Upload
hoangdat
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Formulasi Konsep Tenses dalam Bahasa Arab Kontemporer (Analisis Linguistik terhadap Pemikiran Nahwu Tammâm Hassân)
Oleh Muhbib Abdul Wahab
Abstract: The concept of tenses is one of interested grammatical issues. The usage
of tenses is factual in contemporary Arabic language, but it hasn’t
reformulated by nuhât (Arabic grammarian) yet. Tammâm Hassân, one of
the prominent Eqyptian linguists and thinkers, has concerned with
rethinking Arabic grammar. He pointed out significance of making
Arabic in functional dan contextual form and meaning. Based on this
thought and theory of ta’lîq, he formulated tenses in contemporary Arabic
language in different form and meaning from English grammar. Tenses in
Arabic developed based on three times: past, present, and future. The
variety of past tense is more than the same variant in English. This
implies various meaning in semantical tenses.
Kata Kunci: Formulasi konsep, tenses, rekonstruksi pemikiran nahwu, bahasa Arab
kontemporer, dan konteks kalimat.
A. Latar Belakang
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa dunia yang memiliki posisi sangat
penting bagi bangsa Arab dan umat Islam. Selain merupakan bahasa agama [bahasa
kitab suci al-Qur‘an, al-Sunnah, bahasa sebagaian besar ibadah ritual seperti: azan,
shalat, dzikir, manâsik haji, dan lainnya, bahasa sejumlah literatur keislaman], bahasa
Arab juga merupakan bahasa persatuan [sosial, budaya, ekonomi, pendidikan,
hukum, dan politik] lebih dari 20 negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Bahasa Arab tidak hanya dianggap sebagai bahasa yang hidup (lughah hayyah)1:
Penulis adalah dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1Sejak dijadikan oleh Allah Swt. sebagai media pewahyuan al-Qur‘an, bahasa Arab
mengukuhkan dirinya menjadi bahasa berkembang dinamis. Di antara bukti dinamikanya adalah
bahwa semula bahasa Arab hanya menjadi alat komunikasi masyarakat Hijâz (Arab Saudi sekarang),
namun setelah Islam berkembang di kawasan Timur Tengah dan Afrika, banyak bangsa dan negara
yang sebelumnya tidak mengenal bahasa Arab kemudian menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi negara. Pada masa keemasan Islam (antara abad ke-6 hingga ke-13 M), bahasa Arab tidak hanya
menjadi bahasa agama, tetapi juga menjadi bahasa persatuan dan peradaban (ilmu pengetahuan dan
teknologi). Di era modern, bahasa Arab tetap eksis dan tidak dapat digantikan dengan bahasa
‗Âmmiyah –seperti yang diinginkan oleh para orientalis—bahkan sejak tahun 1972, bahasa Arab
menjadi bahasa resmi keenam setelah Inggris, Perancis, Spanyol, Rusia, dan Cina, dalam Perserikatan
Bangsa-bangsa. ‗Alî Ahmad Madkûr, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Kairo: Dâr al-Fikr al-
‗Arabî, 2000), h. 39.
2
dinamis dan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman, melainkan juga
bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Arab di masa kini.
Salah satu karakteristik bahasa Arab adalah bahwa ia sangat kaya dengan
bentuk kata (ghaniyyah bi al-shiyagh)2. Namun demikian, jika dibandingkan dengan
bahasa Inggris, bahasa Arab terkadang dianggap tidak memiliki peta konsep tenses
yang jelas. Sebagian orientalis Barat juga berpendapat bahwa bahasa Arab hanya
mempunyai dua macam tenses dalam dua bentuk verba, yaitu mâdli dan mudlâri’.3
Buku-buku tentang nahwu dan sharaf yang ada juga cenderung hanya
mengklasifikasikan verba (fi’l) dari segi waktu kejadiannya menjadi dua: mâdli (past
tense) dan mudlâri’ (present dan future tense). Benarkah demikian? Sebagai bahasa
rumpun Semit yang paling tua dan tetap eksis hingga sekarang, bahasa Arab idealnya
memiliki konsep tenses yang jelas dan fungsional. Permasalahannya kemudian
adalah jika nahwu memiliki ragam tenses seperti dalam bahasa Inggris, maka seperti
apakah formulasinya?
Adalah Tammâm Hassân (1918 hingga sekarang) salah seorang pemikir bahasa
Arab kontemporer asal Mesir yang merasa ―gelisah‖ terhadap pentingnya reformulasi
tenses dalam sistem gramatika Arab (nahwu dan sharaf). Karena, menurutnya,
konsep tenses dalam bahasa Arab masih ―berserakan‖ dalam khazanah ilmu bahasa
Arab. Tenses sejauh ini sudah dipakai dalam komunikasi lisan maupun tulisan, tetapi
belum terrumuskan dalam kaedah yang jelas dan praktis. Oleh sebab itu, ia tertantang
untuk melakukan reformulasi dan resistematisasi konsep tenses, tidak sekedar
adaptasi konsep tenses dalam bahasa Inggris, melainkan melakukan rekonstruksi
pemikiran nahwu dan sharaf dalam bahasa Arab. Rekonstruksi pemikiran nahwu dan
sharaf diformulasikannya dalam sebuah karya monumentalnya, yaitu al-Lughah al-
‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ (1998).
2 Karakteristik bahasa Arab lainnya adalah: (1) lughat istiqâq, mempunyai banyak derivasi, (2)
lughat ghaniyyah bi ashwâtihâ, mempunyai banyak bunyi bahasa; (3) lughat I’râb, mempunyai ragam
perubahan bunyi akhir kata dalam struktur kalimat; (4) lughat tashrîf, mempunyai variasi perubahan
kata/morfologis; (5) lughat ghaniyyah bi al-ta’bîr, mempunyai banyak ungkapan/ekspresi, (6) lughat
mutanawwi’ah fi asâlib al-jumal, mempunyai gaya kalimat yang beragam. Lihat Rusydî Ahmad
Thu‘aimah dan Muhammad al-Sayyid Mannâ‘, Tadrîs al-‘Arabiyyah fi al-Ta’lîm al-‘Âmm:
Nazhariyyah wa Tajârib, (Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2000), Cet. I, h. 42-43. 3 Karîm Zakî Husâm al-Dîn, al-Zamân al-Dilâlî: Dirâsah Lughawiyyah li Mafhûm al-Zaman
wa Alfâzhihi fi al-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah, (Kairo: Dâr Gharîb, 2002), h. 208.
3
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, dipandang perlu diteliti
mengenai ―konsep tenses‖ dengan judul: ―Formulasi Konsep Tenses dalam Bahasa
Arab Kontemporer (Analisis Linguistik Pemikiran Nahwu Tammâm Hassân)”.
Bahasa Arab kontemporer4 dijadikan sebagai obyek penelitian karena konsep tenses
belum dirumuskan secara jelas dalam wacana gramatikal bahasa Arab klasik. Konsep
tenses mulai agar jelas dan sistematis setelah diformulasikan oleh pemikir bahasa
Arab kontemporer, Tammâm Hassan.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Kata tenses, menurut Tammâm Hassan, dalam bahasa Arab disebut al-zaman
al-nahwî ( الزمن النحوي) ; sedangkan menurut muridnya, Mushtafâ al-Nuhâs, disebut al-
jihah (الجهة) . Masalah tenses bukan semata-mata persoalan fi’l (verba), karena tenses
dapat diidentifikasi dan dimaknai dalam konteks kalimat. Dengan kata lain, konsep
tenses terkait dengan nizhâm sharfî (sistem morfologis) dan nizhâm nahwî (sistem
sintaksis). Sementara itu, kedua sistem tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks
kalimat (siyâq al-kalâm)5.
