Upload
wisnu-anggriawan
View
912
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
good
Citation preview
KARYA TULIS
POTENSI PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER
DAYA ALAM ALTERNATIF
Diusulkan Oleh:
Wisnu anggriawan
140210080086
JURUSAN KIMIA FMIPA UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2010
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis : Potensi Pengolahan Limbah Pertanian sebagai Sumber Daya Alam Alternatif
2. Tema : Pengelolaan Sumber Daya Alam3. Bidang kegiatan : Lomba karya tulis4. Penulis
a) Nama Lengkap : Wisnu Anggriawanb) NIM : 140210080086c) Jurusan : Kimiad) Universitas : Universitas Padjadjaran
5. Alamat Rumah/Tel./HP : Jalan Istiqomah No. 22 RT 011 RW 02 Kel. Bekasi Jaya Kota Bekasi 17112/ (021)8822231-08986009468
6. Alamat Email : [email protected] 7. Penulis : 1 orang
Jatinangor, 31 Mei 2010 Penulis
TTD
Wisnu Anggriawan NPM. 140210080086
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt. Atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis untuk mengikuti
Lomba Karya Tulis Nasional Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2010.
Selama penulisan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat pengetahuan
dan pengalaman yang sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung yang diberikan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih atas bimbingan dan dukungan serta bantuan yang
diberikan selama menyusun karya ilmiah (data sekunder) ini.
Penulis masih menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih kurang
sempurna. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaannya. Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Jatinangor, 31 Maret 2010
Penulis
2
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara tropis basah memiliki potensi biomassa yang luar biasa. Potensi biomassa yang paling melimpah adalah limbah pertanian. Karena itu Indonesia harus serius memanfaatkan peluang biomassa limbah pertanian sebagai sumber daya alam yang harus diproses menjadi produk-produk yang berguna bagi masyarakat Indonesia, agar terciptanya masyarakat yang makmur dan sejahtera. Tidak lagi menjadi masyarakat yang kelaparan, miskin, dan terbelakang. Tetapi kemakmuran, kesejahteraan, dan kemajuan peradaban akan dicapai dengan kemadirian yang diperoleh sebagai sebuah keniscayaan atas kemampuan kita dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar masyarakatnya ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang, baik industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi. Proses pembangunan di Indonesia mendorong tumbuhnya industri-industri yang berbahan baku hasil pertanian (Agroindustri). Perkembangan industri pangan ini banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat maupun pemerintah, namun juga diiringi dengan timbulnya beberapa permasalahan baru diberbagai sektor. Salah satu dampak negatif dari adanya industri adalah timbulnya pencemaran terhadap lingkungan yang berasal dari limbah industri, karena dapat merusak keseimbangan sumber daya alam, kelestarian dan daya dukung lingkungan. Strategi awal pengelolaan lingkungan mengacu pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Konsep daya dukung ini kenyataannya sukar untuk diterapkan karena kendala permasalahan lingkungan yang timbul dan seringkali harus dilakukan upaya perbaikan kondisi lingkungan yang tercemar dan rusak. Konsep strategi pengelolaan lingkungan akhirnya berubah menjadi upaya pemecahan masalah pencemaran dengan cara mengolah limbah yang terbentuk (end of pipe treatment) dengan harapan kualitas lingkungan hidup bisa lebih ditingkatkan.
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh dua gugusan lempengan
kerak bumi dunia yang terdiri dari ratusan gunung berapi yang sampai saat ini
masih aktif. Letusan-letusan gunung berapi yang aktif menyemburkan materi-
materi yang kemudian terbekukan pada lapisan atas tanah, hal ini membuat tanah-
tanah di permukaan kerak atas Indonesia menjadi subur sehingga menjadi potensi
yang sangat besar bagi Indonesia untuk menjadi Negara yang mengedepankan
bidang agroindustri, sehingga dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakatnya
indonesia ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala bidang
industry pertanian, baik jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi
bahan jadi. Proses pembangunan yang mengedepankan bidang agraris di
Indonesia mendorong tumbuhnya industri-industri yang berbahan baku hasil
pertanian (Agroindustri). Perkembangan industri pangan ini banyak
mendatangkan keuntungan bagi masyarakat maupun pemerintah, namun juga
diiringi dengan timbulnya beberapa permasalahan baru diberbagai sektor. Salah
satu dampak negatif dari adanya industri adalah timbulnya pencemaran terhadap
lingkungan yang berasal dari limbah industri, karena dapat merusak
keseimbangan sumber daya alam, kelestarian dan daya dukung lingkungan.
4
Sumber : www.google.co.id
Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan
sisa dari hasil pengolahan. Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung
lambat, sehingga tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan
berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal, melalui pendekatan teknologi,
limbah pertanian dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna
disamping produk utamanya. Biomassa limbah pertanian (sebagai sumber daya
alam) dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
penggunaan tidak langsung, biomassa dapat diolah menjadi bahan bakar.
