Upload
nguyenkien
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
METODE DAN CORAK TAFSIR FAIDH AR-RAHMAN
KARYA MUHAMMAD SHALEH IBN UMAR AS-SAMARANI
(1820 – 1903 M)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadist (TH)
Oleh :
MISBAHUS SURURNIM : 64211009
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
iii
iv
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 15 Mei 2011
Deklalator
Misbahus Surur
v
MOTTO
“Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”.
(Qs. Al-A’raf 07:199)
بوميلنفونیكياڠتوانداملفیسن-فیسنبوتنربيیاالیلدداديایكولنحكمھيووتنبلیك,بوتنحكمةتنفاكؤ
اهللاوحدانیة
Ya tuhanku Engaku tidak akan mungkin menciptakan langit dan bumi
tanpa ada hikmahnya, tetapi semua ini pasti ada hikmahnya dan itu
menjadi tanda-tanda ke-Esa-an Mu.
(Tafsir Faidh ar-Rahman fi TarjamahTafsir Kalam Malik ad-Dayyan, Juz 2, hlm 306)
vi
ABSTRAKSI
MISBAHUS SURUR, (NIM: 064211009), penelitian tentang “Metodedan Corak Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-DayyanKarya Muhammad Shaleh Darat”. Fakultas Ushuluddin IAIN WalisongoSemarang 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan mengkaji bentuk(pendekatan), metode dan corak penafsiran Muhammad Shaleh Darat dalamTafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan dan untukmengetahui dan menemukan kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalamTafsir Faidh al-Rahman serta mencari sebab-sebab yang melatar-belakangipenulisan Tafsir Faidh al-Rahman tersebut oleh Muhammad Shaleh Darat.
Ada beberapa alasan mengapa penulis mengangkat Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan dan metode dan corakpenafsiran Muhammad Shaleh Darat. Alasan Pertama, Kitab tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Kalam Malik ad-Dayyan dalam uraiannya menggunakancorak al-Isyari. Alasan kedua ialah, Muhammad Shaleh Darat dalam menafsirkanayat-ayat al-Qur’an menggunakan huruf pegon agar bisa dipahami olehmasyarakat pada saat itu. Alasan Ketiga ialah, Dalam sejarah pesantren,Muhammad Shaleh Darat disebut sebagai “Delegator Pesantren”. Karena dia tidakpernah ikut membesarkan pesantren orang tuanya, sebagaimana mafhumnya anakkiai, dia justru lebih memilih berdikari untuk memajukan pesantren orang lain danmembuat pesantren sendiri,
Kajian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research) yangsasarannya adalah metode dan corak penafsiran Muhammad Shaleh Darat dalamTafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan.
Sumber data penelitian ini bersumber dari dua data; primer dan sekunder,sumber primernya adalah. Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir KalamMalik ad-Dayyan, Sedangkan sumber sekunder yang digunakan adalah buku-bukuyang terkait dengan Muhammad Shaleh Darat dan ilmu-ilmu yang terkait dalamberbagai disiplin ilmu khususnya Ilmu Tafsir. Metode Pengumpulan Data adalahdengan menggunakan metode dokumentasi, penelitian ini bersifat kualitatifberupa penelitian kepustakaan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian iniakan disesuaikan dengan objek permasalahan yang dikaji. Sebagaimana tersebutdi atas, objek penelitian yang dikaji dalam tulisan ini, berupa pemikiran makaobjek penelitian tersebut dianalisis dengan mengunakan analisis deskriptif yangmeliputi dua jenis pendekatan. Pendekatan analisis isi (content analysis) danPendekatan Sosio-Historis.
Dalam Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan, Muhammad Shaleh Darat mengambil berbagai penjelasan yangbersumber dari para mufassir terdahulu. Muhammad Shaleh Darat menggunakanmetode ijmali dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Dan corak yang digunakanMuhammad Shaleh Darat dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah corak fiqih dancorak tasawuf.
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati dan keinsyafan selaku hamba, anak, insan
akademis yang memikul berbagai tanggungjawab dalam mengarungi proses
keindahan, maka karya sangat kecil ini senantiasa penulis persembahkan kepada
semua orang yang telah melukis hidupku dengan "Cinta" mewarnainya dengan
"Do'a" dan membingkainya dengan "Kasih Sayang" teristimewa untuk:
Almarhum Bapak ku Muhammad Ihsan dan Nyai Rodiyah tercintayang telah memberiku kasih sayang dan memberiku pemahamantentang makna kehidupan dalam alam fana ini.
Ibuku..…Seringkali keringat yang engkau cucurkan aku balas dengankenakalan….Keikhlasan yang engkau berikan sering aku balas dengan kedustaan.….
Para-para Masyayeh dan semua guru-guru Islam ku yang telahmenuntunku dalam memahami arti Islam secara kaffah dan semogaselalu dan terus membimbingku dalam jalan yang di ridhoi AllahSWT….
Kakak-kakak ku tersayang yang selalu memberikan support baik darisegi moril dan materiil
Rekan-rekan se-perjuangan di Fakultas Ushuluddin angkatan 2006jurusan Tafsir Hadits.Thanks For All.
Buat sahabat terdekatku. Kalian lah yang tak bosan bosannyamemberikan dorongan dan juga kebersamaan kita. takkan pernahpenulis lupakan.
Fakultas (Ushuluddin)ku tercinta, semoga karya ini menjadi bukticintaku kepadamu dan bukan menjadi lambang perpisahan engkau danaku.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wa syukrulillah senantiasa penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas selesainya penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Penulis hendak
menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya dan setinggi-tingginya
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya
2. Bapak, Ibu, semua kakak-kakak ku serta keluarga dan saudara tercinta
yang telah mencurahkan semua kasih sayang dan pengorbanan serta berkat
do’anya, penulis dapat menyelesaikan tugas belajar sampai akhir yakni
dengan diperolehnya gelar sarjana.
3. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor beserta civitas Akademika
IAIN Walisongo Semarang.
4. Yang Terhormat Bapak Dr. Nasihun Amin, M. A, selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, dan PD I, PD II, dan PD III
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
5. Kepala dan Sekretaris jurusan Tafsir dan Hadits Fakultas Ushuluddin
IAIN Walisongo Semarang.
6. Bapak Dr. H. Ghazali Munir, M.A, selaku pembimbing I, dan Bapak Moh.
Masrur , M. Ag, selaku pembimbing II, Penulis mengucapkan banyak
terima kasih atas semua saran, arahan, bimbingan, keikhlasan serta
kebijaksanaannya meluangkan waktu dalam membimbing penulis
melakukan penelitian ini.
7. Segenap Bapak dan Ibu pimpinan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan
Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang dan semua pihak yang telah
memberikan pelayanan Perpustakaan dengan baik.
8. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh karyawan di lingkungan
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
9. Spesial untuk teman-teman yang ada dalam ruang pikiranku. Juga kepada
semua teman-teman seangkatanku (KMA 2006) terima kasih atas ruang
ix
dan waktunya dalam menemaniku belajar. Teman-teman IAIN Walisongo
Semarang khususnya Fakultas Ushuluddin angkatan 2006. Semoga
persahabatan kita tak akan pernah putus. Teman-teman satu komplek.
10. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Terima kasih atas semuanya.
Tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas budi atas kebaikan,
kemudahan, bantuan serta dukungan selain ucapan do’a semoga Allah membalas
nya, Amien … jazakumullah khairul jaza’.
Meski telah berusaha bekerja secara maksimal, namun Penulis menyadari
bahwa masih banyak kelemahan yang terdapat dalam karya ini, baik secara
tekhnik penulisan maupun subtansi isinya. Semoga dibalik ketidak kesempurnaan
manusiawi penulis, karya ini mampu menjadi sesuatu yang berguna dan
bermanfaat bagi pembangunan keilmuan secara khusus dan bidang lainnya.
Semarang, 20 Mei 2011
Salam Hormat
Penulis
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan ejaan Arab dalam Skripsi ini berpedoman pada keputusanMenteri Agama dan Menteri Departemen Pendidikan Republik Indonesia Nomor :158 Tahun 1987. dan 0543/U/1987. Tentang pedoman Transliterasi Arab-Latin,dengan beberapa modifikasi sebaga berikut :
A. Konsonan Tunggal
HurufArab Nama Huruf Latin Nama
أبتثجحخدذرزسشصضطظعغفق
alif
ba
ta
sa
jim
ha
kha
dal
zal
razai
sin
syin
saddad
ta
za
`ain
gain
fa
qaf
tidak di lambangkan
btsj
h
kh
d
zrzssy
shdtz_`
gfq
tidak di lambangkan
be
te
as (dengan titik diatas)
je
ha(dengan titik diatas)
ka dan ha
de
zet(dengan titik diatas)
er
zat
es
es dan ye
es dan hade (dengan titik diatas)
te(dengan titik diatas)
zet(dengan titik diatas)
koma terbalik diatas
ge
ef
ki
xi
كلمنوھـءي
kaf
lam
mim
nun
wau
hahamzah
ya
kl
m
n
wh_`
yang
ka
el
em
en
we
ha
apostrufte
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis Rangkap
متعد د ة Ditulis Muta`addidahقدر Ditulis qaddara
C. Ta` Marbutah diakhir Kata1. Bila dimatikan ditulis dengan h.
حكمة Ditulis Hikmahعلة Ditulis `illah
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalambahasa Indonesia, seperti zakat, shalat, dan sebagainya, kecuali biladikehendaki lafaz aslinya).2. Bila diikuti dengan kata sandang “ al ” serta bacaan kedua terpisa, maka
ditulis dengan h.
كرامة األ ولیاء Ditulis Karamah al-Auliya`زكاة الفطر Ditulis Zakah al-fitri
D. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat
ذوي الفرض Ditulis Zawi al-Furudاھل السنة Ditulis Ahl al-Sunnah
E. Kata Sandang Alif+LamPenulisan kata sandang al (ال) disesuaikan dengan huruf yang
mengikutinya. Jika huruf yang mengikutinya huruf qamariyyah, makapenulisan al (ال) tetap seperti semula. Namun jika huruf yang mengikutinya
xii
adalah huruf syamsiyyah, maka akan disesuaikan dengan huruf yangmengikutinya. Contoh :
القرآ ن : Al-Qur`an
لشمسا : Asy-SyamsCatatan : Transliterasi tersebut tidak diterapkan secara ketat untuk penulisan
nama orang Indonesia dan orang-orang yang didalamnya terdapat katasandang al (ال) yang diikuti oleh kata “Allah”. Seperti: Abdullahtidak ditulis Abd. Allah.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN DEKLARASI ............................................................................ iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................. viii
HALAMAN TRANSLITERASI..................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ......................................... 6
D. Kajian Pustaka.................................................................... 7
E. Metodologi Penelitian ........................................................ 8
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 10
BAB II : SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR
A. Pengertian Tafsir ................................................................ 12
B. Metode Penafsiran.............................................................. 13
C. Corak Penafsiran ................................................................ 18
D. Sejarah Perkembangan Tafsir di Indonesia........................ 23
BAB III : KARAKTERISTIK TAFSIR FAIDH AR-RAHMAN
A. Biografi K.H Muhammad Shaleh Darat............................. 27
B. Karya-karya K.H Muhammad shaleh darat ....................... 29
C. Sketsa Tafsir Faidh ar-Rahman
1. Latar Belakang Penulisan .......................................... 33
2. Sistematika dan Teknik Penulisan ............................ 36
xiv
3. Sumber Penafsiran ................................................... 38
4. Contoh Penafsiran ..................................................... 38
BAB IV : ANALISA TERHADAP TAFSIR FAIDH AR-RAHMAN
A. Metode Tafsir Faidh ar-Rahman ........................................ 64
B. Corak Tafsir Faidh ar-Rahman........................................... 67
C. Ciri-Ciri Khusus Tafsir Faidh ar-Rahman.......................... 70
D. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Faidh ar-Rahman......... 71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 73
B. Saran-Saran ........................................................................ 75
C. Penutup............................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKARIWAYAT HIDUP PENULISLAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW,
sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan di manapun, sekaligus
memiliki berbagai macam keistimewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain
susunan bahasanya yang unik lagi mempesonakan, dan pada saat yang sama
mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapapun yang
memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan
berbeda-beda akibat berbagai faktor.1
Ibn Kaldun (w.1382), pernah berkata al-Qur’an diwahyukan dalam
bahasa orang Arab, sesuai dengan retorika dan gaya mereka, sehingga mereka
semuanya memahaminya.2 Demikian ilustrasi di atas, bahwa al-Qur’an adalah
sumber ajaran Islam yang menempati posisi sentral dan menjadi inspirator,
serta sebagai pemandu gerakan-gerakan umat Islam selama lebih dari empat
belas abad.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap al-Qur’an
melalui penafsiran-penafsirannya akan sangat menentukan bagi maju-
mundurnya umat, dari situlah dibutuhkan perangkat metodologi penafsiran
yang berfungsi mengarahkan penafsiran.3 Dan menjadi bagian penting dari
pembacanya atas apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW,
asumsi inilah yang menjadi motivasi bagi munculnya upaya-upaya untuk
memahami dan menafsirkan al-Qur’an di kalangan umat Islam selaras dengan
kebutuhan, tuntutan dan tantangan zaman.
Perlu diketahui bahwa al-Qur’an bagaikan lautan yang keajaibannya
tidak pernah habis difahami, terdapat ragam metode untuk menafsirkan, kitab-
1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Mizan, Jakarta 1995, hlm. 752M. Dawan Rahardjo, Paradigma al-Qur’an,Metodologi Tafsir & Kritik Sosial, PSAP,
Jakarta, 2005, hlm. 213 Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2005, hlm. 38
2
kitab tafsir yang ada sekarang merupakan indikasi kuat, perhatian para ulama
selama ini untuk menjelaskan ungkapan-ungkapan al-Qur’an dan
menerjemahkankan misi-misinya.4
Berbagai upaya menafsirkan al-Qur’an guna mencari dan menemukan
makna-makna yang terkandung di dalamnya, telah dilakukan semenjak
Rasulullah SAW, al-Qur’an sendiri mendorong kearah itu, baik eksplisit
maupun implisit. Secara eksplisit al-Qur’an memerintahkan kita untuk
menyimak dan memahami ayat-ayatnya. (QS. an-Nisa, 4: 82)
كثيرااختلافالوجدوافيهاهللاغيرندعمنكانولوالقرانيتدبرونافلاArtinya: " Maka apakah mereka tidak menperhatikan al-Qur’an,
kalau kiranya al-Qur’an itu bukan berasal dari sisiAllah, tentulah mereka mendapati pertentangan yangbanyak di dalamnya." (QS. an-Nisa, 4: 82)
Pertumbuhan dan perkembangan tafsir sudah ada sejak masa Nabi
Muhammad SAW, di mana Muhammad merupakan orang pertama yang
diberikan tugas, terutama untuk menjelaskan dan menerangkan terhadap ayat-
ayat al-Qur’an, apabila para sahabat mendapatkan suatu kesulitan dalam
memahami al-Qur’an, maka mereka dapat secara langsung menanyakannya
kepada Nabi SAW.5
Di masa Nabi dan Sahabat, mereka menafsirkan al-Qur’an secara ijmali,
tidak memberikan perincian yang jelas, karena dalam tafsiran mereka pada
umumnya jarang menemukan uraian yang detail. Setelah Nabi wafat, para
sahabatlah yang meneruskan penyampaian Islam dan ajarannya, sebagai
penerus penafsiran al-Quran.6
Berdasarkan sejarah yang demikian, maka untuk memahami suatu ayat,
mereka tidak begitu membutuhkan uraian yang rinci, tetapi cukup dengan
4 Rosihan Anwar, Samudra al-Qur’an, Pustaka Setia , Bandung, 2001, hlm. 1485 Muhammad Nor Ichwan, Belajar Mudah Ilmu-ilmu al-Qur’an, Seri Buku Dasar
Ulumul al-Qur’an, Semarang, 2001, hlm. 2356 Abdul Djalal H.A., Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998, hlm. 25
3
isyarat dan penjelasan global. Dengan demikian itulah perhatian ulama tafsir
terhadap kajian metodelogi dalam menafsiran al-Qur’an masih sangat kurang,
mereka lebih cenderung menafsirkan al-Qur’an tanpa berfikir atau
menetapkan terlebih dahulu teori-teori atau kaidah-kaidah yang digunakan
untuk sampai pada wacana tersebut. Namun bukan berarti mereka tidak
mempunyai teori tentang itu, bahkan tidak mustahil pada umumnya mereka
menguasai teori secara baik. Karena mereka merasa tidak perlu membahasnya
sebab akan sia-sia kerena tidak akan dapat perhatian yang berarti.
Berbeda halnya pada abad modern ini, dengan perkembangan zaman,
ilmu tafsir terus berkembang dengan berbagai metode dan corak tafsir, yang
kesemuanya itu merupakan konsenkuensi logis dari perkembangan ilmu
tafsir.7 Dalam perkembangan tafsir al-Qur’an dari waktu ke waktu hingga
masa sekarang penafsiran al-Qur’an, sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufassir dan perkembangan zaman yang melingkupinya.
Maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, melalui penafsiran-
penafsirannya, mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju-mundurnya
umat.
Penafsiran-penafsiran itu sekaligus dapat mencerminkan perkembangan
serta corak pemikiran mereka. Bermacam-macam metodelogi tafsir dan
coraknya telah di perkenalkan dan diterapkan oleh pakar-pakar al-Qur’an. M.
Quraish Syihab menyatakan berbagai corak tafsir yang di kenal luas dewasa
ini, yakni corak penafsiran ilmiah, fiqih, hukum, tasawuf, corak tafsir sastra
budaya dan kemasyarakatan. Dari segi metode Abdul Hayyi al-Farmawi
membagi metode penafsiran menjadi empat macam; metode tahlili, ijmali,
muqarin dan maudui.8 Dalam kaitan ini, studi al-Qur’an tidak lepas dari
metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam al-
Qur’an. Dari sinilah timbul bermacam corak tafsir, ada corak lughawi, falsafi,
7 Muhammad Nor Ichwan, Memasuki Dunia al-Qur’an, Lubuk Raya, Semarang, 2001,hlm. 246.
8 Muhammad Chirzin, Permata al-Qur’an, Qirtas, Yogyakarta, 2003, hlm. 79-89
4
sufi dan lainnya sesuai dengan kecenderungan dan latar belakang masing-
masing mufassir. Selain karena hal-hal di atas, keragaman corak tafsir
ditunjang pula keadaan al-Qur’an seperti yang dikatakan oleh Abdullah Darraz
dalam al-Naba’ al-‘Azhim “Bagaikan intan yang setiap sudutnya
memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-
sudut yang lain dan tidak mustahil jika anda mempersilakan orang lain
memangdangnya, maka ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda
lihat.” Demikianlah al-Qur’an diibaratkan seperti intan yang sudutnya
memancarkan cahaya yang berbeda, yang berarti bahwa penafsiran seseorang
terhadapnya berbeda dengan penafsiran orang lain.9
Di Indonesia ditemukan berbagai terjemahan dan tafsir al-Qur’an baik
dalam bahasa Indonesia atau Melayu yang lebih dikenal dengan sebutan
bahasa Jawi maupun dalam bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan Sunda.10
Di pesantren-pesantren Jawa dipelajari, selain kitab Tafsir al-Munir Nawawi
al-Bantani, juga dipelajari kitab klasik Tafsir al-Thabari dan Tafsir Ibn Katsir,
ditambah tafsir-tafsir modern seperti al-Manar karya Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridho dan Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi.11
Kitab tafsir lain yang ditulis ulama Indonesia dengan berbahasa daerah
adalah kitab Tafsir al-Kitabul Mubin karya K.H Muhammad Ramli dengan
bahasa Sunda.12 Kitab tafsir Raudhah al-Irfan fi Ma’rifatil al-Quran karya
Ahmad Sanusi bin Abd. Rohim dari Sukabumi, dengan bahasa Sunda, kitab
Tafsir al-Ibriz li Ma’rifah al-Tafsir al-Quran al-‘Aziz karya KH. Bisri Mustafa
dari Rembang, dengan bahasa Jawa (Arab Pegon) dan kitab tafsir Al-Iklil fi
Ma’ani Tanzil karya KH. Misbah bin Zaenul Musthafa dari Bangilan, dengan
9 M. Quraish Syihab, op. cit., hlm. 7210 Ismail Lubis., Falsifikasi Terjemahan al-Qur’an Departemen Agama Edisi 1990, Tiara
Wacana, Yogyakarta, 2001, hlm. 105.11 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta 2005, hlm 29712 Nashruddin Baidan , Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, Solo, 2003, hlm 102
5
bahasa Jawa (Arab Pegon) 30 jilid, 4800 halaman,13 dan Kitab Tafsir Faidh
al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan karya KH.