Konsep tenses dalam bahasa Arab cukup kompleks. Di satu segi, tenses
melibatkan struktur kalimat (tarkîb al-jumal); tenses hanya dapat dipahami dalam
struktur kalimat informatif (al-jumlah al-mufîdah) yang menunjukkan ciri-ciri ke-
4 Istilah bahasa Arab kontemporer (اللغة العربية المعاصرة) adalah bahasa Arab fushha (resmi dan
standar) yang digunakan pada masa sekarang, baik untuk penulisan literatur, jurnal, surat kabar,
maupun dalam perkacakapan dan forum resmi, serta tetap mengikuti kaedah baku bahasa Arab. Istilah
lain bahasa Arab kontemporer adalah al-fushha al-mu’âshirah, fushha al-‘Ashr, al-‘Arabiyyah al-
mu’âshirah, al-‘Arabiyyah al-fushha al-hadîtsah, dan al-‘Arabiyyah al-fushha al-mu’âshirah.
Karakteristik utama bahasa Arab kontemporer adalah: (1) akurasi penggunaan bahasa Arab pada
semua level: bunyi, morfologi, sintaksis, dan semantik; (2) lebih banyak digunakan sebagai bahasa
tulis (al-lughah al-maktûbah) daripada bahasa lisan; (3) kefasihan dan bebas ragam ‘âmmiyah (bahasa
Arab pasaran); (4) bahasa standar yang disiapkan secara resmi. Lihat ‗Abbâs al-Sûsah, al-‘Arabiyyah
al-Fushha al-Mu’âshirah, (Kairo: Dâr Gharîb, 2002), h.14; dan Muhammad Muhammad Dâwud, al-
Dilâlah wa al-Harakah: Dirâsah li Af’âl al-Harakah fi al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah fi Ithâr al-
Manâhij al-Hadîtsah, (Kairo: Dâr Gharîb, 2002), h. 42-44. 5Oleh karena nahwu merupakan sistem interkoneksitas [struktur kata dalam kalimat] dalam
siyâq (konteks), maka tenses (al-zaman al-nahwî) dalam bahasa Arab hanya dapat diketahui dari
konteksnya, bukan dari bentuk kata yang berdiri sendiri (al-shîghah al-mun’azilah). Jadi, konteks
dapat didefinisikan sebagai susunan kata dan kalimat yang dapat dipahami dari struktur kata/kalimat
sebelum dan sesudah, termasuk zharaf dan unsur-unsur non-kebahasaan yang berkaitan dengan
posisi kalimat itu diekspresikan. Dalam hal ini konteks dapat dibagi menjadi dua, yaitu: al-siyâq al-
lughawî (linguistic context) dan siyâq al-hâl (context of situation). Tammâm Hassân, al-Lughah al-
‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, (Kairo: ‗Âlam al-Kutub, 1998), Cet. III, h. 242; dan Mushthafâ
al-Nuhâs, Min Qadlâyâ al-Lughah, (al-Kuwait: Mathbû‘ât Jâmi‘ah al-Kuwait, 1995), Cet. I, h. 81.
4
tenses-annya. Di lain segi, terutama jika dibandingkan dengan bahasa Inggris,
struktur kalimat yang menunjukkan tenses terkait erat dengan kata kerja bantu
(auxiliaries verbs) atau al-af’âl al-musâ’idah, kata keterangan waktu (zharaf al-
zamân), dan qarâ’in6 (relasi penyerta dalam struktur kalimat) yang memberikan
kejelasan makna kalimat atau dalam terminologi kajian nahwu disebut amn al-labs fi
al-ma’nâ, sehingga penentuan kategori tenses berikut penamaannya menjadi mudah.
Masalah penelitian ini dibatasi pada formulasi dan kategorisasi tenses dalam
pemikiran nahwu Tammâm Hassân yang terdapat dalam dua karyanya7: al-Lughah
al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ (1998) dan al-Khulâshah al-Nahwiyyah
(2000). Konteks kalimat dalam penelitian ini dibatasi pada al-siyâq al-lughawî atau
al-siyâq al-lafzhî karena persoalan tenses lebih dapat dipahami dari struktur kalimat
daripada situasi yang menyertainya. Sedangkan dari al-af’âl al-musâ’idah (kata kerja
bantu) dibatasi pada al-af’âl al-nâsikhah (كان وبعض أخواتها) karena tenses tidak dapat
ditentukan hanya dengan melihat bentuk fi’l secera independen, tanpa disandingkan
(qarînah tadlâmm) dengan kata kerja bantu yang relevan berikut kata keterangan
yang menyertainya. Adapun ragam kalimat yang mengandung tenses dibatasi hanya
pada jumlah khabariyyah (kalimat berita); sedangkan kalimat perintah, larangan,
pertanyaan, kondisional, dan lainnya tidak diteliti.
Oleh karena itu, rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini
adalah sebagai berikut:
6 Qarînah (jamaknya qarâin) dari segi bahasa artinya: relasi, penyerta, konteks, dan indikasi
atau sesuatu yang menunjukkan kepada yang dikehendaki. Dalam kajian gramatika bahasa Arab,
Qarînah itu merupakan dalil yang menghendaki pemaknaan sesuatu sesuai dengan konteksnya.
Qarâin nahwu itu bersumber dari: sistem fonologi (nizhâm shawti), sistem morfologi (nizhâm sharfî),
sistem sintaksis (nizhâm nahwî), penunjukan konteks (dilâlah al-siyâq), dan pragmatik (dilâlah
hâliyyah). Qarînah shawtiyyah berkaitan dengan korelasi i’râb (infleksi); qarînah sharfiyyah
berkaitan dengan adawât dan huruf al-ma’nâ; qarînah nahwiyyah berhubungan dengan tadlâmm
(sanding kata), rabth (konjungsi), dan rutbah (urutan struktur); qarînah siyâqiyyah berhubungan
dengan penunjukan konteks lafazh; dan qarînah hâliyyah berkaitan dengan penunjukkan situasi di
mana kalimat itu terekspresikan. Tammâm Hassân, al-Khulâshah al-Nahwiyyah, (Kairo: ‗Âlam al-
Kutub, 2000), Cet. I, h. 22-24. 7 Tammâm Hassân mewariskan kepada kita lebih dari 10 karya buku dan terjemahan yang
cukup monumental dan lebih dari 50 artikel yang dimuat di berbagai jurnal internasional. Di antaranya
adalah al-Ushûl: Dirâsat Epistemolojiyyah li al-Fikr al-Lughawî ‘inda al-‘Arab: al-Nahwu – Fiqh al-
Lughah al-Balâghah (2000), al-Lughah Baina al-Mi’yâriyyah wa al-Washfiyyah (2001), al-Tamhîd fi
Iktisâb al-Lughah li Ghair al-Nâthiqina Bihâ (1984), dan Manâhij al-Bahts fi al-Lughah (1979). Lihat 7‗Abd al-Rahmân Husn al-‗Ârif (Ed.), Tammâm Hassân Râidan Lughawiyyan, (Kairo: ‗Âlam al-
Kutub, 2002), h. 13-23.
5
1. Apa kerangka teoritis yang melandasi formulasi konsep tenses dalam
pemikiran nahwu Tammâm Hassân, sebagaimana tercermin dalam dua
karyanya: al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ dan al-
Khulâshah al-Nahwiyyah?
2. Bagaimana Tammâm Hassân memformulasikan konsep tenses dalam
bahasa Arab kontemporer dalam dua karyanya: al-Lughah al-‘Arabiyyah
Ma’nâhâ wa Mabnâhâ dan al-Khulâshah al-Nahwiyyah?
3. Apa implikasi semantik dari pemikiran nahwu Tammâm Hassân terhadap
penggunaan bahasa Arab kontemporer?
