Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN KEBERFUNGSIAN KELUARGA PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DENGAN KANKER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Margaretha Vania
149114101
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTO
A THREAD ABOUT A STORY
The story of an overthinking girl, triying to reach her dreams
The blankspace sheets...
“It is our choices, Harry, that show what we truly are, far more than our abilities” -Albus Dumbledore (Harry Potter and the Chamber of Secrets)
...The idea...
“Come to me, all you who are weary and burdened, and I will give you rest” (Matthew 11:28)
“Be not afraid of growing slowly, be afraid only of standing still”
-Chinese verb
... The ink
“The hard but beautiful thing is when a mother elephant have to pregnant her baby for almost 2 years.. So does this story.”
“Happiness can be found in the darkest of times, if one only remembers to turn on the light”
-Albus Dumbledore (Harry Potter and the Prisioner of Azkaban)
..The end..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Cerita ini saya persembahkan teruntuk:
Terimakasih Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan santa pelindungku yang selalu mendengarkan dan mengabulkan doa serta harapan anakmu yang
mudah putus asa ini
For my parents, my grandmother, my sister and brother terimakasih untuk hal yang telah kalian beri, baik yang tampak atau hanya yang terbesit di hati dan pikiran, terimakasih atas doa yang pasti tak kunjung putus
For my parent of knowledge, the best teacher Pak Praktik, terimakasih untuk tidak menyerah merevisi, memberi masukan dan
dengan dedikasinya membuatkan makalah untuk keperluan muridnya
all of my friends thankyou, for sharing the laugh, the pain, the tears, the hope, and the end of our
journey
for parents with cancer children the choosen one(s) are the special one, thankyou, for never giving up
for u who read
welcome!
“A family is more that the sum of its parts”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah
Yogyakarta, Penulis
Margaretha Vania
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
THE OVERVIEW OF FAMILY FUNCTIONING IN PARENTS WITH CANCER CHILDREN
Margaretha Vania
ABSTRACT
Having a children with cancer can cause other burdens for the family. The aim of this study is to gain an overview of family functioning on parents who having a children with cancer. This study is a qualitative study. This study also involving two parents (father and mother) who had a children with cancer. Parents were interviewed individually with semistructured questions and using dyad as the level of analysis. The data were analyzed by using content analysis. The final results showed that all parents tends to express a positive result on how they managed their family functioning. This positive result appears in all family functioning dimensions. There were four reasons that probably caused positive results: parent resilience, psychosocial support, income, and overlaps answers between fathers and mothers. Marriage age difference affect how parents perceived family functioning when having a children with cancer. Before the presence of children with cancer, the younger couple showed some marriage problems, while the older couple showed less marriage problems. After having children with cancer, younger couple experience different marriage situation where they became more cohesive to each other. On the other hand, older couple did not experience difference in their marriage situation, as they adapted well on handling marriage problems.
Keywords: family functioning, parents, children with cancer, dyadic.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
GAMBARAN KEBERFUNGSIAN KELUARGA PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK DENGAN KANKER
Margaretha Vania
ABSTRAK
Kehadiran anak dengan kanker pada sebuah keluarga dapat menciptakan beban-beban tambahan di dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan keberfungsian keluarga yang dijalankan oleh orang tua (ayah dan ibu) ketika hadirnya anak dengan kanker ditengah keluarga. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Partisipan berjumlah dua pasang pasangan orang tua yang memiliki anak dengan kanker. Pasangan Orang tua diwawancara secara terpisah dengan menggunakan dyad sebagai satuan analisis. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Isi Kualitatif (AIK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pasangan orang tua menunjukkan peningkatan dalam menjalankan keberfungsian keluarga menjadi lebih efektif. Hasil ini terlihat dari keenam dimensi keberfungsian keluarga. Hasil yang positif diduga disebabkan oleh empat hal, yaitu resiliensi pasangan orang tua, dukungan psikologis dan sosial, pemasukan keuangan, dan kekompakan jawaban antar pasangan. Usia perkawinan juga diduga turut menentukan keefektifan keberfungsian keluarga. Sebelum hadirnya anak dengan kanker, pasangan yang memiliki usia perkawinan lebih muda menunjukkan permasalahan pernikahan daripada pasangan dengan usia perkawinan yang lebih tua. Setelah memiliki anak dengan kanker, pasangan dengan usia perkawinan yang lebih muda menunjukkan pengalaman yang membuat pasangan menjadi kompak dengan pasangannya. Dilain sisi, pasangan dengan usia perkawinan lebih tua tidak merasakan pengalaman yang berbeda karena pasangan lebih mampu beradaptasi dalam mengatasi permasalahan perkawinan. Kata kunci: keberfungsian keluarga, orang tua, anak dengan kanker, dyadik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Margaretha Vania
NIM : 149114101 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
GAMBARAN KEBERFUNGSIAN KELUARGA PADA KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK DENGAN KANKER
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 30 Januari 2020 Yang menyatakan,
(Margaretha Vania)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR Puji serta syukur karena Yesus memberkati dan memberikan roh kudus
turun walau terkadang penulis merasa ada saja kemacetan, sehingga roh kudus
tidak kunjung sampai. Sempat berhadapan dengan waktu, namun bangkit kembali
demi diri saya dan pribadi-pribadi yang mendukung saya, entah secara langsung
terlibat maupun tidak secara langsung terlibat. Izinkan saya mengucap syukur dan
terimakasih melalui tulisan ini.
1. Tuhan Yesus, Bunda Maria, Santa Margaretha, dan Malaikat Serafine atas
bantuan—sepertinya ribuan—Roh Kudus di setiap waktu—kadang macet
dan kadang tidak—untuk penulis.
2. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Dr. Monic, atas ancamannya sekaligus support untuk harus
menyelesaikan skripsi semester “ini”.
4. Ibu Dr. Maria Laksmi Anantasari, atas jasa dan dukungannya dalam
membimbing proses akademik saya,
5. Bapak Prof. A. Supratiknya, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang totalitas menjalankan perannya sebagai pembimbing sejati.
Terimakasih atas waktunya, semester demi semester tetap membawa
laporan saya, merevisi, meringkaskan modul, semua hanya untuk
kesuksesan muridnya. Sehat dan sukses selalu Pak!
6. Ibu Agnes Indar Etikawati, M. Si., Psikolog. dan Ibu Maria Magdalena
Nimas E. S., M.Si., Psi. yang telah membuat penelitian ini menjadi lebih
cantik.
7. Para dosen dan Karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,
terimakasih atas ilmunya selama saya berkuliah. Karakter unik yang
dimiliki dari setiap pribadi akan selalu melekat dimemory saya.
8. Para orang tua pilihan yang telah meluangkan waktu untuk bercerita dalam
penelitian ini. All the best wishes for you! Salam Pita Emas!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
9. Keluarga besar Nia: Oma, Mama, Papa, Adik yang tidak pernah berhenti
untuk menanyakan kapan aku lulus. Aku lulus!
10. Keluarga besar tak sedarah Nihek: Rekan-rekan AKSI 2015 & BOCAH
NGAPA YAK 2018 (specially: Dito Valen, Intan, Soma, Puspa, Putri,
Yudha, Para CO: Sekar, Debo, Yuka, Ica, Bella, Asty, Hanny, Efan, Ocha,
Tedjo, Btari, Umik, Tungpao, Cakra, Bombom, BALIkeYogya yang
cuman 12 jam aku ke Bali terus balik lagi ke Jogja, dan rekan-rekan di
Psychofest 2017.
11. Teman-teman terspesial: (INT-Kampus) Tedjo, Umik, Kadek,
Mankindah, Depa, Pakde, Sandri; (INT-SMA) Dopa, Bunga, Vero,
Mbakdin, Popok, Cik Jes, Cikyos, Ipun, dan Monic. Tanpa kalian—aku
pasti gak punya temen. Introverted introvert can relate!
12. Anak-anak Profesor: you’re lucky guys, we are lucky.
13. Semua pihak yang sekali lagi, baik yang langsung maupun yang tidak
langsung terlibat dalam perjalanan saya menuju S.Psi, terimakasih!
14. Terakhir, untuk kamu yang membaca, selamat datang! Welcome aboard!
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini
sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis. Akhir kata, semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 31 Januari 2020
Penulis
Margaretha Vania
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING........................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
HALAMAN MOTTO.............................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................vi
ABSTRACT.............................................................................................................vii
ABSTRAK............................................................................................................viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................ix
KATA PENGANTAR.............................................................................................x
DAFTAR ISI..........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xvii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian.................................................................................12
C. Tujuan Penelitian........................................................................................12
D. Manfaat Penelitian......................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................13
A. Anak dengan Kanker..................................................................................13
B. Dampak Terhadap Keluarga.......................................................................14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
1. Tuntutan Karena Karakteristik Dari Kondisi Penyakit Itu Sendiri........15
2. Tuntutan yang Terbentuk Akibat Dampak Dari Penyakit.....................16
C. Keberfungsian Keluarga.............................................................................18
1. Definisi Keberfungsian Keluarga..........................................................18
2. Orang tua Sebagai Penanggung Jawab Keberfungsian Keluarga..........19
3. Dimensi dalam Keberfungsian Keluarga...............................................19
3.1 Pemecahan Masalah.......................................................................20
3.2 Komunikasi.....................................................................................20
3.3 Peran...............................................................................................21
3.4 Responsivitas Afektif.....................................................................21
3.5 Keterlibatan Afektif........................................................................22
3.6 Kontrol Perilaku.............................................................................22
4. Fakor-faktor yang Mempengaruhi Keberfungsian Keluarga.................23
D. Kerangka Konseptual.................................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................29
A. Jenis dan Desain Penelitian........................................................................29
B. Fokus Penelitian.........................................................................................30
C. Partisipan....................................................................................................31
D. Peran Peneliti..............................................................................................32
E. Metode Pengambilan Data.........................................................................34
F. Analisis dan Interpretasi Data....................................................................37
G. Penegakan Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian..............................40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................41
A. Pelaksanaan Penelitian...............................................................................41
B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara....................42
C. Hasil Penelitian...........................................................................................48
1. Pemecahan Masalah..............................................................................50
2. Komunikasi............................................................................................52
2.1 Komunikasi dengan Pasangan........................................................53
2.2 Komunikasi antara Orang tua dan anak-anak.................................54
3. Peran......................................................................................................57
3.1 Pemenuhan Kebutuhan Instrumental..............................................58
3.2 Pemenuhan Kebutuhan Afeksi.......................................................60
3.2.1 Pemenuhan Kebutuhan Afeksi Antar Pasangan....................60
3.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Afeksi Antara Orang tua pada
anak-anak..............................................................................63
3.3 Pengambilan Keputusan...........................................................66
4. Responsivitas Afektif............................................................................68
5. Keterlibatan Afektif...............................................................................72
6. Kontrol Perilaku....................................................................................77
6.1 Kontrol Perilaku Aktivitas yang Membahayakan Fisik dan
Aktivitas Di Luar Keluarga............................................................77
6.2 Kontrol Perilaku Psikobiologi.........................................................79
D. Pembahasan................................................................................................83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
BAB V PENUTUP................................................................................................91
A. Kesimpulan.................................................................................................91
B. Keterbatasan Penelitan...............................................................................93
C. Saran...........................................................................................................93
1. Bagi Peneliti Selanjutnya.......................................................................93
2. Bagi Perawat di Rumah Sakit................................................................94
3. Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Kanker......................................94
DAFTAR ACUAN.................................................................................................96
LAMPIRAN.........................................................................................................102
A. Lampiran 1. Informed Consent Pasangan Orang tua 1 (Ayah dan Ibu) ..102
B. Lampiran 2. Informed Consent Pasangan Orang tua 2 (Ayah)................103
C. Lampiran 3. Informed Consent Pasangan Orang tua 2 (Ibu)....................104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Diri Partisipan..................................................................................31
Tabel 2. Daftar Pertanyaan.....................................................................................35
Tabel 3. Kriteria Koding Keberfungsian Keluarga Menurut Model
Konseptual McMaster..............................................................................39
Tabel 4. Waktu dan Pelaksanaan Wawancara........................................................42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian..........................................................28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Pusat Data dan Informasi (2015), “Kanker Anak” adalah kanker
yang dialami pada rentang usia kanak-kanak hingga mencapai usia 18 tahun.
Dalam data yang sama, sejak tahun 2013 hingga 2015, di Indonesia terdapat
11.000 kasus kanker anak setiap tahunnya. Indonesia sendiri termasuk negara
yang memiliki jumlah anak dengan kanker yang tinggi (Komisi Perlindungan
Anak, 2017). Secara berturut-turut, jenis kanker yang paling sering dialami anak
adalah leukemia atau kanker sel darah putih, neuroblastoma atau kanker sel
syaraf, nephroblastoma atau kanker tulang, medulloblastoma atau kanker otak dan
retinoblastoma atau kanker retina (Kementrian Kesehatan Indonesia, 2015).
Ketika anak mendapat diagnosis kanker, hal ini akan berdampak pada
kesejahteraan fisik, psikologis, serta sosial mereka. Secara fisik, anak dengan
kanker akan mengalami perubahan karena intervensi klinis seperti radiasi dan
kemoterapi yang dapat membuat mereka memiliki sistem kekebalan tubuh yang
menurun, rontoknya rambut, mudah merasa mual dan lain sebagainya (Nicholas,
Gearing, McNeill, Fung, Luccheta, & Selkrik, 2009). Perubahan fisik yang terjadi
membuat mereka secara psikologis memiliki tendensi resiko mengalami
kecemasan hingga depresi (Kinahan et al., 2012, dalam Hosoda, 2014). Anak
dengan kanker juga memiliki self-image yang negatif (Jamison, Lewis, & Burish,
1986, dalam Hosoda, 2014). Secara sosial, anak dapat mengurung diri dari
lingkungannya (Brown et al, 1992 dalam Streisand, Kazak, & Tercyak, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Kehadiran anak dengan kanker beserta tuntutan-tuntutan yang muncul
akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga (Hocking et al., 2004; Bjork,
Wiebe, & Hallstrom, 2005; Mondaloo, Rohani, Farahani, Vasli, &
Pourhosseingholi, 2018). Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti disebuah
rumah singgah untuk anak penyandang kanker, kehadiran anak dengan kanker
membuat orang tua juga harus aktif mendampingi anak mereka. Mendampingi
anak dengan kanker merupakan perjuangan bagi orang tua. Keluarga akan
mendapati tuntutan-tuntutan, baik yang timbul karena karakteristik penyakit
kanker maupun tuntutan lainnya. Secara fisik, orang tua akan mengalami
kelelahan karena jadwal kerja dan juga jadwal pengobatan anak dengan kanker di
mana pengobatan penyakit kanker membutuhkan biaya dan waktu yang tidaklah
sedikit. Secara psikologis, orang tua yang memiliki anak dengan kanker memiliki
siklus harian yang dapat membuat mereka stres terlebih ketika harus mengontrol
emosi mereka (Streisand et al, 2003). Hal ini dapat terjadi karena orang tua akan
mengaitkan kondisi anak mereka yang memiliki kanker dengan kematian dan
penderitaan yang dialami anak (Woodgate & Degner, 2003, dalam Bjork, et al.,
2005). Orang tua juga akan merasa takut dan merasa tidak percaya atas kondisi
anak ketika mereka menerima hasil diagnosis (Patistea, Makrodimitro, & Panteli,
2002, dalam dalam Bjork, et al., 2005).
Berdasarkan hal tersebut, memiliki anak dengan kanker pada gilirannya
akan mampu mempengaruhi bagaimana keluarga menjalankan fungsi keluarga.
Keluarga berfungsi untuk membuat kondisi lingkungan yang layak bagi seluruh
anggota keluarga dalam kaitannya untuk mengembangkan fungsi-fungsi dasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial, dan aspek lainnya. Umumnya, orang
tualah yang akan menjalankan sebagian besar dari fungsi-fungsi keluarga, sebab
mereka memimpin keluarga dan merupakan pihak yang paling banyak
bertanggung jawab (Fahrudin, 2012; Slameto, 2003, dalam Novrida, Kurniah, &
Yulidesni, 2017).
Salah satu pendekatan tentang keberfungsian keluarga telah dikemukakan
oleh Epstein, Bishop, dan Levin (1978) yang dikenal dengan istilah pendekatan
McMaster tentang family functioning. Dalam pendekatan ini, keberfungsian
keluarga mengacu pada teori sistem di mana setiap komponen dalam keluarga
akan saling berinterelasi antara satu dengan yang lain. Sistem akan bekerja dengan
baik ketika keluarga mampu menyelesaikan beragam fungsi di dalam keluarga
(Miller, Ryan, Keitner, Bishop, & Epstein, 2000).
Pendekatan McMaster membagi 6 dimensi dalam keberfungsian keluarga
yang meliputi: (1) Problem solving atau pemecahan masalah, mengacu pada
kemampuan keluarga untuk memecahkan masalah; (2) Communication atau
komunikasi, yang mengacu pada pertukaran informasi antar anggota keluarga; (3)
Roles atau peran, mengacu pada seberapa keluarga dapat melakukan pembagian
fungsi-fungsi peran dalam keluarga; (4) Affective responsiveness atau
responsivitas afektif, mengacu pada apakah keluarga mampu mengelola stimulus-
stimulus emosional; (5) Affective involvement atau keterlibatan afektif, mengacu
pada apakah keluarga peka dan juga tertarik dengan aktivitas anggota keluarga
yang lain dan (6) Behaviour control atau kontrol perilaku, mengacu pada apakah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
keluarga mampu mengatasi permasalahan yang sifatnya mendadak atau
emergency (Epstein, et al., 1978).
Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, tugas utama dari keberfungsian
keluarga adalah membuat kondisi yang layak bagi keseluruhan anggota keluarga
(Epstein et al., 1978). Permasalahan muncul ketika keluarga yang memiliki anak
dengan kanker harus berhadapan dengan sistem yang berubah karena hadirnya
tuntutan-tuntutan tambahan. Keluarga yang memiliki anak dengan kanker
tentunya akan menghadapi tahap perkembangan dalam keluarga yang berbeda dari
keluarga normal lainnya. Kehadiran anak dengan kanker akan membuat orang tua
diterpa dengan tuntutan-tuntutan baik secara fisik, psikologis, dan sosial yang
dapat menciptakan stres yang besar bagi keluarga mereka. Hal ini akan mengarah
pada ketidakseimbangan di dalam sistem keluarga. Pada akhirnya, tuntutan-
tuntutan dan beban-beban tambahan ini diduga akan mempengaruhi orang tua
dalam menjalankan keberfungsian keluarga (Patterson & Garwick, 1994).
Keluarga memiliki peranan penting dalam pembentukan kepribadian dan
mental yang sehat dalam masyarakat. Pembentukan ini akan terbentuk ketika
keberfungsian keluarga berjalan dengan efektif (Fahrudin, 2012). Keberfungsian
keluarga juga berkaitan dengan kualitas hidup orang tua yang memiliki anak
dengan kanker (Mondaloo et al., 2018; Schoors, Paepe, Norga, Cosyns, Morren,
Vercruysse, Goubert, Verhofstadt, 2019) dan keluarga mereka yang lain, misalnya
orang tua dan saudara kandung (Schoors et al., 2019). Hal ini menunjukkan
pentingnya penelitian mengenai keberfungsian keluarga pada keluarga yang
memiliki anak dengan kanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Beragam uraian di atas menjelaskan bagaimana kehadiran anak dengan
kanker pada akhirnya akan membawa beban-beban dan tuntutan-tuntutan
tambahan, yang diduga akan mempengaruhi bagaimana keluarga menjalankan
keberfungsiannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
gambaran keberfungsian keluarga pada orang tua yang memiliki anak dengan
kanker? Apakah beban-beban serta tuntutan-tuntutan tambahan yang timbul
karena kehadiran anak dengan kanker membuat keluarga menjalankan
keberfungsian keluarga menjadi kurang efektif ataukah sebaliknya.
Tinjauan kepustakaan terdahulu mengenai kehadiran anak dengan kanker
dan keluarga telah dikaji baik di Indonesia maupun di luar negeri. Terkait dengan
penelitian pada anak dengan kanker, beberapa penelitian terdahulu mengungkap
kualitas hidup anak dengan kanker (Vlachioti, Matziou, Perdikaris, Mitsiou,
Stylianou, Tsoumakas, & Moschovi, 2016) dan pengalaman anak dengan kanker
ketika akan menjalankan pengobatan (Engvall, Lindh, Mullaney, Nyholm, Lindh,
Ångström-Brännström, 2018) Di Indonesia, ditemukan penelitian mengenai
kualitas hidup anak dengan kanker (Hilda, Lubis, Hakimi, & Siregar, 2015;
Nurhidayah, Hendrawati, Mediani, & Adistie, 2016) dan dengan saudara mereka
(Hilda et al., 2015).
Penelitian-penelitian terdahulu juga telah melakukan penelitian mengenai
keberfungsian keluarga pada orang tua yang memiliki anak dengan kanker
(Schoors, Mol, Morren, Verhofstadt, Goubert, & Parys, 2018; Bjork, et al., 2005;
Nicholas, et al., 2009). Terdapat yang menghubungkan keberfungsian keluarga
dengan stres (Streisand, Kazak, & Tercyak, 2003), penyesuaian diri anak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
baru terdiagnosis kanker (Varni, Katz, Colegrove, & Dolgin, 1996) dan kualitas
hidup anak dengan kanker (Mondaloo et al., 2018) serta keluarga mereka
(Schoors et al., 2019).
Terkait hasil dari penelitian-penelitian mengenai anak dengan kanker yang
telah diuraikan sebelumnya, anak dengan kanker ternyata menjalankan
pengobatan secara menyenangkan (Engvall et al., 2019). Hal ini dikarenakan
interaksi dari setiap anggota keluarga, seperti keterlibatan dari ayah, ibu, dan
saudara kandung mereka, dapat membantu anak dengan kanker menghadapi
pengobatan mereka. Dukungan yang diberikan oleh keluarga pada anak dengan
kanker juga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka (Vlachioti et al., 2016).
Hasil ini cukup berbeda di Indonesia dimana anak dengan kanker dilaporkan
memiliki kualitas hidup yang lebih rendah (Nurhidayah et al., 2016). Kualitas
hidup anak dengan kanker dilaporkan lebih buruk daripada saudara kandung
mereka (Hilda et al., 2015).
Terkait hasil dari penelitian sebelumnya mengenai keberfungsian keluarga
pada keluarga dengan anak kanker, dilaporkan bahwa memiliki anak dengan
kanker akan mempengaruhi keseluruhan keluarga. Kehidupan keluarga mereka
pada awalnya menurun dan akhirnya keluarga akan berusaha untuk bertahan dan
mulai menunjukkan hasil yang positif akan keluarga mereka (Bjork, et al., 2005).
Dari perspektif ayah yang memiliki kanker, mereka akan merasa khawatir akan
ketidakjelasan masa depan anak dan mengalami stres serta lelah karena adanya
keadaan tersebut (Nicholas et al., 2009). Semakin stres anak dan keluarga yang
ditandai dengan aktifnya mengikuti penanganan medis juga dilaporkan memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
keberfungsian keluarga yang menurun (Streisand et al., 2003). Orang tua yang
memiliki anak dengan kanker juga dihadapkan dengan keputusan yang saling
berkontradiksi (Schoors et al., 2018). Penelitian dari Mondaloo et al. (2018)
memaparkan bahwa lebih dari 90% orang tua yang memiliki anak dengan kanker
cenderung memiliki keberfungsian keluarga yang buruk dan keberfungsian
keluarga merupakan prediktor untuk kualitas hidup anak dengan kanker. Schoors
et al. (2019) menemukan bahwa keberfungsian keluarga merupakan hal penting
pada penyesuan individual seluruh anggota keluarga.
Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, terdapat beberapa defisiensi
yang peneliti rangkum. Yang pertama, adalah penelitian tentang keberfungsian
keluarga yang telah dikaji sebagian besar menggunakan metode kuantitatif (Varni
et al., 1996; Streisand et al., 2003; Millati & Muzdalifah, 2013; Schoors et al.,
2019; Mondaloo et al., 2018). Penelitian menggunakan jenis kuantitatif tentu
dapat menggali variabel lain yang mungkin mempengaruhi keberfungsian
keluarga. Dilain sisi, konsep keberfungsian keluarga beracuan pada pendekatan
keluarga sebagai sebuah sistem yang tentunya mementingkan proses dan relasi
antar anggota keluarga. Mengutip Epstein et al. (1978), bahwa “family functioning
is more than the sum of its parts”, yang berarti keberfungsian keluarga lebih dari
sekedar penjumlahan dari bagian-bagian di dalamnya dan “parts of the family are
related to each others”, yang menunjukkan bahwa setiap bagian dalam keluarga
saling berkaitan antar satu dengan yang lainnya. Kedua hal ini menunjukkan
pentingnya memahami keberfungsian keluarga sebagai sebuah proses dan relasi
antar anggota keluarga. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
dapat mengungkap kedua hal tersebut dengan baik (Coleman & Ganong, 2014).
Jenis penelitian ini dapat mengungkap deskripsi yang kaya dari persepsi anggota
keluarga mengenai proses serta relasi antar anggota keluarga yang terjadi dengan
setingan tempat yang natural, seperti rumah (Coleman & Ganong, 2014).
Selanjutnya, yang kedua, sebagian penelitian yang menggunakan metode
kualitatif tentang keberfungsian keluarga belum menggunakan pendekatan
dimensi dari teori keberfungsian keluarga tertentu (Bjork et al., 2005; Nicholas et
al, 2009; Schoors et al., 2018). Keberfungsian keluarga merupakan konsep yang
luas dan memerlukan indikator-indikator tertentu untuk dapat menentukan apakah
keluarga itu berfungsi atau tidak, efektif atau tidak, sehat atau tidak sehat
(Fahrudin, 2012). Indikator tersebut diperlukan untuk dapat memahami konsep
keberfungsian keluarga dengan lebih jelas. Salah satu teori keberfungsian
keluarga yang memiliki indikator mengenai efektif atau tidaknya keberfungsian
keluarga adalah teori pendekatan McMaster mengenai keberfungsian keluarga
yang disusun oleh Epstein et al. (1978). Teori ini memiliki kriteria bagaimana
keluarga memiliki keberfungsian keluarga yang efektif dan tidak efektif. Fahrudin
(2012) memaparkan bahwa konsep dari teori ini juga dapat digunakan sesuai
dengan konteks sistem budaya di Indonesia. Penjelasan ini membuat peneliti akan
menggunakan teori keberfungsian keluarga dengan pendekatan McMaster
(Epstein et al., 1978) yang memiliki indikator keefektifan dan ketidakefektifan
dalam menjalankan keberfungsian keluarga.
Yang ketiga, walau beberapa penelitian menggunakan perspektif dari sisi
ayah dan ibu (Streisand et al., 2003; Bjork et al, 2005; Alderfer et al., 2009,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Schoors et al., 2018), namun masih sedikit penelitian yang menggunakan dyad
sebagai satuan analisisnya, terutama di Indonesia. Keluarga merupakan komponen
yang terdiri dari beberapa jenis hubungan atau dyad, contohnya hubungan antara
suami dan istri, ibu dan anak-anak, dan lain sebagainya (Supratiknya, 2019).
Metode analisis bercorak dyad dapat memfasilitasi pemahaman yang lebih utuh
untuk mengungkap keterhubungan relasi antar pasangan (Coleman & Ganong,
2014), yang juga diperlukan untuk memahami konsep keberfungsian keluarga.
Berdasarkan kepustakaan sebelumnya, terdapat satu penelitian yang menggunakan
metode analisis bercorak dyad, yaitu Multiple Family Member Interview Analysis
oleh Schoors et al. (2018), yang berfokus pada analisis antar member atau
anggota. Sedangkan di Indonesia, belum terdapat penelitian serupa yang
menggunakan dyad sebagai satuan analisis.
Berdasarkan tinjauan kepustakaan, terdapat satu penelitian yang serupa
dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang disusun oleh Schoors et al., (2018).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian dari Schoors et al. (2018) mencakup
kurang lebih dua hal. Pertama, penelitian Schoors et al. (2018) berfokus
memaparkan perubahan yang terjadi pada orang tua yang memiliki anak dengan
kanker dengan analisis fenomenologi sehingga tidak menggunakan acuan teori
keberfungsian keluarga tertentu. Sebaliknya, penelitian ini akan menggunakan
acuan teori keberfungsian keluarga yang mampu mengungkap indikator
keberfungsian keluarga yang efektif dan tidak efektif. Kedua, penelitian ini
dilakukan di Belgia. Schoors et al. (2018) memaparkan bahwa perbedaan negara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
juga dapat mempengaruhi hasil penelitian, sebab setiap negara memiliki sistem
dan fasilitas kesehatan yang berbeda-beda.
Belgia dan Indonesia memiliki perbedaan mengenai ketersediaan fasilitas
dan pengetahuan mengenai perawatan paliatif untuk penyandang kanker dan
keluarganya. Menurut data dari Cancer Country Profiles (World Health
Organization, 2014), Belgia memiliki fasilitas khusus untuk perawatan paliatif
yang berperan untuk menunjang kualitas hidup bagi penyandang kanker di setiap
rumah sakitnya. Perawat memiliki peranan penting bagi anak dengan kanker dan
keluarga karena mereka merupakan caregiver pertama yang dijumpai mereka di
rumah sakit. Perawat di Belgia sudah disertai dengan kemampuan untuk
memberikan perawatan paliatif untuk anak dengan kanker dan keluarganya. Hal
ini berbeda ddengan Indonesia. Indonesia belum memiliki fasilitas untuk
memberikan perawatan paliatif disetiap Rumah Sakit (Tarihoran & Gunawan,
2013). Perawat di Indonesia juga belum memiliki bekal kemampuan dalam
memberikan perawatan paliatif (Tarihoran & Gunawan, 2013). Melihat perbedaan
tersebut, peneliti merasa bahwa penelitian Schoors et al. (2018) merupakan
penelitian yang penting untuk dilakukan di Indonesia karena hasil penelitian yang
mungkin berbeda.
Perawatan paliatif sendiri merupakan hal penting yang harus didapatkan
anak dengan kanker beserta keluarga mereka. Kondisi situasi perawatan paliatif di
Indonesia di sampaikan oleh salah satu staf pengajar di Program Studi Ilmu
Keperawatan UGM, Martina Sinta Kristanti (Universitas Gajah Mada, 2014). Ia
menjelaskan dalam seminarnya yang berjudul “Interprofessional Work for
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Enhancing the Family Roles for Palliative Care: Lesson Learned from Several
Countries”, bahwa perawat berperan penting untuk memberikan perawatan
paliatif pada pasien, misalnya pasien dengan kanker. Selain itu, ia juga
mengutarakan bahwa perawatan paliatif yang berfokus pada keluarga juga
merupakan hal yang penting untuk diterapkan. Terkait dengan fakta yang terjadi
di Indonesia, ia menuturkan bahwa penerapan perawatan paliatif memiliki
kendala, baik dari sisi pengetahuan dan kebijakan pemerintah. Menurutnya,
perawatan paliatif untuk pasien telah diatur dalam kebijakan pemerintah sudah
diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan pada tahun 2007, namun hal ini belum
dilakukan dengan optimal di seluruh rumah sakit di Indonesia. Harapannya,
penelitian ini juga dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan bagi perawat
sebagai caregiver yang paling sering dijumpai anak dengan kanker di rumah sakit,
bagi rumah sakit dan bagi pemerintah.
Untuk menutup sebagian defisiensi dari kepustakaan sebelumnya,
penelitian ini berfokus menggambarkan keberfungsian keluarga pada orang tua
yang memiliki anak dengan kanker. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif yang dapat melihat pengalaman keluarga. Penelitian ini akan
menggunakan teori acuan keberfungsian keluarga. Subjek dalam penelitian ini
adalah dyad atau pasangan ayah dan ibu yang memiliki anak dengan kanker.
Metode pengambilan data yang digunakan adalah wawancara terpisah dan semi
terstruktur dengan dyad sebagai satuan analisis (Eiskovits & Koren, 2010).
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan deduktif. Selanjutnya, analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kualitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran keberfungsian keluarga pada keluarga yang
memiliki anak dengan kanker dan sedang menjalani perawatan pada setiap
dimensinya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk memahami gambaran keberfungsian
keluarga pada keluarga yang memiliki anak dengan kanker dan sedang menjalani
perawatan pada setiap dimensinya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat berkontribusi dalam ilmu psikologi terkhusus pada
psikologi perkembangan, kesehatan dan keluarga terkait dengan fungsi
keluarga pada keluarga yang memiliki anak dengan kanker. Penelitian ini
mampu memberikan evidence mengenai pentingnya indikator-indikator
dalam konsep keberfungsian keluarga.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi orang
tua yang memiliki anak dengan kanker sehingga dapat lebih memahami
dinamika keluarga mereka.
3. Manfaat Kebijakan
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi para perawat di rumah
sakit agar dapat memberikan intervensi dari aspek psikologis yang berfokus
pada anak dengan kanker serta keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian pertama, peneliti akan menjelaskan kondisi anak dengan
kanker. Pada bagian kedua, peneliti akan menjelaskan dampak memiliki anak
dengan kanker pada keluarga inti (orang tua dan saudara kandung). Selanjutnya,
pada bagian ketiga peneliti akan menjelaskan definisi keberfungsian keluarga,
orang tua sebagai penanggung jawab keberfungsian keluarga dan dilanjutkan
dengan penjelasan mengenai dimensi-dimensi dalam keberfungsian keluarga.
Pada bagian akhir, peneliti akan menjelaskan mengenai kerangka konseptual dari
penelitian ini.
A. Anak dengan Kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang membuat sel-sel dalam
tubuh membelah secara cepat dan tidak terkendali (Prastiwi, 2012). Kanker anak
mengacu pada kanker yang dialami pada rentang usia kanak-kanak hingga
mencapai usia 18 tahun (Pusat Data dan Informasi, 2015). Berbeda dengan anak
yang sehat, anak dengan kanker harus berhadapan dengan situasi sehari-hari yang
berbeda serta menimbulkan beban. Anak dengan kanker harus membawa status
kanker pada diri mereka dan juga harus menghadapi pengobatan yang menguras
energi mereka. Kondisi ini akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan sang
anak mulai dari aspek fisik, psikologis, hingga sosial.
Secara fisik, anak mengahadapi konsekuensi dari kemoterapi dan radiasi
sebagai penanganan utama yang diberikan dokter. Anak akan mengalami rambut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
rontok, muka yang pucat, dan muntah-muntah yang berimbas pada kurangnya
nafsu makan (Nicholas et al., 2009). Anak juga akan mengalami penurunan
metabolisme tubuh ketika secara rutin mendapatkan kemoterapi. Operasi yang
mungkin harus dijalani juga dapat menurunkan performa fisik anak (Tsimicalis et
al., 2017).
Secara psikologis, anak dapat mengalami stres dan juga merasa takut
(Streisand, Kazak, & Tercyak, 2003; Tsimicalis et al., 2017) terlebih ketika harus
menjalani pengobatan mereka (Tsimicalis et al., 2017). Secara sosial, anak akan
merasa terisolasi dengan lingkungannya (Streisand, Kazak, & Tercyak, 2003).
Ketika anak memiliki kanker, jadwal sekolah anak akan terganggu (Tsimicalis et
al., 2017). Anak akan mudah tidak masuk sekolah karena jadwal berobat mereka
yang intensif. Hal ini akan berdampak pada kehidupan sosial anak di mana kanker
membuat mereka jarang berinteraksi dengan teman-teman mereka di sekolah.
Anak dengan kanker juga akan merindukan aktivitas mereka untuk belajar dan
bermain dengan teman-teman di sekolah mereka (Tsimicalis et al., 2017).
B. Dampak Terhadap Keluarga
Efek dari kehadiran anak dengan kanker ini akan membentuk tuntutan-
tuntutan yang harus dihadapi oleh keseluruhan keluarga. Tuntutan-tuntutan atau
beban-beban tambahan muncul baik secara fisik, psikis, dan sosial. Tuntutan-
tuntutan lazimnya berupa beban-beban dan stres (Patterson & Garwick, 1994).
Peneliti merangkum dua tuntutan tambahan yang biasanya dirasakan oleh
keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit kronis. Salah satu
contohnya adalah ketika keluarga memiliki anak dengan kanker. Kedua tuntutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
itu meliputi: (1) tuntutan karena karakteristik dari kondisi penyakit itu sendiri; dan
(2) tuntutan yang timbul karena dampak dari penyakit pada keluarga. Kedua garis
tuntutan itu akan berdampak terhadap kehidupan orang tua dan saudara kandung
dalam keluarga. Selain itu, tuntutan-tuntutan ini selanjutnya akan mempengaruhi
keberfungsian keluarga sebagai sebuah sistem.
1. Tuntutan karena karakteristik dari kondisi penyakit itu sendiri
Patterson & Garwick (1994) mengungkapkan bahwa karakteristik penyakit
kanker, seperti periode kekambuhan dan ketidakpastian, dapat menjadi sumber
tuntutan dalam keluarga. Penyakit kronis seperti kanker memiliki karakteristik
sebagai penyakit yang dapat membuat individu mengalami fase kekambuhan.
Kekambuhan ini membuat kenormalan di dalam keluarga akan berubah menjadi
sebuah krisis dalam keluarga (Patterson & Garwick, 1994). Transisi yang
mendadak seperti ini dapat menguras tenaga keluarga (Patterson & Garwick,
1994). Selain itu, penyakit kanker juga menciptakan ketidakpastian (Alderfer &
Kazak, 2006, dalam Hosoda, 2014; Nicholas et al., 2009). Ketidakpastian yang
keluarga rasakan menyangkut tentang status kesehatan anak dan kemungkinan
mengenai jangka hidup anak (O’Brien, 2001, dalam Woodgate & Degner, 2002).
Ketidakpastian ini dapat membuat orang tua menjadi cemas, khawatir, dan dapat
meningkatkan stres dalam keluarga (Patterson & Garwick, 1994). Walaupun
perencanaan yang dilakukan orang tua untuk menunjang kesehatan anak telah
dilakukan dengan hati-hati, tidak menutup kemungkinan bahwa tetap akan ada
perubahan dalam prosesnya (Woodgate & Degner, 2002). Tidak hanya orang tua,
ketidakpastian akan penyakit juga membuat saudara kandung mereka menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
cemas dan khawatir akan kondisi kesehatan saudara mereka yang memiliki
kanker.
2. Tuntutan yang terbentuk akibat dampak dari penyakit
Kehadiran kanker pada anak akan memberikan seperangkat tuntutan baru
yang harus keluarga hadapi (Patterson & Garwick, 1994). Tuntutan yang
umumnya terbentuk akibat dari kehadiran anak kanker pada keluarga adalah:
permasalahan biaya, waktu luang, pembagian peran, dan stres.
Yang pertama, permasalahan biaya muncul dan kerap dirasakan oleh orang
tua karena pengobatan anak dengan kanker yang bersifat intensif. Hal ini
membuat orang tua harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Mereka juga
harus mengatur pekerjaan yang dapat dilakukan agar mereka tetap dapat
mendampingi pengobatan anak mereka. Memiliki anak dengan kanker juga
membuat ayah merasa bahwa pemasukan finansial yang keluarga peroleh menjadi
menurun (Nicholas et al., 2009).
Yang kedua, orang tua kurang memiliki waktu luang dalam keluarga
mereka. Hal ini disebabkan karena orang tua harus membagi waktu dalam
menjalani rutinitas mereka yang berubah. Seperti contoh, orang tua harus
menemani anak mereka yang sakit, dan yang lain harus bekerja untuk memenuhi
kestabilan finansial (Schoors et al., 2018). Tidak hanya orang tua, saudara
kandung juga merasakan perubahan aktivitas dalam keluarga yang membuat
mereka merasa sedih karena kurangnya waktu bersama dengan keluarga mereka.
Yang ketiga, keluarga harus berjuang keras untuk membagi peran di dalam
keluarga. Orang tua harus memastikan siapa yang dapat selalu menemani anak ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
rumah sakit, siapa yang mengurus saudara yang lain, dan siapa yang bekerja
(Schoors et al., 2018). Sedangkan dari sudut pandang saudara kandung, mereka
juga diharapkan untuk berperan dalam membantu merawat saudara mereka yang
memiliki kanker (Long, Marlsand, Wright, & Hinds, 2015).
Yang keempat dan terakhir, beragam stres dapat muncul dalam keluarga
karena kondisi ini. Dari sudut pandang orang tua, penelitian Rodriguez et al.
(2011) telah menyimpulkan bahwa orang tua dilaporkan merasa stres karena
kehadiran anak dengan kanker. Watik & Qoyyimah (2018) juga memaparkan
bahwa ibu yang memiliki anak dengan kanker dilaporkan merasa stres akan
kondisi ini. Mereka dapat merasa stres karena merasa bersalah baik pada anak
dengan kanker karena tidak menyadari gejala awal penyakit anak dan pada
saudara kandung mereka karena orang tua lebih berfokus untuk mengurus anak
yang sakit dari pada saudara mereka yang sehat. Selain itu, orang tua juga akan
merasa stres karena tuntutan lingkungan yang menuntut mereka agar dapat
menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak mereka (Ganong & Coleman, 2017,
dalam Schoors et al., 2018). Orang tua juga merasa stres karena memikirkan masa
depan keluarga mereka. Orang tua akan menerima beban yang luar biasa terkait
dengan informasi yang mereka mungkin dapatkan mengenai kemungkinan-
kemungkinan dari kondisi anak dengan kanker. Hal ini dapat meningkatkan
tingkat kecemasan mereka (Alderfer & Kazak, 2006, dalam Hosoda, 2014). Stres
juga dirasakan oleh saudara kandung. Ketika memiliki saudara dengan kanker,
terkadang hal ini membuat orang-orang disekitar mereka berfokus pada saudara
mereka yang sakit sehingga mereka lebih menanyakan kondisi saudara mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dari pada kondisi mereka sendiri. Hal ini dapat membuat mereka merasa stres
(Long, Marsland, Wright, & Hinds, 2015). Gerdhardt et al. (2016)
mengungkapkan bahwa saudara kandung berusaha untuk membantu keluarga
akan kondisi ini dan kadang membuat mereka menyimpan segala permasalahan
dalam dirinya sendiri. Pada akhirnya, semua tuntutan-tuntutan yang telah
dijelasakan diatas karena hadirnya anak dengan kanker akan berpengaruh terhadap
keberfungsian keluarga.
C. Keberfungsian Keluarga
1. Definisi Keberfungsian Keluarga
Banyak teori tentang keberfungsian keluarga yang berkembang dengan
berbagai dimensi yang berbeda (Patterson & Garwick, 1994), salah satunya adalah
model konseptual yang dikembangkan oleh Epstein et al. (1978). Model
konseptual ini memiliki asumsi bahwa: “The primary function of today’s family
unit appears to be that of laboratory for the social, psychological, and biological
development & maintenance of family members” (Epstein et al., 1978). Artinya,
fungsi utama sebuah keluarga adalah untuk pengembangan & pemeliharaan sosial,
psikologis, dan biologis setiap anggota keluarga. Keberfungsian keluarga dalam
model ini mengacu pada bagaimana keluarga berfungsi untuk membuat kondisi
lingkungan yang layak bagi seluruh anggota keluarga dalam kaitannya untuk
mengembangkan fungsi-fungsi dasar yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial,
dan aspek lainnya. Untuk mengembangkan fungsi-fungsi dasar tersebut, sistem
keluarga harus menyelesaikan seperangkat tugas-tugas di dalam keluarga yang
meliputi tugas-tugas umum, seperti menyediakan kebutuhan material keluarga;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
tugas-tugas perkembangan, seperti bagaimana keluarga dapat beradaptasi dan
mengupayakan perkembangan dan pertumbuhan setiap anggota keluarga; dan
tugas-tugas krisis, seperti apakah keluarga mampu untuk mengatasi segala jenis
permasalahan keluarga yang mendesak (Epstein et al, 1978).
2. Orang tua Sebagai Penanggung Jawab Keberfungsian Keluarga
Setiap anggota keluarga dalam struktur akan saling berkaitan antara satu
dengan yang lain dan merupakan komponen yang sama pentingnya dalam
keberfungsian keluarga (Epstein et al., 1978). Akan tetapi, pada umumnya orang
tualah (ayah dan ibu) yang akan banyak berperan di dalam keberlangsungan
keberfungsian keluarga. Orang tua merupakan sub-sistem di dalam keseluruhan
sistem keluarga yang memiliki peran untuk memimpin keluarga dan paling
banyak memegang kuasa di dalam keberfungsian keluarga (Fahrudin, 2012).
Selain itu, orang tua pada umumnya merupakan penanggung jawab yang bertugas
untuk memberikan pemenuhan kebutuhan di dalam keluarga (Slameto, 2003,
dalam Novrida, Kurniah, & Yulidesni, 2017).
3. Dimensi dalam Keberfungsian Keluarga
Model konseptual McMaster tentang keberfungsian keluarga diciptakan
oleh Epstein et al. pada tahun 1978. Model konseptual ini terdiri dari 6 dimensi
yang meliputi (1) pemecahan masalah, (2) komunikasi, (3) peran, (4) responsivitas
afektif, (5) keterlibatan afektif, dan (6) kontrol perilaku. Setiap dimensi memiliki
pengertian dan kriteria tentang bagaimana suatu keluarga memiliki fungsi dasar
yang efektif atau tidak efektif. Berikut adalah penjelasan mengenai keenam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dimensi keberfungsian keluarga menurut konsep McMaster dalam Epstein et al.
(1978):
3.1. Pemecahan masalah atau problem solving, dimensi ini didefinisikan
sebagai kemampuan keluarga untuk memecahkan masalah sehingga mampu
menjaga keefektifan keberfungsian keluarga (Epstein et al., 1978). Permasalahan
keluarga berisikan hal-hal yang dianggap dapat mengancam kapasitas fungsional
keluarga yang mungkin dapat membuat keluarga menemukan kesulitan-kesulitan
dalam menyelesaikannya.
Menurut Epstein et al. (1978), kriteria untuk dimensi ini adalah semakin
keluarga dapat menyelesaikan masalah, maka keluarga akan semakin memiliki
keberfungsian keluarga yang efektif dan begitu sebaliknya.
3.2. Komunikasi atau Communication, dimensi ini didefinisikan sebagai
kemampuan keluarga untuk dapat secara jelas dan langsung dalam melakukan
pertukaran informasi dengan anggota keluarga (Epstein et al., 1978). Fokus dari
komunikasi adalah pertukaran verbal. Komunikasi dalam keberfungsian keluarga
dinilai dalam dua kontinuum. Yang pertama adalah kontinum jelas vs tersamarkan
(clear vs masked continuum) dan yang kedua adalah langsung vs tidak langsung
(direct vs indirect continuum). Kontinum pertama berfokus pada kejelasan ketika
konten dari informasi saling bertukar. Sedangkan kontinum kedua berfokus pada
apakah pesan tersampaikan pada orang yang memang dimaksud.
Kriteria dalam dimensi komunikasi ini adalah jika komunikasi yang
dilakukan di dalam keluarga tersamar dan tidak langsung, semakin tidak efektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
keberfungsian keluarga mereka. Sedangkan jika komunikasi yang dilakukan
cenderung jelas dan langsung, semakin efektif keberfungsian keluarga mereka.
3.3 Peran atau roles, dimensi ini didefinisikan sebagai kemampuan
keluarga dalam berperilaku untuk membagi dan menjalani fungsi-fungsi peran
dalam keluarga (Epstein et al., 1978). Dimensi ini merupakan tugas rutin yang
dilakukan keluarga. Peran yang harus dilakukan oleh keluarga mencakup
beberapa area yaitu: (1) area instrumental, yaitu area yang bersifat teknis kegiatan
sehari-hari. Area ini mencakup ketersediaan sumber daya yang diperlukan
keluarga seperti makan, pakaian, uang, dan lain sebagainya; (2) area afektif, yaitu
area yang melibatkan perasaan dan pengalaman di dalamnya. Area ini mencakup
bagaimana keluarga dapat memberikan kenyamanan, dukungan dan bantuan; (3)
area yang ketiga dan terakhir mencakup pada bagaimana keluarga dapat
mempimpin, mengambil keputusan dengan tepat baik di dalam keluarga, antar
anggota keluarga, maupun di luar keluarga.
Kriteria dari dimensi peran adalah ketika peran telah di alokasikan pada
setiap anggota keluarga maka semakin efektif keberfungsian keluarga mereka.
Jika peran tidak dialokasikan secara tepat maka semakin tidak efektif
keberfungsian keluarga.
3.4. Responsivitas Afektif atau affective responsiveness, dimensi ini
didefinisikan sebagai kemampuan keluarga dalam mengelola stimulus-stimulus
emosional baik secara kuantitas maupun kualitas (Miller et al., 2000). Dimensi ini
berfokus pada pola dari ketanggapan keluarga pada stimulus afektif. Respon-
respon dibagi dalam dua jenis yaitu perasaan akan bahaya atau welfare feelings
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dan perasaan akan rasa aman atau emergency feelings. Perasaan welfare adalah
perasaan seperti rasa cinta, kelembutan, kesenangan, dan kebahagiaan. Sedangkan
perasaan emergency contohnya seperti rasa takut, marah, sedih, kecewa, dan
depresi.
Dimensi ini memiliki kriteria dimana semakin efektif keberfungsian
keluarga maka akan semakin luas jangkauan emosi yang ditunjukkan dan semakin
tepat emosi yang ditunjukkan sesuai dengan situasi yang terjadi baik secara
kuantitas maupun kualitas. Contoh sederhana dari keefektifan dimensi ini seperti
menangis di depan anggota keluarga tanpa menutup-nutupi ketika sedang merasa
sedih.
3.5. Keterlibatan Afektif atau affective involvement, dimensi ini
didefinisikan sebagai kemampuan keluarga dalam menunjukkan kepekaan dan
ketertarikan keluarga dengan aktivitas anggota keluarga yang lain. Dimensi ini
berfokus pada seberapa banyak dan dengan cara seperti apa anggota keluarga
menunjukkan ketertarikan dan ikut ambil bagian dengan anggota keluarga
lainnya. Keterlibatan afektif tidak hanya mengacu pada apa yang keluarga lakukan
bersama, tetapi lebih kepada derajat keterlibatan dalam anggota keluarga (Epstein
et al., 1978). Kriteria dari dimensi ini adalah semakin keluarga menunjukan
keterlibatan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan dan memahami
keadaan emosi anggota keluarga dengan tepat akan semakin efektif kebefungsian
keluarga.
3.6. Kontrol Perilaku atau behaviour control, dimensi ini berfokus pada
kemampuan keluarga mengatur perilaku dari setiap anggota keluarga. Dimensi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mengatur pola perilaku dalam keluarga untuk mengatur tingkah laku dari setiap
anggota keluarga. Terdapat tiga jenis dari situasi yang perlu dikontrol oleh
keluarga. Yang pertama, situasi yang berbahaya secara fisik (physically dangerous
situations) dimana keluarga harus memonitor dan mengontrol perilaku dari setiap
anggota keluarga. Yang kedua, situasi yang melibatkan diskusi antar anggota
keluarga dan mengekspresikan kebutuhan psikobilogi seperti makan, minum,
tidur, dan agresi. Yang terakhir, adalah situasi yang melibatkan perilaku sosial
interpersonal, baik di dalam anggota keluarga maupun dengan orang di luar
keluarga.