Muhammad Shaleh Ibn Umar As-Samarani dari Semarang, dengan bahasa
Jawa (Arab Pegon).
Pada skripsi ini, penulis mencoba mengangkat karya tafsir KH.
Muhammad Shaleh as-Samarani yakni Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah
Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan, kajian terhadap corak dan metode KH.
Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kitab tafsir yang diperbincangkan di sini terdiri dari dua jilid besar, jilid
pertama ada 503 halaman dan jilid kedua ada 705 halaman
Ada beberapa alasan yang bisa dimunculkan mengapa tafsir Faidh al-
Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan dan kenapa pula penulis
mengangkat corak dan metode penafsiran Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani?
Pertama, Kitab tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik
ad-Dayyan dalam uraiannya menggunakan corak Tafsir al-Isyari.14 Corak
Tafsir al-Isyari adalah menakwilkan ayat-ayat al-Qur’an, yang berbeda
dengan dlahirnya berdasarkan isyarat-isyarat yang tersembunyi, yang hanya
tampak jelas oleh pimpinan suluk, namun tetap dapat dikompromikan dengan
arti dlahir yang dimaksud.
kedua ialah, KH. Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an menggunakan huruf Pegon agar bisa
dipahami oleh masyarakat pada saat itu. Huruf Pegon adalah tulisan Arab
tetapi berbahasa Jawa.
Ketiga ialah, Dalam sejarah pesantren, Kiai Muhammad Shaleh Ibn
Umar as-Samarani disebut sebagai “Delegator Pesantren”. Karena dia tidak
pernah ikut membesarkan pesantren orang tuanya, sebagaimana mafhumnya
13 Musyrifah Sunanto, op, cit, hlm. 29714 Ghazali Munir “Teologi Islam Terapan (Studi Implementasi Iman Menurut Muhammad
Shalih as-Samarani)” TEOLOGIA Jurnal-Jurnal Ilmu Ushuluddin, Fakultas Ushuluddin IAINWalisongo Semarang, Semarang, Vol. 17 No. 2, Juli 2006, hlm. 304.
6
anak kiai.dia justru lebih memilih berdikari untuk memajukan pesantren orang
lain dan membuat pesantren sendiri, karena sebagai ulama yang berpikira
maju, dia senantiasa menekankan perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu
menyerahkan diri secara pasrah kepada Yang Maha Kuasa.
B. Rumusan Masalah
Dari deskripsi permasalahan yang dikemukakan di atas, telah memberi
kerangka bagi penulis untuk merumuskan pokok permasalahan yang akan
menjadi acuan penulis. Adapun pokok permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana metode dan corak penafsiran KH. Muhammad Shaleh Ibn
Umar as-Samarani dalam Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir
Kalam Malik ad-Dayyan?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui sebab-sebab KH. Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
samarani dalam menulis kitab Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir
Kalam Malik ad-Dayyan.
2. Untuk mengetahui metode dan corak penafsiran KH. Muhammad Shaleh
Ibn Umar as-Samarani dalam Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir
Kalam Malik ad-Dayyan.
3. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan Tafsir Faidh ar-Rahman fi
Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan.
Setelah mengetahui tujuan dari penelitian ini, maka diharapkan
mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Agar dapat memperkenalkan bahwa Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah
Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan banyak mengandung hal-hal yang baru
dalam bidang tafsir dan memperluas kajian penafsiran al-Qur’an.
2. Sebagai sumbangan pemikiran kepada masyarakat yang berniat mendalami
Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan
karya K.H. Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani pada khususnya
dan tafsir-tafsir lain pada umumnya.
7
D. Kajian Pustaka
Pelaksanaan penelitian kali ini, penulis tidak akan mampu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan tanpa adanya peran secara tidak langsung
oleh para peneliti sebelumnya yang telah menulis mengenai KH. Muhammad
Shaleh Ibn Umar as-Samarani.
Adapun buku-buku karya ilmiah yang menelaah dan membahas tentang
pemikiran-pemikiran KH. Muhammad Shaleh as-Samarani telah banyak
ditemukan, di antaranya Buku “ Shalat Jum’at Bergantian Implementasi
Konsep Iman Dan Amal Muhammad Salih Ibn Umar as-Samarani Dalam
Masyarakat Modern ” karya Ghazali Munir. Buku “KH. Muhammad Salih al-
Samarani, Studi Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik al-
Dayyan” karya Muchayyar H.S (Disertasi Muhayyar H.S ini, hanya mengenai
ayat-ayat keluarga dalam surat an-Nisa’). Buku “ Tuhan, Manusia, Dan Alam
Dalam Pemikiran Kalam Muhammad Salih as-Samarani” karya Ghazali
Munir. Kemudian Buku “Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat li al-‘Awwam
(Suatu kajian Terhadap Kitab Fiqh Berbahasa Jawa Akhir Abad 19”karya
Abdullah Salim. Buku “ 99 Kiai Kharismatik Indonesia Biografi, Perjuangan,
Ajaran, dan Doa-doa Utama yang Diwariskan ” karya A. Aziz Masyhuri.
Sedangkan kitab-kitab dan buku-buku karya ilmiah yang membahas
tentang metode dan corak tafsir telah banyak ditemukan di antaranya buku
Nashrudin Baidan, yaitu Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Kemudian karya,
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Muhammad Chirzin, Permata al-
Qur’an, ia menyinggung tentang metode dan corak tafsir. Muhammad Nur
Ichwan, Belajar Mudah Ilmu-Ilmu al-Qur’an, dan Tafsir Ilmy Memahami al-
Qur’an Melalui Pendekatan Sains Modern.Ahmad Arif Junaidi, Pembaharuan
Metode Tafsir al-Qur’an. Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi
Model Penafsiran. Mengingat belum ada orang yang mengkaji metode dan
corak Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan
bahasa Jawa (Arab Pegon). Maka skripsi ini berusaha untuk mengungkapkan
metode dan corak Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik
ad-Dayyan sebagai baham penelitian.
8
E. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan kajian yang bisa dipertanggungjawabkan secara
ilmiah maka, penelitian ini menggunakan metodologi sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian dan subyek yang diteliti, penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu menjadikan bahan
pustaka sebagai sumber data utama yang bertujuan untuk menggali teori-
teori dan konsep-konsep yang telah ditentukan oleh para ahli terdahulu,
mengikuti perkembangan penelitian dalam bidang yang akan diteliti,
memperoleh orientasi yang luas mengenai topik yang di pilih,
memanfaatkan data sekunder dan menghindarkan duplikasi penelitian.15
2. Sumber Data.
Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang sumber
datanya adalah kepustakaan, maka untuk mencapai hasil yang optimal,
maka sumber data dibedakan sesuai dengan kedudukan data tersebut,
dalam penulisan kali ini, data dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan
data sekunder.
a. Sumber Primer
Jenis data primer adalah data yang pokok yang berkaitan dan
diperoleh secara langsung dari obyek penelitian, sumber data
primer adalah sumber data yang dapat memberikan data
penelitian secara langsung.16 Adapun sumber primernya adalah
Kitab Tafsir Faidh ar- Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik
ad-Dayyan karya K.H. Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani.
15 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta,1982, hlm. 70
16 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rieneka Cipta,Jakarta, 2002, hlm. 117
9
b. Sumber Sekunder
Sumber ini adalah data yang materinya secara tidak langsung
berhubungan dengan masalah yang diungkapkan.17 Data ini
berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder berisi
tentang tulisan-tulisan yang berhubungan dengan materi pokok
yang dikaji. Adapun data-data tersebut dapat diperoleh dari buku-
buku, artikel, majalah maupun media lain yang mendukung.
Adapun sumber sekundernya antara lain, adalah buku “Tuhan,
Manusia dan Alam dalam Pemikiran Kalam Muhammad Shalih
as-Samarani” karya Ghazali Munir. Artikel “Teologi Islam
Terapan (Studi Implementasi Iman Menurut Muhammad Shalih
as-Samarani)”, Ghazali Munir, Teologia Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin, Vol. 17,Nomor 2, Juli 2006, buku “99 Kiai
Kharismatik Indonesia, Biografi Perjuangan, Ajaran, dan Doa-
doa Utama yang Diwariskan” karya K.H. A. Aziz Masyhuri dan
Buku “ Shalat Jum’at Bergantian Implementasi Konsep Iman
Dan Amal Muhammad Salih Ibn Umar as-Samarani Dalam
Masyarakat Modern ” karya Ghazali Munir
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu: metode dokumentasi. Sebagaimana tersebut di atas bahwa objek
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah metode dan corak
penafsiran yang dilakukan oleh Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat kualitatif berupa
penelitian kepustakaan dengan cara mendokumentasikan data baik data
primer dan sekunder maupun pelengkap, selanjutnya penelitian juga
menghimpun data dari berbagai sumber sekunder.
17 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Gajah Mada University Press,Yogyakarta, 1996, hlm. 217
10
4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan
analisis deskriptif yang meliputi dua jenis pendekatan.
a. Pendekatan analisis isi (Content analysis) yaitu analisis
terhadaparti dan kandungan yang ada pada keseluruhan teks
karya Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani dalam rangka
untuk menguraikan secara lengkap literatur dan teliti terhadap
suatu obyek penelitian.18Yaitu metode penyusunan dan
penganalisaan data secara sistematis dan obyektif.19 Metode ini
juga merupakan jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan ilmiah dengan mengadakan perincian terhadap
obyek yang diteliti, atau cara pengunaan suatu obyek ilmiah
tertentu dengan memilah-memilah antara pengertian yang lain
untuk memperoleh kejelasan.
b. Pendekatan Sosio-Historis pendekatan ini digunakan untuk
menganalisis pemikiran Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani dengan melihat seberapa jauh pengaruh tingkat
sosial-kultural dalam membentuk cara pandang Muhammad
Shaleh Ibn Umar as-Samarani terhadap realitas yang
dihadapinya, cara pandangan kemudian membentuk pola pikir
(Mode of thought) Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani
sehingga menpengaruhi kostruksi pemikiranya dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika ini akan disampaikan secara kronologis dari bab I sampai
terahir, yang merupakan kesatuan yang tak terpisahkan sehingga
menggambarkan keterkaitan antara bab satu dengan bab yang lain agar
18 Sumadi Suryabrata B.A., Metodelogi Penelitian, Pelajar Press , Jakarta, 1997, hlm. 1919 Noeng Mahajir, Metode Penelitian Kualitatif, Bayu Idra Grafika, Yogyakarta, 1996,
hlm. 49
11
tercapai jawaban permasalahan dari apa yang menjadi tujuan penulis.
Selanjutnya akan dituangkan sebagai berikut:
Bab I. Merupakan Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, Kajian pustaka,
metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II. Dalam bab ini akan memuat Studi Tafsir al-Qur’an Indonesia.
Pertama, Pengertian Tafsir. Kedua, Metode Penafsiran. Ketiga, Corak
Penafsiran al-Qur’an. Keempat, Sejarah Perkembangan Tafsir di Indonesia.
Bab III. Memuat tentang Karakteristik kitab Tafsir Faidh ar-Rahman.
Dalam bab ini ada tiga hal yang akan dibicarakan. Pertama, biografi
Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani. Kedua, Karya-karya Muhammad
Shaleh Ibn Umar as-Samarani. Ketiga, Sketsa kitab Tafsir Faidh ar-Rahman.
Dalam uraian ini, akan merangkum empat sub bagian. Pertama, Latar
belakang penulisan. Kedua, Sistematika dan teknik penulisan. Ketiga, Sumber
penafsiran. Keempat, Contoh Tafsir Faidh ar-Rahman.
Bab IV. Merupakan analisis metode dan corak tafsir Faidh ar-Rahman
di sertai dengan contoh penafsiran, kelebihan, kekurangan dan kekhasan tafsir
Faidh ar-Rahman.
Bab V. Bab ini merupakan proses akhir dari bab-bab sebelumnya, yaitu
berupa penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran dan kata-kata penutup.
12
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR
A. Pengertian Tafsir
Tafsir secara etimologi, kata “tafsir” diambil dari kata “fassara –
yufassiru – tafsira” yang berarti keterangan atau uraian.1 Kata “tafsir”
mengikuti wazan (taf’il) yang berasal dari kata al-fasr yang berarti
menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang
abstrak, kata kerjanya mengikuti wazan daraba-yadribu dan nasara-yansuru.
Dikatakan fasara (asy-syai’a) yafsiru dan yafsuru, fasran dan fasarahu
artinya abanahu (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti
menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Sedang kata at-tafsir berarti
menyingkapkan maksud sesuatu lafazd yang musykil, sulit. Pengertian tafsir
dengan makna di atas, sesuai dengan firman Allah dalam (QS. al-Furqan,
25:33) 2
}۳۳,الفرقان {ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسريا
Artinya: "Mereka tidak datang kepadam udenganperumpamaan, melainkan kami datangakan kepadamukebenaran dan sebaik-sebaik penjelasan" ( QS. Al-Furqan, 25: 33)
Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan ialah
ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz al-Qur’an, tentang
petunjuk-petunjuk, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun
ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya tersusun serta
hal-hal yang melengkapinya.3
1 Rosihan Anwar, Ulum al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm 209.
2 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2001, hlm.455.
3 Ibid, hlm. 456
13
Tafsir al-Qur’an adalah penjelasan maksud firman–firman Allah sesuai
dengan kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga
apa yang dicarinya atau diperoleh seorang penafsir dari al-Qur’an bertingkat-
tingkat pula. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda dengan yang
dihidangkan dari pesan-pesan Illahi dapat berbeda antara yang satu dengan
yang lain. 4
Ali Hasan al-’Arid, tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara
mengucapkan lafadz al-Qur’an makna-makna yang ditunjukkan dan hukum-
hukumnya baik ketika berdiri sendiri atau pun tersusun serta makna-makna
yang dimungkinkan ketika dalam keadaan tersusun.5
Sedangkan tafsir menurut az-Zarkasyi dalam al-Burhan ialah: suatu
pengetahuan yang dengan pengetahuan itu dapat dipahamkan kitabullah yang
diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, menjelaskan maksud-
maksudnya, mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.6
Jadi tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad
manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam al-
Qur’an agar dapat diaplikasikan sebagai dasar utama dalam penetapan hukum.
B. Metode Penafsiran
Kata “Metode” berasal dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara
atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bahasa Arab
menerjemahkannya dengan manhaj7 dan dalam bahasa Indonesia, kata tersebut
mengandung arti: cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya) cara kerja yang bersistem
4 M. Quraish Shihab, Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian, Lentera Hati, Ciputat,Tangerang, 2000, Volume 5, hlm. i
5 Ahkmad Rofiki, Studi Penafsiran Ayat-ayat Tentang Ahli Kitab Menurut Prf. Dr.Hamkadalam Tafsir al-Azhar, IAIN Press, Semarang ,1998, hlm. 17.
6 Mashuri Sirajuddin Iqbal, A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung, 1989,hlm. 86
7 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawir: Arab-Indonesia, Pustaka Gresif,Surabaya, 1997, hlm. 849
14
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang di
tentukan.8
Metode tafsir ialah ilmu tentang metode menafsirkan al-Qur’an. Dengan
demikian, kita dapat membedakan antara dua istilah itu, yakni metode tafsir,
dan ilmu tentang cara tersebut. Pembahasan teoritis dan ilmiah mengenai
metode muqarin (perbandingan) misalnya, disebut pembahasan metodik.
Sedangkan cara menyajikan atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan
teknik atau seni penafsiran.
Berikut ini, akan dikemukakan selayang pandang tentang perkembangan
metode penafsiran pada abad ke XX M, zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), serta era globalisasi dan reformasi.
Sejak zaman Rasulullah SAW, sudah dikenal dua cara penafsiran al-
Qur’an, yaitu penafsiran berdasarkan petunjuk wahyu dan penafsiran
berdasarkan ijtihad atau ra’yi. Rasulullah sendiri sesungguhnya sudah
menafsirkan al-Qur’an berdasar ijtihad, akan tetapi, ijtihad Rasulullah SAW
itu tentunya ditopang oleh wahyu, yaitu akan dikoreksi oleh wahyu sekiranya
tidak tepat.9 Oleh karena itu, setelah Rasulullah SAW wafat muncullah
perbedaan pemahaman para sahabat terhadap al-Qur’an, perbedaan mereka
sangat beragam, meskipun mereka memahami al-Qur’an secara global.
Munculnya perbedaan tersebut kembali kepada perbedaan pemikiran dan
pengetahuan mereka, penguasaan mereka terhadap bahasa, keterkaitan mereka
dengan Rasullulah SAW, dan apakah mereka benar-benar memanfaatkan
beliau, serta pengetahuan mereka tentang sebab-sebab turunnya ayat.10
Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur’an sejak dulu hingga
sekarang, akan ditemukan bahwa pada garis besarnya penafsiran al-Qur’an itu
dilakukan dengan empat cara (metode) yaitu: ijmali (global), tahlili (analitis),
muqarin (perbandingan), dan maudhu’i (tematik)
8 Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm.173.
9 Pesantren No.1/ Vol.Vll, P3M, Jakarta, 1991, hlm. 410 Muhammad Nor Ichwan, Belajar Mudah ‘Ulumul al-Qur’an, Seri Buku Dasar Ulumul
Qur’an, Semarang, 2001, hlm. 243
15
Munculnya metode-metode tafsir sebagaimana tersebut di atas lebih
banyak disebabkan oleh tuntutan perkembangan masyarakat yang selalu
dinamis (berubah-ubah). Pada zaman Nabi dan sahabat misalnya, pada
umumnya mereka adalah ahli bahasa Arab dan mengetahui secara baik latar
belakang turunya ayat serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi
umat ketika ayat-ayat al-Qur’an turun.
Dengan kenyataan sejarah ini, maka untuk memahami suatu ayat cukup
dengan isyarat dan penjelasan global dari Nabi Saw, itulah sebabnya Nabi
tidak perlu memberikan tafsiran yang detail terhadap satu ayat atau kata dalam
al-Qur’an.
Para ulama zaman dahulu, sejak abad ke II H., sudah ada yang mengatur
dan merencanakan cara bagaimana orang dapat menafsirkan atau menjadi
mufassir al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.11 Kondisi ini membawa pengaruh
pada perkembangan pemikiran Islam, kerena berbagai peradaban dan
kebudayaan non–Islam masuk dalam dunia intelektual Islam. Para ahli tafsir
mengantisipasi dengan menyajikan penafsiran al-Qur’an yang sesuai dengan
kondisi umat yang semakin beragam. Hal ini menjadi salah satu pendorong
munculnya tafsir dengan metode analitis.12
Di samping itu, umat Islam juga ingin mengetahui pemahaman ayat-ayat
al-Qur’an yang kelihatannya sama, padahal membawa pengertian yang
berbeda, juga hadist-hadist yang nampak bertentangan dengan al-Qur’an.
Namun demikan hal tersebut tidak mungkin terjadi karena keduanya
berasal dari sumber yang sama, yakni al-Qur’an. Kenyataan ini mendorong
para ulama untuk melakukan perbandingan penafsiran, kemudian muncul
metode tafsir muqarin.
Permasalahan kehidupan pada abad modern berbeda jauh dengan
kehidupan generasi sebelumnya, seperti mobilitas yang tinggi, perubahan
situasi yang cepat, dan lain-lain. Sehingga masyarakat tidak mempuyai waktu
luang untuk membaca kitab tafsir yang besar, pada hal untuk mendapatkan
11 Munawer Kholil, Al-Qur’an dari Masa ke Masa, Rahmadani, Solo ,1994, hlm. 20012 Nashrudin Baidan, op. cit., hlm. 6
16
petunjuk al-Qur’an umat Islam dituntut untuk membaca kitab-kitab tafsir,
untuk itu ulama tafsir abad modern menawarkan tafsir tematis, selama
permasalahan yang ingin mereka pecahkan dapat dijumpai dalam kitab tafsir
tersebut.13
Secara sistematis metodelogi penafsiran al-Qur’an dalam wacana studi
tafsir yang berkembang dari periode klasik sampai abad modern (abad XX M),
ada empat, yaitu: metode ijmali (global), metode tahlili (analitik), metode
muqarin (perbandingan), dan metode Maudhu’i (tematik).14
1. Metode Ijmali (Global)
Metode ijmali ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara
ringkas, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan jelas
dibaca, sistematika penulisannya berdasarkan urutan Mushaf
Usmani.Yang menjadi tolak ukur metode global ini adalah pola atau
sistematika pembahasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an.15
Dalam metode ini mufassir akan membahas ayat demi ayat sesuai
dengan urutan mushaf, setelah itu mengemukakan makna global yang
dimaksud ayat tersebut.16 Dalam metode tafsir ijmali ini dapat digunakan
ilmu-ilmu bantu seperti mengunakan hadist Nabi SAW, pendapat kaum
salaf, peristiwa sejarah, Asbab an-Nuzul dan kaidah-kaidah bahasa.17
Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah :
Tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al-Din al-
Mahally; At-Tafsirul-Wajiz karya Wahbah az-Zuhaili; Tafsir al-Qur’an
al-Azhim karya Muhammad Farid Wajdy; Shafwah al-Bayan li Ma’aniy
al-Qur’an karya Husanain Muhammad Makhmut; Tafsir al-Qur’an
karya Ibn Abbas,s yang dihimpun oleh al-Fairuz Abady; al-Tafsir al-
13 Ibid, hlm. 714 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i,Terj. Rosihan Anwar, Pustaka Setia,
Bandung, 2002, hlm. 19015 Nashrudin Baidan, hlm, 13-1416 Abdul Hayy al-Farmawi, op. cit, hlm. 3817 Muhammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmy Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan Sains
Modern, Menara Kudus, Jogja, 2004, hlm. 119.
17
Washith karya Commite Ulama (Produk Lembaga Pengkajian
Universitas al-Azhar); al-Tafsir al-Muyassar karya Abd al-Jalil Isa; al-
Tafsir al-Muhktashar karya Commite Ulama ( Produk Majlis Tinggi
Urusan Ummat Islam).18
2. Metode Analitis ( tahlili)
Secara etimologis, tahliliy berasal dari bahasa Arab : hallala-
yuhallilu-tahlil yang berarti “mengurai, menganalisis”. Dengan demikian
yang dimaksud metode tahliliy atau yang menurut Muhammad al-Baqir
al-Sadr sebagai metode Tajzi’i (al-Ittijah al-Tajzi’i)19 adalah
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan
makna-makna yang tercakup sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Dalam metode ini, biasanya mufassir menguraikan makna yang
dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai
dengan urutannya didalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai
aspek seperti kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya
ayat, ayat-ayat yang terkait (munasabah), dan tak ketinggalan pendapat-
pendapat yang diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat, baik yang
disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.
Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk
ma’tsur dan ra’yu.20 Para ulama membagi corak tafsir al-Qur’an dengan
metode tahlili kepada beberapa macam yaitu Tafsir Sufi, Tafsir Falsafi,
Tafsir Fiqih, Tafsir Ilmi dan Tafsir Adabi al-Ijtima’i.21
18 Muhammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan SainsModern, Menara Kudus, Jogja, 2004, hlm. 120.
19 Tafsir Tajzi’i secara harfiyah dapat diartikan sebagai tafsir yang menguraikan secarabagian perbagian, atau tafsir secara parsial.
20 Nashrudin Baidan, Rekonstrukis Ilmu Tafsir, STAIN Press, Surakarta ,1999, hlm. 55-56.
21 Said Agil Husin al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm. 69
18
3. Metode Muqarin (Komparatif)
Metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
yang di tulis oleh sejumlah mufassir. Dengan cara menghimpun
sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, kemudian ia mengkaji dan meneliti
penafsiran sejumlah mufassir, mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab
mereka. Metode muqarin mempuyai ruang lingkup dan wilayah kajian
yang luas. Metode ini dapat juga dilakukan dengan memperbandingkan
(teks) nash ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan
redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, membandingkan ayat
al-Qur’an dengan hadis Nabi yang secara lahiriyah terlihat
bertentangan.22 Dan membandingkan berbagai pendapat para ulama
tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.23
4. Metode Tematik (Maudhu’i)
Metode tematik ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an
yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan cara dilakukan berdasarkan
kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Penafsiran dilakukan
setelah menghimpun dan menyusun ayat-ayat tertentu kemudian
diberikan keterangan dan penjelasan serta disimpulkan, secara khusus
mufassir melakukan studi tafsirnya ini dengan meneliti ayat-ayat tersebut
dari seluruh aspeknya, dan melakukan analisis berdasarkan ilmu yang
benar
C. Corak Penafsiran
Perkembangan tafsir al-Qur’an dari waktu ke waktu hingga masa
sekarang dikenal berbagai corak penafsiran al-Qur’an, sesuai dengan keahlian
dan kecenderungan mufassir dan perkembangan zaman yang melingkupinya.
Hal itu ditopang oleh al-Qur’an sendiri seperti dikatakan Abdullah Darraz,
bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda
22 Nashrudin Baidan, op. cit., hlm. 6523 Ibid, hlm. 63
19
dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain.24 Setiap mufassir yang
memiliki bidang keahlian tertentu dan menafsirkan al-Qur’an berdasarkan
latar belakang keahlian dan ilmu-ilmu yang dimilikinya, kemudian muncullah
corak tafsir yang bermacam-macam sebagaimana yang akan dijelaskan di
bawah ini.25
1. Corak Tafsir fiqih atau hukum
Tafsir fiqh adalah corak penafsiran al-Qur’an yang menitikberatkan
bahasannya dan tinjauannya pada aspek hukum dari al-Qur’an. Corak
tafsir ini sudah ada sejak zaman nabi Muhammad SAW. Tafsir fiqih
bersamaan dengan Tafsir bi al-Ma’tsur sama-sama di nukilkan dari Nabi
Saw, para sahabat langsung mencari keputusan hukum dari al-Qur’an dan
berusaha menarik kesimpulan dari hukum syari’ah berdasarkan ijtihad.
Hasil ijtihad yang dituangkan dalam penafsiran ini disebut Tafsir al-Fiqhi.
Tafsir fiqh ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab fiqh karya imam-
imam dari berbagai madzhab yang berbeda. Dari kalangan Mu’tazilah
lahir kitab tafsir yang fanatik terhadap madzhabnya, yaitu al-Kasysyaf
karya al-Zamakhsyariy. Dari kalangan Hanafiyah lahir kitab yang
mendukung madzhabnya, yaitu Ruh al-Ma’ani karya al-Alusi dan Tafsir
al-Nasafiy. Dari kalangan Malikiyah lahir kitab tafsir yang berorientasi
kepada madzhabnya, yaitu al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi
.dan dari kalaangan Syafi’iyyah lahir kitab tafsir yang cenderung kepada
madzhabnya, yaitu al-Tafsir al-Kabir (Mafatih al-Ghaib) karya al-Fahr al-
Din al-Raziy.26 Dan al-Jashash dalam Tafsir Ahkam al-Qur’an.27
2. Corak Tafsir Ilmiy
Tafsir ilmiy adalah suatu ijtihad atau usaha keras seorang mufasir
dalam mengungkapkan hubungan ayat-ayat kauniyah (al-Ayat al-
24 Muhammad Chirzin, Permata al-Qur’an, Qirtas, Yogyakarta, 2003, hlm 7925 Pesantren No.1/ Vol. Vll /1991, op. cit, hlm.526 Muhammad Nor Ichwan, op cit, hlm. 112.27 Abdul Hayy al-Farmawi, op. cit, hlm. 26
20
Kauniyah) dalam al-Qur’an dengan penemuan-penemuan sains modern,
yang bertujuan untuk memperlihatkan kemukjizatan al-Qur’an.
Corak ilmiy adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan
pendekatan ilmiah, atau menggali kandungannya berdasarkan teori-teori
ilmu pengetahuan yang ada maka sebagian dari para ulama mencoba
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan bidang ilmu serta hasil
kajian mereka terhadap gejolak atau fenomena alam yang terjadi pada saat
menafsirkan dan menulis kitab tafsir mereka.28
Para ulama yang menafsirkan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan
sains modern antara lain : al-Ghazali, Fahr al-Din al-Razi, al-Baidhawi,
Badr al-Din Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, Jalal al-Din al-Suyuthi,
Abu al-Fadhil al-Mursi, Thathawi Jauhari, Muhammad Abduh, Fakh al-
Razi (dengan kitabnya Tafsir Mafatih al-Ghaib), al-Alamah Wahid al-Din
Khan (dengan kitabnya al-Islam Yatahaadda), dan Hanafi Ahmad (dengan
kitabnya al-Tafsir al-Ilmiy li al-Ayah al-Kauniyah)..29
3. Corak Tafsir al-Sufiy (Tasawuf)
Penafsiran yang dilakukan oleh para sufi, pada umumnya dikuasai
oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami
kecuali orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran
tasawuf. Terdapat dua arah dalam menafsirkan al-Qur’an dengan corak:
a. Tasawuf Teoretis ( al-Tasawuf al-Nadhary)
Aliran ini mencoba meneliti dan mengkaji al-Qur’an berdasarkan
teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka
berusaha maksimal untuk menemukan ayat-ayat al-Qur’an tersebut,
faktor-faktor yang mendukung teori mereka, sehingga tampak
berlebihan dan keluar dari dhahir yang dimaksudkan syara’ dan
didukung oleh kajian bahasa.
28 Quraisyh Syihab D.k.k., Sejarah Ulumul Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999,hlm.18.
29 Muhammad Nor Ichwan, op cit, hlm. 127.
21
Penafsiran demikian ditolak dan sangat sedikit jumlahnya. Tidak
pernah ada karya yang lahir dari aliran ini. Hanya karya-karya
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an secara acak yang dinisbatkan kepada
Ibn Arabi yang bernama kitab al-Futuhat al-Makiyyah dan al-
Fushush al-Hikam.
b. Tasawuf praktis ( al-Tasawu al-‘Amaly)
Yang dimaksud dengan tasawuf praktis adalah tasawuf yang
mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud dan meleburkan diri
dalam ketaatan Allah SWT. Para tokoh aliran ini menamakan tafsir
mereka dengan al-Tafsir al-Isyari, atau disebut juga Tafsir al-Faidhi
yaitu menta’wil ayat-ayat, berbeda dengan arti dhahirnya berdasar
isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya tampak jelas oleh para
pemimpin suluk, namun tetap dapat dikompromikan dengan arti
dhahir yang dimaksudkan.
Di antara kitab tafsir tasawuf praktis ini adalah ‘Arais al-Bayan fi
Haqaiq al-Qur’an karya Imam as-Syirazi, Ruh al-Ma’ani karya Al-
Alusi, Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan karya Imam al-
Naisabury, Tafsir al-Qur’an al-Karim karya Tusturi dan Haqaiq al-
Tafsir oleh al-Alamah Abu Abdurrahman al-Sulami al-Sufi.30
c. Corak Tafsir Sastra (Bahasa)
Corak Tafsir Sastra adalah tafsir yang didalamnya menggunakan
kaidah-kaidah linguistik. Corak ini timbul akibat timbul akibat banyaknya
orang non-Arab yang memeluk Agama Islam serta akibat kelemahan orang
Arab sendiri dibidang sastra yang membutuhkan penjelasan terhadap arti
kandungan Al-Qur’an dibidang ini. Corak tafsir ini pada masa klasik
diwakili oleh zamakhsyari dengan Tafsirnya al-Kasyaf. 31
30Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2007, hlm 72.
31 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, Terj. Rosihan Anwar, op. cit., hlm.30
22
d. Corak Tafsir al-Falsafi (Teologi)
Tafsir falsafi adalah cara penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan
menggunakan teori-teori filsafat. Penafsiran ini berupaya
mengompromikan atau mencari titik temu antara filsafat dan agama serta
berusaha menyingkirkan segala pertentangan di antara keduanya.32
Di antara ulama yang gigih menolak para filosof adalah Hujjah al-
Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang mengarang kitab al-Isyarat dan
kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka. Tokoh yang juga menolak
filsafat adalah Imam Fakhr Ad-Din Ar-Razi, yang menulis sebuah kitab
tafsir untuk menolak paham mereka kemudian diberi judul Mafatih al-
Ghaib. Kedua, kelompok yang menerima filsafat bahkan mengaguminya.
Menurut mereka, selama filsafat tidak bertentangan dengan agama Islam,
maka tidak ada larangan untuk menerimanya. ulama yang membela
pemikiran filsafat adalah adalah Ibn Rusyd yang menulis pembelaannya
terhadap filsafat dalam bukunya at-Tahafut at-Tahafut, sebagai sanggahan
terhadap karya Imam al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah.33
e. Corak Tafsir Adabi al-Ijtima’i (sosial kemasyarakatan)
Corak tafsir Adabi al-Ijtimai adalah corak penafsiran yang
menjelaskan ayat-ayat al-Quran berdasarkan ketelitian ungkapan-
ungkapan yang disusun dengan bahasa yang lugas, dengan menekankan
tujuan pokok diturunkannya al-Qur’an, lalu mengaplikasikannya pada
tatanan sosial, seperti pemecahan masalah-masalah umat Islam dan
bangsa.34
Di antara kitab tafsir yang menggunakan corak ini adalah kitab tafsir
ditampilkan oleh Syaikh Muahmud Syalthut dalam kitab tafsir Al-Qur’an
al-Karim, kitab Tafsir al-Wadhih karya Muhammad Mahmud Hijazy,
32Rohimin, op. cit, hlm 73.33 Mohammad Nor Ichwan, op.cit, hlm. 115-11634 Ibid, hlm. 115
23
Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab Tafsir al-Manar dan oleh al-
Maraghi dalam kitab Tafsir al-Maraghi.35
D. Sejarah Perkembangan Tafsir di Indonesia
Perkembangan tafsir dapat pula ditinjau dari sudut metode penafsiran,
walaupun disadari bahwa setiap mufassir mempunyai metode yang berbeda
dalam perincianya dengan mufassir lain. Namun secara umum dapat diamati
bahwa sejak periode ketiga dari penulisan kitab-kitab tafsir sampai sekarang
para mufassir menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara ayat demi ayat, sesuai
dengan susunannya dalam mushaf. Jika kita telusuri perkembangan tafsir al-
Qur’an sejak dulu sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besar
penafsiran al-Qur’an dilakukan melalui empat cara, metode ijamli (global),
tahlili (analitis), muqarin (perbandingan), dan maudhu’i (tematik).
Awal mucul karya tafsir yang di tulis dalam bahasa Melayu atau Jawi
pada abad ke XVII M. Adalah sebuah tafsir berbahasa Arab-Melayu karya
Ulama Aceh Abd Ra’uf al-Singkeli (1024-1105 H/1615-1693 M) bernama
Tarjuman al-Mustafid, tafsir lengkap 30 juz pertama di Nusantara.
Sebelumnya hanya ada Tafsir Surat al-Kahfi yang diperkirakan ditulis oleh
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani (yang mengikuti Tafsir al-
Kazim) yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara mistis.36
Meski Abdul Ra’uf al-Singkili tidak menyebutkan tahun penyelesaian
kitabnya, tetapi kitab ini adalah kitab tafsir paling awal peredarannya di
wilayah Melayu-Indonesia. Sebagai terjemahan tafsir pertama, tidak
mengherankan kalau karya ini beredar luas di wilayah Indonesia dan di
negara-negara yang menggunakan bahasa Melayu.
Selama hampir tiga abad kitab Tarjuman al-Mustafid merupakan satu-
satunya terjemahan lengkap al-Qur’an di tanah Melayu. Baru pada abad ke-20
muncul tafsir baru yang semula memakai bahasa Arab Melayu. Untuk wilayah
berbahasa Jawa, di penghujung abad ke-18, Syaikh Nawawi al-Bantani
membuat tafsir Marah Labid li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, diterbitkan
35 Said Agil Husein al-Munawar, op. cit, hlm. 7136Ibid, hlm 289.
24
di Makkah pada tahun 1880 M, ditulis dengan bahasa Arab.37 Dalam cetakan
Beirut yang terbit pada tahun 1981 M, terdapat tiga nama bagi kitab tafsir
Nawawi, yaitu Tafsir Marah Labid, Tafsir Nawawi, dan Tafsir al-Munir li
Ma’alim al-Tanzil.
Selanjutnya pada tahun 1891, ada Kitab Tafsir Faidh al-Rahman fi
Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan karya KH. Muhammad Shaleh
Darat dengan bahasa Jawa (Arab Pegon).
Penafsiran al-Qur’an terbanyak di Indonesia terdapat dalam rentangan
masa abad ke-20. Pada awal abad itu tafsir al-Qur’an pertama ditulis oleh
Mahmud Yunus, H. Ilyas Muhammad Ali dan H.M Kasim Bakry,
penulisannya dilakukan secara berangsur-angsur mulai tahun 1922 M sampai
tahun 1938 M.
Sesudah itu muncul Tafsir al-Furqan, kitab tafsir karya A. Hasan yang
mulai ditulis pada tahun 1928 M – 1941 M. sampai surat Maryam. Pada tahun
1956 M, beliau menulis lagi juz pertama sampai juz ke-30 memakai huruf
Latin (sebelunya memakai huruf Arab Melayu).
Muncul sezaman dengan Tafsir al-Furqan adalah Tafsir al-Qur’an al-
Karim karya tiga Ulama Sumatra, yaitu H.A Halim Hasan, H. Zaenal Arifin
Abbas, dan Abd. Rahman Haitami. Juz 1 dan juz ke-2 yang diterbitkan pada
tahun 1937 M – 1941 M. memakai huruf Arab Melayu. Tafsir ini hanya
sampai juz ke-7.
