Upload
nguyendan
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ARTIKEL
PENELITIAN
JUDUL :
PROFESIONALISME APARATUR
DI KANTOR CAMAT RUMBAI KOTA PEKANBARU
Oleh :
Dra. Hj Hernimawati, MSi (Ketua)
Dra. Hj Prihati, MSi (Anggota)
Sudaryanto, SP. MSi (Anggota)
Kegiatan Penelitian Ini Dibiayai Oleh APBF
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning
Berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
TAHUN 2013
PROFESIONALISME APARATUR
DI KANTOR CAMAT RUMBAI KOTA PEKANBARU
Oleh : Hernimawati, Prihati dan Sudaryanto
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning
Abstrak
PNS di Kantor Camat dalam memberikan pelayanan kepadamasyarakat masih terkesan pilih kasih, terdapat perbedaan perlakuan danpelayanan antara orang yang dikenal, berpenampilan rapi dan pejabatatau pegawai dibandingkan dengan orang yang tidak dikenal, penampilankurang rapi dan masyarakat biasa. Para pegawai Kantor Camat kurang berani mengambil keputusan dalam menyelesaikan permasalahanyang dihadapi dan kemudian menyerahkan pengambilan keputusankepada atasannya (Sekcam atau Kepala Seksi), walaupunkadang-kadang persoalan tersebut hanya permasalah sepele. Haltersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Kantor Camat khususnyadan Kota Pekanbaru untuk membangun aparatur yang professional guna menjalan fungsinya sebagai salah satu instansi penyelenggarapelayanan publik. Dari kondisi tersebut dilakukan penelitian dengan tujuan pertama, mendeskripsikan dan menganalisis profesionalitas aparatur Pemerintah dalam menjalankan tugas danfungsi organisasi secara profesional terutama dari aspekresponsifitas dan inovasi. Kedua, menganalisis faktor-faktor apa saja yang dihadapi danmempengaruhi Pemerintah dalammengembangkan aparat yang profesional ditinjau dari aspekresponsifitas dan inovatif dalam menjalankan tugas dan fungsiorganisasi.
Penelitian di lakukan di Kantor Camat Rumbai Kota Pekanbaru. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini aparatur Kantor Camat Rumbai dan warga masyarakat yang berada di lingkungan kecamatan.Sampel pada penelitian ini adalah aparatur Kantor Camat dan warga masyarakat. Dengan cara metode insidentil sampling 20 persen, dengan jumlah 50 orang. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Untuk menghimpun data yang diperlukan, maka dipergunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan kuestioner. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data penelitian kualitatif.
Setelah mencermati dan mengkaji tentang profesionalismeaparatur di Kantor Kecamatan Rumbai maka ditarik suatu kesimpulan. Pertama, aparatur Kantor Camat Rumbai memiliki tingkat responsifitas yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tanggapnya menyikapi aspirasi masyarakat dalam penyelenggaran pemerintahan. Kedua, aparatur Kantor Camat Rumbai sudah cukup berhasil melaksanakan inovasi penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya meraih juara III dalam lomba Tingkat Kota Pekanbaru dari seluruh kategori.Kata Kunci: Proesionalisme dan Aparatur
PROFESSIONALISM APPARATUSAt the district office tassel CITY Pekanbaru
By:Hernimawati, Prihati and Sudaryanto
Faculty of Administrative Sciences Lancang Kuning
AbstractPNS in Head Office in providing services kepadamasyarakat still
impressed favoritism, there is a difference between the treatment danpelayanan known, well groomed and pejabatatau employees compared with strangers, penampilankurang neat and ordinary people. Head Office employees are less willing to take a decision in the face and then finish permasalahanyang keputusankepada decision handed his boss (Sekcam or Section Head), walaupunkadang Sometimes these issues only trivial problems. Haltersebut a challenge for Head Office khususnyadan Pekanbaru City to build a professional apparatus to function as the one running the penyelenggarapelayanan public agencies. Of these conditions with the aim of the research is done first, to describe and analyze the professionalism of government officials in performing their duties in a professional organization danfungsi mainly from aspekresponsifitas and innovation. Second, analyzing what factors faced danmempengaruhi dalammengembangkan Government officials aspekresponsifitas terms of professional and innovative in performing their duties and fungsiorganisasi.
Research done at the District Office Rumbai Pekanbaru. As for the population in this study Tassel Head Office personnel and members of the community who are in kecamatan.Sampel environment in this study is the Head Office personnel and community residents. By way of incidental sampling method of 20 percent, with the number of 50 people. The type of data in this study is primary data and secondary data. To gather the necessary data, then the data collection techniques used through observation, interviews and questionnaires. Methods of data analysis in this study uses qualitative research data analysis.
After looking at and reviewing about profesionalismeaparatur at the District Office Rumbai then drawn a conclusion. First, the apparatus Tassel Head Office has a fairly high level of responsiveness. This is evidenced by the response of the community in addressing the aspirations of the government organizing. Secondly, the apparatus is sufficient Tassel Head Office successfully implement innovation governance. This is evidenced by the success won third prize in the competition level of the entire category of Pekanbaru.Keywords: Proesionalisme and Apparatus
A. PendahuluanDalam era globalisasi dewasa ini salah satu tantangan besar yang dihadapi
oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah adalah bagaimana menampilkan
aparatur yang profesional, memiliki etos kerja yang tinggi, keunggulan kompetitif
dan kemampuan memegang teguh etika birokrasi dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dan memenuhi aspirasi masyarakat serta terbebas dari Kolusi, Korupsi
dan Nepotisme.Tantangan tersebut merupakan hal yang beralasan mengingat
secara empirik masyarakat di daerah menginginkan agar aparat pemerintah dalam
menjalankan tugas-tugasnya dapat bekerja secara optimal yang akhirnya dapat
memberikan pelayanan yang terbaik terhadap masyarakat.
Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatuadministrasi.
Dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja,hirarki kewenangan,
impersonalitas hubungan, pengaturan perilaku, dankemampuan teknis dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebagaipenyelenggara administrasi
pemerintahan. Sebagaimana yangdigambarkan oleh Weber (1864-1920), bahwa
Birokrasi adalah organisasidimana kekuasaan sepenuhnya berada ditangan para
pejabat resmi yangmemenuhi persyaratan keahlian (technical skills).
Sebagai suatu organisasi modern, birokrasi pada dasarnya memilikilima
elemen dasar sebagai berikut:satu, the strategic-apex, atau pimpinanpuncak yang
bertanggungjawab penuh atas berjalannya roda organisasi:dua, the middle-line,
pimpinan pelaksana yang bertugas menjembatanipimpinan puncak dengan
bawahan: tiga, the operating-core, bawahanyang bertugas melaksanakan
pekerjaan pokok yang berkaitan denganpelayanan dan produk organisasi: empat,
the technostructure, ataukelompok ahli seperti analis, yang bertanggungjawab
bagi efektifnyabentuk-bentuk tertentu standardisasi dalam organisasi: lima, the
supportstaff,atau staf pendukung yang ada pada unit, membantu
menyediakanlayanan tidak langsung bagi organisasi.
Bekerjanya birokrasi berdasarkan hirarki kewenanganmemungkinkan
terjadinya kontrol yang efektif dan kinerja yang positif.Apalagi jika kewenangan
yang dimiliki oleh pimpinan puncak (thestrategic-apex) didesentralisasikan
kepada pimpinan pelaksana (themiddle-line). Struktur yang telah
didesentralisasikan tersebutmemungkinkan terciptanya birokrasi profesional yang
berdampak kepadapeningkatakan kinerja organisasi dimana birokrasi dapat
menjadibertanggung-gugat dengan adanya kewenangan yang
didelegasikantersebut.
Adanya keteraturan cara kerja yang terikat kepada peraturan yangada
dalam pandangan Weber bertujuan untuk menjamin tercapainyakesinambungan
tugas dan peran pemerintahan. Namun jika aturan maintersebut diterapkan secara
kaku (rigid) maka akan melahirkan birokrasitidak profesional yang terefleksikan
dalam menjalankan tugas danfungsinya terikat kepada aturan yang berlaku (rule-
drivenprofessionalism) dan menjadikan birokrasi tidak responsif dan inovatif.
Apabila birokrasi tidak terlalu terikat kepada petunjuk pelaksana danaturan
baku pelaksanan tugas tapi lebih digerakkan oleh misi yang ingindicapai oleh
organisasi (mission-driven professionalism) maka akanterwujud birokrasi
profesional yang menjalankan tugas dan fungsinyasecara efektif, efisien, inovatif,
dan mempunyai etos kerja tinggi(Tjokrowinoto, 2006:191).
Dalam perspektif administrasi publik Indonesia dikenal berbagaimacam
patologi yang membuat birokrat atau aparat tidak professional dalam menjalankan
tugas dan fungsinya antara lain adalah rendahnyamotivasi untuk melakukan
perubahan dan berinovasi. Patologi ini terjadisebagai konsekuensi dari
keseluruhan perilaku dan gaya manajerial yangsering digunakan oleh manajemen
puncak (the strategic-apex) padahirarki organisasi publik. Gaya manajerial dan
leadership yang bersifatfeodalistik dan paternalistik berpengaruh besar terhadap
kinerja organisasi(Siagian,2000) sehingga jajaran birokrasi tingkat menengah dan
bawahtakut untuk melakukan dan mengambil langkah langkah baru dalam
upayapeningkatan pelayanan publik. Rendahnya keinginan melakukanperubahan
dan inovasi dalam hal ini juga disebabkan oleh gayamanajerial yang tidak
kondusif bagi terciptanya birokrasi yang responsive dan inovatif. Tidak
mengherankan jika kemampuan kerja organisasi danjajarannya menjadi rendah.
Dalam pandangan manajemen puncak “prostatus-quo” seperti itu, segala
perubahan yang terjadi dalam hal ilmupengetahuan, teknologi komputer,
teknologi informasi, dianggap sebagaisebuah ancaman bagi kelangsungan karier
dan jabatannya.
Patologi yang lain adalah ketidakmampuan berkembang
danmengembangkan diri. Baik atau buruknya pelayanan publik yang
diberikanoleh birokrasi sangat berhubungan dengan kemampuan dan kualitas
daribirokrasi itu sendiri. Kemampuan birokrat pemerintahan selain
dibentukmelalui pengembangan dan peningkatan pengetahuan dan
keahlianindividu juga sangat dipengaruhi oleh sistem organisasi seperti
orientasikerja, struktur organisasi, model kepemimpinan serta renumerasi
yangditerima oleh aparatur.
Hal lain yang menjadi penyebab mendasar adalah dimana
prosesrekruitmen pegawai baru seringkali mengabaikan aspek meritokrasi
dankebutuhan organisasi. Tidaklah mengherankan jika dalam praktek,birokrasi
Indonesia sering kewalahan dalam mengantisipasi setiapperubahan dan aspirasi
baru. Dampak dari hal itu adalah terjadinyapenurunan mutu kerja organisasi dan
mutu pelayanan publik.
Seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa aparat cenderungenggan
melakukan perubahan dan inovasi, selain disebabkan oleh gayamanajerial dalam
organisasi publik, patologi tersebut juga disebabkankarena iklim dan kondisi
dalam organisasi birokrasi yang cenderungmemberikan insentif kepada pegawai
yang loyal dari pada pegawai yangkreatif dan inovatif. Birokrasi dituntut lebih
peka terhadap berbagaiperubahan dan mencari pendekatan baru bagi
pengembangan pelayanankepada publik. Serta meninggalkan proses pelayanan
yang sangatprosedural dan birokratis. Keberadaan aturan formal bukan
dijadikanalasan untuk tidak memperbaiki cara kerja yang responsif serta bermain
diatas aturan guna mensahkan setiap tindakan. Pekerjaan yang sebetulnyadapat
dikerjakan secara cepat dan singkat dibuat menjadi lama danmemerlukan biaya
besar. Pembuatan KTP, kartu keluarga dan aktakelahiran bisa menjadi contoh
bagaimana birokrat tingkat bawah telahterkontaminasi oleh perilaku perilaku
negatif yang selama ini lebihdidominasi manajemen atas.
