Upload
damay
View
24
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah Gastroenteritis akut
Citation preview
TUGAS FARMAKOLOGI TERAPI I
GASTROENTERITIS AKUT(VIRAL DAN BAKTERIAL)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
Nama Kelompok
Efer Memento Y. 2443012091
Putri Anggraini K. 2443013140
Widya Oktaviani 2443013148
Pipit Sandra 2443013150
Damay Kartika Sari 2443013153
Maria Kyriensia A. V. 2443013154
Heny Kristi Meitasari 2443013156
Karolina Srikandi K. 2443013160
Maria Strada Burah 2443013174
Gilang Ardi Prakoso 2443013194
Maria Gracia Ederlin 2443013196
Firenciana Graciana 2443013203
Ursula Dua K. Bura 2443013211
Gede Kusuma Hardinata 2443013253
Devi Jayanti 2443013254
Dafrosa Jik 2443013292
Ella Asmo Dewanti 2443013320
Resita Hijrin 24430131321
Febrina Fatkhiya 2443013324
Diah Intan Savilla 2443013326
Definisi
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di
lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai dengan gejala utamanya yaitu diare,
muntah, mual dan kadang disertai demam dan nyeri abdomen (Beers H. et. al, 2003).
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran pencernaan dan ditandai
dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam
(Simadibrata K et al., 2009).
Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh banyak hal seperti virus, bakteri, parasit, obat-
obatan, alergi makanan dan bahan toksik. Namun, yang paling sering menjadi penyebab adalah
virus dan bakteri. Mikroorganisme penyebab gastroenteritis dapat ditularkan dengan pelbagai
cara seperti penularan dari orang ke orang dan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi. Kemampuan suatu organisme untuk menginfeksi berkait rapat dengan cara
penyebaran, kemampuan untuk berkolonisasi di saluran pencernaan dan jumlah minimal dari
organisme yang dapat menimbulkan penyakit (Marcdante J. et. al, 2011).
Kebanyakan kasus gastroenteritis pada anak di seluruh dunia adalah disebabkan oleh
infeksi virus (Kasper L. et. al, 2005). Di negara berkembang, 30- 40% dari semua penyakit diare
disebabkan oleh virus terutamanya Rotavirus dan Norovirus (Ji Hye Kim & Sung Hee Oh, 2003).
Rotavirus merupakan penyebab gastroenteritis yang menimbulkan diare disertai dehidrasi
terutamanya pada anak yang berumur antara tiga hingga 15 bulan (Kasper L. et. al, 2005).
Infeksi bakteri yang menyebabkan diare inflamasi adalah seperti Campylobacter jejuni,
Salmonella sp., Shigella sp., enteroinvasive atau enterohemoragik E. coli dan Yersinia
enterolitica.
Diare non-inflamasi biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Vibrio cholera, enteropathogenic atau enterotoxigenic E. coli (South-
paul E. et. al, 2004).
Selain virus dan bakteri, parasit juga dapat menyebabkan gastroenteritis. Antaranya ialah
Giardia dan Cryptosporidium (South-paul E. et. al, 2004)
Penyakit gastroenteritis ditandai dengan mual, muntah, diare dan kram perut. Gejala lain
termasuk demam, sakit kepala, darah atau nanah dalam feses, kehilangan nafsu makan,
kembung, lesu dan nyeri tubuh (CDC, 2010). Menurut Tjay dan Rahardja (2007), pada diare
hebat yang sering kali disertai muntah, mengakibatkan tubuh kekeringan (dehidrasi), kekurangan
kalium (hipokalemia), dan adakalanya asidosis (darah menjadi asam) yang tidak jarang berakhir
dengan syok dan kematian. Gejala pertama dari dehidrasi adalah perasaan haus, mulut dan bibir
kering, kulit menjadi keriput, berkurang air seni, menurunnya berat badan, serta gelisah.
Kekurangan kalium (hipokalemia) dapat 6 mempengaruhi sistem neuromuskuler dengan gejala
mengantuk, lemah otot, dan sesak napas.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil
penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%), dan
nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan
turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10% ada hasil pemeriksaan. Gejala
pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%
(Bresee et al., 2012).
1. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau
200 ml dalam 24 jam (Simadibrata K et al., 2009). Pada kasus gastroenteritis diare secara umum
terjadi karena adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit.
2. Mual dan Muntah
Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga
terdapat peranan korteks serebri karena mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar
(Hasler, 2012). Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis belum sepenuhnya
diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan stimulus perifer dari saluran
cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus.
Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat merusak mukosa saluran cerna dan mengakibatkan
pelepasan serotonin dari sel-sel chromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung ke
pusat muntah atau melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan
mengirimkan impuls ke otot-otot abdomen, diafragma dan nervus viseral lambung dan esofagus
untuk mencetuskan muntah (chow et al, 2010).
3. Nyeri perut
Lokasi dan kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung
dan duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat pada garis
tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri di sekitar umbilikus yang mungkin
sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila rangsangannya sampai berat. Bila pada usus
besar maka nyeri yang timbul disebabkan kelainan pada kolon jarang bertempat di perut bawah.
Kelainan pada rektum biasanya akan terasa nyeri sampai daerah sakral (Sujono Hadi, 2002).
4. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di hipotalamus (Dinarello dan
Porat, 2012). Mekanisme terjadinya demam :
Penegakan Diagnosa
1. Anamnesa
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu mual, muntah, nyeri
abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah tergantung bakteri
yang menyebabkan (Simadibrata K et al., 2009). Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi
perubahan tiba-tiba konsistensi tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba.
Pada anak biasanya diare berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti dalam 2 minggu.
Muntah biasanya berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan berhenti dalam 3 hari.
2. Pemeriksaan fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan menilai perubahan pada tekanan
darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama juga
merupakan hal yang penting dilakukan (Simadibrata K et al., 2009).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik,
biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai antibiotika, pH dan kadar gula, jika
diduga ada intoleransi laktosa.
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali, pemeriksaan kadar ureum.
Patofisiologi
Diare merefleksikan peningkatan kandungan air dalam feses akibat gangguan absorpsi
dan atau sekresi aktif air usus. Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi menjadi diare
inflamasi dan noninflamasi (tabel 2).
Usus kecil berfungsi sebagai organ untuk mensekresi cairan dan enzim, serta
mengabsorpsi nutriens. Gangguan kedua proses tersebut akibat infeksi akan menimbulkan diare
berair (watery diarrhea) dengan volume yang besar, disertai kram perut, rasa kembung, banyak
gas, dan penurunan berat badan. Demam jarang terjadi serta pada feses tidak dijumpai adanya
darah samar maupun sel radang.
Usus besar berfungsi sebagai organ penyimpanan. Diare akibat gangguan pada usus
besar frekuensinya lebih sering, lebih teratur, dengan volume yang kecil, dan sering disertai
pergerakan usus yang nyeri. Demam dan feses berdarah/mucoid juga sering terjadi. Eritrosit dan
sel radang selalu ditemukan pada pemeriksaan feses.
Penatalaksanaan
Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan hidrasi yang
tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999).
Menurut Kementerian kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2011),
tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui lima langkah tuntaskan
diare (LINTAS Diare) telah dilaksanakan sebagai satu strategi dalam pengendalian penyakit
diare. Lima langkah tuntaskan diare termasuklah pemberian oralit, pemberian obat zinc,
pemberian air susu ibu (ASI) / makanan, pemberian antibiotika hanya atas indikasi dan
pemberian nasehat.
1. Pemberian oralit
Cairan oralit yang diberikan adalah oralit dengan osmolaritas rendah yang dapat mengurangi
rasa mual dan muntah. Bila penderita tidak dapat minum oralit secara oral, harus segera dibawa
ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus (Kemenkes RI, 2011).