Masa tahun 1960 pasca kemerdekaan, di majalah Gema Islam muncul
artikel bersambung Tafsir al-Azhar karya Hamka. Tafsir ini berasal dari kuliah
subuh Hamka di Masjid al-Azhar Kebayoran Baru yang dimulai tahun 1958.
Sezaman dengan Tafsir al-Azhar, diterbitkan Tafsir Qur’an karya H.
Zainuddin Hamidy dan Fahruddin Hs. Tafsir ini sudah mulai ditulis tahun
1953 dan cetakan pertamanya tahun 1959. Kemudian tafsir karya T.M. Hasbi
ash-Shiddiqi yaitu Tafsir al-Qur’an al-Majid al-Nur terbit pertama kali tahun
37 Musyrifah Sunanto, op cit, hlm 291.
25
1956 dan Tafsir al-Qur’an al-Karim al-Bayan dicetak pertama kali tahun
1971.
Selanjutnya, al-Qur’an dan Terjemahannya dan al-Qur’an dan
Tafsirnya, disusun oleh Tim Dewan Penerjemah Yayasan Departemen Agama
pada tahun 1967. kemudian pada tahun 1981, Tafsir Rahmat karya H. Omar
Bakri.
Kitab tafsir lain yang ditulis ulama Indonesia dengan berbahasa daerah
adalah kitab Tafsir al-Kitabul Mubin karya K.H Muhammad Ramli dengan
bahasa Sunda. Kitab tafsir Raudhah al-Irfan fi Ma’rifatul al-Quran karya
Ahmad Sanusi bin Abd. Rohim dari Sukabumi, dengan bahasa Sunda, kitab
Tafsir al-Ibriz li Ma’rifah al-Tafsir al Quran al-‘Aziz karya KH. Bisri Mustafa
dari Rembang, dengan bahasa Jawa (Arab Pegon) dan kitab tafsir Al-Iklil fi
Ma’ani Tanzil karya KH. Misbah bin Zaenul Musthafa dari Bangilan, dengan
bahasa Jawa (Arab Pegon) 30 jilid, 4800 halaman.
Ada pula kitab tafsir karya Dr. Quraisy Shihab Tafsir al-Amanah yang
termuat semula pada majalah Amanah, menunjukkan kecenderungan baru
dalam metode penafsiran Qur’an di Indonesia. Selain itu diterbitkan pula
Tafsir al-Misbah pada tahun 2002.
Selain itu karya-karya tafsir muncul dari para mufasir yang berlatar
belakang pendidikan umum, seperti:
- Prof. Ahmad Baiquni, M.Sc, Ph.D. (1923-1999) dengan judul Al-
Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.
- Baharuddin Lopa (1935-2001) menulis tafsir dengan judul Al-Qur’an
dan HAM.
- Muhammad Dawam Raharjo38 menulis tafsir dengan judul
Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep
Kunci.
38 A. Hasan Asy’ari Ulama’i, “Ensiklopedi al-Qur’an (Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci karya dawam raharjo)” TEOLOGIA Jurnal-Jurnal Ilmu Ushuluddin, FakultasUshuluddin IAIN Walisongo Semarang, Semarang, Volume 15 Nomor 2, Juli 2004, hlm 124
26
Terakhir sekali, tafsir modern yang berbahasa Arab diterbitkan dalam
bentuk terjemahan di Indonesia seperti Tafsir fi Zhilalil Qur’an karya Sayid
Quthub dan Tafsir al- Maraghi karya Ahmad Musthafa al-Maraghi.39
39 Musyrifah Sunanto, op cit, hlm 298
27
BAB III
KARAKTERISTIK TAFSIR FAIDH AR-RAHMAN
A. Biografi K.H. Muhammad Shaleh Darat
Nama lengkapnya adalah Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani,
atau lebih dikenal dengan sebutan Kiai Shaleh Darat. Ayahnya adalah Kiai
Umar. Kiai Umar dan Kiai Syada’ serta Kiai Murtadha merupakan pejuang
dan orang kepercayaan Pangeran Dipenogoro di Jawa bagian Utara,
Semarang. Kiai Shaleh Darat dilahirkan di Desa Kedung Jumbleng,
Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, sekitar tahun 1235
H/1820 M. Sedangkan informasi lainnya menyatakan bahwa, Kiai Shaleh
Darat dilahirkan di Bangsri, Jepara. Beliau wafat di Semarang pada hari
Jum’at Legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H/18 Desember 1903 M.1 di
makamkan di Pemakaman Umum Bergota Semarang. Makamnya banyak
diziarahi orang, baik dari Semarang dan sekitarnya maupun dari daerah lain,
khususnya pada upacara khaulnya.
Di kalangan para Kiai Jawa maupun Semarang dan sekitarnya lebih
dikenal dengan sebutan: “Kiai Shaleh Darat” atau “Mbah Shaleh Darat”.
Sebutan itu, beliau akui sendiri dan tertera pada sampul karya tulisnya yang
berjudul: Syarh Barzanji.
Beliau disebut Kiai Shaleh Darat, karena beliau tinggal di kawasan yang
bernama “Darat”, yaitu suatu daerah dekat pantai utara Semarang, tempat
mendarat orang-orang dari luar Jawa. Kini daerah “Darat”, termasuk wilayah
kelurahan Dadapsari kecamatan Semarang Utara. Adanya penambahan ini,
memang sudah menjadi kebiasaan atau ciri dari orang-orang yang terkenal di
masyarakatnya.
Setelah belajar di beberapa daerah di Jawa, seperti di daerah Waturoyo
Kajen Margoyoso Pati, di Kudus, di Desa Bulus Gebang, dan di Semarang,
Kiai Shaleh Darat bersama ayahnya berangkat ke Makkah untuk menunaikan
1 K.H. A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia Biografi, Perjuangan, Ajaran,dan Doa-doa Utama yang Diwariskan, Kutub, Yogyakarta, 2008, hlm 66
28
ibadah haji. Ayahnya wafat di Makkah, kemudian Kiai Shaleh Darat menetap
di Makkah beberapa tahun untuk menuntut ilmu. Pada waktu itu abad ke-19,
banyak santri Indonesia yang berdatangan ke Makkah guna menuntut ilmu
agama di sana. Termasuk di dalamnya, Kiai Shaleh Darat. Beliau pergi ke
Makkah dan menetap di sana guna menuntut ilmu agama dalam waktu yang
cukup lama. Sayangnya, tidak diketahui secara pasti tahun berapa beliau ke
Makkah dan kapan kembali ke tanah air.2
Karier Kiai Shaleh Darat diawali sebagai guru yang diperbantukan di
Pondok Pesantren Salatiang, yang terletak di Desa Maron, Kecamatan Loana,
Purworejo. Pesantren ini didirikan sekitar abad ke-18 oleh tiga orang sufi,
masing-masing adalah Kiai Achmad Alim, Kiai Muhammad Alim, dan Kiai
Zain al-Alim.dalam perkembangan selanjutnya, pesantren ini dipercayakan
kepada Kiai Zain al-Alim. Sementara Kiai Achmad Alim mengasuh sebuah
pesantren yang bernama al-Imam, di Desa Bulus, Kecamatan Gebang. Adapun
Kiai Muhammad Alim mengembangkan pesantrennya di Desa Maron, yang
kini dikenal dengan pesantren al-Anwar. Jadi kedudukan Kiai Shaleh Darat
sebagai pengajar yang membantu Kiai Zain al-Alim.
Pesantren Salatiang sendiri lebih memfokuskan pada bidang
penghafalan al-Qur’an, di samping mengajarkan kitab kuning. Di sinilah besar
kemungkinan, Kiai Shaleh Darat diperbantukan untuk mengajarkan kitab-
kitab kuning, seperti Fiqh, Tafsir, Nahwu, dan Sharaf kepada santri yang
sedang menghafalkan al-Qur’an.3
Tidak jelas, berapa lama Kiai Shaleh Darat menjadi guru pembantu di
pesantren Salatiang. Sejarah hanya mencatat, bahwa sekitar tahun 1870-an
Kiai Shaleh Darat mendirikan pesantren baru di Darat, Semarang. Hitungan
ini didasarkan pada kitabnya, Matn al-Hikam, yang ditulis rampung dengan
2 Ibid, hlm 673 Ibid. hlm 76
29
menggunakan bahasa Arab Pegon pada tahun 1289 H/1871 M.4 Pesantren
Darat merupakan pesantren tertua kedua di Semarang, setelah pesantren
Dondong Mangkang Wetan, di Semarang yang didirikan oleh Kiai Sada’ dan
Kiai Darda’. Di pesantren ini juga Kiai Shaleh Darat pernah menuntut ilmu
sebelum pergi ke Makkah.
Selama mengasuh pesantren, Kiai Shaleh Darat dikenal kurang begitu
memperhatikan kelembagaan pesantren. Karena faktor inilah, pesantren Darat
menghilang tanpa bekas sepeninggal Kiai Shaleh Darat, pada tahun 1903 M.
konon bersamaan dengan wafatnya Kiai Shaleh Darat, salah seorang santri
seniornya, Kiai Idris dari Solo, telah memboyong sejumlah santri dari
pesantren Darat ini ke Solo. Kiai Idris inilah yang kemudian menghidupkan
kembali Pondok Pesantern Jamsaren, yang pernah didirikan oleh Kiai Jamsari.
Ada versi lain yang menyebutkan bahwa pesantren yang didirikan oleh
Kiai Shaleh Darat bukanlah arti sebenarnya, di mana ada bangunan fisik yang
mendukung. Pesantren Darat hanyalah bentuk majelis pengajian dengan kajian
bermutu yang diikuti oleh para santri kalong. Ini mungkin terjadi, mengingat
kedekatan Pesantren Darat dengan Pesantren Mangkang, di mana Kiai Shaleh
Darat pernah belajar di sana, bisa mempengaruhi tingkat ketawadluan Kiai
senior.5
B. Karya-karyanya.
Di akhir abad 19 dan awal ke-20, banyak ulama Indonesia yang
menghasilkan karya tulis besar. Tidak sedikit dari karya-karya mereka yang
ditulis dengan bahasa Arab. Setelah Kiai Ahmad Rifa’i dari kalisasak (1786),
yang banyak menulis kitab berbahasa Jawa, tampaknya Kiai Shaleh Darat
adalah satu-satunya ulama, akhir abad ke-19 yang karya tulis keagamaannya
berbahasa Jawa.
4 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, LKIS,Yogyakarta, 2004, hlm. 138. Lihat, Muhammad Shaleh ibn Umar as-Samarani, Matn al-Hikam,Toha Putra, Semarang, t.th, hlm. 2.
5 K.H. A. Aziz Masyhuri, op. cit, hlm 75
30
Adapun karya-karya Kiai Shaleh Darat yang sebagiannya merupakan
terjemahan, kurang lebih ada 14 buah, yaitu:
1. Majmu’at al-Syariat al-Kafiyat li al-Awam.6
Kitab ini terdiri dari dua bagian, yaitu : bagian pertama, berkaitan
dengan permasalahan iman dan sedikit persoalan akhlak atau moral
dalam hubungannya dengan penguasa. Bagian kedua, berkaitan dengan
fiqh, terutama yang berkaitan dengan masalah ubudiyah, diteruskan
dengan masalah muamalah dan munakahat.
2. Munjiyat Metik Saking Ihya ‘Ulum al-Din al-Ghazali.7
Sebuah kitab yang merupakan petikan dari kitab Ihya ‘Ulum al-Din
jilid III dan IV. Kitab ini terdiri dari dua bagian, yaitu :
- Bagian pertama, Muhlikat Madzmumah atau perbuatan yang
dapat membinasakan dan tercela.
- Bagian kedua, Munjiyat Mahmudah atau perbuatan yang
menyelamatkan dan terpuji.
3. Lathaif al-Thaharat wa Asrar al-Sholah fi Kaifiyat Sholat al-Abidin wa
al-Arifin.8
Kitab ini ditulis dengan bahasa Jawa dan selesai pada tanggal 27
Sya’ban 1307 H/18 April 1890 M, kemudian dilanjutkan dengan
pembahasan Asrar Shaum atau rahasia-rahasia puasa, keutamaan bulan
Sya’ban, bulan Muharram, dan bulan Rajab.
4. Manasik al-Hajj wa al-‘Umrah
Kitab ini berisi tuntunan atau tata cara ibadah haji dan umrah yang
dimulai dengan riwayat melaksanakan haji, kemudian keutamaan Bait
Allah, syarat dan rukun haji beserta umrah, tata kerama melaksanakan
ibadah haji.
6 Muhammad Shaleh ibn Umar as-Samarani, Majmu’at al-Syariat al-Kafiyat li al-Awam,Toha Putra, Semarang, t.th.
7 Muhammad Shaleh ibn Umar as-Samarani, Munjiyat Metik Saking Ihya’ Ulum ad-Dinal-Gazali, Toha Putra, Semarang, t.th.
8 Muhammad Shaleh ibn Umar as-Samarani, Lathaif al-Thaharat wa Asrar al-Sholah fiKaifiyat Sholat al-Abidin wa al-Arifin, Toha Putra, Semarang: t.th.
31
5. Matn al-Hikam9
Kitab ini merupakan terjemahan dan ringkasan dari kitab al-Hikam
karya Syaikh Ahmad ibn Ata’ al-Askandari, merupakan kitab terjemahan
dalam bahasa Jawa, merupakan kitab Tasawuf.
6. Sabilul al-Abid Terjemah Jauhar al-Tauhid, karya Ibrahim Laqqani
Kitab ini merupakan terjemahan berbahasa Jawa. Dalam kitab ini
disampaikan, bahwa orang Islam wajib mengetahui tiga hal, yaitu:
pertama, Ilmu Tauhid. Kedua, Ilmu Fiqih. Ketiga, Ilmu Tasawuf.
7. Fasalatan
Kitab ini ditujukan untuk orang-orang awam, yang berisi hal-hal
yang berhubungan dengan shalat (tuntunan shalat) lima waktu sesuai
syari’at, kitab ini ditulis dengan bahasa Jawa berhuruf Arab Pegon.
8. Minhaj al-Atqiya fi Syarh Ma’rifah al-Atqiyah ila Thariq al-Aulia
Kitab ini merupakan terjemahan dan syarh dari nazham Hidayah
al-Azkiya’ ila Thariq al-Auliya karya Syaikh Zain ad-Din al-Malibari,
dengan menggunakan bahasa Jawa huruf Arab dengan maksud agar
manfaat bagi Awam al-Mukmin al-Jawi.
9. Al-Mursyid al-Wajiz fi ‘Ilm al-Qur’an al ‘Aziz
Kitab ini berisi tentang ilmu-ilmu al-Qur’an dan ilmu tajwid,
meliputi: pendidikan al-Qur’an, keutamaan mengajarkan al-Qur’an,
biaya pendidikan al-Qur’an, kesopanan membaca al-Qur’an dan
menghafalkannya, serta tajwid (sifat-sifat huruf, bacaan sampai pada
tanda waqof).
10. Syarh Barzanji.
kitab ini merupakan terjemahan dari kitab Barzanji karya Syaikh
Baranji dengan menggunakan bahasa Jawa huruf Arab seperti ktab-
kitabnya yang lain.
9 Muhammad Shaleh ibn Umar as-Samarani, Matn al-Hikam, Toha Putra, Semarang, t.th.
32
11. Kitab Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-
Dayyan.10
Sebuah kitab tafsir al-Qur’an al-‘Azhim yang bercorak isyari dari
surat al-Fatihah sampai surat al-Nisa’, terdiri dari dua jilid besar, jilid
pertama terdiri dari surat al-Fatihah sampai surat al-Baqarah sebanyak
503 halaman, sedangkan jilid kedua terdiri dari surat Ali ‘Imran sampai
surat al-Nisa’ sebanyak 705 halaman.
12. Kitab Al-Mahabbah wa al-Mawaddah fi Tarjamah Qaul al-Burdah fi
Mahabbah wa al-Madhu ‘ala Sayyid al-Mursalin.
Kitab ini terkenal dengan sebutan Syarh al-Maulid al-Burdah dan
kitab ini adalah karya Abu Abd Allah Muhammad Said al-Busiri (1212-
1296 M) dalam bentuk syair. Berisi tentang sanjungan terhadap Nabi
Muhammad SAW, sejumlah kemu’jizatan Rasulullah SAW, keagungan
al-Qur’an, peperangan dan ditutup dengan doa.
13. Kitab Manasik Kaifiyah al-Shalat al-Musyafirin.
Kitab ini ditulis pada tahun 1288 H/1870 M, diterjemahkan ke
dalam bahasa Melayu oleh ‘Abd al-Ra’uf Trenggono (sumber lain
mengatakan Abd al-Yusuf Trenggono). Kitab ini (kalau melihat
judulnya) berisi tentang tata cara melaksanakan shalat fardu bagi orang
yang sedang dalam perjalanan.
14. Kitab Hadits al-Mi’raj.
Kitab ini selesai ditulis pada malam Ahad jam 10.00 (22.00)
tanggal 2 Rajab 1314 H/7 Desember 1896 M. dan dicetak pada tanggal
26 Rabi’uts Tsani 1315 H./24 September 1897 M. kitab ini dicetak
sebelum kitab Fasalatan dan Sabilul al-Abid Terjemah Jauhar al-
Tauhid.
10Muhammad Shaleh ibn Umar as-Samarani Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah TafsirKalam Malik ad-Dayyan , Percetakan Haji Muhammad Amin, Singapura, juz 1, 1309 H/1893 M.dan juz 2, 1312 H/1895 M.
33
C. Sketsa Tafsir Faidh ar-Rahman
1. Latar Belakang Penulisan
Mengenal sosok Kiai Shaleh Darat tidak bisa luput dari perhatian kita
terhadap kitab tafsîr Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-
Dayyan sebagai karya terbesarnya dalam bidang tafsir. Sebuah kitab tafsîr
yang dikarang oleh ulama besar bernama K.H. Muhammad Shaleh Ibn
Umar as-Samarani (1321 H/1903 M).
Selanjutnya penulis mencoba mengenal kitab tersebut lebih jauh, dan
sebagai langkah awal kita harus harus mengingat pendapat Kiai Shaleh
Darat sendiri tentang kitabnya. Menurut keterangan Kiai Shaleh Darat,
penulisan tafsîr Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-
Dayyan ini dilatarbelakangi oleh keinginan Kiai Shaleh Darat untuk
menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa sehingga orang-orang
awam pada masa itu bisa mempelajari al-Qur’an karena saat itu orang-orang
tidak bisa bahasa Arab11 dan sebagai jawaban bagi kegelisahan R.A.
Kartini. Karena pada waktu itu tidak ada ulama yang berani menerjemahkan
al-Qur’an dalam bahasa Jawa karena al-Quran dianggap terlalu suci, tidak
boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun dan melarang keras
penerjemahan dan penafsiran al-Quran dalam bahasa Jawa.12 Dari segi
bentuk dan kemasannya, kitab ini terdiri dari dua jilid dan diterbitan pertama
di Singapura oleh percetakan Haji Muhammad Amin pada tanggal 27
Rabi’ul Akhir 1311 H/7 November 1893 M.
11 kita dapat mengetahuinya dari muqaddimah kitab Tafsir Faidh ar-Rahman fi TarjamahTafsir Kalam Malik ad-Dayyan, sebagai berikut:
رتي معناني اراني لن اورا چرتي معناني قرأن كران اورا ڠن اا-نعجم اورا فدا اڠغالبي ووسن الى احالى انیڠااوي ترجمھني معناني قرأنسنكونو دادي امك ان مكران قرأن تموروني كلون بسا عرب
“Saya melihat secara umum pada orang-orang awam tidak ada yang memperhatikantentang maknanya al-Qur’an karena tidak tahu caranya dan tidak tahu maknanya karenaal-Quran diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, maka dari itu saya bermaksudmembuat terjemahan arti al-Qur’an”12h t t p: www.pakdenono.com Redaksi, Kumpulan Berita-Sejarah-SWARAMUSLIM.net
2003-Mei 2006 “Mengenang Kartini” (Di download pada tanggal 4 Juli 2006).
34
Dibawah ini, penulis akan menjelaskan cara penyusunan kitab Tafsir
Faidh al-Rahman yang dilakukan oleh Kiai Shaleh Darat dari jilid pertama
sampai jilid kedua.
- Jilid Pertama, diawali dengan muqaddimah kitab Tafsir Faidh al-Rahman, lalu dilanjutkan dengan muqaddimah Surat al-Fatihah,kemudian dilanjutkan dengan penafsiran ayat 1 sampai ayat 7.Kemudian dilanjutkan dengan tafsir Surat al-Baqarah yang dimulaidengan muqaddimah Surat al-Baqarah kemudian penafsiran ayat 1sampai ayat 286. Dengan jumlah isinya 503 halaman. Jilid pertamaini mulai ditulis pada malam Kamis 20 Rajab 1309 H/19 Februari1892 M, dan selesai pada malam Kamis 19 Jumad al-Awal 1310H/9 Desember 1892 M. dicetak di Singapura oleh percetakan HajiMuhammad Amin pada tanggal 27 Rabi’ul Akhir 1311 H/7November 1893 M.
Contoh penafsiran Surat al-Baqarah:
آیةوثمانونسورة البقرة مدنیة مائتان وست او سبع
وولوڠ
- ،لھ فتو اتوا نم سبب اختالفي وفق فو
انا اڠ مكة
،اتوا عرفة اتوا تبوك
اول لي -اتوي ایكي سورة بقرة ایكو اول،سناجن تموروني اورا انا اڠ مكة
فیراڠ فائداھي -اتوي ایكي سورة بقرة ایكو انا فیراڠ،ني ایة بعد الھجرة تمورو
فاوني بطل لن
نھي لن لن سیوو،ڠ جروني ایكي سورة انا سیوو امر ا،
رف و،لن سیوو خبر ،سیوو حكم ا أن چف قر
13.اعوذ باهللا من الشطان الرجیم
Terjemahnya:
Surat al-Baqarah termasuk surat Madaniyah,ayatnya ada dua ratus delapan puluh enam atau dua ratus
delapan puluh tujuh
13 Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Tafsir Faidh ar-Rahman fi TarjamahTafsir Kalam Malik ad-Dayyan, Juz 1, Percetakan Haji Muhammad Amin, Singapura, 1309H/1893 M, hlm 23.
35
Surat al-Baqarah ini turunnya di Madinah ayatnya ada dua ratusdelapan puluh tujuh atau enam disebabkan perbedaan waqof,bisa dikatakan Madaniyyah atau Makiyyah, yaitu di mana adasurat yang turunnya sesudah hijrah disebut Madaniyyahwalaupun turunnya ada di Makkah atau Arafah atau Tabuk, ayatyang turun sebelum hijrah disebut Makiyyah walaupun turunnyatidak di Makkah, surat al-Baqarah ini awal-awal ayat turunsesudah hijrah, surat al-Baqarah ini banyak sekali manfaatnyajika dibaca di rumah maka syaithan tidak bisa masuk kedalamnya selama tiga hari dan bisa menggagalkan perbuatantukang sihir , di dalam surat al-Baqarah ini terdapat seribuperintah, dan seribu larangan dan seribu hukum, dan seribukhabar, dan disunahkan bagi orang membaca al-Qur’anmengucapkan A’udzubillahi min asy-Syaithon al-Rojim.
- Jilid Kedua, dimulai dari muqaddimah dari penulis kemudianmuqaddimah surat Ali ‘Imran dan dilanjutkan dengan penafsiranayat 1 sampai ayat 200. Kemudian dilanjutkan dengan tafsir suratal-Nisa’ yang dimulai dengan muqaddimah Surat al-Nisa’kemudian penafsiran ayat 1 sampai ayat 176. Dengan jumlah isinya705 halaman. Jilid Kedua ini diselesaikannya pada hari Selasatanggal 17 Safar 1312 H/20 Agustus 1894 M. dan dicetak olehpercetakan Haji Muhammad Amin pada tahun 1312 H/1895 M.
Contoh penafsiran surat al-Nisa’:
سورة النساء مد نیة مائة وخمس او ست او سبع وسبعون ایة
مد نیة نارا
،،
14.سبب سولیاني وقفي
Terjemahnya:
Surat al-Nisa’ termasuk surat Madaniyah, ayatnya ada seratustujuh puluh lima atau enam atau tujuh.
Artinya surat ini dinamakan surat al-Nisa’ sebab turunnya dikota Madinah, ayatnya ada seratus tujuh puluh lima atau enamatau tujuh disebabkan perbedaan pada waqof (tanda berhenti).
14 Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Tafsir Faidh ar-Rahman fi TarjamahTafsir Kalam Malik ad-Dayyan, Juz 2, Percetakan Haji Muhammad Amin, Singapura, 1309H/1893 M, Juz 2, hlm 322.
36
2. Sistematika dan Teknik Penulisan
Setiap kitab tafsir yang ditulis oleh mufassir memiliki sistematika
yang berbeda dengan kitab lainnya. Perbedaan tersebut sangat tergantung
pada kecenderungan, keahlian, minat, dan sudut pandang penulis yang di
pengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta tujuan
yang ingin dicapai penulisnya.
Sistematika penafsiran al-Qur’an adalah aturan penyusunan atau tata
cara dalam menafsirkan al-Qur’an, misalnya yang berkaitan dengan teknik
penyusunan atau penulisan sebuah tafsir. Jadi sistematika penafsiran lebih
menekankan pada prosedur penafsiran yang dilalui atau menekankan pada
urutan–urutan al-Qur’an.
Dalam Tafsir Faidh al-Rahman pembahasannya dimulai dengan
mengarahkan keterangan tentang identitas surat yang meliputi sejarah
turunya sebuah surat, kemudian melanjutkannya dengan penjelasan tentang
nama surat, tujuan surat dan jumlah ayat-ayat.
Contoh penafsiran Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani dalam
surat al-Fatihah.
سورة الفاتحة مكیة او مدینیة او مكیة مدینیة
امام كرسانيمووهاتوي سورة فاتحة ایكو نزولي قبل ھجرة دین نماني مكیة
لن دین تموروني ایكو سووسي دین فرضوكاكي . اكثر علماءكرسانيلن البیضاوي
. صالة المكتوبة لن سووسي تموروني سورة اقرأ لن یاایھا المد ثر
مجاھد ستھوني ایكي فاتحھ تموروني بعد ھجرة
.
ڠ ایة بسم اهللا ، كران اویة وروه اڠ ملیاني ایكي سورة ، اتوي ایاتي فاتحة ایكو فتو
كلماھي فاتحة فتو لیكور كلمة ، لن اتوي حروفي فاتحة ایكو ساتوس فتاڠ فولھ حروف
لیاني تشدیدي ، اعلم وروھا سیرا مؤمن ستھوني ایكي فاتحھ ایكو كالم اهللا عزوجل ننفي
نولي كادا
37
15.االیة
Terjemahnya:
Surat al- Fatihah itu Makiyyah atau Madaniyyah atauMakiyyah Madaniyyah
Menurut Imam al-Baidhawi dan kebanyakan para ulama, suratal-Fatihah itu turunnya sebelum hijrah dan disebut suratMakiyyah. Dan turunnya itu sesudah di fardhukannya sholatmaktubah dan sesudah turunnya Surat Iqra’ dan Surat YaAyyuhal Muddastir dan Imam Mujahid berkata sesungguhnyasurat Fatihah itu turunnya sesudah hijrah dan disebut suratMadaniyyah dan pada waktu dibelokkannya sholat menujuKa’bah, Dan beberapa ulama mufassirin berkata sesungguhnyasurat al-Fatihah turunnya dua kali, Pertama turun di Makkah danyang kedua turun di Madinah, Sebab untuk memberitahu betapaagungnya surat ini, Ayatnya surat al-Fatihah ada tujuh ayat,menurut Imam Syafi’i Bismillah al-Rahman al-Rahimmerupakan satu ayat, dan kalimatnya surat al-Fatihah itu adadua puluh tujuh kalimat, dan hurufnya surat al-Fatihah itu adaseratus empat puluh huruf dan yang lainnya merupakan tasydid,ketahuilah wahai orang mukmin sesungguhnya surat al-Fatihahitu kalam Allah Azza wa Jalla kemudian difirmankan kepadahamba-Nya semua yaitu hamba yang beriman, ketika kamusemua berhadapan dan bertemu dengan-Ku maka ucapkanlahBismillah al-Rahman al-Rahim sampai Wa Iyyaka Nasta’in, dankemudian mintalah kamu semua kepada-Ku denganmengucapkan Ihdinas Shirath al-Ayah.
Dalam menafsirkan ayat demi ayat, beliau terlebih dahulu mengalih
bahasa, menerjermahkan kedalam bahasa Jawa (Arab Pegon). Berdasarkan
pemahamannya dan berpedoman kepada terjemahan Al-Qur’an yaitu Kitab
Imam Jalal al-Din al-Mahalli dan Imam Jalal al-Din al-Suyuthi dan Kitab
Tafsif al Kabir Imam al-Razi dan Kitab Lubab at-Ta’wil Imam al-khazin
dan Kitab Tafsir Imam al-Ghazali.16
15Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op.Cit, Juz 1, hlm 6.16 Ibid, hlm 3.
38
3. Sumber Penafsiran
Para ulama tafsir mengatakan bahwa mengetahui sumber-sumber
tafsir merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki seorang mufassir. Hal
ini dimaksudkan agar mufassir dapat memahami dan menafsirkan al-Qur’an,
sehingga mufassir tersebut dapat menghasilkan suatu produk penafsiran
yang dapat di pertanggung jawabkan.
Dalam menerjemahkan Tafsir Faidh al-Rahman dalam bahasa Jawa
(Arab Pegon) K.H. Muhammad Shaleh Darat berusaha menjadikannya lebih
mudah dipahami, misalnya dengan cara memberi penjelasan-penjelasan
makna secara global, jelas dan singkat.
Dalam Tafsir Faidh al-Rahman K.H. Muhammad Shaleh Darat
mengambil bahan-bahan atau sumber yang digunakan sebagai rujukan
dalam menulis tafsirnya sebagai berikut:
- Mulai penjelasan dari Al-Quran sendiri sebab menafsirkan Al-
Qur’an dengan menggunakan Al-Qur’an sendiri, merupakan
langkah penafsiran yang paling baik.
- Mengambil keterangan dari sunnah Nabi Saw, karena sunnah
merupakan sumber paling penting yang dibutuhkan mufassir
dalam memahami makna dan hukum yang terdapat dalam surat
atau ayat.
- Mengambil keterangan dari sahabat karena mereka adalah saksi
bagi kondisi turunnya wahyu Al-Qur’an. Mereka juga orang
yang paling tahu tentang tradisi bangsa Arab pada saat wahyu
diturunkan.
- Mengambil keterangan dari para ulama salaf karena mereka
adalah pewaris nabi.
- Mengambil keterangan dari hikayat atau sejarah.
4. Contoh Penafsiran
Untuk mengetahui sejauh mana metode dan corak penafsiran Tafsir
Faidh al-Rahman, lebih lanjut penulis akan mengemukakan contoh
penafsiaran beliau dalam menafsirkan beberapa ayat-ayat al-Qur’an.
39
a. Contoh penafsiran dalam Tafsir Faidh al-Rahman yang menggunakan
corak Isyari.17 sebagaimana dapat dilihat pada penafsiran ayat-ayat
berikut.
1. Al Baqarah : 173
Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimubangkai, darah, daging babi, dan binatang yang(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannyadan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak adadosa baginya. Sesungguhnya Allah MahaPengampun lagi Maha Penyayang.
Arti Isyari:
Sesungguhnya makna dari bangkai adalah harta benda.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Jika hati kalian lebih
mencintai harta benda dan harta benda itu bisa melupakanmu
dari mencintai Allah, maka harta benda itu bisa jadi haram”.
Sedangkan makna dari babi adalah hawa nafsu, babi dibaratkan
hawa nafsu karena keduanya sama-sama buruk dan sama-sama
jelek di dalam maupun di luarnya. Arti dari darah adalah
syahwat. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW: Jika syahwat
tidak bertempat di dalam darah maka syetan tidak bisa masuk ke
dalam tubuh manusia. Ibarat dari binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah adalah perbuatan-
17 Corak ini paling banyak dalam Tafsir Faidh al-Rahman. Dalam surat al-Baqarah,terdapat 175 ayat, dalam surat Ali Imran terdapat 122 ayat, dalam surat an-Nisa’ terdapat 60 ayat.
40
perbuatan yang dikerjakan tidak dengan rasa ikhlas dan tidak
karena allah. Jadi ayat ini bisa diartikan sebagai berikut “ haram
jika hati kalian lebih mencintai harta benda daripada cinta
kepada Allah dan cinta kepada hawa nafsu dan cinta kepada
syahwat dan cinta dengan selain Allah tetapi Barangsiapa dalam
Keadaan terpaksa melakukannya, sedang Dia tidak
menginginkannya banyak dan tidak pula melampaui batas,
Maka tidak ada dosa baginya.18
2. An-Nisa : 93
Artinya: Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmindengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam,kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya,dan mengutukinya serta menyediakan azab yangbesar baginya.
Arti Isyari :
Sesungguhnya hati nurani itu sudah beriman pada asal
penciptaannya, dan nafsu amarah itu sudah kufur pada asal
penciptaannya. Dan antara hati nurani dan nafsu amarah itu
saling bermusuhan untuk selamanya. Sesungguhnya hidupnya
hati nurani itu bertujuan untuk membunuh nafsu insani, jadi jika
nafsu insani itu hidup maka hati nurani akan mati. Nafsu insani
bisa menjadi kufur ketika membunuh hati nurani dikarenakan
nafsu insani yang ingin mengalahkan dan menguasai hati nurani
dan balasan dari perbuatan nafsu insani ini adalah neraka
jahanam.19
18 Ibid, hlm 26419Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 2, hlm 555
41
3. An-Nisa : 139
Artinya: Orang-orang yang mengambil orang-orang kafirmenjadi teman-teman penolong denganmeninggalkan orang-orang mukmin. Apakahmereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu?Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaanAllah.
Arti Isyari :
Ayat ini menjelaskan bahwa Ahlu Qulub dilarang untuk
duduk bersama atau bermusyawarah kepada Ahlu Nufus dan
tidak boleh mengerjakan apa yang dikerjakan oleh Ahlu Nufus,
jika Ahlu Qulub duduk bersama dan mengerjakan apa yang
dikerjakan oleh Ahlu Nufus maka tidak ada bedanya antara Ahlu
Qulub dan Ahlu Nufus.20
4. Al-Baqarah : 221
20 Ibid. hlm. 645
42
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanitamusyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnyawanita budak yang mukmin lebih baik dari wanitamusyrik, walaupun Dia menarik hatimu. danjanganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum merekaberiman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebihbaik dari orang musyrik, walaupun Dia menarikhatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allahmengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya merekamengambil pelajaran.
Arti Isyari :
Berpegangan dengan ajaran orang-orang Islam itu lebih
baik daripada berpegangan dengan ajaran orang-orang Kafir
walaupun dalam ajaran orang-orang Kafir itu penuh dengan
kesenangan nafsu disebabkan orang-orang Kafir itu mengajak
kita menuju ke neraka, dan neraka itu selalu di kelilingi oleh
syahwat. Perbuatan para wanita muslimah itu selalu mengarah
ke surga dan mengajak kita untuk mencari ampunan dari Allah.
Karena surga selalu di kelilingi oleh hal-hal yang tidak
disenangi oleh nafsu.21
5. An- Nisa : 66
Artinya: Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepadamereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamudari kampungmu", niscaya mereka tidak akanmelakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka.dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
21Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, Juz 1, hlm. 340
43
pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulahhal yang demikian itu lebih baik bagi mereka danlebih menguatkan (iman mereka).
Arti Isyari:
Hakikat dari “Bunuhlah dirimu” adalah membunuh
sesuatu yang mengotori nafsu dan membunuh sesuatu yang
disenangi oleh nafsu sehingga nafsu bisa hidup dan patuh pada
perintah Allah. Dan hakikat dari “keluarlah kamu dari
kampungmu” adalah keluar dari tempat-tempat yang disenangi
oleh nafsu, yang bisa melupakan kepada Allah.22
6. An-Nisa : 116
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosamempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Diamengampuni dosa yang selain syirik bagi siapayang dikehendakiNya. Barangsiapa yangmempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, MakaSesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Arti Isyari :
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah sudah membuat surga
beserta penghuninya, yang disebut Sa’adah (orang-orang yang
bahagia) dan sudah membuat neraka beserta penghuninya, yang
disebut Saqiyah (orang-orang yang celaka). Dan Allah juga telah
menciptakan Syetan untuk mengajak manusia dalam kebathilan
dan untuk mengikuti hawa nafsunya, tidak mematuhi perintah
dari Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah “Adapun orang-
orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di
dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan
22Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 2 hlm 490
44
merintih), Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka
tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama
ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang
lain) sebagai karunia yang tiada putus-putusnya” 23
7. Al-Baqarah : 219
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar danjudi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosayang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Arti Isyari :
Khamar hakekatnya terbuat dari beberapa jenis yaitu
anggur, kurma dan anggur kering. Sedangkan khamar secara
batin terbuat dari beberapa jenis hal yaitu syahwat, hawa, rasa
lupa dan cinta dunia. Jadi khamar batin itu bisa memabukkan
pada nafsu dan memabukkan pada akal insaniyah, dan jika
meminum khamar batin itu merupakan dosa besar.24
8. Ali Imran : 27
Artinya: Engkau masukkan malam ke dalam siang danEngkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau
23 Ibid, hlm 608
24Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, Juz 1, Hlm. 336
45
keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkaukeluarkan yang mati dari yang hidup. dan Engkauberi rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab(batas)".
Arti Isyari :
Allah memasukkan sifat jelek (malam) ke dalam sifat
kebaikan (siang) maka hati hati orang tersebut akan menjadi
jelek (gelap) dan Allah memasukkan sifat kebaikan (siang) ke
dalam sifat jelek atau nafsu (malam) maka hati hati orang
tersebut akan menjadi terang benderang. Allah mengeluarkan
hati yang hidup dari nafsu yang mati dan Allah mengeluarkan
hati yang mati dari nafsu yang hidup.25
9. Ali Imran : 52
Artinya : Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka
(Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akanmenjadi penolong-penolongku untuk (menegakkanagama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabatsetia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong(agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dansaksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalahorang-orang yang berserah diri.