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan formulasi konsep tenses
dalam bahasa Arab kontemporer yang dirumuskan oleh Tammâm Hassân. Secara
lebih rinci, penelitian ini berupaya menemukan jawaban faktual dan kontekstual
mengenai hal-hal berikut:
1. Argumen dan kerangka teoritis yang melandasi formulasi konsep tenses
dalam pemikiran nahwu Tammâm Hassân;
2. Formulasi konsep dan kategorisasi tenses dalam bahasa Arab kontemporer
yang dipahami dari dua karya Tammâm Hassân: al-Lughah al-‘Arabiyyah
Ma’nâhâ wa Mabnâhâ dan al-Khulâshah al-Nahwiyyah;
3. Elaborasi kontekstual mengenai implikasi semantik dari pemikiran nahwu
Tammâm Hassân terhadap penggunaan bahasa Arab kontemporer.
Penelitian ini sangat signifikan bagi pengembangan wacana bahasa Arab
kontemporer, terutama mengenai pola struktur kalimat yang sedikit banyak
dipengaruhi oleh Bahasa Inggris. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai
bahan pemikiran dan evaluasi dalam rangka pengembangan materi ajar nahwu, yang
hingga saat ini tenses dalam bahasa Arab belum mendapat apresiasi dalam kurikulum
dan silabi nahwu. Pemahaman terhadap konsep tenses dalam bahasa Arab juga
memudahkan pengkaji teks (naskah) bahasa Arab kontemporer yang relatif banyak
dihiasi oleh struktur kalimat yang mengandung tenses. Signifikansi penelitian ini
juga sekaligus memberikan bukti bahwa ilmu nahwu itu tidak statis, tetapi dinamis.
6
Hanya saja dinamika perkembangan dan pengembangan nahwu sangat dipengaruhi
dan ditentukan oleh pengkajinya yang kritis dan kreatif seperti Tammâm Hassân.
D. Kerangka Teori
1. Konsep Fi’l (Verba)
Fi’l (verba, kata kerja) adalah kata yang menunjukkan suatu makna (peristiwa)
yang disertai dengan salah satu dari tiga konsep kala (waktu): masa lampau,
sekarang, dan mendatang.8 Fi’l merupakan unsur atau sendi penting dalam
pengekspresian kalimat bahasa Arab sekaligus merupakan faktor paling kuat/penting
(ahamm ‘âmil) yang mempengaruhi unsur-unsur kalimat.9 Keberadaan fi‘l dalam
kalimat memungkinkan adalah fâ’il (pelaku, subyek), maf’ûl bih (obyek), maf’ûl fih
atau zharaf zamân (keterangan waktu), hâl (keadaan), dan sebagainya.
Fi’l dalam bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.
Menurut shîghat dan zaman, fi’l dibagi menjadi tiga, yaitu: fi’l mâdli, fi’l mudlâri’,
dan fi’l al-amr. Dari segi asalnya, fi’l dikelompokkan menjadi dua, yaitu: al-fi’l al-
mujarrad (verba yang masih asli, belum berimbuhan) dan al-fi’l al-mazîd (verba
berimbuhan). Dari segi kelengkapan pelaku dan tidaknya, fi’l dibagi menjadi dua,
yaitu: al-fi’l al-tâmm dan al-fi’l al-nâqish. Menurut ada tidaknya huruf ‘illat, fi’l
dikategorikan menjadi al-fi’l al-shahîh dan al-fi’l al-mu’tall. Sedangkan menurut ada
tidaknya perubahan, fi’l dibagi menjadi al-fi’l al-mu’rab dan al-fi’l al-mabnî. Dari
segi ada tidaknya penguat, fi’l dikelompokkan menjadi al-fi’l al-Mu’akkad dan al-fi’l
ghair al-mu’akkad. Dan dari segi peristiwa (al-hadats), fi’l dibedakan antara al-fi’l
al-haqîqî dan al-fi’l al-lafzhî.10
Selain itu, dari segi perlu tidaknya obyek, fi’l dibagi
menjadi dua: fi’l lâzim (intransitif) dan fi’l muta’addi (transitif).
Konsep kala (waktu) pada fi’l –yang dengannya fi’l berbeda dari ism (kata
benda) yang tidak mengandung makna tala-- bukan semata-mata karena bentuk
lafazh fi’l itu sendiri, melainkan karena posisi (maqâm) dan konteksnya dalam
8 ‗Abd al-Ghanî al-Daqar, Mu’jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwi wa al-Sharf wa
Dzuyyila bi al-Imlâ’, (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2001), Cet. III, h. 358-9. 9 Ibrâhîm al-Sâmirrâ‘î, al-Fi’l Zamânuhu wa Abniyatuhu, (Beirût: Mu‘assasah al-Risâlah,
1983), Cet. III, h. 15. 10
George M. Abdul Masih dan Hani George Tabri, al-Khalîl: Mu’jam Mushthalahât al-Nahwi
al-‘Arabî, (Beirût: Maktabah Lubnân, 1990), Cet. I, h. 306.
7
kalimat yang dapat dipahami untuk masa lampu, sekarang, atau mendatang11
.
Misalnya saja kata َفَ َتح tidak secara langsung dapat diartikan ―telah membuka‖. Kata
ini baru berarti ―telah membuka‖ jika diletakkan dalam struktur yang
mengindikasikan hal itu, seperti: فتح أحمد الباب صباح األمس [Ahmad telah membuka
pintu kemarin pagi].
Selain itu, berbeda pendapat dengan aliran Bashrah, para tokoh nahwu aliran
Kûfah merumuskan konsep tala dengan istilah: mâdli (past), mustaqbal (future), dan
dâim (continous, konstan). Namun yang dimaksud dengan dâim oleh mereka adalah
ism fâ’il yang memerlukan obyek. Bahkan ism fâ’il itu sendiri disebut juga dengan
fi’l dâim )فعل دائم( karena bentuk ini dapat dialihkan pemaknaannya kepada al-hâl
(present) dan al-mustaqbal (future).12
2. Tenses dalam Bahasa Arab
Tenses dalam bahasa Arab terkait dengan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal)
atau jumlah ismiyyah (kalimat nominal) yang presiketnya berupa kata kerja. Dengan
kata lain, tenses inhern dengan kalimat yang di dalamnya terdapat kata kerja. Selain
itu, konsep tenses tidak dapat dipisahkan dari zharaf zamân (kata keterangan waktu)
dan partikel lain yang menunjukkan salah satu dari ketiga tala tersebut. Berikut ini
adalah zharaf zamân13
yang menunjukkan tala dimaksud.
الرقم الزمن الماضي الزمن الحاضر )الحال( الزمن المستقبل 1 أمس، باألمس، قبل أمس اآلن، اليوم، حاليا غدا، بعد الغد
2 ...قبل قليل، قبل احلني هذه الساعة، هذا احلني بعد قليل، بعد احلني
الشهر اآليت، -األسبوع رن الق –السنة القادمة، الِعْقد
املقبل
الشهر، هذه -هذا األسبوع القرن –السنة، هذا الِعْقد
أو األسبوع... احلايل
الشهر املاضي، السنة -األسبوع القرن املاضي –املاضية، الِعْقد
3
ليال، هذا الليل، صباحا، هنارا، ليلة الغد، صباح الغد... ظهرا، مساء
4 البارحة، صباح األمس...
اآلونة، هذه األيام األخرية، ، العصر اآليتاأليام املقبلة 5 منذ زمان، منذ ...
11
Mushthafâ Jamâl al-Dîn, ―Ra‘y fi Taqsîm al-Kalimat‖, dalam www.islamonline.net, diakses
pada 25 Oktober 2006. 12
Ibrâhîm al-Sâmirrâ‘î, al-Fi’l Zamânuhu…, h. 21. 13
Mushthafâ al-Ghalayainî, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Juz III, (Beirût: al-Maktabah al-
‗Ashriyyah, 1984), Cet. XIII, h. 44-53.
