Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST)
SUB DAS WAY BESAI
( Skripsi )
Oleh
MEGA ASTRIYANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
MEASURED UNIT HYDOGRAPH ANALYSISSUB CATCHMENT AREA OF WAY BESAI
By
MEGA ASTRIYANA
Way Besai River is the largest river in west lampung district. High sedimentationin this river affects the performance of Hydroelectic Power Plant (HEPP) ownedby PLN which is located in Way Besai River. In order to know the condition ofWay Besay’s catchment area, a research is conducted on each of Way Besai’s subcatchment area. One of the sub catchment area is located in Talang BandungVillage, Pekon Sindang Pagar, Kel Tugu Sari Kec Sumber Jaya West LampungDistrict named Talang Bandung Catchment and Air Anak Catchment. In order tomake the survey of Catchments condition easier, the research uses measured unithydograph analysis method. The purpose is to analyse the measured unithydograph in order to get the value of Peak Discharge, Peak time, basic time, andanalysing the flood hydrograph.
In this researc the data needed are automatic rainfall data, automatic water leveldata, velocity data, and the stream cross section. From these data will be used tomake Rating Curve to turn the hydrograph of water level into flow hydrograph.The separation of the components of base flow and direct runoff using straight-line approach and calculate the efective rainfal to get the ordinate of unithydrograph. From the average of unit hydrograph combined with periodicrainfall will obtain the periodic flood hydrograph.
From the analysis result it is, obtained an average of hydrograph unit for eachcatchment area. On 60 minutes period, the average of unit hydrograph of AirAnak Catchment and Talang Bandung Catchment have average peak dischargeaverage (Qp) of 0,340 m3/sec and 0,394 m3/sec, the time of rise are 560 minutesand 660 minutes. The result shows that for return period of 25 years, flooddischarge for Air Anak is 16,832 m3/sec and for Talang Bandung is 20,179m3/sec.
Keywords: Measured Unit Hydrograph Analysis, Sub Catchment Area of WayBesai.
ABSTRAK
ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST)SUB DAS WAY BESAI
OlehMEGA ASTRIYANA
Sungai Way Besai merupakan sungai terbesar di Kabupaten Lampung Barat.Sedimentasi yang cukup tinggi mempengaruhi kinerja dari Pembangkit ListrikTenaga Air (PLTA) milik PLN yang berada di Sungai Way Besai. Untukmengetahui kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai maka dilakukanpenelitian disetiap sub DAS Way Besai. Salah satunya adalah Sub DAS yangterletak di Dusun Talang Bandung Pekon Sindang Pagar Kel. Tugu Sari Kec.Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat yaitu DAS Talang Bandung dan DASAir Anak. Untuk mempermudah melihat kondisi DAS maka penelitian inimenggunakan metode Analisis Hidrograf Satuan Terukur (HST). Tujuannyaadalah menganalisis Hidrograf Satuan Terukur (HST) untuk mendapatkan nilaidebit puncak, waktu puncak, waktu dasar dan menganalisis hidrograf banjir.
Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data curah hujan otomatis, datatinggi muka air otomatis, data kecepatan aliran, dan data penampang melintangsungai. Dari data tersebut selanjutnya akan dibuat liku kalibrasi (rating curve)untuk mengalihragamkan hidrograf tinggi muka air menjadi hidrograf aliran.Pemisahan komponen aliran dasar dan limpasan langsung menggunakanpendekatan garis lurus. Dan menghitung curah hujan efektif untuk mendapatkanordinat hidrograf satuan. Dari ordinat hidrograf satuan rata-rata yang dipadukandengan kala ulang hujan yang didapatkan akan menghasilkan kala ulang hidrografbanjir.
Dari hasil analisis yang sudah dilakukan maka didapatkan hidrograf satuan rata-rata untuk masing-masing DAS. Pada periode waktu 60 menitan Hidrograf SatuanTerukur (HST) rata-rata DAS Air Anak dan DAS Talang Bandung mempunyaidebit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,340 m3/det dan 0,394 m3/det, waktu menujupuncak (Tp) sama yaitu sebesar 60 menit kedua (2 jam), dan waktu dasarnya (Tb)adalah 560 menit dan 660 menit. Dari hasil analisis hidrograf banjirdihasilkan untuk kala ulang 25 tahun sebesar 16,832 m3/det untuk DAS Air Anakdan 20,179 m3/det untuk DAS Talang Bandung.
Kata kunci :Analisis Hidrograf Satuan Terukur(HST),Sub DAS Way Besai
ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST)SUB DAS WAY BESAI
Oleh
MEGA ASTRIYANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSarjana Teknik
Pada
Jurusan Teknik SipilFakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di 29 Banjarsari pada tanggal 4 Mei 1992.
Penulis merupakan putri dari pasangan Bapak Musripan dan
Ibu Sariyem, anak kedua dari tiga bersaudara.
Dengan rahmat Allah SWT penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-
kanak Darma Wanita Metro Utara Kota Metro pada tahun 1998, pendidikan
Sekolah Dasar Madrasah Ibtidayah Metro (MIM) 29 Banjarsari pada tahun 2004,
Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Metro pada tahun 2007, dan Sekolah
Menengah Atas Negeri 3 Metro tahun 2010. Terakhir Penulis tercatat sebagai
mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung melalui
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Tertulis pada
tahun 2011.
Pada tahun 2014, penulis melakukan Kerja Praktek di Proyek Pembangunan
Gedung E IBI Darmajaya Bandar Lampung selama 3 bulan. Penulis juga telah
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Margerejo, Kecamatan
Padangcermin, Kabupaten Pesawaran selama 40 hari pada periode II tahun 2014.
Penulis mengambil tugas akhir dengan judul Analisis Hidrograf Satuan Terukur
Sub DAS Way Besai..
Selama menjalani perkuliahan penulis pernah menjadi Analisa Struktur II tahun
2013 dan 2014, Asisten Mekanika Bahan tahun 2013 dan 2014 dan Asisten Irigasi
pada tahun 2016. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi
Litbang Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil (HIMATEKS) periode tahun 2012-
2013.
MOTTO
‘Dari kekurangan dan kelebihanmukebaikan dan keburukanmu
Keluargamulah satu-satunya yang menerimamuapa adanya’
SEBUAH KARYA KECIL INI KUPERSEMBAHKAN PADA
KHUSUSNYA KEDUA ORANG TUAKU BAPAK MUSRIPAN DAN
IBU SARIYEM DAN JUGA KAKEK SAYA (ALM. MBAH
SANWARDI) ATAS DOA DAN SEMANGATNYA.
TERIMAKASIHPENCIPTAKU (ALLAH SWT)
TERIMAKASIHBAPAK IBUKU
TERIMAKASIH ALM. MBAHKUKalianlah Alasanku Aku Begini
Seandainya kalian tau, usaha yang aku lakukan,Jatuh bangun dari kesulitan yang kulalui, doa kalianlah, keringat kalianlah
yang bisa membuatku sekarang meraih gelar ini.Harus bertahan untuk walau terkadang amat terasa sulit
SEMOGA doa usaha keringatmu mampu mewujudkan segala mimpiku .Doaku ‘semoga aku selalu bisa membahagiakan mereka’
Kakakku Sri ambar Wati, Adikku Muhammad Febri dan keluargakutersayang
Terimakasih atas doa, perhatian dan pengertiannya.Sahabat-sahabatku, yang telah memberiku inspirasi untuk selalu optimis
dan percaya diri,dan Almamater tercinta.
Tanpa kalian semua, karya ini mungkin hanya ada dalam anganI Love You..
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sesuai dengan yang diharapkan.
Melalui kesempatan ini, Penulis hendak mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril, maupun
spiritual. Banyak pengalaman dan masukan yang didapat Penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, baik hal-hal yang bersifat mendidik dan kritikan
yang berguna bagi Penulis.
Dengan teriring salam dan doa serta ucapan terima kasih yang tak terhingga
Penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M. Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
3. Ibu Dr. Dyah Indriana. K., S.T., M.Sc., selaku dosen pembimbing I, yang
telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan banyak ilmu tentang dunia
Teknik Sipil serta bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Ofik Taufik, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang banyak
memberikan masukan dalam penyusunan sekripsi ini.
5. Bapak Ir. Maryanto, M.T., selaku dosen penguji yang turut memberikan
dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Idharmahadi Adha, IR., M.T. selaku dosen pembimbing akademik saya
yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, semangat, dan waktunya
untuk selalu mengingatkan penulis.
7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
8. Untuk yang terspesial dalam hidup saya, Bapak Musripan dan Mamakku
tercinta (Ibu Sariyem), Kakakku Sri Ambar wati, Adikku tersayang
Muhammad Febri, keponakanku yang paling bawel Amel, yang telah
memberikan cinta dan kasih sayang serta dorongan material dan spiritual
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk yang tersayang mbahku (Bapak Sanwardi) maafkan aku yang terlambat
memberikan gelar ini dan kuucapkan banyak terimakasih untuk mbah, doaku
yang akan selalu kupanjatkan untuk mbah, semoga mbah bahagia disana.
10. Sahabat-Sahabatku yang selalu memberikan kebahagiaan, keceriaan, dan
semangat : Astika Murni Lubis (mino), Esti Handayani (ndul), dan Ratih Diah
Permani (tenyom).
11. Taman-temanku seperjuangan : Tri Utami, Astika Murni Lubis, Firdaus Dan
Deni Saputra JP. Serta teman-teman seangkatan 2011 yang telah memberi
sejarah dalam hidupku.
12. Teman-teman kosan Puri Agung yang selalu ribut dengan kelakuan-kelakuan
anehnya : Yunike, Wahyu, Kiki, Maria, Murni, Winda, Dita, Silvi, Riska,dan
semuanya penghuni puri agung.
13. Teman-temanku di Kampung Halaman ; Rini Meliani, Dwi Anggraini, Mbak
Reni, Tika Estetika, Ibu Endang, May Wulan dari, dan Teman-temanku
alumni SMAN 3 Metro Trimakasih banyak atas bantuannya selama ini.
14. Dan trimakasih untuk para folder di laptop tercinta yang telah memberikan
obat dari segala kejenuhan.
15. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua, terutama
rekan–rekan mahasiswa Fakultas Teknik dan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia.