Arti Isyari :
Sesunggunhya Isa itu diibaratkan seperti ruh dan orang-
orang Kafir diibaratkan seperti nafsu amarah dan al-Hawariyyin
diibaratkan seperti hati dan sifat-sifatnya. Jadi ketika ruh
mengetahui bahwa nafsu amarah tidak mau mematuhi
25Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 2, hlm 51
46
perintahnya. Maka ruh berkata “Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” lalu
hati berkata “kamilah yang akan menjadi penolong-penolongmu
untuk (menegakkan agama) Allah”.26
10. Al Baqarah : 46
Artinya : Orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akanmenemui Tuhannya, dan bahwa mereka akankembali kepada-Nya.
Arti Isyari :
Yang dimaksud dengan kata “Menemui Tuhannya” adalah
menemui pembalasan amalnya dari Allah bukan bertemu dengan
wujud asli dari Allah. Dan arti yang lain dari kata “Menemui
Tuhannya” adalah mati. Jadi arti dari ayat ini adalah Orang-
orang yang meyakini, bahwa mereka akan mati, dan bahwa
mereka akan kembali kepada-Nya.27
Contoh penafsiran dalam Tafsir Faidh ar-Rahman pada surat Ali
Imran: 82 secara utuh :
یمناكن نبي محمد سووسي ووس دین جاجیني كي سي میمك سفا وو
سي ت.فاسقكایكو وو٢كونو مكدالم عالم االرواح ایكو مك ووا
.روة فرنتةاورا متو
26 Ibid, hlm 55527Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 1, hlm 115
47
معني االشاري
ذریة ادم علیھ الصالة والسالم ڠتوكاكن استھوني اهللا سبحانھ وتعالى ایكو
.ادم كلون وحدانیة اهللاڠصلب ادم كاي دیني اولیھي جاجیني اهللا اكس
مك .علیھ وسلمرسالة محمد صلى اهللافرا انبیاء كلونڠا جاجیني اسمونو او
ندیكا واذا فدا اولیھي جاجیني انتراني انبیاء كابیھ لن انتراني امتي سناجن ف
ولي بعد ندیكا فمن تالى فكرن نیمیثاق النبي ایكو خصوص انبیاءاخد اهللا
یمناكن ینتا ڠارتیني دین جاجیني انبیاء كابیھ ا.ذلك فاولئك ھم الفاسقون
ایمان كلون محمد ي سكي میمك سفا وونبي محمدڠسیرا كابیھ یا انبیاء ا
مك نولى اورا ایمان فرا انبیاء كابیھ كفوربھ ایمانكسووسي دین جاجیني س
دین اهللا لن اورا ككونو اوكي فاسقون ارتیني متو سمكمك اتوي وو
.امادوي ا
اسباب النزول
ڠاكو نتفي ااھل الكتاب الیھودي و النصاري ٢سبن ٢اكو لن تتكالني فدا
نبي صلى اهللا علیھ رساني كنجڠمك فادو توكر انا اماني نبي ابراھیماا
٢ندیكا سیدنا محمد صلى اهللا علیھ وسلم اتوي سیرا كرو وسلم مك نولي
دین كلن لبران سیرا كارو ساماني نبي ابراھیماڠایكو اورا نتفي ا
ف یھودي لن چواھل الكتاب كابیھ لن فدا ٢مك نولي فدا موریابراھیم
مك تمورون ندیكا مكاتن فونیكانصراني بوتن تریما لن بوتن رضا حكومن ف
٢٨.ایكي ایة فقال تعالى
Artinya: Barang siapa yang berpaling sesudah itu, Makamereka Itulah orang-orang yang fasik
Terjemahnya:
Barang siapa berpaling dari beriman kepada NabiMuhammad sesudah berjanji di Alam Arwah maka orang orangitu disebut Fasiq, maksudnya tidak mengikuti perintah.
Arti isyarahnya:
Sesungguhnya Allah SWT itu menciptakan keluarga NabiAdam as dari tulang rusuknya Adam, hal ini sesuai yangdijanjikan oleh Allah kepada Adam dengan sifat wahdaniyah-
28Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, Juz 2, hlm 136.
48
Nya, begitu juga dengan janjinya para Nabi dengan risalah yangdibawa oleh Nabi Muhammad SAW. maka antara para Nabi danumatnya akan mendapatkan janji dari Allah walaupun firman“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari para nabi” ituberlaku khusus untuk para Nabi disebabkab ada firman yang lain“Barang siapa yang berpaling sesudah itu, Maka mereka Itulahorang-orang yang fasik” artinya dijanjikan kalian semua (paraNabi) jika kalian semua beriman kepada Nabi Muhammad.maka barang siapa berpaling dari iman kepada Muhammadsesudah dijanjikan dari para Nabi, maka kalian akan jadi kufurkemudian tidak beriman, maka orang itu disebut Fasiqun artinyakeluar dari agamanya Allah dan tidak mempunyai agama.
Asbabun Nuzul:
Ketika tiap-tiap Ahlu Kitab dari Yahudi dan Nasranimengaku-ngaku mempunyai agama seperti agamanya NabiIbrahim hingga mereka saling bertengkar di hadapan kanjengNabi Muhammad SAW, kemudian Sayyidina Rasulullah SAWberkata kalian semua itu tidak mengikuti agamanya NabiIbrahim dan kalian semua itu berpaling dari agamanya NabiIbrahim, kemudian Ahlu Kitab Yahudi dan Nasrani marah danberkata tidak terima dan tidak terima jika Engkau berkatademikian, kemudian turunlah ayat ini
b. Contoh penafsiran dalam Tafsir Faidh al-Rahman yang menggunakan
corak fiqih. sebagaimana dapat dilihat pada penafsiran ayat-ayat
berikut
1. Surat an-Nisa’: 102.
- Sholat Khauf
Artinya: Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengahterhadap senjatamu dan harta bendamu, lalumereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dantidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-
49
senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahankarena hujan atau karena kamu memang sakit; dansiap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telahmenyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu.
Penjelasannya :
Orang-orang Kafir semua berharap jika kalian semua itu
lupa terhadap senjata dan perbekalan kalian, kemudian orang-
orang Kafir itu akan menyerang kalian dengan satu serangan,
disebabkan kalian semua sedang mengerjakan sholat,
selanjutnya kalian semua akan dibawa dan dipindahkan oleh
orang-orang Kafir, maka dari itu kalian semua diperintahkan
untuk membawa senjata.
Abu Yusuf dan pengikut Imam Abu Hanifah ra. Berkata:
sesungguhnya sholat khauf itu khusus untuk Rasulullah SAW
saja, maka tidak boleh mengerjakan sholat khauf selain Nabi
setelah Nabi SAW wafat, dikarenakan merujuk pada ayat “Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka”, dan seluruh
Ulama dan Ahli Fiqh berkata, sesungguhnya sholat khauf itu
jika hukumnya sudah sah untuk Rasulullah SAW maka wajib
bagi yang lain (umatnya) karena kita mengikuti apa yang
Rasulullah SAW kerjakan, Allah SWT berfirman “maka ikutilah
dia”, dan Rasulullah SAW bersabda “Sholatlah kalian semua
seperti apa yang kamu lihat ketika saya sholat”, dan dikarenakan
semua sahabat juga mengerjakan sholat itu.
Sedangkan cara sholat khauf itu sudah banyak ditulis di
dalam kitab-kitab fiqh, maka kembalilah kepada apa yang sudah
kamu ketahui, jadi penjelasan ayat di atas menyuruh kita untuk
membawa senjata ketika sholat jika sewaktu-waktu ada
musuh.29
29Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 2, hlm 579.
50
2. Al-Baqarah : 280
- Dasar hukum hutang piutang
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalamkesukaran, Maka berilah tangguh sampai Diaberkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atausemua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamumengetahui.
Penjelasannya:
Sesungguhnya ayat ini masih menjadi perselisihan antara
ulama mufassirin. Ibnu Abbas berkata “sesungguhnya ayat ini
ditujukan khusus bagi orang yang berutang riba”. Imam Mujahid
dan para Ulama Mufassirin berkata “sesungguhnya ayat ini
ditujukan bagi semua orang yang berutang, jika suatu saat orang
yang berhutang mengalami kesulitan maka wajib bagi orang
yang memberi hutang untuk memberi tangguh”. Melunasi
hutang itu lebih utama daripada diberi tangguh walaupun
memberi tangguh sampai dia berkelapangan itu wajib, jadi ada
amal sunah yang lebih utama daripada wajib, disebutkan dalam
satu hadist “Barangsiapa ingin diselamatkan oleh Allah SWT
dari susahnya besok di Hari Kiamat, maka lebih baik ingatlah
kalian terhadap susahnya orang yang berhutang yang tidak
punya apa-apa untuk membayar atau kalian mengurangi
hutangnya”.30
30Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 1, hlm 115
51
3. Al-Baqarah : 228
- Masa iddah wanita
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri(menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh merekaMenyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalamrahimnya, jika mereka beriman kepada Allah danhari akhirat. dan suami-suaminya berhakmerujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka(para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanitamempunyai hak yang seimbang dengankewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapiPara suami, mempunyai satu tingkatan kelebihandaripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagiMaha Bijaksana.
Penjelasannya:
Sesungguhnya wanita yang ditalaq atau dikhuluk atau
difasakh oleh laki-laki (suaminya) hukumnya wajib bagi wanita
untuk menahan diri selama tiga kali sesuci, jika wanita tersebut
tidak hamil dan sudah dicampuri dan anak kecil yang belum
haidh dan wanita yang tidak luas darahnya. Jika wanita yang
ditalaq itu sudah hamil maka waktu iddahnya sampai dia
melahirkan. Dan jika wanita yang ditalaq itu belum dicampuri
maka wanita itu tidak punya waktu iddah dan seketika bisa
nikah lagi dengan laki-laki lain sesudah ditalaq. Sedangkan
remaja wanita yang sudah dicampuri maka waktu iddahnya itu
52
selama tiga bulan sama dengan waktu iddahnya wanita yang
luas darahnya. Semua itu hanya berlaku untuk wanita merdeka.
Sedangkan untuk wanita budak maka masa iddahnya setengah
dari masa iddah wanita merdeka. Dan tidak halal bagi wanita
karena menyembunyikan haidh atau kehamilan atau bulan,
artinya wanita itu wajib tidak boleh bohong jika masih dalam
waktu iddah. Jika berbohong, baru dua kali suci tetapi mengaku
sudah tiga kali suci dan selesai waktu iddahnya kemudian
menikah dengan laki-laki lain, maka laki-laki yang pertama itu
lebih berhak kembali kepada wanita tersebut daripada laki-laki
yang kedua disebabkan nikah yang kedua itu tidak sah. Maka
yang bersalah adalah wanita tersebut karena telah
menyembunyikan haidhnya, sedangkan laki-laki yang
menikahinya itu sah menurut syara’ jika belum ada keterangan
tentang ketetapan wanita tersebut. Furu’ adalah sesuci diantara
dua haidh. Jika sudah suci sebelum haidh kedua maka tidak bisa
dikatakan sebagai furu’. Firman Allah “Jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah” itu memberi petunjuk
sesungguhnya rujuk itu halal jika bertujuan untuk ishlah dama
berdamai dengan istrinya. Jika tujuan ishlah itu bisa membuat
bahaya dan susah untuk istrinya maka rujuknya itu haram.31
4. Al-Baqarah : 219
- Dasar hukum khamar dan perjudian
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar danjudi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
31 Ibid. hlm 350
53
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Penjelasannya:
Di dalam minum arak dan perjudian itu termasuk dosa
besar karena sesuatu yang dihasilkan dari dua hal ini adalah
permusuhan dan saling menghujat dengan kata-kata kotor dan
marah. Dan ada beberapa manfaat di dalam minum arak dan
perjudian, manfaat dari minum arak adalah bisa mencerahkan
wajah manusia dan bisa menghilangkan kesusahan dan
menghancurkan makanan yang ada di perut dan seseorang bisa
menjadi berani dan manfaat dari perjudian adalah bisa
menghasilkan uang tanpa susah payah, sedangkan bahayanya
minum arak dan perjudian itu lebih besar daripada manfaatnya.
Imam Syafi’i berkata “Sesungguhnya yang dinamakan khamar
adalah perasan dari anggur dan perasan dari anggur kering dan
perasan dari kurma dan perasan dari gandum dan perasan dari
biji gandum dan perasan dari nasi yang baunya menyengat. Jadi
sesuatu yang memabukkan itu dihukumi khamar”. Sedangkan
Imam Abu Hanifah berkata “yang dinamakan khamar adalah
perasan dari anggur dan dari buah kurma yang baru masak dan
dari anggur kering dan dari kurma, tapi jika sudah dimasak
maka hilang sepertiga dari jenisnya maka jadi halal dan
semuanya itu sudah tidak memabukkan lagi. Nabi SAW
bersabda “Tiap-tiap barang yang memabukkan itu khamar dan
tiap-tiap barang yang memabukkan itu kebanyakan haram”.32
32 Ibid. hlm 336
54
5. An-Nisa : 101
- Shalat qashar
Artinya: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Makatidaklah mengapa kamu men-qasharsembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir ituadalah musuh yang nyata bagimu.
Penjelasannya:
Sesungguhnya orang bepergian di bumi itu diberi
kemurahan untuk melakukan shalat qashar walaupun jarak yang
ditempuh itu dekat ataupun jauh. Hal ini sesuai dengan arti ayat
di atas. Imam Dawud at-Thohiri berkata “ Sesungguhnya
bepergian jauh ataupun dekat itu sama-sama diperbolehkan
untuk melakukan shalat qashar. Hal ini sudah sesuai syarat yang
ada pada ayat (Jika kamu takut diserang orang-orang kafir), dan
jika tidak takut diserang, maka tidak boleh melakukan shalat
qashar”. Pendapat Imam Dawud at-Thohiri ini tidak boleh
diikuti karena sudah keluar dari madzhab empat. Sayyidina
Umar Ibn Khattab berkata “Boleh melakukan shalat qashar jika
melakukan perjalanan sehari penuh”. Dan Ibnu Abbas berkata
“Boleh melakukan shalat qashar jika melakukan perjalanan
sehari semalam penuh”. Dan Anas bin Malik berkata “Boleh
melakukan shalat qashar jika melakukan perjalanan sejauh lima
farsakh”. Dan Imam Sya’bi dan Sayyid bin Jubair berkata
“Boleh melakukan shalat qashar jika melakukan perjalanan
selama tiga hari tiga malam”. Hal ini sesuai dengan pendapat
55
Imam Abu Hanifah “Tidak boleh melakukan shalat qashar jika
belum melakukan perjalanan selama tiga hari tiga malam dan
jika sudah mencapai tiga hari tiga malam maka wajib melakukan
shalat qashar”. Imam Malik dan Imam Syafi’i berkata
“Sesungguhnya musafir yang boleh melakukan shalat qashar
adalah musafir melakukan perjalanan empat malam, tiap-tiap
satu malam adalah satu farsakh, tiap-tiap satu farsakh adalah
tiga mil menurut milnya Bani Hasyim, tiap-tiap mil itu adalah
dua belas ribu jejak.33
6. An-Nisa : 43
- Laranga shalat bagi yang mabuk
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamushalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk,sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.
Penjelasannya:
Sesungguhnya arti dari ayat di atas ada tiga pendapat.
Pendapat pertama yaitu kalian jangan mendekati shalat
dikarenakan mabuk yang disebabkan minum arak atau yang
lainnya sampai kalian tahu apa yang kalian ucapkan di waktu
shalat. Pendapat kedua yaitu yang dilarang itu mabuk, agar
kalian tidak mabuk di waktu shalat, sedangkan shalatnya sendiri
itu tidak dilarang karena shalat itu merupakan suatu ibadah.
Pendapat ketiga adalah kalian jangan dekat-dekat dengan tempat
shalat (masjid) di waktu kalian lagi mabuk dari minuman atau
yang lainnya. Yang dimaksud dengan mabuk adalah perilaku
yang bisa menghalangi atau menutupi akal manusia disebabkan
33Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 2, hlm 575
56
minuman yang memabukkan atau sebab marah atau sebab
tidur.34
7. Al-Baqarah : 232
- Dasar hukum Thalaq
Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habismasa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali)menghalangi mereka kawin lagi dengan bakalsuaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antaramereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yangdinasehatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itulebih baik bagimu dan lebih suci. Allahmengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Penjelasannya:
Sesungguhnya ayat ini ditujukan kepada para wali
perempuan. Maksudnya tidak berhak bagi wali perempuan
untuk mencegah perempuannya untuk menikah lagi dengan laki-
laki yang sudah menceraikannya karena para wali tidak tahu apa
yang bagus diantara laki-lak- dan perempuan itu dan lebih baik
kalian (para wali) mengikuti apa yang sudah diperintahkan oleh
Allah SWT. Dan ayat ini juga ditujukan umtuk para suami.
Maksudnya tidak berhak bagi laki-laki (suaminya) untuk
mencegah perempuan (istrinya) untuk nikah lagi dengan laki-
laki lain karena disebabkan kalian (suami) benci dan sakit hati
dan hasud karena semua itu merupakan perbuatan orang-orang
34 Ibid. hlm 442
57
jahiliyah. Maka wajib bagi wali perempuan dan laki-laki yang
sudah menceraikannya untuk meridhoi jika perempuannya ada
yang mau menikahinya dan tidak boleh mencegah dan
memusuhi bagi laki-laki lain yang ingin menikahinya. Karena
sebaiknya laki-laki (suaminya) yang menceraikannya berdoa
agar perempuan (istrinya) diberikan jodoh yang lebih baik.
Imam Syafi’i berkata “ Menurut ayat ini, seorang perempuan itu
tidak boleh menikahkan dirinya sendiri atau menikahkan orang
lain dan pernikahan itu tidak sah jika tidak adanya wali, tetapi
jika perempuan itu boleh menikahkan dirinya sendiri dan
pernikahan boleh tanpa wali maka pernikahanya itu tidak ada
manfaatnya”. 35
8. Al-Baqarah : 220
- Anak yatim
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim,katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patutadalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka,Maka mereka adalah saudaramu; dan Allahmengetahui siapa yang membuat kerusakan dariyang Mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allahmenghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkankesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah MahaPerkasa lagi Maha Bijaksana.
Penjelasannya:
Jika sebagian muslimin bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang harta anak yatim. Anak yatim adalah anak yang
35Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op.Cit, Juz 1. Hlm 362
58
ditinggal mati oleh bapaknya sebelum baligh. Karena
sesungguhnya kalian wajib berhati-hati tentang perkara harta
anak yatim, jika kalian mencampur harta anak yatim dengan
harta kalian maka itu termasuk dosa dan jika kalian memisahkan
makanan kalian dengan makanan anak yatim maka hal itu bisa
menyulitkan anak yatim. Maka berilah penjelasan (hai
Muhammad) kepada semua orang mukmin bahwa “ Memelihara
harta anak yatim untuk usaha yang bermanfaat itu lebih baik dan
lebih besar pahalanya daripada tidak bermanfaat. Dan jika kalian
mencampur harta kalian dengan harta anak yatim untuk belanja
maka hal itu tidak bahaya karena mereka merupakan saudara
seagama kalian”. Allah SWT itu marah kepada orang yang
berniat merusak harta anak yatim dengan cara mencampur
hartanya dengan harta anak yatim. Jika seperti itu, maka Allah
akan membalas kalian dengan menyulitkan kalian yaitu
mengharamkan harta kalian bercampur dengan harta anak
yatim.36
9. Al-Baqarah : 222
- Dasar hukum haidh
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". olehsebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
36 Ibid. hlm 337
59
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamumendekati mereka, sebelum mereka suci. apabilamereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yangbertaubat dan menyukai orang-orang yangmensucikan diri.
