77
FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN PEMANFAATAN TANAMAN AIR KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) SKRIPSI Oleh : RADITYA NUR EKAWATI NIM. 135080101111053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN PEMANFAATAN TANAMAN AIR KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN ECENG

GONDOK (Eichhornia crassipes)

SKRIPSI

Oleh :

RADITYA NUR EKAWATI NIM. 135080101111053

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 2: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN PEMANFAATAN TANAMAN AIR KAYU APU (Pistia stratiotes) DAN ECENG

GONDOK (Eichhornia crassipes)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh :

RADITYA NUR EKAWATI NIM. 135080101111053

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2017

Page 3: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara
Page 4: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

IDENTITAS TIM PENGUJI

Judul : FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN

PEMANFAATAN TANAMAN AIR KAYU APU (Pistia stratiotes)

DAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

Nama Mahasiswa : Raditya Nur Ekawati

NIM : 135080101111053

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

PENGUJI PEMBIMBING:

Pembimbing 1 : Prof. Dr. Ir. Endang Yuli Herawati., MS

Pembimbing 2 : Dr. Ir. Mulyanto, M.Si

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

Penguji 1 : Dr. Uun Yanuhar, S.Pi., M.Si

Penguji 2 : Nanik Retno Buwono, S.Pi., MP

Tanggal Ujian : 20 Desember 2017

Page 5: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakah hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya juga

tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Skripsi ini hasil jiplakan

(plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut, sesuai

hokum yang berlaku.

Malang, Desember 2017

Raditya Nur Ekawati

Page 6: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas segala rahmat dan Karunia-Nya

2. Terima kasih yang mendalam penulis persembahkan kepada Orang Tua

saya tercinta, atas doa serta dorongan semangat yang selalu diberikan

3. Terima kasih mendalam kepada seluruh keluarga yang telah mendoakan

saya dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini

4. Terima kasih mendalam kepada suami tercinta M. Imam Gozali dan Anak

yang saya sayangi Ryshaka Kerla Al-Ghazali yang telah mendoakan dan

juga memberikan semangat yang tiada henti

5. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Yuli Herawati., MS selaku dosen pembimbing

pertama yang telah berkenan membimbing saya selama ini dengan sabar

dan bijaksana

6. Bapak Dr. Ir. Mulyanto, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah

berkenan membimbing saya selama ini dengan sabar dan bijaksana

7. Terima kasih untuk semua dosen FPIK UB yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat sehingga ilmu tersebut dapat saya terapkan dalam penelitian

saya

8. Terima kasih kepada teman-teman Eny Febriana, Irma Febriyanti, Nurul

Khotimah dan Widia Ningsih S yang selalu memberikan semangat untuk

menyelesaikan penelitian ini

9. Terima kasih kepada seluruh teman saya MSP’13 yang telah memberikan

semangat dan doa

Malang, Desember 2017

Penulis

Page 7: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

i

RINGKASAN

Raditya Nur Ekawati. Fitoremediasi Limbah Cair Penyamakan Kulit Dengan

Pemanfaatan Tanaman Air Kayu Apu (Pistia stratiotes) dan Eceng Gondok

(Eichhornia crassipes). (dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Yuli H., MS dan

Dr. Ir. Mulyanto, M.Si)

Perkembangan pembangunan, khususnya di bidang industri, memerlukan pemikiran dan tindakan untuk meminimalkan dampak negatif limbah industri terhadap pencemaran lingkungan. Limbah buangan industri tersebut umumnya mengandung senyawa organik atau anorganik yang bersifat toksik dan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Parsek et al. 1997). Senyawa anorganik utama dalam limbah industri berupa logam berat. Logam berat tidak dapat didegradasi secara biologis, tetapi hanya dapat dialihrupakan atau dipindah tempatkan. Keberadaan logam berat dalam air akan diserap dan diakumulasi dalam sel organisme yang hidup dalam lingkungan tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 di Laboratorium Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Madiun. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan penyerapan logam berat kromium (Cr) menggunakan tanaman air Kayu apu (Pistia stratiotes) dan Eceng gondok (Eichhornia crassipes) pada limbah cair industri penyamakan kulit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan jenis tanaman yang berbeda yaitu kayu apu dan eceng gondok, serta terdapat bak kontrol yang tidak diberi perlakuan tanaman, dimana masing-masing perlakuan tersebut mendapat 3 kali pengulangan dan mendapat pengaruh dalam waktu fitoremediasinya. Limbah cair penyamakan kulit yang digunakan yaitu 4 liter dengan berat tanaman yang digunakan ± 120 gram. Penelitian dilakukan selama 8 hari, dengan pengukuran kandungan logam berat krom serta parameter kualitas air pendukung suhu, derajat keasaman (pH), dan oksigen terlarut (DO) setiap 2 hari sekali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) mengalami penurunan dengan persentase 87.15% dengan konsentrasi awal krom sebesar 3,27 g/l menjadi 2,85 g/l, Sedangkan penggunaan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) dapat menurunkan krom dengan persentase 76.14% dengan konsentrasi awal 3.27 g/l menjadi 2.49 g/l. Hasil penelitian menunjukkan nilai parameter kualitas air pada awal penelitian yaitu suhu sebesar 28.10°C menurun menjadi 24.00°C, derajat keasaman (pH) pada awal penelitian sebesar 6.36 menurun menjadi 6.00 dan oksigen terlarut (DO) pada awal penelitian sebesar 9.80 ppm menurun menjadi 3.30 ppm. Perlakuan fitoremediasi limbah cair penyamakan kulit terbaik pada penelitian selama 8 hari yaitu dengan menggunakan tanaman air eceng gondok (Eicchornia crassipes) terbukti karena kemampuannya menurunkan kadar krom 11.01 % lebih banyak dibandingkan menggunakan tanaman air kayu apu (Pistia stratiotes) dikarenakan eceng gondok memiliki perakaran yang lebat dan panjang sehingga dapat secara aktif menyerap logam berat. Saran dari penelitian ini adalah sebaiknya industri penyamakan kulit yang terletak di Dusun Tulung Desa Ringinagung Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan ini membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang didalamnya diberi tanaman air eceng gondok (Eichhornia crassipes).

Page 8: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Fitoremediasi Limbah Cair Penyamakan Kulit dengan

Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dan Kayu Apu (Pistia

stratiotes)”

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk lulus dan

meraih gelar Sarjana (S-1) Perikanan. Penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis

sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun

kearah perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Cukup banyak kesulitan yang

penulis temui dalam penulisan skripsi ini, tetapi dapat teratasi dan diselesaikan

dengan baik.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis

mendapat balasan dari Tuhan yang Maha Esa.

Malang, Desember 2017

Penulis

Page 9: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

iii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4 1.3 Tujuan .................................................................................................... 5 1.4 Kegunaan ............................................................................................. 5 1.4 Hipotesis ................................................................................................ 6 1.5 Tempat dan Waktu ................................................................................. 6 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah ................................................................................................... 7 2.2 Logam Berat .......................................................................................... 8 2.3 Pencemaran Logam Berat di Perairan ................................................... 9

2.4 Kromium (Cr) ......................................................................................... 10 2.4.1 Sifat-Sifat Krom (Cr) ................................................................... 13

2.4.2 Reaksi-Reaksi Pada Krom (Cr) ................................................... 14 2.4.3 Kegunaan Krom dalam Industri .................................................. 17 2.5 Karakteristik dan Sumber Limbah Cair Penyamakan Kulit ..................... 17 2.5.1 Industri Penyamakan Kulit .......................................................... 17

2.5.2 Proses Penyamakan Kulit ........................................................... 18 2.5.3 Diagram Alir Proses Penyamakan Kulit ...................................... 20 2.5.4 Sumber Limbah Cair Penyamakan Kulit…. ................................. 21 2.5.5 Karakteristik Limbah Cair Penyamakan Kulit .............................. 22

2.6 Dampak Limbah Cair Penyamakan Kulit ................................................ 23 2.7 Fitoremediasi ......................................................................................... 24 2.8 Mekanisme Masuknya Kromium pada Tanaman.................................... 26

2.9 Tanaman Air .......................................................................................... 27 2.9.1 Klasifikasi dan Morfologi Kayu Apu (Pistia stratiotes) .................. 29 2.9.2 Klasifikasi dan Morfologi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) . 31

2.10 Parameter Kualitas Air Pendukung ...................................................... 34 2.10.1 Suhu ......................................................................................... 34 2.10.2 Derajat Keasaman (pH) ............................................................ 34 2.10.3 Oksigen Terlarut (DO) .............................................................. 35

Page 10: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

iv

3. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian .................................................................................... 37 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 37 3.3 Lokasi Pengambilan Sampel .................................................................. 37 3.4 Metode Penelitian .................................................................................. 37 3.5 Tahapan Penelitian ................................................................................ 39

3.5.1 Persiapan Penelitian ..................................................................... 39 3.6 Prosedur Pengukuran Parameter Kualitas Air ........................................ 41 3.6.1 Kromium (Cr) ................................................................................ 41 3.6.2 Suhu ............................................................................................. 42 3.6.3 Derajat Keasaman (pH) ................................................................ 43 3.6.4 Oksigen Terlarut (DO) .................................................................. 43

3.8 Analisis Data ......................................................................................... 43 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi Tanaman Eceng Gondok dan Kayu Apu. ................................. 46 4.2 Kadar Kromium (Cr) ................................................................................ 48 4.3 Hasil Pengukuran Kualitas Air. ................................................................ 52 4.3.1 Suhu. ........................................................................................... 52 4.3.2 Derajat Keasaman (pH). ............................................................. 54 4.3.3 Oksigen Terlarut. ........................................................................ 56 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan. .......................................................................................... 58 5.2 Saran. ................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59 LAMPIRAN ...................................................................................................... 66

Page 11: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Beda Nyata Terkecil .................................................................................... 45

2. Perubahan Morfologi Tanaman Eceng Gondok dan Kayu Apu. ................... 47

3. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Kromium (Cr). ....................................... 49

4. Analisa Sidik Ragam. .................................................................................. 51

5. Fungsi Alat.. ................................................................................................ 66

6. Fungsi Bahan.. ............................................................................................ 66

7. Data Pengukuran Logam Berat Kromium (Cr)… ......................................... 69

8. Perhitungan Sidik Ragam dan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil).. ................... 69

9. Data Hasil Pengukuran Suhu.. ................................................................... 73

10. Data Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH)…................................... 74

11. Data Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut (DO) … .................................... 75

Page 12: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Alir Rumusan Masalah ..................................................................... 4

2. Diagram Alir Proses Penyamakan Kulit ....................................................... 20

3. Kayu Apu (Pistia stratiotes).. ....................................................................... 29

4. Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) ........................................................ 31

5. Denah Tata Letak Bak Penelitian. ............................................................... 38

6. Grafik Logam Berat Kromium (Cr).. ............................................................. 50

7. Grafik Suhu.. ............................................................................................... 53

8. Grafk Derajat Keasaman (pH).. ................................................................... 54

9. Grafik Oksigen Terlarut (DO).. ..................................................................... 56

Page 13: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Fungsi Alat dan Bahan .................................................................................. 66

2. Pengambilan Sampel Tanaman Air Eceng Gondok dan Kayu Apu.. .............. 67

3. Kondisi Limbah Cair Penyamakan Kulit Selama Penelitian.. ......................... 68

4. Penyortiran Tanaman Air Eceng Gondok dan Kayu Apu. .............................. 69

5. Hasil Pengukuran Logam Berat Kromium (Cr)............................................... 70

6. Hasil Pengukuran Suhu. ................................................................................ 74

7. Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH). ................................................... 75

8. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut (DO). ..................................................... 76

Page 14: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pembangunan, khususnya di bidang industri, memerlukan

pemikiran dan tindakan untuk meminimalkan dampak negatif limbah industri

terhadap pencemaran lingkungan. Limbah buangan industri tersebut umumnya

mengandung senyawa organik atau anorganik yang bersifat toksik dan

berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Parsek et al. 1997). Senyawa

anorganik utama dalam limbah industri berupa logam berat. Logam berat tidak

dapat didegradasi secara biologis, tetapi hanya dapat dialihrupakan atau

dipindah tempatkan. Keberadaan logam berat dalam air akan diserap dan

diakumulasi dalam sel organisme yang hidup dalam lingkungan tersebut. Apabila

organisme air yang lebih tinggi tingkat tropiknya seperti ikan memakan plankton,

maka akan terjadi akumulasi logam berat dalam tubuh ikan. Selanjutnya apabila

ikan tersebut dikonsumsi akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang

serius bagi manusia (Haryadi, 1996).

Limbah merupakan salah satu bahan pencemar yang dapat merubah

kualitas perairan. Limbah yang masuk kedalam perairan dapat berupa limbah

padat, cair, gas dan B3. Contoh industri yang menghasilkan limbah cair adalah

industri penyamakan kulit. Industri penyamakan kulit termasuk salah satu industri

yang mengeluarkan limbah cair dalam volume cukup besar. Menurut Barcordit et

al. (2014), bahan yang paling banyak ditemukan dan digunakan sekitar 85%

industri penyamakan kulit di dunia adalah logam krom (Cr). Harmami et al. (2014)

menjelaskan bahwa kegiatan industri penyamakan kulit merupakan salah satu

sektor ekonomi yang menunjang perekonomian di Indonesia.Penyamakan kulit

ini bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak akibat aktivitas

mikroorganime menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap faktor-faktor

Page 15: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

2

perusak tersebut. Sisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil

proses penyamakan kulit secara konvensional akan membawa dampak pada

lingkungan (Wu et al., 2014). Air yang tercemar logam krom dapat menganggu

kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem perairan dan lingkungan

sekitarnya (Suhartini, 2013).

Krom (Cr) adalah unsur yang secara alamiah ditemukan dalam konsentrasi

yang rendah dalam batuan, hewan, tanaman, tanah, debu vulkanik dan

gas.Keberadaan krom pada perairan dijumpai dalam 2 bentuk yaitu ion krom

valensi III (Cr3+) dan VI (Cr6+). Krom valensi VI (Cr6+) lebih toksik daripada

kromium valensi III (Cr3+) karena ion ini sukar terurai, tidak mengendap, stabil

dan toksik. Logam berat Cr yang terdapat pada limbah cair penyamakan kulit

berupa logam krom murni. Logam ini dialam ditemukan dalam bentuk

persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain sebagai bahan

mineral. Krom paling banyak ditemukan dalam bentuk “Chromite” (FeOCr2O3)

(Palar, 2012). Di dalam perairan krom dapat masuk melalui 2 cara yaitu secara

alamiah dan non alamiah. Menurut Palar (2008), dampak yang ditimbulkan bagi

organisme akuatik yaitu terganggunya proses metabolisme tubuh akibat

terhalangnya kerja enzim dalam proses fisiologis. Krom dalam tubuh dapat

bersifat kronis yang akhirnya mengakibatkan kematian organisme akuatik.

Terakumulasinya krom dalam jumlah besar di tubuh manusia dapat mengganggu

kesehatan karena krom memiliki dampak negatif terhadap organ hati, ginjal serta

bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu juga berdampak

sebagai karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan

janin) dan mutagen (Schiavon et al., 2008).

Yazid et al.,(2007) menambahkan bahwa krom (VI) mempunyai kelarutan

dan toksisitas tinggi yang menentukan tingkat bahayanya logam ini sebagai

pencemar di lingkungan sedangkan Fauziah (2011) menyebutkan bahwa tingkat

Page 16: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

3

toksisitas Cr (VI) sangat tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua

organisme untuk konsentrasi >0.05 ppm. Berdasarkan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup RI Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair

bagi kegiatan industri, menyatakan bahwa ambang batas senyawa krom di

lingkungan sebesar 0.06 mg/l.

Menurut Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009, pencemaran adalah

masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain

ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan

hidup yang telah ditetapkan. Upaya untuk menekan pencemaran ini yaitu dengan

dilakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan, salah satunya yaitu

dengan menggunakan fitoremediasi. Pengolahan limbah dengan metode ini

dianggap lebih mudah dan murah daripada metode fisika dan kimia, karena agen

yang digunakan dapat memanfaatkan langsung sumberdaya alam. Salah satu

agen fitoremediasi yang dapat diguanakan yaitu tanaman air. Menurut Subroto

(1996) dalam Hardyanti dan Rahayu (2007), fitoremediasi yaitu suatu upaya

pemanfaatan tanaman untuk menyerap atau mengkontaminasi berbagai

pencemaran di lingkungan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka diperlukan adanya suatu upaya untuk

menanggulangi limbah khususnya logam berat krom (Cr) yang mencemari

perairan. Metode pengolahan limbah yang digunakan saat ini umumnya relatif

mahal dan sulit untuk diaplikasikan sehingga diperlukan alternatif pengolahan

limbah yang dapat meminimalkan konsentrasi polutan di perairan yang ramah

lingkungan, tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan dalam jangka

panjang, biayanya murah dan mudah diaplikasikan yaitu dengan menggunakan

fitoremediasi. Oleh karena itu perlu penelitian untuk mengetahui efektivitas

perbedaan penyerapan tanaman air Kayu Apu (Pistia stratiotes) dan Eceng

Gondok (Eichhornia crassipes) pada limbah cair industri penyamakan kulit.

Page 17: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka didapatkan rumusan masalah pada

penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar 1.

1

2

3

4

Gambar 1. Bagan Alir Rumusan Masalah

Keterangan :

: sebab akibat

1. Industri penyamakan kulit akan menghasilkan limbah cair yang mengandung

logam berat krom (Cr).

2. Kandungan logam krom (Cr) yang melebihi batas di suatu perairan akan

mengakibatkan menurunnya kualitas perairan tersebut.

3. Tanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes) dan Eceng Gondok (Eichhornia

crassipes) sebagai agen fitoremediasi logam berat krom (Cr)

Industri Penyamakan Kulit Menghasilkan limbah yang

mengandung logam berat

krom (Cr)

Tanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes)

dan Eceng Gondok (Eichhornia

crassipes)

Perairan tercemar dan

kualitas air menurun

Logam krom (Cr) di

perairan berkurang

Page 18: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

5

4. Logam berat krom (Cr) di perairan dapat menurun akibat penggunaan

Tanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes) dan Eceng Gondok (Eichhornia

crassipes) sebagai agen fitoremediasi

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan masalah yaitu

bagaimana kemampuan Tanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes) dan Eceng

Gondok (Eichhornia crassipes) dalam melakukan penyerapan logam berat krom

(Cr) dan memerlukan waktu berapa lama ?

1.3 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitianini yaitu untuk mengetahui perbedaan

penyerapan logam berat kromium (Cr) menggunakan tanaman air Kayu apu

(Pistia stratiotes) dan Eceng gondok (Eichhornia crassipes)pada limbah cair

industri penyamakan kulit.

1.4 Kegunaan

Kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menambah wawasan

dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang perbedaan penyerapan logam berat

kromium (Cr) menggunakan tanaman air Kayu apu (Pistia stratiotes) dan Eceng

gondok (Eichhornia crassipes) pada limbah cair industri penyamakan kulit. Hasil

penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan atau bahan informasi untuk

penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan tanaman air kayu apu dan eceng

gondok dalam menyerap limbah cair kromium pada limbah cair penyamakan

kulit. Bagi masyarakat penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan

menambah wawasan tentang tanaman kayu apu dan eceng gondok yang dapat

berperan sebagai agen fitoremediasi untuk menurunkan kadar pencemar yang

ada di perairan. Kegunaan penelitian ini bagi pemerintah adalah dapat dijadikan

alternatif penanggulangan pencemaran di perairan yang mudah diaplikasikan

dan ramah lingkungan.

Page 19: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

6

1.5 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

- H0 : Diduga tidak ada perbedaan dalam penyerapan logam berat krom (Cr)

dari penyamakan kulit antara tanaman Kayu apu (Pistia stratiotes)dan

Ecenggondok (Eichhornia crassipes)dengan perbedaan lama waktu.

- H1 :Diduga ada perbedaan dalam penyerapan logam berat krom (Cr)antara

tanaman air Kayu apu (Pistia stratiotes) dan Eceng gondok (Eichhornia

crassipes)dengan perbedaan lama waktu.

1.6 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 di Laboratorium Lingkungan

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Madiun sebagai tempat penempatan bak

penelitian serta pengukuran parameter kualitas air pendukung, sedangkan

penelitian kandungan logam berat krom (Cr) dilaksanakan di Sekolah Menengah

Kejuruan Kimia Negeri 3 Madiun.

Page 20: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah

Menurut Abdurahman dan Aprilia (2008), secara umum limbah merupakan

hasil buangan yang tidak memiliki nilai ekonomis dari suatu proses produksi, baik

domestik maupun industri yang dapat menurunkan kualitas suatu lingkungan

sehingga pada saat-saat tertentu keberadaannya tidak diinginkan. Menurut

Wardhana (1995) dalam Maizar (2011), bahan buangan tersebut dapat

dikelompokkan menjadi enam, yaitu buangan padat, cairan berminyak, organik

dan bahan makanan, panas, anorganik, serta zat kimia.

Menurut Kharisma (2015), berdasarkan komponen penyusunnya limbah

dibedakan menjadi dua, yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah

organik adalah limbah yang berasal dari bagian organisme yang mudah terurai,

sedangkan limbah anorganik merupakan limbah yang umumnya sulit dan atau

tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme sehingga membutuhkan waktu yang

sangat lama seperti plastik dan kaleng.

Menurut Setiawan (2014), berdasarkan wujudnya limbah dapat dibedakan

menjadi tiga jenis, yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Limbah padat

yaitu limbah yang berbentuk padatan, seperti kertas, plastik, kaleng, serbuk dan

lain-lain. Limbah gas adalah limbah yang hanya mampu dirasakan oleh indera

penciuman dan memanfaatkan udara sebagai medianya, biasanya limbah gas

mengandung partikel kecil yang tersuspensi dalam gas tersebut, contohnya yaitu

asap. Limbah cair yaitu limbah yang berwujud cair atau padat berupa air beserta

bahan-bahan buangan lain yang tercampur maupun terlarut dalam air tersebut.

Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995, limbah cair

merupakan limbah yang memiliki wujud cair, dihasilkan oleh kegiatan industri

Page 21: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

8

yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas suatu

lingkungan.

Polutan dengan bahan organik tinggi menimbulkan efek yang sangat

kompleks, karena tidak hanya menyangkut proses deoksigenasi di perairan,

tetapi ditambah juga dengan adanya padatan tersuspensi dari bahan organik itu

sendiri, serta zat racun seperti ammonia, sulfida, dan juga sianida (Hynes, 1963).

Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan kadar zat pencemar yang

terdapat pada limbah tersebut, sehingga nantinya aman untuk dibuang ke

lingkungan.

2.2 Logam Berat

Logam berat adalah suatu unsur yang memiliki berat atom antara 63,5

sampai 200,6 dan massa jenis lebih dari 5 g/cm3. Organisme hidup

membutuhkan manfaat dari beberapa logam berat diantaranya kobalt, tembaga,

besi, mangan, molybdenum, vanadium, strontium dan seng dalam jumlah yang

sesuai. Namun, logam berat dalam jumlah yang berlebih dapat merugikan

organisme tersebut. Logam berat non esensial di permukaan air yang perlu

mendapat perhatian khusus antara lain kadmium, kromium, merkuri, timbal,

arsen dan antimoni. Logam berat yang relatif melimpah di kerak bumi sering

digunakan dalam proses industri atau pertanian dimana logam ini beracun bagi

manusia, hal ini dapat membuat perubahan signifikan terhadap siklus biokimia

makhluk hidup (Srivastava dan Majumder, 2008).

Perkembangan industri yang sangat pesat seperti industri pelapisan logam,

pertambangan, pupuk, penyamakan, baterai, kertas dan pestisida, akan

menyebabkan semakin banyak limbah cair yang mengandung logam berat di

buang ke lingkungan terutama di negara-negara berkembang. Tidak seperti

kontaminan organik, logam berat tidak dapat diuraikan dan cenderung

Page 22: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

9

terakumulasi di tubuh organisme mahluk hidup.Ion-ion logam berat diketahui

bersifat racun atau karsinogenik. Logam berat yang bersifat racun seperti seng,

nikel, tembaga, merkuri, kadmium, timbal dan kromium perlu mendapatkan

perhatian khusus dalam mengelola limbah cair (Fu dan Wang, 2011).

Zat kimia yang sering digunakan dalam proses penyamakan kulit salah

satunya adalah kromium sulfat (Cr2(SO4)3). Krom dipilih karena memberikan

keuntungan lebih banyak, yaitu harga murah, proses penyamakan cepat dan kulit

yang dihasilkan bermutu tinggi (Potter et al., 1994). Tetapi di lain pihak proses

penyamakan ini menghasilkan limbah industri yang berbahaya. Limbah industri

penyamakan kulit merupakan hasil samping proses mengubah kulit mentah

menjadi kulit tersamak, dapat berupa limbah padat dan limbah cair. Biasanya

limbah cair masih dapat diolah kembali atau dibuang langsung (Sharphouse,

1971). Limbah Cair yang dihasilkan dari proses penyamakan kulit ini masih

mengandung krom dalam jumlah yang cukup besar sehingga akan berbahaya

jika dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu. Senyawa krom (Cr) dalam

limbah cair industri penyamakan kulit berasal dari proses produksi penyamakan

kulit, dimana dalam penyamakan kulit yang menggunakan senyawa kromium

sulfat antara 60% - 70% dalam larutan krom sulfat tidak semuanya dapat

terserap oleh kulit pada saat proses penyamakan sehingga sisanya dikeluarkan

dalam bentuk cairan sebagai limbah cair. Keberadaan krom dengan konsentrasi

yang tinggi dalam limbah cair industri penyamakan kulit tentunya dapat

menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan (Wahyuningtyas, 2001).

2.3 Pencemaran Logam Berat di Perairan

Pencemaran air di sungai banyak disebabkan oleh bahan-bahan anorganik

seperti logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat yang sering

mencemari lingkungan perairan diantaranya merkuri (Hg), timbal (Pb), tembaga

Page 23: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

10

(Cu), kadmium (Cd), arsenik (Ar), kromium (Cr), Nikel (Ni) dan besi (Fe). Jika

tidak ditanggulangi dengan benar, logam berat dapat mengakibatkan dampak

terhadap makhluk hidup seperti penyakit minamata, bibir sumbing, kerusakan

susunan saraf, cacat pada bayi, karsinogenitas dan terganggunya fungsi

imun.Logam berat dapat meracuni makhluk hidup apabila terakumulasi dalam

jangka waktu yang lama. Beberapa logam berat diperlukan untuk pertumbuhan

pada tanaman namun apabila jumlahnya berlebih akan menjadi racun dan

berdampak buruk bagi makhluk hidup (Sekarwati et al., 2015).

Akibat yang ditimbulkan dari pencemaran adalah terganggunya aktivitas

kehidupan makhluk hidup, terlebih apabila organisme tersebut tidak mampu

mendegradasi bahan pencemar tersebut sehingga terakumulasi dalam tubuhnya.

Peristiwa tersebut mengakibatkan terjadinya biomagnifikasi dari suatu

mikroorganisme ke organisme lain yang mempunyai tingkatan yang lebih tinggi

(Sudarwin, 2008).

Faktor yang menyebabkan logam berat dikelompokkan ke dalam zat

pencemar yang toksik adalah 1) logam berat tidak dapat terurai melalui

biodegradasi seperti pencemar organik, 2) logam berat dapat terakumulasi dalam

lingkungan terutama dalam sedimen sungai dan laut karena dapat terikat dengan

senyawa organik dan anorganik, melalui proses adsorpsi dan pembentukan

senyawa kompleks (Tarigan et al., 2003).

2.4 Krom (Cr)

Krom banyak digunakan oleh bidang perindustrian. Kegunaan umum yang

dikenal dari senyawa-senyawa kromat dan dikromat ini adalah dalam bidang-

bidang seperti tekstil, penyamakan, pencelupan, fotografi, zat warna dan masih

banyak lagi kegunaan lainnya. Dalam badan perairan krom dapat masuk melalui

dua cara, yaitu secara alamiah dan non alamiah. Masuknya krom secara alamiah

Page 24: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

11

dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor fisika seperti erosi (pengikisan)

yang terjadi pada batuan mineral. Disamping itu debu-debu dan partikel-partikel

krom yang di udara akan dibawa oleh air hujan. Masukan krom yang terjadi

secara non alamiah merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan

manusia. Sumber-sumber krom yang berkaitan dengan aktivitas manusia dapat

berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga.

Suatu perairan dapat terjadi macam-macam proses kimia, mulai dari proses

pengomplekskan sampai pada reaksi redoks. Proses kimia tersebut juga terjadi

pada logam krom yang ada di perairan. Proses kimia seperti pengompleksan dan

sistem reaksi redoks, dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan atau

sedimentasi logam krom di dasar perairan. Proses-proses kimiawi yang

berlangsung dalam badan perairan juga dapat mengakibatkan terjadinya

peristiwa reaksi senyawa-senyawa krom (VI) yang sangat beracun menjadi krom

(III) yang kurang beracun. Peristiwa reduksi yang terjadi atas senyawa krom (VI)

dan krom (III), dapat berlangsung bila badan perairan berada dan atau

mempunyai lingkungan yang bersifat asam. Untuk perairan yang berlingkungan

basa, ion-ion krom (III) akan diendapkan di dasar perairan (Palar, 2004).

Daya racun yang dimiliki oleh logam krom di tentukan oleh valensi ion-nya.

Ion krom (VI) merupakan bentuk logam krom yang paling sering dipelajari sifat

racunnya, bila dibandingkan dengan ion-ion krom (II) dan krom (III). Sifat racun

yang dibawa oleh logam ini juga dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut

dan keracunan kronis. Keracunan akut dapat mengakibatkan kanker pada alat

percernaan, iritasi mata dan kulit, kanker, paru-paru, pembengkakan dan

kemerahan pada kulit. Keracunan kronis akibat terpapar krom antara lain dapat

menyebabkan gangguan pada hati, ginjal, alat pencernaan dan sistem imunitas

(Widowati et al., 2008).

