Upload
ade-aulia
View
90
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Terbukanya antara traktus urinarius dan dunia luar disebut fistula. Yang paling sering adalah
fistula vesikovaginal dimana lokasinya antara kandung kemih dan uretra, namun fistula dapat juga
terjadi antara vagina uterus ataupun kandung kemih. Diseluruh dunia penyebab umum dari fistula
vesikovaginal adalah persalinan macet. Hal ini juga terjadi di dunia barat pada 150 tahun yang lalu,
tetapi dengan semakin majunya ketersedian layanan obstetri dasar dan majunya obstetri intervensi
hampir menghapuskan masalah ini pada negara – negara maju sedangkan negara tertinggal masih
belum beruntung dan berkutat pada masalah ini. (Nygaard, 2007)
Persalinan macet sering terjadi di daerah pedesaan di mana gadis-gadis yang menikah muda
(kadang-kadang pernikahan yang amat dini 9-10 tahun ) dan di mana transportasi buruk dan akses
ke pelayanan kesehatan yang terbatas . Dalam keadaan seperti itu , kehamilan sering terjadi pasien
beberapa saat setelah menstruasi baru pertama kali dimulai dan sebelum pertumbuhan tulang dari
ibu selesai . Ketika persalinan dimulai , disproporsi sefalopelvik adalah hal yang umum terjadi, dan
sedikit sekali yang bisa dilakukan untuk memperbaiki malpresentasi janin . Pasien mungkin dalam
proses persalinan selama 5 sampai 6 hari tanpa intervensi, dan jika ibu bertahan hidup, mereka
biasanya melahirkan bayi yang lahir mati . Dalam kasus tersebut , jaringan lunak panggul telah
hancur oleh tekanan konstan dari kepala janin , menyebabkan terjadinya cedera vaskular iskemik
dan nekrosis jaringan. Ketika jaringan ini melunak, fistula urogenital atau rektovaginal akan mudah
terjadi. Banyak dari pasien ini memiliki fistula kompleks atau multipel, yang melibatkan kerusakan
total dari uretra dan robeknya seluruh bagian dasar dari kandung kemih. Setelah fistula tersebut
berkembang, kehidupan wanita-wanita muda ( yang sebagian besar lebih muda dari 20 tahun )
biasanya mengalami masalah sosial kecuali mereka dapat memperoleh akses ke layanan bedah
kuratif. (Nygaard, 2007)
Kebayakan penyebab dari fistula urogenital adalah pembedahan,keganasan dan terapi
radiasi atau kombinasi dari ketiganya. Kebanyakan fistula vesikovaginal berkembang setelah
histerektomi vaginal dan abdominal dimana bagian kecil dari kandung kemih dan tak hati – hati
terjepit oleh klem atau tertusuk jarum. Fistula ini kebanyakan terjadi pada puncak vagina dan tidak
lebih dari 1 – 2 mm. Jumlah urin yang bocor pada fistula, berapapun ukurannya fistula tersebut,
pastilah banyak.
Ketidakmampuan mengontrol keluarnya urin terus menerus akan menyebabkan mereka
menarik diri terhadap suami dan keluarga. Mereka tidak nyaman dalam berinteraksi sehari – hari
1
dengan keluarga. Kebanyakan dari mereka akan dikucilkan dari masyarakat dimana disisi lain
sebenarnya mereka adalah individu yang sehat. Biaya sosial dan ekonomi terhadap masalah ini
sangatlah besar dan sebelumnya diabaikan secara luas oleh komunitas medis. Angka morbiditas
dihubungkan dengan fistula akibat obstetri hampir mendekati angka kematian ibu dan merupakan
topik yang paling terabaikan pada pelayanan kesehatan terhadap ibu. (Nygaard, 2007)
2
BAB II
FISTULA VESIKOVAGINAL
I. Sejarah
Pada 1672, pertama kali perbaikan fistula vesikovaginal dilaporkan, di mana
digunakan bulu ayam untuk mendekati tepi luka dengan benang sutra. James Marion Sims
tahun 1852 melaukan perbaikan fistula dengan menggunakan kawat perak. Prinsip yang ia
kembangkan sampai sekarang masih diterapkan. Selanjutnya berkembng tekhnik satu lapis
oleh Mackenrodt dan menempatkan implantasi labia oleh Martius tahun 1920. Sejak itu,
teknik menggunakan perbaikan dengan pendekatan abdominal, vaginal atau dikombinasikan
pendekatan abdominal dan vagina dengan dan tanpa interposisi jaringan telah dapat
dilakukan. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
II. Definisi
Terbukanya atau abnormalitas saluran yang terletak antara traktus urinarius dan
dunia luar disebut fistula. Yang paling sering adalah fistula vesikovaginal dimana lokasinya
antara kandung kemih dan vagina. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
III. Epidemiologi dan Etiologi
Kejadian sebenarnya dari fistula vesikovaginal tidak diketahui, tetapi telah
diperkirakan 0,3-2 %. Berbagai etiologi dari fistula vesiko vaginal tercantum dalam Tabel 1. Di
negara maju , histerektomi merupakan penyebab utama dari fistula vesiko vaginal,
sedangkan di beberapa daerah di Afrika dan Asia trauma obstetrik adalah penyebab
mendominasi. Fistula vesikovaginal akibat obstetri adalah hasil dari nekrosis dinding vagina
dan sekundernya adalah kerusakan terhadap kandung kemih akibat tekanan dari kepala
janin selama persalinan lama, dan biasanya melibatkan area kerusakan jaringan yang luas.
