Upload
dinhcong
View
260
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
GAMBARAN PELAKSANAAN SISTEM PELAYANAN PASIEN
RUJUKAN RAWAT JALAN PELAYANAN TINGKAT II PADA
PASIEN PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT AL ISLAM
BANDUNG
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
Laily Rachmayanti
1112101000018
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, 13 September 2017
Laily Rachmayanti, NIM : 1112101000018
Gambaran Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan Pelayanan
Tingkat II Pada Peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017
+ (125) halaman, (2) tabel, (12) bagan, (2) gambar, (7) lampiran
ABSTRAK
Pelayanan rawat jalan merupakan pelayanan pertama sebagai pintu gerbang rumah
sakit, serta memiliki peran penting dalam melayani pasien. Masalah yang ditemukan di
proses pendaftaran dan pada saat proses pelayanan sehingga dapat menimbulkan masalah di
alur proses pelayanan di RSAI Bandung. Oleh karena itu, RSAI Bandung mempunyai
pedoman alur proses pelayanan BPJS rawat jalan, antara lain: proses pendaftaran, pelayanan
poli, pelayanan penunjang, pelayanan obat.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Gambaran Pelaksanaan Sistem Pelayanan
Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun
2017. Penelitian ini dilakukan di Unit Pelayanan Rawat Jalan BPJS RSAI Bandung pada
bulan November-Januari 2017. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain kualitatif
deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan sistem dengan melakukan telaah
dokumen, wawancara mendalam dan observasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa permasalah yang terjadi dari segi Input :
Kualitas SDM yang masih kurang seperti tenaga kesehatan kurang teliti dalam pemeriksaan
berkas seperti petugas salah memberikan SEP atau dokumen dan salah memberikan jadwal
kunjungan pasien, masih adanya keterlambatan pembuatan laporan keuangan, mesin printer
yang dirasa masih kurang untuk menunjang pelayanan dari beberapa peralatan yang sudah
terserdia seperti mesin label dan televisi belum dimaksimalkan utilisasinya, selain itu pada
bagian pelayanan masih belum menggunakan bredging system yang telah disediakan oleh
BPJS untuk mempercepat proses pendaftaran, ketersedianya SOP proses pelayanan di rumah
sakit. Proses : permasalahan yang terjadi pada proses pendaftaran ditemukan masih ada
beberapa SDM belum bekerja sesuai SOP, masih kurangnya informasi yang diberikan oleh
petugas kepada pasian mengenai alur pelayanan sehingga pasien belum mengetahui alur
pelayanan di RSAI Bandung, selain itu proses verifikasi masih dilakukan secara manual dan
belum menggunakan briedging system yang sudah disediakan oleh BPJS dan Output :
dengan melihat masih terdapatnya permasalahan dalam pelayanan baik dari segi input
maupun segi proses pelayanan tersediri berdampak pada pasien RSAI Bandung yang belum
maksimal.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas dapat diberikan masukan, antara
lain : Sebaiknya dilakukan monitoring pada pelayanan kepada petugas di bagian pendaftaran
dan penilaian terkait pengukuran pengetahuan petugas dalam hal alur pelayanan dan
bagaimana implementasinya di lapangan. untuk meningkatkan efisiensi pelayanan di bagian
pendaftaran. Sebaiknya rumah sakit mempertimbangkan untuk menggunakan bridging
system, dan Sebaiknya dilakukan sosialisasi pada pasien melalui media elektronik seperti
televisi, pengeras suara (radio) dan adapun sosialisasi dari media cetak seperti brosur, dan
leaflet yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
Kata Kunci: Proses pelaksanaan pasien rujukan JKN
iii
Daftar Bacaan: 82 (2000-2016)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH DEPARTMENT
HEALTH SERVICES MANAGEMENT
Thesis, September 13rd 2017
Laily Rachmayanti, NIM: 1112101000018
Overview of the Implementation of Service Patient System of Outpatient Referral
Services Level II on BPJS Participants at RSAI Bandung in 2017
+ (125) pages, (2) tables, (12) charts, (2) pictures, (7) attachments
ABSTRACT
Outpatient care is the first service as a hospital gateway, and has an important role in serving
patients. Problems found in the registration process and during the service process so that can lead to
problems in the flow of service process in RSAI Bandung. Therefore, RSAI Bandung has guidelines
for service process of outpatient BPJS, among others: registration process, poly services, support
services, drug services.
The purpose of this research is to know the overview of the implementation of service patient
system of outpatient services level II in patient participant of BPJS at RSAI Bandung in 2017. This
research was conducted at Outpatient Unit of BPJS RSAI Bandung in November – January 2017. This
research is a research with descriptive qualitative design using system approach method by doing
document review, depth interview and observation.
The results showed that the problem occurs in terms of Input: The quality of human
resources are still lacking like health workers are less careful in examining the file, for example, there
is the officer who provide the wrong SEP or documents and gave the wrong information about patient
visits schedule. Then there is the delay in making financial reports and printer machines that are still
lacking to support the services of some equipment that is already available such as label and television
machine that has not been maximized its use. In addition, on the services part has not been using the
bridging system that has been provided by BPJS in order to speed up the registration process, the
availability of SOP service process at the hospital. Process: problems that occur in the registration
process, there are still some human resources who have not worked according to SOP, there is still
lack of information provided by the officer to the patient about the flow of service so that the patients
do not know the flow of service in RSAI Bandung. Besides, the verification process is still done
manually and not using bridging system that has been provided by BPJS and Output: by viewing
there are still problems in the service both in terms of input and in terms of service process itself
impact on RSAI Bandung patients who have not maximized.
Based on the problems above, it can be given input, among others: should be monitored on
services to officers in the registration and assessment related to the measurement of personnel
knowledge in terms of service flow and how its implementation in the field. To improve the efficiency
of services in the registration section, the hospital should consider using a bridging system, and should
be socialized to the patients through electronic media such as television, loudspeakers (radio) and
socialization of print media such as brochures and leaflets which has already provided by hospital.
Keywords: the process of implementing of JKN referral patients
Reading list: 82 (2000-2016)
iv
v
ii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama Lengkap : Laily Rachmayanti
TTL : Pontianak, 12 Maret 1994
Telepon : 085813520355
Alamat : Jln. Tabrani Achmad, Komp Mandau Permai Blok O. 15
Pontianak, Kalimantan Barat
Alamat Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1999-2000 : TK Aisiyah Pontianak
2000-2006 : SD Muhammadiyah 2 Pontianak
2006-2009 : MTS Negeri 1 Pontianak
2009-2012 : SMA Al Masoem Bandung
2012-2017 : Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2009 : Anggota Remaja Islamiyah Pesantren
2014 : Panitia Gathering MPK
2014-2015 : Seksi Acara Seminar Rumah Sakit Syariah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2015 : Panitia Seminar Profesi MPK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kuasa-Nya sehingga proposal skripsi yang
berjudul “Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat
Lanjutan Pada Peserta JKN di RSAI Bandung Tahun 2017” berhasil diselesaikan
tepat pada waktunya. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan skripsi selama pada saat menjadi Mahasiswa di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin penyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga
penulis dapat menyusun laporan magang dengan lancar.
2. Kedua orang tua dan saudaraku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan
dukungan, dorongan semangat, serta selalu memberikan kasih sayangnya yang
tiada henti kepada penulis.
3. Bapak Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph. D. selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku Pembimbing Fakultas yang
telah memberikan arahan serta bimbingannya
6. dr Yuli Prapanca Satar selaku Pembimbing Fakultas yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya
7. Baequni selaku Pembimbing Fakultas yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya
8. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012 khususnya
Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan, terima kasih atas dukungan
semangat dan kebersamaan selama ini.
9. Sahabat yang telah memberikan dukungan dan semangat selama magang.
10. Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung membantu penulis dalam
menyelesaikan penyusunan laporan magang.
v
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca pada umumnya.
Jakarta, September 2017
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul
SKRIPSI .................................................................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................................ii
ABSTRACT ............................................................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................... Error! Bookmark not defined.
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................ Error! Bookmark not defined.
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ....................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. 10
DAFTAR BAGAN ................................................................................................................ 11
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... 1
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ 2
BAB I ....................................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 7
1.4 Tujuan Umum .......................................................................................................... 8
1.4.1 Tujuan Khusus ................................................................................................. 8
1.5 Manfaat .................................................................................................................... 9
1.5.1 Manfaat Bagi RSAI Bandung .......................................................................... 9
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti ....................................................................................... 9
1.5.3 Manfaat Bagi Pembaca .................................................................................... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 10
BAB II .................................................................................................................................... 11
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional ................................................................................. 11
2.1.1 Kepesertaan .................................................................................................... 12
2.1.2 Iuran ............................................................................................................... 12
2.1.3 Manfaat .......................................................................................................... 12
vii
2.1.4 Mekanisme Pelayanan Kesehatan .................................................................. 13
2.2 Pelayanan Kesehatan.............................................................................................. 13
2.3 Rumah Sakit ........................................................................................................... 16
2.6 Fasilitas Kesehatan Rawat Jalan Tindak Lanjutan (FKRTL)................................. 18
2.7 Sistem ..................................................................................................................... 19
2.7.1 Karakteristik Sistem ....................................................................................... 20
2.8 Sistem Administrasi ............................................................................................... 22
2.9 Sistem Rujukan ...................................................................................................... 23
2.9 Prosedur Rujukan ................................................................................................... 29
2.10 Kerangka Teori ...................................................................................................... 33
BAB III .................................................................................................................................. 36
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 36
3.2 Definisi Istilah ........................................................................................................ 37
BAB IV .................................................................................................................................. 40
4.1 Desain Penelitian ................................................................................................... 40
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................. 40
4.3 Informan Penelitian ................................................................................................ 40
4.4 Instrumen Penelitian .............................................................................................. 41
4.5 Sumber Data ........................................................................................................... 41
4.6 Metode Pengumpulan Data .................................................................................... 42
4.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................................. 42
4.7.1 Pengumpulan ......................................................................................................... 43
4.7.2 Reduksi Data ......................................................................................................... 43
4.7.2 Display Data .......................................................................................................... 43
4.7.3 Kesimpulan atau Verifikasi ................................................................................... 43
4.8 Penyajian Data ....................................................................................................... 43
4.9 Validasi Data .......................................................................................................... 44
4.9.1 Triangulasi Sumber ............................................................................................... 44
4.9.2 Triangulasi Metode ............................................................................................... 44
BAB V ................................................................................................................................... 45
5.1 Gambaran Umum RSAI Bandung ......................................................................... 45
5.1.1 Perkembangan RSAI Bandung ...................................................................... 45
5.1.2 Struktur Organisasi RSAI Bandung ............................................................... 48
viii
5.2 Gambaran Umum Rawat Jalan RSAI Bandung ..................................................... 49
5.2.1 Tujuan Pelayanan Umum Rawat Jalan di RSAI Bandung ............................. 49
5.2.2 Ruang Lingkup Pelayanan Rawat Jalan di RSAI Bandung ........................... 50
5.2.3 Loket Pendaftaran Pasien Rawat Jalan di RSAI Bandung ............................. 50
5.2.4 Sarana dan Prasarana di Pendaftaran Rawat Jalan BPJS di RSAI Bandung .. 51
5.3 Karakteristik Informan di RSAI Bandung ............................................................. 51
5.4 Gambaran input meliputi faktor Sumber Daya Manusia, faktor anggaran, faktor
fasilitas, faktor bridging system dan faktor SOP pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung ..... 52
5.4.1 Gambaran input meliputi Tenaga Kesehatan ................................................. 53
5.4.2 Gambaran input meliputi Peralatan Penunjang .............................................. 59
5.4.3 Gambaran input meliputi Anggaran ............................................................... 60
5.4.4 Gambaran input Sistem Verifikasi ................................................................. 62
5.4.5 Gambaran Input Standar Operasional Prosedur (SOP) ....................................... 64
5.5 Gambaran proses meliputi tahap proses pelaksanaan pelaksanaan sistem pelayanan
pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI
Bandung ............................................................................................................................. 66
5.5.1 Tahap Proses Pendaftaran di RSAI Bandung ................................................. 67
5.5.2 Tahap Pemberian Pelayanan Poli ................................................................... 80
5.5.3 Tahap Pemberian Pelayanan Penunjang ........................................................ 84
5.5.4 Tahap Pemberian Pelayanan Pengambilan Obat ............................................ 85
5.6 Gambaran output yang Kesesuaian prosedur pelaksanaan pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di
RSAI Bandung ................................................................................................................... 89
5.7 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (Faktor Tenaga Kesehatan, Faktor
Peralatan Penunjang, Faktor Anggaran, Faktor Sistem Verifikasi, Faktor Standar
Operasional Prosedur) dan proses pelayanan (Tahap Proses Pelaksanaan Sistem Pelayanan
Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS) terhadap output Pasien
terlayani dengan baik di RSAI Bandung. ........................................................................... 92
BAB VI .................................................................................................................................. 95
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 95
6.2 Gambaran input meliputi faktor Sumber Daya Manusia, faktor anggaran, faktor
fasilitas, faktor bridging system dan faktor SOP pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung ..... 95
6.2.1 Gambaran input meliputi Sumber Daya Manusia (SDM) .............................. 96
6.2.2 Gambaran input meliputi Peralatan Penunjang ............................................ 100
ix
6.2.3 Gambaran input meliputi Anggaran ............................................................. 103
6.2.4 Gambaran input Sistem Verifikasi ............................................................... 105
6.2.5 Gambaran input Standar Operasional Prosedur ........................................... 107
6.3 Gambaran proses meliputi tahap proses pelaksanaan sistem administrasi rujukan
rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung ................ 109
6.3.1 Tahap Pendaftaran........................................................................................ 109
6.3.2 Tahap Pemberian Pelayanan Poli ................................................................. 115
6.3.3 Tahap Pemberian Pelayanan Penunjang ...................................................... 116
6.3.4 Tahap Pemberian Pelayanan Pengambilan Obat .......................................... 117
6.4 Gambaran output yang Kesesuaian prosedur pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung ... 119
6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (Faktor Tenaga Kesehatan, Faktor
Peralatan Penunjang, Faktor Anggaran, Faktor Sistem Verifikasi, Faktor Standar
Operasional Prosedur) dan proses pelayanan (Tahap Proses Pelaksanaan Sistem Pelayanan
Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS) terhadap output Pasien
terlayani dengan baik di RSAI Bandung. ......................................................................... 120
BAB VII ............................................................................................................................... 126
7.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 126
7.2 Saran .................................................................................................................... 127
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 129
Lampiran I ........................................................................................................................... 137
Lampiran II .......................................................................................................................... 142
Lampiran III ......................................................................................................................... 143
Lampiran IV ......................................................................................................................... 144
Lampiran V .......................................................................................................................... 183
Lampiran VI ......................................................................................................................... 212
Lampiran VII ........................................................................................................................ 224
10
DAFTAR TABEL
Tabel 5. 1 .............................................................................................................................................. 52
Tabel 5. 2 .............................................................................................................................................. 54
11
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Kerangka Teori 35
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep 37
Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Al Islam Bandung Berdasarkan Surat Keputusan RSAI
KSWI Jawa Barat Nomor : 003YRSI-KSWI/SK/KU.IN/1/2015 ......................................................... 48
Bagan 5. 2 Struktur Organisasi Bidang Pelayanan Umum RSAI Bandung Tahun 2017 ...................... 49
Bagan 5. 3 Pendaftaran Langsung Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung ....... 69
Bagan 5. 4 Pendaftaran Auto Registrasi Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
.............................................................................................................................................................. 70
Bagan 5. 5 Pendaftaran ke Poliklinik melalui via Telephone Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit
Al Islam Bandung ................................................................................................................................. 72
Bagan 5. 6 Pendaftaran ke Penunjang melalui via Telephone Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah
Sakit Al Islam Bandung ........................................................................................................................ 73
Bagan 5. 7 Alur Pendaftaran Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung............... 74
Bagan 5. 8 Alur pelayanan Poli pada Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung .. 81
Bagan 5. 9 Alur Pelayanan Penunjang pada Pasien BPJS Rawat Jalan ................................................ 84
Bagan 5. 10 Alur Pelayanan Pengambilan Obat pada Pasien BPJS Rawat Jalan ................................. 86
1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Alur Pelayanan Kesehatan JKN ........................................................................ 25
Gambar 2. 2 Alur Sistem Rujukan Nasional Pada Banyak Fasilitas Pelayanan Kesehatan . 30
2
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Pedoman Wawancara
Lampiran II Pedoman Observasi
Lampiran III Lembar Telaah Dokumen
Lampiran IV Transkrip Wawancara
Lampiran V Matriks Wawancara
Lampiran VI Matriks Triangulasi
Lampiran VII Dokumentasi Lapangan
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era Jaminan Kesehatan sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan pengobatan. Pelayanan kesehatan secara
berjenjang dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diberikan oleh
Puskesmas, klinik Pratama serta Doker Keluarga atau disebut juga fasilitas kesehatan
primer. Fasilitas kesehatan tingkat kedua pelayanan kesehatan spesialistik oleh
dokter spesialis atau dokter gigi spesialis. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya
dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan klinik utama yang setara, rumah sakit umum dan rumah
sakit khusus. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan
gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis,
dan pertimbangan ketersediaan fasilitas (Abdullah, 2015).
Berdasarkan data BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) per triwulan I
tahun 2015, di Indonesia tercatat terdapat 2.236.379 rujukan dari Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama ke rumah sakit, dari total angka kunjungan peserta BPJS Kesehatan
ke FKTP sebanyak 14.619.528 kunjungan atau sekitar 15,3% rujukan yang diterima
oleh rumah sakit (BPJS Kesehatan, 2015). Sistem rujukan dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
belum maksimal. Hingga triwulan pertama 2015, tercatat 9,5 persen dari total jumlah
pasien yang jadi peserta program ternyata dianggap salah rujukan, yakni berupa
rujukan nonspesialistik yang bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama
(DJSN, 2015).
Keluhan masyarakat dan pasien terkait dengan program JKN oleh BPJS
Kesehatan terjadi hampir tiap hari, seperti keluhan terhadap buruknya pelayanan,
prosedur yang rumit dan harus melalui sistem rujukan yang berjenjang. Sebagian
besar keluhan masyarakat adalah ketidakpahaman atau ketidaktahuan akan sistem,
prosedur, hak, kewajiban serta manfaat program JKN (Maryana, 2016). Selain itu
menurut Situmorang dalam (Syarifah, 2015) bahwa sistem rujukan ini ternyata masih
4
memiliki kendala. Seperti mindset masyarakat yang ingin langsung ke rumah sakit
atau kurangnya sosialisasi pada sejumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FTKP) seperti Puskesmas atau Klinik yang langsung merujuk ke Rumah Sakit.
Menurut Peraturan Menteri Kesehtan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2013, Dalam hal peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan atas indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke
Fasilititas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan Sistem Rujukan
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta
JKN disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara pengobatan
peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
merujuk.
Beberapa kesenjangan dan konflik yang ditemukan dalam pelaksanaan
kebijakan rumah sakit di lapangan yaitu tidak mengatur mengenai prosedur rujukan
pasien ke rumah sakit sehingga masyarakat tidak tahu harus pergi ke mana untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik dan bermutu (Aulya, 2014).
Perpindahan jaminan kesehatan masih banyak mengalami kendala. Sistem rujukan
pasien dirasakan masih tidak efektif, masih banyak masyarakat belum mendapat
menjangkau pelayanan kesehatan, akibatnya terjadi penumpukan pasien yang luar
biasa di rumah sakit besar tertentu (Kompas, 2016). Diselenggarakan sistem rujukan
berkurangnya waktu tunggu dalam proses merujuk dan berkurangnya rujukan yang
tidak perlu karena sebenarnya dapat ditangani di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama.
Pelayanan kesehatan memiliki alur dan prosedur yang harus diketahui dan
ditaati oleh pasien khususnya pasien BPJS rawat jalan. Kelengkapan persyaratan
administrasi akan mempengaruhi cepat atau lambatnya proses pelayanan kesehatan.
Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, akan berpengaruh terhadap
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, disamping itu
penyelenggara pelayanan kesehatan juga banyak disorot oleh masyarakat mengenai
kinerja sumber daya manusia baik medis dan non medis (Pujiono, 2015).
5
Dalam upaya meningkatkan mutu layanan yang lebih baik kepada peserta
maupun terhadap fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan mengembangkan sistem
berbasis Teknologi Informasi seperti Briedging System. Aplikasi briedging system
merupakan aplikasi berbasis web service yang dapat memudahkan proses
administrasi di rumah sakit karena dua sistem yang berbeda yaitu sistem yang
dimiliki BPJS Kesehatan dan sistem yang berada di rumah sakit (BPJS, 2014).
Semua ini, dimaksudkan agar mampu meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah
sakit atau puskesmas, dan pelayanan kesehatan lain yang menerima pelayanan JKN.
Berdasarkan penelitan sebelumnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Tangerang bahwa sebelum menerapkan briedging sistem waktu mendapatkan SEP
bisa mencapai waktu 15-20 menit, namun ketika setelah menggunakan briedging
sistem waktu yang didapatkan 5-8 menit, hal ini bisa memangkas waktu pelayanan
hingga menjadi lebih cepat. Salah satunya pelayanan kesehatan di rumah sakit
menjadi lebih cepat sehingga pasien tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan
terapi dari dokter (BPJS, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Lony (2015) terkait analisis sistem rujukan
JKN RSUD DR Adjidarmo Kabupaten Lebak belum optimalnya sistem rujukan
dapat terlihat pada rujukan yang tidak sesuai dengan indikasi rujukan dan rujuk balik
yang tidak berjalan. Semua berakibat pada penumpukan pasien fasilitas kesehatan
lanjutan yang terjadi di rumah sakit dan pada akhirnya berdampak pada menurunnya
kualitas pelayanan kesehatan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pujiono (2015) Pengetahuan Peserta
BPJS tentang Alur Prosedur Pelayanan Pasien Rawat Jalan RSUP Dr. Kariadi
Semarang, didapatkan bahwa dari 20 pasien terdapat 5 pasien (25%) yang tidak
mengetahui alur prosedur pelayanan pasien rawat jalan BPJS, baik mengenai alur
pelayanan maupun kelengkapan persyaratan administrasi pasien BPJS. Sedangkan
menurut penelitian Supriyanti (2013) di tempat pendaftaran pasien rawat jalan
Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang, didapatkan bahwa hasil 21 pasien
dengan persentase 70% sudah mengetahui syarat pendaftaran dan 9 pasien dengan
persentase 30% belum mengetahui syarat pendaftaran, dan 25 pasien dengan
6
persentase 83.3% sudah mengetahui prosedur pendaftaran dan 5 pasien dengan
persentase 16.7% belum mengetahu prosedur pendaftaran.
Berdasarkan penelitian Ika (2015) tinjauan kelengkapan persyaratan anggota
BPJS pada pasien BPJS di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang survey
awal diperoleh 10 dokumen rekam medis Pasien BPJS Dinas rawat jalan terdapat
60% tidak lengkap persyaratannya dan 40% lengkap persyaratannya. Dokumen
rekam medis yang belum lengkap tersebut dikarenakan persyaratan BPJS yang
belum lengkap dan belum sesuai dengan kebijakan Rumah Sakit. Karena pasien
BPJS Dinas merupakan Anggota TNI/POLRI sehingga lebih sering mengabaikan
kelengkapan persyaratan untuk berobat.
Dari studi pendahuluan dilakukan melalui wawancara dengan petugas dan
supervisor di unit pendaftaran yang diperoleh informasi 40% pasien masih belum
mengetahui prosedur pendaftaran, pasien tidak membawa kartu BPJS atau Kartu
berobat, pasien salah mengambil nomor antrian dan pasien tidak membawa rujukan
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Padahal salah satu syarat pendaftaran pasien
harus membawa surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan
syarat penting yang akan digunakan untuk mengetahui jenis pelayanan dan diagnosis
yang dirujuk oleh puskesmas.
Berdasarkan paparan beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak
terdapat proses pelaksanaan pendaftaran rawat jalan BPJS di Rumah Sakit belum
berjalan secara optimal dan pasien masih banyak yang belum mengerti alur
pendaftaran rawat jalan. Oleh sebab itu, untuk menggali permasalahan tersebut
peneliti memilih Rumah Sakit Al Islam Bandung karena RSAI Bandung merupakan
salah satu rumah sakit swasta rujukan tipe B (SK Menteri Kesehatan RI No.
754/Menkes/SK/VI/2010 tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Al Islam Bandung
Milik Yayasan RSI KSWI Jabar) tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Al Islam
Bandung Milik Yayasan RSI KSWI Jabar) sebagai tempat penelitian dengan
beberapa pertimbangan yang didasari studi pendahuluan berupa observasi dan
wawancara pada bulan November 2017.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan dengan menggunakan wawancara dan
observasi dalam pelaksana pendaftaran rawat jalan pasien BPJS, ditemukan ternyata
masalah terkait pelaksanaan rujukan pelayanan tingkat II di rawat jalan BPJS di
RSAI Bandung, antara lain pasien belum mengetahui sistem rujukan seperti pasien
tidak membawa rujukan dari fasilitas kesehatan (faskes 1) atau puskesmas untuk
pengambilan obat maupun pemeriksaan, pasien tidak membawa rujukan dari dokter
spesialis RSAI Bandung, pasien tidak membawa kartu BPJS dan adapun beberapa
pasien tidak membawa nomor rekam medis. Sedangkan masalah mengenai alur
pendaftaran BPJS dari rumah sakit, antara lain pasien tidak mengetahui prosedur
RSAI Bandung mengenai adanya pembatasan 3 hari pelayanan, Pasien yang sudah di
daftarkan oleh poli belum mengetahui prosedur BPJS, Pasien tidak kontrol sesuai
dengan waktu yang sudah didaftarkan oleh poli, Pasien masih salah mengambil
nomor antrian untuk kontrol yang sudah di daftarkan oleh poli dan kesalahan
pendaftaran via telepon.
Berdasarkan telaah dokumen jumlah penerimaan rujukan pasien rawat jalan
yang sudah memenuhi persyaratan dan mendapatkan pelayanan di tahun 2015
sebanyak 296.663 pasien. Dan di tahun 2014 sebanyak 147.826 yang baru dimulai
adanya BPJS pasien mulai menggunakan JKN. Oleh karena itu, pasien mulai
berpartisipasi berobat di RSAI Bandung menggunakan BPJS Kesehatan yang dapat
meringankan biaya pengobatan di RSAI Bandung. Namun, masih banyak masalah
pasien yang masih kurang informasi mengenai proses pendaftaran.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS Di Rumah Sakit Al Islam
Bandung Tahun 2017 ?
2. Bagaimana gambaran input pelayanan meliputi faktor Sumber Daya Manusia,
faktor fasilitas, faktor sistem verifikasi dan faktor SOP pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta
BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017 ?
8
3. Bagaimana gambaran proses yang meliputi tahap proses pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di
RSAI Bandung Tahun 2017 ?
4. Bagaimana gambaran output yang meliputi pasien terlayani dengan baik
dengan pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017 ?
5. Bagaimana keterkaitan input pelayanan (Faktor Tenaga Kesehatan, Faktor
Peralatan Penunjang, Faktor Anggaran, Faktor Sistem Verifikasi, Faktor
Standar Operasional Prosedur) dan proses pelayanan (Tahap Proses
Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat II Pada
Pasien Peserta BPJS) terhadap output Pasien terlayani dengan baik di RSAI
Bandung ?
1.4 Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien Rujukan
Rawat Jalan Pelayanan Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS di RSAI Bandung
Tahun 2017.
1.4.1 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan
rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di Rumah
Sakit Al Islam Bandung Tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran input pelayanan meliputi faktor Sumber Daya
Manusia, faktor fasilitas, faktor sistem verifikasi dan faktor SOP
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran proses yang meliputi tahap proses pelaksanaan
sistem pelayanan pasien rujukan pelayanan tingkat II pada pasien peserta
BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
4. Diketahuinya gambaran output yang meliputi pasien terlayani dengan
baik dengan pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun
2017.
9
5. Bagaimana keterkaitan input pelayanan (Faktor Tenaga Kesehatan,
Faktor Peralatan Penunjang, Faktor Anggaran, Faktor Sistem Verifikasi,
Faktor Standar Operasional Prosedur) dan proses pelayanan (Tahap
Proses Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan
Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS) terhadap output Pasien terlayani
dengan baik di RSAI Bandung.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Bagi RSAI Bandung
Manfaat penelitian bagi RSAI Bandung adalah memberikan bahan
evaluasi bagi manajemen rumah sakit sebagai bahan pertimbangan dalam
rangka pengembangan RSAI Bandung untuk meningkatkan produktivitas
kerja hingga terciptanya pelayanan rumah sakit yang bermutu. Informasi
yang bisa didapat oleh RSAI Bandung adalah mengetahui gambaran
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat
II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
1.5.2 Manfaat Bagi Peneliti
1. Melalui penelitian ini peniliti dapat memberikan pengalaman praktis
kepada peneliti tentang bagaimana tahapan-tahapan proses peneliti dari
pembuatan kuisioner serta pedoman wawancara mendalam
2. Peneliti mengetahui gambaran pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat lanjutan pada pasien peserta
BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
1.5.3 Manfaat Bagi Pembaca
Bagi Pembaca diharapkan penelitian ini dapat lebih memacu
penelitian-penelitian lebih lanjut tentang gambaran pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta
BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul ”Gambaran Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien
Rujukan Rawat Jalan Pelayanan Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS di RSAI
Bandung Tahun 2017” yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan
Masyarakat peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Islam Negeri
Jakarta. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November-Februari 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis review
program (evaluasi kebijakan). Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah
data primer dan data sekunder. Data diperoleh dari hasil wawancara mendalam,
observasi dan telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Kepala
Seksi Pelayanan Rawat Jalan, Kepala Keuangan, Kepala Logistik Obat, Pelaksana
pendaftaran Rawat Jalan BPJS, Tenaga Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan pihak
BPJS.
11
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional
Asuransi kesehatan sosial memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan
adalah sebuah pelayanan sosia, pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata
diberikan berdasarkan status sosial masyarakat sehingga semua lapisan berhak
untuk memperoleh jaminan pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2004).
Prinsip asuransi sosial dalam meningkatkan derajat kesehatan dengan
dikeluarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yakni bahwa setiap orang berhak atas
jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
martabatnya menuju masyarakat indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.
Dan untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, prinsip asuransi sosial meliputi :
1. Kegotongroyongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit,
yang tua dan muda, dan yang beresiko tinggi dan rendah.
2. Kepesertaanyang bersifat wajib dan tidak selektif
3. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan, dan Bersifat nirlaba
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan sebuah program
jaminan kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan pada tanggal 01
Januari 2014. Melalui program JKN, seluruh masyarakat Indonesia akan
mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Menteri
kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dijelaskan mengenai
kepesertaan, iuran, manfaat dan mekanisme pelayanan kesehatan dari program
JKN sebagai berikut :
12
2.1.1 Kepesertaan
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk warga negara
asing (WNA) yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang
telah membayar iuran, meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Bukan
Penerima Bantuan Iuran (non PBI). Kepesertaan ini bersifat wajib dan
dilakukan secara bertahap sehingga tercapai universal health coverage.
2.1.2 Iuran
Setiap bulan setiap peserta JKN diwajibkan untuk membayar iuran
kepada BPJS Kesehatan sebagai pihak pengelola dana dan penyelenggara
program JKN. Pembayaran iuran dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) setiap
bulan. Bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran ditetapkan
berdasarkan suatu jumlah nominal tertentu dan dibayarkan oleh Pemerintah,
sedangkan besaran iuran peserta Bukan Penerimaan Bantuan Iuran (non PBI)
ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (bagi peserta pekerja penerima
upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bagi peserta pekerja bukan
penerima upah dan peserta bukan pekerja).
2.1.3 Manfaat
Manfaat program JKN BPJS Kesehatan meliputi manfaat medis berupa
pelayanan kesehatan dan manfaat non medis berupa akomodasi dan ambulan.
Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas
kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat pelayanan kesehatan mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Meskipun manfaat yang dijamin dalam
program JKN bersifat komprehensif, masih terdapat pelayanan kesehatan
yang tidak dijamin meliputi :
1. Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai prosedur
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat
darurat.
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja dan program jaminan kecelakaan lalu lintas
13
4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik dan mengatasi infertilitas
6. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat (narkoba), alkohol,
serta akibat sengaja menyakiti diri sendiri (bunuh diri), atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
7. General check up, pengobatan alternatif dan tradisional, serta
pengobatan eksperimen dan
8. Pelayanan kesehatan pada saat bencana
2.1.4 Mekanisme Pelayanan Kesehatan
Sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus terdaftar di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang telah bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan terlebih dahulu. Apabila setelah datang namun FKTP
tersebut tidak mampu memfasilitasi dan memberikan pelayanan maka peserta
dapat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL) sesuai dengan
indikasi medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, peserta dapat
mendatangi BPJS Center Rumah Sakit dengan menunjukkan kartu peserta
dan menyerahkan surat rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Setelah itu peserta akan mendapat Surat Eligibilitas Peserta untuk mendapat
pelayanan kesehatan lanjutan.
Surat Eligibilitas Pasien merupakan surat yang dikeluarkan BPJS
berdasarkan data base yang diperoleh dari BPJS centre dan merupakan
dokumen yang menyatakan bahwa pasien merupakan peserta aktif BPJS dan
semua hal ketentuan dan pembiayaan yang menyangkut peserta menjadi
tanggungan BPJS Kesehatan
Namun apabila peserta membutuhkan pelayanan kegawat daruratan,
peserta dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan.
Biaya akibat pelayanan kegawat daruratan ditagihkan langsung oleh fasilitas
kepada BPJS Kesehatan.
2.2 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah suatu komponen rentang pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan
14
keluarga di tempat tinggal mereka dengan tujuan meningkatkan,
mempertahankan atau memulihkan kesehatan, serta memaksimalkan tingkat
kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk penyakit terminal
(Efendi, 2009).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.560/Menkes/SK/VI/2003,
pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa menginap
di rumah sakit.
Tujuan dari pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan
individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi
semua masalah atau semua penyimpangan tentang kesehatan yang ada dalam
masyarakat. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat, maka kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kesehatan
semakin meningkat sehingga tidak ada lagi upaya yang dapat dilakukan selain
meningktakan kinerja petugas kesehatan dan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dengan sebaik-baiknya (Konlin, 2014).
Pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001
Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, terdapat
tiga bentuk pelayanan kesehatan perorangan, yaitu :
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit
ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka
(Notoatmodjo, 2003). Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan
pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi
maupun bidan atau perawat (dalam keadaan tertentu) di puskesmas,
puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik
umum di balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health service)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pelayanan kesehatan primer (Notoatmodjo, 2013). Pelayanan kesehatan
15
tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan
oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik di puskesmas dengan
rawat inap, rumah sakit kabupaten, rumah sakit tipe C dan D, dan rumah
bersalin. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service)
Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau
pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
sekunder. Pelayanan sudah kompleks, dan memerlukan tenaga-tenaga
super spesialis (Notoatmodjo, 2013). Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh
dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik di rumah sakit
provinsi dan rumah sakit tipe A dan B. Pelayanan kesehatan ini hanya
dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau
tingkat pertama.
Berdasarkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Nomor 28 Tahun 2014, setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan
kesehatan meliputi :
a. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap
Tingkat Pertama (RITP)
b. Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL), Rawat Inap
Tingkat Lanjutan
c. Pelayanan gawat darurat
d. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71
pasal 20 Tahun 2013 tentang Pelayanan kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan pada
Jaminan Kesehatan Nasional, antara lain.
1) Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi :
16
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis
c. Tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai
dengan indikasi medis
d. Pelayanan obat dan bahan habis pakai
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi
medis
f. Rehabilitasi medis
g. Pelayanan darah pelayanan kedikteran forensik klinik
h. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas
Kesehatan
i. Perawatan inap non intensif dan
j. Perawatan inap di ruang intensif
2) Admnistrasi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas biaya pendaftaran pasien dan biaya administrasi lain yang terjadi
selama proses perawatan atau pelayanan kesehatan pasien.
3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk
pelayanan kedaruratan.
4) Jenis pelayanan kedokteran forensik klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruh h meliputi visum et repartum atau surat keterangan medik
berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan pemeriksaan psikiatri
forensik.
5) Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terbatas hanya bagi Peserta
meninggal dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja
sama dengan BPJS tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah dan
tidak termasuk peti mati.
2.3 Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klarifikasi Rumah Sakit menyatakan rumah
17
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorang secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat.
Dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, dapat dilihat tugas dan fungsi Rumah Sakit dalam
pasal 4 dan 5. Tugas Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan dari tenaga
kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, dan memulihkan kesehatan. Sedangkan fungsi Rumah
Sakit sesuai tugas di atas adalah :
a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
standart pelayanan Rumah Sakit
b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan serta penapisan
teknologi kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu kesehatan
Berdasarkan pelayanan kesehatan yang diberikan, dibedakan menjadi
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah Sakit Umum
meberikan pelayanan kesehatan kepada semua bidang dan jenis penyakit,
sedangkan Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lain sesuai dengan
perkembangan ilmu kedokteran.
Sedangkan menurut Sulastomo (2007) Di Indonesia, pendekatan seperti
ini dilaksanakan oleh Pemerintah (Departemen Kesehatan), dimana Pemerintah
membangun RS dan menetukan kriteria-kriteria RS sesuai dengan tingkat
administrasi pemerintahan, yaitu Rumah Sakit tipe A, B, C, dan D. Rumah
sakit tipe A, B, C dan D saling berhubungan dalam konsep rujukan dan rumah
sakit tersebut juga berhubungan dengan sarana kesehatan lainnya, khususnya
puskesmas dalam konsep rujukan. Sedangkan koordinasi dalam bidang
18
perencanaan, pengembangan serta penyediaan sarana berada di tangan
Pemerintah Daerah setempat.
2.6 Fasilitas Kesehatan Rawat Jalan Tindak Lanjutan (FKRTL)
Berdasarkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Nomor 28 Tahun 2014 dalam Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
(FKRTL) penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta JKN disertai
jawaban dan tindak lanjut yang harus diakukan jika secara medis peserta sudah
dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang merujuk.
Pelayanan kesehatan di FKRTL/Rujukan Tingkat Lanjutan yang mencakup,
antara lain :
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non-bedah sesuai dengan
indikasi medis
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
f. Rehabilitasi medis
g. Pelayanan darah
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik
i. Pelayanan jenazah (permulasaran jenazah) pada pasien yang meninggal di
fasilitas kesehatan (tidak termasuk peti jenazah)
j. Perawatan inap non-intensif
k. Perawatan inap di ruang intensif
l. Akupuntur medis
Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk FKRTL.
Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk
melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya
menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam
hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila
pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan
19
pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien
dinyatakan sebagai pasien umum.
2.7 Sistem
Menurut Muslihudin (2016) Sistem adalah sekumpulan komponen atau
jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berkaitan dan saling bekerja
sama membentuk suatu jaringan kerja untuk mencapai sasaran atau tujuan
tertentu. Sedangkan unsur-unsur yang mewakili suatu sistem secara umum
adalah masukan (input), pengolahan (processing) dan keluaran (output).
Sistem menurut Hutahaean (2014) mengemukakan bahwa sistem adalah
kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan
yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang
yang betul-betul ada dan terjadi.
Sedangkan menurut Indrajit (2001) mengemukakan bahwa sistem
mengandung arti kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang
dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya.
Dengan demikian sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-
prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk
melakukan kegiatan atau untuk melakukan sasaran yang tertentu. Pendekatan
sistem ang merupakan jaringan kerja dari prosedur lebih menekankan urutan-
urutan operasi di dalam sistem.
Suatu disebut sistem, apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem ciri-
ciri pokok yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas 4 macaam
(Azwar, 1996), yakni :
1. Terdapat elemen atau bagian yang satu sama lain saling berhubungan
dan mempengaruhi yang kesemuanya membentuk suatu kesatuan,
dalam arti semuanya, berfungsi untuk mencapai tujuan
2. Fungsi yang diperankan oleh masing-masing elemen atau bagian yang
membentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah
masukan menjadi keluaran yang direncanakan
3. Dalam melaksanakan fungsi ini, kesemuanya bekerja sama secara
bebas namun terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian
20
yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah
direncanakan
4. Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan yang terpadu, bukan
berarti tertutup terhadap lingkungan
2.7.1 Karakteristik Sistem
Sistem merupakan bentukan dari elemen atau bagian yang saling
berhubungan dan mempengaruhi. Elemen terdiri dari banyak unsur, dan
dapat disederhanakan ke dalam enam unsur, yaitu :
1. Masukan (input)
Masukan adalah kumpulan elemen atau bagian yang terdapat sistem
dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.
Masukan untuk menghasilkan jasa layanan kesehatan terdiri dari Man,
Money, Material, mathode, Machine.
a. Man
Man merupakan sumber daya manusia yang dimiliki
organisasi yang merupakan faktor yang menentukan dalam
manajemen (Ramadani, 2010). Sumber daya yang terpenting
dalam suatu organisasi adalah sumber daya manusia yang
merupakan orang-orang yang member tenaga, bakat, kreativitas
dan usaha mereka kepada organisasi. Selain itu, unsur manusia
merupakan faktor kunci penentu sukses atau gagalnya
pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, penggunaan
sumber daya manusia yang tepat tentu berperan penting dalam
menentukan hasil yang akan dicapai organisasi (Handokok,
2013).
Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif
dan efisien adalah tersedianya SDM yang cukup dengan kualitas
yang tinggi, profesional sesuai dengan fungsi dan tugas setiap
personal. Kualitas pelayanan tidak hanya tergantung pada beban
kerja yang harus dipikul oleh SDM, tetapi juga tergantung pada
beban kerja, karena dengan beban kerja yang tinggi, SDM
21
menjadi lebih secara fisik dan mental, sebagai contoh pelayanan
pada unit administrasi, bila petugas melayani pasien dalam
jumlah banyak secara terus menerus, dengan masalah yang
relatif sama, dapat menimbulkan kejenuhan yang berakibat
menurunnya kualitas pelayanan pasien (Ilyas, 2004).
Pelayanan yang berkualitas perlu didukung oleh sumber-
sumber yang memadai yaitu sumber daya manusia, standar
pelayanan, dan fasilitas. Sumber-sumber tersebut dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya agar berdayaguna, sehingga
kualitas yang tinggi dengan biaya yang seminimal mungkin.
b. Money
Money adalah sumber daya uang yang digunakan dalam
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan manajemen.
Money merupakan sumber daya yang harus diperhitungkan
secara rasional (Ramadani, 2010).
c. Material
Material adalah sarana yang digunakan organisasi dalam
mencapai tujuannya. Selain adanya tenaga ahli, untuk mencapai
hasil yang lebih baik, diperlukan juga penggunaan sarana berupa
bahan-bahan atau materi. Hal tersebut dikarenakan, bila faktor
man tanpa material maka tidak akan tercapai hasil yang
dikehendaki (Ramadani, 2010).
d. Method
Method atau metode merupakan penetapan cara
pelaksanaan kerja suatu tugas dengan adanya pertimbangan-
pertimbangan dalam hal sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia,
waktu, uang dan kegiatan usaha. Method juga tergantung kepada
faktor man, karena walaupun telah dibuat method yang baik,
tetapi sumber daya manusia yang ada tidak dapat
menerapkannya dengan baik, maka akan mempengaruhi hasil
yang dicapai (Ramadani, 2010).
2. Proses
22
Proses adalah kumpulan elemen atau bagian yang terdapat
dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi
keluaran yang direncanakan. Proses dalam layanan kesehatan
ialah fungsi administrasi, yang terpenting adalah perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian.
3. Keluaran (output)
Keluaran adalah kumpulan elemen atau bagian yang
dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. Keluaran
dalam pelayanan kesehatan ialah yang akan dimanfaatkan oleh
masyarakat.
4. Dampak (impact)
Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem
2.8 Sistem Administrasi
Sistem administrasi berbasis komputer kini menjadi suatu hal yang
primer bagi kebutuhan pemenuhan kebutuhan informasi. Banyak bidang yang
telah memanfaatkan sistem admnistrasi berbasis komputer sebagai sara untuk
mempermudah pekerjaan (Natalia, 2011).
Adanya suatu sistem yang akan dikembangkan, tentu tidak terlepas dari
kebutuhan yang ada di dalam organisasi tersebut. Alasan yang dapat
mendorong perlunya pengembangan Sistem Informasi Administrasi Rawat
Jalan adalah (Aziz, 2010) :
1. Tuntunan akan pelayanan yang cepat dan akurat.
a. Mengetahui adanya kesulitan dari karyawan yang terlibat
khususnya dalam membuat laporan dan data-data yang
dibutuhkan.
b. Kebutuhan hardware dan software yang terus meningkat.
c. Memanfaatkan secara maksimal dari apa yang dimiliki oleh
rumah sakit (termasuk komputer)
d. Kebutuhan akan berbagai informasi dan dukungan dalam
pengambilan keputusan yang dibutuhkan untuk setiap
pelaksanaan transaksi dengan pasien.
23
Untuk menghasilkan informasi tersebut dibutuhkan suatu sitem
informasi yang handal, efektif dan efisien, yaitu dengan mengintegrasikan
data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
operasional, data-data mengenai apa yang diperlukan bagi proses pendaftaran
(registrasi pasien, data surat pengantar, sampai ke biaya administrasi
pendaftaran), proses pencatatan rawat jalan (mulai dari tindakan medis,
hingga penggunaan penunjang medis, dan data resep obat), proses pencatatan
rawat jalan (mulai dari tindakan medis, hingga penggunaan penunjang medis
dan data resep obat), proses pencatatan penunjang medis (mulai dari
pencatatan rincian biaya, hingga pembuatan laporan) sampai dengan proses
pembayaran tagihan baik itu pasien jaminan dan umum.
2.9 Sistem Rujukan
Sistem rujukan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan dalam upaya memberikan
intervensi yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan pasien di bidang
kesehatan (WHO, 2013). Dan menurut Notoatmodjo (2003), sistem rujukan
merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesejatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal maupun horizontal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan,
yang dimaksud dengan sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal.
Berdasarkan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Nomor 01 Tahun 2014 dalam menjalankan pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan, Fasilitas tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, dalam
kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan
berjenjang. Fasilitas kesehatan dapat dibedakan atas dua jenis rujukan, antara
lain :
24
1. Rujukan Horizontal
Rujukan ini dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
2. Rujukan Vertikal
Rujukan ini dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Menurut jenisnya rujukan meliputi rujukan kesehatan (health referal) dan
rujukan medis (medical referral) yang dapat bersifat horisontal atau vertikal
dan timbal balik (SKN, 2009) :
a. Rujukan medik adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
masalah kedokteran sebagai respon terhadap ketidakmampuan fasilitas
kesehatan untuk memenuhi status kesehatan pasien. Rujukan medis
antara lain.
a. Rujukan Pasien (transfer of patient)
Penatalaksanaan pasien dari penyedia pelayanan kesehatan yang
kurang mampu ke penyedia pelayanan kesehatan yang lebih
sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.
Pelayanan rujukan pasien bukan sebatas perawatan pasien saja
tapi meliputi seluruh penunjang pelayanan termasuk transportasi
untuk merujuk pasien dari fasilitas kesehatan yang satu ke
fasilitas lainnya.
b. Rujukan Ilmu Pengetahuan (transfer of knowledge)
Pengiriman dokter/tenaga kesehatan yang lebih ahli dari penyedia
pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke penyedia pelayanan
kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan diskusi atau
sebaliknya, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
c. Rujukan Bahan Pemeriksaan Laboratorium (transfer of
specimens)
25
Pengiriman bahan-bahan pemeriksaan laboratorium dari penyedia
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke penyedia pelayanan
kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk tindak lanjut
rujuk balik.
b. Rujukan Kesehatan Masyarakat adalah pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab maslah kesehatan masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatan atau mencegah penyakit yang ada di masyarakat.
Rujukan kesehatan masyarakat meliputi.
a. Rujukan tenaga, yaitu pengiriman tenaga dari penyedia pelayanan
kesehatan yang lebih mampu ke penyedia pelayanan kesehatan
yang kurang mampu untuk menanggulangi masalah kesehatan
yang ada di masyarakat atau sebaliknya dan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan.
b. Rujukan sarana, yaitu pengiriman berbagai peralatan medis/non
medis dari penyedia pelayanan kesehatan yang lebih mampu
kepada penyedia pelayanan keseahtan yang kurang mampu untuk
menanggulangi masalah kesehatan, atau sebaliknya untuk rujuk
balik.
c. Rujukan operasional, yaitu pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab penanggulangan masalah kesehatan masyarakt dari
penyedia pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke penyedia
pelayanan kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk
pelayanan rujukan balik.
Gambar 2. 1 Alur Pelayanan Kesehatan JKN
26
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI telah membuat
sistem pelayanan kesehatan menjadi terstruktur secara bertingkat atau berjenjang
seperti yang telah dijelaskan pada sub bab diatas. Pembagian jenjang pelayanan
kesehatan ini dilakukan agar semua upaya kesehatan dapat berjalan secara efektif
dan efisien serta memberdayakan fungsi dan peran sumber daya kesehatan yang
ada baik dari pihak Pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Sistem rujukan yang efektif memperlihatkan terdapat hubungan yang erat
antara setiap tingkat sistem kesehatan dan membantu untuk memastikan setiap
orang menerima pelayanan kesehatan yang terbaik dan terdekat dengan tempat
tinggalnya. Hal ini juga membantu membuat penggunaan biaya menjadi lebih
efektif (WHO, 2002).
Sistem rujukan yang baik dapat membantu :
1. Pasien menerima pelayanan yang optimal pada tingkat yang tepat
dan tidak mengeluarkan biaya yang mahal
2. Fasilitas rumah sakit digunakan secara optimal dan biaya yang
efektif
3. Pasien yang paling membutuhkan pelayanan spesialis dapat
mengaksesnya dengan cara yang tepat
4. Pelayanan keehatan primer dimanfaatkan dengan baik dan
ditingkatkan pelayanannya.
27
Sebagai suatu desain dan fungsi dari sistem rujukan di setiap negara akan
dipengaruhi oleh :
Faktor sisten kesehatan adalah kemampuan dari setiap tingkat,
ketersediaan tenaga dokter spesialis, pelatihan, susunan organisasi,
masalah budaya, politik dan tradisi.
Faktor umum adalah besarnya populasi, medan dan jarak antar
pusat perkotaan, pola penyakit, permintaan dan kemampuan untuk
membayar pelayanan rujukan
Berdasarkan Sistem Rujukan WHO, komponen sistem rujukan terdiri dari :
1. Sistem Kesehatan
a. Jasa penyedia layanan dan kualitas pelayanan
Agar sistem rujukan yang berjalan dengan baik, maka diperlukan
hal-hal berikut :
Penguatan pelayanan kesehatan primer
Perlunya hubungan kerjasama yang disepakati dengan baik
antara penyedia layanan kesehatan sehingga terbentuk
jejaring sistem rujukan
Aturan yang jelas tentang peran, tanggung jawab dan
batasan rujukan dari masing-masing fasilitas kesehatan
Tersedia panduan pelayanan yang jelas untuk berbagai
kondisi tingkat layanan
Memiliki sarana komunikasi dan transportasi yang sesuai
dan mendukung rujukan yang efektif
b. Kinerja dan keterlibatan organisasi
Sistem rujukan akan berfungsi dengan efektif jika :
Seluruh penyedia layanan diharapkan dapat mematuhi
aturan prosedur rujukan
Merujuk dengan tepat dan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan
28
Adanya pengawasan/supervisi yang berkesinambungan
terhadap organisasi dan fasilitas, memantau jumlah rujukan
dan memberikan umpan balik yang sesuai.
2. Fasilitas pengirim rujukan
Pasien datang dengan berbagai kondisi gangguan kesehatan
Perawatan kesehatan yang sesuai SOP
Dilakukan pengobatan dan perawatan terhadap pasien, serta tersedia
pencatatan dokumen rekam medis
Keputusan untuk merujuk
3. Kepraktisan rujukan
Formulir rujukan keluar
Komunikasi dengan fasilitas kesehatan penerima rujukan/rumah
sakit untuk membuat pengaturan yang sesuai
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai
alasan dan pentingnya pasien dirujuk serta resiko apabila tidak
dirujuk, lokasi fasilitas penerima rujukan dan bagaimana
transportasi untuk mencapainya, dan menindaklanjuti pasien setelah
kembali
Empati dari petugas kesehatan.
Register rujukan untuk memonitor tindak lanjut
4. Fasilitas penerima rujukan
Menerima pasien yang dilengkapi dengan formulir rujukan
Menyediakan pelayanan yang berkualitas dan tersedia dokumen
pengobatan sesuai standar
Merencanakan rehabilitasi atau program tindak lanjut terhadap
pasien dan keluarganya.
Memberi umpan balik ke fasilitas pengirim rujukan
Mengisi dengan lengkap formulir rujuk balik, dan melakukan rujuk
balik ke fasilitas kesehatan yang merujuk
Mencatat register rujukan untuk memonitor tindak lanjut
pengobatan.
5. Supervisi dan peningkatan kapasitas
29
Melakukan monitoring terhadap sistem rujukan (baik rujukan keluar
dari fasilitas perujuk maupun rujuk balik), mengenai jumlah
rujukan, kelayakan fasilitas rujukan, kepatuhan terhadap aturan,
kualitas serta konsistensi tindak lanjut.
Memastikan terjadinya sistem rujuk balik
Memberikan umpan balik dan pelatihan untuk tenaga fasilitas
kesehatan
Memberikan umpan balik ke tingkat pusat
2.9 Prosedur Rujukan
Pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi pelayanan kesehatan pengirim
rujukan adalah sebagai berikut :
a. Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang alasan rujuk
b. Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum
merujuk
c. Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis pasien dan
catatan medisnya
d. Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan
e. Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam
perjalanan
f. Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan
g. Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di
fasilitas pelayanan kesehatan di tempat rujukan
h. Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan
primer, kecuali dalam keadaan darurat
i. Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda,
SKTM dan badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku.
Adapun prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah :
a. Menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien
b. Mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan
rujukan
30
c. Mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan, serta
melaksanakan perawatn disertai catatan medik sesuai ketentuan
d. Memberikan informasi medis kepada pihak sarana pelayanan pengirim
rujukan
e. Membuat surat rujukan kepada saran pelayanan kesehatan lebih tinggi
dan mengirim tembusannya. Kepada sarana kesehatan pengirim
pertama
f. Membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila sudah
tidak memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik dan
setelah kondisi pasien.
Gambar 2. 2 Alur Sistem Rujukan Nasional Pada Banyak Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Sumber : Pedoman Sistem Rujukan Nasional, Kemenkes 2012 dalam Lony (2015)
Pada gambar di atas, rujukan emergency akan berjalan sesuai dengan
kebutuhan layanan kegawatdaruratan yang dialami pasien, sedangkan rujukan
konvensional akan berlangsung secara berjenjang diikuti rujukan baliknya.
Keterangan gambar 2.1 :
a. Pada tingkat regional kabupaten/kota dapat dipilh 1 (satu) kecamatan untuk
dapat difungsikan sebagai Pusat Rujukan Medik Spesialistik Terbatas/Pusat
Rujukan Antara untuk berbagai fasilitas primer dalam 1 (satu) wilayah
tangkapan sistem rujukan/khusus di kabupaten DDTPK. Pusat rujukan
tersebut dapat berupa RS Kelas D Pratama atau Puskesmas dengan Rawat
Inap.
31
b. Pusat rujukan medik spesialistik di kabupaten/kota. Berupa RS kelas C atau
RS Kelas D, termasuk Balai Kesehatan Masyarakat (BKM)
c. Pusat rujukan medik Spesialistik Regional Provinsi, berupa RS Kelas B Non
Pendidikan di kabupaten/kota.
d. Pusat rujukan medik Spesialistik Umum/Khusus, di Provinsi berupa RS Kelas
B Pendidikan, termasuk Balai Besar Kesehatan Masyarakat (BBKM).
e. RS Kelas A di provinsi, sebagai pusat rujukan regional.
f. Pusat rujukan medik Nasional Kelas A, Umum dan Khusus di tingkat
nasional.
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
tentang pedoman pelaksanaan program JKN dalam Prosedur Pelayanan pada
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), antara lain:
a. Peserta datang ke Rumah Sakit dengan menunjukkan nomor identitas peserta
JKN dan surat rujukan, kecuali kasus emergency, tanpa surat rujukan.
b. Peserta menerima Surat Eligibitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan
pelayanan.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap sesuai
dengan indikasi medis
d. Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan bahwa
pasien masih memerlukan perawatan di FKRTL tersebut, maka untuk
kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL tersebut, maka
untuk kunjungan berikutnya pasien langsung datang ke FKRTL (tanpa harus
ke FKTP terlebih dahulu) dengan membawa surat keterangan dari dokter
tersebut.
e. Apabila dokter spesialis/subspesialis memberikan surat keterangan rujuk
balik, maka untuk perawatan selanjutnya pasien langsung ke FKTP
membawa surat rujuk balik dari dokter spesialis/subspesialis.
f. Apabila dokter spesialis/subspesiais tidak memberikan surat keterangan
sebagaimana dimaksud pada poin (d) dan (e), maka pada kunjungan
berikutnya pasien harus melalui FKTP.
32
g. Fisioterapi dapt menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri
(sebagai bagian dari jejaring FKTP untuk pelayanan rehabilitasi medik dasar)
atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
h. Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi medik dapat diberikan kepada dokter yang
selama ini sudah ditugaskan sebagai koordinator pada
bagian/departemen/instalasi rehabilitasi medik rumah sakit, dengan
kewenangan terbatas sesuai kewenangan klinis dan rekomendasi surat
penugasan klinis yang diberikan oleh komite medik rumah sakit kepada
direktur/kepala rumah sakit.
i. Apabila dikemudian hari rumah sakit tersebut sudah memiliki dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi medik maka semua layanan rehabilitasi
medik kembali menjadi wewenang dan tanggung jawab dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.
Apabila sistem rujukan ini dapat terlaksana, dapat diharapkan terciptanya
pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu. Beberapa manfaat juga akan
diperoleh yang jika ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat
sebagai berikut (Azwar,2010).
1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan
(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain :
a. Membantu penghemat dana, karena tidak perlu menyediakan
berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.
b. Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
c. Memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek
perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain :
33
a. Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan
yang sama secara berulang-ulang.
b. Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena
telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana
pelayanan kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan (health provider), manfaat yang akan diperoleh antara lain :
a. Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan dan dedikasi.
b. Membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui
kerjasama yang terjalin.
c. Memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap
sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
2.10 Kerangka Teori
Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pelaksanaan
Sistem Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan Pelayanan Tingkat II Pada
Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Al Islam Bandung Tahun 2017.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat
memberikan petunjuk di mana untuk mengumpulkan lebih banyak data, atau
untuk mengajukan pertanyaan baru dan hipotesis (Peters, H David, 2014).
Metode pendekatan sistem dapat membantu menemukan masalah,
mengidentifikasi, dan mengkalibrasi model terhadap data real. Dan
menggunakan standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan Nasional yang berkaitan dengan pelayanan pada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat II.
Sedangkan menurut WHO (2002) sistem rujukan medis dalam alur
pelayanan rujukan pasien Jaminan Kesehatan Nasional ditemukan oleh
beberapa hal berikut ini, yaitu :
34
1. Kelengkapan fasilitas penerima rujukan lebih baik
2. Kebijakan, Alur dan Prosedur Sistem Rujukan
3. Kepatuhan tenaga kesehatan terhadap kebijakan dan SOP sistem
rujukan
4. Kelengkapan administrasi rujukan
5. Kelengkapan sumber daya pendukung termasuk transportasi dan
komunikasi
6. Hubungan kerjasama antar penyedia layanan kesehatan (jejaring
sistem rujukan)
7. Komunikasi pra rujukan antar fasilitas kesehatan
8. Akses dan transportasi ke fasilitas kesehatan rujukan
9. Ketersediaan personil, kompetensi dan profesionalitas tenaga di
fasilitas kesehatan rujukan.
Dalam unsur input, teori yang digunakan diantaranya adalah teori
yang disampaikan oleh Johnson et. all, p.5 (1973),yang menyebutkan bahwa
unsur manajemen terdapat input yang terdiri dari sumber daya manusia,
fasilitas, mesin , sumber dana, dan prosedur.
Seluruh variabel yang terdapat dalam input dan proses mempengaruhi
dan menyebabkan timbulnya output. Berikut adalah bagan dari kerangka teori
tersebut:
35
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Sumber :, Peters, H David (2014), Pedoman Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (2014), Pedoman Rumah Sakit Al-Islam Bandung 2014
INPUT
1. Man (Sumber
Daya
Manusia)
2. Money
(Anggaran)
3. Material
(Saranan dan
Prasarana)
4. Machine
(Mesin)
5. Methode
(Metode)
OUTPUT
Pasien terlayani
dengan baik di
RSAI Bandung
Tahun 2017
PROSES
Tahap Proses Pelaksanaan Sistem
Administrasi Rujukan Rawat Jalan
Pelayanan Tingkat II pada Pasien
Peserta BPJS, antara lain :
1. Proses Pendaftaran
2. Proses Pemberian Pelayanan :
a. Poli
b. Penunjang
c. Obat
36
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep
Untuk mempermudah pemahaman dalam menganalisa gambaran
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II
pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung, maka disusunlah sebuah kerangka
pikir.
Berdasarkan kerangka teori pada bab tinjauan pusataka, peneliti
menggunakan teori Peters, H David, (2014) yang menggunakan pendekatan
sistem untuk mencari akar masalah dan mencari pemecahan dari suatu penyebab.
Dan peneliti menggunakan teori standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan program
Jaminan Kesehatan Nasional. dalam Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat II
penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta JKN disertai jawaban dan
tindak lanjut yang harus diakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang merujuk. Pelayanan
kesehatan di Fasilitas Tingkat II.
Sedangkan untuk membahas bagaimana pelaksanaan rujukan pelayanan
tingkat II di rawat jalan program BPJS di Rumah Sakit Al Islam Bandung
peneliti menggunakan pendekatan sistematis dalam evaluasi dapat dilakukan
untuk menilai suatu program kesehatan yang menyangkut input, proses output.
37
Berikut kerangka pikir yang dibuat peneliti untuk mempermudah cara
berfikir dan pemaparan hasil penelitian ini :
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
3.2 Definisi Istilah
1. Input merupakan segala sesuatu masukan sumber daya yang diarahkan
penyelenggara pelayanan BPJS di RSAI Bandung.
a. Tenaga Kesehatan merupakan Sumber Daya Manusia yang terlibat
dalam pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung. Cara
ukur dengan telaah dokumen, wawancara dan observasi. Alat Ukur
Dokumen dan Pedoman wawancara. Hasil ukur memperoleh gambaran
INPUT
1. Tenaga
Kesehatan
2. Peralatan
Penunjang
3. Anggaran
4. Sistem
Verifikasi
5. Standar
Operasional
Prosedur (SOP)
dalam alur
pendaftaran
OUTPUT
Pasien terlayani
dengan baik di RSAI
Bandung Tahun 2017
PROSES
Tahap Proses Pelaksanaan Sistem
Administrasi Rujukan Rawat Jalan
Pelayanan Tingkat II pada Pasien
Peserta BPJS, antara lain:
1. Proses Pendaftaran
2. Proses Pemberian Pelayanan :
a. Poli
b. Penunjang
c. Obat
38
input (SDM) pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun
2017.
b. Peralatan penunjang merupakan peralatan yang digunakan dalam
pelaksana pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung. Cara
ukur dengan telaah dokumen, wawancara dan observasi. Alat Ukur
Pedoman wawancara. Hasil ukur memperoleh gambaran input peralatan
penunjang pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun
2017.
c. Anggaran merupakan penyediaan dana dan penggunaannya dalam
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung. Cara ukur
dengan telaah dokumen, wawancara dan observasi. Alat Ukur Pedoman
wawancara. Hasil ukur memperoleh gambaran input (Dana)
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
d. Sistem Verifikasi merupakan penggunaan aplikasi berbasis web service
yang menghubungkan sistem pelayanan kesehatan menjadi satu dalam
proses penyelenggaraan pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan
rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI
Bandung. Cara ukur dengan telaah dokumen, wawancara dan observasi.
