Upload
dinhngoc
View
265
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN MORFOLOGI HATI TRENGGILING
(Manis javanica)
JUNANDAR
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK JUNANDAR. Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica).Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi hati trenggiling (Manis javanica) baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Untuk mengetahui struktur umum digunakan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) dan pewarnaan Masson’s trichrome untuk melihat struktur jaringan ikat kolagen. Sedangkan untuk mengetahui distribusi kandungan karbohidrat asam dan netral yang dihasilkannya digunakan pewarnaan Alcian blue (AB) pH 2,5 dan Periodic Acid Schiff (PAS). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hati M. javanica berbentuk semilunar dengan permukaan diafragmatika yang sangat cembung dan permukaan viseralis yang sangat cekung. Hati M. javanica terdiri dari tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Dengan pewarnaan HE lobulasi hati M. javanica tidak jelas, balok-balok sel hati (hepatosit) tersusun secara radier mengelilingi vena sentralis. Dengan pewarnaan Masson’s trichrome menunjukkan dinding kantung empedu terdiri dari tiga lapisan, yaitu : (1) Lapisan mukosa yang terdiri dari barisan sel epitel silindris sebaris dan lamina propia, (2) Lapisan otot polos yang terdiri dari lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler dan (3) Lapisan serosa. Dengan pewarnaan PAS, butir-butir sitoplasma hepatosit menunjukkan reaksi positif dengan memperlihatkan warna merah keunguan. Sedangkan dengan pewarnaan AB pH 2,5 menunjukkan hasil negatif. Hal menarik yang ditemukan pada hati M. javanica antara lain adanya lobus papillaris, ligamentum falciformis yang berkembang subur dan besarnya persentase perbandingan berat hati dengan berat tubuh serta bentuk kantung empedu yang mencapai tepi hati. Kata kunci : M. javanica, hati, kantung empedu
GAMBARAN MORFOLOGI HATI TRENGGILING (Manis javanica)
JUNANDAR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
Judul Penelitian : Gambaran Morfologi Hati Trenggiling (Manis javanica)
Nama Mahasiswa : Junandar
Nomor Pokok : B 04103118
Disetujui,
Pembimbing
Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi
Pembimbing
Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus : 26 September 2007
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi. selaku pembimbing yang
memberikan bimbingan, dorongan, nasehat serta segala kemudahan yang
diperoleh penulis mulai dari penelitian sampai penulisan skripsi ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Drh.
Novelina Savitri, Msi, Drh. Supratikno, Dr. Drh. Nurhidayat, MS, Prof. Dr. Drh.
Koeswinarning Sigit, MS, Drh. Adi Winarto Ph.d, Drh. Wahono Esthi, Msi, Ibu
Sri, Kang Bayu, Ibu Nur, Bapak Maman serta semua dosen dan staf Bagian
Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, atas segala
bantuan yang telah diberikan, karena tanpa bantuannya penelitian ini tidak dapat
terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman
sepenelitian (Gofur, Asep, Sari & Mas Eko), teman-teman satu laboratorium
(Reza, Valin, Basz dan Fajri), Kang Bheta, Kang Adi Bone, Alumni SMUN 1
Ciampea angkatan IV, Bobotoh 40’ dan semua pihak yang telah membantu dan
memberi semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga
ditujukan kepada Bapak, Umi, Aa Hery, Vuji dan Indri yang telah dengan tulus
berdoa, memberikan dukungan moral dan material selama menyelesaikan
pendidikan ini. Hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri atas segala nikmat
yang telah diberikan.
Penulis yakin skripsi ini tiada luput dari segala keterbatasan, oleh karena
itu penulis sangat berterima kasih dan menghargai saran-saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, September 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah putera kedua dari empat bersaudara, dilahirkan di Bogor
pada tanggal 9 Juni 1985 dari pasangan bapak Syaripudin dan ibu Endeh.
Penulis mulai masuk sekolah pada tahun 1991 di Madrasah Ibtidaiyah
Cigola dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Negeri 1 Cibungbulang dan lulus pada tahun 2000. Kemudian
pada tahun 2003, penulis lulus belajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1
Ciampea.
Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003,
penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Trenggiling (Manis javanica) merupakan salah satu kekayaan fauna yang
ada di Indonesia. Satwa ini termasuk langka dan dilindungi, dan menurut CITES
(Convention of international Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and
Flora) terdaftar dalam Apendix II yang berarti dilarang diperdagangkan karena
termasuk ke dalam daftar resiko rendah dan hampir punah. Populasi hewan ini di
alam diduga terus berkurang, beberapa faktor yang menjadi penyebab
menurunnya populasi hewan ini terutama adalah perburuan liar dan kerusakan
habitat. Maraknya perburuan liar trenggiling disebabkan karena sisik dan daging
hewan ini dipercaya memiliki khasiat sebagai obat, khususnya oleh masyarakat
Cina.
Trenggiling hidup di hutan tropis dataran rendah, memakan semut dan
rayap. Trenggiling merupakan spesies yang unik diantara mamalia lainnya, karena
sisik yang menutupi seluruh bagian dorsal tubuhnya, memiliki ekor panjang yang
dapat digunakan untuk berpegangan serta mimiliki lidah yang panjang sehingga
membuatnya lebih mirip reptil dari pada mamalia. Trenggiling juga tidak
memiliki gigi seperti halnya unggas. Menurut Attenboroug (2007) panjang tubuh
trenggiling bisa mencapai 65 cm, berat tubuhnya bisa mencapai 10 kg dan
penjuluran lidahnya bisa mencapai 56 cm. Trenggiling memiliki cakar yang
panjang terutama pada bagian kaki depan yang memungkinkannya mengoyak
sarang semut dan rayap. Trenggiling umumnya hidup nokturnal atau aktif pada
malam hari, dan menggali lubang di bawah tanah untuk membuat sarang tempat
tinggalnya.
Hati merupakan kelenjar terbesar pada suatu mahluk hidup. Hati berperan
dalam proses metabolisme tubuh dan proses pencernaan tertentu. Fungsi dasar hati
dapat dibagi dalam : (1) Fungsi vascular untuk menyimpan dan filtrasi darah, (2)
Fungsi sekresi untuk mensekresikan cairan empedu ke dalam saluran cerna dan
(3) Fungsi metabolik yang berkaitan dengan sebagian besar sistem metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein di dalam tubuh, serta menyimpan vitamin dan zat
besi. Pada metabolisme karbohidrat, hati melakukan fungsi yang spesifik yaitu :
Menyimpan glikogen, perubahan galaktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis dan
pembentukan banyak senyawa kimia penting dari hasil antara metabolisme
karbohidrat (Guyton 1990).
Gambaran morfologi hati hewan domestik telah banyak dilaporkan, tetapi
studi serupa pada satwa-satwa liar, khususnya trenggiling belum dilakukan.
Sedangkan data morfologi hati penting untuk dapat memberikan pengertian yang
lebih baik mengenai beberapa fungsi atau kerja alat pencernaan pada spesies yang
bersangkutan. Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran morfologi hati
trenggiling secara makroskopis mencakup bentuk, ukuran dan keadaan lobulasi
maupun mikroskopis meliputi gambaran histologi sel-sel di dalam hati dan
kantung empedu.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar
mengenai morfologi hati trenggiling dan sel-sel penyusunnya, serta untuk
menambah data biologi mengenai morfologi hati satwa liar di Indonesia,
khususnya trenggiling (M. javanica).
TINJAUAN PUSTAKA
Trenggiling
Di Indonesia trenggiling (Manis javanica) tersebar di pulau Sumatera,
jawa, Kalimantan dan beberapa pulau kecil di kepulauan Riau, Pulau Lingga,
Bangka, Belitung, Nias, Pagai, Pulau Natuna, Karimata, Bali dan Lombok (Corbet
dan Hill 1992).
Nama trenggiling atau pangolin berasal dari kata “gulling” yang berarti
bentuk bantal silinder, melingkar dan berguling seperti bola pada posisi bertahan
(Lekagul dan Mc Neely 1977; Rahm 1990). Trenggiling merupakan mamalia yang
hidup di dataran rendah, memakan semut dan rayap, tidak memiliki gigi seperti
halnya unggas. Adapun tubuh bagian dorsalnya tertutup sisik, memiliki cakar dan
lidah yang panjang sehingga membuatnya lebih mirip reptilia dari pada mamalia
(Stone 1990; Nowak 1997). Hal inilah yang membuat trenggiling menjadi
mamalia yang unik dan menarik untuk diteliti.
Trenggiling termasuk kedalam ordo Pholidota (hewan bersisik) yang
hanya memiliki satu famili yaitu manidae dengan satu genus Manis (Lekagul dan
Mc Neely 1977; Cobet dan Hill 1992; Rahm 1990; Nowak 1997). Terdapat tujuh
spesies yaitu empat spesies tersebar di Afrika (M. tricupis, M. tetradactyla,
M. gigantea dan M. temmincki) dan tiga spesies tersebar di Asia (M. javanica,
M. crassicaudata dan M. pentadactyla) (Rahm 1990). Tetapi menurut Gaubert
dan Antunes (2005) terdapat satu spesies lain yang ada di Palawan, yaitu Manis
culionensis. Sebelumnya spesies ini dianggap sebagai spesis M. javanica, tetapi
morfologi spesies ini menunjukkan beberapa perbedaan dengan M. javanica.
Hati
Organogenesis merupakan proses pembentukan organ-organ atau alat
tubuh. Secara umum organ pencernaan dan pernapasan diturunkan dari lapisan
endoderm. Kedua organ ini berasal dari usus primitif yang terdiri dari tiga daerah
yaitu : usus depan (Fore gut), usus tengah (Mid gut) dan usus belakang (Hind gut).
Usus primitif kemudian membentuk tunas-tunas tyroid, hati, kantung empedu dan
pankreas.
Tunas hati muncul dari usus depan bagian distal dan berproliferasi
menembus septum transversum, suatu lempeng mesoderm yang terletak diantara
rongga perut dan rongga dada. Tunas hati ini juga membentuk tunas empedu,
dekat permuaraannya saluran hati (ductus hepaticus) dan saluran empedu (ductus
cysticus) bersatu membentuk ductus choledochus yang bermuara ke duodenum.
Sel-sel epitel hati akan bercampur dengan vena vitelin dan vena umbilicus
membentuk sinusoid hati. Kemudian sel-sel epitel hati tersebut membentuk
hepatosit dan jaringan yang melapisi empedu. Sedangkan sel-sel hemopoetik
(pembentuk sel darah), sel-sel Kupffer dan jaringan ikat berasal dari septum
transversum (mesoderm). Selain fungsi hati seperti pada hewan dewasa, hati fetus
memiliki fungsi sebagai pembentuk sel-sel darah (hemopoetik). Fungsi ini
kemudian berangsur-angsur berkurang menjelang kelahiran (Djuwita et al. 2000).
Pada setiap spesies hewan posisi hati di ruang abdomen maupun
lobulasinya bervariasi. Akan tetapi hati selalu terletak di kaudal diafragma.
Menurut Chairani (1998) pada kelelawar insektivora Scotophilus kuhlii posisi hati
mengarah cranioventrad, melintang dari kiri ke kanan dan menutupi sebagian
besar lambung dan duodenum. Gambaran ini sama dengan hati tupai Jawa Tupaia
javanica (Gustina 1999). Sedangkan menurut Dyce (2003), posisi hati di ruang
abdomen pada beberapa hewan lainnya adalah sebagai berikut : Anjing terletak
dibagian median tubuh, babi dan kuda sebagian besar terletak di sebelah kanan
tubuh. Sedangkan pada sapi hati cenderung terletak di sebelah kanan. Hal ini
karena lambung mendorong hati ke bagian kanan tubuh (Gambar i).
Gambar i Posisi hati di ruang abdomen beberapa hewan: Anjing (A), Babi
(B),Kuda (C) dan Sapi (D).
Pada ruminansia hati terdiri dari empat lobus yaitu lobus sinister, lobus
quadratus, lobus dekster dan lobus kaudatus (Getty 1975). Menurut Chairani
(1998) hati S. kuhlii terdiri dari lima lobus, yaitu lobus sinister, lobus quadratus,
lobus dekster, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Gambaran ini mirip dengan
hati T. javanica (Gustina 1999). Sedangkan pada anjing hati terdiri dari tujuh
lobus, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus
dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris (Getty
1975). Lobus sinister merupakan lobus terbesar pada ruminansia (Getty 1975),
S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999). Lobus terbesar kedua
adalah lobus quadratus yang berada di antara lobus sinister dan lobus dekster.
Pada manusia lobus quadratus adalah nama lain dari lobus dekster sentralis (Getty
1975). Menurut Carola et al. (1976), lobus quadratus di batasi oleh kantung
empedu di sebelah kanan dan ligamentum teres di sebelah kiri. Sedangkan
menurut Getty (1975), lobus quadratus terletak di bawah lekukan portal dan
berada di sebelah kiri dari kantung empedu dan ductus cysticus. Lobus terbesar
ketiga adalah lobus dekster, pada bagian kaudal lobus dekster terdapat lobus
kaudatus yang memiliki lekukan (impressio renalis) akibat tekanan dari ginjal
kanan yang merupakan ciri dari lobus kaudatus. Pada hati anjing (Getty 1975),
terdapat lobus papillaris yang merupakan lobus tambahan dan merupakan bagian
dari lobus kaudatus yang dipisahkan oleh lekukan sekunder. Gambaran ini sama
dengan hati S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999).
Berdasarkan jenis pakannya, hewan dapat dikelompokan sebagai berikut :
Herbivora, omnivora dan karnivora. Persentase berat hati dari masing-masing
kelompok hewan tersebut adalah sekitar 1%, 2-2,5% dan 3% dari berat badan.
Karnivora mengkonsumsi protein dan lemak relatif lebih tinggi dibandingkan
herbivora dan omnivora. Karena konsumsi protein dan lemak yang tinggi pada
karnivora, maka dibutuhkan tempat yang cukup besar untuk dapat melakukan
metabolisme tersebut. Diduga karena alasaan tersebut menyebabkan persentase
berat hati dibanding berat badan pada karnivora relatif lebih besar dibanding
hewan lain. Menurut Getty (1975), berat hati kuda sekitar 5 kg, kuda beban 9 kg,
sapi 4,5-5,5 kg dan domba 550-700 gram. Berat ini bila dikonversikan dengan
berat badan rata-rata masing-masing spesies tersebut adalah sekitar 1%.
Persentase berat hati terhadap berat badan pada beberapa hewan lainnya adalah
sebagai berikut : Anjing sekitar 3% (Getty 1975), kelelawar pemakan serangga
S. kuhlii sekitar 3,5% (Chairani 1998) dan tupai T. javanica yang juga pemakan
serangga sekitar 2,8 - 3,8% (Gustina 1999). Sedangkan pada manusia persentase
berat hati adalah sekitar 2 - 2,5% (Warwick dan Williams 1973).
Salah satu fungsi hati adalah melakukan proses metabolisme protein.
Fungsi metabolisme protein yang penting di dalam hati antara lain : Deaminasi
asam amino, pembentukan urea untuk pembuangan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma dan interkonversi berbagai asam amino dan senyawa
lain yang penting pada proses metabolisme tubuh (Guyton 1990).
Sel hati atau hepatosit merupakan sel-sel yang berbentuk poligonal
(Trautmann dan Fiebiger 1957; Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995).
Batas antara sel hepatosit hati S. kuhlii cukup jelas (Chairani 1998), gambaran ini
mirip dengan hepatosit T. javanica (Gustina 1999), namun tidak sejelas hepatosit
domba dan babi (Dellmam dan Brown 1993), inti sel atau nukleus hepatosit relatif
besar, berbentuk bulat dan berada di tengah. Sel hepatosit dapat memiliki lebih
dari satu inti. Jumlah inti yang lebih dari satu ini dapat disebabkan oleh
pembagian sitoplasma yang tidak sempurna setelah terjadi pembelahan inti atau
karena adanya kemampuan hepatosit untuk mengadakan regenerasi sel ketika
terjadi kematian sel akibat hepatotoksik atau karena penyakit (Trautmann dan
Fiebiger 1957; Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995).
Pada mamalia, umumnya hepatosit memiliki sitoplasma yang bersifat
asidofilik serta mengadung butiran-butiran dan vakuola-vakuola kosong dengan
ukuran bervariasi yang diduga sebagai endapan lemak (Trautmann dan Fiebiger
1957; Dellman dan Brown 1993; Ross et al. 1995). Dengan pewarnaan
Hematoksilin eosin (HE) sitoplasma terlihat mengambil warna merah cerah.
PAS merupakan salah satu metode untuk mendeteksi karbohidrat yang
bersifat netral (Kiernan 1990). Dengan pewarnaan PAS, dapat terlihat bahwa
butir-butir sitoplasma pada hepatosit mengambil warna merah keunguan. Menurut
Guyton (1990) dan Ross et al. (1995), lemak-lemak disintesis di dalam hati dan
ditransfer dalam bentuk lipoprotein, sedangkan protein yang disintesis di dalam
hati adalah protein plasma. Kedua protein ini bereaksi negatif terhadap pewarnaan
PAS. Menurut Kiernan (1990), pewarnaan AB digunakan untuk mendeteksi
mukopolisakarida yang bersifat asam, yang umumnya dihasilkan oleh sel-sel
kelenjar pada saluran pencernaan.
Celah diantara sel-sel hepatosit mengandung kapiler yang disebut
sinusoid, sinusoid mengalirkan darah dari saluran portal mencapai vena sentralis.
Secara umum menurut Dellman dan Brown (1993), sinusoid hati adalah kapiler
yang membawa darah dari arteri hepatika lobularis dan vena porta ke dalam vena
sentralis. Sinusoid hati dimulai dari sebuah perifer lobulus, berakhir di pusat
lobulus yaitu ke dalam vena sentralis. Sinusoid hati merupakan pembuluh yang
melebar secara tidak teratur (Junqueira et al. 1998). Sinusoid dilapisi secara tidak
kontinyu oleh sel-sel endotel dan pada celah-celahnya terdapat sel Kupffer yang
berfungsi sebagai sel fagositik. Sel Kupffer memiliki inti berbentuk oval dengan
ukuran yang lebih kecil dan warna yang lebih pekat dibandingkan dengan inti sel
hepatosit. Sitoplasma sel Kupffer relatif lebih gelap, karena berfungsi sebagai
makrofag. Sitoplasma sel Kupffer berisi butiran asing dan inklusi yang berupa
pecahan eritrosit di dalam hati (Frandson 1981; Ross et al. 1995).
Kantung Empedu
Semua jenis ternak kecuali kuda, memiliki kantung empedu. Cairan
empedu dikeluarkan dari hati melalui saluran empedu yang kemudian diteruskan
menuju bagian kranial duodenum (Frandson 1981).
Pakan yang masuk ke usus kecil, terutama yang mengandung konsentrasi
lemak tinggi, mengakibatkan pengeluaran hormon yang disebut kolesitokinin dari
mukosa usus kecil. Kolesitokinin akan diabsorpsi ke dalam darah, dan sewaktu
mengalir ke kantung empedu akan mengakibatkan kontraksi khusus dari otot
kantung empedu. Hal ini akan menghasilkan tekanan yang mendorong cairan
empedu ke arah duodenum (Guyton 1990).
Kantung empedu pada mamalia umumnya merupakan suatu kantung yang
terletak pada fossa fellea, yaitu antara lobus dekster dan lobus quadratus. Bagian
leher kantung empedu pada domba (Getty 1975) membersit ductus cysticus yang
selanjutnya bergabung dengan ductus hepaticus dan membentuk duktus
choledocus. Duktus choledocus bergabung dengan duktus pankreaticus dan
bermuara ke duodenum pada jarak sekitar 0,5-1 cm dari pangkal duodenum. Pada
umumnya, bila dilihat secara mikroskopis semakin besar diameter suatu duktus
maka tinggi epitelnya akan semakin meningkat dan menjadi silindris pada duktus
hepatikus (Dellman dan Brown 1993).
Dinding kantung empedu mamalia umumnya terdiri tiga lapisan, yaitu
lapis mukosa, lapis otot polos dan lapis serosa (Getty 1975; Dellman dan Brown
1993; Junqueira 1998). Lapisan otot polos kantung empedu karnivora, terutama
anjing terlihat jelas terdapat dua macam lapisan otot, yaitu lapisan otot
longitudinal dan lapisan otot sirkuler (Trautmann dan Fiebiger 1957). Struktur
lapisan otot pada kantung empedu karnivora memiliki lapisan otot paling tipis,
sedangkan lapisan otot paling tebal terdapat pada sapi (Dellman dan Brown 1993).