(Eilber, 2005)
3
Cedera yang berhubungan mungkin termasuk keruskan total uretra , fistula
urethrovaginal , kerusakan serviks , dan fistula rektovaginal. Fistula vesikovaginal setelah
histerektomi yang paling umum adalah setelah pendekatan laparoskopi ( 2.2/1000 ) diikuti
dengan histerektomi abdominal total ( 1.0/1000 ) dan vaginal histerektomi ( 0.2/1000 ). The
Mayo Clinic juga meneliti penyebab fistul vesikovaginal dan menemukan bahwa 82 % adalah
karena operasi ginekologi , 8 % untuk prosedur obstetri , 6 % untuk radioterapi panggul , dan
4 % trauma atau fulgurasi. Karena di negara-negara maju sebagian besar penyebab dari
fistula vesikovaginal adalah komplikasi histerektomi, maka faktor risiko , dan tindakan
pencegahan perlu diantisipasi. Sebelum operasi panggul termasuk operasi caesar, konisasi
serviks , terapi radiasi , dan endometriosis mungkin dapat mempengaruhi pasien untuk
menjadi fistula vesikovaginal. (Meeks, 2008)
IV. Diagnosis
Meskipun beberapa fistula mungkin dapat dengan mudah untuk didiagnosa dengan
anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik , tetapi terkadang membutuhkan tes lebih
lanjut, seperti tes pewarna dan pencitraan radiografi . Evaluasi yang dicurigai fistula
vesikovaginal dimulai dengan riwayat kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik . Riwayat
medis masa lalu adalah penting untuk mengetahui operasi panggul sebelumnya dan adanya
keganasan dengan atau tanpa terapi radasi . Mengetahui penyebab terjadinya pembentukan
fistula dapat menjadi penting dalam perencanaan teknik operasi untuk perbaikan . Juga
penting untuk mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat inkontinensia, untuk
mengetahi jika terjadi komplikasi inkontinesia hal ini dimulai segera setelah operasi panggul
atau apakah sudah ada sebelumnya . Seorang wanita dengan fistula vesikovaginal mungkin
awalnya saat datang ke poliklinik didiagnosis dengan stres atau urge inkontinensia, dan
mungkin telah mengalami kebocoran urin sesekali selama berbulan-bulan . (Nygaard, 2007)
A. Anamnesis
Seorang pasien dengan fistula vesikovaginal biasanya menderita gejala
kebocoran urin terus menerus tak lama setelah melakukan prosedur operasi atau
prosedur didaerah panggul . Adanya hubungan antara gejala dan trauma panggul
(pembedahan atau persalinan pervaginam) harus dipastikan. Riwayat radiasi, upaya
perawatan atau upaya perbaikan sebelumnya, infeksi pada vagina, keadaan umum dan
kesehatan pasien juga harus ditentukan. (Eilber, 2005)
4
Kebocoran tergantung pada ukuran dan lokasi fistula , bisa hanya dari bercak
sesekali sampai seperti berkemih yang normal namun terus menerus sehingga pasien
tidak mempunyai kehendak untuk berkemih karena kandung kemih pasien tidak mampu
menyimpan volume urin yang memadai untuk kehendak berkemih. Terapi radiasi dapat
menyebabkan fistula vesikovaginal dalam beberapa bulan sampai tahun setelah
pengobatan . Terdapat sebuah kasus dilaporkan di mana fistula vesikovaginal yang
berukuran besar timbul setelah 38 tahun setelah histerektomi radikal dan radiasi. Ketika
seorang pasien datang dengan kebocoran urin terus menerus divagina, diagnosis
diferensial meliputi fistula vesikovaginal, fistula ureterovaginal , fistula urethrovaginal ,
dan fistula uterovesical . Anamnesis , pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik yang dipilih
memungkinkan diagnosis harus dibuat dengan pasti . (Eilber, 2005)
Tabel.1 Etiologi Fistula Vesikovaginal (Kelly J, 1992)
B. Pemeriksaan Fisik
Selama pemeriksaan fisik, vagina perlu dievaluasi untuk kedalaman, diameter,
mobilitas, prolaps organ lain, dan adanya atrofi vagina Ketika fistula terdeteksi, yang
perlu diperhatikan adalah ukuran , jumlah ( multiple / tunggal ) , dan lokasinya.
Akhirnya , pasien perlu dievaluasi untuk adanya hipermobilitas uretra dan inkontinensia .
Pemeriksaan teliti vagina menggunakan spekulum memfasilitasi visualisasi dari saluran
fistula. Kualitas dan kuantitas dari jaringan vagina sekitarnya harus dinilai. (Eilber, 2005)
(Rutman, 2007)
5
Kebanyakan fistula yang berkembang setelah histerektomi terletak di puncak
vagina . Untuk saluran fistula yang tidak mudah dilihat , kandung kemih bisa diisi dengan
methylene Biru yang diencerkan dan vagina diperiksa untuk kebocoran cairan biru . Jika
fistula masih belum ditemukan, vagina dapat diletakkan kain kasa atau tampon . Setelah
pasien beberapa saat istirahat, kasa atau tampon dapat diperiksa untuk pewarnaan
biru . Metode lain untuk menunjukkan adanya fistula vesikovagina melibatkan
phenazopyridine oral, yang menyebabkan perubahan warna urin menjadi oranye.
