32
Arsitektur Vernakular Malaysia Ni Made Mitha Mahastuti NIP.1985070620140922001 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

Arsitektur Vernakular Malaysia

Ni Made Mitha Mahastuti

NIP.1985070620140922001

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2018

Page 2: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa

(Tuhan Yang Maha Esa) karena berkatNyalah, karya tulis singkat ini dapat diselesaikan.

Judul yang ditampilkan adalah Arsitektur Vernakular Malaysia, judul ini disusun

sebagai salah satu tugas dan kewajiban dosen, yang sudah seharusnya selalu mencari materi

tentang arsitektur pada umumnya, dan mata kuliah yang diampu pada khususnya. Untuk

mengerjakan tulisan ini, banyak materi, baik berupa bahan-bahan bacaan maupun diskusi,

wawancara dan lainnya. Tak kalah juga pentingnya adalah dorongan semangat, bimbingan,

masukan-masukan pemikiran, yang datangnya dari para kolega dan semuanya itu memberi

kontribusi positif bagi penulis.

Terima kasih penulis sampaikan untuk semua pihak yang telah berperan seperti

tersebut diatas, terutama Ibu Prof. Dr. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT

(Koordinator Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana) yang selalu

mendorong untuk meningkatkan kompetensi melalui pembuatan tulisan seperti ini. Selain

itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak lainnya yang telah

membantu memperkaya materi.

Sebagai akhir kata penulis berharap, semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya

yaitu memperkaya materi perkuliahan khususnya, dan pengetahuan arsitektur pada

umumnya.

Denpasar, Juli 2018

Penulis

Ni Made Mitha Mahastuti

NIP.1985070620140922001

Page 3: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

ABSTRAK

Malaysia sebagai salah satu negara serumpun dengan Indonesia dan terletak di Benua Asiamemiliki keunikan dari segi kebudayaan. Salah satunya adalah karya arsitektur. Pada beberapa halterdapat kesamaan dari jenis material yang digunakan untuk mendukung wujud fisiknya, bentukdari bangunannya itu sendiri, dan fungsi bangunan secara umum. Namun sayangnya seiringdengan perkembangan dan perubahan jaman, arsitektur tradisional yang juga disebut arsitekturvernakular tersebut mulai mengalami stagnansi dan ditinggalkan oleh pewarisnya padahal nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya amat tinggi. Menjadi suatu pekerjaan rumah bagigenrasi penerus untuk lebih memahami dan melanjutkan pelestarian dari karya arsitekturvernakular yang ada.

Dalam arsitektur, istilah vernakular itu sendiri digunakan untuk menyebut bentuk-bentukyang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat yang diungkapkandalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail bagian, ornamen dan lain-lain), sejalan dengan regionalisme. Dengan batasan tersebut, maka arsitektur tradisional adalahbaik dalam bentuk permukiman maupun unit-unit bangunan di dalamnya dapat dikategorikandalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temurun, tanpa pengaruh dari luar. Desainvernakular adalah suatu desain yang mengambil bentuk-bentuk arsitektur budaya setempat, yangkemudian diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk arsitektur yang baru.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa arsitektur vernakularMalaysia memiliki kemiripan dengan arsitektur tradisional di Indonesia khususnya di daerah PulauSumatera dan Kalimantan. Seperti layaknya arsitektur tradisional, rumah tradisional Malaysia punminim akan pemakaian furnitur di dalamnya, ini dikarenakan lebih banyak mengutamakankegiatan yang bersifat kebersamaan dan umumnya satu ruang digunakan untuk beragam kegiatan(multifungsi) oleh banyak orang sehingga memerlukan tempat yang lapang dan luas. Arsitekturvernakular adalah arsitektur yang tidak bisa dilepaskan dari budaya setempat serta mengandungpotensi lokal yang bisa dikembangkan di daerah itu. Sebagai suatu warisan leluhur, sudahsepatutnya nilai, fungsi, dan makna diletakkan sesuai dengan tempatnya, dilestarikan, dandiperlakukan sebagaimana mestinya agar identitas lokal tidak mudah hilang oleh perubahan waktu.

Kata Kunci: arsitektur, vernakular, regionalism, Malaysia

Page 4: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i

ABSTRAK.......................................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

I. Tinjauan Umum Negara Malaysia.............................................................................1

II. Tinjauan Teori ...........................................................................................................3

2.1. Arsitektur Vernakular ........................................................................................3

2.2. Asosiasi Arsitektur .............................................................................................13

2.3. Asimilasi Arsitektur ............................................................................................14

III. Arsitektur Tradisional Malaysia ................................................................................16

3.1. Wujud Bangunan Tradisional Malaysia .............................................................16

3.2. Persebaran Bangunan Tradisional Malaysia .......................................................18

3.3. Lay-out Rumah Tradisional Malaysia ................................................................21

3.4. Material dan Estetika Rumah Tradisional Malaysia ...........................................23

3.5. Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Malaysia.......................................14

3.6. Pemecahan Masalah Iklim Pada Bangunan Tradisional Malaysia .....................25

IV. Simpulan ....................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................iv

Page 5: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, Eko 1995. Architectural Conservation In Bali. Yogyakarta. Gajah Mada University

Press.

Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. 2009. Arsitektur dan Kebudayaan Bali Kuno. Denpasar. CV.

Bali Media Adhikasa dan Udayana University Press.

Gelebet, I Nyoman. 1981/1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan-Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Ishar, H. K. 1992. Pedoman Umum Merancang Bangunan. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jencks, Charles. 1977. Post-Modern Architecture. Britain : Balding & Mansell ltd.

Mangunwijaya, Y.B. 1980. Dasar-dasar Pengantar Fisika Bangunan. Jakarta. PT. Gramedia.

Soetiadji, Setyo. 1986. Anatomi Estetika. Jakarta. Penerbit Djambatan.

Sumalyo, Yulianto. 1997. Arsitektur Modern Abad XIX-XX. Yogyakarta. UGM Press.

Yuan, Lim Je. 1987. The Malay House. Malaysia : Institut Masyarakat

Zahd, Markus. 2013. Pendekatan Dalam Perancangan Arsitektur. Penerbit Kanisius dan

Soegijapranata University Press.