Pada T. javanica lapisan otot polos kantung empedu tidak begitu tebal, terlihat
dua macam lapisan otot yaitu lapisan longitudinal dan lapisan sirkuler (Gustina
1999). Sedangkan lapisan otot polos kantung empedu S. kuhlii sangat tipis
(Chairani 1998).
Menurut Dellman dan Brown (1993), dinding kantung empedu mamalia
tidak memiliki lamina muskularis mukosa, sehingga lamina propia bercampur
dengan lapisan sub mukosa tanpa batas yang jelas.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2006 - Agustus 2007, di
Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi,
Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel organ yang berasal
dari tiga ekor M. javanica yang telah digunakan dalam penelitian disertasi Nisa’
(2005) yang telah difiksasi dalam larutan Bouin dan disimpan dalam alkohol
70%.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%,
80%, 90%, 95%,100%, silol, parafin p.a (56 - 580C), zat-zat warna Hematoksilin
eosin (HE), Masson’s trichrome (ponceau, acid fuchsin, orange-G, dan
phosphotungstic), Periodic Acid Schiff (PAS), Alcian blue (AB) dan larutan resin
(Entelan®, Merck).
Peralatan yang digunakan ialah peralatan bedah, perlengkapan
labolatorium histologi, mikroskop dan peralatan fotografi.
Metode
Pengamatan Makroskopis
Organ hati M. javanica dikeluarkan dari larutan alkohol 70% kemudian
diamati bentuknya dan dilakukan pengukuran terhadap berat, panjang, lebar dan
ketebalan tiap-tiap lobus hati. Berat hati ditimbang dengan timbang digital
(Ohauss). Panjang hati diukur berdasarkan sumbu memanjang dari keseluruhan
lobus hati. Lebar hati diukur pada bagian yang paling lebar dari masing-masing
lobus hati. Serta tebal hati yang diukur pada bagian yang paling tebal dari
keseluruhan lobus hati. Setelah pengukuran selesai, kemudian dilakukan
pemotretan dengan menggunakan kamera Nikon A95.
Pengamatan Mikroskopis
Untuk melakukan pengamatan mikroskopis potongan organ diproses
secara standar histologi sampai menjadi blok jaringan. Organ hati dari masing-
masing lobus dipotong sebesar kira-kira 1x0,5 cm, kemudian potongan organ
didehidrasi untuk menarik air dari jaringan menggunakan larutan alkohol
konsentrasi bertingkat 70% (24 jam), 80% (24 jam), 90% (12 jam), 95% (12 jam),
absolut I (6 jam), absolut II (6 jam), absolut III (6 jam). Kemudian dilakukan
penjernihan (clearing) dengan menggunakan silol. Pengulangan sebanyak 3x (silol
I, II, dan III) masing-masing selama 30 menit diharapkan akan menyempurnakan
proses penjernihan dan mengisi bagian-bagian jaringan atau sel. Setelah itu
dilakukan proses infiltrasi dengan parafin cair I, II dan III di dalam inkubator
parafin yang dimaksudkan untuk penyempurnaan proses infiltrasi. Setelah
infiltrasi sempurna, selanjutnya dilakukan penanaman (embedding) jaringan untuk
dijadikan blok parafin. Blok parafin dilekatkan pada potongan kayu dan disayat
dengan mikrotom rotary dengan ketebalan 5 µm. Pemotongan awal (trimming)
dilakukan sampai sayatan mencapai jaringan secara utuh. Hasil sayatan kemudian
dilekatkan pada gelas obyek bersih yang sudah dipersiapkan dan direndam dalam
alkohol 70%. Hasil sayatan diberi label, diletakkan dalam slide plate dan
diinkubasi di dalam inkubator 37 - 400C selama satu malam, dan selanjutnya
dilakukan pewarnaan HE untuk mengamati struktur umum hati dan kantung
empedu, pewarnaan AB dan PAS untuk mengamati kandungan karbohidrat asam
dan netral serta pewarnaan Masson’s trichrome untuk melihat jaringan ikat
kolagen.
Pengamatan struktur umum hati meliputi lobulasi hati, bentuk sel hati,
sitoplasma sel hati, macam-macam sel yang ditemukan dalam hati serta sinusoid
hati. Pengamatan struktur kantung empedu, meliputi pengamatan terhadap
lapisan-lapisan dinding kantung empedu, bentuk sel dan bentuk penjuluran
mukosa.
HASIL PENELITIAN
Pengamatan Makroskopis
Hasil pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa hati M. javanica
berbentuk semilunar, dengan permukaan diafragmatika yang sangat cembung dan
permukaan viseralis yang sangat cekung (Gambar 2). Hati M. javanica dipisahkan
oleh tiga incisura interlobularis menjadi tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateral,
lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster lateral,
lobus kaudatus dan lobus papillaris. Lobus sinister lateral merupakan lobus
terbesar pada M. javanica. Lobus terbesar kedua adalah lobus quadratus yang
berada diantara lobus sinister medial dan lobus dekster medial. Lobus ini
dipisahkan dari lobus sinister medial oleh incisura interlobaris disebelah kiri dan
disebelah kanan ditandai dengan kantung empedu.
Lobus terbesar ketiga adalah lobus dekster lateral. Pada bagian kaudal
lobus dekster lateral terdapat lobus kaudatus yang memiliki lekukan terdalam
(impressio renalis). Pada salah satu sampel hati M. javanica terdapat batas yang
jelas antara lobus dekster lateral dengan lobus kaudatus (Gambar 2B). Akan tetapi
pada dua sampel lainnya tidak terdapat batas yang jelas antara kedua lobi tersebut.
Lobus papillaris berbentuk penjuluran kecil.
Kantung empedu M. javanica merupakan suatu kantung yang terletak
pada fossa vesica fellea, yaitu antara lobus dekster medial dan lobus quadratus.
Pada M. javanica kantung empedu umumnya mencapai margo ventralis hati.
Ukuran hati M. javanica relatif besar bila dibandingkan dengan berat tubuhnya.
Berat hati M. javanica adalah 66,66 - 70,00 gram, dengan rata-rata (2,4 ± 0,60)%
berat badan (Tabel 1). Tabel 1. Persentase berat hati dibanding berat badan M. javanica
No Jenis kelamin
Berat badan (gram)
Berat hati (gram)
% Berat hati
1. ♀ 3200 67,11* 2,11 2. ♂ 3700 70,00* 1,90 3. ♂ 2200 66,66* 3,05
Rata-rata 3033,33±763,76 67,92±1,81 2,40±0,60
Keterangan: * Pengukuran berat dilakukan setelah organ difiksasi
Gambar 2 Morfologi hati trenggiling (M. javanica) secara makroskopis berbentuk
semilunar dengan permukaan diagfragmatika yang sangat cembung (A) dan permukaan visceralis yang sangat cekung (B). Hati terdiri dari tujuh lobi, yaitu lobus sinister lateralis (a), lobus sininster medial (b), lobus quadratus (c), lobus dekster medial (d), lobus dekster lateral (e), lobus kaudatus (f), lobus papillaris (g), kantung empedu (h), Impressio renalis (i) merupakan lekukan terdalam pada lobus kaudatus, ligamentum falciformis (anak panah) berkembang subur, Vena cava posterior (kepala anak panah), dan Daerah porta hepatis (lingkaran). (Bar = A dan B = 1 cm).
