File Revaluasi

  • Upload
    yoyig

  • View
    268

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/2/2019 File Revaluasi

    1/6

    Revaluasi Aset Tetap: Suatu Tinjauan dari Aspek Akuntansi dan Aspek PeraturanPerpajakan

    Ditulis oleh Tarko SunaryoTuesday, 26 August 2008

    Pada tahun 2007 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia mengesahkan tiga ExposureDraft menjadi PSAK yaitu PSAK No 13 (revisi 2007) Properti Investasi, PSAK No. 16 (revisi 2007) Aset Tetap dan PSAKNo. 30 (revisi 2007) Sewa. Ketiga PSAK tersebut berlaku efektif untuk penyusunan laporan keuangan untuk periode

    yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2008. Ketiga PSAK tersebut terutama membahas mengenai standar perlakuanakuntansi untuk aset tetap. Pengesahan ketiga PSAK tersebut dilakukan sebagai bagian dari proses konvergensi PSAKterhadap International Financial Reporting Standard (IFRS). Oleh karena itu materi PSAK baru tersebut diambilseluruhnya dari IFRS dengan beberapa penyesuaian karena ada beberapa nomor IFRS yang belum diadopsi di dalamPSAK.

    Dengan berlaku secara efektif ketiga PSAK tersebut maka PSAK lama yaitu PSAK No. 13 (1994) Akuntansi untukInvestasi, PSAK No. 16 (1994) Aktiva Tetap dan Aktiva lain-lain, PSAK No. 17 (1994) Akuntansi Penyusutan dan PSAKNo. 30 (1990) Akuntansi Sewa Guna Usaha menjadi tidak berlaku untuk penyusunan laporan keuangan sebuah entitas.Kemudian pada tanggal 23 Mei 2008 Menteri Keuangan Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri KeuanganNo. 79/PMK.03/2008 (PMK 79/2008) tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan.PMK 79/2008 ini menggantikan peraturan sejenis yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002.

    Tulisan ini akan membahas mengenai revaluasi aset tetap terkait dengan adanya standar akuntansi baru tersebut danbagaimana hubungannya dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

    Revaluasi Aset Tetap Menurut Standar Akuntansi

    Salah satu perbedaan pokok antara PSAK No. 16 (2007) tersebut dibandingkan dengan PSAK No. 16 (1994) adalahdalam hal pengukuran setelah pengakuan awal. Pada PSAK No.16 (2007) disebutkan bahwa suatu entitas harusmemilih model biaya (cost model) atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansi suatu entitas dan menerapkankebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Apabila entitas menggunakan model biayamaka setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasipenyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Model biaya ini sama perlakuannya dengan standar akuntansiyang sudah ada sebelumnya.

    Sedangkan pada model revaluasian, setelah diakui sebagai suatu aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukursecara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi, dikurangi dengan akumulasipenyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukandengan keteraturan yang cukup regular untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material darijumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.

    Sedangkan dalam PSAK No.16 (1994) suatu entitas hanya diperkenankan menggunakan model biaya dan tidakdiperkenankan menggunakan model revaluasian. Karena itu tidak ada uraian lebih lanjut mengenai revaluasi aset tetap.Namun demikian dalam PSAK 1994 terdapat pengecualian yaitu suatu entitas diperkenankan melakuan revaluasi atasaktiva tetap sepanjang revaluasi tersebut dilakukan dengan mengikuti peraturan pemerintah. Dalam hal ini peraturanpemerintah yang relevan adalah peraturan dibidang perpajakan. Kewajiban tersebut diantaranya adalah pengenaanpajak penghasilan final atas kenaikan aktiva tetap sebagai hasil revaluasi dan pencatatan atas hasil revaluasi yangdilakukan. Pengecualian ini dilakukan untuk mengakomodasi mekanisme pencatatan apabila suatu entitas melakukanrevaluasi untuk tujuan perpajakan. Keputusan Menteri Keuangan No.486/KMK/.03/2002 mewajibkan bahwa ataskenaikan hasil revaluasi aset tetap dicatat dalam akun selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan. Olehkarena itu salah satu pertimbangan penting dalam melakukan revaluasi aset tetap berdasarkan PSAK 16 (1994) adalahbagaimana dampak perpajakannya.