Contohnya, kelapa sawit yang dapat diolah menjadi biodiesel untuk kemudian
digunakan sebagai bahan bakar. Bahkan sebelum mengenal bahan bakar fossil
manusia sudah menggunakan biomassa sebagai sumber energy, yaitu dengan
memakai kayu atau kotoran hewan (sapi) untuk menyalakan api unggun. Namun
sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk menghasilkan
tenaga, penggunaan biomassa tergeser dari kehidupan manusia. Tetapi harus
diingat bahwa persediaan bahan bakar fossil sangat terbatas. Para ilmuwan
memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak dunia akan terkuras
habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini digiatkan, termasuk di
antaranya penggunaan biomassa.
1.2 Rumusan Masalah
5
Berdasarkan fakta-fakta pada latar belakang, beberapa masalah dapat
dikaji dalam penulisan ini, diantaranya :
a. Apa saja potensi yang dimiliki oleh biomassa limbah pertanian sebagai sumber
daya alternatif?
b. Bagaimanakah cara mengelola biomassa limbah pertanian agar menghasilkan
produk-produk yang berguna?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui seberapa besar potensi limbah pertanian
b. Mengetahui cara mengelola biomassa limbah pertanian guna menghasilkan
produk yang bermanfaat bagi masyarakat
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi potensi sumber daya alam alternatif yang dimiliki oleh
Negara Indonesia diantaranya yaitu biomassa limbah pertanian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Biomassa Limbah Pertanian
Indonesia merupakan negara agraris, kehidupan sebagian besar
masyarakatnya ditopang oleh hasil-hasil pertanian dan pembangunan disegala
bidang, baik industri jasa maupun industri pengolahan bahan baku menjadi bahan
jadi. Proses pembangunan di Indonesia mendorong tumbuhnya industri-industri
yang berbahan baku hasil pertanian (Agroindustri). Indonesia sebagai negara
tropis basah yang terkenal dengan sebutan negara agrarisnya memiliki potensi
biomassa yang luar biasa. Potensi biomassa yang paling melimpah adalah limbah
6
pertanian, diantaranya adalah limbah tebu, kelapa sawit, tapioka, jerami padi dan
ubi kayu.
2.2 Biomassa
Biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat
digunakan sebagai sumber bahan bakar (sumber daya alternatif).
Sumber: http://www.window.state.tx.us/specialrpt/energy/renewable/images/exhibit12-1.png
2.3 Limbah
Limbah didefinisikan sebagai hasil residu dari proses-proses produksi yang
sudah tidak terpakai dengan kuantitas yang cukup besar. Limbah dapat
diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, jenis senyawanya, dan wujud dari
limbah tersebut.
2.4 Bakteri
Bakteri berasal dari bahasa Latin, bacterium (jamak, bacteria), yang
berarti kelompok raksasa dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil
(mikroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal), dengan struktur sel
yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel cytoskeleton, dan organel lain seperti
mitokondria dan kloroplas. Bakteri merupakan organisme yang paling banyak
tersebar di alam. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air dan sebagai
7
simbiosis dari organisme lain. Beberapa bakteri mampu membentuk endospora
yang membuat mereka bertahan hidup pada lingkungan ekstrim.
2.5 Jamur
Fungi adalah nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup
eukariotik heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap
molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi memiliki macam-macam bentuk.
Orang awam mengenal sebagian besar anggota fungi sebagai jamur, kapang,
khamir atau ragi, meskipun seringkali yang dimaksud adalah penampilan luar
yang tampak, bukan spesiesnya sendiri. Kesulitan dalam mengenal fungi sedikit
banyak disebabkan adanya pergiliran keturunan yang memiliki penampilan yang
sama sekali berbeda (ingat metamorfosis pada serangga atau katak). Fungi
memperbanyak diri secara seksual dan aseksual. Perbanyakan seksual dengan
cara :dua hifa dari jamur berbeda melebur lalu membentuk zigot lalu zigot tumbuh
menjadi tubuh buah, sedangkan perbanyakan aseksual dengan cara membentuk
spora, bertunas atau fragmentasi hifa. Jamur memiliki kotak spora yang disebut
sporangium. Di dalam sporangium terdapat spora. Contoh jamur yang membentuk
spora adalah Rhizopus. Contoh jamur yang membentuk tunas adalah
Saccharomyces. Hifa jamur dapat terpurus dan setiap fragmen dapat tumbuh
menjadi tubuh buah.
2.6 Fermentasi
Sumber : www.google.co.id
8
Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim
dari mikroba (jasad renik/ bakteri) atau jamur untuk melakukan oksidasi, reduksi,
hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu
substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan
terjadinya perubahan sifat bahan tersebut. Fermentasi adalah proses yang
memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit primer dan
metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (reaktor fermentasi
: fermentor). Seiring perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas,
menjadi semua proses yang melibatkan mikroorganisme untuk menghasilkan
suatu produk yang disebut metabolit primer dan sekunder dalam suatu lingkungan
yang dikendalikan. Istilah fermentasi berkembang lagi menjadi seluruh
perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan
enzim yang dihasilkannya. Dengan kata lain, fermentasi adalah perubahan struktur
kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis
terutama enzim sebagai biokatalis.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Karya tulis ilmiah ini disusun berdasarkan pengamatan terhadap keadaan
social masyarakat terutama dalam bidang agroindustri di Indonesia yang sangat
luas dan menyimpan banyak keunikan dan sumber daya alternative yang dapat
dimanfaatkan, namun keindahan dan potensinya belum juga disadari dan seakan-
akan telah hilang (dianggap tak pernah ada). Hal ini disebabkan oleh kurangnya
perhatian dan sosialisasi dari pemerintah. Sementara itu pendekatan tekhnologi
yang ada ditengah-tengah masyarakatpun masih sangat minim sehingga tentu saja
pemanfaatan pengolahan terhadap potensi limbah pertanian ini masih sedikit
dilakukan. Data Penulisan dari karya tulis ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari jurnal-junal yang telah diterbitkan.
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satu
diantaranya adalah potensi biomassa limbah pertaniannya yang begitu besar,
namun begitu sampai saat ini belum cukup banyak yang telah diolah lebih lanjut
sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Disatu sisi
besarnya potensi limbah pertanian membuat harapan masyarakat yang miskin dan
kelaparan memperoleh kesejehteraan menjadi lebih dekat namun disatu sisi
pendekatan tekhnologi yang tak kunjung membaik membuat harapan itu semakin
jauh.
Berikut Potensi Limbah Pertanian yang dapat dikelola sebagai sumber
daya alternatif;
1) BioenergiEnergi alternatif yang cepat pembuatannya dan dapat diperbaharui, mudah
dikonversi menjadi segala kebutuhan energi dan ramah terhadap lingkungan sangat penting untuk segera diwujudkan karena kebutuhan akan energi dan pemulihan kerusakan lingkungan sudah tidak dapat ditunda lagi. Hidrogen merupakan salah satu pilihan sebagai energi alternatif karena mudah dikonversi dan tidak merusak lingkungan baik dalam proses pembuatannya ataupun penggunaannya.
Biohidrogen dapat dihasilkan melalui proses bioteknologi yaitu melalui proses fermentasi baik secara anaerobik atau aerobik. Dari penelitian pendahuluan yang menggunakan proses fermentasi gabungan dengan menggunakan bakteri Lactobacillus amylovorus (fakultatif anaerobik) dan menggunakan bakteri Rhodobium marinum (fotosintetik), berhasil dipanen gas hidrogen sebesar 21–71% yield yang berasal dari biomasa mikroalga. Proses fermentasi biomasa untuk produksi gas hidrogen secara umum melalui dua tahapan yaitu perombakan pati
10
dari biomasa menjadi asam laktat dan perombakan asam laktat menjadi gas hidrogen.
Sumber: http://www.unescap.org/unis/What_s_Ahead/2008/08-Jan/bio-energy.jpg
Pada periode tahun pertama proyek ini, telah berhasil diisolasi 14 bakteri asam laktat dari berbagai buah busuk, 3 jamur pendegradasi kayu/selulosa dan 11 bakteri fotosintetik dari alam Indonesia. Selanjutnya mikroorganisme tersebut telah digunakan untuk uji coba pembusukan limbah biomasa dan uji fermentasi produksi asam laktat. Limbah biomasa dapat diuraikan menggunakan metode kombinasi menjadi senyawa yang kita inginkan (pati) dengan hasil hidrolisa secara kimiawi dan biologi diperoleh yield gula total 80% dan 30% dari total berat kering biomasa. Dan pada saat ini masih berlangsung penelitian lanjutannya.
2) Limbah Tebu untuk Industri KertasIndustri pemurnian gula menghasilkan sejumlah besar produk limbah
berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse). Sebagian dari limbah yang dihasilkan tersebut diolah kembali sebagai bahan mentah pembuatan kertas, namun pengolahan industri yang diperlukan untuk memecah lignin serta untuk pemutihan hasil bubur kertas dapat membahayakan lingkungan. Para peneliti dari IRD dan INRA beralih ke bioteknologi sebagai suatu alternatif pemecahan masalah secara biologis.
11
Sumber: http://www.tribunkaltim.co.id/photo/2008/07/eeca09636fedc97ed42443f14f859a4b.jpg
Dari suatu kultur cendawan berfilamen Pycnoporus cinnabarinus, para ilmuwan telah memulihkan suatu enzim delignifikasi yang dikenal sebagai laccase. Enzim ini memecah lignin dalam serat ampas tebu, mengubah produk limbah ini setelah pemurnian secara mekanis menjadi bubur kertas. Bubur tersebut memutih saat lignin lama kelamaan menghilang. P. cinnabarinus secara alami hanya mensintesa sejumlah kecil laccase ketika tumbuh pada ampas tebu; oleh karena itu perlu untuk menambahkan agen-agen volatil seperti etanol, guna meningkatkan produksi enzim tersebut dibawah kondisi-kondisi demikian. Percobaan awal laboratorium menunjukkan bahwa bioproses terpadu ini dapat diadaptasi ke materi-materi penghasil serat lainnya seperti kayu, bambu, alang-alang dan jerami, membuka peluang yang menjanjikan bagi industri kertas.
3) Limbah Tebu sebagai Bahan BioetanolPengembangan bioenergi seperti bioetanol dari biomassa sebagai sumber
bahan baku yang dapat diperbarui merupakan satu alternatif yang memiliki nilai positif dari aspek sosial dan lingkungan [1,2]. Etanol yang mempunyai rumus kimia C2H5OH adalah zat organik dalam kelompok alkohol dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Pada umumnya etanol diproduksi dengan cara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme oleh karenanya sering disebut sebagai bioetanol. Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose
12
seperti bagas (limbah padat industri gula) atau tandan kosong kelapa sawit. Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang sangat melimpah seperti bagas.
Industri gula khususnya di luar jawa menghasilkan bagas yang cukup melimpah, seperti di PT. Gunung Madu Plantantions, PT. Gula putih Mataran dan PT. Indo Lampung di Propinsi Lampung. Selain itu keuntungan lain dari pemanfaatan bioetanol adalah dapat digunakan mensubstitusi langsung atau bahan campuran premium. Substitusi premium dengan etanol sebagai bahan bakar transportasi secara tidak langsung akan mengurangi emisi karbon dioksida. Hal ini dimungkinkan karena dengan meningkatnya produksi bioetanol akan mendorong penanaman tanaman sehingga emisi karbondioksida yang dihasilkan akan terfiksasi melalui proses fotosintesis dari tanaman penghasil biomas.
Sumber: http://www.swaiklan.com/wp-content/uploads/14335/bioetanol.jpg
Teknologi proses produksi etanol dalam proses hidrolisis biasanya dilakukan dengan metode konvensional yaitu dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl). Namun metode ini kurang ramah lingkungan karena penggunaan asam dalam proses tersebut disamping biaya bahan kimia tersebut yang relatif mahal asam juga dapat menimbulkan korosif.
Pengembangan teknologi bioproses dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan enzim sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, penelitian telah dilakukan untuk mengantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, kemudian melakukan fermentasi dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Namun, pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu mengkonversi kandungan hemiselulosa pada bagas. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti akan meningkatkan konversi bagas menjadi etanol.
13
Material berbasis lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa organik lainnya. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic material adalah polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagas menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol.
Proses hidrolisis umumnya digunakan pada industri etanol adalah menggunakan hidrolisis dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau dengan menggunakan asam klorida (HCl). Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain. Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF).
4) Limbah Sawit untuk Bahan Pakan IkanDewasa ini permintaan terhadap produk perikanan budidaya guna
memenuhi gizi masyarakat semakin meningkat. Konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2002-2003 mengalami kenaikan sekitar 4,6%, yaitu dari 21,57 kg/kapita/tahun menjadi 24,67 kg/kapita/tahun. Kenaikan ini berpengaruh sangat besar terhadap kenaikan produksi ikan mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar. Dengan meningkatnya produksi ikan terutama ikan budidaya maka secara otomatis akan terjadi kenaikan permintaan pakan. Namun permintaan pakan yang cenderung semakin tinggi sejalan dengan makin intensifnya kegiatan budidaya, ternyata tidak diikuti dengan meningkatnya penyediaan bahan baku, terutama tepung ikan. Produksi tepung ikan dunia dalam lima tahun terakhir kecenderungannya tetap, sehingga perlu dicari alternatif penyediaan bahan baku selain tepung ikan. Khususnya untuk di Indonesia, ternyata hampir sebagian besar bahan baku pakan berasal dari impor, yaitu
14
sebesar 70-80%. Oleh karenanya mencari bahan baku lokal merupakan suatu kemestian.
Sumber: http://klikyes.com/content_images/5/340.jpg
Untuk menghasilkan pakan yang bermutu maka ketersediaan bahan baku harus tetap terjaga secara kualitas dan kuantitas. Disamping itu, bahan baku ini harus mudah diperoleh, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, ekonomis dan tersedia sepanjang waktu. Limbah dan hasil ikutan industri pertanian adalah sumber baku pakan yang cukup banyak tersedia. Bungkil kelapa sawit (BKS), merupakan hasil ikutan industri minyak kelapa sawit, yang telah umum dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan, namun bahan pakan tersebut mempunyai factor pembatas, yaitu kandungan serat yang cukup tinggi dan kualitas protein yang kurang baik, sehingga perlu diolah agar lebih bermanfaat bagi pembudidaya ikan.