Kriteria dari dimensi ini adalah semakin keluarga membuat standar yang
masuk akal untuk mengontrol perilaku keluarga mereka dan memberikan
penyesuaian atas standar yang telah mereka buat tergantung dengan situasi, maka
semakin efektif keberfungsian keluarga mereka. Ketika keluarga membuat standar
untuk mengontrol perilaku anggota keluarga yang sifatnya tidak beraturan, kadang
sangat kaku dan kadang sangat longgar dan membuat keluarga menjadi tidak tahu
batasan-batasan untuk berperilaku, maka semakin tidak efektif keberfungsian
keluarga mereka.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberfungsian Keluarga
Keberfungsian keluarga diduga dapat mempengaruhi keberfungsian
keluarga. Tingginya pemasukan orang tua mengarah pada keberfungsian keluarga
yang lebih efektif (Boylu, Oztop, & Copur, 2013; Herzer, Godiwala, Hommel,
Driscoll, Mitchell, Crosby, Piazza-Waggoner, Zeller, d& Modi, 2010). Tingginya
pemasukan, misalnya, akan membuat anak memiliki akses untuk dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif pada anak daripada
keluarga dengan pemasukan yang rendah, yang memungkinkan mereka tidak
mendapatkan akses untuk memiliki kemampuan komunikasi yang efektif
(Banovcinova & Levicka, 2015). Rendahnya pemasukan juga mengarah pada pola
pengasuhan orang tua yang cenderung kurang efektif. Hal ini akan mengarah pada
ketidakefektifan orang tua dalam berperan dan mengontrol perilaku anggota
keluarga mereka (Banovcinova , Levicka, & Veres 2014).
Tingginya edukasi orang tua juga mengarah pada keberfungsian keluarga
yang lebih efektif (Boylu et al., 2013). Hal ini dikarenakan orang tua dengan
pendidikan yang tinggi akan lebih kompak dengan keluarga dengan pendidikan
orang tua yang rendah. Pendidikan yang tinggi juga dapat meningkatkan kepuasan
pernikahan dan mampu meminimalisir konflik pernikahan (Zhang, 2015). Hal ini
akan membuat orang tua dapat memecahkan masalah dengan afektif.
Stress akan kehadiran salah satu anggota keluarga dengan penyakit kronis
juga dapat mempengaruhi keberfungsian keluarga (Patterson & Garwick, 1994;
Streisand et al, 2003). Ketika keluarga memiliki anggota keluarga dengan
penyakit kronis, hal ini akan menghadirkan krisis yang membuat anggota keluarga
akan merasakan stres yang cukup besar. Streisand et al. (2003) menemukan bahwa
semakin tinggi stres yang orang tua rasakan akan kehadiran anak dengan kanker
membuat keberfungsian keluarga mereka menurun, terutama dalam aspek kontrol
perilaku dan keterlibatan afektif.
Hosoda (2014) mengatakan bahwa dukungan psikologis dan sosial juga
memiliki peranan penting dalam keberfungsian keluarga. Keluarga yang memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dukungan psikologis dan sosial cenderung memiliki keberfungsian keluarga yang
efektif. Dukungan ini akan meningkatkan koping orang tua terhadap stres akibat
kehadaran anak dengan kanker dan membawa pada keberfungsian keluarga yang
lebih efektif.
D. Kerangka Konseptual
Memiliki anak dengan kanker memberikan berbagai tuntutan-tuntutan di
dalam keluarga yang berbeda dengan keluarga dengan anak sehat. Kondisi ini
dapat memberikan tuntutan-tuntutan kepada keluarga inti mereka, terlebih
penanggung jawab keluarga, yakni orang tua (Patterson & Garwick, 1994).
Tuntutan-tuntutan tambahan tersebut meliputi: (1) tuntutan karena karakteristik
dari penyakit itu sendiri, dimana kanker memiliki karakteristik sebagai penyakit
yang dapat membuat individu mengalami fase kekambuhan dan ketidakpastian
yang membuat keluarga merasa khawatir serta cemas; dan (2) tuntutan yang
timbul akibat dari dampak kehadiran anak kanker pada keluarga seperti:
permasalahan biaya, waktu luang, pembagian peran, dan stres.
Sistem keluarga terdiri dari dua hal, yaitu anggota keluarga dan keberfungsian
keluarga keluarga. Komponen yang pertama mengacu pada jumlah anggota
keluarga di dalam suatu keluarga inti (Patterson & Garwick, 1994). Misalnya,
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Yang kedua adalah
keberfungsian keluarga yaitu kemampuan keluarga dalam menciptakan kondisi
yang layak bagi keseluruh anggota keluarga. Sebagai sebuah sistem, sistem
keluarga akan selalu berusaha untuk menciptakan keberfungsian yang seimbang
atau homeostatis. Seperti di dalam sebuah neraca, pada satu sisi keluarga akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
menghadapi tuntutan yang lazimnya berupa stres dan beban, di lain sisi, keluarga
berusaha untuk menyeimbangkannya dengan kemampuan-kemampuan yang
keluarga miliki yang lazimnya berupa sumber-sumber daya dan perilaku koping
individu (Patterson & Garwick, 1994). Kedua hal ini, yakni tuntutan-tuntutan dan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki keluarga merupakan faktor penting untuk
menjaga keseimbangan keberfungsian keluarga (Patterson & Garwick, 1994).
Keluarga pada umumnya akan menghadapi tantangan-tantangan umum yang
mampu menciptakan krisis yang bersifat normatif dan mereka akan berusaha
untuk beradaptasi dalam menghadapi krisis tersebut (Patterson & Garwick, 1994).
Di lain sisi, keluarga juga dapat berhadapan dengan krisis yang mampu
menciptakan kondisi stres yang besar, seperti hadirnya kanker pada salah satu
anggota keluarga (Patterson & Garwick, 1994). Ketika keluarga memiliki anak
dengan kanker, kondisi ini akan menciptakan seperangkat tantangan tambahan
yang akan menciptakan ketidakseimbangan dan menciptakan krisis di dalam
keberfungsian keluarga (Patterson & Garwick, 1994).
Tuntutan-tuntutan tambahan dapat menghasilkan hasil yang bervariansi
pada keluarga, yang mengerucut pada dua kemungkinan yaitu: tuntutan-tuntutan
dapat membuat keluarga menjadi lebih kuat dan resilien atau juga dapat membuat
kondisi keberfungsian keluarga menjadi sangat buruk (Hetherington, 1984, dalam
Patterson & Garwick, 1994). Pada akhirnya, tuntutan-tuntutan berupa stres dan
beban karena memiliki anak dengan kanker akan menciptakan krisis dan
ketidakseimbangan dalam menjalankan keberfungsian keluarga, yang dapat
berubah menjadi lebih efektif ataupun menjadi kurang efektif. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
melaksanakan keberfungsian keluarga, orang tualah yang banyak berperan untuk
memegang kekuasaan, memimpin dan bertanggung jawab dalam pemenuhan
fungsi-fungsi dasar di dalam keberlangsungan keberfungsian keluarga (Fahrudin,
2012; Slameto, 2003, dalam Novrida, Kurniah, & Yulidesni, 2017).
Hadirnya anak dengan kanker dapat membuat orang tua merasa keluarga
mereka menjadi semakin dekat antara satu dengan yang lain (Bjork et al., 2005).
Akan tetapi, dalam beberapa keluarga, tuntutan-tuntutan akan kondisi ini juga
akan mengarah pada stres serta beban yang dapat memperburuk keberfungsian
keluarga (Patterson & Garwick, 1994). Penelitian oleh Watik & Qoyyimah (2018)
memaparkan bahwa ibu yang memiliki anak kanker merasakan stres karena
kondisi ini. Besarnya stres yang orang tua rasakan karena pengobatan anak
dengan kanker akan mengarah pada keberfungsian keluarga yang cenderung
buruk (Streisand, Kazak, & Tercyak, 2003). Perubahan seperti beban finansial
juga mampu memberikan efek yang kurang efektif pada keberfungsian keluarga
(Hosoda, 2014) dan beban ini dirasakan oleh keluarga yang memiliki anak dengan
kanker (Nicholas et al., 2009). Semakin tingginya usia anak yang memiliki
kanker, banyaknya saudara kandung yang berada dirumah, serta sedikitnya
pemasukan keuangan didalam keluarga berpengaruh pada buruknya keberfungsian
keluarga (Herzer et al., 2010).
Peneliti menduga bahwa hal ini akan membawa perubahan yang
menyulitkan bagi orang tua dalam menjalankan keberfungsian keluarga ketika
hadir anak dengan kanker di dalam keluarga. Dimensi dalam keberfungsian
keluarga yang dimaksud meliputi: kemampuan keluarga dalam pemecahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, ketanggapan afektif dan kontrol
perilaku. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengeskplorasi gambaran keberfungsian keluarga ketika hadir anak kanker di
tengah keluarga dengan berfokus pada sudut pandang orang tua ayah dan ibu)
sebagai penanggung jawab keberfungsian keluarga.
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian.
Kehadiran anak
dengan kanker
Memberikan tuntutan tambahan yang dirasakan orang tua (ayah dan ibu)
1. Tuntutan akan karakteristik penyakit : kekambuhan dan ketidakpastian
2. Tuntutan yang sering muncul : permasalahan biaya, waktu luang, pembagian peran, dan stres.
Berpengaruh pada enam dimensi Keberfungsian keluarga (Epstein et
al., 1978) : 1. Pemecahan masalah 2. Komunikasi 3. Peran 4. Responsivitas Afektif 5. Keterlibatan Afektif 6. Kontrol Perilaku
Faktor yang mempengaruhi keberfungsian keluarga
1. Pemasukan 2. Pendidikan orang tua 3. Stress akan kehadiran anggota
keluarga yang memiliki penyakit kronis.
4. Dukungan psikologis dan sosial.
Mempengaruhi orangtua sebagai penanggung jawab dalam
menjalankan keberfungsian keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan untuk menggali dan menangkap
makna mengenai suatu isu dari sudut pandang partisipan, sehingga peneliti
diharuskan untuk terjun langsung ke dalam lingkungan atau suasana alamiah
partisipan demi mengumpulkan berbagai macam data yang diperoleh melalu
proses wawancara, observasi, maupun dokumen-dokumen tertentu. Peneliti
menggunakan jenis penelitian kualitatif untuk memperoleh gambaran dan
pemahaman secara menyeluruh mengenai suatu isu yang diteliti dengan
menginterpretasikan apa yang peneliti saksikan, dengar, dan pahami (Creswell,
2009, dalam Supratiknya, 2015).
Desain penelitian ini menggunakan Analisis Isi Kualitatif (AIK).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deduktif,
yaitu metode penafsiran secara subjektif terhadap isi data dalam bentuk teks
dengan melalui proses klasifikasi sistematik, yang umumnya berupa koding atau
mengkodean dan pengidentifikasian berbagai tema atau pola (Hsieh & Shannon,
2005 dalam Supratiknya, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
gambaran keberfungsian keluarga pada keluarga yang memiliki anak dengan
kanker dengan menggunakan pasangan dyad, yakni orang tua (ayah dan ibu)
sebagai satuan analisis. Peneliti ingin menggali perspektif dari orang tua karena
orang tua yang bertanggung jawab dalam menjalankan keberlangsungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
keberfungsian keluarga. Metode pengambilan data dalam penelitian ini
menggunakan wawancara terpisah dan pertanyaan yang diberikan bersifat terbuka
dan eksploratorik.
B. Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah menggambarkan keberfungsian keluarga
pada keluarga yang memiliki anak kanker. Penelitian ini berfokus pada
keberfungsian keluarga yang dirasakan oleh orang tua (ayah dan ibu) sebagai
penanggung jawab dalam menjalankan keberfungsian keluarga.
Penelitian ini mengekplorasi gambaran keberfungsian keluarga yang
beracuan pada dimensi-dimensi di dalam keberfungsian keluarga. Dimensi
keberfungsian keluarga menurut model konseptual McMaster menurut Epstein et
al. (1978) adalah: (1) pemecahan masalah (kemampuan keluarga untuk
memecahkan masalah), (2) komunikasi (kemampuan keluarga untuk dapat secara
jelas dan langsung dalam melakukan pertukaran informasi dengan anggota
keluarga), (3) peran (kemampuan keluarga dalam berperilaku untuk membagi
dan menjalani fungsi-fungsi peran dalam keluarga), (4) responsivitas afektif
(kemampuan keluarga dalam mengelola stimulus-stimulus emosional baik secara
kuantitas maupun kualitas, (5) keterlibatan afektif (kemampuan keluarga dalam
menunjukkan kepekaan dan ketertarikan keluarga dengan aktifitas anggota
keluarga yang lain, dan (6) kontrol perilaku (kemampuan keluarga untuk
mengatur perilaku dari setiap anggota keluarga).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
C. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak dengan
kanker. Di dalam sebuah keluarga, orang tua merupakan penanggung jawab yang
memiliki kekuasaan untuk memimpin keluarga terlebih untuk menjalankan
keberfungsian keluarga maka peneliti menggunakan orang tua (ayah dan ibu)
sebagai partisipan. Pemilihan partisipan dalam penelitian ini dipilih dengan
kriteria yang telah ditetapkan yang disebut dengan criterion-based atau berdasar
pada kriteria-kriteria tertentu (Morrow, 2005; dalam Supratiknya, 2018).
Kriteria tersebut adalah pasangan orang tua yang memiliki anak dengan
kanker dan sedang dalam masa pengobatan. Hal ini dilakukan sebab beban dan
tuntutan tambahan, yang sebagaimana dipaparkan dalam Bab II, merupakan beban
dan tuntutan tambahan yang dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak dengan
kanker yang sedang dalam masa pengobatan. Contohnya adalah seperti sulitnya
membagi peran orang tua dalam menjaga anak dengan kanker. Selain itu,
partisipan dalam penelitian ini menggunakan pasangan orang tua yang memiliki
anak berjumlah lebih dari satu orang, sebab beban dan tuntutan tambahan yang
dialami oleh orang tua, seperti merasakan stress dan sulit dalam membagi peran
pada anak-anak mereka (Patterson & Garwick, 1994) hanya akan dirasakan pada
partisipan penelitian yang memiliki lebih dari satu orang anak.
Tabel 1 Data Diri Partisipan
No. Keterangan
Pasangan Orang tua 1
Pasangan Orang tua 2
1. Inisial S 1 I 1 S 2 I 2 2. Jenis Kelamin L P L P 3. Usia 27 tahun 27 tahun 35 tahun 38 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
No. Keterangan
Pasangan Orang tua 1
Pasangan Orang tua 2
4. Agama Islam Islam Islam Islam 5. Suku Jawa Jawa Jawa Jawa
6. Pendidikan Terakhir D3 S1 S1 S1
7. Pekerjaan Teknisi mesin ATM
IRT Trainer IRT
8. Status Perkawinan Kawin Kawin Kawin Kawin 9. Usia Perkawinan 7 th 7 th 17 th 17 th 10. Jumlah anak 2 2 2 2
11. Jumlah anak Kanker 1 1 1 1
12. Urutan anak Kanker 1 1 1 1
13. Inisial anak Kanker R R S S
14. Jenis Kelamin anak Kanker L L P P
15. Usia anak Kanker 6 th 6 th 11 th 11 th
16. Pemasukan Antara satu hingga dua juta rupiah Diatas tiga juta rupiah
D. Peran Peneliti
Peneliti berperan sebagai instrumen kunci dalam memperoleh data dari
partisipan dan mengolah data dalam penelitian ini. Peneliti secara individu turun
ke lokasi penelitian dengan membawa instrumen pengumpulan data berupa
pedoman wawancara. Peneliti melakukan pengumpulan data secara pribadi untuk
memperoleh data yang kredibel serta sesuai dengan sudut pandang partisipan
dengan benar-benar berupaya untuk menangkap makna mengenai suatu fenomena
atau permasalahan yang diteliti sesuai dengan apa yang diyakini dan dihayati oleh
partisipan (Supratiknya, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai orang awam yang memiliki
ketertarikan dalam mengeksplorasi keluarga yang memiliki anak dengan kanker.
Peneliti mencari subjek secara random dan bukan yang berasal dari kerabat
terdekat peneliti. Hal ini dilakukan juga untuk meminimalisir bias yang dapat
terjadi karena kedekatan emosional.
Dalam proses perekrutan partisipan, peneliti melakukan pendekatan
terlebih dahulu pada partisipan yaitu orang tua (ayah dan ibu). Setelah mendapat
kesediaan dari partisipan, peneliti menjelaskan kepada partisipan mengenai
gambaran penelitian dan prosedur yang peneliti lakukan pada sesi wawancara
terpisah yang melibatkan kedua orang tua (ayah dan ibu). Setelah itu, peneliti
memberikan lembaran informed consent untuk ditandatangi oleh orang tua. Sesuai
dengan kesepakatan dalam informed consent, peneliti berperan untuk menjaga
kerahasiaan data dan kepercayaan yang telah diberikan partisipan kepada peneliti.
Setelah sesi penandatanganan informed consent, peneliti akan memulai
untuk menjalani wawancara kepada ayah dan ibu secara terpisah, untuk menggali
perspektif yang murni dari masing-masing sudut pandang orang tua. Peneliti juga
akan melakukan observasi terhadap perilaku non-verbal partisipan. Isu sensitif
yang mungkin muncul adalah perasaan sedih dan perasaan-perasaan tidak nyaman
karena topik yang mungkin sensitif. Untuk meminimalisir perasaan tidak nyaman,
pada akhir proses wawancara, peneliti dan pasangan orang tua melakukan makan
bersama dan saling bercerita mengenai pengalaman yang menyenangkan. Peneliti
juga membuat surat akhir yang berisi ringkasan akhir penelitian pada setiap orang
tua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
E. Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara
dyadik, dimana proses wawancara dilakukan melalui wawancara terpisah dengan
menggunakan dyad, yakni pasangan orang tua sebagai satuan analisis (Eisikovits
& Koren, 2010, dalam Supratiknya, 2019). Pertanyaan yang digunakan dalam
daftar pertanyaan bersifat terbuka dan semi-terstruktur. Hal ini bertujuan agar
partisipan merasa bebas dalam mengutarakan pengalamannya dan tidak merasa
dibatasi oleh bias peneliti ataupun temuan dalam penelitian sebelumnya
(Cresswel, 2012, dalam Supratiknya, 2015).
Pada proses wawancara pengambilan data yang pertama, peneliti
mewawancarai salah satu pasangan orang tua terlebih dahulu dan dilakukan di
ruangan tertutup. Ketika peneliti sedang mewawancara salah satu orang tua, maka
orang tua yang lain tidak berada dan tidak berkontribusi dalam proses wawancara
yang sedang dilakukan. Pada proses wawancara selanjutnya, peneliti
mewawancarai pasangan orang tua yang lainnya dengan kondisi yang serupa.
Proses tersebut dilakukan pada setiap partisipan dalam penelitian ini.
Sifat dari wawancara dyadik yang khas, yaitu mencari persamaan-
persamaan atau overlaps dan perbedaan-perbedaan atau contrast membuat peneliti
harus melakukan langkah-langkah tertentu dalam proses pengambilan data. Ketika
hasil penelitian menunjukkan banyaknya perbedaan-perbedaan yang mencolok
antara narasi ayah dan ibu, maka peneliti akan melakukan probing untuk
mengkonfirmasi jawaban masing-masing individu atas perbedaan-perbedaan yang
muncul. Hal ini dilakukan untuk meluruskan persepsi atas intepretasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
mungkin berbeda. Jika tidak ada perbedaan yang mencolok, maka wawancara
bersama tidak perlu dilakukan
Sebelum wawancara dilaksanakan, peneliti melakukan beberapa tahapan
untuk melakukan proses pengambilan data agar berjalan dengan optimal. Tahapan
wawancara tersebut yaitu: (1) mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria yang
telah direncanakan. Pencarian partisipan dilakukan dengan cara menghubungi
Yayasan Kanker Anak Indonesia, kerabat, dan sosial media; (2) membangun
rapport dengan partisipan untuk menjalin hubungan yang baik dan
menyampaikan maksud serta tujuan penelitian. Peneliti juga memastikan
ketersediaan partisipan dalam penelitian; (3) menyusun kesepakatan jadwal
wawancara antara peneliti dengan partisipan; (4) melaksanakan wawancara. Pada
pelaksanaan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu perekam dan mencatat
perilaku non-verbal yang ditunjukkan oleh partisipan selama proses wawancara
berlangsung; (5) melakukan transkrip wawancara berdasarkan hasil perekaman
data.
Peneliti membuat pedoman wawancara yang berisikan daftar pertanyaan
yang akan diajukan kepada partisipan berdasarkan rumusan masalah dan teori-
teori yang digunakan oleh peneliti. Daftar pertanyaan tersebut meliputi:
Tabel 2 Daftar Pertanyaan
Pertanyaan Pembuka
1. Siapa Nama Bapak/Ibu?
Pertanyaan Pembuka
2. Berapa usia Bapak/Ibu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
3. Apakah pekerjaan Bapak/Ibu?
4. Apakah pendidikan terakhir Bapak/Ibu?
5. Berapa jumlah anak Bapak/Ibu?
Pertanyaan Pendahuluan
1. Coba ceritakan bagaimana pengalaman Bapak/Ibu terkait kondisi
kehadiran anak dengan kanker?
Pertanyaan Transisi
1. Apakahan kondisi ini (kehadiran anak dengan kanker)
mempengaruhi kehidupan keluarga?
Pertanyaan Pokok
1. Coba Bapak/Ibu ceritakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
keluarga?
Pertanyaan Probing
1.
Pemecahan masalah
Permasalahan seperti apa yang umumnya terjadi?
Bagaimana perubahan yang terjadi terkait dengan cara keluarga
menyelesaikannya?
2. Komunikasi
Setelah memiliki anak dengan kanker, bagaimana cara Bapak/Ibu
berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya?
3. Peran
Setelah memiliki anak dengan kanker, bagaimana perubahan
pembagian peran yang terjadi di dalam keluarga?
4. Responsivitas Afektif
Ketika memiliki anak dengan kanker apa saja perasaan yang sering
muncul? Bagaimana cara anda dalam mengatasi perasaan tersebut?
5.
Keterlibatan Afektif
Setelah memiliki anak dengan kanker, bagaimana bentuk
keterlibatan yang anda lakukan dalam keluarga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
6.
Kontrol Perilku
Siapakah yang mengatur atau mengontrol perilaku di dalam
keluarga?
Setelah memiliki anak dengan kanker, perubahan apa yang terjadi
dalam bagaimana keluarga mengontrol perilaku di keluarga?
F. Analisis dan Interpretasi Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
dyadik, yaitu analisis yang digunakan ketika model pengambilan data yang
digunakan adalah wawancara terpisah yang menggunakan dyad sebagai satuan
analisis (Eisikovits & Koren, 2010, dalam Supratiknya, 2019). Terdapat dua
langkah dalam melakukan analisis dyadik menurut Eisikovits dan Koren (2010,
dalam Supratiknya, 2019), yakni dengan melakukan horisontalisasi dan
selanjutnya menemukan perbedaan-perbedaan serta kesamaan-kesamaan cerita
dari masing masing pihak.
Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan horisontalisasi, yaitu
menyusun gugusan-gugusan makna yang diperoleh dari pernyataan-pernyataan
penting terkait fenomen yang diteliti dari transkrip wawancara masing-masing
individu yang berpasangan dengan menggunakan analisis data taraf individu.
Tahapan-tahapan yang digunakan adalah sebagai berikut (Supratiknya, 2018): (1)
membaca secara berulang-ulang corpus data berupa traskripsi verbatim masing-
masing partisipan yang dikumpulkan melalui wawancara terpisah; (2) melakukan
initial coding atau menemukan kode-kode tertentu dalam transkripsi verbatim
secara induktif, baris demi baris dengan membandingkannya dengan kriteria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
koding keberfungsian keluarga yang dipakai oleh peneliti; (3) mengelompokkan
kode-kode ke dalam sub-subtema/kategori yaitu sejenis konsep besar dengan
cakupan isi yang lebih luas dibandingkan kode, dengan tujuan menemukan sejenis
narasi analitik yang koheren dari keseluruhan corpus data; (4) memperhalus atau
mempertajam analisis dengan cara menempatkan sub-subkategori dalam susunan
hirarkis tertentu menjadi tema besar; sub-subkategori tersebut selanjutnya diberi
label atau nama, masing-masing subkategori dilengkapi dengan kutipan-kutipan
yang dicuplik dari transkrip verbatim sebagai bukti atau pendukung sehingga
diperoleh narasi yang utuh tentang fenomen yang diteliti.
Tahap kedua adalah memeriksa persamaan-persamaan (overlaps) dan
perbedaan-perbedaan (contrast) dari jawaban-jawaban yang muncul. Jika
jawaban-jawaban yang muncul menunjukkan banyaknya persamaan-persamaan,
maka analisis dapat dipandang cukup. Sebaliknya, jika hasil menunjukkan
banyaknya perbedaan-perbedaan yang muncul, maka peneliti harus
mengkonfirmasi ulang jawaban-jawaban kepada masing-masing individu untuk
memastikan perbedaan-perbedaan tersebut.
Kriteria koding yang dibuat beracuan pada teori keberfungsian keluarga
menurut model konseptual McMaster yang disusun oleh Epstein et al. (1978) yang
setiap dimensinya memiliki kriteria keefiktifan dan ketidakefektifan. Adapun
kategori atau kriteria yang digunakan dalam pengkodean (Tabel 3) adalah sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Tabel 3 Kriteria Koding Keberfungsian Keluarga menurut Model Konseptual McMaster
Kriteria Koding Keberfungsian Keluarga Efektif Tidak Efektif
a. Pemecahan masalah
Keluarga dapat menyelesaikan masalah.
Keluarga kesulitan dalam menyelesaikan masalah.
b. Komunikasi • Informasi yang disampaikan jelas.
• Informasi yang disampaikan langsung pada individu yang dimaksud.
• Informasi yang dilakukan tidak jelas.