8
العصر احلاضر
Sedangkan, adawât yang menjadi penunjuk tala dan menyertai jumlah yang
bertenses adalah: قد، لقد untuk masa lampau; sedangkan َس .. سوف untuk masa
mendatang. Tidak ada adât (partikel) untuk masa kini (sekarang) secara spesifik;
masa kini hanya ditunjukkan oleh fi’l al-mudlâri’ dan zharaf zamân yang relevan.
Aplikasi dari konsep tala dan penggunaan partikel dalam penyusunan kalimat
yang selama ini dirumuskan dalam buku-buku nahwu, dan belum diberikan istilah
tenses yang jelas, dapat diberikan contoh-contoh sebagai berikut:
الزمن الماضي الزمن الحالي أو الحاضر الزمن المستقبل
هاجر النيب من مكة إىل املدينة يصوم املسلمون صيام رمضان يسافر الطالب إىل القاهرة بعد الغدسوف ينجح الطالب يف االمتحان
يف السنة املقبلة.
قد سافر أيب إىل مكة يف السنة يقرأ الطالب القرآن كل ليلة املاضية
كان أخي يتعلم اللغة العربية حىت يتعلم أخي اللغة العربية حاليا علم أخي اللغة العربية بعد الغدسيت اآلن
سيتعلم التلميذ العربية يف األسبوع القادم
مازال التلميذ يتعلم العربية يتعلم التلميذ العربية اليوم
Dari kerangka teori (ithâr nazharî) tersebut, dapat ditegaskan bahwa secara
faktual tenses sudah menjadi bagian dari bahasa Arab al-Qur‘an, bahasa Arab klasik
maupun kontemporer. Hanya saja konsepnya belum dirumuskan secara jelas, karena
para ulama nahwu selama ini cenderung melihat bentuk fi’l sebagai konsep sharaf,
dan tidak melihatnya dari perspektif nahwu dan semantik. Penelusuran terhadap
berbagai buku nahwu yang ada, seperti al-Jumal fi al-Nahwi karya al-Khalîl ibn
Ahmad (100-170 H), al-Kitâb karya Sîbawaih (w. 180 H), al-Muqtadlab karya al-
Mubarrid (210-285 H), al-Luma’ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah karya Ibn Jinnî (321-
392 H), Alfiyyah karya Ibn Mâlik (600-672 H), Qathr al-Nada fi Ball al-Shada karya
Ibn Hisyâm al-Ansharî (708-761 H) hingga Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah karya
Mushtafâ al-Ghalayaini, al-Kamil fi al-Nahwi wa al-Sharfi wa al-I’râb karya Ahmad
Qabasy, al-Marji’ fi al-Lughah al-‘Arabiyyah Nahwihâ wa Sharfihâ karya ‗Alî
Ridlâ, al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah al-Jadîdah karya Ilyâs Dîb, dan al-Nahwu al-
9
Wâdlih karya ‗Alî Jârim dan Mushthafâ Amîn, membuktikan bahwa konsep tenses
dalam bahasa Arab kontemporer belum diformulasikan sedemikian rupa seperti yang
terdapat dalam al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ karya Tammâm
Hassân. Fakta lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa istilah tenses lebih
merupakan ―ciri khas‖ gramatika bahasa Inggris daripada bahasa Arab. Namun
demikian, hal ini tidak berarti bahwa konsep tenses tidak dimiliki oleh bahasa Arab.
3. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang konsep tenses dalam bahasa Arab relatif belum banyak
dilakukan. Satu-satunya karya hasil kajian yang membahas tentang tenses, meskipun
topiknya mengenai fi’l, adalah فَ َعَل" و"يَ ْفُعُل" بين التصريف والنحو" karya Mushtafâ al-
Nuhâs. Rumusan tenses dalam karya ini juga sama persis dengan karya gurunya,
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ.
Adapun penelitian mengenai pemikiran linguistik Tammâm Hassân relatif
sudah banyak dilakukan. Ahmad ‗Ilm al-Dîn al-Jundî, salah seorang anggota
Lembaga Bahasa Arab di Kairo, menulis artikel tentang ―Min Qadlâya al-Fikr al-
Ushûlî wa Atsarihi fi Taisîr al-Nahwi al-‘Arabî (Beberapa Persoalan Pemikiran
Ushûl al-Nahwi dan Pengaruhnya terhadap Pemudahan Nahwu) (2002). Kajian ini
difokuskan pada upaya menghadirkan landasan epistemologis berdasarkan khazanah
intelektual Arab dalam bentuk al-nahwu al-ta’lîmi (nahwu untuk pembelajaran),
sebagai alternatif dari al-nahwu al-‘ilmî (nahwu sebagai ilmu).14
Selanjutnya, Husâm Tammâm juga menulis sebuah kajian mengenai profil
Tammâm Hassân berjudul: ―Tammâm Hassân… Mujaddid al-‘Arabiyyah‖.
Menurutnya, ia layak diposisikan sebagai pembaharu bahasa Arab karena beberapa
alasan. Pertama, Tammâm dianggap sebagai pakar bahasa Arab pertama yang
mengkaji mu’jam (kamus, ensiklopedi) sebagai sebuah sistem linguistik integralistik
yang dipertautkan oleh berbagai interkoneksi, bukan sekedar koleksi kosakata.
Kedua, ia juga dianggap ―berani‖ berbeda pendapat dengan aliran Bashrah dan
Kûfah mengenai asal isytiqâq (derivasi). Jika aliran Bashrah berpendapat bahwa
―mashdar” (infinitive) itu sebagai akar kata, sedangkan aliran Kûfah berpendapat
bahwa akar kata itu fi’l mâdli, maka menurunya, akar itu adalah tiga huruf dominan
14
Ahmad ‗Ilm al-Dîn al-Jundî, ―Min Qadlâya al-Fikr al-Ushûlî wa Atsaruhi fi Taisir al-Nahwi
al-‗Arabî‖ dalam ‗Abd al-Rahmân Husn al-‗Ârif (Ed.), Tammâm Hassân..., h. 37-45.
10
dari suatu kata: fâ’, ‘ain, dan lâm. Ketiga, ia juga mengkritisi pembagian kata dalam
bahasa Arab. Selama ini ulama nahwu hingga abad 20 masih cenderung mengikuti
pembagian lama, yaitu: ism, fi’l, dan harf; sementara itu, berdasarkan prinsip ma’na
dan mabna, ia mengklasifikasikannya menjadi tujuh, yaitu: ism, fi’l, shifat, zharaf,
dlamîr, khâlifah, dan harf. 15
Selain itu, Muhammad Shalâhuddin al-Syarîf menulis tentang ―al-Nizhâm al-
Lughawî Baina al-Syakl wa al-Ma’na min Khilal Kitâb Tammâm Hassân: al-
Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ‖ yang dimuat dalam jurnal al-Jami’ah
al-Tunisiyyah (1979). Sa‘d Mashlûh juga meneliti pemikiran Nahwu Tammâm
Hassân dalam artikelnya yang dimuat dalam Jurnal Fakultas Adab Universitas Cairo,
yang berjudul: ―al-Mazhhab al-Nahwî ‘inda Tammâm Hassân min Nahwi al-Jumlah
ila Nahwi al-Nashsh” (1999). Beberapa penelitian itu menunjukkan bahwa
pemikiran nahwu Tammâm Hassân cukup menarik perhatian banyak kalangan. Dan
sejauh ini, pemikiran nahwunya mengenai tenses belum diteliti secara memadai.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian teks. Yang diteliti adalah teks yang berisi
hasil pemikiran Tammâm Hassân di bidang gramatika bahasa Arab. Sumber primer
penelitian ini adalah dua karyanya: al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma’nâhâ wa Mabnâhâ
dan al-Khulâshah al-Nahwiyyah. Pendekatan yang digunakan dalam memahami dan
memaknai pemikirannya mengenai tenses adalah pendekatan kualitatif. Subyek
peneliti merupakan ―instrumen‖ yang berinteraksi langsung dengan ―wacana teks‖
yang ditelitinya. Teks diperlakukan sebagai sebuah sistem aktual (actual system)
yang berkaitan dengan strategi (murtakazât), ekspektasi (tawaqqu’ât), dan
pengetahuan (ma’ârif) kebahasaaraban. Ia hadir dalam konteks situasi tertentu
(bahasa Arab kontemporer) atau mauqif al-siyâq dan mengandung struktur internal
berupa koteks (co-text) atau siyâq al-binyah.16
Data penelitian ini dikumpulkan melalui studi teks (literatur) dan akses internet
dengan keyword: al-zaman al-nahwî, al-fi’l, dan Tammâm Hassan melalui proses
15
Husâm Tammâm, ―Tammâm Hassân…Mujaddid al-‗Arabiyyah‖, diakses dari
www.islamonline.net melalui situs Google, pada 30 April 2006. 16
Robert de Beaugrande, al-Nashsh wa al-Khithâb, wa al-Ijrâ’, Terj. dari Text, Discourse, and
Process toward a Multidiciplinary Science of Texts oleh Tammâm Hassân, (Kairo: ‗Âlam al-Kutub,
1998), h. 89-91.
