12

Click here to load reader

Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

TEKNOLOGI FERMENTASI DAN ENZIM

“FERMENTASI ASAM LAKTAT PADA SILASE”

Disusun Oleh :

M. Askari Zakariah

09/288529/PT/ 5771

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2012

Page 2: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

PENDAHULUAN

Hijauan makanan ternak merupakan salah satu bahan makanan

ternak yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan

kelangsungan populasi ternak ruminansia. Oleh karenanya, hijauan makanan

ternak sebagai salah satu bahan makanan merupakan dasar utama untuk

mendukung peternakan terutama bagi peternak sapi potong, perah atau

ternak ruminansia lainnya yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak

hijauan pakan ternak. Kebutuhan akan hijauan pakan akan semakin banyak

sesuai dengan bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki. Kendala

utama di dalam penyediaan hijauan pakan adalah produksinya tidak dapat

tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan

makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau

tingkat produsinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali.

Demi ketersediaan hijauan makan ternak yang tetap sepanjang tahun,

maka diperlukan teknologi pengawetan hijauan yang menjadikan kualitas

hijauan hampir sama seperti sebelum diolah. Silase merupakan salah satu

teknologi yang memiliki tujuan untuk proses pengawetan hijauan makan

ternak sehingga ketersedian sumber serat tersedia sepanjang tahun dengan

kandungan nutrisi hampir sama dengan hijauan yang tidak dibuat silase.

Page 3: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

PEMBAHASAN

Pengertian Fermentasi Asam Laktat Silase

Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan

seperti protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen

kompleks menjadi komponen sederhana (Kompiang et al.,1994). Fermentasi

merupakan proses perombakan dari struktur keras secara fisik, kimia, dan

biologis sehingga bahan dari struktur kompleks menjadi sederhana sehingga

daya cerna ternak menjadi lebih efisien (Hanafi, 2008).

Silase adalah pakan dari hijauan segar yang diawetkan dengan cara

fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40 sampai 70%), sehingga

hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat makanan/gizi di dalamnya. Proses

fermentasi yang akhir-akhir ini menjadi penting adalah fermentasi yang

menggunakan mikrobia penghasil asam laktat atau dikenal BAL. Fermentasi

tersebut berperan di bidang industri peternakan meliputi: 1) proses

pengawetan pakan baik hijauan maupun biji-bijian, 2) memperbaiki kinerja

ternak melalui peranan BAL sebagai probiotik, dan 3) berperan dalam

teknologi pasca panen atau teknologi pengawetan dan peningkatan kualitas

produk ternak yaitu susu, telur dan daging serta proses daur limbah.

Mekanisme Pembentukan Asam Laktat Pada Silase

Stefani et al. (2010), proses fermentasi silase memiliki 4 tahapan.

Tahapan pertama adalah fase aerobik, normalnya fase ini berlangsung

sekitar 2 jam yaitu ketika oksigen yang berasal dari atmosfir dan berada

diantara partikel tanaman berkurang. Oksigen yang berada diantara partikel

tanaman digunakan oleh tanaman, mikroorganisme aerob dan fakultatif aerob

seperti yeast dan enterobacteria untuk melakukan proses respirasi. Tahapan

kedua adalah fase fermentasi, fase ini merupakan fase awal dari reaksi

anaerob. Fase ini berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu

tergantung dari komposisi bahan dan kondisi silase. Jika proses silase

Page 4: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

berjalan sempurna maka BAL sukses berkembang. Bakteri asam laktat pada

fase ini menjadi bakteri predominan dengan pH silase sekitar 3,8 sampai 5.

Tahapan ketiga merupakan fase stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan

dari fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase feed-out atau fase

aerobik. Silo yang sudah terbuka dan kontak langsung dengan lingkungan

maka akan menjadikan proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi jika

terjadi kebocoran pada silo maka akan terjadi penurunan kualitas silase atau

kerusakan silase.

