13
Judul : Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami Nama/NPM : Dony Widiyanto/10503055 Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan-alasan seorang istri mau dipoligami, gambaran cinta istri sebelum suaminya berpoligami, gambaran cinta istri setelah suaminya berpoligami serta proses perkembangan cinta istri terhadap suami. Penelitian ini dilakukan terhadap seorang wanita dewasa madya berusia 51 tahun yang dipoligami oleh sang suami. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek menerima suaminya berpoligami karena memiliki ketergantungan secara finansial serta dibutuhkannya peran sang suami dalam mengambil keputusan bagi keluarga. Subjek juga takut mendapat stigma negatif dari masyarakat serta mengkhawatirkan perkembangan psikologis anak-anaknya jika subjek dan suaminya bercerai. Subjek merasakan bahwa cintanya terhadap sang suami mengalami perubahan. Sebelum dipoligami, subjek merasakan adanya intimacy, passion, dan commitment yang besar, sehingga subjek memiliki rasa cinta yang besar kepada sang suami. Namun, ketika sang suami telah melakukan poligami, subjek merasakan bahwa cintanya telah dikhianati oleh sang suami. Meski demikian, subjek masih tetap mencintainya walau subjek harus rela berbagi kehidupan dengan istri-istri lain suaminya. Subjek tetap merasakan adanya intimacy dan commitment terhadap sang suami, namun passion yang dirasakannya telah berkurang. Subjek mengalami passionate love ketika awal pernikahannya. Seiring berjalannya waktu, subjek mulai berani menyatakan idealismenya dan mengemukakan ketidaksukaannya terhadap perilaku sang suami yang berpoligami. Subjek juga sempat berkeinginan untuk cerai dengan suaminya namun dengan mempertimbangkan kesejahteraan anak-anaknya, subjek menerima suaminya berpoligami dan memutuskan untuk mempertahankan rumah tangganya dan saat itulah subjek mengalami romantic love. Selanjutnya, subjek berusaha untuk memahami perilaku sang suami, menerima sistem pembagian kunjungan yang telah ditetapkan oleh suaminya dan sebisa mungkin mengatur emosinya agar kondisi rumah tangga serta kondisi anak-anaknya, tetap terjaga. Pada kondisi ini, subjek mengalami companionate love kepada sang suami. Kata kunci : cinta, intimacy, passion, commitment dan poligami BAB I A. PENDAHULUAN Sejak lahir manusia memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Tugas perkembangan masa dewasa antara lain memilih jodoh, belajar hidup dengan suami atau istri, mulai membentuk keluarga, mengasuh anak, “mengemudikan” rumah tangga serta menemukan kelompok sosial. Secara umum tugas perkembangan masa dewasa terkait dengan perkawinan. Menurut Pincus (dalam Sigelman, 1999), perkawinan merupakan suatu bentuk hubungan yang terpenting dalam kehidupan sebagian besar orang dewasa. Hal ini dikarenakan dalam perkawinan terjadi transisi hidup yang signifikan bagi seseorang, yang melibatkan penyandangan peran baru sebagai suami atau istri, serta penyesuaian hidup sebagai seorang pasangan. Dacey dan Travers (2002) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe perkawinan yang secara umum dikenal, yaitu monogami (terdiri dari satu istri dan satu suami), poligami (perkawinan seorang suami dengan lebih dari satu orang istri), dan poliandri (perkawinan seorang istri dengan lebih dari satu orang suami). Dalam 1

Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Judul : Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami Nama/NPM : Dony Widiyanto/10503055 Pembimbing : Praesti Sedjo, S.Psi, M.Si

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan-alasan seorang istri mau

dipoligami, gambaran cinta istri sebelum suaminya berpoligami, gambaran cinta istri setelah suaminya berpoligami serta proses perkembangan cinta istri terhadap suami. Penelitian ini dilakukan terhadap seorang wanita dewasa madya berusia 51 tahun yang dipoligami oleh sang suami. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek menerima suaminya berpoligami karena memiliki ketergantungan secara finansial serta dibutuhkannya peran sang suami dalam mengambil keputusan bagi keluarga. Subjek juga takut mendapat stigma negatif dari masyarakat serta mengkhawatirkan perkembangan psikologis anak-anaknya jika subjek dan suaminya bercerai. Subjek merasakan bahwa cintanya terhadap sang suami mengalami perubahan. Sebelum dipoligami, subjek merasakan adanya intimacy, passion, dan commitment yang besar, sehingga subjek memiliki rasa cinta yang besar kepada sang suami. Namun, ketika sang suami telah melakukan poligami, subjek merasakan bahwa cintanya telah dikhianati oleh sang suami. Meski demikian, subjek masih tetap mencintainya walau subjek harus rela berbagi kehidupan dengan istri-istri lain suaminya. Subjek tetap merasakan adanya intimacy dan commitment terhadap sang suami, namun passion yang dirasakannya telah berkurang. Subjek mengalami passionate love ketika awal pernikahannya. Seiring berjalannya waktu, subjek mulai berani menyatakan idealismenya dan mengemukakan ketidaksukaannya terhadap perilaku sang suami yang berpoligami. Subjek juga sempat berkeinginan untuk cerai dengan suaminya namun dengan mempertimbangkan kesejahteraan anak-anaknya, subjek menerima suaminya berpoligami dan memutuskan untuk mempertahankan rumah tangganya dan saat itulah subjek mengalami romantic love. Selanjutnya, subjek berusaha untuk memahami perilaku sang suami, menerima sistem pembagian kunjungan yang telah ditetapkan oleh suaminya dan sebisa mungkin mengatur emosinya agar kondisi rumah tangga serta kondisi anak-anaknya, tetap terjaga. Pada kondisi ini, subjek mengalami companionate love kepada sang suami. Kata kunci : cinta, intimacy, passion, commitment dan poligami

BAB I A. PENDAHULUAN

Sejak lahir manusia memiliki beberapa

tugas perkembangan yang harus dipenuhi.

Tugas perkembangan masa dewasa antara

lain memilih jodoh, belajar hidup dengan

suami atau istri, mulai membentuk keluarga,

mengasuh anak, “mengemudikan” rumah

tangga serta menemukan kelompok sosial.

Secara umum tugas perkembangan masa

dewasa terkait dengan perkawinan.

Menurut Pincus (dalam Sigelman,

1999), perkawinan merupakan suatu bentuk

hubungan yang terpenting dalam kehidupan

sebagian besar orang dewasa. Hal ini

dikarenakan dalam perkawinan terjadi

transisi hidup yang signifikan bagi

seseorang, yang melibatkan

penyandangan peran baru sebagai

suami atau istri, serta penyesuaian

hidup sebagai seorang pasangan.

Dacey dan Travers (2002)

menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe

perkawinan yang secara umum

dikenal, yaitu monogami (terdiri dari

satu istri dan satu suami), poligami

(perkawinan seorang suami dengan

lebih dari satu orang istri), dan poliandri

(perkawinan seorang istri dengan lebih

dari satu orang suami). Dalam

1

Page 2: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

penelitian ini pun, peneliti menetapkan untuk

memakai istilah poligami, bukan poligini untuk

menggambarkan perkawinan seorang laki-

laki dengan lebih dari satu orang istri dalam

satu waktu.

Dampak poligami bagi istri yang

dipoligami adalah merasa inferior,

menyalahkan diri sendiri, mudah marah,

jengkel, sedih, dan terutama cemburu karena

emosinya tidak dapat dikontrol dengan baik

(majalah Amanah, 2002). Ware (dalam

Levinson, 1995) mengungkapkan bahwa

kecemburuan antar istri lebih merupakan

persaingan untuk memperebutkan akses

yang paling maksimal dan terjamin kepada

suami baik bagi diri mereka sendiri maupun

bagi keturunan mereka daripada

kecemburuan seksual.

Berbagai dampak poligami di atas

tentunya akan mempengaruhi penilaian istri

terhadap suaminya serta kehidupan rumah

tangga secara keseluruhan. Lebih jauh lagi,

perasaan cinta yang dimiliki oleh sang istri

kepada suaminya juga akan terpengaruh.

Cinta adalah emosi mendalam dan vital

yang berasal dari pemenuhan kebutuhan

emosi, disertai dengan adanya perhatian

(care) dan penerimaan terhadap orang yang

dicintai dalam hubungan yang intim (Brehm,

1992). Myers (1996) menyatakan bahwa

apapun bentuk cinta yang dirasakan individu

terhadap pasangannya, individu pasti

memiliki idealisasi akan pasangan yang

sempurna. Namun, menurut Lee (dalam Car,

2003) rasa cinta dapat berakhir dalam

kekecewaan apabila pada kenyataannya

individu menemukan bahwa pasangannya

tidak memenuhi kriteria yang dipersepsi

individu sebagai pasangan yang ideal. Hal ini

dapat terjadi ketika harapan sang istri

mengenai sosok seorang suami ideal

ternyata jauh dari kenyataan. Istri

merasa kecewa ketika sang suami

menduakan cintanya kepada wanita

lain. Istri merasa bahwa suaminya

telah mengkhianati komitmen

pernikahan terdahulu.

B. Pertanyaan Penelitian Beberapa pertanyaan yang

diajukan dalam penelitian ini

antara lain :

1. Mengapa seorang istri mau

dipoligami?

2. Bagaimanakah gambaran cinta istri

kepada suami sebelum suami

berpoligami?

3. Bagaimanakah gambaran cinta istri

kepada suami yang melakukan

poligami?

4. Bagaimanakah proses

perkembangan cinta istri terhadap

suami?

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui alasan-alasan seorang istri

mau dipoligami, bentuk cinta istri

sebelum suaminya berpoligami, bentuk

cinta istri pada suami yang berpoligami

serta tahap perkembangan cinta istri

terhadap suami.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat yang diambil dari

penelitian ini adalah untuk

memberikan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan, khususnya psikologi

sosial dan psikologi perkembangan

tentang gambaran cinta pada istri

yang mengalami poligami.

2. Manfaat Praktis

2

Page 3: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Manfaat yang dapat diambil dari

penelitian ini adalah untuk menambah

wawasan bagi para suami dan istri, pada

umumnya, mengenai dampak positif dan

negatif dari poligami dalam kehidupan

berumah tangga, sehingga dapat

mempertimbangkan dengan lebih bijak

sebelum membuat keputusan untuk

berpoligami.

BAB II A. Cinta

1. Pengertian Cinta Cinta merupakan suatu fenomena

yang tidak dapat didefinisikan dengan

pasti, karena setiap individu memiliki

pemahaman tersendiri tentang cinta yang

dirasakan.

2. Komponen Cinta Menurut Sternberg (dalam Taylor,

dkk, 2006), tiga komponen cinta yaitu

a. Intimacy

Intimacy mengacu pada perasaan

kedekatan, saling terkait dan

keterikatan yang ada dalam suatu

hubungan cinta kasih. Beberapa aspek

intimacy dalam suatu hubungan (close

relationship), yaitu :

1). Keinginan meningkatkan

kesejahteraan orang yang dicintai.