Page 25: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

12

Pembuangan limbah industri yang mengandung logam berat krom ke

perairan akan meningkatkan konsentrasi krom dalam perairan dan dapat

mencemari air tanah. Cr6+ merupakan bentuk krom paling mudah larut dalam air,

sedangkan Cr3+ kelarutannya rendah dan cenderung teradsorpsi pada partikel

padat dengan kisaran pH yang sesuai. Logam berat krom yang masuk ke dalam

tubuh ikan akan masuk dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Interaksi

yang terjadi antara logam berat krom dengan unsur biologi tubuh dapat

menyebabkan terganggunya proses metabolisme, hal ini dikarenakan krom yang

masuk ke dalam sel akan terlarut dalam darah dan mempengaruhi kerja enzim

(Palar, 2004 dalam Nurkhasanah, 2015). Krom melewati membran sel melalui

empat mekanisme yaitu difusi pasif lewat membran, filtrasi lewat pori-pori

membran, transport dengan perantara carrier, dan pencaplokan oleh sel

(pinositosis) (Lu, 1995 dalam Nurkhasanah, 2015). Cr6+ yang masuk melalui

insang akan menembus membran sel epitel insang, masuk ke dalam kapiler

darah, kemudian dibawa oleh cairan darah menuju organ tertentu (seperti hati

dan ginjal). Pada daerah yang berdekatan dengan organ tertentu (seperti hati

dan ginjal) tersebut, logam Cr6+ akan menembus endhothelium darah sehingga

logam Cr6+ akan masuk ke dalam organ tersebut. Pada organ tertentu (Seperti

hati dan ginjal) logam Cr6+ akan difiksasi oleh protein yang berperan sebagai

enzim, sehingga akan menghambat kerja enzim tersebut, dan pada akhirnya

akan mengganggu metabolisme sel (Connel dan Miller, 1995 dalam

Nurkhasanah, 2015).

Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat non essensial yang

keberadaannya di lingkungan akan mempengaruhi organisme hidup seperti

tanaman. Tanaman memiliki kemampuan mengakumulasi logam non essensial

termasuk krom. Logam berat non essensial yang diserap oleh tanaman tidak

dapat didegradasi dan apabila melebihi ambang batas atau status optimalnya

Page 26: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

13

maka akan menyebabkan toksisitas secara langsung melalui pergantian unsur-

unsur hara essensial pada tanaman (Hossner et al., 1998).

2.4.1 Sifat-Sifat Krom

Krom mempunyai konfigurasi electron 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 4s2, dan 3d4,

sangat keras, mempunyai titik leleh dan didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih

unsur-unsur transisi deretan pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting

adalah +2, +3, dan +6, disebut terpenting karena reaksi dan senyawa krom yang

sering ditemukan hanya menyangkut krom dengan bilangan oksidasi +2, +3, dan

+6. Bilangan oskidasi tersebut adalah bilangan yang menyatakan sifat muatan

spesi tersebut ketika terbentuk dari atom-atomnya yang netral. Jika di dalam

keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam encer membentuk

garam krom (II).

1) Kromium (+2)

Logam kromium biasanya melarut dalam asam klorida atau asam sulfat

yang membentuk larutan larutan (Cr(H2O6)2+ dengan warna larutan biru langit. Di

dalam larutan air ion Cr2+ merupakan reduktor yang kuat dan mudah dioksidasi

di udara menjadi senyawa Cr3+. Ion Cr2+ dapat juga bereaksi dengan H+ dan

dengan air jika terdapat katalis berupa serbuk logam.

2) Kromium (+3)

Senyawa kromium 3+ adalah ion yang paling stabil diantara kation logam

transisi yang mempunyai bilangan oksidasi +3. Kompleks Cr3+ umumnya

berwarna hijau dan dapat berupa kompleks anion atau karbon. Larutan yang

mengandung Cr3+ (Cr(H2O)6) berwarna ungu, apabila dipanaskan menjadi hijau.

3) Kromium (+6)

Krom (VI) oksida (CrO3) bersifat asam sehingga dapat bereaksi dengan

basa membentuk kromat. Jika larutan ion kromat diasamkan akan dihasilkan ion

Page 27: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

14

dikromat yang berwarna jingga. Dalam larutan asam, ion kromat atau ion

dikromat adalah oksidator kuat. Sesuai dengan tingkat valensi yang dimilikinya

ion-ion krom yang telah membentuk senyawa mempunyai sifat yang berbeda-

beda sesuai dengan tingkat ionitasnya. Senyawa yang terbentuk dari ion Cr2+

akan bersifat basa, ion Cr3+ bersifat ampoter, dan senyawa yang terbentuk dari

ion Cr6+ bersifat asam.

Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Krom hidroksida ini tidak

larut, kondisi optimal Cr3+ dicapai dalam air dengan pH antara 8,5 – 9,5. Krom

hidroksida ini melarut akan lebih tinggi apabila kondisi pH rendah atau asam. Cr6+

sulit mengendap, sehingga dalam penangannya memerlukan zat pereduksi untuk

mereduksi menjadi Cr3+. Senyawa krom umumnya dapat berbentuk padatan

(Kristal CrO3, Cr2O3) larutan dan gas (uap dikromat). Krom dalam larutan

biasanya berbentuk trivalent (Cr3+) dan ion heksavalen (Cr6+). Dalam larutan yang

bersifat basa dengan pH 8 sampai 10 terjadi pengendapan Cr dalam bentuk

Cr(OH)3. Sebenarnya krom dalam bentuk ion trivalent tidak begitu berbahaya

dibandingkan dengan bentuk heksavalen, akan tetapi apabila bertemu dengan

oksidator dan kondisinya memungkinkan untuk Cr3+ tersebut akan berubah

menjadi sama bahayanya dengan Cr6+.

2.4.2 Reaksi-reaksi dan Bentuk Yang Terjadi Pada Krom

1. Reaksi Krom dengan Udara

Logam krom tidak bereaksi dengan udara atau oksigen pada suhu kamar.

2. Reaksi Krom dengan Air

Logam krom tidak bereaksi dengan air pada suhu kamar.

Page 28: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

15

3. Reaksi Krom dengan Halogen

a. Fluorida

Krom bereaksi langsung dengan fluorin, F2, pada suhu kamar 400°C, dan

200 – 300 atmosfer untuk membentuk krom (VI) fluoride, CrF6-

Cr (s) + 3F2 (g) CrF6 (s)

Di bawah kondisi ringan, krom (V) bereaksi dengan fluoride, membentuk

CRF5.

2Cr (s) + 5F2 (g) 2CrF5 (s) [merah]

2Cr (s) + 3F2 (g) 2CrF3 (s) [hijau]

Selain membentuk krom heksaflorida, CrF6+, krom trifluorida, membentuk

CrF3 dan krom pentaflorida, CrF5, reaksi krom dengan fluoride juga dapat

membentuk krom difluorida, CrF2 dan krom tetrafluorida, CrF4+.

b. Klorida

Di bawah kondisi yang masih ringan, logam krom dapat bereaksi dengan

unsur klorin, Cl2 membentuk CrCl3.

2Cr (s) + 3Cl2 (g) 2CrCl3 (s) [merahviolet]

Selain membentuk krom triklorida, CrCl3, reaksi krom dengan klorida juga

dapat membentuk krom diklorida, CrCl2 dan krom tetraklorida, CrCl4.

c. Bromida

Di bawah kondisi yang masih ringan, logam krom dapat bereaksi dengan

unsur bromide, Br2 membentuk CrBr3.

2Cr (s) + 3Br2 (g) 2CrBr3 (s) [sangat hijau]

Selain membentuk krom tribromida, CrBr3, reaksi krom dengan bromide juga

dapat membentuk krom dibromida, CrCl2 dan krom tetrabromida CrCl4.

d. Lodida

Di bawah kondisi yang masih ringan, logam krom dapat bereaksi dengan

unsure iodide I2 membentuk CrI3.

Page 29: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

16

2Cr (s) + 3I2 (g) 2CrI3 (s) [hijau gelap]

Selain membentuk krom triiodida, CrI3, reaksi krom dengan iodide juga

dapat membentuk krom diiodida, CrI2 dan krom tetraiodida, CrI4.

4. Reaksi Krom dengan Asam

Logam krom larut dalam asam klorida encer membentuk larutan Cr (II)

serta gas hydrogen, H2. Dalam keadaan tertentu, Cr(II) hadir sebagai ion

kompleks [Cr(OH2)6]2+. Hasil yang sama terlihat untuk asam sulfat, tetapi krom

murni tahan terhadap serangan. Logam krom tidak bereaksi dengan asam nitrat,

HNO3. Contoh reaksi krom dengan asam klorida :

Cr (s) + 2HCl (aq) Cr2+ (aq) + 2Cl- (aq) + H2 (g)

5. Oksida

Reaksi krom dengan oksida dapat membentuk beberapa senyawa,

diantaranya: krom dioksida CrO2, Krom trioksida CrO3, Dikrom trioksida Cr2O3

dan Trikrom Tetraoksida Cr3O4.

6. Sulfida

Reaksi krom dengan sulfide dapat membentuk beberapa senyawa

diantaranya : krom sulfide CrS dan krom trisulfida Cr2S3.

7. Nitrida

Reaksi krom dengan nitride dapat membentuk senyawa krom nitride, CrN.

8. Karbonil

Reaksi krom dengan karbonil dapat membentuk senyawa krom

heksakarbonil Cr(CO)6. Krom juga dapat bereaksi dengan unsure tertentu

membentuk senyawa kompleks, misalnya reaksi krom dengan kompleks nitrat

membentuk nitrat hexaaquakrom trihidrat [Cr(NO3)3. 9H2O].

Page 30: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

17

2.4.3 Kegunaan Krom Dalam Industri

Menurut Darmono (1995) penggunaan logam krom dalam industri antara

lain:

1. Logam krom (Cr) digunakan sebagai pelapis baja atau logam. Krom

merupakan bahan paduan baja yang menyebabkan baja bersifat kuat dan

keras.

2. Krom (Cr) digunakan dalam industri penyamakan kulit. Senyawa Cr(OH)SO4

bereaksi dengan kolagen menjadikan kulit bersifat liat, lentur dan tahan

terhadap kerusakan biologis.

3. Logam krom (Cr) dimanfaatkan sebagai bahan pelapis (platting) pada

bermacam-macam peralatan, mulai dari peralatan rumah tangga sampai

peralatan mobil. Bahan paduan steinless steel (campuran Cr dengan Ni)

digunakan pada industry pembuatan alat dapur.

4. Senyawa CrO3 yang berwarna coklat gelap, bersifat konduktor listrik yang

tinggi dan bersifat magnetic, digunakan pada pita rekaman.

5. Senyawa Na2CrO7 sebagai oksidan dalam industri kimia.

6. Persenyawaan krom (senyawa-senyawa kromat dan dikromat) dimanfaatkan

dalam industri tekstil untuk pencelupan dan zat warna.

2.5 Karakteristik dan Sumber Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit

2.5.1 Industri Penyamakan Kulit

Menurut Marcellina (2012) kulit adalah salah satu material tertua yang

dikenal manusia. Kulit yang dipakai adalah kulit hewan. Sejak dahulu, manusia

telah berusaha mengolah material kulit hewan menjadi barang-barang jadi yang

dapat membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti pakaian, alas

kaki, wadah minuman dan sebagainya. Material kulit sendiri memiliki karakter

yang unik dan khas dimana strukturnya sangat kuat namun fleksibel dan dengan

Page 31: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

18

proses yang tepat akan menghasilkan kulit yang tidak mudah membusuk.

Struktur kulit terdiri dari jaringan-jaringan pengikat yang tersusun atas tiga

lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan hypodermis. Ketiga lapisan tersebut akan

diolah melalui proses penyamakan sehingga menghasilkan tekstur kulit yang

beragam. Sedangkan Giacinta et al., (2012) menjelaskan bahwa proses

penyamakan kulit adalah proses pengawetan terhadap kulit binatang dengan

menggunakan bahan kimia sebagai pembantu proses. Menurut Harmami et al.,

(2014) penyamakan pada kulit ini bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang

mudah rusak karena aktivitas mikroorganisme proses kimia maupun fisika

menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap faktor-faktor perusak tersebut.

Industri penyamakan kulit merupakan agroindustri yang mengolah kulit

mentah menjadi kulit jadi melalui serangkaian pengerjaan sehingga kulit yang

semula labil terhadap pengaruh kimiawi, fisik dan hayati menjadi stabil dan tahan

lama (Fahidin dan Muslich, 1999). Menurut Ulfin et al., (2014), industri

penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering

dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang

ada di sekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Karena merupakan industri

rumah tangga, maka dalam proses pengolahannya belum mengutamakan faktor

kelestarian lingkungan dan kesehatan kerja para karyawan kurang mendapat

perhatian.

2.5.2 Proses Penyamakan Kulit

Proses penyamakan kulit meliputi tiga tahap, yaitu prapenyamakan,

penyamakan kulit, dan penyelesaian. Tahap prapenyemakan kulit bertujuan

memisahkan lapisan kolagen dari kulit. Tahap ini meliputi proses perendaman,

pengapuran, pembuangan bulu dan bekas daging, penghilangan kapur, dan

pencucian. Limbah proses ini berupa sisa kulit, daging dan bulu yang dapat

Page 32: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

19

dimanfaatkan sebagai pupuk palawija dan pakan ternak. Selanjutnya tahap

penyamakan kulit adalah proses antara krom (III) sulfat (Cr2(SO4)3) dan lapisan

kolagen kulit sampai dihasilkan produk kulit. Tahap akhir adalah penyelesaian

yang meliputi proses pencucian, pengeringan, pewarnaan dan pemotongan

sampai kulit siap jual (Wahyuadi, 2004).

Menurut Santhosi (2015), terdapat tiga tahapan pokok dalam industri

penyamakan kulit, yaitu :

a. Pretanning atau pengerjaan basah (beam-house), yang bertujuan untuk

mengawetkan kulit mentah agar dapat bertahan hingga penyamakan

sesungguhnya dilakukan. Kegiatan ini dinamakan pengerjaan basah yang

meliputi proses perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan

kapur (deliming), baitsen (bating) dan pengasaman (pickling).

b. Penyamakan (tanning), kulit pickle direndam pada bahan penyamak, yang

proses penyamakannya terdiri dari penyamakan nabati, penyamakan krom,

penyamakan kombinasi dan penyamakan sintesis. Tahapan proses

penyamakan disesuaikan dengan jenis kulit. Kulit terbagi atas 2 golongan

yaitu hide (untuk kulit dari binatang besar seperti sapi, kerbau, kuda dan lain-

lain) dan skin (untuk kulit domba, kambing, reptil dan lain-lain). Jenis zat

penyamak yang digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh.

Penyamak nabati (tannin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan,

bersifat agak kaku tapi empuk, kurang tahan terhadap panas. Penyamak

mineral paling umum menggunakan krom, penyamakan krom menghasilkan

kulit yang lembut/lemas dan lebih tahan terhadap panas.

c. Penyelesaian akhir (finishing), prosesnya terdiri dari pengawetan (shaving),

pemucatan (bleaching), penetralan (neutralizing), pengecatan dasar,

peminyakan (fat liquoring), penggemukan (oilling), pengeringan, pelembaban

dan perenggangan.

Page 33: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

20

2.5.3 Diagram Alir Proses Penyamakan Kulit

Diagram alir proses penyamakan kulit dapat dilihat pada Gambar 2.