Penjelasannya:
Orang-orang mukmin bertanya kepadamu (Muhammad)
tentang hukumnya wanita yang haidh. Katakanlah “Haidh itu
merupakan penyakit bagi wanita. Maka tinggalkanlah wanita
yang haidh dari jima’, maksudnya jangalah kalian jima’ di
waktu wanita sedang haidh. Dan janganlah kalian mendekati
wanita yang haidh untuk jima’ sampai selesai mandi sesudah
haidhnya berhenti. Dan apabila wanita itu sudah mandi maka
datangilah wanita itu untuk berjima’. Karena sesungguhnya
Allah SWT akan memberi pahala bagi orang yang suka
bertaubat dari dosanya dan allah juga cinta dan akan memeberi
pahala kepada orang yang suka membersihkan diri dari kotoran
dan najis. Sesunggunhya wanita yang haidh itu tidak boleh
dijima’ sampai sesudah suci dengan cara mandi atau tayamum
dan kufur orang yang menyakini halal jima’ di waktu wanita
sedang haidh. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW “ barang
siapa yang mendatangi wanita yang haidh atau wanita pada
duburnya atau pada tukang tenung maka orang-orang itu
mengingkari dari apa yang Allah turunkan kepada Muhammad”.
Dan diperbolehkan istimta’ pada wanita yang haidh selain puser
dan lutut, dan diperbolehkan tidur bersama dan bersentuhan, dan
diharamkam masuk masjid dan diharamkan shalat dan
diharamkan membaca al-Qur’an dan diharamkan puasa dan
diharamkan ditalaq, dan ketika sudah berhenti (haidhnya) maka
wajib segera mandi untuk mengerjakan shalat. Maka sesudah
60
suci itu halal dijima’ sesuai dengan perintah, maksudnya tidak
berjimak dengan dubur dan tidak berjima’ sebelum mandi.37
10.Al-Baqarah : 267
- Zakat perdagangan
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalanAllah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baikdan sebagian dari apa yang Kami keluarkan daribumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilihyang buruk-buruk lalu kamu menafkahkandaripadanya, Padahal kamu sendiri tidak maumengambilnya melainkan dengan memincingkanmata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa AllahMaha Kaya lagi Maha Terpuji.
Penjelasannya :
Sesungguhnya Allah SWT sudah memerintahkan kepada
orang mukmin untuk mencari nafkah yang bagus dan halal. Ayat
menjelaskan bahwa orang mukmin itu boleh mendapatkan harta
dengan cari mencari pekerjaan, dan mendapatkan harta itu ada
yang jelek dan ada yang baik. Nabi SAW sudah bersabda “
sesungguhnya harta itu seperti sesuatu yang menarik dan bagus,
barang siapa mencari harta dengan benar yaitu dengan cara yang
halal, maka hal itu akan memberi barokah. Dan banyak sekali
orang-orang yang memasukkan dirinya dalam mencari harta
sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak memandang apakah
37 Ibid. hlm 341
61
hal itu halal ataupun haram. Maka orang itu akan mendapatkan
neraka. Nabi SAW bersabda “Besok akan datang suatu zaman,
dimana manusia tidak tahu apakah sesuatu yang dicari itu
sesuatu yang halal atau haram”.
Ada perbedaan pendapat diantara para ulama tafsir tentang
infaq. Pertama, mengatakan arti dari infaq adalah zakat wajib.
kedua , arti dari infaq adalah shadaqoh tathawwu’. Ketiga, arti
dari infaq adalah infaq wajib dan infaq tathawwu’. Ayat ini juga
menjelaskan bahwa sesuatu yang dicari manusia itu wajib zakat,
maka wajib zakat perdagangan dan wajib zakat emas dan perak.
Ayat ini juga menunjukkan atas wajibnya zakat bagi setiap
sesuatu yang keluar dari bumi dari beberapa tumbuhan yang
sudah ditanam oleh manusia.
Menurut Imam Syafi’i yang termasuk zakat tumbuhan
adalah anggur dan kurma dan sesuatu yang bisa memberikan
tenaga sekaligus bisa disimpan. Menurut Imam Abu Hanifah,
yang diwajibkan zakat adalah tanaman yang boleh dimakan oleh
manusia, seperti buah-buahan dan sayuran dan kacang dan
semangka dan timun dan kerahi dan apa saja yang tumbuh dari
bumi. Dan wajibnya zakat itu harus sesuai dengan nishabnya
dahulu yaitu lima sho’ dan zakatnya adalah sepersepuluh dari
barang terebut, banyak maupun sedikit barangnya.38
Contoh penafsiran dalam Tafsir Faidh ar-Rahman pada surat an-
Nisa’: 102. secara utuh :
38 Ibid, hlm 456
62
ان فدا ارف ٢كر
ابیھ كلون مك نولى نوبروك كافرین كابیھ اڠ سیرا ك،٢لن براڠ
كابیھ ،،ساء توبروكن ببر فیسن
قال ابو یوسف لن ،موالني دین فری،لن دین بویوڠ سیرا كابیھ
ستھوني صالة الخوف ایكو خصوصیة ،اب امام ابو حنیفة رضي اهللا عنھ اصح
ي سووس،اتسي كن
تي الكوني صالة الخوف ،،وفا
ستھوني صالة الخوف ایكو تتكالني ووس تتف ،والفقھاء سفا جمھور العلماء
یھ وسلم لقولھ تعالى علمتوروة میلو كالكوھاني سیدنا رسول اهللا صلى اهللا
لن مالیھ كران ،ولقولھ صلى اهللا علیھ وسلم صلوا كما رایتموني اصلى،فاتبعوه
اتوي كیفیاتي صالة الخوف ،سكابھاني فر
،فارجع ان اردت معرفة ،ایكو ووس مشھو
رتیالكاكن نلیكاني انا
39.عدو سوجي
Artinya: Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadapsenjatamu dan harta bendamu, lalu merekamenyerbu kamu dengan sekaligus.
Terjemahnya:
Orang-orang Kafir semua berharap jika kalian semua itu lupaterhadap senjata dan perbekalan kalian, kemudian orang-orangKafir itu akan menyerang kalian dengan satu serangan, disebabkankalian semua sedang mengerjakan sholat, selanjutnya kalian semuaakan dibawa dan dipindahkan oleh orang-orang Kafir, maka dariitu kalian semua diperintahkan untuk membawa senjata, AbuYusuf dan pengikut Imam Abu Hanifah ra, sesungguhnya sholatkhauf itu khusus untuk Rasulullah SAW saja, maka tidak bolehmengerjakan sholat khauf selain Nabi setelah Nabi SAW wafat,dikarenakan merujuk pada ayat “Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka”, dan seluruh Ulama dan Ahli Fiqh berkata,sesungguhnya sholat khauf itu jika hukumnya sudah sah untukRasulullah SAW maka wajib bagi yang lain (umatnya) karena kitamengikuti apa yang Rasulullah SAW kerjakan, Allah SWTberfirman “maka ikutilah dia”, dan Rasulullah SAW bersabda
39 Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op.Cit, Juz ٢. hlm 579.
63
“Sholatlah kalian semua seperti apa yang kamu lihat ketika sayasholat”, dan dikarenakan semua sahabat juga mengerjakan sholatitu, sedangkan cara sholat khauf itu sudah banyak ditulis di dalamkitab-kitab fiqh, maka kembalilah kepada apa yang sudah kamuketahui, jadi penjelasan ayat di atas menyuruh kita untukmembawa senjata ketika sholat jika sewaktu-waktu ada musuh.
64
BAB IV
ANALISIS TERHADAP TAFSIR FAIDH AR-RAHMAN
A. Metode Tafsir Faidh ar-Rahman
Sebagaimana dipahami bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pedoman atau petunjuk
bagi umat Islam. Umat Islam meyakininya sebagai kitab suci yang relevan
bagi kehidupan mereka sepanjang masa. Relevansi al-Qur’an tersebut terlihat
pada petunjuk-petunjuk yang disampaikanya dalam seluruh aspek kehidupan.
Asumsi inilah yang menjadi motivasi bagi munculnya upaya-upaya untuk
memahami dan menafsirkan al-Qur’an di kalangan umat Islam, selaras dengan
kebutuhan, tuntutan dan tantangan zaman.
Adalah realitas yang tidak bisa disangkal bahwa upaya-upaya untuk
memahami dan menafsirkan Al-Qur’an, dengan berbagai perspektif dan
pendekatan dipergunakan, ikut memperkaya hazanah intelektual Islam yang
lahir dan berkembang semenjak awal perkembangan Islam, setidaknya hal ini
ditandai dengan semakin banyaknya karya-karya tafsir yang bermunculan dan
semakin maraknya kajian-kajian Al-Qur’an.
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, Muhammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani memanfaatkan berbagai sumber ayat Al-Qur’an, hadis Nabi,
pendapat sahabat dan tabi’in, pandangan para ulama sebelumnya, hikayat, dan
asbaun nuzul.
Metode yang digunakan oleh Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani
di dalam Tafsir Faidh ar-Rahman cenderung menggunakan metode Ijmali
sebagaimana dapat dilihat pada penafsiran Surat Ali Imran: 115
وسن مك اورا عمل كباڠالكوني سیرا كابیھ یا امة اووس فدا كا٢ڠاتوي بوا
بلیك . نجراني عمل خیرڠن سیرا كابیھ لن اورا فدا كتوتوفن سیرا كابیھ افدا كیال
65
كذات ااتوي اهللا سبحانھ وتعالى ایكو . نجر سیرا كابیھ لن دین ولسدین
سكابیھاني ڠمتقین یعني ارتیني یایكي ایة مخاطب مركودانیني كلون وو
سیرا كعمل كالكوھن ا٢ارتیني اندي . لن كلبو مؤمنین او اھل الكتاب. مؤمنین
. نجر عمل ایرا كابیھالكوني ایكو مسطي دین
اسباب النزول
كرن . اصیالكن ارتااولیھي ڠني كفالني یھودي كابیھ مر٢لن تتكالني فدا نمن
نبي محمد صلى اهللا ڠناوي فرابوتي یاترو اي نبي محمد لن ناوي مرااراه باكل
١. علیھ وسلم مك نولي تمورون ایكي ایة
Artinya: Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, Makasekali-kali mereka tidak dihalangi (menenerimapahala) nya; dan Allah Maha mengetahui orang-orangyang bertakwa.
Terjemahnya:
Kamu tidak akan sia-sia terhadap amal kebaikan yang sudahkamu lakukan maka kamu tidak akan merasa kehilangan dantidak terhalang untuk mandapatkan pahala dari amal kebaikanitu.
Asbabun Nuzul:
Ketika para pemuka Yahudi giat untuk mencari uangdikarenakan untuk memusuhi Nabi saw dan untuk membuatalat untuk memusuhi Nabi Muhammad saw. Kemudianturunlah ayat ini.
Sebuah metode yang berusaha untuk mengungkap kandungan Al-Qur’an
berdasarkan urutan ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Dengan suatu uraian yang
ringkas, tapi jelas serta menjelaskan kata-kata dan istilah yang kurang jelas
dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi baik dari kalangan
masyarakat awam maupun intelektual.
Metode ini menguraikan makna ayat-ayat secara ringkas dan global.
Selanjutnya memberi penjelasan-penjelasan dengan menggunakan bantuan
dan rujukan dari hadis-hadis Nabi, pendapat kaum salaf, peristiwa sejarah,
1Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah TafsirKalam Malik ad-Dayyan, Juz 2, Percetakan Haji Muhammad Amin, Singapura, 1309 H/1893 M,Juz 2, hlm. 184.
66
asbabul al-Nuzul dan kaidah-kaidah bahasa Arab. Menurut pengamatan
penulis, penggunaan metode ini, Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani
menyesuaikan dengan keilmuan masyarakat Muslim waktu itu yang masih
lemah dari segi keagamaan juga terdapat keistimewaan pada metode ijmali
yaitu suatu metode yang sangat cocok bagi masyarakat awam untuk lebih
praktis dan mudah dipahami.
Metode ijmali ini selalu praktis dan mudah dipahami, tidak berbelit-
belit, menjadikan pemahaman Al-Qur’an segera dapat diserap oleh
pembacanya, terlebih untuk para pemula seperti mereka yang berada dijenjang
pendidikan dasar. Atau mereka yang baru belajar tafsir Al-Qur’an.
Didalamnya terbebas dari kisah-kisah Israilyat, dikarenakan singkatnya
penafsiran yang diberikan, sehingga tafsir Ijmali ini relatif lebih murni
Dengan kondisi yang demikian, pemahaman kosa kata dari ayat-ayat suci
lebih mudah didapatkan daripada penafsiran yang menggunakan tiga metode
lainnya. Hal itu dikarenakan didalam tafsir ijmali mufassir langsung
menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak
mengemukakan ide-ide atau pendapatnya secara pribadi.2
Pilihan metode ijmali dalam Tafsir Faidh ar-Rahman menurut penulis
didasarkan pada kesadaran Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani untuk
menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa jawa karena melihat kondisi dan
situasi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga masyarakat pada masa
itu bisa mempelajari al-Qur’an karena saat itu orang-orang tidak bisa bahasa
Arab3 dan sebagai jawaban bagi kegelisahan R.A. Kartini. Karena pada waktu
2 Nashruddin Baidan, Metodelogi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,1998), hlm. 14-24
3 kita dapat mengetahuinya dari muqaddimah kitab Tafsir Faidh ar-Rahman fi TarjamahTafsir Kalam Malik ad-Dayyan, sebagai berikut:
اراني لن اورا چرتي معناني قرأن كران اورا ڠن اا-نعجم اورا فدا اڠسن غالبي ووالى احالى انیڠااوي ترجمھني معناني قرأنسنكونو دادي امك ان مرتي معناني كران قرأن تموروني كلون بسا عرب
“saya melihat secara umum pada orang-orang awam tidak ada yang memperhatikan tentangmaknanya al-Qur’an karena tidak tahu caranya dan tidak tahu maknanya karena al-Quranditurunkan dengan menggunakan bahasa Arab, maka dari itu saya bermaksud membuatterjemahan arti al-Qur’an”
67
itu tidak ada ulama yang berani menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa Jawa
karena al-Quran dianggap terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam
bahasa apa pun dan melarang keras penerjemahan dan penafsiran al-Quran
dalam bahasa Jawa4
B. Corak Tafsir Faidh ar-Rahman
Sebagaimana disebutkan dalam bab II bahwa para pakar ulum al-Qur’an
membagikan corak tafsir ke dalam enam corak. corak sastra bahasa, corak
filsafat dan teologi, corak ilmiah, corak fiqih atau hukum, corak tasawuf atau
sufi, dan corak sosial budaya (Adabi al-Ijtima’i).
Pada Tafsir Faidh ar-Rahman Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani
terdapat dua corak penafsiran, yaitu corak fiqih dan corak tasawuf, jadi Tafsir
Faidh ar-Rahman tidak bisa menetapkan corak khusus secara mutlak dalam
memahami ayat-Al-Qur’an. Maka Tafsir Faidh ar-Rahman Muhammad
Shaleh Ibn Umar as-Samarani bisa dikatakan kecenderungan kepada dua
corak. sebagaimana penjelasan dibawah ini.
1. Corak tasawuf Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani dalam Tafsir
Faidh ar-Rahman.5 Sebagaimana terdapat penafsiran pada surat Ali
Imran : 27
4 h t t p: www.pakdenono.com Redaksi, Kumpulan Berita-Sejarah-SWARAMUSLIM.net2003-Mei 2006 “Mengenang Kartini” (Di download pada tanggal 4 Juli 2006).
5 Corak ini paling banyak dalam Tafsir Faidh al-Rahman. Dalam surat al-Baqarah,terdapat 175 ayat yang bercorak isyari dari 286 ayat, Dalam surat Ali Imran terdapat 122 ayat yangbercorak isyari dari 180 ayat, Dalam surat an-nisa’ terdapat 60 ayat yang bercorak isyari dari 186ayat.
68
االشاري معني
صفاتيغاكن توان اغ صفاتي ظلمانیة البشریة اغدالم ریناني انوار جیستھوني من
ریناني انوار جیغاكن توان اغ منلن . مك دادى فتغ مغكونو اتيالروحانیة
دادى فداغ منجوروغ مغكونو مك الروحانیة اغدالم ظلمات الصفات النفسانیة
یقیة متو سكغ نفس المیت لن ملیھ غتوكاكن توان اغ قلب الحي بالحیوة الحق. اتي
لن غتوكاكن توان اغ قلب المیت كلون سبب سفي حیوة الحقیقیة متو سكغ نفس
. الحي
Artinya : Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkaumasukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkanyang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkanyang mati dari yang hidup. dan Engkau beri rizkisiapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".
Arti Isyari :
Allah memasukkan sifat jelek (malam) ke dalam sifat
kebaikan (siang) maka hati hati orang tersebut akan menjadi
jelek (gelap) dan Allah memasukkan sifat kebaikan (siang) ke
dalam sifat jelek atau nafsu (malam) maka hati hati orang
tersebut akan menjadi terang benderang. Allah mengeluarkan
hati yang hidup dari nafsu yang mati dan Allah mengeluarkan
hati yang mati dari nafsu yang hidup.6
2. Corak Fiqih Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani dalam Tafsir
Faidh ar-Rahman, sebagaimana terdapat penafsiran pada surat an-Nisa’:
102.
- Mengerjakan sholat khauf
6Muhammad Shaleh ibnu Umar as-Samarani, Op. Cit, juz 2, hlm 51
69
ان فدا ارف ٢كر
ابیھ كلون مك نولى نوبروك كافرین كابیھ اڠ سیرا ك،٢لن براڠ
كابیھ ،،ساء توبروكن ببر فیسن
قال ابو یوسف لن ،موالني دین فری،لن دین بویوڠ سیرا كابیھ
ستھوني صالة الخوف ایكو خصوصیة ،اب امام ابو حنیفة رضي اهللا عنھ اصح
سووسي ،الك اتسي كن
تي الكوني صالة الخوف ،،وفا
ستھوني صالة الخوف ایكو تتكالني ووس تتف ،والفقھاء سفا جمھور العلماء
علیھ وسلم لقولھ تعالى ھاني سیدنا رسول اهللا صلى اهللامتوروة میلو كالكو
لن مالیھ كران ،ولقولھ صلى اهللا علیھ وسلم صلوا كما رایتموني اصلى،فاتبعوه
اتوي كیفیاتي صالة الخوف ،سكابھاني فر
،عرفة فارجع ان اردت م،ایكو ووس مشھو
رتیالكاكن نلیكاني انا
7.عدو سوجي
Terjemahnya:
Orang-orang Kafir semua berharap jika kalian semua itu lupaterhadap senjata dan perbekalan kalian, kemudian orang-orangKafir itu akan menyerang kalian dengan satu serangan, disebabkankalian semua sedang mengerjakan sholat, selanjutnya kalian semuaakan dibawa dan dipindahkan oleh orang-orang Kafir, maka dariitu kalian semua diperintahkan untuk membawa senjata, AbuYusuf dan pengikut Imam Abu Hanifah ra, sesungguhnya sholatkhauf itu khusus untuk Rasulullah SAW saja, maka tidak bolehmengerjakan sholat khauf selain Nabi setelah Nabi SAW wafat,dikarenakan merujuk pada ayat “Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka”, dan seluruh Ulama dan Ahli Fiqh berkata,sesungguhnya sholat khauf itu jika hukumnya sudah sah untukRasulullah SAW maka wajib bagi yang lain (umatnya) karena kitamengikuti apa yang Rasulullah SAW kerjakan, Allah SWTberfirman “maka ikutilah dia”, dan Rasulullah SAW bersabda“Sholatlah kalian semua seperti apa yang kamu lihat ketika sayasholat”, dan dikarenakan semua sahabat juga mengerjakan sholatitu, sedangkan cara sholat khauf itu sudah banyak ditulis di dalamkitab-kitab fiqh, maka kembalilah kepada apa yang sudah kamu
7 Ibid, hlm 579.
70
ketahui, jadi penjelasan ayat di atas menyuruh kita untukmembawa senjata ketika sholat jika sewaktu-waktu ada musuh.
