14
Acara IV ISOLASI & PEMBUATAN POWDER FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI “BLUE GREEN SPIRULINALAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh : Nama : Theresia Gilang A. NIM : 13.70.0123 Kelompok C5 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Fikosianin_Theresia Gilang A_C5_Unika Soegijapranata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat pewarna bubuk dari fikosianin

Citation preview

Acara IV

ISOLASI & PEMBUATAN POWDER

FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI DARI

“BLUE GREEN SPIRULINA”

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh :

Nama : Theresia Gilang A.

NIM : 13.70.0123

Kelompok C5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

1

1. Materi Metode

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum fikosianin ini adalah sentrifuge,

pengaduk/stirrer, oven dan plate stirrer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa Spirulina basah atau

kering, aquades dan dekstrin

1.2. Metode

Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.

Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2

dan diukur kadar

fikosianinnya pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

Diaduk dengan stirrer ± 2 jam

2

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%

Didapat adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan

supernatan : dekstrin = 1 : 1 (kelompok C1-C3), sedangkan kelompok

C4-C5 menggunakan perbandingan 8 : 9

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) =𝑂𝐷615 − 0,474(𝑂𝐷652)

5,34×

1

10−2

𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 (mg/g) =𝐾𝐹 × 𝑉𝑜𝑙 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡)

𝑔 (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑎)

Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :

3

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada tabel 1.

Keterangan Warna:

+ Biru Muda

++ Biru

+++ Biru Tua

Pada hasil pengamatan fikosianin dapat diketahui bahwa jumlah biomassa kering dan aquades yang ditambahkan sebesar 8 gram dan 80 ml.

kemudian pada semua kelompk total filtrat yang diperoleh sebanyak 56 ml. pada nilai absorbansi panjang gelombang 615 didapatkan nilai

yang paling tinggi adalah kelompok C1 sebesar 0,1490 kemudian yang paling kecil adalah kelompok C4 sebesar 0,1410. Pada nilai

absorbansi panjang gelombang 625 diketahui bahwa nilai paling tinggi ada pada kelompok C2 dengan nilai 0,0594 dan nilai terkecil

sebesar 0,0574 yaitu pada kelompok C3. Nilai KF terbesar adalah kelompok C1 dengan nilai 2,280 mg/ml dan nilai terkecil adalah

kelompok C4 yaitu 2,114 mg/ml. kemudian pada yield nilai tertinggi ada pada kelompok C1 sebesar 15,960 mg.ml dan nilai terkecil pada

Kel Berat Jumlah Aquades Total Filtrat

OD 615 OD 652

KF Yield Warna

Bio Massa

Kering(g) ditambahkan(ml)

Diperoleh

(ml) (mg/ml) (mg/ml)

Sebelum

di Oven

Sesudah

diOven

C1 8 80 56 0,1490 0,0575 2,280 15,960 +++ +

C2 8 80 56 0,1460 0,0594 2,207 15,449 +++ +

C3 8 80 56 0,1437 0,0574 2,181 15,267 +++ +

C4 8 80 56 0,1410 0,0593 2,114 14,798 ++ +

C5 8 80 56 0,1440 0,0588 2,175 15,225 ++ +

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin

4

kelompok C4 yaitu sebesar 14,798 mg/ml. pada analisa warna sebelum dioven kelompok C1, C2 dan C3 mendapatkan warna fikosianin

biru tua sedangkan kelompok C4 dan C5 mendapatkan warna fikosianin biru. Pada analisa warna setelah dioven dapat diketahui bahwa

pada kelompok C1, C2, C3 dan C4 berwarna biru muda sedangkan kelompok C5 berwarna biru.

5

3. PEMBAHASAN

Pewarna merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk memberikan

warna pada produk supaya penampakannya lebih menarik. Pewarna makanan pada

umumnya dibagi menjadi 2 jenis yaitu pewarna makanan alami dan sintetis

(Mohammad, 2007). Pewarna makanan yang alami baik bagi kesehatan tubuh dalam

jangka pendek maupun jangka panjang, namun pewarna alami ini sangat dipengaruhi

oleh adanya panas, pH, cahaya dan ketersediaannya terbatas sehingga harganya pun

lebih mahal. Sedangkan pewarna sintetis jika digunakan secara berlebihan akan

menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan tubuh manusia (Astawan & Kasih, 2008).

Fikosianin merupakan salah satu produsen alami didalam ekosistem perairan yang dapat

menghasilkan energi dan metabolit bermanfaat. Fikosianin ini sering dimanfaatkan

didalam bidang pangan, dan dapat menghasilkan komponen bioaktif dalam bidang

kedokteran, industry pangan dan farmasi (Metting & Pyne, 1986).

Spirulina merupakan kelompok alga biru dengan struktur multiseluler, berbentuk

filament dan silinder tidak bercabang dengan ukuran 100 kali lebih besar dari sel darah

manusia. Spirulina hidup diperairan yang bersifat alkali dengan suhu yang hangat atau

hidup di kolam dangkal di wilayah tropis. Spirulina dapat menghasilkan pigmen

fikosianin yang berwarna biru yang dapat larut dalam pelarut polar sehingga dapat

diaplikasikan sebagai pewarna makanan yang alami. Spirulina sendiri sering

dimanfaatkan karena kandungan proteinnya mencapai 50-70% dari berat kering,

kemudian Spirulina ini rendah kolestrol dan memiliki lemak sekitar 4-7%, berkalori,

mengandung 9 vitamin esensial serta 14 mineral yang terikat dengan asam amino

termasuk adanya sodium (Candra, 2011). Guangwen et al (2011) dalam jurnalnya

menambahakan bahwa spirulina kaya akan vitamin A dengan kandungannya mencapai

50% β-karoten. Dalam penelitiannya menggunakan HPLC ditemukan dalam 1 gram

spirulina mengandung 0,9 – 1,1 mg trans- β-karoten. Spirulina juga merupakan sumber

yang baik untuk senyawa zeaxanthin. Zeaxanthin merupakan predominan xanthophyll

pada mata manusia yang mampu mengurang resiko katarak.

6

Pigmen fikosianin ini pada umumnya dapat diperoleh dari Spirulina plantesis,

Aphanothece halophytica, Synechococcus sp., IO9201, dan Nostoc sp. Fikosianin yang

didapatkan dari Spirulina ini berperan sebagai penyimpan nitrogen. Romay et al (1998)

mengatakan bahwa fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka yang berfungsi

untuk menangkap radikal oksigen sihingga mempunyai kemampuan untuk menangkap

radiasi sinar matahari paling efisien dibandingkan dengan klorofil maupun karotenoid.

Menurut Candra (2011) fikosianin ini sangat mudah rusak akibat adanya suhu tinggi,

dan penyimpanan yang lama, pada penyimpanan 5 hari akan menyebabkan fikosianin

ini mengalami pemudaran warna hingga 30%, pada penyimpanan 15 hari pada suhu

ruang (35oC) warna fikosianin berubah menjadi bening. Keshav et al (2013) dalam

jurnalnya mengatakan bahwa di dalam spirulina terdapat banyak protein, fikobilin

merupakan protein yang memiliki kemampuan transfer energi pada saat fotosintesis.

Sifat fikobilin tersebut adalah hidrofilik, memiliki warna yang cerah dan stabil terhadap

cahaya. Protein fikobilin seperti C-fikosianin, allo-fikosianin, dan fikoeritin terbuat dari

ikatan polipeptida bentuk α dan β. C-fikosianin ini biasanya diekstrak dari Spirulina

plantesis dan berpotensi sebagai hepatoprotective, anti-inflammatory, antioksidan.

Chantal et al. (2008) menyatakan fikobiliprotein berguna untuk absorpsi dan transfer

energi secara dinamik.

Pada praktikum ini pertama-tama yang dilakukan adalah biomassa Spirulina

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dilarutkan dengan aqua destilata dengan

perbandingan 1:10. Walter (2011) mengatakan bahwa aqua destilata merupakan salah

satu pelarut polar dengan kandungan pH yang netral yang dapat digunakan untuk

mengekstrak pigmen fikosianin dai Spirulina. Setelah dilarutkan, maka larutan tersebut

diaduk dengan stirrer selama 2 jam. Pengadukan ini bertujuan untuk memaksimalkan

ekstraksi dan menghomogenkan larutan. Setelah dilakukan pengadukan, maka larutan

tersebut disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Silveira et al

(2007) mengatakan bahwa proses sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan cairan

dengan padatannya (debris sel) supaya tidak mengganggu proses pengukuran

absorbansi. Pada praktikum ini cairan yang dipisahkan mengandung fikosianin yang

larut dalam pelarut polar. Setelah didapatkan filtrat maka diukur kadar fikosianinnya

7

dengan spektrofotometer dengan OD 615 nm dan 652 nm. Spektofotometri merupakan

metode analisa kimia yang didasarkan pada interaksi antara radiasi elektromagnetik

dengan bahan kimia (Erwing, 1976). Menurut Antelo et al. (2010), panjang gelombang

615 nm dan 652 nm digunakan untuk mengukur hasil ekstraksi pigmen fikosianin.

Kemudian supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan

supernatan : dekstrin = 1 : 1 (kelompok C1-C3), sedangkan kelompok C4-C5

menggunakan perbandingan 8 : 9.

Dekstrin merupakan salah satu hidrokoloid yang termasuk dalam senyawa polisakarida

yang mudah larut dalam air dan terbentuk dari gula-gula sederhana dan turunannya

(Fennema, 1985). Penambahan bahan pengisi dekstrin diperlukan dalam pembuatan

bubuk pewarna, dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan dan mencegah

kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan dan

memperbesar volume (Murtala, 1999). Dekstrin dapat mengurangi oksigen yang larut

dan proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin bersifat,lebih cepat terdispersi, mudah larut

dalam air, lebih stabil daripada pati, serta tidak kental (Ribut & Kumalaningsih,2004).

Dekstrin stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil dan

senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi seperti fikosianin (Fennema, 1976).

Setelah ditambah dengan dektrin maka larutan fikosianin tersebut dituangkan ke dalam

wadah sebagai alas kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 45oC sampai kadar air

kira-kira mencapai 7%. Adonan fikosianin yang mongering kemudian dihancurkan

hingga menjadi bubuk fikosianin. Menurut Angka & Suhartono (2000) suhu yang

digunakan dalam pengeringan tidak boleh melebihi 60 o

C karena sifat fikosianin yang

tidak tahan suhu pemanasan dan mencegah terjadinya degradasi fikosianin dan

munculnya reaksi Maillard.

Danzia et al (2015) mengatakan dalam jurnalnya bahwa adanya beberapa kesulitan

dalam mengekstraksi fikosianin karena dinding sel fikosianin yang berlapis-lapis dan

mengandung banyak sekali kontaminan. Aqueous two-phases system merupakan metode

yang paling sederhana yang memberikan banyak keuntungan seperi waktu yang singkat,

energi yang dibutuhkan tidak banyak, efisien dan ekonomis. Metode Ionic liquid juga

8

banyak diaplikasikan bersamaan dengan penggunaan garam dimana melting pointnya

dibawah 100oC serta mengandung kation organik dan beberapa anion.

Pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa semua kelompok menggunakan biomassa

kering sebanyak 8 gram, kemudian menggunakan aqua destilata sebanyak 80 ml

sehingga didapatkan filtrat sebanyak 56 ml. pada pengukuran OD 615 setiap kelompok

menghasilkan angka yang berbeda, pada kelompok C1 didapatkan angka sebesar

0,1490, kelompok C2 sebesar 0,1460, C3 sebesar 0,1437, C4 sebesar 0,1410 dan C5

sebesar 0,1440. Pada pengukuran dengan OD 652 kelompok C1 mendapatkan angka

sebesar 0,0575, C2 sebesar 0,0594, C3 sebesar 0,0574, C4 sebesar 0,0593, C5 sebesar

0,0588. Kemudian konsentrasi fikosianin C1 yaitu 2,280 mg/ml, C2 yaitu 2,207 mg/ml,

C3 yaitu 2,181 mg/ml, C4 yaitu 2,114 mg/ml, C5 yaitu 2,175 mg/ml. Yield C1 yaitu

sebesar 15,960 mg/ml, C2 sebesar 15,449 mg/ml, C3 sebesar 15,267 mg/ml, C4 sebesar

14,798 mg/ml, C5 sebesar 15,225 mg/ml.

Antelo et al (2010) mengatakan bahwa yield dan konsentrasi fikosianin dipengaruhi

oleh nilai optical density. Besarnya nilai OD615 dan OD652 berbanding lurus dengan

perolehan KF dan yield fikosianin. Sedangkan nilai absorbansi dipengaruhi oleh

konsentrasi dan kejernihan larutan, semakin pekat atau keruh suatu larutan maka

semakin tinggi pula nilai absorbansinya (Fox, 1991). Namun pada hasil pengamatan,

hasil OD 615 dan OD 652 tidak menunjukkan angka yang berbanding lurus dengan nilai

KF dan Yield. Hal ini mungkin dapat terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi

dektrin yang ditambahkan, hasil yang tidak tepat juga bisa disebabkan oleh masih

adanya padatan yang tertinggal didalam larutan pada saat melakukan proses

spektrofotometri sehingga nilai yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi.

Pada analisa warna, warna fikosianin sebelum dilakukan pengeringan untuk kelompok

C1 sampai C3 yaitu biru tua, sedangkan pada C4 dan C5 warna yang dihasilkan yaitu

biru. Kemudian pada warna sesudah dioven warna yang dihasilkan kelompok C1

sampai C4 yaitu biru muda dan C5 yaitu biru. Perbedaan pengamatan warna fikosianin

sebelum dikeringkan disebabkan karena pengamatan warna dilakukan secara indrawi, di

mana pengamatan tersebut sangat terbatas dan bersifat subjektif. Setelah proses

9

pengeringan menggunakan oven, diperoleh warna fikosianin yang sama yaitu biru

muda. Semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang ditambahkan maka akan membuat

warna bubuk fikosianin menjadi pudar atau cenderung berwarna lebih cerah (Wiyono,

2007).

Venkatesh et al (2009) dalam jurnalnya mengatakan bahwa penambahan spirulina dapat

meningkatkan nutrisi bagi ulat sutera yang diternak dikombinasi dengan daun murbei

untuk mengefektifkan perubahan ulat sutera menjadi kepompong. Hal ini dapat terjadi

karena spirulina mengandung 18 jenis asam amino, glutamin, glisin, histidine, lisin,

methonin, kreatin, sistein, fenilalanin, serin, prolin, triptofan, asparagin, asam piruvat,

dan vitamin yang penting seperti biotin, tokoferol. tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,

asam pirodozoat, vitamin B12 dan β-karoten.

10

4. KESIMPULAN

Besar kecilnya jumlah fikosianin yang terkandung dalam biomasa sel tergantung

dari jumlah suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina.

Aquades digunakan dalam ekstraksi fikosianin karena merupakan pelarut polar

dan memiliki pH yang netral.

Pengadukan dengan stirrer bertujuan untuk menghomogenkan larutan dan untuk

memaksimalkan kontak pelarut dengan fikosianin.

Tujuan sentrifugasi adalah mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen

fikosianin yang larut dalam pelarut polar.

Penambahan dekstrin supaya proses pengeringan berjalan lebih cepat dan dapat

mencegah terjadinya kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, serta

meningkatkan total padatan.

Konsentrasi dan yield fikosianin dipengaruhi oleh optical density.

Nilai absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan.

Penambahan dekstrin menyebabkan warna bubuk fikosianin menjadi pudar atau

cenderung berwarna lebih cerah.

Semarang, 20 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

-Ferdyanto Juwono

-Deanna Suntoro

Theresia Gilang Astuti

13.70.0123

11

5. DAFTAR PUSTAKA

Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor : PKSPL-

IPB.

Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. (2010). Extraction and

Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and

Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.

Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. 2010. Extraction and

Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and

Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.

Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. Hal 161-184.

Candra B.A. 2011. Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang

Dikeringkan dan Diamobilisasi. Insitut Pertanian Bogor.

Chantal, D. Alexander, B. D. Ivo, H. M. et al. (2008). Phycicyanin Sensitizes both

Photosystem I and Photosystem II in Cryptopghyte Chroomonas CCMP270 Cells.

Biophysical Journal Vol. 94, 2423-2433.

Chantal, D. Alexander, B. D. Ivo, H. M. et al. (2008). Phycicyanin Sensitizes both

Photosystem I and Photosystem II in Cryptopghyte Chroomonas CCMP270 Cells.

Biophysical Journal Vol. 94, 2423-2433.

Danzia, W. Fenqin, Z. Guanghong L. Shenghui, Y. And Xifeng, Z. (2015). Extraxction

and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aquesous Two-Phase System

of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrition Research Vol 3 No 1, 15-

19.

Erwing, G. W.1976. Instumental Methods Of Chemical Analysis. Mc. Graw – Hill

Book Company. USA. Erlangga. Jakarta.

Fennema, D. R. 1985. Food Chemisstry, third Edition. Marcel Dekker Inc. New York.

Fennema, O.R. 1976. Principles of Foods Science. Marcel Dekker. Inc. New York

Fox, P. F. 1991. Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

12

Guangwen, T and Paolo, M. S. (2011). Vitamin A, Nutrition and Health Balues of

Algae : Spirulina, Chlorella and Dunaliella. Journal of Pharamcy and Nutrition

Sciences.

Keshav, D. S. Rajendra, B. G. Rimal, B. P. And Suresh P. K. (2013). Extrax=ction and

Purification of C-phycicyanin from dry Spirulina Powder and Evaluating its

Antioxidant, Anticoagulant and Preventin of DNA Damage Activity. Journal of

Applied Pharmaceutical Science Vol. 3 (08), pp 149-153.

Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga.

Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

Mohammad, Johan. 2007. Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari

Spirulina fusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi

Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis).

Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.

Ribut, S. dan S. Kumalaningsih, (2004). Pembuatan bubuk sari buah sirsak dari bahan

baku pasta dengan metode foam-mat drying. Kajian Suhu Pengeringan,

Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta.

http://www.pustaka-deptan.go.id.

Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. 1998. Antioxidant

and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae.

Inflammation Research.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.(2007).

Bioresour.Technol.,98, 1629.

Venkatesh, K. R. Dhiraj, K. Ashutosh, K. and Dhami, S. S. (2009). Effect of Blue

Green Micro Algae (Spirulina) on Cocoon Quantitative Parameters of Silkworm

(Bombyx mori L.) ARPN Journal pf Agricultural and Biological Science.

Walter, Alfredo, Julio Cesar de C., Vanete T. S., Ana B. B., Vanessa G., and Carlos R.

S. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under

Different Light Spectra.Vol. 54, pp 675-682.

Wiyono, R. 2007. Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak Curcuma

xanthorrhiza Roxb Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi

Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

13

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan :

Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 (OD652)

5,34 x

1

10−2

Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)

g (berat biomassa)

Kelompok C1

KF = 0,1490 – 0,474 (0,0575)

5,34 x

1

10−2 = 2,280 mg/ml

Yield = 2,280×56

8 = 15,960 mg/g

Kelompok C2

KF = 0,1460 – 0,474 (0,0594)

5,34 x

1

10−2 = 2,207 mg/ml

Yield = 2,207×56

8 = 15,449 mg/g

Kelompok C3

KF = 0,1437 – 0,474 (0,0574)

5,34 x

1

10−2 = 2,181 mg/ml

Yield = 2,181×56

8 = 15,267 mg/g

Kelompok C4

KF = 0,1410 – 0,474 (0,0593)

5,34 x

1

10−2 = 2,114 mg/ml

Yield = 2,114×56

8 = 14,798 mg/g

Kelompok B5

KF = 0,1440 – 0,474 (0,0588)

5,34 x

1

10−2 = 2,175 mg/ml

Yield = 2,175 × 56

8 = 15,225 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal