55
Rp. 29.000 Vol. XXV No. 05 Oktober - November 2011 Forum M anajemen ISSN 0215 - 1146 Bola Panas antara Paman Sam & Dewi Eropa ISTIMEWA VolatilidadAmerika Latin dan Keringkihan Eropa Berani & Lugas Langkah Taiwan Melawan Krisis SPOTLIGHT Ekonomi Global Buram Asia Kiblat Masa Depan? Ç HOW GREEN CAN YOU GO! Strategi Bisnis Hijau & Kinerja Perusahaan Ç Greenwash TRAP Topeng-Topeng Ramah Lingkungan Ready in GOOD OR BAD Times

FMPM September-November 2011

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Majalah Forum Manajemen Prasetya Mulya (FMPM)

Citation preview

  • Rp. 29.000

    Vol. XXV No. 05Oktober - November 2011

    ForumManajemenISSN 0215 - 1146

    Bola Panas antara Paman Sam& Dewi Eropa

    ISTIMEWA

    Volatilidad Amerika Latindan Keringkihan Eropa

    Berani & Lugas Langkah Taiwan Melawan Krisis

    SPOTLIGHT

    Ekonomi Global BuramAsia Kiblat Masa Depan?

    How GrEEn CAn You Go! Strategi Bisnis Hijau & Kinerja Perusahaan

    Greenwash TrAP Topeng-Topeng Ramah Lingkungan

    Ready in Good or Bad Times

  • Shape yourHorizon

    ForumManajemenPRASETIYA MULYAVol. XXIV | 05 | Oktober 2010

    BooksPublisherMedia

    WORKSHOP e-journal, e-magazine & blog community management-update.org

  • 18

    26

    30

    How Green Can You GoStrategi Bisnis Hijau & Kinerja Perusahaan Arief Rijanto, Jakarta

    Bisnis hijau bakal menjadi prinsip baku dan wajib dilakukan para pelaku bisnis. Mengapa bisnis butuh lingkungan sehingga perlu strategi hijau? Apakah strategi bisnis hijau mampu menciptakan nilai atau value creation bagi perusahaan?

    Greenwash TrapTopeng-Topeng Ramah Lingkungan Handyanto Widjojo, Jakarta

    Inilah upaya menebus dosa dari para pelaku usaha dengan melakukan kegiatan yang kelihatannya bersifat ramah lingkungan. Jebakan baru bisnis modern?

    Konsumen HijauJendela Keberlanjutan Hidup M.F. Shellyana Junaedi, Yogyakarta

    Krisis lingkungan menuntut peningkatan kepedulian sosial dan pengetahuan lingkungan bagi konsumen. Peningkatan ini akan mempengaruhi pertumbuhan perilaku konsumen yang bertanggung jawab pada lingkungan

    > explore

    70

    86

    06 ESSENCEReady in Good or Bad Times Sammy Kristamuljana

    Meskipun perusahaan-perusahaan juga yang menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis keuangan global 2008 yang dampaknya masih terasa hingga hari ini, sejumlah pembelajaran penting bisa diperoleh dari pengalaman menghadapi krisis itu

    78

    FINANCEWakaf TunaiAlternatif Pengembangan Modal Sosial

    Fadil Fauzulha, Tula-Rusia

    Peluang unik bagi penciptaan investasi di bidang pendidikan dan pelayanan sosial melalui bank-bank syariah.

    0204051012169296

    104

    ConTenT ediToRS noTeFRoM ReAdeRSin THe HiSToRYBiZPediAinnovATionTHe MAnAGeRCoMMuniTY BRiGHTneSSnexT ediTion

    > regular

    STrATEGy Bisnis Masa depanMemadukan Modal ekonomi, Modal Sosial, & inovasi

    Semerdanta Pusaka, Jakarta

    Di masa depan, organisasi bisnis akan semakin membutuhkan modal sosial karena stakeholder menginginkan transparansi. Diperlukan pula dukungan entitas sekitar, komunitas, dan lingkungan alam.

    Menelusuri Tubuh Pengetahuan ManajemenTogar Simatupang, Bandung

    Pengungkapan manajemen sebagai disiplin keilmuan merupakan satu langkah awal untuk mengklarifikasi kedudukan manajemen yang setara dengan disiplin terdahulu. Selain itu, turut mengembangkan keilmuan manajemen.

    Vol. XXV No. 05 | September- November 2011content

    44 FEATUrEBola Panas dari Paman Sam & dewi eropa Beni Bevly, Silicon Valley-California

    Hubungan pengaruh yang menarik adalah resesi ekonomi Eropa dalam kaitannya dengan AS. Seperti apakah resesi ekonomi di kedua wilayah ini? Dan, hubungan ekonomi seperti apakah yang terjadi di antara mereka?

    62 Berani & Lugas: Langkah Taiwan Hadapi Badai Global Agus Suyono, Hasinchu-Taiwan

    Sesungguhnya Taiwan sangat rentan terhadap pasar dunia. Namun mereka mampu pulih dengan cepat dari krisis keuangan global 2007-2010.Resep apa yang mereka gunakan untuk tetap optimistis menghadapi wabah keuangan global terkini?.

    54 volatilidad Amerika & Keringkihan eropa Fitra Kusumo, Mexico City & Maryono, Banjarmasin

    Eropa yang kini hidup dalam krisis ekonomi terburuknya sejak Perang Dunia II, percaya bahwa ekonomi Amerika Latin berpeluang besar akan hidup minimal satu dekade pertumbuhan. Sebaliknya, bagaimana Amerika Latin melihat krisis Eropa?

    designne.wijaya/PMBS Publishing

    FotoANTARA/REUTERS/Antonio Parrinello, Catania, Italia

    > headline

    SPOTLIGHT ekonomi Global Buram Asia Kiblat Masa depan

    A. Prasetyantoko, Jakarta

    AS dan Eropa terbelit masalah besar. Jepang yang mulai merangkak menghindari krisis bertubi-tubi, tak bisa diharapkan. China, dengan perekonomian terbesar kedua di dunia sedang bergumul dalam fase kepanasan. Bagaimana dampak krisis global bagi Indonesia? Kita harus bersiap menghadapi ketidakpastian tersebut!

    38

    LAHAr PANAS & BOLA API ETNA. Gunung berapi tertinggi dan teraktif di Eropa, Etna di Pulau Sicilia, Italia Selatan, meletus dahsyat memuntahkan lahar dan bola-bola api, Sabtu 6 Agustus 2011 lalu. Seiring itu bola-bola panas krisis global juga sedang terlontar dari daratan Eropa dan Amerika Serikat, mulai menjalar ke belahan Timur.

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 20112 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 3

  • fromreaders

    When we learn something from each other, were formed by the experience. We are authors of each other. - Doc Searls

    Bergabunglah dengan komunitas HR Forum. Komunitas profesional di bidang human resources

    [email protected] @HRForum_id

    Kehadiran FMPM Edisi Juli Agustus 2011 lalu dilengkapi dengan penyelenggaraan seminar sebagai upaya menyebarkan dan membumikan headline edisi tersebut di komunitas-komunitas publik. Seminar yang diadakan pada 7 Juli 2011 lalu dihadiri 90-an rekan praktisi dan peminat HR dari berbagai perusahaan, institusi pendidikan, dan redaksi media massa. Event tersebut sekaligus menandai terbangunnya komunitas HR FoRuM. Terdiri dari para praktisi dan pendidik, HR FoRuM bertujuan menggumuli isu-isu HR terkini dan berupaya mewujudkannya dengan wacana berbagai gagasan segar dalam acara-acara berkesinambungan, publikasi di majalah FMPM, dan upaya penerbitan buku seri HR.

    Redaksi mempersilakan Anda untuk menyampaikan keluhan terhadap penyajian majalah ini atau Anda dapat berbagi opini atas artikel-artikel yang dimuat pada edisi ini. Cantumkan nama, alamat rumah, dan nomor telepon. Surat Anda akan dimuat tanpa alamat dan nomor telepon, dengan lebih dahulu disunting demi kejelasan dan ruang publik yang tersedia. Email Redaksi: [email protected]

    FoRuM MAnAJeMen PRASeTiYA MuLYA terbit perdana pada tahun 1986, merupakan ruang publik untuk berbagi gagasan dan pengalaman antar-komunitas akademisi, praktisi, dan peminat manajemen bisnis. Arah editorial FMPM adalah mengusung semangat pembelajaran melalui tulisan-tulisan berisi gagasan terkini, inspiratif, dan berdampak konkret untuk kemajuan khazanah ilmu manajemen dan keberlangsungan organisasi bisnis global. Redaksi akan menyunting semua artikel yang masuk.

    editorsnote

    SidAnG RedAKSiPemimpin umum: Prof. Sammy Kristamuljana, Ph.DWakil Pemimpin umum: Prof. Dr. Andreas Budihardjo Sidang Redaksi: Dwi Sosronegoro, MPsi; Hendro Adiarso, MBA; Istijanto, MM, MCom; J. Bely Utarja MBA; Teguh Endaryono, MM; Yudho Hartono, MM

    ediToRiALPemimpin Redaksi: Eko NapitupuluRedaktur: Gloria N. Situmorang, MPsi; A. Widyaputranto, MA; M. Setiawan Kusmulyono, Redaktur Artistik: N. Eka WijayaKontributor: J. Widodo & Elga Ayuni (Jogjakarta), Maryono (banjarmasin), Harry Budiman (Jakarta), Agus Suyono (Taiwan) Dr. Beni Bevly, Jenie S Bev (California), Dr. Fitra K. (Mexico)

    FMPM diGiTALwww.management-update.org

    PeneRBiT

    Jl. TB Simatupang, Cilandak Barat, Jakarta 12430

    PenGeLoLA uSAHAKetua Pengelola: M. Anwar Sirkulasi & Promosi: Rahmat Hidayat

    ediToRiAL, LAnGGAnAn, PRoMoSiPMBS Publishing Telp. (021) 750 0463 ext.: 8863, 8864. Fax (021) 765 3110E-mail: [email protected]

    FoRuM MAnAJeMen PRASeTiYA MuLYA terbit perdana pada tahun 1986, merupakan ruang publik untuk berbagi gagasan dan pengalaman antar-komunitas akademisi, praktisi, dan peminat manajemen bisnis. Arah editorial FMPM adalah mengusung semangat pembelajaran melalui tulisan-tulisan berisi gagasan terkini, inspiratif, dan berdampak konkret untuk kemajuan khazanah ilmu manajemen dan keberlangsungan organisasi bisnis global.

    KoMuniTAS PenuLiS & PeMBACA Redaksi menerima naskah feature ilmiah populer yang sesuai dengan arah editorial dan gaya penulisan FMPM. Panjang artikel maksimal 7 halaman A4 (maks. 10.500 karakter tanpa spasi), format MS Word, font 12pt Times New Roman, dan spasi 1,5. Foto dalam format JPG/TIFF, minimal 200 Kb. Semua penulis akan menerima konfirmasi atas naskahnya yang dikirim dan sekaligus bersedia menjadi anggota Komunitas Blog www.management-update.org. Alamat pengiriman naskah: [email protected]. Redaksi akan menyunting semua artikel yang masuk.

    Dewi Eropa dan Sapi Putih

    Eropa, bukanlah sekadar putri Agenon penguasa imperium Sidon di dataran Asia. Bukan saja si bungsu kesayangan tiga kakak laki-lakinya: Funiks, Siliks, dan Kadmus, serta rakyat Asia. Eropa adalah dewi berbalut kecantikan tiada tara. Aphrodite, dewi yang tersohor kemolekan tubuh dan kecantikan parasnya pun terjebak rasa iri mendalam. Zeus, sang dewa utama, begitu mudah mabuk kepayang oleh kesempurnaan Eropa. Dengan cerdik, ia mencuri Eropa tanpa perlu sang pujaan hatinya itu sadar dirinya telah direnggut. Cucu Poseidon sang pengguncang Bumi ini dihipnotis Zeus yang menjelma sapi putih ramah tampan gagah nan menawan. Eropa pun menurut, menunggangi jelmaan Zeus, menyeberangi luasnya samudera biru, menuju wilayah matahari tenggelam yang tak kunjung usai. Sesampainya dewi malang ini di megakota bisnis Kreta, seluruh dataran Yunani dan benua Barat menyandang merek baru, Eropa. Sementara, sang dewi menginvestasi kesedihannya sepanjang bentangan ranah Barat ke Timur. Di kancah lintasnegara, skandal Sapi Putih yang mencuri Dewi Eropa berakibat

    menggelindingnya bola-bola panas antara Zeus dan Agenon, Barat dan Timur, para dewa dan anak manusia. Tak pernah henti, hingga tergulingnya rezim para dewa?

