Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU
MEROKOK SISWA SMK ‘X’ TEKNIK PEMESINAN
SALATIGA
OLEH
ANTON SETIONO
80 2014 099
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU
MEROKOK SISWA SMK ‘X’ TEKNIK PEMESINAN
SALATIGA
Anton Setiono
Doddy Hendro Wibowo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan
perilaku merokok SMK „X‟ Teknik Pemesinan Salatiga. Subyek dalam penelitian
ini sebanyak 75 siswa Teknik Pemesinan SMK ‟X‟ Salatiga. Teknik sampling
yang digunakan ialah purposive. Kontrol diri diukur dengan menggunakan alat
ukur SCS yang dikembangkan oleh Tangney (2004). Perilaku merokok diukur
dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Armstrong (2008).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Dari hasil analisa
data diperoleh hubungan (r) sebesar -0.486 dengan sig 0,000 (p < 0,05) yang
berarti terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan
perilaku merokok pada siswa SMK „X‟ Teknik Pemesinan Salatiga. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan korelasi negatif antara kontrol diri
dengan perilaku merokok. Semakin tinggi kontrol diri, maka semakin rendah
perilaku merokok pada subyek.
Kata kunci : kontrol diri, perilaku merokok
ii
Abstract
This study aims to determine the correlation between self-control and smoking
behavior of the SMK 'X' Machining Technique of Salatiga. Subjects in this study
were 75 students of SMK X 'Salatiga Mechanical Engineering. The sampling
technique used is purposive. Self-control was measured using SCS measuring
instruments developed by Tangney (2004). Smoking behavior was measured using
a measuring instrument developed by Armstrong (2008). The research method
used is method correlational. From the results of data analysis obtained a
relationship (r) of -0.486 with sig 0,000 (p <0.05), which means that there is a
significant negative relationship between self-control and smoking behavior in
students of SMK 'X' Machining Engineering at Salatiga. The results of this study
indicate a negative correlation between self-control and smoking behavior. The
higher self-control, the lower smoking behavior on the subject.
Keywords: self-control, smoking behavior
1
PENDAHULUAN
Kebiasaan merokok meluas di hampir semua kelompok masyarakat di
Indonesia dan cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja.
Dampak yang muncul jika remaja merokok adalah kecanduan, remaja yang
merokok menjadi kecanduan terhadap nikotin, saat ia memutuskan untuk berhenti
merokok, maka gejala seperti depresi, insomnia, mudah marah dan masalah
mentalnya bisa berdampak negatif (Stikes, 2015).
Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin
meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan
meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan
mereka mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal, 1980). Smet (dalam
Komasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa usia pertama kali merokok pada
umumnya berkisar antara 11-13 tahun dan pada umumnya individu pada usia
tersebut merokok sebelum berusia 18 tahun.
Data WHO menyebutkan bahwa terdapat 1,3 milyar perokok di dunia dan
sepertiganya berasal dari populasi global yang berusia 15 tahun keatas. Indonesia
saat ini menduduki peringkat keempat dunia sebagai bangsa yang jumlah
penduduknya paling gemar merokok yaitu sekitar 140 juta orang setiap harinya
mengkonsumsi tembakau. Dilihat dari dampaknya terhadap kesehatan, merokok
merupakan perilaku yang merugikan pada kesehatan, namun kenyataannya
perilaku merokok malah semakin meningkat dari hari ke hari. Banyak riset yang
mengungkapkan, bahaya asap rokok terhadap aspek biologis dan kimiawi tubuh
manusia (WHO information series on school health). Remaja yang merokok sejak
remaja awal, memiliki resiko lebih besar mengalami penyakit yang berhubungan
2
dengan rokok. Perilaku merokok di kalangan remaja harus dikurangi, untuk
mencegah penyakit yang berhubungan dengan rokok, karena remaja yang sedang
mencari identitas diri, sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang
baik (Stavrou, 2003).
Caldwell (2001) mengatakan bahwa setiap kali menghisap batang rokok,
akan menghisap pula 45 jenis bahan kimia beracun yang membahayakan tubuh
manusia. Rokok juga dapat mempertinggi resiko seseorang untuk terkena kanker
paru-paru, serangan jantung, stroke, kanker mulut dan tenggorokan (Armstrong
dalam Nasution, 2007). Selain itu, rokok dapat menimbulkan perasaan takut,
gemetar, risau, bimbang, resah, melemahkan akal, mengurangkan nafsu makan,
menguningkan wajah dan gigi, menyempitkan pernapasan, menjadikan manusia
malas dan lemah, dll. Rokok juga mempunyai dampak yang buruk terhadap
kesehatan reproduksi pria, selain mengurangi mutu sel sperma dan menurunkan
kemampuannya untuk membuahi sel telur, rokok juga dapat merusak organ
reproduksi pria seperti testis dan merusak spermatogenesis. Rokok juga berbahaya
bagi kesuburan wanita. Wanita perokok berisiko mengalami menopause (berhenti
menstruasi) dini, dengan komplikasi berupa osteoporosis dan penyakit jantung
(Tandra, 2003). Selain itu, merokok bisa meningkatkan risiko infertilitas
(ketidaksuburan), karena kerusakan serviks dan saluran indung telur,
menyebabkan aborsi spontan, dan bahkan mempersulit kemungkinan memperoleh
anak melalui program bayi tabung. Kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan
timbulnya kecacatan pada janin dan gangguan dalam perkembangannya (Davison
& Neale, 1990).
3
Perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam
tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong dalam Nasution, 2007).
Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Nasution, 2007), yang
menyebutkan ada 3 aspek: 1.) intensitas merokok, 2.) fungsi merokok, 3.) waktu
merokok. Perilaku merokok merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
berupa membakar dan menghisap serta menimbulkan asap yang dapat terhisap
oleh orang-orang disekitarnya (Lestari & Purwadani, 2012).
Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk menentukan
perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di
masyarakat agar mengarah pada perilaku positif (Tangney, 2012). Mekanisme
yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku adalah kontrol diri,
kontrol diri pada tiap individu tidaklah sama. Menurut Widiana (2004) terdapat
individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan individu yang memiliki
kontrol diri yang rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan perilaku merokok,
ialah karena ketidakmampuan dalam mengontrol diri. Kontrol diri memiliki 4
aspek: 1) control over thoughts, yaitu kemampuan dari individu untuk
mengendalikan pikiran sehingga menghasilkan sikap yang positif atau mengarah
kepada perilaku yang objektif. 2) emotional control, yaitu kemampuan individu
untuk mengendalikan diri serta bertindak secara bijak terhadap setiap dorongan
hati negatif yang muncul secara tiba-tiba. 3) impulse control, yaitu kemampuan
individu untuk memiliki kesadaran diri emosi dalam hubungan dengan diri sendiri
maupun dengan orang lain. 4) performance regulation, yaitu kemampuan individu
untuk bisa bekerja atau mengerjakan sesuatu dengan teratur. Melakukan segala
sesuatu dengan baik, tidak mudah terpengaruh perkataan oranglain.
4
Hasil penelitian sebelumnya oleh Runtukahu (2015), dengan judul
Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Merokok Kalangan Remaja Di SMKN 1
Bintung, dengan hasil adanya hubungan yang signifikan antara kontrol diri
dengan perilaku merokok. Hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh
Ramdhani (2013), dengan judul Hubungan Antar kontrol Diri Dan Kepatuhan
Terhadap Aturan Sekolah Dengan Perilaku Merokok Siswa SMK 3 Tanah Grogot
dengan hasil adanya hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada
siswa kelas XI SMK Negeri 3 Tanah Grogot. Hasil penelitian serupa sebelumnya
oleh Ratna (2015), dengan judul Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku
Merokok Di Pondok Pesantren, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan korelasi negatif yang signifikan pada kontrol diri dengan
perilaku merokok. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan Purnadewi (2013),
dengan judul Self-control dengan need for smoking pada remaja SMA di Jakarta,
menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara self-control dengan
need for smoking ditunjukan dengan banyaknya partisipan dengan tingkat need for
smoking yang rendah.
Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Merokok
Remaja adalah masa yang sangat menyenangkan, di mana anak remaja
sangat memerlukan pendamping dalam menentukan masa pertumbuhan. Menurut
Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-13 tahun.