Lobus Rata-rata
Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm) A 5,5 ± 4,7 ± 2,2 ± B 3,0 ± 1,8 ± 1,4 ± C 4,7 ± 4,0 ± 2,1 ± D 3,1 ± 1,2 ± 1,3 ± E 3,6 ± 3,5 ± 2,0 ± F 2,0 ± 2,5 ± 1,5 ±
G 1,2 ± 2,0 ± 1,0 ±
Keterangan :
A : Lobus sinister lateral
B : Lobus sinister medial
C : Lobus quadratus
D : Lobus dekster medial
E : Lobus dekster lateral
F : Lobus kaudatus
G : Lobus papillaris
Pengamatan Mikroskopis
Hati M. javanica memiliki lobulasi yang tidak jelas, Balok-balok sel hati
(hepatosit) tersusun secara radier mengelilingi vena sentralis. Semakin ke bagian
tepi dari lobulus, alur hepatosit semakin tidak radier dan tidak teratur. Alur
hepatosit kembali radier untuk membentuk lobulus yang lainnya (Gambar 3).
Hepatosit M. javanica berbentuk poligonal, dengan deretan hepatosit
mempunyai batas antar sel yang cukup jelas (Gambar 3). Inti hepatosit atau
nukleus M. javanica relatif besar, berbentuk bulat dan berada di tengah. Sebuah
hepatosit dapat memiliki 1 - 2 buah nukleus dan masing-masing nukleus dapat
juga memiliki 1 - 2 buah nukleolus.
Sitoplasma hepatosit M. javanica bersifat asidofilik mengadung butiran-
butiran dan vakuola-vakuola kosong yang diduga sebagai endapan lemak. Dengan
pewarnaan Hematoksilin eosin (HE) sitoplasma terlihat mengambil warna merah
cerah (Gambar 4).
Gambar 3 Gambaran mikroskopis lobulasi hati M. javanica. a. Vena sentralis; b.
Daerah trias hepatica terletak diantara tiga vena sentralis; c. Balok hepatosit membentuk alur radier, semakin ketepi bagian alur radier hepatosit semakin tidak jelas. (Pewarnaan HE, bar = 50 µm).
Sinusoid M. javanica berliku-liku dan tidak teratur yang membentuk alur
radier dalam lobulus, serta memisahkan deretan balok hati yang satu dengan yang
lainnya (Gambar 4). Pada dinding sinusoid M. javanica terdapat sel Kupffer yang
memiliki inti berbentuk oval dengan ukuran yang lebih kecil serta warna yang
lebih pekat bila dibandingkan dengan inti sel hepatosit.
Gambar 4 Gambaran mikroskopis hati M. javanica. a. Vena sentralis; b. Sinusoid;
c. Hepatosit dengan inti 1-2 buah; d. Butiran sitoplasma yang mengambil warna merah; e. Sel endotel; Sel Kupffer yang berwarna lebih gelap dari pada inti hepatosit (anak panah); Vakuola yang mengandung lemak dan protein (kepala anak panah). (Pewarnaan HE, bar A= 30µm dan B= 50µm).
Pada hati M. javanica gambaran epitel mukosa duktus empedu
interlobularis adalah berbentuk kubus dengan inti bulat dan terletak di basal
(Gambar 5). Duktus ini merupakan salah satu unsur trias hepatica. Kearah
kantung empedu bentuk sel epitel semakin mendekati bentuk silindris sebaris.
Gambar 5 Daerah trias hepatica diantara lobulus hati M. javanica. a. Vena
interlobularis; b. Arteri interlobularis; c. Duktus empedu interlobularis dengan sel-sel epitel berbentuk kubus; d. Vena sentralis.(Pewarnaan A = HE, B = Masson’s trichrome, bar A dan B = 50 µm).
Dengan pewarnaan Alcian blue (AB), memperlihatkan hasil negatif pada
sitoplasmanya (Gambar 6A). Sedangkan dengan pewarnaan periodic acid Schiff
(PAS), butir-butir sitoplasma hepatosit menunjukkan reaksi positif dengan
memperlihatkan warna merah keunguan (Gambar 6B).
Gambar 6 Gambaran mikroskopis hati M. javanica. a. Hepatosit; b. Inti hepatosit;
butir-butir sitoplasma yang bereaksi positif terhadap pewarnaan PAS dengan mengambil warna merah keunguan (anak panah). (Pewarnaan A = Alcian blue, B = Peiodic acid Schiff, bar = A dan B = 20µm).
Dinding kantung empedu M. javanica terdiri dari tiga lapisan, yaitu
lapisan mukosa, lapisan otot polos dan lapisan serosa. Mukosa dinding kantung
empedu M. javanica membetuk lipatan-lipatan kearah lumen, dengan ketinggian
yang tidak sama. Pada bagian pangkal kantung empedu lipatan mukosa cukup
tinggi dan rapat, namun semakin ke ujung lipatan semakin rendah dan renggang.
Permukaan mukosa kantung empedu M. javanica mempunyai sel epitel
berbentuk epitel silindris sebaris dengan inti yang terdapat dibagian membran
basal. Lapisan propia berupa jaringan ikat yang tipis dengan pembuluh-pembuluh
darah. Pada M. javanica lapisan otot polos kantung empedu tidak begitu tebal,
namun dengan pewarnaan Masson’s trichrome terlihat dua macam lapisan otot,
yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler (Gambar 7).
Gambar 7 Dinding kantung empedu hati M. javanica. a. Epitel silindris sebaris
dengan inti terletak di basal; b. Lamina propia yang mengambil warna hijau; c. Lapisan otot polos sirkuler; d. Lapisan otot polos longitudinal; e. Lapisan serosa. f. Pembuluh darah; g. Lumen (Pewarnaan Masson’s trichrome, bar A= 50 μm dan B = 20 μm).
PEMBAHASAN
Pengamatan Makroskopis
Hasil pengamatan secara makroskopis memperlihatkan bahwa hati
M. javanica berbentuk semilunar dan berukuran relatif besar. Bentuk semilunar
hati M. javanica mirip dengan bentuk hati anjing (Getty 1975), S. kuhlii (Chairani
1998) dan T. javanica (Gustina 1999). Permukaan hati M. javanica dibagi atas
dua bagian, yaitu facies diafragmatica yang berbatas dengan permukaan
diafragma dan facies visceralis yang berbatasan dengan organ-organ viscera.
Permukaan diafragmatika berbentuk cembung sesuai dengan kelengkungan dari
diafragma dan dinding ventral abdomen tempat hati melekat.
