fibrilasi ventrikel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Emergency Medicine

Citation preview

Fibrilasi Ventrikel pada Wanita berusia 60 tahun

i. Pendahuluan Aritmia ventrikel memiliki spektrum yang luas mulai dari premature ventricular contraction, (PVC, dikenal juga sebagai ventricular extrasystole atau VES), takikardia ventrikel (selanjutnya disebut VT), fibrilasi ventrikel ( selanjutnya disebut VF), sampai torsades de pointes (selanjutnya disebut TDP). Tantangan utama bagi klinisi adalah mengidentifikasi aritmia ventrikel yang berpotensi fatal pada kelompok pasien tertentu (misalnya PVC frekuen pada pasien pasca infark miokard dengan penurunan fungsi ventrikel kiri) karena dapat menimbulkan kematian mendadak.

ii. Skenario Seorang perempuan berusia 60 tahun datang dibawa oleh keluarganya karena tak sadarkan diri, menurut keluarga pasien 2 tahun yang lalu pasien pernah mengalami serangan jantung dan mempunyai riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, dan DM sejak 10 tahun yang lalu.iii. Rumusan MasalahPerempuan 60 tahun tak sadarkan diri, dengan riwayat serangan jantung 2 tahun yang lalu dan hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, DM sejak 10 tahun yang lalu.

iv. Analisis Masalah AnamnesisKarena pasien tidak sadarkan diri maka anamnesis dilakukan pada keluarga penderita (allo anamnesis), kita berharap mendapat keterangan tentang keadaan pasien sebagai manifestasi kelainan yang berkaitan dengan gejala yang dialami oleh pasien, yaitu : IdentitaspasienMeliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah untuk data rekam medis. Keluahan UtamaDalam mendapatkan anamnesis dari pasien yang kolaps, penting untuk menentukan adakah kehilangan kesadaran atau tidak. Penjelasan terinci mengenai kolaps harus didapatkan dari pasien dan setiap saksi yang ada.Yang perlu kita tanyakan pada pasien atau saksi mata yang melihat pasien kolaps adalah : Kapan dan dimana pasien kolaps? Apa yang sedang dilakukan pasien? Apa yang dirasakannya tepat sebelumnya? Adakah gejala prodromal? Sudah berapa lama pasien tidak sadar? Apakah denyut nadi pasien selama serangan teraba ? Apa warna tubuh pasien sebelum, selama, dan sesudah serangan? Apakah pasien tampak pucat, kemerahan, kebiruan, berkeringat? Riwayat Penyakit dahuluAdakah ada riwayat penyakit kardiovaskuler, penyakit neurologis ? Apakah pasien menggunakan pacu jantung ? Riwayat pengobatanApakah pasien mengkonsumsi obat (khususnya yang menyebabkan hipotensi)? Apakah pasien peminum alcohol? Penyelidikan fungsionalSangat penting untuk menentukan adanya penyakit kardiovaskular sehingga harus dilakukan penyelidikan fungsional lengkap untuk mencari gejala seperti palpitasi, nyeri dada, sesak napas, dan sebagainya. Riwayat keluargaRiwayat kematian mendadak di keluarga bisa menunjukkan adanya sindrom QT panjang atau kardiomiopati turunan.Pemeriksaan Fisik dan PenunjangPemeriksaan fisik pada pasien ini di dapatkan kesadaran koma, tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba. Pada monitoring EKG pasien di dapatkan gambaran :

EKG Monitor HolterGambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana gangguan irama jantung timbul. Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. Rontgen dadaDapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup. ElektrolitPeningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan gangguan irama jantung.

Pemeriksaan obatDapat menyatakan toksisitas jantung atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin dan lain-lain. Pemeriksaan tiroidPeningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan /meningkatnya gangguan irama jantung.

DiagnosisFibrilasi ventrikel (VF) merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang di tandai oleh kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan sulit dikenali (disorganized). VF merupakan penyebab utama kematian mendadak.6Penyebab utama VF adalah infark miokard akut, blok AV total dengan respons ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit (hipokalemia dan hiperkalimia), asidosis berat, dan hipoksia. Salah satu penyebab VF primer yang sering pada orang dengan jantung normal adalah sindrom Bruganda. Pada keadaan ini terjadi kelainan genetik pada gen yang mengatur kanal natrium (SCN5A) sehingga tercetus VF primer.6VF akan menyebabkan tidak adanya curah jantung sehingga pasien dapat pingsan dan mengalami henti napas dalam hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukan aritmia ini baru terjadi dan lebih besar peluangnya untuk diterminasi dengan defibrilasi. Sedangkan VF halus (fine VF) sulit dibedakan dengan asistol dan biasanya sulit diterminasi. Penanganan VF harus cepat dengan protokol resusitasi kardiopulmonal yang baku meliputi pemberian unsynchronized DC shock mulai 200 J sampai 360 J dan obat-obatan seperti adrenalin, amiodaron, dan magnesium sulfat.6

Terjadi akibat re-entery wavalet multipel di ventrikel. Pada VF tidak ada depolarisasi ventrikel yang terorganisasi, sehingga tidak ada kontraksi miokard yang efektif dan tidak ada pulsasi nadi, terdiri dari VF kasar (coarsa) dan VF halus (fine)

Diagnosa banding Ketoasidosis Diabetikum7-8Ketoasidosis diabetikum (DKA) adalah suatu komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes tipe 1 yang tidak terdiagnosa atau tidak terkontrol atau juga dapat sebagai akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada pasien diabetes tipe 1 yang sedang mengalami infeksi, trauma, infark miokard, dan pembedahan.1,3-5,7Pada semua kasus ketoasidosis diabetikum, harus dicari apakah ada faktor infeksi atau tidak, dan bila ada harus diterapi secara adekuat. Selain itu, ketoasidosis diabetikum juga dapat terjadi pada pasien yang tidak kooperatif dalam terapi insulin, terutama apabila episode terjadinya rekuren. Pada remaja dan dewasa muda, ketoasidosis diabetikum berat dengan episode rekuren mengindikasikan bahwa dibutuhkan konseling untuk mengubah pola kebiasaan pasien.1,3-5,7Biasanya ketoasidosis diabetikum diawali oleh poliuria dan polidipsia yang disertai dengan lemah, mual, dan muntah, sehari atau beberapa hari sebelum terjadinya penurunan kesadaran. Setelah itu, pasien akan mengalami stupor yang bisa berlanjut hingga terjadinya koma. Dalam pemeriksaan fisik akan ditemukan bahwa pasien yang dalam keadaan stupor tersebut mengalami dehidrasi, disertai dengan napas cepat dan dalam (kompensasi dari asidosis yang dialami pasien), dan napasnya berbau seperti buah (bau keton). Dapat pula terjadi hipotensi postural dengan takikardia, hal ini menandakan bahwa telah terjadi dehidrasi yang signifikan dan penurunan garam dalam tubuh. Nyeri abdomen juga sering dialami pasien, karena terjadinya atonia gaster. Penurunan suhu sering juga dijumpai dan terjadi akibat dehidrasi yang dialami pasien.