Phenazopyridine diberikan beberapa jam sebelum kasa vagina menunjukkan warna
oranye. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
C. Tes Diagnostik
Sistoskopi harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigaan atau didiagnosis
fistula vesikovaginal. Sistoskopi dapat mengidentifikasi lokasi fistula, ukuran dan jumlah
saluran fistulous, untuk mengevaluasi kapasitas kandung kemih, dan untuk
menyingkirkan keberadaan setiap benda asing yang berada dalam kandung kemih atau
saluran fistula . Biopsi dari saluran fistula harus dilakukan dalam setiap pasien dengan
riwayat atau kecurigaan keganasan. (Eilber, 2005)
Sistourethrogram berkemih juga harus dilakukan pada semua pasien fistula
unutk mengevaluasi adanya kemungkinan prolaps atau stres inkontnensia berkemih
(Gambar 1). Sistouretrogram berkemih juga berguna untuk memberikan gambaran
adanya fistula ke uterus atau rektum. Cedera ureter iatrogenik akibat prosedur bedah
ginekologi berkisar antara 0,05% sampai 1 %. Fistula vesikovaginal dan fistula
ureterovaginal sering terdapat bersamaan pada 25 % kasus kasus. Dengan demikian ,
pemeriksaan rutin pada saluran kemih bagian atas dengan cara pyelography intravena,
pyelography retrograde, atau computed tomography ( CT ) sangat penting ketika
mengevaluasi pasien dengan fistula vesikovaginal serta untuk menyingkirkan adanya
cedera ureter dan atau obstruksi. Pyelography retrograde harus dilakukan jika ada
kecurigaan kuat bahwa adanya fistula ureterovaginal yang tidak terdeteksi oleh
intravena pyelography. (Eilber, 2005)
6
Gambar 1. VCUG (voiding cystourethrogram) mendemonstrasikan komunikasi antara
kandung kemih dan vagina.
V. Manajemen Konservatif
Tindakan konservatif termasuk drainase kateter berkelanjutan dari kandung kemih
atau fulgurasi dari saluran fistula dapat dipertimbangkan untuk fistula yang kecil,
vaskularisasinya baik, fistula nonradiasi atau untuk pasien yang memiliki saluran fistula yang
kecil setelah perbaikan sebelumnya. Meskipun resolusi spontan fistula vesikovaginal setelah
kateter yang lama ( 19-54 hari ) telah dilaporkan, namun ini adalah peristiwa yang relatif
jarang. Bedah rekonstruksi harus dipertimbangan jika resolusi tidak terlihat setelah 4 minggu
kateterisasi. Tingkat atrofi jaringan akibat proses sekunder terhadap defisiensi hormon atau
infeksi kronis dapat mempengaruhi terjadinya penutupan spontan fistula. Oleh karena itu,
selain drainase kateter, penggunaan terapi antibiotik dan terapi estrogen juga memfasilitasi
penutupan spontan dari fistula. Stovsky dkk. melaporkan tingkat keberhasilan 73 % setelah
elektrokoagulasi dari fistula vesikovaginal , 3,5 mm telah dilaporkan juga kesuksesan ablasi
saluran fistula kecil dengan menggunakan laser Nd - YAG. Meskipun fistula vesikovaginal
kecil mungkin merespon tindakan konservatif ini, ada sedikit gunanya untuk menunda
perbaikan rekonstruksi dan mencobaan terapi konservatif pada fistula yang lebih besar,
kompleks, atau fistula akibat radiasi. (Eilber, 2005)
VI. Manajemen operasi
Pertimbangan secara umum untuk pengelolaan fistula vesikovaginal tercantum
dalam Tabel 2 . Adalah penting untuk mendapatkan eksposur yang memadai dari saluran
fistula dan bagian jaringan sehat yang tersedia untuk perbaikan. Penutupan harus berlapis ,
kedap air dan bebas tegangan. Jahitan yang tumpang tindih harus dihindari . Selain itu,
adalah penting untuk memiliki drainase urin maksimal selama proses penyembuhan. Dalam
7
banyak kasus, interposisi jaringan adalah tambahan yang berguna untuk teknik di atas.
(Rutman, 2007)
A. Waktu Pembedahan
Ada banyak perdebatan tentang kapan waktu operasi perbaikan fistula
vesikovaginal (Tabel 3). Intervensi awal biasanya perbaikan dilakukan hanya beberapa
minggu setelah cedera dimana acuan terdahulu yang digunakan adalah menunda
perbaikan menunggu hingga 3-6 bulan setelah cedera. (Hilton P, 2001)
Dasar pemikiran untuk menunda perbaikan adalah untuk memungkinkan
terjadinya resolusi dari respon inflamasi akut dan edema jaringan. Meskipun tidak ada
penelitian secara acak membandingkan hasil, beberapa penulis telah melaporkan tingkat
keberhasilan yang serupa untuk perbaikan baik diawal maupun diakhir. (Blaivas JG,
1995) (Hilton P, 2001)
Keberhasilan perbaikan fistula 10 hari setelah cedera telah dilaporkan. Karena
pertimbangan tersebut maka beberapa ahli menganjurkan perbaikan (2-3 minggu) awal
setelah diketahui adanya fistula. Kontraindikasi untuk memperbaiki pada fase dini adalah
fistula vesikovaginal akibat dari cedera radiasi atau trauma obstetri atau perbaikan yang
gagal sebelumnya, bila terdapat nekrosis jaringan maka dibutuhkan beberapa bulan
untuk dapat gambaran sepenuhnya sejauh mana cedera. Kami juga menganjurkan
menunggu beberapa bulan setelah perbaikan fistula yang gagal untuk memungkinkan
proses inflamasi pasca operasi mereda. Setiap kasus harus dipertimbangkan secara
individual dan keberhasilan bedah bertujuan demi kenyamanan sosial. (Blaivas JG, 1995)
(Eilber, 2005)
Di negara-negara maju, sebagian besar fistula vesikovaginal akibat komplikasi
prosedur ginekologi yang tidak terinfeksi. Untuk sebagian besar dari kasus-kasus ini
perbaikan segera harus dicoba kecuali terdapat infeksi puncak vagina atau infeksi
panggul. Ketika perbaikan dengan pendekatan perabdominam direncanakan dan fistula
adalah akibat dari histerektomi abdominal, maka direkomendasikan untuk menunda
perbaikan. Selain dari kondisi ini, tidak ada resiko yang terdokumentasi ketika perbaikan
dilakukan dalam waktu yang singkat. (Blaivas JG, 1995)
Tabel 3. Waktu Operasi dan Tingkat Keberhasilan
8
B. Pendekatan Abdominal Atau Vaginal
Pertimbangan utama ketika memilih antara pendekatan vagina dan abdominal
untuk perbaikan fistula vesikovaginal tergantung kenyamanan dokter bedah dalam
menggunakan masing-masing teknik. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
Banyak ahli berpendapat bahwa operasi terbaik adalah operasi pertama, dengan
demikian pendekatan yang dipilih harus tekhnik yang sering dilakukan oleh ahli bedah
tersebut. Kami lebih memilih pendekatan vaginal untuk perbaikan fistula vesikovaginal
karena menghindari morbiditas akibat sayatan perut dan tindakan sistotomi. Vagina
yang panjang atau sempit bukanlah merupakan kontraindikasi untuk perbaikan dengan
pendekatan vaginal. Episiotomi dapat dilakukan untuk memperluas paparan pada pasien
dengan introitus sempit. Pendekatan abdominal harus dipertimbangkan ketika prosedur
abdominal lainnya perlu dilakukan (augmentasi cystoplasty atau perbaikan akibat cedera
ureter atau patologi perabdominam lainnya). (Blaivas JG, 1995) (Eilber, 2005)
C. Eksisi Saluran Fistula
Dari dahulu perbaikan fistula vesikovaginal sudah termasuk eksisi luas dari
saluran fistula untuk memastikan jumlah dari jaringan sehat. Namun dari pendekatan
terbaru sejumlah ahli bedah telah menganjurkan perbaikan fistula vesikovaginal tanpa
eksisi saluran fistula ini. Kelemahan dari eksisi saluran ini adalah bahwa selama
perbaikan fistula yang kecil, eksisi saluran fistula dapat meningkatkan ukuran fistula dan
9
membuat perbaikan menjadi lebih kompleks. Selain itu, perdarahan yang diakibatkannya
saat mencoba untuk membuka saluran fistula mungkin memerlukan penggunaan
koagulasi sehingga menghasilkan lebih banyak jaringan yang nonviable, yang dapat
mengurangi kesempatan pasien untuk sembuh. Saluran fistula tidak perlu dipotong,
karena menyediakan jaringan sebagai tempat untuk jahitan dari lapisan pertama saat
perbaikan. Keuntungan tambahan tidak dilakukan eksisi saluran fistula adalah saat fistula
berada dalam jarak dekat dengan orificium uretra. Dengan tidak dieksisinya fistula maka
stent ureter dapat digunakan untuk mengidentifikasi lubang saluran kemih dan fistula
dapat ditutup dengan mudah, sehingga menghindari cedera pada trigonum dan ureter
dan kebutuhan untuk reimplantasi uretra. (Blaivas JG, 1995) (Stovsky MD, 1994) (Hilton
P, 2001)
D. Pascaoperasi Drainase
Drainase urin yang tak terputus pasca operasi sangat penting untuk mencegah
distensi, yang dapat meningkatkan tegangan pada sepanjang jahitan dan dapat terjadi
ekstravasasi urin. Digunakan kateter suprapubik dan uretra baik pada pendekatan
vaginal atau abdominal. Drainase tambahan dengan Penrose atau Jackson-Pratt
dianjurkan bila menggunakan pendekatan transvesical. Terapi antikolinergik juga penting
untuk membantu mencegah kontraksi detrusor involunter. (Eilber, 2005)
E. Tissue Interposisi
Semua fistula vesikovaginal diperbaiki dengan pendekatan multilayer. Fistula
sekunder yang terjadi akibat radiasi atau dengan kualitas jaringan yang rendah akibat
perbaikan sebelumnya memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi ketika interposisi
jaringan yang digunakan. Baru-baru ini, Evans et al. melaporkan penggunaan flaps dalam
perbaikan transabdominal dari fistula vesikovaginal. Tingkat keberhasilan operasi adalah
100% ketika flap interposisi digunakan, dibandingkan dengan tingkat keberhasilan 64%
tanpa interposisi. Omentum umumnya digunakan dengan pendekatan abdominal.
Beberapa pilihan yang tersedia dengan pendekatan transvaginal termasuk flap Martius,
peritoneum, rotational labial flap, gluteal flap, dan gracilis flap. (Hilton P, 2001)
F. Stres Inkontinensia
10
Selama evaluasi preoperatif, adanya stress inkontinensia urin (SIU) sebelum
terjadinya fistula harus dievaluasi. Insiden yang dilaporkan terjadi stres inkontinesia urin
setelah tindakan perbaikan fistula vesikovaginal berkisar antara 7% sampai 27%. Koreksi
simultan dari inkontinensia urin tipe stres selama perbaikan fistula untuk menghindari
kebutuhan untuk prosedur bedah berikutnya dan tekanan psikologis akibat terjadinya
inkontinensia setelah perbaikan fistula dinyatakan sukses. (Eilber, 2005)
G. Fungsi Seksual
Penentuan preoperatif untuk harapan saat ini dan masa depan dari fungsi
seksual pasien adalah sangat penting. Pada pasien yang aktif secara seksual , upaya
menjaga fungsi dari vagina harus dilakukan . Pengganti estrogen lokal atau sistemik
harus dipertimbangkan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda atrofi vagina. Untuk
pasien yang tidak aktif secara seksual dan mempunyai fistula yang besar, kolpokleisis
parsial dapat dipertimbangkan untuk memaksimalkan cakupan jaringan yang diperbaiki.