    Serpihan cerita kecil dari pendidik dan sejarawan Edith Hamilton dalam buku Mitologi Yunani itu dapat membawa kita ke sebuah cermin multimakna. Salah satunya: Sebagian pemimpin Eropa yang terus-menerus membiarkan dirinya jatuh dalam mabuk kepayang pelanggaran praktik moneter lintas-negara itu membuat sebagian besar negara Barat kini harus bergumul berat dengan bola-bola panas krisis ekonomi berkepanjangan. Amerika Serikat dan Eropa dalam masalah besar. Dampaknya meluas, menjalar jauh. Jepang tak bisa diharapkan. China, kini sedang kepanasan . Bagaimana nasib perekonomian global dan dampaknya pada perekonomian kita? Edisi ini, kami hadirkan hingga November untuk mempersiapkan edisi spesial akhir tahun. Ready in Good or Bad Times! Selamat membaca,

    Redaksi

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 20114 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 5

  • ESSEncE

    menganjurkan agar orang melakukan investasi pada logam mulia khususnya perak, menumpuk persediaan pangan, dan membeli senjata api untuk membela diri (UU AS mengizinkan ini). Berdasarkan metode Kuadran Arus Kas-nya dengan dipenuhinya anjuran ini berarti sebagian isi kuadran Aset akan beralih ke kuadran Pemasukan dari hasil investasi logam mulia. Di mana sebagian dari kuadran Pemasukan hasil investasi itu akan dialihkan ke kuadran Pengeluaran persediaan pangan dan senjata api dan sisanya masuk lagi ke kuadran Aset dalam bentuk kas.

    Pertanyaannya, bagaimana bila resesi global berlangsung lama sehingga mengakibatkan permintaan terhadap perak sebagai bahan baku pembuatan barang-barang elektronik yang semakin canggih juga menurun drastis. Bukankah mereka yang berinvestasi di perak akan mengalami kerugian besar dan kuadran Pemasukan di atas praktis lenyap.

    Bila upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian dan kecerdikan individu menyelamatkan dirinya tidak bisa diharapkan, kinilah saatnya untuk menengok kepada perusahaan sebagai sumber harapan berikutnya. Meskipun perusahaan-perusahaan juga yang menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis keuangan global 2008 yang dampaknya masih terasa hingga hari ini, sejumlah pembelajaran penting bisa diperoleh dari pengalaman menghadapi krisis itu.

    Sementara Uni Eropa sedang menghadapi masalah yang sama dengan beberapa negara anggotanya dan sekutu yang lain seperti Jepang belum pulih sepenuhnya dari dampak bencana alam tsunami, apa yang sedang dialami AS ini dikuatirkan bisa berujung pada krisis politik di mana-mana. Pada tataran individu keadaan ini menimbulkan perilaku semakin banyaknya orang yang bersiap-siap untuk menghadapi keadaan terburuk. Sebaliknya, semakin sedikit yang masih terobsesi untuk memprediksi masa depan.

    Baru baru ini Robert Kiyosaki, penulis buku laris Rich Dad, Poor Dad (1997), misalnya

    KEKHAWATIrAN rESESI AMErIKA. Sejumlah orang mengantre menukarkan uang di gerai penukaran uang, Jakarta, Jumat (5/8). Kekhawatiran akan resesi Amerika berdampak pada melorotnya IHSG pada penutupan Jumat (5/8) siang sebanyak lima persen. Perlambatan Ekonomi AS ini juga diprediksi mempengaruhi pen-guatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. FOTO ANTArA/rosa Panggabean.

    ESSEncE

    Kejadian akhir-akhir ini tampaknya semakin memperkuat pendapat: dalam hidup ini yang pasti hanyalah ketidakpastian. Betapa tidak, negara adikuasa Amerika Serikat (AS) saja menghadapi persoalan kegagalan bayar utang. Kenyataan ini ditunjukkan melalui diturunkannya peringkat kredit AS pada Jumat, 5 Agustus 2011 dari Triple A menjadi double A-plus oleh lembaga pemeringkat efek Standard & Poors (S&P). Lebih lanjut, S&P tetap mencantumkan pendapat negative outlook pada kondisi keuangan AS, yang berarti peringkat Double A-plus tersebut masih berpotensi mengalami penurunan lagi

    READYin Good or Bad Times Oleh: Sammy Kristamuljana

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 20116 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 7

  • referensiCrisafulli, P. 2009. The House of Dimon: How

    JPMorgans Jamie Dimon rose to the top of the financial world. John Wiley & Sons.

    Kiyosaki, R.T. and S.L. Lechter. 1997. Rich Dad, Poor Dad. Business Plus Edition (2000).

    WSJ (The Wall Street Journal), 7 Juli, 2011, J.P. Morgan Chiefs global growth pains (p.23); July 15-17, 2011, J.P. Morgan boasts 13% gain in profit (p.1)

    ESSEncE

    Sammy Kristamuljana Guru Besar Manajemen Stratejik, Ketua Prasetiya Mulya Business School & Pemimpin Umum FMPM

    kuadran Aset yang sehat, isi kuadran Pemasukan dengan bisnis-bisnis yang risikonya terkendali, isi kuadran Pengeluaran yang semakin kecil, dan pengalihan yang semakin besar ke kuadran Aset sisa hasil pengurangan kuadran Pemasukan dan kuadran Pengeluaran. Ironisnya, seluruh aktivitas ini dilakukan oleh setiap pegawai JPMorgan yang oleh Kiyosaki digolongkan sebagai Poor Dad.

    Konsistensi Dimon dan seluruh jajarannya menjalankan ketiga butir prinsip itu sama dengan loyalitasnya terhadap perusahaan. Ketika ditanyakan apakah ia akan menerima tawaran menjadi pejabat di Gedung Putih, jawabnya: Saya bahagia menjadi CEO JPMorgan. Fokus saya sangat jangka pendek, hari-hari ini. Sampai hari ini Jamie tetap setia menjadi seorang pegawai dengan pekerjaan: menjadikan JPMorgan perusahaan terbaik, apakah itu ketika keadaan baik terlebih lagi pada keadaan tidak baik seperti hari-hari ini.

    dimiliki bank-bank Eropa seperti HSBC, Standard Charter, dan Banco Santander. Yang paling menjengkelkan, turunnya pendapatan dan laba internasionalnya sebesar 10% dan 23% pada tahun 2010.

    Menghadapi kenyataan tersebut dengan rendah hati Damon mengakui: Too late, too hard, too difficult, too low returns. Seminggu kemudian, JPMorgan mengumumkan kenaikan labanya sebesar 13% untuk kuartal kedua tahun 2011, dan menjadi bank AS pertama yang memberitahukan terjadinya kenaikan dalam pendapatan banknya yang mencapai angka 7% (WSJ, 15-17 Juli 2011). Prestasi yang sama dari bank-bank yang lain tentunya sangat ditunggu-tunggu oleh para investor di tengah-tengah harapan yang semakin pupus akan adanya tanda-tanda pertumbuhan.

    Apa yang membuat JPMorgan selalu siap baik atau tidak baik waktunya tentunya bisa ditelusuri kepada karakter CEO-nya. Pengalaman Jamie Dimon dalam dunia perbankan di mulai sejak mendampingi Sandy Weil membesarkan Citigroup selama 17 tahun, diberhentikan sebagai Presiden Citigroup November 1998, menerima tawaran menjadi CEO Bank One pada Maret 2000, men-turnaround Bank One sehingga dibeli oleh JPMorgan tahun 2004, dan menjadi CEO JPMorgan tahun 2005 hingga hari ini.

    Hasil pembelajaran itu membawa Dimon kepada tiga prinsip dasar menjalankan perusahaan khususnya bank hari-hari ini, yaitu: identifikasi dan kendalikan risiko, kurangi pengeluaran yang tidak perlu dan jadilah yang terbaik. Dijalankannya ketiga prinsip ini dengan konsisten telah membuat JPMorgan selalu memiliki isi

    ESSEncE

    Sebut saja pengalaman JPMorgan Chase, salah satu bank yang paling sehat dewasa ini di AS kalau tidak di dunia. JPMorgan bersama-sama dengan Bank of America, Wells Fargo dan Citigroup adalah empat bank paling terkemuka di AS. Namanya mulai muncul melampaui tiga yang lain melalui keberhasilannya menjadi bank yang mengalami kerugian terkecil ketika krisis kredit subprima terjadi pada tahun 2008. Sebagai salah satu dari sembilan bank yang harus menerima bantuan pemerintah dengan jumlah keseluruhan 700 miliar dollar AS untuk memperkuat industri jasa keuangan menghadapi krisis itu, JPMorgan terkenal dengan pernyataan CEO-nya, Jamie Dimon (Crisafulli, 2009:6), bahwa JPMorgan: tidak meminta, tidak menginginkan, tidak membutuhkan itu.

    Masih di tengah-tengah krisis yang sama, reputasi JPMorgan mencuat ketika otorita keuangan AS memandangnya sebagai bank yang paling sesuai untuk mengambil-alih Bear Stearns dan Washington Mutual (WaMu) dari risiko kebangkrutan,

    yang dampaknya bisa memperparah perekonomian AS. Kemampuan JPMorgan sebagai penyelamat yang sekaligus juga membuktikan pernyataan Dimon tersebut ditunjukkan setelah pengambil-alihan, di mana penjualan saham WaMu berhasil mendapatkan $11 milyar.

    Kinerja yang ditunjukkan JPMorgan bukan semata-mata kebetulan. Tetapi, merupakan hasil dari strateginya yang dijalankan secara konsisten tahun demi tahun, didasarkan atas laporan-laporan yang rinci, pendalaman dan pengungkapan atas risiko yang dihadapi dan manajemen atas risiko itu, dan kesediaan untuk meninggalkan bisnis-bisnis yang tidak masuk akal. Perhatikan saja, betapa menjengkelkannya bila melihat kenyataan bahwa sebagai bank kedua terbesar di AS dengan aset keseluruhan senilai 2,2 triliun dollar AS setelah Bank of America (WSJ, 7 Juli 2011) porsi pendapatannya dari lingkup di luar AS masih jauh dari pesaingnya Citigroup yang telah mencapai 50%. Apalagi dari segi besarnya jaringan internasional yang

    Kesibukan para trader di lantai Bursa New york, September 2011 lalu. Kepanikan terjadi yang terburuk sejak Desember 2008. FOTO: ANTArA/rEUTErS/Brendan McDermid-UNITED STATE

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 20118 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 9

  • i n T H EHISTORY

    Maret 2010 Utang & UtangMeski meraih 6,7 miliar dolar pendanaan dari penjualan bonds di periode ini, Yunani tetap harus berutang 71,8 miliar dolar untuk utang jatuh tempo dan pembayaran bunga atas pinjaman di tahun 2010.

    april 2010 Mohon BantUanPemerintah Yunani secara resmi mengajukan permohonan bantuan keuangan kepada 15 negara Uni-Eropa yang menggunakan Euro dan International Monetary Fund (IMF). Jerman menjadi koordinator kelompok negara ini dan meminta syarat untuk melaporkan transparansi kebijakan pemotongan anggaran Yunani untuk tahun 2010, 2011, dan 2012.

    5 Mei 2010 athena rUSUhKerusuhan pecah di Athena, ibu kota Yunani. Mereka berdemonstrasi untuk menentang rencana pemotongan pembelanjaan dan kenaikan pajak di Yunani. RIbuan masyarakat turun di jalan protokol Athena dan tidak kurang dari tiga orang tewas dan ratusan lainnya terluka akibat bentrok dengan kepolisian Yunani.

    2011 KerUMitan MenJalarPermasalahan Yunani semakin rumit dengan melibatkan banyak negara yang coba untuk membantu di bawah koordinasi Perdana Menteri Angela Merkel dari Jerman. Medio tahun ini parlemen Yunani pun mencopot Papandreou dari kursi pimpinan negara. Namun, berita

    baik yang muncul adalah, jika kebijakan pengetatan anggaran yang telah dan akan dilakukan oleh Yunani disetujui oleh komite Uni Eropa dan IMF, diperkirakan Dana Bailout akan turun pada Oktober 2011.

    Editor: MSK/EY. Reference: Congressional Research Service European Analysis in 2010.Foto-foto: ISTIMEWA

    i n T H EHISTORY

    2004 - 2008 KeSalahan awalOECD (Organization for Economic Cooperation and Development) melaporkan, porsi anggaran administrasi publik di Yunani jauh melebihi negara-negara OECD lainnya. Penelusuran hingga tahun 2009 itu menghasilkan data bahwa

    pengeluaran pemerintah mencapai 50% Gross Domestic Product (GDP). Pemerintah Yunani kala itu dianggap mengalami over-staffing dan berproduktivitas rendah serta bertambahnya proporsi populasi veteran (aging population) yang membebani pengeluaran pemerintah. Kebijakan pensiun dalam rentang masa kerja 35 tahun dianggap pemborosan anggaran karena negara lain rata-rata pensiun dalam 40 tahun masa kerja.

    Medio 2008 dan 2009: twin deficitYunani mengalami twin deficit: budget deficit dan account deficit. Budget deficit mencapai 5% di saat rata-rata Eurozone hanya 2%, dan account deficit minus hingga 9% di kala rata-rata Eurozone hanya 1%. Memasuki 2009, budget deficit Yunani menyentuh angka 15% dari GDP.

    oktober 2009: pelanggaran & peringKat JatUhGeorge Papandreou, Perdana Menteri Yunani, merevisi defisit anggarannya dua kali lipat hingga 12,7% dari GDP. Akibatnya, tiga agensi pemberi rating kredit global melakukan downgrade terhadap ranking kredit Yunani. Yunani pun masuk dalam kategori negara dalam Eurozone yang melanggar EUs Stability and Growth Pact karena nilai pinjamannnya jauh melebihi aturan yang diperkenankan. Januari 2010 tingKat KepercaYaan terJUn BeBaSTingkat kepercayaan terhadap Greek-10 year Bonds menurun drastis hingga 400 basis poin. Sebelum krisis terjadi, tingkat kepercayaan berada di level 10 hingga 40 basis poin di atas Germany-10 year Bonds. Walaupun begitu, Yunani masih mampu menggaet pendanaan bonds senilai 10,6 miliar dolar.

    Krisis YunaniKesalahan awal, Kerumitan Menjalar

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201110 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 11

  • Terminologi Prancis yang terdiri dari dua kata: acquis yang mengandung arti sesuatu yang diperoleh dan communauitaire yang bermakna bagian dari komunitas. Acquis com dalam konteks Uni Eropa adalah suatu kesepakatan dalam ranah hukum yang disepakati oleh seluruh negara anggota Uni Eropa termasuk Yunani. Acquis com mengolah berbagai produk hukum UE menyangkut objektif dari European Community Laws, peraturan substantif, dan berbagai keputusan hukum yang dijadikan pertimbangan oleh European Court of Justice.

    Tidak jauh berbeda dengan jenis bond lainnya, diaspora bonds bertujuan untuk menghimpun dana dari luar negara. Karakteristik yang membedakan adalah diaspora bonds hanya ditawarkan kepada pihak tertentu yang menjadi diaspora dari negara penerbit bond dan dijual pada harga premium serta hanya dapat dicairkan saat bond tersebut jatuh tempo. Umumnya, daya tarik diaspora bonds bagi kreditur adalah adanya nilai patriotisme dan juga ingin memberikan sumbangsih terhadap pengembangan negara debitur sehingga tidak jarang diaspora bonds ini juga berwarna charity.

    (Editor: MSK/EY. Referensi: PIGSPIIGS : www.iitrade.ac.in , Troika : www.gogreece.about.com, Diaspora bonds: www.worldbank.org, Acquis : www.eurofond.europa.eu )

    Mekanisme yang dipersiapkan oleh Pemerintah Yunani untuk menghindarkan negara ini dari kemungkinan sovereign default dalam tiga tahun mendatang dan memperkuat kondisi keuangan Yunani. Melalui mekanisme ini, Yunani berkesempatan mengungkit nilai current account yang negatif. Akan tetapi mekanisme ini dijalankan semata untuk menuruti kemauan IMF agar mengucurkan bantuan ke Yunani dan berimbas kepada pengetatan anggaran yang banyak diprotes oleh masyarakat Yunani.

    AcquiS cOmmunAuitAire

    DiASpOrA BOnDS

    SAfety net mechAniSm

    BIZPEDIA

    Suatu kebijakan pengetatan anggaran yang harus diambil Yunani sebagai persyaratan memperoleh dana pinjaman dari lembaga keuangan Eropa dan IMF. Austerity Packages sangat tidak populer dan menjadi salah satu faktor terjadinya kerusuhan besar di Athena dan sekitarnya. Paket-paket pengetatan yang diberlakukan, antara lain: ditingkatkannya pajak atas barang mewah, alkohol, rokok, dan bahan bakar, pengurangan tunjangan-tunjangan hingga 8% serta berbagai pengetatan anggaran lainnya, khususnya hal yang berkaitan dengan pensiun.

    Sebuah istilah slang yang merujuk kepada tiga organisasi yang akan mendominasi kekuatan perekonomian dan keuangan Yunani pada masa mendatang karena menguasai kebijakan pemberian utang kepada Yunani. Ketiga organisasi Troika tersebut, antara lain: European Commission (EC), the International Monetary Fund (IMF), dan the European Central Bank (ECB). Kini, Troika dipimpin oleh Servaas Deroose (EC), serta didampingi Poul Thomsen (IMF) dan Klaus Masuch (ECB). Makna Troika tidak dirujuk dari kosa kata Yunani troy, melainkan dipetik dari pemaknaan bahasa Rusia yaitu triad atau tiga jenis pihak.

    trOiKA

    AuSterity pAcKAgeS

    hellenic repuBlicWalaupun lazim dikenal dengan nama Greece, Yunani menggunakan nama Hellenic Republic dalam aktivitas konstitusionalnya. Hellenic Republic sudah mengalami tiga fase dan fase terakhirnya dideklarasikan pada tahun 1974.

    Istilah yang diungkapkan para analis bisnis Eropa yang merujuk kepada kekuatan ekonomi empat negara; Portugal Italia Greece Spanyol [pada tahun 2008 ditambahkan dengan Irlandia menjadi PIIGS]. PIIGS merupakan negara-negara di Eurozone yang memiliki penyakit berkepanjangan karena punya utang eksternal yang tinggi dan neraca pembayaran negatif. Krisis di Yunani jika tidak mampu diatasi diperkirakan akan langsung berimbas kepada negara dalam akronim PIIGS ini.

    pigS - piigS

    BIZPEDIA

    Dinding depan Kantor Bank yunani telah dilumuri cat merah dan hitam oleh para demonstran setelah serangkaian protes terhadap rencana kebijakan Pemerintah yunani (8/9, 2011). FOTO: ANTArA/rEUTErS/John Kolesidis-yUNANI

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201112 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 13

  • BIZPEDIA

    Gender

    Hambatan

    Status kerja terhadap bisnis yang dirintis

    entitas bisnis yang dirintis

    80% Full Time 59% 12% Part Time 23% 8% Pasif Investor 19%

    89% Bisnis milik sendiri 85% 4% Franchise 10% 4% Bisnis yang dimodali investor 4% 3% Bisnis hasil pembelian 1%

    37% Memulai proses pencarian investor yang potensial 29% Mengalokasikan modal dan menemukan investor yang tepat 18% Mengukur tingkat keseriusan investor 8% Biaya yang terlalu mahal untuk dapat menemukan investor 8% Hambatan lainnya

    Masalah utama yang dihadapi wirausaha dalam mengelola bisnis startup-nya adalah sulitnya mengakses permodalan.

    Sumber: www.papers.ssrn.com, www.entrepreneur.com, www.gaebler.com, www.sba.gov

    Editor: Ridho/Redesain: N.E.W

    1 2 3 4 5 6

    37% 29% 18% 8% 8%

    BIZPEDIA

    departemen Perindustrian indonesia menyebutkan bahwa jumlah entrepreneur (wirausaha) di indonesia baru sekitar 0,18% dari seluruh jumlah penduduk. Jumlah ini jauh di bawah China yang memiliki sekitar 4% wirausaha serta Singapore dan Amerika yang keduanya memiliki sekitar 7% wirausaha dari total penduduknya.

    Indonesia selayaknya bercermin kepada negara-negara maju itu dan mengidentifikasi siapa sosok para wirausaha yang mereka miliki. Berikut ini adalah data infografis mengenai profile wirausaha di Amerika.

    Berdasarkan kelas ekonomi, 71.5% Wirausaha berasal dari kelas menengah 22.5% Wirausaha berasal dari kelas menengah bawah 6% Wirausaha berasal dari kelas menengah atas

    Demografis

    Berdasarkan tingkat pendidikan,

    48% Sarjana 32.8% Master & MBA 10.5% PHD 4.6% Other 2.4% Juris Doctorate 1.8% Diploma

    40YEARSOLD

    The Average Age of Business Founders

    When They Start They Business

    Berdasarkan urutan kelahiran,

    42.5% Anak ke-1 28.1% Anak ke-2 14.9% Anak ke-3 6.8% Anak ke-4 4.5% Anak ke-5 3.3% Anak ke-6+

    52% Wirausaha adalah yang pertama di keluarga mereka untuk memulai bisnis

    70% Wirausaha telah menikah pada saat memulai bisnisnya

    40% Wirausaha belum memiliki anak pada saat memulai bisnisnya

    75% Wirausaha pernah bekerja sebagai karyawan di perusahaan lain selama lebih dari 6 tahun sebelum memulai bisnisnya.

    52% 70%

    40% 75%

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201114 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 15

  • tidak langsung, jika negara berhasil mengumpulkan pendanaan diaspora bonds tersebut, negara dapat memperoleh perbaikan rating oleh agensi penilai kredit. Namun hal ini juga tidak selamanya berbanding lurus. India mengalami downgrading rating kredit pada saat nilai diaspora-nya meningkat di tahun 1998. Penyebabnya ketidaksiapan mereka menghadapi bencana ledakan nuklir kala itu. Pengalaman tersebut membuat India berbenah diri dan menjadikan diaspora bonds hanya sebagai emergency financing.

    Membangun patriotismeKendati patriotisme mengambil sebagian besar argumentasi untuk memiliki diaspora bonds, investor memiliki kelebihan lain dalam pendanaan ini. Jika suatu waktu sang negara menjadi gagal bayar bonds ini (default), diaspora investor memiliki alternatif substitusi di dalam mata uang lokal negara tersebut. Hal inilah yang membuat ketergantungan terhadap dollar menjadi berkurang dan investor pun memiliki harapan akan kembalinya investasi yang ditanamkannya.

    Semangat untuk membangun negaranya pun menjadi pelengkap kekuatan patriotisme dalam menggaet diaspora investor. Semangat ini diperkuat upaya diversifikasi portofolio yang dapat membantu investor mencari sumber-sumber kejayaan lain di dunia. Pada akhirnya, rasa cinta tanah air mampu menembus dimensi lokasi, waktu, hingga pertumbuhan.

    (Reference: Suhas L. Ketkar and Dilip Ratha, Development Finance via Diaspora Bonds, World Bank/ Editor: MSK/EY)

    Millenium Deposits (2000) dan berhasil menuai 11 miliar dolar AS. Sri Lanka pun tidak ketinggalan menaruh label diaspora bonds dengan titel Sri Lanka Development Bonds (SLDBs) pada 2001 dan mencatat pendanaan hingga 580 juta dolar AS.

    Kenikmatan diasporaDiaspora bagi negara adalah suatu kenikmatan dalam berutang. Kata kenikmatan mengandung makna denotatif yang menunjukkan jenis bonds ini memberikan marjin manfaat yang lebih besar dibanding risikonya. Terjadinya celah marjin tersebut karena karakteristik diaspora adalah sebagai hutang jangka panjang yang hanya dapat dicairkan pada saat jatuh tempo. Diaspora berbeda dengan Foreign Currency Deposits (FCD) yang dananya dapat diambil sewaktu-waktu walau nilai kontraknya berjangka panjang, sehingga bagi negara penerbit diaspora bonds, mereka tidak perlu mempersiapkan dana reserve dalam periode peminjaman. Bahkan di beberapa negara, debitur tidak mengklaim dan mengikhlaskan dana tersebut untuk digunakan negaranya.

    Sasaran diaspora adalah warga keturunan negara terkait yang tinggal di luar negeri. Sebagai aset negara, keberadaan warga tersebut merupakan pilihan pendanaan ketika negara sedang mengalami kesulitan untuk akses ke dalam pasar modal internasional. Sebagai sebuah bonds, diaspora selalu ditawarkan dalam nilai premiumnya sehingga memberikan insentif menggiurkan.

    Keberadaan diaspora bonds mendorong terciptanya kestabilan pendanaan eksternal dan tentu juga biaya yang lebih hemat untuk pengelolaannya. Secara

    lazim disebut Jewish Diaspora. Melalui perdana menteri pertamanya, David Ben-Gurion, Israel memulai tur keliling Amerika Serikat di tahun 1951 untuk mengundang partisipasi warga keturunan Israel untuk membeli Jewish Diaspora Bonds. Aksi ini mendulang 52,6 juta dolar AS dan berkontribusi terhadap 25 miliar dolar AS pada fase pertama diluncurkannya bonds ini.

    Kontribusi warga imigran Israel tersebut merupakan satu contoh betapa mumpuninya diaspora bonds untuk mengumpulkan dana. Hal yang serupa pun direplikasi oleh India dengan menerbitkan tiga jenis diaspora bonds sejak 1991, yaitu India Development Bonds (1991), Resurgent India Bonds (1998), dan India

    Konteks spora ternyata memikat hati para pemerhati dan pakar keuangan untuk menggunakan kata ini sebagai salah satu penamaan model pendanaan asing, diaspora bonds. Ini adalah salah satu pilihan pendanaan bagi suatu negara dari pihak di luar negeri yang memiliki ikatan dengan negara tersebut, dapat disebut sebagai diaspora dari negara tersebut. Untuk mengidentifikasinya cukup sederhana. Negara-negara yang menerbitkan diaspora bonds pasti memiliki warga keturunan yang tinggal di negara-negara lain. India, Israel, Sri Lanka, Afrika Selatan, adalah contoh negara-negara yang telah mencoba pendanaan ini. Diaspora bonds dirintis oleh Israel pada 1951 di bawah kendali Development Corporation for Israel (DCI). Bonds ini

    InnovationInnovation

    Diaspora BondsPatriotisme dalam BerutangKomunitas ilmuwan biologi niscaya begitu fasih dalam mengidentifikasi terminologi spora sebagai salah satu cara berkembangbiak vegetatif (tanpa kawin). Spora banyak terdapat pada fungi, ganggang, lumut, paku-pakuan, bahkan bakteri. Melalui bantuan angin, ataupun kondisi alam lainnya, spora dapat beterbangan menyebar ke penjuru bumi, dan kemudian tumbuh layaknya induknya.

    FOTO ANTArA/rEUTErS/yuriko Nakao (JAPAN

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201116 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 17

  • polusi maka tidak ada bisnis, tidak ada ekonomi, tidak ada apa-apa, tidak ada kehidupan, tidak ada manusia.

    Masalah lingkungan yang erat hubu-ngannya dengan kebutuhan bisnis untuk berkelanjutan adalah bahan baku dan energi. Mengapa? Karena generasi saat ini dan pendahulu kita adalah generasi yang haus dan adiktif terhadap bahan baku dan energi fosil. Gerakan hijau saat ini menjadi tanggung jawab kita karena kita berhutang bahan baku dan energi milik generasi anak cucu kita. Nilai sosial dan bisnis yang perlu dibangun untuk menempatkan lingkungan yang sehat, indah, bersih dan nyaman sebagai nilai tertinggi. Setuju atau tidak dunia bisnis dengan gelombang gerakan hijau, ma-syarakat yang menjadi pelanggan bisnis menuntut nilai tertinggi tersebut. Perusa-haan yang mampu beradaptasi dan ber-inovasi dengan gerakan hijau, bisnisnya akan berkelanjutan dan bertahan lama.Beberapa negara sudah mulai menge-luarkan kebijakan hijau. Legalisasi dan formulasi mencari model bisnis hijau yang berkelanjutan terus dialukakan. Jika kalangan bisnis tidak bergerak ke arah bisnis hijau, peraturan-peraturan peme-

    rintah akan membatasi fleksibilitas ruang bisnisnya. Bahkan bukan hanya peme-rintah, masyarakat umum, dan kelompok pecinta lingkungan akan memperhatikan masalah-masalah lingkungan.

    Dari sisi bisnis di masa depan, biaya yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam dan penanganan limbah industri akan semakin tinggi, baik melalui ketatnya peraturan hijau diberbagai negara dan kelangkaan sumber daya alam. Penelitian Gareth Kane (2009) di Inggris menegaskan, jika perusahaan memiliki margin keuntungan 25 persen, maka setiap 1 yang dihabiskan untukbiaya lingkungan, perusahaan harus mendapatkan 4 dari penjualan hanya untuk impas. Kenyataannya, akan relatif lebih mudah memotong biaya dibandingkan meningkatkan penjualan, apalagi jika ada pesaingan ketat di pasar. Tabel 1 menunjukkan Faktor-faktor yang mendorong kalangan bisnis untuk menerapkan Strategi Bisnis Hijau. Peluang mengurangi biaya dan meningkatkan profit menjadi pendorong utama. Selain itu, strategi bisnis hijau bermanfaat untuk menghindari masalah atau ancaman di masa depan.

    Dunia bisnis masa depan, sebagian kini sudah merintisnya, bakal mempunyai stkitar baru, yaitu bisnis hijau (green business). Bisnis hijau akan menjadi prinsip baku yang wajib dilakukan oleh pelaku bisnis termasuk dalam strategi pengelolaan bisnis dan lingkungannya. Namun, mengapa bisnis membutuhkan lingkungan sehingga butuh strategi hijau? apakah bisnis hijau atau gerakan GO Green hanya sebatas eforia sementara? Apakah strategi bisnis hijau dapat meningkatkan kinerja perusahaan perusahaan? Apakah strategi bisnis hijau

    mampu menciptakan nilai atau value creation bagi perusahaan?

    Mengapa Bisnis hijau? Pertanyaan ini sering muncul, mengapa bisnis membutuhkan lingkungan dan harus mengambil langkah serius dalam strategi bisnis hijau? Dorongan paling dasar adalah bertahan hidup. Tanpa lingkungan yang bersih misalnya tanpa udara yang bersih, tidak ada air bersih, bahan pangan habis, bahan baku pakaian tidak ada, dan tempat tinggal tercemar

    di berbagai belahan dunia, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan telah tumbuh sebagai bagian penting dari interaksi di masyarakat. Proses ini mendorong beberapa perusahaan menunjukkan kemampuannya memimpin dalam strategi dan inovasi bisnis hijau. Langkah strategis berbasis bisnis hijau memaksa para pesaing di pasar mengevaluasi kembali proses bisnis mereka dan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan di masa depan (olson, 2010).

    How Green Can You Go?Menakar Strategi Bisnis Hijau dan Kinerja Perusahaan

    FOTO ANTArA/Iggoy el Fitra

    Businesses that master green strategy will win in the marketplace.(Eric G. Olson, 2010)

    Oleh: y. Arif rijanto

    MELINTASI LIMBAH. Sampan pencari pasir melintas di antara limbah pabrik di Sungai Batang Anai, Nagari Ketaping, Kabupaten Padangpariaman, Sumbar, Jumat (19/8). Warga setempat menge-luhkan efek limbah sejumlah pabrik minuman di bantaran sungai itu karena menyebabkan bau tidak sedap dan juga menyebabkan gatal-gatal saat air sungai dimanfaatkan untuk mandi.FOTO ANTArA/Iggoy el Fitra

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201118 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 19

  • Phyper dan David (2009) menyarankan bahwa menetapkan visi yang jelas dan strategi bisnis hijau memungkinkan manajemen membuat keputusan yang lebih baik, menyelaraskan tindakan dengan prioritas perusahaan, dan pada akhirnya menyediakan barang dan jasa ke pasar global dalam cara yang lebih ramah lingkungan. Perumusan strategi bisnis hijau mempengaruhi keputusan seluruh lini strategi perusahaan, termasuk strategi bisnis, strategi operasi, strategi organisasi, strategi teknologi (informasi dan aplikasi), dan infrastruktur pendukung. Gambar 1. menunjukkan daerah yang berbeda dari formulasi strategi (piramida strategi) dan daerah taktis penerapan strategi bisnis hijau.

    Langkah selanjutnya, bagaimana mene-rapkan visi dan strategi bisnis hijau? Bis-nis dapat menerapkan metodologi per-baikan operasional secara efektif yang didorong oleh kebutuhan bisnis untuk peduli terhadap lingkungan. Metodologi tersebut digunakan untuk implementasi strategi dengan cara yang jelas, terlacak dan mampu memandu program kembali ke visi dan tujuan perusahahn ke tingkat yang lebih tinggi. Perusahaan perlu melacak inisiatif investasi yang dilakukan dan keharusan strategis untuk mengen-dalikannya. Keterlacakan penting untuk

    mempertahankan strategi bisnis hijau karena bermanfaat untuk kontrol biaya. Gambar 2 menunjukkan tahapan imple-mentasi strategi bisnis hijau yang diaju-kan Phyper dan David (2009).

    Langkah-langkah metodologi penerapan strategi bisnis hijau Phyper dan David (2009) mempertimbangkan keterlacakan im-plementasi strategi, yaitu:1. Menciptakan inisiatif dan program

    dari visi strategis untuk mendorong dan memastikan bahwa kegiatan transformasi bisnis benar-benar se-jajar dan mendukung visi strategis perusahaan secara keseluruhan.

    2. Keterlacakan (traceability) visi stra-tegis tingkat tinggi dan inisiatif yang menerapkan visi tersebut sehingga memungkinkan perusahaan meng-gabungkan perubahan dan merevisi rencana aksi ketika terjadi perubah-an prioritas bisnis.

    3. Dengan adanya perubahan ling-kungan bisnis yang cepat, peru-sahaan bisa menggunakan keter-lacakan untuk mengevaluasi ulang prioritas proyek dari portofolio proyek, guna menjaga keselarasan investasi dengan arah strategis bisnis hijau. Contoh, jika ada ketersediaan dana inisiatif perubahan, organisasi bisa dengan cepat memprioritaskan

    Gambar 1. Piramida Strategi dan Operasional Perusahaanyang berkaitan dengan penerapan strategi Binis Hijau(Phyper dan David, 2009)

    Strategi Bisnis hijauMerencanakan strategi bisnis hijau berarti siap berpikir kreatif dan siklis. Pola pikir bisnis dalam menggunakan sumber daya dan energi konservatif, bukan dengan asumsi tidak terbatas. Mempertimbangkan siklus hidup penuh produk, termasuk apa yang terjadi setelah produk yang kita buat meninggalkan tangan kita dan berpindah tangan sampai kegunaannya berakhir. Itu berarti, perencanaan strategi bisnis hijau terus bekerja dengan pandangan ke masa depan dan jangka panjang.

    Strategi bisnis hijau diharapkan dapat menawarkan produk dan layanan inovatif ke pasar. Aktivitas bisnis hijau akan mendorong kinerja perusahaan dan bukan menjadi beban perusahaan. Pertumbuhan pendapatan perusahaan dapat meningkat dengan operasional bisnis yang lebih efisien dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Proses ini dapat mengurangi biaya, mengidentifikasi peluang, dan memanfaatkan momentum pesatnya gerakan bisnis hijau yang berkembang pesat di masyarakat. Semua aktivitas bisnis hijau pada akhirnya membutuhkan model bisnis hijau yang sesuai dengan karakter perusahaan, jenis industri, dan makro ekonomi.

    Elemen dan strategi bisnis yang mempertimbangkan lingkungan memiliki karakteristik proses yang berkelanjutan. Strategi dan efisiensi proses bisnis yang bermanfaat bagi lingkungan sebenarnya sudah banyak dilakukan. Contohnya perbaikan sistem produksi seperti Total Quality Management (TQM), Design For Manufacture (DFM), rekayasa konkuren dan layanan bersama. Dengan strategi tersebut dapat dieliminasi duplikasi, siklus waktu proses bisnis secara signifikan lebih singkat, peningkatan kualitas, skrap dan pengerjaan ulang bisa dihindari. Proses ini secara signifikan memperbaiki biaya produksi melalui upaya stkitarisasi bahan baku, menyederhanakan proses produksi dan fokus pada hasil.