Page 6: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

1

BAB I

Tinjauan Umum Negara Malaysia

Malaysia terletak di Semenanjung Malaysia dan sebagian Borneo/Kalimantan

(Sabah dan Serawak), yang dipisahkan oleh Laut China Selatan. Mayoritas penduduknya

adalah rumpun Melayu, China dan India serta kelompok kecil lainnya seperti suku

Kadazan Dusun dan suku Iban. Secara astronomis Malaysia terletak pada 2°-7° LU dan

100°-119° BT, negara ini dikaruniai keindahan pantai, gunung, gua, pulau-pulau

termasuk kekayaan flora-fauna yang tersebar di 13 negara bagian. Menara komunikasi

Kuala Lumpur setinggi 421 meter yang diresmikan pada Agustus l996 dan Menara

Kembar Petronas dengan tinggi 452 meter (88 tingkat) merupakan ikon Malaysia yang

banyak dikunjungi. Putrajaya, yang berada di luar Kuala Lumpur, berbatasan dengan

lembah silikon dan Cyberjaya, didesain menjadi “kota taman dan kota pintar” sebagai

pusat cyber dan pemerintahan. Selain sebagai kediaman resmi Perdana Menteri Malaysia,

Putrajaya dilengkapi 12 taman termasuk hutan tropis alami, taman botani dan taman

pengembangan hasil pertanian, pusat konvensi dan juga tujuan wisata. Arsitektur

bangunan di Putrajaya tampak bernuansa Islami, walaupun ada juga kritik yang

dilontarkan pengunjung, yakni kurang menampilkan identitas Malaysia.

Malaysia juga menawarkan wisata belanja, baik untuk produk-produk “branded”

maupun lokal. Misalnya di seputar Kuala Lumpur, ada Pasar Sentral, Taman Kota Mid

Valley, Jalan Bukit Bintang, Berjaya Times Square, Jalan Ampang dan banyak lagi. Pusat

perbelanjaan di kota-kota di negara bagian Malaysia umumnya menawarkan produk

tekstil dari kapas atau sutera, kerajinan perak, kayu, keramik, porselin dan kuningan serta

warisan kuliner setempat. Obyek wisata alam misalnya Taman Negara Kuala Tahan,

Taman Nasional Penang, Taman Laut Pulau Payar, Pulau Redang, Pulau Tioman dan

Pulau Layang-Layang. Keragaman kuliner mewakili tiga rumpun besar etnis di Malaysia,

misalnya nasi lemak, laksa, atau sup ekor yang mewakili Melayu, nasi ayam Hainan,

berbagai jenis mie dari China atau kari dan roti canai dari India. Panorama alam lain

misalnya Batu Caves di Selangor, Gua Kelam di Perlis, Lokasi Peristirahatan Gunung

Jedrai di Kedah, Kuil Sri Mariamman di Penang, Danau Bukit Merah di Perak, Benteng

Famosa dan Saint John di Melaka, Air Terjun Kota Tinggi di Johor atau Pantai Telok

Chempedak di Kuantan. Sirkuit balap Formula 1 Sepang di dekat Bandara Internasional

Page 7: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

2

Kuala Lumpur dengan jalur-jalur yang cukup menantang dibandingkan sirkuit-sirkuit lain

di dunia ditawarkan pada para penggila lomba olahraga ini.

Di tengah pesatnya pariwisata dan pembangunan yang terjadi di Malaysia, tidak

dapat dipungkiri keberadaan arsitektur tradisional yang menjadi aset berharga telah

terdesak bahkan tergusur oleh menjamurnya bangunan-bangunan modern. Menjadi ironi

karena sesungguhnya arsitektur tradisional Malaysia selayaknya arsitektur tradisional

daerah lainnya memiliki kekhususan tersendiri serta keunikan yang tidak dimiliki daerah

lainnya. Sangat disesalkan, telah terjadi pembongkaran banyak bangunan bernilai

arsitektural dan sejarah tinggi dengan berbagai alasan. Alasan yang paling mendesak tentu

saja adalah modernisme agar tidak tertinggal peradaban. Apapun alasannya, yang pasti

adalah akibat kurangnya apresiasi terhadap nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu perlu dikaji

kembali mengenai arsitektur tradisional Malaysia, sehingga nilai-nilai luhur yang

terkandung di dalamnya dapat lebih dipahami untuk dilestarikan keberadaannya sebagai

sebuah warisan budaya.

Page 8: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

3

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Arsitektur Vernakular

Ada beberapa definisi yang berbeda dari pengertian arsitektur vernakular. Sebagai

contohnya dalam artikel di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa region dan

vernacular adalah hal yang sama hingga didiskusikan selanjutnya (New York Times,

1983). Pada kasus yang lain (Swaim, 1978) memiliki pendapat yang berbeda yakni

vernakular maksudnya ialah ”tempat yang spesifik”. Vernakular dapat diartikan sebagai

bahasa setempat dan dalam arsitektur istilah ini digunakan untuk menyebut bentuk-

bentuk yang menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat yang

diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak, denah, struktur, detail-detail

bagian, ornamen dan lain-lain). Dengan batasan tersebut, maka arsitektur tradisional

adalah baik dalam bentuk permukiman maupun unit-unit bangunan di dalamnya dapat

dikategorikan dalam vernakular murni, terbentuk oleh tradisi turun temurun, tanpa

pengaruh dari luar. Desain vernakular adalah suatu desain yang mengambil bentuk-

bentuk arsitektur budaya setempat, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk-

bentuk arsitektur yang baru.

a. Adapun ciri–ciri dari aliran vernakular adalah :

• Unsur-unsur budaya lokal diterapkan dan diungkapkan dalam bentuk fisik

arsitektural

• Bertujuan untuk melestarikan unsur-unsur lokal yang telah dibentuk secara

turun temurun

• Banyak dirancang dan dibangun di Asia karena terletak di belahan bumi timur

yang memiliki budaya, alam dan iklim regional yang khas.

b. Konsep Arsitektur Vernakular

Konsep arsitektur vernakular bersumber dari budaya, pola pikir, kepercayaan/

pandangan terhadap ruang, tata letak, yang mengacu pada makrokosmos, religi/

kepercayaan yang mengikat. Namun satu hal yang penting bahwa vernakular adalah

konsep yang tetap karena berupa jumlah dasar dan kadang-kadang tidak merupakan

asumsi yang tidak tetap untuk diingat tanpa dilakukan pengujian sebagai dasar

pertumbuhan dan pengembangan (Rapoport, 1984).

Page 9: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

4

Terdapat pertentangan tentang konsep umum yang seharusnya berhubungan

dengan klasifikasi dan teori konsep kesopanan yang diperlukan dalam membuat formulir

teori yang baik. Tetapi teori yang baik memerlukan konsep kesopanan. Semua itu

mengikuti beberapa klasifikasi tahap awal dalam penemuan yang diperlukan untuk

menyesuaikan cabang-cabang sebagai bahan untuk dipelajari. Catatan itu juga digunakan

sebagai teori yang tidak mendesak dari klasifikasi walaupun hal itu kadang-kadang

dituntut. Kadang-kadang hal itu juga digunakan untuk menegaskan dan mendefinisikan

istilah-istilah, berupa definisi yang harus ditemukan sebagai bagian dan bidang dari

konsep klarifikasi dan teori konstruksi, diproses bersamaan dan berhubungan. Ada tiga

ciri khas tipe pertimbangan yang digunakan untuk klasifikasi :

1. Epistemic (perhatian yang tepat dalam fenomena)

2. Genetic (perhatian terhadap dugaan penyebab fenomena)

3. Functional (referensi untuk dugaan dampak dari fenomena)

Untuk menetapkan wewenang dan keputusan yang diperhatikan dalam penetapan

elemen utama, langkah selanjutnya pada proses asas fundamental. dalam membagi sifat-

sifat dari lingkungan Vernakular ke proses-proses karakteristik dan produk karakteristik.