Berkaitan dengan teridentifikasinya sedikit patologi diantara sekianbanyak
patologi yang pada akhirnya membuat birokrasi menjadi kurangresponsif dan
inovatif, maka topik pembicaraan mengenaipenyelenggaraan pemerintahan
kembali mendapat tempatnya.Bergulirnya angin perubahan (wind of change) pada
tahun 2009 dengan terbentuknya Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasisebagai kelanjutan bangsa Indonesia untuk lebih
seriusmembenahi kinerja organisasi pemerintah dan meraih kembalikepercayaan
masyarakat yang sempat mengalami krisis.
Mengingat urgensitas peran aparatur dalam menyelenggarakanperan dan
fungsinya, perlu kiranya dicari dan dirumuskan suatupendekatan strategis untuk
membangun wajah baru aparatur professional yang handal, tanggap, inovatif
fleksibel dan tidak prosedural dalammemberikan pelayanan dan penyelenggaraan
pembangunan. Peranpemerintah yang selama ini sebagai ruler seharusnya diubah
menjadifasilitator seperti dikatakan oleh Osborne dan Gaebler (2002:29),
dengansepuluh prinsip Mewirausahakan Birokrasi, yang
memperkenalkanparadigma baru dengan menempatkan birokrasi sebagai
fasilitator bukansebagai ruler atau patron. Walaupun upaya untuk mewujudkan
birokrasipemerintahan yang responsif dan inovatif dengan memposisikan
dirisebagai fasilitator bukan pekerjaan yang mudah, namun upaya
untukmewujudkan cita-cita tersebut tetap harus diupayakan demi
memberikanpelayanan yang baik kepada publik dan mampu memperbaiki
citrabirokrasi Indonesia yang selama beberapa dasawarsa banyakmenimbulkan
citra negatif dan telah kehilangan legitimasi dimatamasyarakat.
Tugas-tugas pemerintah pusat, sesuai amanat Undang-UndangNomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagianwewenang didelegasikan kepada
Daerah Provinsi dan Kota/ Kota.Dalam lingkup yang lebih sempit, pemerintah
daerah Kota/ kotamengemban tugas birokrasi, dalam pemberian pelayanan
bagimasyarakat mendelegasikan sebagian kewenanganannya melaluiperpanjangan
tangan lewat Camat instansi yang dimiliki. Salah satu lembaga eksekutif adalah
Kantor Camat. Kota Pekanbaru sebagai salah satu daerahotonom di Riau juga
mengemban tugas-tugas pemerintahandaerah sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun2004. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Pemerintah Kota Pekanbaru dibantu oleh Badan, Camat, Kantor dan Unit
Pelaksana Teknis.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru nomor 20tahun 2003
tentang Orgainisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Pekanbaru, Kantor
Camat berkedudukan sebagaiPerangkat Kota yang mempunyai wilayah kerja
tertentu dandipimpin oleh Camat yang berada di bawah dan bertanggung
jawabkepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Camat mempunyai tugas pokok
melaksanakan kewenanganyang dilimpahkan oleh Walikota dalam
menyelenggarakan pemerintahan,pembangunan dan pembinaan kepada
masyarakat dalam wilayah Camat serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya
yang tidaktermasuk dalam pelaksanaan tugas Perangkat Daerah dan atau
instansilainnya.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Camat menyelenggarakan
fungsi :
a. Pengkoorcamatian dan penyelenggaraan pemerintahan dan keagrariaan,
pembinaan pemerintahan kelurahan dan pelayanan masyarakat.
b. Penyelenggaraan kegiatan pembinaan ekonomi pembangunan,partisipasi
masyarakat, idiologi negara dan keksatuan bangsa sertaketentraman,
ketertiban wilayah.
c. Penyusunan program pembinaan administrasi, ketatausahaan, danrumah
tangga di wilayahnya.
Camat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannyaperlu didukung
sejumlah pegawai yang disesuaikan dengan kebutuhandan besarnya
tanggungjawab serta luas wilayah yang dilingkupi.Dalam hal ini Kantor Camat
memiliki pegawai yangterdiri dari pegawai negeri sipil, tenaga honorer daerah,
dantenaga wiyata bhakti.
Pegawai negeri sipil dilingkungan Kantor Camat berlatar belakang
pendidikansarjana strata 1 (S-1), S-2 dan SMP. Kenyataan ini diharapkan mereka
mampumenganalisis dinamika lingkungan kerja dan lingkungan eksternal
sepertiperubahan kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi. Kenyataan
dilapangan tidak demikian, dalam menghadapi tuntutan pelayanan
kepadamasyarakat yang semakin majemuk masih menghadapi kendala-kendala.
PNS di Kantor Camat dalam memberikan pelayanan kepadamasyarakat
masih terkesan pilih kasih, terdapat perbedaan perlakuan danpelayanan antara
orang yang dikenal, berpenampilan rapi dan pejabatatau pegawai dibandingkan
dengan orang yang tidak dikenal, penampilankurang rapi dan masyarakat biasa.
Para pegawai Kantor Camat kurang berani mengambil keputusan dalam
menyelesaikan permasalahanyang dihadapi dan kemudian menyerahkan
pengambilan keputusankepada atasannya (Sekcam atau Kepala Seksi),
walaupunkadang-kadang persoalan tersebut hanya permasalah sepele. Haltersebut
menjadi tantangan tersendiri bagi Kantor Camat khususnyadan Kota Pekanbaru
untuk membangun aparatur yang professional guna menjalan fungsinya sebagai
salah satu instansi penyelenggarapelayanan publik.
Faktor sistem dan kondisi yang ada juga ikut mempengaruhiterbentuknya
birokrat profesional yang handal serta respon terhadapdinamika perubahan dan
aspirasi masyarakat. Perubahan menuju modelkerja yang positif dalam
menjalankan roda pemerintahan danmenyelenggarakan pelayanan publik yang
bermental entrepreneur sertaperubahan gaya kepemimpinan dari autokratis
menuju gayakepemimpinan yang demokratis dan pembaharu serta didukung
denganmodel penghargaan yang mencerminkan rasa keadilan diyakini
lebihmampu memotivasi prestasi kerja aparatur daripada sekedarmeningkatkan
kemampuan dan keahlian aparatur yang pada akhirnyaakan masuk dalam
lingkaran birokrasi yang tidak sehat.
Camat sebagai salah satu instansi yang menyelenggarakanpelayanan
publik khususnya yang berkaitan dengan perijinan danpenerbitan Kartu Keluarga
dan KTP dituntut bekerja secara professional serta mampu secara cepat merespon
aspirasi dan tuntutan publik danperubahan lingkungan lainnya dengan cara kerja
yang lebih bersahajadan berorientasi kepada masyarakat daripada berorientasi
kepada atasanseperti yang terjadi selama ini dalam lingkungan birokrasi publik.
Beberapa contoh yang pernah terjadi adalah adanya penolakan
daripegawai Camat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakatdengan
alasan persyaratan kurang seperti tidak membawa suratkehilangan dari Polsek,
tidak ada keterangan dari kelurahan atau alasan lain.Berbeda halnya apabila
pegawai tersebut diminta tolong oleh Camat atauPimpinan Muspika untuk
memberikan pelayanan kepada kenalan ataukerabat mereka. Syarat-syarat yang
seharusnya berlaku bagi seluruhlapisan masyarakat tidak diberlakukan karena
alasan kedekatan atauperintah atasan walaupun tidak sesuai aturan.
Kenyataan lain di lapangan, dalam memberikan pelayanan
kepadamasyarakat, para pegawai masih jauh dari kata profesional.
Seringkaliapabila ada masyarakat yang membutuhkan pelayanan dibiarkan
begitusaja tanpa dipedulikan. Masyarakat harus bertanya terlebih dahulu
untukmeminta pelayanan, tak jarang pula pelanggan harus pulang karenasyarat-
syarat untuk mendapatkan pelayanan kurang lengkap karena tidakada papan
petunjuk yang menunjukkan dan menerangkan tentang proses,prosedur dan biaya
pelayanan.
Di sisi yang lain, para pegawai sering membedakan penilaian
danpelayanan kepada masyarakat yang akan meminta pelayananberdasarkan
penampilan, kekerabatan atau kenal tidak, etnis dan pejabatatau bukan. Orang
yang berpenampilan rapi akan mendapatkan perlakuanberbeda dengan orang yang
berpenampilan kurang rapi atau terkesan”orang kelurahan”. Etnis-etnis tertentu
akan dikenakan biaya yang mahal ataulebih tinggi dari ketentuan yang berlaku,
demikian juga apabila adapelanggan yang dikenal oleh petugas atau
pejabat/keluarga pejabat akanmendapatkan pelayanan lebih dahulu atau diberikan
pelayanan khusus.
Dilain pihak para pegawai bekerja berdasarkan aturan kebiasaanyang
berlaku bukan berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masingyang telah
dijabarkan dalam uraian tugas masing-masing seksidan staf yang ada di dalamnya.
Apabila menghadapi kasus yang belumpernah dijumpai, maka dia akan
berkonsultasi terlebih dulu ataumelimpahkan kepada atasan.
B. Tinjauan PustakaSalah satu harapan masyarakat (selaku konsumen pelayanan) adalah
menginginkan pelayanan yang adil dan merata. Bentuk pelayanan yang adil dan
merata, hanya dimungkinkan oleh kesiapan psikologis birokrat pemerintah yang
senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial (social change) dan
dinamika masyarakat sebagai sasaran pelayanannya. Dalam konteks ini pelayanan
menjadi kewajiban dan tanggungjawab birokrasi dalam mengadopsi perubahan
dan kebutuhan sosial yang berdasarkan atas profesionalisme dan nilai-nilai
kemanusian.Mengingat sangat pentingnya eksistensi Sumberdaya Manusia dalam
bidang kegiatan pemerintahan disebutkan dalam penjelasan umum Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan
aparatur, khususnya pegawai negeri. Oleh karena itu setiap aparatur dituntut untuk
dapat melakukan tugas dan fungsinya secara profesional.Namun dalam
kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah untuk terbentuk dengan sendirinya.
Pandangan lain seperti Siagian (2008:163) menyatakan bahwayang
dimaksud dengan profesionalisme adalah “keandalan dalampelaksanaan tugas
sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yangtepat, cermat, dan dengan
prosedur yang mudah dipahami dan diikuti olehpelanggan”.Terbentuknya aparatur
profesional menurut pendapat diatasmemerlukan pengetahuan dan keterampilan
khusus yang dibentuk melaluipendidikan dan pelatihan sebagai instrumen
pemutakhiran. Denganpengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh
aparaturmemungkinkan terpenuhinya kecocokan antara kemampuan
aparaturdengan kebutuhan tugas merupakan syarat terbentuknya aparatur
yangprofesional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arahdan
tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi. Apabila suatuorganisasi
berupaya untuk memberikan pelayanan publik secara primamaka organisasi
tersebut mendasarkan profesionalisme terhadap tujuanyang ingin dicapai.