• Informasi yang disampaikan tidak langsung pada individu yang dimaksud.
c. Peran Ketika peran dialokasikan pada setiap anggota keluarga.
Ketika peran tidak dialokasikan secara tepat pada setiap anggota keluarga.
d. Responsivitas afektif • Keluarga menunjukkan luasnya jangkauan dan tepatnya emosi (welfare & emergency) yang di tunjukkan.
• Emosi (welfare & emergency) yang ditunjukkan sesuai dengan situasi yang terjadi.
• Keluarga kurang menunjukkan luasnya jangkauan dan tepatnya emosi (welfare & emergency).
• Emosi (welfare & emergency) tidak sesuai dengan situasi yang terjadi.
e. Keterlibatan afektif • Keluarga menunjukkan keterlibatan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga.
• Keluarga memahami keadaan emosi anggota keluarga.
• Keluarga kurang menunjukkan keterlibatan untuk memenuhi kebutuhan.
• Keluarga kurang memahami keadaan emosi anggota keluarga.
f. Kontrol perilaku • Keluarga membuat standar yang masuk akal untuk mengontrol perilaku keluarga mereka.
• Keluarga membuat standar yang sifatnya tidak beraturan (kadang sangat kaku, sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Kriteria Koding Keberfungsian Keluarga Efektif Tidak Efektif
• Keluarga memberikan penyesuaian atas standar yang telah mereka buat tergantung dengan situasi.
longgar). • Keluarga menjadi
tidak tahu batasan-batasan untuk berperilaku.
G. Penegakan Kredibilitas dan Dependabilitas Penelitian
Kredibilitas data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
strategi triangulasi dari segi sumber data. Triangulasi merupakan penggunaan
beragam metode atau sumber data untuk mengembangkan pemahaman yang
komperhensif mengenai suatu fenomena (Patton, 1999 dalam Carter, Bryant-
Luksius, DiCenso, Blythe, & Neville, 2014). Strategi triangulasi yang peneliti
lakukan adalah dengan menggunakan model wawancara terpisah dengan dyad
sebagai analisis (Eisikovits & Koren, 2010, dalam Supratiknya, 2019).
Model ini menggunakan metode wawancara terpisah terhadap masing-
masing pasangan orang tua, sehingga peneliti mendapatkan transkrip narasi
individual. Setelah itu, transkrip individu dianalisis dengan dyad sebagai satuan
analisis. Melalui model tersebut, peneliti dapat memahami persepsi yang lebih
murni dari setiap partisipan karena tidak adanya reaksi dari individu lain, terlebih
ketika membahas isu yang mungkin sensitif. Karena adanya dua perspektif yang
diperoleh dari kedua pasangan partisipan (ayah dan ibu), menjadikan hasil
penelitian lebih kaya, maka hal ini membuat temuan-temuan penelitian menjadi
lebih dapat dipercaya (Supratiknya, 2019).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai Juli 2019
dengan menggunakan metode wawancara dyadic. Peneliti menerapkan wawancara
terpisah dengan dyad sebagai satuan analisis (Eitsikovits & Koren, 2010). Untuk
memenuhi ciri-ciri dyad¸ partisipan yang digunakan dalam penelitian adalah
pasangan antara dua individu yang telah menjalin hubungan dalam waktu yang
lama (Supratiknya, 2019), maka peneliti menggunakan pasangan orang tua (ayah
dan ibu) yang memiliki anak kanker.
Wawancara dilakukan antara peneliti dan dua pasangan orang tua yang
memiliki anak dengan kanker dan wawancara dilakukan di tempat tinggal masing-
masing partisipan. Pada proses pelaksanaan penelitian, peneliti menemui sejumlah
kendala dalam mencari pasangan orang tua yang bersedia untuk diwawancara.
Peneliti mendapati empat kendala, yaitu (1) terdapat calon orang tua yang
keduanya tidak berkenan untuk diwawancara, (2) hanya salah satu calon pasangan
orang tua saja yang berkenan untuk diwawancara, (3) terdapat pasangan orang tua
yang memiliki kendala untuk melanjutkan proses wawancara, sehingga untuk
menghormati prioritas partisipan, maka proses wawancara dihentikan, dan (4)
peneliti tidak mendapat izin untuk melakukan wawancara di salah satu yayasan
yang menaungi rumah singgah bagi orang tua dan anak kanker. Wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
berlangsung dengan kurun waktu antara 1 jam hingga 2 jam. Berikut ini
merupakan waktu dan tempat pelaksanaan wawancara (Tabel 4).
Tabel 4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Wawancara No. Partisipan Waktu Tempat
1. Pasangan Orang tua 1 Ayah 1 dan
Ibu 1 Sabtu, 22 Juni
2019 Rumah
Partisipan
2. Pasangan Orang tua 2 Ayah 2 dan
Ibu 2 Sabtu, 27 Juni
2019 Rumah
Partisipan
B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara
Secara keseluruhan proses wawancara berjalan dengan cukup baik. Peneliti
bertemu secara langsung dengan setiap partisipan. Sebelum wawancara dilakukan,
peneliti membacakan informed consent dan menyampaikan garis besar penelitian.
Setelah itu, peneliti juga menanyakan mengenai hal-hal yang partisipan ingin
ketahui dari penelitian ini. Seluruh partisipan sepakat untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan penandatanganan informed consent yang
berisi informasi lengkap mengenai tujuan penelitian ini.
Pasangan Orang tua 1 merupakan ayah dan ibu yang telah menikah selama
7 tahun. Pasangan Orang tua 1 pada bagian selanjutnya akan disebut sebagai Ayah
1 dan Ibu 1. Ayah 1 merupakan kepala keluarga yang bekerja sebagai teknisi
mesin ATM. Ketika memiliki anak dengan kanker, ia memutuskan untuk keluar
dari pekerjaannya untuk fokus pada penyembuhan anak dengan kanker. Ayah 1
mulai bekerja kembali setelah anak dengan kanker menyelesaikan pengobatan
selama kurang lebih 1 tahun. Ibu 1 merupakan ibu rumah tangga dalam keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
ini. Pada saat anak dengan kanker menjalani pengobatan, ia sedang mengandung
anak keduanya yang berusia 8 bulan dalam kandungan.
Pasangan Orang tua 1 dikaruniai dua orang anak yaitu anak laki-laki dan
anak perempuan. Anak pertama berinisial R dan saat ini berusia 6 tahun. R
mendapatkan diagnosis kanker saat ia berusia 5 tahun. Anak kedua dari pasangan
ini berinisial K dan pada saat ini berusia 10 bulan. R memiliki kanker sel darah
putih. Jenis kanker yang dimiliki adalah Acute Lymphoblastic Leukimia Standard
Risk (ALL-SR). Dalam protokol pengobatan, R harus menjalani masa induksi
dengan mondok di rumah sakit selama 12 minggu. Setelah itu, pengobatan
dilanjutkan dengan pemeriksaan lab sebanyak dua kali dalam satu bulan. Masa ini
disebut dengan masa maintanence. Pengobatan yang dilakukan R adalah
kemoterapi melalui suntik pada sumsum tulang belakang dilakukan sebanyak satu
kali dalam satu bulan. Selain itu, R juga harus mengkonsumsi berbagai obat-
obatan seperti obat kemoterapi oral dan steroid. Menurut pemaparan Ibu 1, obat
steroid mampu menyebabkan stabilitas emosi anak menjadi naik-turun. Setelah
kemoterapi, R akan cenderung rewel dan akan marah-marah tanpa sebab.
Berdasarkan keterangan orang tua, kakek R dari pihak ibu memiliki riwayat
kelainan darah. Hal ini diyakini oleh orang tua sebagai penyebab R memiliki
kanker darah, yakni karena faktor genetik.
Seluruh keluarga inti dari pasangan ini beragama Muslim dan bersuku Jawa.
Ayah 1 dan Ibu 1 beserta kedua anaknya tinggal di lingkungan yang dekat dengan
saudara mereka, sehingga pasangan ini memiliki interaksi yang intens dengan
saudara-saudara mereka. Saudara-saudara mereka juga ikut membantu keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
ini untuk menjaga anak-anaknya. Selain itu, pasangan ini juga aktif dalam
komunitas para orang tua yang memiliki anak dengan kanker. Komunitas ini
membuat orang tua mendapat social support dan informasi yang sangat berguna
bagi keluarga.
Pasangan ini memilih untuk mendampingi anak yang memiliki kanker
dengan intens sehingga mereka memutuskan untuk keluar dari pekerjaan mereka.
Hal ini membuat orang tua mengalami kesulitan secara finansial. Dalam
menjalankan pengobatan, orang tua menggunakan layanan kesehatan BPJS untuk
menanggung biaya pengobatan medis. Walau biaya pengobatan medis ditanggung
oleh layanan kesehatan BPJS, orang tua tetap berupaya untuk memberikan nutrisi
pendamping khusus yang memakan biaya yang cukup besar. Selain itu, orang tua
juga harus mengeluarkan biaya akomodasi yang memakan biaya ekstra dari
pengeluaran sebelumnya. Ibu 1 menuturkan, permasalahan biaya lainnya timbul
karena pasangan orang tua ini memiliki hutang. Permasalahan biaya ini diatasi
dengan menjual aset yang mereka miliki seperti mobil dan lain sebagainya. Ibu 1
juga berinisiatif untuk membuka campaign kitabisa.com untuk membantu
menyelesaikan permasalahan biaya yang diperlukan untuk digunakan anak dengan
kanker untuk berobat. Kitabisa.com adalah platform untuk menggalang dana dan
berdonasi secara online (crowdfunding) di Indonesia (kitabisa.com, 2019).
Melalui platform digital ini, orang tua merasa terbantu dalam menyelesaikan
permasalahan ekonomi yang dialami ketika memiliki anak dengan kanker. Saat
ini, pemasukan keluarga saat ini berada disekitar satu juta hingga dua juta rupiah
per bulannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Wawancara dengan Ibu 1 dan Ayah 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 Juni
2019 di ruang tamu rumah mereka. Selanjutnya, peneliti menerangkan tujuan
wawancara dan menjelaskan prosedur wawancara. Wawancara pertama dimulai
dengan Ibu 1 dan wawancara dilakukan selama kurang lebih 2 jam. Pada hari itu,
Ibu 1 memakai baju lengan panjang berwarna putih, celana jeans biru, dan jilbab
berwarna biru tua. Ibu 1 kemudian menceritakan awal anaknya memiliki kanker
darah putih. Ibu 1 bercerita dengan terbuka dan suara partisipan terdengar jelas
sehingga secara keseluruhan peneliti mampu memahami dinamika keluarga
melalui sudut pandang Ibu 1. Hal ini didukung dengan kondisi ruang tamu
partisipan yang cukup tenang, walau sesekali terdapat kendaraan yang melaju
kencang sehingga menimbulkan suara yang cukup keras. Pada pertengahan
wawancara, anak partisipan yakni R tiba-tiba menghampiri dengan menangis dan
bercerita mengenai ayahnya yang nakal dan tidak mau menemani ia bermain.
Wawancara dengan Ayah 1 dilaksanakan setelah peneliti mengakhiri sesi
wawancara dengan Ibu 1. Wawancara berlangsung kurang lebih selama 1 jam.
Pada saat itu, Ayah 1 mengenakan pakaian berwarna biru dan celana pendek
berwarna coklat. Selama wawancara berlangsung, Ayah 1 selalu menyatukan
kedua tangannya sambil sesekali merunduk. Ayah 1 cenderung menjawab dengan
cukup lama dan sesekali menjawab dengan satu dua kata saja, seperti “iya”
dan”tidak”. Hal ini mungkin terjadi karena peneliti belum melakukan rapport
dengan Ayah 1. Pada pertengahan menjelang akhir wawancara, anak kedua Ayah
1 datang dan Ayah 1 menggendongnya. Hal ini membuat proses wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
sedikit terganggu namun peneliti merasa bahwa informasi yang didapatkan sudah
cukup sehingga pembicaraan dilanjutkan dengan debrief dan obrolan ringan.
Pasangan Orang tua 2 adalah pasangan ayah dan ibu yang selanjutnya
akan disebut dengan Ibu 2 dan Ayah 2. Ayah 2 dan Ibu 2 telah menjalin
pernikahan selama 17 tahun. Ayah 2 merupakan kepala keluarga yang bekerja
sebagai trainer di luar kota. Ibu 2 merupakan ibu rumah tangga. Selain itu, Ibu 2
aktif berpartisipasi dalam kelompok orang tua dengan anak kanker. Kedua
partisipan tersebut beragama Muslim dan bersuku Jawa.
Keluarga ini merupakan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak.
Anak pertama merupakan anak perempuan berusia 12 tahun dan berinisial S.
Anak kedua merupakan anak laki-laki berusia 2 tahun dan berinisial R. Dalam
keluarga ini, anak pertama (S) adalah anak dengan kanker yang didiagnosis saat ia
berusia 11 tahun. S didiagnosis memiliki kanker sel darah putih. Sel kanker darah
putih yang dialami S adalah Chronic Myeloid Leukimia atau CML. Menurut
pemaparan Pasangan Orang tua 2, kanker jenis ini merupakan kanker langka yang
dialami oleh anak-anak. Pengobatan untuk jenis kanker ini yaitu dengan
melakukan kemoterapi oral, yakni melalui obat-obatan. Pengobatan untuk jenis
kanker CML juga dilakukan seumur hidup pasien. Dua minggu sekali, S
melakukan check up di RS S untuk kontrol kadar trombosit dan leukosit.
Terkadang, seminggu sekali Ibu 2 juga melakukan check up terhadap kondisi S di
klinik di daerah tempat tinggal mereka. Kedua Orang tua S tidak memiliki riwayat
kanker. Menurut pemaparan Ayah 2, jenis kanker CML merupakan jenis kanker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
yang terjadi karena faktor eksternal yang penyebabnya tidak dapat dipastikan
secara jelas. Saat ini, S telah menjalani pengobatan kurang lebih selama 1 tahun.
Keluarga ini tinggal bersama dengan keluarga mereka yang lain (ibu dari
Ayah 2). Mereka tinggal satu rumah dengan kakek dan nenek dari anak-anak
mereka. Hal ini membuat Pasangan Orang tua 2 mendapat bantuan dari keluarga
lain. Pasangan Ayah dan ibu ini juga aktif ikut dalam komunitas orang tua dengan
anak kanker. Ibu 2 lebih aktif dalam ikut berpartisipasi dalam komunitas daripada
Ayah 2. Komunitas ini juga memberikan informasi dan social support sehingga
berguna bagi keluarga. Keluarga S menggunakan layanan BPJS untuk membantu
meringankan biaya pengobatan anak dengan kanker. Pengeluaran diluar BPJS
seperti makanan, transportasi dan kontrol mingguan ditanggung pribadi oleh
keluarga. Ayah 2 menuturkan bahwa tanpa BPJS, memiliki anak dengan kanker
dapat membuat keluarga membutuhkan bantuan finansial. Pada saat anak
mendapat diagnosis kanker, Ayah 2 ingin keluar dari pekerjaannya. Keinginan
Ayah 2 ternyata ditolak oleh pihak tempatnya bekerja dan Ayah 2 justru
mendapatkan dukungan dari atasannya. Ayah 2 tetap ingin menemani anak ketika
kontrol ke rumah sakit sehingga ia diberi kompensasi dengan memiliki jadwal
yang berbeda dengan karyawan lainnya. Dalam sebulan, ia akan bekerja selama 2
minggu dan pulang untuk menemani anak dengan kanker untuk berobat selama 2
minggu. Ibu 2 merupakan ibu rumah tangga dalam keluarganya. Saat ini, keluarga
memiliki pemasukan diatas tiga juta rupiah perbulannya.
Wawancara dengan Ibu 2 dan Ayah 2 dilakukan pada tanggal 27 Juli 2019
di ruang tamu rumah mereka. Peneliti memulai wawancara dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
penandatanganan informed consent serta menjelaskan prosedur wawancara.
Peneliti mewawancarai Ibu 2 terlebih dahulu selama kurang lebih satu setengah
jam. Kondisi tempat wawancara cukup kondusif dan hening. Saat wawancara, Ibu
2 sedang menggunakan jilbab dan baju berwarna creme serta celana panjang
jeans. Saat wawancara berlangsung, Ibu 2 dengan antusias menceritakan
kisahnya. Dalam bercerita, sesekali Ibu 2 mengusap matanya ketika
membicarakan tentang kondisi anaknya dan juga tertawa ketika membicarakan
tentang keluarganya.
Wawancara dengan Ayah 2 dilakukan setelah melakukan wawancara
dengan Ayah 2 di ruang tamu rumah partisipan. Pada saat wawancara, Ayah 2
menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang berwarna putih.
Wawancara berlangsung kurang lebih selama satu jam. Ayah 2 mengungkapkan
ceritanya dengan lantang dan jelas. Pada saat bercerita, sesekali Ayah 2 mengusap
kedua matanya ketika bercerita. Pada pukul 18.00 WIB Ayah 2 izin untuk
menjalakan ibadah dan proses wawancara dengan Ayah 2 pun berakhir.
C. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi keberfungsian keluarga
secara keseluruhan ketika keluarga memiliki anak dengan kanker dengan
mewawancarai orang tua (ayah dan ibu) secara terpisah. Dalam hasil penelitian
ini, peneliti mengungkap perubahan dalam keberfungsian keluarga pada setiap
dimensinya. Dimensi keberfungsian keluarga yang digunakan adalah model
konseptual McMaster menurut Epstein et al. (1978), yang meliputi: (1)
pemecahan masalah (yaitu kemampuan keluarga untuk memecahkan masalah),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
(2) komunikasi (yaitu kemampuan keluarga untuk dapat secara jelas dan
langsung dalam melakukan pertukaran informasi dengan anggota keluarga), (3)
peran (yaitu kemampuan keluarga dalam berperilaku untuk membagi dan
menjalani fungsi-fungsi peran dalam keluarga), (4) responsivitas afektif (yaitu
kemampuan keluarga dalam mengelola stimulus-stimulus emosional baik secara
kuantitas maupun kualitas), (5) keterlibatan afektif (yaitu kemampuan keluarga
dalam menunjukkan kepekaan dan ketertarikan keluarga dengan aktifitas anggota
keluarga yang lain, dan (6) kontrol perilaku (yaitu kemampuan keluarga untuk
mengatur perilaku dari setiap anggota keluarga). Perlu diketahui bahwa dimensi-
dimensi dalam keberfungsian keluarga dapat tumpang tindih satu dengan yang
lain (Epstein, Bishop, & Levin, 1978), sehingga mungkin terdapat jawaban-
jawaban antar dimensi yang sama.
Peneliti menggunakan analisis dyadic antar pasangan orang tua yang terdiri
dari dua tahapan. Tahapan pertama adalah melakukan horisontalisasi, yakni
menyusun gugusan makna atas pernyataan-pernyataan yang signifikan pada hasil
wawancara setiap pasangan. Tahapan kedua adalah memeriksa persamaan-
persamaan (overlaps) atau perbedaan-perbedaan (contrast) dari tema-tema yang
muncul pada masing-masing individu. Jika jawaban antar pasangan menunjukkan
banyaknya persamaan-persamaan (overlaps), maka wawancara atau analisis bisa
dipandang cukup. Jika jawaban antar pasangan menunjukkan perbedaan-
perbedaan (contrast), maka peneliti harus mengkonfirmasi jawaban pada masing-
masing individu untuk memastikan perbedaan-perbedaan jawaban tersebut.
(Eitsikovits & Koren, 2010, dalam Supratiknya, 2019).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
1. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah mengacu pada kemampuan keluarga dalam
memecahkan masalah sehingga mampu menjaga keefektifan keberfungsian
keluarga. Kriteria dari dimensi pemecahan masalah adalah semakin keluarga
dapat menyelesaikan masalah maka semakin efektif kondisi keberfungsian
keluarga.
Memiliki anak dengan kanker membawa perubahan pada Pasangan Orang
tua 1 dalam memecahkan masalah. Pasangan ini memaparkan bahwa kehadiran
anak dengan kanker membuat mereka menjadi lebih berdiskusi dalam
memecahkan permasalahan.
Diskusi A 1 : “Saya dalam menghadapi masalah jadi lebih tenang, dipikirkan
bersama gitu.” (337)
Ayah 1 menyampaikan perubahan dalam menyelesaikan permasalahan
dengan pasangannya. Ia sekarang menjadi lebih berdiskusi dengan istrinya dalam
memecahkan permasalahan keluarga. Istrinya juga merasakan hal yang serupa
dengan pasangannya:
Diskusi I 1 : “Kadang itu ada komunikasi yang intens, tapi juga ada selisih
paham. Suami pingin jangan dijual dulu seperti mobil, ini, itu. Nanti gimana sehari-harine. Aku udah gapapa, hutang itu harus dihilangin dulu. Karena dalam agama, riba itu bisa mempengaruhi. Akhirnya ya sudah ambil keputusan untuk lunasin lah hutang itu. Akhirnya ya sepakat setelah ada komunikasi yang terbuka dan intens terus menerus diskusi (dengan pasangan)” (94-102) ... “Dulu kalau gamau cerita yaudah, terserah, sekarang tanya, wes bedalah sekarang, lebih saling mengerti, selalu diskusi juga. Dulu juga misalnya banyak nyimpen masalah sendiri, sekarang jujur, lebih iklas, karena takut dosa. Gamau terjadi apa apa sama R.” (192-195)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Dalam narasi diatas, Ibu 1 mengungkapkan bahwa kehadiran anak dengan
kanker membuat ia dan suaminya menjadi lebih berdiskusi dalam memecahkan
permasalahan. Pasangan Orang tua 1 memaparkan jawaban yang kurang lebih
sama dan tidak menunjukkan adanya perbedaan.
Pada Pasangan Orang tua 2, pasangan ini juga merasakan adanya perubahan
dalam menyelesaikan permasalahan. Hal ini disampaikan oleh Ayah 2 sebagai
berikut:
Diskusi A 2 : “Ya contoh urusan kantor, biasa lagi berdua ngobrol, terus ada
kejadian ini itu. Saya cerita, terus dia berikan nasehat. (permasalahan akhir ini) Terus lebih mikir kalau mau resign terus butuh uang banyak gimana, terus kita mikir berdua ya uang bukan segalanya, mungkin kalau uangnya gak banyak anak kita bisa sembuh Apa yang saya planningkan pasti saya obrolin, bukan saya lakuin dulu baru bilang istri, biar istri gak kaget dan harus diamini istri, biar kita jalannya juga enak” (607-612).
Ayah 2 menjelaskan bagaimana ia dan pasangannya menyelesaikan
permasalahan. Salah satu contoh permasalahan yang timbul adalah permasalahan
pekerjaan yang harus dihadapi ketika pasangan ini memiliki anak dengan kanker.
Ia menambahkan, pasangannya juga memberikan nasihat pada dirinya. Ibu 2 juga
menggambarkan situasi yang serupa:
Diskusi I 2 : “Iya mbak, kita selalu diskusi, walaupun jarang ketemu. Dirumah
juga kadang sibuk kemana, kemana, kemana. Kalau ada waktu, kita ngobrol. Apa saja mbak, kita pasti diskusi, dari dulu seperti itu. Apalagi untuk S, (misal) sekolahnya besok gimana.” (822-824)
Ibu 2 menjelaskan inti yang sama dengan apa yang telah diutarakan oleh
suaminya. Walau pasangan ini jarang bertemu karena pekerjaan suaminya, ia
memaparkan jika sejak sebelum keluarga memiliki anak dengan kanker, pasangan
ini selalu berdiskusi untuk memecahkan permasalahan, terlebih untuk anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dengan kanker. Jawaban Ayah 2 dan Ibu 2 menunjukkan cerita dan maksud yang
kurang lebih sama.
Kehadiran anak dengan kanker ternyata membuat kedua pasangan orang tua
menjadi lebih berdiskusi dengan pasangannya dan hal ini cenderung
menunjukkan keefektifan dalam menyelesaikan permasalahan. Selain itu,
kedua pasangan orang tua melaporkan jawaban yang kurang lebih sama dengan
pasangannya. Pada Pasangan Orang tua 1, kehadiran anak dengan kanker
mengubah cara pasangan dalam menyelesaikan permasalahan, dari yang
sebelumnya kurang efektif, menjadi lebih efektif. Di lain sisi, Pasangan Orang tua
2 menyampaikan bahwa kehadiran anak dengan kanker lebih membuat pasangan
saling berdiskusi, terlebih berdiskusi untuk membahas hal-hal yang berkaitan
dengan anak dengan kanker.
2. Komunikasi
Dimensi komunikasi didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk
dapat secara jelas dan langsung dalam melakukan pertukaran informasi dengan
anggota keluarga (Epstein, Bishop, & Levin, 1978). Langsung berarti informasi
disampaikan langsung pada orang yang dimaksud. Jelas berarti bahwa informasi
disampaikan dengan seutuhnya. Kriteria dari dimensi komunikasi adalah semakin
langsung dan jelasnya informasi yang disampaikan pada individu yang dimaksud,
maka akan semakin efektif keberfungsian keluarga. Tema pada hasil penelitian ini
terdiri dari komunikasi yang meliputi dua hal: (1) komunikasi dengan pasangan,
dan (2) komunikasi dengan anak-anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
2.1 Komunikasi dengan pasangan
Pada Pasangan Orang tua 1, kehadiran anak dengan kanker mengubah
bagaimana pasangan orang tua menyampaikan informasi secara umum. Hal ini
ditunjukkan dalam narasi sebagai berikut:
Langsung, terbuka, dan menjadi lebih jelas dalam memberikan informasi I 1 :“Awal aku kadang mengambil keputusan sendiri, tidak komunikasikan
langsung ke suami, kadang cekcok sana sini, sekarang cara komunikasi aku juga jadi lebih lembut, dulu saling cuek juga, apa kesibukanmu yaudah sakkarepmu, sekarang lebih intens, gimana ya, kaya memberikan apa itu harus detail, harus jelas, komunikasi jadi erat, lebih terbuka.” (188-192)
Narasi Ibu 1 diatas menggambarkan bahwa kehadiran anak dengan kanker
membuat komunikasi dengan pasangannya menjadi lebih efektif. Ia
mengungkapkan, sebelumnya ia mengambil keputusan sendiri tanpa
mengkomunikasikannya secara langsung dengan pasangannya. Informasi yang
disampaikan kepada pasangan juga menjadi lebih jelas. Suaminya memaparkan
hal yang sama:
Langsung, terbuka, dan menjadi lebih jelas dalam memberikan informasi A 1 : “Sekarang sama D [Ibu 1] ya komunikasi lebih langsung, terbuka
tentang apapun, semuanya. R, kerjaan, apapun. Dia juga ngomong, apa-apa ngomong mama’e tu” (344-345)
Pada Pasangan Orang tua 1, kehadiran anak dengan kanker mengubah
bagaimana pasangan saling bertukar informasi. Jawaban yang disampaikan
pasangan ini menunjukkan hasil yang serupa.