Untuk dibentuk menjadi sesuatu yang diinginkan dimana lingkungan sebagai

penciptanya, apa yang menjadi harapan. Dengan catatan menghasilkan karakteristik

tunggal dari keputusan ynag didiskusikan.

Fragrant Hill Hotel karya I.M. Pei arsitek Cina dan Rumah Kazeroni di Giza karya Fathy Hassan seorang

arsitek dari mesir yang menerapkan arsitektur vernakular pada karyanya.

Salah satu tujuan dari arsitektur vernakular adalah melestarikan unsur-unsur lokal

yang secara empiris dibentuk secara turun temurun, hingga bentuk dan sistem terutama

yang berkaitan dengan iklim seperti misalnya penghawaan dan penyinaran alami,

penanggulangan terhadap air hujan dan lain-lain, sesuai dengan alam setempat. Juga

aspek kepercayaan, religi diterapkan dalam perancangan. Unsur yang dipilih disesuaikan

Page 10: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

5

dengan keperluan zaman modern, yang kadang-kadang mengesampingkan kondisi

setempat. Arsitektur vernakular, lebih banyak dirancang dan dibangun di Asia karena

kawasan belahan bumi timur ini penduduknya dalam kelompok bangsa maupun suku

bangsa masing-masing mempunyai budaya, alam, dan iklim regional khas, terungkap

dalam bentuk seni dan arsitektur khas pula. Oleh karena itu aliran ini sering pula disebut

sebagai aliran Regionalisme.

• Arsitektur Regionalisme

Regional menurut kamus Bahasa Indonesia adalah bersifat daerah atau

kedaerahan sedangkan pada awalnya regionalisme telah dihubungkan pada ‘pandangan

identitas’ (Frampton, dan Buchanan). Pengertian ini timbul karena keterpaksaan

menerima tekanan modernisme yang menciptakan ‘universlim’ (Buchanan):

meningkatkan ‘kualitas kehidupan’ (Spence) atau jiwa ruang (Yang) dan mengambil

‘kesinambungan’ (Abel). Arsitektur tradisional tidak menyatu dalam desain modern.

Karena arsitektur tradisional mungkin memiliki karakteristik sendiri untuk setiap

wilayah; menciptakan kualitas kehidupan terbaik dalam sebuah masyarakat tradisional

dan menjadi sangat responsif atas kondisi geografis dan iklim dalam suatu tempat

tertentu; dan menunjukkan sebuah kesinambungan dalam hasil karya arsitektural dari

masa lalu ke masa kini. Tapi bukanlah suatu cara yang sederhana untuk membutuhkan

pengertian yang luas dan terbuka atas budaya internasional (Chardirji).

Siswanto (1997) mengatakan, arsitektur yang berwawasan identitas memilih

kesamaan visi dengan gerakan arsitektur terutama di dunia ketiga. Regionalisme dalam

pandangan ini merupakan gerakan arsitektur tradisional ,baik yang high style maupun

merakyat dipercaya mampu mempresentasikan sosok arsitektur yang sudah terbukti ideal,

sebuah harmoni yang lengkap dan built-form, culture, place, and climate. Oleh karena itu

misi gerakan ini adalah untuk mengembalikan kontinuitas rangkaian arsitektur masa kini

dengan kekhasan arsitektur masa lampau pada suatu wilayah tertentu yang dominan

(regional culture). Siswanto (1997) juga mengatakan seni, ornamentasi, simbolisme

unsur yang esensial dalam membangun identitas dan makna budaya arsitektur menjadi

‘laku’ kembali sehingga sistem produksi arsitektur pun semakin terbuka peluangnya bagi

tukang, pengrajin, produsen, bahan bangunan, yang bersifat lebih komunal. Dengan

demikian ‘strategi kebudayaan’ semacam ini mendorong sektor ekonomi kerakyatan

menjadi semakin produktif, juga meninggalkan nilai apresiatif dan kebanggaan pada

kebudayaan lokal. Regionalisme bertujuan untuk mengungkap kemungkinan-

Page 11: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

6

kemungkinan mereka berakar. Regionalisme tergantung pada kesadaran politis bersama

antara masyarakat dan kaum profesional. Persyaratan-persayaratan lahirnya ekspresi ini,

selain kemakmuran yang memadai juga diperlukan keinginan yang tegar untuk

melahirkan ‘identitas’.

Beberapa pemikiran para ahli tentang definisi regionalisme dalam arsitektur

antara lain:

a. Peter Buchanan (1983)

Mendefinisikan regionalisme adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau

pencapaian kembali, dari identitas atau simbolik. Berdasarkan atas situasi khusus dan

mistik budaya lokal, regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan nasional dan

umum arsitektur modern, seperti budaya lokal itu sendiri, regionalisme lebih sedikit

diperhatikan dengan hasil secara abstrak dan nasional, lebih kepada penampakan fisik

yang lebih dalam nuansa pengalaman hidup.

b. Amos Rapoport

Menyatakan bahwa regionalisme meliputi berbagai kekhasan tingkat daerah dan

dia dinyatakan bahwa secara tidak langsung identitas diakui dalam hal kualitas dan

keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain. Hal ini memungkinkan mengapa

arsitektur regional sering didentifikasikan dengan vernakular, yang berarti sebuah

kombinasi antara arsitektur lokal dan internasional (asli).

c. Tan Hock Beng (1994)

Menyatakan bahwa regionalisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk

membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim, kemudian

melahirkan identitas formal dan simbolik.

Berdasarkan hal di atas arsitektur regional oleh para arsitek dapat disimpulkan

sebagai sebuah definisi yang lebih lengkap yang mana pada definisi ini dapat diterima

untuk segala jaman, yaitu definisi menurut Tap Hock Beng. Definisi Tan Hock Beng

dapat diklasifikasikan dalam enam strategi regionalisme yaitu:

1. Memperlihatkan identitas tradisi secara khusus berdasarkan tempat/daerah

iklim.

2. Memperlihatkan identitas secara formal dan simbolik ke dalam bentuk

baru yang lebih kreatif.

3. Mengenalnya sebagai tradisi yang sesuai untuk segala zaman.

Page 12: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

7

4. Menemukan kebenaran yang seimbang antara identitas daerah dan

internasional.