INPUT UNIT PROSES OUTPUT

Penggaraman Kulit

Bakterisida, abu, soda air

Perendaman Limbah Cair : garam,

kotoran

Penghilangan bulu, pemrosesan dengan kapur

Pencukuran, penghilangan daging & pemisahan

Penghilangan kapur & bating

Pengawetan

Persediaan yang diawetkan

Penyamakan krom

Pressing

Pencukuran

Penyamakan sekunder, pewarnaan, fatillquoring

Pengeringan, pencukuran & pensortiran

Finishing

PRODUK KULIT

Kapur, Na2S, air

Asam laktat, bats, NH4Cl, air

Garam, asam sulfur, air

Krom sulfat, garam, syntan, sodium format,

abu soda, bacterisit

Ekstrak penyamakan, syntan, kalsiu format, tepung, lem, titanium dioksida, minyak, air

Pelapisan permukaan

Lb cair : garam, asam Lb padat : bulu, serpihan

kulit Lb gas : H2S

Lb padat : sisa cukuran daging

Lb cair : asam, ammonium Lb. gas : amonia

Lb. cair : asam, garam

Lb. padat : serpihan, bahan pengawet

Lb. cair : mengandung Cr

3+, garam,syntan,

bacterisit, Na format

Lb padat : mengandung Cr

3+

Lb. cair : mengandung Cr

3+, garam,syntan,

bacterisit, Na format

Lb. cair : mengandung Cr

3+, ekstrak penyamakan,

syntan, pewarna, gemuk

Lb padat : Sisa pencukuran mengandung

krom

Lb. gas : uap larutan

Page 34: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

21

2.5.4 Sumber Limbah Cair Penyamakan Kulit

Menurut Nurwati (2009) hampir pada setiap proses penyamakan kulit yang

dimulai dari perendaman kulit mentah (soaking) sampai tahap finishing

menghasilkan limbah cair yang cukup banyak. Menurut Santi (2004) bahwa

limbah cair pabrik penyamakan kulit berasal dari larutan yang digunakan unit

pemprosesan itu sendiri yaitu perendaman air, penghilangan bulu, pemberian

bubur kapur, perendaman ammonia, pengasaman, penyamakan, pemucatan,

pemberian warna coklat, dan pewarnaan dari bekas cuci, tetesan serta

tumpahan. Penghilangan bulu dengan kapur dan sulfida biasanya merupakan

penyumbang utama beban pencemaran dalam pabrik penyamakan. Limbah

dengan BOD dan PTT tinggi berasal dari cairan bekas perendaman, cairan kapur

bekas dan cairan penyamakan nabati. Cairan samak krom mengandung krom-

trivalen kadar tinggi. Perendaman amonia meninggalkan banyak campuran

nitrogen-amonia dan sedikit bahan organik. Limbah cair dari operasi

penghilangan bulu mengandung bulu dan sulfida.

Mustaniroh et al., (2009) menyebutkan bahwa industri penyamakan kulit

sebagian besar menggunakan proses chrome tanning yang menghasilkan limbah

cair yang mengandung krom. Chrome tanning merupakan proses penyamakan

kulit menggunakan krom yang mengandung atom-atom krom valensi 3+ (Cr3+)

agar diperoleh kulit dengan kualitas yang baik. Limbah cair maupun lumpurnya

yang mengandung krom trivalent dapat membahayakan lingkungan termasuk

dalam kategori limbah bahan beracun dan berbahaya (limbah B3). Selain itu,

menurut Ratnasari (2013), nitrogen dalam limbah penyamakan kulit dihasilkan

dari proses pengasaman serta dari protein yang terkandung dalam kulit, sulfida

diperoleh akibat penggunaan sodium sulfida dan sodium hidrosulfida, minyak dan

lemak diperoleh dari struktur alami kulit dan klorida dalam limbah diperoleh dari

penggunaan sodium klorida.

Page 35: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

22

2.5.5 Karakteristik Limbah Cair Penyamakan Kulit

Limbah penyamakan kulit mengandung krom (III) dan krom (VI) yang

sangat beracun. Limbah krom (VI) bersifat lebih toksik daripada krom (III). Krom

sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan

berbagai macam penyakit, di luar tubuh dapat menyebabkan iritasi kulit dan

mata, dan di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan

karena logam krom sangat sulit diabsorbsi melalui saluran pencernaan. Krom

(VI) mudah menembus membran sel dan akan terjadi reduksi didalamya.

Mengingat bahaya dan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh industri

penyamakan kulit khususnya logam berat krom, maka pihak industri diharuskan

untuk mengolah limbahnya terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Nilai

baku mutu limbah krom total menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.

51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri adalah

0.5-1 mg/L (Giacinta et al., 2012). Limbah cair ini mengandung total padatan,

padatan tersuspensi, garam sulfida, COD, BOD dan logam krom sehingga

memerlukan penanganan secara tepat agar tidak menganggu lingkungan

(Hartanto et al., 2002).

Menurut Yazid et al., (2007) menambahkan bahwa karakteristik limbah cair

yang ditimbulkan jenis industri pada umumnya berwarna keruh dan berbau tidak

sedap, karena umumnya masih terkandung sisa-sisa daging serta darah, bubur

kapur, bulu halus, protein terlarut, sisa garam, asam, sisa cat dan zat samak

krom sedangkan Hendartono (2003) menyebutkan bahwa bahan organik krom

dari limbah cair industri penyamakan kulit merupakan sumber pencemar yang

dapat menurunkan kualitas air sungai. Muchlas (2012) menyatakan bahwa krom

yang biasa digunakan untuk penyamak adalah bentuk krom sulfat basa. Basisitas

dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total valensi kom

diikat oleh hidroksil sangat penting dalam penyamakan kulit.

Page 36: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

23

2.6 Dampak Limbah Cair Penyamakan Kulit

Menurut Priyadi et al., (2007), industri penyamakan kulit merupakan salah

satu contoh industri yang berbahaya karena menghasilkan sejumlah limbah, baik

berupa padatan maupun cairan yang keduanya menimbulkan dampak

pencemaran bagi lingkungan. Industri penyamakan kulit menggunakan bahan

kimia yang sifatnya berbahaya dan beracun di hampir setiap tahapan proses

penyamakan, terutama pada tahapan pra-tranning dan tranning. Bahan-bahan

kimia yang digunakan hanya berkisar 70% saja yang terkait pada kulit sedangkan

sisanya terdapat dalam bentuk limbah cair maupun limbah padat. Bahan-bahan

kimia yang merupakan hasil buangan proses tersebut sangat berpotensi untuk

mencemari lingkungan karena sifatnya yang sangat kompleks dan sulit untuk

ditangani. Di samping itu limbah yang dihasilkan selama proses pra-tranning dan

pasca tranning baik sebagai limbah fieshing, triming, spliting, shaving dan buffing

maupun hasil hidrolisis selama proses pra-tranning dapat mengalami proses

pembusukan serta dapat menimbulkan gas dan bau yang sangat menyengat

(Said, 2010).

Menurut Asmadi e al., (2009) senyawa kromium (Cr) dalam imbah cair

industri penyamakan kulit berasal dari proses produksi penyamakan kulit, dimana

dalam penyamakan kulit yang menggunakan senyawa kromium sulfat antara 60-

70% dalam bentuk larutan krom sulfat tidak semuanya dapat terserap oleh kulit

pada proses penyamakan sehingga sisanya dikeluarkan dalam bentuk cairan

sebagai limbah. Akumulasi krom (Cr) dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan

kerusakan dalam sistem organ tubuh. Efek toksisitas krom dapat merusak serta

mengiritasi hidung, paru-paru, lambung dan usus.Mengonsumsi makanan

berbahan krom dalam jumlah yang sangat besar, menyebabkan gangguan perut,

bisul, kejang, ginjal, kerusakan hati, dan bahkan kematian (Palar, 1994).

Akumulasi logam berat krom dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ

Page 37: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

24

respirasi dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia

(Suprapti, 2008).

2.7 Fitoremediasi

Fitoremediasi berasal dari bahasa Yunani kuno yang memiliki arti

pengobatan masalah lingkungan melalui penggunaan tanaman sehingga dapat

mengurangi masalah lingkungan tanpa perlu menggali bahan kontaminan dan

membuangnya di tempat lain. Teknik reklamasi dengan fitoremediasi mengalami

perkembangan yang cukup pesat karena terbukti lebih murah dibandingkan

dengan metode lainnya. Semua tanaman mampu menyerap logam dalam

jumlahyang bervariasi, tetapi beberapa tanaman mampu mengakumulasi unsur

logam tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Rondonuwu, 2014).

Fitoremediasi merupakan salah satu metode remediasi dengan

mengandalkan peranan tanaman untuk menyerap, mendegradasi,

mentransformasi dan mengimbolisasi bahan pencemar logam berat. Tanaman

mempunyai kemampuan mengakumulasi logam berat yang bersifat esensial

untuk pertumbuhan dan perkembangan. Keberhasilan fitoremediasi dengan

menggunakan tanaman hiperakumulator sangat cocok digunakan dalam

menurunkan kadar pencemar sampai memenuhi kriteria yang disyaratkan

(Hardani, 2009).

Teknik pengolahan limbah menggunakan tanaman dikenal dengan istilah

fitoremediasi. Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman termasuk pohon-

pohonan, rumput-rumputan dan tanaman air, untuk menghilangkan atau

memecah bahan-bahan berbahaya Baik organik maupun anorganik dari

lingkungan. Kemampuan tanaman air tersebut dalam mengabsorbsi logam dari

air melalui akarnya dikenal dengan istilah rhizofiltrasi. Tanaman air memiliki

potensi untuk menyerap logam berat dari air, sehingga kemungkinan dapat

Page 38: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

25

digunakan untuk pengolahan limbah yang mengandung logam berat yang sangat

besar (Suryati dan Priyanto, 2003).

Menurut EPA (2000) dalam Indah et al., (2014), fitoremediasi yaitu suatu

teknologi yang memanfaatkan tanaman untuk menurunkan, mengekstrak, atau

menghilangkan suatu bahan atau kontaminan di tanah maupun perairan. Yapaga

et al.,(2013), menambahkan bahwa tanaman air berpotensi sebagai bahan

penyerap polutan yang relatif murah pada lingkungan akuatik, dimana metode

fisika dan kimia relatif membutuhkan dana yang besar dibanding dengan

menggunakan tanaman air. Penyerapan polutan oleh tanaman adalah salah satu

jalan keluar untuk mengurangi kontaminasi di perairan.

Tanaman air dapat menyerap senyawa terlarut ke dalam badan tanaman

(Lusianty dan Soerjani, 1974 dalam Hermawati et al., 2005). Kolam yang

menggunakan tanaman air untuk pengolahan limbah cair, terjadi proses

penyaringan dan penyerapan oleh akar maupun batang, proses pertukaran dan

penyerapan ion, serta tanaman air berperan menstabilkan kondisi air dari

pengaruh eksternal (Reed, 2005 dalam Yusuf, 2008). Tanaman air yang dapat

dijadikan sebagai fitoremediator diantaranya yaitu kayu apu, genjer, kiambing,

kangkung air, Azolla pinnata, serta eceng gondok (Rukmi et al., 2013).

Menurut Dhir (2013), fitoremediasi dapat mengatasi masalah kontaminan di

lingkungan, dengan mekanisme penyerapan meliputi proses berikut:

a. Phytoextraction adalah akar tanaman menyerap dan mentranslokasi

kontaminan ke bagian atas tanaman, seperti cabang dan daun.

b. Phytostabillization adalah Kontaminan akan dimobilisasi atau dipindahkan

bersama mobilisasi air ke dalam jaringan-jaringan tanaman, dengan terlebih

dahulu terjadi penurunan kelarutan kontaminan.

c. Rhizofiltration (Phytofiltration) adalah Pemecahan kontaminan di air oleh

akar tanaman.

Page 39: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

26

d. Phytovolatilization adalah Tanaman melalui daun akan menguapkan

kontaminan bersama dengan air ke atmosfer.

e. Phytodegradation (Phytotransformation) adalah Polutan yang telah diserap

kemudian akan didegradasi melalui metabolisme tanaman secara enzimatik.

2.8 Mekanisme Masuknya Logam Berat Krom (Cr) pada Tanaman

Menurut Moenir (2010), secara umum mekanisme penyerapan logam berat

oleh tanaman berlangsung secara aktif (active uptake) dan pasif (passive uptake).

Penjelasan mekanisme penyerapan logam berat oleh tanaman adalah sebagai

berikut:

1) Penyerapan logam berat secara aktif oleh tanaman meliputi 3 proses yaitu :

- Penyerapan logam berat oleh akar

- Translokasi logam dari akar ke bagian-bagian tanaman yang lain

- Lokalisasi atau akumulasi logam berat pada bagian sel tertentu untuk

menjaga agar logam berat tidak menghambat metabolism tanaman

Proses ini tergantung pada energy yang terkandung sensitivitasnya terhadap

pH, suhu, kekuatan ikonik dan cahaya (Suhendrayatna, 2001).Penyerapan logam

berat oleh akar tanaman dapat terjadi apabila logam berat masuk kedalam

rizosfer, terdapat beberapa faktor tergantung pada jenis tanamannya. Faktor yang

mempengaruhi masuknya logam berat ke dalam rizosfer antara lain faktor pH,

pembentukan reduktase spesifik logam dan ekskresi zat khelat (pengikat).

2) Penyerapan logam berat seraca pasif oleh tanaman atau biosorpsi. Proses

ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dan proses pengikatan

ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

- Pertukaran ion dimana ion monokovalen dan divalent seperti ion Na, Mg

dan Ca pada dinding sel digantikan ion logam berat

Page 40: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

27

- Formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional

seperti karboksil, thiol, fosfat, hidroksi yang berada di dinding sel

Menurut Irhamni et al. (2017), logam yang dapat larut dapat masuk ke dalam

akar symplast dengan melewati membran plasma dari sel-sel akar endodermal

atau logam dapat masuk ke dalam apoplast (jaringan jarak antar sel-sel tanaman)

melalui jarak antar sel. Jika logam ditranslokasikan ke jaringan aerial (antena),

kemudian harus masuk ke dalam xylem untuk masuk ke dalam xylem, solute (zat

yang tidak diurai dalam zat yang lain) harus melewati casparian, suatu lapisan lilin

yang tidak dapat ditembus menjadi solute, kecuali melewati sel-sel endodermis

yang kemungkinan melalui tindakan pemompaan membran atau saluran. Sesuatu

yang bermuatan masuk ke dalam xylem, arus getah xylem akan membawa logam

menuju daun, yang mana harus bermuatan masuk ke dalam sel-sel daun, dengan

melewati sebuah membran. Dalam tunas atau jaringan daun, logam dapat

disimpan dalam berbagai jenis sel, tergantung pada spesies dan bentuk logam,

karena ini dapat diubah ke dalam bentuk toksik (untuk tanaman) melalui konversi

kimia atau kompleksasi. Logam dapat dipisahkan dalam beberapa bagian sub sel

(dinding sel, sitosol, vakuola) atau volatilisasi melalui stomata.

2.9 Tanaman Air

Tanaman air adalah tanaman yang memiliki habitat yaitu di air. Syarat

mutlak pertumbuhan tanaman air yaitu lingkungan yang memiliki kelembapan

tinggi (Lestari dan Kencana, 2015). Dulu tidak banyak yang berpikir bahwa

tanaman air yang banyak tumbuh diperairan seperti rawa, sungai, maupun danau

mempunyai fungsi sebagai pembersih air yang tercemar polutan. Perhatian pada

potensi tanaman air untuk menyerap limbah mulai banyak diberikan oleh para

peneliti pada tahun 1970-an, baik untuk menyerap limbah industri maupun limbah

rumah tangga (Tjokrokusumo dan Sahwan, 2003).

Page 41: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

28

Menurut Gopal (1987) dalam Suardana (2001), saat ini tanaman air mulai

banyak digunakan untuk memperbaiki mutu air limbah karena kemampuannya

dalam menyerap kandungan zat dalam air langsung melalui akar atau

keseluruhan permukaan tanaman melebihi keperluan untuk pertumbuhannya.

Menurut Indah et al., (2014), tanaman air berperan besar sebagai penyerap

partikel dan mineral di perairan, kemudian sebagai aerator melalui proses

fotosintesis, mengatur aliran air, serta membersihkan air yang tercemar.

Menurut Dhir (2013), tanaman memiliki mekanisme yang sangat spesifik

dan efisien untuk memperoleh mikronutrien penting dari lingkungan. Penyerapan

dan penghilangan kontaminan bervariasi untuk setiap jenis tanaman air (free-

foating, submerged, emerged). Cara penyerapan oleh tanaman juga berbeda

untuk kontaminan organik dan anorganik. Penyerapan senyawa anorganik

(bentuk ionik atau kompleks) melalui mekanisme penyerapan aktif atau pasif di

dalam tanaman, sedangkan penyerapan senyawa organik umumnya diatur oleh

hidrofobik dan polaritas. Penyerapan polutan oleh akar tanaman berbeda pula

untuk senyawa organik dan anorganik. Serapan kontaminan anorganik difasilitasi

oleh membran transporter, sementara penyerapan kontaminan organik didorong

oleh difusi sederhana berdasarkan sifat fisika kimia mereka. Kontaminan yang

telah diasimilasi dan diserap, kemudian diubah dan didetoksifikasi oleh berbagai

reaksi biokimia di dalam sistem tanaman dengan menggunakan mekanisme

enzimatik.

Tanaman air dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan tumbuhnya,

yaitu free-floating plant atau tanaman mengambang, submerged plant, dan

emergent plant. Floating plant atau tanaman mengambang merupakan tanaman

yang memiliki daun mengapung pada permukaan air dengan akarnya di bawah

daun dan menggantung bebas di dalam air namun tidak sampai ke dasar

substrat (Dhir, 2013). Beberapa contoh dari tanaman ini yaitu dari genus Lemna,

Page 42: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

29

Eichhornia, Pistia, Salvina, Azolla, dan Spirodela. Tanaman ini memiliki potensi

untuk mendegradasi kontaminan dari suatu limbah cair. Prasad et al. (2006),

menambahkan bahwa free-floating plant dapat digunakan dalam menghilangkan

polutan di perairan karena mereka tidak kontak dengan sedimen. Akar dari

tanaman ini memiliki akses penuh terhadap air yang tercemar, kemudian polutan

yang telah terakumulasi di daun dapat menguap bersama air ke udara bebas.

2.9.1 Klasifikasi dan Morfologi Kayu Apu (Pistia stratiotes)

Menurut Cook et al., (1974) kayu apu merupakan tanaman air mengapung di

permukaan perairan.Akar kayu apu berjumlah banyak dan mengapung dibawah

permukaan air. Daun kayu apu berada di atas permukaan air, memiliki panjang

13-15 cm, berbentuk kebulatan dengan tulang daun paralel dari dasar daun

hinggaujung atau permukaan atas daun. Taksonomi kayu apu yaitu:

- Kingdom : Plantae

- Divisi : Spermatophyta

- Klas : Liliopsida

- Ordo : Arales

- Famili : Araceae

- Genus : Pistia

- Spesies :Pistia stratiotes L.

-

(Sumber: Nash et al., 2003)

Gambar 3. Kayu apu (Pistia stratiotes)

Page 43: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

30

Deksripsi tanaman kayu apu antara lain banyak tumbuh di daerah tropis,

terapung pada genangan air yang tenang atau mengalir lambat, mengapung di

permukaan air dan memiliki tinggi sekitar 5-10 cm. Tubuh tidak berbatang,

berdaun tunggal, berbentuk solet menyerupai mawar, ujung membulat,

pangkalnya runcing, tepi daun berlekuk dengan panjang sekitar 2-10 cm, lebar 2-

6 cm dengan pertulangan sejajar (monokotil) kontras dengan warna hijau

kebiruan (Ramey, 2001).

Tanaman air ini termasuk floating aquatic plant seperti eceng gondok. Pada

mulanya tumbuhan kayu apu hanya dikenal sebagai tumbuhan penganggu di

danau, karena tanaman tersebut biasanya tumbuh dan berkembang biak dengan

cepat. Tanaman kayu apu banyak dijumpai pada kolam-kolam air tawar,

menempati permukaan dari perairan tersebut, karena tanaman ini tergolong

floating aquatic plant. Akar tanaman berupa akar serabut, terjurai pada lapisan

atas perairan dan sangat potensial untuk menyerap bahan yang terlarut pada

bagian itu (Yusuf, 2001).

Kayu apu sebagai tanaman air memiliki potensi dalam menurunkan kadar

pencemar air limbah yang mengandung bahan organik tinggi. Kemampuan

mencengkeram lumpur dengan akarnya dimanfaatkan sebagai permbersih air

sungai yang kotor. Di bidang industri, tanaman ini digunakan sebagai penyerap

unsur-unsur toksis pada air limbah. Keunggulan tanaman ini diantaranya adalah

daya berkecambah yang tinggi, pertumbuhan cepat, tingkat absorbsi atau

penyerapan unsur hara dan air yang besar, mudah ditemukan dan daya adaptasi

yang tinggi terhadap iklim (Fachrurozi et al., 2010).

Penggunaan kayu apu sebagai biofilter memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan eceng gondok antara lain kayu apu memiliki akar seperti

bulu berbentuk labirin-labirin yang lembut dan ringan, berwarna putih, ungu dan

hitam. Akar menyebar dengan akar pokok yang panjangnya mencapai 90 mm,

Page 44: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

31

perkembangbiakan dengan tunas vegetatif lebih cepat dan panjangnya bisa

mencapai 60 cm serta pemeliharaannya relatif mudah (Mustaniroh et al., 2009).

2.9.2 Klasifikasi dan Morfologi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Menurut Moenandar (1988), klasifikasi eceng gondok yaitu sebagai berikut:

- Kingdom : Plantae

- Divisi : Embryophytasi phonogama

- Subdivisi : Angiospermae

- Klas : Monocotyledone

- Ordo : Farinosae

- Famili : Fontederiaceae

- Genus : Eichhornia

- Spesies : Eichhornia crassipes Mart. Solms.

(Sumber: Ratnani et al.,2011)

Gambar 4. Eceng gondok (Eichhornia crassipes)

Menurut Ratnani et al., (2011), eceng gondok merupakan tanaman air yang

memiliki habitat di daerah tropis dan subtropis. Tempat tumbuh ideal untuk eceng

gondok ini adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar

antara 28-30°C dan rentan pH yang luas yaitu berkisar antara 4-12. Sebaliknya,

di perairan yang berada di dataran tinggi yang dalam dan jernih, eceng gondok

Page 45: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

32

ini biasanya akan sulit tumbuh. Daun eceng gondok berbentuk bulat telur dengan

ujung tumpul dan hampir bulat, tulang daun membengkok dengan ukuran 7-25

cm, serta pada bagian permukaan atas daun terdapat banyak stomata. Eceng

gondok memiliki akar serabut menjuntai ke dalam air yang dapat mengikat

lumpur diantara bulu-bulu akar. Tanaman ini adalah salah satu gulma perairan

yang dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta mampu

berkembang biak secara cepat. Terkadang pertumbuhan eceng gondok yang

cepat ini dapat menutupi permukaan air sehingga berdampak merugikan, namun

di sisi lain tanaman ini juga memiliki manfaat lain yaitu dapat menyerap bahan

pencemar berupa zat organik, anorganik, maupun logam berat.

Menurut Aman dan Nisma (2010), eceng gondok memiliki kecepatan

tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat

merusak lingkungan perairan.Tumbuhan ini merupakan tumbuhan air yang

memiliki kemampuan dalam menstabilkan lingkungan perairan yang tercemar

oleh berbagai zat pencemar perairan (Tosepu, 2012).

Bagian-bagian tanaman eceng gondok yang berperan dalam penguraian air

limbah adalah sebagai berikut:

1) Akar

Akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang terserabut

berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar

peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam

air. Susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikel

yang terlarut dalam air (Ardiwinata, 1950).

2) Daun

Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas

permukaan air. Di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi

sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok

Page 46: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

33

terdapat dalam sel epidermis. Di permukaan atau daun dipenuhi oleh mulut

daun (stomata). Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang dan daun

selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat

penyimpanan O2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini

digunakan untuk respirasi tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan

CO2 yang akan terlepas ke dalam air (Pandev, 1980).

3) Tangkai

Tangkai daun panjangnya hingga 30 cm berbatasan dengan helai daun

yang menyempit dan sifatnya mendangkalkan dan menimbulkan spon yang

menggelembung seperti gondok yang di dalamnya penuh dengan udara

yang berperan untuk mengapungkan tanaman di permukaan air (Soerjani,

1975).

2.10 Parameter Kualitas Air Pendukung

2.10.1 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses

metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu secara mendadak atau

ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan

kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim,

letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat

terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air (Effendi,

2003).

Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju

fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan khususnya derajat

metabolisme dan siklus reproduksinya. Setiap penelitian pada ekosistem air,

pengukuran suhu sangat penting untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena

kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis di dalam

air sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu perairan dipengaruhi oleh pertukaran

Page 47: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

34

panas antara air dengan udara, ketinggian topografi, masukan air limbah dan

penutupan oleh tanaman (Barus, 2002).

Air limbah umumnya memiliki suhu yang tinggi disebabkan kegiatan rumah

tangga dan industri (Metcalf dan Eddy, 2003). Perubahan suhu berpengaruh

terhadap proses fisika, kimia dan biologi di suatu perairan. Peningkatan suhu

menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air,

dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003).

2.10.2 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan.

Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam

keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik

dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan

kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi

kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7 – 8,5. Kondisi perairan

yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan

kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobiltas berbagai

senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus, 1996).

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor kimia yang

berpengaruh dalam pertumbuhan eceng gondok dan kayu apu. Pengaruh pH

bagi organisme perairan sangat besar. Kisaran pH yang kurang dari 6,5 akan

menekan laju pertumbuhan bahkan tingkat keasamannya dapat mematikan dan

tidak ada laju reproduksi, sedangkan pH 6,5 – 9 merupakan kisaran optimal

dalam suatu perairan (Soesono, 1989).

2.10.3 DO (Oksigen Terlarut)

Oksigen merupakan faktor paling penting bagi kehidupan makro dan mikro

organisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan. Sumber oksigen

Page 48: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

35

terlarut di perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer

(sekitar 35 %) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

(Effendi, 2003).

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut

dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme

organisme untuk dapat tumbuh dan berkembangbiak. Sumber oksigen terlarut

dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran

air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

(Novotny, 1994).Oksigen terlarut diperlukan oleh organisme air untuk

menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi

makanan pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika

persediaan oksigen terlarut di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut

tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di perairan karena

akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan organisme air tersebut. Kandungan

oksigen terlarut minimum 2 mg/l sudah cukup untuk mendukung kehidupan

organisme perairan secara normal (Wardana, 1995).

Menurut Pratiwi (2010), dekomposisi bahan organik (secara aerob) oleh

mikoorganisme di air merupakan salah satu hal yang dapat menurunkan

kelarutan oksigen selain adanya respirasi oleh tanaman air. Persediaan oksigen

terlarut yang mencukupi merupakan salah satu syarat utama untuk hidup bagi

organisme akuatik. Sumber oksigen terlarut di air berasal dari difusi atmosfer ke

dalam air juga terjadi ketika air mengalami kontak dengan udara melalui

gelombang laut maupun air terjun.

Page 49: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

36

3. METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng

gondok (Eichhornia crassipes), dan limbah cair penyamakan kulit yang

mengandung krom. Parameter utama yang diukur yaitu perubahan kandungan

logam berat krom dalam limbah penyamakan kulit pada media tanam yang

ditanami tanaman air kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia

crassipes). Parameter pendukung antara lain kualitas air meliputi suhu, pH

(Derajat keasaman),DO (Dissolved of Oxygen).

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Lokasi Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah cair penyamakan

kulit yang diambil dari industri yang terletak di Dusun Tulung Desa Ringinagung

Kecamatan Magetan, Kabupaten Magetan. Pengambilan tanaman kayu apu

(Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yaitu diperairan

mengalir (sungai) dan kolam yang berlokasi di Desa Jatisari Kecamatan Geger

Kabupaten Madiun.

3.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Penelitian dengan metode eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan

mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol (Nazir,

2003). Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

Page 50: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

37

deskriptif yaitu dengan mengadakan kegiatan pengumpulan, analisis dan

interprestasi data yang bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai keadaan

yang terjadi pada saat penelitian (Suryabrata, 1987).

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) Faktorial karena penelitian ini menggunakan lebih dari satu

faktor, faktor pertama yaitu jenis tanaman dan faktor kedua yaitu lama tanam.

Menurut Hanafiah (2005), metode eksperimen atau percobaan suatu tindakan

coba-coba yang dirancang untuk menguji hipotesis yang diajukan dan dalam

penelitian ini semua kondisi baik bahan, media maupun lingkungannya dibuat

sehomogen mungkin. Dalam metode ilmiah eksperimen dilakukan dengan

memberikan perlakuan yang berbeda setiap sampel. Penelitian ini dilakukan

selama 8 hari dengan pengukuran kualitas air berupa suhu, serajat keasaman

(pH), oksigen terlarut (DO) dan kandungan logam berat krom pada media tanam

dan tanaman dilakukan pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8 dikarenakan menurut Salisbury

dan Ross (1992) dalam Purnamasari (2014) pertumbuhan maksimum tanaman

terjadi setiap 2 hari, sehingga dengan pengambilan sampel setiap 2 hari sekali

dapat digunakan untuk mengetahui kandungan air yang terpapar limbah cair

penyamakan kulit setelah diserap oleh tanaman secara lebih maksimal.

Tanaman kayu apu dan eceng gondok diletakkan pada bak volume 15 liter. Tiap

bak diberi kayu apu dan eceng gondok dengan berat massa kurang lebih 120

gram. Tata letak bak penelitian dilakukan secara acak.Adapun denah tata letak

bak penelitian disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Denah Tata Letak Bak Penelitian

C3

A2

C2 A3

B3 C1

B2 A1

B1

Page 51: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

38

Keterangan :

A 1, 2, 3 : bak kontrol tanpa perlakuan tanaman

B 1, 2, 3 : bak perlakuan tanaman eceng gondok (Eichhornia crasipes)

C 1, 2, 3 : bak perlakuan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes)

3.5 Tahapan Penelitian

3.5.1 Persiapan Penelitian

1) Persiapan Bak Penelitian

Menyiapkan 9 bak berukuran 15 liter, dimana terdiri dari 3 bak kayu apu

(Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes), dan 3 bak kontrol.

Volume media keseluruhan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 36 liter

untuk 9 bak percobaan dimana setiap bak diisikan air media dengan

menggunakan limbah penyamakan kulit sampai batas 4 liter.

2) Persiapan Limbah Cair Penyamakan Kulit

Menyiapkan limbah cair penyamakan kulit yang akan digunakan untuk uji

pendahuluan dan uji sesungguhnya yang diambil dengan menggunakan jerigen

dari industry penyamakan kulit. Limbah yang diambil yaitu pada outlet sebelum

limbah dibuang ke sungai. Limbah yang digunakan merupakan limbah yang baru

dihasilkan yang sifatnya masih segar (Purnamasari, 2014).

3) Penyortiran Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes) dan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes)

diambil dari tempat populasinya, kemudian dicuci bersih serta dipilih tanaman

yang memiliki ukuran yang sama dan memiliki kondisi fisik yang bagus.

Page 52: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

39

4) Aklimatisasi Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes) dan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang

diperoleh kemudian diaklimatisasi menggunakan air bersih selama 5 hari

(Purnamasari, 2014), hal ini bertujuan untuk membersihkan tanaman sehingga

tidak ada lagi organisme maupun hama yang menempel pada tanaman kayu apu

(Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes) tersebut, selain itu

agar tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang

telah diaklimatisasi kemudian dimasukkan ke dalam bak penelitian yang

sebelumnya telah diisi limbah cair penyamakan kulitsebanyak 4 liter. Masing-

masing kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes)

yang dimasukkan ke dalam bak penelitian seberat ±120 gram mengacu pada

penelitian Hartanti et al.(2014) yang menggunakan 120 gram eceng gondok

mengalami penurunan optimal logam krom pada 4 liter limbah penyamakan kulit.

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis media

tanam dengan konsentrasi tertentu terhadap kondisi tanaman eceng gondok

(Eichhornia crassipes) serta kemampuannya untuk beradaptasi pada media

tanam. Dalam penelitian pendahuluan ini digunakan konsentrasi limbah yang

berbeda yaitu 20%, 30%, 40%, 50%, 75% dan 100%, dimana 75% dan 100%

yang digunakan telah mengacu dari pendapat Alimsyah dan Damayanti (2013).

Adanya perbedaan konsentrasi pada penelitian pendahuluan ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing konsentrasi terhadap kondisi

tanaman untuk bertahan hidup dilihat dari perubahan warna pada daun tanaman

eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Setelah

diketahuinya suatu konsentrasi yang sesuai terhadap kondisi tanaman dalam

Page 53: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

40

penelitian pendahuluan ini, selanjutnya konsentrasi tersebut digunakan dalam

penelitian utama. Hasil pada penelitian pendahuluan didapatkan pada hari 0

hingga 8 tanaman eceng gondok dan kayu apu mengalami perbedaan warna

pada daun baik pada konsentrasi limbah penyamakan kulit sebesar 20%, 30%,

40%, 50%, 75% dan 100% namun pada konsentrasi 100% tanaman masih dalam

keadaan segar dan daun berwarna hijau sehingga konsentrasi limbah

penyamakan kulit yang digunakan pada penelitian utama yaitu sebesar 100%.

2. Penelitian Utama

Hasil dari penelitian pendahuluan didapatkan bahwa konsentrasi 100%

merupakan konsentrasi yang paling sesuai untuk tanaman eceng gondok

(Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) bertahan hidup dan

merubah warna daun yaitu dengan lama waktu 8 hari yang kemudian digunakan

dalam penelitian utama.

Alat dan bahan yang digunakan sesuai dengan tahap persiapan yang

sudah ada, yaitu tahap awal menyiapkan bak plastik volume 15 liter sebanyak 9

buah yang digunakan dalam penelitian dan diletakkan secara acak. Selanjutnya

melakukan pengukuran kualitas air meliputi oksigen terlarut (DO), derajat

keasaman (pH), suhu serta analisis kandungan logam berat krom sebagai nilai

awal penelitian. Tanaman eceng gondok dan kayu apu yang telah disortir

selanjutnya diaklimatisasi dan ditimbang dengan biomassa kurang lebih 120

gram kemudian dimasukkan pada masing-masing bak. Pengamatan dilakukan

selama 8 hari dengan pengukuran kadar krom yang dilakukan setiap 2 hari yaitu

pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8..

Page 54: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

41

3.6 Prosedur Pengukuran Parameter Kualitas Air

3.6.1 Kromium (Cr)

Menurut Nurkhasanah (2015), Prosedur pengukuran Kromium (Cr) adalah

sebagai berikut:

1) Mengambil menggunakan pipet 10 ml contoh uji (V) ke dalam labu distilasi,

kemudian menambahkan 10 ml H2SO4 dan 100 ml aquades, dibiarkan

selama 2 jam

2) Menambahkan natrium karbonat pH 11 (0,5%) sebanyak 25 ml sampai

volume 75 ml

3) Menambahkan aquades pada distilat hingga 100 ml

4) Mengambil 1 ml larutan distilat dan memasukkannya ke dalam labu ukur 50

ml

5) Menambahkan 1 ml larutan ninhidrin 1% dan 0,5 ml NaOH, kemudian

menambahkan aquades hingga volume menjadi 50 ml

6) Memasukkan larutan ke dalam cuvet, kemudian mengukur nilai kromium

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 590 nm, dan

dicatat absorbansinya.

3.6.2 Suhu

Menurut Hermawati (2012), prosedur pengukuran suhu air adalah sebagai

berikut :

1) Mencelupkan thermometer digital ke dalam air, menunggu beberapa saat

sampai angka dalam monitor menunjuk/berhenti pada angka tertentu

2) Mencatat nilai yang muncul pada monitor (oC)

Page 55: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

42

3.6.3 Derajat Keasaman (pH)

Menurut Hermawati (2009), Prosedur pengukuran pH, adalah sebagai

berikut:

1) Mempersiapkan pH meter

2) Mengkalibrasi pH meter menggunakan aquades

3) Memasukkan pH meter ke dalam air sampa probe menyentuh air sekitar 1

cm

4) Tekan tombol ON

5) Menunngu sampai nilai pH yang tertera tidak berubah

6) Mencatat hasilnya

3.6.4 DO (Dissolved of Oxygen)

Menurut Hermawati (2009), Prosedur pengukuran DO adalah sebagai

berikut:

1) Mengambil air sampel dari bak penelitian

2) Mempersiapkan DO meter

3) Mengkalibrasi DO meter menggunakan aquades hingga menunjukkan angka

nol

4) Ujung hitam DO meter dimasukkan kedalam media percobaan

5) Biarkan kurang lebih 3 menit

6) Catat hasilnya

3.7 Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial

dengan perlakuan faktor pertama yaitu perbedaan jenis tanaman (kayu apu dan

eceng gondok) dan faktor kedua yaitu lama tanam (A=2 hari, B=4 hari, C= 6 hari,

Page 56: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

43

D= 8 hari dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan selama 8 hari

dikarenakan pada uji pendahuluan, kayu apu dan eceng gondok dapat bertahan

hingga hari ke 8. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

model umum dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan :

Yijk : pengamatan faktor A (kayu apu dan eceng gondok) taraf ke-i, faktor B

(lama tanam) taraf ke-j dan ulangan ke-k

µ : nilai tengah umum

Ai : pengaruh faktor A (jenis tanaman air) pada level ke-i

Bj : pengaruh faktor B (lama tanam) pada level ke-j

(AB)ij : pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j

εijk : pengaruh galat pada faktor A (jenis tanaman) taraf ke-i, faktor B (lama

tanam) taraf ke-j dan ulangan ke-k

Data yang diperoleh dari hasil penelitian, kemudian dianalisis secara

statisik manual dengan menggunakan analisis ragam sesuai dengan rancangan

yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Analisis ragam

dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon yang diukur

dengan uji F pada taraf 5 % dan 1 %. Syarat mengukur uji F adalah perlakuan

lebih dari 2 varian dan percobaan menggunakan kontrol. Jika dari tabel sidik

ragam didapatkan hasil perlakuan yaitu bila F hitung < F tabel 5 % tidak ada

perbedaan nyata = non-significant different, H0 diterima pada taraf uji 5 %. Bila F

hitung > F tabel 5 % ada perbedaan nyata = significant different, H1 diterima

pada taraf uji 5 %. Bila F hitung > F tabel 1 % ada perbedaan sangat nyata =

highly significant different. H1 diterima pada taraf uji 1 %. Jika terdapat hasil yang

Page 57: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

44

berbeda nyata maka dilakukan uji BNT pada taraf 5 % dan 1 % untuk

mengetahui penyerapan terbesar.

Menurut Hanafiah (2005), apabila hasil analisis keragaman/sidik ragam

ternyata berbeda nyata atau berbeda sangat nyata maka dilakukan uji BNT

(Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan sehingga

didapatkan urutan perlakuan terbaik dengan menggunakan rumus :

BNT = tα(v) x Sd

Keterangan :

BNT : beda nyata terkecil

tα(v) : nilai baku t-student pada taraf uji α (α = 0.05; α = 0.01) dan derajat

bebas galat v

Sd : simpangan baku

Sd = √

Keterangan :

KTG : kuadrat tengah galat

r : jumlah ulangan

Ditentukan notasinya dengan ketentuan notasi sama apabila hasilnya tidak

berbeda nyata seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Tabel Beda Nyata Terkecil

Rata-Rata Perlakuan Kecil besar Notasi

Kecil

Besar

Page 58: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

45

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Morfologi Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes) dan Eceng Gondok

(Eichhornia crassipes) Selama Penelitian

Kondisi eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes)

pada setiap bak-bak penelitian diamati perubahan morfologinya selama 8 hari.

Pengamatan morfologi tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok

(Eichhornia crassipes) dilakukan setiap 2 hari sekali dan bagian tanaman yang

menjadi objek pengamatan adalah daun. Menurut Saffarida et al. (2015),

pengamatan morfologi tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) dan eceng gondok

(Eichhornia crassipes) dilakukan setiap 2 hari sekali dan perubahan yang tampak

diantaranya perubahan warna pada daun. Sebelum penelitian tanaman memiliki

daun yang berwarna hijau segar, berukuran relatif sama, dengan akar yang lebat

dan sehat. Seiring dengan berjalannya penelitian, mulai terjadi perubahan pada

kondisi tanaman akibat adaptasi terhadap lingkungan baru yaitu air yang

terpapar limbah cair penyamakan kulit tersebut. Adaptasi tersebut ditunjukkan

dengan perubahan fisik tanaman secara bertahap dari hari ke hari yang meliputi

perubahan warna daun, dan akar pada masing-masing tanaman.Perubahan fisik

tanaman ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Menurut Hardiani (2009), logam berat dapat terakumulasi dalam media dan

cepat diserap oleh tumbuhan. Logam berat walaupun dalam konsentrasi yang

sangat rendah dapat bersifat toksik. Hal ini dapat dilihat dari kondisi beberapa

daun eceng gondok dan kayu apu yang menguning bahkan mengering. Itu

diakibatkan sifat toksik dari logam berat dalam hal ini logam berat krom yang

meracuni eceng gondok dan kayu apu sehingga menyebabkan daunnya

menguning dan mati.

Page 59: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

46

Tabel 2. Perubahan Morfologi Tanaman Eceng Gondok dan Kayu Apu

Hari

ke- Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Kayu Apu (Pistia stratiotes)

0

Daun berwarna hijau segar, akar sehat dan

lebat

Daun berwarna hijau segar, akar sehat dan

lebat

2

Daun berwarna hijau, namun terdapat ujung

daun yang mulai kering

Daun berwarna hijau, namun mulai terdapat

ujung daun yang sedikit mongering

4

Bintik cokelat mulai muncul pada daun, dan

ujung daun yang menggulung

Ujung daun mulai menguning dan sedikit

menggulung, dengan akar mulai rontok

6

Terdapat daun yang berwarna coklat dan

layu

Daun menguning dengan ujung menggulung

karena kering dan banyak akar yang rontok

8

Warna daun hijau agak kekuningan dengan

bintik coklat berubah menjadi garis coklat,

akar terlihat sedikit berwarna putih

Warna daun kuning, beberapa ada yang mati

dan tenggelam, akar mengalami banyak

kerontokan dan terlihat sedikit berwarna putih

Page 60: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

47

Tabel 2 menunjukkan adanya perubahan kondisi fisik tanaman eceng

gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes) selama penelitian.

Perubahan warna daun yang hijau agak kekuningan dengan bintik coklat pada

eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan berwarna kuning pada kayu apu (Pistia

stratiotes) sebanding dengan semakin lamanya waktu fitoremediasi, hal ini dapat

disebabkan oleh zat pencemar yang terkandung dalam air limbah yang terserap

oleh tanaman. Menurut Haslam (1997) dalam Hermawati et al. (2005),

perubahan warna yang terjadi pada daun dapat disebabkan karena pencemaran

bahan organik. Hermawati et al. (2005), menambahkan bahwa akar sebenarnya

merupakan bagian yang pertama kali kontak langsung dengan limbah, maka akar

rusak lebih dahulu dibanding dengan bagian lain pada tubuh tanaman, hal ini

sebagai respon terhadap zat toksik dari limbah tersebut.

4.2 Kadar Kromium (Cr)

Kadar logam berat krom dalam air selama penelitian dari hari ke 0 hingga

hari ke 8 mengalami penurunan yaitu pada awal penelitian krom berkonsentrasi

sebesar 3,27 g/L namun pada akhir penelitian menjadi 0,66 g/L karena didalam

bak penelitian diberi perlakuan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes)

seberat 120 gram sehingga menyebabkan kadar krom turun, sedangkan media

air yang diisi dengan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes) dengan bobot yang

sama yaitu sebanyak 120 gram juga mengalami penurunan kadar krom menjadi

sebesar 0,96 g/L. Untuk mengetahui persentase penurunan kadar krom (Cr) di

air dapat dilihat dari data hasil rata-rata pengukuran krom pada Tabel 3 dan data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 61: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

48

Tabel 3. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Kromium pada Air

Perlakuan Lama

Hari

Konsentrasi

Logam Chrom

yang Tersisa

(g/L)

Logam

Chrom yang

Hilang (g/L)

Persentase

Logam Chrom

yang Hilang

(%)

Rata-

rata (%)

Kontrol

0 3.27 0 0

0.67

2 3.25 0.02 0.61

4 3.30 0 0

6 3.27 0 0

8 3.18 0.09 2.75

Eceng

Gondok

(Eichhornia

crassipes)

3,27 0 0

48.17

2 1.07 2.2 67.2

4 1.70 0 0

6 0.44 2.83 86.54

8 0.42 2.85 87.15

Kayu Apu

(Pistia

stratiotes)

0 3.27 0

40.3

2 1.16 2.11 64.52

4 1.67 0 0

6 1.28 1.99 60.85

8 0.78 2.49 76.14

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada eceng gondok (Eichhornia

crassipes) mengalami penurunan terbesar pada hari ke 8 dengan persentase

87.15% dengan nilai 2.85 g/l, sedangkan penggunaan tanaman kayu apu (Pistia

stratiotes) dapat menurunkan krom dengan persentase 76.14% dengan nilai 2.49

g/l. Hal ini menunjukkan bahwa eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu

apu (Pistia stratiotes) dapat menyerap logam berat krom pada air yang semula

mengandung 3.27 g/L tetapi penyerapan eceng gondok (Eichhornia crassipes)

11.01 % lebih banyak hal ini dikarenakan eceng gondok (Eichhornia crassipes)

memiliki perakaran yang lebat dan panjang sehingga dapat secara aktif menyerap

Page 62: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

49

logam berat, namun tidak menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan. Grafik

konsentrasi logam berat krom pada air dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kadar Logam Berat Kromium (Cr)

Selama penelitian konsentrasi logam berat krom yang hilang pada hari ke 0

belum ada hal ini karena tanaman masih belum dimasukkan ke dalam air,

sedangkan pada hari ke 4 media tanam yang ditanami eceng gondok maupun

kayu apu terjadi kenaikan terbesar yaitu pada kontrol 16.5 % serta 37.05 % dan

54.17 % pada tanaman eceng gondok dan kayu apu hal ini dapat dikarenakan

pada hari ke 4 tanaman eceng gondok dan kayu apu masih mengalami adaptasi

dengan media pengamatan dan adanya perbedaan penyerapan logam berat

krom. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumiyati dan Hadiwidodo (2007),

adanya kemampuan tanaman eceng gondok yang berbeda-beda dalam

penyerapan krom dipengaruhi oleh faktor umur tanaman, walaupun telah

dilakukan pemilihan tanaman eceng gondok yaitu tanaman dipilih dengan daun

yang masih hijau dan segar. Selain itu, adanya faktor penguapan yang lebih

besar daripada kemampuan eceng gondok dalam menyerap krom pada air

limbah penyamakan kulit.Dengan demikian, konsentrasi krom pada hari ke 4

yang terjadi justru naik dan semakin besar dibandingkan hari sebelumnya.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 2 4 6 8

Kad

ar L

oga

m B

era

t K

rom

iun

(C

r)

Sela

ma

Pe

nga

mat

an (

g/L)

Hari Ke-

Kontrol

Eceng Gondok

Kayu Apu

Page 63: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

50

Hasil analisa data menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap

(RAL)pada penurunan logam berat krom dapat dilihat pada Tabel 4 dan data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4. Analisa Sidik Ragam

Sidik

Keragaman db

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F Hitung F Tabel

5% 1%

Perlakuan

(tanaman) (i) 1

22.18

22.18 13.966 4.35 8.1

Waktu dalam

Perlakuan (j) 4 110.31 27.57 8.061 2.87 4.43

Interaksi ij 4 20.61 5.15 1.505 2.87 4.43

Galat 20 68.43 3.42

Total 29 221.53

Tabel sidik ragam di atas didapatkan nilai F hitung perlakuan yaitu 13.966,

dimana nilai ini lebih besar dari F tabel 5% maupun 1%, sehingga dapat

dikatakan bahwa perlakuan perbedaan tanaman memberikan pengaruh berbeda

sangat nyata terhadap penurunan nilai kromium pada taraf kepercayaan 95%

maupun 99%. Hasil nilai F hitung waktu dalam perlakuan yaitu 8.061, dimana

nilai ini lebih besar dari F tabel 5% maupun 1%, ini berarti waktu pengamatan

turut mempengaruhi penurunan nilai kromium pada taraf kepercayaan 95%

maupun 99%. Hasil nilai F hitung interaksi yaitu 1.505, dimana nilai ini lebih kecil

dari F tabel 5% maupun 1%, ini berarti tidak ada interaksi antara yang nyata

antara jenis tanaman dengan lama waktu tanam sehingga tidak memberikan

pengaruh terhadap penurunan logam berat krom (Cr).

Adanya penurunan kromium yang berbeda sangat nyata pada perlakuan

jenis tanaman dan waktu dalam perlakuan, maka dilakukan uji BNT (Beda Nyata

Terkecil) untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan terhadap

penurunan kromium, sehingga didapat urutan perlakuan yang terbaik.

Hasil dari perhitungan uji BNT (Lampiran 4) menunjukkan bahwa adanya

perbedaan antara hari pertama dan lainnya. Terlihat pada tabel diatas bahwa

Page 64: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

51

perlakuan E (eceng gondok hari ke 8) memiliki kadar logam berat krom terendah.

Hal ini dikarenakan semakin lama waktu yang dibutuhkan tanaman untuk

beradaptasi pada media tanam maka penurunan logam berat krom semakin

maksimal. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama dinyatakan tidak

berbeda signifikan. Perlakuan yang memiliki notasi yang sama menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan yang nyata, sedangkan perlakuan yang memiliki

notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata.

Terakumulasinya kromium yang terus bertambah ke dalam badan eceng

gondok dan kayu apu hingga hari terakhir penelitian (8), menyebabkan

banyaknya kerusakan akar, daun, bahkan kematian yang terjadi pada tanaman

eceng gondok dan kayu apu. Menurut Momonto (2013), perubahan fisik yang

Nampak pada akar, seperti terhambatnya perpanjangan akar dan kerontokan

bulu akar, serta penguningan daun merupakan respon tanaman eceng gondok

dan kayu apu terhadap toksisitas kromium. Penurunan kadar krom yang besar

oleh eceng gondok ini disebabkan karena eceng gondok memiliki tipe akar

serabut sehingga tudung akarnya lebar.

4.3 Hasil Pengukuran Kualitas Air

4.3.1 Suhu

Data hasil rata-rata pengukuran suhu menunjukkan bahwa suhu masing-

masing perlakuan hampir sama dan tidak ada perbedaan, artinya dari awal

sampai akhir pengamatan nilai perubahan suhunya tidak berbeda jauh. Grafik

rata-rata perubahan suhu disajikan pada Gambar 7. Data selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Page 65: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

52

Gambar 7. Grafik Perubahan Suhu Selama Pengamatan

Selama penelitian terjadi perubahan suhu pada bak-bak percobaan. Terjadi

penurunan suhu pada hari ke 2 dikarenakan pada hari ke 0 bak masih belum

dimasuki tanaman sehingga sinar matahari dapat langsung menembus

permukaan air, sedangkan hari selanjutnya bak penelitian diisi oleh tanaman

eceng gondok atau kayu apu. Menurut Effendi (2003), suhu sangat berpengaruh

terhadap perkembangan tumbuhan air karena akan mempengaruhi metabolism

sel. Suhu di bawah 30 oC pada umumnya merupakan suhu yang optimal bagi

kebanyakan jenis tumbuhan air. Menurut Kordi dan Tancung (2007), pengaruh

suhu secara tidak langsung yaitu mempengaruhi metabolisme, daya larut gas-

gas, termasuk oksigen serta berbagai reaksi kimia di dalam air. Peningkatan

suhu perairan cenderung menaikkan akumulasi dan toksisitas logam seperti

krom dan timbale, hal ini terjadi akibat meningkatnya laju metabolisme dari

organisme air (Said et al. 2009).

Rata-rata nilai suhu pada saat penelitian mengalami fluktuasi namun tidak

terlalu signifikan. Fluktuasi suhu air dapat mempengaruhi kondisi biota perairan

yang terbiasa hidup pada suhu alami. Biota air yang cukup penting

23

24

25

26

27

28

29

0 2 4 6 8

Suh

u S

ela

ma

Pe

nga

mat

an (

oC

)

Hari Ke-

Kontrol

Eceng Gondok

Kayu Apu

Page 66: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

53

keberadaannya dalam ekosistem perairan adalah plankton, terutama fitoplankton

yang berperan sebagai produsen primer dalam rantai makanan (Handayani, et

al., 2012). Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di perairan

adalah 20-300C (Effendi, 2003).

4.3.2 Derajat Keasaman (pH)

Dari hasil penelitian didapat data hasil rata-rata pengukuran derajat

keasaman (pH) data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Grafik

pengukuran derajat keasaman (pH) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Perubahan Derajat Keasaman Selama Penelitian

Nilai derajat keasaman (pH) dari awal sampai akhir penelitian

menunjukkan adanya perubahan. Pada hari ke 2 dan 4 derajat keasaman terjadi

penurunan sedangkan pada hari ke 6 dan 8 terjadi peningkatan. pH mengalami

penurunan disebabkan karena krom telah diserap atau diikat oleh akar tanaman

kayu apu maupun eceng gondok sehingga memudahkan mikroba perombak

dalam proses pendegradasian. Menurut Hutagalung (1984), bahwa nilai pH yang

tinggi (basa) dapat mengurangi toksisitas pada logam berat, dikarenakan pH

0

1

2

3

4

5

6

7

0 2 4 6 8

De

raja

t K

eas

aman

Se

lam

a P

en

gam

atan

(p

pm

)

Hari Ke-

kontrol

Eceng Gondok

Kayu Apu

Page 67: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

54

yang tinggi di dalam air dapat membentuk suatu senyawa kompleks yang dapat

mengendap di dasar perairan.

Bahan organik yang telah diserap atau diikat oleh tanaman eceng gondok

(Eichhornia crassipes) akan didegradasi oleh bakteri Bacillus subtilis menjadi

senyawa sederhana yaitu asam amino dan asam lemak (asam organik) hingga

diperoleh amoniak, nitrat, nitrit dan nitrogen dengan terbentuknya asam organik

hasil pemecahan protein dan lemak maka pH akan terus menurun mendekati

netral. Sedangkan bahan anorganik pada limbah krom diserat atau diikat oleh

akar tanaman eceng gondok (Eichhronia crassipes) sehingga logam berat yang

terkandung pada limbah dapat berkurang. Kadar pH yang baik adalah kadar

yang masih memungkinkan kehidupan biologis didalam air dapat berjalan

dengan baik (Ginting, 1995).

Menurut Effendi (2003), derajat keasaman dapat mempengaruhi

kandungan unsur ataupun senyawa kimia yang terdapat di perairan, diantaranya

mempengaruhi kandungan logam berat yang ada di perairan. Toksisitas dari

logam berat juga dipengaruhi oleh perubahan derajat keasaman, toksisitas dari

logam berat akan meningkat bila terjadi penurunan derajat keasaman.

Nilai derajat keasaman erat kaitannya dengan nilai karbondioksida (CO2)

dimana semakin tinggi nilai karbondioksida didalam air limbah maka nilai pH

akan semakin rendah. Tanaman kayu apu dan eceng gondok memerlukan

karbondioksida (CO2) dalam proses fotosintesis kemudian akan dirubah menjadi

monosakarida sehingga kebutuhan karbondioksida didalam limbah anak naik

maka nilai derajat keasaman akan rendah. Menurut Effendi (2003), fotosintesis

merupakan proses yang menyerap karbondioksida sehingga dapat meningatkan

derajat keasaman perairan, sedangkan respirasi menghasilkan karbondioksida

kedalam ekosistem sehingga derajat keasaman perairan menurun.

Karbondioksida dalam suatu ekosistem perairan dihasilkan melalui proses

Page 68: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

55

respirasi oleh organisme dan perombakan bahan organik maupun anorganik oleh

bakteri dalam menurunkan krom (Cr).

4.3.3 Oksigen Terlarut (DO)

Dari hasil penelitian diperoleh data hasil rata-rata pengukuran oksigen

terlarut (mg/L) data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7. Grafik

perubahan oksigen terlarut dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Perubahan Oksigen Terlarut Selama Penelitian

Berdasarkan data hasil pengukuran kualitas air pada Tabel 14 didapatkan

nilai DO yang berkisar antara 1.5-3 mg/l. Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas

air limbah krom (Cr) dapat dikategorikan sebagai perairan yang buruk dengan

tingkat pencemaran yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Salmin (2005)

yang menyatakan bahwa perairan dapat dikategorikan sebagai perairan yang

baik dan tingkat pencemaranya rendah apabila kadar oksigen terlarutnya >5ppm.

Menurut Effendi (2003), perairan yang diperuntukkan bagi keperluan perikanan

sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l.

Tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) memerlukan proses

penyerapan melalui akar sehingga memudahkan mikroorganisme untuk

0

2

4

6

8

10

12

0 2 4 6 8

Oks

ige

n T

erl

aru

t Se

lam

a P

en

gam

atan

(p

pm

)

Hari Ke-

kontrol

Eceng Gondok

Kayu Apu

Page 69: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

56

merombak krom (Cr) dalam air limbah. Menurut Hartanti et al. (2014), proses

perombakan yang dilakukan oleh mikroba aerob membutuhkan oksigen guna

merombak bahan logam berat dan tanaman kayu serta eceng gondok mampu

meingkatkan persediaan oksigen sehingga mikroba perombak dapat melakukan

proses pendegredasian senyawa sederhana menjadi amoniak, nitrat, nitrit dan

nitrogen.

Page 70: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

57

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

- Perlakuan fitoremediasi limbah cair penyamakan kulit terbaik pada penelitian

selama 8 hari yaitu dengan menggunakan tanaman air eceng gondok

(Eichhornia crassipes) mengalami penurunan dari konsentrasi awal 3.27 g/L

menjadi 0.42 g/L dengan persentase 87.15 %. Media yang ditanami tanaman

kayu apu selama 8 hari juga mengalami penurunan dengan konsentrasi akhir

logam berat krom sebesar 0.78 g/L dengan persentase 76.14 % sehingga

dapat diketahui eceng gondok dapat menurunkan kadar logam berat krom

11.01% lebih banyak daripada kayu apu. Parameter kualitas air selama

penelitian yaitu suhu sebesar 24-26oC, derajat keasaman (pH) sebesar 6,5-7 ,

oksigen terlarut (DO) sebesar 2,4-3.0 ppm.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah sebaiknya industri penyamakan kulit yang

terletak di Dusun Tulung Desa Ringinagung Kecamatan Magetan Kabupaten

Magetan ini membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang

didalamnya diberi tanaman air eceng gondok (Eichhornia crassipes).

Page 71: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

58

DAFTAR PUSTAKA

Alimsyah A. dan A. Damayanti.2013. Penggunaan Arang Tempurung Kelapa dan Eceng Gondok untuk pengolahan air limbah tahu dengan variasi konsentrasi.Jurnal teknik Pornits. 2 (1): 6-9.

Aman, B. Dan F. Nisma. 2010. Pengaruh Umur Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dan Genjer (Limnocharis flava) Terhadap Penyerapan Logam Pb, Cd, dan Cu Dalam Ember Perlakuan Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Farma Sains. Vol 1 (2).

Andaka, G. 2008. Penurunan kadar tembaga pada limbah cair industri kerajinan perak dengan presipitasi menggunakan natrium hidroksida. Jurnal Teknologi. 1 (2): 127 134.

Ardiwinata, R. O. 1950. Musuh Dalam Selimut di Rawa Bening. Bandung: Working.

Asmadi, S. Endro dan W. Oktavian. 2009. Pengurangan chrom (Cr) dalam limbah cair industri kulit pada proses tannery menggunakan senyawa alkali (Ca(OH)2, NaOH dan NaHCO3 (studi kasus PT. Trimulyo Kencana Mas Semarang), JAI. 5(1): 41-54.

Barcordit, A., Armengol, J., Burgh, S.V.D., and Olle, L. 2014. New challenges in chrome-free leather : Development of wet-bright process. Journal of the American Leather Chemist Association. 109 (4) : 99-109.

Barus, T. A. 1996. Metodologi Ekologis Untuk Menilai Kualitas Perairan Lotik. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan

Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Cook, C. D. K., B. J. Gut, E. M. Rix, J. Schneller, dan M. Settz. 1974. Water Plants of The World. The Piman Pres: Inggris.

Dhir, Bhupinder. 2013. Phytoremediation:Role of Aquatic Plants in Environmental Clean-up. Springer: India.

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air.Kanisius.Yogyakarta.

Fachrurozi, M., L. B. Utami dan D. Suryani. 2010. Pengaruh variasi biomassa Pistia stratiotes L. Terhadap penurunan kadar BOD, COD, dan TSS limbah cair tahu di Dusun Klero Sleman Yogyakarta. KES MAS.4 (1): 1-16.

Fahidin dan Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Diktat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Page 72: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

59

Fauziah.2011. Efektivitas Penyerapan logam kromium (Cr VI) dan cadmium (Cd) oleh Scenedesmus dimorphus.Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.

Fenglian Fu dan Qi Wang. 2011. Removal of Heavy Metal Ions from Wastewater. Journal of Environmental Management.92 : 407-418.

Giacinta, M. A.S., Z. Salimin dan Junaidi. 2012. Pengolahan logam berat khrom (Cr) pada limbah cair industri penyamakan kulit dengan proses koagulasi flokulasi dan prestipitasi. Artikel.1-8.

Ginting, P. 1995. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Hanafiah, K. A. 2005. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Handayani, N. I., S. B. Sasongko dan A. Hadiyarto. 2012. Kajian Parameter Suhu dalam Baku Mutu Air Limbah Industri Gula Jenis Air Limbah Kondensor di Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang.

Hardian, H. 2009. Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu Pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. Vol 44 (1): 27-40.

Hardyanti, N. Dan S. S. Rahayu. 2007. Fitoremediasi Phospat dengan pemanfaatan eceng gondok (Eichhornia crassipes) (studi kasus pada limbah cair industri kecil laundry).Jurnal Presipitasi Universitas Diponegoro. 2(1): 28-33.

Harmami, I. Ulfin dan R. Setyowuryani. 2014. Penurunan kadar kromium dari limbah cair industri penyamakan kulit dengan metode elektrokoagulasi. Prosiding Seminar Nasional Kimia.159-168.

Hartanti. P. I. A. T. S. Haji, R. Wirosoedarmo. 2014. Pengaruh Kerapatan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terhadap Penurunan Logam Berat Chromium Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit.Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Hartanto, B. S., S. Bastaman, P. Citroreksoko. 2002. Pengaruh Penambahan Khitosan dan Lama Pengendapan Terhadap Hasil Pengananan Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit. BBPPIP : Bogor.

Herndartono, T. 2003. Analisa Efisiensi dan Benefit Cost Ratio Pengoperasian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri Penyamakan Kulit.Skripsi. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Hermawati, E., Wiryanto dan Solichatun. 2005. Fitoremediasi Limbah Detergen Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) dan Genjer (Limnocharis flava L.).BioSMART. 7 (2): 115-124.

Page 73: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

60

Hermawati, A. W. S., Rahayu K., Setyawati, S., A. Shofy. 2009. Pengaruh Konsentrasi Kadmium Terhadap Perubahan Warna dan Presentase Jenis Kelamin Anakan Daphnia magna. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga: Surabaya. Vol 1(1).

Hermawati. 2012. Uji kelayakan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara II Prafi Manokwari. Skripsi. Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Papua. Manokwari.

Hossner, L. R., Loeppert, R. H., Newton, R. J., Szaniszlo, P. J., and Attrep, M. 1998. Literarature Review: Phytoaccumulation of Chromium, Uranium, and Plutonium in Plant Systems. Amarillo National Resource Center for Plutoium. Texas.

Hutagalung, H. P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Jurnal Oseana. Vol IX (1) : 12-19.

Indah, L. S., B. Hendrarto dan P. Soedarsono. 2014. Kemampuan Eceng Gondok (Eichhornia sp.), Kangkung Air (Ipoema sp.), dan Kayu Apu (Pistia sp.)Dalam Menurunkan Bahan Organik Limbah Industri Tahu (skala laboratorium). Diponegoro Journal of Maquares. 3 (1): 1-6.

Irhamni, S. Pandia, E. Purba dan W. Hasan. 2017. Kajian Akumulator Beberapa Tumbuhan Air Dalam Menyerap Logam Berat Secara Fitoremediasi. Conference Paper. 9 hal.

Kordi, M. G. H. Dan A. B. Tancung. 2007. Pegelolaan Kualitas Air. PT Rineka Cipta Jakarta.

Lestari, G., dan I. P. Kencana. 2015. Tanaman hias lanskap. Penebar Swadaya: Jakarta.

Marcellina, R. 2012. Eksplorasi kulit sapid an ragam hias dayak dengan teknik laser cutting dan laser engraving untuk aksesoris fashion. Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain.1-6.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.

Metcalf dan Eddy. 2003. Waste Water Enginering Treatment and Use. 4 Edition. McGraw Hill Companies, Inc : New York. Hal 54-56.

Moenandar, J. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendali Gulma. Rajawali Press: Jakarta.

Moenir, M. 2010. Kajian Fitoremediasi Sebagai Alternatif Pemulihan Tanah Tercemar Logam Berat. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan dan Pencemaran Industri. 1 (2) : 115-123.

Momonto, H. 2013. Uji Potensi Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.) dalam Menurunkan Kadar Sianida (CN) pada Limbah Cair Penambangan Emas.Skripsi.

Page 74: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

61

Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo: Sulawesi.

Muchlas. 2012. Laporan Praktikum Limbah Penyamakan Kulit. http://muchlassains.wordpress.com/2012/12/28/laporan-praktikum-limbah-penyamakan-kulit-ceker.

Mustaniroh, S.A., Wignyanto dan B. Endi. 2009. Efektivitas Penurunan Bahan organik dan Anorganik pada limbah cair penyamakan kulit menggunakan tumbuhan kayu apu (Pistia stratiotes) sebagai biofilter.Jurnal Teknologi Pertanian: Bogor. 10(1): 10-18.

Nazir. 2003. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia: Bogor.

Novotny, V. and H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans : New York.

Nurkhasanah, S. 2015. Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologinya Di Sungai Cimanuk Lama Kabupaten Indramayu. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Nurwati, E. 2009.Pengaruh limbah cair industri penyamakan kulit terhadap kadar kromium dalam tanaman jahe (Zinngiber officanele). Skripsi. UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

Palar, H. 1994.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Palar. H. 2004. Pencemaran dan Teknologi Logam Berat. Cetakan Kelima. Jakarta. Rineka Cipta.

Palar, H. 2008.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat.jakarta: Rineka Cipta. 152 hal.

Palar, H. 2012. Pencemaran dan Teknologi Logam Berat. Cetakan Kelima. Jakarta. Rineka Cipta. 152 hal.

Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.

Prasad, M. N. V., K. S. Sajwan, dan R. Naidu. 2006. Trace Elements in the Environment : Biogeochemistry, Biotechnology and Bioremediation. Taylor and Francis Group: Boca Raton.

Pratiwi. M. C. 2010. Pemanfaatan Kangkung Air dan Lumpur Aktif Pabrik dalam Pengolahan Limbah Cair Tahu.Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Priyadi, R., R. Iskndar, R. Nuryati, B. Rofain dan E. Sumarsih. 2007. IPTEK bagi masyarakat (IbM) Sukarageng Garut yang menghadapi masalah air limbah industri penyamakan kulit. Universitas Siliwangi: Tasikmalaya.

Page 75: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

62

Purnamasari, M. 2014. Efektifitas Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dan Kayu Apu (Pistia stratiotes) dalam Menurunkan Kandungan Nitrat (NO3-) dan Orthofosfat (PO43-) pada Limbah Cair Tahu.Skripsi. Fakultas Perikanan. Institur Pertanian Bogor: Bogor.

Ramey, V. 2001. Water Lettuce (Pistia stratiotes). Florida: Center for Aquatic and Invasive Plants, University of Florida. Vol 5 (8) : 4 17.

Ratnani, R. D., I. Hartati dan L. Kurniasari. 2011. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) untuk Menurunkan Kandungan COD (Chemical Oxygen Demand), pH, Bau, dan Warna Pada Limbah Cair Tahu.Momentum. 7(1): 41-47.

Ratnasari. D. C. 2013. Uji toksisitas pada limbah cair industri penyamakan kulit.Artikel. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman.

Rukmi, D.P., Ellyke dan R. S. Pujiati. 2013. Efektivitas Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dalam Menurunkan Kadar Detergen, BOD dan COD pada Air Limbah Laundry (studi di laundry X di kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang Kabupaten Jember).Artikel Penelitian Mahasiswa. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember: Jember.

Rochyatun, E., M.T.Ka dan A. Rozak. 2006. Distribusi logam berat dalam air dan sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. MAKARA.10(1):35-40..

Rondonuwu, S. B. 2014. Fitoremediasi Limbah Merkuri Menggunakan Tanaman dan Sistem Reaktor.Jurnal Ilmiah Sains. 14 (1) : 52-59.

Saffarida, A., Ngadiman dan J. Widada. 2015. Fitoremediasi Kandungan Kromium pada Limbah Cair Menggunakan Tanaman Air.Jurnal Bioteknologi dan Biosains Indonesia. 2 (2) : 55 59.

Said. M. I. 2009. Akumulasi Logam Berat Chrom dan Timbal dalam Sedimen Estuari Sungai Malanggondo Palu.Media Ekstrak.Vol (2) hal 063-066.

Said, M. I. 2010.Modul Teknologi Pengolah Limbah Industri Kulit. Universitas Hasanuddin: Makassar.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikatir Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol XXX (3) : 21-26.

Santi, D.N. 2004.Pengelolaan Limbah Cair pada Industri Penyamakan Kulit, Industri pulp dan kertas, Industri Kelapa Sawit.USU: Sumatera.

Santhosi. A. 2015. Proses, Teknik dan Cara Menyamak Kulit.http://www.ternak-net/proses-teknik-dan-cara-menyamak-kulit.html.

Schiavon, M. E. A. H. Pilon. Smits, M. Wirtz, R. Hell and M. Malagoli. 2008. Interactions Between Chromium And Sulfur Metabolism in Brassica Juncea. Journal Of Environmental Quality. 37 : 1536-1545.

Page 76: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

63

Sekarwati, N., B. Murachman dan Sunarto. 2015. Dampak Logam Berar Cu (Tembaga) dan Ag (Perak) pada Limbah Cair Industri Perak Terhadap Kualitas Air Sumur dan Kesehatan Masyarakat Serta Upaya Pengendaliannya di Kota Gede Yogyakarta. Jurnal Ekosains. 3 (1) : 64-76.

Soerjani, M. 1975. Aquatic Weed Problems and Control In Southeast Asia. Hyacint Control Journal. No 13 : 2-3.

Soesono, 1998.Limnology. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Bogor.

Srivastava, N. K. dan C.B. Majumder. 2008. Novel Biofiltration Methods for the Treatment of Heavy Metals from Industrial Wastewater. Journal of Hazardous Materials.151 : 1-8.

Suardana, I. W. 2011. Penggunaan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) (Solm) sebagai Salah Satu Teknik Pengolahan Alternatif Air Limbah Asal Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kotamadya Bogor. Tesis. Program Pasca Sarjana- Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Sudarwin, 2008.Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Semarang.TESIS. Pogram Pasca Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang.

Suhartini, M. 2013. Komplimerisasi kulit pisang N (hidroksimetil) akrilamida untuk adsorben ion logam Cu (II) dan Cr (VI).Jurnal Rise Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. 2 (3) : 133-142.

Suhendrayatna, 2001.Heavy Metal Bioremoval by Microorgansim.http://www.istect.org/Publication/Japan/010211_suhendrayatna.PDF

Sumiyati, S. dan M. Hadiwidodo.2007. Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dalam Penyisihan Logam berat Chromium (Cr) pada Limbah Elektroplating. Jurnal Teknik. Vol 28 (1) Tahun 2007. ISSN 0852-1697.

Suprapti, N. H. Kandungan Chromium pada Sedimen dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Wilayah Pantai Sekitar Muara Sungai Sayung, Desa Morosari Kabupaten Demak Jawa Tengah.Bioma J. 10 (2) : 53-56.

Suryabrata, S. 1987. Metode Penelitian. Rajawali Pers. Jakarta

Suryati, T. Dan B. Priyanto. 2003. Eliminasi Logam Berat Kadmium Dalam Air Limbah Menggunakan Tanaman Air. Jurnal Teknik Lingkungan. BPPT. Vol 4 (3) : 143-147.

Tarigan, Z., Edward dan A. Rozak. 2003. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam Air Laut dan Sedimen di Muara Sungai Membramo Papua dalam Kaitannya dengan Kepentingan Budidaya Perikanan. Makara Sains. 7 (3) : 119-127.

Page 77: FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT ...repository.ub.ac.id/8170/1/RADITYA NUR EKAWATI.pdfSisa logam krom yang terkandung pada limbah cair hasil proses penyamakan kulit secara

64

Tjokrokusumo, S. W., dan F. L. Sahwan. 2003. Tanaman potensial penyerap limbah studi kasus di pulau Batam. Jurnal Teknik Lingkungan. 4 (2): 8-15.

Tosepu. 2012. Laju Penurunan Logam Berat Plumbum (Pb) dan Cadmium (Cd) Oleh Eceng Gondok dan Cyperus papyrus. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 19 (1) : 37-45.

Ulfin, I,.Harmami dan E. Rahmawati.2014. Pemisahan Kromium dari Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit dengan Koagulan FeSO4-.Prosiding Seminar Nasional Kimia.178-184.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Wahyuadi, S. J. 2004. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Industri Penyamakan Kulit.http://www.KimPraswil.go.id/balitbang/Puskim/Protek kim//ttg_kim_limbah_kulit.html

Wardana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset : Yogyakarta.

Wu, C., Zhang, W., Liao, X., Zeng, Y. dan Shi, B. 2014. Transposition of chrome tanning in leather making.Journal of the American Leather Chemist Association. 109 (6) : 176-183.

Yapaga, S., Y. B. Ossey dan V. Kouame. 2013. Phytoremediation of Zinc, Cadmium, and Chrome from Industri Wastewater by Eichhornia crassipes. International Journal of Conservation Science. 4(1): 81-86.

Yazid, M., Bastianudin dan W. Usada. 2007. Seleksi bakteri pereduksi krom di dalam limbah cair industri penyamakan kulit menggunakan metode ozonasi. Prosiding PPI Pustek Akselerator dan Proses Bahan BATAN.46-54.

Yusuf, G. 2001. Proses Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dalam Skala Kecil Dengan Kemampuan Tanaman Air Pada Sistem Simulasi. Tesis. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Yusuf, G. 2008. Bioremediasi limbah rumah tangga dengan sistem simulasi tanaman air. Jurnal Bumi Lestari. 8 (2): 136-144.