Menurut Erickson (1971) masa remaja adalah krisis identitas atau pencarian
identitas diri. Gagasan Erickon ini dikuatkan oleh James Marica yang menentukan
bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/
confussion, moratorium, foreclosure, and identity achieved (Santrock, 2003).
5
Pada masa ini remaja sedang mengalami pencarian identitas, remaja harus
memiliki kontrol diri yang kuat supaya dapat melewati masa krisis identitas.
Kontrol diri merupakan kemampuan individu melakukan perilakunya berdasarkan
standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat agar mengarahkan
pada perilaku yang positif Tangney (2004). Remaja yang memiliki kontrol diri
yang baik akan menggunakan kebebasan itu untuk mengembangkan kemampuan
personalnya, mereka dapat mengendalikan sikap emosi dan pikirannya agar
menghasilkan perilaku yang positif. Banyak fenomena kenakalan remaja yang
terjadi di sekolah, salah satunya adalah perilaku merokok, perilaku merokok dapat
didefinisikan sebagai aktifitas subyek yang berhubungan dengan perilaku
merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi
merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).
Remaja yang tidak bisa mengendalikan dirinya, hanya akan memikirkan
kesenangan dirinya sendiri. Padahal sudah jelas jika di setiap sekolah memiliki
peraturan bahwa siswa di larang merokok pada saat jam sekolah. Penelitian yang
di lakukan oleh Ramdhani (2013), mengatakan bahwa kontrol diri dan kepatuhan
terhadap peraturan sekolah memiliki hubungan dengan perilaku merokok pada
siswa SMK 3 Tanah Grogot. Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa kontrol diri
mempengaruhi perilaku merokok.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian yang
berjudul hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada siswa SMK
„X‟ Teknik Pemesinan Salatiga. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah terdapat
hubungan negatif antara kontrol diri dan perilaku merokok. Tingkat kontrol diri
akan menentukan perilaku merokok pada remaja, semakin tinggi kontrol diri
6
seseorang maka semakin rendah perilaku merokok, begitu pula sebaliknya. Jika
tingkat kontrol dirinya rendah maka perilaku merokok tinggi.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
korelasional yaitu penelitian yang bersifat menghubungkan dua atau lebih variable
(Azwar, 2010).
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat
yaitu:
1. Variabel bebas/ independent variable (X) : Kontrol diri
2. Variabel terikat/ dependent variable (Y) : Perilaku merokok
Subyek Penelitian
Tabel 1.1 subyek penelitian
Usia Jumlah subyek Presentase
16 Tahun 10 siswa 13.33%
17 Tahun 65 siswa 86.67%
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa teknik pemesinan SMK
„X‟ Salatiga yang berjumlah 150. Sedangkan teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu teknik pengamblan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016). Kriteria subyek yang ditetapkan yaitu
siswa kelas 11 teknik pemesinan yang merokok. Kriteria subyek tersebut
7
ditetapkan dengan maksud untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Roscoe (dalam Sugiyono, 2016) menyarankan tentang ukuran sampel
untuk penelitian korelasional sejumlah minimal 30 dan maksimal 500 subjek.
Maka dalam penelitian ini, sampel yang ditetapkan berjumlah 75 siswa
Instrumen Pengambilan Data
1. Skala Kontrol Diri
Tabel 1.2 Reliabilitas Skala Kontrol Diri
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.852 .849 14
Di dalam penelitian ini, variabel kontrol diri diukur menggunakan alat
ukur SCS yang dikembangkan oleh Tangney (2004). Alat ukur tersebut berisi 17
aitem dari 5 dimensi. Alat ukur dibuat menggunakan metode skala Likert dengan
4 kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai
(TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Uji daya diskriminasi aitem menggunakan
standar 0.25 (Azwar, 2008). Berdasarkan hasil uji daya diskriminasi aitem,
menghasilkan 14 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang baik melalui 2x
putaran penghitungan. Hasil uji reliabilitas menghasilkan nilai α = 0.852 yang
berarti sangat reliabel.
8
2. Skala Perilaku merokok
Tabel 1.3 Reliabilitas Skala Perilaku Merokok
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.884 .879 25
Di dalam penelitian ini, variabel perilaku merokok diukur menggunakan
alat ukur yang di kembangkan oleh Armstrong (dalam Nasution, 2008). Alat ukur
tersebut berisi 28 aitem dari 3 aspek. Alat ukur dibuat menggunakan metode skala
Likert dengan 4 kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Uji daya diskriminasi aitem
menggunakan standar 0.25 (Azwar, 2008). Berdasarkan hasil uji daya
diskriminasi aitem, menghasilkan 25 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang
baik melalui 2x putaran penghitungan. Hasil uji reliabilitas menghasilkan nilai α =
0.884 yang berarti sangat reliabel.
Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kontrol diri
dengan perilaku merokok adalah korelasi Pearson product moment. Dalam
penelitian ini, analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0.
9
HASIL
Analisis Deskriptif
Kategori dibagi menjadi 4 yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat
rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi
dengan skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.
Dari perhitungan memakai rumus tersebut, maka didapatkan hasil seperti
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.4 Kategorisasi Kontrol Diri
Interval Kategori Frekuensi % Mean St. Dev
45.5 ≤ X < 56 Sangat Tinggi 2 3%
34.84 5.57
35 ≤ X < 45.5 Tinggi 32 43%
24.5 ≤ X < 35 Rendah 38 51%
14 ≤ X < 24.5 Sangat Rendah 3 4%
Tabel 1.5 Kategorisasi Perilaku Merokok
Interval Kategori Frekuensi % Mean St. Dev
81.25 ≤ X < 100 Sangat Tinggi 15 20%
73.27 11.61
62.5 ≤ X < 81.25 Tinggi 50 67%
43.75 ≤ X < 62.5 Rendah 10 13%
25≤ X < 43.75 Sangat Rendah 0 0%
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata kontrol diri pada
siswa SMK “X” teknik pemesinan Salatiga sebanyak 34,84 dengan presentase
10
51% dan masuk dalam kategori rendah. Sedangkan rata-rata perilaku merokok
siswa SMK “X” teknik pemesinan Salatiga sebanyak 73,27 dengan presentase
67% dan masuk dalam kategori tinggi.
Diagram 1.6 Usia Mulai Merokok
Dari diagram di atas, dapat diketahui bahwa subyek yang mulai merokok
pada umur 11 tahun sebanyak 8%, 12 tahun sebanyak 6,67 %, 13 tahun sebanyak
17,33%, 14 tahun sebanyak 40%, 15 tahun sebanyak 17,33%, dan 16 tahun
sebanyak 10,67%.
Diagram 1.7 Jumlah Rokok yang Dihabiskan per Hari
8% 6.67%
17.33%
40%
17.33%
10.67%
11 tahun
12 tahun
13 tahun
14 tahun
15 tahun
16 tahun
13.33%
57.33%
24%
5.33% Kurang dari 1 bungkus
1 bungkus
2 bungkus
Lebih dari 2 bungkus
11
Diagram di atas dapat diketahui juga subyek yang menghabiskan kurang
dari 1 bungkus per hari sebanyak 13,33%, 1 bungkus sebanyak 57,33%, 2
bungkus sebanyak 24%, dan lebih dari 2 bungkus sebanyak 5,33%.
Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Tabel 1.8 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PM KD
N 75 75
Normal Parametersa Mean 73.27 43.64
Std. Deviation 11.614 7.665
Most Extreme Differences Absolute .171 .112
Positive .088 .112
Negative -.171 -.059
Kolmogorov-Smirnov Z 1.480 .973
Asymp. Sig. (2-tailed) .025 .299
Pada tabel di bawah terdapat hasil uji normalitas dengan kolmogorov-
Smirnov Test. Pada variabel kontrol diri, menunjukan nilai K-S-Z sebesar 1.480
dengan nilai sign.= 0.025 (p<0.05) yang berarti variabel kontrol diri tidak
berdistribusi normal, variabel berikutnya perilaku merokok, menunjukan K-S-Z
sebesar 0,973 dengan nilai sign 0,299 (p>0,05). Yang berarti berdistribusi normal.
