gagal ginjal kronik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ggk

Citation preview

RESUME KASUS 4Hanifah Shalihah A220110120107Tutor 3

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJALSecara normal, manusia memiliki dua ginjal (ginjal kanan dan kiri) setiap ginjal memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal.Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah bagian ginjal yang pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula yaitu bagian ginjal yang berwarna gelap dan bergaris terdiri dari sejumlah papilla renalis yang menonjol kedalam pelvis, dan pembesaran pada ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh sekitar satu juta nefron. Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang menyertainya. Setiap tubulus renalis adalah tabung panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis sel kuboid. Tubulus renalis dimulai sebagai kapsula bowman, mangkuk berlapis ganda yang menutupi glomerulus, terpuntir sendiri membentuk tubulus kontortus proksimal, berjalan dari korteks ke medula dan kembali lagi, membentuk ansa henle, terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus kontortus distal. Dan berakhir dengan memasuki duktus koligentes. Setiap duktus koligentes berjalan melalui medula ginjal, bergabung dengan duktus koligentes dari nefron lain. Dan mereka membuka bersama pada permukaan papila renalis didalam pelvis ureter.

Fungsi ginjal adalah sebagai berikut:1. Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.2. Ekskresi produk akhir metabolisme.3. Memproduksi Hormon.Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia tubuh, ginjal menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh sel-sel tertentu dalam dinding arteriol yang dilalui darah menuju glomerulus. Renin disekresi bila tekanan darah sangat menurun sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup. Hormon ini meningkatkan tekanan darah.Hormon lain yang disekresi ginjal asalah eritropoetin. Eritropoeitin disekresi oleh ginjal sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen normal. Hormon ini merangsang pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang dan meningkatkan jumlah darah yang tersedia untuk pengangkutan oksigen. Fungsi ginjal yang lain memproduksi vitamin D yang aktif secara biologis (Suyono, 2001).

DEFINISI Chronik Kidney Desease adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia {urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal} (Nursalam, 2006).Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. CKD disebabkan oleh berbagai penyakit. Penyebab CKD antara lain penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price dan Wilson, 2005).Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang bersifat progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2002).Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Diagnosis penyakit ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit/1,73m. GFR normal pada orang dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml per menit. Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault :LFG (ml/menit/1,73m) =( 140 umur ) x berat badan*)72 x kreatinin plasma (mg/dl)*) pada perempuan dikalikan 0,85Kriteria penyakit ginjal kronik Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam proses pencitraan

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitDerajatPenjelasanLFG (ml/menit/1,73m)

1Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau naik 90

2Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan60 89

3Kerusakan gunjal dengan LFG turun sedang 30 59

4Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat15 29

5Gagal ginjal< 15 atau dialisis

Pembedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran. Istilah azotemia menunjukan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada gejala gagal ginjal yang nyata. Sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal ginjal di mana gejala ginjal dapat dideteksi dengan jelas.Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah, sehingga kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh (Carpenito, 2006).

ETIOLOGI Gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan dari beberapa jenis penyakit sebagai berikut : Penyakit jaringan ginjal kronis seperti glomerulonefritis. Glomerulonefritis atau yang biasa disebut radang pada glomerulus (unit penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal tidak bisa lagi menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh dan menjadi penyebab gagal ginjal. Penyakit endokrin atau metabolik misalnya komplikasi diabetes, diabetes tipe 1 dan tipe 2. Infeksi kronis, misalnya pielonefritis dan tuberkulosis. Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal. Kelainan bawaan (hederiter) dan gangguan kongenital: penyakit ginjal polikistik hederiter, asidosis sistemik progresif, kista ginjal. Obstruksi ginjal, misalnya batu ginjal. Penyakit vaskuler seperti nefrosklerosis dan penyakit darah tinggi. Nefrosklerosis Maligna adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), atau penurunan tekanan darah yang berlebihan menyebabkan aliran darah ginjal berkurang sehingga arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal. Penyakit jaringan ikat misalnya lupus. Lupus ini terjadi ketika antibodi dan komplemen terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya proses peradangan yang biasanya menyebabkan sindrom nefrotik (pengeluaran protein yang besar) dan dapat cepat menjadi penyebab gagal ginjal. Obat obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi aminoglikosida dalam jangka panjang. Lingkungan dan agens berbahaya yang dapat mempengaruhi gagal ginjal kronis misalnya timah, kadmium, merkuri, dan kromium.Semua faktor tersebut akan merusak jaringan ginjal secara bertahap dan menyebabkan gagalnya ginjal. Apabila seseorang menderita gagal ginjal akut yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, maka akan terbentuk gagal ginjal kronik (Nursalam, 2006).

PATOFISIOLOGIPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfitrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi karena aktivitas aksis rennin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi. Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah jika produksi eritropoietin menurun maka mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Akibat menurunya glomerular filtration rate (GFR) kadar fosfat akan serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium menurun. Terjadinya penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang menurun, yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal menurun seiring dengan perkembangan gagal ginjal.Penyakit tulang uremik/ osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon (Nursalam, 2006).