5. Memutuskan prinsip mana yang masih layak/patut untuk saat ini(aktual).

6. Menggunakan tuntunan-tuntunan teknologi modern dari hal ini yang

tradisional digunakan sebagai elemen-elemen untuk langganan modern.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa regionalisme

dalam arsitektur merupakan suatu gerakan dalam arsitektur yang menganjurkan

penampilan bangunan yang merupakan hasil senyawa dari internasionalisme dengan pola

kultur dan teknologi modern, dengan akar serta tata nilai dan nuansa tradisi yang masih

dianut oleh masyarakat setempat.

• Sejarah Arsitektur Regionalisme

Bermula dari munculnya arsitektur modern yang berusaha meningkatkan ciri-ciri

dan identitas arsitektur sebelumnya. Kemudian mulai timbul semacam usaha untuk

menggabungkan arsitektur lama dan yang baru akibat adanya krisis identitas pada

arsitektur. Aliran-aliran tersebut antara lain adalah tradisionalisme, regionalisme, dan

post-modernisme. Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jencks,

1977). Sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian

besar pada ciri kedaerahan, terutama tumbuh di negara berkembang. Adapun ciri

kedaerahan yang dimaksud berkaitan erat dengan budaya setempat, iklim dan teknologi

pada saatnya (Ozkan, 1985). Selanjutnya Suha Ozkan membagi regionalisme menjadi

dua yaitu “concrete regionalism” dan “abstract regionalism”

“Concrete Regionalism” meliputi semua pendekatan kepada ekspresi

daerah/regional dengan mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya atau seluruh

bangunan di daerah tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual

maupun perlambang yang sesuai, bangunan tersebut akan lebih dapat diterima di dalam

bentuknya yang baru dengan memperlihatkan kenyamanan pada bangunan baru,

ditunjang oleh kualitas bangunan lama.

“Abstract Regionalism”, hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur

kualitas abstrak bangunan, misalnya massa, padat dan rongga, proporsi, rasa meruang,

penggunaan pencahayaan dan prinsip-prinsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali.

Menurut Willaim Curtis, regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang

bersifat abadi, melebur dan menyatukan antara yang lain dan yang baru, antara regional

dan universal.

Page 13: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

8

Secara prinsip, tradisionalisme timbul sebagai reaksi terhadap tidak adanya

kesinambungan antara yang lama dan yang baru. Regionalisme merupakan peleburan

atau penyatuan antara yang lama dan yang baru, sedangkan post modern berusaha

menghadirkan yang lama dengan bentuk universal (Jencks, 1977). Kenzo Tange,

menjelaskan bahwa regionalisme selalu melihat ke belakang tetapi tidak sekedar

menggunakan karakteristik regional untuk mendekor tampak bangunan. Arsitektur

tradisional mempunyai lingkup regional sedangkan arsitektur modern mempunyai

lingkup universal. Dengan demikian, maka yang menjadi ciri utama regionalisme adalah

menyatunya Arsitektur Tradisional dengan Arsitektur Modern.

• Ciri-ciri Regionalisme

Adapun ciri-ciri dari pada arsitektur regionalisme adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan bangunan lokal dengan teknologi modern.

2. Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat.

3. Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat.

4. Mencari makna dan substansi cultural, bukan gaya/style sebagai produk

akhir.

Kemunculannya juga bukan merupakan ledakan dari sikap emosional sebagai respon dari

ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing-masing

individu didunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap

kesalahan-kesalahan pada masa arsitektur modern.

• Jenis Regionalisme

Menurut Ozkan, regionalisme dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. CONCRETE REGIONALISMEMeliputi semua pendekatan kepada ekspresi daerah/regional dengan

mencontoh kehebatannya, bagian-bagiannya, atau seluruh bangunan daerah

tersebut. Apabila bangunan-bangunan tadi memiliki nilai spiritual maupun

ARSITEKTUR REGIONALISME

CONCRETEREGIONALISME

ABSTRACREGIONALISME

EKLETIK

REINTERPRETIF

IKLIM

POLA CULTURAL

ICONOGRAFIS

Page 14: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

9

sebagai simbol yang sesuai, maka bangunan tersebut akan lebih dapat diterima

dalam bentuknya yang baru dengan memperlihatkan nilai-nilai yang melekat pada

bentuk aslinya. Hal lain yang penting adalah mempertahankan kenyamanan pada

bangunan baru, ditunjang oleh kualitas bangunan yang lama.

a. Ekletik

Ekletik merupakan bagian dari concrete regionalisme yang

mengambil dan meniru bentuk nyata suatu bagian arsitektur budaya

lokal dan mengaplikasikannya pada bangunan.

Contoh : Penggunaan atap Masjid Raya Sumatera Barat yang

mengambil bentuk atap Rumah Adat Minang, pengaplikasian ini

termasuk ke dalam Ekletik Regionalisme karena secara nyata

mengambil bentuk arsitektur budaya lokal.

b. Representatif

Representatif merupakan bagian dari concrete regionalisme dimana

langgam-langgam arsitektur diletakkan begitu saja tanpa

memperhatikan fungsi dan filosofi sehingga mengubah makna yang

sebenarnya.

Contoh : Penempatan patung Dewa Ganesha yang diletakkan di depan

pintu masuk yang seakan menandakan bahwa Dewa Ganesha adalah

dewa penjaga pintu masuk. Sedangkan dalam filsafat agama hindu,

Dewa Ganesha merupakan dewa penolak bala dan pemberi

keselamatan. Berlatar belakang mitologi tersebut, masyarakat awam

banyak yang beranggapan bahwa Dewa Ganesha adalah dewa penjaga

sehingga dalam implementasi dalam bangunannya diletakkan di depan

pintu masuk.

2. ABSTRACT REGIONALISME

Dalam penerapannya hal yang utama adalah menggabungkan unsur-unsur

dan kualitas abstrak bangunan, misalnya massa, solid, dan void, sense of space,

pencahayaan, dan prinsip-prinsi struktur dalam bentuk yang diolah kembali.

Menggabungkan unsur-unsur kualitas abstrak bangunan misalnya massa, padat

dan rongga, proporsi, rasa meruang, penggunaan pencahayaan dan prinsip-prinsip

struktur dalam bentuk yang diolah kembali.

Page 15: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

10

a. Responsif dari iklim, didasarkan pada pendekatan klimatologi (iklim)

muncul bangunan/elemen yang spesifik untuk mengoptimalkan

bangunan yang responsif terhadap iklim.

b. Pola-pola budaya/perilaku, sebagai penentu tata ruang, hirarki, sifat

ruang yang dipakai untuk membangun kawasan agar sesuai dengan

keadaan sosial budaya masyarakat tersebut.

c. Iconografis (simbol-simbol), memunculkan bangunan-bangunan

modern yang baru tapi menimbulkan representasi (simbol

masyarakat) makna-makna yang sesuai/khas.