    Dengan mengadopsi model revaluasian sesuai PSAK 16 (2007) maka revaluasi aset tetap dalam rangka penyajianlaporan keuangan tidak lagi harus mengikuti ketentuan perpajakan. Suatu entitas yang memilih model revaluasianmempunyai pilihan untuk melaporkan atau tidak atas hasil revaluasi untuk tujuan perpajakan. Apabila entitas bermaksudtidak melaporkan hasil revaluasian tersebut untuk tujuan perpajakan maka akan terjadi beda temporer antara laporankeuangan dengan laporan fiskalnya sehingga pengaruh pajak tangguhan atas revaluasi tersebut perlu dihitung.

    Beberapa paragraf dalam PSAK 16 (2007) menjelaskan mengenai nilai wajar aset tetap pada saat revaluasian. Nilaiwajar tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasiprofessional berdasarkan bukti pasar. Jika tidak ada nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarangdiperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas dapat menggunakan pendekatanpenghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan. Belum ada pedoman yang lebih lanjut mengenai bagaimanasuatu entitas atau profesi penilai dalam menentukan nilai wajar. Bahkan dalam kasus penentuan nilai wajar pabrik dan

    Alumni STAN masuk '93

    http://stan93.com Powered by: Joomla! Generated: 25 June, 2010, 22:33

  • 8/2/2019 File Revaluasi

    2/6

    peralatan PSAK cenderung menyerahkan kepada profesi penilai. Sehingga dikhawatirkan akan mengurangi reliabilitaslaporan keuangan.

    PSAK 16 (2007) menyebutkan bahwa frekuensi revaluasi tergantung kepada perubahan nilai wajar dari suatu aset tetapyang direvaluasi. Jika terjadi perbedaan nilai wajar secara material dari jumlah yang tercatat maka revaluasi selanjutnyaperlu dilakukan. Beberapa aset tetap yang mengalami perubahan nilai wajar signifikan dan fluktuatif perlu dilakukanrevaluasi setiap tahun. Sedangkan untuk perubahan nilai wajar yang tidak signifikan tidak perlu dilakukan revaluasisetiap tahun. Namun demikian, aset tersebut mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali.

    Pengelompokan aset tetap merupakan hal yang penting dan harus diperhatikan oleh entitas pada saat melakukanrevaluasi aset tetap. PSAK 16 (2007) menyebutkan bahwa jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetapdalam kelompok yang sama harus direvaluasi.Definisi suatu kelompok aset tetap menurut PSAK 16 (2007) adalah pengelompokan aset yang memiliki sifat dankegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas. Contoh dari kelompok aset yang terpisah adalah: tanah, tanah danbangunan, mesin, kapal, pesawat udara, kendaraan bermotor, perabotan, dan peralatan kantor. Oleh karena itu systeminformasi akuntansi suatu entitas perlu didisain sedemikian rupa sehingga mampu membuat kelompok-kelompok asettetap sesuai dengan PSAK ini.

    Aset-aset dalam suatu kelompok aset tetap harus direvaluasi secara bersamaan bertujuan untuk menghindari revaluasiaset secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainya pada saat yang berbeda-beda. Namun, suatukelompok aset dapat direvaluasi secara bergantian (rolling basis) sepanjang revaluasi dari kelompok aset tersebut dapat

    diselesaikan secara lengkap dalam waktu yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.