Kualitas silase tergantung dari kecepatan fermentasi membentuk asam

laktat, sehingga dalam pembuatan silase terdapat beberapa bahan tambahan

yang biasa diistilahkan sebagai additive silage. Macam-macam additive

silage seperti water soluble carbohydrat, bakteri asam laktat, garam, enzim,

dan asam. Penambahan bakteri asam laktat ataupu kombinasi dari beberapa

additive silage merupakan perlakuan yang sering dilakukan dalam

pembuatan silase. Pemilihan bakteri asam laktat sangat penting dalam

proses fermetasi untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik. Proses

awal dalam fermentasi asam laktat adalah proses aerob, udara yang berasal

dari lingkungan atau pun yang berasal dari hijauan menjadikan reaksi aerob

terjadi. Hasil reaksi aerob yang terjadi pada fase awal fermentasi silase

menghasilkan asam lemak volatile, yang menjadikan pH turun. pH yang

menjadi menjadikan pertumbuhan bakteri bakteri aerob menjadi terhambat

dan mati serta mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat untuk

memproduksi asam laktat. Asam laktat akan terus diproduksi sampai

mencapai puncaknya jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 sampai 4.

Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Asam Laktat

Jumlah inokulum. Penambahan BAL pada rumput raja dapat

meningkatkan kualitas fermentasi silase yang ditandai nilai pH dan

Page 5: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

konsentrasi N-NH3 yang signifikan menurun, serta konsentrasi asam laktat

dari nilai Fleigh yang signifikan meningkat dibanding silase kontrol.

Penambahan BAL dengan taraf 3%(v/b) menghasilkan kualitas fermentasi

yang lebih baik dibanding taraf 2 ataupun 4% (Antaribaba et al., 2009).

(Antaribaba et al., 2009).

Produksi asam laktat yang dihasilkan dengan adanya penambahan

inokulum akan sangat berbeda dengan tanpa pemberian inokulum. R0 (tanpa

pemberian inokuum), R1(inokulum2%), R2(inokulum 3%), dan R3(inokulum

4%). Konsentrasi VFA yang terdiri atas asam asetat, propionat, butirat

merupakan refleksi dari fermentasi yang tidak efisien atau terjadi fermentasi

sekunder.

Jumlah BAL pada awal fermentasi merupakan faktor penting yang

menentukan kualitas silase yang dihasilkan (Santoso et al.,2008). Populasi

bakteri asam laktat harus dalam jumlah yang cukup untuk proses fermentasi

yang efektif, sehingga banyak peniltian yang bertujuan untuk mencari dosis

Page 6: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

penambahan BAL yang tepat untuk menghasilkan silase yang berkualitas

yang baik. Populasi BAL secara alami terdapat pada hijauan tetapi dalam

jumlah yang bervariasi, sehingga diperlukan penambahan inokulum BAL

dalam pembuatan silase.

Konsep penambahan inokulan bakteri adalah untuk memacu

pertumbuhan BAL homofermentatif yang dapat segera menghasilkan asam

laktat untuk menurunkan pH silase. Ohmomo, et al. (2002), karakteristik

dasar yang harus dimiliki oleh inokulan bakteri asam laktat yang akan

ditambahkan dalam pembuatan silase diantaranya dapat beradaptasi pada

bahan dengan kadar air tinggi, dapat beradaptasi dengan temperatur

lingkungan, toleransi terhadap keasaman, menghasilkan bakteriosin dan

berperan sebagai probiotik.

Bakteri asam laktat merupakan mikroflora epifitik. Karakteristik dari

hasil panen hijauan seperti kandungan karbohidrat terlarut, kandungan bahan

kering akan mempengaruhi sifat kompetitif dari BAL selama proses

fermentasi silase. Bakteri asam laktat yang biasa digunakan dalam ensilage

adalah anggota genum Lactobacillus, Pedioccus, Leuconostoc, Enteroccus,

Lactococcus, dan Strepcoccus. Pada umumnya bakteri asam laktat adalah

mesofilik, dapat tumbuh pada temperatur 5 sampai 50°C, mampu untuk

menurunkan pH hingga 4,5 tergantung dari jenis bakteri dan tipe hijauannya.

Bakteri asam laktat dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu BAL homofermentatif

dan heterofermentatif (Stefani et al., 2010)

Lama Fermentasi. Periode fermentasi menjadi sangat penting untuk

menentukan waktu panen dari silase, tentunya pada saat panen syarat-syarat

silase yang berkualitas baik telah terpenuhi. Thalib et al. (2000),

menggunakan inokulum yang berasal dari rumen kerbau, maka hasil

fermenasi jerami padi yang diperam secara anaerobik selama 2 minggu telah

memenuhi kriteria sebagai silase yang bermutu baik.

Page 7: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

Thalib et al. (2000)

Jumlah substrat . Ensilage merupakan proses fermentasi glukosa

menjadi laktat, dalam prosesnya dibutuhkan substrat glukosa atau

diistilahkan water soluble carbohydrate. Jumlah minimal kandungan WSC

untuk mendukung terjadinya proses fermentasi yang baik dalam pembuatan

silase adalah sekitar 3-5% bahan kering. Spesies rumput-rumputan asal

tropis jjumlah WS jauh lebih sedikit sehingga untuk mencapai ketersediaan

level WSC yang memdai untuk mendukung terjadinya fermentasi oleh Bakteri

menjadi sangat dianjurkan.

Ridwan et al., (2005)

Pertumbuhan BAL dipengaruhi oleh kandungan WSC, sehingga

penambahan dedak padi sebagai sumber karbohidrat diharapkan mudah

larut dan dapat dengan cepat diamanfaatkan oleh BAL sebagai nutrisi

Page 8: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

pertumbuhannya. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa level dedak

padi yang ditambahkan dalam pembuatan silase yang berfungsi sebagai

WSC memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan pH silase,

kandungan total asam, ADF, NDF dibandingkan kontrol. Perlakuan antara

level dedak 1% dan 5% tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap

beberapa parameter fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian 1%

sudah mencukupi aktivitas BAL dalam pembentukan asam laktat pada proses

ensilage.

Jenis tanaman. Faktor tanaman seperti jenis tanaman akan sangat

memperlihatkan hasil yang berbeda jika dibuat silase, silase forage

dibandingkan legum akan menghasilkan produksi asam laktat yang berbeda.

Silase legum terkadang menghasilkan kadar asam butirat yang lebih tinggi

dibandingkan silase forage, sistem buffering capacity pada legum

menyebabkan penurunan pH pada silase legume tidak akan secepat

penurunan pH pada silase forage.

(Budiman, 2007)

Budiman (2007), melakukan penambahan daun gama pada proses

silase jerami padi, yaitu A (tanda daun gamal), B(10% dari berat jerami),

C(20% dari berat jerami0, D(30% dari berat jerami). Data diatas menunjukkan

bahwa terdapat peningkatan pH dengan adanya penambahan daun gmal

dalam proses ensilage, peningkatan pH ini dapat disebabkan oleh adanya

buffering capacity yang tinggi pada legum dibanding rumput. Menurut Knicky

Page 9: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

(2005), Buffering capacity dapat meningkat selama proses ensilage

disebabkan produksi asam-asam organik seperti nitrat dan asam sulfat yang

tinggi dapat menghambat penurunan pH. Protein tinggi yang terkandung

dalam silase akan menghasilkan pH silase yang cukup tinggi, karena bahan

baku yang mengandung protein tinggi akan menghambat penurunan pH

disebabkan buffering capacty diproduksi

Perlakuan sebelum ensilage. Faktor prekondisi dapat mempengaruhi

kualitas silase khususnya perlakuan pelayuan. Cavallarian et al. (2005),

menyarankan untuk menurunkan kadar air legum hingga mencapai BK

sekitar 320g/Kg dengan pemanasan oleh mesin sehingga fermentasi asam

butirat dan perombakan protein dapat ditekan.