Pasangan Orang tua 2 menyampaikan pola komunikasi mereka sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Langsung dan terbuka A 2 : “Saya dari dulu terbuka dengan istri, apa-apa langsung ngomong,
harus jujur” (557) ... “Apa yang saya planningkan itu saya pasti obrolin, bukan saya lakuin dulu baru bilang istri, biar istri juga gak kaget dan harus diamini istri, biar kita jalannya juga enak. Kalau istri nggak merestui psti saya ambles (611-614).
Dalam narasi diatas, Ayah 2 tidak menemukan perbedaan dalam
berkomunikasi dengan pasangan. Menurutnya, mereka tetap saling berdiskusi,
bercerita langsung, dan jujur terkait dengan informasi yang disampaikan masing-
masing pasangan. Ibu 2 menguatkan jawaban pasangannya:
Langsung dan terbuka I 2 : “Saya juga sedih, khawatir, ya cerita sama bapaknya. Selalu cerita.
Sering gojek juga lah sama bapaknya. Kita juga pasti saling support, dengan kata-kata. Kalau saya merasa S ada apa gitu, saya ya telfon, cerita, pak ini kok S kayaknya ada masalah, kok kelihatannya tertekan, stress kalau nilai ujian jelek. Ya berdoa, kasih tau pelan-pelan, pasti ada masukan-masukan, ada semangat dari bapaknya. Gitu selalu gitu. Walau pun dia dijakarta, kita selalu komunikasi terus.” (911-921)
Ibu 2 juga memaparkan bahwa ia dan suaminya selalu berkomunikasi secara
langsung pada orang yang dimaksud, dalam hal ini adalah pasangan. Selain itu,
pesan atau informasi disampaikan dengan jelas. Pasangan Orang tua 2 juga
menunjukkan cerita dan intepretasi yang sama.
2.2 Komunikasi antara orang tua dan anak dengan kanker.
Pertukaran informasi tentunya tidak hanya terjadi pada antar pasangan
ayah dan ibu, tetapi juga terjadi pada orang tua dan anak-anak mereka.
Pasangan Orang tua 1 mendeskripsikan pertukaran informasi antara orang tua
dan anak dengan kanker sebagai berikut:
Langsung dan jelas Pada anak dengan kanker I 1 : “Bedalah dulu, mungkin dulu lebih ngecul. Tapi kalau ada kanker
anak ini kan orang tua harus selalu mantau kesehatannya. Saya juga bilang ke anak,” R kalau mau makan apa bilang sama mama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
nanti kalau nggak bilang, nanti sakit lagi. Kan kamu tau kan sakit ga enak”. Gitu lah saya kasih tau. Nanti dia tau sendiri kalau makanan ini itu dilarang, soalnya dia gamau sakit lagi di rumah sakit.” (147-150) ... “Dulu ia sering tanya kok pake masker, ya saya memberi penjelasan karna banyak kuman, nanti bisa sakit. Kalau waktunya minum obat, ya saya bilang kak ayo minum obat nanti kuman yang pingsan bangun lagi” (152-154)...“Warna pup, pipis juga minta saya cek. Pengecekan seperti itu tergantung dari ketelitian orang tua masing masing anak. Anak harus diawasi dari segi apapun. Kalau salah sedikit bisa drop anaknya. Sampai aku selalu tanya terus ke dokter, tanya apapun itu.” (158-162)
Ibu 1 menggambarkan pola komunikasi dengan anak kanker. Ia
menjelaskan bahwa setelah anak terdiagnosis kanker, orang tua lebih
memberi informasi pada anak secara langsung dan jelas. Hal ini dikarenakan
sifat penyakit anak yang dapat relapse sewaktu-waktu jika orang tua tidak
mengawasi anak dengan kanker. Ayah 1 memaparkan:
Langsung dan jelas Pada anak dengan kanker A 1 : Kalau ke anak-anak jadi bagaimana pak? Ada perubahan?
“Aku kalau bilangin R ya langsung aja bilang, kadang ya yang anaknya ngeyel sama saya, nah saya minta tolong mama’e.” (348-349)
Ayah 1 menggambarkan bahwa ia menyampaikan informasi pada anak
dengan kanker secara langsung dan jelas. Kedua pasangan menyampaikan
jawaban yang kurang lebih sama. Pasangan Orang tua 1 tidak mengalami
perubahan dalam berkomunikasi dengan anak mereka lainnya. Hal ini
dikarenakan anak sehat yang lainnya masih berusia delapan bulan.
Pada Pasangan Orang tua 2, secara umum orang tua mengalami
perubahan dalam melakukan pertukaran informasi dengan anak dengan
kanker. Hal ini disampaikan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Langsung dan jelas Pada anak dengan kanker A 2 : “Pasti saya jadi tanya terus, gimana keadaannya, ada yang sakit gak.
” (681) .. “Langsung menjelaskan, pokoknya posisi kamu sekarang sakit, kalau kamu lakukan gini, tidak begini. Jadi saya jelaskan pakai konsekuensinya masing-masing, ini dampaknya. Saya mengusahakan cara menerangkannya itu semudah mungkin.” (597-599)
Ayah 2 menggambarkan bahwa komunikasi yang terjadi antara orang
dengan anak kanker dilakukan secara langsung. Informasi yang harus
diberikan juga harus jelas. Ibu 2 menambahkan:
Langsung dan jelas Pada anak dengan kanker I 2 : “Biasanya langsung mbak, langsung. Tapi waktu saat ketika mau
memberitahu anak, kita bener-bener tertekan, gimana ya mbak, maju mundur maju mundur, sampai kita ke psikolog. Sebaiknya dengan cara apa kita kasih tau S tentang penyakitnya, yang tidak menimbulkan dia jadi down, karena butuh kerjasama S untuk kesehatannya ” (799-802) ... “(ketika anak menangis karena tidak mau sekolah di tempat yang ditentukan orang tua) Saya juga memberi pengertian, mbak S kan dulu pernah sekolah di rengasdengklok, mbak S juga gak suka karena sekolahnya kotor. Tapi makin kesini mbak S bisa adaptasi mbak S jadi seneng kan. Waktu kita mau kesini mbak S berat juga kan, awalnya kan pasti berat, tapi mbak S kan tidak harus menginap dan makan disana, bisa dirumah. Mbak S kan belajar aja nanti terus pulang. Harus selalu diberi penjelasan.”(844-849) ... “Terus bapaknya bilang ke dia, mbak S, kan dari awal nilai itu ga penting, yang penting kesehatan mbak S, itu nomor satu, gak mikir nilai. Tapi dia dasarnya anaknya perfeksionis, agak susah. Jadi kita berjuang bener-bener supaya dia mau di pesantren, semua keluarga lain kasih tau, asal kamu sembuh, pasti sembuh.Dianya [anak dengan kanker] iya-iya aja. Tapi kalau ada yang tanya, dia selalu nangis.” (867-872)
Ibu 2 menjelaskan bagaimana ia dan suaminya berkomunikasi dengan
anak kanker. Sifat penyakit kanker mengharuskan orang tua untuk
mengontrol perilaku anak dengan hati-hati dan harus selalu menjelaskan pada
anak dengan kanker agar tidak membuatnya menjadi down. Hal ini membuat
pasangan orang tua harus selalu menjelaskan beberapa informasi atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
pengertian yang diperlukan untuk anak dengan kanker. Komunikasi yang
dilakukan dengan anak kanker juga harus jelas dan langsung. Pola
komunikasi dengan anak sehat yang lainnya pada pasangan ini juga tidak
menunjukkan perubahan karena usianya yang masih balita. Pasangan Orang
tua 2 menunjukkan jawaban yang kurang lebih serupa dengan pasangannya.
Pada dimensi Komunikasi, kehadiran anak dengan kanker cenderung
membuat kedua pasangan orang tua menunjukkan komunikasi yang efektif.
Pasangan Orang Tua 1 merasakan perbedaan dalam berkomunikasi dengan
pasangan dan anak dengan kanker. Di lain sisi, Pasangan Orang Tua 2
menunjukkan adanya peningkatan dalam berkomunikasi pada anak dengan
kanker. Selain itu, kedua pasangan orang tua juga cenderung melaporkan jawaban
yang serupa dengan pasangannya.
3. Peran
Dimensi peran didefinisikan sebagai kemampuan keluarga dalam
berperilaku untuk membagi dan menjalani fungsi-fungsi peran dalam keluarga
(Epstein, Bishop, & Levin, 1978). Area dalam dimensi peran dibagi menjadi tiga
bagian. Yang pertama, yaitu bagaimana keluarga berperan untuk memenuhi
kebutuhan instrumental keluarga, misalnya menunjang perekonomian keluarga,
makanan, obat-obatan, dan lain sebagainya. Yang kedua, yaitu bagaimana
keluarga berperan untuk memberikan kebutuhan afektif, misalnya memberi
dukungan, bantuan, dan kenyamanan. Pada bagian ini, terdapat dua tema yang
muncul yaitu, (1) pemenuhan afeksi pada pasangan dan (2) pemenuhan afeksi
pada anak-anak. Bagian yang ketiga dan terakhir adalah mengenai bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
orang tua memimpin keluarga, seperti pengambilan keputusan dalam keluarga.
Kriteria dari dimensi peran adalah semakin ketiga area tersebut dialokasikan pada
setiap anggota keluarga secara adil, maka semakin efektif keberfungsian keluarga.
3.1 Pemenuhan kebutuhan instrumental
Kehadiran anak dengan kanker membuat kedua orang tua harus
memikirkan pekerjaan mereka demi fokus pada pengobatan anak dengan
kanker. Hal ini menyebabkan orang tua memiliki kendala dalam memenuhi
kebutuhan instrumental keluarga, karena berkurangnya pemasukan dalam
keluarga. Hal ini digambarkan oleh Pasangan Orang tua 1 sebagai berikut:
Perubahan pekerjaan A 1 :”Dulu kita gak kerja, setahun saya tinggal. Ini saya tiga bulan ini
baru-baru ini kerja.” (311) ... “(Saat ini) Kerjaan itu kalau ada panggilan baru datang. Kerja jadi lebih fleksibel. (318-319)
Pemenuhan kebutuhan keuangan A 1 :”Perubahan mungkin ada masalah dari segi ekonomi, banyak
pengeluarannya.” (329-330) ... “Kalau biaya lewat BPJS, kan gratis. Sisanya ya ada bantuan dari saudara. Sama kami putuskan untuk ikut kitabisa itu.” (336-337)
Ayah 1 menceritakan bahwa kehadiran anak dengan kanker
membuatnya harus melepaskan pekerjaannya untuk fokus menemani proses
pengobatan anak dengan kanker. Hal ini menyebabkan adanya hambatan
dalam memenuhi kebutuhan keuangan keluarga. Untuk menyelesaikan
hambatan tersebut, ia mendapat bantuan dari BPJS Kesehatan, bantuan dari
saudara, dan bantuan donasi dari aplikasi kitabisa.com. Istrinya
menggambarkan hal yang serupa:
Perubahan pekerjaan Orang tua I 1 : “Saya kerja jualan baju online. Suami kerja di perusahaan di Solo. Lalu
kami pertimbangkan, kalau kami perlu untuk dampingin R, jadi semua tinggal semua kerjaan. Sampai sekarang saya fokus urus anak saja.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(68-70) ...“Papanya (sekarang) kan kerja tapi kalau ada telfon, baru berangkat. Benerin mesin atm itu lho mbak” (254-255)
Pemenuhan kebutuhan keuangan I 1 : “Lalu awalnya masih adalah biaya, tapi lama-lama kok habis ya.
Untuk makan, untuk perlengkapan kan jauh lebih banyak.” (71-72) ... “Masalah biaya pengobatan ada cek-cok sedikit, karena faktor ekonomi, pemasukan kan kesendat. Kita juga ada masalah, karena waktu itu kita gak kerja, padahal sebelum e cari.” (91-93) “Walau pengobatan di talang BPJS tapi kebutuhan lain kan enggak. Jadi saya merasa butuh dana tambahan, gimana caranya, buatlah kitabisa.” (79-80) ... “ (penggalangan donasi) (khusus) untuk pengeluaran R. Terutama untuk membeli vitamin yang memang harganya mahal dari Amerika.” (87-88)
Ibu 1 menguatkan penjelasan suaminya, bahwa kehadiran anak dengan
kanker membuat pasangan orang tua ini harus meninggalkan pekerjaan
mereka dan mencari cara untuk mengatasinya. Berdasarkan uraian diatas,
Pasangan Orang tua 1 menggambarkan jawaban yang kurang lebih sama.
Pasangan Orang tua 2 juga memiliki kendala dalam memenuhi
kebutuhan instrumental keluarga. Hal ini disampaikan oleh Ayah 2 sebagai
berikut:
Perubahan pekerjaan Orang tua A 2 : “Saya itu pengen resign saat itu, tapi nggak boleh sama kantor.
Akhirnya nego-nego saya minta satu minggu di kantor satu minggu dirumah. Kerjaan numpuk biarin. Terus saya dikasih partner kerja biar bisa backup saya.” (568-570) ... “Terus lebih mikir kalau mau resign terus butuh uang banyak gimana, terus kita mikir berdua ya uang bukan segalanya, mungkin kalau uangnya gak banyak anak kita bisa sembuh. (607-612).
Ayah 2 menjelaskan bahwa kehadiran anak dengan kanker membuat ia
befikir untuk keluar dari pekerjaannya. Dalam prosesnya, pihak tempatnya
bekerja ternyata tidak mengizinkannya untuk keluar dan memberikan
keringanan bagi Ayah 2 untuk tetap dapat bekerja sembari menemani anak
dengan kanker berobat. Ibu 2 menambahkan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Perubahan pekerjaan Orang tua I 2 : “Kami berdiskusi, tadinya ayah mau resign. Jadi pas S ketahuan
leukimia, otomatis bapak bolos kerja satu bulan lebih, padahal saya harus kontrol tiap dua minggu kan, pengennya bapaknya dampingin terus. Itu bapaknya ngajukan resign. Tapi juga keluarga butuh pemasukan. Ttapi ga dikasih, sama bosnya. Malah bos, [suami] “saya ini udah ga produktif, sering bolos, sudah ga bermanfaat”. Tapi malah sama bosnya, “saya tau apa yang kamu rasakan, kamu memang ngeblang. Tapi kan kamu perlu biaya untuk anak kamu, anak kamu ini kan sakitnya bukan sakit yang biasa, kita gatau anakmu kapan sembuh total, kamu perlu biaya untuk wira wiri”. Walau memang ditanggung BPJS, tapi biaya operasional kan kita. Kadang kita kalau mau ekstra cek lab sendiri mbak, dua minggu ke sardjito, tapi tiap minggu kita cek lab sendiri, untuk mantau hasil darah dia sendiri. Akhirnya, [atasan] “gausah, gausah keluar”. Akhirnya, [suami] “kalau boleh, saya bisa minta scedule saya satu satu bisa nggak. Saya seminggu kerja seminggu libur, nanti saya paskan dengan jadwal berobat anak saya”. Dikasih sama bosnya (tertawa) jadi dalam sebulan cuman kerja dua minggu tapi gaji sebulan. Saking sayang bosnya [pada Ayah 2]. Karna pengobatannya ga murah mbak. Kita harus bawa ke lab, lab di sini, ke prodia. Yasudah akhirnya begitu mbak. Alhamdulilah ya mbak.” (765-784)
Ibu 2 menceritakan dengan sangat rinci proses bagaimana keluarga
berjuang untuk memenuhi kebutuhan instrumental keluarga. Uraian diatas
menunjukkan bahwa Pasangan Orang tua 2 cenderung menunjukkan jawaban
yang kurang lebih sama.
3.2 Pemenuhan kebutuhan afeksi.
Bagian ini membahas mengenai pengalokasian peran orang tua dalam
memberikan kebutuhan afeksi. Pemberian afeksi dalam bagian ini meliputi:
pemenuhan afeksi antar pasangan dan pemenuhan afeksi untuk anak-anak.
3.2.1 Pemenuhan afeksi antar pasangan
Pasangan Orang tua 1 mengungkapkan pemenuhan kebutuhan afeksi
dengan pasangan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Saling mendukung A 1 : “Saya merasa menjadi lebih dewasa no kita. Tadinya kurang terbuka
satu sama lain, jadi lebih saling terbuka tentang apapun. Apa-apa bilang. Sedih bilang, seneng bilang. Jalani ya jalani aja sekarang, sudah takdir yang harus dijalani.” (367-369)
Ayah 1 menjelaskan bahwa kehadiran anak dengan kanker
membuat ia dan pasangannya menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Pasangan menjadi lebih terbuka, terlebih dalam mengungkapkan perasaan.
Ibu 1 menguatkan:
Saling mendukung I 1 : “Tapi ini membuat keluargaku jadi lebih mendekatkan, ya itu
pengertian antara suami ke aku dan sebaliknya.” (188-189) ... ”Saya dan suami setelah kondisi ini ya kita mengingat lagi kalo kita cuman dititipi di atas. Kita ga salah kok, kita udah bener merawat dia, mengikuti saran dokter. [Ayah 1] “Kalau sudah sesuai ya gimana lagi to mah”, dia menguatkan juga. Saya juga tanya piye yo pah, kok begini anak kita bisa sembuh. Dia malah, “[Ayah 1] ya udah takdir, kamu udah bisa rawat R diberi takdir sakit ya sakit, sembuh ya sembuh. Bukan kesalahan kita tapi memang harus dijalani”. Kadang dia juga down gitu, aku yang nguatke ya ini kan hadiah to pah, kita jadi lebih dekat dengan Allah. Ini hadiah, bukan ujian. Kita diberi rejeki, ini anak yang buat kita sadar, kalau kehidupan memang tidak selalu mulus. Terus dia yo, hoo yo mah.” (105-114)
Kehadiran anak dengan kanker membuat pasangan ini saling
mendekatkan. Ibu 1 memaparkan bahwa ia dan pasangannya menjadi
lebih pengertian antara satu dengan yang lain. Pemaparan jawaban yang
diutarakan oleh pasangan ini menunjukkan hal yang sama.
Pada Pasangan Orang tua 2, beban-beban karena kehadiran anak
dengan kanker juga membawa perubahan pada bagaimana pasangan
memenuhi kebutuhan afeksi pasangannya. Hal ini diungkapkan oleh
Ayah 2 sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Perubahan dalam memahami perasaan pasangan pada awal diagnosis anak A 2 :” Kadang saya tanya anake udah dibuat jus belum, jus bit untuk
penyakitnya dia. Kalau belum saya itu bisa marah, kamu tu gimana sih gak becus, saya itu awal-awal penuh kemarahan. Berjalan berjalan terus akhire udah nemuin alurnya, karena saya mikire iyo dia ngurusin dua anak, saya mengerti dikit-dikit” (511-514). IN : Cukup lama ya pak? A 2 : “Iya lama itu mbak, lumayan, soale itu kan kondisi kritisnya S, karena pengennya cepet sembuh kan mbak.” (518-519) IN : Lalu dengan istri, apakah sekarang masih ada kesalahpahaman? A 2 : “Sudah enggak mbak, kalau saya tanya jus, dan belum diberikan, saya cuma memberi tahu, biar nggak menyakiti hati.” (560-561)
Ayah 2 menjelaskan bahwa kehadiran anak dengan kanker
membuatnya sangat emosional dengan istri, terlebih ketika istri tidak
memenuhi kebutuhan anak dengan kanker. Setelah enam bulan sejak
diagnosis anak berlalu, Ayah 2 mulai memahami perasaan istrinya. Ia
berusaha untuk berbicara dengan cara yang tidak menyakiti hati istri. Ibu
2 mendukung jawaban suaminya:
Tidak ada perubahan yang berarti dengan pasangan I 2 : “Kadang bapaknya berantem dengan ibuknya, “kamu mau gak
anakmu umurnya panjang, sudah tertib, harus tertib”” (729-730) ... “ (secara umum) Udah kulino dari dulu, sebelum menikah sudah kenal lama. Jadi sering ngobrol juga sering ketawa-ketawa gitu. Karna dari dulu memang sudah gitu, bapaknya dari dulu juga sukanya membanyol (ketawa), jadi ga tegang ga spaning. Tegas, tapi juga bisa menempatkan. Kita juga pasti saling support, dengan kata-kata. Kalau saya merasa ada apa gitu, saya ya telfon, cerita, “pak ini kok S kayaknya ada masalah, kok kelihatannya tertekan, stress kalau nilai ujian jelek”. “Ya berdoa, kasih tau pelan-pelan”, pasti ada masukan-masukan, ada semangat dari bapaknya. Saya pun juga berdiskusilah dengan dia. Gitu selalu gitu dari dulu. Walau pun dia di Jakarta, kita selalu komunikasi terus.” (914-922).
Ibu 2 menambahkan bahwa kehadiran anak dengan kanker
menimbulkan pertengkaran dengan pasangannya. Ibu 2 juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
menyampaikan bahwa walau muncul pertengkaran, suaminya
merupakan orang yang selalu mendukungnya, memberikan masukan
serta nasihat-nasihat. Selain itu, Ibu 2 menyampaikan bahwa dari
sebelum anak memiliki kanker, suaminya memanglah orang yang tegas,
namun dapat memahami dirinya. Pasangan Orang tua 2 saling
melengkapi cerita mereka. Uraian yang disampaikan pasangan ini
kurang lebih serupa. Pada akhirnya, kehadiran anak dengan kanker
membuat situasi tegang namun dapat kembali menjadi lebih baik.
3.2.2 Pemenuhan kebutuhan afeksi pada anak-anak
Pasangan Orang tua 1 mengungkapkan pemenuhan kebutuhan
afeksi dengan anak-anak sebagai berikut:
Peran orang tua dalam memenuhi kebutuhan afeksi pada anak-anak I 1: “Kadang heptik. Kalau fokus sama satu, kadang kita kurang fokus
sama yang lain to. Itu yang kadang bikin aku sok sedih. Kaya gitu lho. Awal-awal dulu dibantuin sama papane, sekarang sendiri. Untung kerjaannya [suami] fleksibel. Kalau dia lagi sibuk ya kadang saya, kadang si kecil saya titipkan ke ibu saya, saya urus R. Kadang saya urus R, adeknya dititipkan saudara, kadang saya urus adeknnya, R yang main. Adeknya R dari dia umur 10 hari sudah saya bawa ke rumah sakit tiap R kontrol. Aku gamau melewatkan sedikitpun R kontrol, aku harus ikut. Saya sudah percaya takdir aja, kalo adeknya sehat pasti sehat. Saya luka cesar masih basah, tapi aku dah harus ikut kontrol R. Aku udah mempercayai kalo aku ga akan kenapa-kenapa. Untungnya adeknya ga pernah rewel, ga sakit juga tiap tak bawa ke rumah sakit.” (236-241) ... “Tapi [anak dengan kanker]nek sama papah e deket banget. Sampek dia bilang pokoknya ak yang mandiin, kasih telon, kasih telur, semua harus papah (tertawa), pokoknya aku apa apa papah yo.” (251-253)
Ibu 1 memaparkan perannya dalam membagi perhatian pada
kedua anak mereka. Adanya kondisi kanker pada anak membuat Ibu 1
merasa takut anak dengan kanker merasa terabaikan. Hal ini terkadang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
membuat Ibu 1 membutuhkan bantuan dari keluarga besarnya untuk
merawat salah satu anaknya. Orang tua berusaha untuk selalu menemani
anak dengan kanker berobat. Hal ini membuat anak sehat yang lainnya
harus ikut dengan orang tua ke rumah sakit. Selain itu, ia juga
menggambarkan kedekatan suaminya dan anak dengan kanker. Ayah 1
menambahkan:
Ayah 1 fokus pada anak dengan kanker daripada saudaranya A 1 : “Saya lebih fokus ke R. Adeknya udah ada yang nungguin mama
e kok. Karna R juga gamau kalau gak sama aku. Jadi ya aku fokus ke R, mama e ke adeknya.” (406-408) ... “Karna ya kadang tak turuti apa maunya dia (tertawa). Saya memang lebih manjain dia. Gak tega lihat R nangis.” (429-430)
Ayah 1 menggambakan bahwa ia lebih fokus pada anak dengan
kanker padaripada anak lain yang sehat. Contohnya adalah dengan
menuruti kemauan anak dengan kanker. Pasangan Orang tua 1
menggambarkan cerita yang saling melengkapi satu dengan yang lain.
Hal ini menunjukkan adanya persepsi yang kurang lebih sama.
Pasangan Orang tua 2 juga memiliki cerita yang kurang lebih sama
dengan Pasangan Orang tua 1. Ayah 2 menceritakan mengenai perannya
sebagai berikut:
Ayah 2 fokus pada anak dengan kanker daripada saudaranya A 2 : “Pasti saya tanya terus, gimana keadaannya, ada yang sakit gak?
