK tersebut, perbedaan standar hasil revisi dengan sebelumnya, apa tujuan dan dampak positif yang bakal diraih pasca penerapan.

Selain itu, masalah konvergensi dengan International Accounting Standard 32 dan 39, pengaruh revisi PSAK 50 dan 55 bagi perekonomian Indonesia, pengertian dasar instrumen keuangan, penggolongan instrumen keuangan versi revisi PSAK 50 dan 55, tidak luput dari pembahasan yang cukup menarik.

Selain seminar, Indonesian Accounting Fair ini juga menyelenggarakan talkshow bertema “The Implementation of PSAK 50 and 55 in Banking Industry”. Sebagai pemapar Peneliti Senior BI, Gusti Ayu Indira dan Head of Accounting Group Bank Mandiri, Budi Sulistyo membahas mengenai Perubahan dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI). Poin-poin penting yang menjadi bahasan antara lain penyesuaian aturan moneter perbankan, pengungkapan kredit perbankan dan penentuan nilai provisi, pengklasifikasian kembali aset perusahaan, kesesuaian antara harapan dan kenyataan, definisi dan konsep fair value.

Pembicara dari Negara lain yang diwakili Technical Advisor PwC, Craig Ross dan Senior Manager PwC, Albidin Linda. Mereka membahas pentingnya fully harmonization dengan IFRS. Mereka memberikan gambaran baaimana definisi asset dan liabilities berdasarkan standar akuntansi negara masing-masing sebelum mengadopsi IFRS. Lalu bagaimana accounting treatment untuk instrumen keuangan berdasarkan standar akuntansi sebelum mengadopsi IFRS, proses perubahan ke IFRS, termasuk bagaimana m e n y e l e s a i k a n perbedaan. Dan melengkapi dampak positif setelah mengimplementas i secara penuh IAS 32 dan 39.

Hari kedua, Deasy Anggraini dari

Deloitte memberikan training bertemakan “getting closer with the revised standard”. Training ini mendapat sambutan cukup antusias dari peserta trainee. Untuk memotivasi peserta aktif di keprofesian, Elly Zarni Husin selaku Direktur Eksekutif IAI menjadi pembicara dalam acara Company Presentation. Keanggotaan junior IAI sangat diminati peserta sebagai awal interaksi mereka dengan profesi.

Hari ketiga Indonesia accounting fair di isi dengan Accounting competition yang di ikuti unversitas-universitas dari seluruh Indonesia. Kompetisi tersebut dimenangkan unversitas Parahyangan (Unpar) Bandung sebagai peringkat pertama dan kedua, diikuti STAN dari Jakarta sebagai juara ketiga. Acara Indonesia Accounting Fair ini ditutup dengan melakukan company visit ke Bank Mandiri dan KAP KPMG. Panitia Indonesian Accounting Fair berharap ke depan bisa menjadi salah satu even besar mahasiswa di Indonesia di bidang akuntansi. (Larisa Yeni)

Liputan

PSAK 50 & 55: Dealing with The Revised Standard of Financial Instruments

Dalam rangka mendukung sosialisasi perkembangan terkini

Standar Akuntansi Keuangan (SAK), IAI turut mendukung

pelaksanaan Indonesia Accounting Fair 10 oleh Studi

Profesionalisme Akuntan (SPA) FEUI. Acara yang dimulai 23

Februari mencakup acara seminar, training, company visit,

& accounting competition.

Page 65: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

65

PSAK 26 (Revisi 2008) Biaya Pinjaman diterbitkan oleh DSAK IAI menggantikan PSAK 26 (1997) Biaya Pinjaman yang telah dikeluarkan sejak 14 Januari 1997. Kendati telah disahkan pada tanggal 16 September 2008, PSAK ini baru diterbitkan pada bulan Maret 2009 setelah melalui proses final checking terlebih dahulu dari DSAK IAI. Pernyataan ini mengatur akuntansi untuk biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau pembuatan set kualifikasian dikapitalisasi sebagai bagian biaya perolehan aset tersebut. Biaya pinjaman lain diakui sebagai beban. Tanggal efektif berlakunya PSAK 26 (Revisi 2008) Biaya Pinjaman dimulai 1 Januari 2010. Namun, jika diterapkan lebih dini sebelum tanggal efektif 1 Januari 2010, maka fakta tersebut harus diungkapkan. PSAK 26 (Revisi 2008) Biaya Pinjaman merupakan adopsi dari IAS 23 (2007) Borrowing Costs. Perbedaan PSAK 26 (Revisi 2008): Biaya Pinjaman dengan IAS