Pada bagian cranial permukaan diafragmatika terdapat ligamentum
falciformis yang berfungsi untuk menghubungkan hati dengan diafragma di ruang
abdomen. Pada posisi bertahan.M. javanica sering kali melingkarkan tubuhnya
dan berguling seperti bola (Lekagul dan Mc Neely 1977; Rahm 1990). Sehingga
diperlukan penggantung yang cukup kuat untuk menahan posisi median hati di
ruang abdomen agar tetap melekat pada dinding diafragma. Diduga karena alasan
tersebut menyebabkan ligamentum falciformis pada M. javanica berkembang
subur. Gambaran ini tidak ditemukan pada hati anjing dan ruminansia (Getty
1975), S. kuhlii (Chairani 1998) serta T. javanica (Gustina 1999).
Hati M. javanica dipisahkan oleh tiga incisura interlobularis menjadi tujuh
lobus, yaitu lobus sinister lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus
dekster medial, lobus dekster lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Sama
seperti pada anjing (Getty 1975), lobus sinister lateral merupakan lobi yang paling
besar. Lobi terbesar kedua adalah lobus quadratus yang berada diantara lobus
sinister medial dan lobus dekster medial. Pada manusia lobus quadratus adalah
nama lain dari lobus dekster sentralis (Getty 1975). Lobus quadratus M. javanica
dipisahkan dari lobus sinister medial oleh incisura interlobaris di sebelah kiri dan
di sebelah kanan ditandai dengan lekukan yang dalam sebagai tempat kantung
empedu. Menurut Carola et al. (1976), lobus quadratus dibatasi oleh kantung
empedu di sebelah kanan dan ligamentum teres di sebelah kiri. Menurut Getty
(1975), lobus qudaratus terletak di bawah lekukan portal dan berada di sebelah
kiri dari kantung empedu dan ductus cycticus. Pada bagian caudal lobus dekster
lateral terdapat lobus kaudatus yang memiliki lekukan terdalam (impressio
renalis) pada permukaan viseralis akibat tekanan dari ginjal kanan yang
merupakan ciri khas dari lobi tersebut.
Pada salah satu sampel hati M. javanica terdapat batas yang jelas antara
lobus dekster lateral dengan lobus kaudatus. Akan tetapi pada dua sampel lainnya
tidak terdapat batas yang jelas antara kedua lobi tersebut. Hal ini menunjukkan
adanya variasi mofologi batas kedua lobi tersebut.
Lobus papillaris berbentuk penjuluran kecil di bagian medial permukaan
viseralis hati M. javanica dan merupakan bagian dari lobus kaudatus yang
dipisahkan oleh lekukan sekunder. Keberadaan lobus papillaris ditemukan juga
pada hati anjing (Getty 1975), S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina
1999). Seperti pada umumnya mamalia, kantung empedu M. javanica merupakan
suatu kantung yang terletak pada fossa vesica fellea, yaitu antara lobus dekster
dan lobus quadratus (Getty 1975). Posisi kantung empedu ini mirip dengan anjing,
tetapi bedanya ialah pada ukuran panjang kantung empedu. Pada anjing, ujung
kantung empedu biasanya tidak mencapai batas ventral hati. Pada M. javanica
umumnya mencapai margo ventralis hati. Gambaran ini mirip dengan hati
S. kuhlii (Chairani 1998) dan T. javanica (Gustina 1999).
Berat hati M. javanica adalah 66,66 - 70,00 gram atau sekitar 2,4 - 3,0%
dari berat badan. Apabila dibandingkan dengan mamalia lain, maka terlihat bahwa
persentase berat hati M. javanica jika dibandingkan dengan berat badan cukup
tinggi. Menurut Getty (1975), berat hati kuda sekitar 5 kg, kuda beban 9 kg, sapi
4,5 - 5,5 kg dan domba 550 - 700 gram. Berat ini bila dikonversikan dengan berat
badan rata-rata masing-masing spesies tersebut adalah sekitar 1%. Persentase
berat hati terhadap berat badan pada beberapa hewan lainnya adalah sebagai
berikut : Anjing sekitar 3% (Getty 1975), kelelawar pemakan serangga S. kuhlii
sekitar 3,5% (Chairani 1998) dan tupai T. javanica yang juga pemakan serangga
sekitar 2,8 - 3,8% (Gustina 1999). Sedangkan pada manusia persentase berat hati
adalah sekitar 2 - 2,5% (Warwick dan Williams 1973).
Berdasarkan jenis pakannya, hewan dapat dikelompokan sebagai berikut :
herbivora (pemakan tumbuhan), omnivora (pemakan daging dan tumbuhan) dan
karnivora (pemakan daging). Berat hati masing-masing kelompok hewan tersebut
adalah sekitar 1%, 2 - 2,5% dan 3% dari berat badan. Secara lebih spesifik juga
dikenal hewan insektivora (pemakan serangga), piscivora (pemakan ikan) dan
sebagainya. Karnivora mengkonsumsi protein dan lemak relatif lebih tinggi
dibandingkan herbivora dan omnivora. Karena konsumsi protein dan lemak yang
tinggi pada karnivora, maka dibutuhkan tempat yang cukup besar untuk dapat
melakukan metabolisme tersebut. Diduga karena alasaan tersebut menyebabkan
persentase berat hati dibanding berat badan pada karnivora relatif lebih besar
dibanding hewan lain. M. javanica mempunyai persentase berat hati 2,4 - 3,0%.
Persentase ini lebih mendekati karnivoa dan insektivora. M. javanica adalah
pemakan semut dan rayap, hal ini menunjukkan bahwa jenis pakan serangga yang
dikonsumsi oleh M. javanica kemungkinan mempunyai kandungan protein dan
lemak yang tinggi.
Salah satu fungsi hati adalah melakukan sebagian besar metabolisme
tubuh, seperti metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Walaupun
metabolisme lemak dapat berlangsung pada hampir semua sel tubuh, aspek
tertentu dari metabolisme lemak terjadi jauh lebih cepat di dalam hati dari pada di
dalam sel lain. Fungsi terpenting hati pada metabolisme protein adalah :
Deaminasi asam amino, pembentukan urea untuk pembuangan amonia dari cairan
tubuh, pembentukan protein plasma dan interkonversi berbagai asam amino dan
senyawa lain yang penting pada proses metabolisme tubuh (Guyton 1990).
Pengamatan Mikroskopis
Secara mikroskopis, gambaran histologis dari lobulasi hati M. javanica
tidak jelas. Septa interlobularis sangat tipis tidak dapat teramati dengan jelas,
sehingga sulit melihat batas antara lobulus satu dengan yang lainnya.
Balok-balok sel hati atau hepatosit M. javanica tersusun secara radier
mengelilingi vena sentralis. Semakin kearah tepi lobulus, alur hepatosit semakin
tidak radier. Kemudian alur hepatosit kembali radier untuk membentuk lobulus
yang lainnya.