11
pembacaan ulang, pemahaman (versetehen), kategorisasi, dan sistematisasi.
Pembacaan teks dari dua karya tersebut difokuskan pada topik bahasan mengenai al-
zaman nahwî (tenses). Analisis yang digunakan dalam memahami data bibliografis
penelitian ini adalah analisis linguistik dan analisis wacana (tahlîl al-khithâb).
Prosedur analisis linguistik (al-tahlîl al-lughawî) ditempuh melalui langkah-langkah
berikut:
1. Penentuan area (ruang lingkup) topik penelitian: teks yang berisi wacana
mengenai al-jumal al-‘Arabiyyah al-lati tatadlamman al-zaman al-nahwi
(kalimat Arab yang mengandung tenses);
2. Pemahaman terhadap al-‘alâqat baina al-kalimât fi al-jumal (interkoneksi
antar kata dalam kalimat);
3. Penentuan ragam al-qarâ’in (relasi penyerta) pada struktur kalimat;
4. Pemahaman siyâq al-kalâm (konteks pembicaraan);
5. Interpretasi terhadap al-ma’ânî al-wadlîfiyyah al-nahwiyyah (makna fungsi-
onal gramatikal);
6. Penyimpulan dan formulasi al-zaman al-nahwi (tenses).17
Sedangkan analisis wacana digunakan untuk mengungkap isi teks, tetapi juga
untuk memahami bagaimana teks itu dibuat (dimunculkan), karena teks bukan
merupakan sesuatu yang datang dari langit, juga bukan ruang hampa yang mandiri.
Akan tetapi, teks dibentuk oleh praktik wacana, berupa kognisi sosial dan konteks
yang melingkupinya. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan
[tentang tenses], analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari
suatu teks. 18
Dan untuk pengayaan konseptualisasi tenses, konsep tenses dalam
bahasa Inggris juga dijadikan sebagai perbandingan.
Penelitian ini dilandasi oleh sebuah asumsi dasar bahwa konsep tenses
terdapat dalam bahasa Arab. Formulasi konsep ini dimatangkan oleh Tammâm
Hassân berdasarkan kerangka teoritis yang berakar dari warisan khazanah intelektual
Arab yang dipadukan dengan sistem linguistik modern. Konsep tenses dalam bahasa
Arab kontemporer relevan untuk pengembangan dan pengayaan materi ilmu nahwu.
17
Khalîl Ahmad ‗Amâyirah, Fi al-Tahlil al-Lughawi: Manhaj Washfî Tahlîlî, (al-Zarqâ‘:
Maktabah al-Manâr, 1987), Cet. I, h. 83. 18
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001), Cet.
I, h.xv dan 222.
12
Dan konsep ini mempunyai implikasi semantik yang signifikan, baik untuk
pengembangan empat keterampilan berbahasa maupun untuk studi naskah dan proses
penerjemahan dari dan ke dalam bahasa Arab.
F. Hasil Penelitian dan Analisis
1. Biografi Intelektual Tammâm Hassân
Nama lengkapnya adalah Tammâm Hassân Omar Muhammad Dâwud, lahir di
desa Karnak, propinsi Qanâ, Mesir pada 27 Januari 1918. Mula-mula ia belajar
membaca al-Qur‘an di lingkungan keluarganya. Ia telah mampu meyelesaikan
hafalan al-Qur‘an dengan bacaan Hafs pada usia 11 tahun, tetapnya pada 1929.19
Setelah itu, ia pergi ke Kairo untuk melanjutkan studinya di Ma‘had al-Qâhirah
al-Dîni al-Azharî pada tahun ajaran 1930-1931. Di lembaga pendidikan ini, ia meraih
ijazah Ibtidâiyyah Azhriyyah pada tahun 1934, kemudian menyelesaikan MTs dan
MA. pada 1939. Kemudian ia melanjutkan ke Madrasah Dâr al-‗Ulûm al-Ulyâ (Kini
Fakultas Dâr al-‗Ulûm Universitas Kairo). Di madrasah ini ia memperoleh Diploma
Bahasa Arab pada 1943. Ketika belajar di Madrasah ini, ia juga terlibat dalam latihan
kemiliteran, di mana ia masuk dalam pelatihan penyiapan perwira cadangan. Ia lulus
dalam pelatihan ini pada 1842 dengan pangkat letnan dua.
Pada tahun 1945 ia memperoleh ranking pertama ijâzah tadrîs (Setingkat S1)
di bidang pendidikan dan psikologi dari Dâr al-‗Ulûm, setelah menyelesaikan
pendidikannya selama 2 tahun. Setamat dari perguruan ini, ia langsung diangkat oleh
Departemen Pendidikan Mesir untuk menjadi guru pada Madrasah Model ―al-
Niqrasyî‖, namun ia tidak lama mengemban tugas ini karena ia segera dipilih
menjadi asisten dosen pada Dâr al-‗Ulûm. Tak lama setelah itu, pada Pebruari 1946,
ia dipilih menjadi salah satu utusan pemerintah Mesir untuk melanjutkan studi ke
London Inggris untuk mendalami linguistik. Pengirimannya itu atas usul dan
masukan dari Ibrâhîm Mushthafâ, penggagas dan salah seorang penulis al-Mu’jam
al-Wasîth.
Sesampai di London, ia belajar bahasa Inggris selama satu tahun, dan setelah
itu, ia berstudi pada Institute of Oriental and African Studies pada Universitas
19
‗Abd al-Rahmân Husn al-‗Ârif (Ed.), Tammâm Hassân …., h. 13.
13
London. Pada 1949 ia menyelesaikan program Masternya, dan memperoleh gelar
Magister (MA.) dalam bidang linguistik, konsentrasi fonologi, dengan tesis: ―The
Phonetics of el-Karnak Dialect Upper Egypt‖ (Dirâsah Shawtiyyah li Lahjah al-
Karnak fi Sha’îd Mishr). Ia langsung melanjutkan studinya pada Program Doktor
(S3) di Universitas yang sama. Tiga tahun kemudian ia meraih gelar doktor di bidang
yang sama, dengan disertasi berjudul: ―Dirâsah Shawtiyyah wa Fûnulûjiyyah li
Lahjat ‘Aden fi Janûb Bilâd al-‘Arab” (The Phonetics and Phonology of an Aden of
Arabic [South Arabia]).20
Dalam menyiapkan disertasinya, ia melakukan penelitian selama enam bulan
di Aden (Mei hingga Nopember 1951) bergumul dengan suku-suku yang ada di
daerah tersebut. Seperti al-Khalîl ibn Ahmad (100-170 H)21
ketika meneliti dan
mengumpulkan materi kebahasaaraban bagi penyusunan kamusnya, Mu’jam al-‘Ain,
Tammâm ―memotret‖ dari dekat kehidupan kebahasaan warga Aden dengan
pendekatan grounded research-nya.