    Pada saat dilakukan revaluasi, apabila jumlah tercatat aset meningkat maka kenaikan tersebut langsung dikreditkan keekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun apabila sebelumnya pernah diakui penurunan nilai aset akibat revaluasidalam laporan laba rugi, maka terhadap kenaikan aset tersebut harus diakui terlebih dahulu dalam laporan laba rugisebesar nilai penurunan yang diakui sebelumnya. Sisa nilai setelah sebagian diakui dalam laporan laba rugi tersebutdicatat sebagai kenaikan yang langsung dikreditkan ke ekuitas. Pengaruh pajak tangguhan perlu dihitung dandisesuaikan dengan bagian yang diakui dalam laporan laba rugi tersebut.

    Pada saat dilakukan revaluasi, apabila jumlah tercatat aset turun maka penurunan tersebut diakui dalam laporan labarugi. Namun apabila sebelumnya terhadap aset tersebut penah dilakukan revaluasi dan dicatat sebagai kenaikan yanglangsung dikreditkan ke ekuitas maka terhadap penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebitkan ke ekuitaspada bagian surplus revaluasi dengan catatan jumlah maksimal yang dapat didebet adalah sebesar saldo surplus

    revaluasi. Sisa nilai penurunan dibebankan ke laporan laba rugi.

    Dampak atas pajak penghasilan, jika ada, terhadap kenaikan atau penurunan nilai aset akibat hasil revaluasi harusdiperhitungkan dan dicatat sesuai dengan pencatat kenaikan atau penurunan revaluasi. Pajak tangguhan diperhitungkandan dibebankan ke ekuitas atau laporan laba rugi mengikuti mekanisme pengakuan hasil revaluasi.

    Pada saat aset tetap direvaluasi, akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi dapat diperlakukan dengan salah satucara yaitu:1. disajikan kembali secara proporsional sehingga dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto dari aset sehinggajumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasian. Metode ini sering digunakan apabila asetdirevaluasi dengan cara memberikan indeks untuk menentukan biaya pengganti yang telah disusutkan.

    2. dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah dieliminasi disajikan kembali

    sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan.

    Jumlah penyesuaian yang timbul dari penyajian kembali atau eliminasi akumulasi penyusutan tersebut membentukbagian kenaikan atau penurunan nilai aset seperti yang dijelaskan dalam mekanisme pencatatan hasil revaluasi diekuitas seperti yang dijelaskan dalam paragraf sebelumnya.

    Pemindahan surplus revaluasi aset tetap ke laba ditahan yang telah disajikan dalam ekuitas dapat dilakukan pada saataset tetap tersebut dihentikan penggunaannya atau pada saat pelepasan. Namun, sebagian surplus revaluasidipindahkan ke saldo laba sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas. Pemidahan tersebut dilakukan sebesar selisihjumlah penyusutan antara jumlah penyusutan berdasarkan nilai revaluasian dengan jumlah penyusutan berdasarkanbiaya perolehan aset tersebut. Namun pemindahan surplus revaluasi tersebut dilakukan langsung ke saldo laba, tidakmelalui laporan laba rugi.

    Periode transisi

    PSAK 16 (2007) mengatur periode transisi pada saat tahun pertama penerapannya. Suatu entitas yang sebelumpenerapan PSAK 16 (2007) telah melakukan revaluasi aset tetap dan kemudian memilih menggunakan model biayasebagai kebijakan akuntansi pengukuran aset tetap maka nilai revaluasi aset tetap tersebut dianggap sebagai biaya

    Alumni STAN masuk '93

    http://stan93.com Powered by: Joomla! Generated: 25 June, 2010, 22:33

  • 8/2/2019 File Revaluasi

    3/6

    perolehan (deem cost). PSAK ini juga mengatur bahwa nilai revaluasi yang diperkenankan sebagai deem cost adalahnilai revaluasi pada saat PSAK ini diterbitkan atau nilai revaluasi sebelum tanggal 29 Mei 2007. Dengan kata lain bahwarevaluasi aset tetap setelah tanggal PSAK ini terbit sampai dengan tanggal 1 Januari 2008 atau tanggal penerapanpertama kali pernyataan ini tidak boleh diakui sebagai deem cost.

    Demikian juga entitas yang mempunyai saldo selisih revaluasi aset tetap pada saat PSAK ini belum diterapkan makapada saat penerapan pertama kali PSAK ini harus mereklasifikasi seluruh saldo selisih nilai revaluasi aset tetap tersebut

    ke saldo laba.

    Dalam kaitannya dengan PSAK 30 (2007), aset yang diperoleh melalui sewa pembiayaan tidak diatur secara jelasapakah disertakan dalam revaluasi aset tetap jika suatu kelompok aset dilakukan revaluasi. Namun demikian jikamengacu kepada difinisi dari aset tetap sesuai PSAK 16 (2007) bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimilikiuntuk digunakan dalam proses produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atauuntuk tujuan administrasi dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Selain difinisi tersebut, PSAK16 (2007) juga mendifinisikan kelompok aset tetap yang harus direvaluasi seluruhnya secara bersamaan adalahmerupakan kelompok aset yang memiliki sifat dan kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas. Karena itu asettetap dari leasing menurut penulis termasuk kategori sebagai aset tetap.PSAK 13 (2007) mengenai properti investasi mengatur revaluasi aset tetap dalam hal dilakukannya pngukuran setelahperolehan awal aset tetap. Properti investasi yang dicatat dengan menggunakan model revaluasian maka terhadap

    biaya penyusutannya tidak dihitung. Kenaikan atau penurunan atas nilai properti investasi dibebankan ke laporan labarugi.

    Revaluasi Menurut Peraturan Perpajakan

    Peraturan perpajakan yang terkait dengan dengan revaluasi aset tetap adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan yang berlaku padatanggal ditetapkan 23 Mei 2008. PMK 79 ini menggantikan KMK 486/KMK.03/2002 tanggal 28 November 2002.Perbedaan pokok antara peraturan baru dengan peraturan lama dijelaskan dalam paragraf berikut ini.

    1. Cakupan aktiva yang dapat dilakukan penilaian kembali.Dua alternatif diatur dalam PMK 79 ketiak perusahaan melakukan penilaian aktiva tetap yaitu: (a) dilakukan terhadapseluruh aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan, atau (b) terhadap

    seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakanuntuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

    Sedangkan dalam KMK 486, penilaian kembali aktiva tetap dapat meliputi seluruh atau sebagian aktiva tetapperusahaan termasuk aktiva tetap perusahaan yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali berdasarkan ketentuanyang berlaku sebelumnya.Dengan demikian PMK 79 hanya memberikan alternatif penilaian dengan atau tanpa tanah. Sedangkan dalam KMK 486perusahaan bebas untuk memilih aktiva tetap mana yang akan dilakukan penilaian kembali.

    2. Jangka waktu penilaianPMK 79 mengatur bahwa penilaian kembali aktiva tetap hanya dapat dilakukan kembali setelah melewati jangka waktu 5tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap perusahaan terakhir yang dilakukan berdasarkan PMK ini. Olehkarena itu jika pada tanggal 31 Desember 2008 perusahaan melakukan revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan

    maka revaluasi tersebut dapat dilakukan kembali setelah tanggal 31 Desember 2013.Sedangkan dalam KMK 486 diatur bahwa penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kalidalam tahun buku yang sama.

    3. Dasar pengenaan pajak penghasilan finalTerhadap kenaikan hasil dari penilaian kembali aktiva tetap dikenakan pajak penghasilan final 10%. Dalam PMK 79diatur bahwa pengenaan PPh final 10% dihitung dari selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap diatas nilai buku fiscalsemula. Sedangkan dalam KMK 486 diatur bahwa pengenaan Ph final 10% dilakukan setelah dikurangi dengankompensasi sisa kerugian fiscal dari tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dipergunakan.