2). Mengalami kebahagian bila

bersama orang yang dicintai.

3). Menghormati dan menghargai

orang yang dicintai.

4). Dapat diandalkan ketika orang

yang dicintai membutuhkannya.

5). Saling memahami satu sama lain.

6). Berbagi diri (one’s self) dan benda

dengan orang yang dicintai.

7). Menerima dukungan

emosional dari orang yang

dicintai.

8). Memberi dukungan

emosional kepada orang

yang dicintai.

9). Memiliki komunikasi intim

dengan orang yang dicintai.

10). Pentingnya kehadiran orang

yang dicintai dalam

kehidupannya.

b. Passion

Menurut Sternberg (dalam

Wiggins, dkk 1994), Passion

mengacu pada dorongan yang

menimbulkan cinta, daya tarik

fisik, hubungan seksual dan

sebagainya, yang ada dalam

hubungan cinta kasih. Aspek

passion dalam suatu hubungan,

antara lain :

1) Ketertarikan fisik.

2) Merasakan hasrat yang

besar ketika harga dirinya

meningkat.

3) Kebutuhan yang besar untuk

beraffiliasi.

4) Dominasi pikiran dan

perilaku pasangan.

5) Pemenuhan kebutuhan

seksual.

c. Commitment

Commitment cinta terdiri dari dua

aspek, yaitu jangka pendek dan

jangka panjang. Commitment

jangka pendek adalah keputusan

untuk mencintai seseorang,

sedangkan commitment jangka

panjang adalah komitmen untuk

mempertahankan cinta. Menurut

3

Page 4: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Sternberg (dalam Vaughan dan Hogg,

1996), terdapat beberapa aspek yang

mengindikasikan komitmen antara lain :

1) Keputusan untuk menjalin

hubungan dengan orang lain.

2) Keputusan untuk tetap

mempertahankan pasangan.

3) Pengorbanan.

4) Adanya harapan dan keyakinan

bahwa hubungan akan berlanjut

dimasa depan.

5) Rencana jangka panjang.

6) Merealisasikan tujuan hingga

tercapai.

7) Merencanakan untuk

menghabiskan hidup bersama.

3. Proses Perkembangan Cinta Berdasarkan penelitian mengenai

cinta (Murstein, 1998), diketahui bahwa

terdapat tiga tahapan cinta, yaitu :

a. Passionate Love

Walter (dalam Murstein, 1998)

menyatakan bahwa seorang individu

dapat dikatakan mengalami,

merasakan, atau menjalani sebuah

hubungan cinta yang passionate jika :

1) Terangsang secara fisiologis

secara berulang-ulang atau teratur.

2) Mengetahui lokasi dari yang

terangsang, maka “cinta” seperti ini

merupakan sebuah label atau

predikat yang paling sesuai untuk

perasaan ini.

b. Romantic Love

Romantic love lebih terfokus pada

idealisasi dari pasangannya, daripada

hubungan seksual yang dijalaninya.

(Murstein, 1998).

c. Companionate Love

Hal ini umumnya terjadi pada

hubungan yang dijalani setelah

menikah atau setelah saling

mengenal, yang mungkin juga

dapat diperoleh sebelum

pernikahan terjadi. Pada

companionate love, kedua

pasangan saling membangun

hubungan dan ikatan yang lebih

kuat dan penuh afeksi serta

kepercayaan (dalam Murstein,

1998).

B. Poligami Menurut Parkin (1997),

poligami adalah suatu situasi

dimana seorang laki-laki memiliki

lebih dari satu orang istri pada saat

bersamaan. Sementara itu, Jones

(1994), menyatakan bahwa

poligami adalah suatu bentuk

perkawinan dimana seorang laki-

laki memiliki lebih dari satu orang

istri dalam satu waktu.

1. Tipe Perkawinan Dacey dan Travers (2002)

menjelaskan bahwa terdapat

lima tipe perkawinan yang secara

umum dikenal, yaitu:

a. Monogami, merupakan jenis

perkawinan yang terdiri dari

satu istri dan satu suami.

b. Poligami, yaitu perkawinan

seorang suami dengan lebih

dari satu orang istri.

c. Poliandri, yaitu perkawinan

seorang istri dengan lebih dari

satu orang suami.

d. Group Marriage, merupakan

perkawinan yang terdiri dari

beberapa suami dan istri

4

Page 5: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

e. Homosexual Marriages, adalah

perkawinan antar sesama jenis.

2. Alasan Istri menerima Suaminya Berpoligami

Berdasarkan penelitian Dickson

(2007), terdapat beberapa alasan istri

menerima suaminya berpoligami, antara

lain :

a. Untuk mengendalikan hawa nafsu.

b. Agar dapat saling berbagi tanggung

jawab dalam pengurusan rumah tangga

dengan istri yang lain.

c. Agar lebih mandiri dan tidak tergantung

kepada suami.

d. Memiliki ketergantungan kepada suami.

e. Takut mendapat stigma negatif secara

sosial.

Setiyaji (2006), menyatakan bahwa

seorang istri menerima suaminya

berpoligami untuk :

a. Melatih Kesabaran.

b. Melatih Keikhlasan.

c. Melatih diri lebih mencintai Allah.

d. Melatih Hidup Sehat dan Bersih.

e. Melatih Diri untuk Selalu Meningkatkan

Kualitas.

f. Melatih untuk Tidak Dengki.