MANIFESTASI KLINIS1. Ginjal dan sistem urin : semula perubahan berupa tekanan darah rendah, mulut kering, tonus kulit hilang, lesu, lelah, mual dan terakhir bingung. Karena ginjal kehilangan kesanggupan mengekskresikan natrium, penderita akan mengalami retensi natrium dan kelebihan natrium, sehingga penderita mengalami iritasi dan menjadi lemah. Keluaran urin mengalami penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya.2. Jantung dan sirkulasi darah : gagal ginjal berlanjut menjadi tekanan darah tinggi, detak jantung menjadi irreguler, pembengkakan gagal jantung kongestif.3. Alat pernapasan : paru paru mengalami perubahan dengan sangat rentan terhadap infeksi, terjadi akumulasi cairan, kesakitan pneumonia serta kesulitan bernafas karena adanya gagal jantung kongesif. 4. Saluran pencernaan : terjadi peradangan dan ulserasi pada sebagian besar alat saluran pencernaan. Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut, nafas bau amoniak, nafsu makan menurun, mual dan muntah.5. Kulit : sangat karakteristik kulit menjadi pucat, coklat kebiruan, kering, dan bersisik. Kuku jari tangan menjadi tipis, rapuh, rambut kering dan mudah patah, perubahan warna dan mudah rontok.6. Sistem saraf : sindrome tungkai bergerak gerak salah satu pertanda kerusakan saraf, rasa sakit, seperti terbakar, gatal pada kaki dan tungkai, dapat dikurangi dengan menggerak gerakan atau memutar mutarnya. Juga dijumpai otot menjadi kram dan bergerak gerak, daya ingat berkurang, perhatian berkurang, mengantuk, iritabilitas, bingung, koma, dan kejang. Dokter akan memeriksa gelombang otak guna menunjukan adanya kerusakan.7. Kelenjar endokrin : gagal ginjal kronis memberikan pertumbuhan lambat pada anak anak, kurang subur serta nafsu seksual menurun bagi kedua jenis kelamin, menstruasi berkurang bahkan dapat berhenti sama sekali, impotensa dan produksi sperma menurun serta peningkatan kadar gula darah seperti pada diabetes.8. Perubahan darah : anemia, penurunan umur sel darah merah, kehilangan darah sewaktu dialisis dan pendarahan saluran pencernaan, serta gangguan pembekuan darah.9. Otot dan tulang: ketidakseimbangan mineral dan hormon menyebabkan otot dan tulang terasa sakit, kehilangan tulang, mudah patah, deposit kalsium di dalam otak , mata, gusi, persendian, jantung bagian dalam, dan pembuluh darah. Kalsifikasi arteri akan mengakibatkan penyakit jantung koroner. Pada anak anak dijumpai pengapuran ginjal.Sumber : Soeparman,1990 dan Kristanto, 2011.

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium dilaksanakan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG. Kadar kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. Sedangkan ureum tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masuka protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid. c. Pemeriksaan darah.1. BUN/ kreatinin: Meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir2. Ht: Menurun pada adanya anemia. Hb: Biasanya kurang dari 7-8 gr/dl3. SDM: Menurun, defisiensi eritropoitin4. GDA: Asidosis metabolik, pH kurang dari 7,25. Natrium serum : Rendah6. Kalium: Meningkat7. Magnesium: Meningkat8. Kalsium: Menurun9. Protein (albumin): Menurund. Pemeriksaan urin1. Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi dalam (24 jam 48 jam) setelah ginjal rusak.2. Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.3. Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh : glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan : menetap pada l,0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan rasio urine/ serum saring (1 : 1).5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan ginjal.6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal tidak mampu mengabsorpsi natrium.7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.8. Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 +4 ) sangat menunjukkan kerusakan glomerulus bila terdapat sel darah merah dan warna sel darah merah tambahan juga ada. Protein derajat rendah (+1 +2 ) dan dapat menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.9. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan warna merah diduga nefritis glomerulus.Pemeriksaan pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan adanya suatu gagal ginjal kronik adalah : Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemi dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang menurun. Ureum darah dan kreatinin serum meninggi.Biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Perbandingan ini bisa meninggi (ureum > kreatinin) pada perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, penyakit berat dengan hiperkatabolisme, pengobatan steroid dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang (ureum > kreatinin), pada diet rendah protein (TKU) dan tes kliren kreatinin (TKK) menurun. Hiponatremia, umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut (TKK < 5 ml/menit) bersama dengan menurunnya diuresis. Hipokalemia terjadi pada penyakit ginjal tubuler atau pemakaian diuretik yang berlebihan. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.Hipokalsemia terutama terjadi akibat berkurangnya absorbsi kalsium di dalam usus halus karena berkurangnya sintesis 1,25 (OH)2. Hiperfosfatemia terjadi akibat gangguan fungsi ginjal sehingga pengeluaran fosfor berkurang. Antara hipokalasemia, hiperfosfatemia, vitamin D, parathormon serta metabolisme tulang terdapat hubungan saling mempengaruhi. Fosfatase lindi meninggi, akibat gangguan metabolisme tulang, yang meninggi terutama isoensim fosfatalase lindi tulang. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan gangguan metabolisme dan diit yang tidak cukup / rendah protein. Peninggian gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal, yang diperkirakan desebabkan oleh intoleransi terhadap glukosa akibat resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer dan pengaruh hormon somatotropik. Hipertrigliseridemia, akibat gangguan metabolisme lemak, yang disebabkan oleh peninggian hormon insulin, hormon somatotropik dan menurunnya lipapase lipoprotein. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, base exercise (BE) yang menurun, HCO yang menurun dan PCO yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam asam organik pada gagal ginjal dan kompensasi paru paru. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg. EKG: melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia). Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi akibat batu atau massa tumor. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler.Sumber : Doenges, 2000.