• Pola Arsitektur Regionalise

Ada dua pola dalam Arsitektur Regionalisme, yakni :

1. Pola Derivative

Desainer yang bekerja dengan pola derivative, sebenarnya meniru atau

memelihara bentuk arsitektur tradisi atau vernakular, untuk fungsi

bangunan baru atau modern, dalam hal ini kita melihat tiga

kecenderungan, yakni :

a. Tipologis, dimana arsitek berusaha untuk mengelompokan

bangunan vernakular, kemudian memilih dan membangun salah

satu tipe dianggap baik untuk kepentingan baru.

b. Interpritif atau interpretasi, dimana arsitek berusaha untuk

menafsirkan bangunan vernakular kemudian membangunnya

untuk kepentingan baru.

c. Konservasi, dimana perancang berusaha untuk mempertahankan

bangunan lama yang masih ada, kemudian menyesuaikannya

dengan kepentingan baru.

2. Pola Transformatif

Gagasan arsitektur regional yang bersifat transformatif, tidak lagi

sekedar meniru bangunan lama. Tetapi berusaha mencari bentuk-bentuk

baru, dengan titik tolak ekspresi bangunan lama baik yang visual maupun

abstrak. Gagasan arsitektur yang bersifat visual dapat dilihat dari usaha

pengambilan elemen-elemen bangunan lama yang dianggap baik,

menonjol atau ekspresif untuk diungkapkan kepada bangunan baru.

Pemilihan elemen yang dianggap baik ini disebut ekletik. Kemudian

Page 16: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

11

pastiche atau mencampur-baurkan beberapa elemen bangunan baik

moden maupun tradisional, beberapa diantara desain bangunan seperti ini

juga dapat menimbulkan kesan ketidakserasian. Sedangkan reinterpretatif

adalah menafsirkan kembali bangunan lokal itu dalam versi baru.

Pencarian dan penafsiran bentuk-bentuk arsitektur tradisi ini

pernah di kritik oleh arsitek Jepang Kenzo Tange, yang hanya akan

melahirkan monster-monster arsitektur lokal. Namun tidak dapat

disangkal bahwa, pola transformasi adalah salah satu cara untuk

menciptakan arsitektur modern yang dapat merangsang kreativitas arsitek

untuk menciptakan karya arsitektur baru dan modern, tetapi masih

memperlihatkan karakter arsitektur lokal dari massa silam. Secara umum,

pola transpormasi dapat diartikan perubahan bentuk lama ke bentuk baru.

• Aplikasi Regionalime Dalam Arsitektur

Arsitek masa lalu dan arsitek masa kini secara visual luluh menjadi satu

kesatuan. Menurut Wondoamiseno, kemungkinan-kemungkinan pengkaitan

tersebut adalah :

a. Tempelan elemen pada arsitektur masa lalu

b. Elemen fisik arsitektur masa lalu menyatu dalam arsitektur masa kini

c. Elemen fisik arsitektur masa lalu terlihat jelas dalam arsitektur masa

kini

d. Wujud arsitektur masa lalu mendominasi arsitektur masa kini

e. Ekspresi wujud arsitektur masa lalu menyatu dalam arsitektur masa

kini

Untuk mengatakan bahwa arsitektur masa lalu menyatu dalam arsitektur

masa kini, maka arsitektur masa lalu dan arsitektur masa kini secara visual harus

merupakan kesatuan (unity). Kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan dalam

komposisi arsitektur. Apabila yang dimaksud menyatu bukan menyatu secara

visual, misalnya kualitas abstrak bangunan berhubungan dengan perilaku

manusia, maka secara penilaian dapat dengan mengguanakan observasi langsung

maupun tidak langsung. Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur

ada tiga syarat utama, yaitu adanya:

Page 17: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

12

a. Dominasi

Dominasi yaitu ada satu yang menguasai keseluruhan komposisi.

Komposisi dapat dicapai dengan menggunakan warna, material

maupun objek-objek pembentuk komposisi itu sendiri.

b. Pengulangan

Pengulangan di dalam komposisi dapat dilakukan dengan mengulang

bentuk, warna, tekstur maupun proporsi. Didalam pengulangan dapat

dilakukan dengan berbagai irama atau repetisi agar tidak terjadi

kesenadaan (monoton).

c. Kesinambungan dalam komposisi

Kesinambungan atau kemenerusan adalah adanya garis penghubung

maya (garis imajiner) yang menghubungkan perletakan objek-objek

pembentuk komposisi.

c. Konservasi Bangunan Vernakular

Menurut Jayanti (2009) penyelenggaraan aktivitas konservasi pada bangunan

vernakular lebih kepada faktor budaya yang mengantongi nilai tak terbeli dari suatu

daerah atau tempat (selain fisik, material, teknik dan hi-tech). Dimana tujuan awal sebuah

tindakan konservasi bangunan vernakular dilatarbelakangi oleh rusaknya sebuah

bangunan akibat disaster/ bencana, kerusakan alami, isolasi, iklim dan pengaruh lainnya.

Aktivitas konservasi tidak hanya berkisar pada aktivitas seperti repair atau perbaikan,

tapi juga menyangkut aktivitas preservasi kemudian posterity (menyangkut masa depan

masyarakat lokal).

Macam aktivitas konservasi secara tradisi dapat berupa: Dismantle yaitu

pembongkaran untuk dipakai kembali (assembling), deterioration atau perbaikan yang

rusak, dan reconstruction ialah pembangunan ulang persis seperti bentuk bangunan

sebelumnya. Konservasi bangunan vernakular di dunia barat (misalnya Eropa) lebih

sering dikarenakan oleh faktor interest (kepentingan-kepentingan), investasi, komoditas,

nilai ekonomi dan nilai material. Misalnya rumah tua menjadi restaurant atau kastil

menjadi hotel. Sedangkan di dunia timur (Asia), tindakan konservasi pada bangunan

vernakular lebih dikarenakan oleh faktor simbolis/ identitas suatu kelompok.

Page 18: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

13

Machu Picchu, the Andean Inca town, Peru. Reruntuhan atap rumah tradisional masih terlihat

sebagian. Konservasi vernakular memperhatikan konteks lokasi & budaya maka tidak semua harus

direkonstruksi, bila konteks lokasi memberikan tema: ‘ruins’ : reruntuhan atau puing.

Aktivitas konservasi bangunan vernakular mencakup segala aktivitas terhadap

bangunan untuk mengembalikan kembali tradisi/budaya yang telah lama hilang

kemudian mengarah pada konservasi yang berbasis masyarakat. Motivasi konservasi

ditujukan untuk kepentingan masa depan, bukan sekarang. Oleh karena itu aktivitas ini

merupakan aktivitas simbolis yang menjadikan penghargaan orang masa sekarang

terhadap nilai-nilai dan kebanggaan. Masalah yang sering terjadi pada masa ini adalah

apa yang harus dikonservasikan pada aktivitas tersebut, apakah pride (kebanggaan)?

Simbol? Terlalu banyak pertimbangan budaya sehingga kehilangan konsep dari

konservasi itu sendiri.

2.2 Asosiasi Arsitektur

Dalam piagam Burra (1999) disebutkan, definisi asosiasi adalah ikatan khusus

yang eksis antara orang dan sebuah tempat. Asosiasi mencakup nilai sosial atau spiritual

dan tanggung jawab budaya pada sebuah tempat. Makna biasanya berhubungan dengan

aspek kasat mata seperti sifat-sifat simbolik dan memori. Jadi asosiasi dapat menjadi

sebuah komponen dari sebuah tempat yang memiliki signifikansi budaya yang layak

untuk dilestarikan dengan pendekatan-pendekatan historikal, estetis, ilmiah sosial atau

spiritual untuk generasi dahulu, kini atau masa datang.

Konsep asosiasi pada karya arsitektur ialah didisain untuk mengingatkan

pengamat terhadap bangunan lain/sesuatu/peristiwa tertentu. Dapat pula berupa koneksi

antara bangunan baru dan bangunan lama (memori, history, building, dst). Sedangkan

persepsi berperan sebagai penerjemahan informasi melalui rasa dan pengalaman

perorangan. Asosiasi dapat terbentuk dari persepsi dimana pandangan/kedalaman

referensi pengamat memahami obyek terhadap sejarahnya, lingkungannya serta obyek

Page 19: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

14

yang lainnya. Kualitas persepsi dapat mempengaruhi apresiasi terhadap bangunan,

heritage dan posisinya dalam sejarah.

Arsitek berperan mengasosiasikan makna secara eksplisit. Makna dari hi-cult

(ethno-history, art, archaeology, paleography, ethnography, anthropology). Makna dari

identifikasi kelompok tertentu seperti Barat-Timur, China, Afrika, orang Tenganan, klan

Pande (krama vs non krama). Sedangkan makna ideologi berupa makna moral, religi,

politik (Saint Peter’s Kathedral Rome, Mesjid Al-Aqsa, Jerusalem, Auschwitz Concent

Camp, Ang Watt). Kemudian makna sentimentil: personal, perasaan individu: tanda

tangan bintang (tidak signifikan) Pengecualian: deliberate monuments, recent artworks.

2.3 Asimilasi Arsitektur

Asimilasi dalam arsitektur mencakup pengertian membuat koneksi disain baru

dengan bangunan/memori lama dengan cara mencari persamaan-persamaan misalnya

desain museum, building heritage seperti hotel. Dapat pula dimengertikan sebagai sebuah

koneksi suatu area dengan lokasi heritage. Dapat dikategorikan dari beberapa perspektif

diantaranya :

1. Bentuk dan proporsi

• Perulangan bentuk dasar, canopy, geometri, grid dan seterusnya.

• Replikasi dari bangunan lama menjadi bangunan baru yang mampu

mempertahankan memori terhadap nostalgia bangunan lama.

2. Morphologi

• Asimilasi dalam pemakaian bagian-bagian dari bangunan, ukuran,

matriks dan anatomi bangunan

• Rebuild, kolom Yunani, skala monumental chapel.

3. Ibu & anak

• Asimilasi desain melalui anologi koneksi antara ibu & anak.

• Bangunan/desain baru seharusnya bersifat melengkapi dan bukan

mendominasi.

4. Transisi

• Koneksi baru dan lama melalui penerapan variasi dari replika

• Perubahan perlahan/gradasi dari arsitektur asli (lama) ke bentuk desain

baru seperti fasade, perluasan bangunan sejarah.

Page 20: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

15

5. Syntax & detail

• Koneksi bangunan bersejarah dengan mengulang & mengkombinasi

detail/material/konstruksi lama.

• Peng-copy-an tidak harus persis, tetapi didesain dalam media modern.

Misalnya ornamen, relief, bata gosok, warna, dan seterusnya.

• Pemakaian ‘modern’ dalam bangunan sejarah

Page 21: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

16

BAB III

Arsitektur Tradisional Malaysia

Arsitektur Tradisional Malaysia memiliki penampilan fisik yang hampir

menyerupai bangunan tradisional yang terdapat di Indonesia, khususnya bangunan

tradisional di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang merupakan daerah tetangga dan

berbatasan langsung dengan Malaysia. Hal tersebut diduga karena dilatarbelakangi oleh

persamaan rumpun serta adat istiadat di kedua negara. Kesamaan penampilan fisik

tersebut dapat dilihat dari jenis material penyusunnya, bentuk dasar bangunan, dan fungsi

bangunannya secara umum.

3.1 Wujud Bangunan Tradisional Malaysia

Bangunan tradisional Malaysia memiliki wujud serupa dengan bangunan

tradisional di Indonesia bagian barat. Berdasarkan tipologi, bangunan tradisional

Malaysia dibagi ke dalam empat jenis, yaitu: Bumbung Panjang, Bumbung Lima,

Bumbung Perak, dan Bumbung Limas.

3.1.1 Bumbung Panjang

Bumbung Panjang merupakan tipe rumah yang paling sederhana. Bangunan

menggunakan atap pelana yang panjang serta memiliki struktur rumah yang lebih

sederhana. Bangunan tipe ini merupakan tipe bangunan yang paling tua dan paling

banyak ditemukan di Malaysia.

Rumah Bumbung Panjang

Page 22: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

17

3.1.2 Bumbung Lima

Tipe rumah Bumbung Lima hampir serupa dengan bangunan tipe Bumbung

Panjang, hanya terdapat perbedaan pada bentuk atap bangunan yang digunakan.

Bangunan tipe Bumbung Lima menggunakan atap limasan. Bentuk bangunan diduga

mendapat pengaruh kolonial. Bangunan tipe Bumbung Lima paling diminati oleh kaum

urban di Malaysia.

3.1.3 Bumbung Perak

Tipe bangunan yang ketiga yang disebut dengan Bumbung Perak merupakan

bangunan tradisional Malaysia yang telah mendapat pengaruh Belanda pada masa

kolonial. Atap bangunan menyerupai atap kampyah pada arsitektur tradisional Bali.

Bahan atap sudah tersentuh modernisme karena sudah memakai bahan-bahan modern

seperti zinc. Bangunan tipe seperti ini dapat dijumpai di Malaysia bagian barat.

Rumah Bumbung Lima

Rumah Bumbung Perak

Page 23: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

18

3.1.4 Bumbung Limas

Tipe bangunan yang terakhir disebut dengan Bumbung Limas yang merupakan

tipe bangunan yang difungsikan sebagai bangunan fasilitas umum. Bumbung limas

memiliki atap limasan yang bersusun dua dan juga merupakan bangunan tradisional

terluas di Malaysia. Jenis bangunan ini umum digunakan pada bangunan masjid di

Malaysia.