Alat Ukur Pedoman wawancara. Hasil ukur memperoleh gambaran
input sistem verifikasi pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan
rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI
Bandung Tahun 2017.
e. Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan dokumen tertulis
tentang alur prosedur pelayanan pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di
RSAI Bandung yang telah disusun dan dipedomanin dalam pemberian
pelayanan. Cara ukur dengan telaah dokumen, wawancara dan
39
observasi. Alat Ukur Pedoman wawancara. Hasil ukur memperoleh
gambaran input (SOP) pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan
rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI
Bandung Tahun 2017.
2. Proses merupakan tahapan proses pelaksanaan administrasi rujukan tingkat II
rawat jalan dalam penyelenggaraan pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI
Bandung.
a. Proses Pendaftaran Rawat Jalan BPJS kegiatan yang berkaitan dengan
alur proses pendaftaran yang merupakan syarat pendaftaran dalam
bentuk dokumen yang berkaitan dengan alur pendaftaran rawat jalan
JKN seperti pasien mengambil nomor antrian, pasien menunjukkan
nomor identitas peserta JKN, surat rujukan, rekam medis, pasien
meneriman SEP di RSAI Bandung. Cara ukur dengan telaah dokumen,
wawancara dan observasi. Alat Ukur Dokumen Pedoman Alur
Pendaftaran atau SOP RSAI Bandung, Pedoman wawancara. Hasil ukur
memperoleh gambaran proses pelaksanaan sistem pelayanan pasien
rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di
RSAI Bandung Tahun 2017.
3. Output (keluaran) merupakan pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan
rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung.
a. Pasien terlayani dengan baik merupakan kesesuaian prosedur dalam
pelaksanaan pelayanan pasien rujukan merupakan hasil tahap proses
pelaksanaan sistem administrasi rujukan rawat jalan pelayanan tingkat
II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung. Cara ukur dengan telaah
dokumen, wawancara dan observasi. Alat Ukur Dokumen Pedoman
Alur Pendaftaran atau SOP RSAI Bandung, Dokumen Rekam Medis
dan Pedoman wawancara. Hasil ukur memperoleh gambaran proses
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis review
program (evaluasi kebijakan). Hal ini sesuai dengan penelitian deskriptif yang
merupakan studi tentang pengamatan terhadap obyek penelitian untuk
memperoleh gambaran dan keadaan sebenarnya. Dan evaluasi kebijakan
bidang kesehatan merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu
kebijakan kesehatan. Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan
jenis review program (evaluasi kebijakan) tujuan ingin menggali lebih dalam
dari berbagai sumber dan informan mengenai Gambaran pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta
BPJS di RSAI Bandung Tahun 2017.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Al Islam Bandung yang
terletak di Jl. Soekarno-Hatta No.644 Bandung RT. 01 RW. 01. Waktu
pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Januari
tahun 2017.
4.3 Informan Penelitian
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling. Pemilihan informan yang berdasarkan pertimbangan tertentu,
misalnya orang yang paling mengetahui atau mempunyai otoritas pada objek
atau situasi yang akan diteliti. Sehingga informan mampu memberikan
petunjuk kemana saja peneliti dapat melakukan pengumpulan data (Sugiyono,
2008). Informan yang menjadi narasumber pengambilan data primer di RSAI
Bandung, antara lain penanggung jawab Kepala Seksi Pelayanan Rawat Jalan,
Kepala Keuangan, Kepala Logistik Obat, Pelaksana pendaftaran Rawat Jalan
BPJS, Tenaga Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan pihak BPJS yang diambil
secara purposive sampling.
41
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara yang
tergolong dengan bagian wawancara mendalam untuk mewancarai informan
terkait dengan pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan pasien peserta
BPJS dapat memudahkan mencari akar masalah atau penyebab masalah dari
responden. Instrumen penelitian lain dalam pengumpulan data adalah pedoman
observasi yang disertai dengan melakukan telaah dokumen. Dan peneliti
menggunakan alat bantu berupa alat perekam suara, alat tulis dan kamera agar
dapat memperkuat akurasi data.
4.5 Sumber Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan, antara lain :
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara
mendalam dan observasi. Pengumpulan data dengan cara wawancara
mendalam diperoleh melalui informan. Pengumpulan data dengan cara
observasi diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap pelaksanaan
sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada
pasien peserta BPJS di RSAI Bandung.
Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pada prinsip
penelitian kualitatif yaitu kesesuaian dan kecukupan. Kesesuain yaitu
informan yan dipilih berdasarkan kesesuian dengan topik penelitian.
Sedangkan kecukupan yaitu informan yang dipilih mampu memberikan
informasi yang mencukupi tentang topik penelitian. Pada penelitian ini,
informan merupakan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam pelaksanaan rujukan tindakan lanjutan.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara telaah dokumen,
yaitu menelaah data laporan rujukan dan dokumen kebijakan yang
berkaitan dengan pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan
pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung.
42
4.6 Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan
dalam penelitian, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi
secara lisan dari informan. Dan wawancara mendalam ini bisa lebih akurat
ataupun validitas hasil jawaban dari responden, dari jawaban responden
terlihat dari bicaranya, dan ekspresi wajahnya yang sangat penting.
Informan peneliti dilakukan kepada pihak penanggung jawab Kepala Seksi
Pelayanan Rawat Jalan, Kepala Keuangan, Kepala Logistik Obat,
Pelaksana pendaftaran Rawat Jalan BPJS, Tenaga Kesehatan, Dinas
Kesehatan, dan pihak BPJS.
b. Observasi
Observasi adalah keterampilan dalam mengamati objek dan fenomena
melalui panca indera, yaitu melihat, menyentuh, mengecap, mendengar
dan membantu. Hasil observasi dapat ditampilkan dalam bentuk gambar,
bagan, tabel, grafik, deskripsi atau penjelasan (Mutiara, 2006). Peneliti
lakukan dalam kegiatan observasi adalah melihat kesusaian pada
pelaksanaan rujukan pelayanan tingkat lanjutan pasien peserta JKN di
RSAI Bandung, antara lain : observasi terhadap alur pelaksanaan rujukan
mengenai proses pendaftaran di rumah sakit.
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen merupakan suatu cara untuk pemeriksaan terkait suatu
hal melalui dokumen-dokumen. Pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Hasil pengamatan dan wawancara peneliti bandigkan
kesesuaiannya menggunakan dokumen-dokumen tersebut.
4.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode analisis Milles dan Huberman. Metode ini terdiri dari empat
tahapan :
43
4.7.1 Pengumpulan
Pada tahap ini peneliti akan turun ke lapangan untuk mengumpulkan
data atau fakta seperti pengumpulan data peserta BPJS, data rujukan
pelaksanaan JKN, data pasien BPJS yang di rujuk dan SOP pelaksanaan JKN
dengan menggunakan metode wawancara mendalam, observasi dan telaah
dokumen.
4.7.2 Reduksi Data
Tahap ini merupakan tahapan setelah pengumpulan data dengan
memilih data yang didapat. Data yang didapat diantaranya data tahunan
kunjungan pasien, data profil rumah sakit dan data SOP pelaksanaan JKN
kemudian peneliti melakukan pemilihan kembali menjadi data peserta JKN,
data rujukan pelaksanaan JKN, data pasien BPJS yang di rujuk dan SOP
pelaksanaan rawat jalan BPJS yang disesuaikan dengan data yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan penelitian.
4.7.2 Display Data
Display data yaitu menyajikan data data peserta JKN, data rujukan
pelaksanaan JKN, data pasien JKN yang di rujuk dan SOP pelaksanaan rawat
jalan JKN dalam berbagai bentuk seperti bagan, uraian singkat atau teks
naratif, hubungan katagori, flowchart, grafik, matriks, jejaring kerja.
Penyajian dibuat setelah data yang sebelumnya dipilih dibuat menjadi pola.
4.7.3 Kesimpulan atau Verifikasi
Kesimpulan atau verifikasi yaitu tahapan terakhir dalam analisis data
dengan menyimpulkan data-data yang sebelumnya telah diolah.
4.8 Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi
dengan matriks hasil wawancara untuk menjelaskan gambaran pelaksanaan
sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien
peserta BPJS di RSAI Bandung. Penyajian data akan didukung dengan hasil
hasil observasi lapangan dan telaah dokumen.
44
4.9 Validasi Data
Dalam pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh, peneliti
menggunakan teknik triangulasi dengan cara melihat reliabilitas dan validasi
data yang diperoleh. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang diperoleh untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Teknik
triangulasi yang digunakan yaitu :
4.9.1 Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan wawancara
yang sama dengan informan yang berbeda. Pengambilan data penelitian
dilakukan secara terus-menerus baik wawancara maupun observasi.
Pengamatan dilakukan dua kali untuk memvalidasi hasil observasi, selain
untuk menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagi upaya untuk
memenuhi kriteria reliabilitas data (triangulasi data). Model triangulasi data
yang dapat dilakukan meliputi check (cek), rechek (cek ulang), dan cross
rechek (cek silang). Dalam hal ini triangulasi sumber data dilakukan
terhadap penanggung jawab Kepala Seksi Pelayanan Rawat Jalan, Kepala
Keuangan, Kepala Logistik Obat, Pelaksana pendaftaran Rawat Jalan BPJS,
Tenaga Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan pihak BPJS.
4.9.2 Triangulasi Metode
Triangulasi Metode merupakan penggunaan beberapa metode dalam
pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam, observasi, dan telaah
dokumen.
45
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum RSAI Bandung
5.1.1 Perkembangan RSAI Bandung
Rumah Sakit Al Islam Bandung mulai dioperesionalkan 1
Agustus 1990, saat diresmikan luas bangunan hanya sekitar 1.200 m²,
dengan memiliki 28 tempat tidur. Tahun 1994 dibangun Gedung
Firdaus maka kapasitas menjadi 90 tempat tidur, menyusul dibangun
Gedung Raudhoh ruang VIP. 1 November 1997 RSAI telah memiliki
gedung tambahan berupa Gedung Perawatan 6 lantai yang diberi
nama Gedung Ibnu Sina jumlah tt 175. Juli 2002 – 23 Maret 2003
dilakukan renovasi Gedung Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai dengan
dana sumbangan dari berbagai pihak. Di tahun 2003 RSAI telah
mendirikan Medical Check Up Centre. Saat ini pada tahun 2015 RSAI
memiliki 251 tempat tidur.
RSAI Bandung merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe
B (SK Menteri Kesehatan RI No. 754/Menkes/SK/VI/2010 tentang
Penetapan Kelas Rumah Sakit Al Islam Bandung Milik Yayasan RSI
KSWI Jabar). Rumah Sakit Al Islam beralamat di Jl. Soekarnoe Hatta
No. 644 Bandung. Motto Rumah Sakit Al Islam Bandung untuk
Internal “Bekerja Terbaik 100%” dan Eksternal “Sahabat Anda
Menuju Bermanfaat”.
5.1.2 Visi, Misi, Motto dan Tujuan RSAI Bandung
Berikut Visi dan Misi Rumah Sakit Al Islam (RSAI) Bandung,
antara lain :
Visi :
“Menjadi Rumah Sakit Yang Unggul, Terpercaya Dan Islami”
Misi :
a. Melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai Islam ke dalam
seluruh aspek pelayanan maupun pengelolaan rumah sakit.
46
b. Mendukung dan membantu program pemerintah dalam bidang
kesehatan.
c. Melakukan kerjasama lintas sektoral dan ikut berperan aktif
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d. Melaksanakan pelayanan kesehatan dengan memberi kepuasan
kepada konsumen sehingga melebihi apa yang diharapkan.
e. Mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan
sumber daya manusia yang dimiliki.
Tujuan :
1. RSAI yang berstandar kualitas pelayanan tinggi dan menjadikan
kedekatan pada konsumen sebagai prioritas utama.
2. Total quality management sebagai jiwa perusahaan dalam
meningkatkan kinereja dan kualitas secara berkelanjutan.
3. RS Al Islam Bandung mampu beradaptasi terhadap perubahan
internal maupun eksternal yang menuntut terbentuknya pola
pikir dan sikap yang berbeda dari sebelumnya, sesuai dengan
visi, misi RS Al Islam Bandung sendiri
4. RS Al Islam mempunyai strategi yang tepat pada tingkat
perusahaan maupun tingkat fungsional bagi peningkatan
efektifitas dan efisiensi dengan mengadopsi prinsip-prinsip
manajemen yang terbaru dan pemanfaatan peluang yang
memberikan nilai tambah terbesar bagi pencapaian tujuan.
5. Setiap unit kerja sadar akan pendapatan dan biaya dengan tidak
melupakan sisi keadilannya.
6. Terciptanya perhatian yang proposional terhadap kebutuhan
kaum dhuafa dan agniya dengan tetap memperhatikan dumber
daya yang dimiliki oleh Rumah Sakit Al Islam Bandung.
7. RSAI mempunyai sumber daya manusia yang unggul dengan
kemampuan profesionalisme tinggi dengan memperhatikan kode
etik profesinya
47
8. RSAI mempunyai karyawan yang loyal dan mempunyai
komitmen yang tinggi.
48
5.1.2 Struktur Organisasi RSAI Bandung
Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Al Islam Bandung Berdasarkan Surat Keputusan RSAI KSWI Jawa Barat Nomor :
003YRSI-KSWI/SK/KU.IN/1/2015
Pe f
PENGURUSAN YAYASAN RSI
KSWI JAWA BARAT
DIREKTUR
WADIR UMUM &
KEUANGAN
WADIR MEDIS &
KEPERAWATAN KOMITE SMF SPI
Bidang
Pelayanan
Medis I
Bidang
Pelayanan
Medis II
Bidang
Pelayanan
Keperawatan
Bidang
Pelayanan
Penunjang
Medis I
Bidang
Pelayanan
Penunjang
Medis I
Bidang
Administras
i Umum
Bidang
Pelayanan
Umum
Bidamh
Rumah
Tagga
&PSPP
Bidang
Keuangan
&Akutansi
Bidang
Sumber
Daya Insani
49
5.2 Gambaran Umum Rawat Jalan RSAI Bandung
5.2.1 Tujuan Pelayanan Umum Rawat Jalan di RSAI Bandung
Salah satu pelayanan penting Rumah Sakit Al Islam Bandung
Bidang Pelayanan Umum Rawat Jalan sebagai salah satu fungsi
dari unit yang berada di Rumah Sakit Al Islam yang bertugas
untuk memelihara hubungan dengan pelanggan baik internal
maupun eksternal. Pemenuhan kebutuhan dan harapan pelanggan
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan
terhadap pelayanan, peningkatan citra RS Al Islam di mata
pelanggan, komunitas dan masyarakat pada umumnya.
Bidang Pelayanan Umum Rawat Jalan di RSAI Bandung
membawahi dua bidang yaitu supervisor pendaftaran rawat jalan
dan pendaftaran rawat jalan BPJS. Bidang Pelayanan Umum
bertanggung jawab kepada Wakil Direktur dan Keuangan. Berikut
adalah struktur organisasi Bidang Pelayanan Umum Rawat Jalan
di RSAI Bandung.
Bagan 5. 2 Struktur Organisasi Bidang Pelayanan Umum
RSAI Bandung Tahun 2017
Sumber : Diklat RSAI Bandung
Supervisor Pendaftaran Rawat
Jalan
Rawat Jalan BPJS
Seksi Pemasaran & Pelayanan
Pasien Perusahaan
50
5.2.2 Ruang Lingkup Pelayanan Rawat Jalan di RSAI Bandung
Penerimaan pasien rawat jalan BPJS RSAI Bandung mempunyai
prosedur alur pendaftaran BPJS untuk mempermudah pasien dalam
mendapatkan pelayanan di RSAI Bandung, antara lain :
a. Pendaftaran langsung
Pendaftaran langsung merupakan pasien yang belum terdaftar
melalui telepon maupun dari poliklinik, khususnya untuk pasien
baru yang belum pernah berobat di Rumah Sakit AL Islam
Bandung.
b. Pendaftaran melalui telepon
Pasien telepon merupakan pasien yang sudah mendaftar lewat
telepon untuk pengambilan resep obat, kontrol ke dokter dan daftar
untuk pemeriksaan penunjang. Pendaftaran melalui telphon pada
H-1 sampai H-7.
c. Pendaftaran melalui auto registrasi
Auto registrasi merupakan pendaftaran yang sudah di daftarkan
oleh poli, biasanya pengobatan ini bersifat lanjutan. Dan pasien
sudah terdaftar berobat dari poli klinik dari tanggal kontrol yang
sesuai dengan jadwal dokter.
5.2.3 Loket Pendaftaran Pasien Rawat Jalan di RSAI Bandung
Berikut Loket Pendaftaran Pasien Rawat Jalan di RSAI
Bandung, antara lain :
a. Kode Antrian A
Kode A untuk pendaftaran langsung yang belum terdaftar melalui
via telepon maupun dari poloklinik, khususnya untuk pasien baru.
Kode A dipanggil di loket 1.
b. Kode Antrian B
Kode B bagi pasien yang sudah terdaftar di poliklinik, serta bagi
pasien yang sudah daftar via telepon yaitu pengambilan sisa resep
atau obat yang sudah ada salinan resepnya, kode B akan dipanggil
di loket 2 dan 3
51
c. Kode Antrian C
Kode C bagi pasien yang sudah terdaftar via telepon untuk kontrol
atau pemeriksaan penunjang seperti Laboratorium, Radiologi,
EKG, ECHO dsb, kode C akan dipanggil di loket 4 dan 5.
d. Kode antrian D
Kode D bagi pasien kontraktor atau yang dijamin perusahaan atau
asuransi, kode D dipanggil di loket 7.
5.2.4 Sarana dan Prasarana di Pendaftaran Rawat Jalan BPJS di RSAI
Bandung
Berikut sarana dan prasarana pelayanan pendafataran rawat
jalan BPJS RSAI Bandung :
a. Sarana
- Alat Tulis Kantor (ATK) - Telepon
- Meja - Prin
- Kursi - Lemari
- Komputer - Tong Sampah
b. Prasarana
- Ruangan Kantor - Toilet
- Ruangan Pendaftaran - Ruang Ibadah
5.3 Karakteristik Informan di RSAI Bandung
Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 (tujuh) orang yang terdiri
dari 1 (satu) informan Kepala Seksi Pelayanan Rawat Jalan yang masa
jabatannya keduanya berbeda untuk petugas selama 5 (lima) tahun, 1 (satu)
orang petugas pendaftaran rawat jalan BPJS masa jabatannya selama 3
(tiga) tahun, 1 (satu) orang petugas perawat masa jabatannya selama 3 (tiga)
tahun, 1 (satu) orang Supervisor masa jabatannya selama 6 (enam) tahun, 1
(satu) orang Kepala Keuangan masa jabatannya selama 7 (tujuh) tahun, 1
(satu) orang petugas BPJS center di RSAI Bandung masa jabatannya selama
3 (tiga) tahun dan 1 (satu) orang petugas Dinas Kesehatan masa jabatannya
selama 7 (tujuh) tahun. Berikut Karakteristik Informan, antara lain :
52
Tabel 5. 1
Karakteristik Informan
Informan
Jabatan
Jenis
Kelamin
Pendidikan
Lama kerja di
bagian Unit di
RSAI Bandung
Informan A Kepala
Seksi
Pelayanan
Rawat Jalan
Perempuan Dokter 5 (lima) tahun
Informan B Petugas
pendaftaran
rawat jalan
BPJS
Laki-laki D3 3 (tiga) tahun
Informan C Perawat Perempuan D3 3 (tiga) tahun
Informan D BPJS Center Laki-laki S1 3 (tiga) tahun
Informan E Supervisor Perempuan S1 6 (lima) tahun
Informan F Kepala
Keuangan
Laki-laki S2 7 (tujuh) tahun
Informan G Dinas
Kesehatan
Perempuan S1 7 (tujuh) tahun
5.4 Gambaran input meliputi faktor Sumber Daya Manusia, faktor
anggaran, faktor fasilitas, faktor bridging system dan faktor SOP
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung
Gambaran input (masukan) yang meliputi faktor Sumber Daya
Manusia, faktor anggaran, faktor fasilitas, faktor bridging system dan faktor
SOP pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
53
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung dalam penelitian ini
bisa dilihat dari telaah dokumen dan wawancara mendalam.
5.4.1 Gambaran input meliputi Tenaga Kesehatan
Input tenaga kesehatan bisa dilihat dari segi kuantitas dan
kualitas. Secara kuantitas gambaran input pelaksanaan pelayanan
rawat jalan pasien JKN di RSAI Bandung salah satunya membahas
bagaimana input tenaga kesehatan yang mempengaruhi berjalannya
pelayanan pasien di rawat jalan. Oleh karena itu, untuk berjalannya
pelayanan perlu adanya tenaga kesehatan dalam membantu proses
pelayanan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara informan
sebagai berikut :
“Di dokumen contoh jumlah SDM nya sudah lengkap dari
petugas administrasi, perawat, dokter, dll. Dan dinkes yang
membantu dalam mengkoordinir rujukan”. (Informan A)
“Petugas disini banyak kok mba semuanya mempunyai peran
tugas masing-masing”. (Informan B)
“Dari internal pihak rumah sakit yang lebih mengetahui dalam
proses pelayanan. Dan eksternal pihak dinkes”. (Informan C)
“Untuk internal pihak rumah sakit yang lebih banyak berperan.
eksternal pihak dinkes yang lebih mengetahui dalam rujukan”,
(Informan D)
“Yang banyak berperan dari pihak rumah sakit yang banyak
melayani pasien. Kalau dari pihak luar itu ihak dinkes yang
mengetahui sistem rujukan berjenjang”. (Informan F)
“Petugas yang menangani pelaksanaan rujukan pelayanan
tingkat lanjutan peserta di RSAI Bandung”. (Informan G)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa jumlah
tenaga kesehatan dalam pelaksanaan rujukan rawat jalan tersebut
dinilai cukup oleh beberapa petugas. Hal ini dikarenakan semua
pasien yang datang ke RSAI Bandung sudah mendapatkan pelayanan
dengan cukup baik. Dengan pernyataan tersebut informan
menyimpulkan bahwa rumah sakit ini tidak mengalami kekurangan
tenaga kesehatan.
54
Berdasarkan hasil telaah dokumen dan observasi diketahui
bahwa petugas tenaga kesehatan sudah mencukupi dan tidak
mengalami kekurangan tenaga kesehatan. Hal tersebut bisa dilihat
dari jumlah kepala manajemen pelayanan, dokter, perawat, apoteker,
administrasi yang merupakan petugas dalam membantu
keberlangsungan pelayanan. Dari hasil telaah dokumen bahwa input
pelayanan faktor SDM di instalasi rawat jalan RSAI Bandung, antara
lain :
Tabel 5. 2
Jumlah Tenaga Medis di Rumah Sakit Al Islam Bandung
No Profesi Jumlah
1 Dokter Gigi 4 Orang
2 Dokter Umum 14 Orang
3 Dokter Spesialis 20 Orang
4 Perawat 100 Orang
5 Perawat Gigi 6 Orang
6 Bidan 26 Orang
7 Perekam Medis 4 Orang
8 Radiografer 7 Orang
9 Sanitarian 2 Orang
10 Teknisi Elektromedis 1 Orang
11 Terapis Wicara 2 Orang
13 Analis Kesehatan 19 Orang
14 Apoteker 6 Orang
55
15 Asisten Apoteker 46 Orang
16 Penunjang 67 Orang
17 Administrasi Kesehatan 5 Orang
Total Karyawan Tetap ± 329 Orang
Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Jalan RSAI Bandung Tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen
yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa tenaga
kesehatan di RSAI Bandung yang membantu proses pelayanan tidak
mengalami kekurangan jumlah tenaga kesehatan.
Selain dilhat dari segi kuantitas, input di RSAI Bandung ini
dilihat dari segi bagaimana kualitas input tersebut dalam
mempengaruhi berjalannya pelayanan terhadap pasien. Dalam segi
kualitas input SDM di RSAI Bandung salah satunya dilihat dari
pelayanan yang diberikan. Baik atau tidaknya pelayanan yang
diberikan bisa dilihat dari keluhan yang diterima oleh petugas.
Pelayanan yang diberikan petugas bisa dilihat dari keluhan yang
disampaikan oleh petugas, berikut ini hasil wawancara dari
informan, antara lain :
“Di RSAI ini kami sudah mempunyai prosedur dalam melayani pasien
sehingga tenaga kesehatan harusmengikuti cara melayani pasien dengan
baik”. (Informan A)
”Kami sudah mengikuti peraturan rumah sakit dengan melayani
senang hati sehingga pasien merasa puas”. (Informan B)
“Ya disini ada peraturan dalam melayani pasien kalo kami tidak
melayani kami ada dapat teguran”. (Informan C)
“Di sini petugasnya saya liat ramah, baik sopan”. (Informan D)
“Pastinya tenaga di sini ramah” (Informan E)
“RSAI Bandung sangat ketat sehingga kami punya peraturan cara
melayani pasien”. (Informan F)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
pelayanan tenaga kesehatan sudah terpenuhi dalam melayani pasien
di RSAI Bandung, sehingga sudah memberikan kepuasan pasien
56
dengan cara memberikan pelayanan yang terbaik. Hal ini tidak
sesuai dengan hasil wawancara dan telaah dokumen dengan
observasi yang ditemukan terjadinya kesalahan petugas dalam proses
pelayanan yang dikarenakan petugas tidak sesuai dengan SOP yang
berisi tata cara dalam melayani pasien, sehingga disebabkan dari
kualitas petugas.
Selain dari segi pelayanan yang diberikan oleh petugas, kualitas
tenaga kesehatan juga dapat dilihat dari kinerja petugas. Unit
manajemen pelayanan kesehatan rawat jalan pasien peserta JKN di
RSAI Bandung menjadi tempat pusat pelayanan rujukan fasilitas
kesehatan tingkat kedua. Sistem pelayanan tidak bisa menggunakan
BPJS tanpa adanya rujukan dari fasilitas kesehatan pertama atau
puskesmas sistem pelayanan tidak bisa berjalan, sehingga pasien
wajib mengetahui proses pelayanan JKN, serta diharuskan untuk
petugas mengetahui peran tugasnya masing-masing di RSAI
Bandung. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara informan
sebagai berikut :
“Peran pelaksanaan saya dengan mengontrol kegiatan rujukan di
RSAI Bandung dan kami menerima pasien rujukan tingkat faskes I”.
(Informan A)
“Kami dari pihak pendaftaran hanya menerima pasien BPJS yang
sudah mendapatkan rujukan dari pihak puskesmas”. (Informan B)
“Peran saya hanya melayani pasien yang berobat di rumah sakit dan
saya tugasnya juga mendaftarkan pasien yang berobat ulang atau rutin”.
(Informan C)
“Pihak BPJS menangani kasus pelaksanaan rujukan BPJS untuk
berjalannya pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung”. (Informan D)
“Peran manajemen logistik untuk berjalannya pelayanan rawat jalan
di rumah sakit”. (Informan E)
“Peran kuangan untuk mengelola keuangan pasien demi kelancaran
pasien peserta JKN di rumah sakit”. (Informan F)
“Tugas dinas kesehatan untuk memberikan pemerataan sistem
rujukan antar puskesmas ke rumah sakit demi kelancaran pelayanan rawat
jalan”. (Informan G)
57
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
petugas tenaga kesehatan sudah mengetahui peran tugas masing-
masing, hanya saja belum bisa memenuhi kebutuhan untuk melayani
pasien terutama ketika pasien banyak sehingga terjadi kesalahan
petugas di pendaftaran. Dalam menjalankan tugasnya untuk
melakukan proses rawat jalan JKN di RSAI Bandung, petugas
tenaga kesehatan melakukan kerjasama dengan petugas lainnya yang
bertanggung jawab dalam proses rawat jalan. Dan hal ini sudah
sesuai dengan uraian tugas yang sudah ditentukan.
Hasil observasi yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa
tenaga kesehatan menjalankan belum sesuai dengan urain tugas yang
sudah ditentukan rumah sakit. Namun masih ada beberapa petugas
yang masih kurang ketelitian dalam pemeriksaan berkas, sehingga
berkas pasien tertukar dengan pasien lain. Dan beberapa hal penting
bahwa kurangnya informasi pasien yang dikarenakan kurangnya
petugas dalam memberikan informasi terkait alur dalam proses
pelayanan, sehingga dapat menghambat proses pelayanan. Hal
tersebut dilakukan agar pelaksanaan rujukan dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Selain itu hasil tersebut sudah tidak sesuai dengan
hasil wawancara dan telaah dokumen terkait uraian tugas yang
terdapat di SOP rumah sakit.
Dari hasil wawancara dengan informan di ketahui bahwa rumah
sakit memberikan pelatihan khusus kepada petugas tenaga kesehatan
rumah sakit dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
Dalam hal ini pihak rumah sakit memberikan pelatihan yang
memfokuskan dalam penanganan pelayanan pasien, dan skill dasar
berkomunikasi dalam memberikan pelayanan dengan pasien.
Adapun pelatihan yang telah diberikan dari pihak rumah sakit
kepada petugas tenaga kesehatan diantaranya adalah pelatihan Patient
Safety, Public Speaking dan pelayanan prima rumah sakit yang
merupakan rumah sakit rujukan atau fasilitas kesehatan tingkat kedua
58
dan pihak rumah sakit tidak hanya memberikan ilmu dunia saja pihak
rumah sakit memberikan ilmu akhirat dengan siraman rohanian,
pelatihan tersebut sudah cukup menjadi skill dasar petugas dalam
menangani pelaksanaan rujukan pelayanan tingkat lanjutan pasien
peserta di rumah sakit. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil
wawancara sebagai berikut :
“Semua SDM diwajibkan mengikuti pelatihan yang sudah disediakan
pihak rumah sakit. Materi yang saya dapati itu speri patient safety,
pelayanan prima, publich speaking dan yang paling sering kami dapati
siraman rohanian”. (Informan A)
“Kami dari petugas sudah mengikuti pelatihan materinya
keselamatan pasien gitu terus rohanian sama cara berbica kita ke pasien”.
(Informan B)
“Disini kalau sudah ada jadwal pelatihan kami diwajibkan hadir
karena pelatihan itu penting bagi setiap SDM agar mengetahui tugas
masing-masing”. (Informan C)
“Kami dari pihak logistik mengikuti pelatihan juga tapi pelatihan ini
tidak hanya mendapatkan materi umum saja dari materi rohanian juga
didapatkan di rumah sakit”. (Informan E)
“Dari pihak rumah sakit sudah ada pelatihan pelatihan patient
safaety, publich speaking, tipe rumah sakit rujukan dan wajib ada siraman
rohanian.”. (Informan F)
Berdasarkan hasil wawancara diatas yang dilakukan, diketahui
bahwa rumah sakit mempunyai sertifikat patient safety, publich
speaking dan pelayanan prima. Setelah dilakukan pelatihan tenaga
kesehatan memiliki cara yang berbeda-beda dalam melayani pasien
rujukan demi mendapatkan kepuasan pasien.
Beberapa pelatihan yang telah diikuti oleh petugas yang dinilai
sudah membantu petugas dalam menangani proses pelayanan, namun
sebagian besar informan menyatakan bahwa perlu dilakukan pelatihan
ina-CBGS untuk meningkatkan skill petugas pelayanan rawat jalan.
Hal ini dengan adanya pengetahuan ina-CBGS petugas dapat
mengetahui proses pelayanan yang benar dalam melayani pasien,
sehingga tidak terjadinya masalah dalam proses pelayanan.
59
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen
yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa hasil
kuantitas tidak adanya masalah terkait jumlah tenaga kesehatan di
administrasi. Bahwasanya ada beberapa masalah pada segi kualitas
seperti petugas kurang ketelitian dalam pemeriksaan berkas dan
kurang informasinya petugas ke pasien. Bahwasanya kinerja petugas
tidak sesuai dengan SOP yang dikarenakan petugas belum
mendapatkan pelatihan ina-CBGS yang merupakan proses pelayanan
di RSAI Bandung.
5.4.2 Gambaran input meliputi Peralatan Penunjang
Gambaran pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana sarana dan prasarana yang
mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien rujukan BPJS karena
pelayanan rawat jalan didukung oleh masukan peralatan yang
bermutu.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa
informan mengenai fasilitas di rawat jalan RSAI Bandung diketahui
bahwa terdapat peralatan yang belum tersedia. Hal tersebut sesuai
dengan hasil wawancara dengan informan sebagai berikut :
“Sarana dan Prasarana pelaksanaan rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI Bandung”. (Informan A)
“Untuk fasilitas dalam melayani pasien rujukan rawat jalan sudah
lengkap dan hanya saja ada beberapa sebagian fasilitas yang masih
kurang”. (Informan B)
“Satu set komputer beserta dengan programnya, kelengkapan
pelayanan diantaranya set blangko, resume medis”. (Informan C)
“Untuk fasilitas semuanya sudah lengkap dan tidak ada masalah terkait
fasilitas”. (Informan D)
“Semua peralatan sudah lengkap di RSAI Bandung”. (Informan F)
“Fasilitas semuanya sudah terpenuhi di rumah sakit. Dan pihak Dinkes
tidak memberikan fasilitas untuk rumah sakit swasta”. (Informan G)
Berdasarkan dari wawancara diatas diketahui bahwa fasilitas
belum terpenuhi dan belum disediakan pihak rumah sakit seperti mesin
prin yang ada diloket pendaftaran B dan C hanya mempunyai 1 (satu)
printer yang dimana dalam 1 (satu) loket terdapat dua petugas sehingga
60
menghambat proses pelayanan yang seharunya dua pasien berbeda
terlayani dengan bersamaan. Namun dengan adanya kekurangan mesin
printer keduanya pasien datang ke loket pendaftaran tidak bersamaan
dalam mendapatkan SEP.
Selain itu ada pula fasilitas yang tersedia tetapi tidak digunakan
seperti televisi sehingga barang tersebut hanya terpajang di loket
pendaftaran. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai
berikut :
“Kekurangan printer yang dimana 1 loket tersebut ada 2 petugas, dan
adapun tv dan label yang masih belum digunakan sehingga mubazir”.
(Informan A)
“Yaa untuk printer disini sebenarnya kurang lah, Terus Tv disini masih
belum pernah digunakan dan label yang tidak digunakan.”. (Informan B)
“Hanya punya satu printer jadi saya suka ngeliat suka salah ketukar
SEP pasiennyatu”. (Informan C)
“Terkait tv belum bisa digunakan karena belum tersambung dengan
mesin nomor antrian”. (Informan D)
Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa ada
beberapa fasilitas yang sudah tersedia namun tidak digunakan dengan
baik, seperti televisi dan label. Sedangkan dalam prakteknya fasilitas
tersebut jika digunakan dengan baik maka televisi tersebut dapat
berguna untuk penampilan nomor antrian ataupun alur proses
pelaksanaan rawat jalan BPJS di RSAI Bandung. Sedangkan label
berguna untuk keselamatan pasien agar berkas dokumen pasien tidak
tertukar pasien lainnya. Hal ini didukung dengan hasil observasi dan
telaah dokumen yang menyatakan hal yang sama.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen
yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa jumlah
fasilitas yang ada di RSAI Bandung belum terpenuhi di RSAI Bandung.
5.4.3 Gambaran input meliputi Anggaran
Gambaran input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana input anggaran yang mempengaruhi
berjalannya pelayanan pasien di rawat jalan karena pelayanan di rawat
61
jalan akan didukung oleh masukan anggaran yang dapat membantu
proses pelayanan.
Dalam penanganan proses rawat jalan dari pihak BPJS
memberikan dana untuk memperlancar jalannya proses rawat jalan.
Sehingga pihak BPJS memberikan dana setiap bulan ke pihak rumah
sakit dan tidak ada masalah dari pihak BPJS. Adapun masalah yang
muncul dari pihak rumah sakit yaitu terkait laporan keuangan di RSAI
Bandung. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan informan
sebagai berikut :
“Terkait anggaran petugas sudah membuat laporan keuangan dalam
14 hari kerja yang dimana tgl 20 semua laporan keuangan yang sudah
diverifikasi langsung diberikan kepihak BPJS. Kesalahan dari laporan
keuangan dalam pelayanan atau penginputan terkait laporan keuangan
”. (Informan A)
“Anggaran dilihat dari laporan keuangan baru ada anggaran. Awalnya
diverifikasi terlebih dahulu Dari pihak BPJS tidak ada kendala. Biasanya
masalah terjadi bisa dari klaim berkasnya . per tanggal 20 berkasnya belum
lengkap”. (Informan D)
“Pertama pengolahan dokumen, verifikasi, medical record untuk
menentukan cooding keluar billing itu total pembiayaan pasien setelah
diverikasi dokumen dan bill baru diserahkan ke medical record untuk
dimasukkan ke aplikasi BPJS untuk mengeluarkan coddingnya diberikan ke
pihak BPJS”. (Informan F)
Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa masalah
terjadi dari pihak rumah sakit terkait laporan keuangan yang tidak tepat
waktu dalam penyeslesaiannya sehingga menyebabkan terjadi
kemacetan aliran keuangan dari BPJS.
Berdasarkan dana yang diberikan dari BPJS ke rumah sakit tidak
mencukupi pelayanan. Pihak RSAI Bandung mempunyai kebijakan
sendiri untuk menimalisir anggaran rumah sakit dengan cara batas
pelayanan per tiga hari dan pelayanan tidak bisa digunakan setiap hari
berobat. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan informan
sebagai berikut :
“Dana yang dibatasi oleh pihak BPJS tidak cukup untuk biaya semua.
Apalagi untuk obat pasien tidak bisa semua mendapatkan di rumah sakit.
Makanya RSAI mempunyai kebijakan sendiri dalam pelayanan”. (Infoman A)
62
“Untuk dana perppasien Rp 192.500 tergantung rumah sakit yang
mengelola”. (Infoman D)
“Dana yang dibatasi oleh pihak BPJS tidak cukup untuk biaya semua.
Apalagi untuk obat pasien tidak bisa semua mendapatkan di rumah sakit.
Makanya RSAI mempunyai kebijakan”. (Infoman F)
Berdasarkan hasil wawancara diatas diketahui bahwa anggaran
dana dari BPJS ke RSAI Bandung tidak adanya masalah hanya saja
masalah dari pihak rumah sakit dan dari laporan keuangan karena
terlambat memberikan laporan keuangan ke BPJS, sehingga pihak BPJS
telat memberikan dana ke rumah sakit. Dan masalah kedua dari pihak
BPJS memberikan dana perpasien sebesar Rp 192.500 (seratus
sembilan puluh dua ribu lima ratus rupiah) ke setiap rumah sakit,
sehingga rumah sakit merasa kekurangan dengan uang yang diberikan
dari BPJS. Oleh karena itu, pihak rumah sakit mempunyai kebijakan
tersendiri dalam mengelola anggaran yang diberikan pihak BPJS.
5.4.4 Gambaran input Sistem Verifikasi
Gambaran input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana input sistem verifikasi yang
mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat jalan karena
pelayanan di rawat jalan akan didukung oleh masukan sistem verifikasi
yang dapat membantu proses pelayanan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan
terkait sistem verifikasi yang ada di RSAI Bandung diketahui bahwa
RSAI Bandung ini belum menggunakan aplikasi briedging system
tersebut karena masih menggunakan sofware sendiri dan BPJS. Hal
tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan informan sebagai
berikut :
“Kemampuan dikita terkait kabelnya tidak sinkron karena harusnya
pakai viber optik serat kabel kalau dikita masih di timahnya lemah. Kalau
brieding system itu dikawinkan antara system BPJS dengan RSAI sementara
tidak bisa karena beda perkabelan atau systemnya”. (Informan A)
“Biasanya terjadi masalah jaringan eror sehingga masalah di
pendaftaran waktunya bisa sampai 2 jam atau seharian”. (Informan B)
63
“Di RSAI Bandung belum mempunyai sistem briedging system”.
(Informan C)
“Masalah yang hampir sering terjadi dari jaringan. Biasanaya
jaingan ini bisa mencapai 2 jam dan bisa seharian. Sistem ini biasanya bisa
dari kesalahan rumah sakit maupun BPJS”. (Informan D)
“Di RSAI Bandung belum mempunyai sistem briedging system”.
(Informan F)
“Seharusnya RSAI Bandung harus sudah menggunakan briedging
system supaya lebih mudah tapi tidak ada masalah juga selama berjalannya
pelayanan”. (Informan G)
Hal ini sejalan dengan hasil observasi dengan informan yang
menyatakan juga bahwadi rumah sakit ini belum menggunakan aplikasi
briedging system pihak rumah sakit hanya menggunakan software atau
yang disebut sistem verifikasi dari rumah sakit dan BPJS. Dengan
menggunakan software tersebut pihak rumah sakit dapat menghabiskan
waktu dalam 2 (dua) kali pengerjaan penginputan data pasien, sehingga
dapat menimbulkan penumpukan pasien diloket pendaftaran. Adapun
masalah yang terjadi masalah yang dapat menimbulkan masalah dalam
proses layanan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan
informan sebagai berikut :
“Petugas seharusnya cepat melapor terkait adanya kesalahan dalam
jaringan. Jika jaringan belum terhubung maka proses pelayanan terganggu.
Dan kami punya yang ahli IT”. (Informan A)
“Petugas bisa otak atik sendiri, jika petugas tidak bisa tangani lagi
petugas langsung hubungi pihak yang mengerti dalam jaringan. Dan tidak
ada pengontrolan komputer atau jaringan”. (Informan B)
“Saya langsung melapori pihak atas yang mengerti dalam sistem
jaringan”. (Informan C)
“Petugas langsung hubungi pihak yang mengerti dalam jaringan.
Kalau BPJS jaringannya lama petugas membuat SEP secara manual jadi 2
kali kerja. Dan syarat nya dengan minyimpan fotocopy rujukan sama kartu
BPJSnya”. (Informan D)
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa di RSAI
Bandung masih menggunakan software dari rumah sakit dan BPJS dan
penggunaan software tersebut dapat memperlambat kerja atau
penginput pasien secara 2 (dua) kali kerja karena pihak rumah sakit
belum menggunakan bridging system yang dapat mempermudah
64
penginputan pasien. Selain itu permasalahan dari sistem jaringan di
RSAI Bandung hampir sering terjadi, biasanya bisa sampai 2 jam
ataupun seharian. Oleh karena itu, petugas langsung melaporkan kepada
pihak yang ahli dalam Ilmu Teknologi (IT) dan pihak BPJS. Adapun
solusi dari pihak RSAI Bandung ialah dengan cara menginput data
pasien secara manual serta pasien menyertakan fotocopy rujukan, kartu
BPJS dan kartu rekam medis. Setelah sistem kembali seperti semula
petugas dapat menginput kembali ke software secara online.
5.4.5 Gambaran Input Standar Operasional Prosedur (SOP)
Gambaran input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana input Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat jalan
karena pelayanan di rawat jalan akan didukung oleh masukan SOP yang
dapat membantu proses pelayanan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas tenaga kesehatan
pelayanan diketahui bahwa dalam proses pelaksanaan rujukan rawat
jalan sudah mempunyai SOP tersendiri dalam pelayanan rawat jalan
JKN, sehingga petugas dapat menjalankan tugasnya dalam pelayanan
rawat jalan dan mengikuti sesuai prosedur. Hal tersebut dapat diketahui
melalui hasil wawancara sebagai berikut.
“Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksanaan rujukan pelayanan
tingkat lanjutan peserta di RSAI Bandung sudah ada dan kami menjalani
tugas mengikuti SOP”. (Informan A)
“Untuk SOP alur pendaftaran rawat jalan sudah lama dibuat dan
sudah sesuai dengan BPJS”. (Informan B)
“Pembuatan SOP sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
yang terakhir tapi dari rumah sakit menambahkan peraturan tersendiri yang
dimana untuk mengelola dari kerugian rumah sakit”. (Informan C)
“Pembuatan SOP tidak sesuai dari rumah sakit yag pasien berjenjang
bisa datang ke rumah sakit ini”. (Informan D)
“Dalam pembuatan SOP pelaksanaan rawat jalan sudah disesuaikan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan hanya saja ada tambahan dalam alur
pendaftaran”. (Indorman F)
“Pembuatan SOP sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
yang terakhir tapi dari rumah sakit menambahkan peraturan tersendiri”.
(Informan G)
65
Berdasarkan hasil wawancara diatas ditemukan bahwa RSAI
Bandung sudah mempunyai Standar Prosedur Operasional yang dimana
petugas harus mempunyai panutan untuk mengetahui uraian tugasnya
masing-masing. Dengan adanya JKN prosedur rumah sakit berbeda
dengan sebelumnya yaitu pelayanan hanya bisa didapatkan pertiga hari
dalam setiap pelayanan. Adanya perubahan SOP saat ini dengan
sebelumnya ialah terjadinya perubahan dalam sistem yang dimana
sebelum terjadinya perubahan untuk pengambilan obat hanya bisa
diambil pertiga hari setelah pelayanan, tetapi sekarang pasien setelah
berobat bisa mendapatkan obat.
Adapun masalah yang ditemukan pada saat pelayanan terdapat
petugas tidak mengikuti SOP di RSAI Bandung seperti petugas kurang
teliti dalam pemeriksaan berkas pasien dan petugas tidak memberikan
informasi mengenai pelayanan. Hal tersebut dapat diketahui melalui
hasil wawancara sebagai berikut.
“petugas sudah tau kalau di SOP sudah ada alur dalam
pelayanan dari pasien datang sampai pulang tapi pada saat banyaknya
pasien petugas suka buru-buru karena mengejar waktu”. (Informan A)
“saya sudah tau SOP tapi karena mengejar waktu saya teburu-
buru dan sebelum pasien belum selesai terlayani kami sudah menekan
tombol antrian sehingga pasien numpuk di loket”. (Informan B)
“kurang ketelitian petugas sehingga petugas tidak sesuai dengan
SOP rumah sakit” (Informan C)
Berdasarkan wawancara diatas terdapat permasalahan mengenai
SOP petugas yang tidak mengikuti sesuai SOP di RSAI Bandung
sehingga terjadinya masalah dalam melayani pasien. Hal tersebut yang
dikarenakan kurangnya ketelitian petugas dan petugas tidak terburu
dalam melayani pasien.
Adapaun RSAI Bandung mempunyai prosedur alur pelayanan
tersendiri mengenai pemerataan jumlah pasien rujukan yang diterima
oleh rumah sakit dengan tujuan supaya tidak terjadi permasalahan dari
segi biaya dan tidak terjadi penumpukan pasien. Dengan demikian
RSAI Bandung merupakan rumah sakit swasta yang merupakan rumah
66
sakit rujukan, sehingga pihak Dinas kesehatan dan BPJS mempertegas
dalam pemerataan pasien di setiap rumah sakit. Hal tersebut sesuai
dengan hasil wawancara, sebagai berikut :
“RSAI Bandung mengalami penumpukan pasien makanya sekarang
sudah mulai berkurangnya pasien yang sekarang pasien yang lain bisa
ditangani oleh RS Kabupaten dan sesuai dengan tingkatan”. (Informan A)
“Pasien BPJS dari tahun 2014 dan 2016 pertengahan bulan sangat
banyak pasiennya karena pasien disini bisa dari kabupaten. Dan mengalami
penumpukan pasiennya di rawat jalan”. (Informan B)
“Semenjak di pertengahan tahun 2016 pasien mulai mengurang”.
(Informan C)
“Sudah mulainya pemerataan disetiap rumah sakit, sehingga pasien
harus ke rumah sakit kebupaten terlebih dahulu tanpa harus ke rumah sakit
kota”. (Informan D)
“Semenjak adanya pemerataan rumah sakit untuk obat tidak terlalu
keseringan mengalami kekurangan obat walaupun sekarang masih susah
diatasi kekosongan obat”. (Informan E)
“Di RSAI mengalami penemupukan Dan rumah sakit ini sampai sabtu
buka kalau rumah sakit lain tidak. Dan sebelumnya belum berjenjanga
sehingga RSAI tipe B mengalami penumpukan”. (Informan F)
“Sebenarnya sudah lama ada kebijakan ini, hanya saja baru ditetapkan
dan dilaksanakan pihak BPJS, Dinkes dan Rumah Sakit. Sehingga rumah sakit
swasta tidak mengalami penumpukan di rumah sakit tersebut.”. (Informan G)
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pihak
dinas kesehatan, BPJS dan rumah sakit lainnya harus berkolaborasi
dalam pemerataan pasien sehingga pasien yang dirujuk dari puskesmas
tidak bisa langsung mendapatkan pelayanan di rumah sakit tipe B,
seharusnya dilakukan di rumah sakit tipe C terlebih dahulu. Jika dari
rumah sakit tipe C tersebut tidak mempunyai fasilitas memadai atau
pasien yang tidak bisa diatasi maka selanjutnya boleh di rujuk ke rumah
sakit tipe B. Dengan adanya kebijakan ini dapat mengurangi jumlah
kunjungan pasien.
5.5 Gambaran proses meliputi tahap proses pelaksanaan pelaksanaan
sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada
pasien peserta BPJS di RSAI Bandung
Gambaran proses pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana tahap proses pelaksanaan sistem pelayanan
pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien peserta BPJS di
67
RSAI Bandung yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat
jalan.
Dalam menangani program JKN pihak RSAI Bandung mempunyai
syarat pendaftaran dan alur proses tersendiri dalam melayani pasien,
sehingga pihak rumah sakit mempunyai kebijakan tersendiri dalam proses
pelayanan. Berdasarkan telaah dokumen Pelaksanaan Pelayanan
Pendaftaran Rawat Jalan Pengguna BPJS Rawat Jalan di RSAI Bandung.
Diketahui bahwa terdapat kegiatan pelaksanaan pelayanan dari proses
pendaftaran di rawat jalan untuk pengguna BPJS di Rumah Sakit Al Islam
Bandung, antara lain :
5.5.1 Tahap Proses Pendaftaran di RSAI Bandung
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan telaah dokumen
yang dilakukan terhadap salah satu tenaga kesehatan terkait alur
pelaksaanaan pendaftaran di RSAI Bandung yang menunjukkan hasil
sebagai tersebut :
A. Langsung
Pendaftaran langsung yang belum terdaftar melalui via
telephone maupun dari poliklinik, khususnya untuk pasien baru
dengan kode A dipanggil di loket 1. Sebelum ke loket pasien
menyiapkan beberapa berkas seperti: surat rujukan dari
Puskesmas (Faskes 1), kartu BPJS, kartu tanda penduduk (KTP)
dan pasien mengisi formulir identitas pasien pada RG system.
Setelah persyaratan berkas pendaftaran lengkap maka proses
pendaftaran bisa dilakukan dan setiap pasien akan mendapatkan
nomor rekam medik dan kartu berobat.
Sedangkan pasien lama merupakan pasien yang pernah
berobat di RSAI Bandung dan menyiapkan berkas terlebih dahulu
seperti, surat rujukan dari puskesmas (Faskes 1), Kartu BPJS,
Kartu berobat dari RSAI Bandung. Setelah menyiapkan berkas,
pasien langsung ke loket pendaftaran, setelah dari loket
68
pendaftaran pasien mendapatkan nomor antrian untuk ke poli dan
SEP (Surat Eligibilitas Pasien) ke poli yang dituju.
69
Berikut adalah gambar Pendaftaran Langsung Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam
Bandung.
Bagan 5. 3 Pendaftaran Langsung Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
PASIEN
DATAN-
G
BARU
PASIEN
MENGAMBIL
NOMOR
ANTRIAN A
PASIEN
MELAKUKAN
PENDAFTARAN
DI LOKET 1
KELENGKAPAN BERKAS, ANTARA
LAIN :
1. SURAT RUJUKAN DARI
PUSKESMAS
2. KARTU BPJS
3. KARTU RUMAH SAKIT
PETUGAS
MENGECEK
KELENGKAPAN
BERKAS PASIEN
PETUGAS
MENGISI
FORMULIR
PENDAFTA-
RAN
PASIEN
BARU
PASIEN
MENDAPATKAN
DAN
MEMBAWA
NOMOR REKAM
MEDIS, SEP DAN
BPPP SESUAI
DENGAN
NOMOR
ANTRIAN
POLIKLINIK
YANG DITUJU
LAMA
PASIEN
MENGAMBIL
NOMOR
ANTRIAN A
PASIEN
MELAKUKAN
PENDAFTARAN
DI LOKET 1
PETUGAS
MENGECEK
KELENGKAPAN
BERKAS PASIEN
PASIEN
MENDAPATKAN
DAN MEMBAWA
SEP DAN BPPP
SESUAI DENGAN
NOMOR ANTRIAN
POLIKLINIK YANG
DITUJU
PETUGAS
MEMVERIFIK-
ASI DATA
PASIEN
KELENGKAPAN BERKAS,
ANTARA LAIN :
1. SURAT RUJUKAN DARI
PUSKESMAS
2. KARTU BPJS
3. KARTU TANDA
PENDUDUK
PETUGAS
MEMVER-
IFIKASI
DATA
PASIEN
70
B. Auto Registrasi
Autoregistrasi merupakan pasien yang sudah terdaftar di
poliklinik yang didaftarkan oleh perawat dan pasien autoregistrasi
dapat mengambil nomor antrian B atau loket 2. Sebelum pasien
ke loket pasien menyiapkan berkas terlebih dahulu antara lain,
surat rujukan dari Puskesmas (Faskes 1), kartu BPJS, kartu
berobat RSAI Bandung dan BPPP dicetak sesuai dengan nomor
antrian poliklinik yang dituju setelah itu ke loket untuk
mendapatkan SEP pasien dan langsung ke poliklinik yang dituju.
Berikut adalah gambar Pendaftaran Auto Registrasi Pasien
BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
Bagan 5. 4 Pendaftaran Auto Registrasi Pasien BPJS Rawat
Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
PASIEN
DATANG KE
RUMAH SAKIT
SESUAI
JADWAL YANG
DITENTUKAN
PERAWAT
PASIEN
MENGAMBIL
NOMOR
ANTRIAN B
PASIEN
MENUJU
KE LOKET 2
KELENGKAPAN
BERKAS,
ANTARA LAIN:
1. SURAT
RUJUKAN dari
DOKTER
2. KARTU BPJS
3. NOMOR
REKAM MEDIS
4. SURAT
JAMINAN
PASIEN
KONTROL
PASIEN
MENDAPATKAN
DAN MEMBAWA
SEP DAN BPPP
SESUAI DENGAN
NOMOR ANTRIAN
POLIKLINIK YANG
DITUJU
PETUGAS
MEMVERIFI-
KASI DATA
PASIEN
71
c. Melalui Telephone
Pendaftaran melalui via telephone merupakan pasien yang
mendaftarkan ke poli atau penunjang melalui via telephone
pasien, serta pasien mengambil nomor antrian C. Sebelum
dipanggil oleh petugas pasien menyiapkan berkasnya terlebih
dahulu antara lain, surat rujukan dari puskesmas (Faskes 1), Kartu
BPJS, Kartu berobat dari RSAI Bandung dan informasi nomor
antrian yang sudah terdaftar melalui via telepon. Untuk pasien
kontrol dan penunjang rawat jalan pasien mengambil nomor
antrian C. Dan untuk pengambilan resep atau sisa resep pasien
mengambil nomor antrian B. Setelah itu ke loket untuk
mendapatkan SEP (Surat Eligibilitas Pasien) barulah pasien
menuju ke poliklinik yang dituju.
Berikut adalah gambar Pendaftaran melalui telepon Pasien
BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
72
Bagan 5. 5 Pendaftaran ke Poliklinik melalui via Telephone Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
PASIEN DAFTAR
MELALUI VIA
TELEPHONE
KELENGKAPAN BERKAS,
ANTARA LAIN :
1. NO. REKAM MEDIS
2. KLINIK YANG DITUJU
3. JENIS PASIEN
PASIEN DATANG
SESUAI JADWAL
YANG DITENTUKAN
PETUGAS
PASIEN
MENGAMBIL
NOMOR
ANTRIAN B
PASIEN
MENUJU
KE
LOKET 2
KELENGKAPAN
BERKAS, ANTARA
LAIN :
1. SURAT RUJUKAN
dari DOKTER
2. KARTU BPJS
3. NOMOR REKAM
MEDIS
4. NOMOR
ANTRIAN KLINIK
PASIEN
MENDAPATKA-
NDAN
MEMBAWA
SEP DAN BPPP
SESUAI
DENGAN
NOMOR
ANTRIAN
POLIKLINIK
YANG DITUJU
PETUGAS
MEMVERIFI-
KASI DATA
PASIEN
73
Bagan 5. 6 Pendaftaran ke Penunjang melalui via Telephone Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
PASIEN DAFTAR
MELALUI VIA
TELEPHONE
KELENGKAPAN
BERKAS, ANTARA
LAIN:
1. NO. REKAM MEDIS
2. PENUNJANG YANG
DITUJU
3. JENIS PASIEN
PASIEN DATANG
SESUAI JADWAL
YANG
DITENTUKAN
PETUGAS
PASIEN
MENGAMBIL
NOMOR
ANTRIAN B
PASIEN
MENUJ-
U KE
LOKET 2
KELENGKAPAN
BERKAS,
ANTARA LAIN :
1. SURAT
RUJUKAN dari
DOKTER
2. KARTU BPJS
3. NOMOR
REKAM MEDIS
4. NOMOR
ANTRIAN
KLINIK
PASIEN
MENDAPATK-
AN DAN
MEMBAWA
SEP DAN
PERSETUJUAN
DARI PETUGAS
UNTUK
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
PETUGAS
MEMVERI-
FIKASI
DATA
PASIEN
PASIEN
MENYERAH-
KAN DAN
MEMINTA
TANDA
TANGAN
DARI
DOKTER
UNTUK
PEMERIKSA-
AN
PENUNJANG
PASIEN
MENDAP-
ATKAN
TANDA
TANGAN
DARI
DOKTER
DAN
SELANJU-
TNYA
PASIEN
MENYER-
AHKAN KE
PENUNJ-
ANG YANG
DIRUJUK
OLEH DARI
DOKTER
74
Alur Pendaftaran penerimaan awal pasien di Rumah Sakit Al Islam Bandung. Berikut adalah gambar alur
pendaftaran Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
Bagan 5. 7 Alur Pendaftaran Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
PASIEN
DATANG
KELENGKAPAN BERKAS,
ANTARA LAIN :
1. SURAT RUJUKAN
DARI PUSKESMAS
2. KARTU BPJS
3. KARTU RUMAH
SAKIT
4. NOMOR ANTRIAN
KLINIK
PASIEN
MENGAMBIL
NOMOR
ANTRIAN
PASIEN
MELAKUKAN
PENDAFTARAN
DI LOKET
PETUGAS
MENGECEK
KELENGKAPAN
BERKAS PASIEN
PASIEN
MENDAPATKAN
DAN MEMBAWA
SEP DAN BPPP
SESUAI DENGAN
NOMOR
ANTRIAN
POLIKLINIK YANG
DITUJU
PETUGAS
MEMVERIFI-
KASI DATA
PASIEN
PASIEN
DIPANGGIL
PERAWAT
UNTUK
DIPERIKSA
TEKANAN
DARAH dll
PASIEN
DIPANGGIL
PERAWAT
UNTUK
DIPERIKSA
OLEH
DOKTER
PASIEN
DIPERIKSA
OLEH
DOKTER
PASIEN DIRUJUK KE
PENUNJANG UNTUK
PEMERIKSAAN
BERKELANJUTAN
PASIEN DIRUJUK KE
RAWAT INAP UNTUK
DILAKUKAN TINDAKAN
BERKELANJUT
PASIEN MENDAPATKAN
SALINAN RESEP
PASIEN MENDAPATKAN
SALINAN RESEP
PASIEN KE APOTEK
KHUSUS PASIEN BPJS PASIEN PULANG
DOKTER
MEMBUAT
DIAGNOSIS
PASIEN
75
Ketentuan umum :
1. Pasien baru :
a. Telah mengisi formulir identitas pasien dengan lengkap
b. Petugas mengisi identitas pasien pada RG system, setiap
pasien akan mendapatkan nomor rekam medik dan kartu
berobat
c. Petugas menanyakan poliklinik yang dituju oleh pasien
d. Berkas rekam medik disiapkan oleh petugas dengan
dilengkapi identitas pasien. Penulisan nama harus
menggunakan dua kata atau satu kata apabila nama yang
tercantum pada tanda pengenal hanya satu kata,
menggunakan huruf kapital, tulisan terbaca dengan jelas
e. BPPP dicetak sesuai dengan nomor urut antrian
poliklinik yang dituju
f. Petugas mencetak kartu berobat pasien
g. Petugas menerima pembayaran dan mencetak kuitansi
sebagai bukti pembayaran
2. Pasien lama
a. Pasien menyerahkan kartu berobat kepada petugas
pendaftaran
b. Petugas pendaftaran menginput nomor rekam medik dan
memastikan bahwa nama pasien sesuai dengan kartu
berobat
c. Petugas menanyakan poliklinik yang dituju oleh pasien
BPPP dicetak sesuai dengan nomor antrian poliklinik
yang dituju
Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen ditemukan
bahwa alur pendaftaran di RSAI Bandung berbeda dengan rumah
sakit lain. Alur Rumah Sakit Al Islam Bandung untuk pendaftaran
bisa menggunakan via langsung, autoregistrasi dan telephone. Hal
76
tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan informan sebagai
berikut :
“Untuk pasien BPJS mempunyai 3 loket untuk loket A pasien
langsung pasien yang belum pernah berobat ke rumah sakit dan pasien
yang belum terdaftar via telepon, loket B untuk pendaftaran pasien yang
sudah didaftarkan oleh poli/autoregistrasi.Loket C untuk pasien yang
daftar melalui via telepon pasien yang berkunjung untuk kontrol dan
penunjang.”. (Informan A)
“Loket A untuk pasien yang langsung belum terdaftar via
telephone dan autoregistrasi. Pendaftaran autoregistrasi. Sehingga
pasien tersebut harus controlnya rutin sebulan sekali”. (Informan B)
“Di RSAI Bandung mempunyai 3 alur pendafataran. Ada via
langsung, autoregistrasi dan telephone.”. (Informan C)
“Pasien BPJS harus ada rujukan dari tingkat 1 jadi tidak bisa ke
rumah sakit, pasien BPJS merupakan pasien berjenjang. Di RSAI
Bandung punya 3 loket”. (Informan D)
“Untuk pasien BPJS mempunyai 3 loket untuk loket A pasien
langsung, loket B untuk pendaftaran pasien yang sudah didaftarkan oleh
poli/autoregistrasi. Loket C untuk pasien yang daftar melalui via
telepon”. (Informan F)
“Untuk alur proses pendaftaran semuanya sama dari pasien
datang sampai pulang semua harus terlayani hanya saja setiap rumah
sakit membuat kebijakan”. (Informan G)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui, bahwa
pendaftaran di RSAI Bandung mempunyai 3 (tiga) alur
pendaftaran, seperti pendaftaran via langsung, autoregistrasi dan
telephone. Pendaftaran via langsung merupakan pasien yang belum
terdaftar autoregistrasi ataupun telephone, pasien tersebut langung
datang ke loket A, hanya saja untuk pendaftaran loket A terdapat
pembatasan kuota dokter dan terdapat kemungkinan pasien bisa
tidak terlayani karena pasien sebelumnya sudah daftar terlebih
dahulu melalui via autoregistrasi atau telephone. Pendaftaran
autoregistrasi merupakan pasien yang sudah didaftarkan oleh
perawat untuk berobat ulang, biasanya kontrol kembali sebulan
sekali, untuk penyakit tertentu. Dan pendaftaran telephone pasien
yang mendaftarkan diri melalui telephone untuk mengatasi adanya
kepenuhan dokter dan pasien tersebut sudah mendapatkan nomor
antrian.
77
Berdasarkan hasil observasi ditemukan masalah dalam alur
pendaftaran di RSAI Bandung, seperti pasien masih kurangnya
informasi terkait alur pelayanan sehingga menghambat proses
pelayanan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan
informan sebagai berikut :
“Banyak pasien yang masih salah mengambil nomor antrian,
pasien tidak membawa rujukan, pasien yang datang langsung biasanya
tidak semua pasien bisa terlayani karena untuk pasien BPJS dibatasi
kuotanya”. (Informan A)
“Pasien tidak membawa rujukan, pasien belum terdaftar via
telepon, sudah habis masa berlaku rujukannya, salah poliklinik”.
(Informan B)
“Masalahnya pasien masih tidak membawa rujukan, tidak
mengetahui loket antrian”. (Informan C)
“Pasien masih kurang informasi terkait alur pendaftaran sehingga
pasien terhambat proses pelayanan.”. (Informan D)
“Pasien masih banyak tidak membawa rujukan, tidak mengetahui
loket antrian, dan tidak mengetahui alur pendaftaran”. (Informan F)
Berdasarkan hasil wawancara diatas ditemukan terjadinya
masalah di alur pendaftaran pada pasien JKN, antara lain pasien
masih kurang mengetahui prosedur BPJS di RSAI Bandung seperti:
Pasien tidak membawa rujukan dari fasilitas kesehatan 1 (satu)
atau rujukan dari puskesmas.
Pasien langsung yang tidak mengetahui cara daftar via telepon
karena belum terdaftar di rekam medis RSAI Bandung yang
dapat menghambat proses pelayanan dan adanya pembatasan
kuota dokter yang dikarenakan pasien langsung hanya
menerima kuota 70 pasien BPJS perharinya dan adanya
penambahan untuk dokter tertentu sebanyak 10 pasien setiap
harinya. Walaupun adanya dampak untuk pasien langsung
yang kemungkinan datang tidak bisa mendapatkan pelayanan
yang dikarenakan adanya pembatasan kuota. Oleh karena itu
pihak rumah sakit memberikan solusi agar pasien daftar
melalui via telephone agar pasien terlayani.
78
Adanya kesalahan pasien dalam pengambilan nomor antrian ke
poli yang sudah di daftarkan oleh poli. Masalah ini dapat
menghambat proses pelayanan.
Pasien lupa untuk kontrol sesuai dengan waktu yang sudah
didaftarkan oleh poli. Dan perawat kurang memberikan
informasi kepada pasien bahwa pasien berobat harus sesuai
dengan waktunya.
Pasien yang sudah di daftarkan oleh poli belum mengetahui
prosedur BPJS di Rumah Sakit Al Islam Bandung. Pasien
hanya sekedar mengetahui bahwa pasien yang sudah
didaftarkan oleh poli dan langsung ke tempat pendaftaran dan
untuk pasien pengambilan obat pasien tersebut langsung ke
pendaftaran tanpa mengambil nomor antrian terlebih dahulu.
Pasien belum mengetahui prosedur RSAI Bandung mengenai
adanya pembatasan penggunaan pelayanan 3 hari sekali
pengobatan
Dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan proses rawat
jalan JKN di RSAI Bandung, terdapat kerjasama antar petugas
yang bertanggung jawab dalam proses rawat jalan. Adapun
beberapa masalah yang terjadi dalam proses pelayanan pendaftaran
ditujukan dalam hasail wawancara. Berikut hasil wawancara
dengan informan :
“Kesalahan perawat dalam menjadwalkan berobat. Dan masalah
dari tenaga kesehatan seperti petugas pendaftaran masih ada salah
dalam penyerahan SEP kepada pasien”. (Informan A)
“Tenaga kesehatan kurang teliti dalam penyerahan SEP kepada
pasien sehingga nama pasien tidak sesuai dengan SEPnya.”. (Informan
B)
“Masalahnya pasien masih tidak membawa rujukan, tidak
mengetahui loket antrian, petugas salah memberikan SEP ke pasien”.
(Informan C)
“Masalah Obgyn dilihat dari kasus normal atau kelilit atau sesar
kalau masalahya pasien kelilit bisa langsung acc. Jadi pas di poli nolak
melihat dari kondisi pasien normal pasien langsung datang ke pihak
BPJS”. (Informan D)
79
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen
yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa
Berdasarkan Surat Keputusan RSAI KSWI Jawa Barat Nomor :
003YRSI-KSWI/SK/KU.IN/1/2015 RSAI Bandung, SDM yang
membantu proses pelayanan tidak mengalami kekurangan tenaga
SDM. Adapun masalah dari petugas pendaftaran dan perawat yang
kurang teliti dalam pemeriksaan berkas seperti petugas salah
memberikan SEP kepada pasien dan perawat salah menerbitkan
autoregistrasi sehingga dapat menimbulkan masalah yang
memperlambat proses pelaksanaan pelayanan rawat jalan. Dan
kurang keterlibatan satpam dalam membantu proses pelayanan
sehingga memudahkan pasien dalam pelayanan.
80
5.5.2 Tahap Pemberian Pelayanan Poli
Pelayanan poli merupakan tempat pelayanan untuk pasien yang
sudah terdaftar biodatanya ke sistem rumah sakit, pasien bisa
melanjutkan ke pelayanan poli. Berikut adalah bagan pelayanan poli
pada Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
81
Bagan 5. 8 Alur pelayanan Poli pada Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung
PASIEN
DATANG
DI POLI
PASIEN
MEMBAWA
DAN
MENYERAHK-
AN BERKAS KE
PERAWAT
PASIEN
DIPANGGIL
PERAWAT
UNTUK
DIPERIKSA
TEKANAN
DARAH dll
PASIEN
DIPANGGIL
PERAWAT
UNTUK
DIPERIKSA
OLEH DOKTER
PASIEN
DIPERIKSA
OLEH DOKTER
PASIEN DIRUJUK KE
PENUNJANG UNTUK
PEMERIKSAAN
BERKELANJUT
PASIEN DIRUJUK KE
RAWAT INAP UNTUK
DILAKUKAN TINDAKAN
BERKELANJUT
PASIEN MENDAPATKAN
SALINAN RESEP
PERAWAT RENCANA
KONTROL
KELENGKAPAN BERKAS,
ANTARA LAIN:
1. INPUT DAFTAR KLINIK
2. TGL KONTROL
3. JADWAL DOKTER
DOKTER
MENGISI
DIAGNOSA
PASIEN
PASIEN
MENDAPATKAN
RUJUKAN KONTROL
UNTUK DILAKUKAN
TINDAKAN LANJUT
82
Hal diatas merupakan proses alur pelayanan poli dari pasien
datang ke poli sampai pasien mendapatkan tindakan oleh dokter.
Adapun masalah yang terjadi dalam proses pelayanan poli, berikut
hasil wawancara yang dilakukan oleh salah satu petugas terkait alur
pelaksanaan pelayanan poli setelah pelaksanaan pendaftaran di
RSAI Bandung.
“Setelah pasien dari pendaftaran, pasien langsung ke poli yang
dituju dengan membawa SEP (Surat Eligibitas Pasien). Setelah dari Poli
pasien langsung pemeriksaan tensi darah pasien”. (Informan A)
“Setelah pasien yang sudah mengurusi pendaftaran, pasien
langsung ke poli yang dituju. Pasien langsung di periksa terlebih dahulu
untuk pengecekan tekanan darah”. (Informan B)
“Pasien yang sudah selesai mengurusi di pendaftaran pasien
langsung membawa berkas untuk menyerahkan di poli. Setelah dari poli
pasien di panggil untuk pemeriksaan awal”. (Informan C)
“Pasien yang dari pendaftaran langsung ke poli untuk
pemeriksaan ke dokter”. (Informan D)
“Pasien dari pendaftaran bisa langsung ke poli, langsung saja
pasien memberikan berkasnya yang dari pendaftaran ke perawat untuk
pemeriksaan”. (Informan F)
“Untuk pemeriksaan poli semuanya sama dari rumah sakit. Pasien
yang sudah dari pendaftaran langsung ke poli”. (Informan G)
Berdasarkan dari hasil wawancara diatas berikut alur
pendaftaran untuk pelayanan di poli RSAI Bandung. Pelayanan di
poli dimulai setelah pendaftaran, setalah dari pendaftaran pasien
langsung ke poli untuk mendapatkan pelayanan. Setelah itu pasien
ke poli untuk meberikan berkas, selanjutnya pasien di periksa untuk
pengecekan tekanan darah. Dan setelah pemeriksaan dari perawat
pasien menuunggu untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. Pasien
yang sudah di periksa dokter bisa mendapatkan resep dokter dan
rujukan ke penunjang ataupun ke dokter spesialis. Hal tersebut
sesuai dengan hasil wawancara dan telaah dokumen alur pelayanan
poli rawat jalan pasien BPJS di RSAI Bandung.
“yaa biasanya telat juga dokter datang, sehingga pasien numpuk
di sini. Terus biasanya ada juga dokter yang gak kasih kabar”.
(Informan A)
83
“adapun dokter suka telat atau gak datang ni dokternya nih terus
gak kash kabar, pada saat pasien yang sudah antri dari subuh trus pas
siang di poli mereka baru di kasih kabar”. (Informan B)
“ada juga dokter yang telat sehingga pasien suka banyak yang
nanya ke loket perawat dan menghadapi berbagai macam pasien dan
saya tetap terus melayani pasien”. (Informan C)
“dokter ada yang telat sehingga kami pihak BPJS suka binggung,
ya seharusnya pasien tanya di tempat informasi bukan di BPJS”.
(Informan D)
“dokter disini jarang yang terlambat walaupun adalah yang telat
karena mereka dapat surat juga kalau telat”. (Informan E)
Berdasarkan hasil penelitian diatas diketahui bahwa dalam
pelayanan poli di RSAI Bandung masih adanya dokter terlambat
dan tidak memberikan informasi karena ketidakhadirannya
sehingga dapat menghambat proses pelayanan. Dan dalam
kebijakan RSAI Bandung memberikan ketegasan surat peringatan
untuk dokter yang telat datang sehingga dokter tidak merasa leluasa
datang terlambat. Selai itu terdapat adanya masalah kesalahan
perawat dalam pemeriksaan berkas dan kurangnya informasi terkait
jadwal dokter yang ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan hasil
wawancara dan observasi :
“Masalah yang terjadi pada saat di poli itu perawat biasanya
masih salah memberikan jadwal berobat dan kurang melihat jadwal
terakhir pasien berobat”. (Informasi A)
“Perawat kurang memberikan informasi terkait pasien yang
datang kontrol berulang tanpa mengambil nomor antrian dulu. Mereka
langsung ke meja pendaftaran loket b”. (Informasi B)
“Biasanya saya salah menginput data penyakit pasien sehingga
pada saat di pemeriksaan dokter, dokter mengecek kembali penyakit
pasien”. (Informasi C)
“Jika terjadinya kesalahan pada perawat pada saat penginputan
kami pihak BPJS membenarkan input yang salah dari perawat”.
(Informasi D)
Berdasarkan dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
adanya kesalahan dalam memberikan pelayanan sehingga pasien
tidak mendapatkan pelayanan. Kesalahan perawat ialah kurang
telitinya dalam pemeriksaan berkas dan belum semua perawat
jadwal terakhir pemeriksaan pasien sehingga perawat salah
memberikan jadwal pertiga hari ke pasien.
84
5.5.3 Tahap Pemberian Pelayanan Penunjang
Pelayanan penunjang merupakan tempat pelayanan pemeriksaan
berkelanjutan seperti pemeriksaan laboratorium, radiologi, EKG dan
USG. Namun untuk mendapatkan pelayanan penunjang pasien yang
sudah menyelesaikan tahapan pendaftaran, poli dan dirujuk oleh
dokter di RSAI Bandung. Berikut adalah bagan pelayanan penunjang
pada Pasien BPJS Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
Bagan 5. 9 Alur Pelayanan Penunjang pada Pasien BPJS Rawat Jalan
di Rumah Sakit Al Islam Bandung
Hal diatas merupakan proses alur pelayanan penunjang dari
pasien datang ke penunjang sampai pasien mendapatkan tindakan oleh
tenaga kesehatan. Adapun masalah yang terjadi dalam proses
pelayanan penunjang, berikut hasil wawancara yang dilakukan oleh
salah satu petugas terkait alur pelaksanaan pelayanan penunjsang
setelah pelaksanaan pendaftaran di RSAI Bandung, sebagai berikut :
“Pasien daftar kembali melalui via telephone, setelah itu pasien bisa
langsung ke penunjang”. (Informan A)
“Daftar mulai dari awal lagi pasien daftar via telephone lalu pasien
bisa ke penunjang”. (Informan B)
“Pasien yang sudah dirujuk oleh dokter pasien bisa ke penunjang,
dan dari penunjang petugas memberikan pelayanan dan setelah itu pasien
mendapatkan hasil pemeriksaannya”. (Informan C)
85
“Pasien dari poli bisa langsung ke penunjang. Dan dari penunjang
pasien akan terlayani oleh petugas”. (Informan D)
“Pasien dari poli bisa mendapatkan pelayanan penunjang. Setelah itu
dilayani oleh petugas dan menunggu hasilnya”. (Informan F)
“Pasien siapa pun bisa mendapatkan pelayanan penunjang”.
(Informan G)
Berdasarkan hasil wawancara diatas ditemukan, bahwa
pelayanan penunjang dapat dilakukan untuk pasien yang dirujuk dari
dokter. Namun pelayanan penunjang di RSAI Bandung berbeda
dengan rumah sakit lainnya, seperti pasien tidak bisa mendapatkan
pelayanan langsung dari poli ke penunjang pada hari tersebut, hal
tersebut sesuai dengan pernyataan informan berikut :
“Pasien yang sudah dari poli tidak bisa langsung ke penunjang,
pasien daftar kembali melalui via telephone untuk 3 hari kedepannya”.
(Informan A)
“Pasien BPJS di RSAI Bandung tidak bisa langsung dari poli ke
penunjang, pasien harus daftar kembali baru bisa pemeriksaan lab dan lain-
lain”. (Informan B)
“Ya disini pasiennya harus daftar lewat via telephone lagi tapi tidak
bisa besok langsung ke penunjang tapi harus ada batasan waktu 3 hari”.
(Informan C)
“Dari poli pasien daftar kembali untuk mendapatkan pelayanan di
penunjang”. (Informan D)
“Untuk pasien BPJS disini berbeda dengan pasien BPJS lainnya. Di
rumah sakit ini pasien tidak bisa langsung ke penunjang”. (Informan F )
“Ya kalau dari rumah sakit lain setelah pasien dari poli pasien yang
mendapatkan rujukan ke penunjang pasien bisa mendapatkan pelayanan
penunjang”. (Informan G)
Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan, bahwa
pelayanan penunjang di RSAI Bandung mempunyai tahap alur
pelaksanaan pelayanan penunjang tersendiri. Dalam pelaksanaan
penunjang, pasien mendaftarkan dirinya terlebih dahulu melalu via
telephone karena di RSAI Bandung mempunyai kebijakan untuk
pembatasan pelayanan selama 3 hari, sehingga pasien tidak bisa
langsung ke penunjang.
5.5.4 Tahap Pemberian Pelayanan Pengambilan Obat
Pelayanan dalam pengambilan obat merupakan tempat pelayanan
untuk pasien yang sudah menyelesaikan tahap pendaftaran dan poli di
RSAI Bandung. Pasien yang sudah mendapatkan salinan resep dari
86
dokter, pasien bisa langsung ke apotek untuk pengambilan obat.
Berikut adalah bagan pelayanan pengamilan obat pada Pasien BPJS
Rawat Jalan di Rumah Sakit Al Islam Bandung.
Bagan 5. 10 Alur Pelayanan Pengambilan Obat pada Pasien BPJS Rawat Jalan
di Rumah Sakit Al Islam Bandung
Hal diatas merupakan proses alur pelayanan pengambilan obat
dari pasien datang ke apotik sampai pasien mendapatkan obat. Adapun
masalah yang terjadi dalam proses pelayanan dalam pengambilan
obat, berikut hasil wawancara yang dilakukan oleh salah satu petugas
terkait alur pelaksanaan pelayanan di apotek untuk pengambilan obat
di RSAI Bandung, sebagai berikut :
PASIE-
N
MEN-
DAPAT
KAN
SALI-
NAN
RESEP
PASIEN
KE
APOTEK
KHUSUS
PASIEN
BPJS
PASIEN
MEN-
DAPAT-
KAN
OBAT
PASIEN
MEN-
DAPAT-
KAN
OBAT
SEPENU
HNYA
PASIEN
PULANG
PASIEN
TIDAK
MEN-
DAPAT-
KAN
OBAT
SEPENU
HNYA
PASI-
EN
ME-
LA-
POR
PI-
HAK
BPJS
PASIEN
MENDAPATKAN
APOTEK REKAN
DARI PIHAK
BPJS UNTUK
MENDAPATKAN
SISA OBAT
PASIEN BISA
BEROBAT
KEMBALI
UNTUK
MENDAPATKAN
SISA OBAT
PASIEN
PULANG
87
“Setelah dari poli pasien membawa resep obat untuk mengambil obat
di apotek BPJS. Tapi ada obat yang tidak semua didapatkan”. (Informan A)
“Pasien yang sudah mendapatkan salinan resep pasien langsung ke
apotek. Adapun ada obat yang tidak penuh didapatkan”. (Informan B)
“Dari poli pasien bisa mendapatkan obat di apotek BPJS. Dan
pasienpun menunggu antrian kembali”. (Informan C)
“Pengambilan obat disini dibedakan mana oasien BPJS dan pasien
Umum. Setelah pasien dari poli pasien mendapatkan salinan resep dari
dokter.”. (Informan D)
“Untuk pengambilan obat, pasien harus mendapatkan salinan rersep
dari dokter terlebih dahulu, jika pasien sudah ada salinan resep pasien
langsung ke apotek khusus psaien BPJS”. (Informan E)
“Pasien yang sudah dari poli pasien langsung ke apotek dengan
membawa salinan resep dokter. Pasien langsung mengambil obat di apotek
BPJS yang dimana apotek di sini dibedakan apotek umum dan apotek
BPJS”. (Informan F)
“Rumah sakit swasta dengan negeri sangat lah berbeda tergantung
kebijakn itu sendiri”. (Informan G)
Berdasarkan dari wawancara diatas, diketahui adanya perbedaan
dalam pengambilan obat di RSAI Bandung. Tahap alur pengambilan
obat tidak ada masalah dan tidak dipersulit berbeda dengan tahapan
sebelumnya. Namun sebelumnya pasien yang berobat tidak bisa
mengambil obat langsung ke apotek. Pasien terlebih dahulu harus
mendaftarkan diri melalui via telephone dan untuk pengambilan obat
tidak bisa diambil langsung setelah pengobatan akan tetapi bisa
diambil setelah 3 (tiga) hari pengobatan. Adanya perubahan kebijakan
dalam pengambilan obat sehingga pasien bisa langsung mendapatkan
obat pada saat pelayanan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara
dan observasi sebagai berikut :
“Untuk pengambialan obat di RSAI berbeda sebelumnya yang dimana
sebelumnya diambil melalui via telepon tapi sekarang obat yang diambil
hanya pada saat kontrol”. (Informasi A)
“Untuk pengambilan obat sekarang mengikuti SK RSAI pertiga hari
jika obatnya kurang dikasih salinan resep untuk diambil di rekanan BPJS
jadi misalkan dr meresepkan obat untuk 2minggu tapi dari pihak farmasi
hanya diberikan untuk 3hari”. (Informasi B)
“Untuk pengambialan obat di RSAI berbeda sebelumnya yang dimana
sebelumnya diambil melalui via telepon tapi sekarang obat yang diambil
hanya pada saat kontrol saja jika obat itu ada”. (Informasi C)
“Kalau obat dari peraturan disini diambil 7 hari dulu dirumah sakit
nanti sisanya pasien ambil di apotek rekanan. Kan dr diwajibkan diberikan
obat satu bulan tapi dari pihak rumah”. (Informasi D)
“Jadi kita harus belajar obat fornas batasan-batasan obat apa saja
yang hanya 30 hari. Dan hanya penyakit kronis 30 hari untuk akut 7 hari.
Struktur pemberian ada 7 paket ina-cbgs 23 hari masuk ke top
upp“.(Informasi E)
88
“Farmasi untuk obat top-upp ada masuk paket satu hari 192.500 yang
tidak masuk paket pasien kronis contohnya pasien diabet untuk insulin bisa
di top-upp jadi biaya insulin terpisah. Jadi namanya 7 hari paket yang
biayanya 192.500”. (Informasi F)
“Untuk pengambialan obat di RSAI berbeda sebelumnya yang dimana
sebelumnya diambil melalui via telepon tapi sekarang obat yang diambil
hanya pada saat control”. (Informan G)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat disimpulkan untuk
pengambilan obat khusus pasien BPJS ada seberapa pasien yang tidak
sepenuhnya mendapatkan obat. Setelah dilakukan wawancara
ditemukan bahwa penyebabnya dari kekosongan obat dan biaya tarif
BPJS yang tidak cukup untuk layanan perharinya. Tarif Pelayanan
dari BPJS perpasien sebesar RP 192.500,00 (sembilan puluh dua ribu
lima ratus rupiah) tidak mencukupi biaya administrasi, dokter
spesialis dan obat yang khusus untuk sebulan, sehingga pasien hanya
mendapatkan obat untuk seminggu. Selanjutnya pasien mengambil
sisa obat ke apotek mitra yang sudah bekerja sama pihak BPJS dan
pasien harus ada persetujuan terlebih dahulu untuk mendapatkan serah
terima dari pihak BPJS. Adapun solusi dari rumah sakit pasien
berobat kembali dimulai dari pasien daftar via telephone atau pasien
langsung untuk mendapatkan sisa obat. Dalam prosedur pengambilan
obat dibuat kebijakan dari RSAI Bandung. Berikut hasil wawancara
dengan informan sebagai berikut :
“Kebijakan dari rumah sakit sama pihak BPJS yang bersangkutan
supaya tidak ada salah informasi satu sama lain”. (Informan A)
“Kebijakannya baru dirubah untuk memperlancar pelayanan”.
(Informan B)
“Kebijakan dari rumah sakit sama pihak BPJS yang bersangkutan
supaya tidak ada salah informasi satu sama lain”. (Informan C)
“Kalau dari BPJS seharusnya full pasien mendapatkan obat tapi dari
pihak rumah sakit mempunyai kebijakan tersendiri”. (Informan D)
“Baru mulai beberapa bulan sudah dirubah”. (Informan E)
“Kebijakan dari rumah sakit sama pihak BPJS yang bersangkutan
supaya tidak ada salah informasi satu sama lain”. (Informan F)
Berdasarkan dari wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebijakan dalam pengambilan obat sebelumnya berbeda dengan
kebijakan yang sekarang. Kebijakan sebelumnya lebih mempersulit
pasien karena pasien yang berobat saa itu tidak bisa langsung
mendapatkan obat hari itu juga, pasien harus daftar terlebih dahulu
melalui via telephone dan kembali lagi setelah 3 (tiga) hari setelah
hari pelayanan.
89
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan kebijakan
terkait pelayanan pengambilan obat terdapat revisi atau perubahan
kebijakan pengambilan obat. Perubahan kebijakan terjadi pada
bulan September yang ditujukan untuk mempermudah pasien.
Namun kenyataannya masih terdapat masalah mengenai pasien
yang belum mendapatkan obat sepenuhnya. Misalkan obat hanya
bisa diambil dari setengah hasil resep yang didapatka
5.6 Gambaran output yang Kesesuaian prosedur pelaksanaan pelaksanaan
sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada
pasien peserta BPJS di RSAI Bandung
Gambaran output pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana kesesuian prosedur pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien
peserta BPJS di RSAI Bandung yang mempengaruhi berjalannya pelayanan
pasien di rawat jalan karena pelayanan di rawat jalan RSAI Bandung akan
dibandingkan dengan pedoman JKN .
Berdasarkan dari hasil wawancara yang didapatkan bahwa pelayanan
di RSAI Bandung sudah sesuai dengan standar Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 71 pasal 20 Tahun 2013 tentang Pelayanan
kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Bahwasanya di RSAI Bandung mempunyai Standar Operasional tersendiri,
sehingga pelayanan di RSAI Bandung dan rumah sakit lainnya berbeda
dalam pelayanan.
Adapun ada beberapa masalah yang terjadi di dalam pelaksanaan
pelayanan pasien rujukan rawat jalan tingkat II pada peserta BPJS yang
disampaikan informan ke bagian pelayanan rawat jalan BPJS, namun masih
dapat teratasi dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan
sebagai berikut :
“Selama pasien berobat di sini dilihat banyak masalah dalam pelayanan
dari pasien datang sampai pasien pulang. Tapi lebih banyak komplain yang saya
dengar”. (Informan A)
90
“Tahap-tahap proses pelayanan pasien BPJS terlihat masalah dari
petugas dan pasien. Dan pasien di BPJS menumpuk sehingga petugas salah dalam
pemberian SEP”. (Informan B)
“Pasien yang datang dari pendaftaran sampai mendapatkan obat. Ada
terdapat maalah yang hampir sama disetiap rumah sakit. Dan masalahnya pun
masih bisa teratasi”. (Informan C)
“Kalau dilihat dari pandangan saya proses pelaksanaan pelayanan
rujukan sudah berjalan lancar. Hanya saja masalah dari petugas yang masih
kurang teliti karena pasien yang menumpuk di pendaftaran”. (Informan D)
“Tahap proses pelayanan rawat jalan yang sering pasien tidak puas dalam
pengambilan obat”. (Informan E)
“Pasien yang datang rumah sakit harus mendapatkan pelayanan, hanya
saja pasien masih ada yang kurang mengetahui dalam proses pelayanan sehingga
pelayanan pasien tidak berjalan dengan lancar”. (Informan F)
“Untuk output setiap pasien harus mendapatkan pelayanan. Dan tahap
proses pelayan rawat jalan BPJS di RSAI Bandung berbeda dengan rumah sakit
lain. Karena mereka membuat kebijakan sendiri untuk menimalisir anggaran”.
(Informan G)
Berdasarkan wawancara diatas, ditemukan dalam tahap proses
pelaksanaan pelayanan BPJS yang sebagian pasien terhambat dalam
pelayanan. Masalah terjadi pada pasien di pendaftaran dan pengambilan
obat, sehingga pelayanan terhambat dan kebanyak dari pasien yang baru
berobat di RSAI Bandung yang belum mengatahui proses pelayanan.
Prosedur dari tahap proses pelaksaanan pelayanan rawat jalan BPJS
mengikuti kebijakan dari Peraturan Pemerintah, namun kebijakan dari RSAI
Bandung sedikit berbeda dengan pelayanan, seperti pasien daftar melalui via
telephone, autoregistrasi, sistem pengambilan obat dan adanya pembatasan
pelayanan pertiga hari, sehingga pasien binggung dalam pelayanan di RSAI
Bandung.
Berdasarkan proses pelayanan rujukan sudah dilakukan adanya
terjadi pemerataan pasien yang dimana sebelumnya pasien yang berobat ke
RSAI Bandung bisa mendapatkan pelayanan dari berbagai puskesmas tanpa
adanya pelayanan bertipe, sehingga puskesmas tidak langsung ke rumah
sakit tipe D atau C terlebih dahulu. Kebijakan mulai berjalan oleh pihak
BPJS, Dinas Kesehatan dan pihak rumah sakit lainnya yang dapat mengikuti
sistem rujukan pelayanan yang bertingkat, sehingga RSAI Bandung yang
merupakan tipe B tidak mengalami penumpukan. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan informan sebagai berikut :
91
“Sebelumnya pasien yang berobat di RSAI bisa siapa saja yang datang
tapi sudah mulainya kebijakan untuk pasien yang kabupaten tidak bisa berobat
langsung ke RS kota”.(Informan A)
“Pasien BPJS dari tahun 2014 dan 2016 pertengahan bulan sangat
banyak pasiennya karena pasien disini bisa dari kabupaten”. (Informan B)
“Semenjak di pertengahan tahun 2016 pasien mulai mengurang”.
(Informan C)
“Sudah mulainya pemerataan disetiap rumah sakit, sehingga pasien harus
ke rumah sakit kebupaten terlebih dahulu”. (Informan D)
“Semenjak adanya pemerataan rumah sakit untuk obat tidak terlalu
keseringan mengalami kekurangan obat walaupun sekarang masih susah diatasi
kekosongan obat sehingga pasien mengalami kesulitan”. (Informan E)
“Di RSAI mengalami penemupukan dan dilihat dari data sehari bisa
seribu pasien kalau di rumah sakit pemerintah lain hanya 60-80 pasien”.
(Informan F)
“Sebenarnya sudah lama ada kebijakan ini, hanya saja baru ditetapkan
dan dilaksanakan pihak BPJS, Dinkes dan Rumah Sakit”. (Informan G)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah
pasien dari tahun sebelumnya mengalami peningkatan, sedangkan pada
tahun sekarang adanya penurunan yang dikarenakan adanya pemerataan
pasien dan sudah diberlakukan kebijakan sistem rujukan pelayanan sesuai
dengan tipe di rumah sakit. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan
sebagai berikut :
“Pertengahan bulan kemaren ada diskusi langsung bersama dinas
kesehatan, BPJS dan rumah sakit”. (Informan A)
“Baru di sahkan kalau gak salah ya bulan Agustus gitu deh. Kalau gak
salah itu dari BPJS, Dinkes dan rumah sakit lah”. (Informan B)
“Semuanya berperan dari dinas kesehatan, BPJS dan rumah sakit. Dan
mulai mah dari pertama BPJS tapi mulai ditetapin pertengahan tahun 2016”.
(Informan D)
“Pihak rumah sakit, BPJS dan dinas kesehatan”. (Informan E)
“Semuanya yang membuat kebijakan, pihak dinas kesehatan, dan para
pihak rumah sakit”. (Informan F)
“Pertengahan bulan kemaren ada diskusi langsung bersama dinas
kesehatan, BPJS dan rumah sakit. Dan sudah di syahkan juga kok bulan Agustus.
Dan wilayah rumah sakit semuanya merata”. (Informan G)
Berdasarkan dari wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa di
RSAI Bandung sudah mengalami penerunan jumlah kunjungan pasien
karena di wilayah Rumah Sakit Bandung sudah terlaksananya pemerataan
rumah sakit sesuai dengan Kebijakan Peraturan Pemerintah sesuai dengan
tipe rumah sakit. Dan rujukan harus berjenjang dari rumah sakit tipe A
sampai tipe D.
92
5.7 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (Faktor Tenaga Kesehatan,
Faktor Peralatan Penunjang, Faktor Anggaran, Faktor Sistem Verifikasi,
Faktor Standar Operasional Prosedur) dan proses pelayanan (Tahap
Proses Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan
Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS) terhadap output Pasien terlayani
dengan baik di RSAI Bandung.
Gambaran input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah satunya
membahas faktor tenaga kesehatan, faktor peralatan penunjang, faktor
anggaran, faktor sistem verifikasi dan faktor Standar Operasional Prosedur
yang semua ini sebagai masukan. Input masukan ini akan berpengaruh untuk
berlangsungnya tahap proses yaitu tahap proses pelaksanaan sistem pelayanan
pasien rujukan rawat jalan tingkat II pada pasien peserta BPJS, meliputi Proses
Pendaftaran dan Proses Pemberian Pelayanan. Keterkaitan antara input dan
proses ini akan menghasilkan Pasien terlayani dengan baik atau tidak di RSAI
Bandung Tahun 2017.