Sebulan setelah meraih gelar doktor, Tammâm kembali ke tanah airnya, dan
diangkat menjadi dosen (asisten dosen) pada Agustus 1952 pada Fakultas Dâr al-
‗Ulûm Jurusan Fiqh al-Lughah (sekarang: Jurusan Linguistik dan Studi Semitik dan
Orientalistik).
Ketika terjadi konflik segitiga (Mesir-Suriah-Israel) pada 1956, secara suka
rela ia ikut serta dalam kemiliteran. Ia bergabung dalam kesatuan militer dari
Agustus 1956 hingga Maret 1957. Namanya baru ―terhapus‖ dari absensi
kesatuannya pada 1962. Pada 1957, ia ditugasi oleh Dâr al-‗Ulûm pergi ke Amerika
Serikat untuk memilih media modern untuk pengembangan Laboratorium Bahasa,
dan juga untuk berlatih menggunakan media itu.
20
‗Abd al-Rahmân Husn al-‗Ârif (Ed.), Tammâm Hassân..., h. 14. 21
al-Khalîl ibn Ahmad ibn ‗Amr ibn Tamîm al-Farâhîdî al-Azdî adalah pelopor studi bahasa
Arab secara akademik. Ia adalah penulis pertama ensiklopedi bahasa Arab, Kitâb al-‘Ain, dengan
pendekatan fonologis. Selain merupakan tokoh utama nahwu aliran Bashrah, ia adalah penemu tanda
bunyi Arab (fathah, dlammah, dan kasrah), istilah-istilah nahwu (mubtada’, khabar, fâ’il, dan
sebagainya. Ia tidak hanya menguasai ‘ilm al-Qirâ’ah, tetapi juga penemu dan perumus ‘ilm al-‘arûdl
(metrics). Kontribusinya sangat besar dalam formulasi dan kodifikasi ilmu-ilmu bahasa Arab, karena
pada masanya ilmu nahwu mengalami fase formulasi dan pembentukan. Lihat Muhammad al-
Thanthâwî, Nasy’at al-Nahwi wa Târîkh Asyhar al-Nuhât, Tahqîq Abû Muhammad ‗Abd al-Rahmân
ibn Muhammad ibn Ismâ‘îl, (Mekkah: Maktabah Ihyâ‘ al-Turâts al-Islâmî, 2002), Cet. I, h. 32; dan
Rihab Khudlar ‗Ikâwî, Mawsû’ah ‘Abâqirat al-Islâm fi al-Nahwi wa al-Lughah wa al-Fiqh, (Beirût:
Dâr al-Fikr al-‗Arabi, 1993), Cet. I, h. 119-25.
14
Tammâm Hassân tergolong cukup produktif. Setidak-tidaknya ia telah
menulis 9 buah buku, 5 karya terjemahan buku dari bahasa Inggris ke dalam bahasa
Arab, lebih dari 50 artikel dan hasil penelitian yang dipublikasikan di berbagai jurnal
internasional seperti: al-Lisân al-‘Arabî. Berikut ini adalah sebagai karya
akademiknya yang sangat monumental.
1. Manâhij al-Bahts fi al-Lughah (1955).
2. al-Lughah al-Mi’yariyyah wa al-Washfiyyah (1958 dan 2001)
3. al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ (1973, 1985, 1998)
4. al-Ushûl: Dirâsah Epistemolojiyyah li al-Fikr al-Lughawi ‘Inda al-‘Arab (al-
Nahwu – Fiqh al-Lughah – al-Balâghah) (1981 dan 2000).
5. al-Tamhîd fi Iktisâb al-Lughah al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ
(1984).
6. Maqâlât fi al-Lughah wa al-Adab (dua Jilid) (1985 dan 2005)
7. al-Bayân fi Rawa’i al-Qur’ân (1993 dan 2000).
8. al-Khulâshah al-Nahwiyyah (2000)
9. Khawâthir min Ta’ammul Lughat al-Qur’ân (2006)
10. Atsar al-‘Ilm fi al-Mujtama’ (terjemahan)
11. al-Lughah fi al-Mujtama’ (terjemahan)
12. al-Fikr al-‘Arabi wa Makânatuhi fi al-Târîkh (terjemahan)
13. al-Nashsh wa al-Khithâb wa al-Ijrâ’ (terjemahan).
14. Masâlik al-Tsaqâfah al-Ighriqiyyah ila al-‘Arab (terjemahan)
Beberapa prestasi akademik juga telah diraihnya. Ia pernah meraih Juara I
dalam sebuah lomba karya ilmiah yang diselenggarakan oleh Dewan Koordinasi
Arabisasi di Rabath Marokko dengan judul: ―al-Qarâ’in al-Nahwiyyah wa iththirâh
al-‘Âmil wa al-I’rabain al-Taqdîrî wa al-Mahallî‖ (1972). Dengan karyanya, al-
Ushul, ia meraih penghargaan internasional di bidang karya sastra dan linguistik dari
‗Âli Bashîr untuk Dedikasi Islam, Sastra Arab dan Sains (1984). Pada tahun 1987, ia
juga meraih hadian dari Saddâm Husain di bidang kajian linguistik, dan pada 2005 ia
meraih hadiah dan penghargaan dari King Faisal Awards di bidang yang sama.22
22
‗Abd al-Rahmân Husn al-‗Ârif (Ed.), Tammâm Hassân..., h. 21.
15
2. Kerangka Koseptual dan Kategorisasi Tenses
Tammâm Hassân membedakan antara makna الزمن dan مانز ال . Yang pertama
berarti time (waktu), sedangkan yang kedua berarti tense (masa) yang terkait dengan
formula morfologis (al-shiyagh al-sharfiyyah) dan konteks kebahasaan23
.
Berdasarkan pembedaan ini, ia mengklasifikasikan zaman menjadi tiga, yaitu:
pertama, al-zaman al-nahwî (tense), tala yang pemaknaannya ditentukan oleh
struktur dan konteks kalimat. Hal ini berbeda dengan al-zaman al-sharfî, tala yang
pemaknaannya ditentukan oleh bentuk kata, terlepas dari konteksnya. Misalnya saja,
-menunjukkan al-zaman al-hâli atau al يفعل menunjukkan al-zaman al-mâdlî; dan فعل
istiqbâl.24
Masing-masing bentuk kata ini dapat saja makna kontekstualnya berubah
jika diletakkan dalam struktur tertentu, seperti: اللغة العربية فهمت القرآنإذا درست . Kata درس dan فهم dalam contoh ini bentuknya adalah mâdli, namun tensesnya menunjukkan
future tense karena ketika dinyatakan, perbuatan yang disyaratkan belum terjadi atau
baru akan terjadi.
Kedua, zamân al-iqtirân (tala penyerta) berada di antara dua peristiwa (aksi),
dan tala ini dipahami dari kata keterangan waktu yang masih mubham (belum jelas)
penunjukannya, apakah past, present, atau future, kecuali jika disertakan dalam
struktur kalimat, seperti: ...أبدا، قبل، بعد، متى، أيان، منذ. Makna yang dikandung oleh
tala ini bersifat fungsional seperti al-zaman al-nahwî. Bedanya dengan al-zaman al-
nahwî adalah disertakan atau tidaknya dalam struktur kalimat. Jika disertakan, maka
maknanya kemungkinan menyesuaikan dengan konteks kalimatnya. Misalnya, kata
-dapat berarti istighrâq al-nafyi (menafikan sama sekali) atau al-itsbât fi al أبدا
mustaqbal wa istimrarih (penetapan dan keberlangsungan di masa depan).
