Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KATEGORI KEAMANAN PEMBERIAN OBAT PADA IBU HAMIL BERDASARKAN “FOOD AND DRUG
ADMINISTRATION (FDA)” YANG DIRAWAT INAP DI RSIA. PERTIWI MAKASSAR
FERY IRMAWATI A. KADIRN111 04 817
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
ANALISIS KATEGORI KEAMANAN PEMBERIAN OBAT PADA IBU HAMIL BERDASARKAN “FOOD AND DRUG
ADMINISTRATION (FDA)” YANG DIRAWAT INAP DI RSIA. PERTIWI MAKASSAR
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
FERY IRMAWATI A. KADIRN111 04 817
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2010
PERSETUJUAN
ANALISIS KATEGORI KEAMANAN PEMBERIAN OBAT PADA IBU HAMIL BERDASARKAN “FOOD AND DRUG ADMINISTRATION (FDA)”
YANG DIRAWAT INAP DI RSIA. PERTIWI MAKASSAR
Oleh :
FERY IRMAWATI ABDUL KADIR
N111 04 817
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Syahruddin Kadir, M.Sc., AptNIP. 19510912 197803 1 001
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Drs. H. Hasyim Bariun, M.Si., Apt Dra. Sukati Kadis, MS., Apt NIP. 19670319 199203 2 002 NIP. 9730309 199903 2 022
Pada tanggal : 15 November 2010
PENGESAHAN
ANALISIS KATEGORI KEAMANAN PEMBERIAN OBAT PADA IBU HAMIL BERDASARKAN “FOOD AND DRUG AND ADMINISTRATION
(FDA)” YANG DIRAWAT INAP DI RSIA. PERTIWI MAKASSAR
Oleh :
FERY IRMAWATI ABDUL KADIRN111 04 817
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada tanggal : 15 November 2010
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si, Apt.
2. Sekertaris : Usmar, S.Si., M.Si., Apt.
3. Anggota : Drs. H. Kus Haryono, MS., Apt.
4. Anggota (Ex Off) : Prof. Dr. Syahruddin Kadir, M.Sc., Apt.
5. Anggota (Ex Off) : Drs. Hasyim Bariun, M.Si, Apt
6. Anggota (Ex Off) : Dra. Sukati Kadis, MS., Apt.
Mengetahui :Dekan Fakultas FarmasiUniversitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,
maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, 15 November 2010
Penyusun,
Fery Irmawati A. Kadir
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
begitu banyak nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan laporan ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
program pendidikan sarjana sains pada Fakultas Farmasi. Tak lupa
shalawat dan salam kepada Rasululllah SAW.
Ucapan terima kasih atas segala cinta dan doa kepada Ayahanda
Abd. Kadir dan Ibunda Mesrah B. tercinta. Terima kasih pula kepada
Bapak Prof. Dr. Syaharuddin Kadir, M.Sc., Apt., Bapak Drs. H. Hasyim
Bariun M. Si., Apt, dan Ibu Dra. Sukati Kadis MS., Apt. selaku pembimbing
yang dengan segala keikhlasan telah mengarahkan dan member
semangat penulis selama pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian
laporan ini.
Selain itu pula kami dengan segala kerendahan hati menghaturkan
banyak terima kasih kepada :
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Ibu Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty selaku Penasehat Akademik.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas farmasi Universitas Hasanuddin.
Direktur, Para Dokter, dan staf khususnya pada bagian apotik dan
rekam medis di RSIA Pertiwi Makassar.
Akhirulkalam penulis sekali lagi mengucapkan terimakasih pula
kepada saudaraku tercinta (bambang,wira,ucang, dan ino), para sahabat
iv
(iyank, deby, ma’wa, lia, endah, ati, fikri, dll.) dan seluruh angkatan 04
serta semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual
dalam membantu penyelesaian skripsi ini.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, April 2010
Penulis
HASIL PENELITIANNAMA : FERY IRMAWATI A.KADIRNIM : N11104417PEMBIMBING UTAMA : PROF.DR.H. SYAHRUDDIN KADIR, M.Sc., Apt.PEMBIMBING PERTAMA : DRS. H. HASYIM BARIUN, M.Si., Apt.PEMBIMBING KEDUA : DRA. SUKATI KADIS, MS., Apt.
JUDUL PENELITIANANALISIS KATEGORI KEAMANAN PEMBERIAN OBAT PADA IBU HAMIL
BERDASARKAN FOOD AND DRUG ADMINISTRATION (FDA) YANG DIRAWAT INAP
DI RSIA. PERTIWI MAKASSAR.
ABSTRAKTelah dilakukan penelitian analisis kategori keamanan pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) yang dirawat inap RSIA Pertiwi Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menentukan kategori keamanan dari pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan FDA yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar. Sampel yang diteliti adalah semua pasien wanita hamil yang dirawat inap di RSIA. Pertiwi Makassar periode Juni-Agustus 2009. Seluruh sampel penelitian berjumlah 30 orang, data dikumpulkan berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien, selanjutnya data ditabulasi, dipersentasekan, dan dibuat diagram batang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa obat yang berada pada kategori A sebanyak 29 (16,11%), kategori B sebanyak 128 (71,11%), kategori C sebanyak 18 (10,00%) dan kategori D sebanyak 5 (2,78%). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian obat pada ibu hamil yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar dalam kategori aman yaitu lebih banyak yang diberikan berada pada kategori A dan B.
ABSTRACTA study about safety category analysis of drug administration at ms. pregnancy based on Food and Drug Administration (FDA) what taken care of lodges RSIA. Pertiwi Makassar. The aim of this research to analyses and determines was conducter safety category from drug administration at pregnant mother based on FDA ( Food and Drug Administration) what taken care of lodges in RSIA. Pertiwi Makassar. Sample that is accurate is all pregnancy woman patients taken care of lodges in RSIA. Pertiwi Makassar period Juni-Agustus 2009. All research sample amounts to 30, data is collected based on secondary data obtained from patient medical record, hereinafter data is tabulation, percentage, and made by bar charts. From result of research at category A 29 ( 16,11%), category B 128 ( 71,11%), category C 18 ( 10,00%) and category D counted 5 ( 2,78%). Based on result of this research, hence inferential that drug administration at pregnancy mother taken care of lodges in RSIA. Pertiwi Makassar still in categorizing is safe that is its (the giving majority stays at category B.
I. PENDAHULUANPeresepan obat pada wanita hamil menjadi pembicaraan luas setelah krisis
talidomid yang mengakibatkan penarikan obat tersebut pada tahun 1961. Kenyataan bahwa obat dapat menembus sawar uri dan bisa menyebabkan efek yang berbahaya pada janin sangat diperhatikan dalam pengobatan pada wanita hamil
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Umumnya obat-obat yang digunakan ibu hamil dapat melintasi plasenta serta memberikan pemaparan pada embrio dan janin yakni menimbulkan efek teratogenik atau dampak kecacatan.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung. Dalam upaya mencegah terjadinya pemberian obat yang tidak diharapkan atau terjadinya medication error dari obat-obat yang diberikan selama kehamilan, maka United States Food and Drug Administration (FDA-USA), yakni sejenis Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia, membuat pedoman dalam memberikan obat pada ibu hamil, dimana obat dikategorikan berdasarkan resiko terjadinya efek samping terhadap sistem reproduksi dan perkembangan, serta besarnya faktor resiko dibandingkan dengan besarnya manfaat terapeutik yang tersusun dalam 5 kategori (kategori A, B, C, D dan X). (6)
Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan bagaimana pemberian obat pada ibu hamil yang dirawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi Makassar, dengan melihat berapa banyak pemberian obat pada ibu hamil yang memenuhi kategori keamanan obat pada kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (FDA-USA).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menentukan kategori keamanan dari pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar.
Metode penelitian berdasarkan observasi yang dilakukan melalui rekam medik untuk mengambil kesimpulan, index data diolah dan diklasifikasi berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh FDA.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi untuk menghindari terjadinya medication error dan mengevaluasi setiap pemberian obat pada ibu hamil sesuai dengan kategori keamanan obat pada kehamilan menurut FDA.
II. PELAKSANAAN PENELITIAN1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yakni penelitian yang mengambil data dari catatan medik rumah sakit dengan menggunakan formulir sebagai instrument pengambilan data.
2. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi Makassar.
3. Penyiapan FormulirUntuk pengumpulan dan pengolahan data digunakan formulir
4. Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah semua pasien wanita hamil dan di rawat inap di RSIA Pertiwi Makassar periode Juni 2009 sampai Agustus 2009.Dimana populasi ini sekaligus menjadi sampel penelitian.
5. Pengambilan DataData yang diambil meliputi nama ibu, umur, usia kehamilan, diagnosa, dan pemberian obat.
6. Pengolahan Data Teknik yang digunakan dalam pengolahan data yaitu berdasarkan atas data atau fakta yang diperoleh langsung di lapangan dengan cara mengumpulkan hasil pencatatan profil pengobatan pasien dari Rekam Medik kemudian data ditabulasi, dipersentasekan, dan dibuat diagram batang.
7. PembahasanPembahasan diuraikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
8. KesimpulanKesimpulan diperoleh berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang dilakukan.
III. HASIL DAN PEMBAHASANHASIL
Dari pengambilan sampel yang telah dilakukan di Instalasi Rekam Medik RSIA Pertiwi Makassar, diperoleh sampel sebanyak 30 pasien ibu hamil yang dirawat inap dari bulan Juni-Agustus 2009. Data retrospektif yang diperoleh, diolah dan disajikan secara deskriptif dan dianalisa dengan hasil dibawah ini :1. Karakteristik Ibu Hamil Yang Dirawat Inap
Distribusi Sampel Menurut Kelompok UmurUMUR n %
15 – 20 tahun 4 13,3320 – 30 tahun 17 56,6730 – 40 tahun 7 23,3340 – 50 tahun 2 6,67
JUMLAH 30 100,00
Sumber : Data Sekunder 2009Dari 30 sampel yang ditunjukkan tabel terdiri dari kelompok umur 15-20 tahun
sebanyak 4 orang (13,33%), 20-30 tahun sebanyak 17 orang (56,67%), 30-40 tahun sebanyak 7 orang (23,33%) dan 40-50 tahun sebanyak 2 orang (6,67%).
Distribusi Sampel Menurut Kelompok Usia Kehamilan USIA KEHAMILAN N %
Trimester pertama 0 – 14 minggu 14 46,67
Trimester kedua 14 – 28 minggu 4 13,33
Trimester ketiga 28 – 42 minggu 12 40,00JUMLAH 30 100,00
Sumber : Data Sekunder 2009
Dari tabel diatas diperoleh 30 sampel yang terdiri dari 14 orang ibu hamil (46,67%) dengan usia kehamilan trimester pertama, 4 orang ibu hamil (13,33%) dengan usia kehamilan trimester kedua dan 12 orang ibu hamil (40,00%) dengan usia kehamilan trimester ketiga.
Distribusi Sampel Menurut Kelompok Diagnosa PenyakitDIAGNOSA PENYAKIT n %
Hiperemesis Gravidarum 14 46,67Abortus Imminens 5 16,67Preeklampsia Berat 7 23,33Eklampsia 4 13,33JUMLAH 30 100,00
Sumber Data : Data Sekunder 2009Dari tabel diatas menunjukkan pasien ibu hamil yang dirawat inap sebanyak 14
orang (46,67%) didiagnosa mengalami hiperemesis gravidarum, 5 orang (16,67%) mengalami abortus imminens, 7 orang (23,33%) didiagnosa mengalami preeklampsia berat dan 4 orang (13,33%) didiagnosa mengalami eklampsia.
Dari tabel 1, terlihat obat yang diberikan pada penderita hiperemesis gravidarum dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada kategori A sebanyak 24 (20,33%), pada kategori B sebanyak 88 (74,58%), pada kategori C sebanyak 5 (4,24%) dan pada kategori D sebanyak 1 (0,85%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian obat berada pada kategori B.
Dari tabel 2, terlihat obat yang diberikan pada penderita Abortus Imminens dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada kategori A sebanyak 5 (21,74%), pada kategori B sebanyak 15 (65,22%), dan pada kategori D sebanyak 3 (13,04%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian obat berada pada kategori B.
Dari tabel 3, terlihat obat yang diberikan pada penderita Preeklampsia berat dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada kategori B sebanyak 13 (59,09%), dan pada kategori C sebanyak 9 (40,91%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian obat berada pada kategori B.
Dari tabel 4, terlihat obat yang diberikan pada penderita eklampsia dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada kategori B sebanyak 12 (70,59%), pada kategori C sebanyak 4 (23,53%), dan pada kategori D sebanyak 1 (5,88%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian obat berada pada kategori B.
Dari tabel 5 terlihat bahwa obat yang diberikan pada semua pasien ibu hamil yang dirawat inap dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada kategori A sebanyak 29 (16,11%), kategori B sebanyak 128 (71,11%), kategori C sebanyak 18 (10,00%), dan pada kategori D sebanyak 5 (2,78%). Jadi dalam penelitian ini, mayoritas pemberian obat berada pada kategori B.
PEMBAHASANPenelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menentukan kategori
keamanan dari pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan FDA (Food and Drug Administration) yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar. Berdasarkan dari data yang diperoleh didapatkan sampel sebanyak 30 orang.
Pada tabel 1, ibu hamil yang dirawat inap paling banyak berusia antara 20-30 tahun yaitu 17 orang (56,67%). Menurut dr. Dede rentang usia subur wanita secara medis dan baik untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun, jika hamil atau melahirkan
di bawah usia 20 tahun lebih beresiko karena otot-otot rahim masih lemah, belum berkembang sempurna, dan khawatir mengancam keselamatan dan kesehatan anak serta ibu. Sedangkan usia diatas 30 tahun, secara medis itu usia rawan untuk hamil atau melahirkan, terlebih di usia 40 tahun, karena otot rahim mulai melemah, khawatir jika membahayakan ibu atau bayinya. Sebaiknya usia 35 sudah harus hati-hati.14
Pada tabel 2, ibu hamil yang dirawat inap memiliki usia kehamilan yang berbeda-beda, dimana paling banyak pada trimester pertama yaitu 14 orang (46,67%), trimester kedua sebanyak 4 orang (13,33%) dan pada trimester ketiga sebanyak 12 orang (40.00%). Menurut dr.Hendro gangguan kehamilan dapat terjadi kapan saja. Bisa pada saat kehamilan muda, atau pada masa kehamilan mulai menua, selain juga pada saat-saat menjelang persalinan. Setiap masa dalam kehamilan memiliki jenis gangguannya sendiri-sendiri.15
Pada tabel 3, terdapat berbagai jenis penyakit yang diderita oleh ibu hamil sehingga perlu dilakukan perawatan yang intensif. Dimana pasien mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 14 orang (46,67%), abortus imminens sebanyak 5 orang (16,67%), menderita preeklampsia berat sebanyak 7 orang (23,33%) dan eklampsia sebanyak 4 orang (13,33%).