DIAGNOSABila gagal ginjal kronik telah bergejala maka umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan tanda gagal ginjal kronik sebaiknya dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.Gangguan sistem pada gagal ginjal kronik :a. Gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti amonia dan metil guanidin, serta sembabnya mukosa usus. Foetor uremicum disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui. Gastritis erosevia, ulkus peptikum dan kolitis uremika.b. Kulit Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urochrome. Gatal gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori pori kulit. Echymosis akibat gangguan hematologik. Urea fost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat. Bekas bekas garukan karena gatal.c. Hematologik Anemia normokrom, normositer.1. Berkurangnya produksi eritropetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun .2. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana toksik uremia.3. Defisiensi besi, asam folat, akibat nafsu makan yang berkurang.4. Perdarahan pada saluran pncernaan kulit.5. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroit sekunder. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.1. Masa pendarahan memanjang.2. Perdarahan akibat agregasi & adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III ADP (adenosine fosfat). Gangguan leukosit.1. Hipersegmentasi lekosit.2. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, hingga memudahkan timbulnya infeksi.d. Saraf dan Otot restless leg syndrome : penderita merasa pegal di tungkai bawah dan selalu menggerakkan kakinya. burning feet syndrome : rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki. Ensofalotpati metabolik :1. Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi.2. Tremor, asteriksis, mioklonus.3. Kejang kejang. Miopati : kelemahan dan hipotrofi otot otot terutama otot otot proksimal ekstremitas.e. Kardiovaskuler Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas sistem renin angiotensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner (akibat aterosklerosis yang timbul dini), dan gagal jantung (akibat penimbunan cairan dan hipertensi). Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan klasifikasi metastastik. Edema akibat penimbunan cairan.f. Endokrin Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki laki akibat produksi testoseron dan spermatogenesis yang menurun, juga dihubungkan dengan metabolit tertentu (zink, hormon paratiroit). Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai ameorrhoe. Gangguan toleransi glukosa. Gangguan metabolisme lemak. Gangguan metabolisme vitamin D.g. Gangguan lain Tulang : osteoditrofirenal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan klasifikasi metastatik. Asam basa : asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme. Elektrolit : hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan homeostatik pada seluruh tubuh maka gangguan pada suatu sistim akan mempengaruhi sistim lain, sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada berbagai sistem / organ tubuh.Sumber : Sitepoe, 1996 dan Carpenito, 2006.

PENATALAKSANAANImplikasi Terhadap GiziGagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang telah berlangsung lama. Gejala gejalanya secara umum disebut sindroma uremik, gejala utamanya adalah gejala gastro intestinal seperti rasa mual , muntah dan menurunnya nafsu makan. Sehingga penderita umumnya berada dalam status gizi kurang. Penelitian terbatas terhadap status gizi penderita gagal ginjal kronik tanpa hemodialisis menunjukan bahwa dengan pengukuran antropometri 42,9% penderita berstatus gizi baik, 50% penderita berada dalam status gizi kurang dan 7,1% berada dalam status gizi buruk (Almatsier, 2007).Kebutuhan makanan yang mempengaruhi gagal ginjal kronik :1. Asupan protein yang konsisten dan terkendali adalah penting. Protein tetap diperlukan sebagai zat pembangun tetapi asupan terlalu banyak dapat menyebabkan kadar BUN meningkat dan gejala uremia kembali. Oleh karena itu, ukuran porsi sebaiknya ditimbang atau diukur terlebih dahulu dan sesudah itu secara periodik di cek ketepatannya. Kebutuhan protein dipenuhin secara tersebar sepanjang hari, jangan hanya diberikan dalam satu hidangan.2. Asupan kalori yang cukup adalah penting. Kalori yang terlalu rendah akan meningkatkan katabolisme. Bahan makanan sumber kalori tanpa protein, seperti mentega, minyak dan kue kue manis yang diperbolehkan dapat diberikan secara bebas.3. Bagi yang memerlukan pembatasan cairan. Sumber cairan termasuk juga makanan yang mencair pada temperatur kamar. Cara yang mudah untuk mengukur masukan cairan adalah menggunakan air yang berisi kebutuhan cairan total perhari dan menempatkan pada lemari es. Cairan yang dikonsumsi, sesuai dengan jumlah air yang ada dalam kan. Untuk mengurangi haus, cobalah :a) Permen (hard candies).b) Air yang sangat dingin bukan air biasa.c) Kumur dan jaga kebersihan mulut yang baik.4. Bagi yang memerlukan pembatasan kalium. Kebutuhan kalium didasarkan pada data laboratorium dan gejala klinik, bahkan makanan disesuaikan dengan kesukaan / kebiasaan makanan pasien. Cara mengurangi kandungan kalium pada sayuran dan buah buahan : potong kecil kecil, rendam satu malam, dan rebus dalam air yang baru. Ukuran porsi dibuat khusus sehingga setiap porsi mengandung kira kira jumlah protein, natrium dan kalium yang sama.5. Pasien gagal ginjal yang dianjurkan banyak makan makanan manis (tinggi CHO) untuk mencakupi asupan kalori, perlu diberi anjuran memperhatikan higinie mulut untuk menghindari caries gigi.6. Salah satu gejala sindroma uremik adalah menurunnya nafsu makan, maka pasien dianjurkan untuk makan pagi yang baik. Karena uremia dapat mengakibatkan indra cita rasa, pasien mungkin memilih makanan yang sangat berbumbu.Terapi medika mentosa1. PengobatanTujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi dan memperlambat perkembangan penyakit.Menurut Arief Mansjoer (2001) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien dengan gagal ginjal kronik : a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan.b. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar, diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid). c. Mencegah penyakit tulang. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3000 mg) pada setiap makan.d. Deteksi dini dan terapi infeksi.Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi lebih ketat.e. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik yang dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik opiate, dan alupurinol.f. Anemia pada pasien GGKAnemia pada GGK dapat diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (r-HuEPO) atau transfusi. Salah satu penanggulangan anemia yang sering dilakukan adalah transfusi darah menggunakan Packed Red Cell (PRC). Menurut National Kidney Foundation di Amerika (NKF-K/DOQI) merekomendasikan pemberian Recombinat Human Erythropoeitin (r-HuEPO) pada semua tingkat GGK, baik yang belum atau telah menjalani terapi dialisis. Terapi r-HuEPO pada pasien GGK telah terbukti bermakna secara klinik (Evidence level A) dapat menghilangkan gejala maupun mengurangi komplikasi akibat anemia pada pasien GGK. Selain itu terapi r-HuEPO dapat mengurangi kebutuhan transfusi darah, mengurangi komplikasi transfusi, mengurangi efek sekunder anemia terhadap sistem kardiovaskuler, serta meningkatkan kualitas hidup secara umum (Kristanto, 2011). Walaupun sudah dibuktikan bahwa pemberian r-HuEPO pada GGK secara bermakna memperbaiki kualitas hidup penderita, mengingat harganya yang mahal sehingga tidak semua pasien beruntung dan mampu mendapatkannya. Sedangkan PRC sebagian besar terdiri dari sel darah merah/ eritrosit, akan tetapi masih mengandung sedikit sisa-sisa leukosit dan trombosit. Indikasi pemberiannya adalah pada pasien anemia, dengan syarat: akan dilakukannya operasi besar, tetapi Hb < 10; atau anemia yang menimbulkan keluhan dan mengancam keselamatan.g. Deteksi terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.Agen alkalinisasi (seperti natrium bikarbonat atau larutan Shohl), pertukaran kation resin mengikat kalium, antibiotik, antasid alumunium hidroksida atau alumunium karbonat untuk mengikat fosfor, agen antihipertensi, dan diuretetik merupakan tindakan pengobatan yang paling sering digunakan.Dialisis diperlukan bila langkah langkah ini, yang dikombinasikan dengan pembatasan diet, tidak cukup untuk mencegah atau mengontrol hiperkalemia, kejenuhan cairan, uremia simtomatik (mengantuk, mual, muntah dan tremor), atau kenaikan yang cepat dari kadar BUN dan kreatinin. Walaupun hemodialisis banyak digunakan, semakin banyak jumlah pasien yang memakai CAPD (chronic ambulatory peritoneal dialysis) atau CCPD (continuous cycling peritoneal dialysis), yang dilakukan setiap hari dan sangat populer karena mudah dilakukan untuk pasien rawat jalan.2. Pencucian darahCuci darah (dialisis) ada 2 macam , prinsip kerjanya berdasarkan proses difusi osmosis:1. Hemodialisis : dipergunakan membran semipermeabel buatan (dialiser). Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Menurut Arief Mansjoer (2001) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu.Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air,dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

Tujuan : Menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh, mengeluarkan sisa akhir produk metabolisme dalam tubuh, menormalkan pH dalam tubuh.Indikasi : Hemodialisa pada gagal ginjal kronik adalah berdasarkan data klinis dan biokimia : 1) Klinis meliputi : sindrom uremia , penurunan kesadaran, over load, anuria (lebih dari 3 hari).2) Biokimia meliputi : Uremia (> 200 mg/dl), hiperkalemia (> 7 mEq/l), asidosis.