Hepatosit merupakan sel-sel yang berbentuk poligonal (Dellman dan
Brown 1993; Ross et al. 1995). Batas antara sel hepatosit hati M. javanica cukup
jelas. Gambaran ini mirip dengan hepatosit S. Kuhlii (Chairani 1998) dan
T. javanica (Gustina 1999), namun tidak sejelas hepatosit hati domba dan babi
(Dellmam dan Brown 1993), inti sel atau nukleus hepatosit relatif besar,
berbentuk bulat dan berada di tengah. Sebuah hepatosit dapat memiliki 1 - 2 buah
nukleus dan masing-masing nukleus dapat juga memiliki 1 - 2 buah nukleolus.
Jumlah inti yang lebih dari satu ini dapat disebabkan oleh pembagian sitoplasma
yang tidak sempurna setelah terjadi pembelahan inti atau karena adanya
kemampuan hepatosit untuk mengadakan regenerasi sel ketika terjadi kematian sel
akibat hepatotoksik atau karena penyakit (Ross et al. 1995).
Sitoplasma hepatosit M. javanica bersifat asidofilik mengadung butiran-
butiran dan vakuola-vakuola kosong yang diduga sebagai endapan lemak.
Gambaran ini sama seperti hepatosit mamalia pada umumnya (Dellman dan
Brown 1993; Ross et al. 1995). Dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)
sitoplasma terlihat mengambil warna merah cerah.
Pada hepatosit M. javanica ditemukan butir-butir sitoplasma yang bereaksi
positif terhadap pewarnaan PAS. PAS merupakan salah satu metode untuk
mendeteksi karbohidrat yang bersifat netral (Kiernan 1990). Dengan pewarnaan
PAS, dapat terlihat bahwa butir-butir sitoplasma tersebut mengambil warna merah
keunguan. Menurut Guyton (1990) dan Ross et al. (1995), lemak-lemak disintesis
di dalam hati dan ditransfer dalam bentuk lipoprotein, sedangkan protein yang
disintesis di dalam hati adalah protein plasma. Kedua protein ini bereaksi negatif
terhadap pewarnaan PAS. Dengan pewanaan Alcian blue (AB) pH 2,5
menunjukkan hasil negatif. AB digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida
yang bersifat asam (Kiernan 1990) yang umumnya terdapat pada saluran
pencernaan terutama usus.
Celah diantara sel-sel hepatosit disebut sinusoid, sinusoid M. javanica
berliku-liku dan tidak teratur yang meneruskan alur radier dalam lobulus, serta
memisahkan deretan balok hati yang satu dengan yang lainnya. Menurut Dellman
dan Brown (1993), sinusoid hati merupakan kapiler darah yang membawa darah
dari arteri hepatika interlobularis dan vena porta ke dalam vena sentralis. Pada
dinding sinusoid M. javanica terdapat sel Kupffer yang merupakan ciri khas dari
sinusod hati (Ross et al. 1995). Sel Kupffer memiliki inti berbentuk oval dengan
ukuran yang lebih kecil dan warna yang lebih pekat dibandingkan dengan inti sel
hepatosit. Sitoplasma sel Kupffer relatif lebih gelap, karena berfungsi sebagai
makrofag. Sitoplasma sel Kupffer berisi butiran asing dan pecahan eritrosit di
dalam hati (Frandson 1981; Ross et al. 1995).
Gambaran histologis epitel mukosa duktus empedu M. javanica sama
seperti mamalia lainnya Pada umumnya, semakin besar suatu duktus tinggi
epitelnya semakin meningkat dan menjadi silindris pada ductus hepaticus
(Dellman dan Brown 1993).
Mukosa dinding kantung empedu M. javanica membentuk penjuluran
menyerupai vili usus. Pada bagian pangkal kantung empedu penjuluran mukosa
cukup tinggi dan rapat, namun semakin ke ujung penjuluran tersebut semakin
pendek dan renggang. Hal ini sebabkan karena kantung empedu dibagian ujung
terisi penuh cairan empedu, sehingga dinding kantung empedu menjadi teregang
dan penjuluran mukosa menjadi terlihat pendek dan renggang. Lapisan epitel
mukosa terdiri atas barisan sel silindris sebaris dengan inti sel terletak dibasal.
Dinding kantung empedu M. javanica terdiri tiga lapisan, yaitu lapis
mukosa, lapis otot polos dan lapis serosa. Gambaran ini sama seperti dinding
kantung empedu mamalia lainnya (Getty 1975; Dellman dan Brown 1993;
Junqueira 1998). Pada M. javanica lapisan otot polos kantung empedu tidak
begitu tebal, namun dengan pewarnaan Masson’s trichrome terlihat dua macam
lapisan otot, yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Keberadaan
kedua lapisan otot polos ini berfungsi untuk memperkuat kontraksi ketika
mensekresikan cairan empedu ke dalam saluran pencernaan. Gambaran ini mirip
dengan struktur lapisan otot pada dinding kantung empedu karnivora, terutama
anjing (Trautmann dan Fiebiger 1957).
KESIMPULAN
Hati M. javanica berbentuk semilunar, dengan permukaan diafragmatika
yang sangat cembung dan permukaan viseralis yang sangat cekung. Serta
dipisahkan oleh tiga incisura interlobularis menjadi tujuh lobi, yaitu lobus sinister
lateral, lobus sinister medial, lobus quadratus, lobus dekster medial, lobus dekster
lateral, lobus kaudatus dan lobus papillaris. Adanya variasi batas antara lobus
dekster lateral dengan lobus kaudatus, ligamentum falciformis yang berkembang
subur dan besarnya persentase perbandingan berat hati dengan berat tubuh serta
bentuk kantung empedu yang mencapai batas tepi hati. Secara mikroskopis
lapisan otot polos pada M. javanica terlihat dua macam lapisan otot, yaitu lapisan
otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui secara spesifik
kandungan senyawa-senyawa kimia seperti, senyawa-senyawa kompleks
karbohidrat, protein dan lemak di hepatosit maupun empedu.
Daftar Pustaka
Attenborough D. 2007. Ecology Asia. http://en.wikipedia.org/wiki/pangolin. [4 Agustus 2007].
Carola R, Harley JP, Noback CR. 1976. Human Anatomy and Physiology. Mc.
Graw Hill Publishing Company. USA. Chairani R. 1998. Morfologi Hati Kelelawar Pemakan Serangga. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. IPB. Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammal of Indomalayan Region: A Systematik
Review. Natural History Museum Publikations, Oxford Univercity Press, New York.
Dellman HD, Brown EM. 1993. Text Book of Veterinary Histology. Lea &
Febiber. Philadelphia. London. Pp : 161-164. Djuwita I, Boediono A, Mohamad K. 2000. Embriologi Organogenesis.
Laboratorium Embriologi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Dyce KM, Sack WO, Wansing CJ. 2003. Text Book of Veterinary Anatomy. 3rd
Edition. Philadelphia : WB. Saunders. Frandson RD. 1981. Anatomy and Physiology of Farm Animals. 3rd Edition. Lea
& Febiger. Philadelphia. London. Getty R. 1975. The Anatomy of the Domestic Animals, 5th edition. W.B Saunders
Company. Philadelphia. London. Gaubert P, Antunes A. 2005. Assesing the Taxonomic Status of the Palawan
Pangolin Manis culionensis (Pholidota) Using Discrete Morfological Characters. Jurnal of Mammalogy, 86 (6): 1068-1074.
Gustina N. 1999. Morfologi Hati Tupai Jawa. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. IPB. Guyton AC. 1990. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Bagian 2. edisi 5. EGC.
Jakarta. Junqueira LC. 1998. Basic Histology. 7th edition. Drawer. L. California. USA. Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods. Theory and Practice.
2rd edition. Pergamon Press. Oxford. Lekagul B, McNeely JA. 1977. Mammals of Thailand. Association for the
Concervation of Wildlife. Sahakarnbhat co., Bangkok.
Nisa’ C. 2005. Morphological Studies of The Stomach of Malayan Pangolin (Manis javanica) [disertasi]. Graduate School Bogor Agricultural University, Bogor .
Nowak RM. 1997. Order pholidota. dalam Walker’s Mammal of the world, 6th ed.
Vol. II, The Jons Hopkins Univercity Press, Baltimore and London, pp. 1239-1242.
Rahm U. 1990. Modern Pangoin. dalam Parker, S. P. (Eds.). Gizimek’s
Encyclopedia of Mammal. Vol. 2. McGraw-Hill Publishing Company, New York. pp. 630-641.
Ross MH, Romrell LJ, Kayne GI. 1995. Histology a Text and Atlas. 3rd ed. A Waverly Company, Tokyo.
Trautmann A, Fiebiger J. 1957. Fundamentals of the Histology of Domestic
Animal. Comstock Publishing Associates. Ithaca. New York. Warwick, R. and PL. Williams. 1973. Grays Anatomy. 35th.British edition. W.B.
Saunders Company. Philadelphia. London.
Lampiran 1
Prosedur Pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)
1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi), diikuti dengan proses
rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit.
2. Pembilasan dengan air mengalir selama 15 menit diikuti dengan
pembilasan dengan akuades selam 5 menit.
3. Perendaman dalam larutan hematoksilin selama 5-7 menit.
4. Pembilasan dengan air mengalir selama 30-60 menit diikuti dengan
pembilasan menggunakan akuades selama 5 menit.
5. Perendaman dalam larutan eosin selama 30 menit.
6. Pembilasan dengan akuades selama 1 menit.
7. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-
100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.
8. Penutupan gelas objek (mounting) dengan gelas penutup (cover glass).
Lampiran 2
Prosedur Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)
1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi) diikuti dengan proses
rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit.
2. Pembilasan denganair mengalir selama 15 menit diikuti dengan
pembilasan menggunakan akuades 5 menit.
3. Perendaman dalam larutan 1% periodic acid selam 10 menit.
4. Pembilasan dengan akuades 3x masing-masing 5 menit.
5. Perendaman dalam larutan reagens Schiff selama 15-30 menit.
6. Perendaman dalam campuranlarutan :
10% sodium bisulfat 10 ml
1 N HCl 10 ml
DW (Aguadest) 200 cc
7. Pembilasan dengan air mengalir selama 10 menit diikuti dengan
pembilasan menggunakan akuades 5-10 menit.
8. Pembilasan dengan larutan hematoksilin beberapa detik.
9. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-
100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.
10. Penutupan gelas objek (mounting) dengan gelas penutup (cover glass).
Lampiran 3
Prosedur Pewarnaan Alcian blue (AB) pH. 2,5
1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi), diikuti dengan proses
rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit.
2. Pembilasan dengan air mengalir selama 15 menit diikuti dengan
pembilasan dengan akuades selam 5 menit.
3. Penurunan pH dengan asam asetat 3% selama 5 menit
4. Perendaman dalam AB pH 2,5 selama 30 menit
5. Pencucian dengan 3% asam asetat sebanyak 3 kali selama masing-masing
5 menit
6. Perendaman dalam DW (aquades) 3 kali selama masin-masing 5 menit
7. Counterstrain (nuclear pastred)
8. Perendaman dalam aquades masing-masing 2 kali selama 5 menit
9. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-
100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.
10. Penutupan gelas objek (mounting) dengan gelas penutup (cover glass).
Lampiran 4
Prosedur Pewarnaan Masson’s trichrome
1. Deparafinasi, air mengalir, dan DW.
2. Pewarnaan Hematoksilin
3. Perendaman dalam air kran sampai warna Hematoksilin berubah menjadi
biru ungu cerah, lalu dicuci dengan DW secukupnya.
4. Pewarnaan dengan Acid Fuchsin + Ponceau 2R selama 10-15 menit
5. Perendaman dalam 1% acetic acid (in DW) beberapa detik.
6. Pewarnaan dengan Orange G + Phosphotungstic acid selama 5 menit.
7. Ulangi no. 5
8. Pewarnaan dengan Light Green Beberapa detik
9. Ulangi no. 5
10. Dehidrasi dengan alkohol absolut 2 x 5 menit
11. Proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.
12. Penutupan gelas objek (mounting) dengan gelas penutup (cover glass)
Lampiran 5
Data ukuran panjang, lebar dan tebal hati M. javanica
1. Lobus sinister lateral
No Jenis
kelamin
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Tebal
(cm)
1. ♀ 5,5 5,0 2,5
2. ♂ 5,5 4,0 2,0
3. ♂ 5,5 5,0 2,0
Rata-rata 5,5 ± 0,0 4,7 ± 0,6 2,2 ± 0,3
2. Lobus snister medial
No Jenis
kelamin
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Tebal
(cm)
1. ♀ 3,2 1,9 1,4
2. ♂ 2,9 1,6 1,1
3. ♂ 2,9 2,0 1,7
Rata-rata 3,0 ± 0,2 1,8 ± 0,2 1,4 ± 0,3
3. Lobus quadratus
No Jenis
kelamin
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Tebal
(cm)
1. ♀ 4,0 3,8 2,5
2. ♂ 5,0 3,5 2,0
3. ♂ 5,0 5,0 1,8
Rata-rata 4,7 ± 0,6 4,0 ± 0,8 2,1 ± 0,4
4. Lobus dekster medial
No Jenis
kelamin
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Tebal
(cm)
1. ♀ 2,9 1,3 1,8
2. ♂ 2,8 0,9 0,7
3. ♂ 3,7 1,4 1,7
Rata-rata 3,1 ± 0,5 1,2 ± 0,3 1,3 ± 0,6
5. Lobus dekster lateral
No Jenis
kelamin
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Tebal
(cm)
1. ♀ 2,0 3,5 2,0
2. ♂ 3,5 2,0 2,0
3. ♂ 4,5 3,5 2,0
Rata-rata 3,6 ± 1,3 3,5 ± 0,9 2,0 ± 0,0
6. Lobus kaudatus
No Jenis
kelamin
Panjang
(cm)
Lebar
(cm)
Tebal
(cm)
1. ♀ 1,1 1,6 1,9
2. ♂ 2,5 2,4 0,7
3. ♂ 2,5 3,5 2,0
Rata-rata 2,0 ± 0,8 2,5 ± 1,0 1,5 ± 0,7