Permasalahan pada mutu input tenaga kesehatan di RSAI Bandung dari
segi kualitas tenaga kesehatan yang masih kurang, antara lain : Ketidak
ketelitian petugas dalam pemeriksaan berkas dan kurangnya informasi yang
diberikan oleh petugas kepada pasien mengenai alur pelayanan sehingga dapat
menghambat proses pelayanan. Dan belum adanya pelatihan Ina-CBGS yang
pernah diikuti oleh petugas tenaga kesehatan RSAI Bandung sehingga,
berpengaruh skill petugas dalam melayani pasien.
Permasalahan pada anggaran di Rumah Sakit Al Islam Bandung yaitu
permasalahan yang terjadi diantaranya adalah terlambatnya proses laporan
keuangan yang mengakibatkan kerugian terhadap rumah sakit karena dana
pembayaran pelayanan terlambat masuk yang diakibatkan oleh tenaga
kesehatan yang kurang teliti dalam pembuatan laporan dan tenaga kesehatan
tidak mencapai target dalam pembuatan laporan sehingga laporan dari rumah
sakit ke BPJS terlambat.
93
Permasalahan pada peralatan penunjang di Rumah Sakit Al Islam
Bandung yaitu kekurangan jumlah mesin prin sehingga terjadi kesalahan dalam
mencetak Surat Elegibitas Peserta (SEP) dan ada beberapa fasilitas yang
tersedia tetapi tidak digunakan seperti label dan televisi yang dapat membantu
proses pelayanan.
Permasalahan pada sistem verifikasi di Rumah Sakit Al Islam Bandung
yaitu terjadi karena pihak rumah sakit belum mempunyai briedging system
yang dapat membantu proses pelayanan dalam proses rujukan. Dengan adanya
aplikasi briedging system dapat memudahkan proses administrasi di rumah
sakit tanpa melakukan penginputan 2 kali kerja yang dapat menghabiskan lama
waktu tunggu di pelayanan.
Dan Permasalahan pada Standar Operasional Prosedur di Rumah Sakit
Al Islam Bandung yaitu mempunyai prosedur tersendiri walaupun ada
beberapa sub bagian pokok penting yang mengikuti prosedur pelayanan dengan
prosedur Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014,
sedangkan permasalahan yang terjadi diantaranya petugas melayani pasien
belum mengikuti sesuai SOP sehingga terjadinya kesalahan dalam melayani
pasien.
Permasalahan pada input yang sudah dipaparkan diatas ini tentu saja
akan mempengaruhi proses pelayanan yang dilakukan sehingga terjadi pula
masalah pada proses pelayanan seperti permasalahan pada pendaftaran dan
pemberian pelayanan poli, penunjang dan pengambilan obat. permasalahan ini
diantaranya terjadi tenaga kesehatan kurang teliti dalam pemeriksaan berkas,
beberapa tenaga kesehatan belum bekerja sesuai SOP, masih kurangnya
informasi yang diberikan oleh petugas kepada pasien mengenai alur pelayanan,
selain itu proses verifikasi masih dilakukan secara manual dan belum
menggunakan briedging system.
Dengan melihat masih terdapatnya permasalahan dalam pelayanan baik
dari segi input maupun dari segi proses pelayanan tersendiri berdampak pada
pelayanan yang diterima oleh pasien RSAI Bandung yang belum maksimal.
94
Sehingga dari hasil output tidak sesuai dengan yang diharapkan bahwa pasien
harus terlayani dengan baik namun terdapat masalah dari input yang
mempengaruhi berjalannya proses.
95
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang dialami peneliti dalam melaksanakan
penelitian diantaranya sebagai berikut :
1. Wawancara mendalam dilakukan pada saat jam kerja pegawai, sehingga
peneliti tidak mempunyai banyak waktu untuk secara lebih mendalam
menggali informasi yang lebih banyak.
2. Suasana yang kurang kondusif dikarenakan ruang yang digunakan untuk
melakukan wawancara dengan informan yakni di ruang kerja pegawai,
dimana didalamnya terdapat beberapa pegawai dan pasien aktivitas
pasien dalam proses pelayanan, sehingga suasananya terganggu pada saat
proses wawancara. Biasanya Informasi yang kemungkinan terjadi
kesalahan atau kurang tepatnya informan menangkap pertanyaan yang
disampaikan oleh peneliti sehingga dapat mengakibatkan kurang tepatnya
jawaban informan
3. Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan observasi laporan
keuangan rawat jalan BPJS di RSAI Bandung dan observasi pelaporan
keuangan dari RSAI ke BPJS. Hal tersebut dikarenakan pihak rumah
sakit tidak memberikan izin untuk memberikan laporan keuangan kepada
peneliti.
6.2 Gambaran input meliputi faktor Sumber Daya Manusia, faktor
anggaran, faktor fasilitas, faktor bridging system dan faktor SOP
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan
tingkat II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung
Gambaran input (masukan) yang meliputi faktor Sumber Daya
Manusia, faktor anggaran, faktor fasilitas, faktor bridging system dan faktor
SOP pelaksanaan sistem administrasi rujukan rawat jalan pelayanan tingkat
II pada pasien peserta BPJS di RSAI Bandung dalam peneliti berdasarkan
dari hasil telaah dokumen dan wawancara mendalam yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya.
96
6.2.1 Gambaran input meliputi Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia merupakan suatu kumpulan kelompok
yang perlu dibentuk menjadi suatu organisasi agar terwujud dalam suatu
tujuan antara kuantitas (jumlah) tenaga dengan kemampuan dalam suatu
organisasi. Sehingga organisasi sangat penting dalam suatu kegiatan atau
tujuan bersama untuk mencapai kualitas dan kuantitas diharapkan.
Proses pelaksanaan rujukan pelayanan tingkat lanjutan pasien
peserta JKN di RSAI Bandung dilakukan pada unit manajemen
pelayanan rawat jalan pasien JKN. Hal tersebut sesuai dengan Surat
Perintah Tugas Direktur RSAI KSWI Jawa Barat Nomor : 003YRSI-
KSWI/SK/KU.IN/1/2015 RSAI Bandung yang telah membentuk Tim
Pelayanan.
Manajemen pelayanan RSAI Bandung merupakan gerbang utama
dalam menerima pasien rujukan dari fasilitas kesehatan pertama yang
dirujuk ke fasilitas kesehatan kedua atau yang disebut rumah sakit.
Rumah Sakit Al-Islam Bandung menerima pasien sesuai dengan syarat
dan prosedur rumah sakit yang dikarenakan prosedur RSAI Bandung
berbeda dengan rumah sakit lainnya. Dengan kurangnya tenaga
kesehatan terjadi perangkapan tugas yang menyebabkan beban kerja
bertambah sehingga kualitas mutu pelayanan berkurang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
keterlibatan petugas dalam melakukan pelaksanaan rujukan di RSAI
Bandung dengan bekerjasama antar tenaga kesehatan yang dapat
memberikan pelayanan ke pasien sehingga pasien mendapatkan kepuasan
dan pelayanan dari rumah sakit.
Sumber Daya Manusia (SDM) di RSAI Bandung sudah
mencukupi dan tidak adanya kekurangan tenaga kesehatan dengan
membandingkan jumlah SDM di RSAI Bandung dengan standar Depkes
(2008) . Hal tersebut dikarenakan pasien yang datang sudah terlayani
oleh petugas tenaga kesehatan dan pasien mendapatkan kepuasan dalam
97
pelayanan. Oleh karena itu petugas tenaga kesehatan RSAI Bandung
sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Rattu
(2015) yang menjelaskan bahwa ketersediaan sumber daya manusia
kesehatan sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan kesehatan.
Pengadaan sumber daya manusia kesehatan bertujuan untuk menetapkan
jumlah dan jenis tenaga yang sesuai dengan kebutuhan. Apabila
kebutuhan sumber daya manusia tidak direncanakan dengan baik maka
akan terjadi kekurangan tenaga yang mempengaruhi pelayanan serta
kenyamanan pasien dan mengakibatkan beban kerja meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa yang
terlibat dalam pelaksanaan rujukan JKN dari pihak Rumah Sakit yang
menerima dan melayani pasien rujukan dari pelayanan tingkat pertama
dan Dinas Kesehatan serta BPJS yang mengetahui dalam sistem rujukan
di wilayah Kota Bandung. Dan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2013 menyatakan penyelenggara pelayanan
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa pelayanan
tingkat pertama atau pihak Dinas Kesehatan dan pelayanan kesehatan
rujukan tingkat lanjutan. Hal tersebut juga dapat membantu proses
pelaksanaan pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI
Bandung.
Penyelenggaraan pelaksanaan rujukan JKN sudah adanya
pembagian tugas tersendiri dalam mengelola sistem rujukan dan yang
terlibat dalam pelaksanan rujukan JKN. Menurut Duha, Timotius (2016)
Seiap organisasi yang memiliki struktur organisasi, berarti menunjukkan
adanya pembagian tugas dan jabatan secara hierarkis dari atas sampai ke
tingkat bawah. Ini berguna agar setiap individu di dalam organisasi,
mengetahui tanggung jawab yang dimiliki masing-masing. Hal tersebut
juga dapat membantu peranan tugas masing-masing dalam menangani
pelaksanaan rujukan JKN.
98
Adanya pembagian tugas dapat menjadikan SDM bertambah
terampil dalam menangani tugasnya, karena tugasnya itu merupakan
bidang tertentu saja. Pembagian tugas yang baik merupakan kunci bagi
penyelenggaraan kerja terutama dalam memberikan jaminan terhadap
kestabilan, kelancaran dan keefesienan kerjanya disebutkan oleh
Zunaidah (2013). Sebaliknya jika pembagian tugas tidak dilakukan, maka
tenaga kesehatan tidak mengetahui peranan tugasnya masing-masing.
Dan dapat dapat menimbulkan double job, maka akan berpengaruh dalam
proses pelayanan dan tidak tercapainya kepuasan pasien.
Dalam pembahasan yang berhubungan dengan kuantitas petugas
tenaga kesehatan memberikan gambaran tidak terdapat permasalahan
terkait kuantitas sumber daya manusia di unit manejemen pelayanan. Dan
perlu adanya monitoring dan evaluasi dalam setiap kegiatan, agar
mengetahui kinerja petugas yang sesuai dengan peranan tugasnya
masing-masing. Hal tersebut dilakukan agar dapat berjalannya proses
pelaksanaan rujukan pasien peserta JKN di RSAI Bandung.
Tanpa adanya sumber daya manusia dalam suatu organisasi tidak
akan terncapainya hasil dan tujuan yang sama sehingga tercapainya
tujuan yang direncanakan dalam suatu organisasi. Oleh karena itu, setiap
tenaga kesehatan mempunyai SOP dalam peran tugas masing-masing.
Petugas Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan
yang sesuai dengan uraian tugas yang sudah ditentukan dalam SOP
sehingga petugas tenaga kesehatan bisa mengontrol dan mengetahui
tugasnya sendiri. Terkait pelatihan yang diberikan dari rumah sakit
petugas tenaga kesehatan sudah mengikuti pelatihan karena di RSAI
Bandung petugas wajib mengikuti pelatihan. Sehingga dapat mencegah
adanya kesalahan petugas dalam pelayanan dan petugas mendapatkan
ilmu yang diberikan pada saat pelatihan. Pelatihan yang diberikan seperti
Patient Safety, publich speaking dan pelayanan prima yang merukan
rumah sakit rujukan.
99
Kondisi persaingan saat ini semakin produktif, hal ini menuntut
perusahaan atau organisasi untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan
dalam mencapai peningkatan produktivitas secara kualitas dan kuantitas,
sehingga dapat bersaing dengan perusaha lain bahkan mampu berada di
atas perusaha lain. Kinerja menjadi isu dunia saat ini, hal tersebut terjadi
sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan
pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi (Zunaidah, 2013),.
Hal ini menuntut SDM selalu berusaha menemukan cara dan kebijakan
yang efektif untuk meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan fakta
dan teori ada beberapa masalah yang ditemukandi proses pendaftaran
seperti kurang ketelitian petugas yang tidak sesuai dari segi kualitas.
Salah satu menjadi masalah dalam petugas pendaftaran kurang
ketelitian dalam pemeriksaan berkas sehingga dapat menghambat
berjalannya proses pelayanan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rokaiyah
(2015) kurang ketelitian dalam mencari data identias pasien, sehingga
kemungkinan terjadi penggunaan nomor rekam medis ganda (duplikasi)
yang dimiliki pasien maupun satu nomor rekam medis dimiliki oleh
beberapa pasien. Dengan hanya mementingkan kecepatan pelayanan
tanpa melihat identitas pasien dengan benar akan menyebabkan duplikasi
nomor rekam medis.
Oleh karena itu, kesalahan dalam kurang ketelitian dalam
pemeriksaan berkas dapat mengakibatkan kesalahan dalam melakukan
tindakan medis karena diagnosa atau pengobatan terakhir yang tercatat
bukan merupakan catatan terakhir yang digunakan pada saat pasien
mendapatkan pelayanan medis sehingga riwayat penyakit pasien tidak
terkontrol dan dapat menyebabkan pelayanan terganggu.
Amanat Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ditetapkan bahwa pemerintah mengatur perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan mutu
tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 32/Menkes/SK/1/2013, dimana salah
100
satu misi Kementerian Kesehatan adalah menjamin ketersediaan dan
pemerataan sumber daya kesehatan. Ketersediaan dan pemerataan
sumber daya kesehatan termasuk di dalamnya adalah tenaga kesehatan
yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya serta terdistribusi
secara efektif sesuai dengan kepentingan masyarakat secara adil,
terutama di Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dan
daerah bermasalah kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa gambaran dari input tenaga kesehatan
di RSAI Bandung adanya beberapa masalah terkait pelayanan yang dapat
mempengaruhi pelayanan. Terkait jumlah tenaga kesehatan di RSAI
Bandung sudah sesuai dan pelayanan di rumah sakit terlayani, sehingga
tenaga kesehatan yang bermutu dan terampil baik dalam jumlah maupun
jenis yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mendukung dan
mencapai tujuan pembangunan nasional. Upaya perlunya ada
peningkatan kualitas tenaga kesehatan sebagai sumberdaya manusia
hanya dapat dilakukan oleh institusi pendidikan tenaga kesehatan yang
bermutu. Oleh karena itu diperlukan pula upaya dalam monitoring dan
evaluasi sehingga masalah pada petugas dalam kurang ketelitian tidak
terulang kembali.
6.2.2 Gambaran input meliputi Peralatan Penunjang
Peralatan penunjang yang sangat penting dalam melaksanan
pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan di RSAI Bandung. Dengan adanya
sarana dan prasarana yang lengkap proses pelayanan tidak terganggu dan
menghambat dalam proses pelayanan sehingga pasien lebih cepat dan
merasakan puas dalam mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Oleh
karena itu, maka perlu tersedia beberapa fasilitas yang lengkap yang
dapat memperlancar proses pelaksanaan pelayanan rawat jalan tingkat II
peserta BPJS di RSAI Bandung.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Sabrina
(2015) yang menyatakan dalam kelengkapan fasilitas kesehatan lebih
pada menjadi beban negara dalam memenuhinya. Negara mempunyai
101
peran besar dalam memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat kelas
dimana salah satunya adalah dengan melengkapi kelengkapan sarana dan
prasarana kesehatan. Ketersediaan fasilitas yang memadai dapat
meningkatkan kinerja rumah sakit dalam melakukan pemeriksaan kepada
pasien dan merupakan keharusan untuk proses rujukan yang dilakukan
akibat keterbatasan sarana yang dapat menghambat proses pelaksanaan
rujukan rawat jalan tingkat lanjutan di RSAI Bandung.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh
peneliti diketahui bahwa ada beberapa kekurangan fasilitas seperti mesin
printer diloket B dan C hanya terdapat satu printer yang dimana dalam
satu loket terdapat 2 (dua) petugas sehingga pada saat penerbitan SEP
petugas salah mengambil SEP dengan petugas lain. Hal ini dapat
menghambat proses pelaksanaan pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan
peserta JKN di RSAI Bandung.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Septanindy
(2017) yang menyatakan kelengkapan sarana pelayanan sangat
berpengaruh terhadap peningkatan suatu pelayanan karena apabila suatu
pelayanan saranan pelayanan kesehatan tersedia dan lengkap maka para
pegawai yang bekerja akan mudah menyelesaikan setiap pekerjaan yang
dibebanin kepada mereka. Sehingga pasien yang datang menggunakan
jasa pelayanan kesehatan pun mendapatkan keuntungan, karena
pelayanan yang pasien butuhkan tersedia di pelayanan.
Adapun terdapat fasilitas yang tersedia di pendaftaran, namun
fasilitas tersebut tidak digunakan dengan sebaiknya seperti televisi yang
tidak digunakan dalam proses pelaksanaan pelayanan. Televisi berguna
untuk penampilan nomor antrian pasien dan berguna juga untuk
penampilan alur pelayanan atau syarat pendaftaran. Oleh karena itu,
fasilitas tersebut dapat mempermudah proses pelayanan dengan melalui
media.
102
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Wahyudin
(2015) yang menyatakan dalam proses sosialisasi memberikan
pengetahuan yang diperlukan berbagai sarana dan media untuk
menjadikan tempat berkomunikasi dan berinteraksi sehingga timbulah
hubungan timbal balik yang dapat memperlancar proses sosialisasi,
seperti sekolah, keluarga, lingkungan kerja, dan media massa. Hal ini
dapat dilakukan mengatasi kurangnya pengetahuan pasien dengan cara
media elektronik seperti televisi, pengeras suara (radio) dan media cetak
seperti leaflet, brosur atau pemberitahuan cara alur pendaftaran di
mading. Hal-hal tersebut diharapkan dapat mengurangi masalah
kurangnya pengetahuan pasien dan dapat mempermudah akses pelayanan
di RSAI Bandung.
Dan berdasarkan hasil wawancara dan observasi terdapat fasilitas
label yang sudah tersedia tetapi tidak digunakan dalam proses
pelaksanaan pelayanan yang dapat memudahkan petugas dalam biodata
pasien secara jelas sehingga petugas tidak adanya kesalahan dalam
pertukaran SEP pasien lain yang dapat mengakibatkan patient safety.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2011 keselamatan
pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Hal tersebut diharapkan pihak rumah sakit sudah
harus menggunakan alat label yang dapat mengurangi kesalahan petugas
yang dapat menimbulkan keselamatan pasien dan dapat menghambat
proses pelaksanaan pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di
RSAI Bandung.
103
Dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki
oleh RSAI Bandung dalam kegiatan proses pelaksanaan rawat jalan BPJS
belum optimal. Beberapa fasilitas yang kurang maupun fasilitas yang
sudah tersedia tetapi tidak digunakan dalam proses pelayanan dapat
mengakibatkan pasien tidak merasa puas dengan pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit.
6.2.3 Gambaran input meliputi Anggaran
Menurut Sirait, T Justine (2006) Anggaran adalah alat manajemen
yang berfungsi untuk merencanakan dan mengendalikan keuntungan.
Keuntungan yang sebenarnya dilaporkan dalam laporan rugi laba,
sedangkan keuntungan yang dianggarkan disusun dalam anggaran rugi
laba. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya masalah terkait
anggaran dari BPJS Kesehatan dalam proses pelaksanaan rawat jalan
tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung. Hal tersebut dikarenakan
terdapat kesalahan dan keterlambatan dalam laporan keuangan di RSAI
Bandung.
Program jaminan sosial yang ada sekarang dianggap kurang
berhasil dalam tujuannya untuk memberikan manfaat yang cukup baik
bagi penerima manfaat, nilai manfaat, dan hasil investasi dana jaminan
sosial dianggap masih relatif kecil, dan tata kelola dana jaminan sosial
juga diaanggap masih kurang baik. Hal ini menyatakan adanya kesamaan
dari hasil wawancara di RSAI Bandung bahwa masih kekurangan dana
dari pihak BPJS, sehingga pihak RSAI Bandung mempunyai kebijakan
tersendiri dalam menimalisir anggaran yang ada di rumah sakit yang
dapat memberikan positif dalam memberikan kualitas pelayanan di RSAI
Bandung.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Yuliyanto
(2016) yang menyatakan BPJS dapat memberikan anggaran tertentu
kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah
peserta atau membayar sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan
(kapitasi) Anggaran tersebut sudah mencakup jasa medis, biaya
104
perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan yang penggunaan
rinciannya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit. Hal tersebut
anggaran yang diberikan BPJS pihak rumah sakit dapat mengelola
laporan keuangan sehingga rumah sakit swasta yang bekerjasama oleh
pemerintah bisa mengatur keuangan dan tidak mengalami kebangkrutan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa adanya
kesalahan dalam laporan keuangan, sehingga dana yang masuk di RSAI
Bandung terlambat. Dan kesalahan terjadi dari petugas yang kurang teliti
dalam menginput data pasien. Masalah tersebut bisa mengakibatkan
kerugian rumah sakit karena jika dana tidak keluar dari BPJS pihak
rumah sakit menggunakan dana sendiri untuk proses pelayanan.
Dampak atau efek dari semua kesalahan dalam laporan keuangan
berakibat pada pengembalian dokumen, sehingga petugas klaim harus
bekerja dua kali untuk melengkapai berkas yang kurang dan
memperbaiki kesalahan serta pencairan dana dari BPJS akan terhambat
yang disebutkan oleh Feriawati (2015). Terhambatmya pencacairan dana
bagi rumah sakit yang harus mengeluarkan biaya operasional untuk
menutup biaya yang lain.
Prosedur klaim yang dimiliki oleh RSAI Bandung sudah sesuai
dengan prosedur klaim dari BPJS. Adapun kesesuaian prosedur tersebut
yaitu ketika ada beberapa berkas yang tidak lengkap yang diterima oleh
pasien maka akan dikembalikan dan dibenarkan kesalahannya. Sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam laporan keuangan untuk pasien rawat jalan
BPJS dan tidak terjadi keterlambatan dalam pelaporan keuangan dari
rumah sakit ke pihak BPJS.
Belum tercukupinya dana yang ditetapkan BPJS dengan real cost,
terkait dengan pembiayaan dengan skema INA CBGs dan Kapitasi yang
dikebiri oleh Permenkes No. 69/2013. Dikeluarkannya SE No. 31 dan 32
tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan untuk memperkuat Permenkes No.
69 ternyata belum bisa mengurangi masalah di lapangan. Hal tersebut
105
sesuai dengan pihak RSAI Bandung yang mengalami kekurangan biaya
perpasien yang belum mencukupi biaya pelayanan. Oleh karena itu,
pihak RSAI Bandung mempunyai kebijakan tersendiri dalam pengelolaan
anggaran dana yang diberikan oleh pihak BPJS.
6.2.4 Gambaran input Sistem Verifikasi
Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti kesesuaian
berkas klaim yaitu antara Surat Eligibitas Peserta (SEP) dengan data
kepesertaan yang diinput dalam aplikasi INA CBGs. Adapun hal-hal
yang harus diperhatikan dalam verifikasi administrasi pelayanan adalah :
a. Mencocokkan kesesuain berkas klaim dengan berkas yang
dipersyaratkan dalam kelengkapan dan keabsahan berkas.
b. Apabila terjadi ketidak seusaian antara kelengkapan dan keabsahan
berkas maka berkas dikembalika ke rumah sakit untuk dilengkapi.
Proses verifikasi berkas klaim dimulai dari pengumpulan berkas
klaim JKN pada saat pasien mendaftar sampai dengan pengajuan berkas
klaim ke petugas verifikator BPJS. Pada tahap awal, petugas verifikasi
akan memeriksa kelengkapan berkas yang dibawa oleh pasien apabila
berkas yang dibawa oleh pasien sudah lengkap, maka petugas akan
membuatkan SEP.
Berdasarkan hasil penelitian di RSAI Bandung belum
menggunakan bridging system, sehingga dengan software rumah sakit
harus melakukan entry data 2 (dua) kali untuk 2 (dua) sistem yang
berbeda dengan jumlah kunjungan pasien yang banyak. Oleh karena itu,
pihak RSAI Bandung harus menggunakan bridging system yang dapat
membuat pelayanan di rumah sakit menjadi cepat dan efisien.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Firdaus
(2015) yang menyatakan masih ada kekurangan seperti belum adanya
bridging system, sehingga petugas melakukan pengerjaan dua kali kerja
karena data pasien dari pendaftaran tidak bisa langsung terhubung ke
bagian BPJS. Adapun yang sejalan dengan pendapat yang diutarakan
Riyadi, Slamet, dkk (2015) Untuk menjembatani koneksi antara SIMRS
106
dengan BPJS dibutuhkan aplikasi bridging system. Keuntungan bridging
system yaitu kecepatan pengisian data dan kecepatan proses pengajuan
klaim yang sedang ditangani.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan (2014)
Dilaksanakannya bridging systen secara berkala sehingga sistem
pelayanan satu loket dapat terwujud. Adapun proses bridging system
menjadi penting karena sistem komputer atau software yang menunjang
menjadi kunci dapat dibukannya loket pelayanan yang bisa melayani
semua pasien jaminan.
Dengan Demikian bridging system sangat bermanfaat bagi
pasien, rumah sakit dan BPJS. Salah satunya, bisa mengurangi proses
antrian dan pelayanan di rumah sakit menjadi lebih cepat sehingga pasien
tidak perlu lama menunggu di rumah sakit. Sehingga proses input
registrasi yang mulanya kurang lebih 3 menit, jika dilakukan bridging
system hanya butuh waktu bisa sampai 1 (satu) menit. Teknologi
informasi menjadi salah satu cara untuk mempercepat proses pelayanan
dan mencapai kepuasan peserta.
Dan berdasarkan hasil penelitian adanya masalah terkait jaringan
sistem yang dapat menghambat proses pelayanan di rawat jalan JKN di
RSAI Bandung. Jaringan sistem mengalami gangguan bisa hampir 2
(dua) jam atau seharian masalah tersebut di RSAI Bandung. Sehingga
pihak rumah sakit melakukan pengecekan dengan ahli IT dan melaporkan
ke pihak BPJS jika masalah tersebut dari BPJS.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Bustani, M
Neti, dkk. (2015) yang menyatakan hampir setiap rumah sakit terjadi
hambatan dalam pembuatan SEP karena terjadi gangguan koneksi
internet sehingga dapat menghabiskan waktu 1 (satu) jam hingga
seharian masalah terkait jaringan yang dapat menghambat proses
pelayanan. Oleh karena itu semua sistem di rumah sakit hampir
mengalami gangguan jaringan. Dan tindakan pada saat mengalami
gangguan sistem jaringan petugas langsung melaporkan ke pihak yang
107
mengetahui terkait jaringan sistem dan melaporkan pihak BPJS jika
maslah terjadi dari BPJS.
Dapat disimpulkan bahwa di RSAI Bandung belum menggunakan
bridging system yang dapat mempermudah dan mempercepat proses
pelayanan. Pihak RSAI Bandung menggunakan software rumah sakit dan
BPJS sehingga pada saat penginputan data pasien dilakukan 2 kali kerja
yang dapat memperlambat proses pelayanan. Dan masalah terkait
jaringan internet ataupun software yang bisa menghabiskan waktu 1
(satu) jam atau seharian sehingga petugas dapat melaporkan petugas IT
dan petugas BPJS. Alternatif solusi pada saat jaringan terganggu petugas
dapat menginput pasien secara manual dan dapat menghabiskan waktu
karena melakukan 2 (dua) kali kerja.
6.2.5 Gambaran input Standar Operasional Prosedur
Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi fan alat penilaian
kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis,
administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan
sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah
menciptkan komitment mengenai apa yang dikerjaka oleh satuanunit
kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkab good governance
(Atmoko, 2010).
Dalam penelitian ini diketahui bahwa dalam menjalan tugas
manajemen pelayanan mengacu pada SOP pelayanan. Hal ini dinilai
cukup efektif karena dengan adanya acuan standar prosedur tersebut
maka sedikit kemungkinan petugas melakukan kesalahan dalam
pelayanan pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Atmoko (2010) dan
Handoko (2015), menjelaskan bahwa seharusnya pasien mendapatkan
pelayanan sesuai dengan standar yang sudah ditentukan oleh Rumah
sakit. Berdasarkan analisis dokumentasi juga peneliti mendapatkan bukti
108
fisik bahwa dokumen tersebut sudah ditetapkan sebagai SK (Surat
Keputusan) Direktur RSAI Bandung.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Handoko
(2015), menyatakan pengembangan dan penerapan dari SOP merupakan
bagian penting dari keberhasilan sistem kualitas dimana SOP
menyediakan informasi untuk setiap individu dalam perusahaan untuk
menjalankan suatu pekerjaan, dan memberikan konsistensi pada kualitas
dan integritas dari suatu produk atau hasil akhir. Berdasarkan hasil
wawancara ditemukan bahwa SOP di RSAI Bandung mempunyai
kebijakan tersendiri walaupun ada SOP alur yang sudah sesuai prosedur
pelayanan dengan prosedur Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014.
Adapun beberapa Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan SOP yakni sebagai berikut :
1. Penyusunan SOP harus mengacu pada SOTK, TUPOKSIm
serta alur dokumen
2. Prosedur kerja menjadi tanggung jawab semua anggota
organisasi
3. Fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur, sehingga
perlu dikembangkan diagram alur dari kegiatan organisasi
4. SOP didasarkan atas kebijakan yang berlaku
5. SOP dikoordinasikan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kesalahan/penyimpangan
6. SOP tidak terlalu rinci
7. SOP dibuat sesederhana mungkin
8. SOP tidak tumpang tindih, bertentangan atau duplikasi
dengan prosedur lain
9. SOP ditinjau ulang secara periodik dan dikembangkan
sesuai kebutuhan
109
Selain kebijakan pemerintahan upaya mewujudkan kinerja
pelayanan publik di lingkungan unit kerja pemerintahan yang terukur dan
dapat dievaluasi keberhasilannya, pemerintah daerah perlu memiliki dan
menerapkan prosedur kerja yang standar. Oleh karena itu dengan
disahkannya dan ditetepakan standar operasional prosedur (SOP) sebagai
acuan petugas dalam memberikan penanganan proses pelayanan rawat
jalan di RSAI Bandung. Hal tersebut menunjukan bahwa RSAI Bandung
berperan dalam mewujudkan kinerja pelayanan publik yang berkualitas
dan optimal serta menjadikan SOP sebagai alat untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan secara efektif dan efisien.
6.3 Gambaran proses meliputi tahap proses pelaksanaan sistem
administrasi rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien
peserta BPJS di RSAI Bandung
Gambaran proses pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah
satunya membahas bagaimana gambaran proses yang meliputi tahap proses
pelaksanaan pelayanan pasien rujukan tingkat lanjutan di rawat jalan pada
peserta JKN di RSAI Bandung. Dalam pelaksanaan proses pelayanan rumah
sakit mengikuti alur dari Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 28
Tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan program JKN dalam Prosedur
Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)
hanya saja ada proses alur yang berbeda dengan alur di RSAI Bandung.
Adapun beberapa kegiatan proses pada pelayanan rawat jalan di RSAI
Bandung ini bisa dilihat dari Pendaftaran, proses poli jika pasien diberikan
rujukan dari dokter pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang dan
jika pasien tersebut hanya diberikan salinan resep pasien dapat mengambil
obat di apotek RSAI Bandung, antara lain :
6.3.1 Tahap Pendaftaran
Pendaftaran merupakan tempat utama sebelum melakukan proses
pelayanan tanpa adanya pendaftaran pasien tidak bisa melakukan proses
pelayanan. Tempat Penerimaan Pasien Rawat Jalan atau Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) disebut juga Loket Pendaftaran
110
Rawat Jalan atau sebagai pintu awal pasien masuk atau kontak pertama
kali pasien datang ke rumah sakit (Agustina, 2010).
Dalam proses pendaftaran diketahui bahwa petugas dapat
memberikan pelayanan yang baik karena di pendaftaran merupakan pintu
masuk proses pelayanan. Dalam penyelenggaraan pendaftaran rawat
jalan BPJS terkait alur pendaftaran di RSAI Bandung, diketahui bahwa
bidang Pelayanan Umum Pendaftaran Rawat Jalan BPJS RSAI Bandung
mempunyai pedoman alur dan syarat pendaftaran.