Limbah sawit yang dimaksud adalah bungkil kelapa sawit (BKS) yang merupakan hasil ikutan atau limbah dari pembutan minyak kelapa sawit. Komposisi kimianya sangat bergantung pada keadaan buah dan biji yang digunakan dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit. BKS ini merupakan salah satu yang biasa digunakan dalam ransum untuk ternak, seperti sapi, kuda dan babi. BKS ini mudah menjadi tengik, terlebih apabila masih mengandung banyak lemak. Secara kimiawi BKS ini memiliki kandungan protein berkisar 17%, kandungan lisin dan methionin relatif rendah dibandingkan dengan sumber protein nabati lainnya, serat kasar tinggi dan kemungkinan sulit dicerna oleh ikan.
Untuk meningkatkan kualitas BKS dilakukan proses fermentasi. Dari kegiatan ini diharapkan kandungan seratnya dapat dirombak ke dalam bentuk
15
yang lebih sederhana sehingga dapat dicerna oleh ikan, kandungan proteinnya dapat meningkat. Dalam proses fermentasi ini akan menggunakan sumber mikroba dan enzim fermentasi dari isi perut hewan ruminansia, yaitu dari isi perut domba atau sapi. Isi perut tersebut disaring, diambil cairannya kemudian dicampur dengan bungkil sawit. Jumlah cairan bibit fermentasi sekitar 10-30%. Campuran bahan tersebut kemudian ditambahkan air agar proses pengadukannya merata dan selanjutnya dimasukkan dalam tong plastik. Untuk mempertahankan suhu media, lingkungan disekitarnya dilengkapi dengan sekam padi. Selama proses fermentasi dilakukan pengecekan terhadap suhu dan pH media yang dilakukan pada awal, pekanan dan akhir proses fermentasi. Lama proses fermentasi ini berkisar 3-4 minggu. Trichoderma sp adalah jamur yang dapat melakukan proses perombakan pada bahan yang berserat tinggi. Jamur ini mempunyai sifat selulolitik yaitu merombak selulosa menjadi sellubiosa yang akhirnya menjadi glukosa. Serat kasar BKS dapat diuraikan oleh jamur Trichoderma sp, hal ini akan merubah susunan ikatan zat-zat makanan BKS, sehingga kemungkinan akan mudah dicerna oleh ikan.
5) Limbah Padat Basah Tapioka untuk Etanol
Sumber: http://2.bp.blogspot.com/_TeTHdBzTq0c/SX4XtYyAh4I/AAAAAAAAACY/QWmHZNRqfXg/
s400/limbah.jpg
Industri tapioka merupakan salah satu industri pangan yang terdapat di Indonesia. Bahan baku industri ini adalah umbi ketela pohon (Manihot_utillissima) yang diolah menjadi tepung tapioka. Menurut Pranoto (2000), tepung tapioka merupakan bahan baku maupun bahan pembantu untuk
16
keperluan industri makanan, industri tekstil, industri kertas dan lain-lain. Limbah industri tapioka banyak mengandung amilum yang bila terlarut dalam air akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen terlarut dan menimbulkan bau busuk yang berasal dari proses degradasi bahan organik yang kurang sempurna (Syarifah, 1996). Limbah industri tapioka termasuk limbah organik, karena ditimbulkan sebagai sisa dari pengolahan ketela pohon yang merupakan salah satu bahan organik. Onggok diperoleh dari proses pemarutan dan pengepresan, apabila tidak ditangani dengan seksama onggok dapat menimbulkan potensi besar mencemari lingkungan. Sebagian besar industri tapioka berlokasi dekat pemukiman berpenduduk padat dan ditepi sungai sehingga onggok yang dibuang disekitar lokasi industri akan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup yang mendiami daerah sekitar.
Sumber: http://wb3.itrademarket.com/pdimage/94/s_1676794_ongok.jpg
Menurut Childyal dan Lonsanse (1990), limbah padat industri tapioka masih mengandung pati cukup tinggi yaitu 63 %. Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi Indonesia menyatakan bahwa kandungan pati pada ampas tapioka sebesar 67,8 %. Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tepung tapioka, karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%). Namun dengan teknik fermentasi, kandungan proteinnya dapat ditingkatkan sehingga onggok yang terfermentasi, dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas. Onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di sekitar pabrik (Pareira, 2008). Upaya minimalisasi limbah dari proses pembuatan tepung tapioka salah satunya dengan memanfaatkan kembali limbah. Teknologi biokonversi merupakan konversi bahan secara enzimatik melalui fermentasi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai ekonomi onggok. Perkembangan bioteknologi melalui pemanfaatan mikroba dengan proses fermentasi dapat mengkonversi bahan secara enzimatik, misalnya onggok dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya dan mengurangi pencemaran udara atau gas yang terjadi. Untuk berlangsungnya proses fermentasi oleh suatu mikroba perlu adanya medium fermentasi yang mengandung nutrien untuk pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk-produk metabolisme (Rahman, 1989).