    Selain strategi produksi tersebut lebih efisien, di lain sisi bermanfaat bagi lingkungan dalam hal penggunaan bahan baku, bahan bakar fosil dan listrik. Dan pada akhirnya keseluruhan industri dapat lebih efisien dan efektif. Akibatnya, halangan unutk perdagangan global dapat diminimalkan. Adanya persaingan, globalisasi, daur hidup produk yang singkat dan kecepatan perubahan preferensi akan terus mendorong dunia bisnis untuk lebih kompetitif dalam biaya, responsif, berkualitas dan lebih cepat masuk ke pasar.

    opportunities threatsPenghematan biaya Pajak Hijau

    Profit lebih tinggi Risiko penuntutan (Prosecution)Pangsa pasar baru Kebutuhan KonsumenDiferensiasi Produk Tekanan Rantai Pasok

    Hubungan Masyarakat yang positif Hubungan masyarakat yang NegatifMoral/motivasi bagi pegawai Kampanye LSM

    Jaminan masa depan

    tabel 1. pendorongan Bisnis hijau

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201120 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 21

  • Segala usaha penerapan strategi bisnis hijau dalam boks Kisah Sukses bertujuan memperbaiki dampak usaha terhadap lingkungan sekaligus mengurangi biaya pokok dan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun, perusahaan harus tetap memperhatikan apakah peningkatan profitabilitas tersebut dibuat secara absolut atau dalam pendapatan per dolar. Ketika dinyatakan pendapatan per dolar, total emisi dapat saja meningkatkan walaupun target pengurangan emisi terpenuhi dan pertumbuhan pendapatan yang cukup tinggi. Stkitarisasi penetapan target dan kemajuan pelaporan bisnis hijau belum diterapkan di perusahaan dan industri.

    Perusahaan di berbagai negara mentargetkan kepedulian terhadap lingkungan sebagai prioritas utama dan mentransformasikan setiap aspek bisnis mereka ke dalam strategi bisnis hijau. Gerakan bisnis hijau mendorong perubahan dalam penawaran produk dan layanan, kemitraan bisnis dan aliansi, ruang infrastruktur dan kantor, peralatan dan tanaman, teknologi informasi dan kemampuan komputasi, dan kemampuan organisasi dan pemerintahan. Pemerintah bekerja memfasilitasi transformasi ini agar berkelanjutan dengan cara memberikan insentif untuk perusahaan yang mengadopsi praktek bisnis dan teknologi hijau, menyediakan dana pengembangan

    inisiatif tersebut dengan menelusuri kembali ke pendorong strategi terse-but dan mengidentifikasi manfaat serta penghematan biayanya.

    4. Dari perspektif manajemen perubah-

    an, pentingnya inisiatif transformasi dan program yang lebih besar sering lebih mudah dikomunikasikan ke-tika kontribusi mereka terhadap visi strategis perusahaan jelas.

    Gambar 2. Tahapan implementasi Strategi Bisnis Hijau (Phyper dan David, 2009)

    Sukses Strategi Bisnis HijauBeberapa perusahaan sudah membuktikan adanya kaitan penerapan strategi bisnis hijau dengan kinerja perusahaan (Olson, 2010). Kesadaran pelaku bisnis dan pengakuan adanya tren jangka panjang serta respon investasi yang tepat dalam strategi bisnis hijau dapat memenangkan persaingan di pasar.

    1. General Electric menciptakan lampu GE Energy Smart yang profilnya mirip lampu bola pijar untuk mengantisipasi kebijakan hijau di Australia. Kebijakan ini melarang penggunaan lampu

    pijar sehingga inovasi GE Energy Smart tidak hanya membantu memecahkan masalah lampu

    bola pijar, tetapi juga memberikan produsen fleksibilitas dalam mempertahankan desain yang

    ada dengan teknologi baru yang ramah lingkungan. Beberapa negara seperti Venezuela dan

    Kuba saat ini bekerja sama untuk menghilangkan sama sekali lampu pijar.

    2. Industri perhotelan, survei Closer Look Inc., pada 2007 menemukan bahwa 75 persen responden memilih hotel tempat mereka tinggal didasarkan pada apakah hotel tersebut mengikuti praktek

    bisnis hijau.

    3. Industri elektronik. Produk MOTO W233 dari Motorola sepenuhnya dapat didaur ulang. Sebagian komponennya diproduksi dari botol air daur ulang sehingga mendapatkan sertifikat

    ponsel pertama di dunia yang karbon-netral dari Carbonfund.org. Motorola berhasil merapkan

    strategi hijau untuk mendukung perbaikan kinerja operasionalnya.

    4. Industri otomotif. Menurut survei IBM 2008 terhadap 125 eksekutif industri otomotif di 15 negara, efisiensi bahan bakar dan ramah lingkungan akan menjadi dua perubahan terbesar dalam

    kriteria pembelian kendaraan di tahun 2020. Tahun 2020, bahan bakar mobil kemungkinan

    akan 65 persen bersumber dari bahan bakar fosil (dibandingkan dengan 95 persen pada 2008)

    dan sebuah mobil, 88 persen komponennya terbuat dari bahan daur ulang. Hal ini sejalan dengan

    temuan bahwa, pada 2020, setiap kendaraan diharapkan memiliki tingkat hibridisasi dan

    baterai lithium ion akan mendominasi pasar. Industri otomotif akan mengalami perubahan yang

    signifikan dalam jangka waktu yang lama, untuk memperbaiki dampak lingkungan dari proses

    dan produknya. Perusahaan otomotif besar berlomba mempersiapkan diri dengan inovasi

    produk, peningkatan efisiensi proses, dan kampanye kesadaran merek untuk bersaing secara

    efektif. Dengan menggabungkan praktik bisnis hijau terbaik di industri, perusahaan mempunyai

    peluang lebih baik dalam membangun merek dan menciptakan nilai perusahaan.

    5. Perusahaan pemimpin inovasi bisnis hijau lebih kompetitif dalam hal biaya dan mengurangi limbah produk yang berlebihan serta konsumsi energi. Misalnya, Raytheon (perusahaan

    kontraktor keamanan) berusaha mengintegrasikan perilaku ramah lingkungan dalam praktek

    sehari-hari. Akibatnya, aktivitas itu mengurangi limbah berbahaya sebesar 85 persen per miliar

    dolar dari pendapatan sejak tahun 1998. Perusahaan juga mengurangi limbah berbahaya 20

    persen pada 2007.6. Industri bahan kimia, pada tahun 1999 DuPont merancang strategi bisnis hijau. Intinya, di

    tahun 2010, DuPont akan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 65% di bawah tingkat

    emisinya di tahun 1990. Kemudian, menggunakan 10% energi dan 25% bahan baku dari energi

    terbarukan. Perusahaan merencanakan sebagian diversifikasi lini produk dan fokus pada bahan

    yang mengurangi gas rumah kaca, seperti pembugkus produk yang efisien energi. Rancangan

    strategi hijau ini direspon positif oleh pemegang saham. Selama periode tersebut, nilai saham

    DuPont meningkat 340% dan menjadi perusahaan yang mengurangi emisi global (tingkat emisi

    berkurang sebesar 67%). Selain itu, DuPont mampu menghemat biaya sebesar 3 miliar dollar AS.

    7. Industri retail, pada tahun 2006, Wal-Mart sebagai retailer terbesar di dunia mengumumkan strategi bisnis hijau, yaitu: mengurangi penggunaan energi di mal (supermarket) sebesar

    30% dalam jangka waktu tiga tahun, menjadi perusahaan yang karbon netral, menjadi perusahaan

    yang 100% didukung oleh energi terbarukan, efisiensi bergkita pengaturan armada angkut

    barang, menggunakan hibrid-listrik untuk truk jarak jauh jarak jauh, menjual jutaan lampu

    neon kompak (CFL bulbs) yang hemat energi.

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201122 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 23

  • Sons Canada.

    Figge & Hahn (2005). Sustainable Value Addedmeasuring corporate contributions to sustainability beyond eco-efficiency, Ecological Economics 48 (2004) 173 187.

    referensiEric G. Olson PhD (2010). Better Green

    Business, Handbook for Environmentally Responsible and Profitable Business Practices, Wharton School Publishing.

    Estes, Jonathan (2009). Smart green : how to implement sustainable business practices in any industry and make money, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

    Gareth Kane (2010). The three secrets of green business : unlocking competitive advantage in a low carbon economy.

    Phyper & David (2009). Good to green : managing business risks and opportunities in the age of environmental awareness, John Wiley &

    Y. Arief Rijanto Pengajar Keuangan di Finance Department, Prasetiya Mulya Business School.

    8. Wal-Mart mendirikan perusahaan listrik sendiri di Texas untuk toko-toko ritel dan listrik bisa dibeli dengan harga murah atau grosir. Dengan strategi ini, Wal Mart mampu menghemat $15

    juta per tahun dan mempunyai kontrol atas pemakaian listrik di perusahaan. Kemudian, tahun

    2007, Wal Mart menjual 137 juta lampu CFL hemat energi yang melebihi target penjualan 100

    juta. Aktivitas penjualan lampu hemat energi ini diperkirakan akan menghemat penggunaan

    listrik konsumen sebesar 4 milliar dollar AS. Penghematan energi listrik di toko-toko Wal

    Mart mencapai 25 juta dollar AS selama lima tahun. Penghematan biaya tersebut diperoleh dari

    efisiensi penggunaan listrik lemari es, pemanas ruangan, penerangan dan pendingin dengan

    inovasi memasang atap putih yang memantulkan cahaya matahari.

    9. Industri manufaktur, pada tahun 1973, 3M mendirikan departemen manajemen energi untuk mendorong perbaikan terus-menerus dalam manajemen energi. Perusahaan mencapai

    peningkatan 80% efisiensi energi pada operasinya di Amerika dan meningkatkan 37% efisiensi

    energi pada operasinya di seluruh dunia. Strategi baru 3M adalah meningkatkan efisiensi energi

    sebesar 20% antara 2005 dan 2010. Pada tahun 2006, 3M mengurangi penggunaan energi sebesar

    11% dari tahun 2005 tahun dan penghematan biaya energi tahunan $ 25.600.000. Kemudian, saat

    ini tim pengembangan produk baru 3M mengembangkan strategi bisnis hijau untuk efisiensi

    dalam proses pemilihan bahan baku, formulasi produk dan manufaktur.

    10.Indutri makanan dan minuman, PepsiCo merancang strategi bisnis hijau dengan targetnya adalah: Mengurangi penggunanan air tanah melalui konsevasi, daur ulang dan pergantian,

    mengurangi emisi melalui konsevasi energiu dan sumber energi yang bersih, reduce, recycle

    and reuse pengepakan dan limbah padat. Tim PepsiCo Green menginovasi fasilitas dan proses

    manufaktur agar lebih efisien energi. Penghematan sejak tahun 1999 mencapai total 179 juta

    dollar AS. Selain itu, terjadi penurunan pembelian 20 triliun BTU gas alam dan tiga miliar emisi

    gas CO2. Kunci sukses PepsiCo dalam implementasi strategi adalah melakukan pengukuran

    dalam penghematan jumlah energi yang digunakan untuk memproduksi produk makanan dan

    minuman. Misalnya, pengukuran instasllasi peralatan hemat energi, motor mesin, jendela dan

    langit-langit dengan pencahayaan yang efisien termasuk penggunaan cahaya alami.

    11.Industri IT, IBM menerapkan strategi bisnis hijau terkait dengan penghematan energi dan

    teknologi yang lebih efisien, dan menetapkan kebijakan legislatif baru yang harus diikuti oleh perusahaan.

    Tren saat ini sudah berada dalam jalur bisnis hijau. Dorongan dan tren tersebut sangat selaras sehingga dalam jangka panjang gerakan bisnis hijau ini dapat berlanjut dari pengelolaan lingkungan menjadi bagian alami kegiatan bisnis sehari-hari. Colin Harrison, yang memimpin sejumlah kegiatan strategi lingkungan di kantor pusat IBM,

    menyatakan bahwa mengubah bola lampu tidak akan cukup dan manusia pada abad kedua puluh terlambat karena masih memaafkan kecanduan kita akan bahan bakar fosil . (Editor: WDD/EY)

    pengurangan emisi CO2 sudah diterapkan IBM sejak tahun 1990. Tahun 1990 hingga 2006,

    IBM menghindari terjadinya emisi CO2 hampir 3 juta metrik ton emisi CO2 (44% emisi CO2

    perusahaan global tahun 1990), dan menghemat lebih dari $ 290 juta melalui tindakan konservasi

    energi. Tahun 2006, IBM menetapkan strategi mengurangi emisi CO terkait penggunaan energi

    sebesar 12% antara 2005 dan 2012 melalui konservasi energi, penggunaan energi terbarukan

    dan pendanaan pengurangan emisi CO2. Selain itu, pembelian energi terbarukan meningkat

    lebih dari 180% ditahun 2006. IBM mengarahkan satu miliar dollar AS per tahun di seluruh lini

    bisnisnya, memobilisasi sumber daya perusahaan untuk secara dramatis meningkatkan tingkat

    efisiensi energi di bidang TI. Proyek Big Green yang merancang produksi dan jasa IBM serta klien

    untuk secara tajam mengurangi konsumsi energi di pusat data.