Banyak gangguan yang terjadi selama kehamilan. Sebagian besar berbahaya dan butuh tindakan darurat. Jenis gangguan kehamilan beragam, dari yang ringan sampai yang berat. Semua jenis gangguan kehamilan dapat diatasi. Beberapa di antaranya sebetulnya sudah dapat dicegah. Upaya pencegahan dapat dilakukan selama pemeriksaan kehamilan rutin. Pemberian obat pada jenis penyakit tersebut berbeda-beda sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh penderita. 15
Pada tabel 4, pasien hiperemesis gravidarum yang berjumlah 14 orang dengan usia kehamilan paling banyak pada trimester pertama, mendapatkan beberapa jenis obat, dimana pasien ini mengalami mual dan muntah yang berlebihan hingga mempengaruhi keadaan umum yang ditandai dengan dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit dan penurunan berat badan kurang dari 5%.16
Berdasarkan kategori keamanan obat menurut FDA, obat yang diberikan pada penderita tersebut paling banyak berada pada kategori B yaitu 74,58%, sedang pada kategori A sebanyak 20,33%, kategori C 4,24% dan kategori D adalah 0,85%.
Pemberian obat yang berada pada kategori A dan B menurut FDA dikategorikan pemberiannya sudah aman bagi ibu hamil karena selain indikasi, dosis dan cara pemberiannya sudah tepat untuk meredakan gejala yang diderita, juga tidak memperlihatkan adanya efek yang tidak diinginkan pada maternal dan janin.
Pemberian obat yang berada pada kategori C yaitu Luminal, Meloxicam, Klorpromazin, Papaverin dan Nifedipin. Dimana pada pemberian luminal, klorpromazin dan papaverin indikasinya sudah tepat mengatasi keluhan yang dirasakan pasien tapi pemberiannya pada ibu hamil yang menurut FDA dapat menyebabkan efek samping pada janin (teratogenik). Tapi karena adanya pertimbangan lain dari tenaga medis, dimana obat yang diberikan ini manfaat yang diperoleh lebih besar daripada resiko yang mungkin terjadi pada janin sehingga obat ini direkomendasikan.
Untuk Meloxicam sebaiknya tidak diberikan dalam kasus ini karena pemberiannya kontraindikasi dengan ibu hamil, walaupun pasien mengalami kram
betis akan tetapi pasien tidak memiliki riwayat osteoarthritis atau rheumatoid arthritis23 yang merupakan diagnose utama dari meloxicam,sedang untuk pemberian nifedipin yang pemberiannya pada trimester pertama (dalam kasus ini) sebaiknya dihindari karena nifedipin pada percobaan binatang menunjukkan sifat teratogenik pada trimester pertama dan juga memiliki efek samping yang dapat memperparah penyakit si pasien (hiperemesis gravidarum) yaitu masalah pada gastrointestinal.
Untuk obat yang berada pada kategori D yaitu Kombinasi antara Klordiazepoksid dan Clidinium, sebaiknya dihindari pemberiannya pada kehamilan dan diberikan obat lain yang efektif untuk mengatasi dispepsia dari pasien karena pemberiannya menurut FDA dapat menyebabkan malformasi pada janin. Oleh karena itu, cukup diberikan obat prokinetik yaitu metoklopramid karena golongan obat ini baik dalam mengobati pasien dispepsia yang disertai gangguan motilitas. Data tentang efek metoklopramid pada perkembangan janin dini tidak ada. Obat ini telah digunakan pada kehamilan lanjut dan dalam penanganan hiperemesis gravidarum.18
Selanjutnya pada tabel 5 yaitu pasien abortus imminens yang berjumlah 5 orang dengan umur kehamilan pada trimester pertama dan kedua. Abortus imminens merupakan peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.7
Setelah di analisa pemberian obatnya berdasarkan kategori keamanan obat menurut FDA, diperoleh bahwa obat dengan kategori B adalah yang paling banyak yaitu 65,22%, kategori A sebanyak 21,74% dan kategori D sebanyak 13,04%. Obat yang masuk dalam kategori A dan B ini, pemberiannya sudah tepat baik dosis maupun cara pemberiannya sehingga aman untuk digunakan. Tetapi untuk obat yang masuk dalam kategori D, yaitu Dydrogesterone dan Allilestrenol pemberiannya tidak aman tetapi manfaat obat ini lebih besar dari resikonya karena diperlukan untuk mengatasi penyakit ini (Abortus Imminens). Obat ini merupakan preparat progesteron (Dydrogesterone dan Allilestrenol), kedua obat ini digunakan untuk mencegah ancaman aborsi dan ancaman kelahiran prematur meskipun efek yang ditimbulkan dari obat ini jika diminum oleh ibu setelah usia konsepsi 8 minggu, dapat menyebabkan virilisasi janin perempuan dan feminisasi janin laki-laki, tapi efek ini tergantung dari dosisnya (Dydrogesterone dan Allilestrenol max 40 mg/hari).13,19,23
Pada tabel 6, yaitu pasien preeklampsia berat yang berjumlah 7 orang dengan usia kehamilan keseluruhan pada trimester ketiga, preeklampsia berat merupakan suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.20
Obat-obat yang diberikan untuk mengatasi kejang diberikan Magnesium Sulfat (termasuk dalam kategori keamanan B) dan obat antihipertensi. Pemberian obat pada kasus ini, yang berdasarkan pada kategori keamanan FDA diperoleh data bahwa obat yang berada pada kategori B adalah yang paling banyak yaitu 59,09%, dan kategori C sebanyak 40,91%. Adapun obat yang berada dalam kategori C seperti Nifedipin dan Dexametason. Masalah utama penggunaan preparat antagonis kalsium ini dapat menyebabkan hipotensi, sehingga jika pemakaiannya dikombinasikan dengan Magnesium Sulfat (seperti pada pemberian obat dalam
kasus ini) maka dapat menimbulkan blok neuromuskular yang berat atau depresi kardiak dan bahkan henti jantung.
Pada tabel 7, pemberian obat yang berdasarkan kategori keamanan obat menurut FDA untuk kasus ini, diperoleh obat yang masuk dalam kategori B sebanyak 70,59%, kategori C 23,53% dan kategori D sebanyak 5,88%. Adapun obat yang berada pada kategori C yaitu nifedipin, clonidin, furosemid dan dexametason, sedang kategori D yaitu diazepam. Pemberian nifedipin ini hampir sama penggunaannya dalam menangani kasus praeklampsia. Tujuan farmakoterapi preeklampsia dan eklampsia adalah sama, yaitu diberikan obat antikonvulsan (Magnesium Sulfat, yang kategori keamanannya B) dimana untuk mencegah kejang lebih lanjut dan obat antihipertensi, yang tujuan pengobatannya untuk menghentikan dan mencegah kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis.21
Pada kasus ini furosemid berada pada kategori C bila digunakan untuk mengobati hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, dalam kasus ini furosemid diberikan untuk mengatasi hipertensi dari si pasien, oleh karenanya pemberian furosemid dalam kasus ini harus digunakan dengan cermat biasanya diberikan furosemid iv 20 mg21
Untuk obat yang berada pada kategori D yaitu Diazepam dimana dalam indikasinya juga digunakan untuk mengendalikan kejang pada pasien eklampsia21, dimana dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya18. Oleh karena itu, cukup diberikan Magnesium sulfat untuk mengatasi konvulsi dari pasien karena saat ini magnesium sulfat merupakan drug of choice untuk terapi eklampsia (dibandingkan dengan diazepam dan fenitoin) yang efektif membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus. Selain itu, zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Seperti dengan praeklampsia tadi obat ini sebetulnya aman jika diberikan tidak dikombinasi dengan obat yang dapat menimbulkan reaksi kimia baru yang efeknya tidak diinginkan.
Dalam kasus ini, dexametason diberikan pada trimester 3 karena untuk mengurangi insidens sindrom gawat napas pada neonatus, perdarahan intraventrikuler, kematian neonatus dan juga dibutuhkan oleh ibu dalam proses melahirkan. Penggunaan obat ini juga harus dihindari pemakaiannya bersama dengan preparat diuretik (seperti pada kasus ini) karena akan menyebabkan terjadi hipokalemia yang berat.21
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut diatas, dimana pada tabel 8 yaitu semua pasien ibu hamil yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar pemberian obatnya ada yang aman dan tidak aman yang didasarkan pada kategori keamanan obat menurut FDA, dimana dari berbagai obat yang diberikan dengan penegakan diagnosa yang berbeda-beda, yaitu hiperemesis gravidarum, abortus imminens, preeklampsia, dan eklampsia dengan jumlah ibu hamil yang dirawat inap sebanyak 30 orang, diperoleh data bahwa untuk obat-obat yang diberikan pada semua pasien tersebut untuk kategori A sebanyak 16,11%, kategori B 71,11%, kategori C 10,00% dan kategori D 2,78%.
Jadi, pemberian obat untuk ibu hamil yang dirawat inap di RSIA. Pertiwi Makassar masih dalam kategori aman yaitu kebanyakan pemberian obatnya berada
pada kategori B meskipun ada beberapa obat yang diberikan masih ada dalam kategori C dan D, dimana hal ini dapat berakibat buruk pada janin yang di kandung.
IV. KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :Pemberian obat yang berdasarkan kategori keamanan obat menurut Food Drug and Administration (FDA) pada semua pasien ibu hamil yang di rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi Makassar dari bulan Juni sampai Agustus 2009,yaitu :1. Sebanyak 29 (16,11%) berada pada kategori A, 128 (71,11%) berada pada
kategori B, 18 (10,00%) berada pada kategori C dan 5 (2,78%) berada pada kategori D.
2. Pemberian obat pada ibu hamil lebih banyak berada dalam kategori aman A dan B.SARAN
Pemakaian kombinasi obat sedapat mungkin dihindari, terutama kombinasi obat yang kemungkinan memberikan efek adiktif atau potensiasi terhadap timbulnya pengaruh buruk sehingga dapat berakibat buruk pada janin yang di kandung.
DAFTAR PUSTAKA1. Anonim, 2009, Obat-Obat yang Berpengaruh Pada Kehamilan, http://medlinux .blogspot.com, diakses
tanggal 10 September 2009.
2. Pearce, Evelin.2000 “Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis”, PT Gramedia, Jakarta. 264-265
3. Aslam, M., dkk., 2003, Farmasi Klinis, PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.177-183
4. Muchid, A, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu hamil dan Menyusui, Direktorat Bina farmasi Komunitas dan Klinik Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 3
5. Karindo, A, 2009, Ibu Hamil dan Obat-obatan, http://medicastore.com , diakses tanggal 26 agustus 2009.
6. Rambulangi, J, 2003, Penanganan Pendahuluan Prarrujukan Penderita preekslampsia Berat dan Ekslampsia, http://www.kalbe.co.id /cdk PT. Kalbe Farma Tbk , Jakarta, Diakses tanggal 24 Agustus 2009.
7. Hidayati Ratna, 2009, Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis, Penerbit Salemba Medika. 9-11,65-71,77
8. Winkjosastro, H., 2005, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.125-126
9. Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat Ed V, diterjemahkan oleh Widianto, M., dkk, Penerbit ITB, Bandung.367-371
10. Dipiro, J.T., dkk., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Sixth Edition, The McGraw-Hill Companies.1426
11. Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Alih bahasa oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta. 609-630
12. Aslam M., dkk., 2003, Farmasi Klinik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia Jakarta. 181-182
13. Tjay, T.H., dkk., 2001, Obat-obat Penting Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 364,368,525,641-642,664-665.
14. Anonim, 2009, Rentang Masa Subur, http://shofarositaa.multiply.com, diakses tgl 28 Desember 2009
15. Anonim, 2009, Gangguan saat Kehamilan, www.sehatalami.info, diakses tgl 28 Desember 2009.
16. Bandiyah Siti, 2009, Kehamilan, Persalinan, dan Gangguan Kehamilan, Penerbit Nuha Medika. 45,62-65
17. Mycek, J.,M., dkk., Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2, Penerbit Widya Medika. 89-90
18. Rubin Peter, 2000, Peresepan untuk Ibu Hamil, Penerbit Hipokrates. 27,69,110-112
19. Ganiswarna, S., G., 1995, Farmakologi dan Terapi Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas hasanuddin Jakarta. 463
20. Varney Helen, dkk., 2003, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi IV Vol 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 645
21. Derek L., J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi VI, Penerbit Hipokrates. 115-116
22. Murti Bhisma, 2006, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Penerbit Gadjah Mada University. 2, 68-69,89.