3.2 Persebaran Bangunan Tradisional Malaysia

Rumah tradisional Malaysia dapat ditemui di seluruh provinsi. Bangunan/rumah

tradisional Malaysia sangat bervariasi. Di bagian negara Malaysia yang terdapat di

semenanjung Malaysia memiliki enam varian, yaitu: Rumah Selang, Rumah Gajah

Menyusu, Rumah Minangkabau, Rumah dengan courtyard, Rumah dengan loteng, dan

Rumah di daerah pantai timur.

3.2.1 Rumah Selang

Varian pertama dikenal dengan Rumah Selang. Adapun persebaran dari varian

rumah tradisional ini terletak pada wilayah bagian utara dan barat dari semenanjung

Malaysia.

Rumah Selangsumber: The Malay House, 1987:28

Rumah Bumbung Limas

Page 24: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

19

2.2.2 Rumah Gajah Menyusu

Sama halnya dengan Rumah Selang, rumah tradisional yang disebut dengan

Rumah Gajah Menyusu juga tersebar di wilayah utara dan barat dari semenanjung

Malaysia.

3.2.3 Rumah Minangkabau

Varian rumah ini sangat mirip dengan jenis Rumah Gadang di Sumatra Barat yang

memiliki atap melengkung. Namun, nilai filosofis yang dijunjung memiliki perbedaan.

Rumah Gadang mengambil metafora dari tanduk kerbau, sedangkan Rumah

Minangkabau yang terdapat di Malaysia meniru bentuk perahu yang diduga dipengaruhi

latar belakang nenek moyang sebagai pelaut (maritim) disamping juga karena pengaruh

dari material kayu yang digunakan yang mempunyai sifat tarik sehingga mengakibatkan

bentuk atap menjadi agak melengkung.

3.2.4 Rumah dengan Courtyard

Rumah dengan varian ini memiliki keunikan tersendiri karena terdiri atas dua

buah bangunan yang dihubungkan dengan ruang terbuka (serupa dengan konsep natah di

Bali) yang berfungsi sebagai pengikat serta ruang transisi. Rumah model ini hanya

terdapat di Propinsi Malacca.

Rumah Gajah Menyususumber: The Malay House, 1987:28

Rumah Minangkabausumber: The Malay House, 1987:30

Page 25: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

20

3.2.5 Rumah dengan Loteng

Perletakan sebuah ruang di bawah atap utama (loteng) juga menjadi salah satu

varian yang terdapat di Malaysia, khususnya di Provinsi Negeri Sembilan dan Malacca.

Loteng tersebut difungsikan sebagai tempat tidur anak gadis yang dalam tradisi setempat

tidak boleh dilihat oleh orang lain.

3.2.6 Rumah di Daerah Pantai Timur

Varian rumah yang satu ini sangat berbeda dengan varian-varian rumah lainnya

di Malaysia. Arsitekturnya lebih mengarah ke arsitektur Thailand dan Kamboja yang

spesifik terlihat pada penggunaan panil kayu pada dinding dan bentuk atap. Ruang jenis

ini banyak dijumpai di propinsi Trengganu dan Kelantan.

Rumah dengan Lotengsumber: The Malay House, 1987:32

Rumah di Daerah Pantai Timursumber: The Malay House, 1987:33

Rumah dengan Courtyardsumber: The Malay House, 1987:31

Page 26: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

21

3.3 Lay-out Rumah Tradisional Malaysia

Arsitektur adalah wadah dari aktivitas manusia. Pada arsitektur tradisional, ruang

juga memiliki hirarki berdasarkan tata nilai kepercayaan penghuninya. Secara umum

layout rumah tradisional Malaysia terdiri atas delapan zone, yaitu: Anjungan (teras),

Serambi Gantung (R.tamu & R. Tidur anak), Rumah Ibu (R. Rapat, R.Tidur), Serambi

Samanaik (R. Sembahyang), Selang (R. duduk), Rumah Tengah (R. Makan), Dapur, dan

Courtyard (natah).

3.3.1 Anjungan

Anjungan merupakan ruang yang paling depan (teras) dari sebuah rumah.

Anjungan berfungsi sebagai tempat menerima tamu ataupun sekedar duduk bagi orang

laki-laki, serta memiliki ketinggian lantai paling rendah dibandingkan ruang lainnya.

3.3.2 Serambi Gantung

Serambi gantung atau dapat disebut beranda,

merupakan tempat terluar setelah anjungan. Fungsi

serambi gantung hampir sama dengan anjungan, hanya

saja bersifat lebih privat dari anjungan.

Serambi Gantungsumber: The Malay House, 1987:37

Page 27: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

22

3.3.3 Rumah Ibu

Ruang yang paling penting dalam rumah

tradisional Malaysia adalah Rumah Ibu, dimana

difungsikan sebagai tempat mengadakan kegiatan

adat, keagamaan. sehingga dari segi desain, Rumah

ibu dibedakan dengan ruangan lain di dalam rumah.

Rumah Ibu juga difungsikan juga sebagai tempat

ibadah (persembahyangan).

3.3.4 Selang

Selang merupakan ruang transisi antara

Rumah Ibu dan Rumah Tengah ataupun dapur. Selain

fungsinya sebagai ruang transisi, selang juga berfungi

sebagai ruang untuk menerima tamu.

3.3.5 Dapur

Dapur merupakan ruang tambahan pada

sebuah rumah tradisional yang berfungsi sebagai

tempat memasak. Selain itu juga langsung

difungsikan sebagai ruang makan bagi anggota

keluarga.

3.3.6 Courtyard

Courtyard merupakan ruang transisi yang

berfungsi sebagai pengikat masa bangunan, konsep

tersebut serupa dengan konsep pada arsitektur Tionghoa

dan konsep natah pada arsitektur tradisional Bali.

Rumah Ibusumber: The Malay House, 1987:37

Dapursumber: The Malay House, 1987:38

Courtyardsumber: The Malay House, 1987:39

Selangsumber: The Malay House, 1987:38

Page 28: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

23

3.4 Material dan Estetika Rumah Tradisional Malaysia

Seperti rumah-rumah tradisional lainnya, rumah tradisional Malaysia juga

menggunakan bahan/material dari alam yang diproses tanpa menggunakan mesin, seperti

bahan atap berupa alang-alang serta sirap kayu ataupun bambu. Material untuk dinding

juga menggunakan kayu atau anyaman bambu/gedeg. Jadi pada rumah tradisional

Malaysia 100% menggunakan material dari alam (non-pabrikasi).

Unsur estetika yang ditampilkan dalam sebuah bangunan tradisional di Malaysia lebih

cenderung berupa ornamen pada dinding dan pilar berupa pahatan/ukiran serta berupa

kaligrafi.