    Dengan demikian, jika perusahaan masih mempunyai sisa kerugian fiscal dari tahun sebelumnya maka tidak dapat lagidiperhitungkan sebagai pengurang hasil revaluasi aset tetap.

    4. Pembayaran PPh final secara angsuranTerhadap PPh final yang terhutang, PMK 79 hanya memberikan waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam halterjadi perusahaan yang mengalami kesulitan kondisi keuangan sehingga tidak memungkinkan untuk melunasisekaligus. Sedangkan dalam KMK 486 diatur bahwa besarnya angsuran atas PPh final tersebut dapat dilakukan secarabertahap sampai dengan maksimal 2 (dua) tahun untuk nilai PPh lebih dari Rp 2 triliun sampai dengan Rp 4 triliun, diatas

    Alumni STAN masuk '93

    http://stan93.com Powered by: Joomla! Generated: 25 June, 2010, 22:33

  • 8/2/2019 File Revaluasi

    4/6

    Rp 4 triliun sampai dengan Rp 6 triliun selama 3 (tiga) tahun, untuk nilai diatas Rp 6 triliun sampai dengan Rp 8 triliunselama 4 (empat) tahun dan diatas Rp 8 triliun maksimal selama 5 (lima) tahun.

    5. Pengenaan tambahan pajak penghasilan final atas pengalihan aktiva tetap yang direvaluasiPMK 79 mengatur bahwa apabila sebelum selesainya masa manfaat yang baru sebagai hasil revaluasian, perusahaanmengalihkan aktiva tetap kelompok 1 (satu) dan kelompok 2 (dua) yang telah mendapatkan persetujuan penilaiankembali maka atas selisih lebih penilaian kembali diatas nilai sisa buku fiscal semula dikenakan tambahan pajakpenghasilan final dengan tarif sebesar tarif tertinggi PPh dalam negeri yang berlaku pada saat penilaian kembali

    dikurangi dengan 10%.

    Demikian juga apabila perusahaan mengalihkan aktiva tetap kelompok 3 (tiga), kelompok 4 (empat), bangunan, dantanah yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali sebelum lewat jangka waktu 10(sepuluh) tahun maka atasselisih lebih penilaian kembali diatas nilai sisa buku fiscal semula, dikenakan tambahan PPh final dengan tarif sebesartarif tertinggi PPh badan dalam negeri yang berlaku pada saat penilaian kembali dikurangi dengan 10%.

    Sedangkan dalam KMK 486 disebutkan bahwa dalam hal wajib pajak melakukan pengalihan aktiva tetap yang telahmendapatkan persetujuan penilaian kembali sebelum berakhirnya masa manfaat baru, maka atas pengalihan tersebutdikenakan tambahan PPh final sebesar 20% dari selisih lebih penilaian kembali diatas nilai sisa buku fiscal semula tanpadikompensasikan dengan sisa kerugian fiscal tahun-tahun sebelumnya.Selain perbedaan-perbedaan tersebut, baik PMK 79 maupun KMK 486 mengharuskan perusahaan untuk mencatat

    selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan diatas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi denganpajak penghasilannya pada neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama Selisih Lebih PenilaianKembali Aktiva Tetap perusahaan tanggal.

    Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan semakin diperketatdan cenderung menjadi kurang menarik. Penilaian kembali aktiva tanah menjadi tidak menarik karena tidak dapatdikurangkan lagi dengan sisa rugi fiscal dan tidak ada manfaat tax saving dari penyusutan. Sehingga perusahaan akancenderung tidak melakukan penilaian aktiva tanah sampai dengan terjadi realisasi pelepasan tanah.

    Sedangkan aktiva tetap lainnya, manfaat yang ada adalah berupa tax saving berupa peningkatan besaran total biayapenyusutan seiring dengan adanya kenaikan nilai aktiva tetap. Namun demikian kenaikan tersebut juga diiringi denganbertambahnya umur manfaat secara fiscal aktiva tetap tersebut. Sehingga besar kemungkinan pada saat dilakukannyapenilaian kembali aktiva tetap akan terjadi penurunan biaya penyusutan setiap tahunnya, jika dibandingkan dengan

    apabila tidak dilakukan penilaian kembali aktiva tetap. Selain itu dengan adanya kewajiban untuk melakukan penilaiankembali terhadap seluruh aktiva tetap (kecuali tanah) dan jarak antara dua penilaian kembali harus selama 5 tahun,maka perusahaan tidak bisa membuat kombinasi aktiva tetap sehingga menghasilkan pilihan yang optimal pada saatdilakukan penilaian kembali. Oleh karena itu penilaian kembali aktiva tetap akan menarik bagi perusahaan yang sedangmengalami penurunan omset atau mempunyai aktiva tetap yang sebagian besar sudah mendekati habis umur fiskalnyanamun aktiva tersebut masih mampu berproduksi secara baik dan jangka panjang mempunyai prospek bisnis yang lebihbaik. Dalam hal ini perlu dilakukan perencanaan yang tepat kapan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap untuktujuan perpajakan.

    Model Biaya dan Model Revaluasi Untuk Properti Investasi Tidak Dapat Melakukan Penilaian Kembali Aktiva TetapUntuk Tujuan Perpajakan?

    Uraian berikut ini merupakan penjelasan mengenai keterkaitan antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi.

    Mengacu kepada penjelasan mengenai standar akuntansi dan peraturan perpajakan tersebut diatas, dapat dilihat bahwaterdapat perbedaan yang sangat signifikan mengenai revaluasi aset tetap antara standar akuntansi dengan peraturanperpajakan. Perbedaan tersebut diantaranya adalah periode kapan dapat dilakukan revaluasi, cakupan aset yang dapatdilakukan revaluasi dan bagaimana mencatat perubahan nilai atas hasil revaluasi.PSAK 16 (2007) tidak membatasi kapan dilakukannya revaluasi aset tetap. Revaluasi dapat dilakukan setiap periodetertentu untuk kelompok aset tertentu. PSAK ini juga mengijinkan revaluasi dilakukan secara bergantian antara kelompokaset tetap yang berbeda. Sedangkan dalam PMK 79 tahun 2008 penilaian kembali aktiva tetap hanya dapat dilakukansetelah melewati jangka waktu lima tahun sejak penilaian terakhir menurut PMK tersebut. Demikian pula ketika dilakukanpenilaian aktiva tetap harus dilakukan untuk seluruh aktiva tetap dengan atau tanpa tanah, dan tidak dapat lagi dilakukansecara parsial. Untuk aset tetap yang diperoleh melalui finance lease (PSAK No.30 2007), ketika dalam kelompok asettersebut dilakukan revaluasi menurut PSAK 16 2007 maka seluruh aset tetap dalam kelompok tersebut seluruhnyatermasuk aset tetap yang diperoleh melalui finance lease tersebut juga direvaluasi. Hal ini berbeda dengan peraturanperpajakan dimana revaluasi hanya untuk aktiva tetap selain aktiva tetap leasing, karena aktiva tetap leasing perlakuanperpajakan diatur berbeda. Dalam hal pencatatan, PSAK 16 (2007) mengharuskan perusahaan untuk memilih modelbiaya atau model revaluasian sebagai kebijakan akuntansinya. Sedangkan dalam PMK 79 diatur mengenai kenaikanatas hasil penilaian kembali aktiva tetap sebagai bagian dari ekuitas. Dalam perspektif standar akuntansi maka modelpencatatan dalam PMK 79 tahun 2008 adalah model revaluasian. Sedangkan untuk model biaya PMK 79 tahun 2008

    Alumni STAN masuk '93

    http://stan93.com Powered by: Joomla! Generated: 25 June, 2010, 22:33

  • 8/2/2019 File Revaluasi

    5/6

    tidak mengaturnya.