Menurut Siagian (2008) profesionalisme diukur dari segikecepatannya
dalam menjalankan fungsi dan mengacu kepada proseduryang telah
disederhanakan. Menurut pendapat tersebut, konsepprofesionalisme dalam diri
aparat dilihat dari segi:
a. Kreatifitas (creativity).Kemampuan aparatur untuk menghadapi hambatan
dalammemberikan pelayanan kepada publik dengan melakukan
inovasi.Hal ini perlu diambil untuk mengakhiri penilaian miring
masyarakatkepada birokrasi publik yang dianggap kaku dalam
bekerja.Terbentuknya aparatur yang kreatif hanya dapat terjadi
apabila:terdapat iklim yang kondusif yang mampu mendorong
aparaturpemerintah untuk mencari ide baru dan konsep baru
sertamenerapkannya secara inovatif: adanya kesediaan pemimpin
untukmemberdayakan bawahan antara lain melalui partisipasi
dalampengambilan keputusan yang menyangkut pekerjaan, mutu
hasilpekerjaan, karier dan penyelesaian permasalahan tugas.
b. Inovasi (innovasi). Perwujudannya berupa hasrat dan tekad untuk mencari,
menemukan dan menggunakan cara baru, metode kerja baru,dalam
pelaksanaan tugasnya. Hambatan yang paling mendasardari perilaku
inovatif adalah rasa cepat puas terhadap hasilpekerjaan yang telah dicapai.
c. Responsifitas (responsivity). Kemampuan aparatur dalam mengantisipasi
dan menghadapiaspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan
pengetahuanbaru, birokrasi harus merespon secara cepat agar tidak
tertinggaldalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Salah satu faktor yang menghambat kelancaran dan efektifitasbirokrasi
publik adalah tidak profesionalnya aparatur birokrasi publik dalammenjalankan
fungsi dan tugas. Tidak profesionalnya aparatur birokrasipublik Indonesia dapat
dilihat dari banyaknya temuan para pakar danpengalaman pribadi masyarakat di
lapangan tentang pelayanan public yang diselenggarakan birokrasi. Lambannya
birokrasi dalam meresponaspirasi publik serta pelayanan yang terlalu prosedural
(red tape)merupakan sedikit contoh diantara sekian banyak ketidakberesan dalam
dunia birokrasi publik Indonesia.
Menurut Siagian (2000:164) faktor-faktor yang menghambatterciptanya
aparatur yang profesional antara lain lebih disebabkanprofesionalisme aparatur
sering terbentur dengan tidak adanya iklim yangkondusif dalam dunia birokrasi
untuk menanggapi aspirasi masyarakatdan tidak adanya kesediaaan pemimpin
untuk memberdayakan bawahan.Pendapat tersebut meyakini bahwa sistem kerja
birokrasi public yang berdasarkan juklak dan juknis membuat aparat menjadi tidak
responsif serta juga karena tidak berperannya pemimpin sebagaipengarah
(katalisator) dan pemberdaya bagi bawahan.
Menurut Solihin (2007) :wujud nyata kompetensi dapat dilihat dari upaya
penilaian dariprinsip profesionalisme dan kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan
terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme Aparatur pemerintah
dayamanusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatankualitas
Aparatur pemerintah daya manusia.Indikator minimal untuk mengukur
profesionalisme adalahBerkinerja tinggi; Taat asas; Kreatif dan inovatif; Memiliki
kualifikasidi bidangnya. Sedangkan perangkat Pendukung Indikator adalahstandar
kompetensi yang sesuai dengan fungsinya; Kode etikprofesi; Sistem reward and
punishment yang jelas; Sistempengembangan Aparatur pemerintah daya manusia
(SDM); dan Standarindikator kinerja.
Menurut Numberi (2008) sebagai upaya untuk merespon aspirasipublik
yang juga sebagai bagian dari perubahan lingkungan maka perludiambil tindakan
sebagai berikut :Serangkaian tindakan yang perlu ditempuh pemerintah
untukmerespon aspirasi publik dan perkembangan lingkungan denganserangkaian
tindakan efisiensi yang meliputi pemghematan strukturorganisasi, penyederhanaan
prosedur, peningkatan profesionalismeaparatur menuju peningkatan pelayanan
publik.Upaya untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan
penerapanmanajemen modern untuk penataan kelembagaan sebagai salah
satukecenderungan global.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perubahan lingkungan yangterjadi
seperti perubahan sikap dan tuntutan masyarakat yang meningkatserta kemajuan
teknologi yang demikian pesatnya telah menimbulkanperubahan dalam berbagai
segi dan aspek kehidupan. Konsekuensiterhadap perubahan lingkungan tersebut
menuntut aparat untuk bekerjalebih profesional antara lain dengan cara merespon
dan mengakomodasiaspirasi publik kedalam kegiatan dan program pemerintah.
Menurut Lenvine et.al (Dwiyanto, 2008:7) bahwa yang dimaksuddengan
responsifitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenalikebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, danmengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengankebutuhan dan aspirasi
publik.Selanjutnya dijelaskan oleh Dwiyanto (2008:7) bahwa
responsifitasberkaitan dengan kecocokan dan keselarasan antara program
dankegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Menurut Siagian (2008:165) yang dimaksud dengan responsifitassebagai
bentuk kemampuan birokrasi dalam mengantisipasi danmenanggapi aspirasi baru,
kebutuhan baru dan tuntutan baru darimasyarakat.Pentingnya mewujudkan apa
yang telah direspon tersebut kedalamprogram dan kegiatan pelayanan adalah
merupakan bentuk darikewajiban birokrasi dan pengabaian terhadap hal tersebut
akanberdampak kepada kekecewaan masyarakat yang pada gilirannyamungkin
berakibat kepada timbulnya “krisis kepercayaan” kepadapemerintah.
Menurut Solihin (2007) :daya tanggap (responsiveness) Indikator Minimal
Tersedianyalayanan pengaduan berupa crisis center, Unit PelayananMasyarakat
(UPM), kotak saran, dan kotak surat yang mudahdiakses masyarakat. Adanya
standar dan prosedur dalammenindaklanjuti laporan dan pengaduan. Sedangkan
PerangkatPendukung Indikator adalah standar pelayanan minimal, prosedurdan
layanan pengaduan, hotline; fasilitas akses infomasi yangbebas biaya.Benang
merah uraian di atas adalah bahwa yang dimaksud denganresponsifitas merupakan
kemampuan aparatur dalam mencermatiperubahan lingkungan (perubahan
kebutuhan dan tuntutan publik sertakemajuan teknologi) dan merefleksikannya
dalam bentuk program danpelayanan yang berorientasi kepada masyarakat.
Inovasi merupakan kelanjutan dari sebuah kreatifitas birokrasimelalui
respon yang ada dari perubahan lingkungan. Inovasi dalam duniabirokrasi publik
seringkali menghadapi hambatan dan benturan darikeberadaan aturan formal dan
rendahnya sikap pemimpin yang visionerdalam lingkungan birokrasi
publik.Inovasi menunjukkan bahwa birokrasi menemukan dan melakukanproses
kerja baru yang bertujuan untuk menjadikan pekerjaan danpelayanan menjadi
lebih baik, hal tersebut diperkuat oleh Ashkensdkk,1995 (Thoha, 2007:16) sebagai
berikut : “Suatu organisasi yangprofesional dan modern berusaha untuk selalu
berorientasi kepadapelanggan (publik) dan berusaha mendorong dan menghargai
kreatifitasanggota”.
Kondisi dewasa ini adalah kondisi dimana birokrasi publik
Indonesiadihadapkan dengan lingkungan kerja yang tidak kondusif bagi
terciptanyainovasi dan kurang menghargai kreatifitas yang ada di
dalamnya.Inovasi tidak hanya bertujuan untuk menciptakan suatu model kerjabaru
tetapi juga bertujuan untuk mencapai suatu kepuasan kerja bagiindividu maupun
organisasi dan kepuasan pelayanan bagi masyarakat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Siagian (2008:164) bahwa
“Inovasimerupakan sebuah hasrat dan tekad untuk selalu mencari,
menemukanserta menggunakan cara kerja baru, metode kerja baru, dan teknik
barudalam pelaksanaan pekerjaan demi kepuasan kerja organisasi dankepuasan
masyarakat”.Tindakan dan upaya untuk melakukan inovasi khususnya dalamdunia
birokrasi Indonesia perlu mendapat dukungan dan penghargaanserta
menghilangkan segala bentuk hambatan seperti proses kerja yangsangat
prosedural dan adanya pengawasan yang super ketat terhadapaparatur dalam
menjalankan tugas dan fungsi organisasi denganmendasarkan kepada aturan baku
tersebut. Pengabaian terhadap nilaiorganisasi yang tertuang dalam visi-misi
organisasi hanya akan membuatbirokrasi menjadi kaku dan tidak responsif
terhadap perubahanlingkungan.
Dengan mendasarkan pemikiran berdasarkan keterangan diatasdapat
disimpulkan bahwa inovasi menjadi sangat penting dan menkelurahankuntuk
dilakukan guna menghadapi perubahan lingkungan yang dinamisserta pentingnya
memberikan insentif bagi birokrasi publik termasukaparatur yang ada di dalamnya
guna menumbuhkan iklim kompetisi yangpositif dimana aparat dapat
menjalankan tugas dan fungsi organisasisecara giat.
Keberadaan visi-misi sangat diperlukan bagi organisasi untukmenentukan
arah dan tujuan dari sebuah organisasi. Menurut Wahyudi(2006:38) yang
dimaksud dengan “visi” adalah cita-cita dimasa depanyang ada dalam pemikiran
para pendiri sebuah organisasi, dan yangdimaksud “misi” merupakan upaya-upaya
konkrit yang ditempuh untukmewujudkan visi tersebut. Menurut Ancok (1999)
yang dimaksud denganvisi-misi organisasi adalah:Harapan tentang masa depan
organisasi yang realistik, dapatdicapai dan menarik yang dijabarkan dalam misi
sebagaipernyataan untuk apa organisasi dibangun. Sedangkan ciri efektifdari visi
yang efektif adalah terfokus, jelas, mengandung sesuatuhal yang mulia serta
peluang sukses untuk mencapainya cukupbesar.
Keberadaan visi diperlukan untuk setiap organisasi gunamenentukan cita-
cita yang ingin dicapai namun cita-cita tersebuthendaknya bersifat realistik dan
tidak terlalu normatif. Dalam pandanganSiagian (2008:168) menyatakan sebagai
berikut :Visi merupakan bintang penuntun bagi suatu organisasi termasuknegara
yang didirikan untuk tujuan tertentu, tidak perludipersoalkan siapa yang
menetukan tujuan tersebut akan tetapibagaimana menumbuhkan persepsi yang
sama dari semua pihakdalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan tersebut
denganmenetapkan misi sebagai langkah-langkah utama yang harusdiemban
dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.
Visi-misi yang baik tentunya merupakan hasil dari suatukebersamaan
dalam organisasi dan juga menyesuaikan terhadapkemampuan individu serta
kemampuan finansial yang dimiliki organisasi.Agar visi-misi organisasi tidak
menjadi sekedar hiasan dinding serta lemariorganisasi maka harus disosialisasikan
kepada aparatur untukdiaplikasikan kedalam pelaksanan tugas dan fungsi
organisasi. Dalampandangan Salusu (2008) dijelaskan bahwa misi yang
baikmengekspresikan produk atau pelayanan apa yang dihasilkan, kebutuhanapa
yang ditanggulangi, sasaran dari pelayanan, bagaimana kualitaspelayanan
tersebut, dan apa yang diinginkan oleh organisasi dalam masadepan.