Bandar Lampung, Mei 2016
Penulis
Mega Astriyana
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........………………………………………. i
DAFTAR ISI ......………………………………...………………. ii
DAFTAR TABEL ......……………………………………...……. iv
DAFTAR GAMBAR ......………………………………..………. vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………..... 1B. Rumusan Masalah ....................…………………………….... 4C. Batasan Masalah ...................………………………………… 4D. Tujuan Penelitian ……………..……………………………… 5E. Manfaat Penelitian …………..……………………………….. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Hidrologi ……………………………………………... 7B. Siklus Limpasan …………………….……………………….. 10
1. Fase I (Akhir Musim Kemarau) ………..………………..... 102. Fase II (Awal Musim Hujan) ….………………………..... 113. Fase III (Pertengahan Musim Hujan) …….……………….. 124. Fase IV (Awal Musim Kemarau) …….......……………….. 13
C. Presipitasi …………………………………………………….. 131. Durasi Hujan (t) …….......……………….............................. 142. Intensitas Hujan (i) …….......………………......................... 143. Tinggi Hujan (d) ……...………………................................. 144. Frekuensi/Periode Ulang (T) …….......……......................... 145. Luas (A) …….......…….......................................................... 15
D. Transformasi Aliran .………………………………………… 15E. Hidrometri ..................………………………………………... 16
1. Stasiun Hidrometri..………………………………………... 17F. Liku Kalibrasi (Rating Curve) .……………………………….. 18G. Hidrograf ......................……………………………………...... 20H. Pemisahan Komponen Aliran ........…………………………… 23
1. Fixed Base Length Method …….......…….............................. 23
iii
2. Straiight Line Method ……...…………….............................. 253. Variable Slope Method …….........……….............................. 25
I. Hidrograf Satuan ........………………………………...……...... 26J. Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata .........…………...……...... 29
1. Metode Aritmatik …………..….......…….............................. 292. Metode Polygon Thiessen ……....……….............................. 303. Metode Ishoyet …….........………........................................... 31
K. Analisis Statistik .........……………………………...……........ 33L. Analisis Frekuensi .........…………………………….....…….... 34
1. Metode Gumble …………..….......……................................. 352. Metode Log Pearson III ……....………................................... 363. Metode Distribusi Normal …….............................................. 36
M. Analisis Debit Banjir .........………………………...……........ 37
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian .... …………………………………………. 40B. Data Yang Diperlukan ....……………………………………. 43C. Alat Yang Digunakan ....……………………………………... 43D. Metode Penelitian ....……………………………………......... 45E. Bagan Alir Penelitian ....…………………………………….... 48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Umum ......................…………………………………………. 49B. Data yang Tersedia ......………………………………………. 49
1. Data Curah Hujan …………..….....……............................... 492. Data Kecepatan Aliran ……....…….…................................. 573. Data Penampang Melintang Sungai ...................................... 584. Data Tinggi Muka Air ........................................................... 59
C. Pembuatan Liku Kalibrasi ......……………….………………. 68D. Pemilihan Hidrograf Banjir ......……………………………… 71E. Pembuatan Hidrograf Satuan Terukur (HST) ......……………. 75F. Perataan Hidrograf Satuan Terukur (HST) ……….....……...… 113G. Analisis Hidrograf Satuan Terukur (HST) ........……………… 120H. Analisis Hidrograf Banjir ......………………………………… 123
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................………………………………….……. 131B. Saran ......………………………………………………………. 134
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Contoh data curah hujan terukur ............................................................... 50
2. Data Kecepatan Aliran Sungai Air Anak .................................................. 57
3. Data Kecepatan Aliran Talang Bandung................................................... 58
4. Contoh Pengukuran data tinggi muka air secara otomatis......................... 59
5. Hub. antara TMA, kecepatan Aliran, penampang Sungai Air Anak……. 69
6. Hub. antara TMA, kecepatan dan penampang Sungai Talang Bandung . 69
7. Kejadian-kejadian banjir DAS Air Anak................................................. 72
8. Kejadian-kejadian banjir DAS Talang Bandung……............................... 73
9. Perhitungan Hidrograf Limpasan Langsung (HLL) DAS Air Anak tanggal
23 Februari 2015 …….............................................................................. 76
10. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak tanggal 23 Februari
2015 ……................................................................................................. 79
11. Perhitungan Hidrograf Limpasan Langsung (HLL) DAS Talang Bandung
tanggal 23 Februari 2015 …................................................................... 81
12. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Talang Bandung tanggal 23
Februari 2015 ……................................................................................ 83
13. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 10 menitan DAS Air Anak… 86
14. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 20 menitan DAS Air Anak... 86
15. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 30 menitan DAS Air Anak... 87
v
16. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 60 menitan DAS Air Anak... 87
17. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 10 menitan DAS Talang
Bandung ……......................................................................................... 88
18. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 20 menitan DAS Talang
Bandung ................................. ............................................................ .. 88
19. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 30 menitan DAS Talang
Bandung ................................. ............................................................ .. 88
20. Hidrograf Satuan Terukur (HST) Periode 60 menitan DAS Talang
Bandung .................................. ............................................................ .. 89
21. Hujan Rencana Kala Ulang 2,5,10,25,50,100 dan 200 Tahun ..............123
22. Hujan efektif DAS Air Anak dan DAS Talang Bandung ..................... 124
23. Hidrograf Banjir DAS Air Anak Kala Ulang 2 Tahun ………….......... 124
24. Hidrograf Banjir DAS Air Anak Kala Ulang 5 Tahun ......................... 125
25. Hidrograf Banjir DAS Air Anak Kala Ulang 10 Tahun ........................ 126
26. Hidrograf Banjir DAS Air Anak Kala Ulang 25 Tahun ....................... 126
27. Hidrograf Banjir DAS Talang Bandung Kala Ulang 2 Tahun ..............127
28. Hidrograf Banjir DAS Talang Bandung Kala Ulang 5 Tahun ..............127
29. Hidrograf Banjir DAS Talang Bandung Kala Ulang 10 Tahun .............128
30. Hidrograf Banjir DAS Talang Bandung Kala Ulang 25 Tahun ............128
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidrologi ........................................................................................ 8
2. Gambar Hidrograf ..................................................................................... 21
3. Fixed Base Length Method ....................................................................... 24
4. Straight Line Method................................................................................. 25
5. Variable Slope Method…….... .................................................................. 26
6. Lokasi Penelitian........................................................................................ 41
7. Gambar DAS Talang Bandung .................................................................. 42
8. Peralatan yang di pakai selama penelitian................................................. 44
9. Bagan Alir Penelitian……........................................................................ 48
10. Histogram Curah Hujan Harian Bulan Februari-Maret 2015 WB1 …… 51
11. Histogram Curah Hujan Harian Bulan 2015 WB1 ……………….…… 52
12. Histogram Curah Hujan Harian Bulan Maret-Mei 2015 WB1 ………… 53
13. Histogram Curah Hujan Harian Bulan Februari-Maret 2015 WB2 …… 54
14. Histogram Curah Hujan Harian Bulan Maret 2015 WB2 …………… . 55
15. Histogram Curah Hujan Harian Bulan Maret-Mei 2015 WB2 …….… 56
16. Penampang Melintang DAS Air Anak …….…………………………. 59
17. Penampang Melintang DAS Talang Bandung …….………………… . 59
18. Stage Hydrograph di DAS Air Anak pada Bulan Februari-Maret 2015 61
vii
19. Stage Hydrograph di DAS Air Anak pada Bulan Maret 2015 ………... 62
20. Stage Hydrograph di DAS Air Anak pada Bulan Maret 2015 ………... 63
21. Stage Hydrograph di DAS Air Anak pada Bulan Maret-Mei 2015 …… 64
22. Stage Hydrograph di DAS T. Bandung Bulan Februari-Maret 2015 … 65
23. Stage Hydrograph di DAS T. Bandung Bulan Maret 2015 ………….. 66
24. Stage Hydrograph di DAS T. Bandung Bulan Maret-Mei 2015 ……... 67
25. Liku Kalibrasi Das Air Anak dan DAS Talang Bandung......................... 70
26. Contoh Hidrograf Banjir DAS Air Anak tanggal 22 Februari 2015 ….. 72
27. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak tanggal 23
Februari 2015 ........................................................................................ 81
28. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Talang Bandung tanggal 23
Februari 2015 ……................................................................................ 85
29. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Januari 2015 ................................................................................ 90
30. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Februari 2015 ............. ................................................................. 90
31. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Maret 2015 .................. ................................................................ 91
32. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan April 2015 ................... ................................................................ 91
33. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Mei 2015 ................... .................................................................. 92
34. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 ........ ................................................................ 92
viii
35. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 20 menitan
Bulan Januari 2015 ............... ............................................................... .. 93
36. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 20 menitan
Bulan Februari 2015 ............. ................................................................. 93
37. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 20 menitan
Bulan Maret 2015 .................. ................................................................ 94
38. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 20 menitan
Bulan April 2015 ................... ................................................................ 94
39. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Mei 2015 ................... .................................................................. 95
40. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 10 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 ........ ................................................................ 95
41. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 30 menitan
Bulan Januari 2015 ............... ............................................................... .. 96
42. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 30 menitan
Bulan Februari 2015 ............. ................................................................. 96
43. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 30 menitan
Bulan Maret 2015 .................. ................................................................ 97
44. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 30 menitan
Bulan April 2015 ................... ................................................................ 97
45. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 30 menitan
Bulan Mei 2015 ..................... ................................................................ 98
46. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 30 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 ........ ................................................................ 98
ix
47. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 60 menitan
Bulan Januari 2015 ............... ............................................................... .. 99
48. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 60 menitan
Bulan Februari 2015 ............. ................................................................. 99
49. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 60 menitan
Bulan Maret 2015 .................. ................................................................ 100
50. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 60 menitan
Bulan April 2015 ................... ................................................................ 100
51. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 60 menitan
Bulan Mei 2015 ................... .................................................................. 101
52. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS Air Anak periode 60 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 ........ ................................................................ 101
53. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 10 menitan
Bulan Januari 2015 ........... ..................................................................... 102
54. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 10 menitan
Bulan Februari 2015 ……. ..................................................................... 102
55. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 10 menitan
Bulan April 2015 ............... .................................................................... 103
56. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 10 menitan
Bulan Mei 2015 ................ ..................................................................... 103
57. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 10 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 .... .................................................................... 104
58. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 20 menitan
Bulan Januari 2015 ........... ..................................................................... 104
x
59. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 20 menitan
Bulan Februari 2015 ……. ..................................................................... 105
60. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 20 menitan
Bulan Maret 2015 ………. ..................................................................... 105
61. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 20 menitan
Bulan April 2015 ............... .................................................................... 106
62. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 20 menitan
Bulan Mei 2015 ................ ..................................................................... 106
63. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 20 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 .... .................................................................... 107
64. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 30 menitan
Bulan Januari 2015 ........... ..................................................................... 107
65. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 30 menitan
Bulan Februari 2015 ……. ..................................................................... 108
66. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 30 menitan
Bulan Maret 2015 ………. ..................................................................... 108
67. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 30 menitan
Bulan April 2015 ............... .................................................................... 109
68. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 30 menitan
Bulan Mei 2015 ................ ..................................................................... 109
69. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 30 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 .... .................................................................... 110
70. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 60 menitan
Bulan Januari 2015 ........... ..................................................................... 110
xi
71. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 60 menitan
Bulan Februari 2015 ……. ..................................................................... 111
72. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 60 menitan
Bulan Maret 2015 ………. ..................................................................... 111
73. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 60 menitan
Bulan April 2015 ............... .................................................................... 112
74. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 60 menitan
Bulan Mei 2015 ................ ..................................................................... 112
75. Hidrograf Satuan Terukur (HST) DAS T. Bandung periode 60 menitan
Bulan Januari-Mei 2015 .... .................................................................... 113
76. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Air Anak periode 10
menitan ................................ ................................................................ 116
77. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Air Anak periode 20
menitan ................................ ................................................................ 117
78. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Air Anak periode 30
menitan ................................ ................................................................ 117
79. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Air Anak periode 60
menitan ................................ ................................................................ 118
80. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Talang Bandung
periode 10 menitan .................... .......................................................... 118
81. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Talang Bandung
periode 20 menitan .................... .......................................................... 119
82. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Talang Bandung
periode 30 menitan .................... .......................................................... 119
xii
83. Hidrograf Satuan Terukur (HST) rata-rata DAS Talang Bandung
periode 60 menitan .................... .......................................................... 120
84. Hidrograf Banjir Kala Ulang DAS Air Anak ......................................... 129
85. Hidrograf Banjir Kala Ulang DAS Talang Bandung ............................. 130
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Sinatala Arsyad, air adalah senyawa gabungan antara dua atom
hidrogen dan satu atom oksigen menjadi H2O. Air menutupi hampir 70%
permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia
di bumi. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-
lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir
sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es.
Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu:
melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah (runoff,
meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Jumlah air di bumi tidak
berubah dari waktu ke waktu yaitu tetap sama. Mengingat bahwa hampir
70% bumi ini adalah air maka air menjadi unsur yang sangat krusial.
Keberadaan air di bumi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan makhluk hidup
di bumi. Air sebagai salah satu dari keempat unsur alam yang sangat
diperlukan dan manfaatnya yang besar bagi kelangsungan makhluk hidup
bagi manusia, hewan dan tumbuhan.
Indonesia merupakan negara kepulauan, karena sebagian besar daerah di
Indonesia dipenuhi oleh air baik air asin atau air tawar. Indonesia berada di
2
daerah yang beriklim tropis dimana memiliki dua musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Meskipun termasuk negara kepulauan yang
jumlah airnya melimpah namun Indonesia sekarang sering mengalami
masalah kekeringan saat musim kemarau dan masalah banjir saat musim
penghujan. Banjir selain akibat dari curah hujan yang tinggi, diakibatkan
juga dari semakin berkurangnya daerah resapan air akibat perubahan tata
guna lahan yang semakin hari semakin menjadi, penebangan hutan secara
illegal, berkurangnya penampang sungai akibat dari sedimentasi dan
banyaknya sampah yang menumpuk di daerah aliran sungai akibat prilaku
masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan sistim drainase yang
kurang berjalan baik.
Mayoritas masyarakat Indonesia berprofesi sebagai petani, dan kehidupan
mereka bergantung pada hasil pertanian. Contohnya di daerah Kabupaten
Lampung Barat, sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani kopi.
Faktor iklim memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu komunitas. Tanaman kopi memiliki masa panen setahun sekali,
sehingga pada saat menunggu panen mereka mengatakan bahwa masa itu
adalah masa paceklik. Artinya petani hanya menggantungkan biaya hidup
pada hasil kopi, sedangkan masa panen hanya berkisar 5 bulan. Masalah lain
yang sering terjadi dan dialami oleh petani kopi di Kabupaten Lampung Barat
adalah kurangnya sarana air bersih, sering terjadi longsor, tidak adanya
pasokan listrik karena terbatasnya infrastruktur. Masyarakat di Wilayah
Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat adalah salah satu
masyarakat penghasil kopi di Lampung terkena imbas dari perubahan iklim
3
yang tidak menentu. Hasil perkebunan yang menurun, berkurangnya daerah
resapan dan perubahan tata guna lahan menjadi salah satu penyebabnya.
Pada saat musim penghujan banyak sedimentasi dari tanah sekitar
perkebunan yang terbawa air yang mengalir ke DAS (Daerah Aliran Sungai)
dan mengurangi kesuburan tanah.
DAS merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh
punggung- punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan
untuk kemudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002).
Tidak hanya butiran tanah yang hanyut dalam banjir saat hujan tetapi kayu-
kayu besar juga banyak yang hanyut terbawa arus yang deras. Di daerah ini
terdapat salah satu anak DAS dari Hulu Sungai Way Besai yaitu Sungai Air
Anak. Sungai Air Anak adalah sungai yang digunakan sebagai salah satu
penyuplai air untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Way Besai. Air
yang keruh dan mengandung banyak sedimen dapat mempengaruhi laju debit
yang dihasilkan untuk menjalankan turbin pada PLTA milik PLN. Untuk itu
selain merugikan bagi masyarakat juga mengurangi hasil daya listrik yang
dihasilkan dari turbin yang ada di Bendungan Way Besai.
Pemecahan masalah ini tidaklah mudah karena harus diselesaikan secara
bertahap, cermat dan komprehensif. Penyelesaian masalah bisa dilakukan
secara teknis dan non-teknis, penyelesaian tersebut harus didukung oleh
ketersediaan data dan pendekatan yang terukur (kuantitatif). Salah satunya
adalah data hidrologi yang ada di Dusun Talang Bandung Pekon Sindang
4
Pagar Kel. Tugu Sari Kec. Sumber Jaya Kab. Lampung Barat, yaitu berupa
data hujan, data aliran dan data DAS.
Data hidrologi yang didapat dari daerah yang diteliti akan membantu
memahami kondisi DAS setempat serta respon DAS terhadap hujan.
Sehingga dapat diketahui seberapa besar banjir yang akan terjadi. Salah satu
metode yang digunakan untuk melihat respon DAS terhadap bahaya banjir
saat musim penghujan adalah Hidrograf Satuan Terukur (HST). Dalam
pembuatan HST diperlukan data-data primer DAS seperti data curah hujan,
data aliran dan data tentang DAS, sehingga untuk pemecahan masalah ini
akan lebih akurat dan komprehensif.
Memperhatikan masalah yang dihadapi bagian Hulu Way Besai, perlu
ditinjau hidrograf satuan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana HST (Hidrograf Satuan Terukur) Sub DAS Way Besai di
bagian hulu ?
2. Bagaimanakah debit puncak, waktu puncak, dan waktu dasarnya?
3. Bagaimanakah perkiraan debit banjirnya?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini meliputi :
1. Pengukuran debit yang dilakukan dengan cara pengukuran tinggi muka
air, pengukuran kecepatan, dan pengukuran penampang melintang
sungai. Pengukuran ini dilakukan pada bagian hulu dan pertemuan
5
anak sungai di Sub DAS Way Besai yang terletak di di Dusun Di
Talang Bandung Pekon Sindang Pagar Kel. Tugu Sari Kec. Sumber
Jaya Kab. Lampung Barat
2. Pengukuran tinggi hujan yang dilakukan dengan alat penakar hujan
tipe tipping bucket yang diletakkan di sekitar Sub DAS Way Besai
yaitu di sekitar DAS Sungai Air Anak di Sindang Pagar dan Sungai
Talang Bandung masing-masing sebanyak 1 buah.
3. Pengukuran tinggi muka air menggunakan alat pencatat yang otomatis
yaitu AWLR (Automatic Water Level Recorder) yang diletakkan pada
Sub DAS Way Besai sebanyak 2 buah.
4. Analisis HST (Hidrograf Satuan Terukur) Sub DAS Way Besai dengan
membuat HST anak sungai dari Way Besai di bagian hulu.
5. Menghitung waktu puncak, debit puncak dan waktu dasar dari data
lapangan yang diperoleh.
6. Memperkirakan debit banjir dari data hujan yang ada.
7. Penelitian ini beranggapan bahwa Indonesia mempunyai 2 (dua)
musim yaitu musim kemarau (April-September) dan musim penghujan
(Oktober-Maret).
D. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis HST (Hidrograf Satuan Terukur) Sub DAS Way Besai
pada bagian hulu sungai.
2. Mendapatkan nilai debit puncak, waktu puncak, dan waktu dasar.
3. Menganalisa Hidrograf banjir.
6
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai HST (Hidrograf Satuan Terukur)
untuk melihat respon Sub DAS Way Besai bagian hulu.
2. Dapat mengetahui nilai debit puncak, waktu puncak dan waktu dasar
3. Dapat mengetahui nilai debit banjir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air yang ada di bumi, yaitu
kejadian, sirkulasi dan penyebaran, sifat – sifat fisik dan kimiawi serta
reaksinya terhadap lingkungan, termasuk hubungannya dengan kehidupan
(makhluk hidup). Ruang lingkup hidrologi mencakup bagian – bagian dari
bidang yang berhubungan langsung dengan perencanaan, perancangan, dan
pemanfaatan air. Di era sekarang ini, hidrologi telah menjadi ilmu dasar dari
pengelolaan sumber daya air yang merupakan pengembangan dan penggunaan
sumber daya air yang terencana. Siklus hidrologi menurut Sosrodarsono
(2006) adalah air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut,
berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh
sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sedangkan siklus
hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara, yang
kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi
lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Dalam siklus hidrologi ini
terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan
(precipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi,
aliran limpasan (runoff), dan aliran bawah tanah. Secara sederhana siklus
hidrologi dapat ditunjukan seperti pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Siklus Hidrologi(Sumber : Soemarto, 1987)
Penjelasan siklus hidrologi yang terdapat pada gambar di atas dapat
dimulai dari mana saja, akan tetapi untuk lebih mudahnya diawali dari
penguapan. Penguapan merupakan proses alami berubahnya molekul
cairan menjadi molekul gas/uap. Penguapan dapat terjadi dari semua
permukaan yang lembab, baik dari permukaan tanah, permukaan tanaman
maupun dari permukaan air. Penguapan yang berasal dari benda-benda
mati seperti tanah, danau, dan sungai disebut evaporasi (evaporation),
sedangkan penguapan yang berasal dari hasil pernafasan benda hidup
seperti tumbuhan, hewan, dan manusia disebut tranpirasi (transpiration),
dan jika penguapan itu berasal dari benda-benda mati dan tanaman maka
disebut evapotranspirasi. Akibat penguapan ini terkumpul massa uap air,
yang dalam kondisi atmosfir tertentu dapat membentuk awan.