12
b. Uji Linearitas
Tabel 1.9 ANOVA Table
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
PM *
KD
Between
Groups
(Combined) 4030.005 27 149.259 1.179 .304
Linearity 308.887 1 308.887 2.440 .125
Deviation from
Linearity 3721.118 26 143.120 1.130 .349
Within Groups 5950.662 47 126.610
Total 9980.667 74
Selanjutnya dilakukan pengujian linearitas pada variabel kontrol diri dan
variabel perilaku merokok di ketahui nilai F beda sebesar 1.130 dengan nilai sign
= 0,349 (p>0.05). Hasil tersebut menunjukan bahwa antara kedua variabel kontrol
diri dengan perilaku merokok dikatakan liniar.
Uji Hipotesis
Tabel 1.10 Correlations
V1 V2
Spearman's rho V1 Correlation Coefficient 1.000 -.486**
Sig. (1-tailed) . .000
N 75 75
V2 Correlation Coefficient -.486** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 75 75
Uji hipotesis terhadap variabel kontrol diri dengan variabel perilaku
merokok. Hubungan antara kedua variabel kontrol diri dan perilaku merokok diuji
13
dengan menggunakan uji korelasi spearman karena salah satu variabel tidak
berdistribusi normal. Hubungan antara kontrol diri dengan perilaku merokok di
peroleh r = -0,486 dengan nilai sign 0,000 ( p < 0,05 ). Artinya terdapat hubungan
negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku merokok pada siswa
SMK „X„ teknik pemesinan Salatiga.
PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya hubungan negatif yang
signifikan antara kontrol diri dengan perilaku merokok SMK „X‟ Teknik
Pemesinan Salatiga. Artinya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi
perilaku merokok pada siswa SMK „X‟ teknik pemesinan. Sebaliknya, semakin
tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku merokok pada siswa SMK „X‟
teknik pemesinan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ratna (2015) dengan judul Hubungan Kontrol Diri Dengan
Perilaku Merokok Di Pondok Pesantren yang menunjukkan bahwa terdapat
korelasi negatif yang signifikan pada kontrol diri terhadap perilaku merokok.
Tingkat kontrol diri pada siswa SMK „X‟ Teknik Pemesinan Salatiga
berada pada kategori „rendah‟ yaitu 65%. Hal ini menunjukan para siswa SMK
„X‟ Teknik Pemesinan belum memiliki kemampuan untuk mengendalikan
pemikiran (control over thoughts). Mayoritas subyek tidak berpikiran untuk
berhenti merokok dan mereka mengalami kesulitan untuk mengurangi kebiasaan
buruk. Tangney (2004) menjelaskan, individu yang kurang memiliki regulasi
pemikiran cenderung akan terlibat dalam perilaku negatif karena individu tersebut
14
masih belum mengerti konsekuensi jangka panjang mengenai keuntungan atau
kerugian yang didapat.
Siswa SMK „X‟ teknik pemesinan Salatiga kurang memiliki aspek impulse
control dan aspek emotion control yang baik. Aspek impulse control, yaitu
kemampuan individu untuk memiliki kesadaran diri emosi dalam hubungan
dengan diri sendiri maupun dengan orang lain, mereka tidak dapat menahan
keinginan untuk merokok, akhirnya mereka merokok pada saat jam pelajaran di
kantin sekolah. Aspek emotional control, yaitu kemampuan individu untuk
mengendalikan diri serta bertindak secara bijak terhadap setiap dorongan hati
negatif yang muncul secara tiba-tiba, akibatnya mereka merokok tanpa
memperdulikan orang-orang di sekitarnya Tangney (2004). Wilson & MacLean
(2013) menyebutkan bahwa kecanduan merokok dapat disebabkan oleh
pengendalian dorongan yang buruk dan kurangnya rasa empati terhadap
lingkungan sekitar.
Performance regulation, yaitu kemampuan individu untuk bisa bekerja
atau mengerjakan sesuatu dengan teratur, melakukan segala sesuatu dengan baik,
tidak mudah terpengaruh perkataan oranglain. Para siswa yang menjadi subyek
menjawab bahwa mereka seringkali melanggar peraturan merokok di sekolah.
Selain itu, mereka juga kurang dapat melakukan akifitas-aktifitas positif seperti
belajar dan menabung. Hal tersebut menunjukkan kurangnya performance control
yang mereka miliki. Tangney (2004) menyatakan bahwa siswa yang memiliki
kinerja yang baik akan cenderung achievement-oriented, dan tidak melakukan
aktifitas yang negatif.
15
Secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri
dari internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang turut andil terhadap kontrol
diri adalah usia. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka semakin baik
kemampuan mengontrol dirinya. Faktor eksternal yang mempengaruhi kontrol diri
diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua
menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang (Hurlock, 1997).
Orang tua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan
orang tua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila
menyimpang dari yang sudah di tetapkan, maka sikap kekonsistensian ini akan
diinternalisasi anak dan hal itu yang akan menjadi kontrol diri baginya (Ghufron,
2010: 32).
Rendahnya kontrol diri yang dimiliki oleh subjek juga dapat disebabkan
oleh faktor usia. Wang et al. (2014) menyebutkan bahwa kontrol diri akan
menurun pada usia 12 sampai 17 tahun dikarenakan individu sedang mengalami
masa pubertas. Dvorak dan Simons (2009) menemukan bahwa pada masa
pubertas, remaja lebih tertarik pada kehidupan sosialnya seperti berhubungan
dengan lawan jenis, membentuk kelompok/ komunitas, atau menemukan
pertemanan. Akibatnya tugas-tugas yang lain akan terabaikan. Singkatnya,
penurunan kontrol diri pada usia tersebut merupakan hal yang alamiah dan wajar
terjadi. Penelitian Wills and Stoolmiller (2002) menunjukkan bahwa dukungan
orang tua dapat meningkatkan kontrol diri anak. Kontrol diri yang baik berimbas
pada perencanaan yang matang, penerapan, perhatian terfokus, perilaku
berorientasi tujuan, dan keterampilan pemecahan masalah, sedangkan kontrol diri
yang buruk mencerminkan kecenderungan untuk menanggapi situasi tanpa
16
mempertimbangkan pendekatan atau tujuan seperti ketidaksabaran, kecanduan,
dan kemarahan (Wills, Sandy, & Yaeger, 2000). Para siswa SMK „X‟ Teknik
Pemesinan tidak bisa mengontrol dirinya untuk tidak merokok di lingkungan
sekolahan, siswa lebih memilih untuk merokok di kantin sekolah, hampir semua
siswa di SMK „X‟ Teknik Pemesinan merokok dan hal itu yang membuat
banyaknya perokok di sekolahan tersebut, dan hal itu yang membuat sulit para
siswa untuk berhenti merokok. Banyak siswa yang tidak memperdulikan
peraturan sekolah yang melarang merokok di lingkungan sekolah hal ini juga
membuat sulitnya untuk bisa mengendalikan diri mereka, untuk tidak merokok di
lingkungan sekolah. Saat para siswa tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, dan
kurangnya peraturan yang ada di sekolah tersebut membuat mereka sulit untuk
mengendalikan diri untuk berhenti merokok.
Hasil penelitian ini menguatkan pendapat Santrock (1998) bahwa kontrol
diri mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan perilaku remaja.
Goldfried dan Merbaum (Lazarus, 1976) mendefinisikan kontrol diri sebagai
proses yang menjadikan individu sebagai agen utama dalam memandu,
mengarahkan dan mengatur perilaku utamanya yang dapat membawa ke arah
yang positif. Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada individu yang
satu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol
diri yang tinggi dan ada yang memiliki kontrol diri yang rendah. Remaja yang
memiliki kontrol diri tinggi pada umumnya masih dapat mengontrol dorongan-
dorongan yang ada dalam dirinya, sehingga mampu mengendalikan perilaku
merokoknya tetap rendah. Begitu pula sebaliknya remaja yang memiliki kontrol
diri rendah tidak mampu melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk merokok
17
dan secara terus-menerus terjadi peningkatan jumlah rokok yang dihisap tiap hari,
tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan, baik
terhadap dirinya sendiri, ataupun orang-orang di sekitarnya (Ray, 1983).