Penatalaksanaan diare dengan pemberian oralit perlu didasarkan pada derajat dehidrasi penderita.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu: a) Diare tanpa dehidrasi b) Diare dehidrasi
ringan/ sedang c) Diare dengan dehidrasi berat
2. Pemberian obat zinc
Zinc merupakan mikronutrien yang penting dalam tubuh. Pemberian zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan
berikutnya (Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahawa zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67% (Hidayat, 1998 dan Soenarto, 2007). Berdasarkan ini
semua anak diare harus diberi zinc segera saat menaglami diare.
Dosis pemberian zinc pada balita: - umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per
hari selama 10 hari - umur > 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari Zinc tetap diberikan
selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc adalah dengan
melarutkan tablet dalam satu sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada
anak diare (Kemenkes, 2011).
3. Pemberian ASI / makanan
Pemberian makan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada
anak agar tetap kuat serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI
harus lebih sering diberi ASI.Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia enam bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makananan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama dua minggu untuk
membantu pemulihan berat badan (Kemenkes, 2011).
4. Pemberian antibiotika
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebahagian besar karena shigellosis), suspek kolera. (Eliason Claire & Lewan B, 1998)
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti
tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebahagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia) (CDC,2003).
5. Pemberian nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila diare lebih sering, muntah
berulang, sangat haus, makan / minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah dan tidak membaik
dalam tiga hari (Kemenkes, 2011).
Studi Kasus
1. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gastroenteritis Dehidrasi
Sedang (Case Study: Nursing Care In Children With Gastroenteritis Moderate
Dehydration)
Data hasil pengkajian menunjukkan :
1. Data subjektif: keluarga mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu, muntah 1 kali lebih
kurang 300 cc, intake cairan An. A kurang, lebih kurang 800 cc, nafsu makan An. A
menurun (makan kurang dari 4 sendok), BB sebelum sakit 8,5 kg ketika sakit BB 7,3 kg.
2. Data objektif: TTV: S= 38,2oC, N= 136 x/menit, R= 28 x/menit, kulit teraba hangat,
terlihat merah dan berkeringat, pemeriksaan nutrisi, terdiri dari:
A: BB turun 1,2 kg, BB ideal 10 kg
B: Hb= 12,7 gr/dl
C: mukosa bibir kering
D: bubur lunak, turgor kulit jelek, muntah berwarna putih susu, cair; leukosit 17.200 uL,
MCHC 34 %, balance cairan -111,7 cc.
Diagnosa :
Berdasarkan analisis data pengkajian dapat disimpulkan diagnosa :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih ditandai dengan:
data subjektif keluarga mengatakan An. A muntah 1 kali lebih kurang 300 cc, intake
cairan An. A kurang, lebih kurang 800 cc. Data objektif: turgor kulit jelek, muntah
berwarna putih susu, cair; kulit berkeringat, balance cairan -111,7cc, MCHC 34%, berat
badan turun 1,2 kg.
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai dengan: data
subjektif keluarga mengatakan An. A panas satu hari yang lalu. Data objektif dari
pemeriksaan TTV: S= 38,2°C, N= 136 x/menit, R= 28 x/menit, kulit teraba hangat, kulit
terlihat merah, kulit berkeringat.
3. Infeksi berhubungan dengan peradangan pada lambung dan usus yang ditandai dengan:
data subjektif: keluarga mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Data objektif: leukosit
17.200 uL, S= 38,2oC, kulit teraba hangat.
PEMBAHASAN
Dari data pengkajian pola eliminasi BAB, keluarga mengatakan sebelum dan selama sakit
BAB An. A tidak ada perubahan terkadang 1 kali atau 2 kali sehari, dengan karakteristik lembek,
warna kuning kecoklatan,tidak diare dan tidak konstipasi, bau khas feses. Sedangkan pada
pemeriksaan abdomen bising usus 8 x/menit, tidak ada nyeri tekan, perkusi tympani. Hal ini
tidak sesuai dengan teori menurut Wijayaningsih (2013), bahwa tanda gejala diare adalah sering
buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai darah dan lender.