9
Awan dalam keadaan ini yang kalau masih mempunyai butir-butir air yang
berdiameter lebih kecil dari 1 mm, masih akan melayang-layang di udara
karena berat butir-butir tersebut masih lebih kecil daripada gaya tekan ke atas
udara. Akibat berbagai sebab klimatologis, awan tersebut akan menjadi awan
yang potensial menimbulkan hujan, yang biasanya terjadi bila butir-butir
berdiameter lebih besar dari 1 mm. Bila terjadi ”hujan” masih besar
kemungkinan air teruap kembali sebelum sampai di permukaan bumi, karena
keadaan atmosfir tertentu. ”Hujan” baru disebut sebagai hujan apabila telah
sampai di permukaan bumi dan dapat diukur.
Air hujan yang jatuh di permukaan terbagi menjadi dua bagian, pertama
sebagai aliran limpasan (overland flow) dan kedua bagian air yang
terinfiltrasi. Jumlah yang mengalir sebagai aliran limpasan dan yang
terinfiltrasi tergantung dari banyak faktor. Makin besar bagian air hujan yang
mengalir sebagai aliran limpasan maka bagian air yang terinfiltrasi akan
menjadi semakin kecil, demikian juga sebaliknya.
Aliran limpasan selanjutnya mengisi tampungan-cekungan (depression
storage). Apabila tampungan ini telah terpenuhi, air akan menjadi limpasan
permukaan (surface runoff) yang selanjutnya ke sungai atau laut. Air yang
terinfiltrasi, bila keadaan formasi geologi memungkinkan, sebagian besar
dapat mengalir lateral di lapisan tidak kenyang air (unsaturated zone) sebagai
aliran antara (subsurface flow/interflow). Sebagian yang lain akan mengalir
vertikal (perkolasi/percolation) yang akan mencapai lapisan kenyang air
(saturated zone/aquifer). Air dalam akifer ini akan mengalir sebagai aliran air
10
tanah (groundwater flow/baseflow), sungai atau tampungan dalam (deep
storage). Sebagian besar air yang ada di permukaan bumi akan menguap
kembali ke atmosfer.
B. Siklus Limpasan
Siklus limpasan (runoff cycle) sebenarnya hanya merupakan penjelasan lebih
rinci sebagian siklus hidrologi, khususnya yang terkait dengan aliran air di
permukaan lahan yang juga memberikan gambaran sederhana tentang neraca
air. Semua penjelasan ini diberikan oleh Hoyt (Meinzer, 1942, dalam Harto,
2000) dalam 5 (lima) fase akan tetapi untuk praktisnya dibagian ini akan
diringkas dalam 4 (empat) fase saja, yaitu fase akhir musim kemarau, fase
permulaan musim hujan, fase pertengahan musim hujan dan fase awal musim
kemarau.
Sebelum menjelaskan siklus limpasan perlu dikenalkan 2 (dua) buah
pengertian yaitu ;
a. Kapasitas lapangan (field capacity) yang mempunyai arti jumlah
maksimum air yang dapat ditahan oleh massa tanah terhadap gaya berat.
b. ‘Soil Moisture Deficiency’ (SMD) yaitu perbedaan jumlah kandungan air
dalam massa tanah suatu saat dengan kapasitas lapangannya.
Siklus limpasan menurut Hoyt (Harto, 2000) dijelaskan sebagai berikut :
1. Fase I (Akhir musim kemarau)
Selama musim kemarau, diandaikan sama sekali tidak terjadi hujan. Hal
ini berarti tidak ada masukan kedalam DAS. Proses hidrologi yang terjadi
seluruhnya merupakan keluaran dari DAS yaitu aliran antara, aliran dasar,
11
dan penguapan. Penguapan terjadi pada semua permukaan yang lembab.
Dengan demikian penguapan terjadi hampir di seluruh permukaan DAS.
Khususnya di permukaan lahan, apabila satu lapisan telah ‘kering’, maka
pengaupan terus terjadi dengan penguapan lapisan bawahnya. Dengan
demikian maka lapisan tanah di atas akifer menjadi kering, atau nilai SMD
semakin besar. Dalam fase ini, limpasan sama sekali tidak ada, sehingga
aliran sungai sepenuhnya bersumber dari pengatusan (drain) dari akifer,
khususnya sebagai aliran dasar (baseflow). Dengan demikian, karena tidak
ada hujan, berarti tidak ada infiltrasi dan perkolasi, maka tidak ada
penambahan air ke dalam akifer. Akibatnya muka air (tampungan air)
dalam akifer menyusut terus, yang menyebabkan penurunan debit aliran
dasr. Keadaan ini nampak pada sumur-sumur dangkal (unconfined
aquifer), yang menunjukan penurunan muka air. Debit aliran dasar sangat
ditentukan oleh potensi akifer dan besarnya masukanya melalui infiltrasi.
2. Fase II (Awal musim hujan)
Dalam fase ini diandaikan keadaannya pada awal musim hujan, dan
diandaikan hujan masih relatif sedikit. Dengan andaian ini beberapa
keadaan dalam sistem dapat terjadi. Hujan yang terjadi sebagian ditahan
oleh tanaman (pohon-pohonan) dan bangunan sebagai air yang
terintersepsi (interception). Dengan demikian dapat terjadi jumlah air
hujan masih belum terlalu besar untuk mengimbangi kehilangan air
intersepsi. Di sisi lain, air hujan yang jatuh di permukaan lahan, sebagian
besar terinfiltrasi, karena lahan dalam keadaan sangat kering. Dengan
demikian diperkirakan bagian air hujan yang mengalir sebagai aliran
12
permukaan dan limpasan masih kecil, yang sangat besar kemungkinannya
inipun masih akan tertahan dalam tampungan-tampungan cekungan
(depression storage) yang selanjutnya akan diuapkan kembali atau
sebagian terinfiltrasi. Oleh sebab itu sumbangan limpasn-limpasan
permukaan (surface runoff) masih sangat kecil (belum ada), sehingga
belum nampak pada perubahan cepat muka air di sungai. Selain itu, air
yang terinfiltrasi pun juga tidak banyak, yang mungkin baru cukup
untuk’membasahi’ lapisan atas tanah. Dengan pengertian lain, air yang
terinfiltrasi masih digunakan oleh tanah untuk mengurangi SMD-nya,
sehingga belum banyak air yang diteruskan ke bawah (perkolasi). Dengan
demikian maka potensi akifer belum berubah, maka aliran yang dapat
dihasilkan sebagai aliran dasar juga belum berubah.
3. Fase III (Pertengahan musim hujan)
Dalam periode ini diandaikan hujan sudah cukup banyak, sehingga
kehilangan air akibat intersepsi sudah tidak ada lagi (karena sudah
terimbangi oleh ‘stemflow’ dst). Dengan demikian pula tampungan
cekungan (depression storage) telah terpenuhi, sehingga air hujan yang
jatuh diatas lahan, dan mengalir sebagai ‘overland flow’, kemudian
mengisi tampungan cekungan diteruskan menjadi limpasan (run off) yang
selanjutnya ke sungai. Dengan demikian maka akan terjadi perubahan
muka air secara jelas, yaitu dengan naiknya permukaan sungai akibat
hujan. Kenaikan yang relatif cepat ini disebabkan karena pengaruh
limpasan permukaan. Bagian air hujan yang terinfiltrasi, karena
diandaikan lapisan-lapisan tanah telah mencapai kapasitas lapangan, maka
13
masukan air ke dalam tanah akan diteruskan baik sebagai aliran antara
(interflow) nmaupun komponen aliran vertikal (percolation) yang kan
menambah tampungan air tanah (ground water storage/aquifer). Akibat
penambahan potensi air tanah ini maka muka air tanah akan naik (terutama
yang namapk di akifer bebas), dan aliran air tanah juga akan bertambah
sehingga terjadi penambahan debit aliran sungai. Keadaan semacam ini
berlanjut sampai akhir musim hujan.
4. Fase IV (Awal musim kemarau)
Periode ini mengandaikan keadaan di awal musim kemarau, sehingga
hujan sudah tidak ada lagi. Dalam keadaan ini maka kembali ke dalam
sistem DAS tidak ada lagi masukan (hujan). Yang ada adalah keluaran,
baik sebagai penguapan maupun keluaran air pengatusan dari akifer.
C. Presipitasi
Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang
mengkondensasi dan jatuh dari atmosfir ke bumi dalam segala bentuknya
dalam rangkaian siklus hidrologi (Suripin, 2004). Sedangkan menurut
Sosrodarsono (1976) presipitasi adalah nama umum dari uap yang
mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi,
biasanya jumlah selalu dinyatakan dengan dalamnya prespitasi (mm). Jika uap
air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan jika berbentuk padat
disebut salju (snow).
Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Menurut
Harto (1993) hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam
14
proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang
dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan
(surface runoff), aliran antara (interflow, subsurface flow) maupun sebagai
aliran air tanah (groundwater flow).
Karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan perancangan
hidrologi meliputi antara lain :
1. Durasi hujan (t)
Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian)
diperoleh dari pencatatan alat pengukur hujan otomatis maupun yang
manual.
2. Intensitas hujan (i)
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
atau volume hujan tiap satuan waktu, misalnya mm/menit, mm/jam, dan
mm/hari. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari curah
hujan, dan frekuensi kejadiannya.
3. Tinggi hujan (d)
Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama
durasi hujan, dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar,
dalam mm.
4. Frekuensi atau periode ulang (T)
Adalah frekuensi kejadian hujan tertentu dan biasanya dinyatakan dengan
kala ulang (return period).
15
5. Luas (A)
Adalah luas geografis daerah sebaran hujan atau perluasan hujan secara
geografi (dalam satuan Ha, Km2).
D. Transformasi Aliran
Proses transformasi hujan menjadi aliran merupakan fenomena yang sangat
kompleks (Harto, 1991). Menurut Soemarto (1987), dalam proses
pengalihragaman hujan menjadi aliran ada beberapa karakteristik hujan yang
perlu diperhatikan yaitu intensitas hujan, durasi, kedalaman hujan, frekuensi
dan luas daerah pengaruh hujan. Karakteristik hujan tersebut mempunyai
dampak terhadap respon sistem DAS. Respon hidrologi suatu DAS, terkait
dengan waktu konsentrasi dari tempat terjauh hingga ke outlet DAS, dapat
dikategorikan sebagai DAS sangat cepat hingga DAS sangat lambat. Interaksi
antara karakteristik hujan dalam skala waktu seperti tersebut di atas terhadap
karakteristik DAS menentukan respon aliran pada DAS tersebut.
Pengalihragaman hujan menjadi aliran terjadi di dalam skala ruang dan waktu.
Pergerakan air dalam dimensi ruang disebabkan oleh gravitasi, topografi, dan
keberadaan jaringan sungai. Air yang masuk ke dalam tanah bergerak melalui
bawah tanah dari bidang lereng (hillslope) yang disebabkan oleh gravitasi.
Pergerakan air ini pada awalnya memiliki arah vertikal dan dipengaruhi oleh
lapisan-lapisan tanahnya, menyebabkan air mengalir menuju bawah bidang
lereng. Tindakan penyaringan (filtering action) pada bidang lereng ini
membagi pergerakan air melalui atas dan bawah bidang lereng dengan
berbagai alur aliran (pathway), seperti limpasan permukaan (surface runoff),
16
aliran antara (subsurface flow) dan aliran air tanah dengan berbagai skala
waktu.
Daerah Aliran Sungai (catchment, basin, watershed) merupakan daerah
dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan.
Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan
berdasar aliran permukaan. Batas ini tidak ditetapkan berdasar air bawah tanah
karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat
kegiatan pemakaian. Air hujan yang jatuh ke bumi, tidak semua bagian
mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan
dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir
melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Air hujan yang tiba di permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah
(infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk
atau cekungan-cekungan permukaan tanah (depression storage atau pocket
storage), kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-
sungai dan akhirnya ke laut. Air limpasan permukaan akan mengalir secara
cepat ke saluran atau sungai, sehingga meningkatkan debit aliran. Sebagian air
yang menyusup ke dalam tanah akan mengalir secara mendatar sebagai aliran
antara (interflow). Bagian lain dari air yang terinfiltrasi dapat diteruskan
sebagai air perkolasi yang mencapai akuifer (aquifer, ground water storage).
E. Hidrometri
Hidrometri secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara
pengukuran air, atau cabang ilmu (kegiatan) pengukuran air atau pengumpulan
17
data dasar bagi analisis hidrologi. Hidrometri mencakup pengukuran air
permukaan dan air bawah termasuk air di danau, rawa, dan di formasi geologi
di bawah permukaan. Dalam pengertian sehari-hari diartikan sebagai kegiatan
untuk mengumpulkan data mengenai sungai, baik yang menyangkut tentang
ketinggian muka air maupun debit sungai serta sedimentasi atau unsur aliran
lain.
1. Stasiun Hidrometri
Stasiun hidrometri merupakan tempat di sungai yang dijadikan tempat
pengukuran debit sungai, maupun unsur-unsur aliran lainnya (Harto,
2000). Dalam satu sistem DAS stasiun hidrometri ini dijadikan titik
kontrol (control point) yang membatasi sistem DAS. Pada dasarnya
stasiun hidrometri ini dapat ditempatkan di sembarang tempat sepanjang
sungai dengan mempertimbangkan kebutuhan data aliran baik sekarang
maupun di masa yang akan datang sesuai dengan rencana pengembangan
daerah.
Dalam penempatan atau pemilihan stasiun hidrometri terdapat dua
pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Jaringan hidrologi di seluruh DAS,
2. Kondisi lokasi yang harus memenuhi syarat tertentu.
Menurut Boyer (1964, dalam Harto, 2000) dan Horst (1979, dalam Harto,
2000) dalam pemilihan lokasi stasiun hidrometri perlu diperhatikan
beberapa syarat yaitu :
18
1. Stasiun hidrometri harus dapat dicapai (accessible) dengan mudah setiap
saat, dan dalam segala macam kondisi baik musim hujan maupun musim
kemarau.
2. Di bagian sungai yang lurus dan aliran yang sejajar dengan jangkau tinggi
permukaan yang dapat dijangkau oleh alat yang tersedia. Dianjurkan agar
bagian yang lurus paling tidak tiga kali lebar sungai.
3. Di bagian sungai dengan penampang stabil, dengan pengertian bahwa
hubungan antara tinggi muka air dan debit tidak berubah, atau perubahan
yang mungkin terjadi kecil. Untuk sungai-sungai kecil atau saluran,
apabila tidak dijumpai penampang yang stabil dan sangat diperlukan,
penampang sungai/saluran dapat diperkuat dengan pasangan batu/beton.
4. Di bagian sungai yang peka (sensitive)
5. Tidak terjadi aliran di bantaran sungai pada saat debit besar
6. Tidak diganggu oleh pertumbuhan tanaman air, agar tidak menganggu
kerja current meter, dan tidak mengubah liku kalibrasi (rating curve)
7. Tidak terganggu oleh pembendungan di sebelah hilir (backwater)
F. Liku Kalibrasi (Rating Curve)
Liku kalibrasi (rating curve) adalah hubungan grafis antara tinggi muka air
dan debit. Liku ini diperlukan dalam banyak analisis, sehingga perlu
disiapkan dengan cermat. Liku kalibrasi dapat diperoleh dengan sejumlah
pengukuran yang terencana, dan mengkorelasikan dua variabel yaitu tinggi
muka air dan debit sungai di suatu titik kontrol. Hubungan ini bersifat khas,
19
dan merefleksikan pengaruh menyeluruh (integral influence) dari sistem DAS,
khususnya sifat pangsa (segment reach) sungai di sebelah hulu titik kontrol.
Hubungan grafis antara variabel tinggi muka air dan debit dapat dilakukan
dengan cara sederhana, yaitu menghubungkan titik-titik pengukuran dengan
garis lengkung di atas kertas grafik. Namun hendaknya disadari bahwa
meskipun cara ini paling mudah, tetapi mengandung unsur subyektifitas yang
cukup tinggi. Oleh sebab itu, liku kalibrasi hendaknya diperoleh dengan cara-
cara statistik, matematik, ataupun dengan secara langsung menggunakan
program komputer yang banyak tersedia.
Menurut Harto (2000) umumnya untuk memudahkan pemakaian liku kalibrasi
selanjutnya, dikehendaki liku kalibrasi yang berupa garis lurus, yaitu dengan
menggambarkan kedua variabel tersebut di atas kertas logaritmik.
Persamaan yang selama ini cukup baik yaitu dalam bentuk :
.................................(1)
Dengan : Q : Debit, dalam m3/det
A, B : Tetapan
H : Tinggi muka air (mm, cm, atau m)
ΔH : Angka koreksi, antara nol papan duga dengan
Dalam penentuan persamaan tersebut, jumlah dan jangkau (range) data sangat
penting. Diharapkan agar data yang dikumpulkan di lapangan tidak hanya
cukup banyak, akan tetapi juga mencakup jangkau maksimal. Dalam
prakteknya pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, sangat banyak
20
dijumpai sebagian besar data terkonsentrasi pada debit-debit rendah,
sedangkan data pada debit tinggi biasanya sangat terbatas.
G. Hidrograf
Hidrograf ditafsirkan secara umum sebagai variabilitas salah satu unsur aliran
sebagai fungsi waktu di satu titik kontrol tertentu atau penyajian grafis antara
salah satu unsur aliran dengan waktu (Harto, 2000). Sedangkan menurut
Sosrodarsono (1976) hidrograf merupakan diagram yang menggambarkan
variasi debit atau permukaan air menurut waktu. Kurva itu memberikan
gambaran mengenai berbagai kondisi yang ada di daerah itu secara bersama-
sama. Jadi kalau karakteristik daerah aliran itu berubah, maka bentuk
hidrograf pun berubah.
Beberapa macam hidrograf yaitu :
1. Hidrograf muka air (stage hydrograph), yaitu hubungan antara perubahan
tinggi muka air dengan waktu. Hidrograf ini merupakan hasil rekaman
AWLR (Automatic Water Level Recorder).
2. Hidrograf debit (discharge hydrograph), yaitu hubungan antara debit
dengan waktu. Dalam pengertian sehari-hari, bila tidak disebutkan lain,
hidrograf debit ini sering disebut sebagai hidrograf. Hidrograf ini dapat
diperoleh dari hidrograf muka air dan liku kalibrasi.
3. Hidrograf sedimen (sediment hydrograph), yaitu hubungan antara
kandungan sedimen dengan waktu.
21
Pada dasarnya hidrograf terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu sisi-naik, puncak,
dan sisi-resesi/turun, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2
Puncak
Sisi Turun
Sisi Naik
Gambar 2. Gambar Hidrograf
Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik
(time of rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (base time).
Waktu naik (TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik
sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum
yang terjadi pada kasus tertentu. Waktu dasar adalah waktu yang diukur dari
saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu
besaran yang ditetapkan. Besaran-besaran tersebut dapat digunakan sebagai
petunjuk tentang kepekaan sistem DAS terhadap pengaruh masukan hujan.
Dengan menelaah sifat-sifat hidrograf yang diperoleh dari pengukuran dalam
batas tertentu dapat diperoleh gambaran tentang keadaan DAS, apakah DAS
yang bersangkutan mempunyai kepekaan yang tinggi atau rendah. Makin
22
kritis sifat DAS berarti makin jelek kondisi DAS-nya dan demikian pula
sebaliknya.
Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang
terjadi, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain. Menurut
Kennedy dan Watt (1967, dalam Harto 1993) sifat hujan yang sangat
mempengaruhi bentuk hidrograf ada tiga macam, yaitu intensitas hujan, lama
hujan, dan arah gerak hujan. Intensitas hujan yang makin tinggi akan
mengakibatkan hidrograf naik dengan cepat, atau dengan kata lain akan terjadi
hidrograf dengan waktu naik pendek dan debit puncak tinggi, demikian juga
sebaliknya. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya terjadi dalam waktu
yang pendek, atau lama hujan pendek, sedangkan intensitas hujan yang rendah
pada umunya terjadi dengan lama hujan yang besar.
Arah gerak hujan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Arah gerak hujan ke hulu mengakibatkan hidrograf naik dengan cepat
mencapai debit puncak dengan waktu dasar yang relatif panjang. Hal ini
terjadi karena hujan yang terjadi menyebabkan naiknya hidrograf dengan
cepat, sedangkan dengan bergeraknya hujan ke hulu, mengakibatkan
masih adanya limpasan yang diteruskan ke luar DAS.
2. Arah gerak hujan ke hilir menyebabkan hidrograf naik lebih lambat, akan
tetapi kemudian naik dengan cepat dan mempunyai waktu dasar yang
relatif pendek.
Hidrograf merupakan sifat tanggapan DAS terhadap masukan hujan dengan
intensitas, lama, dan agihan tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
23
untuk setiap masukan yang berbeda akan menghasilkan keluaran yang berbeda
pula.
H. Pemisahan Komponen Aliran
Pada dasarnya aliran sungai selalu terdiri dari tiga komponen aliran, yaitu
limpasan permukaan, aliran antara, dan aliran dasar. Batas antara masing-
masing aliran tersebut sangat sulit (hampir tidak mungkin dikenali), meskipun
disadari untuk beberapa jenis analisis, pengenalan terhadap masing-masing
komponen aliran diperlukan. Cara-cara memisahkan hidrograf menjadi
komponen-komponennya. Dalam banyak kasus, untuk lebih menyederhanakan
ketiga komponen tersebut dijadikan dua komponen dengan mengandaikan
limpasan permukaan dan aliran antara menjadi satu komponen, yang disebut
limpasan langsung (direct runoff). Dengan andaian ini, maka hidrograf hanya
terdiri dari dua komponen saja, yaitu limpasan langsung dan aliran dasar.
Beberapa cara pemisahan aliran dasar yang banyak digunakan sebagai berikut:
1. Fixed Base Length Method
Prosedur pemisahan aliran dasar ini berdasarkan pengertian bahwa
limpasan permukaan akan berakhir sesudah waktu tertentu,
dihitung dari puncak hidrograf (time base dari direct runoff relatif
konstan), hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.
24
N
Gambar 3. Fixed Base Length Method
Langkah – langkahnya :
a. Meneruskan garis resesi dari hidrograf sebelumnya sampai pada titik di
bawah puncak hidrograf.
b. Ukurkan suatu titik pada kurva resesi sejarak N dari garis vertikal
lewat puncak hidrograf dengan :
............................. (2)
Dimana : N = Dinyatakan dalam hari
A = Luas daerah (km2).
Cara ini sampai sekarang para ahli hidrologi masih meragukan hasilnya
sehingga penentuan N masih harus ditinjau kembali terhadap beberapa
hidrograf (didasarkan pada pengamtan/empriris).
25
2. Cara ”garis lurus” (Straight Line Method)
Cara ini paling sederhana, yaitu dengan cara menghubungkan titik dimana
limpasan permukaan mulai terjadi dengan titik pemisah aliran dasar pada
kurva resesi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Straight Line Method
3. Variable Slope Method
Pendapat yang dipakai bahwa aliran dasar (base flow) akan memberi
sumbangan pada periode resesi dari harga puncaknya yaitu pada suatu titik
di bawah titik peralihan (inflection point), sedang kurva resesi yang terjadi
sebelumnya diteruskan sampai di bawah puncak hidrograf, hal ini dapat
dilihat pada Gambar 5.
26
Inflection Point
Gambar 5. Variable Slope Method
I. Hidrograf Satuan
Sherman (1932, dalam Harto 1993) mengemukakan bahwa dalam suatu sistem
DAS terdapat satu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap
suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan
dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam
konsep model hidrologi dikenal sebagai hidrograf satuan (unit hydrograph).
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff
hydrograph) yang dihasilkan oleh hujan mangkus yang terjadi merata di
seluruh DAS dan dengan intensitas tetap dalam satu satuan waktu yang
ditetapkan. Hidrograf satuan dianggap merupakan hidrograf khas untuk suatu
DAS tertentu, misalnya untuk hujan dengan kedalaman 1 mm (atau kedalaman
lain yang ditetapkan). Konsep hidrograf pertama kali dikemukan oleh
Sherman (1932, dalam Harto 1993) dalam upayanya untuk mendapatkan
perkiraan banjir yang terjadi akibat kedalaman hujan dan berbagai agihan jam-
27
jamannya. Akan tetapi disadari pula, karena anggapan-anggapan yang
digunakan, bahwa hidrograf aliran yang sebenarnya terjadi selalu berbeda
untuk setiap masukan yang terjadi pada saat yang berbeda. Oleh sebab itu,
untuk memperoleh hidrograf yang dapat dianggap sebagai hidrograf khas dan
mewakili DAS tersebut diperlukan perata-rataan hidrograf satuan yang
diperoleh dari beberapa kasus banjir. Tidak pernah terdapat petunjuk tentang
berapa jumlah kasus yang diperlukan untuk memperoleh hidrograf satuan ini.
Harto (1989) menunjukkan bahwa makin sedikit jumlah kasus banjir yang
digunakan, makin besar nilai debit puncak yang diperoleh dibandingkan
dengan jumlah kasus banjir yang banyak.
Hidrograf satuan mempunyai dua andaian pokok, yaitu :
1. Hidrograf satuan ini ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata di seluruh
DAS (spatially evenly distributed)
2. Hidrograf satuan ini ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata selama
waktu yang ditetapkan (constant intensity)
Selain itu, konsep hidrograf satuan juga didasarkan pada tiga buah landasan
pemikiran (postulates)
1. Ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan yang
menimbulkannya (linear system)
2. Tanggapan DAS tidak tergantung dari waktu terjadinya masukan (line
invariant)
3. Waktu dari puncak hidrograf satuan sampai akhir hidrograf limpasan
langsung selalu tetap
28
Melihat pengandaian yang melandasi konsep ini jelas bahwa hidrograf satuan
merupakan sistem yang linear time invariant. Dalam praktek keadaan seperti
yang ditetapkan dalam anggapan tadi umumnya tidak pernah dijumpai.
Konsep hidrograf satuan ini dipandang lebih merupakan penyederhanaan
proses hidrologi yang sebenarnya.
Untuk memperoleh hidrograf satuan dari suatu kasus banjir, maka diperlukan
data sebagai berikut ;
1. Rekaman AWLR
2. Pengukuran debit yang cukup
3. Data hujan biasa (manual), dan
4. Data hujan otomatik
Selanjutnya, perlu dipilih kasus yang menguntungkan dalam analisis, yaitu
dipilih hidrograf yang terpisah (isolated) dan mempunyai satu puncak (single
peak), serta hujan yang cukup serta agihan jam-jamannya. Syarat diatas
sebenarnya bukan merupakan keharusan, kecuali untuk mempermudah
hitungan yang dilakukan.
Memperhatikan uraian sebelumnya hidrograf satuan yang dihitung untuk
setiap kasus banjir, belum merupakan hidrograf satuan yang dianggap
mewakili DAS yang bersangkutan. Untuk itu, diperlukan hidrograf satuan
yang diturunkan dari banyak kasus banjir, kemudian dirata-ratakan untuk
memperoleh hidrograf satuan yang dianggap mewakili DAS yang
bersangkutan. Perataaan hendaknya tidak hanya dilakukan dengan merata-
ratakan ordinat masing-masing hidrograf satuan. Apabila perataan dilakukan
29
dengan cara ini, akan diperoleh hidrograf satuan dengan debit puncak yang
lebih kecil dari nilai rata-rata debit puncak masing-masing hidrograf satuan.
Perataan dilakukan dengan merata-ratakan baik debit puncak maupun waktu
capai puncaknya. Selanjutnya sisi resesinya dilakukan dengan menarik liku
resesi rata-rata dengan memperhatikan agar volume hidrograf satuan sama
dengan satuan volume yang ditetapkan.
Hidrograf satuan untuk suatu DAS yang diturunkan dengan perata-rataan
sejumlah hidrograf satuan yang berbeda, memberikan hidrograf satuan yang
berbeda pula.
J. Perhitungan Curah Hujan Rata-rata
Di dalam suatu DAS biasanya terdapat satu atau beberapa stasiun curah hujan,
untuk mencatat curah hujan yang jatuh. Suatu DAS yang ideal akan
mempunyai beberapa stasiun pencatat curah hujan untuk mengantisipasi
keragaman curah hujan yang jatuh. Dalam perhitungan debit di DAS, curah
hujan yang jatuh dalam suatu DAS biasanya rata-rata dengan tujuan
mempermudah proses perhitungan. Ada 3 metode yang biasanya dipakai
dalam perhitungan hujan rata-rata di daerah aliran sungai, yaitu : metode
Aritmatik, metode Polygon Thiessen, metode Isohyet.
1. Metode Aritmatik
Metode Aritmatik adalah metode yang paling sederhana dari ketiga
metode di atas. Metode Aritmatik dilakukan dengan menjumlahkan
30
seluruh data hujan harian di masing-masing stasiun dan membaginya
dengan jumlah stasiun.
Rumus umum metode Aritmatik adalah :
n
RRR n
...1............................. (3)
Dimana :
R = hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
R1…Rn = hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiunn pada hari
yang sama (mm)
N = jumlah stasiun hujan
Metode Aritmatik ini mempunyai kelebihan yaitu mudah untuk
dilaksanakan. Artinya perhitungannya sederhana dan tidak perlu mengacu
pada luas DAS atau hal-hal lain yang berhubungan dengan karakteristik
DAS. Kelemahan metode ini adalah apabila DAS yang diamati berukuran
besar dan curah hujan yang tercatat sangat berbeda antar stasiun. Hal ini
akan menyebabkan tidak akuratnya hasil perhitungan.
2. Metode Polygon Thiessen
Dalam menghitung curah hujan harian dengan metode Polygon Thiessen,
stasiun-stasiun hujan yang ada di dalam DAS dihubungkan satu sama lain
sehingga membentuk polygon. Dari polygon-polygon tersebut akan
membentuk daerah-daerah hujan yang diwakili oleh satu stasiun.
Prosedur perhitungan curah hujan rata-rata DAS dengan metode polygon
Thiessen adalah sebagai berikut :
31
a. Hubungkan setiap stasiun hujan dengan garis lurus sehingga
membentuk polygon segitiga
b. Tarik garis tegak lurus dan di tengah-tengah polygon-polygon segitiga
c. Hitung luas masing-masing daerah hujan
d. Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus :
............................. (4)
Dimana :
R = hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
R1…Rn = hujan yang tercatat distasiun 1 sampai stasiun n pada hari
yang sama (mm)
N = jumlah stasiun
A1…An = luas daerah hujan 1 sampai n (km2)
A = luas total DAS (km2)
Metode Thiessen ini dapat dikatakan lebih akurat daripada metode
Aritmatik, sebab curah hujan rata-rata DAS dihitung berdasarkan
pembagian daerah hujan. Walaupun begitu metode ini masih bergantung
dari subjektifitas si pembuat polygon. Oleh karena itu perhitungan yang
dilakukan oleh seseorang cenderung akan berbeda dengan perhitungan
orang lain, walaupun pada DAS yang sama.
3. Metode Isohyet
Dalam perhitungan hujan rata-rata DAS dengan metode Isohyet, DAS
dibagi menjadi daerah-daerah hujan yang dibatasi oleh garis kontur yang
A
ARARR nn ..... 11
32
menggambarkan variasi curah hujan di DAS. Prosedur perhitungan curah
hujan rata-rata DAS dengan metode Isohyet, adalah sebagai berikut :
a. Buatlah garis kontur hujan dengan merujuk pada curah hujan di
masing-masing stasiun
b. Hitung luas masing-masing daerah hujan
c. Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus :
............................. (5)
dimana :
R = hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
R1…Rn = hujan yang tercatat distasiun 1 sampai stasiun n pada hari
yang sama (mm)
n = jumlah stasiun
A1…An = luas daerah hujan 1 sampai n (km2)
A = luas total DAS (km2)
Metode Isohyet dapat dilakukan lebih akurat daripada metode Aritmatik
dan metode Polygon Thiessen, sebab curah hujan rata-rata DAS dihitung
berdasarkan pembagian daerah hujan yang sangat teliti. Walaupun
demikian, metode Isohyet adalah metode yang tersulit.
Metode ini masih bergantung dari subjektifitas si pembuat kontur. Oleh
karena itu yang dilakukan seseorang cenderung akan berbeda dengan
perhitungan orang lain, walaupun pada DAS yang sama.
A
ARARR nn ..... 11
33
K. Analisis Statistik
Dalam menganalisa data hidrologi seperti data hujan dan data debit, seseorang
harus menguasai perhitungan dasar statistik. Perhitungan-perhitungan tersebut
meliputi : perhitungan nilai rata-rata, Standar Deviasi, Koefisien
kemencengan, Koefisien Kurtosis.
1. Perhitungan nilai rata-rata ( )
Nilai rata-rata dirumuskan dengan :
............................. (6)
Dimana :
x = nilai rata-rata
n = jumlah data
2. Perhitungan Standar Deviasi (Std(x))
Nilai standar Deviasi dirumuskan dengan :
............................. (7)
Dimana :
std (x) = standar deviasi
= nilai rata-rata
N = jumlah data
3. Perhitungan Koefisien Kemencengan atau Skewness (Cs)
Nilai koefisien skewness suatu data dirumuskan dengan :
............................. (8)
34
Dimana :
Cs = koefisien skewness
Std (x) = standar deviasi
= nilai rata-rata
= jumlah data
4. Perhitungan Koefisien Kurtosis (Ck)
Nilai koefisien kurtosis suatu data dirumuskan dengan :
............................. (9)
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis
Std(x) = standar deviasi
= nilai rata-rata
n = jumlah data
L. Analisis Frekuensi
Analisi frekuensi dalam hidrologi digunakan untuk memeperkirakan curah
hujan atau debit rancangan dengan kala ulang tertentu. Analisis frekuensi
dalam hidrologi sendiri didefenisikan sebagai perhitungan atau peramalan
suatu peristiwa hujan atau debit yang menggunakan data historis dan frekuensi
kejadiannya. Metode yang sering digunakan untuk analisis frekuensi dalam
hidrologi adalah metode Gumble, metode Distribusi Log Pearson III, metode
Distribusi normal, dan metode Log normal.
35
1. Metode Gumble
Metode Gumble diciptakan oleh E.J. Gumble pada tahun 1941. Dalam
metode ini data yang diolah diasumsikan mempunyai sebaran tertentu
yang disebut sebaran Gumble.
Langkah-langkah pengerjaan perhitungan curah hujan atau debit
rancangan dengan metode Gumble adalah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data curah hujan atau debit harian maksimum tahunan
dan menyusunnya dalam satu tabel data. Hujan atau debit harian
maksimum tahunan adalah hujan atau debit harian tertinggi dalam
tahun tertentu.
b. Mencari nilai rata-rata dan standar deviasi dari data
c. Menghitung hujan atau debit rancangan dengan rumus :
............................. (10)
Dimana :
RT = curah hujan rencana dengan periode ulang T
= rata-rata data
YT = reduced varieties yang nilainya dihitung berdasarkan rumus
............................. (11)
T = kala ulang
Yn = reduced mean yang nilainya berdasarkan jumlah data
Std(R) = standar deviasi dari data
Sn = reduced standar deviation yang nilainya berdasarkan jumlah
data
36
2. Metode Log Pearson III
Metode ini disebut Log Pearson III karena metode ini melibatkan tiga
parameter dalam proses perhitungannya. Ketiga parameter tersebut adalah
harga rata-rata data, standar deviasi data, dan kefisien kemencengan data.
Langkah-langkah pengerjaan perhitungan hujan atau debit rancangan
dengan metode Log Pearson III ini adalah :
a. Mengumpulkan hujan atau debit harian maksimum tahunan dan
menyusunnya dalam suatu tabel data
b. Mencari nilai log dari masing-masing data
c. Mencari nilai rata-rata, standar deviasi, dan koefisien kemencengan
dari log data
d. Menghitung log hujan atau debit rancangan degnan rumus :
............................. (12)
Dimana :
Log(RT) = log dari curah hujan rencana dengan periode ulang T
= log dari rata-rata data
Sta(log(R)) = standar deviasi dari log(R)
G = koefisien Pearson yang nilainya didapat berdasarkan
nilai Cs dan T
e. Menghitung curah huajn atau debit rancangan dengan rumus :
RT = 10log(RT
) ............................. (13)
3. Metode Distribusi Normal
Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk
lonceng yang disebut juga dengan distribusi Gauss. Distribusi normal
37
mempunyai 2 parameter yaitu rerata dan deviasi standar dari populasi.
Sri Harto (1993) memberikan sifat-sifat distribusi normal, yaitu nilai
koefisien kemencengan (skewness) sama dengan nol ( ) dan nilai
koefisien kurtosis ( ). Selain itu terdapat sifat-sifat distribusi
frekuensi kumulatif berikut ini :
Kemungkinan variant berada pada daerah dan adalah
68,27% dan yang berada antara dan adalah 95,44%.
4. Metode Distribusi Lognormal
Distribusi log normal digunakan apabila nilai nilai dari variabel random
tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi
distribusi normal. Sri harto (1993) memberikan sifat-sifat distribusi log
normal, berikut :
Nilai kemencengan : ............................. (14)
Nilai kurtosis : ...................... (15)
M. Analisis Debit Banjir
Analisis debit banjir digunakan untuk menetukan besarnya debit banjir
rencana pada suatu DAS. Debit banjir rencana merupakan debit banjir
maksimum rencana pada sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang
tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan
38
stabilitas sungai. Metode hidrograf satuan banyak digunakan untuk banjir
rancangan. Metode ini relatif sederhana, mudah penerapannya, tidak
memerlukan data yang kompleks dan memberikan hasil rancangan yang teliti.
Data yang diperlukan untuk menurunkan hidrograf satuan terukur di DAS
yang ditinjau adalah data hujan otomatis dan pencatatan debit kontrol.
Beberapa anggapan dalam penggunaan hidrograf satuan adalah sebagai
berikut ini :
1. Hujan efektif mempunyai intensitas konstan selama durasi hujan efektif.
Untuk memenuhi anggapan ini maka hujan deras yang dipilih untuk
analisis adalah data hujan dengan durasi singkat.
2. Hujan efektif terdistribusi secara merata pada seluruh DAS. Dengan
anggapan ini maka hidrograf satuan tidak berlaku untuk DAS yang sangat
luas, karena sulit untuk mendapatkan hujan merata diseluruh DAS.
Penggunaan pada DAS yang sangat luas dapat dilakukan dengan
membagi DAS menjadi sub DAS, dan pada setiap sub DAS dilakukan
analisis hidrograf satuan.
Dari data hujan dan hidrograf limpasan langsung yang tercatat pada setiap
interval waktu tertentu (misalnya tiap jam), selanjutnya dilakukan pemilihan
data untuk analisis selanjutnya. Untuk penurunan hidrograf satuan dipilih
kasus banjir dan hujan penyebab banjir dengan kriteria berikut ini :
1. Hidrograf banjir berpuncak tunggal. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan analisis.
2. Hujan penyebab banjir terjadi merata diseluruh DAS, hal ini dipilih untuk
memenuhi kriteria teori hidrograf satuan.
39
3. Dipilih kasus banjir dengan debit puncak yang relatif cukup besar.
Berdasarkan kriteria tersebut maka terdapat banyak kasus banjir. Untuk
masing-masing kasus banjirditurunkan hidrograf satuannya. Hidrograf
satuan yang dianggap dapat mewakili DAS yang ditinjau adalah hidrograf
satuan rerata yang diperoleh dari beberapa kasus banjir tersebut.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilakukan di bagian hulu anak sungai Way Besai yaitu
Sungai Air Anak yang berada di Dusun Talang Bandung Desa Sindang Pagar
Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6.Lokasi Penelitian
Skala 1:200000
42
Gambar 7. Gambar Das Talang Bandung
43
B. Data Yang Diperlukan
Data-data yang perlu dalam penelitian ini adalah :
1. Data curah hujan otomatis yang terdapat pada Sub DAS Way Besai bagian
hulu.
2. Data penampang melintang sungai (cross section).
3. Data ketinggian muka air baik yang tercatat secara manual maupun yang
terekam pada AWLR (Automatic Water Level Recorder).
4. Data kecepatan aliran sungai.
5. Data karakteristik Sub DAS Anak Way Besai
C. Alat Yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini, yaitu :
1. Alat penakar hujan otomatis type tipping bucket.
2. Alat pengukur tinggi muka air otomatis atau AWLR (Automatic Water Level
Recorder).
3. Peilscale (meteran kayu), digunakan untuk mengukur tinggi muka air secara
manual.
4. Cat, digunakan untuk membuat tanda ukur di dinding penahan banjir.
5. Current meter, digunakan untuk mengukur kecepatan aliran sungai.
6. Meteran, digunakan untuk mengukur penampang sungai.
7. Pipa PVC solid, digunakan untuk melindungi alat water level probe yang
ditanamkan di sungai sehingga tinggi muka air sungai dapat terukur dengan
time step yang kecil.
44
Semua peralatan yang dipakai selama penelitian ini dilakukan diperlihatkan oleh
Gambar 8.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 8. (a). Alat Penakar Hujan otomatis tipe tipping bucket, (b). Alat
pengukur tinggi muka air otomatis atau AWLR, (c). Pipa PVC, (d).
Current meter, (e). Peilscale.
45
D. Metode Penelitian
Metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data curah hujan yang didapat dari alat penakar hujan otomatis
tipe tipping bucket .
2. Pengumpulan data tinggi muka air baik secara manual atau secara otomatis
yang terekam pada AWLR
3. Pengumpulan data kecepatan aliran sungai dengan menggunakan current
meter
4. Pengukuran penampang melintang sungai
5. Pembuatan liku kalibrasi (rating curve). Liku kalibrasi dapat diperoleh dengan
sejumlah pengukuran yang terencana dan pembuatannya dilakukan dengan
cara mencari hubungan antara tinggi muka air dengan debit. Setelah itu
diplotkan pada kertas grafik atau program komputer, dan membuat hubungan
grafis antara kedua item tersebut dengan cara sederhana yaitu menghubungkan
titik-titik pengukuran dengan garis lengkung di atas kertas grafik atau dengan
cara menggunakan program komputer. Dan mencari persamaan hubungan
antara tinggi muka air dengan debit.