(Despal et al., 2009).

Bruising menyebabkan BK silase sedikit lebih rendah, perombakan

protein dan bahan organik lebih tinggi, namun kadar gula yang tersisa pada

silase menjadi lebih rendah dibandingkan tanpa bruising. Tujuan bruising

yaitu untuk memberikan akses Bal untuk dapatmelakukan penetrasi tetapi

karena pH yang sulit diturunkan sehingga terjadi degradasi nutrien yang

cukup besar. Perlakuan prekondisi seperti pelayuan pada tabel diatas terlihat

dapat meningkatkan bahan kering silase, menurunkan pH, menurunkan

Page 10: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

perombakan protein dan bahan organik. WSC pada silase yang dilayukan

lebih rendah karena digunakan oleh BAL untuk menurunkan pH. Menurut

Elfrink et al. (2002), proses pelayuan juga dapat mencegah perkembangan

bakteri pembusuk seperti Clostridia.

Page 11: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

Daftar Pustaka

Antaribaba, M. A., N. K. Tero, B. T. Hariadi, dan B. Santoso. 2009. Pengaruh taraf inokulum bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi terhadap kualitas fermentasi silase rumput raja. JITV Vol 14(4):278-283.

Budiman. 2007. Pengaruh berbagai kombinasi jerami padi dengan daun gamal terhadap kualitas silase. Buletin Nutrisi dan Makanan ternak. Vol 6(1):47-53.

Cavallarian, L., S. Antoniazzi and E. Tobacco. 2005. Effect of wilting and mechanical conditioning on proteolysis in sainfoin wilted herbage and silage. J. Sci. Food Agric. 85: 831-838Hanafi, N.D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Despal, dan I. G. Permana. 2009. Prekondisi dan penggunaan aditif organik pada ensilase sebagai upaya penyediaan hijauan sapi perah berkualitas secara berkesinambungan di KPSBU Lembang. Laporan akhir Hibah Kompetitif Peniltian sesuai Prioritas Nasional Batch II. IPB. Bogor.

Elfrink, S.J and F. Driehuis. 2000. Silage fermentation processes and their manipulation. Proceedings of the FAo Electronic Conference on Tropical Silage.

Knicky, M. 2005. Possibilites to improve silage conservation. Effect of crop, ensiling tecnology and additive. Faculty of veterinary medicine and animal science. Uppsa.

Kompiang, L.P., J. Dharma, T. Purwadaria, A. Sinurat, dan Supriyati. 1994. Protein enrichment: Study cassava enrichment melalui bioproses biologi untuk ternak monogastrik. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 1993/1994. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Ohmomo, S., O. Tanaka, H. K.Kitamoto, and Y. Cai. 2002. Silage and microbial performance, old story but new problem. JARQ Vol 36(2):59-71.

Ridwan, R., G. Kartina, dan Y Widyastuti. 2005. Pengaruh penmabahn dedak padi dan Lactobacillus plantarum dalam pembuatan silase rumput gajah. Media peternakan Vol 28(3):117-123.

Page 12: Fermentasi Asam Laktat Pada Silase

Santoso, B., B. T. Hariadi, H. Manik, dan H. Abubakar. 2008. Kualitas rumput unggul tropika hasil ensilase dengan bakteri asam laktat dari ekstrak rumput terfermentasi. Media peternakan Vol 32(2):137-144.

Stefani, J. W. H., F. Driehuis, J. C. Gottschal, and S. F. Spoelstra. 2010. Silage fermentation processes and their manipulation: 6-33. Electronic conference on tropical silage. Food Agriculture Organization.

Thalib, A., J. Bestary., Y.widyawati, dan D. Suherman. 2000. Pengaruh perlakuan silase jerami padi dengan mikrobia rumen kerbau terhadap daya cerna dan ekosistem rumen sapi. JITTV Vol 5(1): 276-281

.