    Oleh karena itu dengan terbitnya PSAK 16 (2007) maka terdapat dua tujuan yang berbeda dalam hal revaluasi asettetap, yaitu untuk tujuan pelaporan keuangan atau untuk tujuan perpajakan. Hal ini berbeda dengan PSAK 16 (1994)dimana tidak ada perbedaan tujuan antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan karena PSAK 16 (1994)yang sebenarnya melarang revaluasi, namun memberikan ruang bagi revaluasi aset tetap yang dilakukan menurutketentuan perpajakan. Karena itu setiap kali melakukan revaluasi untuk tujuan laporan keuangan maka harus sesuaidengan ketentuan perpajakan. Demikian juga sebaliknya, revaluasi untuk tujuan perpajakan juga akan tercatat dalam

    laporan keuangan perusahaan.

    Bagi perusahaan yang memilih model revaluasian untuk kebijakan akuntansi setelah perolehan awal maka dalamlaporan keuangan aset tetap akan disajikan sebesar nilai wajar. Namun demikian dalam mekanisme perpajakanrevaluasi atas aset tetap tersebut tidak harus mengajukan permohonan persetujuan kepada Direktorat Jenderal Pajakuntuk tujuan perpajakan.Apalagi terdapat ketentuan dalam PMK 79 bahwa revaluasi untuk perpajakan hanya dapat dilakukan setelah lewat limatahun, maka setiap revaluasi aset tetap yang dilakukan dalam periode tertentu yang disajikan dalam laporan keuangantidak bisa diajukan permohonan kepada Dirjen Pajak. Selain itu perbedaan dalam hal aset mana saja yang direvaluasiantara standar akuntansi dengan ketentuan pajak juga menimbulkan kebutuhan akan revaluasi yang berbeda. Olehkarena itu mekanisme koreksi fiscal dan pengakuan pajak tangguhan atas beda temporer yang muncul akanmenjembatani perbedaan tersebut.

    Demikian pula mengenai revaluasi atas properti investasi maka akan terdapat perbedaan antara standar akuntansidengan peraturan perpajakan.. Dalam PMK 79 tahun 2008, tidak mengatur secara spesifik mengenai properti investasi.Selain PMK tersebut, penulis belum menemukan peraturan lain yang mengatur mengenai revaluasi aktiva tetap (propertiinvestasi) untuk tujuan perpajakan. Sehingga PMK 79 tahun 2008 menjadi satu-satunya peraturan mengenai revaluasiaset. Karena itu apabila properti investasi akan dilakukan revaluasi untuk tujuan perpajakan maka peraturan yangrelevan adalah PMK 79 tahun 2008 ini. Namun demikian terdapat permasalahan sehingga besar kemungkinan revaluasiproperti investasi untuk tujuan perpajakan tidak dapat dilakukan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pencatatanhasil kenaikan penilaian kembali aktiva tetap. Menurut PMK 79 tahun 2008 hasil penilaian kembali akan dicatat dalamneraca sebagai selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dan mengharuskan dilakukan penyusutan atas aktiva tetaptersebut. Hal ini berbeda dengan PSAK 13 (2007), revaluasi atas properti investasi merupakan pilihan model sebagaikebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan secara konsisten. Dalam hal terjadi revaluasi maka atas hasil revaluasitersebut dicatat sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi sehingga perlu dilakukan secara tahunan.Selain itu dengan model revaluasi, maka terhadap properti investasi tersebut tidak dilakukan penyusutan. Perbedaan

    disusutkan atau tidaknya properti investasi dapat direkonsiliasi sebagi koreksi fiscal, namun demikian perbedaan dalammekanisme mencatat kenaikan revaluasi merupakan perbedaan yang belum ada solusinya.

    Demikian pula bagi perusahaan yang memilih model biaya sebagai kebijakan akuntansi untuk pengukuran setelahtanggal perolehan aset tetap dan properti investasi akan menghadapi kendala apabila bermaksud melakukan revaluasiaset tetap untuk tujuan perpajakan.Perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi ketentuan sesuai dengan PMK 79 tahun 2008 karena neraca dalam laporankeuangan tidak akan pernah tercatat selisih kenaikan atas penilaian kembali aktiva tetap sebagai komponen dalamekuitas. Karena itu besar kemungkinan jika melakukan revaluasi akan ditolak permohonannya oleh Dirjen Pajak.Alternatif dengan mengubah kebijakan pengukuran dengan model revaluasian bukan merupakan langkah yang tepat.Meskipun PSAK ini memperbolehkan untuk mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasiannamun hal ini bukan merupakan alternatif yang bijak. Karena pilihan kebijakan akuntansi adalah pilihan profesional yangsesuai dengan kondisi bisnis suatu entitas untuk mengukur, mencatat dan melaporkan kondisi keuangannya. Beberapa

    perusahaan seperti industri manufaktur lebih cocok memilih model biaya karena terkait dengan penilaian persediaan.

    Pasal 9 PMK 79 Tahun 2008 Perlu Direvisi?

    Revisi pasal 9 PMK 79 tahun 2008 merupakan salah satu penyelesaian yang bijaksana agar perusahaan yang memilihmodel biaya atau yang mencatat properti investasi dengan menggunakan model revaluasian dapat melakukan penilaiankembali untuk tujuan perpajakan.Pasal 9 PMK 79 tahun 2008 mengatur mengenai bagaimana sebuah perusahaan mencatat dalam neraca komersialselisih lebih kenaikan atas penilaian kembali aktiva tetap. Pengaturan mekanisme pencatatan tersebut yangmenghambat perusahaan manufaktur yang menggunakan model biaya untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetapuntuk tujuan perpajakan. Demikian pula dengan perusahaan perhotelan misalnya, yang menggunakan modelrevaluasian untuk mencatat properti investasinya akan mengalami kendala dalam hal yang sama. Bagaimana mencatatsuatu transaksi dalam laporan keuangan akan lebih tepat bila diserahkan sepenuhnya dengan mengikuti standarakuntansi yang berlaku umum. Ini adalah domainnya akuntansi. Standar akuntansi telah disusun melalui proses yangcermat, mempertimbangkan berbagai macam aspek dan frame work yang jelas serta melibatkan semua stakeholdernya.

    Model revaluasian dan model biaya dalam standar akuntansi keuangan (PSAK 16 2007 dan PSAK 13 2007) telahmenyediakan standar yang jelas mengenai bagaimana mengukur, mencatat dan melaporkan revaluasi aset tetap.

    Alumni STAN masuk '93

    http://stan93.com Powered by: Joomla! Generated: 25 June, 2010, 22:33

  • 8/2/2019 File Revaluasi

    6/6

    Termasuk model biaya, meskipun dalam neraca tidak mencatat mengenai harga aset tetap setelah revaluasian, namundalam model tersebut terdapat mekanisme bagaimana melaporkan nilai wajar suatu aset tetap. Karena itu, jikaseandainya Pasal 9 PMK 79 tahun 2008 dihapuskan pun maka masih ada standar akuntansi yang pasti akan menjadirujukan pada saat menyusun laporan keuangan. Jikalaupun direvisi, maka salah satu alternatif yang bijaksana adalahbagaimana membukukan selisih hasil revaluasi aset tetap dicatat dan dilaporkan harus sesuai dengan standar akuntansiyang berlaku.Hal ini berbeda ketika suatu entitas masih mengacu kepada PSAK 16 (1994) karena dalam PSAK tersebut tidakmemperkenankan model revaluasian kecuali mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku. Jika tidak diharuskan sesuai

    dengan Pasal 9 KMK 486/KMK.03/2002 maka atas hasil revaluasi tidak akan dilaporkan dalam laporan keuangan.

    Alumni STAN masuk '93

    http://stan93.com Powered by: Joomla! Generated: 25 June, 2010, 22:33