Menurut Osborne dan Gaebler (2008:133) terdapat beberapakeunggulan
organisasi yang digerakkan oleh misi antara lain adalah :”Organisasi yang
digerakkan oleh misi lebih efisien, lebih efektif, lebihinovatif, lebih fleksibel dan
lebih mempunyai semangat ketimbangorganisasi yang digerakan oleh
peraturan”.Dengan mendasarkan pemikiran kepada pendapat para pakardiatas,
maka disimpulkan arti penting keberadaan visi-misi bagi organisasiuntuk
menentukan tujuan apa yang hendak dicapai oleh organisasi padamasa depan.
Demikian juga halnya dengan profesionalisme aparatur Pemerintah khususnya
ditinjau dari aspekresponsifitas dan inovasi sangat ditentukan oleh kejelasan arah
dan tujuandari organisasi Camat yang diharapkan mampu menciptakan
orientasikerja dan pemahaman nilai terhadap pentingnya pelayanan publik
yangbaik.
Struktur bagi suatu organisasi sangat berguna untuk memperjelasdan
memahami tugas dan fungsi masing masing bagian dalam suatuorganisasi.
Dengan struktur, tugas masing masing bagian dalamorganisasi menjadi jelas.
Struktur yang baik adalah struktur yangberorientasi kepada visi-misi organisasi
yang pada akhirnya dapatmeningkatkan kinerja organisasi dan profesionalisme
jajaran di dalamnya.Menurut Gibson (2008:101) dinyatakan bahwa yang
dimaksuddengan struktur organisasi sebagai pola dan kelompok pekerjaan dalam
suatu organisasi. Dalam pandangan Wright et.al (2008:188) dijelaskanbahwa yang
dimaksud dengan struktur organisasi adalah:Sebagai bentuk cara dimana tugas
dan tanggung jawab dialokasikan kepada individu, dimana individu tersebut
dikelompokkan ke dalam kantor, departemen, dan divisi. Strukturorganisasi
hendaknya selalu menyesuaikan dengan perkembangankebutuhan publik dan
lingkungan hal tersebut bertujuan untukterciptanya kinerja organisasi yang efektif
dan proses kerja yangcepat.
Sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang
desentralisdiperlukan organisasi yang bersifat ramping (flat) dengan
menggabungkanbagian bagian yang memiliki banyak kemiripan dalam tugas dan
fungsi,dimana organisasi yang ramping serta didukung dengan
desentralisasikewenangan membuat organisasi menjadi fleksibel dalam
memberirespon, lebih cepat beradaptasi dengan perubahan, lebih efektif
daninovatif, serta lebih komitmen kepada tujuan. Struktur ideal dalammerespon
perubahan lingkungan adalah struktur yang memberikan ruangbagi anggota
organisasi untuk langsung berhadapan dengan konsumendan dapat mengambil
keputusan tanpa melalui proses hirarkis yang terlalupanjang. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Negak (2008:38) bahwa :”Struktur organisasi yang yang
berorientasi kepada masyarakat dapatmenggalakkan inovasi yang dapat dilakukan
dengan cara meminimalkanhirarki, keseimbangan yang cukup antara organisasi
yang di standarkanserta berorientasi kepada pasar (market oriented)”.
Selanjutnya Ancok (2009) menjelaskan, ”untuk menghadapitantangan
kedepan di perlukan desentralisasi kewenganan kepadadaerah, membangun
struktur organisasi yang ramping dimana denganterjadinya desentralisasi
kewenangan dan struktur yang rampingmemungkin bagi organisasi untuk
berorientasi kepada masyakarat.Pentingnya membangun struktur organisasi yang
meminimalkanhirarki dan menghemat tingkatan dalam organisasi memungkinkan
bagiorganisasi untuk bekerja secara efektif dan secara cepat meresponaspirasi
publik terutama untuk percepatan pengambilan keputusan dalamsuatu organisasi
guna mengakhiri kebuntuan dan kerumitan sebagaiantisipasi yang lamban juga
dijelaskan oleh Toffler (Osborne & Gaebler, 2008:282) yang menyatakan
bahwa :Salah satu cara untuk mempercepat proses pengambilankeputusan guna
mengantisipasi goncangan masa depan adalahberusaha untuk lebih memperkuat
pusat pemerintahan, yangmenambah semakin banyak semakin banyak politikus,
birokrat,pakar dan komputer dalam keputusan untuk berlari lebih cepat
dariakselerasi kompleksitas: cara lain adalah dengan mulai mengurangibeban
keputusan dengan membaginya kepada lebih banyak orang,yang memungkinkan
lebih banyak keputusan dibuat “kebawah”atau pada “pinggiran” ketimbang
mengkonsentrasikan nya padapusat yang terkena stress dan tidak berfungsi
dengan baik.
Berdasarkan pendapat dan penjelasan diatas maka dapat ditariksuatu
benang merah bahwa struktur organisasi Pemerintah agar memberikan kontribusi
positif bagiprofesionalisme aparaturnya adalah struktur yang memungkinkan
bagiterjadinya pendelegasian wewenang dari pimpinan puncak kepadamanajemen
lini tengah untuk mensikapi setiap pekerjaan masing-masingbagian secara mandiri
tanpa harus melalui proses pengambilan keputusanyang terlalu panjang dan
menunggu instruksi atasan. Adanyapendelegasian wewenang dan pembagian
tugas yang jelas dan tegas diharapkan mampu membuat aparat menjadi lebih
profesional danbertanggung gugat kepada masyarakat.Kepemimpinan dalam
organisasi memiliki peran penting untukmencapai tujuan organisasi. Melalui
kepemimpinan organisasi dapatmengerahkan segala Aparatur pemerintah daya
untuk mencapai tujuan. Kepemimpinanyang responsif sangat diperlukan untuk
menciptakan kondisi yangkondusif bagi kinerja organisasi dan menggerakan
bawahan.
Kepemimpinan menurut Bernard dalam Gibson (2008:5) dijelaskanbahwa:
”Kepemimpinan merupakan agen perubahan, orang yangperilakunya akan lebih
mempengaruhi perilaku dan kinerja bawahan”.Kepemimpinan menurut Terry
dalam Thoha (2008:227) adalah”Aktifitas untuk mempengaruhi orang-orang agar
diarahkan mencapaitujuan organisasi”.Dimana pengaruh dan kemampuan
pemimpin dalam pendapattersebut sangat dominan bagi tercapainya tujuan
organisasi. Pemimpindengan otoritas yang dimiliki diharapkan mampu untuk
memimpinbawahan serta mengorganisir bawahan dan meminimalisir
perbedaankepentingan (conflict interest) antara ambisi individu, maupun
kelompokdalam mencapai tujuan organisasi. Pendapat senada juga
diutarakanolehKartono (2008:163) bahwa kepemimpinan
merupakan :Kemampuan mendorong dan mengajak orang lain untuk
berbuatsesuatu guna mencapai tujuan bersama dimana kepemimpinantersebut
harus memenuhi kompetensi tertentu agar prosespencapaian tujuan organisasi
menjadi lebih mudah. Kompetensitersebut meliputi : akseptansi/penerimaan dari
kelompok, danpemilikan keahlian khusus pada satu situasi khusus.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat ditarik sebuahbenang
merah adalah kemampuan seorang pemimpin untukmenempatkan dirinya sebagai
agen perubahan bagi organisasi yangdapat mempengaruhi perilaku dan
berdampak terhadap peningkatankinerja organisasi.Kepemimpinan bagi sebagian
ahli terjadi dan terbentuk dengansendirinya dan sebagian lain menyatakan bahwa
kepemimpinan dibentukmelalui lingkungan. Menurut Karjadi (2009:17) terdapat
berbagai teoritentang kepemimpinan antara lain :Teori Bakat, bahwa
kepemimpinan diawali dari bakat individu, akantetapi bakat tersebut harus
dikembangkan dengan melatih diridalam sifat-sifat dan kebiasaan tertentu dengan
berpedomankepada suatu teori tentang sikap mental yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin.Teori lingkungan, bahwa waktu, periode, tempat, situasi dan
kondisitertentu sebagai akibat dari pada suatu peristiwa penting,
akanmenampilkan seorang pemimpin yang dikehendaki olehlingkungannya pada
waktu tertentu.Teori Hubungan Kepribadian dengan situasi, bahwa
kepemimpinanseseorang ditentukan oleh kepribadian yang menyesuaikan
diridengan situasi dan kondisi yang dihadapi berupa tugas danpekerjaan yang
dihadapi, orang-orang yang dipimpin, keadaanyang mempengaruhi pekerjaan
serta orang-orang yang harusmenjalankan pekerjaan tersebut.
Sedangkan menurut Philip Crosby dalam Gibson (2008:56)menyatakan
bahwa :Kepemimpinan tidak hanya terbentuk begitu saja, akan
tetapikepemimpinan dapat dipelajari, dimana seseorang sebenarnyadapat belajar
untuk menjadi eksekutif dan karakteristik terpentinguntuk menjadi seorang
pemimpin adalah sifat terbuka, konstan danbelajar terus-menerus.
Dalam kepemimpinan terdapat berbagai bentuk kepemimpinanantara lain :
1) Kepemimpinan Demokratis, yang dikaitakan dengankekuatan personel dan
terdapatnya partisipasi bawahan dalampermasalahan organisasi; 2)
Kepemimpinan Otokratis, didasarkan kepadakekuatan posisi dan penggunaan
otoritas. Perbedaan mendasar antarakedua gaya kepemimpinan terletak pada,
Kepemimpinan demokratisterdapat kerja-sama dalam bekerja, kepemimpinannya
dihormati dandisegani, kedisiplinan tertanam dengan kesukarelaan, tanggung-
jawabada ditangan seluruh anggota, dan komunikasi bersifat dua arah
sertasemangat kooperatif yang tinggi (Kartono,2008:167).
Terbentuknya kepemimpinan yang ideal dan demokratis tersebuttentunya
tidak terlepas dari kompetensi tertentu, menurut Gibson dkk(2008:11) bahwa
”Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpinsetidak tidaknya
memenuhi 3 (tiga) unsur berikut: Inteligensi, Kemampuanpengawasan,
Kepribadian dan Karakter fisik”.Menurut pendapat Utomo & Abidin (2008:92)
persyaratan yangharus dipenuhi oleh seorang pemimpin adalah : ”vitalitas fisik
dan stamina,intelijensi dan kearifan, rasa tanggung-jawab yang besar, semangat
tinggidalam meraih kesuksesan, aspiratif, kemampuan beradaptasi
danfleksibilitas, berkompetensi dalam bidangnya”.Terpenuhinya kompetensi
tersebut dalam diri seorang pemimpinsedikit banyak akan memberikan arti positif
bagi iklim kerja yang kondusifdalam pencapaian tujuan organisasi.
Tipe kepemimpinan demokratis merupakan tipe kepemimpinanyang ideal
dan terbaik. Menurut Sayless dan Strauss dalam Kartono(2008:121) dijelaskan
dalam kepemimpinan pada suatu organisasi secaraumum terbagi 2 (dua) bentuk
komunikasi:
a. Komunikasi satu arah (one-way communication).Keuntungannya adalah
terjadinya komunikasi secara cepat danefisien, berlangsung Top-Down:
dapat melindungi kesalahanpemimpin, sedangkan kelemahan dari model
ini dimanakepemimpinan bersifat otoriter, dapat menimbulkan ketidak
jelasanserta kesalah pahaman pada bawahan.
b. Komunikasi dua arah (two-way communication).Keuntungannya seperti
perintah atasan dapat dengan mudahdipahami secara akurat, iklim kerja
menjadi demokratis. Tingkatkesalah-pahaman bawahan terhadap perintah
atasan dapat diminimalisir.
Dari dua model komunikasi tersebut dapat ditarik benang merahbahwa model
komunikasi dua arah sangat relevan untuk membangunsuasana kerja yang
kondusif dan berdampak positif bagi peningkatanproduktifitas organisasi.