Kalau dia minta apa saya turutin. Minta nonton tiap minggu saya turutin klo ada uangnya , tapi kebanyakan saya turutin” (537-539) ... “istilahnya instensnya sama dia [anak dengan kanker]” (546)
Ayah 2 memaparkan bahwa sejak memiliki anak dengan kanker,
ia menjadi selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan afeksi anak
dengan kanker. Ia berusaha untuk membuat anak dengan kanker merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
senang dengan berusaha menuruti kemauan anak dengan kanker. Terkait
perannya dengan anak lainnya, Ayah 2 memaparkan bahwa ia lebih
intens pada anak dengan kanker dari pada anak sehat lainnya. Istrinya
menambahkan:
Peran orang tua pada anak-anak I 2: “Anaknya ini lebih senang kalau bapak ibunya dua dua nya nemani
kontrol. Sebisa mungkin bapak ibuknya ikut kontrol. Sudah komitmen ibu ayah, Insyaallah kami selalu tepati. Karena tidak hanya fisik yang harus kita jaga. Dari psikisnya dia juga kan tetep harus kita jaga. Dia gak boleh sedih, kalau bisa diseneng-seneng’ke terus. Apa yg dia mau selalu sebisa mungkin kita kasih.” (781-786) ... “Ada rasa sedih mbak, kalau lagi urus adeknya atau lagi sakit, gabisa fokus urusin S. Agak susah (membagi peran), adeknya kan belum bisa mandiri, kadang S, “ibuk apa apa adek”, dia [anak sehat yang lain] kan makan sendiri belum bisa, bobokpun harus sama ibuknya, harus megang leher gini, adeknya terus, kadang juga gimana ya mbak, sekarang jadi serba salah [dalam membagi perhatian]. Apalagi kalau bapak di Jakarta, semua ibuk, semua ibuk. Kadang S iri, pengen disuapin. Bapaknya kadang pulang dia ngasih tau, “mbak S itu sudah 10 tahun sama ibuk terus lho”. Terus dia ketawa.” (932-937)
Orang tua berusaha untuk memenuhi kebutuhan afeksi dan fisik
anak dengan kanker terpenuhi. Hal ini terkadang membuat Ibu 2
merasakan perasaan sedih ketika ia tidak bisa fokus merawat anak
dengan kanker karena harus merawat anak lainnya yang sehat. Hal ini
menimbulkan kendala dalam membagi perhatian dengan anak sehat
lainnya, dimana orang tua berfokus mengalokasikan peran lebih besar
pada anak dengan kanker daripada anak sehat lainnya. Pasangan Orang
tua 2 mengutarakan jawaban yang cenderung sama, bahwa mereka
berusaha untuk memenuhi kebutuhan afeksi anak dengan kanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
3.3 Pengambilan Keputusan
Berdiskusi A 1 : “Ya saya sama mamanya. Mamanya lebih banyak kasih aturannya
tapi.” IN : Kalau sekarang ada perubahan dalam mengambil keputusan? “Cara mengambil keputusan ya pokoknya diskusi sama mamanya, karna kalo saya ambil keputusan sendiri suka marah-marah mamanya.” (413-416)
Ayah 1 menyampaikan bahwa kehadiran anak dengan kanker mengubah
cara keluarga dalam mengambil keputusan. Ayah 1 dan istrinya saat ini
menjadi lebih berdiskusi dalam mengambil keputusan. Ibu 1 memaparkan hal
yang serupa:
Berdiskusi I 1 : “Kadang pengambilan keputusan didiskusikan orang tua aja, tapi lebih
banyak aku. Karna suamiku kadang bingung gitu lho harus gimana, nek aku mikir dulu, cocok gak kalau kita kaya gini, apa kita harus kaya gini. Tapi ya tetep izin, gimana pah, aku kaya gini, kamu gimana? Yasudah gitu.” (172-175) ... “Awal aku kadang mengambil keputusan sendiri, tidak komunikasikan langsung ke suami kadang cekcok sana sini”(189-190) ... “Kebanyakan aku yang menentukan aturan di dalam keluarga, terutama untuk R. Tapi ya terkadang diskusi” (270-271)
Ibu 1 memaparkan bahwa sebelum hadirnya anak dengan kanker pada
keluarga mereka, ia sering memutuskan keputusannya sendiri tanpa
mempertimbangkan pendapat suaminya. Kehadiran anak kanker membuatnya
menjadi lebih banyak berdiskusi dengan suami dalam mengambil keputusan.
Secara keseluruhan, jawaban yang disampaikan Pasangan Orang tua 1 kurang
lebih sama.
Pasangan Orang tua 2 memberikan cerita mereka sebagai berikut:
Berdiskusi A 2 : “Apa yang saya planningkan itu saya pasti selalu obrolin, bukan saya
lakuin dulu baru bilang istri, biar istri juga gak kaget dan harus diamini istri, biar kita jalannya juga enak. Kalau istri nggak merestui pasti saya ambles.” (169-171) ... IN :Kalau pengambilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
keputusan kan didiskusikan dengan istri, apa juga berdiskusi dengan anak-anak? A 2 : “Iya mbak, saya selalu memberi nasihat, dampaknya kalau dia gak nurut omongan orang tua.” (550-553) ... “Untung itu anak [dengan kanker] menerima dan mau nurut sama omongan saya” (604)
Ayah 2 menjelaskan bahwa ia selalu berdiskusi dengan pasangannya.
Terhadap anak-anaknya, Ayah 2 juga memberikan nasihat. Selain itu, ia juga
memaparkan bahwa selama ini anak dengan kanker selalu nurut dengan
pendapatnya. Ibu 2 menambahkan:
Berdiskusi I 2 : “Kalau saya merasa ada apa gitu, saya ya telfon, cerita dan pasti ada
masukan-masukan, ada semangat dari bapaknya. Saya pun juga berdiskusilah dengan dia. Gitu selalu gitu dari dulu. Walau pun dia di Jakarta, kita selalu komunikasi terus.” (914-922) ... “... anaknya cerita, S gak suka bapak tu kalau kasih tau S kudu ini, kudu ini. Yaudah kalau S ga mau dikasih tau bapak, S harus nurut sama ibuk. Akhirnya nurut. Saya bilang sama bapaknya, bapak stop jangan kasih tau S masalah sekolah, nanti biar ibuk yang kasih tau. Akhirnya ya mau. Butuh waktu untuk meyakinkan S, tidak gampang kalau bukan maunya dia. Mbak S nurut ya sama ibuk. Iya. Nangis-nangis mbak, nangis. Saya kasih tau pelan-pelan. Jadi, kalau ada keputusan yang dia ga suka dia tu marah atau sedih. Itu yang kita jaga. Diskusi juga sama bapaknya, supaya S ga tersinggung. Gimana ya mbak, berusaha untuk menjaga emosi dia stabil itu kan ga gampang mbak. Makanya kalau ada masalah, atau keputusan orang tua yang dia gak suka, kita kasih tau S pas dia kondisi lagi seneng, apa namanya, nilainya bagus, kita bicara masalah sekolah, dia mau terima, gitu. Pelan-pelan mbak.” (862-889).
Pada narasi diatas, Ibu 2 memparkan bahwa ia selalu berdiskusi dalam
mengambil keputusan dengan pasangannya. Ibu 2 juga memaparkan,
bagaimana terkadang keputusan keluarga tidak disukai oleh anak dengan
kanker. Ibu 2 berusaha untuk mengatasinya dengan memberikan pengertian
pada anak dengan kanker dan berdiskusi dengan pasangannya untuk
mengambil keputusan yang terbaik. Cerita antara Ayah 2 dan Ibu 2 kurang
lebih saling melengkapi dan menunjukkan hal yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Dalam dimensi peran, terdapat tiga jenis peran yang harus dilakukan oleh
orang tua sebagai penanggung jawab keluarga. Yang pertama adalah menyediakan
kebutuhan instrumental, seperti makan, minum, keuangan keluarga, dan lain
sebagainya; yang kedua adalah peran orang tua untuk memenuhi kebutuhan
afektif; dan yang ketiga adalah peran orang tua dalam mengambil keputusan.
Secara keseluruhan, kedua pasangan orang tua cenderung menunjukkan
keefektifan dalam dimensi Peran dan keefektifan ini terjadi pada keseluruhan
jenis peran. Hanya saja, kedua pasangan orang tua, terutama Ibu 1 dan 2,
menunjukkan adanya hambatan dalam mengalokasikan peran mereka secara adil
pada keseluruh anak-anak mereka.
4. Responsivitas Afektif
Dimensi responsivitas afektif didefinisikan sebagai kemampuan keluarga
dalam mengelola stimulus-stimulus emosional baik secara kuantitas maupun
kualitas (Miller, Ryan, Keitner, Bishop, & Epstein, 2000). Dimensi ini berfokus
pada pola respon emosi atau perasaan atas stimulus afektif. Respon-respon dibagi
dalam dua jenis yaitu perasaan aman atau welfare feelings (seperti rasa cinta,
kelembutan, kesenangan, dan kebahagiaan) dan perasaan akan bahaya atau
emergency feelings (seperti rasa takut, marah, sedih, kecewa, dan depresi).
Kriteria dari dimensi ini adalah semakin keluarga menunjukkan luasnya
jangkauan dan tepatnya emosi (welfare & emergency) yang ditunjukkan maka
akan semakin efektif keberfungsian keluarga. Selain itu, semakin emosi (welfare
& emergency) yang ditunjukkan sesuai dengan situasi yang terjadi maka semakin
efektif juga keberfungsian keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Pasangan Orang tua 1 menggambarkan keadaan perasaan mereka ketika
hadirnya anak dengan kanker sebagai berikut:
Awal diagnosis anak: Perasaan akan bahaya / Emergency feelings (Sensitif, tertutup) A 1 : “Waktu awal denger kabar itu, ya kita syok, saya sempet ga percaya”
(370) ... “Awalnya kita sensitif dengan orang-orang, menjadi lebih tertutup, dasar e saya memang tertutup, jadi makin menutup diri lagi.” (377-378)
Masa Maintanence: Perasaan Aman / Welfare feelings (Tenang dan pasrah) Perasaan akan Bahaya / Emergency feelings (belum tenang) A 1 : “Kalau aku selesai mondok, sudah mulai adaptasi, sudah mulai lega,
mulai kumpul-kumpul lagi sama temen-temen. Masa-masa mondok itu jarang sekali ketemu orang juga untuk berinteraksi.” (379) ... “Saya sampe sekarang itu ada rasa belum tenang, ada rasa takutnya. Kalau belum sampai 5 tahun, badan belum berdiri sendiri, belum tenang. Tapi melihan dia membaik terus ya saya juga seneng, lega” (372-374)
Ayah 1 memaparkan bahwa hadirnya anak dengan kanker membuat ia merasa
syok, tidak percaya, sensitif, dan menutup diri. Setelah memasuki masa
maintanence, Ayah 1 memaparkan bahwa ia pasrah dengan keadaan. Ayah 1 juga
meminta istrinya agar lebih pasrah dengan takdir dan menjalani keadaan saat ini.
Istrinya menambahkan:
Awal diagnosis anak: Perasaan akan Bahaya / Emergency feelings (Stres, menutup diri, dan takut) I 1: “Saya merasa kaya orang stres saat itu “ (128) ... “Awal itu bener-bener
masa stres, kita yang bener-bener gak peduli orang lain, tutup kuping, cuman fokus sama R. Ya aku, suami, sama R, udah.” (145-146) ... “Saya dulu mangkel kok kalau ditanya-tanyain orang. Apapun pertanyaan orang itu membuatku sensitif. Apa lagi dengan kondisi awal-awal R. Dulu itu gak mau tau apa kata orang “ (43-45)
Masa Maintanence: Perasaan Aman Welfare feelings (Tenang dan bersukur) dan Perasaan akan Bahaya / Emergency feelings (takut) I 1 : “Dulu merasa gak bersyukur akan hidup yang kemarin-kemarin. Tapi
sekarang aku tenang, cara ngomong ku kesuami, suami ke aku, jadi lebih menghargai. Lebih kerasa, aku begini, kamu begini. Kita harus membesarkan anak kita harus seperti ini, membuat komunikasi menjadi intens. Walau ada pembawaan, sifat sendiri-sendiri, tapi ya aku jadi lebih tenang, bersyukur, bukan bersyukur karena anak sakit. Tapi ini membuat keluargaku jadi lebih mendekatkan, ya itu pengertian antara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
suami ke aku dan sebaliknya..” (182-188) ... “Lebih iklas, karena takut dosa. Gamau terjadi apa apa sama R” (194-195) ... “Saya juga rasa takut itu dateng karena ada kabar duka, itu bikin down, kita yang pada dasar e kuat, bisa nerima takdir, itu bisa down, rasanya kaya jantungen. Kita yang tau dia awal e gapapa, kok jadi begini. Jadi suka mengira-ira sendiri, kita gatau ya besuk.” (209-212)
Ibu 1 memaparkan perasaan yang sama dengan suaminya. Mereka menjadi
lebih menutup diri dari lingkungandan lebih berfokus pada keluarga inti mereka
daripada lingkungan luar. Setelah melewati masa maintanence, Ibu 1 memaparkan
perubahan cara berinteraksi dengan suami. Ibu 1 menyampaikan bahwa mereka
menjadi lebih tenang, bersyukur karena keluarga semakin dekat. Ibu 1 juga
menyampaikan bahwa Ayah 1 mengajarinya untuk belajar iklhas akan keadaan
ini. Jawaban antara Ayah 1 dan Ibu 1 menunjukkan hal yang sama.
Pasangan Orang tua 2 juga menggambarkan responsivitas afektif mereka
ketika memiliki anak dengan kanker sebagai berikut:
Awal diagnosis anak: Perasaan akan bahaya / Emergency feelings (Perasaan seperti kiamat, stress, sedih (menangis), penuh amarah dan menyesal)
A 2 : “Kayak kiamat, saya kesemutan dari ujung jempol kaki ke kepala. Kepala saya panas banget. Trus saya wudhu dan sholat. Awal-awal tetap maki-maki yang punya hidup. Saya salah apa. Mending saya aja yang sakit, dituker aja.” 455-457) ... “... saya itu awal-awal penuh dengan kemarahan (pada istri)” (511) IN : Lalu bagaimana dengan keadaan istri bapak saat itu? A 2 : “Namanya cewek ya mbak, pasti lebih sensitif dan cuma nangis.” (473-474) IN : Lalu bagaimana cara bapak ketika ibu menangis didepan bapak? A 2 :“Ya saya itu kadang ikutan nangis mbak, sering bilang sama istri juga kita nggak akan lama lagi kehilangan anak.” (488-489)
Masa Maintanence: Perasaan Aman / Welfare feelings (kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua, rasa cinta)dan Perasaan akan Bahaya / Emergency feelings (takut kehilangan anak)
A 2 : “Bayangan kehilangan anak itu pasti, kayak bom waktu, akhirnya itu kita harus bisa menerima, jalani dan syukurin. Harus menikmati hari-hari sama anak saya.” (490-492) ... “Kekuatan cinta keluarga itu paling mujarap, anak bahagia pasti kita bahagia.(609-610)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Ayah 2 memaparkan kondisi awal saat keluarga memiliki anak dengan
kanker. Ia mengutarakan bahwa Istrinya hanya menangis ketika mengetahui
kondisi ini. Hal ini membuat ia terkadang ikut menangis pula. Ia juga mengatakan
ada rasa penyesalan dan kekecewaan yang dirasakan oleh pasangan. Ayah 2 pada
awalnya juga merasa didominasi dengan perasaan marah pada pasangan. Setelah
memasuki masa maintanence, Ayah 2 mulai merasakan perasaan welfare. Ia
merasa bersyukur, tenang, dan merasakan bahwa cinta dalam keluarga merupakan
hal yang penting baginya. Istrinya menguatkan:
Awal diagnosis anak: Perasaan akan bahaya / Emergency Feelings (Perasaan sedih (menangis), takut, berat, dan khawatir)
I 2 : “Waktu awal diagnosis, adeknya ini belum ada dua tahun. Jadi saat itu memang berat mbak” (689-690) ... “Awal itu nangis itu mbak kami nangis, takut, Tuhan anak kami bisa sembuh apa enggak, kasihan mbak, kurus semua, pucet bener-bener pucet. S tu gaada gejala yang kelihatan cuman seperti masuk angin. Saya ya merasa nyesel, ya nyesel (ketika tidak tau gejala awal) cuman ya gak bisa diulang lagi.” (710-713)
Masa Maintanence: Perasaan Aman / Welfare feelings (Perasaan sayang, sabar, dan optimis) dan Perasaan akan Bahaya / Emergency feelings (merasa sedih: kasihan)
I 2 : “Saya bahagia kalau anaknya seneng mbak. Saya berusaha terus untuk pengobatan anak. Terus berobat. CML ini seumur hidup, tapi, dengan disiplin, sesuai dengan jalan yang seharusnya, baiknya CML ini tetap berada pada kondisi yang seperti ini, jadi memang harus sabar. Insyaallah kalau ada mujizat bisa sembuh. Kasian mbak, kalau dia lihat teman-teman makan es krim, coklat, itu kan dia ga boleh.” (714-719)
Ibu 2 memaparkan bahwa pasangan orang tua merasa sedih pada awal
diagnosis anak. Mereka menangis, khawatir dan juga menyesal ketika anak
didiagnosis kanker. Bagaimanapun, kejadian tersebut sudah tidak bisa diubah dan
satu-satunya jalan adalah dengan tetap berusaha. Akhir-akhir ini, Ibu 2 merasa
bahwa kebahagiaan anak adalah kebahagiaannya dan akan optimis suatu saat anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
dapat sembuh. Selain itu, ia juga merasakan adanya rasa kasihan pada anak
dengan kanker karena ia tidak boleh mengkonsumsi makanan yang boleh
dikonsumsi oleh anak yang sehat. Jawaban yang disampaikan oleh Ayah 2 dan
Ibu 2 kurang lebih serupa.
Gejolak emosi yang dirasakan oleh para pasangan orang tua merupakan
emosi yang sesuai dengan konteks bahwa memiliki anak dengan kanker tentu
membawa kabar yang ‘mengagetkan’ bagi keluarga. Kedua pasangan orang tua
menyampaikan bahwa pada awal diagnosis anak dengan kanker, mereka
cenderung mengungkapkan perasaan tidak percaya, stress, menutup diri, penuh
dengan amarah, dan rasa sedih. Pada masa awal diagnosis anak, keadaan
Responsivitas Afektif menunjukkan ketidakefektifan, karena pasangan orang tua
hanya mengerucut pada satu jenis emosi: perasaan akan bahaya atau emergency
feelings dan sangat jarang menunjukkan perasaan aman atau welfare feelings.
Namun, saat ini, kedua orang tua telah menunjukkan luasnya jangkauan emosi
yang mereka rasakan, dimana kedua pasangan orang tua merasakan kedua jenis
perasaan tersebut. Pada akhirnya, kedua pasangan orang tua cenderung
menunjukkan Responsivitas Afektif yang cenderung efektif.
5. Keterlibatan Afektif
Dimensi keterlibatan afektif didefinisikan sebagai kemampuan keluarga
dalam menunjukkan kepekaan dan ketertarikan keluarga dengan aktivitas anggota
keluarga yang lain. Dimensi ini berfokus pada seberapa banyak dan dengan cara
seperti apa anggota keluarga menunjukkan ketertarikan dan ikut ambil bagian
dengan anggota keluarga lainnya. Kriteria dari dimensi ini adalah semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
keluarga menunjukkan keterlibatan untuk memenuhi kebutuhan dan memahami
keadaan emosi anggota keluarga, maka semakin efektif keberfungsian keluarga.
Pasangan Orang tua 1 menunjukkan keterlibatan dengan keluarga mereka
sebagai berikut:
Memenuhi dan memahami kebutuhan afektif pasangan A 1 : “Saya kalo ada masalah gitu ya kalau sama D ya saya suruh dia untuk
sabar, karena mau gimana lagi, itu harus dihadapi semua itu. Terlebih ya ketika anak kena ini (penyakit kanker).” (331-332) ... “Saya merasa menjadi lebih dewasa no kita. Tadinya kurang terbuka satu sama lain, jadi lebih saling terbuka tentang apapun. Apa-apa bilang. Sedih bilang, seneng bilang. Jalani ya jalani aja sekarang, sudah takdir yang harus dijalani.” (366-368)
Memahami dan memenuhi kebutuhan afektif anak A 1 :”Karna ya kadang tak turuti apa maunya dia (tertawa). Saya memang
lebih manjain dia. Gak tega lihat R nangis” (428-430) Ayah 1 fokus pada anak dengan kanker daripada saudaranya A 1 : “Saya lebih fokus ke R. Adeknya udah ada yang nungguin mama e kok.
Karna R juga gamau kalau gak sama aku. Jadi ya aku fokus ke R, mama e ke adeknya.” (405-407)
Ayah 1 memaparkan bahwa kehadiran anak dengan kanker membawa
perubahan dalam keterlibatan afektif yang ia alami. Ayah 1 merasa bahwa ia dan
istri menjadi lebih terbuka satu dengan yang lain dari pada sebelum memiliki anak
dengan kanker. Pasangan ini juga lebih dapat mengungkapkan perasaan yang
mereka rasakan. Selain itu, kehadiran anak dengan kanker membuatnya lebih
memanjakan anak dengan kanker dan juga lebih intens terlibat dalam kebutuhan
afektif anak dengan kanker daripada anak sehat yang lainnya. Istrinya memberi
pemaparan yang serupa:
Memenuhi dan memahami kebutuhan afektif pasangan I 1 : “Tapi sekarang aku tenang, cara ngomong ku kesuami, suami ke aku,
jadi lebih menghargai. Lebih kerasa, aku begini, kamu begini. Kita harus membesarkan anak kita harus seperti ini, membuat komunikasi menjadi intens. Walau ada pembawaan, sifat sendiri-sendiri, tapi ya aku jadi lebih tenang, bersyukur, bukan bersyukur karena anak sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Tapi ini membuat keluargaku jadi lebih mendekatkan, ya itu pengertian antara suami ke aku dan sebaliknya.” (183-188)
Memahami dan memenuhi kebutuhan afektif anak I 1 : “Anak rewel lalu sebagai orang tua benar-benar menuruti apa
maunya.” (73) ... “Tapi nek sama papah e deket banget. Sampek dia bilang pokoknya ak yang mandiin, kasih telon, kasih telur, semua harus papah (tertawa), pokoknya aku apa apa papah yo.” (266-268)
Keterlibatan orang tua dengan anak lainnya I 1: “Kadang heptik. Kalau fokus sama satu, kadang kita kurang fokus sama
yang lain to. Itu yang kadang bikin aku sok sedih. Kaya gitu lho. Aku gak mau R merasa terabaikan. Aku gamau melewatkan sedikitpun R kontrol, aku harus ikut. Saya sudah percaya takdir aja, kalo adeknya sehat pasti sehat. Untungnya adeknya ga pernah rewel, ga sakit juga tiap tak bawa ke rumah sakit.” (236-241)
Ibu 1 menggambarkan perubahan yang ia alami karena kehadiran anak
dengan kanker. Ia memaparkan bahwa ia dan suami sekarang lebih pengertian dan
saling mendekatkan serta lebih saling menghargai. Selain itu Ibu 1 juga
menggambarkan bahwa ia menjadi sangat terlibat dalam memberikan kebutuhan
afektif anak dimana ia selalu berusaha untuk memenuhi kemauan anak dengan
kanker. Kehadiran anak dengan kanker juga membuatnya berusaha untuk
mengurus kedua anaknya. Hal ini terkadang membuat Ibu 1 membawa anaknya
yang lain ke rumah sakit, karena ia tidak mau melewatkan jadwal kontrol anak
dengan kanker. Jawaban yang muncul antara Ayah 1 dan Ibu 1 cenderung sama.
Pada Pasangan Orang tua 2, kehadiran anak dengan kanker membawa
perubahan dalam bagaimana orang tua memahami perasaan antar pasangan dan
anak-anak mereka. Pada masa diagnosis anak, kehadiran anak dengan kanker
membuat pasangan yang sebelumnya tidak didominasi dengan perasaan marah,
menjadi sering bertengkar karena adanya rasa ‘kurang pengertian’ yang terkadang
dilakukan oleh salah satu pasangan.
Awal diagnosis: Penuh marah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
A 2 : “Ya mbak kadang saya tanya, “anake udah dibuat jus belum” jus bit untuk penyakitnya dia. Kalau belum saya itu bisa marah, “kamu tu gimana sih gak becus”, saya itu awal-awal penuh kemarahan. Berjalan berjalan terus akhire udah nemuin alurnya, karena saya mikire iyo dia ngurusin dua anak, saya mengerti dikit-dikit” (509-512)
Mulai memahami perasaan pasangan A 2 : “Sudah enggak mbak, kalau saya tanya jus, dan belum diberikan, saya
cuma memberi tahu, biar nggak menyakiti hati.” (558-559) ... “Saya dari dulu terbuka (dengan istri)” (556) “Ya contoh urusan kantor, biasa lagi berdua ngobrol, trus ada kejadian ini itu, saya cerita, terus dia berikan nasehat, dukungan. (607-608)
Berusaha membuat anak nyaman A 2 : “Pasti kita tanya trus, gimana keadaannya, ada yang sakit gak? Kalau
dia minta apa saya turutin. Minta nonton tiap minggu saya turutin klo ada uan gnya, tapi kebanyakan saya turutin.” (535-537)
Ayah 2 fokus pada anak dengan kanker daripada saudaranya A 2 :” ... istilahnya instensnya sama dia, karena bagaimana pun dia anak
pertama” (544)
Ayah 2 memaparkan pada awal diagnosis anak, ia sangat emosional dengan
istrinya. Hal ini terjadi karena ia sangat ingin anak dengan kanker dapat sembuh.