6. Pengalihragaman hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) menjadi
hidrograf aliran (discharge hydrograph) dengan liku kalibrasi. Hidrograf
tinggi muka air yang didapatkan dari alat pengukur otomatis atau AWLR
diubah menjadi hidrograf aliran dengan cara mengalikan persamaan yang
didapatkan pada pembuatan liku kalibrasi dengan data tinggi muka air.
7. Pemisahan komponen aliran dasar dengan pendekatan cara ‘garis lurus’
(straight line method), sehingga didapatkan hidrograf limpasan langsung
46
(HLL). Pemisahan aliran dasar dengan menggunakan cara ‘garis lurus’ atau
straight line method dilakukan dengan penarikan garis aliran dasar dimulai
dari saat hidrograf aliran naik dan berpotongan pada akhir resesi. Awal sisi
naik ditandai dengan berubahnya ordinat hidrograf dari konstan menjadi naik,
sebaliknya akhir sisi resesi ditandai dengan berubahnya hidrograf aliran dari
ordinat menurun menjadi konstan. Hidrograf limpasan langsung (HLL)
diperoleh dengan memperkurangkan hidrograf total dengan aliran dasar (base
flow).
8. Menghitung curah hujan efektif atau sering dinyatakan dengan indeks phi ( ).
Hujan efektif dalam analisis ini diartikan sebagai hujan yang dapat
menyebabkan terjadinya limpasan langsung, yaitu hujan total setelah
dikurangi dengan kehilangan-kehilangan dalam hal ini yang dapat dihitung
adalah infiltrasi dan dinyatakan dengan indeks phi ( ). Besarnya indeks phi
diperoleh dengan membagi selisih hujan total dan hujan yang menyebabkan
limpasan langsung dengan lama hujan. Hujan yang menyebabkan limpasan
langsung diperoleh dengan cara membagi jumlah total debit limpasan
langsung dengan luas DAS (mm/jam).
9. Menghitung dan membuat ordinat hidrograf satuan masing-masing hidrograf
banjir. Diandaikan hidrograf satuan yang terjadi mempunyai ordinat berturut-
turut U1, U2, dan seterusnya. Setelah itu hidrograf satuan tersebut dikalikan
dengan hujan efektif (R) yang bersangkutan, maka akan diperoleh hidrograf
limpasan langsung. Dengan cara membandingkan ordinat hidrograf limpasan
langsung yang didapat dari hitungan ini dengan ordinat hidrograf limpasan
langsung yang terukur, maka diperoleh ordinat-ordinat hidrograf satuan U1,
47
U2, dan seterusnya. Penjelasan diatas dapat disederhanakan dan dapat dilihat
pada penjelasan dibawah ini ;
R1 : R1U1 R1U2 R1U3 R1U4 R1U5 R1U6 R1U7 …
R2 : R2U1 R2U2 R2U3 R2U4 R2U5 R2U6 R2U7 …
R3 : R3U1 R3U2 R3U3 R3U4 R3U5 R3U6 R3U7 …
… : . . . . . . . . . . . . . . . . . . …
A B C D E F G H I …
Selanjutnya bandingkan dengan hidrograf limpasan langsung terukur
A : R1U1 = U1 U1 = …
B : R1U2 + R2U1 = U2 U2 = …
C : R1U3 + R2U2 + R3U2 = U3 U3 = …
10. Membuat hidrograf satuan terukur rata–rata dari hidrograf satuan yang ada,
sehingga didapatkan Hidrograf Satuan Terukur (HST).
11. Menghitung debit banjir yang didapatkan dari Hidrograf Satuan Terukur
(HST).
48
E. Bagan Alir Penelitian
Liku Kalibrasi
Tidak
Ya
Gambar 9. Bagan Alir Penelitian HST Hulu Anak Sungai Way Besai
Data hujan, HLL,
Luas DAS
Hujan Efektif
Φ = ( Ptot-Pnet)/T
Ф > yang diprediksi
Data Debit
Pemisahan Komponen
Aliran (Cara ‘garis lurus’)
Analisis
Hidrograf Satuan Terukur
Hidrograf Limpasan
Langsung (HLL)
Mulai
Selesai
Pembahasan
Kesimpulan
Data tinggi muka
air
Data Penampang
Saluran Sungai
Kecepatan Aliran
(m2/s)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik HST sub DAS Way Besai yaitu DAS Air Anak dan Talang
Bandung yang terletak di Desa Talang Bandung Pekon Sindang Pagar Kec.
Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat, yaitu :
a. Untuk periode waktu 10 menitan HST DAS Air Anak dan DAS Talang
Bandung yaitu debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,379 m3/det dan 0,451
m3/det, waktu menuju puncak (Tp) sama yaitu pada 10 menit kesepuluh
(100 menit), dan waktu dasarnya (Tb) adalah selama 540 dan 650 menit.
Untuk waktu dasar terpanjang adalah 960 dan 870 menit dan waktu
terpendek adalah 240 dan 400 menit. Sedangkan debit puncak terbesar
adalah 1,108 m3/det dan 0,953 m3/det.
b. Untuk periode waktu 20 menitan HST DAS Air Anak DAS Talang
Bandung yaitu debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,353 m3/det dan 0,424
m3/det, waktu menuju puncak (Tp) sama yaitu pada 10 menit kesepuluh
(100 menit), dan waktu dasarnya (Tb) selama 540 dan 600 menit. Untuk
waktu dasar terpanjang sama yaitu 960 menit dan waktu terpendek adalah
132
240 dan 400 menit. Sedangkan debit puncak terbesar adalah 0,759 m3/det
dan 1,091 m3/det.
c. Untuk periode waktu 30 menitan HST DAS Air Anak dan Talang
Bandung yaitu mempunyai debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,322
m3/det dan 0,407 m3/det , waktu menuju puncak (Tp) sama yaitu pada 30
menit ketiga (90 menit), dan waktu dasarnya (Tb) selama 560 dan 690
menit. Untuk waktu dasar terpanjang adalah 960 dan 990 menit akantetapi
waktu terpendek adalah 210 dan 330 menit. Sedangkan debit puncak
terbesar adalah 0,729 m3/det dan 0,942 m3/det.
d. Untuk periode waktu 60 menitan HST DAS Air Anak dan DAS Talang
Bandung yaitu mempunyai debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,340
m3/det dan 0,394 m3/det, waktu menuju puncak (Tp) sama yaitu pada 60
menit kedua (120 menit), dan waktu dasarnya (Tb) selama 560 dan 660
menit. Untuk waktu dasar terpanjang adalah 960 dan 1020 menit, dan
waktu terpendek adalah 180 dan 300 menit. Sedangkan debit puncak
terbesar adalah 0,769 m3/det dan 0,706 m3/det.
2. Waktu puncak, debit puncak dan waktu dasar yanag ada pada DAS Air
Anak dan DAS Talang bandung adalah :
a. Waktu menuju puncak untuk DAS Air Anak dan DAS Talang
Bandung sama. Seperti dipaparkan sebelumnya untuk periode
waktu 10 menitan dan 20 menitan kedua DAS tersebut mempunyai
rata-rata waktu menuju puncak yang sama yaitu pada waktu 100
menit, begitupula periode 60 menitan yaitu pada waktu 120 menit
(2 jam), sedangkan pada periode 30 menitan waktu menuju
133
puncaknya yaitu pada waktu 90 menit. Hal ini dikarenakan
perbedaan luas kedua DAS yang tidak jauh berbeda sehingga
waktu limpasan langsung menuju sungai relatif sama. Untuk DAS
Air Anak luas DASnya adalah sebesar 4,95 km2 dan 7,26 km2
untuk DAS Talang Bandung.
b. Debit puncak untuk DAS Talang Bandung relatif lebih besar dari
debit puncak untuk DAS Air Anak. Hal ini dikarenakan karena
daerah aliran untuk DAS Talang Bandung lebih besar
dibandingkan DAS Air Anak.
c. Waktu dasar untuk DAS Talang Bandung relatif sedikit lebih lama
dari waktu dasar untuk DAS Air Anak tetapi tidak berbeda jauh.
Hal ini dikarenakan meskipun luas DAS Talang Bandung lebih
besar tetapi sub DAS dari DAS Air Anak lebih banyak
dibandingkan DAS Talang Bandung.
3. Hidrograf banjir kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan 25 tahun
mempunyai debit puncak banjir yang berbeda untuk masing-masing DAS.
Untuk DAS Air Anak debit banjir puncaknya meliputi untuk kala ulang 2
tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 25 tahun adalah sebesar 10,039 m3/d, 13,119
m3/d, 14,894 m3/d, dan 16,832 m3/d. Sedangkan untuk DAS Talang Bandung
debit banjir puncaknya adalah sebesar 11,945 m3/d untuk kala ulang 2 tahun,
15,607 m3/d untuk kala ulang 5 tahun, untuk kala ulang 10 tahun 17,716 m3/d
dan 20,179 m3/d untuk kala ulang 25 tahun. Hal ini disebabkan oleh luas DAS
yang berbeda, jumlah sub das yang berbeda, dan penampang sungai yang
berbeda
134
B. SARAN
Berdasarkan penelitian ini, disarankan adanya perhatian pada hal-hal berikut :
1. Perlu adanya konservasi hutan/ penanaman kembali hutan yang telah gundul
untuk mengembalikan fungsi hutan kembali.
2. Perlu penambahan rain gauge pada beberapa daerah sepanjang DAS terutama
di sekitar DAS Air Anak dan DAS Talang Bandung, sehingga dapat diprediksi
curah hujan rata-rata yang lebih akurat dibandingkan dengan penempatan satu
rain gain.
3. Perlu adanya penambahan data kejadian banjir terutama pada DAS Talang
Bandung, sehingga hidrograf satuan rata-rata dapat lebih mewakili
karakteristik DAS yang ada.
4. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pencatatan tinggi muka air
lebih banyak agar bisa mendaptkan ketelitian yang lebih akurat untuk kalibrasi
anatara peilscale dan alat pencatat tinggi muka air (AWLR).
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah MadaUniversity Press, Yogyakarta.
Harto Br, Sri. 1989. Kecenderungan Penyimpangan Dalam Penetapan JumlahHidrograf-Satuan. . Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Harto Br, Sri. 1991. Penetapan Jumlah Kasus Banjir Pada Analisis HidrografSatuan.
Harto Br, Sri. 1993. Analisis Hidrologi, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Harto Br, Sri. 2000. Hidrologi (Teori, Masalah dan Penyelesaiannya). NafiriOffset, Yogyakarta.
Soemarto, CD. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya.
Sosrodarsono, Suyono, 1976. Hidrologi untuk Pengairan, Association forInternational Tecnical Promotion, Jakarta.
Sosrodarsono S., Takeda, Kensaku. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. P.T.Paradnya Paramita. Jakarta.
Sosrodarsono, Suyono. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. P.T. ParadnyaParamita. Jakarta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. UNDIP Semarang.