Dari hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa proses
pelayanan pendaftaran terdapat masalah pada pasien yang kurang
mengetahui proses pelayanan pendaftaran di RSAI Bandung. Dalam
proses pendaftaran di RSAI Bandung mempunyai kebijakan sendiri
sehingga pasien yang baru atau pasien yang sudah lama tidak berobat lagi
di RSAI Bandung merasa binggung dalam proses pendaftaran.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Feriawati,
Puri (2015) yang menyatakan dalam proses pengklaiman terdapat syarat
kelengkapan berkas yang harus dilengkapi, antara lain kartu BPJS, foto
copy, kartu keluarga/kartu tanda penduduk, rujukan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan Surat Eligibitas Pasien (SEP) atau surat
keabsahan sebagai peserta BPJS. Hal ini sesuai dengan teori Hartini, dkk
(2016) Proses pendaftaran permasalahan dari pasien yang datang ke
rumah sakit harus membawa kartu BPJS, KTP, KK dan yang terpenting
adalah surat rujukan yang berasal dari FKTP tempat pasien mendapatkan
layanan kesehatan pertama kali. Sesuai dengan Permenkes No 001 Tahun
2012 pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tingkat
kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
Adapun alur dan syarat proses proses pendaftaran pasien BPJS
pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut menurut Kamal, Yanwir (2015)
diantaranya sebagai berikut :
111
1. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat
rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
2. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan
memperlihatkan identitas dan surat rujukan. Fasilitas
kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan
keabsahan kartu dan surat rujukan serta melakukan dalam
aplikasi Surat Eligibitas Peserta (SEP) dan melakukan
pencetakan SEP.
3. Petugas BPJS Kesehatan melakukan legalisasi SEP.
4. Fasilitas Kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan,
pemberian tindakan, obat dan bahan medis habis pakai
(BMHP)
5. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani
bukti pelayanan pada lembar yang disediakan oleh masing-
masing fasilitas kesehatan.
6. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain
yang tercantum dalam surat rujukan dengan surat
rujukan/konsul internal
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Bustani, M Neti (2015) pelayanan diketahui bahwa pelaksanaan
pelayanan pasien rawat jalan dimulai saat pasien dipanggil ke loket
pendaftaran sesuai dengan nomor antriannya. Adapun kendala yang
terjadi selama proses ini antara lain saat pasien dipanggil ke loket
pendaftaran dan pasien adalah peserta BPJS, seringkali berkas-berkas
yang dibawa tidak lengkap (tidak di foto copy, di foto copy tapi
jumlahnya kurang) sehingga mereka harus pergi ke tempat foto copy
dulu baru kemudian kembali ke loket pendaftaran untuk dilayani,
pasien tidak membawa kartu pengenal pasien (pasien lama), atau ada
juga pasien yang membawa surat rujukan yang sudah tidak berlaku lagi.
Terbukti dengan teori Feriawati, Puri (2015) masih adanya pasien JKN
yang pada saat mendaftar untuk berobat tidak membawa foto copy kartu
BPJS dan surat rujukan yang telah ditentukan oleh BPJS.
112
Adanya persyaratan yang jelas dan sederhana tentu lebih
memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan,
serta semakin cepat pula proses pemberian pelayanan kesehatan pada
pasien (Yunita, 2014). Hal tersebut sesuai dengan semakin cepat proses
pemberian pelayanan kesehatan akan semakin meningkatkan kualitas
pelayanan.
Penyampaian informasi dari BPJS Kesehatan kepada Direksi
melalui media surat, emali dan dalam forum rapat pertemuan. Informasi
tersebut selanjutnya akan disampaikan kepada staf kerja melalui surat
edaran, alat komunikasi internal RS dan forum rapat pertemuan.
Informasi yang perlu diketahui pasien akan diinformasikan langsung
kepada pasien saat pasien pertama masuk RS dan saat pasien dirawat
diruang perawatan. Selain itu informasi yang bersifat umum dapat
diperoleh melalui beberapa media yang dimiliki di rumah sakit
(Mahmudah, 2015)
Dengan beberapa proses alur/syarat pendaftaran sudah
dijabarkan dan dijelaskan diatas maka dengan adanya prosedur di
RSAI Bandung akan mempermudahkan proses pelaksanaan pelayanan
rawat jalan BPJS. Adapun masalah yang terjadi dari pasien yang masih
kurang mengetahui alur/syarat pendaftaran yang dapat menghambat
proses pelayanan. Dan petugas dapat memberikan informasi yang jelas
dan benar terkait alur/syarat pendaftaran di RSAI Bandung sehingga
tidak terjadi kesalahan pada saat proses pelayanan.
Berdasarkan hasil telaah dokumen bahwa kuantitas SDM di
instalasi rawat jalan RSAI Bandung sudah memenuhi standar Depkes
(2008). Hal ini tidak ada masalah terkait jumlah tenaga SDM di rawat
jalan RSAI Bandung hanya saja masalah yang terjadi pada SDM terkait
kurang telitinya SDM dalam pengecekan berkas yang merupakan faktor
penyebab utama yang dapat menghambat proses pelayanan pelaksanaan
rujukan RSAI Bandung.
Kesalahan petugas dalam pemeriksaan berkas terjadi ketika
petugas salah menyerahkan SEP (Surat Eligibitas Pasien), sedangkan
113
SEP sendri merupakan dokumen yang menyatakan bahwa pasien adalah
peserta aktif BPJS dan didalamnya terdapat ketentuan dan pembiayaan
yang menyangkut peserta. Dan kesalahan dari petugas dan perawat
dalam menginput data pasien ke system komputer tanpa melihat riwayat
terakhir pengobatan pasien.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan
Yudhawati, Dwi Donna (2012) yang menyatakan kesalahan karena
kekeliruan identifikasi pasien sering terjadi di hampir semua aspek atau
tahapan diagnosis dan pengobatan sehingga diperlukan adanya
ketepatan identifikasi pasien. Hal ini identifikasi yang tidak benar
mengakibatkan pasien menjalani prosedur yang tidak seharusnya karena
pasien yang seharusnya sudah mendapatkan pelayanan jadi terhambat
proses pelayanannya.
Berdasarkan kesalahan petugas dalam ketidak telitian untuk
pemeriksaan berkas dapat mengakibatkan kesalamatan pasien.
Keselamatan pasien didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mencegah
terjadinya bahaya atau cedera pada pasien selama proses pengobatan.
Secara umum keselamatan pasien meliputi pencegahan kesalahan dan
mengeliminasi berbagai bahaya akibat kesalahan tersebut. Kesalahan
dapat dilakukan oleh anggota tim kesehatan dan dapat terjadi setiap saat
selama proses pelayanan kesehatan yang disebutkan oleh Sari, Tajudin
Rismi (2012). Hal ini kepedulian untuk identifikasi pasien secara benar
merupakan sasaran kesalamatan pasien yang pertama serta dari faktor
kelalain dan ketidaktelitian petugas juga merupakan hal dapat
menyebabkan administration error..
Adapun masalah dari petugas, perawat dan satpam yang tidak
memberikan informasi yang jelas kepada pasien sehingga pasien tidak
mengetahui alur prosedur pelayanan rawat BPJS. Permasalahan tersebut
menjadi lebih besar karena masih ada beberapa satpam yang belum
mengerti perbedaan loket A, B dan C. Sehingga pasien yang sudah
mengambil nomor antrian dari satpam tersebut kembali lagi nomor
mengambil nomor antrian karena nomor antrian tersebut tidak sesuai
114
loket yang dituju. Hal ini dapat menghambat dan mengganggu
pendaftaran.
Dan adanya keterbatasan informasi yang disampaikan satpam
yang bertanggung jawab dalam pembagian nomor antrian. Dan satpam
tidak memberikan informasi mengenai dokter yang tidak menerima
pasien yang dikarenakan adanya pembatasan kuota atau dokter tertentu
yang sudah penuh dan dokter tersebut mempunyai batas pasien untuk
berobat/kontrol. Akibatnya pasien yang sudah lama mengantri merasa
kecewa karena tidak mendapatkan informasi sehubung dengan dokter
yang sudah penuh. Sebagaimana sudah ada upaya membagikan kertas
pemberitahuan di pengumuman sebelumnya bahwa dokter tersebut
tidak menerima pasien langsung yang daftar dari loket A.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Nugroho,
Wahjudi (2006) komunikasi adalah suatu ilmu dan seni penyampaian
suatu pesan dari komunikator kepada komunikan, sehingga tercapai
suatu pengertian bersama. Sedangkan menurut Liliweri, Alo (2002)
proses komunikasi terinci dalam rangkaian-rangkaian aktivitas
(misalnya dari seorang komunikator, mengirimkan pesan, melalui
media, kepada seorang komunikan dengan dampak tertentu) yang
berbeda-beda, namun saling berkaitan, bahkan mungkin rangkaian-
rangkain itu diaktifkan secara bertahap dan berubah sepanjang waktu.
Hal ini dinyatakan bahwa komunikasi sangat penting karena di rumah
sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan sehingga petugas dapat
memberikan informasi yang jelas terkait alur prosedur pelaksanaan
rujukan di RSAI Bandung.
Tanggung jawab petugas dalam melayani pasien adalah dengan
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dan setepat mungkin
dimana hal ini tidak hanya perawat tetapi juga dimulai dari terdepan
yaitu kecepatan pelayanan loket pendaftaran, sampai dengan dirawatnya
pasien. Dalam hal tanggung jawab petugas dalam melayani pasien juga
meliputi ketrampilan dalam penggunaan teknologi, seperti halnya
penggunaan komputer yang menyimpan datadata pasien sehingga
115
dalam memberikan pelayanan administrasi para petugas dapat dengan
cepat memberikan pelayanan secara bertanggung jawab.
6.3.2 Tahap Pemberian Pelayanan Poli
Poli merupakan tempat proses pelayanan pengobatan pasien dan
pemeriksaan pasien sehingga pasien sudah mendapatkan tindakan medis
dan pelayanan dari rumah sakit. Terdapat beberapa pelayanan medis
yang tidak ditanggung oleh pemerintah. Pelayanan medis yang
ditanggung pemerintah hanya pada beberapa obat, operasi, serta
pengobatan beberapa penyakit.
Dalam pelayanan poli hanya terdapat pasien yang sudah melakukan
proses pendaftaran tanpa melakukan pendaftaran pasien tidak bisa lanjut
ke tahap pelayan di poli untuk pemeriksaan dokter. Hal tersebut sesuai
dengan (Lengkong, 2016) bahwa pasien yang sudah malakukan tahap
pendaftaran kemudian pasien menyerahkan berkas kepada petugas yang
ada di poliklinik dan selanjutnya pasien harus mengikuti pengaturan yang
diberlakukan di polilinik yakni pasien harus menunggu giliran dipanggil
oleh petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan. Setelah
mendapatkan giliran, maka pasien tersebut masuk dalam ruang
pemeriksaan dokter.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diutarakan Budi (2011)
yang menyatakan bahwa pasien yang memeriksakan kesehatan mengikuti
alur pelayanan kesehatan dalam hal ini ketika pasien berada di rumah
sakit langsung menuju ke loket pendaftaran kemudian setelah pasien
telah di daftarkan, maka kepada yang bersangkutan dianjurkan untuk
menuju ke poloklinik yang ditujunya. Hal tersebut sesuai dengan
tindakan yang dilakukan petugas dan pasien dalam proses pelayanan poli
di RSAI Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan masalah di proses
pelayanan poli seperti dokter telat datang ke rumah sakit dan dokter tidak
memberikan kabar atau tanpa kehadiran sehingga perawat tidak
mengetahui informasi kehadiran dokter dan perawat tidak bisa
menjelaskan kepada pasien. Dalam masalah ini dapat menghambat proses
116
pelayanan dan pasien tidak merasa puas dalam pelayanan. Sehingga
pihak rumah sakit mempunyai kebijakan dokter yang telat mendapatkan
surat peringatan dan di akhir bulan dokter yang terlambat datang adanya
surat pemotongan gaji.
Dan dapat disimpulkan bahwa dalam pelayanan poli pasien tidak
merasa puas karena adanya keterlambatan atau ketidakhadiran dokter
tanpa adanya informasi kepada pasien yang jelas sehingga dapat
mengakibatkan keterlamatan pelayanan di RSAI Bandung. Adapun
pelayanan di RSAI Bandung tidak adanya perbedaan pasien BPJS dan
umum sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang sama.
6.3.3 Tahap Pemberian Pelayanan Penunjang
Dilihat dari sistem pelayanan kesehatan dimana Rumah Sakit
sebagai salah satu bagian sistem alur pelayanan kesehatan berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal bagi masyarakat
melalui pelayanan medis, penunjang medis, rehabilitasi medis, termasuk
didalamnya adalah pelayanan keperawatan (Lengkong, 2016).
Dalam alur proses pelayanan penunjang di RSAI Bandung pasien
mendaftarkan terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
penunjang. Pendaftarannya dilakukan dengan pendaftaran via telephone
sehingga pasien tidak perlu mengantri panjang dan dapat mempermudah
pasien dalam pemeriksaan penunjang. Dalam dalam mendapatkan
pelayanan penunjang pasien waktu pertiga hari setelah pasien berobat di
RSAI Bandung.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam proses alur pelayanan
penunjang pasien di RSAI Bandung hampir sama pelaksanaan
pendaftaran dengan persiapan berkas dan yang terpenting pasien sudah
mendaftarkan diri melalui via telephone dan pelayanan dilakukan dalam
waktu pertiga hari.
117
6.3.4 Tahap Pemberian Pelayanan Pengambilan Obat
Instalasi farmasi merupakan salah satu bagian dalam rumah sakit,
keberadaannyasangat penting untuk menunjang keberhasilan
perkembangan profesionalisme rumah sakit dan juga terhadap ekonomi
dan biaya operasional total rumah sakit (Siregar, 2004).
Pelayanan farmasi merupakan titik pelayanan terkahir dalam
sebuah unit pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit, bahkan
seringkali pelayanan ini menjadi tujuan utama pasien data ke rumah sakit.
Dalam pelayanan farmasi, pasien BPJS seringkali mendapatkan
pengurangan jenis obat berdasarkan resep dengan alasan tidak tersedianya
obat tersebut di rumah sakit atau obat yang tersedia tidak masuk dalam
jaminan kesehatan BPJS.
Permasalahan ini sebaiknya bisa diminimalisir dengan pemberian
data keseluruhan obat yang bisa digunakan oleh pasien BPJS kepada
dokter yang bersangkutan, sehingga dokter bisa mengantisipasi
penggantian obat serupa ke arah obat generik dengan fungsi yang sama.
Dengan pola tersebut, maka ada dua pihak yang diuntungkan yaitu pasien
bisa mendapatkan keseluruhan obat sesuai dengan kebutuhan dan rumah
sakit bisa memberikan pelayanan farmasi yang optimal kepada pasien
tanpa harus dirugikan (Marwati, 2015).
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 36 ayat
1, bahwa Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan perbekalan kesehatan terutama obat esensial. Penyediaan
obat di Fasilitas kesehatan di laksanakan dengan mengacu pada
Formularium nasional dan harga yang tercantum di dalam e- katalog obat.
Hal ini sesuai dengan penelitian Marwati (2015) Dalam pelayanan
farmasi, pasien BPJS seringkali mendapatkan pengurangan jenis obat
berdasarkan resep dengan alasan tidak tersedianya obat tersebut di rumah
sakit atau obat yang tersedia tidak masuk dalam jaminan kesehatan BPJS.
Namun dalam kenyataannya Dinas Kesehatan sebagai instansi
yang bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dan ketersediaan
obat-obatan tidak mampu memenuhi permintaan kebutuhan obat-obatan
118
pasien, padahal pihak dalam pembayaran kapitasi dari BPJS kesehatan itu
di dalamnya sudah termasuk biaya obat, yang tentunya dinas kesehatan
harus menyediakan obat- obat tersebut sehingga terpenuhi kebutuhan
(Abdullah, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya masalah dalam
kekosongan obat di apotek BPJS sehingga pasien tidak merasa puas
dalam pelayanan. Adanya tindakan rumah sakit dalam kekosongan obat
seperti pihak BPJS mempunyai apotek rekanan untuk pengambilan sisa
obat hanya tetapi obat tersebut sudah adanya persetujuan dari pihak BPJS.
Hal ini sesuai dengan peneliatan Sabrina (2015), menyatakan jumlah obat
di setiap rumah sakit dibatasi seperti obat untuk penyakit kronis hanya
diberikan utuk satu minggu penggunaan sehingga pasien kontrol kembali
dalam waktu yang relatif singkat.
Dan permasalahan tarif INA CBGs mengharuskan rumah sakit
yang bekerja sama dengan BPJS untuk memberikan tarif konsultasi
sampai dengan pengobatan sesuai dengan yang ditetapkan. Namun
dengan tarif yang sudah disesuaikan pihak BPJS tidak mencukupi
sehingga untuk pengambilan obat sering terjadi kekosongan obat di
rumah sakit dan pasien dapat mengambil sisa obat di apotek rekan.
Dalam kebijakan di RSAI Bandung memberikan obat untuk
pasien yang penyakitnya kronis mendapatkan obat untuk 30 (tiga puluh)
hari namum pihak rumah sakit hanya memberikan obat untuk 7 (tujuh)
hari sisanya pasien dapat mengambil obat di apotek rekan. Hal ini
sesuai dengan Sabrina (2015), menyatakan bahwa dapat memberikan
dampak kepada pasien dengan penyakit kronis yang membutuhkan obat
seumur hidupnya, juga kepada pasien lanjut usia dengan segala
keterbatasan akibat penyakitnya terpaksa harus kembali lagi ke rumah
sakit.
119
6.4 Gambaran output yang Kesesuaian prosedur pelaksanaan sistem
pelayanan pasien rujukan rawat jalan pelayanan tingkat II pada pasien
peserta BPJS di RSAI Bandung
Masalah yang sering dihadapi secara umum oleh rumah sakit
adalahrumah sakit belum mampu memberikan sesuatu hal yang benar-benar
diharapkan pengguna jasa. Faktor utama tersebut karena pelayanan yang
diberikan berkualitas rendah sehingga belum dapat menghasilkan pelayanan
yang diharapkan pasien. Kualitas pelayanan kesehatan memiliki hubungan
yang erat dengan kepuasan pelanggan, karena kualitas memberikan
dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih
kuat dengan rumah sakit dan pada akhirnya kepuasan pelanggan dapat
meningkatkan jumlah kunjungan rumah sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan pasal 6 menyatakan bahwa dalam
rangka meningkatkan aksebilitas, pemerataan, dan juga peningkatan
efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan ditujukan kepada fasilitas
pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai
kebutuhan pasien.
Adapun rumah sakit pemerintah umumnya merupakan rumah sakit
rujukan di wilayahnya masing-masing. Meningkatnya masyarakat dalam
menggunakan layanan kesehatan semakin tinggi di tiap tahunnya. Hal
tersebut dapat dilihat melalui cakupan yang meningkat sangat tajam dari
waktu ke waktu. Dengan meningkatnya masyarakat, rumah sakit
pemerintah cukup kewalahan melayani pasien atau masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan. Selain itu, terdapat kebijakan
pemerintah untuk tidak menolak pasien.
Selain UU dan peraturan-peraturan di atas, rumah sakit juga
berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang mengacu kepada UU
Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 dan kebijakan pemerintah bahwa
rumah sakit tidak boleh menolak pasien dan harus melaksanakan pelayanan
yang berkualitas sesuai asas penyelenggaraan pelayanan publik. Pada unit
pelayanan kesehatan, penyelenggaraan layanan dimulai sejak pasien masuk
120
hingga keluar dengan mempertimbangkan kaidah pelayanan publik yang
mana merupakan pelayanan berkesinambungan yang secara ideal diterapkan
dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minamal (SPM) dan prosedur
tetap yang diberlakukan di rumah sakit pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan data RSAI Bandung
mempunyai SOP pelayanan rawat jalan dan mengikuti prosedur dari
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang
pedoman pelaksanaan program JKN dalam Prosedur Pelayanan pada
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Adapun perbedaan
dalam pelayanan di RSAI Bandung yang dikarenakan rumah sakit swasta
dan rumah sakit tersebut mempunyai kebijakan tersendiri untuk menimalisir
anggaran rumah sakit.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa di RSAI Bandung sudah
sesuai prosedur pelayanan dengan prosedur Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2014. Bahwasanya terdapat prosedur tambahan
dalam pelayanan di RSAI Bandung yang merupakan kebijakan dari rumah
sakit tersebut, sehingga kebijakan dari permenkes menjadi acuan pedoman
alur pelayanan. Dengan melihat masih terdapatnya permasalahan dalam
pelayanan baik dari segi input maupun segi proses pelayanan tersediri
berdampak pada pasien RSAI Bandung belum maksimal. Sehingga dari
hasil output tidak sesuai dengan yang diharapkan bahwa pasien harus
terlayani dengan baik namun terdapat masalah dari input yang
mempengaruhi berjalannya proses.
6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (Faktor Tenaga
Kesehatan, Faktor Peralatan Penunjang, Faktor Anggaran, Faktor
Sistem Verifikasi, Faktor Standar Operasional Prosedur) dan proses
pelayanan (Tahap Proses Pelaksanaan Sistem Pelayanan Pasien Rujukan
Rawat Jalan Tingkat II Pada Pasien Peserta BPJS) terhadap output
Pasien terlayani dengan baik di RSAI Bandung.
Gambaran input pelayanan rawat jalan meliputi faktor tenaga
kesehatan, faktor peralatan penunjang, faktor anggaran, faktor sistem
121
verifikasi dan faktor Standar Operasional Prosedur di RSAI Bandung dalam
penelitian ini bisa dilihat dari hasil telaah dokumen, wawancara mendalan dan
observasi.
Gambaran input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung salah satunya
membahas bagaimana input tenaga kesehatan yang mempengaruhi
berjalannya pelayanan pasien di rawat jalan. Input tenaga kesehatan di rawat
jalan RSAI Bandung dimana dari segi kuantitas tidak adanya kurang jumlah
tenaga kesehatan. Adapun masalah dari segi kualitas yang sangat
mempengaruhi cara kerja tenaga kesehatan yang salah satunya dipengaruhi
oleh pelatihan Ina-CBGs dan ketelitian petugas dalam pemeriksaan berkas
yang dapat menghambat proses pelayanan.
Pentingnya pengaruh input tenaga kesehatan terhadap proses pelayanan
yang selanjutnya akan mempengaruhi output pelayanan ini sejalan dengan
hasil penelitian Suharno (2008) dapat diketahui, bahwa sewaktu memutuskan
berekspansi, SDM sama pentingnya demgan perencanaan produk atau jasa
dan SDM sangat menentukan suskses tindaknya ekspansi, karena itu harus
memiliki SDM yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Idris (2016)
yang menyatakan bahwa pentingnya SDM dalam pelayanan, bahkan
tercapainya tujuan organisasi sangat ditentukan oleh “usaha manusia”, baik
dalam kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian
dan pengendalian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chilgren (2008)
yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien
meliputi kecepatan waktu pelayanan, sikap dan perilaku karyawan, serta
kejelasan informasi yang diberikan. Untuk menghasilkan kualitas pelayanan
yang sesuai dengan harapan pasien, kompetensi SDM, terutama SDM yang
berhubungan langsung dengan proses pelayanan sangat penting.
Selain input tenaga kesehatan, untuk mengetahui input pelayanan rawat
jalan di RSAI Bandung kemudian dibahas pula bagaimana input peralatan
penunjang yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat jalan
karena pelayanan di rawat jalan akan bermutu jika didukung oleh masukan
peralatan penunjang. Input peralatan penunjang pada pelayanan rawat jalan di
122
RSAI Bandung ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah
peralatan penunjang. Pengaruh input peralatan penunjang terhadap proses
pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output pelayanan sejalan
dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 bahwa
peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan,
persyaratan baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan,
keselamatan dan layak pakai. di rawat jalan akan bermutu jika didukung oleh
masukan anggaran.
Selain input tenaga kesehatan dan peralatan penunjang untuk
mengetahui input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung kemudian dibahas
pula bagaimana input anggaran yang mempengaruhi berjalannya pelayanan
pasien di rawat jalan karena pelayanan dari segi proses pembayaran dan
laporan keuangan masih terjadi masal Pengaruh input anggaran terhadap
proses pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output pelayanan
sejalan dengan hasil penelitian Supriyanto (2014) bahwa pembayaran klaim
dilakukan antara sepekan sampai 10 hari setelah pengajuan untuk verifikasi,
jika klaim tepat waktu, BPJS membayar sesuai klaim yang diajukan. Hal ini
sesuai dengan tujuan dari anggaran dana itu sendiri yakni agar segala kegiatan
yang memberikan pemasukan dana bisa diimbangi dengan semua kegiatan
yang membutuhkan pengeluaran dana (Insmanthono, 2013). Adapun terdapat
masalah ketidak lengkapan pencatatan terkait dengan diagnosis primer dan
sekunder terutama dokter tidak menuliskannya dengan lengkap, maka perlu
dibentuk tim verifikator internal bisa dari tenaga kesehatan yang bertugas
memberitahukan dokter tersebut bahwa yang bersangkutan belum menuliskan
diagnosisnya dengan lengkap atau diagnosis sekundernya belum tertuliskan,
sehingga dapat mempengaruhi keterlambatannya laporan keuangan (Firman,
2017).
Selain input tenaga kesehatan, peralatan penunjang dan anggaran untuk
mengetahui input pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung kemudian dibahas
pula bagaimana input sistem verifikasi yang mempengaruhi berjalannya
pelayanan pasien di rawat jalan karena pelayanan di rawat jalan akan bermutu
123
jika didukung oleh masukan sistem verifikasi. Input sistem verifikasi pada
pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung ini bisa dilihat dari segi proses
penginputan data pasien. Pengaruh input sistem verifikasi terhadap proses
pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output pelayanan sejalan
dengan hasil penelitian dengan Sulistyo (2016) bahwa salah satu
permasalahan yang cukup krusial Implementasi BPJS Kesehatan adalah
membludak pasien. Membludaknya pasien BPJS Kesehatan ini
mengakibatkan timbunya antrian yang cukup panjang. Salah Satu cara
menanggulangi lambatnya proses administrasi pasien BPJS Kesehatan adalah
denga melakukan briedging system. Hal ini sesuai dengan penelitian Radar
(2016) keuntungan briedging system dapat mengurangi proses antrian
menjadi jauh lebih cepat karena registrasi peserta dilakukan penginputan
pasien sekali kerja yang sudah terhubung dari BPJS dan rumah sakit tanpa
melakukan pengerjaan dua kali kerja.
Selain input tenaga kesehatan, peralatan penunjang, anggaran dan
Sistem verifikasi untuk mengetahui input pelayanan rawat jalan di RSAI
Bandung kemudian dibahas pula bagaimana input SOP yang mempengaruhi
berjalannya pelayanan pasien di rawat jalan karena pelayanan di rawat jalan
akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP. Input SOP pada pelayanan
rawat jalan di RSAI Bandung ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP,
pelaksanaan SOP dan kepatuhan petugas terhadap SOP. Pengaruh input SOP
terhadap proses pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output
pelaksanaan pasien rujukan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Atmoko (2010) bahwa SOP penting karena SOP sendiri adalah pedoman atau
acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat
penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,
administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan
sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.
Kemudian selain input untuk mengetahui gambaran pelayanan rawat
jalan di RSAI Bandung, maka dibahas pula bagaimana proses berjalannya
pelayanan pasien rujukan di rawat jalan mempengaruhi pelayaan rawat jalan
124
rumah sakit. Proses pada pelayanan rawat jalan di RSAI Bandung ini bisa
dilihat dari segi pendaftaran dan pemberian pelayanan. Pengaruh proses
pelayanan terhadap output pelayanan sejalan dengan penelitian Aziz (2010)
yang menyatakan bahwa untuk menghasilkan informasi tersebut dibutuhkan
suatu sitem informasi yang handal, efektif dan efisien, yaitu dengan
mengintegrasikan data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung
kegiatan operasional, data-data mengenai apa yang diperlukan bagi proses
pendaftaran (registrasi pasien, data surat pengantar, sampai ke biaya
administrasi pendaftaran), proses pencatatan rawat jalan (mulai dari tindakan
medis, hingga penggunaan penunjang medis, dan data resep obat), proses
pencatatan rawat jalan (mulai dari tindakan medis, hingga penggunaan
penunjang medis dan data resep obat), proses pencatatan penunjang medis
(mulai dari pencatatan rincian biaya, hingga pembuatan laporan) sampai
dengan proses pembayaran tagihan baik itu pasien jaminan dan umum. Dalam
penelitian tersebut merupakan proses dalam pelaksanaan pasien rujukan
rawat jalan di rumah sakit, tanpa adanya proses tersebut tidak dapat
berjalannya suatu pelayanan.
Namun permasalahan yang terjadi dalam proses pelayanan pasien
rujukan yang disebabkan tenaga kesehatan tidak sesuai SOP karena masih
adanya ketidak telitian petugas dalam pemeriksaan berkas, sehingga dapat
menghammbat proses pelayanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Syamatra
(2014) yang menyatakn bahwa keterampilan dan pemahaman yang baik akan
memberikan hasil kinerja yang baik juga bagi rumah sakit, sehingga tidak
terjadi nya kesalahan yang dapat menyebabkan kinerja rumah sakit menurun.
Sedangkan permasalahan yang terjadi dalam proses pelayanan pasien
rujukan yang disebabkan kurangnya keterlibatan petugas dalam memberikan
informasi mengenai proses pelayanan. Hal ini sesuai dengan Aditya (2016)
yang menyatakn bahwa petugas bagian administrasi bagian BPJS membantu
memberikan informasi tmbahan diakibatkan kurangnya informasi mengenai
alur pelayanan. Dengan memberikan kemudahan dalam informasi langsung
melalui brosur, spanduk dan banner mengenai informasi pelayanan BPJS
125
dalam hal informasi tidak langsung yang dapat membantu mengurangi tugas
tenaga kesehatan dalam memberikan informasi.
Adanya keterkaitan input pelayanan (faktor tenaga kesehatan, faktor
peralatan penunjang, faktor anggaran, faktor sistem verifikasi dan faktor
Standar Operasional Prosedur) dan proses pelayanan (pendaftaran dan
pemberian pelayanan) terhadap output salah satunya pasien terlayani dengan
baik di pelaksanaan pasien rujukan sejalan dengan teori Peters, H David,
(2014) yang menggunakan pendekatan sistem untuk mencari akar masalah dan
mencari pemecahan dari suatu penyebab.yang meliputi input/masukan,
process/proses dan output/iuran. Salah satunya dengan menggunakan standar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
tentang pedoman pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional yang
berkaitan dengan pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat II.
Adanya perbandingan pedoman di rumah sakit dengan pedoman JKN yang
menunjukkan hasil proses pelayanan pasien rujukan belum terlayani dengan
baik yang merupakan penyebab dari input dan proses. Dengan melihat masih
terdapatnya permasalahan dalam pelayanan baik dari segi input maupun segi
proses pelayanan tersediri berdampak pada pasien RSAI Bandung belum
maksimal. Sehingga dari hasil output tidak sesuai dengan yang diharapkan
bahwa pasien harus terlayani dengan baik namun terdapat masalah dari input
yang mempengaruhi berjalannya proses.
126
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai gambaran
pelaksanaan sistem pelayanan pasien rujukan pelayanan tingkat II pada pasien
peserta BPJS di RSAI Bandung dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. INPUT
a. Dari segi Tenaga Kesehatan Permasalahan yang terjadi
diantaranya, antara lain :
1) Ketidak ketelitian petugas dalam pemeriksaan berkas dan
kurangnya informasi yang diberikan oleh petugas kepada
pasien mengenai alur pelayanan sehingga dapat
menghambat proses pelayanan.