23 (2007): Borrowing Costs PSAK 26 (Revisi 2008) mengadopsi seluruh IAS 23 (2007): Borrowing Costs, kecuali untuk beberapa paragraf berikut: 1. IAS 23 paragraf 4 yang menjadi PSAK 26 paragraf 4, dimana menghilangkan paragraf 4(a) pada IAS 23 tentang pengecualian penerapan PSAK 26 untuk aset kualifikasian yang diukur pada nilai wajar, seperti aset biolojik, karena IAS 41: Agriculture belum diadopsi ke PSAK lain yang ada. 2. IAS 23 paragraf 9 yang menjadi PSAK 26 paragraf 9, dimana menghilangkan kalimat terakhir pada paragraf 9 IAS 23 tentang pelaporan keuangan dalam ekonomi berinflasi tinggi, karena IAS 29: Financial Reporting in Hyperinflationary Economies belum diadopsi ke PSAK lain yang ada. 3. IAS 23 paragraf 18 yang menjadi PSAK 26 paragraf 18, dimana menghilangkan kalimat tentang perlakuan akuntansi untuk

penerimaan hibah pemerintah, karena IAS 20: Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance belum diadopsi ke PSAK lain yang ada. 4. IAS 23 paragraf 27 dan 28 tentang ketentuan transisi dihilangkan, karena PSAK 26 (Revisi 2008) yang menggantikan PSAK 26 (1997) tidak mengakibatkan perubahan kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi biaya pinjaman. Hal ini berbeda dengan IAS 23 (1993) yang memberikan alternatif untuk mengkapitalisasi atau membebankan biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi, atau pembuatan aset kualifikasian (qualifying assets). Sementara PSAK 26 (1997) mengatur untuk mengkapitalisasi biaya pinjaman tersebut, dan hal ini sesuai dengan pengaturan dalam PSAK 26 (Revisi 2008).

Info IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendapat kehormatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Developing Nations Committee the International Federation of Accountants (DNC IFAC) tanggal 30 dan 31 Maret 2009 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta. DNC IFAC adalah Komite yang dibentuk IFAC untuk mendukung pengembangan profesi akuntansi bagi Negara-negara berkembang. Komite ini beranggotakan perwakilan asosiasi akuntan dari 18 negara antara lain United States, Malaysia, United Kingdom, Pakistan, South Africa, Saudi Arabia, Tunisia, Argentina, Hungary, Netherlands, Poland, Kenya, Czech Republic, India, Kazakhstan, Zambia serta Bolivia. Ketua IAI, Bapak Ahmadi Hadibroto

didampingi anggota Dewan Pengurus Nasional Prof. Dr. Djoko Susanto, Dudi M.Kurniawan, anggota Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI, serta perwakilan dari Institut Akuntan Publik Indonesia berkesempatan menyampaikan presentasi mengenai perkembangan terkini profesi akuntan di Indonesia. Selain itu IAI juga menyampaikan perrkembangan action plan IAI dalam melaksanakan Statement Membership Obligations (SMOs) IFAC yang meliputi Quality Assurance, Standar Pendidikan Internasional, Standar Auditing, Kode Etik, Penegakan Disiplin, Standar Akuntansi Sektor Publik serta IFRS. Untuk meningkatkan network serta

sharing perkembangan akuntansi dengan DNC IFAC ini IAI melaksanakan dinner pada tanggal 30 Maret 2009 yang dihadiri Ketua Komite Standar Akuntansi Keuangan, Kabiro Akuntansi Bapepam, perwakilan Bank Indonesia & Dirjen Pajak, serta pengurus IAI lainnya.

Developing Nation Committee IFAC meeting di Jakarta 30-31 Maret 2009.

PsAK 26 (Revisi 2008) Biaya Pinjaman telah diterbitkan DsAK IAI

Page 66: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

66

Info IAI

DSAK IAI telah mengadakan Public Hearing Eksposure Draft Standar Akuntansi Keuangan Usaha Kecil dan Menengah (SAK UKM) pada hari Selasa, 3 Maret 2009 di Hotel Sahid Jakarta. Acara Public hearing merupakan salah satu tahapan dalam due-process procedure sebelum eksposure draft standar akuntansi keuangan diterbitkan menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Tujuan dari public hearing ini adalah untuk sosialisasi substansi serta dampak terbitnya SAK UKM oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan yang tak kalah pentingnya adalah memberikan kesempatan kepada publik untuk menyampaikan masukan, saran, dan kritik terkait dengan Eksposure Draft SAK UKM. Hal ini dilakukan agar nantinya SAK UKM ini bisa lebih bermanfaat dan dapat diterima oleh seluruh pihak. Selain itu sosialisasi ini juga dimaksudkan agar publik lebih siap terhadap standar baru yang berpengaruh terhadap perubahan perlakuan akuntansi dan pelaporan entitas. Lahirnya SAK UKM ini merupakan jawaban atas tuntutan publik terutama sektor Usaha Kecil dan Menengah yang selama ini membutuhkan standar khusus untuk mengatur UKM. Adopsi IFRS for Small and Medium sized Entities (IFRS for SMEs) yang disusun oleh International Accounting Standard Board (IASB) kemudian menjadi Eksposure Draft Standar Akuntansi Usaha Kecil dan Menengah ini juga merupakan salah satu langkah DSAK-IAI dalam proses konvergensi IFRS. Hal ini dilakukan agar Usaha Kecil dan Menengah yang ada di Indonesia mampu menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas dan bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan serta sebagai bentuk menjaga kepercayaan publik, maka laporan keuangan yang disusun harus dapat dipahami dengan baik, relevan, andal dan dapat dibandingkan. Sehingga penyusunan SAK-UKM yang konvergen dengan IFRS for Small and Medium sized Entities, sesuai dengan karakteristik UKM dan selaras dengan peraturan-peraturan yang ada

di Indonesia diharapakan bisa memudahkan unit-unit UKM di Indonesia dalam membuat laporan keuangan dan berkembang menjadi UKM berskala internasional. Pengaturan dalam ED SAK UKM ini pun relatif lebih sederhana dibandingkan pengaturan dalam SAK Nasional, acuan dalam SAK UKM juga tidak mengacu pada SAK Nasional dan modifikasi dalam penyusunan SAK UKM dilakukan agar pelaku UKM tidak kesulitan dalam menerapkan standar ini.

Karakteristik khas yang dimiliki UKM membuat berbeda dengan usaha berskala besar dan jika UKM membuat laporan keuangan mengikuti SAK Nasional akan menimbulkan kesulitan dan hambatan bagi UKM, dampaknya bisa menghambat pertumbuhan UKM yang merupakan penggerak roda perekonomian bangsa. Public Hearing ini juga dihadiri oleh Dewan Penasehat IAI, Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan IAI (DKSAK IAI), dan Dewan Pengurus Nasional IAI (DPN IAI ) serta dihadiri oleh hampir 300 orang peserta dari berbagai entitas, seperti BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dari seluruh Indonesia, kalangan akadimisi, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kantor Akuntan Publik, Departemen Koperasi dan unit UKM dari seluruh Indonesia serta entitas swasta. Antusiasme publik terhadap lahirnya SAK UKM dapat dilihat dari banyaknya peserta yang memberikan tanggapan, masukan, serta kritik atas penerbitan Eksposure Draft SAK-UKM baik dari peserta yang hadir maupun melalui email. Banyak kalangan yang menilai bahwa PSAK ini akan mampu mendukung perkembangan UKM di Indonesia, karena dengan adanya SAK UKM unit-unit UKM di Indonesia mempunyai standar yang jelas dan konvergen dengan IFRS, diharapkan dengan penerapan SAK UKM pada unit-unit UKM di Indonesia akan mengurangi hambatan-hambatan investasi UKM, meningkatkan transparansi, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan biaya untuk mendapatkan modal (cost of capital).

Public Hearing Eksposure Draft PSAK 31 (Revisi 2009) Instrumen Keuangan: Pengungkapan telah diadakan DSAK IAI pada hari Selasa, 24 Pebruari 2009 di Hotel Bumikarsa Bidakara Jakarta. Acara Public hearing merupakan salah satu tahapan dalam due-process procedure sebelum eksposure draft standar akuntansi keuangan diterbitkan menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Tujuan dari public hearing ini adalah untuk sosialisasi substansi serta dampak terbitnya PSAK 31 (Revisi 2009) Instrumen Keuangan: Pengungkapan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) dan memberi kesempatan kepada publik untuk menyampaikan masukan, saran, dan kritik terkait dengan Eksposure Draft PSAK 31 Revisi 2009. Hal ini dilakukan agar nantinya PSAK No. 31 (Revisi 2009) Instrumen Keuangan: Pengungkapan ini bisa lebih bermanfaat dan dapat diterima oleh seluruh pihak.Selain itu sosialisasi ini juga dimaksudkan agar publik lebih siap terhadap perubahan standar yang berpengaruh terhadap perubahan perlakuan akuntansi dan pelaporan entitas. Public Hearing ini dihadiri oleh hampir 150 orang dari berbagai entitas, seperti perbankan, Departemen Keuangan, Bapepam-LK, Bank Indonesia, Kantor Akuntan Publik, dan entitas swasta. Eksposure Draft PSAK 31 (Revisi 2009) Instrumen Keuangan: Pengungkapan merupakan yang diadopsi dari IFRS 7 Financial Instruments: Disclosure. Perubahan PSAK 31 yang semula mengatur tentang perbankan merupakan salah satu proses konvergensi IFRS yang semula bersifat rule based dan masih mengatur PSAK industri berkembang menjadi PSAK dengan pendekatan principle-based.. Terbitnya PSAK 31 revisi 2009 melengkapi prinsip-prinsip untuk pengakuan, pengukuran dan penyajian aset keuangan dan kewajiban keuangan dalam PSAK 50 (2006): Instrumen Keuangan: Penyajian dan PSAK 55(2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.

Public Hearing: ED SAK UKM & PSAK No.31

Page 67: Fair Value

Periode Pendaftaran: 23 Maret - 8 Juni 2009

UjianSertifikasiAkuntansiSyariah2009 Sebagai Pijakan untuk Senantiasa Menjadi Acuan

USAS PERIODE II 2009

Pelaksanaan Ujian: 17 Juni 2009Periode Pendaftaran : 23 Maret - 8 Juni 2009Batas Akhir Pendaftaran: 8 Juni 2009Batas Pengambilan Kartu Ujian : 15 Juni 2009

Tempat Pendaftaran

Ikatan Akuntan Indonesia

Graha Akuntan, Jl. Sindanglaya No. 1 Menteng Jakarta 10310

Telp. 021 - 31904232 ext. 777, 333, 511, 255

Contact person. Reza: 021-71544455

Website.www.iaiglobal.or.id [email protected]

Blog. http//usas-iai.blogspot.com

Page 68: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

68

Features

PENDAHULUAN

Kegiatan sosial Iwan Fals antara lain berkunjung pada play group LSM wanita yang menampung 40 anak