Dari uraian tersebut penulis dapat menarik kesimpulan setidaknya ada
beberapa karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak fiqih
dan tasawuf.
1. Menjelaskan pentunjuk ayat Al-Qur’an sebagi landasan hukum
yang diwajibkan oleh Tuhan untuk hambanya yaitu menunaikan
shalat dan membayar zakat.
2. Menyempurnakan ibadah kita dengan hati yang khusuk dan tidak
melalaikan diri dengan mengotori hati melaui perbuatan maksiat.
Dan menyakini bahwa Allah ada dan Esa serta kekal selama-
lamanya
3. Mengukuhkan keyakinan terhadap apa yang ada disekitar kita
sebagai bukti ada mencipta alam ini yaitu Tuhan Allah.
C. Ciri-Ciri Khusus Tafsir Faidh ar-Rahman
Kekhasan atau ciri khusus bagi Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah
Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan yang bisa di lihat sebagaimana yang ada pada
beberapa ciri khas tafsir bahasa Jawa (Arab Pegon) adalah:
- Kekhasan Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik
ad-Dayyan yaitu penerjemahannya dalam bahasa Jawa, yang
dituliskan dalam huruf Arab berbahasa Jawa (Arab Pegon).
- Tafsir Faidh al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan
dari segi bahasa sama seperti susunan kitab bahasa Arab.
- Gaya bahasa dan terjemahan tafsir al-Qur’an dalam bahasa Jawa
(Arab Pegon) ada berbedaan sedikit dengan gaya bahasa terjemahan
tafsir masa sekarang.
- Menggunakan bahasa yang masih campur aduk antara bahasa Jawa
Pesisiran dan bahasa Jawa Pedalaman dengan bahasa Arab.
- Menggunakan makna isyari, hanya orang-orang tertentu yang bisa
menafsirkan al-Qur’an dengan makna isyari.
71
Kebanyakan kitab Melayu atau Jawa (Arab Pegon), perlu bimbingan
khusus dalam memahaminya berbeda dengan kitab yang telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia yang mudah untuk memahaminya.
D. kelebihan dan Kekurangan
Tidak ada kitab tafsir yang sempurna dalam semua aspek baik metode,
sistematika atau yang lainnya yang menampilkan pesan Allah secara lengkap.
Jadi kelebihan dan keunggulan kitab tafsir dalam suatu aspek boleh jadi
memiliki kekurangan pada aspek yang lain. Hal inilah disebabkan kekurangan
seorang mufassir sangat dipengaruhi oleh sudut pandang keahlian dan
kecederungan masing-masing. Demikian halnya dengan Tafsir Faidh al-
Rahman di samping memiliki kelebihan juga tidak bisa lepas dari kekurangan
yang dikandungnya, di antaranya, kelebihan dan kekurangannya adalah
sebagai berikut:
1. Kelebihan
- Sebuah kitab terjemahan dan tafsir al-Qur’an yang pertama
dalam Jawa (Arab Pegon).
- Tafsir Faidh al-Rahman memberi kemudahan dalam
memahami ayat-ayat al-Qur’an.
- Sebagai langkah awal untuk mempelajari ilmu tafsir, baik dari
kalangan anak-anak yang baru belajar dan masyarakat awam.
- Tafsir ini memberikan gambaran dan penjelasan bagi para
pembaca tentang hukum dalam al-Qur’an.
- Tafsir Faidh al-Rahman memberi gambaran tentang kehidupan
orang Islam di masa lampau dalam memahami Al-Qur’an.
- Tafsir Faidh al-Rahman walaupun bisa dikatakan sebuah kitab
kecil tetapi penafsiran Muahammad Shaleh Ibn Umar as-
Samarani bisa mencakup beberapa bidang ilmu, Fiqih, tasawuf,
ushuluddin (aqidah).
- Tafsir ini memberikan penjelasan dan keterangan tentang makna
isyari dari suatu ayat.
72
2. Kekurangan
- Kurang memperhatikan kualitas hadis yang dijadikan sebagai
bahan keterangan dalam penafsirannya, apakah hadis itu
termasuk shaheh atau dhaif.
- K.H Shaleh Darat Dalam memberikan keterangan dalam
tafsirnya, menggunakan bahasa yang masih campur aduk antara
bahasa Jawa Pesisiran dan bahasa Jawa Pedalaman dengan
bahasa Arab, sehingga sulit dipahami.
- Tafsir ini tidak murni berasal dari pemikirannya sendiri tetapi
mengutip dari karya ulama-ulama tafsir terdahulu.
- Tafsir ini hanya berisi empat surat saja, dari surat al-Fatihah
sampai surat an-Nisa, tidak lengkap sampai 30 juz.
- Kesulitan untuk mendapatkan tafsir ini di pasaran karena sudah
tidak di cetak lagi.
- Pengunaan bahasa Melayu atau Jawa (Arab Pegon) dalam
menafsirkan al-Qur’an menunjukan bahwa kitab tafsir tersebut
bersifat lokal yang hanya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Jawa saja. Sedang bagi orang non Jawa tetap akan
mengalami kesulitan, karena bahasa Jawa bukan merupakan
bahasa Internasional.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an sebagai pedoman atau petunjuk bagi umat Islam yang selalu
dikaji oleh umat manusia terutama bagi umat Islam. Supaya dapat memahami
upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan berbagai persepektif dan pendekatan
untuk memperkaya hasanah intelektual Islam dengan adanya karya-karya
tafsir yang sudah dihidangkan oleh para ulama tafsir.
Dari berbagai metode dan corak yang terdapat pada karya tafsir, Tafsir
Faidh al-Rahman Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani menggunakan
metode ijmali. Karena penilaian beliau pada masyarakat muslim waktu itu,
masih lemah dari segi keagamaan, maka metode ini sangat cocok bagi
masyarakat awam karena lebih praktis dan mudah dipahami.
Keistimewaan metode ijmali adalah praktis dan mudah dipahami, tanpa
berbelit-belit pemahaman Al-Qur’an segera dapat diserap oleh pembacanya
sebagai mana terlihat di dalam contoh yang telah di nukilkan. pola penafsiran
serupa ini lebih cocok untuk para pemula dan pendidikan dasar atau mereka
yang baru belajar tafsir Al-Qur’an, dikarenakan singkatnya penafsiran yang
diberikan, tafsir Ijmali relatif lebih murni dan terbebas dari pemikiran-
pemikiran israilyat.
Sebagaimana disebutkan dalam bab II bahwa para pakar ulumul Al-
Qur’an membagikan corak tafsir ke dalam enam corak, sastra bahasa, corak
filsafat dan teologi, corak penafsiran ilmiah, corak fiqih atau hukum, corak
tasawuf dan corak sastra budaya (adabi al-ijtimai)
Pada Tafsir Faidh al-Rahman Muhammad Shaleh Ibn Umar as-Samarani
corak penafsiranya diwarnai kepada dua corak, fiqih dan tasawuf. jadi Tafsir
Faidh al-Rahman tidak bisa menetapkan corak khusus secara mutlak dalam
memahami ayat-Al-Qur’an. Maka Tafsir Faidh al-Rahman Muhammad
Shaleh Ibn Umar as-Samarani bisa dikatakan memiliki kecenderungan kepada
dua corak, yaitu corak tasawuf isyari dan corak fiqih.
74
Tidak ada kitab tafsir yang sempurna dalam semua aspek baik metode,
sistematika atau yang lainnya yang menampilkan pesan Allah secara lengkap.
Jadi kelebihan dan keunggulan kitab tafsir dalam suatu aspek boleh jadi
memiliki kekurangan pada aspek yang lain. Hal inilah disebabkan kekurangan
seorang mufassir sangat dipengaruhi oleh sudut pandang keahlian dan
kecederungan masing-masing. Demikian halnya dengan Tafsir Faidh al-
Rahman di samping memiliki kelebihan juga tidak bisa lepas dari kekurangan
yang dikandungnya, di antaranya, kelebihan dan kekurangannya adalah
sebagai berikut:
1. Kelebihan
- Sebuah kitab terjemahan dan tafsir al-Qur’an yang pertama
dalam bahasa Jawa (Arab Pegon).
- Tafsir Faidh al-Rahman memberi kemudahan dalam
memahami ayat-ayat al-Qur’an.
- Sebagai langkah awal untuk mempelajari ilmu tafsir, baik dari
kalagan anak-anak baru belajar dan masyarakat awam.
- Tafsir ini memberikan gambaran dan penjelasan bagi pembaca
tentang hukum dalam al-Qur’an
- Tafsir ini memberikan penjelasan dan keterangan tentang makna
isyari dari suatu ayat.
2. Kekurangan
- Kurang memperhatikan kualitas hadis yang dijadikan sebagai
bahan keterangan dalam penafsirannya, apakah hadis itu
termasuk shaheh atau dhaif.
- K.H Shaleh Darat dalam memberikan keterangan dalam
tafsirnya, menggunakan bahasa yang masih campur aduk antara
bahasa Jawa Pesisiran dan bahasa Jawa Pedalaman dengan
bahasa Arab, sehingga sulit dipahami.
- Tafsir ini tidak murni berasal dari pemikirannya sendiri tetapi
mengutip dari karya ulama-ulama tafsir terdahulu.
75
- Tafsir ini hanya berisi empat surat saja, dari surat al-Fatihah
sampai surat an-Nisa, tidak lengkap sampai 30 juz.
- Kesulitan untuk mendapatkan tafsir ini di pasaran karena sudah
tidak di cetak lagi.
- Pengunaan bahasa Melayu atau Jawa (Arab Pegon) dalam
menafsirkan al-Qur’an menunjukan bahwa kitab tafsir tersebut
bersifat lokal yang hanya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Jawa saja. Sedang bagi orang non Jawa tetap akan
mengalami kesulitan, karena bahasa Jawa bukan merupakan
bahasa Internasional.
B. Saran-saran
Bahwa betapa penting bagi seorang mufassir mengetahui metode dan
corak didalam menafsirkan al-Qur’an untuk bisa menyesuaikan dengan
kondisi umat dan perubahan zaman. Kerena al-Qur’an adalah kalam Allah
yang harus diyakini dan tempat berbagai petunjuk hidup untuk seluruh umat
Islam.
Maka berangkat dari sinilah kesadaran seorang mufassir, mengunakan
metode dan corak tafsir agar penafsiran al-Qur’an biar tepat dan jelas, karena
hasil penafsiran ini akan mempengaruhi maju mundur bagi umat Islam.
C. Penutup
Mudah-mudahan skripsi ini bisa memberi manfaat, khususnya bagi
penyusun dan bagi pembaca pada umumnya. Penyusun sangat menyadari
bahwa didalam skripsi ini masih terdapat banyak kekuarangan dan kekeliruan
juga, untuk itu saran dan kritik penyusun sangat harapakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zayd, Amin Al-Khulli Nashr Hamid, Metode Tafsir Sastra, Terj, KhoiranNahdliyyin, Yogyakarta, Adab Press IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, cet1, 2004.
Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, Penyimpangan Penyimpangan DalamPenafsiran al-Qur’an, Jakarta, CV Rajawali, 1986.
Al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, Terj. Rosihan Anwar,Bandung, Pustaka Setia, 2002.
Al-Maraghi, Abdullah Mustofa, Pakar-Pakar Fiqh Sepanjang Sejarah,Yogyakarta, LKPSM, 2001.
Al-Mahalli, Jalal al-Din, dan Jalal al-Din al-Suyuti, Tafsir al-Jalalain, Mesir, Daral-Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1995.
Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor, PT Litera Antar Nusa,2006.
Al-Maliki, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2006.
Al-Munawar, Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,Jakarta, Ciputat Press, 2002.
Anwar, Rosihon, Samudra al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia , 2001.
---------------------,Ulum al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,Rieneka Cipta, 2002.
As-Samarani, Muhammad Shaleh ibn Umar, Lathaif al-Thaharat wa Asrar al-Sholah fi Kaifiyat Sholat al-Abidin wa al-Arifin, Semarang:Toha Putra, t.th.
------------------------, Majmu’at al-Syariat al-Kafiyat li al-Awam, Semarang: TohaPutra, t.th.
-----------------------,Matn al-Hikam, Semarang: Toha Putra, t.th.
-----------------------Munjiyat Metik Saking Ihya’ Ulum ad-Din al-Gazali,Semarang: Toha Putra, t.th.
-----------------------,Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan, juz 1, Singapura, Percetakan Haji MuhammadAmin, 1309 H/1893 M.
-----------------------,Tafsir Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan, juz 2, Singapura, Percetakan Haji MuhammadAmin, 1312 H/1895 M.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu-ilmupokok dalam menafsirkan Al-Qur’an, cet. I, Semarang,Pustaka Rizki Putra, 2002.
-----------------------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, cet. III,Semarang, Pustaka Rizqi Putra, 2000.
Azhara, Azyumardi, Jaringan Ulama, Jakarta, kencana, 2001.
Baidan, Nashruddin, Metodelogi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta, PustakaPelajar, 2001.
----------------------, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Solo, TigaSerangkai Pustaka Mandiri, 2003.
----------------------, Rekonstrukis Ilmu Tafsir, Surakarta, STAIN Press, 1999.
Chirzin, Muhammad, Permata Al-Qur’an, Yogyakarta, Qirtas, 2003.
Djalal H.A, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya,Dunia ilmu, 1998.
Hasan, Ahmad Rifa’i, (penyunting), Warisan Intelektual Islam Indonesia, TelaahAtas Karya-Karya Klasik, cet. 1, Bandung, MIZAN, 1987.
Hidayat, Kamarudin, Memahami Bahasa Agama, Jakarta, Paramadiha, 1996.
http://www.pakdenono.com Redaksi, Kumpulan Berita-.net 2003-Mei 2006“Mengenang Kartini” (Di download pada tanggal 4 Juli 2006).
Ichwan, Muhammad Nor, Belajar Mudah Ilmu-ilmu al-Qur’an, Semarang, Seribuku dasar Ulumul Al-Qur’an , 2001.
-----------------------,Memasuki Dunia al-Qur’an, Semarang, Lubuk raya, 2001.
-----------------------,Tafsir Ilmy Memahami al-Qur’an Melalui Pendekatan SainsModern, Jogja, Menara Kudus, 2004.
Ilyas, Hamim, Studi Kitab Tafsir, Yogyakarta, Teras, 2004.
Iqbal, Mashuri Sirajuddin, dan A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung,Angkasa, 1989.
Junaidi, Ahmad Arif, Pembaharuan Metode Tafsir al-Qur’an, Semarang,Gunung Jati, 2001.
Kholil, Munawer, Al-Qur’an dari Masa ke Masa, Solo,Rahmadani, 1994.
Lubis, Ismail, Falsifikasi Terjemahan al-Qur’an Departemen Agama Edisi 1990,Yogyakarta, Tiara Wacana, 2001.
Mahajir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Bayu Idra Grafika,1996.
Masyhuri, A. Aziz, 99 Kiai Kharismatik Indonesia Biografi, Perjuangan, Ajaran,dan Doa-doa Utama yang Diwariskan, Yogyakarta, Kutub, 2008.
Mas’ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi,Yogyakarta, LKIS, 2004.
Mohammad, Henry, dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, cet. 1,Jakarta, Gema Insani.
Mulyono, Anton M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1990.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir: Arab-Indonesia, Surabaya,Pustaka Gresif, 1997.
Munir, Ghazali, Shalat Jum’at Bergantian Implementasi Konsep Iman dan AmalMuhammad Salih ibn Umar as-Samarani dalam MasyarakatModern, Semarang, RaSAIL Media Group, 2008.
----------------------- “Teologi Islam Terapan (Studi Implementasi Iman MenurutMuhammad Shalih as-Samarani)” TEOLOGIA Jurnal-JurnalIlmu Ushuluddin, Semarang, Fakultas Ushuluddin IAINWalisongo Semarang, Vol. 17 No. 2, Juli 2006.
-----------------------,Tuhan, Manusia, dan Alam Dalam Pemikiran KalamMuhammad Shalih as-Samrani, Semarang, RaSAIL MediaGroup, 2008.
Nawawi, Hadari, dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta, GajahMada University Press, 1996.
Pesantren No.1/ vol.Vll, P3M, Jakarta, 1991.
Rahardjo, M. Dawan, Paradigma al-Qur’an Metodelogi Tafsir & Kritik Sosial,Jakarta, PSAP, 2005.
Rofiki, Ahkmad, Studi Penafsiran Ayat-ayat Tentang Ahli kitab Menurut Prf.Dr.Hamka dalam Tafsir Al-azhar, Semarang,IAIN Press, 1998.
Rohimin. Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta,Pustaka Pelajar, 2007.
Roziqin, Badi’atul, Badiatul Mukhlisin Asti dan Junaidi Abdul Manaf, 101 JejakTokoh Islam Indonesia, Yogyakarta, Penerbit e-Nusantara, 2009.
Salim, Abd Muin, Metodelogi Ilmu Tafsir , cet I, Yogyakarta, Teras, 2005.
Sanusi, M. Imam, Perjuangan Syaikh K.H. Mutamakkin, Yogyakarta, cet. VII,KMF, 2002.
Shihab, M. Quraisyh, Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian, Ciputat,Tangerang, Lentera Hati, 2000, volume 5.
-----------------------,Membumikan Al-Qur’an, Jakarta, Mizan, 1995.
----------------------,Sejarah Ulumul Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1999.
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, jakarta,LP3ES, 1982.
Siddiq, Mahfudz “Al-Qur’an Dalam Perspektif Kebahasaan Dan Kesustraan”TEOLOGIA Jurnal-Jurnal Ilmu Ushuluddin, Semarang, FakultasUshuluddin IAIN Walisongo Semarang, Volume 20 Nomor 1, Juli 2009.
Solihin, Muhammad, Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman, Bandung, Pustaka Setia,2003.
Suryabrata, Sumadi, Metodelogi Penelitian, Yogyakarta, Jakarta, Pelajar Press,1997.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005.
Ulama’i, A. Hasan Asy’ari “Ensiklopedi al-Qur’an (Tafsir Sosial BerdasarkanKonsep-Konsep Kunci karya dawam raharjo)” TEOLOGIA Jurnal-JurnalIlmu Ushuluddin, Semarang, Fakultas Ushuluddin IAIN WalisongoSemarang, Volume 15 Nomor 2, Juli 2004.
Webster, Noah, Webster’s New Twentieth Century Dictionary, Cet. II, AmerikaSerikat: William Collins, t.th.
Yusuf, Muhammad, DKK, Studi Kitab Tafsir Menyuarakan Teks yang Bisu,Yogyakarta, Teras, 2004.