    12.Industri consumer good, Johnson & Johnson menerpkan strategi bisnis hijaunya dengan bergabung bersama WWF Climate Savers pada tahun 2000. Strategi bisnis hijau perusahaan adalah

    mengurangi emisi CO2 pada tahun 2010 menjadi 7% di bawah tingkat emisi tahun 1990. Di tahun

    2006, Johnson & Johnson telah mengurangi emisi 16,8% di bawah tingkat tahun 1990, meskipun

    demikian pendapatan Johnson & Johnson naik lebih dari tiga kali lipat pendapatan selama

    periode yang sama. Meskipun awalnya Johnson & Johnson melakukan beberapa investasi awal

    untuk energi terbarukan dengan tingkat pengembalian investasi yang relatif rendah, saat ini

    melaporkan bahwa pengurangan gas rumah kaca dan penggunaan energi memebrikan benefit

    yang lebih baik bagi perusahaan. Program efisiensi energi telah menghasilkan 30 dollar AS juta

    penghematan pertahun selama 10 tahun terakhir. Proyek-proyek pengurangan gas rumah kaca

    mencapai tingkat pengembalian internal (IRR) rata-rata 16%.

    13.Industri kedirgantaraan dan pertahanan, Lockheed Martin berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca emisi 30 persen per dolar dari pendapatan tahun 2010, menggunakan tahun 2001

    sebagai tahun acuan (baseline). Lockheed Martin Space Systems mengambil langkah lebih lanjut

    membeli sekitar 10 persen energi dari angin dan sumber surya. Kemudian, Honeywell bekerja

    untuk mengurangi emisi gas rumah kaca 30 persen dan meningkatkan efisiensi energi 20 persen

    pada tahun 2012.

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201124 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 25

  • Jay Westerveld, pejuang lingkungan hidup di New York adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah greenwashing. Pada tahun 1986 dia mengamati bahwa kebijakan untuk mengurangi penggantian handuk baru di hotel sebenarnya hanya upaya untuk mengeruk keuntungan lebih besar dengan menghemat biaya operasional. Dia berpendapat, kampanye selamatkan lingkungan hanya kamuflase tanpa adanya upaya untuk mengurangi limbah dan energi yang sungguh-sungguh melalui kegiatan ramah lingkungan lainnya.

    Economics, Equity, Environment Ada sisi baik munculnya paradigma baru bahwa go green merupakan salah satu indikator suatu perusahaan modern ber-inovasi. Namun pelaku bisnis hendaknya melihat tiga aspek yang saling terkait satu sama lain dalam menerapkan ke-giatan hijau, yaitu: kepentingan ekonomi, ekui-tas, dan lingkungan.

    Jebakan pandangan sempit keuntungan yang dicapai perusahaan sering kali dipakai oleh pelaku usaha sebagai alasan untuk tidak menerapkan pengembangan berkelanjutan. Hal ini semakin diperkuat dengan persepsi dan sebagian juga fakta bahwa green business seringkali membutuhkan investasi untuk teknologi yang tidak murah, bila tidak mau dikatakan mahal. Di sisi lain, perusahaan tidak memperhitungkan depletion, harga yang harus dibayar atas kerugian yang timbulkan akibat kerusakan lingkungan karena praktek bisnis yang tidak ramah lingkungan. Alhasil, sebenarnya secara makro bisnis tersebut menghasilkan kerugian.

    Ekuitas dalam arti luas tidak hanya menyangkut kekayaan bersih perusahaan namun lebih dari itu melibatkan seluruh pemangku kepentingan perusahaan dan interaksinya satu sama lain. Hubungan yang saling membangun dengan penyedia bahan baku, sistem perdagangan yang adil dan positif secara jangka panjang, dan hubungan pelanggan yang bersifat edukatif progresif merupakan keterkaitan yang perlu diperjuangkan terus menerus.

    Sisi lain yang terlupakan adalah aktivitas internal. Semangat go green bukan han-ya slogan yang terpampang pada dinding perusahaan yang dicat hijau dan dipenuhi dekorasi pernak pernik ramah lingkungan, namun menjadi kultur perusahaan secara utuh. Mulai dari pimpinan perusahaan hingga petugas kebersihan hendaknya memiliki nilai-nilai yang menjunjung tinggi kepedulian terhadap lingkungan. Dengan demikian, pimpinan perusahaan diharapkan dapat menyampaikan budaya perusahaan dan diterjemahkan secara be-nar melalui tindakan para pelaksana har-ian perusahaan.

    Perusahaan yang peduli lingkungan akan menuangkan nilai-nilai tersebut dalam rencana bisnis yang menggambarkan hal ini. Kepedulian terhadap lingkungan tidak hanya dituangkan dalam kegiatan corporate social responsibility (CSR) yang merupakan pelengkap bagi kegiatan pemasaran.

    Lebih jauh dari itu, kepedulian terhadap lingkungan dituangkan dalam rencana bisnis yang komprehensif dan memiliki arah yang jelas. Sah-sah saja bila pebisnis mempertimbangkan keuntungan yang akan didapat dari

    Greenwash sering dilakukan perusahaan yang hendak menyembunyikan kegiatan usahanya yang justru merusak lingkungan dengan menyebarkan informasi yang menyesatkan untuk membangun citra positif di hadapan publik. Kegiatan hubungan masyarakat diarahkan untuk membangun persepsi bahwa kebijakan perusahaan atau produk yang dihasilkannya itu ramah lingkungan?

    Komunikasi pemasaran yang dianggap melakukan greenwash dapat dikelompok-kan menjadi empat kategori (Leonidou et.al., 2011), yaitu: mengandung pernya-taan yang kurang jelas sehingga membi-

    ngungkan konsumen, menghilangkan beberapa informasi atau kebenaran pen-ting, mengandung kebohongan infor-masi, dan menyatakan pesan ramah ling-kungan dengan justifikasi sendiri. Celakanya, konsumen semakin pintar dan dapat membedakan perusahaan yang secara tulus melakukan kegiatan yang benar-benar ramah lingkungan dan perusahaan yang hanya sekadar melakukan kamuflase dengan kegiatan CSR-nya. Alhasil, bukannya terbentuk brand image yang semakin baik di mata konsumen. Sebaliknya, konsumen merasa muak dengan artificial make up yang dilakukan perusahaan tersebut.

    inilah upaya menebus dosa dari para pelaku usaha dengan melakukan kegiatan yang kelihatannya bersifat ramah lingkungan. Jebakan baru bisnis modern?

    Greenwash TrapTopeng-Topeng Ramah Lingkungan Oleh: handyanto Wijoyo

    rEKLAMASI PANTAI UTArA. Apartemen dan rumah di pesisir Utara Jakarta, Jakarta Utara, Kamis (15/9). Menurut ahli hukum lingkungan, Universitas Airlangga, Surabaya, Suparto Wijoyo menyatakan reklamasi pantai Jakarta cacat ekologis bisa terlihat dari fakta bahwa reklamasi akan mengakibatkan musnahnya lingkungan pantai Jakarta dan air hujan juga tidak bisa terbuang ke laut sehingga banjir selalu mengancam setiap musim penghujan. FOTO ANTArA/M Agung rajasa

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201126 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 27

  • referensiLeonidou, L.C., Leonidou, C.N. Palihawadana,

    D and Hultman, M. 2011. Evaluating the green advertising practices of international firms: a trend analysis. International Marketing Review 28 (1) : 6-33

    Swallow, L. 2009. Green business practices for dummies. Willey Publising, Indiana, USA.

    http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/greenwash

    http://en.wikipedia.org/wiki/Greenwashing

    sanaan kebijakan pemerintah pusat, tetapi pada beberapa kasus yang banyak terjadi adalah pandangan jangka pen-dek untuk memaksimalkan keuntungan sepihak tanpa mempedulikan keberlang-sungan sumber daya lingkungan untuk generasi berikutnya. Idealnya, visi pro-green hendaknya disam-paikan sebagai pengetahuan yang kom-prehensif dan jelas melalui kepemimpin-an yang tegas dan memberikan contoh nyata. Keberlanjutan tindakan secara konsisten diperlukan sehingga bukan sekadar make up sesaat namun menjadi perilaku yang kelak menjadi kultur. Skema penghargaan yang tepat perlu diatur oleh pemerintah terhadap perusahaan-perusa-haan yang menerapkan green business.

    Reward is A New PunishmentSudah saatnya, Pemerintah Indonesia memberikan lebih banyak perhatian kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan green business. Aturan yang jelas dengan fokus yang terarah perlu dibuat agar perusahaan merasa didukung untuk mengambil bagian dalam menerapkan praktek bisnis yang ramah lingkungan.

    Insentif perlu dibuat seiring dengan penyebaran informasi terus menerus tentang pentingnya melakukan praktek bisnis yang ramah lingkungan hingga sampai tingkat operasional. Di beberapa negara maju pengeluaran perusahaan untuk menjalankan kegiatan usaha yang ramah lingkungan dapat menjadi pengurang pajak yang harus dibayar suatu perusahaan. Penghargaan diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang bersungguh-sungguh mengupayakan praktik green business.

    Di sisi lain, konsumen juga semakin ter-didik dalam menghargai barang dan menggunakan jasa yang ramah lingkung-an. Green product bukan sekadar menjadi gaya hidup namun menjadi kesadaran dalam kehidupan konsumen. Dengan de-mikian perusahaan akan terdorong untuk menghasilkan produk ramah lingkungan karena ada konsumen yang lebih meng-hargainya. Pandangan positif pasar akan tercermin dalam penjualan yang semak-in meningkat terhadap produk-produk ramah lingkungan.

    Peranan lembaga sertifikasi green, meru-pakan salah satu upaya juga untuk meng-hindarkan perusahaan-perusahaan yang bertopeng dengan melakukan green-washing. Sertifikasi dapat dipandang merupakan salah satu pendorong perusa-haan untuk terus-menerus menjalankan green business. Di sisi lain, produk yang bersertifikasi akan memiliki nilai lebih di mata target konsumennya.

    Handyanto Widjojo Pengajar Tetap di Marketing

    Department, Prasetiya Mulya Business

    School

    usaha yang ramah lingkungan, namun setidaknya harus memenuhi dua kriteria, yaitu peningkatan kualitas hidup dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses bisnis dan tetap menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

    Selain CSR, perusahaan yang menjalankan green business dapat mempertimbangkan kebijakan implementasi lainnya, yaitu efisiensi penggunaan energi, penggunaan alternatif energi terbarukan (renewable energy), pengurangan sampah dan pengolahan limbah usaha, perubahan operasional usaha (bisnis praktis) yang ramah lingkungan, serta pengurangan emisi gas rumah kaca (Swallow, 2009).

    Vision, Knowledge and Leadership Green business akan berjalan bila ada visi yang jelas. Green business merupakan jawaban bagi kebutuhan masa depan, bukan hanya membangun image, namun membuka jalan bagi inovasi atas terjadi-nya declining life cycle dari industri mo-dern yang ada saat ini, dan mengurangi resiko kegagalan bisnis akibat ketidak-sesuaian dengan nilai-nilai konsumen green generation.

    Meraih visi perlu diperlengkapi dengan pengetahuan yang komprehensif, pe-ngetahuan akan konsumen, nilai-nilai yang dianutnya, kebutuhan terhadap produk green, teknologi yang diperlu-

    kan serta cara mengkomunikasikannya. Dalam hal ini, perusahaan dituntut untuk terus-menerus mengembangkan riset atau meng-up date pengetahuannya de-ngan temuan-temuan terkini.

    Kepemimpinan merupakan syarat utama dapat berjalannya proses green business. Di negara-negara maju, pemerintah me-rupakan pemimpin yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan pro-green. Namun dalam beberapa kasus, pelaku usaha da-pat menjalankan fungsi kepemimpinan, seperti yang dilakukan Jeffrey Immelt, CEO General Electric sekaligus pendiri aliansi United State Climate Action Part-nership yang mampu mendesak Peme-rintah Federal Amerika Serikat untuk mengeluarkan kebijakan dan peraturan pemerintah dalam mengawasi emisi gas rumah kaca.

    Di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meluncurkan kebijakan pro-growth, pro-poor, pro-job dan pro-green yang menggambarkan kepedulian-nya terhadap sustainability economy. Dalam tingkat departemen, kebijakan ini telah dituangkan dalam kebijakan-kebi-jakan yang baik, namun nyatanya banyak sekali program yang belum sampai pada tingkat pelaksanaan di lapangan.

    Sistem otonomi daerah seharusnya lebih memberikan ruang kreativitas bagi pelak-

    Kegiatan ramah lingkungan dan CSR yang dilakukan dalam suatu bisnis mudah tergelincir menjadi greenwashing bila pelaku bisnis hanya ingin sekedar membangun citra perusahaan.

    Perusahaan yang peduli lingkungan akan menuangkan nilai-nilai yang menjunjung tinggi kelestarian lingkungan dalam rencana bisnisnya.

    KEYWORDS: Greenwash, Visi ramah lingkungan, Green product

    GAGASAN

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201128 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 29

  • masyarakat dituntut memiliki kepedulian untuk mengupayakan pelestarian alam dan lingkungan serta menghormati eksistensi makhluk hidup lain di bumi ini. Perilaku tanggung jawab sosial inilah yang akan menjamin keseimbangan dan keberlanjutan alam semesta.

    Di bidang pemasaran, persoalan lingkungan bukan hanya tanggung jawab para pemasar saja, namun juga seluruh masyarakat konsumen. Bagi pemasar, isu lingkungan termasuk dalam kriteria keunggulan kompetitif yang memengaruhi perilaku pembelian konsumen. Di sisi lain, individu konsumen terkadang kurang bertanggung jawab dan justru andil pada terjadinya degradasi lingkungan. Mereka mengabaikan faktor konsumsi individu yang berdampak pada lingkungan masyarakat jangka panjang sebagai akumulasi akibat dari keputusan pembelian mereka pada produk ramah lingkungan.

    posisi tawar KonsumenLetak kekuatan atau daya tawar konsumen ada pada tindakan mereka yang didasarkan suatu nilai-nilai ketika membuat keputusan pembelian. Dengan demikian, peran konsumen menjadi hal yang esensial. Ekologi yang menjadi bagian dari lingkungan konsumen tentu akan berpengaruh pada keputusan-keputusan pembelian konsumen.

    Di sisi lain, inovasi-inovasi yang berkaitan dengan lingkungan fisik menjadi bagian integral dalam strategi pemasaran (Coddington, 1993). Akibatnya, konsumerisme lingkungan menjadi tren baru. Konsumerisme dipahami sebagai gerakan konsumen yang bertujuan mendapatkan perlindungan atas hak-

    haknya dan merupakan manifestasi dari buyer power (kekuatan konsumen) yang makin dominan di pasar karena konsumen semakin cerdas, sadar betul akan hak-haknya, serta dapat memperjuangkannya melalui aksi-aksi dan penyebaran ide melalui media massa (Wibowo, 2002).

    Di era pemasaran baru, produk-produk tak hanya dievaluasi berdasarkan kinerja atau harga, tapi juga tanggung jawab sosialnya terhadap konsumen. Konsumen yang menghendaki produk-produk yang tidak atau sedikit berdampak buruk pada lingkungan disebut pelanggan hijau (green customer). Semua keputusan itu tergantung pada predikat konsumen sebagai raja yang menentukan hijau tidaknya barang yang mereka beli.

    Konsumen yang memiliki kepedulian pada lingkungan akan berupaya melakukan perubahan dengan memilih produk-produk yang memang ramah lingkungan. Produk yang dikategorikan hijau adalah produk yang mengandung bahan-bahan yang berwawasan lingkungan atau produk yang dikemas dengan bahan yang berwawasan lingkungan. Singkatnya, produk hijau adalah produk yang tidak berbahaya dan tidak berpotensi menimbulkan polutan atau racun.

    Back to NatureSelama ini ada kecenderungan terjadi reduksionisme (penyederhanaan) pada permasalahan lingkungan di Indonesia. Kita dapat mengatasi permasalahan ter-sebut dengan meningkatkan pemaham-an lingkungan seluruh masyarakat kon-sumen. Dengan pemahaman tersebut, masyarakat konsumen Indonesia akan lebih menyadari pentingnya, bahkan rela

    M unculnya berbagai isu kesehatan yang melanda dunia di bidang food scandal, seperti krisis bovine spongy encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila dan penyakit baru pada keju yang disebabkan e.coli pada produk daging telah mendorong melonjaknya permintaan produk organik di kawasan Asia Pasifik (Winarno, 2003).

    Me ngapa organik? Biasanya produk organik diasumsikan sebagai jenis produk yang aman dan terjamin untuk dikonsumsi. Di sisi lain, masyarakat konsumen umumnya masih belum paham sepenuhnya pengetahuan

    tentang bahan pangan yang aman dan layak konsumsi.

    Perubahan lingkungan belakangan ini membawa persoalan sosial yang akhirnya berdampak kembali pada lingkungan. Hal ini terjadi karena ada keterkaitan erat antara kualitas lingkungan dan terpeliharanya sumber daya alam dengan kondisi kehidupan sosial masyarakat.

    Manusia sebagai individu, memiliki peran penting membentuk masyarakat yang bersahabat dengan lingkungan (environmental friendly). Karenanya,

    Terjadinya krisis lingkungan menuntut adanya peningkatan kepedulian sosial dan pengetahuan lingkungan bagi konsumen Sehingga, akan mempengaruhi pertumbuhan perilaku konsumen yang bertanggung jawab pada lingkungan.

    Konsumen HijauJendela Keberlanjutan Hidup Oleh: m.f. Shellyana Junaedi

    TOLAK BELANJA BErLEBIHAN. Dua aktivis Lembaga Konsumen yogyakarta (LKy) melakukan aksi dengan membawa poster, di Kawasan Malioboro yogyakarta, Kamis (18/8). Aksi yang diikuti puluhan aktivis tersebut mengajak konsumen untuk mengubah prilaku agar tidak konsumtif, menolak produk impor serta agar bersi-kap kritis terkait produk yang ditawarkan. FOTO: ANTArA/ Wahyu Putro A

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201130 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 31

  • harus memberikan kontribusi untuk menyelamatkan bumi dari bencana lingkungan global yang menakutkan.

    Sedangkan konsumen hijau menurut Fotopoulos dan Krystallis (2002) dibedakan menjadi konsumen yang tidak sadar (unaware consumers), konsumen yang sadar tetapi bukan pembeli (aware non-buyers), dan konsumen yang sadar dan membeli (aware buyers). Ada perbedaan signifikan antara kelompok konsumen yang sadar dan yang tidak sadar, yakni tingkat pendidikan yang rendah dan hidup di wilayah negara yang jauh dari pusat produksi produk-produk hijau yang ramah lingkungan. Perbedaan lainnya juga terjadi antara pembeli dan bukan pembeli, karena orientasi mereka pada keseimbangan ekologi lingkungan.

    Kegiatan konsumsi rumah tangga diyakini memiliki potensi dampak lebih besar dari kegiatan penggunaan sumber daya dan energi yang memungkinkan terjadinya efek rumah kaca dan hujan asam. Kegiat-an yang sering tidak disadari masyarakat konsumen seperti membiarkan lampu menyala ketika tidak digunakan, mem-buang sampah sembarangan, pem-borosan air bersih, pemakaian aerosol yang menyebabkan penipisan ozon, atau pemakaian kemasan plastik berlebih-an merupakan sebagian contoh dari hal tersebut. Karena itu, penghematan peng-gunaan sumber daya dan energi harus dimulai dari level konsumsi individu. Dengan demikian, akan semakin sedikit ener-gi yang digunakan dan mengurangi terlepasnya karbon dioksida ke atmos-fir, dan akan meminimalkan masalah-masalah lingkungan yang ada.

    Individu yang melakukan recycling atau daur ulang diharapkan memiliki nilai-nilai yang kuat sehingga memahami perilaku ramah lingkungan dan mempertimbangkan dampak-dampak negatif yang akan terjadi. Nilai-nilai ini terdiri dari kolektivisme, keamanan, rasa senang, dan individualisme. Orientasi alami manusia adalah cara menentukan hubungan antara kemanusiaan dengan lingkungan yang natural. Pada dasarnya manusia akan mengarah pada kehidupan yang harmonis dalam kealamiahannya.

    Namun beberapa studi tentang kesadaran lingkungan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara orientasi nilai konsumen masyarakat terhadap niat beli mereka pada produk-produk ramah lingkungan. Hal ini mungkin disebabkan pertimbangan yang lebih menitikbe-ratkan pilihan pembelian individu yang menguntungkan perorangan misalnya: kepraktisan, kenyamanan, rasa nikmat, dan orientasi keinginan konsumen.

    Jadi, seorang ibu yang mempunyai bayi akan lebih memilih popok sekali pakai untuk bayinya dengan alasan kepraktisan tanpa berpikir panjang bahwa popok sekali pakai tersebut termasuk produk yang tidak ramah lingkungan karena tidak dapat terurai jika dibuang. Hal semacan ini tentu akan memberi kontribusi negatif pada lingkungan menjadi semakin kotor, polusif, tidak seimbang dan tidak alamiah.

    Ganjalan lainnya adalah anggapan ten-tang segala sesuatu yang berbau daur ulang dan produk hijau ramah lingkun-gan, harganya lebih mahal. Sehingga, segmen yang dibidik terbatas pada kelas menengah atas saja. Namun menurut Po-lonsky (1995), harga produk hijau yang le-

    membayar lebih, produk-produk hijau ini. Dalam hal ini, kesadaran lingkungan tidak berhenti sampai tahap ideologi saja tetapi juga market competition, kompetisi pasar, yang mempengaruhi perilaku konsumen.Menciptakan lingkungan yang sehat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Perbaikan mutu kehidupan dan gaya hidup sehat telah mendorong masyarakat di berbagai negara melakukan gerakan gaya hidup sehat dengan tema global kembali ke alam atau back to nature. Gerakan ini didasari pemahaman bahwa apa yang berasal dari alam adalah baik dan berguna serta menjamin adanya keseimbangan.

    Kesadaran konsumen akan pengetahuan ekologi dan afeksi ekologi secara tak langsung akan mempengaruhi komitmen konsumen untuk mempertimbangkan produk-produk hijau sebagai alternatif pilihan konsumsi mereka. Keputusan pembelian hijau ini jika dimulai dari diri seorang konsumen yang sadar akan pentingnya keseimbangan ekologi, akan memengaruhi orang-orang sekitarnya melakukan hal yang sama. Perluasan gerakan ini dapat diumpamakan batu yang dijatuhkan ke dalam air dan membentuk lingkaran gelombang

    yang makin meluas. Jadi, perilaku hijau yang kita lakukan pasti akan berpendar pada ekologi tempat kita tinggal dan sedikit banyak akan berkontribusi pada kealamiahan lingkungan sekeliling kita.

    Kesadaran Konsumen Kesadaran sosial konsumen menurut Webster adalah konsumen yang sadar akan akibat dari konsumsi pribadi atau usaha memanfaatkan daya beli dalam permasalahan sosial pada keputusan pembelian dengan mengevaluasi dampak dari konsumsi mereka. Jika konsekuensi lingkungan dirasa penting bagi konsumen, maka akan menghasilkan konsumen yang akan membeli barang-barang ramah lingkungan. Produk-produk semacam ini tidak hanya berfungsi memuaskan kebutuhan dan keinginan tetapi juga memberi manfaat bagi lingkungan dalam jangka panjang.

    Menurut Smith (1998), konsumen hijau mempunyai keyakinan bahwa (1) terdapat permasalahan lingkungan yang nyata, (2) permasalahan tersebut harus ditangani dengan serius dan disikapi dengan cara proaktif, (3) merasa mendapatkan informasi yang cukup dalam kehidupan sehari-hari, dan (4) setiap individu dapat dan

    Manusia sebagai individu, memiliki peran penting membentuk masyarakat yang bersahabat dengan lingkungan

    Permasalahan lingkungan bukan hanya tanggung jawab para pemasar saja, namun juga seluruh masyarakat konsumen.

    Letak kekuatan atau daya tawar konsumen ada pada tindakan mereka yang didasarkan suatu nilai-nilai ketika membuat keputusan pembelian.

    KEYWORDS: Konsumen hijau, produk ramah lingkungan, regulasi lingkungan, pemasar hijau.

    GAGASAN

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201132 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 33

  • Studi yang dilakukan di Cina oleh Chan dan Lau (2000) mengindikasikan terja-dinya degradasi lingkungan 30-40 persen yang disebabkan kegiatan konsumsi ru-mah tangga. Lebih penting lagi, apabila konsumen menunjukkan orientasi yang tinggi terhadap lingkungan dan tindakan untuk melakukan pembelian produk ra-mah lingkungan, merupakan profit-driven enterprises yang tinggi untuk mengadopsi green marketing bagi operasional mereka. Konsekuensinya, terdapat dinamika in-teraksi antara pembeli-penjual yang akan mengarahkan pada peningkatan revolusi hijau untuk suatu negara secara keselu-ruhan (Ottman, 1992).

    Kepedulian pada lingkungan dibuktikan dengan meningkatnya kesadaran lingkungan di pasar. Hal tersebut juga memicu meningkatnya konsumerisme lingkungan, yaitu upaya yang dilakukan oleh konsumen untuk melindungi diri mereka dan bumi ini dengan membeli produk-produk tertentu saja yang mereka anggap hijau dan meninggalkan atau tidak membeli produk-produk non-hijau (Dharmmesta, 1997).

    Konsumerisme hijau merupakan karakter dari perubahan sikap dalam menanggapi klaim pemasaran perusahaan yang diper-sepsikan ramah lingkungan. Hal ini ada-lah sinyal untuk mendorong industri agar semakin hijau. Walaupun, seringkali kita tidak memperhitungkan faktor ekonomi seperti harga dan pendapatan yang me-mengaruhi permintaan produk ekolabel, atau efek variasi dalam atribut ekolabel seperti sertifikasi oleh pihak independen dalam pengembangan tersebut. Konsu-men sendiri tidak tahu persis bagaimana proses barang diproduksi, sehingga ada hilangnya informasi yang mengakibatkan

    ketidakefisienan dan hilangnya kesejah-teraan sosial masyarakat konsumen.

    Rendahnya pengetahuan lingkungan konsumen sebenarnya dapat dikurangi dengan adanya regulasi pemerintah yang kokoh tentang etika lingkungan dari masyarakatnya dan pengembangan pemasaran hijau oleh para pelaku bisnis. Jadi, konsumen yang tak tahu-menahu tentang produk hijau dipastikan tetap dapat mengonsumsi produk-produk ramah lingkungan karena ketersediaan produk di pasar dan kemasannya telah dijamin tidak akan mencemari lingkungan. Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hendaknya menjadi agenda utama untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

    Kebijakan tersebut sangat diperlukan karena tingkat kesadaran pemasaran yang bertanggung jawab sosial sangat bervariasi. Selain itu, tuntutan dan sikap pada produk yang ramah lingkungan dipengaruhi oleh budaya dan segmen pasar yang berbeda (Ottman, 1994; Peattie, 1995). Karena itu, untuk memahami pergeseran situasi lingkungan dari suatu negara adalah dengan melihat titik awal bagaimana masyarakat konsumen merefleksikan perilaku konsumen yang semakin peduli lingkungan.

    Mayoritas konsumen telah menyadari bahwa perilaku pembelian mereka secara langsung berpengaruh pada permasalahan lingkungan. Konsumen beradaptasi dengan situasi ini dengan mempertimbangkan isu lingkungan ketika berbelanja dan melalui perilaku beli mereka. Bukti yang mendukung peningkatan kepedulian terhadap

    bih tinggi dibandingkan produk tradisio-nal tidak selamanya berarti biaya produk-sinya juga tinggi. Selain masalah pemato-kan harga, kesadaran untuk memasarkan produk hijau di Indonesia terbilang relatif rendah. Sebabnya, green marketing atau pemasaran hijau pada dasarnya bersifat kompleks sehingga harus diintegrasikan ke seluruh lapisan organisasi dan aktivi-tas perusahaan. Hal ini tak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju yang kesadaran konsumennya terhadap lin-gkungan relatif sudah baik.

    Kenyataan-kenyataan tersebut sebe-tulnya menunjukkan, bahwa secara kognitif konsumen dapat menyatakan kesadaran lingkungan yang tinggi, tetapi secara afektif emosional mereka tidak me-nunjukkan perilaku yang peduli terhadap lingkungan. Masyarakat konsumen masih cenderung egois, memuja diri mereka se-bagai seorang raja yang mampu memu-tuskan pembelian apapun sesuai dengan keinginannya.

    Di sisi yang berseberangan, pemasar berusaha memenuhi tuntutan keinginan dan kebutuhan konsumennya untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya. Jika ada pemasar yang mulai menyadari permasalahan lingkungan dan ingin menyediakan produk-produk yang bertanggung jawab pada lingkungan sosial, mereka berhadapan dengan besar biaya yang memaksa mereka mendongkrak harga produk. Hal ini tentu memiliki konsekuensi ditinggalkan konsumen yang lebih berorientasi pada produk dengan harga murah.

    Pada dasarnya, sebagian konsumen sebagai individu telah memiliki kesadaran

    pada lingkungan meski dalam kapasitas terbatas. Kesadaran dan keinginan mereka untuk menggunakan produk-produk ramah lingkungan tidak selalu diiringi dengan ketersediaannya di pasar. Keterbatasan ini akhirnya menjadi salah satu penyebab konsumen memupus keinginan dan idealisme mereka untuk hidup seimbang dan alamiah.

    Jadi permasalahan lingkungan yang melibatkan hubungan ini (produsen-konsumen-produk ramah lingkungan) menjadi suatu lingkaran setan yang tak pernah ada putusnya. Karena itu, bagaimana konsumen memandang isu lingkungan dan bagaimana pandangan ini direfleksikan dalam perilaku konsumen yang ramah lingkungan merupakan titik awal pembenahan yang bisa dilakukan.

    Menuju ekologi BerkelanjutanPertumbuhan jumlah permintaan produk-produk ramah lingkungan dan persaingan untuk secepat mungkin mengingatkan konsumen tentang lingkungan telah dilakukan oleh para pemasar (Follows & Jobber, 2000). Fenomena tersebut dipengaruhi oleh peningkatan sistem perdagangan internasional yang menyebabkan terjadinya konvergensi antara kepentingan lingkungan dan aktivitas bisnis. Banyak pemasar memerhatikan dan mencari informasi tentang tuntutan produk hijau yang merupakan tantangan di era pasar bebas seperti, GATT, WTO, APEC atau AFTA. Karena itu, diperlukan pengkajian perilaku pembelian yang lebih spesifik terhadap produk-produk ramah lingkungan untuk menjawab permintaan akan jenis produk tersebut dan keprihatinan konsumen terhadap lingkungan

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201134 FMPM Vol XXV No. 05 September - November 2011 35

  • referensiChan, Ricky Y.K.& Lorett B. Y. Lau (2000),

    Antecedents of Green Purchases: A Survey in China, Journal of Consumer Marketing, Vol. 17 No. 4, pp.338-357.

    Coddington, W. (1993), Environmental Marketing: Positive Strategies for Reaching the Green Consumer, McGraw-Hill, New York.

    Dharmmesta, B.S. (1997), Pergeseran Paradigma Dalam Pemasaran: Tinjauan Manajerial dan Perilaku Konsumen, Kelola, No. 15/VI, hal. 12-23.

    Follows, Scott B. & David Jobber, (2000), Environmentally responsible purchase behaviour: a test of a consumer model, European Journal of Marketing, Vol. 34, No. 5/6, pp.723-746.

    Fotopoulos, Christos & Athanasios Krystallis, (2002), Purchasing motives and profile of the Greek organic consumer: a countrywide survey, British Food Journal, Vol. 104, No. 9, pp.730-765.

    Johri, Lalit M. Johri, Kanokthip Sahasakmontri (1998) Green Marketing of cosmetics and toiletries in Thailand, The Journal of Consumer Marketing, .

    Kassaye, W. Wossen, (2001), Green Dilemma, Marketing Intelligence & Planning, 19/6, pp.444-455.

    Laroche, Michel, Jasmin Bergeron, & Guido Barbaro-Forleo (2001), Targeting Consumers Who are Willing to Pay More for Environmentally Friendly Products, Journal of Consumer Marketing, Vol. 18, No. 6, pp. 503-520.

    Ottman, J.A. (1994), Green Marketing: Challenges and Opportunities for the

    New Marketing Age, NTC Publishing Group, Lincolwood.

    Peattie, Ken (1995), Environmental Marketing Management, Meeting the Green Challenge, Pitman Publishing.

    Polonsky, Michael Jay (1995), A Stakeholder Theory Approach to Designing Environmental Marketing Strategy, Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 10 No. 3, pp. 29-46.

    Schlegelmilch, Bodo B. Greg M. Bohlen & Adamantios Diamantopoulos, (1996), The Link Between Green Purchasing Decisions and Measures of Environmental Consciousness, European Journal of Marketing, Vol. 30 no. 5, pp.35-55.

    Smith, T.M., (1998), The Myth of Green Marketing: Tending Our Goals at the Edge of Apocalypse, University of Toronto Press.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    Wibowo, Budi (2002), Green Consumerism dan Green Marketing: Perkembangan Perilaku Konsumen dan Pendekatan Pemasaran, Usahawan, No. 06 th XXXI, Juni, hal. 12-15.

    M.F. Shellyana Junaedi Pengajar di Fakultas Ekonomi

    Universitas Atmajaya, Jogyakarta

    lingkungan adalah meningkatnya jumlah individu yang rela membayar untuk produk-produk yang ramah lingkungan.

    Satu titik terangUmumnya, suatu peristiwa konsumsi di-pandang sebagai proses ekonomik. Ken-yataannya, konsumsi juga merupakan proses sosial dan budaya yang diindi-kasikan melalui simbol-simbol. Jadi, pe-menuhan kebutuhan konsumen meru-pakan tantangan yang harus dihadapi oleh setiap pemasar. Terjadinya krisis lingkungan menuntut adanya pening-katan kepedulian sosial dan pengetahu-an lingkungan konsumen sehingga nan-

    tinya akan mempengaruhi pertumbuhan perilaku konsumen yang lebih bertang-gung jawab pada lingkung-an.

    Kelestarian ekologi alam semesta ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, pemasar, perusahaan, YLKI, ataupun LSM lingkungan, tetapi lebih pada diri kita sendiri sebagai konsumen individu. Pilihan produk dan keputusan pembelian kita pada barang-barang yang ramah lingkungan menjadi satu titik terang bagi harapan adanya peningkatan kualitas hidup, keseimbangan alamiah dan terjaminnya ekologi kehidupan manusia yang berkelanjutan.

    FMPM Vol XXV No. 05 September - November 201136

  • Tak hanya AS, kawasan Uni-Eropa juga tengah mengalami persoalan serupa. Dua negara penyangga kawasan tersebut, Jerman dan Perancis, menolak mengeluarkan surat utang Eropa (Eurobonds). Dengan kata lain, mereka (terutama Jerman), tidak bersedia menanggung beban lebih lanjut atas persoalan keuangan negara-negara lain seperti Yunani, Spanyol, Portugal, Italia, dan Siprus. Negara-negara tersebut dituntut untuk mengencangkan ikat pinggang dan mengurangi defisit. Yang menjadi dilema: menekan pengeluaran dalam situasi krisis sering berefek kebalikan: bukannya menyelesaikan persoalan, hal tersebut seringkali makin mendorong keadaan ke jurang krisis atau menimbulkan efek pro-siklus (pro-cycle effect). Belum lagi soal resiko pergolakan politik yang mungkin muncul.

    Intinya, ketika dua penyangga perekono-mian global, AS dan Eropa sedang dalam masalah besar. Jepang yang mulai me-rangkak menghindari krisis yang bertubi-tubi, tentu tak bisa diharapkan. Bagaima-na dengan China? Negara dengan pere-konomian terbesar kedua di dunia ini kini

    sedang bergulat dengan peningkatan inflasi yang sudah mencapai 6,5 persen Dengan kata lain, perekonomian China berada dalam fase kepanasan (overheat-ing).

    Pertanyaannya, bagaimana nasib pere-konomian global dan dampaknya pada perekonomian kita? Tentu kita harus ber-siap menghadapi ketidakpastian global tersebut.

    prospek global Baru-baru ini, Morgan Stanley, sebuah bank investasi di AS, menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2011 dan 2012. Pertumbuhan Pen-dapatan Domestik Bruto (PDB) secara global diperkirakan akan merosot dari 4,2 persen menjadi 3,9 persen pada 2011. Se-mentara untuk 2012 diturunkan dari 4,5 persen menjadi 3,8 persen. Dengan kata lain, dampak penurunan pertumbuhan ekonomi akan terasa makin drastis pada 2012. Mereka menilai, prospek perekono-mian global tidak membaik karena AS dan kawasan Eropa pada umumnya sedang terancam bahaya res