Berdasarkan penjelasan diatas maka yangdimaksud dengan kepemimpinan yang
demokratis adalah: kepemimpinanyang memungkinkan dan memberikan ruang
bagi bawahan untukberpartisipasi dalam mengambil keputusan organisasi dan
kepemimpinanyang mau mendengarkan masukan dan kritikan dari bawahan
sehinggaterjadi komunikasi yang sifatnya 2 (dua) arah atau (two-
waycommunication). Sedangkan ciri-ciri dari kepemimpinan otokratis
adalahkebalikan dari kepemimpinan yang demokratis.Dengan melandaskan
pemikiran kepada apa yang telah dijelaskandiatas diharapkan Kantor Camat
dengan kepemimpinan Camat didalamnya dapat membangun aparatur profesional
dengan gayakepemimpinan yang demokratis yang terefleksikan dari model
komunikasiyang dibangun dan keberanian dalam mengambil keputusan
gunamensikapi perubahan yang terjadi baik internal maupun eksternalorganisasi.
Penghargaan atau kompensasi merupakan tujuan dari setiapindividu dalam
bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup bagi individutersebut maupun keluarga.
Untuk mendapatkan penghargaan yang layakdan mencukupi seseorang mau
bekerja keras demi terpenuhinyakebutuhan tersebut. setiap organisasi
menyediakan bentuk penghargaankepada karyawan sebagai bentuk hasil dari apa
yang diberikan olehindividu terhadap organisasi. Menurut Maslow (dalam
Warsito &Abidin,2008:35) yang terkenal dengan sebutan teori Maslow`s
Needsdijelaskan bahwa terdapat unsur-unsur tertentu yang membuat
individumelakukan pekerjaan apa saja untuk pemenuhan kebutuhannya
danmembuat dirinya menjadi dinamis dan berkembang yakni :
1. Kebutuhan fisiologis (the phsysiological-needs) seperti sandang,pangan,
papan, dll.
2. Kebutuhan rasa aman (the savety-needs) seperti perlindungan
diri,keluarga, pekerjaan tetap, jaminan hari tua, dll.
3. Kebutuhan sosial (the social-needs) seperti diterima dalampergaulan
masyarakat.
4. Kebutuhan harga diri (the esteem-needs) untuk pemenuhanegonya seperti
memiliki mobil bagus, berpakaian bagus, rumahbagus, memiliki gelar, dll.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualizing needs) kepuasan
untukmengembangkan potensi yang ada dalam diri, berkreasi
sertaberinovasi, dll.
Dalam pemberian penghargaan kepada pegawai seperti pemberiangaji harus
mengedapankan nilai-nilai keadilan seperti adanya ratio gajiyang diterima oleh
seorang atasan dengan bawahan. Hal tersebutdiungkapkan oleh Effendi (2008),
adalah dengan ratio gaji sebesar 12berbanding 1 antara pimpinan tertinggi dengan
jajaran terendah.Dalam pemberian kompensasi kepada karyawan dikenal teori-
teoriantara lain adalah: Teori Keadilan (equity theory) dimana individu-
individumembuat perbandingan sosial dalam menilai imbalan dan status
merekasendiri, antra lain dengan memperbandingkan rasio input (input
ratio)dalam dirinya seperti pendidikan, keahlian, pengalaman, tanggung jawabdan
kondisi kerja dengan (outcomes) atau imbalan yang diterimanya.Teori
pengharapan (expectancy theory) dimana individu-individumembandingkan gaji
yang diharapkan dengan gaji yang diterima. Dalamteori ini tolak ukur untuk
melihat pengharapan individu dilakukan dengan(1) persepsi individu bahwa
kinerja dihargai, (2) imbalan yang diberikanberdasarkan produktifitas individu,
(3) menghargai gaji yang akanmemotivasi individu untuk bekerja (Simamora,
2008:418-419).
Berdasarkan teori dan pendapat para pakar diatas maka dalampenulisan ini
mengadopsi sebagian dari berbagai teori diatas, antara lainadalah: terdapatnya
rasio gaji yang jelas antara bawahan dan atasan(Effendi, 2008), terdapatnya rasio
antara input individu dengan outputyang diterima (teori keadilan), terdapatnya
penghargaan tambahan bagiindividu berdasarkan prestasi (teori pengharapan),
(Simamora,2008).Kebutuhan dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya
telahmemotivasi individu untuk berkompetisi meraih yang terbaik bagi
dirinyadalam suatu lingkungan dimana individu tersebut bekerja.
Penghargaansebagai manifestasi dan perwujudan usaha individu terbagi kedalam
duabentuk seperti yang dijelaskan oleh (Barnes,2007:190) penghargaan
yangdiberikan kepada karyawan berbentuk : Penghargaan Keuangan;
berupainsentif yang bersifat jangka pendek dan terdiri dari gaji ditambah
bonusjangka panjang yang mencakup pembagian keuntungan organisasi,
danlainnya; Tunjangan Tambahan Bagi Pegawai, seperti adanya jaminanasuransi
diri dan keluarga, biaya pengobatan yang dibantu, uang pensiun,mobil, cuti, dan
lainnya; Penghargaan Non Keuangan, yang bersifatintrinsik (intrinsic-rewards)
melekat/inheren pada aktifitas itu sendiri,seperti penghargaan terhadap motivasi
pegawai yang berasal dari dirinyauntuk bekerja yang memuaskan baginya.
Imbalan yang diberikan berupapemberian tanggung jawab lebih besar lagi,
partisipasi dalam mengambillangkah organisasi, serta ruang dimana pegawai
dapat mengoptimalkankemampuan yang dimiliki yang bersifat ektrinsik
(extrinsic-rewards) sepertimemberikan pujian oleh manajemen puncak secara
langsung kepadapegawai, promosi jabatan, serta fasilitas kantor yang memuaskan.
Setelah mencermati dan memahami berbagai pendapat danpandangan para
pakar tentang konsep profesionalisme, maka dapatditarik sebuah benang merah
bahwa profesionalisme tidak hanyaberbicara tentang soal kecocokan antara
keahlian dan kemampuan yangdimiliki oleh seseorang aparatur saja tetapi juga
menyangkut kemampuandalam mengantisipasi segala perubahan lingkungan
termasukkemampuan dalam merespon aspirasi publik dan melakukan inovasi
yangpada akhirnya membuat pekerjaan menjadi mudah dan
sederhana.Responsifitas dan inovasi aparatur pemerintahan tidak dapatmuncul,
tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, terdapat faktor-faktoryang
mendorong dan menghambat, yang selanjutnya diperlukansuatu kajian untuk
mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhiprofesionalitas dilihat dari
aspek responsifitas dan inovasi aparatur Kantor CamatAparatur pemerintah.
C. Metode
C.1 Lokasi Penelitian
Penelitian di lakukan di Kantor Camat Rumbai Kota Pekanbagru.
C.2.1 Populasi
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini aparatur Kantor
Camat Rumbai dan warga masyarakat yang berada di lingkungan kecamatan.
C.2.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah aparatur Kantor Camat dan warga
masyarakat. Dengan cara metode insidentil sampling 20 persen, dengan jumlah 50
orang.
C.3 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang kumpulkan langsung dari informan yang
terpilih dalam penelitian ini. Dalam kegiatan penelitian kualitatif yang menjadi
Aparatur pemerintah informasi adalah para informan (subjek) yang kompeten,
mempunyai relevansi dengan setting sosial yang diteliti. Sedangkan tempat yang
menjadi elemen dari situasi sosial adalah situasi dan kondisi lingkungan tempat
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. (Iskandar, 2009:113).
Penentuan Informan dalam penelitian ini, penulis merujuk pada kriteria
yang disampaikan Spradley (dalam Iskandar:116) bahwa Informan sebagai
Aparatur pemerintah data hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Mereka yang menguasai atau memahami masalah yang diteliti.
b. Mereka yang sedang berkecimpung atau terlibat dalam kegiatan yang
sedang diteliti.
c. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi.
d. Mereka yang tidak cendrung menyampaikan informasi hasil kemasan
sendiri.
e. Mereka yang pada mulanya tergolong asing dengan peneliti sehingga
menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber Aparatur
pemerintah.
Berdasarkan kriteria di atas, maka yang menjadi informan dalam
penelitian ini adalah:
1. Camat
2. Sekretaris Camat
3. Pelaku yang ada di Kantor Camat yaitu: Kepala Bidang, Ketua LSM/
Ormas, tokoh masyarakat dan masyarakat dan lainnya.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur, media
cetak, atupun media elektronik, seperti angka jumlah penduduk, jenis kegiatan dan
data-data yang berhubungan dengan Kantor Camat dan lain sebagainya .
C.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk menghimpun data yang diperlukan, maka dipergunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Peneliti mengobservasi atau melihat apa yang sedang berlangsung
dilapangan, dalam hal ini peneliti mengunjungi lokasi atau melihat secara
langsung proses keberlangsungan kegiatan perkantoran.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. (Narbuko, 2008: 83)
Pengumpulan data melalui wawancara dengan alasan sebagai berikut: 1)
Peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh subjek
yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi didalam diri subjek peneliti. 2) Apa
yang ditanyakan kepada informan biasanya mencakup hal-hal yang bersifat lintas
waktu yang berkaitan dengan waktu masa lampau, masa sekarang, dan juga
kondisi masa depan yang diharapkan. (Sujianto, 2008:75)
3. Kuestioner
Kuesioner, berisi pertanyaan-pertanyaan yang disusun berdasarkan
indikator-indikator data yang dioperasionalisasikan dari variable yang akan
diteliti, dalam penelitian ini kuesioner disebarkan kepada responden untuk
mengukur variable-variabel penelitian.
C.5. Analisa Data Penelitian
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis Model
Miles dan Humberman (dalam Iskandar, 2009:139),dalam model ini analisis data
penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1)
Reduksi Data; (2) Display/penyajian data; dan (3) mengambil kesimpulan lalu
diverifikasi. Secara diagramatik, proses siklus pengumpulan data dan analisis data
sampai tahap penyajian hasil penelitian, serta pengambilan kesimpulan adalah
seperti gambar berikut:
Penyediaan Data
Reduksi Data
Data Collection
Display Data
Gambar 1. Model Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Secara Interaktif. ( dalam Iskandar, 2009:139).
Sehubungan dengan model diatas Faisal dan Moleong (dalam Iskandar,
2009:140) menjelaskan bahwa pengumpulan data, reduksi data dan verifikasi atau
pengambilan kesimpulan bukan suatu yang berlangsung secara linear, tetapi
besifat simultan atau siklus yang interaktif. Maka untuk menganalisa data dalam
penelitian ini penulis melakukan langka-langka sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian. Peneliti
dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, maka
dalam hal ini penulis menggunakan metode observasi, wawancara dan dari
berbagai dokumen yang berhubungan dengan subjek yang diteliti. Pada tahap ini
peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatan lapangan (field note),
ditafsirkan, atau diseleksi masing-masing data yang relevan dengan fokus masalah
yang diteliti.
2. Melaksanakan Display data atau Penyajian Data
Setelah data terkumpul dan terkategorisasi maka proses selanjutnya,
peneliti melakukan penyajian data dalam bentuk teks naratif. Tentunya dalam
penelitian peneliti akan mendapatkan data yang banyak dan semua data tidak
mungkin peneliti paparkan secara keseluruahan. Untuk itu, dalam penyajian data
peneliti penganalisis untuk disusun secara sistematis, atau simultan sehingga data
yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti.
3 Mengambil Kesimpulan/Verifikasi
Mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data, dan
display data sehingga dapat disimpulkan, dan peneliti masih berpeluang untuk
menerima masukan. Penarikan kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali
dengan data dilapangan, dengan cara merefleksi dengan teman sejawat,
triangulasi, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Diharapkan dalam
penelitian ini proses sirkulasi interaktif ini berjalan dengan kontinu dan baik,
sehingga keilmiahnya dapat tercapai dan diterima. Setelah hasil penelitian ini
teruji kebenarannya, maka peneliti menarik kesimpulan dalam bentuk deskriptif
sebagai laporan penelitian.
D. HasilD.1.1 Gambaran Umum
Kecamatan Rumbai merupakan salah satu dari dua belaskecamatan yang
berada di Kota Pekanbaru. Sebagian besar wilayah Kecamatan Rumbai
merupakan lahan semak belukar, hutan, tanah ladang, pemukiman, pasar dan
perkantoran. Secara umumkeadaan daerah di Kecamatan Rumbai berbentuk datar
danperbukitan. Keadaan inimengakibatkan tingginya suhu di permukaan tanah,
sehingga udara terasa panas. Jarak pusat pemerintahan kecamatan dengan pusat
Kota Pekanbaru sejauh 15 km. Untuk mobilitas sehari-hari, pendudukKecamatan
Rumbai menggunakan angkutan umum/ oplet dan ojek.
Penduduk Kecamatan Rumbai sesuai data terakhir berjumlah 66.946 jiwa
dengan luas 128,86 Km persegi. Berikut ini pada Tabel.1 tentang komposisi
penduduk menurut kelurahan di Kecamatan Rumbai :
Tabel.1Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan
No. Kelurahan Jumlah(Jiwa)
1. Umban Sari 15.971
2. Muara Fajar 11.333
3. Rumba Bukit 8.097
4. Palasa 9.837
5. Sri Meranti 21.708
6. Jumlah 66.946
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2012
Masyarakat Kecamatan Rumbai terutama kaum laki-laki lebih banyak
bekerja ke luar Kecamatan Rumbai karena lapangan pekerjaan yang ada di
Kecamatan Rumbai sangat terbatas. Sebagian juga merantau ke luar Kota
Pekanbaru bahkan ada ke luar negeri untuk bekerja sebagai Tenaga
KerjaIndonesia (TKI).
Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Rumbai relatif tinggi, hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya jumlah pendudukyang bersekolah (SD). Untuk
lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan masyarakatdapat dilihat pada tabel.2
berikut :
Tabel.2Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 7-12 Tahun
No. Kelurahan Sekolah Tidak Sekolah Jumlah
1. Umban Sari 1.665 12 1.677
2. Muara Fajar 1.611 21 1.632
3. Rumba Bukit 1.091 18 1.109
4. Palas 1.454 24 1.478
5. Sri Meranti 2.903 32 2.932
6. Jumlah 8.724 107 8.831
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2012
Dari hasil pengamatan lapangan, mereka harus berhentibersekolah karena
ketidakmampuan orang tua mereka membiayaipendidikan. Sedangkan penduduk
usia produktif hanya mampumenyelesaikan pendidikan pada tingkat SD. Karena
keterbatasansarana pendidikan serta faktor biaya sehingga selepas
menyelesaikanpendidikan pada bangku SD mereka lebih cenderung membantu
orangtua dalam mencari nafkah dari pada melanjutkan sekolah.
Tingkat pendidikan yang relatif rendah mengakibatkan sebagianbesar
penduduknya berprofesi sebagai buruh tani karena dengan latarbelakang
pendidikan yang mereka miliki, tidak mampu bersaingdengan orang yang
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi sehinggasecara tidak langsung
berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraanmereka.
Sebagai salah satu instansi yang langsung berhadapan denganmasyarakat
dalam hal pelayanan masyarakat, Kecamatan Rumbai memiliki Visi : ”Unggul
Dalam Pelayanan Publik Dengan SDM Aparatur Yang Handal Serta Mewujudkan
Kecamantan Rumbai Bersih Dan Tertib Lingkungan Menuju Kota Pekanbaru
Sebagai Kota Metropolitan”. Visi tersebut masih berbentuk abstrak dan sebagai
upaya untukmencapainya maka dirumuskan misi sebagai langkah konkrit untuk
mencapai visi tersebut. Misi Kecamatan Rumbai adalah :
1. Meningkatkan kualitas aparatur yang handal dan berwibawa
2. Membangkitkan minat masyarakat untuk berbudaya Melayu yang
bermartabat dan bermarwah serta memiliki rasa kebangsaan
3. Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
4. Meningkatkan usaha kecil dan menengah
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru nomor 3 tahun 2001 tentang
Orgainisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Pekanbaru, Pemerintah
Kecamatan berkedudukan sebagaiPerangkat Kota yang mempunyai wilayah kerja
tertentu dandipimpin oleh Camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.Kecamatan mempunyai tugas pokok
melaksanakankewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota dalam
menyelenggarakanpemerintahan, pembangunan dan pembinaan kepada
masyarakatdalam wilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan
lainnya yang tidak termasuk dalam pelaksanaan tugas PerangkatDaerah dan atau
instansi lainnya.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Kecamatanmenyelenggarakan
fungsi :
1. Pengkoordinasian dan penyelenggaraan pemerintahan dankeagrariaan,
pembinaan pemerintahan desa dan kelurahan sertapelayanan masyarakat.
2. Penyelenggaraan kegiatan pembinaan ekonomi pembangunan,partisipasi
masyarakat, idiologi negara dan kesatuan bangsa sertaketentraman,
ketertiban wilayah.
3. Penyusunan program pembinaan administrasi, ketatausahaan danrumah
tangga di wilayahnya
Untuk menjalankan tugas dan fungsi organisasi Kantor Rumbai disusun
struktur organisasikecamatan yang terdiri dari :
1. Camat
2. Sekretaris Kecamatan
3. Seksi Pelayanan Umum
4. Seksi Pemerintahan
5. Seksi Ketentraman dan Ketertiban
6. Seksi Ekonomi dan Pembangunan
7. Seksi Kesejahteraan Rakyat
8. Kelompok Jabatan Fungsional
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota tentang Pedoman Uraian Tugas
Jabatan StrukturalKecamatan, maka Camat mempunyai tugas pokok
melaksanakankewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota dalam
menyelenggarakanpemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan
dalamwilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnyayang
tidak termasuk dalam tugas Perangkat Daerah dan atau instansilainnya.
Camat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dibantu olehseorang
Sekretaris Kecamatan dan 5 (lima) Seksi dan KelompokJabatan Fungsional.
Sekretaris Kecamatan dipimpin oleh seorangSekretaris yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepadaCamat, Seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Camat, dan Kelompok
JabatanFungsional berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Camatyang
dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh seorangpejabat fungsional
senior.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi, Kecamatan Rumbai
didukung oleh 12 (delapan belas) orang pegawai yang terdiridari 12 orang PNS, 2
CPNS dan 4 tenaga wiyata bhakti.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tabel tersebut bahwaKantor
Kecamatan Rumbai dalam menjalankan tugas dan fungsisebagai penyelenggara
pemerintahan dan pelayanan publik terdiri dari12 PNS yang sebagian besar
berpendidikan S1 sebanyak 10 (duapuluh)orang dan seorang berpendidikan Strata
2. Namun diantarapegawai yang berpendidikan S1 yang ada saat ini, terdapat
seorangyang sedang melanjutkan studi kejenjang S.2 dan seorang pegawaiyang
berpendidikan SMP sedang melanjutkan pendidikan ke jenjangSMA melalui
Kegiatan Belajar Paket, akan tetapi semua pegawai yangsedang melanjutkan studi
mereka membiayai sendiri tanpamendapatkan bea-siswa dari pemerintah.
Fenomena tersebut perlumendapat perhatian Kantor Kecamatan Rumbai untuk
membantupembiayaan studi dan dukungan moral kepada para pegawai
yangsedang melanjutkan pendidikan.
D.1.2Profesionalisme Aparatur
Profesionalisme aparat sebagai bentuk dari kemampuanseorang aparat
dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara efektifserta mampu merespon
dinamika lingkungan nasional maupun global. Termasuk perkembangan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat denganmenciptakan inovasi-inovasi baru guna
tercapainya penyelenggaraanpembangunan dan pelayanan publik yang profesional
namun tetapmenjadikan tujuan organisasi sebagai acuan dalam menjalankan
tugasdan fungsinya.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi, Kecamatan Rumbai
mempekerjakan sebanyak 12 aparat.
D.1.2.1 Profesionalisme dari aspek Responsifitas
Upaya yang dilakukan oleh Kecamatan Rumbaihingga tahun 2013 guna
merespon aspirasi publik dan kemajuan masyarakatantara lain menyelenggarakan
kegiatan-kegitan sebagai berikut:
1. Mengadakan rapat koordinasi secara berkala dengan Lurah,lembaga-
lembaga kelurahan dan dinas instansi terkait.
2. Mengadakan dialog dalam bentuk Silamas (SilaturahmiMasyarakat)
3. Mengadakan rapat staf intern Kantor Kecamatan
4. Menyediakan kotak saran.
Kegiatan dialog tersebut langsung melibatkan Walikota bersamaCamat
Rumbai dan dinas instansi lain sebagai nara sumber untukmendengarkan langsung
masukan dari masyarakat guna memajukanpembangunan, memberikan pelayanan
yang berkualitas dan berpihakkepada masyarakat. Sedangkan rapat koordinasi
dengan Lurah se Kecamatan Rumbai dimaksud untuk mendapatkan
saran,pendapat, kritikan dan sekaligus bertanya kepada aparat Kecamatan
Rumbai. Selain itu untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan pemerintahyang
harus disebarkan kepada masyarakat.
Berdasarkan wawancarapenulis dengan Sekretaris Camat menyatakan
sebagaiberikut :
“Masukan yang disampaikan masyarakat melalui kegiatan rakor kelurahan
terdapat banyak saran dan masukan dari masyarakat. Namun diantara sekian
banyak saran, kami simpulkan bahwaseluruhnya meliputi fasilitasi pemerintahan
dan percepatanpembangunan, penghapusan perlakuan diskriminatif
dalampelayanan, pemotongan jalur pelayanan yang dianggapmasyarakat terlalu
panjang serta adanya permintaanmasyarakat lapis bawah untuk diberikan
pelayanan secaragratis” (08/07/2013).
Cara lain yang digunakan oleh Kecamatan Rumbai dalammenampung
aspirasi publik adalah dengan menyediakan kotak saranyang diletakkan pada sisi
kiri pintu masuk Kecamatan Rumbai.Wawancara yang dilakukan penulis dengan
Kepala Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan menyatakan bahwa :
“Pada tahun 2013 ini kami menyediakan kotak saran untukmenampung aspirasi
dan keluhan masyarakat yang mungkinsungkan atau malu untuk menyampaikan
secara langsungkepada aparat kecamatan. Sudah ada surat yang masuksampai
saat ini”. (08/07/2013).
Berdasarkan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan olehKecamatan
Rumbai dalam menampung aspirasi dan tuntutanperubahan lingkungan terangkum
sebagai berikut:
1. Fasilitasi kegiatan pemerintahan dan percepatan pembangunan di
keluarahan
2. Penghapusan perlakuan diskriminatif dalam pemberian pelayanan
3. Usulan pemotongan jalur birokrasi yang terlalu panjang
danberbelit-belit dalam pengurusan pelayanan Kecamatan
Rumbai,terutama akta kelahiran ke Kantor Catatan Sipil.
4. Permohonan pemberian pelayanan KTP dan KK serta Akte
Kelahiran secara gratis kepada warga yang tidak mampu.
Aspirasi-aspirasi dari masyarakat tersebut ditindaklanjuti
denganmerefleksikannya dari praktek penyelenggaraan pemerintahan
danpelayanan Kantor Kecamatan Rumbai dan program-program. Usulandari
masyarakat disampaikan kepada Walikota yang padaakhirnya ditanggapi dengan
adanya kebijakan penghapusan biayapembuatan akta kelahiran. KK dapat
langsung ditunggu apabila syarat-syarat dari kelurahan sudahlengkap.
Langkah yang ditempuh dengan mempercepat prosespelayanan dirasakan
sangat membantu masyarakat untukmendapatkan pelayanan yang cepat dan biaya
yang tetap terjangkaunamun berdasarkan temuan penulis melalui wawancara
denganseorang warga Rumbai “Lukman” menyatakan sebagai berikut :
“Alhamdulillah sekarang kalau ngurus KTP atau KK sudah gampang dan tidak
dipersulit. Biaya relatif murah” 08/07/2013).
Fasilitasi kegiatan pemerintahan dan percepatan pembangunanditindak
lanjuti dengan pemberian informasi dan penyiapan fasilitasdan berkas-berkas
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemerintahan kelurahan.
Kesimpulan yang ditarik dari temuan tersebut bahwaKecamatan Rumbai
telah mampu menanggapi aspirasi masyarakatdalam hal percepatan pemberian
pelayanan, sedangkan saranmasyarakat lain yang telah ditampung oleh Kecamatan
Rumbai. Namunbelum dilaksanakan hingga saat ini adalah penghapusan
perlakuandiskriminatif terhadap masyarakat dalam pemberian pelayanan
diKecamatan Rumbai dan fasilitasi percepatan pembangunan di kelurahan.
Tidak adanya follow up dari Kecamatan Rumbai terhadap apayang telah
mereka tampung namun belum dijalankan dalam bentukkegiatan nyata terutama
dalam penyelenggaraan pelayanan amatdisayangkan serta dapat menurunkan citra
Kecamatan Rumbai di matamasyarakat.
Dalam pelaksanaan pemerintahan aparat kecamatan seringkalihanya
menunggu perintah atasan saja. Berdasarkan pernyatan diatas dapat ditarik benang
merahbahwa profesionalisme aparat Kecamatan Rumbai khususnya
aspekresponsifitas masih terbentur oleh keberadaan aturan formal yangsecara
tegas mengatur apa yang menjadi tugas dan fungsi Kecamatan Rumbai, artinya
aparat Kecamatan Rumbai lebih mengacu kepadapetunjuk atasan daripada
mengacu kepada masyarakat denganberinisiatif untuk melakukan perubahan-
perubahan yang dapatmempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
yangprima. Fenomena tersebut melahirkan patologi birokrasi juklak-juknisdan
berorientasi kepada aturan formal (rule-driven professionalism)daripada
berorientasi kepada pelayanan.
D.1.2.2 Profesionalisme dari aspek Inovasi
Inovasi sebagai bentuk perwujudan dari kecakapan birokrasidengan
mengandalkan kreatifitas jajaran birokrasi untuk menciptakanmodel kerja baru
yang bertujuan untuk mempermudahpenyelenggaraan tugas dan pelayanan
masyarakat. Sepanjang tahun2011-2013, inovasi-inovasi dalam hal menciptakan
model kerja baru masihsangat minim, upaya penciptaan pelayanan satu atap
(UPTSA)dengan menggabungkan beberapa instansi yang berkaitan
denganpelayanan publik belum mencerminkan model kerja baru. Selain itu mulai
menggratiskan biaya untuk semua layanan.
Inovasi yang lebih jauh berupa penciptaan model kerja baruatau
penggunaan kemajuan teknologi untuk menambah wawasanpribadi para pegawai.
Pemerintah daerah telah menyediakan saranainternet di kecamatan namun
perangkat ini jarang digunakan denganalsan tidak bisa dan jaringan yang belum
bagus sehingga tidak bisadiakses. Keterbatasan sumber daya yang profesional dan
tidak adanyakurangnya keinginan aparat untuk berinovasi menjadi
hambatanterbesar bagi birokrasi Kecamatan Rumbai.
Kemajuan teknologi yang hari demi hari terus berkembang kurang
mendapatkan perhatian aparatur Kecamatan Rumbai, pelaksanaan pekerjaan
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Keinginan untuk
mengembangkan kemampuan diri prioritas. Beberapa inovasi yang telah
dilakukan diantaranya:
1. Menyediakan layanan/ loket khusus untuk orang tua, penyandang cacat,
ibu hamil.
2. Membuat kotak saran
3. Pengurusan administrasi gratis untuk seluruh layanan
4. Sosialisasi E- KTP ke masyarakat
Berdasarkan inovasi ini telah berhasil menjadikan Kecamatan Rumbai
meraih Juara III Tingkat Kota Pekanbaru dari seluruh kategori. Padahal di tahun
2012 hanya meraih nomor 5 dan 2011 berada pada posisi buncit yakni 12 dari 12
kecamatan.
Kualitas danprofesionalisme aparat dapat diukur dari prestasi dan inovasi
yangdihasilkan baik secara individu maupun secara kelompok. Meskipun,
inovasidianggap sebagai sebuah momok yang menakutkan dan jika tidakingin
dicap sebagai aparat yang tidak loyal.
Sudahmenjadi rahasia umum bahwa dalam dunia birokrasi Indonesia
lebihmemberikan insentif bagi status quo dan loyal dan status quo terusmenerus
mendatangkan insentif seperti kenaikan jabatan dan karier. Walikota sebagai
pejabat tertinggi dalam lingkungan Pemerintah Kota seharusnya mengambil sikap
tegas terhadap inovasi danprestasi yang dihasilkan oleh pegawai apakah inovasi
tersebutmendatangkan peningkatan kinerja organisasi ataupun
belummendatangkan peningkatan kinerja organisasi dalam waktu dekat.
Pentingnya kepastian sikap terutama oleh Walikota tentang
penghargaanyang akan diberikan kepada aparat yang berprestasi dan
kegagalandalam berinovasi dapat dianggap sebagai kewajaran yang
dapatdiperbaiki akan menumbuhkan iklim kerja wirausaha dimana aparatakan
saling berupaya untuk memberikan yang terbaik bagipeningkatan kualitas kinerja
organisasi.
D.1.2.2 Profesionalisme dari aspek Kreatifitas
Pengembangan organisasi merupakan perubahan – perubahan yang terjadi
dalam organisasi melalui upaya perbaikan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Organisasi yang sehat merupakan suatu suasana yang akan
membangkitkan motivasi para pekerjanya dan itu akan meningkatkan kinerja
dalam organisasi tersebut. Dibutuhkan strategi dan kreatifitas para pelaku
organisasi untuk mengembangkan organisasi tersebut sesuai dengan pencapaian
tujuan yang ingin di capai. Karena zaman semakin berkembang, maka organisasi
pun harus mengikuti zaman agar mampu mencapai tujuan tersebut dengan efektif
dan efisien.
Salah satu bentuk kreatifitas yang dilakukan di Kantor Camat Rumbai
adalah dengan membuka loket layanan khusus bagi penyandang cacat, orang tua
dan ibu hamil. Hasilnya, aparatur lebih puas memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Selain itu masyarakat-pun merasa bahwa pemerintah telah dapat
memahami keinginan mereka. Sebab mereka tidak mungkin berdesak-desakan
dengan orang tua, penyandang cacat, ibu hamil atau lainnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa aparatur Kantor Camat Rumbai sudah
profesional dalam menjalankan tugasnya. Kreatifitas aparatur turut menjadi
bagain dari kompetensi sumber daya manusia. Sebab kompetensi terbagi dua : 1).
Kompetensi "keras" berupa pengetahuan dan ketrampilan; 2).Kompetensi lunak
(soft skills), berupa sikap, etos kerja, motivasi, prakarsa, kreatifitas dan empati.
Semakin tinggi derajat kompetensi karyawan semakin tinggi pula motivasi kinerja
yang dimilikinya.
Bahkan kreatifitas yang dimiliki seseorang dapat mengatasi konflik di
sebuah organisasi. Konflik menjadi sehat ketika pihak-pihak yang terlibat
menjajaki ide-ide baru, menguji posisi dan keyakinan mereka serta konstruktif,
orang-orang yang di rangsang untuk lebih kreatif, sehingga menuju ke arah
pilihan tindakan yang lebih luas dan hasil yang lebih baik.
E. Pembahasan
E.2.1 Gambaran Umum
Visi dan misi bagi suatu organisasi merupakan jembatan antaraimpian
yang ingin diwujudkan pada masa depan. Keberadaan visi-misibagi suatu
organisasi menjadikan apa yang ingin dikerjakan menjadimudah dan sederhana.
Untuk menentukan dan merumuskan visi-misibagi sebuah organisasi terutama
organisasi publik seyogyanyamemperhatikan aspirasi dan tuntutan masyarakat dan
kemajuanteknologi. Upaya penggabungan antara keinginan yang ingin
dicapaioleh organisasi dengan aspirasi dan tuntutan publik yang dinamis
akanmemudahkan bagi organisasi dalam menjalankan pekerjaan dan
tugasorganisasi secara profesional.
Sebagai salah satu instansi yang langsung berhadapan denganmasyarakat dalam
hal pemerintahan dan pemberian pelayanan,Kecamatan Rumbai memiliki Visi :
”Unggul Dalam Pelayanan Publik Dengan SDM Aparatur Yang Handal Serta
Mewujudkan Kecamantan Rumbai Bersih Dan Tertib Lingkungan Menuju Kota
Pekanbaru Sebagai Kota Metropolitan”. Visi tersebut masih berbentuk abstrak dan
sebagai upaya untukmencapainya maka dirumuskan misi sebagai langkah konkrit
untuk
mencapai visi tersebut. Misi Kecamatan Rumbai adalah :
1. Meningkatkan kualitas aparatur yang handal dan berwibawa
2. Membangkitkan minat masyarakat untuk berbudaya Melayu yang
bermartabat dan bermarwah serta memiliki rasa kebangsaan
3. Mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
4. Meningkatkan usaha kecil dan menengah
Setelah mencermati apa yang menjadi visi-misi organisasiKecamatan
Rumbai, terlihat jelas bahwa visi Kecamatan Rumbai sangat mungkin untuk
diwujudkan oleh Kecamatan Rumbai. Visi yangdituangkan dalam bentuk konkrit
berupa misi organisasi jugamencerminkan misi yang baik dan mencakup berbagai
bidang yangmenjadi kewenangan kecamatan, antara lain memberikan
pelayanankepada segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dan
tanpaperlakuan diskriminatif.
Terumuskannya visi-misi organisasi Kecamatan Sumbermerupakan wujud
nyata dan konkrit dari Kecamatan Sumber untukbergerak cepat dalam
memberikan pelayanan terbaik kepadamasyarakat. Visi-misi tersebut benar-benar
mencerminkan nilai-nilailuhur organisasi publik guna memberikan yang terbaik
kepadamasyarakat. Keberadaan visi-misi menjadikan organisasi bergeraksecara
bebas dalam mencapai tujuan organisasi daripada organisasiyang digerakkan oleh
peraturan yang membuat organisasi menjadilamban dalam merespon aspirasi
lingkungan dan tidak memberikanruang bagi pegawai untuk melakukan inovasi-
inovasi.
Keberadaan aturan formal sangat mempengaruhi orientasi kerjaKecamatan
Rumbai. Dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi.Konsekuensi dari
keterikatan pada aturan formal menjadikan orientasikerja aparatur Kecamatan
Rumbai lebih mengacu kepada peraturan(rule-driven professionalism) dan bukan
mengacu kepada misiorganisasi (mission-driven professionalism).