Contohnya: (42ا... )المائدة: قالوا يا موسى لن ندخلها أبدا ما داموا فيه (Mereka berkata: Hai
Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada
di dalamnya…).25
Ketiga, zaman al-awqât adalah waktu yang dipahami dari kata benda yang
ditransformasikan ke dalam [dan digunakan sebagai] makna zharaf (kata
keterangan). Kata benda yang dimaksud adalah: (1) mashdar yang digunakan untuk
23
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah …, h. 240. 24
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah …, h. 240. 25
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah …, h. 241; dan Karîm Zakî Husâm al-Dîn, al-
Zamân al-Dilâlî..., h. 204.
16
menjelaskan waktu seperti: جا آتيك قدوم الح (Saya akan mendatangimu waktu orang
yang naik haji itu datang); (2) shîghat ism al-zamân (bentuk kata yang menunjukkan
waktu), seperti: أزورك مغرب الشمس (Saya akan mengunjungimu pada waktu matahari
terbenam); dan (3) beberapa ism mubham yang menunjukkan waktu atau kata yang
ditambahkan kepada ism mubham itu seperti: kata yang menunjukkan ukuran,
contohnya: يت هناك؟كم ساعة بق (Berapa jam Anda tinggal di sana?); kata bilangan,
seperti: خمسة أيام وثالث ليال atau ism al-awqât, seperti: ،حين، وقت، ساعة، يوم، قبل، بعد.dan lain sebagainya بين...
26
Konsep zaman tersebut terkait dengan konsep fi’l (verba). Fi’l, menurut
Tammâm Hassân, menunjukkan penyertaan dua hal, yaitu: peristiwa sebagai makna
dari tiga huruf dasar dari fi’l, dan masa (waktu) yang ditunjukkan oleh bentuk fi’l
(mâdli dan mudlâri’). Makna dari bentuk fi’l disebut zaman sharfî. Ketika bentuk fi’l
itu diletakkan dalam konteks kalimat, maka makna zaman itu boleh jadi berubah
karena masa yang ditunjukkan oleh struktur kalimat itu tidak lagi terikat oleh hanya
bentuk fi’l. Makna dari bentuk fi’l yang berada dalam konteks kalimat disebut zaman
nahwi. Berikut ini adalah contoh-contoh perubahan zaman sharfî menjadi zaman
nahwî sesuai dengan konteks masing-masing27
:
الصيغة زمنها الصرفي المثال الزمن النحوي مالحظات
بارك ماض بارك اهلل فيك مستقبل )دعاء( الدعاء طلب شيء لم يحدث
الشرط تعليق أمر على آخر في المستقبل
يزور حال زرني أكرمكإن ت استقبال
نفي المضارع بلم يدل على المضي
يحدث حال لم يحدث هذا مضي
أحسن ماض ما أحسن محمدا حاضر )تعجب( التعجب تعبير عن انفعال حاضر
التحضيض حث على إحداث شيء لم يقع
قام ماض هال قمت استقبال )تحضيض(
التمني ينصرف إلى تجربة سابقة هنا
) قام ماض ي قمتُ ليتن ماض )تمن
لو عبرت عن امتناع حدث المتناع حدث في الماضي
لو قام خالد لقام ماض )امتناع( علي
قام ماض
26
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah …, h. 241. 27
Tammâm Hassân, al-Khulâshah al-Nahwiyyah.., h. 61.
17
Dengan demikian, konseptualisasi tenses dalam bahasa Arab dilandasi oleh
bentuk fi’l di satu pihak –meskipun bukan faktor determinan, dan oleh siyâq lughawî
(konteks kebahasaan), seperti: struktur dan ragam kalimat, keberadaan zharaf zamân,
penggunaan adawât (partikel), dan qarâ’in lafziyyah (relasi kata yang menjadi
penyerta dalam kalimat). Jadi, interkoneksitas berbagai kata dalam kalimat adalah
penentu makna tenses.
3. Formulasi Tenses Menurut Tammâm Hassân
Dengan meminjam teori ta’lîq28
yang pernah digagas oleh ‗Abd al-Qahir al-
Jurjânî (w. 471 H) dalam karya master piece-nya Dalâ’il al-I’jâz, Tammâm Hassân
memformulasikan konsep tenses dalam gramatika bahasa Arab. Pembagian dasar
tenses diformulasikan menjadi tujuh kategori sebagai berikut29
:
الرقم الزمن الصيغة المثال
1 الماضي فعل قرأ الولد القرآن أمس.
4 قبل الماضي كان+فعل كان القرآن أنزل إلى محمد صلعم.
3 بعد الماضي فعلكان+ قد كان أخي قد نجح في دراسته الجامعية.
2 الحاضر يفعل اآلن. اللغة العربية يكتب الطالب درس 5 المستقبل يفعل يسافر الحجاج إلى مكة بعد أسبوع. 6 قبل المستقبل سيفعل .سينجح صديقي في دراسته بعد سنة
7 بعد المستقبل سوف يفعل .سوف يدخل المسلمون الجنة في اآلخرة
Kategorisasi tersebut dalam aplikasinya dilengkapi dengan zharaf zamân
yang relevan. Dengan dikombinasikan dengan adawât dan diperkuat dengan qarâ’in
lafzhiyyah dan fakta yang dikandung oleh kalimat, maka formulasi tenses dapat
dikembangkan menjadi enam belas (16) kategori, yaitu: (1) peristiwa yang sudah
berakhir di masa sangat lampau (al-mâdli al-ba’îd al-munqathi’), (2) peristiwa yang
terjadi di masa lampau yang belum terlalu lama (al-mâdli al-qarîb al-munqathi’), (3)
masa lampau yang terus berlanjut (al-mâdli al-mutajaddid), (4) masa lampau yang
berakhir pada masa kini (al-mâdli al-muntahî bi al-hâdlir), (5) masa lampau yang
berlanjut hingga masa sekarang (al-mâdli al-muttashil bi al-hâdlir), (6) yang sedang
28
Ta’lîq artinya pengaitan atau perelasian; dapat juga berarti komentar. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan ta’lîq adalah pengaitan satu kata dengan lainnya dalam struktur kalimat sehingga
makna jumlah (kalimat) dapat dipahami, termasuk makna tenses yang terkandung di dalamnya.
Muhammad Hamasah ‗Abd al-Lathîf, al-Nahwu wa al-Dilâlah: Madkhal li Dirâsah al-Ma’na al-
Nahwi al-Dilâlî, (Beirut: Dâr al-Syurûq, 2000), Cet. I, h. 12-13. 29
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah …, h. 245-7.
18
terjadi di masa lampau (al-mâdli al-mustamirr), (7) masa lampau biasa (al-mâdli al-
basîth), (8) masa lampau yang mendekati masa kini (al-mâdli al-muqârib), (9) masa
lampau yang sudah dimulai (al-mâdli al-syurû’î), (10) al-hâl al-‘âdî (masa sekarang
biasa), (11) masa sekarang yang masih berlanjut (al-hâl al-mutajaddid), (12) masa
sekarang yang sedang berlangsung (al-hâl al-mustamirr), (13) masa mendatang biasa
(al-mustaqbal al-basîth), (14) masa mendatang jangka pendek (al-mustaqbal al-
qarîb), (15) masa mendatang jangka panjang (al-mustaqbal al-ba’îd), dan (16) masa
depan yang tetap/terus terjadi (al-mustaqbal al-istimrârî).