Data pemeriksaan fisik menunjukkan data keadaan umum pasien sedang, An. A rewel,
turgor kulit jelek, dengan mulut/ mukosa bibir kering, nadi 136 x/menit. Menurut Wijayaningsih
(2013), berdasarkan Skor Mavrice King: penilaian derajat dehidrasi An. A rewel bernilai 1,
turgor kulit jelek/ kekenyalan kulit sedikit kurang bernilai 1, mulut/ mukosa bibir kering bernilai
1, nadi 136 x/menit bernilai 1, nilai derajat dehidrasi pada An. A adalah 4 menunjukkan derajat
sedang (3-6). Sehingga antara teori dan kenyataan tidak ada kesenjangan dalam memberikan
penilaian derajat dehidrasi Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada An. A untuk
menegakkan diagnosa adalah pemeriksaan leukosit 17.200 uL yang menunjukkan peningkatan
leukosit, adanya infeksi pada tubuh An. A. Hal ini sesuai dengan teori menurut Dewi (2010),
penyebab diare salah satunya adalah infeksi enteral yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran
pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare.
Terapi yang diberikan pada An. A adalah infus RL 24 tpm mikro dengan cara pemberian
melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Doenges (2000) bahwa cairan parenteral berfungsi
mempertahankan istirahat usus, akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki
kehilangan. Pemberian terapi ondancentron 1 mg melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Tjay
(2007) ondancentron merupakan obat antiemetik yang bertujuan untuk menghilangkan mual dan
muntah yang dialami oleh pasien. Terapi paracetamol ¾ sdt/5 jam cara pemberian per oral, hal
ini sesuai teori Carpenito (2009) pemberian antipiretik berfungsi untuk mengembalikan suhu
menjadi stabil.
Berdasarkan diagnosa yang telah dilakukan baik dari data subjektif maupun objektif
dapat disimpulkan adanya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan output yang
berlebih, hal ini sesuai dengan teori menurut NANDA (2012) bahwa batasan karakteristik
diagnosa kekurangan volume cairan meliputi penurunan turgor kulit, kulit kering. Sedangkan
batasan karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A adalah perubahan status mental, penurunan
tekanan darah, penurunan tekanan nadi, penurunan volume nadi, penurunan turgor lidah,
penurunan haluaran urine, penurunan pengisian vena, peningkatan hematokrit, peningkatan
konsentrasi urine, haus, kelemahan.
Berdasarkan diagnosa kedua disimpulkan terjadi masalah hipertermi hal ini sesuai dengan
teori menurut NANDA (2012), bahwa batasan karakteristik diagnosa hipertermi meliputi kulit
kemerahan, peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, takikardi, kulit terasa hangat.
Adapun batasan karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A adalah konvulsi, kejang, takipnea.
Diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Syaifuddin (2006), bahwa kecepatan metabolisme bergantung pada kegiatan
seseorang, ketegangan saraf juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pernafasan dan
kerja jantung. Pembenaran di masalah ini seharusnya etiologi masalah hipertermi pada An. A
adalah penyakit dan dehidrasi. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada An. A dengan hasil
laboratorium menunjukkan leukosit meningkat dan hasil penilaian dehidrasi menunjukkan
dehidrasi sedang.
Data yang digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi adalah data subjektif keluarga
mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Data objektif pemeriksaan tanda vital S= 38,2oC;
pemeriksaan fisik kulit teraba hangat; dan data penunjang leukosit 17.200 uL. Oleh karena itu
ditetapkan diagnosa infeksi berhubungan dengan peradangan pada lambung dan usus karena
berhubungan juga dengan mikroorganisme yang menembus gastrointestinal. Diagnosa yang tepat
menurut Sodikin (2011) adalah risiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus gastrointestinal. Namun data yang dijumpai pada An. A sudah menunjukkan tanda
dan gejala infeksi yaitu kalor yang ditunjukkan dengan peningkatan suhu dan kulit teraba hangat,
hal ini sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa tanda infeksi lokal yaitu rubor atau
kemerahan, kalor atau panas, dolor atau nyeri, tumor atau bengkak, fungsio laesa atau perubahan
fungsi.
Kemudian langkah selanjutnya dilakukan intervensi yang meliputi: a) pengawasan
masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah feses; perkiraan kehilangan yang tak terlihat seperti
berkeringat. Ukur berat jenis urine; observasi oliguria karena memberikan informasi tentang
keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk
pengganti cairan, b) kaji tanda vital (TD, nadi, suhu) karena hipotensi (termasuk postural),
takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/ atau efek kehilangan cairan, c)
observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian
kapiler lambat karena menunjukkan kehilangan cairan berlebih, d) ukur berat badan tiap hari
karena indikator cairan dan status nutrisi, e) pertahankan pembatasan per oral; hindari kerja
karena kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus,
f) catat kelemahan otot umum atau disritmia jantung karena kehilangan usus berlebihan dapat
menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit, misal kalium, yang perlu untuk fungsi tulang dan
jantung. Gangguan minor pada kadar serum dapat mengakibatkan adanya dan/ atau gejala
ancaman hidup, g) berikan cairan parenteral sesuai indikasi karena mempertahankan istrirahat
usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. Cairan mengandung
natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
Intervensi yang akan dilakukan dari diagnosa kedua adalah: a) kaji suhu/ peningkatan
suhu, b) beri kompres hangat, c) lakukan water tepid sponge, d) berikan pakaian tipis, e) berikan
minum 1000-2000cc/ hari, f) beri penjelasan keluarga tentang fungsi banyak minum, g)
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian paracetamol.
Intervensi yang dilakukan berdasarkan diagnosa ketiga adalah: a) kaji peningkatan suhu,
b) beri kompres hangat, c) lakukan water tepid sponge, d) beri pakaian tipis, e) beri minum
1000-2000cc, f) kolaborasi ahli gizi pemberian bubur lunak.
2. Studi Kasus Gut Fermentasi Syndrome ( Auto - Brewery ) dengan Saccharomyces cerevisiae sebagai kausatif Organisme
Hasil Pengkajian
Seorang laki-laki berusia 61 tahun, pada tahun 2010 bulan januari ia mengalami keracunan
selama hamper 5 tahun berturut-turut mulai tahun 2004. Ia pernah operasi untuk patah kaki , dan
selanjutnya pengobatan dengan antibiotik , ia mulai gampang mabuk meski hanya meminum 2
gelas alcohol. Bahkan ia bisa terlihat mabuk meski tidak sedang mengkonsumsi alcohol.
Episode keracunan mulai meningkat dalam tingkat keparahan dan frekuensi selama bertahun-
tahun berikutnya . Di bulan November 2009 , subjek dibawa ke Darura padahal ia tidak
mengkonsumsi alkohol . saat diperiksa konsentrasi alkohol darahnya 371 ( 0,37 % ) . Ia dirawat
di rumah sakit untuk observasi 24 jam dan dirawat karena keracunan alkohol berat . para dokter
tidak menyadari cara apapun bahwa seseorang bisa mabuk tanpa mengkonsumsi alkohol.
Pada bulan Januari 2010 , pasien menjalani gastroenterologi lengkap. Pasien memiliki riwayat
hipertensi dan hiperlipidemia . tekanan darahnya normal tapi tidak terkontrol dengan baik .
Semua sistem lain negatif . Pasien membantah mengambil jenis ragi sebagai suplemen gizi
seperti probiotik dan membantah pernah mengalami gangguan gastrointestinal sebelumnya atau
menjalani perawatan . Awalnya , tes napas rutin dilakukan untuk laktosa dan intoleransi fruktosa
serta hidrogen dan semua negatif . Sebuah toleransi glukosa dilakukan dan juga negatif . Sebuah
EGD ( esophagogastroduodenoscopy ) dan kolonoskopi dilakukan dan negatif , Namun ,
Helicobacter pylori diisolasi dari perutnya . kultur tinja juga dilakukan bahwa positif untuk ragi
pemula langka dan Saccharomyces cerevisiae.
Pada bulan April 2010 pasien dirawat di rumah sakit untuk periode pengamatan 24 jam . barang-
barangnya yang diperiksa untuk memastikan ia tidak memiliki alkohol dengan dia dan tidak ada
pengunjung yang diizinkan selama periode 24 - jam . SEBUAH Tantangan glukosa diberikan
bersama dengan tinggi diet karbohidrat dengan makanan ringan sepanjang hari . Darah tertarik
untuk konsentrasi alkohol dalam darah tingkat ( BAC ) pada awal dan setiap 2 jam dan kadar
glukosa setiap empat jam tingkat alkohol dalam darah juga diperiksa oleh breathalyzer setiap
empat jam . Pada satu titik selama sore , BAC pasien naik menjadi 120 mg / dl ( 0,12 % per
breathalyzer ) dalam situasi terkendali ini .
Terapi Pasien diberi kursus oral flukonazol ( Diflucan ) 100 mg per hari selama tiga minggu diikuti oleh
tiga minggu saja dari Nistatin 500.000 IU 4 kali sehari . Dia juga mengambil tablet acidophilus
setiap hari. Selama periode enam minggu ini , pasien mengikuti sangat ketat tidak ada gula , ada
diet karbohidrat dan tidak menelan alkohol dalam bentuk apapun . tingkat napas alkohol nya
sering diuji sepanjang hari dan 0.00 dari pengobatan waktu mulai sampai 10 minggu kemudian .
kultur tinja kemudian diulang dan kembali negatif . Akhirnya, pasien dirawat dengan kursus
Tetracycline untuk H. pylori
KesimpulanPara penulis percaya pasien ini telah mengalami Gut Fermentasi Sindrom seperti yang
didokumentasikan secara informal oleh istrinya dan diverifikasi secara resmi oleh tantangan
glukosa rawat inap dan dokumentasi dari tingkat alkohol. Kultur tinja menunjukkan bahwa
Saccharomyces cerevisiae adalah penyebab yang agen dan fakta bahwa kultur tinja negatif untuk
S. cerevisiae setelah perawatan dan gejala mereda pada waktu itu, mendukung hipotesis ini. Ini
adalah sebuah Sindrom langka tapi harus diakui karena implikasi sosial seperti kehilangan
pekerjaan, kesulitan hubungan, stigma, dan bahkan mungkin penangkapan dan penahanan. Hal
tersebut harus penyedia layanan kesehatan untuk lebih banyak mendengar hati-hati untuk pasien
mabuk yang menyangkal menelan alkohol. Gut Syndrome Fermentasi tambahan penyelidikan
untuk menentukan organisme menginduksi gejala dan apa tes definitif harus dilakukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis. Selain itu, penelitian akan menjadi penting untuk menentukan
bagaimana pertumbuhan berlebih terjadi dengan S. cerevisiae ketika biasanya ditemukan sebagai
komensal di gut manusia.
Daftar Pustaka
Beers et. al., 2004. The Merck Manual of Medical Information 2nd ed. USA : Merck & Co.
Chow, A., MS, B. & I, B., 2012. IDSA clinical practice guideline for acute bacterial
rhinosinusitis in children and adults. Clin Infect Dis, Volume 54, pp. 72-112.
Katzung, B. G., 2009. Basic & Clinical Pharmacology. 11th ed ed. USA: McGraw-Hill.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.