Kecamatan Rumbai dalam menjalankan tugas dan fungsinya lebih
berorientasikepada peraturan daripada berorientasi kepada misi dan merupakanhal
yang wajar jika profesionalisme aparat Kecamatan Rumbai dalamhal responsifitas
dan inovasi masih kurang karena dimana ruang untukmelakukan responsifitas dan
inovasi tersebut tidak luas.
Visi-misi organisasi merupakanpedoman dalam menjalankan tugas dan
fungsi organisasi. Denganprioritas utama dari visi-misi organisasi Kecamatan
Rumbai berupayauntuk memberikan pelayanan prima dalam pelayanan kepada
masyarakat. Wujud nyata untuk memberikan pelayanan yang primadisikapi
dengan mengikutsertakan pegawai kecamatan dalam kegiatanpendidikan,
pelatihan, seminar dan kegiatan lain yang dapatmemberikan tambahan
pengetahuan dan ketrampilan pegawai yangpada akhirnya digunakan untuk
memberikan pelayanan masyarakat.
Bentuk lain adalah dengan melakukan langkah konkrit sepertimelakukan
dialog dengan masyarakat serta menyediakan kotak saran.Sebagai aparat terdepan
dalam memberikan pelayanan kepadamasyarakat, para staff pelaksana diharapkan
mampu untukmenterjemahkan apa yang menjadi orientasi Kecamatan Sumber
yangtertuang dalam visi-misi organisasi dan peran pimpinan untukmengarahkan
bawahan sangat berperan dalam menyelenggarakanpelayanan dan pekerjaan
secara baik. Dalam menjalankan tugasorganisasi, aparat Kecamatan Rumbai tidak
semuanya mengetahuimisi apa yang akan dicapai oleh Kecamatan Rumbai
terutama parapelaksana atau bawahan (support staff) yang lebih banyak
berorientasikepada keberadaan aturan dan instruksi atasan, Akan tetapi
aparattingkat menengah banyak yang mengetahui apa misi yang
ingindilaksanakan.
Struktur bagi suatu organisasi berguna untuk memperjelas danmemahami
tugas dan fungsi dari masing masing bagian yang terdapatdalam organisasi.
Dengan struktur, tugas masing-masing bagianmenjadi jelas, akan tetapi bagi suatu
organisasi yang menerapkanstruktur organisasi secara kaku dan membangun
hubungan antarbagian secara formal saja akan berdampak kepada
inefektifitasorganisasi dalam menjalankan tugas organisasi dan meresponberbagai
fenomena yang terjadi. Struktur juga dapat mempengaruhiperilaku individu dalam
organisasi dan berdampak kepada proses danhasil kerja.Bentuk struktur organisasi
Kecamatan Sumber adalah “Lini danStaff” tipe ini sering dikenal dengan tipe
birokratik yang berbentukpiramida.
Struktur organisasi Kecamatan Sumber dengan model “lini danstaff”,
model ini merupakan model yang paling familiar dalamlingkungan birokrasi
publik Indonesia dimana model tersebut selainmengelompokkan tugas dan fungsi
organisasi kepada masing masingbagian kemudian terdapat aparat pelaksana. Hal
tersebut hanyamemperpanjang hirarki dalam organisasi dan dapat
memperlambatproses kerja organisasi. Keberadaan kotak-kotak yang
menjelaskantugas dan fungsi masing-masing kotak sebagai wadah
untukmenjalankan tugas dan fungsi organisasi. Hal yang menjadipermasalahan
adalah ketika kotak-kotak tersebut kemudian dipecahmenjadi kotak kotak kecil
yang hanya akan memanjangkan hirarki dankordinasi dalam organisasi.
E.2.2 Keterkaitan Antara Profesionalisme
Visi-misi bagi sebuah organisasi merupakan cita cita yang ingindicapai
dan diwujudkan dalam langkah langkah strategis olehindividu di dalam organisasi
tersebut. Dalam hal ini organisasiKecamatan Rumbai sudah memiliki visi-misi
yang baik danberpihak kepada masyarakat namun dalam praktek, misi sebagaicara
untuk mewujudkan visi hanya merupakan hiasan dinding yangselalu dilihat saja.
Organisasi Kecamatan Sumber lebih digerakkanoleh aturan aturan formal yang
menjelaskan secara tegas apa yangharus dilakukan oleh masing masing elemen
dalam Kecamatan Rumbai. Konsekuensi dari cara kerja yang berorientasi
padaperaturan membuat birokrasi Kecamatan Rumbai menjadi tidakresponsif dan
inovatif hanya merupakan sebuah angan-anganindah yang sulit untuk diwujudkan
karena keberadaan aturan yangmembuat mereka menjadi robot daripada manusia
yang memilikijiwa “entrepreneur” dalam mensikapi perubahan lingkungan.
Struktur organisasi Kecamatan Rumbai dengan model “lini danstaff”
dimana peran pemimpin dalam struktur tersebut sangatdominan baik dalam proses
pengambilan keputusan maupun peranpengawasan terhadap setiap aktifitas yang
dilakukan. Namunwewenang yang bersifat strategis tidak berada pada
pundakpimpinan puncak, karena wewenang strategis seperti rekruitmentenaga
baru, perubahan dalam persyaratan pelayanan harusmelalui eksekutif puncak
(Walikota). Sentralisasi kewenangan padaPemerintah Kota jika tetap
dipertahankan hanya akanmematikan partisipasi bawahan dalam mensikapi setiap
perubahanyang terjadi. Struktur organisasi Kecamatan Rumbai juga perlu
mendapat perhatian serius dalam pembagian tugas. Pembagiantugas dalam
organisasi lebih mengacu kepada peraturan formaldaripada mengacu kepada misi
yang hendak dicapai. Dengan tidakadanya wewenang yang sifatnya strategis pada
pimpinan puncakdan pembagian tugas yang didasarkan kepada aturan formal
hanyaakan membuat aparat menjadi boneka atau robot dari eksekutifpuncak dan
membuat aparat menjadi tidak peka dan kurangmerespon aspirasi masyarakat.
Kepemimpinan sangat diperlukan dalam setiap organisasi. Peranpemimpin
sebagai pengarah dan memiliki jiwa dan pandanganvisioner sangat diperlukan
amun dalam lingkungan KecamatanSumber, peran pemimpin belum mampu
memainkan peran idealtersebut. Langkah-langkah konkrit pemimpin dalam
menciptakaniklim demokrasi dimana bawahan disertakan dalam
setiappengambilan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan
kinerjaorganisasi serta membangun komunikasi dua arah dalam setiapkegiatan
akan membuat bawahan merasakan diri mereka adalahbagian dari organisasi.
Tampaknya hal tersebut masih jauh darikenyataan khususnya dalam lingkungan
Kecamatan Rumbai.Bawahan cenderung menjadi pelaksana saja dalam setiap
kegiatanyang dinstruksikan oleh atasan dan bekerja berdasarkan apa yangtelah
ditetapkan dalam peraturan. Sikap pemimpin untukmenumbuhkan jiwa responsif
dan inovatif belum terwujud akibatnyabawahan enggan dan tidak berani bertindak
diluar ketentuan danperintah atasan.
Hal yang dapat menjadi motivasi seseorang untuk bekerja kerasdan
berprestasi adalah mendapatkan penghargaan yang layak bagidirinya dan keluarga
serta kepuasan kerja, namun rendahnyaresponsifitas dan inovasi yang dilakukan
oleh jajaran birokrasiKecamatan Rumbai juga disebabkan oleh model
penghargaanyang diberikan dimana penghargaan tersebut belum
mencerminkankeadilan berdasarkan tingkat kesulitan pekerjaan dan juga
tidakmenghargai prestasi seorang pegawai.Prestasi seorang pegawai, rajinnya
seorang pegawai belummenjamin untuk mendapatkan penghargaan yang layak
danmendapatkan jabatan yang dinginkan. Sistem penghargaan yang adaselama ini
telah mematikan motivasi pegawai untuk bersikap responsifdan berinovasi,
dimana pegawai yang bermotivasi tinggi hanya akanmengalami kekecewaan
dalam dirinya dan dapat mempengaruhimotivasinya karena dalam dunia birokrasi,
senioritas menjadikansegala bentuk kualitas dalam diri pegawai baru yang
berprestasi danbermotivasi untuk mengubur impinannya dalam-dalam.
F. Kesimpulan
Setelah mencermati dan mengkaji tentang profesionalismeaparatur di
Kantor Kecamatan Rumbai maka ditarik suatu kesimpulansebagai berikut :
1. Aparatur Kantor Camat Rumbai memiliki tingkat responsifitas yang cukup
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tanggapnya menyikapi aspirasi
masyarakat dalam penyelenggaran pemerintahan.
2. Aparatur Kantor Camat Rumbai sudah cukup berhasil melaksanakan
inovasi penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini dibuktikan dengan
berhasilnya meraih juara III dalam lomba Tingkat Kota Pekanbaru dari
seluruh kategori.
G.Saran
Upaya untuk lebih meningkatkan profesionalisme jajaranKecamatan
Rumbai khususnya dalam hal responsifitas dan inovasi,terdapat beberapa hal yang
harus mendapat perhatian serius dariPemerintah Kota dan Kecamatan Rumbai
sebagai berikut :
1. Aparatur harus betul-betul melaksanakan program layanan gratis tanpa ada
embel-embel biaya sukarela karena ini dapat merusak citra pemerintah.
2. Pemerintah Kota Pekanbaru perlu menganggarkan dana operasional/ honor
bagi tenaga lepas yang bertugas membantu penyelenggaran pemerintahan
di Kantor Camat Rumbai. Sebab selama ini alokasi anggarannya
dibebankan kepada warga dengan dalih biaya administrasi Cuma-Cuma.
D. Daftar PustakaBadan Pusat Statistik, Kecamatan Rumbai Dalam Angka 2012, Kerjasama Badan
Pusat Statistik Kota Pekanbaru Dengan Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kota Pekanbaru, 2012.
Dwiyanto, Agus, 2008, Kinerja Organisasi Publik, Kebijakan danPenerapannya,
(Makalah)
Gibson, Ivancevich, Donnelly, 2008, Organizations, Richard. D. Irwin. Inc
Karjadi, M., 2008, Kepemimpinan (Leadership), PT. Karya Nusantara,Bandung
Milles, B Matthew, Michael Huberman, 2008 : Analisis Data Kualitatif,
Buku Aparatur pemerintah Tentang Metode-Metode Baru, UI Press,
Jakarta
Negak, Kurt, 2008, The Six Key To Company Succes (terjemahan), ElexMedia
Komputindo, Jakarta.
Osborne, David & Gaebler, Ted, 2008, Mewirausahakan Birokrasi(terjemahan),
PPM, Jakarta.
Pamudji, 2008, Ekologi Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta
Sanafiah, Faisal 2008, Metode Penelitian Kualitatif, : Dasar-Dasar danAplikasi
Penerbit YA3, Malang.
Siagian, Sondang P, 2008, Administrasi Pembangunan, Bumi Aksara, Jakarta
Simamora, Henry, Manajemen Aparatur pemerintah Daya Manusia,
STIE TKPN,Yogyakarta, 2008.
Solihin, Dadang, 2007, Indikator Governance dan Penerapannya
dalamMewujudkan Demokratisasi di Indonesia,.
Thoha, Miftah, 2009, Perilaku Organisasi (Cetakan X), Rajawali Pers,Jakarta
Tjokrowinoto, Muljarto, 2008, Pembangunan, Dilema dan Tantangan,Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
_______________
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 1 Tahun 2003 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Pekanbaru.