Selain digunakan sebagai bahan pembuatan tapioka, ketela pohon dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etil alkohol. Beberapa manfaat yang
17
dapat diperoleh dari alkohol yaitu : 1). sebagai bahan baku dalam pembuatan senyawa-senyawa organik misalnya asam asetat, eter dan khloroform 2). Pelarut dalam pembuatan pernis dan sebagai pelarut bahan organik lainnya seperti minyak wangi 3). Bahan bakar setelah didenaturasikan terlebih dahulu dan 4). Salah satu komponen dalam kosmetik (Restiani, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2004), bahwa ketela pohon dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi etanol karena mengandung karbohidrat sebanyak 36,89 % dan dihasilkan alkohol sebesar 4,22 %. Bahan makanan dengan kandungan karbohidrat yang banyak, maka akan menghasilkan alkohol yang banyak juga. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Sriyanti (2003), bahwa tinggi rendahnya kadar gula dan kadar alkohol pada ketela pohon setiap gramnya dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan pati atau amilum.
6) Bioetanol dari Biomassa Jerami PadiSalah satu limbah pertanian di Indonesia yang belum dimanfaatkan
adalah limbah tanaman padi (jerami). Jerami adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian terbesar serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai mulsa pada saat menanam palawija. Hanya sebagian kecil petani menggunakan jerami sebagai pakan ternak alternatif di kala musim kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Di lain pihak jerami sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani, sehingga sering di bakar untuk mengatasi masalah tersebut. Produksi jerami padi dapat mencapai 12 - 15 ton per hektar per panen, bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan.
Sumber: http://cgn.myclimate.org/images/lufthansa/karnataka.jpg
18
Produksi padi nasional mencapai 54,75 juta ton pertahun pada tahun 2006, meningkat sebesar 1,11% dibandingkan produksi padi tahun 2005. Peningkatan produksi padi juga diiringi peningkatan limbah jerami padi (Berita Resmi Statistik, 2006).
Biomassa berselulosa terbentuk dari tiga komponen utama yakni selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan komponen utama yang terkandung dalam dinding sel tumbuhan dan mendominasi hingga 50% berat kering tumbuhan. Jerami padi diketahui memiliki kandungan selulosa yang tinggi, mencapai 34.2% berat kering, 24.5% hemiselulosa dan kandungan lignin hingga 23.4%.Komposisi kimia limbah pertanian maupun limbah kayu tergantung pada spesies tanaman, umur tanaman, kondisi lingkungan tempat tumbuh dan langkah pemprosesan. Perbandingan komposisi kimia beberapa biomassa disajikan pada Tabel 1.
Struktur biomassa berselulosa merupakan struktur yang kompleks. Oleh karenanya, biomassa berselulosa merupakan material yang lebih sulit didegradasi dan dikonversi dibandingkan material berbahan dasar dari starch. Konversi enzimatis biomassa berselulosa menjadi bioetanol melibatkan tiga langkah dasar yakni proses pretreatment, proses hidrolisa dan proses fermentasi. Proses pretreatment bertujuan mempermudah akses enzim selulase untuk menghidrolisa selulosa menjadi monomer-monomer gula. Proses hidrolisa untuk memproduksi monomer-monomer gula dari selulosa dan hemiselulosa dapat berlangsung melalui proses hidrolisa asam maupun melalui hidrolisa enzimatis. Hidrolisa asam dibedakan menjadi dua proses yaitu Dilute Acid Hydrolysis dan Concentrated Acid Hydrolysis. Dilute Acid Hydrolysis (DAH) merupakan teknologi tertua yang digunakan untuk menghidrolisa selulosa. Proses DAH melibatkan larutan asam
19
sulfat 1% dalam reaktor kontinyu yang beroperasi pada suhu tinggi, 250 0C. Konversi dari proses tersebut hanya 50 %. Concentrated Acid Hydrolysis menggunakan asam sulfat konsentrat dan dilanjutkan dengan pelarutan dalam air untuk melarutkan danmenghidrolisa selulosa menjadi gula.Hidrolisa selulosa secara enzimatis memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi, konversi dan produktifitas. Hidrolisa selulosa secara enzimatis melibatkan beberapa enzim yang berbeda. Enzim yang disekresi dari filamentous fungi Trichordema reseei dapat mengkonversi biomassa menjadi gula (Hayn,1993). Penelitian mengenai hidrolisa biomassa secara enzimatis telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya hidrolisa berbahan baku limbah kayu softwood (Wingren, 2003), jerami gandum (Shcmitd, 1998) dan pinus. Yield yang diperoleh dari hidrolisa biomassa terutama dipengaruhi oleh jenis bahan baku (Palonen, 2004). Hidrolisa selulosa secara enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yakni konversi lebih tinggi, menghasilkan produk samping yang minimal, kebutuhan energi lebih rendah dan kondisi operasi yang relatif lebih rendah. Proses enzimatis merupakan proses bersih lingkungan. Dengan menggunakan bahan baku terbarukan (renewable raw material) yang ekonomis dari limbah pertanian untuk proses produksi bioetanol dapat memberikan nilai tambah bagi petani. Saat ini, hidrolisa enzimatis merupakan teknologi yang sangat menjanjikan guna mengkonversi biomassa menjadi gula untuk selanjutnya dikonversi menjadi bioetanol.