23. Djuanda A., 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, PT. Info Master, Jakarta.
Tabel 1. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDANo Nama Pasien Pemberian Obat Kategori keamanan Jumlah
A B C D X
1Ny. “SP” Trimester 1 (23 Thn)
Infus Kaen MG 3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Antasida Sirup V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6 V 1
Metclopramide injeksi dan Tablet V 1
2Ny. “AS” Trimester 1(33 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Curcuma Tablet V 1Ondansetron Injeksi dan Tablet V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Metoklopramid tab V 1Ranitidin Injeksi V 1Klordiazepoksida, Klidinium Bromida Tablet
V 1
3Ny. “DN” Trimester 1 (26 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1RingerLaktat V 1Ranitidin Injeksi V 1Metoclopramid Injeksi V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Luminal Tablet V 1
4Ny. “IR” Trimester 1 (39 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1RingerLaktat V 1Antasida Sirup V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Metoclopramid Tablet V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
5Ny. “NW” Trimester 1 (33 Thn
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1RingerLaktat V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
6Ny. “ID” Trimester 1 (49 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Ranitidin Injeksi V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Metclopramide injeksi dan Tablet V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6 V 1
7Ny. “FI” Trimester 1 (26 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Curcuma Tablet V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Amoxicillin Tablet V 1Meloxicam V 1Papaverin Tablet V 1Asam Folat Tablet V 1
8Ny. “DI” Trimester 1 (20 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Ranitidin Injeksi V 1Metoclopramid Tablet V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
9Ny. “PR” Trimester 1 (19 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Curcuma Tablet V 1Klorpromazin Tablet V 1
10 Ny. “HI” Trimester 2 (27 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Curcuma Tablet V 1Nifedipin Tablet V 1
Bisacodil V 1Antasida Sirup V 1
11 Ny. “NJ” Trimester 1 (30 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6 V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
12Ny. “ZK” Trimester 1 (16 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Ranitidin Tablet V 1Antasida Sirup V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6 V 1
Klorpromazin V 1Metclopramide injeksi dan Tablet V 1
13Ny. “HS” Trimester 1 (34 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6 V 1
Metoclopramid Injeksi V 1
14Ny. “EP” Trimester 1 (23 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Ranitidin Injeksi V 1Curcuma Tablet V 1
JUMLAH 24 88 5 1 - 118
PERSENTASE 20,33 74,58 4,24 0,85 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
Tabel 2. Distribusi Pemberian obat Pada Pasien Abortus Imminens Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori Keamanan Jumlah
A B C D X
1 Ny. “VR” Trimester 2 (23 Thn) Infus Ringer Lactat V 1
Ampisillin Injeksi V 1Besi (II) Glukonat, Mangan (II) Sulfat, Tembaga (II) Sulfat, Vit. C, Asam Folat, Vit B12, Sorbitol
V 1
Lactulose V 1Tranexamic Tablet V 1Dydrogesterone Tablet
V 1
2 Ny. “DB” Trimester 1 (21 Thn) Infus Ringer Lactat V 1
Cefotaxim Injeksi V 1Ampisillin Injeksi V 1Besi (II) Glukonat, Mangan (II) Sulfat, Tembaga (II) Sulfat, Vit. C, Asam Folat, Vit B12, Sorbitol
V 1
Ferro Sulfas V 1
3 Ny. “MI” Trimester 1 (42 Thn) Allilestrenol Tablet V 1
Asam Mefenamat V 1Tranexamic Tablet V 1Cefadroxil Kapsul V 1Metronidazol Tablet V 1
4 Ny. “IS” Trimester 2 (25 Thn) Amoxicillin Tab V 1
Allilestrenol Tablet V 1Asam Folat V 1Ferro Sulfas V 1
5Ny. “SM” Trimester 1 (29 Thn)
Ringer Laktat V 1
Dextrose V 1Cefotaxim V 1
JUMLAH 5 15 - 3 - 23
PERSENTASE 21,74 65,22 - 13,04 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
Tabel 3. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien Preeklampsia Berat Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori Keamanan JumlahA B C D X
1 Ny. “ IB” Trimester 3 (31 Thn) Infus Ringer Laktat V 1
Nifedipin V 1
2 Ny. “DI” Trimester 3 (25 Thn) Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Nifedipin V 1Injeksi Dexametason V 1
3 Ny. “ZU” Trimester 3 (38 Thn) Injeksi MgSO4 40% V 1
Nifedipin V 1Injeksi Dexametason V 1
4Ny. “MO” Trimester 3 (23 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1
5 Ny. “RJ” Trimester 3 (34 Thn) Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Injeksi Dexametason V 1Nifedipin V 1Cefotaxime V 1
6 Ny. “BS” Trimester 3 (25 Thn) Injeksi MgSO4 40% V 1
Nifedipin V 1Cefotaxime V 1
7Ny. “QA” Trimester 3 (24 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Nifedipin V 1
JUMLAH - 13 9 - - 22
PERSENTASE - 59,09 40,91 - - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
Tabel 4. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien Eklampsia Berdasarkan Kategori keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni – Agustus 2009
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori Keamanan JumlahA B C D X
1Ny. “DM” Trimester 3 (23 Thn)
Injeksi MgSO4 40% V 1
Nifedipin V 1Injeksi Diazepam V 1Injeksi Dexametason V 1Injeksi Furosemid V 1
Cefotaxim V 1
2Ny. “VK” Trimester 3 (25 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Injeksi Cefadroxil V 1
3 Ny. “LS” Trimester 3 Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Nifedipin V 1Injeksi Dexametason V 1Curcuma V 1Clonidin V 1
4Ny. “OT” Trimester 3 (20 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1JUMLAH - 12 4 1 - 17
PERSENTASE - 70,59 23,53 5,88 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
Tabel 5. Distribusi Pasien Ibu Hamil Yang Dirawat Inap Dengan Pemberian Obat Berdasarkan Kategori Keamanan Obat FDA
No Nama Pasien Kategori Keamanan JumlahA B C D X
1 Ny. “SP” Trimester 1 (23 Thn) 3 5 8
2Ny. “ AS” Trimester 1 (33 Thn)
1 9 1 11
3 Ny. “DN” Trimester 1 (26 Thn) 1 7 1 9
4 Ny.”IR” Trimester 3 (39 Thn) 2 6 8
5Ny. “NW” Trimester 2 (33 Thn)
1 4 5
6 Ny. “ID” Trimester 1 (20 Thn) 2 7 9
7 Ny. “FI” Trimester 1 (26 Thn) 2 8 1 11
8 Ny. “DI” Trimester 1 (20 Thn) 1 7 8
9 Ny. “PR” Trimester 1 (19 Thn) 1 5 1 7
10 Ny. “HI” Trimester 2 (27 Thn) 2 6 1 9
11 Ny. “NJ” Trimester 1 (30 Thn) 2 5 7
12 Ny. “ZK” Trimester 1 (16 Thn) 3 7 1 11
13 Ny. “HS” Trimester 1 (34 Thn) 2 5 8
14 Ny. “EP” Trimester 1 (23 Thn) 1 7 8
15Ny. “VR” Trimester 2 (23 Thn)
1 4 1 6
16 Ny. “DB” Trimester 1 2 3 6
(21 Thn)
17Ny. “MI” Trimester 1 (42 Thn)
4 1 5
18Ny. “IS” Trimester 2 (25 Thn)
2 1 1 4
19Ny. “SM” Trimester 1 (29 Thn)
3 3
20Ny. “IB” Trimester 3 (31 Thn)
1 1 2
21 Ny. “DI” Trimester 3 (25 Thn) 2 2 4
22 Ny. “ZU” Trimester 3 (38 Thn) 1 2 3
23Ny. “MO” Trimester 3 (23 Thn)
2 2
24 Ny. “RJ” Trimester 3 (34 Thn) 3 2 5
25 Ny. “BS” Trimester 3 (25 Thn) 2 1 3
26 Ny. “QA” Trimester 3 (24 Thn) 2 1 3
27Ny. “DM” Trimester 3 (23 Thn)
3 2 1 6
28 Ny. “VK” Trimester 3 (25 Thn) 3 6
29 Ny. “LS” Trimester 3 (30 Thn) 4 2 3
30 Ny. “OT” Trimester 3 (20 Thn) 2 2
JUMLAH 29 128 18 5 - 180PERSENTASE 16,11 71,11 10,00 2,78 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
1
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian analisis kategori keamanan pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan “Food and Drug Administration (FDA)” yang dirawat inap RSIA Pertiwi Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menentukan kategori keamanan dari pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan FDA yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar. Sampel yang diteliti adalah semua pasien wanita hamil yang dirawat inap di RSIA. Pertiwi Makassar periode Juni-Agustus 2009. Seluruh sampel penelitian berjumlah 30 orang, data dikumpulkan berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien, selanjutnya data ditabulasi, dipersentasekan, dan dibuat diagram batang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa obat yang berada pada kategori A sebanyak 29 (16,11%), kategori B sebanyak 128 (71,11%), kategori C sebanyak 18 (10,00%) dan kategori D sebanyak 5 (2,78%). Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian obat pada ibu hamil yang dirawat inap di RSIA Pertiwi Makassar dalam kategori aman yaitu lebih banyak yang diberikan berada pada kategori A dan B.
i1
ABSTRACT
A study about safety category analysis of drug administration at ms. pregnancy based on “Food and Drug Administration (FDA)” what taken care of lodges RSIA. Pertiwi Makassar. The aim of this research to analyses and determines was conducter safety category from drug administration at pregnant mother based on FDA ( Food and Drug Administration) what taken care of lodges in RSIA. Pertiwi Makassar. Sample that is accurate is all pregnancy woman patients taken care of lodges in RSIA. Pertiwi Makassar period Juni-Agustus 2009. All research sample amounts to 30, data is collected based on secondary data obtained from patient medical record, hereinafter data is tabulation, percentage, and made by bar charts. From result of research at category A 29 ( 16,11%), category B 128 ( 71,11%), category C 18 ( 10,00%) and category D counted 5 ( 2,78%). Based on result of this research, hence inferential that drug administration at pregnancy mother taken care of lodges in RSIA. Pertiwi Makassar still in categorizing is safe that is its (the giving majority stays at category B.
i2
v
DAFTAR ISIHal
ABSTRAK ............................................................................................ iABSTRACT .......................................................................................... iiUCAPAN TERIMA KASIH.................................................................... iiiDAFTAR ISI .......................................................................................... vDAFTAR TABEL .................................................................................. viiDAFTAR LAMPIRAN........................................................................... viiiDAFTAR GAMBAR .............................................................................. ixBAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5
II.1 Proses kehamilan............................................................... 5II.2 Perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada kehamilan........................................................................... 8
..............................................................................................................II.2.1 Farmakokinetik...................................................................................... 8.............................................................................................................. II.2.1.1 Perubahan farmakokinetik ........................................................ 8 II.2.1.2 Perpindahan obat lewat plasenta............................... 11 II.2.1.3 Metabolisme obat di plasenta dan janin..................... 13..............................................................................................................II.2.2 Farmakodinamik ................................................................................... 14.............................................................................................................. II.2.2.1 Mekanisme kerja obat ibu hamil ............................................... 14 II.2.2.2 Mekanisme kerja obat pada janin .............................. 15 II.2.2.3 Pengaruh obat pada janin.......................................... 15
II.3 Farmakoterapi pada kehamilan.......................................... 17..............................................................................................................II.3.1 Keamanan obat..................................................................................... 17..............................................................................................................II.3.2 Kelainan pada janin karena pemakaian obat........................................ 21BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 24
III.1. Jenis penelitian ............................................................ 24.............................................................................................III.2. Tempat dan tempat penelitian ............................................. 24.............................................................................................III.3. Penyiapan formulir ............................................................... 24.............................................................................................III.4. Populasi dan sampel............................................................ 24.............................................................................................III.5. Pengambilan data ................................................................ 24.............................................................................................III.6. Pengolahan data.................................................................. 24
v
.............................................................................................III.7. Pembahasan........................................................................ 25.............................................................................................III.8. Kesimpulan .......................................................................... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................. 26 IV.1. Hasil .......................................................................................... 26
IV.2. Pembahasan................................................................. 33BAB V PENUTUP.............................................................................. 45 V.1. Kesimpulan ................................................................................ 45 IV.2. Saran .............................................................................. 45DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 46
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal1. Histogram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Yang
Mengalami Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan KategoriKeamanan Obat Menurut FDA................................................... 28
2. Histogram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil YangMengalami Abortus Imminens Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA................................................... 29
3. Histogram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil YangMengalami Preeklampsia Berat Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA................................................... 30
4. Histogram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil YangMengalami Eklampsia Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA................................................... 31
5. Histogram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Yang Dirawat Inap Periode Juni-Agustus Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA................................................... 32
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal1. Distribusi Sampel Menurut Kelompok Umur................................. 262. Distribusi Sampel Menurut Kelompok Usia Kehamilan ................ 273. Distribusi Sampel Menurut Kelompok Diagnosa
Penyakit........................................................................................ 27
4. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien HiperemesisGravidarum Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni-Agustus 2009.................................... 50
5. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien AbortusImminens Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni-Agustus 2009.................................... 54
6. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien PreeklampsiaBerdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni-Agustus 2009……………………….... 56
7. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien EklampsiaBerdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode ..Juni-Agustus 2009………………………………………………….. . 57
8. Distribusi Jumlah Pasien Ibu Hamil Yang Dirawat InapDengan Jumlah Pemberian Obat Berdasarkan KategoriKeamanan Obat Menurut FDA..................................................... 58
9. Daftar Kategori Keamanan Obat Pada Kehamilan...................... ..... 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan.
Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan
dari tindakan terapi dengan obat. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia,
sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang cermat dalam
memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah penting, obat harus selalu
digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinik yang optimal. (1)
Kehamilan merupakan proses alamiah dalam kehidupan biologik
wanita. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak
terpisahkan dimana kesehatan ibu hamil adalah persyaratan penting
untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.(2)
Peresepan obat pada wanita hamil menjadi pembicaraan luas
setelah krisis talidomid yang mengakibatkan penarikan obat tersebut pada
tahun 1961. Kenyataan bahwa obat dapat menembus sawar uri dan bisa
menyebabkan efek yang berbahaya pada janin sangat diperhatikan dalam
pengobatan pada wanita hamil.(3)
Seperti halnya individu-individu lain, maka seorang ibu hamil suatu
saat dalam masa kehamilannya memerlukan terapi obat lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Hal ini karena gangguan
2
kesehatan yang diderita, baik yang berkaitan maupun yang tidak
berkaitan dengan proses kehamilan. (4)
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin
selama masa kehamilan. Umumnya obat-obat yang digunakan ibu hamil
dapat melintasi plasenta serta memberikan pemaparan pada embrio dan
janin yakni menimbulkan efek teratogenik atau dampak kecacatan (4)
Dari bukti penelitian di Amerika, 60-75% ibu hamil umumnya
menggunakan 3-10 jenis obat selama kehamilannya, umumnya
pemakaian lebih banyak pada trimester pertama kehamilan. Hal ini
mendorong untuk menekan serendah mungkin pemakaian obat selama
kehamilan dengan menghindari pemakaian obat secara tidak rasional
atau menghindari terjadinya medication error untuk kondisi-kondisi yang
tidak mutlak memerlukan obat, meskipun pada individu-individu yang tidak
hamil untuk kondisi yang sama kemungkinan akan selalu diberikan obat-
obatan. (5)
Masalah pemakaian obat pada kehamilan merupakan masalah
farmakoterapi yang cukup rumit dalam praktek kedokteran. Setiap
pemakaian obat, selain manfaat klinik yang akan diperoleh, akan selalu
disertai dengan kemungkinan terjadinya efek samping. Upaya-upaya
menghindari atau menekan kemungkinan terjadinya efek buruk obat
terhadap janin, kehamilan atau ibu hanya dapat dicapai dengan mengikuti
prinsip-prinsip farmakoterapi yang rasional dalam kehamilan, meliputi
3
keputusan indikasi (alasan pemakaian obat), pemilihan jenis obat, cara
pemberian dan penentuan dosis obat. Indikasi farmakoterapi harus jelas,
manfaat yang diperoleh harus melebihi kemungkinan resiko dan pemilihan
jenis obat harus tepat dengan memakai obat-obat yang diketahui secara
pasti paling aman dalam kehamilan (1)
Penggunaan obat selama kehamilan telah banyak menurun sejak
penelitian yang besar terakhir di Inggris pada pertengahan 1960-an.