Stroke Hemoragik2-4Stroke Hemoragik adalah kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya satu atau lebih pembuluh darah di dalam otak. Darah keluar melalui pembuluh yang pecah di sekeliling jaringan otak, akumulasi dan menekan jaringan otak di sekitarnya. Gumpalan darah juga dapat terbentuk dan menghentikan suplai darah ke jaringan otak lainnya. Terdapat dua tipe stroke hemoragik tergantung dari lokasi dimana pembuluh darah tersebut pecah: Stroke Hemoragik Intraserebral (perdarahan di dalam otak) dan Stroke Perdarahan Subaraknoid (perdarahan di daerah antara otak dan lapisan tipis yang melapisi otak). Stroke Hemoragik adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa karena hal ini cenderung mempengaruhi daerah otak yang lebih luas jika dibandingkan dengan stroke iskemik, menyebabkan gangguan lebih besar pada tubuh dan fungsi otak, seperti paralisis, kehilangan kemampuan bicara dan menelan hilang ingatan dan kehilangan kecardasan.Tanda gejala penyakit stroke ini bisa menyerang siapa saja, terutama mereka yang menderita penyakit-penyakit berbahaya misalnya adalah penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakt jantung, kadar kolesterol yang tinggi, trigliserida tiinggi, pengerasan yang terjadi pada pembuluh darah, penyempitan pembuluh darah, obesitas dan juga hal yang lainnya.Akan tetapi, pada umumnya stroke riskan terjadi pada penderitapenyakit hipertensi.Manifestasi Klinik1-5 Kongesti Vaskular pulmonal Dispnea Ortopnea Dispnea nocturnal paroksimal Batuk iritasi Edema pulmonal akut Penurunan curah jantung Gallop atrial-S4 Gallop ventrikel-S3 Crackles paru Disritmia Bunyi napas mengi Pulsus alternans Peningkatan berat badan Pernapasan cheyne stokesEtiologi3-5Vibrilasi ventrikel dapat terjadi pada kondisi : iskemia dan infark miokard, manipulasi kateter pada ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik, pemanjangan interval QT, atau sebagai irama akhir pada pasien dengan kegagalan sirkulasi, atau pada kejadian takikardi ventrikel yang memburuk.Penyebab yang paling umum dari fibrilasi ventrikel adalah heart attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak memperoleh oksigen yang cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain. Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain :a. Gangguan jantung struktural Iskemik atau infark miokard akibat penyakit jantung koroner. Kardiomiopatib. Gangguan jantung nonstruktural Mekanik (commotio cordis) Luka atau sengatan listrik Pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome) Heart block Channelopathies Long QT syndrome Short QT syndrome Brugada syndromec. Noncardiac respiratory Bronchospasm Aspirasi Hipertensi pulmonal primer Emboli pulmonal Tension pneumotoraks Metabolik atau toksikd. Gangguan elektrolit dan asidosis Obat-obatan Keracunan Sepsise. Neurologik Kejang Perdarahan intrakranial atau strok iskemik Tenggelam

Epidemiologi3Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika serikat, dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang disebabkan oleh fibrilasi ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh kanker paru-paru, kanker payudara, ataupun AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya merupakan tanda dari penyakit jantung koroner dan bertanggung jawab dari sekitar 50% kematian akibat PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih sama dengan frekuensinya di Amerika Serikat.Insiden fibrilasi ventrikel pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3 : 1). Rasio ini merupakan refleksi dari tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita. Insiden fibrilasi ventrikel sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-75 tahun.Patofisiologi1Keadaan paling serius dari semua aritmia jantung adalah fibrilasi ventrikel, yang bila tidak dihentikan dalam waktu 1 sampai 3 menit, hampir selalu menimbulkan keadaan fatal. Fibrilasi ventrikel terjadi karena impuls jantung yang terdapat di dalam masa otot ventrikel timbul diluar kendali.Impuls tersebut akan merangsang salah satu bagian otot ventrikel, kemudian merangsang bagian lain, kemudian bagian lain lagi, dan akhirnya kembali ke tempat semula dan merangsang kembali otot ventrikel yang sama berulang-ulang kali dan tidak pernah berhenti.Jadi tidak pernah terjadi kontraksi otot yang terkoordinasi dari semua otot ventrikel pada saat bersamaan, yang diperlukan untuk siklus pompa jantung. Oleh karena itu setelah fibrilasi dimulai, orang akan hilang kesadarannya dalam waktu 4 sampai 5 detik, karena tidak ada darah mengalir ke otak, dan kematian jaringan yang tidak dapat dicegah mulai terjadi di seluruh tubuh dalam waktu beberapa menit.Beberapa faktor dapat mencetuskan awal dari fibrilasi ventrikel seseorang dapat memiliki denyut jantung normal untuk sementara tetapi satu detik kemudian ventrikel mengalami fibrilasi. Hal-hal tertentu yang cenderung menimbulkan fibrilasi adalah (1) kejut jantung tiba-tiba, atau (2) iskemia otot jantung, terutama sistem konduksi, atau keduanya.Fenomena Masuk-Kembali (Re-entry) Gerakan Berputar sebagai dasar timbulnya fibrilasi ventrikel. Bila serabut-serabut otot yang mula-mula dirangsang masih dalam keadaan refrakter, impuls akan berhenti karena otot yang refrakter itu tidak dapat menghantarkan impuls kedua.Terdapat tiga keadaan berbeda yang dapat menyebabkan impuls terus berjalan di sekeliling lingkaran tersebut, yaitu, menyebabkan impuls masuk-kembali ke dalam otot yang sudah di rangsang. Hal ini disebut gerakan berputar Tiga keadaan tersebut adalah :(a) Jalur di sekeliling lingkaran tersebut sangat panjang, pada saat impuls kembali ke tempat asal mulanya, otot tersebut sudah tidak berada dalam masa refrakter lagi sehingga akibatnya impuls akan mengelilingi lingkaran tersebut. (b) Bila panjang jalur tetap konstan tetapi kecepatan konduksi cukup menurun, akan terjadi perpanjangan selang waktu tempuh sebelum impuls kembali ke tempat semula. Pada saat ini otot yang mulanya sudah terangsang mungkin telah keluar dari keadaan refrakter, dan impuls akan terus mengelilingi lingkaran tersebut berulang kali.(c) Periode refrakter otot bisa menjadi sangat memendek. Pada keadaan ini impuls juga akan terus mengelilingi lingkaran tersebutSemua keadaan ini terjadi pada berbagai keadaan patologi yang berbeda pada jantung manusia, seperti berikut ini :11) Jalur panjang biasanya terjadi pada jantung yang telah berdilatasi. 2) Penurunan kecepatan konduksi sering kali akibat (a) blok pada sistem Purkinje, (b) iskemia otot jantung, (c) kadar kalium darah yang tinggi, atau (d) faktor-faktor lainnya. 3) Periode refrakter memendek biasanya terjadi sebagai respons terhadap obat, seperti epinefrin, atau setelah rangsangan listrik berulang. Jadi, pada beberapa gangguan jantung, impuls yang masuk-kembali dapat menyebabkan pola kontraksi jantung abnormal atau irama jantung abnormal, dengan mengabaikan pengaruh picu jantung dari nodus sinus.

PentalaksanaanAlgoritma tatalaksana henti jantung dapat di lihat pada diagram di bawah ini. Henti jantung dapat disebabkan oleh 4 tipe gangguan irama jantung, yaitu: Ventricular fibrillation (VT) Pulseless ventricular tachycardia (VT) Pulseless electric activity (PEA) Asystole

VF menandakan aktivitas elektrik yang tidak terorganisir, sedangkan pulseless VT menunjukkan aktivitas elektrik yang terorganisir pada miokard ventrikel. Tetapi baik VF ataupun VT tidak menghasilkan cardiac output yang signifikan.Pasien dengan keadaan seperti ini henti jantung, membutuhkan penanganan BLS serta ACLS dengan integrasi post-cardiac arrest care. Dasar dari keberhasilan ACLS adalah kualitas CPR yang baik dan pada VF/pulseless VT dibutuhkan defibrilasi segera pada menit-menit awal setelah pasien kolaps. Terapi post henti jantung (ROSC) seperti terapi hipotermia dan PCI segera juga meningkatkan survival rate pasien.ACLS 2010 memiliki logaritma penanganan henti jantung yang di sajikan dalam dua tipe traditional box-and-line serta format circular yang baru. Peroidik pause pada CPR harus dilakukan dengan cepat dan hanya untuk mengevaluasi ritme jantung pasien.

Algoritma untuk fibrilasi ventrikel dari American Heart Association (2010)1. Aktifkan emergency response system2. Mulai lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan berikan oksigen apabila tersedia3. Pastikan pasien benar-benar mengalami fibrilasi ventrikel sesegera mungkin (bisa dengan menggunakan Automated external defibrillator)4. Lakukan defibrilasi sekalia. Dewasa: 200 J untuk gelombang bifasik dan 360 J untuk gelombang monofasikb. Anak: 2 J/kgBB5. Lanjutkan lagi RJP segera tanpa memeriksa nadi, lakukan selama 5 siklusa. Satu siklus RJP adalah 30 kompresi dan 2 pernapasanb. Lima siklus RJP setidaknya hanya memakan waktu 2 menit (dengan kompresi 100 kali per menit)c. Jangan memeriksa ritme/nadi dulu sebelum 5 siklus RJP terselesaikan6. Saat melakukan RJP, minimalisasi interupsi saat melakukan hal-hal di bawah ini:a. Mencari akses intravenab. Melakukan intubasi endotrakealc. Setelah diintubasi, lanjutkan RJP dengan 100 kompresi per menit tanpa henti serta lakukan respirasi buatan sebanyak 8-10 kali napas per menit.7. Periksa ritme setelah 2 menit RJP8. Ulangi lagi defibrilasi satu kali apabila masih terdapat ventrikel fibrilasi atau belum dirasakan denyut nadi. Gunakan tegangan yang sama seperti pada defibrilasi pertama pada dewasa. Sedangkan pada anak gunakan tegangan sebesar 4 J/kgBB.9. Segera lanjutkan kembali dengan RJP selama 2 menit, setelah defibrilasi10. Terus ulangi siklus berikut ini:a. Pemeriksaan ritmeb. Defibrilasic. RJP 2 menit11. vasopressora. Beri vasopressor saat RJP sebelum atau sesudah syok, setelah akses intravena atau intraosseous didapatkan,b. Berikan epinefrin 1 mg setiap 3-5 menitc. Pertimbangkan juga pemberian vasopressin 40 unit sebagai pengganti dosis epinefrin pertama atau kedua.12. Antidisritmiaa. Berikan obat antidisritmia saat RJP, sebelum atau sesudah syokb. Berikan amiodarone 300 mg IV/IO satu kali, lalu pertimbangkan lagi pemberian tambahan 150 mg satu kalic. Sebagai pengganti atau tambahan untuk amiodarone, dapat diberikan lidokain 1-1.5 mg/kgBB dosis pertama, dan dosis tambahan 0.5 mg/kgBB. Dosis maksimum yang dapat diberikan adalah 3 mg/kgBB13. Lidokain dan epinefrin dapat diberikan lewat endotrakeal tube apabila akses IV/IO gagal. Gunakan dosis 2.5 kali dari dosis IV.

Pencegahan Gaya hidup memainkan peranan yang sangat penting untuk mengurangkan resiko penyakit jantung atau rentak jantung yang tidak seragam. Diantara langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah penyakit ini adalah :1. Pola makanMakanlah makanan yang rendah kolesterol dan rendah lemak. Makanan ini dapat menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah.2. Berhenti merokokMerokok meningkatkan kadar denyutan jantung. Berhenti merokok menurunkan resiko terhadap rentak jantung yang tidak normal.3. SenamSenam dengan rutin baik untuk kesehatan dan jantung.4. Hindari alkohol dan kafein5. Obat-obatanSebagian obat, ada yang dapat meningkatkan resiko penyakit ini. Hal ini dapat dicegah dengan mengurangi dosisnya atau menghentikan pemakaian untuk sementara. Contoh obat, mis : amitriptilin, terfenadin, dan astemizol.

v. KesimpulanIntervensi untuk mencegah henti jantung pada pasien kritis merupakan hal yang ideal. Ketika terjadi henti jantung, CPR yang berkualitas dibutuhkan untuk membantu intervensi ACLS lainnya agar pasien dapat diselamatkan. Selama resusitasi, tenaga kesehatan harus melakukan kompresi dada yang kecepatannya adekuat, kedalamannya ideal, harus complete recoil pada setiap kompresi, minimum intervensi dan mencegah ventilasi yang berlebihan.Kualitas CPR dapat pantau dari parameter mekanik dan fisiologik seperti yang dijelaskan di atas. Selain itu, advenced post cardiac arrest care dapat mengoptimalkan outcome yang didapatkan oleh pasien.

Daftar Pustaka

1. Hall JE. Guyton and Hall textbook of medical physiology. 12th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2011: 159-62. 2. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA. Part 5: Adult basic life support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S685S705. 3. Cave DM, Gazmuri RJ, Otto CW, Nadkarni VM, Cheng A, Brooks SC, Daya M, Sutton RM, Branson R, Hazinski MF. Part 7: CPR techniques and devices: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S720S8. 4. Neumar RW, Otto CW, Link MS, Kronick SL, Shuster M, Callaway CW, Kudenchuk PJ, Ornato JP, McNally B, Silvers SM, Passman RS, White RD, Hess EP, Tang W, Davis D, Sinz E, Morrison LJ. Part 8: adult advanced cardiovascular life support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S729 S67. 5. PeberdyMA, Callaway CW, Neumar RW, Geocadin RG, Zimmerman JL, Donnino M, Gabrielli A, Silvers SM, Zaritsky AL, Merchant R, Vanden Hoek TL, Kronick SL. Part 9: postcardiac arrest care: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S768S86.6. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. IVth ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2006. p. 1532-15377. Gardner DG, Shoback D. Greenspans basic & clinical endocrinology. 2nd ed. Canada: Elsevier; 2005. p. 672-723 8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2014. p. 4049-51,4159

Septi Tjandra