Berikut ini adalah formulasi tenses dalam bahasa Arab yang dibuat oleh
Tammâm Hassân30
:
الرقم الزمن الجهة اإلثبات النفي التأكيد
1 الماضي قطع نالبعيد الم كان فعل لم يكن فعل لقد كان فعل
4 الماضي قطعنالقريب الم كان قد فعل لم يكن قد فعل إنه كان قد فعل
3 الماضي المتجدد كان يفعل لم يكن يفعل لقد كان يفعل
2 ماضيال ضراالمنتهي بالح قد فعل ما فعل لقد فعل
5 الماضي المتصل بالحاضر مازال يفعل لما يفعل إنه ما زال يفعل
6 الماضي المستمر ظل يفعل لم يفعل لقد ظل يفعل
7 الماضي البسيط فعل لم يفعل إنه فعل
8 الماضي المقارب كاد يفعل لم يكد يفعل لقد كاد يفعل
9 الماضي الشروعي طفق يفعل ليس يفعل لقد طفق يفعل 11 الحال العادي يفعل ما يفعل ه يفعلإن
11 الحال أو المتجدد التجددي يفعل ما يفعل إنه يفعل 14 الحال االستمراري يفعل ما يفعل إنه يفعل
13 المستقبل البسيط يفعل ال يفعل ليفعلن 12 المستقبل القريب سيفعل لن يفعل ليفعلن
15 المستقبل البعيد سوف يفعل لن يفعل لسوف يفعل 16 المستقبل االستمراري سيظل يفعل لن يفعل لسوف يظل يفعل
Berdasarkan formulasi dalam tabel tersebut, dapat ditegaskan bahwa past
tense dalam bahasa Arab memiliki ragam yang cukup banyak (9 bentuk), karena
Tammâm Hassân mengaitkan penggunaan fi’l mâdhi tidak hanya dengan kâna dan
beberapa saudaranya, melainkan juga menyandingkannya dengan salah satu af’âl al-
30
Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah …, h. 372.
19
syurû’ (verba yang berkonotasi mulai) dan af’âl al-muqârabah (verba yang
berkonotasi hampir, nyaris) dan zharaf zamân yang mendukung pemaknaan masing-
masing tenses tersebut.
G. Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan analisis di atas dapat diambil kesimpulan berikut:
Pertama, formulasi konsep tenses dalam pemikiran nahwu Tammâm Hassân
dilandasi oleh kerangka teori yang melihat bahasa Arab sebagai sebuah sistem
bahasa yang elastis dan kaya ragam ungkapan. Tenses dalam bahasa Arab
kontemporer tidak dipengaruhi oleh konsep serupa dalam bahasa Inggris, karena
penggunaan tenses dalam bahasa Arab telah memiliki akar historis dan bukti faktual
dalam berbagai khazanah intelektual Arab klasik maupun kontemporer, terutama
teori ta’liq dan al-nazham yang dicetuskan oleh ‗Abd al-Qâhir al-Jurjânî.
Kedua, Tammâm Hassân memformulasikan konsep tenses dalam bahasa
Arab kontemporer dengan tetap mendasarkan pada pembagian konsep waktu (tala)
yang melekat pada bentuk fi’l, lalu dihubungkan dengan konteks kalimat di mana fi’l
distrukturkan dan dirangkai dengan: af’âl nâsikhah, af’âl sl-syurû’, af’al muqârabah,
dan zharaf zamân serta adawât lain yang menyertainya. Formulasi tenses
menghasilkan bentuk (binyah) dan makna fungsional dan kontekstual sesuai dengan
siyâq al-kalâm yang menjadi penyertanya (al-qarâ’in al-lafzhiyyah) dan konteks
sosial budaya yang melingkupi pemaknaannya (al-qarâ’in ghair al-lafzhiyyah).
Ketiga, pemikiran nahwu Tammâm Hassân mengenai penggunaan bahasa
Arab kontemporer memberikan implikasi semantik yang sangat penting dan menarik.
Implikasi tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan semantik dalam
memahami teks, terutama teks al-Qur‘an. Implikasi internal dari pemikiran Tammâm
memberinya inspirasi untuk menghadirkan keindahan gaya bahasa dan kedalaman
makna al-Qur‘an dalam karya monumentalnya, al-Bayân fi Rawâ’i’ al-Qur’ân:
Dirâsah Lughawiyyah wa Uslûbiyyah li al-Nashsh al-Qur’ânî (2000).
Daftar Pustaka
‗Abd al-Masîh, George M. dan Hani George Tabri, al-Khalîl: Mu‘jam Mushthalahât al-Nahwi al-‘Arabî, Beirût: Maktabah Lubnân, Cet. I, 1990.
20
‗Amâyirah, Khalîl Ahmad, Fi al-Tahlîl al-Lughawî: Manhaj Washfî Tahlîlî, al-Zarqâ‘-Yordania: Maktabah al-Manâr, Cet. I, 1987.
Beaugrande, Robert de, al-Nashsh wa al-Khithâb, wa al-Ijrâ’, Terj. dari Text, Discourse, and Process toward a Multidiciplinary Science of Texts oleh Tammâm Hassân, Kairo: ‗Âlam al-Kutub, 1998.
al-Daqar, ‗Abd al-Ghanî, Mu’jam al-Qawâ’id al-‘Arabiyyah fi al-Nahwi wa al-Sharf wa Dzuyyila bi al-Imlâ’, Damaskus: Dâr al-Qalam, Cet. III, 2001.
Dâwud, Muhammad Muhammad, al-Dilâlah wa al-Harakah: Dirâsah li Af’âl al-Harakah fi al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah fi Ithâr al-Manâhij al-Hadîtsah, Kairo: Dâr Gharîb, 2002.
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LkiS, Cet. I, 2001.
al-Ghalayainî, Mushthafâ, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Juz III, (Beirût: al-Maktabah al-‗Ashriyyah, Cet. XIII, 1984.
Husâm al-Dîn, Karîm Zakî, al-Zamân al-Dilâlî: Dirâsah Lughawiyyah li Mafhûm al-Zaman wa Alfâzhihi fi al-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr Gharîb, 2002.
Hassân, Tammâm, al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, (Kairo: ‗Âlam al-Kutub, Cet. III, 1998.
Hassân, Tammâm, al-Khulâshah al-Nahwiyyah, Kairo: ‗Âlam al-Kutub, Cet. I, 2000.
Husn al-‗Ârif (Ed.), ‗Abd al-Rahmân, Tammâm Hassân Râidan Lughawiyyan, Kairo: ‗Âlam al-Kutub, Cet. I, 2002.
‗Ikâwî, Rihab Khudlar, Mawsu’ah ‘Abâqirat al-Islâm fi al-Nahwi wa al-Lughah wa al-Fiqh, Beirût: Dâr al-Fikr al-‗Arabi, Cet. I, 1993.
Jamâl al-Dîn, Mushthafâ, ―Ra‘y fi Taqsîm al-Kalimat‖, dalam www.islamonline.net, diakses pada 25 Oktober 2006.
Madkûr, ‗Ali Ahmad, Tadrîs Funûn al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, 2000.
al-Nuhâs, Mushthafâ, Min Qadlâyâ al-Lughah, al-Kuwait: Mathbû‘ât Jâmi‘ah al-Kuwait, Cet. I, 1995.
al-Sâmirrâ‘î, Ibrâhîm, al-Fi’l Zamânuhu wa Abniyatuhu, Beirût: Mu‘assasah al-Risâlah, Cet. III, 1983.
al-Sûsah, ‗Abbâs, al-‘Arabiyyah al-Fushha al-Mu’âshirah, Kairo: Dâr Gharîb, 2002.
Tammâm, Husâm, ―Tammâm Hassân…Mujaddid al-‗Arabiyyah‖, diakses dari www.islamonline.net melalui situs Google, pada 30 April 2006
al-Thanthâwî, Muhammad, Nasy’at al-Nahwi wa Târîkh Asyhar al-Nuhât, Tahqîq Abû Muhammad ‗Abd al-Rahmân ibn Muhammad ibn Ismâ‘îl, Mekkah: Maktabah Ihyâ‘ al-Turâts al-Islâmî, Cet. I, 2002.
Thu‘aimah, Rusydî Ahmad, dan Muhammad al-Sayyid Mannâ‘, Tadrîs al-‘Arabiyyah fi al-Ta’lîm al-‘Âmm: Nazhariyyah wa Tajârib, Kairo: Dâr al-Fikr al-‗Arabî, Cet. I, 2000.
21