Penggunaan total telah menurun dari sekitar 80% menjadi 35%,
sementara persentasi wanita yang minum obat atas kemauan sendiri
telah menurun dari 64% menjadi 9%. Sebagian besar ini mungkin
disebabkan oleh perhatian terus-menerus yang diberikan oleh media
massa terhadap obat yang menimbulkan kecacatan janin.(6)
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa
saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan agar
tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung. Dalam upaya mencegah
terjadinya pemberian obat yang tidak diharapkan atau terjadinya
medication error dari obat-obat yang diberikan selama kehamilan, maka
United States Food and Drug Administration (FDA-USA), yakni sejenis
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia, membuat
pedoman dalam memberikan obat pada ibu hamil, dimana obat
dikategorikan berdasarkan resiko terjadinya efek samping terhadap sistem
reproduksi dan perkembangan, serta besarnya faktor resiko dibandingkan
4
dengan besarnya manfaat terapeutik yang tersusun dalam 5 kategori
(kategori A, B, C, D dan X). Digunakan FDA-USA sebagai dasar penelitian
karena di Indonesia (BPOM) belum ada aturan yang secara speisifik
menerangkan keamanan obat pada ibu hamil seperti yang diterangkan
oleh FDA-USA. (6)
Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan bagaimana
pemberian obat pada ibu hamil yang dirawat inap di Rumah Sakit Ibu dan
Anak (RSIA) Pertiwi Makassar, dengan melihat berapa banyak pemberian
obat pada ibu hamil yang memenuhi kategori keamanan obat pada
kehamilan menurut United States Food and Drug Administration (FDA-
USA).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menentukan
kategori keamanan dari pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan
Food and Drug Administration (FDA) yang dirawat inap di RSIA Pertiwi
Makassar.
Metode penelitian berdasarkan observasi yang dilakukan melalui
rekam medik untuk mengambil kesimpulan, index data diolah dan
diklasifikasi berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh FDA.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi untuk
menghindari terjadinya medication error dan mengevaluasi setiap
pemberian obat pada ibu hamil sesuai dengan kategori keamanan obat
pada kehamilan menurut FDA.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I. Proses kehamilan
Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambunagan
terdiri atas :
1. Ovulasi
a. Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem
harmonal yang kompleks Ovum yang dibebaskan biasanya masuk
kedalam tuba. Bila Ovum gagal bertemu sperma dalam 24 jam, Ovum
akan mati dan hancur.
b. Selama masa subur, seorang wanita yang berusia 20-35 tahun, hanya
akan menghasilkan 420 buah Ovum yang dapat mengikuti proses
pematangan dan terjadi Ovulasi.
2. Spermatozoa
a. Proses pembentukan Spermatozoa merupakan proses yang
kompleks.
b. Spermatozoa berasal dari sel primitif tubulus.
c. Pertumbuhan Spermatozoa dipengaruhi oleh mata rantai
hormonal yang kompleks. Dimulai dari panca indra, hipotalamus,
hipofisis dan sel interstisial leydig,sehingga terbentuk
spermatogonium yang mengalami proses mitosis.
6
d. Tiga mililiter sperma yang dikeluarkan pada hubungan seks
akan mengandung 40-60 juta spermatozoa setiap mililiternya.
e. Spermatozoa yang masuk kedalam alat genitalia wanita dapat
hidup selama tiga hari. Bila Ovulasi terjadi selama masa tersebut,
maka akan terjadi konsepsi.
3. Konsepsi
Konsepsi merupakan pertemuan inti Ovum dengan inti
spermatozoa, sehingga terbentuk zigot.
4. Nidasi
Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulai pembelahan
zigot. Zigot ini telah membelah diri, segera setelah pembelahan terjadi,
maka pembelahan selanjutnya berjalan lancar. Bersamaan dengan
pembelahan, hasil konsepsi berjalan menuju uterus, proses ini disebut
stadia morula. Didalam morula terdapat ruangan yang berisi cairan disebut
blastula. Blastula siap mengadakan nidasi di desidua. Tertanamnya
blastula di endometrium mungkin terjadi perdarahan yang disebut tanda
Hartman.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40
minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang
berlangsung antara 20–38 minggu disebut kehamilan preterm, sedangkan
bila lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postterm. Menurut usianya,
kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0–14
7
minggu, kehamilan trimester kedua 14–28 minggu dan kehamilan trimester
ketiga 28 – 42 minggu.(8)
Dalam triwulan pertama alat-alat mulai dibentuk. Dalam triwulan kedua
alat-alat telah dibentuk, tetapi belum sempurna. Janin yang dilahirkan dalam
trimester terakhir telah viable (dapat hidup). Bila hasil konsepsi dikeluarkan
dari kavum uteri pada kehamilan dibawah 20 minggu disebut abortus
(keguguran). Bila hal in terjadi dibawah 36 minggu disebut partus prematurus.
(persalinan prematur). Kelahiran dari 38 minggu sampai 40 minggu disebut
partus aterem.(8)
Setelah berlangsung pembuahan suatu telur, dengan bantuan enzim
proteolitik, telur terutama masuk ke dalam endometrium dan bertumbuh
menjadi embrio. Pemberian makanan embrio terjadi melalui plasenta, yang
pada waktu yang sama mengambil alih fungsi pengaturan secara hormonal.
Ada dua hormon yang bertanggung jawab untuk tugas ini :
a. Koriongonadotropin (HCG : Human Choriongonadotropin), yang terutama
dibentuk dalam bulan-bulan pertama kehamilan
b. Korionmamotropin (CS : Chorionsomatomammotropin), yang antara lain
mempengaruhi kelenjar mammae.
Di bawah pengaruh hormon plasenta terjadi pembesaran corpus
luteum, yang pada bulan pertama menempati bagian besar dari ovarium.
Kadar estrogen dan progesteron tetap tinggi. Karena itu endometrium tidak
sobek dan siklus menstruasi berhenti. Menjelang akhir bulan pertama
8
kehamilan corpus luteum mulai menurun. Pada saat ini plasenta sendiri
melakukan pembentukan estrogen dan progesteron, yang perlu untuk
mempertahankan kehamilan (9).
II.2. Perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada kehamilan
II.2.1 Farmakokinetik
II.2.1.1 Perubahan farmakokinetik
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang
mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi :
1. Absorpsi
Pada awal kehamilan akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal,
peningkatan pH gastric dan peningkatan pengambilan obat pada alveolar
pulmonary, sehingga akan mempengaruhi absorpsi obat (10).
Penurunan sekresi asam lambung hingga 30-40%, menyebabkan pH
asam lambung sedikit meningkat, sehingga obat-obat yang bersifat asam
lemah akan sedikit mengalami penurunan absorpsi. Sebaliknya untuk obat
yang bersifat basa lemah absorpsi justru meningkat. Pada fase selanjutnya
akan terjadi penurunan motilitas gastrointestinal sehingga absorpsi obat-obat
yang sukar larut (misalnya digoksin) akan meningkat, sedang absorpsi obat-
obat yang mengalami metabolisme di dinding usus, seperti klorpromazin akan
menurun (11).
9
2. Distribusi
Pada keadaan kehamilan, distribusi obat mengalami perubahan karena
volume plasma dan cairan ekstraseluler ibu akan meningkat, dan mencapai
50% pada akhir kehamilan. Peningkatannya kira-kira 8 L dalam cairan tubuh
selama kehamilan, 40% terdistribusi pada jaringan kompartemen ibu, dan
60% terdistribusi pada cairan amniotik, plasenta dan fetus. Perubahan
volume cairan tubuh tersebut menyebabkan penurunan kadar puncak obat-
obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti
aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah (10).
Di samping itu, selama masa akhir kehamilan akan terjadi perubahan
kadar protein berupa penurunan albumin serum sampai 20%. Perubahan ini
semakin menyolok pada keadaan pre-eklampsia, dimana kadar albumin
turun sampai 34% dan glikoprotein meningkat hingga 100%. Telah
diketahui, obat asam lemah terikat pada albumin, dan obat basa lemah
terikat pada alfa-1 glikoprotein (11).
Konsekuensi, fraksi bebas obat-obat yang bersifat asam akan
meningkat, sedangkan fraksi bebas obat-obat yang bersifat basa akan
menurun. Fraksi bebas obat-obat seperti diazepam, fenitoin dan natrium
valproat terbukti meningkat secara bermakna pada akhir kehamilan (10)
Sebagai contoh adalah fenitoin, yaitu obat yang bersifat asam dan
memiliki ikatan protein. Kadar dalam serum dapat menurun selama masa
kehamilan, karena peningkatan metabolisme melalui hati dan klirens dalam
10
plasmanya. Dosis fenitoin mungkin harus ditingkatkan untuk menjaga kadar
obat bebas dalam serum. Namun fenitoin diketahui memiliki sifat
teratogenik, sehingga harus cermat dalam pemakaiannya. Lagipula,
penurunan kadar albumin dalam serum selama masa kehamilan dapat
menyebabkan peningkatan konsentrasi obat aktif yang bebas, walaupun
kadar obat total mungkin tidak berubah atau bahkan menjadi rendah.
Karena berbagai hal yang membingungkan ini, beberapa ahli menyarankan
pemantauan kadar obat dalam serum secara teliti. Sedangkan yang lain
cenderung menganjurkan penyesuaian dosis sesuai keadaan klinis wanita
hamil, tergantung pada frekuensi terjadinya kejang dan bukan berdasarkan
pada kadar fenitoin dalam serum. (12)
3. Eliminasi
Pada kehamilan, hormon progesteron dan estrogen pada ibu
mempengaruhi metabolisme obat di hati dalam berbagai jalur, dimana
beberapa obat mempertinggi metabolisme hati, (seperti fenitoin dan
metadon). Perubahan dalam metabolisme tersebut mungkin disebabkan
oleh induksi enzim oleh progesteron endogen, namun efek pada masing-
masing obat sulit diramalkan tetapi kenyataannya metabolisme teofilin justru
menurun sehingga memerlukan pengurangan dosis penjagaannya.(10,12)
Selain itu, pada akhir masa kehamilan juga akan terjadi peningkatan
aliran darah ginjal 25%-50% dan juga peningkatkan filtrasi glomerulus
meningkat sekitar 50%, yang dapat mempengaruhi bersihan (clearance)
11
ginjal obat selama minggu-minggu pertama kehamilan. Sebagai akibatnya,
akan terjadi peningkatan eliminasi obat-obat yang terutama mengalami
ekskresi di ginjal. Obat sejenis lithium atau β-laktam dapat terpengaruh,
sehingga dosis pemeliharaan mungkin harus ditingkatkan. (10,12)
II.2.1.2 Perpindahan obat lewat plasenta.
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi
sederhana sehingga konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah
plasenta akan sangat menentukan perpindahan obat lewat plasenta. Seperti
juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasenta
dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini :
1. Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati
plasenta masuk ke sirkulasi janin. Obat dengan kelarutan lemak yang
rendah cenderung berikatan dengan protein plasma, yang distribusinya
mempengaruhi aliran darah ke plasenta. Contohnya, thiopental, nicotine,
salisilat
2. Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya
obat yang terionisasi akan sulit melewati membran. Contohnya suksinil
kholin dan tubokurarin yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah
obat-obat yang derajat ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta
12
sehingga kadarnya di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan
pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat ini
hampir semua terion pada pH tubuh akan tetapi dapat cepat melewati
plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam lemak dari
sebagian kecil salisilat yang tidak terion. Permeabilitas membran plasenta
terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi
ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah
besar.
3. Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah
melewati pori membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat
ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit
melewati plasenta dan obat-obat dengan berat molekul lebih dari 1000
Dalton akan sangat sulit menembus plasenta. Sebagai contoh adalah
heparin, mempunyai berat molekul yang sangat besar ditambah lagi adalah
molekul polar, tidak dapat menembus plasenta sehingga merupakan obat
antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
4. Ikatan protein.
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat
melewati membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama
albumin, akan mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila
obat sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu
13
mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang
kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih
tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di lemak
dan terionisasi maka perpindahaannya lewat plasenta lambat dan dihambat
oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di
janin juga penting, misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, dimana
ikatan protein lebih tinggi di ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai contoh
adalah kokain yang merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi,
berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-
10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin (11).
II.2.1.3 Metabolisme obat di plasenta dan di janin.
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu
adalah :
1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai
tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur
utama metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa
reaksi oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan
fenobarbital. Sebaliknya, kapasitas metabolisme plasenta ini akan
menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang
toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian prednisolon,
deksametason, azidotimidin yang struktur molekulnya analog dengan zat-
14
zat endogen di tubuh mengalami metabolisme yang bermakna di
plasenta.
2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat
vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk
hati janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat
yang masuk ke hati janin, mungkin sebagian akan dimetabolisme
sebelum masuk ke sirkulasi umum janin, walaupun dapat dikatakan
metabolisme obat di janin tidak berpengaruh banyak pada metabolisme
obat maternal (11).
II.2.2 Farmakodinamik
II.2.2.1 Mekanisme kerja obat ibu hamil.
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada
kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase
kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena
kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung,
aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita
hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan
karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang
dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi
oleh kehamilan.
15
II.2.2.2 Mekanisme kerja obat pada janin.
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin
berkembang dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian obat pada
wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan janin walaupun
mekanismenya masih belum diketahui jelas. Contohnya kortikosteroid
diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi
kelahiran prematur. Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi
enzim hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insidens jaundice (bayi
kuning) akan berkurang. Selain itu, fenobarbital juga dapat menurunkan
risiko perdarahan intrakranial bayi kurang umur. Antiaritmia juga diberikan
pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang menderita aritmia jantung
(11).