Material Alami pada BangunanTradisional Malaysiasumber: The Malay House,1987:103

Ornamen pada Bangunan Tradisional Malaysiasumber: The Malay House, 1987:41

Page 29: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

24

3.5 Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Malaysia

Prinsip struktur yang digunakan pada bangunan-bangunan tradisional adalah

sama. Begitu pula pada struktur yang digunakan pada rumah tradisional Malaysia dan

Indonesia bagian barat (Sumatera). Konstruksi panggung adalah warisan budaya dalam

membuat bangunan dari nenek moyang. Rumah tradisional di Malaysia berupa rumah

panggung. Konstruksi yang “diangkat ke atas” menuntut penggunaan struktur yang

ringan. Bahan struktur sebagian besar berupa kayu dengan sistem rangka. Dalam

pendirian sebuah bangunan tradisional Malaysia dikenal istilah tiang sari. Tiang sari

merupakan tiang utama yang harus didirikan sebelum unsur konstruksi lainnya berdiri.

Elemen-elemen konstruksinya pun sama hanya saja memiliki istilah yang berbeda dalam

penyebutannya. Elemen struktur yang terdapat dalam sebuah bangunan rumah tradisional

Malaysia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atap badan, dan struktur panggungan.

Struktur Atap Bangunan Tradisional Malaysiasumber: The Malay House, 1987:106

Struktur Tiang Bangunan Tradisional Malaysiasumber: The Malay House, 1987:113

Page 30: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

25

Pada bagian atap terdapat komponen struktur, seperti: tiang bumbung,alang

muda, tunjuk langit, alang panjang, alang pendek, tebar layar, perabung, kasau jantan,

kasau betina/kasau atap, kasau lintang, dan bahan penutup atapnya. Pada bagian badan

hanya terdapat tiang-tiang termasuk tiang sari sebagai tiang utama. Sedangkan pada

panggungan terdiri atas rasuk panjang, rasuk pendek, lantai, serta pelapik tiang sebagai

dasar dari tiang.

3.6 Pemecahan Masalah Iklim pada Bangunan Tradisional Malaysia

Pada daerah khatulistiwa, perbedaan temperatur iklim tropis basah tidak ekstrim.

Untuk daerah tropis basah, dinding perlu memiliki lubang agar udara dapat mengalir dan

mengurangi kelembaban udara dalam ruang, sehingga memudahkan penguapan. Pada

prinsipnya, udara dapat mengalir di dalam ruangan, setinggi ruang, minimal setinggi

badan. Temperatur di dalam dan di luar ruangan sama. Atap bangunan mengambil

bentuk-bentuk pelana, limasan, serta bentuk “bumbung limas” yang menyerupai atap

kampyah pada arsitektur tradisional Bali. Pengambilan bentuk-bentuk atap tersebut

dilatarbelakangi usaha pemecahan terhadap permasalahan iklim, dimana Malaysia

memiliki iklim tropis. Bentuk-bentuk tersebut memberi ruang bagi pertukaran udara.

Sama halnya dengan atap, wujud badan bangunan tradisional Malaysia baik pada fasade

maupun pengorganisasian ruang didalamnya. Jendela berukuran besar mendominasi

fasade bangunan sehingga udara dapat mengalir keluar masuk bangunan dengan leluasa

(cross ventilasi).

Penggunaan sistem rumah panggung juga dapat membantu mengurangi efek iklim

tropis. Udara dapat mengalir dari bawah panggung sehingga menghasilkan suasana yang

Cross Ventilasisumber: The Malay House, 1987:71

Page 31: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

26

lebih sejuk di dalam rumah. Selain pemecahan terhadap permasalahan iklim, fungsi

panggung sendiri merupakan antisipasi terhadap bencana banjir, ancaman dari binatang

buas serta memudahkan untuk dipindahkan.

Selain beberapa faktor diatas, untuk memecahkan masalah termal, rumah-rumah

tradisional Malaysia ditata secara acak. Kondisi ini memungkinkan adanya sirkulasi

udara yang tidak akan terbagi secara kuat serta menggunakan vegetasi berupa pohon

kelapa dan pohon tinggi lain memiliki naungan yang baik dan tidak menghambat gerakan

angin pada ketinggian rumah. Rumah tradisional Malaysia menggunakan konstruksi kayu

yang ringan dan material alam lainnya yang kapasitas panasnya rendah. Atap rumah

adalah insulator thermal yang sempurna, kaca jarang digunakan. Bata, beton, keramik

dan material lainnya yang kapasitas panasnya tinggi akan meradiasikan panas kedalam

rumah yang mengakibatkan ketidaknyamanan.

Page 32: FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

27

BAB IV

Simpulan

Arsitektur vernakular Malaysia memiliki kemiripan dengan arsitektur tradisional

di Indonesia khususnya di daerah Pulau Sumatera dan Kalimantan. Seperti layaknya

arsitektur tradisional, rumah tradisional Malaysia pun minim akan pemakaian furnitur di

dalamnya, ini dikarenakan lebih banyak mengutamakan kegiatan yang bersifat

kebersamaan dan umumnya satu ruang digunakan untuk beragam kegiatan (multifungsi)

oleh banyak orang sehingga memerlukan tempat yang lapang dan luas. Ada satu pendapat

yang menyatakan bahwa kesejahteraan masyarakat Malaysia dilihat dari tangganya yang

mendapat pengaruh dari budaya Tionghoa. Ruangan utama pada rumah tradisional

Malaysia adalah Rumah Ibu sebagai pusat orientasi dimana tiang utama terletak disana,

layaknya ibu sebagai penopang utama keluarga. Suatu tempat mengadakan pertemuan,

yang pembangunannya dibuat terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh pembangunan ruang

lainnya.

Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tidak bisa dilepaskan dari budaya

setempat serta mengandung potensi lokal yang bisa dikembangkan di daerah itu.

Kesulitan konservasi pada arsitektur vernakular adalah adanya budaya dan nilai.

Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang menggunakan teknologi rendah namun tepat

guna. Pada masa kekinian, arsitektur vernakular Malaysia masih bisa dijumpai dengan

bentuk yang sama, namun mengalami pergeseran fungsi. Misalnya pada bangunan utama

sebuah bandara di Malaysia, sudah tidak lagi digunakan sebagai rumah tinggal, namun

dengan bentuk yang sama. Selain itu di Malaysia juga tidak terdapat suatu perkampungan/

pemukiman khusus sebagai tempat untuk mengkonservasi bangunan tradisionalnya, yang

ada hanyalah perwujudan arsitektur tradisionalnya dalam bentuk Taman Mini Malaka.

Sebagai suatu warisan leluhur, sudah sepatutnya nilai, fungsi, dan makna diletakkan

sesuai dengan tempatnya, dilestarikan, dan diperlakukan sebagaimana mestinya agar

identitas lokal tidak mudah hilang oleh perubahan waktu.