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif berupa studi kasus intrinstik. Subjek

penelitian adalah wanita dewasa madya berusia

antara 51 tahun yang mengalami poligami.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan wawancara tidak berstruktur

dan observasi non partisipan

BAB IV HASIL OBSERVASI

Subjek

Subjek nampak riang, santai dan sering kali

mengembangkan senyum di wajahnya

ketika sedang bersama suaminya. Subjek

berapa kali nampak melontarkan kritik dan

saran, serta menanggapi keluhan

suaminya dengan tutur kata yang lancar,

teratur, lebut dan sopan. Ketika ada teman

suaminya yang bertamu, subjek nampak

terlibat dalam obrolan santai dengan

mereka sambil menemani suaminya.

C. Pembahasan 1. Alasan seorang istri menerima

suaminya berpoligami. Subjek menerima suaminya

berpoligami, karena subjek sangat

tergantung secara finansial terhadap

sang suami, perhatian serta dalam hal

mengambil suatu keputusan untuk

keluarga. Selain itu, jika bercerai

dengan sang suami, subjek takut

mendapat stigma negatif dari keluarga

dan masyarakat di sekitarnya.

Kondisi ini sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Dickson

(2007). Menurutnya, seorang istri mau

menerima suaminya yang berpoligami

karena memiliki ketergantungan

kepada suami, serta takut mendapat

stigma negatif secara sosial dari

lingkungan jika dirinya menjanda.

2. Gambaran cinta seorang istri sebelum suaminya berpoligami.

Subjek merasa memiliki intimacy

yang besar kepada suaminya, karena

subjek merasa bahagia dengan

perkawinannya. Subjek sangat

menghormati dan menghargai sang

suami dan komunikasi yang terjalin

diantara subjek dan sang suami

berjalan lancar, sehingga subjek

5

Page 6: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

sangat memahami kepribadian suaminya.

Subjek dan sang suami saling memberikan

motivasi ketika salah satunya sedang

menghadapi masalah. Subjek terkadang juga

turut membantu suaminya untuk menyokong

perekonomian keluarga. Meski demikian,

subjek sangat mengandalkan suaminya

dalam mengambil keputusan, dan subjek pun

belum mampu menjalani hidup tanpa suami

di sisinya.

Hal-hal yang dirasakan oleh subjek di

atas sesuai dengan ciri-ciri intimacy yang

dikemukakan oleh Sternberg (dalam Taylor,

dkk, 2006). Ciri-cirinya antara lain keinginan

untuk meningkatkan kesejahteraan orang

yang dicintai, mengalami kebahagiaan bila

bersama dengan orang yang dicintai,

menghormati dan menghargai orang yang

dicintai, dapat diandalkan jika orang yang

dicintai membutuhkan, saling memahami satu

sama lain, berbagi diri dan benda dengan

orang yang dicintai, menerima dan memberi

dukungan emosional dari dan kepada orang

yang dicintai, memiliki komunikasi intim, serta

merasakan pentingnya kehadiran orang yang

dicintai dalam kehidupannya.

Selanjutnya, subjek merasa memiliki

passion yang besar, dimana subjek sangat

menyukai penampilan rapi suaminya. Subjek

merasa memiliki harga diri yang tinggi di mata

masyarakat, sehingga membuat subjek

merasa dekat dengan sang suami dan

ditunjukkan dengan cara mencium tangan

sang suami ketika hendak pergi bekerja.

Subjek selalu menuruti semua keinginan

suaminya, termasuk dalam hal berhubungan

intim, karena subjek ingin memberikan

kepuasan kepada suaminya.

Kondisi di atas sesuai dengan ciri-ciri

passion yang dikemukakan oleh Sternberg

(dalam Taylor, dkk, 2006), yaitu

adanya ketertarikan fisik, merasakan

hasrat yang besar ketika harga dirinya

meningkat, memiliki kebutuhan yang

besar untuk berafiliasi, adanya

dominasi pikiran dan perilaku

pasangan, serta adanya pemenuhan

kebutuhan seksual.

Kemudian, Subjek juga memiliki

commitment yang besar terhadap

suaminya. Hal ini terlihat ketika subjek

memutuskan menikah dengan

suaminya karena subjek merasa

mencintainya dan sangat percaya

kepada suaminya. Subjek rela

mengurus anak, suami dan adik-adik

suaminya. Subjek dan suaminya

memiliki kesamaan pandangan dalam

mendidik dan mewujudkan impian

anak-anaknya. Keduanya juga memiliki

rencana jangka panjang yang ingin

diwujudkan bersama, dan subjek

mempunyai keinginan untuk selalu

berada di dekat suaminya dan

menghabiskan hidup bersamanya.

Kondisi tersebut sesuai dengan

ciri-ciri commitment yang dikemukakan

oleh Sternberg (dalam Taylor, dkk,

2006). Commitment bercirikan adanya

keputusan untuk menjalin hubungan

dengan orang lain, adanya keputusan

untuk tetap mempertahankan

pasangan, adanya pengorbanan,

adanya harapan dan keyakinan bahwa

hubungan akan berlanjut dimasa

depan, memiliki rencana jangka

panjang, merealisasikan tujuan hingga

tercapai, serta merencanakan untuk

menghabiskan hidup bersama. Namun,

sebelum dipoligami, rencana jangka

6

Page 7: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

panjang yang dimiliki oleh subjek dan sang

suami belum dapat terealisasikan. Hal ini

terjadi karena ketika itu, anak subjek masih

balita dan subjek beserta sang suami masih

memfokuskan perhatiannya untuk

menyekolahkan adik-adik suaminya.

3. Gambaran cinta seorang istri setelah suaminya berpoligami.

Subjek masih memiliki intimacy yang

besar terhadap sang suami. Subjek merasa

bahagia ketika sedang bersama suaminya,

subjek masih menghormati suaminya, subjek

juga masih mengandalkan sang suami dalam

mengurus keluarga. Subjek masih tetap

membantu sang suami untuk dapat

mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Keduanya juga saling memberikan motivasi

satu sama lain ketika sedang menghadapi

masalah, sehingga komunikasi diantara

mereka hingga kini masih baik dan lancar.

Hingga kini subjek belum mampu hidup tanpa

seorang suami di sisinya.

Hal-hal yang sudah dijelaskan diatas

sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Sternberg (dalam Taylor, dkk, 2006) tentang

intimacy. Intimacy bercirikan keinginan untuk

meningkatkan kesejahteraan orang yang

dicintai, mengalami kebahagiaan bila

bersama dengan orang yang dicintai,

menghormati dan menghargai orang yang

dicintai, dapat diandalkan jika orang yang

dicintai membutuhkan, saling memahami satu

sama lain, berbagi diri dan benda dengan

orang yang dicintai, menerima dan memberi

dukungan emosional dari dan kepada orang

yang dicintai,memiliki komunikasi intim, serta

merasakan pentingnya kehadiran orang yang

dicintai dalam kehidupannya.

Subjek merasakan bahwa passion-nya

terhadap sang suami cenderung rendah. Hal

ini nampak ketika subjek enggan untuk

menuruti perintah suaminya dan

keduanya pun kini jarang melakukan

hubungan seksual karena suami

subjek telah mempunyai istri lain.

Selain itu, subjek juga merasa cemburu

ketika suaminya sedang berdekatan

dengan istri yang lain, karena subjek

takut jika perhatian suaminya akan

lebih fokus kepada istri-istrinya yang

lain. Meski demikian, subjek masih

tetap menyukai penampilan suaminya

yang nampak rapi dan bersih. Subjek

masih tetap memiliki harga diri yang

tinggi, meski subjek telah dikhianati

cintanya oleh sang suami.

Kondisi ini sesuai dengan ciri-ciri

passion yang dikemukakan oleh

Sternberg (dalam Taylor, dkk, 2006),

seperti adanya ketertarikan fisik,

merasakan hasrat yang besar ketika

harga dirinya meningkat, memiliki

kebutuhan yang besar untuk berafiliasi,

dominasi pikiran dan perilaku

pasangan, serta pemenuhan

kebutuhan seksual. Jika dilihat dari ciri

passion yang terkait dengan dominasi

pikiran serta pemenuhan kebutuhan

seksual, saat ini subjek telah

mengembangkan idealismenya sendiri,

sehingga subjek tidak selalu menuruti

keinginan sang suami, terutama

keinginan yang berkaitan dengan istri

yang lain. Kemudian, subjek juga

menyatakan sudah jarang melakukan

hubungan seksual dengan sang suami

karena subjek merasa bahwa hal yang

sama pernah dilakukan oleh suaminya

dengan istri yang lain. Hal ini terkadang

membuat subjek merasa enggan untuk

7

Page 8: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

melakukan hubungan seksual dengan sang

suami.

Subjek tetap memiliki commitment yang

besar, meski sang suami telah berpoligami.

Subjek tidak pernah mengijinkan suaminya

untuk berpoligami, namun karena

mempertimbangkan kehidupan anak-anaknya

ke depan, maka subjek berusaha untuk dapat

menerima keadaan tersebut. Subjek

mempertahankan perkawinannya karena

memiliki ketergantungan kepada sang suami

secara finansial. Subjek masih mencintai

sang suami dan ingin selalu hidup bersama,

sehingga subjek rela berbagi penghasilan

suaminya dengan istri yang lain dan

mengijinkan suaminya untuk menggilir

istrinya yang lain agar dapat bertemu. Subjek

dan sang suami memilki rencana jangka

panjang, namun yang telah dapat diwujukan

adalah keinginan untuk menyekolahkan anak-

anaknya hingga ke perguruan tinggi,

sedangkan keinginan untuk membuka toko

klontong masih belum dapat diwujudkan.

Penjelasan di atas sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Sternberg (dalam

Taylor, dkk, 2006) tentang commitment. Ciri-

ciri commitment antara lain adanya

keputusan untuk menjalin hubungan dengan

orang lain, adanya keputusan untuk tetap

mempertahankan pasangan, pengorbanan,

adanya harapan dan keyakinan bahwa

hubungan akan berlanjut dimasa depan,

memiliki rencana jangka panjang,

merealisasikan tujuan hingga tercapai, serta

merencanakan untuk menghabiskan hidup

bersama.

4. Proses perkembangan cinta seorang istri kepada suami yang berpoligami.

Murstein (1998) menyebutkan tentang

tiga Tahapan Perkembangan Cinta, yaitu

Passionate Love, Romantic Love, dan

Companionate Love. Pada Passionate

Love, pasangan terangsang secara

fisiologis secara berulang-ulang atau

teratur serta mengetahui lokasi dari

yang terangsang. Sementara itu,

Romantic Love memiliki fungsi

memotivasi individu dalam mengisi

perannya sebagai seorang suami dan

menjadi seorang istri untuk menjalin

sebuah keluarga inti. Keluarga inti ini

tidak hanya bertujuan untuk

berproduksi dan memenuhi kebutuhan

sosial, namun untuk menjaga rutinitas

seperti membeli barang, berjalan

sehari-hari, menggunakan layanan

jasa, serta menjaga sistem sosial tetap

berjalan dengan baik. Sedangkan

Companionate Love umumnya terjadi

pada hubungan yang dijalani setelah

menikah atau minimal setelah mereka

saling mengenal satu sama lain, yang

mungkin juga dapat diperoleh sebelum

pernikahan terjadi. Pada tahap ini,

kedua pasangan saling membangun

hubungan dan ikatan yang lebih kuat

dan penuh afeksi serta kepercayaan.

Ketika awal pernikahan subjek

dengan sang suami memiliki intimacy

yang besar dan merasa bahagia atas

perkawinannya dengan sang suami.

Subjek juga merasakan passion yang

besar terhadap sang suami, sehingga

timbul passionet love pada subjek yang

tidak pernah menolak untuk melakukan

hubungan intim. Hal itulah membuat

subjek dan sang suami untuk

mempunyai commitment yang besar

terhadap perkawinannya.

8

Page 9: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Jika dikaji dengan menggunakan teori

Murstein (1998), maka dapat diketahui bahwa

subjek dan sang suami mengalami

Passionate Love ketika subjek belum

dipoligami. Ketika itu, subjek memiliki

ketertarikan fisik terhadap suaminya,

sehingga subjek tidak pernah menolak ketika

sang suami mengajaknya untuk melakukan

hubungan intim. Passionate love ini memang

lebih berkaitan dengan rangsangan dan

berdasar pada hal seksual.

Semetara itu, jika mengacu pada teori

bentuk-bentuk cinta yang dijelaskan oleh

Sternberg (dalam Wiggins, dkk, 1994), maka

dapat disimpulkan bahwa sebelum

dipoligami, bentuk cinta subjek kepada sang

suami adalah Consummate Love atau cinta

yang lengkap. Consummate Love merupakan

kombinasi dari ketiga komponen cinta, yaitu

intimacy, passion dan commitment.

Namun, setelah perkawinan subjek dan

sang suami berjalan 5 tahun, subjek

mengetahui bahwa sang suami berpoligami.

Kondisi ini membuat subjek berani

menyatakan idealismenya dan

mengemukakan ketidaksukaannya terhadap

tindakan sang suami yang berpoligami.

Hubungan subjek dan sang suami pun mulai

merenggang dan subjek meminta cerai

kepada sang suami.

Situasi ini sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh Murstein (1998) bahwa

romantic love lebih terfokus pada idealisasi

dari pasangannya, daripada hubungan

seksual yang dijalaninya. Hal ini juga

dirasakan oleh subjek, dimana subjek sudah

mulai berani mengungkapkan idealismenya

kepada sang suami bahwa subjek enggan

untuk menjalin silaturahmi dengan istri yang

lain, karena subjek masih merasa sakit hati.

Namun, subjek menyadari bahwa

kaputusan untuk bercerai bukanlah

keputusan terbaik bagi anak-anaknya,

karena subjek menyadari bahwa

subjek tidak akan mampu memenuhi

kebutuhan hidup anak-anaknya

seorang diri. Subjek juga merasa

bahwa anak-anaknya membutuhkan

perhatian dan kasih sayang dari sang

suami. Oleh karena itu, subjek

mempertahankan keutuhan rumah

tangganya untuk tidak bercerai dengan

sang suami. Subjek mulai memperbaiki

komunikasinya dengan sang suami

agar perlahan-lahan dapat menerima

kondisi pernikahannya dan mencoba

untuk ikhlas sambil menata stabilitas

kehidupan rumah tangganya. Hingga

akhirnya, subjek menyadari bahwa

dirinya tidak dapat menjalani perannya

tanpa seorang suami disisinya.

Seiring berjalannya waktu,

subjek mengalami Companionate

Love, tepatnya setelah anak-anak

subjek beranjak dewasa. Berscheid &

Walster (dalam Sears, dkk, 2006)

menyatakan bahwa companionate love

merupakan bentuk cinta yang lebih

praktis dan mengutamakan rasa saling

mempercayai, memperhatikan dan

tenggang rasa terhadap kekurangan

atau keunikan pasangannya. Kondisi

ini dialami oleh subjek, dimana subjek

tetap menerima kondisi suaminya

meski subjek merasa sangat sakit hati

karena telah dikhianati cintanya oleh

sang suami. Subjek nampak sangat

memahami perilaku suaminya, subjek

berusaha untuk menerima kondisi

suaminya yang berpoligami, menerima

9

Page 10: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

sistem pembagian jatah kunjungan yang telah

ditetapkan oleh sang suami, serta sebisa

mungkin mengatur emosinya agar kondisi

rumah tangganya, terutama kondisi anak-

anaknya, tetap stabil dan terjaga. Subjek juga

berusaha untuk tetap mempertahankan rasa

cintanya serta kepercayaannya kepada sang

suami.

BAB V A. Simpulan

1. Alasan seorang istri menerima suaminya berpoligami.

Subjek menerima suaminya

berpoligami, karena subjek sangat

tergantung dalam hal perhatian dan

finansial kepada sang suami. Subjek juga

takut mendapat stigma negatif dari

masyarakat dan keluarga jika bercerai.

2. Gambaran cinta seorang istri sebelum suaminya berpoligami.

Sebelum dipoligami, subjek memiliki

intimacy yang besar kepada sang suami,

dimana subjek merasa bahagia atas

perkawinannya. Subjek dan sang suami

juga saling membantu, menghargai,

memahami, serta saling berkomunikasi dan

memberikan motivasi ketika salah satunya

sedang mengalami masalah. Kondisi ini

tentunya membuat subjek belum mampu

hidup sendiri, karena subjek sangat

tergantung kepada suaminya.

Subjek memiliki passion yang besar

kepada suaminya, karena subjek sangat

menyukai penampilan suaminya yang rapi

dan bersih, subjek juga selalu menuruti

keinginan suaminya, termasuk dalam hal

berhubungan intim, karena subjek ingin

memberikan kepuasan kepada sang suami.

Subjek juga memiliki

commitment yang besar terhadap

suaminya. Hal ini dikarenakan subjek

merasa mencintai dan percaya

kepada sang suami, memiliki

kesamaan pandangan, rela

mengurus keluarga dan adik-adik

suaminya, memiliki rencana jangka

panjang yang ingin diwujudkan

bersama, serta mempunyai

keinginan untuk menghabiskan hidup

bersama.

3. Gambaran cinta seorang istri setelah suaminya berpoligami.

Intimacy subjek terhadap sang

suami dirasakan sedikit berbeda

karena adanya istri lain dalam

kehidupan rumah tangga subjek dan

sang suami. Meski demikian, subjek

tetap merasa bahagia dengan

perkawinannya. Subjek dan sang

suami masih saling menghormati,

saling membantu, saling

berkomunikasi dan memberi motivasi

ketika sedang menghadapi masalah

serta masih tetap mengandalkan

sang suami dalam mengurus

keluarga, sehingga subjek merasa

belum mampu hidup tanpa

keberadaan sang suami di sisinya.

Sejak suami subjek

berpoligami, passion yang dirasakan

subjek terhadap sang suami

cenderung berkurang. Hal ini

dikarenakan subjek enggan menuruti

perintah suaminya. Subjek dan sang

suami kini jarang melakukan

hubungan seksual dan terkadang

merasa cemburu ketika suaminya

berdekatan dengan istrinya yang lain.

10

Page 11: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Namun, subjek masih tetap menyukai

penampilan fisik suaminya yang nampak

rapi dan bersih.

Subjek tetap memiliki commitment

yang besar terhadap suaminya. Subjek

tetap mempertahankan rumah tangganya

dengan sang suami, karena subjek memiliki

ketergantungan secara finansial. Subjek

rela mengorbankan perasaannya demi

keutuhan rumah tangganya, rela berbagi

penghasilan suaminya dengan istri-istri

yang lain serta mengijinkan sang suami

untuk mengunjungi istrinya yang lain. Meski

demikian, subjek dan sang suami tetap

berusaha keras untuk dapat hidup bersama

dan mewujudkan cita-cita jangka panjang

dalam perkawinannya.

4. Proses perkembangan cinta seorang istri kepada suami yang berpoligami.

Subjek dan sang suami mengalami

Passionate Love ketika awal pernikahan.

Subjek memiliki ketertarikan fisik terhadap

suaminya, sehingga subjek tidak pernah

menolak ketika sang suami mengajaknya

untuk melakukan hubungan intim. Saat

buah hatinya lahir, subjek dan sang suami

mengalami Romantic Love. Keduanya

semakin memiliki peran yang jelas dalam

rumah tangga, yaitu sebagai ibu dan ayah

bagi anaknya. Tetapi, keharmonisan

keluarga ini terganggu manakala subjek

mengetahui bahwa sang suami

berpoligami. Subjek mulai berani

menyatakan idealismenya dan

mengemukakan ketidaksukaannya

terhadap perilaku sang suami. Karena

mempertimbangkan kesejahteraan hidup

sang anak, akhirnya subjek memutuskan

untuk berusaha menerima pernikahan

poligami ini, hingga akhirnya subjek

mengalami Companionate Love,

tepatnya setelah anak-anaknya

beranjak dewasa. Meski merasa

sangat sakit hati karena telah

dikhianati cintanya oleh sang suami,

namun subjek berusaha untuk dapat

menerima dan memahami perilaku

suaminya, menerima sistem

pembagian nafkah dan kunjungan

dari sang suami, serta sebisa

mungkin mengatur emosinya agar

kondisi rumah tangganya tetap stabil.

Subjek juga berusaha untuk tetap

mempertahankan rasa cintanya serta

kepercayaannya kepada sang suami.

B. Saran Dari hasil penelitian tentang

gambaran cinta pada istri yang mengalami

poligami, maka saran yang diajukan

peneliti terhadap penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Dari hasil penelitian, dapat diketahui

bahwa subjek telah melewati beberapa

tahap-tahap cinta, dimana saat ini

subjek mengalami companionate love.

Subjek tetap mempertahankan rasa

cinta dan kepercayaannya terhadap

sang suami serta menerima kondisi

suaminya berpoligami dan menerima

sistem pembagian jatah kunjungan

yang telah ditetapkan oleh sang suami.

2. Kepada lingkungan terdekat subjek

yaitu keluarga dan kerabat, disarankan

untuk lebih memberikan dukungan

positif kepada subjek agar lebih baik

dalam menjalankan kehidupan rumah

tangganya.

3. Kepada peneliti selanjutnya disarankan

untuk mengadakan penelitaian serupa

11

Page 12: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

mengenai poligami dengan beragam

penelitian seperti, dampak psikologis istri

yang dipoligami, dampak psikologis anak

yang keluarganya berpoligami, stres dan

coping stres anak terhadap keluarganya

berpoligami dan penelitian lainnya yang dapat

diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

Ahnan, M. & Khoiroh, U. (2001). Poligami di mata

Islam. Jakarta : Putra Pelajar. Al-Jahrani, M. (1997). Poligami dan berbagai

persepsi. Jakarta : Gema Insani Press. Almigo, N. (2007). Dampak psikis cinta pada

manusia (Edisi 11 Maret 2007). Jakarta : Kompas.

Anwari. (2002). Poligami dalam Islam : antara

doktrin ajaran dan problema kemasyarakatan. Jurnal kajian ilmu-ilmu Islam (Volume II Nomor 5, Halaman 65-81). Al-Huda.

Arnhold, R. M. (1995). Poliginy. Encyclopedia of

marriage and the family, (Volume 2, Page 547-549). New York : Simon & Schuster Macmillan.

Atwater, E. (1999). Psychology of adjusment: a

personal growth in changing world (4th ed). New Jersey : Prentice-Hall.

Baron, R.A., & Byrne, D. (2003). Social

psychology (10th ed). Boston : Pearson Education, Inc.

Bird, G & Melville, K. (1994). Families and

intimate relationship. New York : McGraw-Hill, Inc.

Brehm. S. S. (1992). Intimate relationship (2nd

ed). New York : The McGraw Hill, Inc. Carr, Stuart. C. (2003). Social psychology contex,

communication & culture. Astralia : John Wiley & Sons Australia, Ltd.

Dacey, J. S. & Travers, J. F. (2002). Human

developmant across the lifespan. (5th ed). New York : The McGrow-Hill Companies, Inc.

David, M. J., & Chapman, S A. (2001). Polygamy, bigamy and human rights law. Canada : Xlibris Corp.

Davidson, J. K., Sr. & Moore, N. B. (1996). Marriage and family : change and continuity. Massachussets : Allyn & Bacon.

Dickson, C. (2007). Marriage and family

problems. Metropolis : West Publishing Company.

Duvall, M. & Miller, B. C. (1995). Marriage

and family development (12th ed.). New York : Harper & Row Publisher, Inc.

Flick, U. 1998. An introduction to qualitative research. London : SAGE Publications.

Fromm, E. 2003. The art of loving. Jakarta : Fresh Book.

Ihinger-Tollman, M. & Levinson, D. (1995).

Marriage definition. Encyclopedia of marriage and the family (Volume 5, Page 471-474). New York : Simon & Schuster Macmillan.

Jones, G. W. (1994). Marriage and divorce

in Islamic South East Asia. New York : Oxford University Press, Inc.

Khairuddin. (1998). Pelecehan seksual

terhadap istri. Yogykarta : Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada.

Kottak, C. P. (1991). Anthropology : the

exploration of human diversity (5th ed.). New York : McGraw-Hill, Inc.

Levinson, D. (1995). Encyclopedia of

marriage and the family. New York : Simon & Schuster Macmillan.

Majalah Amanah, Oktober 2002 : Implikasi

poligami dalam masyarakat (27-31).

Moleong, L. J. (2004). Metodologi

penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Hadinoto,

S. R. (2002). Psikologi perkembangan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.

12

Page 13: Gambaran Cinta Pada Seorang Istri yang Suaminya Berpoligami

Murdock, D. (1994). Power and satisfaction in marriage : a review and critique. psychologycal bulletin. (Volume 5, Page 513-538). New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Murstein, B. I. (1998). A taxonomy of love (the

psychology of love). New York : Keystone Typesetting Company.

Murstein, B. I. (1998). Paths to marriage (5th ed).

California: Sage Publication, Inc. Muthahhari, M. (2000). Hak-hak wanita dalam

Islam. Jakarta : Lentera. Myers, David. G. (1996). Social psychology (5th

ed). Michigan: The McGraw-Hill Companies Inc.

Parkin, R. (1997). Kindship : an introduction to the

basic concept. USA : Blackwell Publishers, Inc.

Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif

dalam penelitian psikologi. Jakarta : LPSP3 UI.

Prabowo, H. (1998). Pengantar psikologi

lingkungan. Jakarta : Universitas Gunadarma.

Rakhmiatie, J. (2005). Kesepian pada wanita

dewasa madya yang belum menikah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Rini, J. F. (2002). Kecanduan cinta.

http://www.caitlainscorner.com/index2.php? option=com_content&task=view&id=182&pop=1&page=0&Itemid=61

Setiyaji, S. (2006). Tuntunan poligami dan

peutamaannya. Yogyakarta : Irsyad Baitussalam.

Shalala, D. E. (1995). Women’s realities,

women’s choices : an introduction to women’s studies. New York : Oxford University Press, Inc.

Sigelman, C. K. (1999). Lifespan human

development (3rd ed). USA : Brooks/Cole Publishing Company.

Soewondo, S. (2001). Keberadaan pihak ketiga,

poligami dan permasalahan perkawinan (keluarga) ditinjau dari aspek psikologi. Jakarta : Merdeka Press.

Sternberg, Robert. J. (1988). The triangle

of love: intimacy, passion, commitment. USA: Basic Brooks, Inc.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., Sears, D. O.

(2006). Social psychology (12th ed.). New Jersey : Pearson Prentice Hall.

Tierney, J. (2006). Who's afraid of polygamy. New York : Harcourt Brace Jovanovich.

Turner, J. S. & Haelms, D. B. (1995).

Lifespan development. USA : Holt, Rinehart & Winston, Inc.

Vaughan, Graham. M & Michaela. H.

(1996). Introduction to social psychology. Pearson Education Australia.

Wiggins, James. A & Zanden, James. V.

(1994). Social psychology. (5th ed). New York: The McGraw-Hill, Inc.

Yin, R. K. (2004). Case study research :

design and methods (2nd ed). USA : Sage Publications, Inc.

Zanden, J. W. V. (1993). Human

development (5th ed). New York : McGraw-Hill Inc.

13