II.2.2.3 Pengaruh obat pada janin
Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat toksik, teratogenik
maupun letal, tergantung ada sifat obat dan umur kehamilan pada saat
minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa
kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau biokimiawi dari
janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat
setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik jika menyebabkan
terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ janin. Pengaruh
16
teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh
obat yang bersifat letal, adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam
kandungan.
Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam,
sesuai dengan fase-fase berikut :
Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.
Pada fase ini obat dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak
sama sekali. Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan
kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
Fase embrional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara
4-8 minggu. Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk
terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Berbagai
pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
(1). Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya
baru muncul kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat
kehamilan. Misalnya pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester
pertama kehamilan terbukti berkaitan dengan terjadinya
adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di kemudian hari (pada
saat mereka sudah dewasa).
(2). Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
17
(3). Pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis
pertumbuhan organ, seperti anomali jantung dan cacat pada mata
karena talidomid.
(4). Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase
ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh
buruk senyawa asing terhadap janin pada fase ini tidak berupa
malformasi anatomik lagi tetapi mungkin dapat berupa gangguan
pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula
dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai
contoh adalah terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama
masa akhir kehamilan, ibu mengkonsumsi obat-obat seperti analgetika-
narkotik; atau terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidal
setelah pemakaian fenotiazin (11).
II.3. Farmakoterapi pada kehamilan
II.3.1 Keamanan obat
Pemakaian obat pada kehamilan merupakan salah satu masalah
pengobatan yang penting untuk diketahui dan dibahas. Hal ini mengingat
bahwa dalam pemakaian obat selama kehamilan, tidak saja dihadapi
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu, tetapi juga pada janin.
Hampir sebagian besar obat dapat melintasi sawar darah/plasenta,
18
beberapa diantaranya mampu memberikan pengaruh buruk, tetapi ada juga
yang tidak memberi pengaruh apapun. Beberapa jenis obat dapat
menembus plasenta dan mempengaruhi janin dalam uterus, baik melalui
efek farmakologik maupun efek teratogeniknya.
Adapun yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat pada ibu
hamil antara lain keamanan, meski ada obat lain yang efektivitasnya lebih
baik, tapi jika keamanannya bagi ibu hamil belum diketahui, lebih baik tidak
diberikan. Kemudian dosis, pada awalnya pemberian obat harus dalam
dosis rendah. Jika perlu, penambahan dosis diberikan sedikit demi sedikit
sampai tercapai efek terapi yang diinginkan, dan durasi pemberian, jika
tidak diperlukan sekali, pemberian obat tidak boleh terlalu lama. Sampai
akhirnya, pemberian bermacam obat sedapat mungkin dihindari demi
keselamatan ibu dan bayinya. Selain ketiga hal tersebut, jenis dan cara
kerja obat sebagai bahan pertimbangan sebelum diberikan kepada ibu hamil
(5).
Menurut perkiraan, penggunaan obat-obatan selama kehamilan
bertanggung jawab atas gangguan perkembangan yang adakalanya timbul
pada bayi dan anak kecil sampai usia 5 tahun. Oleh karena itu, keamanan
suatu obat harus dibuktikan berdasarkan hasil percobaan hewan sewaktu
registrasi untuk mendapatkan izin peredarannya. Namun, hasil eksperimen
pada hewan tidak selalu boleh diektrapolir kepada manusia. Contoh yang
terkenal dan berakibat buruk adalah peristiwa talidomida (13).
19
Pembagian berbagai jenis obat dalam kaitannya dengan
kemungkinan resiko untuk pemakaian selama kehamilan telah
dikembangkan oleh berbagai badan kebijaksanaan obat, misalnya Food and
Drug Administration (FDA-USA). Dimana membuat suatu indeks atau
kategori keamanan pemberian obat pada kehamilan, yang tersusun dalam 5
kategori (kategori A, B, C, D dan X). Kategori-kategori obat tersebut dibuat
berdasarkan resiko terjadinya efek samping terhadap sistem reproduksi dan
perkembangan, serta besarnya faktor resiko dibandingkan dengan besarnya
manfaat terapeutik.
Adapun kategori-kategori obat tersebut, antara lain :
a. Kategori A : Studi terkontrol dimana obat yang telah digunakan oleh
sejumlah wanita hamil tidak memperlihatkan kenaikan frekuensi
malformasi janin atau pengaruh buruk, baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada
bukti mengenai resiko pada trimester berikutnya), dan sangat kecil
kemungkinan obat ini untuk membahayakan janin. Contoh obat yang
masuk kategori ini misalnya antipiretik parasetamol, antibiotika penisilin,
isoniazid, glikosida jantung, eritromisin, bahan-bahan hemopoetik seperti
besi dan asam folat, dan lain-lain.
b. Kategori B : Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak
memperlihatkan resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol
yang diperoleh pada ibu hamil dimana pengalaman pemakaian oleh ibu
20
hamil masih terbatas tetapi tidak ada kenaikan frekuensi malformasi janin
atau pengaruh buruk secara langsung maupun tidak langsung terhadap
janin. Atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan
memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan fertilitas) yang
tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan
ditemukan bukti adanya resiko pada kehamilan trimester berikutnya).
Misalnya simetidin, dipiridamol.
c. Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek
samping terhadap janin (teratogenik atau embiosidal) dan studi terkontrol
pada wanita dan binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dapat
dilakukan. Obat yang termasuk kategori ini hanya boleh diberikan jika
besarnya manfaat terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada
janin. Misalnya fenotiazin, analgetika narkotika, antiinflamasi non steroid,
aspirin, rifampisin, antiaritmia, ca-channel blocker, diuretika dan lain-lain.
d. Kategori D : Terdapat bukti adanya resiko kejadian malformasi janin pada
manusia atau menyebabkan kerusakan pada janin yang tidak dapat
membaik lagi (ireversibel) tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan
mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya jika obat perlu digunakan
untuk mangatasi kondisi yang mengancam jiwa atau penyakit serius
bilamana obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Pemakaian pada kehamilan harus dihindari sedapat mungkin. Contoh :
Fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, valproat, klonasepam, kinine, kaptopril,
21
obat-obat sitotoksik, antikoagulan, androgen, dan steroid anabolic dan
lain-lain.
e. Kategori X : Studi pada manusia atau binatang percobaan
memperlihatkan adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti
adanya resiko pada janin. Dan besarnya resiko jika obat ini digunakan
pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat terapeutiknya. Obat yang
termasuk dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang
atau memiliki kemungkinan hamil. Termasuk disini misalnya isotretionin,
dan dietilstilbestrol (1)
II.3.2 Kelainan pada janin karena pemakaian obat
Beberapa contoh kelainan yang terjadi pada fase janin karena
pemakaian obat pada ibu selama kehamilan antara lain :
a. Sindrom warfarin. Kurang lebih 25 % janin yang terpapar dengan warfarin
selama trimester pertama kehamilan akan menderita berbagai malformasi
congenital yang meliputi hipoplasia tulang hidung, tulang-tulang falanges
yang pendek, berbagai abnormalitas tulang, kelainan-kelainan
oftalmologik seperti atropi optik, katarak dan kelainan-kelainan lain
sampai kematian janin dalam kandungan. Warfarin tidak dapat dipakai
selama kehamilan. Antikoagulan yang relatif aman dan dianjurkan adalah
heparin.
22
b. Sindrom hidantoin. Pemakaian hidantoin untuk epilepsy pada kehamilan
dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan intra-uterin, defisiensi
mental, gangguan pertumbuhan muka terutama hidung tertekan (pesek),
ptosis, bibir dan atau langit-langit sumbing (cleft lips & cleft palate),
gangguan fungsi jantung dan abnormalitas genitalia. Sering juga disertai
tidak tumbuhnya kuku pada jari tangan dan kaki. Sindrom hidantoin
terjadi kurang lebih pada 10% kasus yang terpapar dengan hidantoin.
c. Sindrom alkohol. Bayi-bayi yang lahir dari ibu-ibu peminum alkohol
mempunyai ciri muka yang khas, dahi rendah, pangkal hidung tenggelam,
hidung kecil dan tegak ke atas, retraksi bibir dan deformitas telinga.
Gangguan fungsi jantung dan keterlambatan pertumbuhan sangat umum
dijumpai. Kelainan ini terjadi pada kurang lebih 30 % dari bayi-bayi yang
lahir dari ibu-ibu peminum alkohol. Kebiasaan minum alkohol harus
dihindari selama kehamilan.
d. Sindrom dietilstilbestrol (DES). Pemakaian dietilstilbestrol pada trimester
pertama kehamilan ternyata diketahui berkaitan dengan terjadinya
berbagai anomali pada organ-organ reproduksi. Pada jenis kelamin
wanita dapat terjadi adenosis sampai kemudian adenokarsinoma vagina
atau serviks uterus. Pada jenis kelamin laki-laki dapat timbul abnormalitas
testes, kista epididimis dan infertilitas. Keganasan pada vagina mungkin
baru timbul kemudian. Pemakaian stilbestrol ataupun senyawa-senyawa
estrogen selama kehamilan tidak dianjurkan.
23
e. Sindrom yang terjadi abnormalitas pada organ-organ vertebral, jantung,
trakea, esofagus karena pemakaian hormon kelamin steroid selama
kehamilan. Pemakaian kontrasepsi oral sesudah terjadi kehamilan sangat
riskan untuk terjadinya pengaruh-pengaruh buruk pada janin. Juga
pemakaian hormon kelamin steroid untuk diagnosis kehamilan tidak lagi
dapat dibenarkan karena resiko diatas. Pemakaian senyawa progestin
untuk mencegah abortus sebenarnya juga diragukan manfaat dan
keamanannya
f. Embriopati talidomida. Talidomida yang pada mulanya digunakan untuk
antiemetik dan hipnotik ternyata kemudian terbukti mempunyai pengaruh
teratogenik yang kuat. Pengaruh teratogenik yang utama adalah
terjadinya berbagai abnormalitas pertumbuhan anggota tubuh. Sebelum
obat ini ditarik dari peredaran kurang lebih telah tercatat 10.000 bayi lahir
cacat (1).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yakni penelitian yang mengambil
data dari catatan medik rumah sakit dengan menggunakan formulir sebagai
instrument pengambilan data.
III.2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi
Makassar.
III.3. Penyiapan formulir
Untuk pengumpulan dan pengolahan data digunakan formulir
III.4. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien wanita hamil dan
di rawat inap di RSIA Pertiwi Makassar periode Juni 2009 sampai Agustus
2009.Dimana populasi ini sekaligus menjadi sampel penelitian.
III.5. Pengambilan data
Data yang diambil meliputi nama ibu, umur, usia kehamilan, diagnosa,
dan pemberian obat.
III.6. Pengolahan data
Teknik yang digunakan dalam pengolahan data yaitu berdasarkan
atas data atau fakta yang diperoleh langsung di lapangan dengan cara
25
mengumpulkan hasil pencatatan profil pengobatan pasien dari Rekam Medik
kemudian data ditabulasi, dipersentasekan, dan dibuat diagram batang.
III.7. Pembahasan
Pembahasan diuraikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
III.8. Kesimpulan
Kesimpulan diperoleh berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian
yang dilakukan.
26
BAB IV
HASIL PENELITIAN
IV.1 Hasil
Dari pengambilan sampel yang telah dilakukan di Instalasi Rekam Medik
RSIA Pertiwi Makassar, diperoleh sampel sebanyak 30 pasien ibu hamil yang
dirawat inap dari bulan Juni-Agustus 2009. Data retrospektif yang diperoleh,
diolah dan disajikan secara deskriptif dan dianalisa dengan hasil dibawah ini :
1. Karakteristik Ibu Hamil Yang Dirawat Inap
Tabel 1. Distribusi Sampel Menurut Kelompok Umur
UMUR n %15 – 20 tahun 4 13,3320 – 30 tahun 17 56,6730 – 40 tahun 7 23,3340 – 50 tahun 2 6,67
JUMLAH 30 100,00
Sumber : Data Sekunder 2009
Dari 30 sampel yang ditunjukkan tabel terdiri dari kelompok umur 15-20 tahun
sebanyak 4 orang (13,33%), 20-30 tahun sebanyak 17 orang (56,67%), 30-40
tahun sebanyak 7 orang (23,33%) dan 40-50 tahun sebanyak 2 orang (6,67%).
27
Tabel 2. Distribusi Sampel Menurut Kelompok Usia Kehamilan
USIA KEHAMILAN N %
Trimester pertama 0 – 14 minggu 14 46,67
Trimester kedua 14 – 28 minggu 4 13,33
Trimester ketiga 28 – 42 minggu 12 40,00
JUMLAH 30 100,00
Sumber : Data Sekunder 2009
Dari tabel diatas diperoleh 30 sampel yang terdiri dari 14 orang ibu
hamil (46,67%) dengan usia kehamilan trimester pertama, 4 orang ibu
hamil (13,33%) dengan usia kehamilan trimester kedua dan 12 orang ibu
hamil (40,00%) dengan usia kehamilan trimester ketiga.
Tabel 3. Distribusi Sampel Menurut Kelompok Diagnosa Penyakit
DIAGNOSA PENYAKIT n %Hiperemesis Gravidarum 14 46,67Abortus Imminens 5 16,67Preeklampsia Berat 7 23,33Eklampsia 4 13,33JUMLAH 30 100,00
Sumber Data : Data Sekunder 2009
28
Dari tabel diatas menunjukkan pasien ibu hamil yang dirawat inap
sebanyak 14 orang (46,67%) didiagnosa mengalami hiperemesis
gravidarum, 5 orang (16,67%) mengalami abortus imminens, 7 orang
(23,33%) didiagnosa mengalami preeklampsia berat dan 4 orang (13,33%)
didiagnosa mengalami eklampsia.
Dari tabel 4, terlihat obat yang diberikan pada penderita hiperemesis
gravidarum dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA,
pada kategori A sebanyak 24 (20,33%), pada kategori B sebanyak 88
(74,58%), pada kategori C sebanyak 5 (4,24%) dan pada kategori D
sebanyak 1 (0,85%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian obat
berada pada kategori B.