Ketika istrinya tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan dalam merawat
anak dengan kanker, ia menjadi marah dan terkadang kurang memahami perasaan
istri. Pada akhirnya, Ayah 2 memperbaiki perilakunya dengan lebih memahami
perasaan istrinya. Selain itu, Ayah 2 menerangkan dalam narasinya bahwa ia
selalu menanyakan apa yang dirasakan oleh anak dengan kanker. Ia terkadang
juga berusaha untuk memenuhi keinginan anak dengan kanker. Bagi pasangan ini,
Ayah 2 menyatakan bahwa ia lebih intens terlibat secara emosional dengan anak
dengan kanker daripada anaknya yang lain. Ibu 2 menguatkan:
Awal diagnosis: Pertengkaran dengan pasangan I 2 : “Kadang bapaknya berantem dengan ibuknya, “kamu mau gak anakmu
umurnya panjang, sudah tertip, harus tertip”. Tapi kadang kasian mbak.” (727-728)
Pasangan memahami perasaan I 2 : “Saya juga sedih, khawatir, ya cerita sama bapaknya. Selalu cerita.
Sering gojek juga lah sama bapaknya. S tu juga suka mengece, “bapak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
sama ibuk ini kaya anak kecil saja”. Udah kulino dari dulu, sebelum menikah sudah kenal lama. Jadi sering ngobrol juga sering ketawa-ketawa gitu. Karna dari dulu memang sudah gitu, bapaknya dari dulu juga sukanya membanyol (ketawa), jadi ga tegang ga spaning. Tegas, tapi juga bisa menempatkan. Kita juga pasti saling support, dengan kata-kata. Kalau saya merasa S ada apa gitu, saya ya telfon, cerita, pasti ada masukan-masukan, ada semangat dari bapaknya. Gitu selalu gitu. Walau pun dia di jakarta, kita selalu komunikasi terus.” (910-920)
Berusaha membuat anak nyaman I 2 : “Anaknya ini lebih senang kalau bapak ibunya dua-duanya nemani
kontrol. Kadang kalau ibuk lagi ngurus anak kedua atau lagi sakit, kan gimana ya mbak ada rasa sedih [pada anak dengan kanker]. Sebisa mungkin bapak ibuknya ikut kontrol. Sudah komitmen ibu ayah, insyaallah kami selalu tepati. Karena tidak hanya fisik yang harus kita jaga. Dari psikisnya dia juga kan tetep harus kita jaga. Dia gak boleh sedih, kalau bisa diseneng-seneng ke terus. Apa yang dia mau selalu sebisa mungkin kita kasih.” (779-784)
Ibu 2 juga menyampaikan bahwa terkadang pasangan ini bertengkar karena
perbedaan pendapat. Di lain sisi, Ibu 2 juga mengatakan bahwa Ayah 2 juga
memberi masukan dan dukungan untuk dirinya. Ibu 2 mengatakan hal yang sama
dengan pasangannya, bahwa ia dan suaminya selalu berusaha untuk menemani
anak dengan kanker untuk berobat. Ia juga menggambarkan rasa sayang suaminya
pada anak dengan kanker. Selain itu, ia berusaha untuk memantau kondisi fisik
dan mental anak dengan kanker dan berusaha untuk selalu membuat anak dengan
kanker merasa senang. Cerita antara Ayah 2 dan Ibu 2 saling melengkapi satu
dengan yang lain dan memiliki intepretasi yang sama.
Secara umum, Keterlibatan Afektif pada keluarga yang memiliki anak
kanker cenderung menunjukkan keefektifan, baik pada pasangan dan pada
anak-anak mereka. Namun, kedua pasangan orang tua menunjukkan adanya
kendala pada bagaimana orang tua dapat terlibat secara afektif dengan seluruh
anak mereka secara adil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
6. Kontrol Perilaku
Dimensi kontrol perilaku didefinisikan sebagai kemampuan keluarga mengatur
perilaku dari setiap anggota keluarga. Kriteria dari dimensi ini adalah jika
keluarga membuat standar yang masuk akal untuk mengontrol perilaku keluarga
mereka dan memberikan penyesuaian atas standar yang telah mereka buat
tergantung dengan situasi maka semakin efektif keberfungsian keluarga. Dimensi
ini terdiri dari tiga bagian yaitu, (1) kontrol perilaku yang membahayakan fisik,
(2) mengontrol perilaku psikobiologi, yakni terkait kebutuhan makan, minum, dan
emosi, (3) kontrol perilaku untuk aktivitas diluar keluarga. Peneliti meringkas
bagian pertama dan ketiga menjadi satu bagian dan bagian kedua menjadi bagian
tersendiri.
6.1 Kontrol perilaku yang membahayakan fisik dan aktivitas di luar
keluarga
Pasangan Orang tua 1 mengungkapkan kontrol perilaku atas aktivitas di
dalam keluarga sebagai berikut:
Mengontrol aktivitas anak dengan kanker A 1 : “R itu tapi ya dikontrol semua lah. Dari makanan, aktivitas di kontrol
semua. Mau keluar rumah harus maskeran, gitu itu.” (433) ... A 1 :”Saya kalau sama R ya jarang marain, ga pernah marahin dia. Cuman ngasih tau aja kalau ga boleh terutama makanan, renang. Tak bilangin ga boleh, ada kumannya, terus dia udah tau sendiri. Saya suka, tu renang situ mau gak. Dia gakmau, ada kumannya. Main kemana boleh, kadang saya juga temenin.” (422-425)
Kontrol aktivitas pada pasangan dan anak lainnya A 1 : “Kalau keluarga, paling makanan lebih dijaga” (439)
Ayah 1 memaparkan bahwa kontrol perilaku dalam keluarga lebih
berfokus pada kesembuhan anak dengan kanker. Ayah 1 memaparkan bahwa
anak dengan kanker lebih dikontrol aktivitasnya daripada anggota keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
lainnya. Terkadang Ayah 1 juga memberi kelonggaran pada anak dengan
kanker. Ibu 1 menambahkan:
Mengontrol aktivitas anak dengan kanker I 1 : “Memang di minggu pertama kaya benar-benar, ih, anak ini harus
saya jaga, gendoli banget. Anakku itu juga udah kesiksa karena dia itu aktif banget to, bosen juga di rumah sakit selama empat bulan, jadi dia terpenjara. (awal anak memiliki kanker “ [anak dengan kanker] Mah mau ketempat kakak ya?” Ya. Gitu. Tapi yang bawa anakku tak WA, tak creweti, nanti ga boleh main yang berat-berat ya, ga boleh makan ini, ga boleh minum ini. Pokoknya ga boleh jajan” (139-146) ... “Mulai cek-kontrol-ambil darah, itu aku mulai okelah, kamu mainan gakpapa, karena hasil udah bagus terus, jadi gapapa main. (137-138)
Kontrol aktivitas di luar keluarga pada pasangan dan anak lainnya I 1 :“ pergi juga pergi (tidak ada perubahan pada anggota keluarga
lainnya), kadang malah adek di bawa-bawa sama saudara-saudara, temen-temene papa e. Ya gak nangis juga, haha. Gak saya larang juga, yang penting bilang” (293-295)
Ibu 1 juga memaparkan bahwa anak dengan kanker mendapat aturan
yang berbeda dari sebelum anak mendapatkan diagnosis kanker. Seperti yang
diutarakan suaminya, orang tua tetap mengontrol aktivitas anak, terlebih
aktivitas yang berbahaya untuk fisik anak. Pasangan ini memberikan cerita
yang kurang lebih serupa.
Pasangan Orang tua 2 mengontrol aktivitas anggota keluarganya sebagai
berikut:
Memberi kelonggaran terkait aktivitas A 2 : “ Makanya anak saya langsung saya masukin pondok, deket sama
rumah padahal anak pinter” (491-493) INT: Mengapa pak? “Saya takut membebani guru-gurunya karena kan tidak sefleksibel di SD, terus kalau direguler ada kurikulum wajib seperti olahraga, kegiatannya banyak banget, anak saya gak bisa capek-capek karena imunnya. Kalau di pondok saya bisa ngasih tau Ustad kalau anaknya gak bisa ini itu, Alhamdulilah, Ustadnya bisa memahami.” (500-503)
Kontrol aktivitas pada pasangan dan anak lainnya A 2 :”Saya pasti aturan itu tentang makanan, biar lebih sehat, biar enggak
terulang lagi” (549)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Ayah 2 mengontrol aktivitas anak dengan kanker. Hal ini dilakukan
karena imun anak dengan kanker yang lemah. Ayah 2 memaparkan bahwa
tidak ada aturan yang berubah pada anggota keluarga lainnya. Ibu 2
menambahkan:
Kontrol perilaku aktivitas anak I 2 : “Capek itu paling tidak boleh, dia pengen kesini, buk pengen kesitu.”
(732) ... “Kalau di SD ini, guru, teman, dan orang tua murid itu bisa ngerti kondisi S. Bisa apa namanya, fleksibel. Kalau di SMP nanti belum ngerti mbak, apakah guru semuanya bisa menerima kondisi S yang harus 2 minggu sekali izin, yang dia harus pulang ketika kondisinya kurang bagus, dia takutnya menyebabkan keirian di teman-temannya yang lain, nanti S bisa minder, bingung kita juga mbak. Di sisi lain S harus di tempat yang steril bersih, tapi juga harus memantau kondisis S, di lain sisi juga kami ingin S tenang, dia tidak merasa tersisihkan, dia bisa sekolah dengan kondisinya dia. Diskusi dengan bapaknya, kita membuat pertimbangan, gini, gini, gini, akhirnya kita memutuskan untuk dipondok. Mau tidak mau, harus mau” (830-840)
Kontrol aktivitas pada pasangan dan anak lainnya I 2 : “Keluarga juga udah stop makan makanan yang ber msg, banyak
pengawet mbak.” (761-762)
Ibu 2 memaparkan bahwa ia melakukan kontrol perilaku aktivitas yang
cukup ketat pada anak dengan kanker. Ia takut jika anak sewaktu-waktu anak
dengan kanker dapat relapse. Menurutnya, kelelahan merupakan hal yang
sulit dilihat ciri-cirinya pada anak dengan kanker. Cerita dari pasangan ini
saling melengkapi satu dengan yang lain dan memiliki maksud yang sama.
6.2 Kontrol perilaku psikobiologi (makan, minum, dan emosi)
Pasangan Orang tua 1 menggambarkan kontrol perilaku psikobiologi
keluarga sebagai berikut:
Mengontrol psikobiologi anak dengan kanker A 1 : “R itu tapi ya dikontrol semua lah. Dari makanan, aktivitas di kontrol
semua.” (433)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Memberi kelonggaran pada anak A 1 : “Kaya ini beli pop ice, belum buka, gek marah-marah karna habis
kemo, eh marah-marah. Tapi ya kalau memang anaknya kalau ga kepengen banget itu juga ga tak kasih kok jugaan.” (430-432) ...
Kontrol psikobiologi pada pasangan dan anak lainnya A 1 : “Kalau keluarga, paling makanan lebih dijaga” (439)
Ayah 1 memaparkan bahwa ia cenderung lebih fleksibel mengenai
makanan yang dikonsumsi anak dengan kanker. Terkadang, ia membelikan anak
dengan kanker makanan atau minuman yang dia inginkan hanya ketika anak
dengan kanker sangat menginginkannya. Orang tua juga tetap mengontrol
makanan anak dengan kanker. Kehadiran kanker pada salah satu anak membuat
orang tua juga lebih mempertimbangkan makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Ibu 1 menambahkan:
Mengontrol psikobiologi anak I 1 : “Memang di minggu pertama kaya benar-benar, ih, anak ini harus
saya jaga, gendoli banget. Anakku itu juga udah kesiksa karena dia itu aktif banget to, bosen juga di rumah sakit selama empat bulan, jadi dia terpenjara.” (139-141) ... “Kalau makanan aku gak bisa batesi banget, karna kan anak kecil ya, kasihan kadang kalau gak dituruti. Tapi saya konsultasi sama ahli gizi, tanya makanan apa yang boleh dikonsumsi sering, yang jarang-jarang. Misal, es seminggu sekali ya, gitu. Tapi ya suka kecolongan. Karna kadang papa e belikan, utinya belikan. Tapi memang sekarang sudah gak sekaku dulu kalau makanan. Dulu benar-benar dikurung. Tapi setelah sama mondok itu, sudah lebih longgar. Gak yang ini itu ga boleh. Karna juga sudah konsultasi, dan boleh, asal dibatasi. Malah disarani untuk makan terus, asalkan kita tau bahaya atau tidak buat anak kita.” (280-286)
Kontrol psikobiologis pada pasangan dan anak lainnya I 1 :“Gak banyak kalau orang tuanya, hanya kita stop micin dan
menghindari makan micin aja sekarang.adeknya juga saya jadi lebih ngeliatin, kadang ada saudara yang ngasih teh, padahal masih kecil, ya saya larang. Lebih jadi mengawasi makannya si adek sih.” (290-293).
Ibu 1 mengungkapkan bahwa pada awal diagnosis anak, ia cenderung
memberikan kontrol perilaku yang kaku. Setelah masa maintanence, ia tidak
terlalu kaku dalam mengatur kebutuhan makanan dan minuman anak dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kanker. Selain itu, ia sudah berkonsultasi dengan professional helper untuk
mengarahkan tentang jenis makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi oleh
anak dengan kanker. Ibu 1 juga menambahkan bahwa seluruh anggota keluarga
menghindari mengkonsumsi penyedap rasa. Cerita yang disampaikan oleh
pasangan ini cenderung sama.
Kontrol perilaku akan kebutuhan psikobiologi juga dilakukan oleh Pasangan
Orang tua 2. Hal ini diungkapkan keduanya dengan cerita sebagai berikut:
Kontrol psikobiologi anak dengan kanker A 2 : “Waktu itu masalah makanan, itu konflik banget, katanya saya nyiksa,
yaudah saya kasih waktu seminggu sekali terserah dia, tapi bukan indomie. Karena itu jelas, anak saya, kalau keyakinan saya itu karena makanan anak saya kayak gitu. Itu kesalahan saya, karena belanja bulanan anak saya itu pegang keranjang belanja sendiri, saya kasih kebebasan.” (524-527) ... “Kalau dulu itu, aturan ada, makanan mau apapun terserah jadi makanan nggak ada aturan, kalau dulu mau apa harus dibuktikan dengan prestasi, tapi sekarang udah enggak, semua kebalik. Makanan diatur, minta apapun terserah, karena gatau sampai kapan anak saya hidup.”(539-542)
Kontrol psikobiologi pasangan dan anak lainnya A 2 :”Saya pasti aturan itu tentang makanan, biar lebih sehat, biar enggak
terulang lagi” (549)
Ayah 2 menggambarkan bahwa kehadiran anak dengan kanker
membuatnya harus mengontrol makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh
anak dengan kanker. Ayah 2 mengatakan bahwa ia sangat kaku dalam mengatur
tentang makanan dan minuman yang dikonsumsi anak dengan kanker.
Menurutnya, makanan yang tidak sehat membuat anaknya memiliki kanker.
Kehadiran anak dengan kanker juga mengubah pandangannya mengenai kontrol
perilaku anak. Ibu 2 menggambarkan hal yang sama:
Kontrol psikobiologi anak dengan kanker I 2 : “S ini pantangannya banyak, masakan msg, cepat saji, berpengawet itu
sebisa mungkin kita stop mbak Tapi gak selamanya kita larang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Kadang ada cheating day buat dia, biar dia gak sedih. Coklat itu kadang ga boleh, es itu gak boleh. Tapi bukan berarti kita gak boleh itu gak kasih sama sekali enggak. Tetep kita kasih sedikit-sedikit.” (684-688)
Memberi kelonggaran I 2 : “Kadang kalau saya ya mbak, kalau bapaknya kan sakklek, beda ya
bapak sama ibuk. Bapaknya kalau dokter bilang gak, gak sama sekali. Tapi kalau saya,” [anak dengan kanker] ibuk S pengen coklat”. Satu ya kak ya, “[anak dengan kanker] ya. Ibuk jangan bilang bapak ya”. Kalau bapak gak ya gak. Tapi ya saya bilang, pak mbok jangan seperti itu. Kita lihat kondisinya S. Kalau dia lagi fit, semua normal, kasihlah eskrim sedikit, akhirnya ya luluh sedikit. Kasihan mbak soalnya.” (719-724)
Kontrol aktivitas pada pasangan dan anak lainnya I 2 : “Yang banyak berubah pola hidupnya [anak dengan kanker] aja yang
berubah. Lebih banyak yang dikontrol sekarang. Makanan, aktivitas. Keluarga juga udah stop makan makanan yang ber msg, banyak pengawet mbak.” (760-762)
Ibu 2 menguatkan pernyataan suaminya, bahwa pasangannya tersebut jauh
lebih kaku mengenai makanan yang dikonsumsi oleh anak dengan kanker. Baik
Ayah 2 maupun Ibu 2 memaparkan bahwa mereka memiliki persepsi individual
yang berbeda satu dengan yang lain mengenai kontrol perilaku psikobiologi yang
diterapkan. Walau memiliki aturan yang berbeda-beda, pasangan ini tetap
melakukan diskusi atas perbedaan-perbedaan tersebut. Pada akhirnya, Pasangan
Orang tua 2 menunjukkan adanya jawaban yang cenderung serupa.
Secara umum, kedua pasangan orang tua memberikan kontrol perilaku
yang lebih kaku pada anak dengan kanker daripada anggota keluarga yang lain.
Walaupun memberikan kontrol perilaku yang kaku, orang tua berusaha untuk
memberikan kelonggaran atas kontrol perilaku yang dibuat. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua pasangan orang tua cenderung menunjukkan keefektifan dalam
mengontrol perilaku anggota keluarga mereka. Kontrol perilaku yang
cenderung efektif ini terlihat pada ketiga jenis kontrol perilaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
D. Pembahasan
Keberfungsian keluarga mengacu pada bagaimana keluarga (dalam hal ini
adalah orang tua sebagai penanggung jawab keberfungsian keluarga) untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang layak bagi seluruh anggota keluarga dalam
kaitannya untuk memenuhi beberapa aspek, misalnya aspek fisik, psikologi, dan
sosial. Kehadiran anak dengan kanker pada gilirannya akan membentuk beberapa
tuntutan atau beban tambahan, yang diduga dapat mempengaruhi bagaimana
orang tua dalam menjalankan keberfungsian keluarga.
Secara umum, kedua pasangan orang tua yang memiliki anak dengan kanker
menunjukkan keefektifan pada setiap dimensinya (Pasangan Orang tua 1 & 2),
namun terdapat kendala dalam memberikan Peran dan Keterlibatan Afektif
dengan anak lainnya yang sehat. Keefektifan yang cenderung muncul pada
keenam dimensi terlihat dari pernyataan kedua pasangan orang tua. Yang pertama,
keefektifan dimensi Pemecahan Masalah terlihat dari bagaimana kedua pasangan
orang tua saling berdiskusi dalam memecahkan permasalahan. Yang kedua,
keefektifan pada dimensi Komunikasi terlihat dari pertukaran informasi yang
dilakukan oleh kedua pasangan orang tua. Mereka cenderung melakukan
pertukaran informasi secara jelas dan langsung pada orang yang dimaksud, dalam
hal ini adalah pada pasangan dan anak-anak mereka. Yang ketiga, kedua pasangan
orang tua menunjukkan keefektifan dalam dimensi peran yang terlihat dari
bagaimana kedua pasangan orang tua berusaha untuk berperan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, kebutuhan emosional, dan kebutuhan dalam mengambil
keputusan serta memimpin keluarga. Walaupun menunjukkan keefektifan, kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
pasangan orang tua cenderung terlihat berfokus pada pemenuhan kebutuhan
emosional anak dengan kanker daripada anak sehat yang lainnya. Yang keempat,
kedua pasangan orang tua menunjukkan keefektifan dalam dimensi Responsivitas
Afektif. Hal ini terlihat dari luasnya jangkauan perasaan yang kedua pasangan
orang tua rasakan dan perasaan tersebut sesuai dengan situasi yang terjadi. Selain
itu, peneliti menemukan bahwa pada awal diagnosis anak, Responsivitas Afektif
yang terjadi cenderung kurang efektif. Hal ini terlihat dari emosi yang dirasakan
oleh kedua pasangan orang tua yang didominasi dengan perasaan emergency atau
perasaan akan bahaya.
Selanjutnya, yang kelima, kedua pasangan orang tua menunjukkan
keefektifan dalam dimensi Keterlibatan Afektif. Hal ini terlihat dari bagaimana
kedua pasangan orang tua berusaha untuk saling mendukung, terlibat dan peka
pada akitivitas yang dilakukan oleh anggota keluarga lainnya. Seperti yang terjadi
pada dimensi Peran, kedua pasangan orang tua cenderung berfokus terlibat dalam
memahami emosi dan peka dengan aktivitas anak dengan kanker daripada anak
sehat yang lainnya. Yang keenam dan terakhir, kedua pasangan orang tua
menunjukkan keefektifan pada dimensi Kontrol Perilaku. Hal ini terlihat dari
bagaimana kedua pasangan orang tua berusaha untuk membuat aturan yang sesuai
dengan kondisi keluarga, namun juga memberikan kelonggaran pada aktivitas
yang dilakukan oleh anggota keluarga. Pada pasangan orang tua 2, pasangan ini
sempat memiliki perbedaan pendapat mengenai kontrol perilaku seperti apa yang
harus diterapkan pada anak dengan kanker. Pada akhirnya, Pasangan Orang tua 2
tetap berdiskusi dan memberikan kelonggaran untuk anak dengan kanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Hasil yang cenderung menunjukkan keefektifan diduga disebabkan oleh
empat hal yaitu: (1) resiliensi; (2) dukungan psikologis dan sosial (3) pemasukan
keluarga, dan (4) uraian analisis dyadic yang cenderung menunjukkan persamaan
(overlaps) jawaban antar pasangan. Keempat hal ini akan diuraikan sebagai
berikut:
Yang pertama, kehadiran anak dengan kanker membuat orang tua menjadi
lebih resilien. Beban-beban dan tuntutan tambahan yang timbul karena hadirnya
anak dengan kanker di dalam keluarga membuat keluarga berusaha untuk
menjalankan keberfungsian keluarga, yang mengerucut pada dua kemungkinan:
bisa menjadi tidak efektif atau lebih efektif (Patterson & Garwick, 1994). Hasil
positif yang muncul dari hasil penelitian memungkinkan bahwa beban-beban dan
tuntutan-tuntutan akan kehadiran anak dengan kanker membuat orang tua menjadi
resilien dalam menjalankan keberfungsian keluarga (Patterson & Garwick, 1994).
Yang kedua adalah dukungan yang didapatkan keluarga. Hosoda (2014)
menyimpulkan bahwa dukungan psikologis dan sosial dapat membantu orang tua
dalam menjalankan keberfungsian keluarga. Adanya dukungan dari rekan-rekan
pasangan orang tua (McCubbin et al., 2002, dalam Hosoda, 2014), seperti
keluarga besar serta komunitas dan adanya upaya orang tua dalam berkonsultasi
dengan Health Care dan Mental Health Professional (Patterson et al., 2004,
dalam Hosoda, 2014), juga dapat membantu pasangan orang tua dalam
menjalankan keberfungsian menjadi lebih positif. Kedua pasangan orang tua
dalam penelitian ini mendapatkan dukungan psikologis dan sosial tersebut,
misalnya bantuan dari keluarga besar untuk mengatasi beberapa hambatan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
misalnya dengan menjaga anak sehat lainnya ketika kedua orang tua sedang
mengurus anak dengan kanker (Pasangan Orang tua 1 & 2). Kedua pasangan
orang tua juga berkonsultai dengan ahli gizi (Pasangan Orang tua 1) dan psikolog
(Pasangan Orang tua 2) untuk dapat membantu mereka menjalankan
keberfungsian keluarga dengan efektif.
Yang ketiga, jumlah pemasukan keuangan dalam keluarga. Pendapatan
orang tua juga merupakan menjadi faktor yang dapat menentukan hasil
keberfungsian keluarga (Herzer et al, 2010; Hosoda, 2014, Sholihah, 2013, dalam
Ningsih & Herawati, 2017). Kedua pasangan orang tua dalam penelitian ini
mendapat beberapa dukungan finansial, misalnya bantuan dari penggunaan BPJS
(Pasangan Orang tua 1 & 2), bantuan donasi (Pasangan Orang tua 1), dan bantuan
keuangan dari tempat kerja (Pasangan Orang tua 2). Hal ini mampu membuat
mereka mengatasi beban-beban finansial yang timbul karena kehadiran anak
dengan kanker.
Yang keempat dan terakhir, analisis dyadic mampu mengungkap dinamika
hubungan pasangan dengan melihat persamaan-persamaan jawaban atau overlaps
dan perbedaan-perbedaan jawaban atau contrast (Eiskovits & Koren, 2010).
Dalam penelitian ini, kedua pasangan orang tua cenderung menunjukkan adanya
persamaan jawaban dengan pasangannya dalam menjalakan keberfungsian
keluarga. Persamaan jawaban ini muncul pada dimensi Pemecahan Masalah,
Komunikasi, Peran, Responsivitas Afektif, Keterlibatan Afektif, dan Kontrol
Perilaku. Banyak munculnya persamaan-persamaan (overlaps) dari pada
perbedaan-perbedaan (contrast) dari narasi antar pasangan menunjukkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
kedua pasangan orang tua memadang hubungan mereka dengan kebersamaan.
Pada akhirnya, kedua pasangan ayah dan ibu menunjukkan kekompakan dalam
menjalankan keberfungsian keluarga, yang diduga dapat mempengaruhi hasil
keberfungsian keluarga yang cenderung positif.