7) Fermentasi Kulit Ubi Kayu Menjadi Makanan AlternatifIndonesia merupakan negara penghasil ubi kayu nomor 5 terbesar di
dunia. Dan setiap tahun produksi ubi kayu semakin meningkat rata – rata 3 % dan meningkatnya produksi ubi kayu tidak diimbangi dengan pengolahan limbah dari ubi kayu yaitu kulitnya. Umbi kayu terdiri 15 – 20 % adalah kulitnya, Sehingga 1/5 sendiri limbah kulit ubi kayu yang dihasilkan dari pemanfaatan ubi kayu. Selama ini industri tepung tapioka, industri snack yang menggunakan bahan dasar ubi kayu dan industri yang lain yang memakai bahan dasar ubi kayu hanya memakai ubi kayu nya sedangkan kulitnya di buang, sehingga dapat mencemari lingkungan.
20
Sumber: http://farm4.static.flickr.com/3375/3240515441_99ee562cde.jpg
Kulit ubi yang segar bisa digunakan untuk makanan binatang ternak tetapi tidak boleh terlalu banyak karena kulit ubi kayu mengandung sianida. Ubi kayu segar memiliki kandungan protein yang sedikit maka perlu peningkatan kandungan nutrisinya sehingga sesuai untuk makanan ternak. ( Rukmana, 1997 ).Kulit umbi ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar umbi ubi kayu. Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit umbi ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman umbi ubi kayu diharapkan produksi umbi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula limbah kulit ubi kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 15 – 20 % kulit umbi. (Nurhayani, 2000 )
Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai tinggi, seperti asam – asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer. Fermentasi merupakan proses yang relative murah yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk – produknya yang sudah biasa dikonsumsi manusia sampai sekarang, seperti tape, tempe, oncom, dan lain – lain. ( Nurhayani, 2000 ).
Proses fermentasi kulit ubi kayu termasuk jenis fermentasi dengan substrat padat biasanya disebut Solid State Fermentation ( SSF ). SSF adalah pertumbuhan bakteri pada partikel padat yang mana rongga antar partikel mengandung fase gas dan sedikit mengandung air. Meskipun tetesan air mungkin kelihatan antar partikel, dan mungkin cuma lapisan tipis pada permukaan partikel. Kebanyakan dari proses SSF adalah golongan jamur, meskipun beberapa golongan bakteri dan beberapa golongan ragi. SSF biasanya menggunakan
21
inokulum traditional, dan proses SSF merupakan fermentasi aerob. Substrat dari SSF menggunakan produk atau by produk dari perkebunan, pertanian, hutan atau makanan.
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia, dan efisien penggunaannya. Usaha selalu dilakukan untuk menemukan substrat baru yang lebih murah dan lebih baik, tetapi kadang – kadang timbul masalah baru dalam hal cara penyimpanan, kemudahan untuk disterilisasi atau komposisi yang berbeda. ( Fardiaz, 1988)
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan substrat untuk fermentasi adalah : Tersedia dan mudah di dapat, dimana substrat untuk fermentasi harus ada sepanjang tahun. Substrat yang baik untuk industri adalah yang relative stabil dan dapat disimpan selama beberapa bulan, Substrat yang digunakan harus dapat di fermentasi. Penggunaan hidrokarbon murah sebagai substrat telah dirintis sejak tahun 1960. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi pemilihan substrat untuk fermentasi limbah kulit ubi kayu termasuk substrat yang baik karena limbah kulit ubi kayu berlimpah di indonesia dan kurang dalam pemanfaatannya. Kandungan pati pada kulit ubi yang cukup tinggi sehingga cocok digunakan menjadi substrat dalam proses fermentasi. Kulit ubi kayu termasuk substrat yang mengandung sumber karbon dan termasuk SSF.
Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim. Fermentasi padat dengan substrat kulit umbi ubi kayu dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein dan mengurangi masalah limbah pertanian. Dalam proses fermentasi memerlukan inokulum dan Starter. Pada proses fermentasi kulit ubi kayu memerlukan starter yaitu ragi. (Nurhayani, 2000 ).
Produk fermentasi selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan. Proses fermentasi ini selain untuk meningkatkan nilai gizi kulit ubi kayu juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih jauh lagi produk fermentasi dapat dijadikan bahan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi. (Nurhayani, 2000 ).
8. BioDekLimbah pertanian (jerami), sampah perkotaan (kertas, sayuran), dan
sampah perumahan (daun, potongan rumput) merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial untuk menyuburkan tanah dan berperan penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tetapi bila limbah-limbah tersebut
22
tidak dikelola dengan baik akan berdampak tidak baik terhadap lingkungan, mengakibatkan tempat berkembangbiaknya penyakit.
Pengomposan limbah-limbah tersebut secara alami membutuhkan waktu 3-4 bulan lebih, sehingga upaya pelestarian dengan penggunaan bahan organik pada lahan-lahan pertanian mengalami hambatan. Hal itu akan lebih rumit lagi jika dihadapkan pada masa tanam yang mendesak, sehingga sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien. Untuk mempercepat proses dekomposisi dapat menggunakan BioDek.
BioDek, produk yang dihasilkan para peneliti Badan Litbang Pertanian ini adalah bio-aktivator perombak bahan organik yang diracik khusus untuk meningkatkan efisiensi dekomposisi residu tanaman pada sistem penumpukan sampah organik. BioDek berupa konsorsia mikroba perombak selulosa dan lignin dengan fungsi metabolik yang komplementer merombak dan mengubah residu organik menjadi bahan organik tanah, dan menyuburkan tanah. Bentuk produk ini ada dua jenis, yaitu dalam bentuk cair maupun serbuk.
Nilai tambah penggunaan BioDek pada limbah-limbah tersebut sebagai bahan organik pertanian, disamping mampu mengubah lingkungan mikro tanah dan komunitas mikroba menuju peningkatan kualitas tanah dan produktivitas tanaman, juga dapat menurunkan ketergantungan pada pupuk kimia. Selain itu, BioDek mampu meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan menambah keuntungan usahatani, serta mendukung pertanian berkelanjutan melalui percepatan pengomposan limbah pertanian, meningkatkan kesehatan lingkungan pada berbagai ekosistem dan ramah lingkungan.
Dampak pemberian BioDek terhadap jerami padi dapat mempercepat proses pengomposan. Hal itu terlihat ketika dilakukan analisa terhadap jerami padi setelah dilakukan pemberian BioDek dapat menurunkan kadar C/N sebesar 16,85 dalam waktu 12 hari. Padahal dalam proses pengomposan secara alami, penurunan kadar C/N tersebut membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan. Waktu pengomposan lebih cepat akan mempercepat waktu tanam, sehingga keuntungan usahatani dapat ditingkatkan.
BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
23
Indonesia memilki potensi biomassa limbah pertaniann yang sangat besar yang dapat digunakan sebagai sumber daya alternatif. Hanya satu cara yang umum yang digunakan untuk mengelola sumber daya limbah pertanian yaitu dengan fermentasi.Manfaat yang diperoleh dari limbah pertanian yang dikelola dengan baik sangat bergam yaitu berupa bioenergi sampai pakan ternak. Insya ALLOH dalam beberapa tahun kedepan masyarakat Indonesia akan merasakan manfaat dari pengolahan bimassa limbah pertanian.
5.2 SARAN
Diharapkan terus dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data-data primer. Aplikasi dari informasi yang terdapat dalam karya tulis ini harap disebarluaskan agar bermanfaat bagi masyarakat banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Internet
24
http://bioteknews.blogspot.com/2008/06/produksi-bioenergi-gas-hidrogen-dari.html
http://etd.eprints.ums.ac.id/4318/
http://id.wikipedia.org/wiki/Biomassa
http://pfi3pdata.litbang.deptan.go.id/outreach/one/2/
http://www.dkp.go.id/upload/PEMANFAATAN%20LIMBAH%20SAWIT%20UNTUK%20BAHAN%20PAKAN%20IKAN_1.pdf
http://www.ird.fr/us/actualites/fiches/2006/fas252.pdf
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/513/
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/wr254033.pdf
http://www.ristek.go.id/index.php?module=News%20News&id=5398
Jurnal
Febrina, D. dan Mairika Liana. 2008. Pemanfaatan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ruminansia Pada Peternakan Rakyat di Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau
Lail, N.. 2008. Penggunaan Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) sebagai Pre Treatment Pengolahan Air Minum. Fakultas Tekhnik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia. Jogjakarta
Mirwandhono, E., Z. Siregar, 2008. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang dan Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Aspergilus Niger, Rhizopus Oligosporus, dan Trhicoderma Viridae dalam Rasum Ayam Pedaging. Fakultan Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan
Purwanti. 2008. Kualitas Bioetanol Limbah Padat Basah Tapioka dengan Penambahan Ragi dan Waktu Fermentasi yang Berbeda. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah. Surakarta
Puspitasari, N. dan M. Sidik. 2007. Pengaruh Jenis Vitamin B dan Sumber Nitrogen dalam Peningkatan Kandungan Protein Kulit Ubi Kayu melalui Proses Fermentasi. Jurusan Tekhnik Kimia Fakultas Tekhnik Universitas Diponegoro. Semarang
25
Samsuril, M., M. Gozan, R. Mardias, M. Baiquni, H. Hermansyah, A. Wijarnako. 2007. Pemanfaatan Selulosa Bagas untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak Dengan Enzim Xylanase. Departemen Teknik Kimia Fakultas Tekni Universitas Indonesia. Depok
Solihin, M.A., Riza S., dan Santy R.. 2005. Sosialisasi Pemanfaatan Kembali (Reuse) Limbah Pertanian Melalui Teknologi Pengomposan Dalam Mendukung Pertanian Berkelanjutan dan Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Desa Sindangsari Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung
26