Gambar 1 : Diagram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Yang Mengalami Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
Dari tabel 5, terlihat obat yang diberikan pada penderita Abortus
Imminens dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA,
pada kategori A sebanyak 5 (21,74%), pada kategori B sebanyak 15
(65,22%), dan pada kategori D sebanyak 3 (13,04%). Jadi dalam kasus ini,
mayoritas pemberian obat berada pada kategori B.
29
Gambar 2 : Diagram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Yang Mengalami Abortus Imminens Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
Dari tabel 6, terlihat obat yang diberikan pada penderita Preeklampsia
berat dan yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada
kategori B sebanyak 13 (59,09%), dan pada kategori C sebanyak 9
(40,91%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian obat berada pada
kategori B.
Gambar 3 : Diagram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Yang Mengalami Preeklampsia Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
Dari tabel 7, terlihat obat yang diberikan pada penderita eklampsia dan
yang masuk dalam kategori keamanan obat menurut FDA, pada kategori B
30
sebanyak 12 (70,59%), pada kategori C sebanyak 4 (23,53%), dan pada
kategori D sebanyak 1 (5,88%). Jadi dalam kasus ini, mayoritas pemberian
obat berada pada kategori B.
Gambar 4 : Diagram Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Yang Mengalami Eklampsia Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
Dari tabel 8 terlihat bahwa obat yang diberikan pada semua pasien ibu
hamil yang dirawat inap dan yang masuk dalam kategori keamanan obat
menurut FDA, pada kategori A sebanyak 29 (16,11%), kategori B
sebanyak 128 (71,11%), kategori C sebanyak 18 (10,00%), dan pada
kategori D sebanyak 5 (2,78%). Jadi dalam penelitian ini, mayoritas
pemberian obat berada pada kategori B.
Gambar 5 : Diagram Pemberian Obat Pada Semua Pasien Ibu Hamil Yang Dirawat Inap Periode Juni-Agustus 2009 Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA
31
IV.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan menentukan
kategori keamanan dari pemberian obat pada ibu hamil berdasarkan FDA
(Food and Drug Administration) yang dirawat inap di RSIA Pertiwi
Makassar. Berdasarkan dari data yang diperoleh didapatkan sampel
sebanyak 30 orang.
Pada tabel 1, ibu hamil yang dirawat inap paling banyak berusia
antara 20-30 tahun yaitu 17 orang (56,67%). Menurut dr. Dede rentang
usia subur wanita secara medis dan baik untuk melahirkan adalah usia 20-
30 tahun, jika hamil atau melahirkan di bawah usia 20 tahun lebih beresiko
karena otot-otot rahim masih lemah, belum berkembang sempurna, dan
khawatir mengancam keselamatan dan kesehatan anak serta ibu.
Sedangkan usia diatas 30 tahun, secara medis itu usia rawan untuk hamil
atau melahirkan, terlebih di usia 40 tahun, karena otot rahim mulai
melemah, khawatir jika membahayakan ibu atau bayinya. Sebaiknya usia
35 sudah harus hati-hati.(14)
Pada tabel 2, ibu hamil yang dirawat inap memiliki usia kehamilan
yang berbeda-beda, dimana paling banyak pada trimester pertama yaitu
32
14 orang (46,67%), trimester kedua sebanyak 4 orang (13,33%) dan pada
trimester ketiga sebanyak 12 orang (40.00%). Menurut dr.Hendro
gangguan kehamilan dapat terjadi kapan saja. Bisa pada saat kehamilan
muda, atau pada masa kehamilan mulai menua, selain juga pada saat-
saat menjelang persalinan. Setiap masa dalam kehamilan memiliki jenis
gangguannya sendiri-sendiri.(15)
Usia kehamilan pada ibu hamil perlu diketahui agar dalam
memberikan obat perlu adanya pertimbangan-pertimbangan khusus
karena selama kehamilan janin mengalami proses perkembangan.
Pemberian obat pada trimester pertama dapat menyebabkan cacat lahir
(teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu dan
pada trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni
plasenta. (8)
Pada tabel 3, terdapat berbagai jenis penyakit yang diderita oleh ibu
hamil sehingga perlu dilakukan perawatan yang intensif. Dimana pasien
mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 14 orang (46,67%), abortus
imminens sebanyak 5 orang (16,67%), menderita preeklampsia berat
sebanyak 7 orang (23,33%) dan eklampsia sebanyak 4 orang (13,33%).
Banyak gangguan yang terjadi selama kehamilan. Sebagian besar
berbahaya dan butuh tindakan darurat. Jenis gangguan kehamilan
beragam, dari yang ringan sampai yang berat. Semua jenis gangguan
33
kehamilan dapat diatasi. Beberapa di antaranya sebetulnya sudah dapat
dicegah. Upaya pencegahan dapat dilakukan selama pemeriksaan
kehamilan rutin. Pemberian obat pada jenis penyakit tersebut berbeda-
beda sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh penderita. (15)
Pada tabel 4, pasien hiperemesis gravidarum yang berjumlah 14
orang dengan usia kehamilan paling banyak pada trimester pertama,
mendapatkan beberapa jenis obat, dimana pasien ini mengalami mual dan
muntah yang berlebihan hingga mempengaruhi keadaan umum yang
ditandai dengan dehidrasi, gangguan asam basa dan elektrolit dan
penurunan berat badan kurang dari 5%.(16)
Berdasarkan kategori keamanan obat menurut FDA, obat yang
diberikan pada penderita tersebut paling banyak berada pada kategori B
yaitu 74,58%, sedang pada kategori A sebanyak 20,33%, kategori C
4,24% dan kategori D adalah 0,85%.
Pemberian obat yang berada pada kategori A dan B menurut FDA
dikategorikan pemberiannya sudah aman bagi ibu hamil karena selain
indikasi, dosis dan cara pemberiannya sudah tepat untuk meredakan
gejala yang diderita, juga tidak memperlihatkan adanya efek yang tidak
diinginkan pada maternal dan janin.
Pemberian obat yang berada pada kategori C yaitu Luminal,
meloxicam, klorpromazin, papaverin dan nifedipin. Dimana pada
pemberian luminal, klorpromazin dan papaverin indikasinya sudah tepat
34
mengatasi keluhan yang dirasakan pasien tapi pemberiannya pada ibu
hamil yang menurut FDA dapat menyebabkan efek samping pada janin
(teratogenik). Tapi karena adanya pertimbangan lain dari tenaga medis,
dimana obat yang diberikan ini manfaat yang diperoleh lebih besar
daripada resiko yang mungkin terjadi pada janin sehingga obat ini
direkomendasikan. Dalam pengobatan penyakit ini, luminal bertindak
sebagai hipnotik karena pada data sekunder tercatat pasien susah tidur
akan tetapi dilihat dari penggunaan dan efeknya kini praktis sudah
ditinggalkan berhubung adanya zat-zat benzodiazepine yang jauh lebih
aman, pada keadaan muntah lebih berat diberikan antiemetik seperti
klorpromazin, tapi sebaiknya untuk mengatasi hal tersebut diberikan obat
lain yang lebih aman bagi ibu hamil dan kalaupun obat tersebut harus
diberikan sebaiknya dilakukan pengawasan atau monitoring terhadap
maternal dan perkembangan janin. (17)
Untuk meloxicam sebaiknya tidak diberikan dalam kasus ini karena
pemberiannya kontraindikasi dengan ibu hamil, walaupun pasien
mengalami kram betis akan tetapi pasien tidak memiliki riwayat
osteoarthritis atau rheumatoid arthritis yang merupakan diagnose utama
dari meloxicam, sebaiknya untuk memperkecil efek pada janin hendaknya
diberikan obat yang mempunyai masa eliminasi paruh pendek dan
metabolit yang tidak aktif seperti ibuprofen dan ketoprofen pada intervall
dosis yang ditoleransi maksimum, sedang untuk pemberian nifedipin yang
35
pemberiannya pada trimester pertama (dalam kasus ini) sebaiknya
dihindari karena nifedipin pada percobaan binatang menunjukkan sifat
teratogenik pada trimester pertama dan juga memiliki efek samping yang
dapat memperparah penyakit si pasien (hiperemesis gravidarum) yaitu
masalah pada gastrointestinal, sistem saraf pusat dan hipotensi yang jika
terjadi penurunan tekanan darah berlebihan pada maternal maka akan
membahayakan aliran darah ke dalam plasenta dan janin sehingga
kemungkinan terjadi retardasi pertumbuhan intrauteri dan prematuritas.
Oleh karena itu, sebaiknya memberikan obat antihipertensi lain yang aman
bagi ibu hamil seperti metildopa karena meskipun obat ini akan melintas
kedalam tubuh janin dan menurunkan tekanan darah pada neonatus tetapi
efek ini tidak berbahaya serta tidak mengganggu fungsi renal dan tidak
mengurangi curah jantung pada pasien muda.(18,23)
Untuk obat yang berada pada kategori D yaitu kombinasi antara
klordiazepoksid dan clidinium, sebaiknya dihindari pemberiannya pada
kehamilan dan diberikan obat lain yang efektif untuk mengatasi dispepsia
dari pasien karena pemberiannya menurut FDA dapat menyebabkan
malformasi pada janin. Oleh karena itu, cukup diberikan obat prokinetik
yaitu metoklopramid karena golongan obat ini baik dalam mengobati
pasien dispepsia yang disertai gangguan motilitas. Data tentang efek
metoklopramid pada perkembangan janin dini tidak ada. Obat ini telah
36
digunakan pada kehamilan lanjut dan dalam penanganan hiperemesis
gravidarum.(18)
Selanjutnya pada tabel 5 yaitu pasien abortus imminens yang
berjumlah 5 orang dengan umur kehamilan pada trimester pertama dan
kedua. Abortus imminens merupakan peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih
dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.(7)
Setelah di analisa pemberian obatnya berdasarkan kategori
keamanan obat menurut FDA, diperoleh bahwa obat dengan kategori B
adalah yang paling banyak yaitu 65,22%, kategori A sebanyak 21,74%
dan kategori D sebanyak 13,04%. Obat yang masuk dalam kategori A dan
B ini, pemberiannya sudah tepat baik dosis maupun cara pemberiannya
sehingga aman untuk digunakan. Tetapi untuk obat yang masuk dalam
kategori D, yaitu dydrogesterone dan allilestrenol pemberiannya tidak
aman tetapi manfaat obat ini lebih besar dari resikonya karena diperlukan
untuk mengatasi penyakit ini (abortus imminens). Obat ini merupakan
preparat progesteron (dydrogesterone dan allilestrenol), kedua obat ini
digunakan untuk mencegah ancaman aborsi dan ancaman kelahiran
prematur meskipun efek yang ditimbulkan dari obat ini jika diminum oleh
ibu setelah usia konsepsi 8 minggu, dapat menyebabkan virilisasi janin
perempuan dan feminisasi janin laki-laki, tapi efek ini tergantung dari
dosisnya (Dydrogesterone dan Allilestrenol max 40 mg/hari).(13,19,23)
37
Pada tabel 6, yaitu pasien preeklampsia berat yang berjumlah 7
orang dengan usia kehamilan keseluruhan pada trimester ketiga, pre-
eklampsia berat merupakan suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Untuk menangani
kejadian ini, obat yang digunakan pada preeklampsia diharapkan dapat
mengatasi kejang yang terjadi dan mengendalikan tekanan darah dari ibu
hamil. Antikonvulsan diberikan juga pada pre-eklampsia dengan harapan
mencegah kejang pertama dan dengan demikian diharapkan memperbaiki
keadaan ibu dan anak.(18,20)
Obat-obat yang diberikan untuk mengatasi kejang diberikan
Magnesium Sulfat (termasuk dalam kategori keamanan B) dan obat
antihipertensi. Pemberian obat pada kasus ini, yang berdasarkan pada
kategori keamanan FDA diperoleh data bahwa obat yang berada pada
kategori B adalah yang paling banyak yaitu 59,09%, dan kategori C
sebanyak 40,91%. Adapun obat yang berada dalam kategori C seperti
nifedipin dan dexametason. nifedipin merupakan calcium channel Blocker
yang menghambat pelintasan ion-ion kalsium ke dalam sel-sel otot polos
dan otot jantung sehingga mengurangi kontratilitasnya yang nantinya akan
mempertahankan tekanan darah. Masalah utama penggunaan preparat
antagonis kalsium ini dapat menyebabkan hipotensi, sehingga jika
pemakaiannya dikombinasikan dengan magnesium sulfat (seperti pada
38
pemberian obat dalam kasus ini) maka dapat menimbulkan blok
neuromuskular yang berat atau depresi kardiak dan bahkan henti jantung.
Karena itu, sebaiknya menghindari pemberian nifedipin bersama dengan
magnesium sulfat jika terdapat kemungkinan bahwa ibu tersebut akan
mengalami kejang eklampsia, atau kalau obat ini perlu diberikan sebaiknya
diberi interval waktu pemberian untuk menghindari resiko yang tidak
diinginkan.(13)
Pada pasien eklampsia dalam kasus ini berjumlah 4 orang dengan
usia kehamilan pada trimester ketiga, dimana eklampsia ini merupakan
kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan
neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala-gejala preeklampsia. Kejang eklampsia ini ditimbulkan oleh
vasospasme yang terus-menerus sehingga terjadi kenaikan tekanan darah
yang melampaui kapasitas autoregulasi yang dimiliki oleh pembuluh darah
serebral.(21)
Pada tabel 7, pemberian obat yang berdasarkan kategori keamanan
obat menurut FDA untuk kasus ini, diperoleh obat yang masuk dalam
kategori B sebanyak 70,59%, kategori C 23,53% dan kategori D sebanyak
5,88%. Adapun obat yang berada pada kategori C yaitu nifedipin, clonidin,
furosemid dan dexametason, sedang kategori D yaitu diazepam.
Pemberian nifedipin ini hampir sama penggunaannya dalam menangani
39
kasus praeklampsia akan tetapi dilihat dari segi kedaruratannya meskipun
dalam kategori keamanan berada dalam kategori C tapi saat ini nifedipin
melalui jalur sublingual merupakan pilihan pengobatan dalam mengatasi
eklampsia karena telah terbukti menurunkan tekanan darah walaupun
keuntungan potensial yang sebanding dengan risiko buruk pada fetus,
asalkan tidak digunakan untuk terapi jangka panjang selama kehamilan.
Tujuan farmakoterapi preeklampsia dan eklampsia adalah sama, yaitu
diberikan obat antikonvulsan (Magnesium Sulfat, yang kategori
keamanannya B) dimana untuk mencegah kejang lebih lanjut dan obat
antihipertensi, yang tujuan pengobatannya untuk menghentikan dan
mencegah kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya
hipertensi krisis.(18,21)
Selanjutnya untuk obat yang berada dalam kategori C yaitu clonidin,
sebaiknya dihindari atau tidak perlu diberikan karena dapat menyebabkan
penurunan aliran darah jantung janin. Dan pemberian bersamaan dengan
nifedipin dan magnesium sulfat (dalam kasus ini) sebaiknya dihindari
karena dapat menyebabkan peningkatan efek hipotensi pada maternal
yang akan membahayakan aliran darah kedalam plasenta yang kurang
memiliki autoregulasi. Kemudian furosemid berada pada kategori C bila
digunakan untuk mengobati hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan,
dalam kasus ini furosemid diberikan untuk mengatasi hipertensi dari si
pasien, oleh karenanya pemberian furosemid dalam kasus ini harus
40
digunakan dengan cermat biasanya diberikan furosemid iv 20 mg, karena
akan mengurangi volume darah yang beredar dan dengan demikian
membahayakan aliran darah plasenta serta pertumbuhan janin. Oleh
karenanya, selama kehamilan obat ini harus diberikan sesuai dengan
indikasi, yaitu hanya digunakan seperti untuk mengatasi edema paru atau
gagal jantung.(13,21)
Untuk obat yang berada pada kategori D yaitu diazepam dimana
dalam indikasinya juga digunakan untuk mengendalikan kejang pada
pasien eklampsia, yang merupakan suatu antikonvulsan yang efektif
dengan jalan menekan reticular activating system dan basal ganglia tanpa
menekan pusat meduler tapi diazepam ini penggunaannya tidak aman
karena melewati barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi
pernapasan pada neonatus, hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah
pemberiannya. Oleh karena itu, cukup diberikan Magnesium sulfat untuk
mengatasi konvulsi dari pasien karena saat ini magnesium sulfat
merupakan drug of choice untuk terapi eklampsia (dibandingkan dengan
diazepam dan fenitoin) yang efektif membantu mencegah kejang
kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah
ke fetus. Selain itu, zat ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus
dengan meningkatkan aliran darah ke uterus. Dimana mekanisme kerja
magnesium sulfat adalah menekan pengeluaran asetilkolin. Magnesium
sebagai kompetisi antagonis kalsium juga memberikan efek yang baik
41
untuk otot skelet. Seperti dengan praeklampsia tadi obat ini sebetulnya
aman jika diberikan tidak dikombinasi dengan obat yang dapat
menimbulkan reaksi kimia baru yang efeknya tidak diinginkan.(18,21)
Pada kasus ini (Preeklampsia dan eklampsia) juga terlihat adanya
pemberian dexametason pada beberapa pasien. Dalam literatur obat ini
masuk dalam kategori C dan D jika diberikan pada trimester pertama dan
ada juga yang menyebutkan pemakaian kortikosteroid (dexametason)
menurut keamanannya untuk ibu hamil umumnya masuk dalam kategori C.
Pemberian dexametason untuk trimester pertama perlu hati-hati karena
dalam percobaan hewan telah ditemukan kortikosteroid (dexametason)
menyebabkan malformasi dalam berbagai bentuk misalnya celah palatum
dan malformasi skeletal. Dalam kasus ini, dexametason diberikan pada
trimester 3 karena untuk mengurangi insidens sindrom gawat napas pada
neonatus, perdarahan intraventrikuler, kematian neonatus dan juga
dibutuhkan oleh ibu dalam proses melahirkan. Namun juga tetap harus
waspada bila obat ini tetap diberikan karena kemungkinan menyebabkan
terjadinya gangguan pertumbuhan / perkembangan janin dan juga karena
obat ini masuk dalam kategori C. Penggunaan obat ini juga harus dihindari
pemakaiannya bersama dengan preparat diuretik (seperti pada kasus ini)
karena akan menyebabkan terjadi hipokalemia yang berat.(21,23)
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut diatas, dimana pada tabel
8 yaitu semua pasien ibu hamil yang dirawat inap di RSIA Pertiwi
42
Makassar pemberian obatnya ada yang aman dan tidak aman yang
didasarkan pada kategori keamanan obat menurut FDA, dimana dari
berbagai obat yang diberikan dengan penegakan diagnosa yang berbeda-
beda, yaitu hiperemesis gravidarum, abortus imminens, preeklampsia, dan
eklampsia dengan jumlah ibu hamil yang dirawat inap sebanyak 30 orang,
diperoleh data bahwa untuk obat-obat yang diberikan pada semua pasien
tersebut untuk kategori A sebanyak 16,11%, kategori B 71,11%, kategori C
10,00% dan kategori D 2,78%.
Jadi, pemberian obat untuk ibu hamil yang dirawat inap di RSIA.
Pertiwi Makassar masih dalam kategori aman yaitu kebanyakan pemberian
obatnya berada pada kategori B meskipun ada beberapa obat yang
diberikan masih ada dalam kategori C dan D, dimana hal ini dapat
berakibat buruk pada janin yang di kandung sehingga hal ini merupakan
suatu kesalahan dalam memberikan pengobatan tapi beberapa obat yang
ada dalam kategori C dan D, harus diberikan pada ibu hamil karena hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa obat tersebut hanya diberikan jika
manfaat yang diperoleh lebih besar daripada resiko yang mungkin terjadi
pada janin.
43
BAB VPENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
Pemberian obat yang berdasarkan kategori keamanan obat menurut
Food Drug and Administration (FDA) pada semua pasien ibu hamil
yang di rawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pertiwi
Makassar dari bulan Juni sampai Agustus 2009,yaitu :
1. Sebanyak 29 (16,11%) berada pada kategori A, 128 (71,11%)
berada pada kategori B, 18 (10,00%) berada pada kategori C dan
5 (2,78%) berada pada kategori D.
2. Pemberian obat pada ibu hamil lebih banyak berada dalam
kategori aman A dan B.
V.2. Saran
44
Pemakaian kombinasi obat sedapat mungkin dihindari, terutama
kombinasi obat yang kemungkinan memberikan efek adiktif atau
potensiasi terhadap timbulnya pengaruh buruk sehingga dapat berakibat
buruk pada janin yang di kandung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2009, Obat-Obat yang Berpengaruh Pada Kehamilan, http://medlinux .blogspot.com, diakses 10 September 2009.
2. Pearce, Evelin.2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia. Jakarta. 264-265
3. Aslam, M., dkk., 2003. Farmasi Klinis. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.177-183
4. Direktorat Bina farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu hamil dan Menyusui. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 3
5. Karindo, A. 2009. Ibu Hamil dan Obat-obatan. http://medicastore.com, diakses 26 agustus 2009.
6. Rambulangi, J. 2003. Penanganan Pendahuluan Prarrujukan Penderita Preekslampsia Berat dan Ekslampsia, http://www.kalbe.co.id /cdk, Diakses 24 Agustus 2009.
7. Hidayati Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis, Penerbit Salemba Medika. Surabaya. 9-11,65-71,77.
8. Winkjosastro, H,. 2005. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 125-126.
45
9. Mutschler, E,. 1991. Dinamika Obat Ed V. Terjemahan oleh Widianto, dkk. Penerbit ITB. Bandung. 367-371.
10.Dipiro, J.T., dkk., 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Sixth Edition. The McGraw-Hill Companies. 1426.
11.Katzung, B.G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Alih bahasa oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta. 609-630.
12.Aslam M., dkk., 2003. Farmasi Klinik. Penerbit PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia Jakarta. 181-182.
13.Tjay, T.H., dkk., 2001, Obat-obat Penting Edisi V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 364,368,525,641-642,664-665.
14.Anonim. 2009. Rentang Masa Subur. http://shofarositaa.multiply.com, diakses 28 Desember 2009.
15.Anonim. 2009. Gangguan saat Kehamilan. www.sehatalami.info, diakses 28 Desember 2009.
16.Bandiyah Siti. 2009. Kehamilan, Persalinan, dan Gangguan Kehamilan. Penerbit Nuha Medika. 45,62-65.
17.Mycek, J.,M., dkk., Farmakologi Ulasan Bergambar. Penerbit Widya Medika. 89-90.
18.Rubin Peter. 2000. Peresepan untuk Ibu Hamil. Penerbit Hipokrates. 27,69,110-112.
19.Ganiswarna, S., G., 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Hasanuddin Jakarta. 463.
20.Varney Helen, dkk., 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 645.
46
21.Derek L., J., 2002. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Hipokrates. 115-116.
22.Murti Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Penerbit Gadjah Mada University. 2, 68-69,89.
23.Djuanda A., 2009. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. PT., Info Master. Jakarta.
47
SKEMA KERJA
Pasien RSIA. Pertiwi Makassar
Pasien Rawat Jalan Pasien Rawat Inap
Laki-lakiWanita
Hamil Tidak Hamil
Rekam Medik Bulan Juni-Agustus 2009
Analisis Keamanan Pemberian Obat
Berdasarkan FDAKategori A, B, C, D, X
Profil pengobatan
48
Tabel 4. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni-Agustus 2009
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori keamanan JumlahA B C D X
1Ny. “SP” Trimester 1 (23 Thn)
Infus Kaen MG 3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Antasida Sirup V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6
V 1
Metclopramide injeksi dan Tablet V 1
2Ny. “AS” Trimester 1(33 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Curcuma Tablet V 1Ondansetron Injeksi dan Tablet V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Metoklopramid tab V 1Ranitidin Injeksi V 1Klordiazepoksida, Klidinium Bromida Tablet
V 1
3Ny. “DN” Trimester 1 (26 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1RingerLaktat V 1Ranitidin Injeksi V 1
49
Metoclopramid Injeksi V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Luminal Tablet V 1
4Ny. “IR” Trimester 1 (39 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1RingerLaktat V 1Antasida Sirup V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Metoclopramid Tablet V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
5Ny. “NW” Trimester 1 (33 Thn
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1RingerLaktat V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
6Ny. “ID” Trimester 1 (49 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Ranitidin Injeksi V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Metclopramide injeksi dan Tablet V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6
V 1
7 Ny. “FI” Infus Kaen MG3 V 1
50
Trimester 1 (26 Thn)
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Curcuma Tablet V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Amoxicillin Tablet V 1Meloxicam V 1Papaverin Tablet V 1Asam Folat Tablet V 1
8Ny. “DI” Trimester 1 (20 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Ranitidin Injeksi V 1Metoclopramid Tablet V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
9Ny. “PR” Trimester 1 (19 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Curcuma Tablet V 1Klorpromazin Tablet V 1
10 Ny. “HI” Trimester 1 (27 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
51
Curcuma Tablet V 1Nifedipin Tablet V 1Bisacodil V 1Antasida Sirup V 1
11 Ny. “NJ” Trimester 1 (30 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6
V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
12Ny. “ZK” Trimester 1 (16 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Ranitidin Tablet V 1Antasida Sirup V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6
V 1
Klorpromazin V 1Metclopramide injeksi dan Tablet V 1
13Ny. “HS” Trimester 1 (34 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Pyrathiazine Theoclate dan Vit.B6
V 1
Metoclopramid V 1
52
Injeksi
14Ny. “EP” Trimester 1 (23 Thn)
Infus Kaen MG3V 1
Infus PanAmin G V 1Dextrose V 1Ringer Laktat V 1Simethicon, Mg(OH)2, Al(OH)3 Sirup
V 1
Vit.B1, Vit.B6, dan Vit.B12 Injeksi V 1
Ranitidin Injeksi V 1Curcuma Tablet V 1
JUMLAH 24 88 5 1 - 118
PERSENTASE 20,33
74,58 4,24 0,85 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
Tabel 5. Distribusi Pemberian obat Pada Pasien Abortus Imminens Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni-Agustus 2009
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori Keamanan Jumlah
A B C D X
1Ny. “VR” Trimester 2 (23 Thn)
Infus Ringer Lactat V 1
Ampisillin Injeksi V 1Besi (II) Glukonat, Mangan (II) Sulfat, Tembaga (II) Sulfat, Vit. C, Asam Folat, Vit B12, Sorbitol
V 1
53
Lactulose V 1Tranexamic Tablet V 1
Dydrogesterone Tablet
V 1
2Ny. “DB” Trimester 1 (21 Thn)
Infus Ringer Lactat V 1
Cefotaxim Injeksi V 1
Ampisillin Injeksi V 1Besi (II) Glukonat, Mangan (II) Sulfat, Tembaga (II) Sulfat, Vit. C, Asam Folat, Vit B12, Sorbitol
V 1
Ferro Sulfas V 1
3Ny. “MI” Trimester 1 (42 Thn)
Allilestrenol Tablet V 1
Asam Mefenamat V 1
Tranexamic Tablet V 1
Cefadroxil Kapsul V 1
Metronidazol Tablet V 1
4Ny. “IS” Trimester 2 (25 Thn)
Amoxicillin Tab V 1
Allilestrenol Tablet V 1
Asam Folat V 1Ferro Sulfas V 1
5Ny. “SM” Trimester 1 (29 Thn)
Ringer Laktat V 1
Dextrose V 1Cefotaxim V 1
JUMLAH 5 15 - 3 - 23
PERSENTASE 21,74
65,22 - 13,0
4 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
54
Tabel 6. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien Preeklampsia Berat Berdasarkan Kategori Keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni-Agustus 2009
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori Keamanan JumlahA B C D X
1Ny. “ IB” Trimester 3 (31 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
55
Nifedipin V 1
2Ny. “DI” Trimester 3 (25 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Nifedipin V 1Injeksi Dexametason V 1
3Ny. “ZU” Trimester 3 (38 Thn)
Injeksi MgSO4 40% V 1
Nifedipin V 1Injeksi Dexametason V 1
4Ny. “MO” Trimester 3 (23 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1
5Ny. “RJ” Trimester 3 (34 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Injeksi Dexametason V 1
Nifedipin V 1Cefotaxime V 1
6Ny. “BS” Trimester 3 (25 Thn)
Injeksi MgSO4 40% V 1
Nifedipin V 1Cefotaxime V 1
7Ny. “QA” Trimester 3 (24 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Nifedipin V 1
JUMLAH - 13 9 - - 22
PERSENTASE - 59,09 40,91 - - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
56
Tabel 7. Distribusi Pemberian Obat Pada Pasien Eklampsia Berdasarkan Kategori keamanan Obat Menurut FDA Periode Juni – Agustus 2009
No Nama Pasien Pemberian Obat Kategori Keamanan JumlahA B C D X
1Ny. “DM” Trimester 3 (23 Thn)
Injeksi MgSO4 40% V 1
Nifedipin V 1Injeksi Diazepam V 1Injeksi Dexametason V 1
Injeksi Furosemid V 1Cefotaxim V 1
2Ny. “VK” Trimester 3 (25 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Injeksi Cefadroxil V 1
3 Ny. “LS” Trimester 3 Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1Nifedipin V 1Injeksi Dexametason V 1
Curcuma V 1Clonidin V 1
4Ny. “OT” Trimester 3 (20 Thn)
Infus Ringer Laktat V 1
Injeksi MgSO4 40% V 1JUMLAH - 12 4 1 - 17
PERSENTASE - 70,59
23,53 5,88 - 100
Sumber Data : Data Sekunder 2009
57
Tabel 8. Distribusi Jumlah Pasien Ibu Hamil Yang Dirawat Inap Dengan Jumlah Pemberian Obat Berdasarkan Kategori Keamanan Obat FDA Periode Juni-Agustus 2009
No Nama Pasien Kategori Keamanan JumlahA B C D X
1Ny. “SP” Trimester 1 (23 Thn)
3 5 8
2Ny. “ AS” Trimester 1 (33 Thn)
1 9 1 11
3Ny. “DN” Trimester 1 (26 Thn)
1 7 1 9
4Ny.”IR” Trimester 3 (39 Thn)
2 6 8
5Ny. “NW” Trimester 2 (33 Thn)
1 4 5
6Ny. “ID” Trimester 1 (20 Thn)
2 7 9
7Ny. “FI” Trimester 1 (26 Thn)
2 8 1 11
8Ny. “DI” Trimester 1 (20 Thn)
1 7 8
9Ny. “PR” Trimester 1 (19 Thn)
1 5 1 7
10Ny. “HI” Trimester 2 (27 Thn)
2 6 1 9
11Ny. “NJ” Trimester 1 (30 Thn)
2 5 7
12Ny. “ZK” Trimester 1 (16 Thn)
3 7 1 11
58
13Ny. “HS” Trimester 1 (34 Thn)
2 5 8
14Ny. “EP” Trimester 1 (23 Thn)
1 7 8
15Ny. “VR” Trimester 2 (23 Thn)
1 4 1 6
16Ny. “DB” Trimester 1 (21 Thn)
2 3 6
17Ny. “MI” Trimester 1 (42 Thn)
4 1 5
18Ny. “IS” Trimester 2 (25 Thn)
2 1 1 4
19Ny. “SM” Trimester 1 (29 Thn)
3 3
20Ny. “IB” Trimester 3 (31 Thn)
1 1 2
21Ny. “DI” Trimester 3 (25 Thn)
2 2 4
22Ny. “ZU” Trimester 3 (38 Thn)
1 2 3
23Ny. “MO” Trimester 3 (23 Thn)
2 2
24Ny. “RJ” Trimester 3 (34 Thn)
3 2 5
25Ny. “BS” Trimester 3 (25 Thn)
2 1 3
26Ny. “QA” Trimester 3 (24 Thn)
2 1 3
27Ny. “DM” Trimester 3 (23 Thn)
3 2 1 6
28Ny. “VK” Trimester 3 (25 Thn)
3 6
29 Ny. “LS” Trimester 3 4 2 3
59
(30 Thn)
30Ny. “OT” Trimester 3 (20 Thn)
2 2
JUMLAH 29 128 18 5 - 180PERSENTASE 16,11 71,11 10,00 2,78 - 100Sumber Data : Data Sekunder 2009
Lampiran 7. Daftar Kategori Keamanan Obat Pada Kehamilan
No Generik Cara Pemberian Kategori No Generik Cara
Pemberian Kategori
1 Abacavir Oral C 75 Mefenamic Acid Oral
C,D pd trimester 3 atau menjelang persalinan
2 Abciximab Parenteral C 76 Meloxicam Oral
C,D pd trimester 3 atau menjelang persalinan
3 Acarbose Oral B 77 Meprobamat D4 Acetazolamid Oral C 78 Mercatopurin Oral D
5 Aciclovir
OralParenteralOpthalmik
Topikal
BBBC
79 Meropenem Parenteral B
6 Acitretin Oral B 80 Metformin Oral B
7 Albumin Parenteral C 81 Metotrexate OralParenteral
XX
8 Allopurinol Oral C 82 Metoclopramid
OralParenteral
BB
9 Alprazolam Oral D 83 Metildopa OralParenteral
BB
10 AminofilinOral
ParenteralRektal
CCC
84 Methylprednisolon
OralParenteral
CC
85 Metronidazole
OralParenteral
Topikal
BBB
11 Amiodaron OralParenteral
DD 86 Midazolam Oral
ParenteralDD
12 Amitriptilin Oral C 87 Misoprostol Oral X
13 Amoxicilin B 88 Nadolol OralC,D pd trimester 2 & 3
14 Ampisiln Oral B 89 Nalidixic Acid Oral C
15 Asam ascorbet A 90 Neomycin C
16 Aspirin Oral C 91 Nicotinamid C17 Atenolol Oral D 92 Nicotine Oral X
60
Transdermal
D
18 AtropinOpthalmic
OralParenteral
CCC
93 Nifedipin Oral C
94 Nitrofurantoin Oral B
19 Betamethason
OralParenteral
TopikalC & DC & DC & D
95 Norepinefrin C
96 Norfloxacin OpthlmcOral
C;hati-hati terutama pd trimester 1
20 Bisacodyl OralRectal
BB 97 Nystatin
OralTopikalVagina
CCA
21 Bisoprolol Oral C & D 98 Ondasetron OralParenteral
BB
22 Busulfan Oral D 100 Oxazepam D23 Cafein B 101 Oxytocin Parenteral X
24 Calcium B 102 Pantoprazol OralParenteral
BB
25 Cefoxitin Parenteral B 103 Papaverin HCL C
26 Ceftriaxon Parenteral B 104 Paracetamol Oral B
27 Celecoxib Oral C & D 105 Pentobarbiton Parenteral D
28 Cefadroxyl Oral B 106 Pheniramine C
29 Cefotaxim Parenteral B 107 Phenobarbiton Parenteral D
30 Ciprofloxacin Opthalmic C 108 Phenoxybenzamine
OralParenteral
CC
31 Clidinium Bromida C 109 Phenylbutaz
on
C,D pd trimester 3 atau menjelang persalinan
32 ClonidinOral
ParenteralTransdermal
CCC
110 Phenylephrin C
33 Codein OralParenteral
C & DC & D 111 Phenitoin Oral
ParenteralDD
Chloramfenicol
OpthalmicOral
ParenteralC 112 Pilocarpin Pthmc
OralCC
35 Chlordiazepokside
OralParenteral D 113 Pindolol Oral
B,D pd trimester 2 & 3
36 Chlorpromazin
OralParenteral C 114 Pioglitazone Oral C
115 Piperazine Oral B
61
37 Chlorpropamid Oral C 116 Piroxicam Oral
C,D pd trimester 3 atau menjelang persalinan
38 Dapson Oral C 117 Polymyxin B B
39 Dexametason
OpthlmicOral
Parenteral
CC,D pd
trimester 1
118 Potasium Chlorida A
119 Prednison Oral C120 Probenecid Oral C
40 Dextrometorphan
OralC 121 Procainamid Oral
ParenteralCC
41 DiazepamOral
ParenteralRektal
C 122 Progesteron
OralParenteral
RektalVagina
DDDD
42 Diltiazem OralParenteral C 123 Pseudoefedr
in C
43 Diethystilbesterol X 124 Pyridoksin Oral
ParenteralAA
44 Digoxin Oral C 125 Quinapril OralC,D pd trimester 2 & 3
45 Diphenhydramin
OralParenteral
BB 126 Quinidine Oral Parenteral
127 Ramipril OralC,D pd trimester 2 & 3
46 Dopamin Parenteral D 128 Ranitidin OralParenteral
BB
47 Doxazocin Oral C 129 Reserpin C
48 Doxycycline Oral D 130 Rifampicin OralParenteral
CC
49 Enalapril OralC,D pd
trimester 2 & 3
131 RiboflavinA,C jika dosis > US RDA
50 Efedrin C 132 Ritodrine OralParenteral
BB
51 EpinefrinNasal
OpthmicParenteral
CCC
133 Rivastigmin Oral B
52 Ergometrin Parenteral X 134 Rosiglitazone Oral C
53 ErgotaminBukalOral
Rektal
XXX
135 SalbutamolInhalasi
OralParenteral
CCC
54 EstradiolOral
TransdermalVagina
XXX
136 Sildenafil Oral B
137 Sodium bicarbonat C
62
55 Famotidin Oral B 138 Somatostatin Parenteral B56 Fexofenadin Oral C 139 Somatropin Parenteral C
57 Fluconazol OralParenteral
CC 140 Spiramycin
OralRektal
Prenteral
CCC
58 Flunitrazepam D 141
Spironolakton
Oral
C,D jika digunakan utk hipertensi yg diiunduksi oleh kehamilan
60 Fluorouracil ParenteralTopikal
XX 142 Stavudin Oral C
143 Streptokinase Parenteral C
51 Flurazepam Oral X 144 Streptomisin Parenteral D
52 Furosemid OralParenteral
C,D jika digunakan
utk hipertensi
yg diiunduksi
oleh kehamilan
145 Sucralfat Oral B
146 Sulfabenzamid
C,D jika diberikan menjelang akhir kehamilan
147 Sulfametoxazol Oral
C,D jika diberikan menjelang akhir kehamilan
53 Gemfibrozil Oral C 148 Temazepam Oral X
54 GentamisinOptlmc
ParenteralTopikal
CCC
149 Terbinafin OralTopikal
BB
150 TerbutalineInhalasi
OralParenteral
BBB
55 Glibenclamid Oral C 151 Terfenadin Oral C
56 Glucagon Parenteral B 152 Testoteron
OralParenteral
TopikalTransderm
al
XXXX
57 Glyceryl trinitrat
LingualTransdermal
CC 153 Tetrasiklin
OpthlmcOral
Topikal
DDB
58 Guanetidin Oral C 154 Theophylin OralParenteral
CC
63
59 Haloperidol OralParenteral
CC 155 Thiopental
SodiumParenteral
TopikalCC
60 Heparin Parenteral C 156 ThiamineA,C jika dosis > US RDA
51 HCT
B,D jika digunakan
utk hipertensi yg
diiunduksi oleh
kehamilan
157 Ticarsilin Parenteral B
158 Tioconazol Vagina C
159 Tioguanine Oral D
52Hydroxyprogesteron Caproate
Parenteral D 161 Tolazamid Oral C
162
TramadolOral
ParenteralCC
53 Hyoscyamin C 163 Tranexamid Acid
OralParenteral
BB
54 Ibuprofen Oral
B,D pd trimester 3
atau menjelang persalinan
164 Tretionin OralTopikal
DC
165 Triamteren Oral
C,D jika digunakan utk hipertensi yg diinduksi oleh kehamilan
55 Imipramin OralParenteral
DD 166 Triazolam Oral X
167 Trimetorpin Oral C56 Insulin Parenteral B 168 Triptorelin Parenteral X
57 INH OralParenteral
CC 169 Uracil D
58 Itraconazol OralParenteral
CC 170 Urea C
171 Urokinase Parenteral B
59 Kanamycin OralParenteral
DD 172 Valproic acid Oral
ParenteralDD
60 Ketoconazole
OralTopikal
CC 173 Valsartan Oral
C,D pd trimester 2 & 3
61 Ketoprofen Oral
B,D pd trimester 3
atau menjelang persalinan
174 Vancomysin OralParenteral
BC
64
62 Lactulosa Oral B 175 Vasopresin Parenteral B
63 Lanzoprazol Oral B 176 Verapamil OralParenteral
CC
64 Leflunomid Oral X 177 Vidarabin Opthlmc C65 Levedopa Oral C 178 Vinblastin Parenteral D66 Loperamida Oral B 179 Vincristin Parenteral D
67 Loratadin Oral B 180 Vitamin DA,D jika dosis > US RDA
68 Lorazepam OralParenteral
DD 181 Vitamin E
A,D jika dosis > US RDA
69 Losartan OralC,D pd
trimester 2 & 3
182 Vitamin K1 C
70 Lovastatin Oral X 183 Walfarin Oral X
71 Magnesium carbonat B 184 Zafirlukast Oral B
72 Magnesium sulfat B 185 Zidovudin Oral
ParenteralCC
73 Mannitol Parenteral C 186 Ziprasidone Oral C74 Mebendazol Oral C 187 Zolmitriptan Oral C
Sumber Data : Standar Pelayanan Obat Menurut FDA
Keterangan :Kategori AStudi kontrol untuk menunjukan resiko pada fetus di trimester pertama gagal
(tidak ada bukti resiko pada trimester berikutnya) kemungkinan aman pada
fetus
Kategori BPada studi reproduksi hewan tidak dapat menunjukkan resiko pada fetus,
pada studi kontrol wanita hamil / studi reproduksi hewan tidak menunjukan
efek samping (selain dari penurunan fertilitas) yang tidak dikonfimasikan pada
studi kontrol wanita hamil pada trimester pertama (tidak ada bukti pada
trimester berikutnya)
65
Kategori CStudi pada hewan menunjukan efek samping pada fetus (teratogenik) /
embriosidal atau yang lainnya, tetapi belum ada studi kontrol pada wanita
hamil, obat harus diberikan hanya jika keuntungan lebih besar dari resiko
pada fetus.
Kategori DTerdapat bukti adanya resiko kejadian malformasi janin pada manusia atau
menyebabkan kerusakan pada janin yang tidak dapat membaik lagi
(ireversibel) tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi
besarnya resiko (misalnya jika obat perlu digunakan untuk mangatasi kondisi
yang mengancam jiwa atau penyakit serius bilamana obat yang lebih aman
tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Kategori XStudi pada hewan atau manusia telah menunjukan ketidaknormalan fetus/
terdapat bukti terhadap resiko fetus berdasarkan pengalaman manusia/
keduanya, penggunaan obat terhadap wanita hamil tidak ada
keuntungannya. Obat ini kontraindikasi dengan wanita hamil.
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1. Skema Kerja............................................................................... 49