1
G ANTUNGKAN cita-citamu setinggi langit. Kenyataan itulah yang menimpa sebagian besar warga Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, saat ini. Cita-cita mereka hanya bisa digantung tanpa daya untuk merealisasikannya. Banyak anak usia sekolah memiliki semangat besar, namun karena kampung terisolasi, mereka kelelahan dan memilih bantu-bantu orang tua di ladang. Bayangkan, untuk menggapai sekolah, kantor desa, puskesmas, dan pasar tradisional, mereka harus berjalan kaki berjam-jam. Jaraknya memang sekitar 6 km, tapi medannya sangat sulit. Ada ojek yang siap melayani, namun ongkosnya minimal Rp50 ribu. Bagaimana mungkin mereka bersekolah dengan ojek kalau untuk beli alas kaki saja sudah kerepotan. Keluarga Sukaesih, 32, warga Desa Gobang, menggambarkan kehidupan di kampung itu. Ikhsan Fakhri, 3,2 tahun, anak bungsu dari enam bersaudara, divonis menderita kurang gizi. Selain itu Ikhsan juga dinyatakan cacingan karena sering tak menggunakan alas kaki. Di Desa Gobang, tercatat 42 anak kurang gizi termasuk Ikhsan. “Kemungkinan besar lima kakak Ikhsan juga dulunya kurang gizi. Sebab sejak kecil terus sakit-sakitan. Tapi saat itu saya tidak punya pengetahuan tentang gizi,” tutur Sukaesih. Berkat penyuluhan dari sebuah lembaga kesehatan, pola hidup Sukaesih mulai berubah. Walau anak tak sekolah, tapi makanan mereka mulai dijaga. Setidaknya sesekali ia bisa menyajikan telur kepada para buah hati. Keprihatinan di Desa Gobang belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Kampung Kukuk Sumpung. Kampung ini sulit dijangkau dengan roda empat. Berada di perbukitan dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok. Lokasinya sekitar enam kilometer dari kantor desa. Kampung Kukuk Sumpung paling terisolasi dari semua permukiman di Kecamatan Rumpin. Kampung lainnya seperti Cijantur dan Haniwung terbantu karena masuk wilayah administratif Desa Rabak. Satu lagi yang hampir senasib dengan Kampung Kukuk Sumpung yakni Kampung Kebon Cau di Desa Cipinang. Semua kampung tersebut ditengarai berisiko tinggi gizi buruk. Rumah mereka reot tak layak huni. Sebagian besar anak-anak buta aksara karena tidak bersekolah. Orang tua enggan menyekolahkan lantaran jarak. Anak-anak terbantu bisa membaca karena ikut pengajian. Jumlah penduduk Cijantur sekitar 300 kepala keluarga (KK). Kukuk Sumpung 140 KK, Haniwung 50 KK, serta Kebon Cau 100 KK. Usia sekolah yang menganggur di Cijantur sekitar 200 anak, Kukuk Sumpung 101 anak, dan Haniwung 55 anak. Selain penyakit campak yang sudah merenggut sejumlah jiwa, warga juga sering menderita diare dan penyakit kulit. Hal ini akibat sanitasi yang buruk. Kiri kanan jurang Kasi Pembangunan Kecamatan Rumpin Agus Arga Dinata mengakui Kampung Cijantur terisolasi karena sulit dijangkau. Posisinya berada di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Kondisi jalannya sama dengan Kampung Haniwung dan Kukuk Sumpung, yakni jalan setapak menanjak, berliku-liku, dan kiri kanan jurang. ”Untuk menjangkau kampung itu bisa dengan sepeda motor. Tapi pengendara yang benar-benar terampil karena jurang kiri kanan. Jenis motornya pun harus trail,” cetusnya. Segudang masalah sudah tercatat dalam buku kecamatan. ”Di bidang pendidikan, kami membutuhkan banyak tenaga pengajar, plus intensif gaji untuk guru terpencil. Untuk pelayanan kesehatan, kami kekurangan tenaga medis dan alat-alat kesehatan,” papar Agus. Untuk memenuhi kebutuhan warga, berbagai upaya dilakukan pihak kecamatan, termasuk pengajuan pendirian rumah sakit, sekolah, dan terminal. Pendirian rumah sakit cukup mendesak karena 60% warga berobat ke dukun. Pada 2010, jumlah ibu dan anak yang meninggal pascakelahiran sebanyak 25 orang. Sebanyak 21 anak-anak dan sisanya ibu. ”Alhamdulillah, setelah kami melakukan penyuluhan, kesadaran warga mulai meningkat. Sekarang, kalau ada yang melahirkan, dukun harus didampingi tenaga medis dari puskesmas,” katanya. Angka buta aksara di Kecamatan Rumpin masih di atas 1.000 orang dari sebelumnya sekitar 4.000 orang. Agus berharap Pemkab Bogor lebih banyak lagi membangun pusat kegiatan belajar mengajar mandiri untuk mengentaskan yang masih buta aksara. Keberadaan sekolah sangat mendesak terutama di Kampung Haniwung, Desa Rabak, dan Kampung Kebon Cau, Desa Cipinang. ”Kasihan masa depan mereka. Saat ini banyak anak yang tak mengenyam pendidikan dan condong membantu orang tua di ladang,” terang Agus. (Dede Susianti/J-1) JUMAT, 27 MEI 2011 24 F OKUS MI/DEDE SUSIANTI TEMA: Mengatur Bidak Meraih Prestasi OLAHRAGA SABTU (28/5/2011) FOKUS MERUSAK LINGKUNGAN: Suasana pertambangan yang merusak lingkungan di Kecamatan Rumpin, Bogor, Selasa (24/5). Kondisi di wilayah itu hingga mengalami kerusakan parah akibat kendaraan besar yang mengangkat pasir dan batu dengan tonase melebihi 40 ton. Galian Raksa Kendaraan pengangkut pasir yang melintasi jalur itu besar- besar dan melebihi tonase. Jalan yang sudah dibeton pun hancur. Sekitar 90% jalan rusak parah. DEDE SUSIANTI S EJAUH mata meman- dang, hanya terlihat gundukan pasir, batu dan truk-truk besar, menghampar. Tidak ada pe- mandangan buat cuci mata apalagi berharap mendapat- kan udara segar di sebuah ka- wasan pegunungan. Banyak pepohonan, tetapi tak elok dipandang. Ada nyiur, pohon karet, pisang, serta tana- man padi beberapa petak. Na- mun, daunnya telah berubah warna karena tertutup debu tebal. Semua pepohonan itu terlihat renta. Kondisi rumah warga juga tak berbeda. Rumah yang baru dicat menjelang Hari Kemerde- kaan tahun lalu sudah terjajah. Debu menutupi tembok, atap, bahkan bagian dalam rumah. Gersang dan membuat sesak napas. Sepanjang jalan ke permu- kiman ditemani lubang berbatu dan lumpur. Pengendara sepe- da motor harus berjibaku de- ngan truk-truk besar yang siap melahap jika terpeleset. Kenda- raan berat itu datang dari de- pan dan belakang. Itulah sekilas gambaran Rumpin, sebuah kecamatan di barat Kabupaten Bogor. Kon- disi kawasan itu, terutama Rumpin bagian utara, sangat memprihatinkan. Polusi udara dan suara ribut kendaraan be- sar berjalan tanpa henti selama 24 jam. Jalan-jalan di sana han- cur tergilas angkutan dengan tonase belasan hingga puluhan ton. Mau tidak mau warga ha- rus ikut bergoyang ketika mela- lui jalan berhiaskan kubangan. Rumpin mendulang derita sejak usaha pertambangan pa- sir dan batu raksasa merajalela. Pelaku usaha yang mengeruk keuntungan cukup terkenal, misalnya, Holcim, BSM, Lotus, serta perusahaan tambang galian C. Di Kabupaten Bogor terdapat 40 kecamatan, belasan di anta- ranya bergerak dalam usaha galian C, baik legal maupun liar. Namun, kondisi terparah menimpa Rumpin. Berdasarkan data Kecamatan Rumpin, terdapat 15 perusa- haan galian C raksasa yang aktif berproduksi. ”Awalnya ada 26 perusahaan, tapi 11 sudah habis izinnya. Semua yang berproduksi sekarang punya izin,” jelas Sekretaris Camat Rumpin Asnan, Selasa Rindu Sekolah, tapi Tangan tidak Sampai MI/DEDE SUSIANTI RUSAK PARAH : Truk melintas di jalan yang rusak parah di Kecamatan Rumpin, Bogor, Selasa (24/5). MENGANGKUT BATU: Truk mengantre untuk mengangkut batu di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Selasa (24/5).

Galian Raksa Kepung Rumpin - ftp.unpad.ac.id · Kukuk Sumpung 140 KK, Haniwung 50 KK, serta Kebon Cau 100 KK. Usia sekolah yang menganggur di Cijantur sekitar 200 anak, Kukuk Sumpung

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

GANTUNGKAN cita-citamu setinggi langit. Kenyataan itulah

yang menimpa sebagian besar warga Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, saat ini. Cita-cita mereka hanya bisa digantung tanpa daya untuk merealisasikannya.

Banyak anak usia sekolah memiliki semangat besar, namun karena kampung terisolasi, mereka kelelahan dan memilih bantu-bantu orang tua di ladang.

Bayangkan, untuk menggapai sekolah, kantor desa, puskesmas, dan pasar tradisional, mereka harus berjalan kaki berjam-jam. Jaraknya memang sekitar 6 km, tapi medannya sangat sulit.

Ada ojek yang siap melayani, namun ongkosnya minimal Rp50 ribu. Bagaimana mungkin mereka bersekolah dengan ojek kalau untuk beli alas kaki saja sudah kerepotan.

Keluarga Sukaesih, 32, warga Desa Gobang, menggambarkan kehidupan di kampung itu. Ikhsan Fakhri, 3,2 tahun, anak bungsu dari enam bersaudara, divonis menderita kurang gizi. Selain itu Ikhsan juga dinyatakan cacingan karena sering tak menggunakan alas kaki.

Di Desa Gobang, tercatat 42 anak kurang gizi termasuk Ikhsan. “Kemungkinan besar lima kakak Ikhsan juga dulunya kurang gizi. Sebab sejak kecil terus sakit-sakitan. Tapi saat itu saya tidak punya pengetahuan tentang gizi,” tutur Sukaesih.

Berkat penyuluhan dari sebuah lembaga kesehatan, pola hidup Sukaesih mulai berubah. Walau anak tak sekolah, tapi makanan mereka mulai dijaga. Setidaknya sesekali ia bisa menyajikan telur kepada para buah hati.

Keprihatinan di Desa Gobang belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Kampung Kukuk Sumpung. Kampung ini sulit dijangkau dengan roda empat. Berada di perbukitan dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok. Lokasinya sekitar enam kilometer dari kantor desa.

Kampung Kukuk Sumpung paling terisolasi dari semua permukiman di Kecamatan Rumpin. Kampung lainnya seperti Cijantur dan Haniwung terbantu karena masuk wilayah administratif Desa Rabak. Satu lagi yang hampir senasib dengan Kampung Kukuk Sumpung yakni Kampung Kebon Cau di Desa Cipinang.

Semua kampung tersebut ditengarai berisiko tinggi gizi buruk. Rumah mereka reot tak layak huni. Sebagian besar anak-anak buta aksara karena tidak bersekolah. Orang tua enggan menyekolahkan lantaran jarak. Anak-anak terbantu bisa membaca karena ikut pengajian.

Jumlah penduduk Cijantur sekitar 300 kepala keluarga (KK). Kukuk Sumpung 140 KK, Haniwung 50 KK, serta Kebon Cau 100 KK. Usia sekolah yang menganggur di Cijantur sekitar 200 anak, Kukuk Sumpung 101 anak, dan Haniwung 55 anak.

Selain penyakit campak yang sudah merenggut sejumlah jiwa, warga juga sering menderita diare dan penyakit kulit. Hal ini akibat sanitasi yang buruk.

Kiri kanan jurang Kasi Pembangunan

Kecamatan Rumpin Agus Arga

Dinata mengakui Kampung Cijantur terisolasi karena sulit dijangkau. Posisinya berada di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Kondisi jalannya sama dengan Kampung Haniwung dan Kukuk Sumpung, yakni jalan setapak menanjak, berliku-liku, dan kiri kanan jurang.

”Untuk menjangkau kampung itu bisa dengan sepeda motor. Tapi pengendara yang benar-benar terampil karena jurang kiri kanan. Jenis motornya pun harus trail,” cetusnya.

Segudang masalah sudah tercatat dalam buku kecamatan. ”Di bidang pendidikan, kami membutuhkan banyak tenaga pengajar, plus intensif gaji untuk guru terpencil. Untuk pelayanan kesehatan, kami kekurangan tenaga medis dan alat-alat kesehatan,” papar Agus.

Untuk memenuhi kebutuhan warga, berbagai upaya dilakukan pihak kecamatan, termasuk pengajuan pendirian rumah sakit, sekolah, dan terminal. Pendirian rumah sakit cukup mendesak karena 60% warga berobat ke dukun.

Pada 2010, jumlah ibu dan anak yang meninggal pascakelahiran sebanyak 25 orang. Sebanyak 21 anak-anak dan sisanya ibu. ”Alhamdulillah, setelah kami melakukan penyuluhan, kesadaran warga mulai meningkat. Sekarang, kalau ada yang melahirkan, dukun harus didampingi tenaga medis dari puskesmas,” katanya.

Angka buta aksara di Kecamatan Rumpin masih di atas 1.000 orang dari sebelumnya sekitar 4.000 orang. Agus berharap Pemkab Bogor lebih banyak lagi membangun pusat kegiatan belajar mengajar mandiri untuk mengentaskan yang masih buta aksara.

Keberadaan sekolah sangat mendesak terutama di Kampung Haniwung, Desa Rabak, dan Kampung Kebon Cau, Desa Cipinang. ”Kasihan masa depan mereka. Saat ini banyak anak yang tak mengenyam pendidikan dan condong membantu orang tua di ladang,” terang Agus. (Dede Susianti/J-1)

JUMAT, 27 MEI 201124 FOKUS

MI/DEDE SUSIANTI

TEMA:Mengatur BidakMeraih Prestasi

OLAHRAGASABTU (28/5/2011)

FOKUS

MERUSAK LINGKUNGAN: Suasana pertambangan yang merusak lingkungan di Kecamatan Rumpin, Bogor, Selasa (24/5). Kondisi di wilayah itu hinggamengalami kerusakan parah akibat kendaraan besar yang mengangkat pasir dan batu dengan tonase melebihi 40 ton.

Galian Raksa Kepung RumpinKendaraan

pengangkut pasir yang melintasi jalur itu besar-

besar dan melebihi tonase.

Jalan yang sudah dibeton pun

hancur. Sekitar 90% jalan

rusak parah.

DEDE SUSIANTI

SEJAUH mata meman-dang, hanya terlihat gundukan pasir, batu dan truk-truk besar,

menghampar. Tidak ada pe-mandangan buat cuci mata apalagi berharap mendapat-kan udara segar di sebuah ka-wasan pegunungan.

Banyak pepohonan, tetapi tak elok dipandang. Ada nyiur, pohon karet, pisang, serta tana-man padi beberapa petak. Na-mun, daunnya telah berubah warna karena tertutup debu tebal. Semua pepohonan itu terlihat renta.

Kondisi rumah warga juga tak berbeda. Rumah yang baru dicat menjelang Hari Kemerde-kaan tahun lalu sudah terjajah. Debu menutupi tembok, atap,

bahkan bagian dalam rumah. Gersang dan membuat sesak napas.

Sepanjang jalan ke permu-kiman ditemani lubang berbatu dan lumpur. Pengendara sepe-da motor harus berjibaku de-ngan truk-truk besar yang siap melahap jika terpeleset. Kenda-raan berat itu datang dari de-pan dan belakang.

Itulah sekilas gambaran Rumpin, sebuah kecamatan di barat Kabupaten Bogor. Kon-disi kawasan itu, terutama Rumpin bagian utara, sangat memprihatinkan. Polusi udara dan suara ribut kendaraan be-sar berjalan tanpa henti selama 24 jam. Jalan-jalan di sana han-cur tergilas angkutan dengan tonase belasan hingga puluhan ton. Mau tidak mau warga ha-rus ikut bergoyang ketika mela-

lui jalan berhiaskan kubangan.Rumpin mendulang derita

sejak usaha pertambangan pa-sir dan batu raksasa merajalela. Pelaku usaha yang mengeruk keuntungan cukup terkenal, misalnya, Holcim, BSM, Lotus, serta perusahaan tambang galian C.

Di Kabupaten Bogor terdapat 40 kecamatan, belasan di anta-ranya bergerak dalam usaha galian C, baik legal maupun liar. Namun, kondisi terparah menimpa Rumpin.

Berdasarkan data Kecamatan Rumpin, terdapat 15 perusa-haan galian C raksasa yang aktif berproduksi. ”Awalnya ada 26 perusahaan, tapi 11 sudah habis izinnya. Semua yang berproduksi sekarang punya izin,” jelas Sekretaris Camat Rumpin Asnan, Selasa

Rindu Sekolah, tapi Tangan tidak Sampai

MI/DEDE SUSIANTI

RUSAK PARAH : Truk melintas di jalan yang rusak parah di Kecamatan Rumpin, Bogor, Selasa (24/5).

MENGANGKUT BATU: Truk mengantre untuk mengangkut batu di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Selasa (24/5).