(Eilber, 2005)
VII. Pendekatan Operatif
Sebelum dilakukan perbaikan, harus diberikan waktu yang memadai untuk
membuktikan bahwa semua infeksi telah mereda . Semua perbaikan fistula harus mencakup
penggunaan antibiotik spektrum luas sebelum operasi . Kultur urine preoperative dapat
membantu dalam pilihan antibiotik. Selain itu, terapi hormon pre dan pasca operasi dapat
memudahkan penyembuhan. (Eilber, 2005)
A. Pendekatan Vaginal
Teknik vagina untuk fistula vesikovaginal yang tidak ada komplikasi mempunyai
lima tahapan proses yang menghasilkan perbaikan tiga lapisan fistula. Terdapat banyak
modifikasi yang ada, yang penting adalah eksisi dari fistula. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
Langkah 1 : Persiapan Pasien
Pasien ditempatkan dalam posisi posisi litotomi. Daerah suprapubik dan
genitalia eksternal dicukur dan kemudian dicuci dengan menggunakan yodium. Dipasang
tegel jahitan untuk menarik labia. Stent ureter ditempatkan jika preoperasi sistoskopi
menunjukkan saluran fistula berada di dekat dengan orifisium uretra. Kateter uretra
digunakan untuk mengisi kandung kemih dengan normal salin, dan Lowsley retractor
yang melengkung digunakan untuk menempatkan kateter suprapubik melalui tusukan
11
kecil di daerah suprapubik . Packing vagina mungkin diperlukan untuk menutup jalan
saluran fistula selama pengisian kandung kemih. Sebuah retractor cincin semi elastis dan
spekulum digunakan untuk mendapatkan visualisasi. Episiotomi posterolateral mungkin
diperlukan pada vagina yang sempit untuk mendapatkan eksposur maksimum puncak
vagina.
Langkah 2: Isolasi Fistula
Fistula dikateter dengan foley kateter no 8 atau 10F (Gambar 2A). Sebelum
dipasang kateter, saluran mungkin perlu dilebarkan. Traksi pada kateter mungkin
diperlukan agar visualisasi fistula lebih dekat ke operator. Jika fistula tidak dapat
dikateter, pendekatan abdominal harus dipertimbangkan. Untuk membantu dalam
kateterisasi, Methylene Blue dimasukkan ke dalam kandung kemih, dan saluran harus
dapat divisualisasikan dan dapat dikateter. Dalam kasus yang jarang terjadi bahwa
kateterisasi tidak mungkin dilakukan, perbaikan dapat dilakukan dengan panduan
pemberian visualisasi dengan Methylene Biru. Setelah kateterisasi, sayatan melingkar di
mukosa vagina sekitar saluran fistula dibuat (Gambar 2B ) . Sayatan ini kemudian
diperluas dalam asimetris " J " atau " J " terbalik tergantung pada lokasi fistula . Hal ini
memungkinkan untuk pengembangan anterior atau posterior flaps vagina, yang nantinya
akan digunakan untuk menutup bekas perbaikan (Gambar 2C ).
Langkah 3: Penciptaan Flaps
Penciptaan flap anterior dan posterior dimulai di jaringan sehat jauh dari saluran
fistula. Jaringan disekeliling fistula dibiarkan utuh. Teknik ini menghindari pembesaran
saluran fistulous. Setiap lipatan dibuka beberapa sentimeter dari fistula untuk
mengekspos fascia perivesical.
Langkah 4: Penutupan Fistula
Perbaikan pada lapisan pertama adalah perbaikan yang dibuat dengan
mendekatkan tepi saluran fistula dan beberapa milimeter dari jaringan sekitarnya
dengan jahitan terputus benang 3-0 yang diserap ( Vicryl atau Dexon ) dengan cara
melintang (Gambar 2D). Jahitan ini menggabungkan dinding kandung kemih dan saluran
fistula itu sendiri. Lapisan kedua dari fasia perivesical menutupi lapisan sebelumnya juga
menggunakan jahitan satu – satu dengan benang diserap (Gambar 2E ). Sebelum
melanjutkan ke lapisan berikutnya, keberhasilan perbaikan diuji dengan mengisi
kandung kemih dengan salin Methylene Biru. Lapisan ketiga adalah perbaikan dengan
12
flap vagina minimal 3 cm di luar dari penutupan fistula (Gambar 2F). Kelebihan jaringan
dari flap dipotong . Dinding vagina ini kemudian ditutup dengan jahitan terkunci dan
benang yang dapat diserap.
Langkah 5: Pascaoperasi
Perawatan Vagina ditampon kasa iodium. Packing akan dilepas setelah 2 jam
operasi dan pasien dipulangkan ke rumah. Kateter uretra dan kateter suprapubik
mengalir ke satu urine bag melalui " Y " konektor dan dilepaskan 2-3 minggu pasca
operasi. Antibiotik oral dilanjutkan sampai kateter dilepas, antikolinergik yang digunakan
sesuai kebutuhan. Hal ini penting untuk menghindari ketegangan yang berlebihan dari
kandung kemih selama fase penyembuhan sehingga dapat menghindari ketegangan
pada garis jahitan dan terjadinya ekstravasasi kemih. Pasien diinstruksikan untuk
menghindari hubungan seksual selama 3 bulan setelah operasi.
13
Gambar 2. (A) Catheterization of fistulous tract with Foley catheter. (B) A circumferential
incision around the fistulous tract with a margin of several millimeters is indicated. (C)
Development of a vaginal wall flap. (D) First layer of repair: transverse approximation of
the edges of the fistulous tract. (E) Second layer of repair: imbrication of first layer with
perivesical fascia. (F) Third layer of repair: advancement of vaginal flap.
B. Pendekatan Abdominal
Indikasi untuk pendekatan abdominal telah dibahas sebelumnya dan termasuk
kemampuan, kenyamanan operator dan kebutuhan untuk prosedur abdominal lainnya
seperti perbaikan cedera uretera atau implantasi ulang dari ureter. Pendekatan vagina
yang gagal sebelumnya tidak menghalangi upaya transvaginal kembali. Pertimbangan
preoperatif yang hampir sama dengan pendekatan vagina, termasuk penggunaan
antibiotik, penggunaan hormon, dan drainase kateter serta persiapan usus ketika jika
augmentasi cystoplasty direncanakan. Pasien diposisikan terlentang dengan ekstremitas
bawah sedikit abduksi agar dapat memberikan akses ke vagina. Vagina dan abdomen
bagian bawah disiapkan dan kateter suprapubik dipasang menggunakan retractor
Lowsley. Sebuah kateter uretra juga dipasang . Dibuat insisi pfannenstiel atau insisi
midline rendah. Secara umum, tekhnik ini harus menyisakan ekstraperitoneal kecuali
omentum diperlukan untuk interposisi jaringan. Pada kasus ini jendela peritoneum kecil
dibuat saat akhir perbaikan. Kandung kemih ditarik keatas dengan klem allis, dan
kelateral sehingga terbentuk bidang antarakandung kemih dan vagina. Identifikasi fistula
dapat dilakukan dengan mengisi kandung kemih dengan diencerkan Methylene Biru.
Setelah kandung kemih benar-benar dibebaskan dan saluran fistula diidentifikasi, fistula
dipasangkan kateter ke arah vagina untuk memudahkan diseksi dari dasar kandung
kemih. Defek kandung kemih dan vagina tersebut diperbaiki dengan tekhnik dua lapisan
menggunakan jahitan terputus dan benang yang diserap. Flap omentum atau peritoneal
ditempatkan antara kandung kemih dan vagina (Gambar 3). Kateter uretra dan
suprapubik digunakan untuk mendrainase kandung kemih. Drainase panggul tidak
diperlukan kecuali digunakan pendekatan transvesical. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
14
Gambar 3.Tissue interposition between bladder and vagina.
C. Pendekatan Transvesical
O'Conor dan Sokol pertama kali yang menggambarkan pendekatan transvesical
untuk perbaikan fistula vesikovaginal. Teknik ini melibatkan menciptakan cystotomy
pada bidang sagittal, baik anterior dan posterior, sampai fistula tercapai. Setelah fistula
diidentifikasi, bidang antara vagina dan kandung kemih dibuka dan masing-masing
ditutup dengan dua lapis jahitan yang dapat diserap. Omentum biasanya diletakkan
antara antara kandung kemih dan vagina. Tingkat keberhasilan dengan teknik ini berkisar
dari 87 % sampai 100 %. (Eilber, 2005) (Rutman, 2007)
D. Tingkat Keberhasilan
Terdiri dari banyak faktor , termasuk angka kesembuhan , morbiditas pasien ,
dan kepuasan pasien , harus dipertimbangkan ketika mengukur keberhasilan prosedur
ini. Sebuah studi prospektif acak membandingkan hasil dari pendekatan tekhnik
pervaginam dibandingkan dengan pendekatan perabdominam untuk memperbaiki
fistula vesikovaginal belum pernah dilaporkan, namun ada beberapa seri penelitian
termutakhir yang melaporkan tingkat keberhasilan dari 90% menjadi 100 % dengan
kedua pendekatan tersebut. Seperti disebutkan sebelumnya , pendekatan yang paling
bagus adalah tergantung dari pengalaman operator. (Eilber, 2005)
E. Komplikasi
15
Baik pendekatan vaginal dan abdominal, potensi komplikasi intraoperatif paling
mengkhawatirkan adalah perdarahan dan cedera ureter. Hemostasis yang cermat harus
diperhatikan karena pembentukan hematoma dan fistula berulang dapat terjadi akibat
ketidakteraturan dari jahitan. Penggunaan elektrokauter harus diminimalkan.
Perdarahan berlebihan yang terjadi selama diseksi dari flaps vagina harus dikontrol
dengan jahitan yang dapat diserap. Ketika terdapat kemungkinan cedera ureter
dipertanyakan, Indigo Carmine harus diberikan secara intravena dan sistoskopi dilakukan
untuk mengidentifikasi merembesnya urin dari orifisium uretra. Komplikasi awal pasca
operasi seperti pendarahan , infeksi, atau spasme kandung kemih harus ditangani secara
agresif , karena semua ini dapat mengurangi kualitas perbaikan . Ileus sering dijumpai
pada metode dengan pendekatan abdominal. (Rutman, 2007)
Komplikasi akhir dari pendekatan apapun termasuk cedera ureter yang belum
diakui atau fistula berulang. Pada periode awal pasca operasi, obstruksi uretera atau
ekstravasasi harus ditangani dengan perkutan nefrostomi drainase . Prosedur retrograde
seperti pyelography atau ureteroscopy harus dihindari , karena ini dapat mengakibatkan
terganggunya perbaikan. Fistula berulang dapat diperbaiki transvaginal dengan
penggunaan jaringan interposisi. Komplikasi pendekatan abdominal adalah obstruksi
usus, yang biasanya berhasil diobati dengan tindakan konservatif. Komplikasi potensial
akhir dari pendekatan vagina adalah pemendekan vagina atau stenosis , yang mungkin
memerlukan vaginoplasty . (Eilber, 2005)
VIII. Interposisi Jaringan
1. Martius Flap
Flap Martius penutup adalah tekhnik yang pertama kali dijelaskan oleh Heinrich
Martius pada tahun. Flap ini telah digunakan untuk perbaikan berbagai fistula yang
melibatkan panggul : urethrovaginal, peritoneovaginal, perianal, dan vesikovaginal. Studi
anatomi telah menunjukkan bahwa flap terdiri dari jaringan fibroadipose labia majora
dan menerima suplai darah anterior dari arteri pudenda eksternal dan posterior dari
arteri pudenda interna. Cabang-cabang arteri dan vena obturator memasuki aspek
lateral flap berdekatan dengan ramus ischiopubic. Klinis yang penting dari suplai darah
adalah bahwa flap dapat dibagi di menjadi superior atau inferior dan dapat dimobilisasi
tergantung pada kebutuhan individu (Eilber, 2005) (Rutman, 2007).
16
Persiapan flap dimulai dengan insisi membujur di atas labia mayora . Batas
medial, lateral, dan posterior diseksi adalah lipatan labiocrural, labia minora, otot
bulbocavernosus, dan diafragma urogenital. Drain Penrose digunakan untuk mengelilingi
seluruh ketebalan flap, dan traksi lembut traksi kearah bawah untuk membebaskan dari
jaringan sekitarnya (Gambar 4A ). Bagian superior atau inferior kemudian dijepit dan
dipotong, dan jaringan sekarang ditransfer dari daerah labial ke area fistula (Gambar
4B ). Fiksasi flap dilakukan dengan jahitan terputus dan benang yang diserap tanpa
tegangan (Gambar 4C ). Akhirnya flap vagina diatas dari flap Martius , lalu luka ditutup.
Hemostasis yang baik penting, dan dan Penrose atau Jackson - Pratt ukuran kecil
diletakkan pada bekas insisi labial degan tekanan ringan. Diletakkan packing pada labia
segera setelah periode pasca operasi berguna untuk mencegah edema dan
pembentukan hematoma. Morbiditas yang terkait dengan penggunaan flap Martius
minimal, tapi diseksi jauh ke dalam jaringan kearah bulbus vestibular dapat
menyebabkan perdarahan yang serius. Secara keseluruhan , tingkat keberhasilan
dilaporkan 90 %. (Rutman, 2007)
Gambar 4. (A) Mobilization of Martius flap from superior attachments. (B) Transfer of
Martius flap krom donor site to fistula repair. (C) Fixation of Martius flap.
2. Peritoneal Flap
Kemudahan Alma persiapan dan lokasi nya membuat flap peritoneal cocok
untuk fistula yang tinggi pada kubah vagina. Peritoneum posterior, termasuk lemak
preperitoneal, dipisahkan dengan diseksi tajam (Gambar 5) . Flap ini kemudian
diletakkan diatas antara lapisan pertama dan kedua saat perbaikan fistula. Jahitan
terputus tanpa tegangan dengan benang yang diserap untuk melekatkan peritoneum.
Flap vaginal sebagai lapisan terakhir . Raz dkk dan rekan melaporkan keberhasilan ini
dalam sembilan dari 11 pasien ( 82 % ). Sejak itu tingkat keberhasilan untuk 83 pasien
17
telah meningkat menjadi 96 % , dengan 77 % dari mereka yang memiliki perbaikan yang
gagal sebelumnya. (Rutman, 2007)
Ketidakhati – hatian peritoneotomy adalah komplikasi yang paling umum dari
flap peritoneal . Sebuah peritoneotomy dapat dengan mudah diperbaiki tanpa
menggunakan bagian dari flap peritoneal . Penggunaan flap peritoneal adalah untuk
fistula letak tinggi dalam saluran vagina , dan kami tidak menyarankan penggunaannya
dalam rekonstruksi defek pada bagian distal. (Eilber, 2005) (Eilber, 2005)
Gambar 5.Development of peritoneal flap.
3. Interposisi Omentum
Interposisi omentum ini merupakan jaringan yang ideal untuk Interposisi karena
kemampuannya untuk membangun neovaskular. Hal ini membuatnya sangat berguna
untuk perbaikan fistula kompleks. Hal ini dapat digunakan dalam pendekatan abdominal
untuk perbaikan fistula atau pendekatan vaginal jika memungkinkan akses ke dalam
panggul selama prosedur sebelumnya. Tingkat kesembuhannya 93 % untuk perbaikan
fistula kompleks. Pasokan darah ke omentum muncul dari kanan dan arteri
gastroepiploika kiri. Ini kemudian meluas kanan dan kiri arteri omentum yang
memanjang ke inferior untuk membentuk " U". Pada sekitar sepertiga dari pasien,
immobilisasi diperlukan untuk membawa flap ke panggul. Sepertiga lainnya
memerlukan pemisahan arteri gastroepiploika kiri dan ligamen splenorenal lateral.
Sisanya pasien memerlukan mobilisasi lengkap omentum dengan memisahkan
perlekatan ke kolon tranversus, mesokolon dan ligating pembuluh lambung pendek.
Penempatan omentum digunakan hampir secara eksklusif dengan pendekatan
transabdominal untuk fistula vesikovaginal . Operasi sebelumnya dan / atau terapi
radiasi dapat mempengaruhi jumlah omentum tersedia dan mobilitasnya.
18
4. Full- Thickness Labial ( Martius ) Flap
Untuk situasi di mana ada epitel vagina tidak cukup untuk mencapai penutupan
primer, flap labial dengan ketebalan penuh (Martius) dapat diputar untuk menutupi
cacat. Flap ini menyediakan lapisan fibrofatty baik yang tervaskularisasi seperti kulit
dengan ketebalan yang penuh. Setelah penutupan fistula, dibuat insisi "U " 1 cm lateral
labia majora dengan dasarnya di tingkat fourchette posterior (Gambar 6). Flap diambil
dari dari fasia yang menutupi tulang pubis dan termasuk kulit dan jaringan lemak dari
labial . Flap diputar untuk menutupi perbaikan, dan ujung-ujungnya dijahit di tempat
dengan jahitan diserap. Margolis et al . melaporkan flap 100 % keberhasilan dari empat
pasien yang telah menjalani perbaikan dari fistula vesikovaginal. Satu akhirnya terjadi
fistula kembali dengan waktu yang lama. Carr dan Webster juga melaporkan hasil yang
sangat baik dalam empat pasien. Potensi komplikasi termasuk hasil kosmetik yang tidak
diinginkan dan mengurangi sensasi kulit sepanjang situs implantasi. (Eilber, 2005)
(Rutman, 2007)
Gambar 6. Incision for a full-thickness labial flap.
5. Glutealis Flap
Glutealis flaps digunakan terutama untuk pasien dengan postradiasi fistula
ketika ada kekurangan jaringan vagina dan tidak ada sumber lain dari bagian vagina yang
layak tersedia untuk menyediakan cakupan kulit. Setelah penutupan dua lapisan
pertama seperti yang dijelaskan untuk perbaikan fistula vesikovaginal tidak
terkomplikasi, sebuah insisi dibuat pada dinding vagina dan terus menuju midportio dari
labia majora . Sayatan ini kemudian diperluas ke daerah gluteal (Gambar 7A ) . Kulit
dirusak dan flap diputar dan maju ke saluran vagina untuk menutupi dua lapisan
pertama dari fistula perbaikan (Gambar 7B ) . (Eilber, 2005)
19
Flap diimplantasikan dengan jahitan terputus, diserap dan akhirnya vaginal flap
dijahit ke tepi flap. Potensi komplikasi flap gluteal adalah seperti umumnya untuk semua
flaps , termasuk infeksi luka dan terlepasnya flap karena pasokan darah yang buruk.
Cedera pada sfingter anal merupakan komplikasi unik untuk flap gluteal. Teknik bedah
yang cermat harus digunakan untuk mencegah komplikasi ini . (Rutman, 2007)
Gambar 7. (A) Incision for a gluteal skin flap. (B) Transfer of gluteal flap to cover defect.
6. Gracilis Myocutaneous Flap
Baik labial dan glutealis flaps menyediakan cakupan jaringan yang cukup tetapi
tidak dapat menyediakan untuk kedalaman vagina atau pemulihan kembali fungsi
seksual. Di sisi lain, flap myocutaneous berguna untuk fistula kompleks, postradiasi
fistula atau untuk kubah vagina di mana rekonstruksi vagina diperlukan . Otot gracilis ini
panjang, otot seperti jalinan tali yang membentang dari perbatasan inferior simfisis
pubis ke kondilus medial femur. Ini adalah otot aksesori untuk paha dan adduksi fleksi
lutut dan dapat dikorbankan tanpa kehilangan fungsi. Otot sendiri ini sendiri dapat
digunakan sebagai interposisi, atau flap myocutaneous dapat digunakan untuk mengisi
cacat vaginal yang besar. Untuk implantasi gracilis flap , sayatan elips berpusat di otot
gracilis dibuat pada aspek medial paha (Gambar 8 ) . Maksimumnya adalah lebar 8 cm
panjang 22 cm dan tidak harus mencakup sepertiga distal otot. Otot tersebut terlepas
pada titik penyisipan distal tendonnya , dan flap dibedah sampai vaskular diidentifikasi .
Dibuat sebuah terowongan situs donor ke introitus vagina untuk mentransfer flap ke
daerah vagina. Meskipun tidak ada seri pelaporan besar pada keberhasilan flap ini ,
beberapa penulis melaporkan hasil yang baik saat menggunakan flap gracilis untuk
perbaikan fistula vesikovaginal. Komplikasi utama adalah pembentukan jaringan parut
yang cukup besa , tetapi biasanya tidak ada cacat fungsional. (Eilber, 2005) (Rutman,
2007)
20
Gambar 8. Gracilis myocutaneous flap.
BAB III
KESIMPULAN
1. Fistula vesikovaginal merupakan komplikasi baik dari obstetri maupun ginekologi yang
tidak membahayakan jiwa namun mengganggu aktivitas dan hubungan sosial pasien.
2. Dengan evaluasi praoperasi dan perencanaan yang tepat, sebagian besar fistula
vesikovaginal dapat diperbaiki dengan pendekatan transvaginal.
3. Fistula yang kompleks memiliki kesempatan lebih besar untuk perbaikan dengan
penggunaan penempatan interposisi.
4. Drainase yang memadai , terapi antikolinergik , dan antibiotik profilaksis cakupan
antibiotik pasca operasi juga meningkatkan tingkat keberhasilan pembedahan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Blaivas JG. (1995). Early versus late repair of vesicovaginal fistulas: vaginal and abdominal
approaches. J Urol , 1110– 1112.
Eilber, K. S. (2005). Vesicovaginal Fistula: Complex Fistulae. In S. P. Vasavada, Female Urology,
Urogynecology and Voiding Dysfunction (pp. 761 - 782). New York: Marcel Dekker. All Rights
Reserved.
Hilton P. (2001). Vesico-vaginal fistula: new perspectives. Curr Opin. Obstet Gynecol, 513 –520.
Kelly J. (1992). Vesicovaginal and Rectovaginal Fistulae. J R Soc Med, 85, 257 -258.
Meeks, R. (2008). Vesicovaginal Fistulas. In J. A. Rock, Te Linde’s Operative Gynecology (pp. 974 -
993). Philadelphia: J.B. Lippincott.
Nygaard, I. (2007). Lower Urinary Tract Disorders. In J. S. Berek, Berek & Novak's Gynecology 14th
Edition. California: Lippincott Williams & Wilkins.
Rutman, M. P. (2007). Evaluation and Management of Vesicovaginal Fistula. In H. B. GOLDMAN,
Female Urology A Practical Clinical Guide (pp. 309 - 326). New Jersey: Humana Press Inc.
22
Stovsky MD. (1994). Use of electrocoagulation in the treatment of vesicovaginal fistulas. J Urol,
1443– 1444.
23