Selain hal yang telah diutarakan di atas, hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan peningkatan keefektifan pada beberapa dimensi, seperti
Pemecahan Masalah, Komunikasi dengan pasangan, Peran dengan pasangan
(dalam sub pemberian kebutuhan afeksi serta pengambilan Keputusan), dan
Keterlibatan Afektif dengan pasangan. Pasangan Orang tua 1 menunjukkan
peningkatan yang lebih mencolok atas dimensi-dimensi diatas, dari pada Pasangan
Orang tua 2. Perbedaan tersebut diduga karena usia pernikahan para pasangan
orang tua yang berbeda. Pasangan yang telah menikah dengan usia dibawah 10
tahun akan lebih menunjukkan permasalahan daripada pasangan yang telah
menikah diatas 10 tahun (Tavakol et al., 2017). Terbukti, Pasangan Orang tua 1
yang telah menikah selama 7 tahun menunjukkan adanya permasalahan dalam
pernikahan mereka, bahkan sebelum hadirnya anak dengan kanker. Pasangan ini
merasakan bahwa kehadiran anak dengan kanker membuat permasalah
perkawinan menjadi lebih terselesaikan. Ternyata, kehadiran anak dengan kanker
pada Pasangan Orang tua 1 membawa perbedaan yang mencolok ke arah yang
cenderung efektif. Di lain sisi, Pasangan Orang tua 2 telah menikah dengan waktu
yang lebih lama, yakni 17 tahun dan dirasa memiliki permasalahan yang relatif
lebih sedikit (Tavakol et al., 2017). Sehingga, kehadiran anak dengan kanker tidak
membuat pasangan ini tidak merasakan perbedaan yang mencolok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Hasil penelitian ini kurang lebih serupa dengan penelitian terdahulu yang
membahas mengenai perubahan keberfungsian keluarga pada keluarga yang
memiliki anak dengan kanker (Bjork et al., 2005; Schoors et al., 2018; Schoors et
al., 2019). Kehadiran anak dengan kanker pada suatu keluarga tetap bukanlah hal
yang mudah untuk dilalui. Walau menunjukkan peningkatan keefektifan
keberfungsian keluarga, orang tua sebagai penanggung jawab keberfungsian
keluarga tetap harus melewati berbagai persoalan, terlebih pada dimensi Peran
dengan anak sehat lainnya, Keterlibatan Afektif dengan anak sehat lainnya dan
pada dimensi Kontrol Perilaku anak dengan kanker.
Hasil penelitian ini menguatkan penelitian dari Schoors et al., (2018),
terlebih pada dimensi Peran dan Kontrol Perilaku. Kehadiran anak dengan kanker
di satu sisi membawa keluarga menjadi lebih efektif dalam menjalankan
keberfungsian keluarga (Bjork et al., 2005), namun juga di lain sisi membuat
orang tua lebih berfokus pada anak dengan kanker, sehingga terkadang mereka
memiliki kendala dalam membagi peran dan keterlibatan pada anggota keluarga
lainnya, terlebih dalam penelitian ini adalah anak lainnya yang sehat (Schoors et
al., 2018). Lebih lanjut,Schoors et al., (2018) menyebut kondisi ini sebagai dua
situasi yang saling berlawanan yang harus dijalankan oleh orang tua. Ia
menyebutkannya sebagai Family Cohesion: Strenghthened vs Fragmented.
Artinya, kehadiran anak dengan kanker mampu membawa keluarga menjadi
semakin dekat antara satu dengan yang lain dan lebih mampu memaknai arti
keluarga. Di sisi lain, keluarga cenderung berfokus memperhatikan anak dengan
kanker dari pada anak lainnya yang sehat. Hal ini sesuai dengan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
dirasakan kedua pasangan orang tua dalam penelitian ini. Mereka merasa hadirnya
anak dengan kanker mendekatkan keluarga. Selain itu, para ibu pada kedua
pasangan orang tua juga merasakan hal yang sama: mereka kesulitan dalam
membagi peran dengan anak-anak mereka. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Schoors et al. (2018), dimana kehadiran anak dengan kanker membuat para ibu
memiliki hambatan dalam membagi peran pada anak-anaknya.
Schoors et al. (2018) juga mendapati bahwa kehadiran anak dengan kanker
juga berpengaruh pada bagaimana keluarga mengontrol perilaku. Schoors et al.
(2018) menyebut kondisi tersebut sebagai Being Overindulgence vs Being
Stricter. Artinya, orang tua berusaha untuk memahami kondisi anak karena
penyakit yang harus ditanggungnya. Akan tetapi, orang tua tidak boleh hanya
'memanjakan' anak dengan kanker, terlebih ketika ia memiliki penyakit yang
berbahaya bagi hidupnya, maka orang tua akan cenderung mengontrol perilaku
anak dengan lebih kaku dan tegas. Hal ini juga muncul pada hasil penelitian ini.
Kedua pasangan orang tua berusaha untuk mengontrol perilaku anak dengan
kanker dengan kaku, namun di lain sisi juga berusaha untuk memanjakan dan
memberi kelonggaran akan peraturan yang dibuat untuk anak dengan kanker.
Penggunaan teori tertentu, seperti dalam penelitian ini yang menggunakan
teori pendekatan McMaster tentang keberfungsian keluarga (Epstein et al. 1978)
membuat temuan menjadi lebih kaya. Sebagai contoh, terdapat beberapa dimensi
yang mampu peneliti temukan, seperti cara orang tua dalam memecahkan
permasalahan, cara berkomunikasi, dan perasaan-perasaan apa yang cenderung
mendominasi para pasangan orang tua ketika memiliki anak dengan kanker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Penggunaan metode wawancara terpisah dengan dyad sebagai satuan analisis
(Eisitkovits & Koren, 2010) juga mampu menambah penggunaan metode yang
dapat memahami dengan lebih utuh keterhubungan relasi antar pasangan. Metode
ini juga dapat memprediksi keefektifan keberfungsian keluarga yang dijalani oleh
kedua pasangan orang tua.
Penelitian ini dapat menjadi bekal pengetahuan bagi perawat di Indonesia
untuk membantu keluarga dan anak dengan kanker. Perawat dapat memahami hal-
hal yang dirasa penting untuk membuat keberfungsian keluarga menjadi lebih
efektif, misalnya dengan memberikan dukungan agar orang tua menemukan
strategi koping yang membuat mereka menjadi resilien, memberikan informasi
mengenai bantuan finansial, memberikan dukungan psikologis, memberikan
masukan bagaimana pentingnya orang tua untuk memberikan perhatian secara adil
pada keseluruh anak mereka, dan memberikan informasi mengenai pentingnya
kekompakan antara ayah dan ibu untuk dapat memiliki keberfungsian keluarga
yang efektif, baik padaa setiap dimensi dalam keberfungsian keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penelitian ini memiliki
kurang lebih lima kesimpulan yang didapatkan dari gambaran keberfungsian
keluarga pada orang tua sebagai penanggung jawab keberfungsian keluarga ketika
hadir anak dengan kanker dalam keluarga mereka. Kesimpulan tersebut adalah:
1. Secara umum, keberfungsian keluarga pada pasangan orang tua yang
memiliki anak dengan kanker menunjukkan keefektifan.
2. Peningkatan tersebut muncul pada setiap dimensi dalam keberfungsian
keluarga yang meliputi: Pemecahan Masalah, Komunikasi, Peran,
Responsivitas Afektif, Keterlibatan Afektif, dan Kontrol Perilaku. Hasil yang
cenderung kurang efektif muncul pada dimensi Peran dalam memahami
kebutuhan afeksi pada anak sehat yang lainnya dan pada dimensi Keterlibatan
Afektif dengan anak sehat yang lainnya. Pada kedua dimensi tersebut,
pasangan orang tua cenderung berfokus pada kebutuhan anak dengan kanker
daripada anak sehat yang lainnya.
3. Hasil yang positif diduga disebabkan karena empat hal: (1) resliensi; (2)
kedua pasangan orang tua mendapakan dukungan psikologis dan sosial; (3)
kedua pasangan orang tua mendapatkan bantuan biaya yang mampu membuat
mereka mengatasi beban-beban finansial keluarga, dan (4) kedua pasangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
orang tua cenderung menunjukkan persamaan atau kekompakan jawaban
pada tiap dimensi dalam keberfungsian keluarga.
4. Perbedaan usia perkawinan diduga ikut memfasilitasi keefektifan
keberfungsian keluarga. Keefektifan ini muncul pada beberapa dimensi,
seperti Pemecahan Masalah, Komunikasi, Peran dalam sub Pengambilan
Keputusan, dan Responsivitas Afektif dengan pasangan. Terbukti, Pasangan
Orang tua 1 dengan usia perkawinan yang lebih muda (7 tahun) lebih
merasakan permasalahan pernikahan dari pada Pasangan Orang tua 2 dengan
usia perkawinan yang lebih tua (17 tahun). Kehadiran anak dengan kanker
membuat Pasangan Orang tua 1 menjadi lebih kompak. Di lain sisi, Pasangan
Orang tua 2 tidak menunjukkan banyak hambatan dalam pernikahan mereka
karena pasangan ini dirasa telah mampu untuk beradaptasi dengan
permasalahan pernikahan.
5. Hasil penelitian ini juga memperkuat dan sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya, terlebih pada dimensi Peran dengan anak sehat yang lainnya,
Keterlibatan Afektif dengan anak sehat yang lainnya, dan Kontrol Perilaku
anak dengan kanker. Kehadiran anak dengan kanker mampu membuat
keluarga saling mendekatkan (Bjork et al., 2005; Schoors et al., 2018). Di lain
sisi, orang tua menjadi lebih berfokus berperan dan terlibat pada anak dengan
kanker daripada anak lainnya yang sehat. Hal ini disebut oleh Schoors et al.
(2018) sebagai Family Cohesion: Strenghthened vs Fragmented. Selain itu,
orang tua akan cenderung mengontrol beberapa perilaku anak dengan kanker
dengan kaku, namun di lain sisi juga berusaha memberikan kelonggaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Schoors et al. (2018) menggambarkan hal ini sebagai Educational norms and
value: Overindulgence vs Being stricter.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari partisipan yang bersedia untuk
melakukan proses wawancara, sehingga partisipan dalam penelitian ini hanya
berjumlah dua pasangan orang tua yang memiliki anak kanker.
2. Kekurangan jumlah partisipan membuat hasil penelitian menjadi kurang
variatif, karena setiap keluarga memiliki karakteristik keluarga, struktur
keluarga, dan jumlah anak dalam keluarga yang berbeda-beda.
3. Peneliti kurang membangun rapport dengan para partisipan.
C. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat mencari partisipan yang berkenan untuk
melakukan proses pengambilan data seawal mungkin. Hal ini untuk
mengurangi kendala yang mungkin timbul, terlebih ketika metode wawancara
yang digunakan harus melibatkan kedua orang tua (ayah dan ibu). Peneliti
lain juga dapat mengelaborasi penelitian dengan menggunakan pasangan
orang tua yang memiliki karakteristik lain, misalnya pada orang tua yang
memiliki pemasukan menengah kebawah, memiliki anak lainnya yang telah
dewasa, dan lain sebagainya. Hal ini dapat memperkaya penelitian terkait
dengan topik ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
2. Bagi Perawat di Rumah Sakit
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, psychosocial support
merupakan hal yang penting untuk membantu orang tua yang memiliki anak
dengan kanker untuk beradaptasi dalam menjalankan keberfungsian keluarga.
Maka dari itu, perawat sebagai praktisi kesehatan yang paling sering dijumpai
oleh keluarga diharapkan dapat membantu para orang tua dengan anak
kanker, misalnya dengan memberi intervensi untuk mengelola perasaan yang
cenderung negatif pada awal diagnosis anak dengan kanker.
3. Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak dengan Kanker
Orang tua yang memiliki anak dengan kanker diharapkan dapat
menjalankan keberfungsian keluarga dengan efektif. Maka dari itu, terdapat
beberapa saran praktis yang dirasa penting dalam meningkatkan keefiktifan
keberfungsian keluarga:
a. Psychosocial Support memberi keuntungan bagi keluarga untuk dapat
menjalankan keberfungsian keluarga dengan efektif. Psychosocial
Support yang paling mudah ditemukan adalah dukungan dari sesama
orang tua yang memiliki anak dengan kanker. Maka dari itu, mulailah
mencoba mengikuti komunitas orang tua yang memiliki anak dengan
kanker dan berdiskusi dengan Health Care dan psikolog juga dapat
membantu orang tua.
b. Orang tua berperan untuk bertanggung jawab dalam menjalankan
keberfungsian keluarga. Artinya, keluarga harus membuat kondisi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
layak bagi seluruh anggota keluarga. Kehadiran anak dengan kanker
terkadang membuat fokus keluarga terletak pada anak dengan kanker
daripada anak sehat yang lainnya. Orang tua juga perlu untuk
memperhatikan kondisi anggota keluarga lainnya, terlebih anak yang
sehat lainnya. Berlibur ke tempat yang mampu dijangkau oleh anak
dengan kanker dan saudara mereka tentu dapat mempererat kekompakan
setiap anggota keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
DAFTAR ACUAN
Alderfer, M. A., Navsaria, N., & Kazak, A. E. (2009). Family functioning and posttraumatic stress disorder in adolescent survivors of childhood cancer. Journal of Family Psychology, 23(5), 717-725. DOI: 10.1037/a0015996.
Banovcinova, A., & Levicka, K. (2015). The impact of the financial income on the family communication. Revista Românească pentru Educaţie Multidimensională, 7(2), 35-46. DOI: 10.18662/rrem/201 ︎.0702.0︎.
Banovcinova, A., Levicka. J., & Veres, M. (2014). The impact of proverty on the family system functioning. Procedia-Social and Behavioral Science, 132, 148-153. DOI: doi:10.1016/j.sbspro.2014.04.291.
Bjork, M., Wiebe, T., & Hallstrom, I. (2005). Striving to survive: Families’ lived experiences when a child is diagnosed with cancer. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 22, 265-275. DOI: 10.1177/1043454205279303.
Boylu, A. A., Çopurib, Z., & Öztopc, H. (2013). Investigation of the fanctors influencing family functions style. International Journal of Reseacrch in Business and Social Science, 2(3), 26-40. DOI:10.20525/ijrbs.v2i3.69.
Bray, J. H. (1995). Family assessment: Current issues in evaluating families. Family Relations, 44(4), 469-477. DOI: 10.2307/585001.
Carter, N., Bryant-Lukosius, D., DiCenso, A., Blythe, J. & Neville, A. J. (2014). The use of triangulation in qualitative research. Oncology Nursing Forum, 41(5), 545-547. DOI: 10.1188/14.ONF.545-547.
Coleman, M., & Ganong, L., H. (2014). Qualitative research on family relationship. Journal of Social and Personal Relationship, 31(4), 451-458. DOI: 10.1177/0265407514520828.
Creswell, J. W. (2012). Research design: Pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dai, L., & Wang, L. (2015). Review of family functioning. Journal of Social Sciences, 3, 134-141. DOI: 10.4236/jss.2015.312014.
Eisikovits, Z., & Koren, C. (2010). Approach to and outcomes of dyadic interview analysis. Qualitative Health Research, 20(12), 1642-1655. DOI: 10.1177/1049732310376520.
Engvall, G., Lindh, V., Mullaney, T., Nyhlom, T., Lindh, K., & Ångström-Brännström, C. (2018). Children’s experiences and responses towards an intervention for psychological preparation for radiotherapy. Radiation Oncology, 13(9), 1-12. DOI: 10.1186/s13014-017-0942-5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Enrique, J., Howk, H., & Huitt, W. (2007). An overview of family development. Educational Psychology Interactive. Di unduh 8 Febuari 2018, dari Valdosta State University. Web site http://www.edpsycinteractive.org/papers/family.pdf.
Epstein, N. B., Bishop, D. S., & Levin, S. (1978). The mcmaster model of family functioning. Journal of Marriage and Family Counseling, 4(4), 19-31. DOI: 10.1111/j.1752-0606.1978.tb00537.x.
Fahrudin, A. (2012). Keberfungsian keluarga: Pemahaman konsep dan indikator pengukuran dalam penelitian. Jurnal Permasalahan dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 17(02), 75-81. DOI: 10.33007/inf.v17i2.94.
Gerhardt, C. A., Lehmann, V., Long, K. A., & Alderfer, M. A. (2015). Supporting siblings as a standart of care in pediatric oncology. Pediatric Blood Cancer, 62, S750-S804. DOI: 10.1002/pbc.25821.
Herzer, M., Godiwala, N., Hommet, K. A., Driscoll, K., Mitchell, M., Piazza-Waggoner, C., Zeller, M. H., & Modi, A. C. (2010). Family functioning in the context of pediatric chronic conditions. Journal Development Behaviour Pediatric, 31(1), 1-14. DOI: 10.1097/DBP.0b013e3181c7226b.
Hilda, Lubis, B., Hakimi., Siregar, O. R. (2015). Quality of life in children with
cancer and their normal siblings. Paediatrica Indonesia, 55(5), 243-247. DOI: https://doi.org/10.14238/pi55.5.2015.243-7
Hocking, M. C., Kazak, A. E., Schneider, S., Barkman, D., Barakat, L. P., &
Deatrick, J. A. (2014). Parent perspectives on family-based psychosocial interventions in pediatric cancer: A mixed-methods approach. Support Care Cancer, 22(5), 1287-1294. DOI: 10.1007/s00520-013-2083-1.
Hosoda, T. (2014). The impact of childhood cancer on family functioning: A review. Graduate Student Journal of Psychology, 15, 18-30. Departmen of Counseling and Clinica Psychology Teachers College. Columbia University.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Situasi penyakit kanker. Diunduh 1 September, 2017, dari, http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/ pusdatin/buletin-kanker.pdf
Kitabisa Research. (2019, November). Apa itu kitabisa.com. Diunduh dari: https://kitabisa.zendesk.com/hc/en-us/articles/360000376534-Apa-itu-Kitabisa-com-. Diunduh: 28 November 2019, 23:16 WIB.
Klassen, A. F., Klaassen, R., Dis, Dix, D., Prithard, S., Yanofsky, R., O’Donnell, M., Scott, A., & Sung, L. (2008). Impact of caring for a child with cancer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
on parents’ health-related quality of life. Journal of Clinical Oncology, 26(38), 5884-5888. DOI: 10.1200/JCO.2007.15.2835.
Komisi Perlindungan Anak. (2017). http://www.kpai.go.id/berita/waspadai-kanker-pada-anak/. Diunduh: 1 November 2017, 18:00 WIB.
Lewandowski, A. S., Palermo, T. M., Stinson, J, Handley, S., & Chambers, C. T. (2010). Systematic review of family functioning in families of children and adolescents with cronic pain. Journal of Pain, 11(11). DOI: 10.1016/j.jpain.2010.04.005.
Long, K. A., Marsland, A. L., Wright, A., & Hinds, P. (2015). Creating a tenous balance: Siblings’ experience of a brother’s or sister’s choldhood cancer diagnosis. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 32(1), 21-31. DOI: 10.1177/104345421455519.
Meyers, S. A., Varrey, S., & Aguirre, A. M. (2002). Ecological correlates of family functioning. The American Journal of Family Therapy, 30, 257-273. DOI: 10.1080/019261802753577575.
Mondaloo, S., Rohani, C., Farahani, A. S., & Vasli, P., & Pourhosseongholi. (2019). General family functioning as a predictor of quality of life in parents of children with cancer. Journal of Pediatric Nursing, 44, 2-8. DOI: 10.1016/j.pedn.2018.08.013.
Miller, I. W., Ryan, C. E., Keitner, G. I., Bishop, D. S., & Epstein, N. B. (2000). The mcmaster approach to families: theory, assessment, treatment and research. Journal of Family Therapy, 22, 168-189. DOI: 10.1111/1467-6427.00145.
National Cancer Institute. (2018). Diunduh 20 September, 2018, dari https://www.cancer.gov/about-cancer/coping/caregiver-support/parents.
Nicholas, D.B., Gearing, R. E., McNeill, T., Fung, K., Lucchetta, S., & Selkirk, E,
K. (2009). Experiences and resistance strategies utlized by fathers of children with cancer. Social Work in Health Care, 48, 260-275. DOI: 10.1080/009813808025-91734.
Ningsih, D. S., & Herawati, T. (2017). The influence of marital adjustment and family function on family strenght in early marriage. Journal of Family Science, 2(2), 23-33. DOI: 10.29244/jfs.2.2.23-33.
Novrida., Kurniah, N., & Yulidensi. (2017). Peran orangtua dalam pendidikan anak usia dini ditinjau dari latar belakang pendidikan. Jurnal Potensia PB-PAUD FKIP UNIV, 2(1), 39-46. DOI: 10.33369/jip.2.1.39-46.
Othman, A., Mohamad, N., Hussin, Z. A., & Blunden, S. (2011). Psychological distress and associated factors in parents of children with cancer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
International Journal of Social Science and Humanity, 1(1), 37-22. DOI: 10.7763/IJSSH.2011.V1.7.
Palermo, T. M., & Chambers, C. T. (2005). Parent and family factors in pediatric chronic pain and disability: An integrative approach. Pain, 199, 1-4. DOI: 10.1016/j.pain.2005.10.02.
Patterson., J. M., & Garwick, A. W. (1994). Impact of chronic illness on families: A family systems perspective. Ann Behav Med, 6(2), 131-142. DOI: 10.1080-/0284186X.2016.1250945.
Pusat Data Informasi. (2015). Situasi penyakit kanker. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Prastiwi, T. F. (2012). Kualitas hidup penderita kanker. Developmental and Clinical Psychology, 1(1), 22-27. DOI: 10.26630/jk.v7i3.237.
Rodriguez, E. M., Dunn, M. J., Zuckerman, T., Vannatta K., Gerhardt, C. A., & Compas, B. E. (2012). Cancer-related sources of stress for children with cancer and their parents. Journal of Pediatric Psychology, 37(2), 185-197.
Schoors, M V., Caes, L., Knoble, N. B., Goubert, L., Verhofstadt, L. L., & Alderfer, M. (2016). Systematic review: Associations between family functioning and child adjustment after pediatric cancer diagnosis: A meta-analysis. Journal of Pediatric Psychology, 1-3. DOI: 10.1093/jpepsy/jsw070.
Schoors, M. V., Paepe. A, L, S., Norga, K., Cosyns, H, M., Vercruysse, T., Goubert, L., Verhofstadt, L, L. (2019). Family members dealing with childhood cancer: A study on the role of family functioning and cancer appraisal. Frontiers in Psychology, 10, 1450-1464. DOI: 10.3389/fpsyg.2019.01405.
Schoors, M. V., Mol, J. D., Parys, H. V., Morren, H, Verhofstadt, L. L., Goubert, L., Partys, H. V. (2018). Parent’s perspective of change within the family functioning after a pediatric cancer diagnosis: A multi family eberi interview analysis. Qualitative Health Research, 1-13. DOI: 10.1093/jpepsy/jsw070.
Streisand, R., Kazak, A, E., & Tercyak, K. P. (2003). Pediatric-specific parenting stress and family functioning in parents of children treated for cancer. Children’s health care, 32(4), 245-256. DOI: 10.1207/S15326888CHC3204_1.
Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam psikologi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Supratiknya, A. (2018, Mei 30). Penelitian kualitatif dalam psikologi: beberapa pedoman dalam publikasi [Handout]. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Supratiknya, A. (2019, Mei 11). Wawancara dyadik [Handout]. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Tavakol, Z., Nasrabadi, A. N., Moghadam, Z.B., Salehihiya, H., & Rezael, C. (2017). A review of the factors associated with marital satisfaction. Galen Medical Journal, 6(3), 197-207. DOI: 10.22086/gmj.v0i0.641.
Tarihoran, D., E., T., A., U., & Gunawan, W. (2013). Indonesian palliative care nurses knowledge. Conference Paper.
Tsimicalis, A., Genest, L., Stevens, B., Ungar, W. J., & Barr, R. (2017). The impact of a childhood cancer diagnosis on the children and sibling’s school attedance, performance, and activities: A qualitative descriptive study. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 00(0), 1-14. DOI: 10.1177/1043454217741875.
Universitas Gadjah Mada. (2014, Maret). Perawatan Paliatif di Indonesia Belum Optimal. Di unduh dari: https://ugm.ac.id/id/berita/8759-perawatan-paliatif-di-indonesia-belum-optimal.
Varni, J. W., Katz, E. R., Colegrove, R., & Dolgin, M. (1996). Family functioning predictors of adjustment in children with newly diagnosed cancer: A prospective analysis. Jounal of Child Psychology & Psychiatry. 37(3), 321-328. DOI: 10.1111/j.1469-7610.1996.tb01409.x.
Vlachioti, E., Matziou, V., Perdikaris, P., Mitsiou, M., Stylianou, C., Tsoumakas, K., & Moschovi, M. (2016). Assessment of quality of life of children and adolescents with cancer during their treatment. Japanese Journal of Clinical Oncology, 46(5), 453-461. DOI: https://doi.org/10.1093/jjco/hyw009.
Wati, N. L., & Qoyyimah., F. (2018). Tingkat stress ibu yang mempunyai anak kanker leukimia di rumah cinta bandung. Jurnal Keperawatan BSI, 6(1), 69-76. DOI: 10.31311/.v6i1.3222.
Woodgate, R. L., & Degner, L. F. (2002). “Nothing is carve in stone!”: Uncertainty in children with cancer and their families. European Journal of Oncology Nursing, 6(4), 191-202. DOI: 10.1054/ejon.2002.0-220.
World Health Organization. (2014). Cancer country profile, Belgium. Diunduh 14 Januari 2020, dari https://www.who.int/cancer/country-profiles/bel_en.pdf?ua=1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
World Health Organization. (2014). Cancer country profile, Indonesia. Diunduh 14 Januari 2020, dari https://www.who.int/cancer/country-profiles/idn_en.pdf.
Zhang, X. (2012). The effects of parental education and family income on mother-child relationships, and family environments in the people’s republic of china. Family Process, 51(4), 483-497. DOI: 10.1111/j.1545-5300.2011.01380.x.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 1 Informed Consent Pasangan Orang tua 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 2 Informed Consent Pasangan Orang tua 2 Ayah 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Lampiran 3 Informed Consent Pasangan Orang tua 2 Ibu 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI