12
Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa Pada Anak Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat. Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa.

Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa Pada Anak

Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan

mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat

suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan

pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom,

autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan.

Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik

pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena

kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan

fungsi motorik lainnya.

Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan

hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga

ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran

yang saling berhubungan. Hal lain  dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh

seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua

bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak

terlalu berat.

Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi

mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini

sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.

Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering  dialami oleh

sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan

maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini

disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang

dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini

sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada

keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya

baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2

tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini,

kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal seperti anak lainnya.

Page 2: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan

masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan

perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak

menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan

gangguan psikologis lainnya.

Faktor Internal

Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi, kognisi dan

prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak.

Persepsi

Kemampuan membedakan informasi yang masuk  disebut persepsi. Persepsi berkembang

dalam 4 aspek : pertumbuhan, termasuk perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem;

stimulasi, berupa masukan dari lingkungan  meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan,

yang merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi,

menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya

dikeluarkan dalam  proses belajar bahasa anak. Secara bertahap anak akan mempelajari

stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan

pendengaran.

Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan,

dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada usia 23

bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam perkembangan

bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak

akan mengganggu perkembangan bahasa.37     

Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik. Dalam

perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan terbentuk

saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan langsung terhadap jumlah

kata-kata yang didengar anak selama masa awal perkembangan sampai akhir umur pra

sekolah.

Kognisi

Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok umum

maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan ide dan

konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan kognisi dasar untuk pemberolehan

bahasa anak.

Page 3: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

Beberapa teori  yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa :

1. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism)

2. 2.      Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism)

3. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi

oleh bahasa.

4. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan.

Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada pemerolehan

bahasa dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata.

Prematuritas

Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan prematuritas

yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, Apgar score,

lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.

Beitchman, Hood, & Inglis, 1990; Spitz et al., 1997; Tallal, Ross, & Curtiss, 1989;

Tomblin, Smith, & Zhang, 1997, melaporkan bahwa gangguan bahasa sekitar 40% dan

70% merupakan kecendrungan dalam suatu keluarga. Separuh keluarga yang memiliki

anak dengan gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem

bahasa. Orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab

terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin sulit mengetahui berapa banyak transmisi

intergenerasi gangguan-gangguan bahasa tersebut, disebabkan oleh kurangnya dukungan

lingkungan terhadap bahasa.

Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan)

Riwayat keluarga

Demikian pula dengan anak dalam keluarga yang mempunyai riwayat keterlambatan atau

gangguan bahasa beresiko mengalami keterlambatan bahasa pula.  Riwayat keluarga

yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara,

memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar.

 

Pola asuh

Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak

adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga

Page 4: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa

yang rendah.

 

Lingkungan verbal

Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan

keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu

dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih

rendah.

Pendidikan

Studi lain melaporkan juga ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor

resiko keterlambatan bahasa pada anaknya.

Jumlah anak

Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam

keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan

intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.38,39

Kemiskinan menempatkan anak pada resiko meningkatnya problem-problem rumah

tangga (Halpern, 2000). Kemiskinan secara signifikan mempertinggi resiko terpaparnya

masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi (Klerman, 1991); gangguan kesehatan mental

(Gore & Eckenrode, 1996; McLoyd, 1990; McLoyd & Wilson, 1991); kurang perhatian

dan ketidak-teraturan perawatan dari orang tua (Halpern, 1993); dan defisit dalam

perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan (Duncan, Klebanov, & Brooks-

Gunn, 1994; Levin, 1991). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa keluarga yang

bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor resiko daripada keluarga yang  tidak berada

dibawah level kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor resiko ini dapat lebih berat

pada anak-anak dalam keluarga ini (Attar, Guerra, & Tolan, 1994; Brooks-Gunn, Kleba-

nov, & Liaw, 1995; Liaw & Brooks-Gunn, 1994; McLoyd, 1990).

Anak-anak yang terpapar berbagai faktor resiko, maka resiko untuk berkembang menjadi

disabilitas akan meningkat. Salah satu yang termasuk disabilitas adalah specific language

impairment (SLI), yang secara umum dijelaskan sebagai pencapaian yang buruk dalam

berbahasa meskipun memiliki pendengaran dan intelegensi nonverbal normal (Spitz,

Tallal, Flax, & Benasich, 1997). Lebih khusus hal ini dapat diartikan suatu kondisi yang

Page 5: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

menyebabkan seorang anak memiliki penilaian spesifik dibawah rata-rata standar tes

bahasa, tetapi berada pada level rata-rata untuk tes intelegensi nonverbal (Fazio,

Naremore, & Connell, 1996). Dengan demikian, pencegahan SLI dapat dengan

mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum diagnosis formal dibuat.

Beberapa penelitian meneliti faktor-faktor resiko biologi untuk SLI dan penempatan-

penempatan faktor lain dengan melihat “outcome” anak-anak sekolah yang ditempatkan

dineonatal intensive care units (NICUs) setelah lahir dengan segera. Anak-anak dari

populasi ini diketahui memiliki resiko untuk keterlambatan kognisi dan kesulitan

akademik karena mereka biasanya lahir prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari

2500 g) atau respiratori distres. Sebagian besar literatur menyatakan bahwa meskipun

anak-anak dari NICU lebih beresiko mengalami kesulitan kognisi (seperti retardasi

mental dan gangguan belajar), mereka tidak memiliki resiko yang meningkat untuk

masalah spesifik bahasa, khususnya saat angka penilaian disesuaikan karena

prematuritasnya (Resnick et al., 1998; Rice, Spitz, & O’Brien, 1999; Siegel et al., 1982;

Tomblin, Smith, & Zhang, 1997).

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa gangguan bahasa umumnya terdapat

kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40% dan 70% (Beitchman, Hood, &

Inglis, 1990; Spitz et al., 1997; Tallal, Ross, & Curtiss, 1989; Tomblin, Smith, & Zhang,

1997). Hampir separuh dari keluarga yang anak-anaknya mengalami gangguan bahasa,

minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian

orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab terhadap

faktor-faktor genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi

gangguan-gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan

terhadap bahasa.

Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut hasil perkembangan

seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak stabil dan kurangnya

perhatian, perawatan, dan kurang memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan

kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan yang merugikan bagi perkembangan

anak termasuk bahasa (Wells, 1980). Untuk alasan ini, resiko dari problem-problem

bahasa dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan kelemahan ekonomi. Peneliti-peneliti

lain mendiskusikan beberapa variabel-variabel lingkungan yang tampak lebih dapat

diprediksi:

1. higher birth order (Hoff-Ginsberg, 1998; Neils & Aram, 1986; Pine, 1995; Tallal

et al., 1989; Tomblin, 1989, 1990; Tomblin, Hardy, & Hein, 1991);

Page 6: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

2. Pendidikan ibu yang rendah (Paul, 1991; Rice et al., 1999; Tomblin, Records, et

al., 1997; Tomblin, Smith, & Zhang, 1997); and

3. Orang tua tunggal (Andrews, Goldberg, Wellen, Pittman, & Struening, 1995;

Goldberg, McLaughlin, Grossi, Tytun, & Blum, 1992; Miller & Moore, 1990).

Tersusunnya model resiko perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan

lebih akurat, dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor resiko tersebut

(Sameroff, Seifer, Baldwin, & Baldwin, 1993; Sameroff, Seifer, Barocas, Zax, &

Greenspan, 1987). Pernyataan-pernyataan yang diambil ini adalah efek komulatif dari

resiko yang multipel,

Dalam suatu model penelitian dari Sameroff (1993) menunjukkan beberapa faktor resiko

sosial dan keluarga diantaranya adalah : masalah-masalah kesehatan mental ibu,

kecemasan ibu, maternal authoritarian childrearing attitudes, hubungan ibu-anak yang

buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah atas, orang tua yang kurang atau tidak

memiliki ketrampilan dalam pekerjaan head of the household has a semiskilled or an

unskilled occupation, status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan

kehidupan tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.

Sebuah studi oleh Hooper, Burchinal, Roberts, Zeisel, and Neebe (1998) juga menyajikan

fakta-fakta yang menggunakan model resiko komulatif untuk memprediksi kemampuan

kognitif dan bahasa pada bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang

rendah pada populasi Afrika Amerika. Hooper  mengidentifikasi satu perangkat dari 10

faktor-faktor resiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model resiko dari Sameroff

berupa status kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah atas, ukuran

keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup yang penuh tekanan, dampak dari ibu

yang depresi, interaksi ibu-anak yang buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan

kualitas perawatan sehari-hari.

Seluruh faktor resiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi, saat bayi berusia 6

sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-faktor resiko

(tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan kognisi dan bahasa

dari infan-infan. Komulatif indeks resiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa

(sekitar 12% sampai 17% dari varian) tetapi bukan pengukuran kognisi

Evans dan English (2002) menyajikan fakta-fakta bahwa anak-anak dengan orang tua

berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor resiko lingkungan dalam jumlah yang lebih

besar daripada yang berpenghasilan menengah. Mereka memperkenalkan tiga penyebab

Page 7: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

stress psikososial  (kekerasan, pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga)

dan tiga penyebab stress fisik  (kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah)

merupakan faktor resiko yang memberikan pengaruh negatif. Dalam penelitiannya

tentang lingkungan yang miskin, mereka menemukan hanya 20% anak-anak yang hidup

dalam keluarga dengan penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor resiko.

Sebaliknya, 61% keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor resiko.

Temuan ini menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah

terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan menengah

dan disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan meningkat.

Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang perbedaan perkembangan

bahasa anak yang diambil dari kultur dan latar-belakang sosioekonomi yang berbeda dan

pengaruh dari perbedaan-perbedaan ini terhadap pencapaian akademik selajutnya.

Robertson (1998) membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari keluarga dengan

SES tinggi dan rendah dan menemukan bahwa anak-anak dari SES rendah secara

signifikan lebih buruk pada rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua

tahun pemantauan terlihat bahwa anak-anak ini tidak mengejar anak-anak dari keluarga

high-SES. Burt, Holm, and Dodd (1999) juga menemukan hubungan antara prestasi yang

buruk dengan SES yang rendah dengan menilai prestasi anak-anak pada beberapa tugas-

tugas fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan keterkaitan antara  kelemahan dan

kegagalan sekolah, In an attempt to explain the link between disadvantage and school

failure, maka Hart and Risley (1995) mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa

ditujukan pada anak-anak dengan latar belakang SES yang berbeda pada 21/2 tahun

pertama kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang

SES yang rendah berada dalamkelemahan karena orang tua mereka atau pengasuh sangat

jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin perbendaharaan kata dan

kemampuan komunikasi dibanding kelompok SES yang lebih tinggi.

Genetik

Laporan-laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif pada gangguan

komunikasi. Antara 28% and 60% dari anak-anak dengan gangguan bicara dan bahasa

mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang juga mengalami kesulitan bicara

dan bahasa. (e.g. Bishop and Edmundson 1986, Tallal et al. 1989, Whitehurst et al. 1991,

Lewis 1992). Anggota keluarga laki-laki lebih berpengaruh dari pada wanita (Tallal et

al.1989, Lewis and Freebairn 1997). Bagaimanapun, data terbanyak memperlihatkan

anak-anak dengan hanya gangguan bahasa saja dan tidak pada anak dengan gangguan

Page 8: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

bicara terpisah (isolated speech disorders). Lewis and Freebairn (1997) berhipotesa

bahwa anak-anak dengan riwayat keluarga positif terhadap gangguan bicara akan

membentuk grup spesifik ke dalam populasi gangguan bicara. Penemuan mereka tidak

mendukung hipotesa karena tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada

pengukuran artikulasi, fonologi, bahasa, kemampuan-kemampuan oral-motor atau

kemampuan membaca dan menulis diantara anak-anak yang memiliki riwayat keluarga

dengan gangguan bicara dibanding yang bukan. Akan tetapi disimpulkan bahwa riwayat

keluarga yang positif masih bisa “dipertimbangkan sebagai faktor resiko yang bisa

digunakan untuk identifikasi awal sehingga memungkinkan dilakukan intervensi dini

bagi anak-anak yang keluarganya memperlihatkan gangguan ini (Lewis and Freebairn

1997: 398).

Otitis media

Sekitar 80% dari seluruh anak prasekolah mengalami satu atau lebih episode otitis media

Akut (OMA) atau otitis media effusion (OME) (Grievink et al. 1993). Selama episode

ini, anak-anak mengalami fluktuasi kehilangan pendengaran, biasanya antara 20 dB dan

50 dB (Gravel and Nozza 1997 for a review), mempengaruhi jumlah dan kualitas bicara

dan bahasa yang didengar. Banyak studi yang melaporkan kemungkinan ada hubungan

antara otitis media dengan atau tanpa efusi dan keterlambatan perkembangan bicara dan

bahasa. Lima artikel membahas khusus tentang hal ini (Roberts et al. 1991, 1997, Pagel

Paden 1994, Roberts and Clarke-Klein 1994, Schwartz et al. 1997). Artikel-artikel ini

menyimpulkan bahwa banyak, tetapi tidak semua anak yang mengalami episode infeksi

telinga tengah mempunyai gangguan bicara dan bahasa, dan tidak semua anak yang

mempunyai gangguan bicara dan bahasa mengalami infeksi telinga tengah.

Pre dan perinatal

Penyebab spesifik berhubungan antara kesulitan pre dan perinatal dengan gangguan

bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat

badan lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan

bahasa (Byers-Brown and Edwards 1989, Tomblin et al. 1991, 1997, Peters et al. 1997,

Gerber 1998). Bagaimanapun, Bax and Stevenson (1982) and Menyuk et al. (1986)

menemukan perbedaan yang tidak signifikan sejumlah kejadian antara imaturitas dan

berat badan lahir rendah anak dan kontrolnya.  Saat paling banyak studi-studi terfokus

pada anak-anak dengan gangguan bahasa, Byers-Brown et al. (1986) melaporkan secara

signifikan keterlambatan proses pengeluaran suara dalam bicara pada anak imatur. Lebih

Page 9: Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan Bahasa Pada

jauh diperlukan penelitian yang mengkhususkan pada anak-anak dengan gangguan bicara

terpisah.

Sucking habits

Gangguan bicara mungkin dihubungkan dengan kebiasaan-kebiasan mengisap pada anak.

Dianggap bahwa mengisap yang berlebihan dengan menggunakan jempol dan botol

berperan sebagai pengaman (pacifier) pada gangguan myofunction, menurunnya oral

awareness, menurunnya kemampuan motorik oral (Garliner 1971, Hahn 1988, Hensel

and Splieth 1998). Gangguan fungsi otot sering dihubungkan dengan kesulitan-kesulitan

bicara. Terpisah dari ditegakkannya hubungan antara /s/ distorsi dan gangguan fungsi otot

(e.g. Hahn 1988, Hensel and Splieth 1998) ada fakta-fakta yang tidak memperlihatkan

adanya hubungan antara kebiasaan mengisap, kemampuan motorik oral dan gangguan

bicara.

Ringkasnya, hubungan antara faktor-faktor resiko dengan perkembangan bicara dan

bahasa masih belum jelas. Terbanyak studi-studi focus pada anak-anak dengan kombinasi

bicara dan bahasa atau hanya gangguan bahasa terpisah yang mungkin tidak

menggambarkan anak-anak dengan gangguan bicara terpisah