kaum amat sederhana (insert gambar) dengan para pengasuh dan pengajar seluruhnya wanita sukarelawan, sebuah kegiatan yang dilakukan di atas tanah negara dan berisiko digusur setiap saat. Iwan ikut serta dalam gebyar pemeriksaan & layanan kesehatan cuma-cuma dengan para dokter dan juru rawat wanita untuk anak-anak dari keluarga amat sederhana. Pada tanggal 28 Maret 2009 di rumahnya yang amat luas itu, Iwan menggelar pameran dan show bertema “ Yang Paling Cantik” terkait Hari Wanita Internasional tanggal 8 Maret 2008 bersama berbagai tokoh wanita, yang dihadiri sekitar 1000 orang penonton. Bulan April Iwan akan menggelar show tentang Hari Bumi. Berikut ini adalah liputan ringan tentang show 28 Maret dan pandangan khas Iwan Fals tentang wanita, disajikan secara bebas karena peliput tidak membawa sarana rekam suara. Hadir pada show tersebut beberapa artis wanita senior, akitivis LSM dan atlet renang nasional wanita. Iwan juga gemar melakukan diskusi tentang topik-topik pembangunan bangsa terfokus kepada kepedulian akan rakyat banyak dan bersifat nonpolitik, mengundang

Yang Paling Cantik Oleh : Dr. Jan Hoesada

Page 69: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

N

A K U N T A N I N D O N E S I A

69

Features

berbagai pakar untuk diskusi, semuanya dilakukan secara tidak beraturan. Peliput tak akhli lagu-lagu Iwan, sehingga mungkin mengalami salah persepsi wawancara.

WANITA MENURUT IWAN

Pada show Iwan membawakan berbagai lagu tentang percintaan, tentang apa saja dan tentang wanita, antara lain Dibawah Tiang bendera, Laksamana Malahayati. Bagi Iwan, Laksmana merupakan sebuah bukti sejarah bahwa sejak 419 tahun lalu wanita telah memimpin bangsa. Malahayati memimpin sekitar 100 buah kapal berkapasitas tampung 400 anak kapal, berukuran rata-rata lebih besar dari kapal-kapal pedagang rempah dari Eropa umumnya, kapal Portugis khususnya. Iwan berkisah bahwa Malahayati mempunyai pasukan elite disebut armada Inong Bale, sebuah pasukan terdiri dari para janda yang suaminya gugur dimedan juang melawan Portugis. Malahayati juga pernah melakukan duel satu lawan satu dengan seorang komandan Belanda.

Kepulauan Nusantara melahirkan banyak srikandi-srikandi besar. Beberapa nama terucap oleh Iwan adalah Tjut Nyak Dien, Dewi Sartika, Suci Munir, Megawati dan Sri Mulyani. Namun bagi Iwan seluruh bunda adalah pahlawan yang membuat suatu bangsa menjadi besar; melahirkan, menyusui, memberi pendidikan awal pra sekolah dan menanamkan nilai - nilai baik kepada anak-anaknya. Wanita merupakan misteri dan Iwan mengatakan “jangan tutup dirimu” pada suatu lagu. Lagu

“Aku di sini” lahir dari survei malam Iwan ke pasar induk, menemukan keindahan sederhana ibu-ibu pedagang sayuran tertidur diantara barang jualan, juga kesan tentang keperkasaan para supir bus dan kondektur wanita, lalu kuli-kuli bangunan dan tukang real estat di Bali yang juga di dominasi oleh tukang berjenis wanita. Iwan juga menyaksikan para wanita perkasa yang bertahan pada tepian jurang kehidupan, antara lain menyaksikan pelacur mabuk malam hari didera gelombang derita kehidupan. Ia menyimpulkan bahwa wanita mempunyai daya tahan amat tinggi terhadap rasa sakit dan berbagai gempuran penderitaan, dan merindukan kebangkitan para pemimpin bangsa yang mampu memancarkan keindahan nan lembut dan dalam. Iwan berharap bahwa generasi penerus hendaknya selalu memuliakan dan menghormati wanita, serta memberi ruang gerak yang lebih leluasa bagi mereka untuk berkarya. Ia berharap bahwa media massa membantu membuka ruang gerak itu dan mengakomodasi lebih banyak keperluan perkembangan wanita bagi bangsa ini.

Catatan Redaksi : Iwan Fals (Dan IV) dan Jan Hoesada (Dan VI) adalah karateka Wado Kai

Indonesia. Bersama dengan Dewan Guru dan para Senior lain, mereka sering berlatih bersama sepanjang 25 tahun terakhir. Wawancara oleh Jan Hoesada sebagai Redaksi Majalah ini dilakukan pada saat latihan intensif para atlet nasional tanggal 29 Maret untuk menyambut Edisi Hari Kartini 21 April 2009.

Page 70: Fair Value

ai

M I

T R

A D

A L

A M

P E

R U

B A

H A

NA K U N T A N I N D O N E S I A

70

selingan

Ada tiga advokat yang harus menghadiri persidangan kliennya di Semarang. Kebetulan ketika mau beli tiket di Stasiun ketemulah dengan empat auditor yang

melakukan perjalanan ke Semarang untuk audit. Obrolan singkat sembari menunggu antrian beli tiket membuat suasana

perjalanan semakin menyenangkan.

Lalu ketiga Advokat itu membeli tiga tiket, namun mereka melihat teman auditor-nya hanya membeli satu tiket padahal mereka ber-empat. Salah satu Advokat heran dan tanya “bagaimana bisa kalian ber-empat hanya beli satu tiket, itu melanggar ketentuan pertiketan”. Lalu auditor itu menjawab “lihat saja nanti. Apa yang saya lakukan tidak material”,

katanya.

Mereka pun bergegas naik ke dalam kereta. Tiga Advokat menduduki tempat duduk masing-masing sesuai tiketnya. Ke empat auditor bukan ke tempat duduk malah masuk ke toilet kereta sambil berdesakan dan menutup

pintunya.

Selang beberapa menit kereta berangkat. Tak lama kondektur kereta datang memeriksa tiket penumpang. Giliran di toilet kondektur kereta api mengetuk pintu toilet dan berteriak, “Tiket, tiket!” Pintu toilet membuka sedikit dan satu tangan menjulur keluar menyerahkan tiket. Kondektur itu melubangi tiket dan mengembalikannya. Ketiga Advokat itu melihatnya dan berpikir cerdik juga cara auditor itu, ucapnya.

Setelah selesai menghadiri persidangan kliennya mereka pulang. Ketika membeli tiket di stasiun bermaksud meniru cara cerdik auditor, mereka hanya membeli satu tiket untuk menghemat pengeluaran dalam perjalanan pulang. Namun mereka heran bertemu lagi dengan ke empat auditor dan mereka tidak membeli tiket. “Bagaimana Anda naik kereta tanpa tiket?” tanya salah seorang Advokat terheran-heran. “Lihat saja nanti,” jawab auditor dengan enteng.

Setelah mereka naik ke kereta ketiga Advokat tanpa pikir panjang masuk ke salah satu toilet dan menutup pintu. Lalu ke empat auditor itu juga masuk ke kamar toilet di sebelahnya. Kereta pun berangkat. Sesaat kemudian salah seorang auditor keluar dan mengetuk toilet ketiga Advokat itu berada. Ia mengetuk pintu dan berteriak, “Tiket, tiket!”. (***)

Auditor Yang Cerdik

Page 71: Fair Value

selingan

p o

t o n

g

d i s

i n

i

Pembayaran Tunai Transfer

Pembayaran transfer:ke rekening IAI Wilayah JakartaBank Central Asia A/C No. 092.3009318Kirimkan formulir ini ke:Redaksi Majalah Akuntan indonesia Bagian Langganan Telp No. 83707344, 8353588, Fax No. 8290324

Tanda tangan :_____________________________________

Saya berminat berlangganan majalah Akuntan Indonesia :

Nama : ..........................................................................................................Alamat : ..........................................................................................................Telp/Hp/Fax : ..........................................................................................................Paket yang dipilih : ..........................................................................................................Mulai Edisi : ..........................................................................................................

Formulir Berlangganan

Pulau Jawa Rp. 20.000 ,-Paket 1 = 12 Edisi Rp. 216.000 ,- (Harga termasuk diskon 10%) Paket 2 = 6 Edisi Rp. 114.000 ,- (Harga termasuk diskon 5%)

Luar Pulau Jawa Rp. 22.500,- : Paket 1 = 12 Edisi Rp. 243.000,- (Harga termasuk diskon 10%) Paket 2 = 6 Edisi Rp. 128.000,- (Harga termasuk diskon 5%)

Page 72: Fair Value

Contact your nearest IAI Branch Office for more information