Kemudian perilaku merokok pada siswa SMK „X‟ Teknik Pemesinan
Salatiga paling banyak pada kategori „tinggi‟ yaitu 73%. Hal ini terlihat dari
banyaknya para siswa tersebut yang merokok dalam kategori tinggi, banyak siswa
yang merokok dalam 1 hari bisa menghabiskan 1-2 bungkus rokok, rata-rata dari
mereka sudah mulai merokok saat usia mereka baru menganjak 12-14 tahun,
mereka merokok saat mengalami permasalahan, karena merokok bisa membuat
suasana hati mereka menjadi lebih baik. Ketagihan rokok yang membuat mereka
menjadi perokok aktif, karena kurangnya perhatian dari keluarga dan juga
kurangnya peraturan yang ada di sekolah mereka, bukan hanya dari itu saja yang
membuat mereka menjadi ketagihan rokok, daerah tempat tinggal mereka juga
memengaruhinya (Lestari, 2012). Secara umum menurut Aritonang (1997)
perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok disebabkan dari beberapa faktor salah satunya dari dalam diri
dan disebabkan faktor lingkungan.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang sudah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan :
1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan
perilaku merokok SMK „X‟ teknik pemesinan salatiga teknik pemesinan
18
2. Kontrol diri pada siswa SMK „X‟ teknik pemesinan Salatiga sebanyak
41,12 dengan presentase 65% dan masuk dalam kategori rendah.
Sedangkan rata-rata perilaku merokok siswa SMK „X‟ teknik pemesinan
Salatiga sebanyak 73,27 dengan presentase 71% dan masuk dalam
kategori tinggi
Saran
Setelah melakukan dan melihat hasil dari penelitian ini, peneliti
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Saran bagi siswa
Siswa yang cenderung memiliki kontrol diri rendah, sebaiknya
belajar untuk meningkatkan self-control agar tidak mudah terpengaruh
oleh teman yang merokok atau berperilaku negatif. Yang pertama siswa
harus memiliki komitmen untuk tidak merokok, yang kedua siswa
sebaiknya dapat memilih teman yang berperilaku positif.
2. Saran bagi sekolah
Pimpinan sekolah agar dapat membimbing siswa untuk
mengurangi perilaku merokok siswa dengan cara melibatkan siswa pada
kegiatan yang positif seperti, olahraga, pramuka, lomba kreatifitas siswa,
harus meperketat peraturan dilarang merokok yang sudah ada.
3. Saran bagi orang tua
Orang tua diharapkan dapat memberikan perhatian lebih pada anak
yang merokok dalam pergaulan agar tetap memiliki teman yang
berperilaku positif, karena orang tua merupakan salah satu faktor yang
juga mempengaruhi kontrol diri.
19
DAFTAR PUSTAKA
Armayati. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Mahasiswa dan
Karyawan terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan
Kampus Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau. Jurnal RAT, 3, 543-550.
Azwar, S. 2004. Validitas dan reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. 2010. Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aritonang, M. E. R. 1997. Fenomena Wanita Merokok. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi UGM.
Caldwell, E. 2001. Berhenti Merokok. Yogyakarta: LKis.
Davison, G.C and Neale, J.M. 1990. Abnormal Psychology. Fifth Edition. New
York: John Wiley & Sons.
Erickson, E. H.1968. identity: Youth and Crisis. New York: Norton.
Goldfried, M. R. & Merbaum, M. 1972. Behavior change through self-control.
Michigan: Holt, Rinehart and Winston.
Ghufron, M. Nur & Rini Risnawita S. (2010). Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Hurlock, E.B, 1997. Perkembangan Anak. Jillid 1. Edisi Keenam (Alih Bahasa
oleh Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih). Jakarta: erlangga.
Komasari D, Helmi A. F (2000). Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada
Remaja. Jurnal Psikologi [serial on the internet]. [cited 2015 Januari
20];01:38. Available from
:http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perilakumerokok_avin.pdf (Vol, 3.
No, 2)
Kovač, V. B., Rise, J., & Moan, I. S. (2010). From Intentions to Quit to the Actual
Quitting Process: The Case of Smoking Behavior in Light of the TPB.