Komplikasi hemodialisa:1)Kram ototKram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.2)HipotensiTerjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.3)AritmiaHipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.4)Sindrom ketidakseimbangan dialisaSindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.5)HipoksemiaHipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.6)PerdarahanUremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.7)Ganguan pencernaanGangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.8)Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.9)Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.2. Peritoneal dialisis : menggunakan selaput dinding perut (peritoneum) pasien sendiri sebagai membran semipermiabel. Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan di dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang akses berupa catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan, area abdominal pasien akan secara perlahan diisi oleh cairan dialisat melalui catheter. Ada dua macam peritoneal dialysis yaitu continous peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling Peritoneal Dialysis (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan daripada CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan medis tanap bantuan mesin dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing masing selama 30 menit.

Pada gagal ginjal kronik diperlukan terapi cuci darah seumur hidup sebagai terapi pengganti ginjal kecuali dilakukan operasi cangkok ginjal untuk mengganti ginjal yang rusak.Idealnya cuci darah dilakukan 2 3 kali dalam seminggu. Apabila pasien ingin mengurangi frekuensi dialisis, maka harus membatasi diet protein dan air lebih ketat, yang mempunyai konsekuensi terjadi malnutrisi kurang disarankan. Penundaan cuci darah dapat berisiko terjadi komplikasi seperti pembengkakan paru paru, kejang kejang, penurunan kesadaran, gangguan elektrolit yang berat, perdarahan saluran cerna, gagal jantung bahkan bisa menimbulkan kematian.3. Transplantasi ginjal atau pencangkokan ginjalTransplatasi ginjal adalah terapi pengganti ginjal yang melibatkan pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan. Transplatasi ginjal adalah terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal ginjal kronik. Transplatasi ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.Transplatasi ginjal biasanya diletakkan di fossa iliaka bukan diletakkan di tempat ginjal yang asli, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda, seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang dihubungkan ke vena iliaka ekstema.Terdapat sejumlah komplikasi setelah transplatasi, seperti penolakan (rejeksi), infeksi, sepsis, gangguan poliferasi limfa pasca transplatasi, ketidakseimbangan elektrolit.Terapi giziSeiring penderita gagal ginjal kronik mengalami mual dan muntah oleh karena itu porsi makanan diusahakan kecil tapi bernilai gizi dan diberikan dalam frekuensi yang lebih sering. Makanan dihidanhkan secara menarik, bervariasi, sesuai dengan kebutuhan penderita. Karena penderita sering mengalami malnutrisi maka perlu diperhatikan asupan energi dan protein. Karbohidrat, protein, dan lemak merupakan sumber energi. Pemenuhan asupan energi terutama diperoleh dari bahan makanan pokok. Masukan yang adekuat sangat diperlukan untuk mencapai status gizi optinal.Keadaan gizi penderita gagal ginjal kronik sangat penting untuk dipertahankan dan ditingkatkan. Tujuan diet untuk pasien gagal ginjal kronik adalah :1. Mencukupi kebutuhan protein untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan juga mencegah berlebihnya akumulasi sisa metabolisme diantara dialysis.2. Memberikan cukup energi untuk mencegah katabolisme jaringan tubuh.3. Mengatur asupan natrium untuk mengantisipasi tekanan darah dan oedem.4. Membatasi asupan kalium untuk mencegah hiperkalemia.5. Mengatur asupan cairan, untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan di antara dialysis.6. Membatasi asupan phospor.7. Mencukupi kebutuhan zat zat gizi lainnya terutama vitamin vitamin yang larut dalam proses dialisis.Syarat diet : Energi cukup yaitu 30 - 35 kkal/kg BB. Asupan energi harus harus optimal dari golongan bahan makanan non protein. Ini dimaksudkan untuk mencegah gangguan protein sebagai sumber energi, bahan bahan ini biasa diperoleh dari minyak, mentega, margarin, gula, madu, sirup, jamu dan lain lain. Protein 0,6 - 0,75 g/kg BB. Pembatasan protein dilakukan berdasarkan berat badan, derajat insufisiensi renal, dan tipe dialisis yang akan dijalani. Protein hewani lebih dianjurkan karena nilai biologisnya lebih tinggi ketimbang protein nabati. Mutu protein dapat ditingkatkan dengan memberikan asam amino esensial murni.1. Diet protein rendah I: 30 g protein , untuk BB 50 kg.2. Diet protein rendah II: 35 g protein, untuk BB 60 kg.3. Diet protein rendah III : 40 g protein, untuk BB 65 kg.Sumber protein ini biasanya dari golongan hewani misalnya telur, daging, ayam, ikan, susu, dan lain dalm jumlah sesuai anjuran. Untuk meningkatkan kadar albuminnya diberikan bahan makanan tambahan misalnya ekstrak lele atau dengan putih telur 4 kali sehari. Lemak cukup 20 30 % dari total kebutuhan energi total. Diutamakan lemak tidak jenuh ganda. Perbandingan lemak jenuh dan tk jenuh adalah 1:1. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang berasal dari protein dan lemak. Karbohidrat yang diberikan pertama adalah karbohidrat kompleks. Natrium yang diberikan antara 1 3 g. Pembatasan natrium dapat membantu mengatasi rasa haus, dengan demikian dapat mencegah kelebihan asupan cairan. Bahan makanan tinggi natrium yang tidak dianjurkan antara lain : bahan makanan yang dikalengkan. Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan seperti natrium bikarbonat atau soda kue, natrium benzoate atau pengawetan buah, natrium nitrit atau sendawa yang digunakan sebagai pengawet daging seperti pada corner beff. Kalium dibatasi (40 70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium daarah > 5,5 mEq), oligura, atau anuria. Makanan tinggi kalium adalah umbi, buah buahan, alpukat, pisang ambon, mangga, tomat, rebung, daun singkong, daun papaya, bayam, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai. Kalsium dan Phospor hendaknya dikontrol keadaan hipokalsium dan hiperphosphatemi, ini untuk menghindari terjadinya hiperparathyroidisme dan seminimal mingkin mencegah klasifikasi dari tulang dan jaringan tubuh. Asupan phosphor 400 900 ml/hari, kalsium 1000 1400 mg/hari. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan ( 500 ml ) Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat , vitamin C, dan vitamin D.Sumber : Almatsier, 2007 dan Hartono, 2004)

KOMPLIKASIKomplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002) yaitu :1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan. 2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiostensin-aldosteron4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium (Brunner & Suddarth, 2001).

ASUHAN KEPERAWATAN 1. PengkajianIdentitas Pasien1. Nama: Tn. K 1. Umur: 45 tahun1. Jenis Kelamin: Laki-laki1. Alamat: -1. Agama: -1. Pekerjaan: -1. Diagnosa Medis: Gagal ginjal kronis1. Riwayat Kesehatan1. Keluhan utama :Mengeluh lemas, cepat capek dan napasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuh, kadang-kadang keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan. (Datang ke unit hemodialisis untuk melakukan HD rutinnya yang biasa dilakukan 2x seminggu)1. Riwayat kesehatan sekarang :Tampak pucat, edema anasarka, mengeluh lemas, mengeluh cepat capek, napasnya serasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal-gatal di seluruh tubuh, kadang-kadang keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering, dan banyak yang mengelupas, rambut tampak kusam dan kemerahan.1. Riwayat kesehatan masa lalu :Mempuyai riwayat hipertensi 15 tahun lalu dan tidak terkontrol, sudah menjalani HD sejak 2 tahul lalu.1. Riwayat kesehatan keluarga : -1. Psikososial :Klien mengatakan bahwa ia merasa benci pada proses HD dan tidak ingin hidupnya seperti itu terus. Klien mengatakan ia menyadari bahwa hidupnya tergantung pada proses HD dan berencana mencari penanganan alternatif penyakitnya.1. Pola fungsi kesehatan1. Pola aktivitas dan lingkungan : Klien bekerja di ruangan ber-AC.1. Pola nutrisi dan cairan : Minum kurang dari 4 gelas/hari.1. Pola eliminasi : -1. Pola tidur dan istirahat : -1. Pola sensori dan kognitif : -1. Pola reproduksi seksual : -1. Pola penanganan stress : -1. Pola tata nilai dan keyakinan : 1. Pemeriksaan Fisika) Tanda-tanda VitalTD: 170/100 mmHgHR: 96 x/menitRR: 24 x/menitb) AntropometriBB: 56 kgTB: 152 cmc) Fisik Inspeksi : pucat, edema anasarka, kulit kering dan mengelupas, rambut kusam dan kemerahan Palasi : - Perkusi : - Auskultasi : -1. Pemeriksaan Diagnostik1. Laboratorium Hb: 8 gr% Ureum: 312 Kreatinin : 3,11. Terapi Direncanakan : Transfusi PRC 2 labu Diet rendah garam, rendah protein, rendah kolesterol Hemapo 50 IU/kg (IV)

1. Analisa data NoDataEtiologiMasalah

1.DO : HD 2x seminggu Pucat Edema anasarka BB = 56 kg TB = 152 cm TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit

DS : Napas terasa sesak saat bernapasmekanisme pengaturan ginjal yang melemah (GFR )

Retensi Na

CES

Volume interstisial

Edema anasarka

Kelebihan volume cairan

Kelebihan volume cairan

2.DO : Pucat TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Napas terasa sesak saat bernapas Mengeluh tremor Mengeluh kadang-kadang keluar darah dari hidung GFR

Sekresi eritropoetin

Produksi Hb

Oksihemoglobin

Suplai O2

Gangguan perfusi jaringanGangguan perfusi jaringan

3.DO : Pucat TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit Hb: 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Napas terasa sesak saat bernapas Hipertrofi ventrikel kiri

Bendungan atrium kiri

Tekanan vena pulmonalis

Tekanan kapiler paru

Edema paru

Perubahan pola napasPerubahan pola napas

4.DO : HD 2x seminggu Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan kemerahan Hb: 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

DS : Mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuhGFR

Sindrom uremia

Perpospatemia

Pruritis

Gangguan integritas kulitGangguan integritas kulit

5.DO : Pucat TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit Hb: 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Napas terasa sesak saat bernapasSuplai O2

Metabolism anaerob

Penimbunan asam laktat

Fatique

Pegal-pegal

Intoleransi aktivitasIntoleransi aktivitas

6.DO : Pucat Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan kemerahan TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit

DS : Mengeluh lemas dan cepat capek Mengeluh tremor Mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuh

Sindrom uremia

Gangguan keseimbangan asam-basa

Produksi asam

Asam lambung

Iritasi lambung

Gastritis

Mual muntah

Resiko gangguan nutrisiResiko gangguan nutrisi

1. Diagnosa Keperawatan1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan ginjal yang melemah (GFR ) ditandai dengan edema anasarka.2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan GFR dan sekresi eritropoetin ditandai dengan pucat dan mengeluh lemas.3. Perubahan pola napas berhubungan dengan tekanan kapiler paru ditandai dengan napas serasa sesak saat benapas.4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan berhubungan dengan peningkatan kadar ureum ditandai dengan gatal-gatal.5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ditandai dengan klien yang merasa lemas dan cepat capek.6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam-basa ditandai dengan mual dan muntah.7.

8. NORENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS TN. A ( 45 TAHUN )DIAGNOSATUJUANINTERVENSIRASIONAL

1.Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan ginjal yang melemah (GFR ) ditandai dengan edema anasarka.

DS :Klien mengeluh sesak nafas

DO : HD 2x seminggu Pucat Edema anasarka BB = 66 kg TB = 152 cm TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menitTupan :Setelah perawatan selama 5x24 jam, pasien tidak menunjukan peningkatan cairan dan menunjukan keseimbangan cairan.

Tupen :Setelah perawatan selama 2x24 jam, tanda-tanda kelebihan cairan berkurang.Kriteria hasil : Intake dan output seimbang BB stabil Tidak ada asites BJ urin dalam batas normalMandiri a. Batasi pemasukan cairan

b. Diet natrium

c. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL, timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama.

d. Catat pemasukan dan pengeluaran cairan. termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkiraan kehilangan tak kasat mata, seperti berkeringate. Pantau berat jenis urin.

f. Monitor dehidrasi cairan dan berikan minuman bervariasi

g. Monitor EKG

h. Auskultasi paru dan bunyi jantung

i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah.

Kolaborasia. Monitor pemeriksaan laboratorium, contoh: 1. BUN, kreatinin;

2. Natrium dan kreatinin urin;

3. Natrium serum;

4. Kalium serum;

5. Hb/Ht;

b. Rongent Dada

c. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, Metildopad. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi

e. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi a. Untuk mencegah tertahannya cairan dalam tubuhb. Untuk mengurangi cairan tertahan di dalam tubuhc. Takikardi dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, (2) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi atau perrbahan fase oliguria, gagal ginjal, dan (3) perubahan pada system rennin-angiotensin. Selain itu untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.d. Perlu dilakukan untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan.

e. Mengukur kemampuan ginjal utnuk mengkonsentrasikan urin sesuai zat apa saja yang seharusnya ada dalam urin dan zat apa saja yang seharusnya tidak ada dalam urin.f. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.g. Peningkatan atau penurunan kalium dihubungkan dengan disthrithmia. hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.h. Untuk mengetahui derajat edema telah mencapai organ lain.i. Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbanagan elektrolit, atau terjadinya hipoksia.

1. Kedua nilai mungkin meningkat, kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan. Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/ gagal ginjal.2. Integritas fungsi tubular hilang dan menyebabkan reapsorpsi natrium terganggu, mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium. Kreatinin urin biasanya menurun sesuai dengan peningkatan kreatinin serum.3. Hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan cairan atau ketidakmampuan ginjal untuk menyimpan natrium. Hipernatremia menunjukkan defisit cairan tubuh total.4. Kekurangan ekskresi ginjal dan/atau retensi selektif kalium untuk mengekskresikan kelebiahn ion hydrogen (memperbaiki asidosis) menimbulkan hiperkalemia.5. Penurunan nilai dapat mengindikasikan hemodilusi (hipervolemia); namun selama gagal lama, anemia sering terjadi sebagai akibat kehilangan/penurunan produksi SDM. b. Untuk mengetahui keadaan edema yang telah mencapai paru-oaru.c. Untuk menguramgi derajat edema.

d. Untuk mengeluarkan cairan yang tidak dapat dikeluarkan melalui berkemih.e. Untuk memantau elektrorit dalam tubuh terhadap zat-zat berbahaya yang dihasilkan tubuh.

2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai oksigen yang menurun ditandai dengan klien yang mengeluh lemas dan mudah capek.

DS : Klien mengeluh lemas dan cepat capek Klien mengeluh napas serasa sesak saat bernapas

DO : Pucat TD : 170/100 mmHg HR : 96 x/menit RR: 24 x/menit Hb: 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1

Tupan : Setelah perawatan selama 7x24 jam klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi.

Tupen :Setelah perawatan selama 1x24 jam, intetoleransi aktivitas berkurang.Kriteria hasil : Hb normal EKG normal Klien melaporkan perbaikan energi. Klien mampu melaksanakan aktivitas yang diinginkan sesuai dengan kemampuan secara bertahap.a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat

b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas

c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan

d. Rencanakan periode istirahat adekuat

e. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahata. Kelelahan menunjukan adanya kebutuhan energy yang berlebih sedangkan metabolisme dalam tubuh tidak terpenuhi.b. Untuk menentukan aktivitas apa yang tepat untuk klien yang sesuai dengan toleransi tubuh klien.c. Untuk mencegah terjadinya keletihan karena faktor tersebut.d. Untuk mengurangi pemakaian energy secara berlebih.e. Untuk melatih klien untuk tetap beraktivitas.

3.Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar ureum ditandai dengan gatal-gatal.

DS : Pasien mengeluh gatal-gatal di seluruh tubuhnya.

DO : HD 2x seminggu Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan kemerahan Hb: 8 gr% Ureum : 312 Kreatinin : 3,1Tupan : Mempertahankan kulit utuh.Tupen : Setelah 3x24 jam perawatan gatal-gatal mulai berkurang dan kulit klien tidak terlihat kering.Mandiria. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi.observasi erhadapa ekimosis, purpura.b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.

c. Inspeksi area tergantung terhadap edema.d. Ubah posisi dengan sering; gerakan pasien dengan perlahan beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku atau tumit.

e. Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim (misal lanolin, aquaphor).

f. Pertahankan linen kering bebas keriputg. Selidiki keluahan gatal

h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untukmemberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek; berkikan sarung tangan selama tidur bila perlu.i. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.

Kolaborasi Berikan matras busaa. Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.

b. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhisirkulasi dan intregitas jaringan pada tingkat selular.c. Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.d. Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan edema.e. Sodakue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan daripada sabun. Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.f. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulitg. Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa,misal Kristal fosfat (berkenaan dengan hiperparatiroidisme pada penyakit tahap akhir).h. Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.

i. Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.

4.Resiko Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam-basa ditandai dengan mual dan muntah.

DS : Pasien melaporkan mengeluh lemas dan cepat lelah dan mengeluarkan darah dari hidungnya.

DO : Pucat Kulit tampak kering dan banyak mengelupas Rambut tampak kusam dan kemerahan TD: 170/100 mmHg HR: 96 x/menit RR: 24 x/menit

Tupan :Mempertahankan status nutrisi adekuat.

Tupen :Berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normalMandiri a. Kaji perdarahan yang dialami klien.

b. Kaji faktor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia

c. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.d. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulutf. Kaji/catat pola dan pemasukan diet.g. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasih. Timbang BB tiap hariKolaborasia. Konsul ahli gizi untuk mengatur diet

b. Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K

c. Berikan diet kalori, protein, hindari sumber gula pekatd. Batasi K, Na, dan Phospat e. Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetika. Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.b. Keadaan keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan nutrisi c. Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.

d. Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .

e. Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.

a. Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik. Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi ginjalnya.b. Untuk mencegah terjadi hiperkalemia, hipertensi dan mencegah kerusakan kulit akibat kelebihan pospat pada klien.c. Utuk memperbaiki kebutuhan gizi klien.

Daftar PustakaAlmatsier, S. 2007. Penuntun Diet Instalasi Gizi Perjan RSCM. Jakarta : Gramedia.Carpenito, Lynda Juall. 2006. Book of Nursing Diagnosis, Ed.10. Jakarta : EGC.Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Phatofisiologi. Jakarta : EGC.Doengoes, E.M. 2000. Rencana Keperawatan untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed.3. Jakarta : EGC.Hartono, Andry. 2004. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC. Kristanto, David. 2011. Gagal Ginjal Kronik. Bekasi : Media Komunitas Info.Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba MedikaPrice, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi : Clinical Concepts of Desiase Process, Ed. 6, Vol. 2. Jakarta : EGC.Sidabutar, R.P & Suhardjono. 1992. Gizi Pada Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Perhimpunan Nefrologi Indonesia.Sitepoe, Mangku. 1996. Penyakit (Diseases). Jakarta : Gramedia.Smeltzer, C. Suzanne & Bare, G. Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth, Ed. 8, Vol. 2. Jakarta : EGC.Soeparman & dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Suyono, Slamet dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FKUI.