Journal of Applied Biobehavioral Research, 14, 4, 181–197. Doi:
10.1111/j.1751-9861.2010.00048.x
Lazarus, R.S 1976. Pattern of Adjusment. Third Edition. Tokyo: Mc Graw Hill
Kogakusha, Ltd
Leventhal, H., & Cleary, P. D. (1980). The smoking problem: A review of the
research and theory in behavioral risk modification. Psychological Bulletin,
88, 370-405. Doi: 10.1037/0033-2909.88.2.370
20
Lestari, R., & Purwadani, E. (2012).Perilaku Merokok Pada Remaja SMS/SMK di
Kota dan Luar Kota. Proceeding Temu Ilmiah Naional VIII IPPI, 136-145.
Nasution. 2007, perilaku merokok pada remaja, (Makalah FK. Univ Sumatra
Utara)
Ramdhani. 2013, Penerapan Teknik Kontrol Diri Untuk Mengurangi Konsumsi
Rokok pada Kategori Perokok Ringan. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/viewFile/1693/1791.
Ray, O. S. 1983. Drugs, society, & human behavior 3rd ed. St. Louis: Mosby
Ratna, W. (2015). Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Orangtua dan Kontrol
Diri Remaja terhadap Perilaku Merokok di Pondok Pesantren. Diambil dari
website: http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers
jpkked56b9c227full.pdf
Robert D. Dvorak, Jeffrey S. Simons (2009). Moderation of Resource Depletion
in the Self-Control Strength Model: Differing Effects of Two Modes of Self-
Control, Journal of Personality. Doi.org/10.1177/0146167208330855
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Stikes. 2015. Bahaya Merokok Usia Remaja. Makalah stikes, http://www.stikes-
bth.ac.id/berita-185_bahaya-merokok-untuk-usia-remaja-.html
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Santrock, J. W. 1998. Adolescence. (7nd Ed). Washingthon, DC: Mc Graw Hill.
Stavrou, E. T., Georgiou, M., & Stylianidou, E. (2003). Understanding Youth
Smoking Behavior through Modeling the Smoking Decision Process:
Lessons Learned From a Developing Country. Journal of Applied Social
Psychology, 33, 1190–1211. Doi: 10.1111/j.1559-1816.2003.tb01945.x
Tandra, H. 2003. Merokok dan Kesehatan.
http://www.kompas.co.id/kesehatan/news/0306/30/105012.htm.
Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High self-control
predicts good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal
success. Journal of Personality, 72, 271-322. Doi: 10.1111/j.0022-
3506.2004.00263.x
Taufik, A. P. (2014). Hubungan antara kotrol diri dengan delikuen pada remaja
SMA NEGERI 1 Polanharjo. Diambil dari website:
http://eprints.ums.ac.id/28890/12/02._Naskah_Publikasi.pdf
21
Ulhaq, M. Z. & Komolohadi, R. A. R. 2008. Hubungan antara kontrol diri
dengan perilaku merokok pada siswa siswi SMAN 1 Parakan. Diambil
dari:http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskahpublika
si00320158.pdf
Wang MP, Wang X, Lam TH, Viswanath K,Chan SS (2014). Ex-smokers are
happier than current smokers among Chinese adults in Hong Kong.
Addiction. 109(7): 1165–1171. pmid:24588872.
Doi.org/10.1371/journal.pone.0161761
Widiana , H. S. (2004). Kontrol Diri Dan Kecenderungan Kecanduan Internet.
Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 1/ No. 1, Hal : 6-16.
WHO. 1998. WHO Information series on School Health-Healthy Nutrition: An
Essential Element of Health-Promoting School. Geneva, Switzerland; 1998.
Diambil dari website:
http://www.who.int/school_youth_health/resources/information_series/FIN
AL%20Final.pdf
Wills, T. A., Sandy, J. M., & Yaeger, A. (2000). Temperament and adolescent
substance use: an epigenetic approach to risk and protection. Journal of
Personality, 68, 1127-1151. Doi: 10.1111/1467-6494.00129
Wilis, T. A. & Stoolmiller, M. (2002). The Role of Self-Control in Early
Escalation of Substance Use: A Time-Varying Analysis. Article in Journal
of Consulting and Clinical Psychology 70(4):986-97. Doi: 10.1037/0022-
006X.70.4.986
Wilson S. J., Maclean (2013). Naural correlates of self-focused and other-
focuesed strategies for coping with cigarette cue exposure. Psychology of
Addictive Behaviors, 27, 466-476. Doi:10.1037/a0027055