2) Belum adanya pelatihan Ina-CBGS yang pernah diikuti oleh
petugas tenaga kesehatan RSAI Bandung sehingga,
berpengaruh skill petugas dalam melayani pasien
b. Dari segi dana permasalahan yang terjadi diantaranya adalah
terlambatnya proses laporan keuangan yang mengakibatkan
kerugian terhada rumah sakit karena dana pembayaran pelayanan
terlambat masuk
c. Dari segi peralatan penunjang permasalahan yang terjadi
diantaranya adalah kekurangan jumlah mesin prin sehingga
terjadi kesalahan dalam mencetak Surat Elegibitas Peserta (SEP)
dan ada beberapa fasilitas yang tersedia tetapi tidak digunakan
seperti label dan televisi yang dapat membantu proses pelayanan.
d. Dari segi Sisem verifikasi permasalahan yang terjadi karena pihak
rumah sakit belum mempunyai briedging system yang dapat
membantu proses pelayanan dalam proses rujukan.
e. Dari segi Standar Operasional Prosedur RSAI Bandung
mempunyai prosedur tersendiri walaupun ada beberapa sub
bagian pokok penting yang mengikuti prosedur pelayanan dengan
127
prosedur Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2014, sedangkan permasalahan yang terjadi diantaranya petugas
melayani pasien belum mengikuti sesuai SOP sehingga terjadinya
kesalahan dalam melayani pasien.
2. PROSES
a. Dalam proses alur pendaftaran pasien masih kurang mengetahui
prosedur/ syarat pendaftaran BPJS di Rumah Sakit Al Islam
Bandung.
b. Tidak terdapat perbedaan pelayanan poli BPJS dan non BPJS
rawat jalan di RSAI Bandung. hal tersebut menunjukkan bahwa
pelayanan poli yang diberikan rumah sakit adalah sama, artinya
tidak membeda-bedakan antara pasien BPJS maupun non BPJS.
c. Proses pelayanan penunjang di RSAI Bandung mempunyai
kebijakan per tiga hari pelayanan sehingga pasien tidak bisa
langsung ke penunjang.
3. OUTPUT
Dengan melihat masih terdapatnya permasalahan dalam
pelayanan baik dari segi input maupun segi proses pelayanan tersediri
berdampak pada pasien RSAI Bandung yang belum maksimal.
Sehingga dari hasil output tidak sesuai dengan yang diharapkan bahwa
pasien harus terlayani dengan baik namun terdapat masalah dari input
yang mempengaruhi berjalannya proses.
7.2 Saran
a. Bagi Direktur Rumah Sakit
1. Sebaiknya Direktur RSAI Bandung perlu meningkatkan
efisiensi pelayanan di bagian pendaftaran sebaiknya rumah
128
sakit menggunakan aplikasi bridging system yang ditentukan
oleh pihak BPJS.
2. Sebaiknya Direktur RSAI Bandung perlu memberikan
kesempatan kepada petugas tenaga kesehatan untuk
melakukan pelatihan Ina-CBGS dalam upaya melayani pasien
rujukan rawat jalan di RSAI Bandung.
b. Seksi Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan BPJS
1. Sebaiknya dilakukan monitoring pada pelayanan kepada
petugas di bagian pendaftaran dan penilaian terkait
pengukuran pengetahuan petugas dalam hal alur pelayanan
dan bagaimana implementasinya di lapangan. untuk
meningkatkan efisiensi pelayanan di bagian pendaftaran.
2. Sebaiknya petugas IT selalu melakukan kontrol yang berkala
untuk mencegah terjadinya gangguan yang tidak diinginkan
dari komputer dan jaringan ketika melayani pendaftaran.
Pengecekan secara rutin terhadap alat-alat yang berkaitan
dengan IT agar bisa dipergunakan dengan efektif pada proses
pendaftaran berlangsung.
3. Sebaiknya dilakukan sosialisasi pada pasien melalui media
elektronik seperti televisi, pengeras suara (radio) dan adapun
sosialisasi dari media cetak seperti brosur, dan leaflet yang
sudah disediakan oleh rumah sakit.
129
Daftar Pustaka
Abdullah, Ali Fauziah, dkk. 2015. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan
Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas
Siko dan PKM Kalimata Kota Ternate. Jurnal JIKMU, Vol. 05, No. 02, April
2015.
Adam T, de Savigny D. 2012. Systems thinking for strengthening health systems in
LMICs: need for a paradigm shift. Health Policy Plan. 2012, 27 (Suppl 4): 1-3.
http://heapol.oxfordjournals.org/content/27/suppl_4/iv1.full.pdf+html. Diakses
melalui pada tanggal 13 September 2016 pukul 09.38.
Aditya, Pratamawisadi, dkk. 2016. Analisis Kualitas Pelayanan Publik Pada Pasien
Peserta BPJS Studi Kasus RSU Puri Raharja Tahun 2016. Diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/165140-ID-analisis-kualitas-
pelayanan-publik-pada.pdf pada tanggal 05 Oktober 2017.
Ali, Abdullah Fauziah, dkk. 2014. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan
Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
Puskesmas Siko dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun 2014. JIKMU,
Vol. 5, No. 02, April 2015. Manado : Universitas Sam Ratulangi
Amalia, Nur Majid Fitri. 2014. Analisis Gambaran Peta Perjalanan Pasien di
Pelayanan Rawat Jalan RS Kanker “Dharmais” Tahun 2014. Jurnal
Administrasi Kebijakan Kesehatan Vol. 1, No. 1 Oktober 2014.
Atmoko, T. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. Diakses melalui http://edokumen.kemenag.go.id pada
tanggal 11 Februari 2017.
Aulya, Ramah Putri. 2014. Studi Tentang Pelayanan Publik di Bidang Kesehatan
dengan Sistem Rujukan di Puskesmas Air Putih Kecamatan Samarinda Ulu
Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 3 (1) 2014:81-94.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan edisi ketiga. Jakarta :
Binarupa Aksara.
BPJS Kesehatan, DJSN. 2016. Minim Pemahaman Sistem Rujukan BPJS Kesehatan.
Diakses melalui
http://jkn.jamsosindonesia.com/home/cetak/254/Minim%20Pemahaman%20Si
130
stem%20Rujukan%20BPJS%20Kesehatan pada tanggal 28 Mei 2016 pukul
23.58.
BPJS Kesehatan. 2014. Bridging System Perpendek Antrean Pelayanan. Diakses
melalui https://www.bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/851d3c47c9f3f203fc274864457aca0c.pdf
pada tanggal 07 Agustus 2016 pukul 19.33. Info BPJS Kesehatan Edisi X
Tahun 2014. BPJS Kesehatan.
Bustani, M Neti, dkk. 2015. Analisis Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Rawat
Jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal E-
Biomedik, Vol 03, No. 03 September-Desember 2015.
Chabibah, Nurul dan Djazuly Chalidyanto. 2014. Analisis Rasio Rujukan Puskesmas
Berdasarkan Kemampuan Pelayanan Puskesmas. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia Volume, 2 Nomor 3 Juli-September 2014.
Chilgren, A. A. (2008). Manager And The New Definition Of Quality. Journal Of
Healtcare Management, 53 (4): 221.
Djuhaeni, Heni. 2007. Asuransi dan Managed Care : modul Program Pascasarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran, Bandung.
Duha, Timotius.2016. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Deepublish.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Feriawati, Puri dan Agus Perry Kusuma. 2015. Faktpr-Faktor Keterlambatan
Pengklaiman BPJS di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang Tahun 2015.
Diakses melalui http://webcache.googleusercontent.com/search?
eprints.dinus.ac.id/ pada tanggal 12 Februari 2017 pukul 09.24.
Feriawati, Puri dan Agus Perry Kusuma. 2015. Faktor-Faktor Keterlambatan
Pengeklaiman BPJS di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Diakses melalui
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:I3_TEm5gby0J:eprint
s.dinus.ac.id/17499/1/jurnal_16477.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id pada
tanggal 11 Februari 2016 pukul 13.59.
Firdaus, Firwan Fidela dan Arlina Dewi. Evaluasi Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Jalan Peserta BPJS di RSUD Panembahan Senopati
131
Bantul. Diakses melalui http:// journal.umy.ac.id/index.php pada tanggal 11
Februari 2016.
Firman. 2017. Strategi dalam Mengantisipasi INA CBG’s di Rumah Sakit. Diakses
melalui http://firmanpribadi.staff.umy.ac.id/strategi-dalam-mengantisipasi-ina-
cbgs-di-rumah-sakit/ pada tanggal 04 September 2017.
Handoko, Merdekawati Lionisia. 2015. Penyusunan Standar Operasional Prosedur
pada Operasional Toko di Supermarket UFO (United Fashion Outlet)
Surabaya. Di akses melalui https://www. journal.wima.ac.id%2Findex.php%
pada tanggal 10 Januari 2017 .
Hartini, dkk. (2016). Analisis Pelayanan Rujukan Pasien BPJS di RSUD Chatib
Quzwain Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Vol. 04, No. 4, Oktober 2016.
Hidayat, Wahyu 2015. Studi Tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Long Ikis Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. Jurnal Imu
Pemerintah, Vol 3, (4) 2015 : 1637-1651, ISSN. Diakses melalui
http://webcache.googleusercontent.com/journal.ip.fisip-unmul.ac.id pada
tanggal 30 Mei 2017 pukul 06.15.
Hutahaean, Jeperson. 2014. Konsep Sistem Informasi. Yogyakarta : Deepublish
Publisher.
Idris, Amirudin. 2016. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
Deepublish.
Ika, Wahyu Yulianti. 2015. Tinjauan Kelengkapan Persyaratan Anggota BPJS Pada
Pasien BPJS Dinas di Rumah Sakit Bbhakti Wira Tamtama Semarang Periode
Triwulan 1 Tahun 2015. Thesis. Semarang : Program Studi Rekam Medis dan
Informatika Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.
Indarwati dan Wahyudin. 2013. Pelaksanaan Rujukan Persalinan dan Kendala yang
dihadapi. Jurnal Infokes, Vol. 3No.1, Februari 2013 ISSN : 2086 – 2628.
Kamal, Yanwir, dkk. 2015. Gambaran Kelengkapan Berkas Rekam Medis Pasien
BPJS Kesehatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Syafira Pekanbaru
Tahun 2015. Diakses melalui
132
https://www.academia.edu/17885355/Jurnal_laporan_PKM_RS_Syafira_Pekan
baru_tahun_2015 pada tanggal 12 Februari 2016.
Keputusan Menteri Kesehatan No.560/Menkes/SK/VI/2003 Tentang Pola Tarif Perjan
Rumah Sakit.
Kompas. 2015. Sistem Rujuk BPJS Belum Maksimal. Diakses melalui
http://print.kompas.com/baca/2015/03/26/Sistem-Rujukan-BPJS-Belum-
Maksimal pada tanggal 28 Mei 2016 pukuk 22.13.
Konlin, Steven. 2014. Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Desa
Gunawan Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Jurnal Ilmu
Pemerintahan Vol 2 (1), No 1925-1936 ISSN 2338-3615.
Liliweri, Alo .2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta :
LKIS
Lony, Primasari Karleanne. 2015. Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan
Nasional RSUD. Dr.Adjidarmo Kabupaten Lebak. Jurnal Administrasi
Kebijakan Kesehatan. Vol. 02, No.2.
Manggala, Putra Wahyu. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan
Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tanggerang Selatan. Skripsi. Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Marimin, dkk. 2010. Sistem Informasi Manajemen Ssumber Daya Manusia. Jakarta :
PT Grasindo.
Marwati, Filu. 2015. Gambaran Model Penyelesaian Ketidakpuasan Pelayanan
Kesehatan BPJS (Studi Kasus Pelayanan BPJS di Rumah Sakit Umum
Yogyakarta). Diakses melalui
http://webcache.googleusercontent.com/searcheprints.ums.ac.id pada tanggal
12 Februari 2017 pukul 12.46. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
Maryana, Dina. 2016. Analisis Teknik Komunikasi Informatif BPJS Kesehatan
Dalam Memberikan Pelayanan Pada Pengguna Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di RSUD A.W Sjahranie Samarinda. Jurnal Ilmu Komunikasi,
2016:4(1): 269-282.
Muninjaya, A. A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC.
133
Musak, I Margreit. 2015. Hubungan Antara Mutu Pelayanan Dengan Pemanfaatan
Apotek Rumah Sakit Pancarana Kasih Gmim Manado. Diakses melalui
http://webcache.googleusercontent.com/searchkesmasfkm.unsrat.ac.id pada
tanggal 12 Februari 2017.
Muslihudin dan Oktafianto. 2016. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi
Menggunakan Model Terstruktur dan UML. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Mutiara, Tia dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Erlangga.
Natalia, Zulita Leni dan Indra Kanedi. 2011. Sistem Administrasi Pelayanan Pada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bengkulu. Jurnal Media
Infotama Vol. 7 No. 2 September 2011.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan Catatan Kedua.
Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta
Nugroho, Wahjudi. 2006. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010
Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Peters, H David. 2014. The application of systems thinking in health : why use
systems thinking. Diakses melalui https://health-policy-
134
systems.biomedcentral.com/articles/10.1186/1478-4505-12-51 pada tanggal 13
September 2016 pukul 09.33.
Radar. 2016. BPJS Kesehatan Luncurkan Briedging System. Diakses melalui
http://sampit.prokal.co/read/news/6527-.html pada tanggal 04 September 2017.
Rattu, A. J. M, dkk. 2015. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di
Puskesmas Kabupaten. JIKMu, Vol. 5, No. 1 Januari 2015. Yang diakses
melalui
https://webcache.googleusercontent.com/searchejournal.unsrat.ac.id/index.php/
jikmu/article/download pada tanggal 30 Mei 2017 pada pukul 06.21.
Referal System WHO, 2002. Diakses melalui
http://www.who.int/management/Referralnotes.doc diunduh pada tanggal 14
September 2016 pukul 13.45.
Riyadi, Slamet, dkk. 2015. Pemodelan Enterprise Architecture Pelayanan di RSUD
Murjani Sampit. Jurnal Citec, Vol. 2, No. 4 Agustus 2015 ISSN : 2460-4529.
Rokaiyah, dkk. 2015. Tinjauan Pelaksanaan Sistem Penomoran di Tempat
Pendaftaran Pasien Rumah Sakit Permata Bunda Purwodadi Tahun 2015.
Semarang : Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
Sabrina, Qhisti (2015). Pelaksanaan Program Jaminan Kessehatan Nasional (JKN)
dalam peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan di RSU Haji Surabaya.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol 3, No 3, Mei-Agustus 2015.
ISSN 2303 – 341 X.
Sabrina, Qhisti. 2015. Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan di RSU Haji Surabaya.
Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol. 03, No. 02 Mei-Agustus ISSN
2303-341X. Surabaya : Universitas Airlangga.
Sari, Tajudin Rismi. 2012. Faktor Penyebab Medication Error di Instalasi Rawat
Darurat. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 15 No. 04 Desember
2012 hal 182-187.
Setiabudi, Dadang. 2015. Bridging System Jadikan Pelayanan BPJS Kesehatan
Lebih Cepat dan Efisien. Diakses melalui http://manajemen-
pembiayaankesehatan.net/index.php/berita/1250-bridging-system-jadikan-
135
pelayanan-bpjs-kesehatan-lebih-cepat-dan-efisien pada tanggal 11 Februari
2016 pukul 22.50.
Sirait, T Justine. 2006. Anggaran Sebagai Alat Bagi Manajemen. Jakarta : Grasindo
Siregar, C. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC
Suharno,Bambang. 2008. Panduan Lengkap Memulai dan Mengelola Bisinis dari
Nol. Jakarta : Swadaya.
Sulastomo. 2007. Manajemen Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sulistyo. 2016. BPJS Kesehatan dengan Informasi. Diakses melalui
http://www.sistemrumahsakit.com/index.php/bpjs-kesehatan-dengan-informasi-
plafond/ pada tanggal 04 September 2017.
Supriyanti, Afizar. 2013. Tinjauan Prosedur Pendaftaran Pasien Jamkesmas di
TPPRJ Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang . Universitas Dian
Nuswantoro Semarang.
Supriyanto, Agus. 2014. Klaim BPJS Seret, Rumah Sakit Mengaku Merugi. Diakses
https://nasional.tempo.co/read/569001/klaim-bpjs-seret-rumah-sakit-mengaku-
merugi pada tanggal 03 Oktober 2017.
Syamatra, Sucihati. 2014. Gambaran Pengelolaan Klaim Rawat Jalan Pasien Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) RSUD DR Adnaan WD Kota Payakumbuh Tahun
2014. Diakses melalui http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S55777-
Sucihati%20Syamarta pada tanggal 04 Oktober 2017.
Syarifah, Fitri. 2015. Sistem Rujukan Belum Lancar. Diakses melalui
http://health.liputan6.com/read/2197828/sistem-rujukan-rs-belum-lancar-
kenapa pada tanggal 05 Juni 2016 pukul 15.53.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
Widyana. 2011. Evaluasi Pelaksanaan Rujukan Ibu Bersalin dengan Komplikasi
Persalinan oleh Bidan Desa di Puskesmas Sukorejo Wilayah Dinas Kesehatan
Kabupaten Pasuruan. Jurnal Penelitian Suara Forikes, Vol II, No.4.
136
Yudhawati, Dwi Donna dan Ekorini Listiowati . 2012. Evaluasi Penerapan
Identifikasi Pasien di Bangsal Rawat Inap RSI Siti Aisyah Madiun. Diakses
melalui http://webcache.googleusercontent.com/searchjournal.umy.ac.id pada
tanggal 10 Februari 2017. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah
Yuliyanto. 2016. Evaluasi Terhadap Pengaturan Pengelolaan dan Pemanfaatan
Dana Kapitasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Pemerintah Daerah.
Jurnal Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum Nasional Vol. 5, No. 2 Tahun
2016.
Yunita, Dian Elinda, dkk. 2014. Pelaksanaan Pelayan Satu Pintu Pada Instalasi
Rawat Jalan di RSDU Dr Saiful Anwar Malang Untuk Meningkatkan Kualitas
Pelayanan Kesehatan.Jurnal Administrasi Publik Vol. 02, No. 04, Hal 672-
679.
Zunaidah, Yossa Sevvy. 2013. Analisis Pengaruh Kemampuan Karyawan,
Pembagian Tugas, dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.
Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Palembang. Jurnal Manajemen dan
Bisnis Sriwijaya Vol.11, No. 4 Desember 2013. Diakses melalui
http://webcache.googleusercontent.com/searchprints.unsri.ac.id/ pada tanggal
28 Mei 2017 puklu 20.55.
137
Lampiran I
Pedoman Wawancara Mendalam Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Pasien
Rujukan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan Peserta JKN Di Rumah Sakit Al Islam
Bandung Tahun 2016.
PEDOMAN WAWANCARA
Hari / tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama :
Jabatan : Manajemen Pelayanan, Dinkes
1. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan pasien rujukan rawat
jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : Internal di RSAI Bandung dan Eksternal di rujukan)
2. Apa saja fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan pasien
rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : pendaftaran, pelayanan di poli rawat jalan, pengambilan obat)
3. Bagaimana dengan penyediaan anggaran dalam pelaksanaan pelayanan
pasien rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : sumber, penggunaan, proses medapatkan)
4. Seperti apa bridging system yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan
pasien rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : aplikasi, penggunaan aplikasi, masalah dan kemudahan)
138
5. Apa saja standar SOP yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan pasien
rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : alur prosedur, pelayanan administrasi, aturan-aturan terkait
(makro dan meso).
6. Bagaimana proses pendaftaran pasien rujukan yang berlaku di RSAI
Bandung?
(probling : lama waktu pelayanan, Pengambilan nomor antrian, pasien
menunjukkan identitas peserta JKN, surat rujukan, rekam medis dan dari
pasien menerima SEP)
7. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pelayanan poli pasien rujukan
yang berlaku di RSAI Bandung ?
(probling : lama waktu pelayanan, pemberian pelayanan sesuai dengan
diagnosa,
8. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pelayanan penunjang pasien
rujukan yang berlaku di RSAI Bandung ?
9. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pengambilan obat pasien
rujukan yang berlaku di RSAI Bandung ?
(probling : daftar obat JKN)
10. Bagaimana pelaksanaan pelayanan pasien rujukan rawat jalan tingkat lanjutan
dengan tahap-tahap proses di RSAI Bandung ?
139
PEDOMAN WAWANCARA PETUGAS
Hari / tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama :
Jabatan : Petugas pendaftaran, BPJS, Perawat
1. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan pelayanan pasien rujukan rawat
jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : Internal di RSAI Bandung dan Eksternal di rujukan)
2. Apa saja fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan pasien
rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : pendaftaran, pelayanan di poli rawat jalan, pengambilan obat)
3. Seperti apa bridging system yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan
pasien rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : aplikasi, penggunaan aplikasi, masalah dan kemudahan)
4. Apa saja standar SOP yang digunakan dalam pelaksanaan pelayanan pasien
rujukan rawat jalan tingkat lanjutan peserta JKN di RSAI Bandung ?
(probling : alur prosedur, pelayanan administrasi, aturan-aturan terkait
(makro dan meso).
5. Bagaimana proses pendaftaran pasien rujukan yang berlaku di RSAI
Bandung?
(probling : lama waktu pelayanan, Pengambilan nomor antrian, pasien
menunjukkan identitas peserta JKN, surat rujukan, rekam medis dan dari
pasien menerima SEP)
6. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pelayanan poli pasien rujukan
yang berlaku di RSAI Bandung ?
140
(probling : lama waktu pelayanan, pemberian pelayanan sesuai dengan
diagnosa,
7. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pelayanan penunjang pasien
rujukan yang berlaku di RSAI Bandung ?
8. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pengambilan obat pasien
rujukan yang berlaku di RSAI Bandung ?
(probling : daftar obat JKN)
9. Bagaimana pelaksanaan pelayanan pasien rujukan rawat jalan tingkat lanjutan
dengan tahap-tahap proes di RSAI Bandung ?
141
PEDOMAN WAWANCARA PASIEN
Hari / tanggal :
Waktu :
Tempat :
Nama :
1. Bagaimana informasi yang bapak/ibu ketahui terkait proses pelaksanaan
pasien rujukan di rawat jalan peserta JKN di RSAI Bandung ?
2. Bagaimana proses pendaftaran pasien rujukan yang berlaku di RSAI
Bandung?
(probling : lama waktu pelayanan, Pengambilan nomor antrian, pasien
menunjukkan identitas peserta JKN, surat rujukan, rekam medis dan dari
pasien menerima SEP)
3. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pelayanan poli pasien rujukan
yang berlaku di RSAI Bandung ?
(probling : lama waktu pelayanan, pemberian pelayanan sesuai dengan
diagnosa)
4. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pelayanan penunjang pasien
rujukan yang berlaku di RSAI Bandung ?
5. Bagaimana proses pemberian pelayanan untuk pengambilan obat pasien
rujukan yang berlaku di RSAI Bandung ?
(probling : daftar obat JKN)
142
Lampiran II
Lembar Observasi
Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat
Lanjutan Peserta JKN Di Rumah Sakit Al Islam Bandung Tahun 2016.
Hari / tanggal :
Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Jenis Penyakit :
No Proses * Deskripsi
1 Pasien mengambil nomor antrian
2 Pasien menunjukkan nomor identitas
peserta JKN, surat rujukan dan nomor
rekam medis
3 Pasien menerima Surat Eligibitas Peserta
4 Pasien dapat memperoleh pelayanan
rawat jalan
5 Pasien mendapatkan resep obat atau surat
rujukan ke penunjang dari dokter
6 Pasien mengambil obat di apotek RSAI
Bandung
*) Pedoman pelaksanaan program JKN (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2018)
*) Pedoman Rumah Sakit Al Islam Bandung 2014
143
Lampiran III
Lembar Telaah Dokumen
Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Pasien Rujukan Rawat Jalan Tingkat
Lanjutan Peserta JKN Di Rumah Sakit Al Islam Bandung Tahun 2016.
No Substansi/Domain/Faktor Dokumen Deskripsi
1 Anggaran SK. Direktur Menjelaskan tentang
penyediaan dan
penggunaan anggaran
sebesar 80%.
2 Fasilitas Data fasilitas yang
tersedia.
3 Pedoman/SOP alur pendafaftaran
Rawat Jalan JKN
Syarat
Pendaftaran
Alur Prosedur
Pendaftaran
4 Data ketenagaan kerjaan Jumlah SDM
Uraian Tugas
144
Lampiran IV
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Kepala Manajemen Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Sudah 5 (lima) tahun saya bekerja di kepala seksi pelayanan
Rawat Jalan. Untuk tenaga kesehatan adminitasi dan BPJS
masih baru sekitar 3 (tiga) tahun bekerja disini
Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan pelayanan
tingkat lanjutan peserta di
RSAI Bandung
Di dokumen contoh jumlah SDM nya sudah lengkap dari
petugas administrasi, perawat, dokter, dll. Dan dinkes yang
membantu dalam mengkoordinir rujukan
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Peran pelaksanaan saya dengan mengontrol kegiatan rujukan di
RSAI Bandung dan kami menerima pasien rujukan tingkat
faskes I.
145
c Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Ada kok di dokumen contoh dari internal jumlah tenaga
kesehatanya sudah lengkap dari petugas administrasi, perawat,
dokter, dll. Sedangkan eksternal pihak dinkes yang membantu
dalam mengkoordinir sistem berjalannya rujukan
d Bagaimana sikap dan
penampilan tenaga kesehatan ?
Di RSAI ini kami sudah mempunyai prosedur dalam melayani
pasien sehingga tenaga kesehatan harusmengikuti cara
melayani pasien dengan baik
e Kinerja tenaga kesehatan di
RSAI Bandung ?
Sudah sesuai target tapi ada juga yang kurang teliti tenaga
kesehatannya
f Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Semua SDM diwajibkan mengikuti pelatihan yang sudah
disediakan pihak rumah sakit. Materi yang saya dapati itu speri
patient safety, pelayanan prima, publich speaking dan yang
paling sering kami dapati siraman rohanian
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Untuk fasilitas dalam melayani pasien rujukan rawat jalan
sudah lengkap dan hanya saja ada beberapa sebagian
fasilitas yang masih kurang ataupun fasilitas yang sudah
tersedia tetapi tidak digunakan dengan sebaiknya
sehingga dapat memperhambat pelayanan
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
Pertama kekurangan printer yang dimana 1 loket tersebut
ada 2 petugas sehingga pada saat SEP diterbitkan suka
tertukar nama pasien, dan adapun tv dan label yang masih
belum digunakan sehingga mubazir. Terus yang kedua tv
belum bisa digunakan karena belum tersambung dengan
mesin nomor antrian. Dan yang terakhir itu ada label
146
yang tidak digunakan untuk Mengidentifikasi pasien,
pertama untuk mempermudah si pegawai kita membaca
biodata pasien dan lebih lengkap dari sep.
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Terkait anggaran petugas sudah membuat laporan
keuangan dalam 14 hari kerja yang dimana tgl 20 semua
laporan keuangan yang sudah diverifikasi langsung
diberikan kepihak BPJS yang dimana untuk mendapatkan
dana dari pihak BPJS ke rumah sakit biasanya tidak ada
maslah terkait dana dari BPJS yang masalah dari pihak
kita yang masih banyak kesalahan dalam pelayanan atau
penginputan terkait laporan keuangan. Dan pihak BPJS
menmberikan dana untuk perpasien Rp 192.500.
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Dana yang dibatasi oleh pihak BPJS tidak cukup untuk
biaya semua. Apalagi untuk obat pasien tidak bisa semua
mendapatkan di rumah sakit. Makanya RSAI mempunyai
kebijakan sendiri dalam pelayanan.
4 Brieging System
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Belum bisa briedging sytem karena kemampuan dikita
terkait kabelnya tidak sinkron karena harusnya pakai
viber optik serat kabel kalau dikita masih di timahnya
lemah. Kalau brieding system itu dikawinkan antara
system BPJS dengan RSAI sementara tidak bisa karena
beda perkabelan atau systemnya. Jadi di RSAI hanya
menggunkan sofware dari BPJS. Palinhan jaringan yang
suka bermasalah sehingga petugas bisa terjadi mengimput
kembali data pasien.
b Bagaimana tindakan dalam
menangani jaringan dalam
Petugas seharusnya cepat melapor terkait adanya
kesalahan dalam jaringan. Jika jaringan belum terhubung
147
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
maka proses pelayanan terganggu. Ahli IT yang
membantu dalam proses jaringan dan BPJS membantu
komunikasi dari pusat.
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Pembuatan SOP sudah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan yang terakhir tapi dari rumah sakit
menambahkan peraturan tersendiri yang dimana untuk
mengelola dari kerugian rumah sakit.
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Pertengahan bulan kemaren ada diskusi langsung bersama
dinas kesehatan, BPJS dan rumah sakit. Dan adanya
perubahan SOP dari sebelumnya yang dimana di rumah
sakit ini pelayanannya pertiga hari tetapi sekarang
pelayanan untuk pengambilan obat bisa didapatkan
setelah pelayanan. Hanya saja tidak penuh didapatkan.
c Kenapa dilakukan perubahan
kebijakan ?
Adanya perubahan karena sebelumnya pada saat
pendaftaran pasien membludak untuk pasien pengambilan
obat yang dapat mengganggu proses pelayanan yang
ingin berobat. Oleh karena itu dilakukan perubahan. Dan
perubahan tersebut karena untuk menimalisir anggaran
yang didapatkan.
d Pemerataan RS Sebelumnya pasien yangberobat di RSAI bisa siapa saja
yang datang tapi sudah mulainya kebijakan untuk pasien
yang kabupaten tidak bisa berobat langsung ke RS kota
karena sebelumnya RSAI Bandung mengalami
penumpukan pasien makanya sekarang sudah mulai
berkurangnya pasien yang sekarang pasien yang lain bisa
ditangani oleh RS Kabupaten dan sesuai dengan
tingkatan.
148
PROSES
1 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
Untuk pasien BPJS mempunyai 3 loket untuk loket A
pasien langsung pasien yang belum pernah berobat ke
rumah sakit dan pasien yang belum terdaftar via telepon,
loket B untuk pendaftaran pasien yang sudah didaftarkan
oleh poli/autoregistrasi.Loket C untuk pasien yang daftar
melalui via telepon pasien yang berkunjung untuk kontrol
dan penunjang.
b Masalah yang terjadi pada
pasien?
Masalahnya pada saat proses pendaftaran. Banyak pasien
yang masih salah mengambil nomor antrian, pasien tidak
membawa rujukan, pasien yang datang langsung biasanya
tidak semua pasien bisa terlayani karena untuk pasien
BPJS dibatasi kuotanya.
c Masalah yang terjadi pada
petugas?
Perawat masih ada kesalahan dalam menjadwalkan
berobat kembali, Masih ada sebagian perawat yang belum
menjelaskan pengobatan di RSAI Bandung. Dan masalah
dari tenaga kesehatan seperti petugas pendaftaran masih
ada salah dalam penyerahan SEP kepada pasien
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
Setelah pasien dari pendaftaran, pasien langsung ke poli
yang dituju dengan membawa SEP (Surat Eligibitas
Pasien). Setelah dari Poli pasien langsung menyerahkan
berkas kepada perawat dan pasien menunggu sesuai
dengan nomor antrian yang tertera di SEP. Setelah itu
pasien dipanggil kembali untuk pemeriksaan tensi darah
pasien, sehingga di dalam poli dokter sudah mengetahui
tekanan darah pasien.
b Masalah yang terjadi pada Masalah yang terjadi pada saat di poli itu perawat
149
perawat ? biasanya masih salah memberikan jadwal berobat dan
kurang melihat jadwal terakhir pasien berobat, sehingga
pasien bolak balik datang ke rumah sakit
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
Pasien daftar kembali melalui via telephone, setelah itu
pasien bisa langsung ke penunjang.
b Kendala ? Pasien yang sudah dari poli tidak bisa langsung ke
penunjang, pasien daftar kembali melalui via telephone
untuk 3 hari kedepannya.
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Setelah dari poli pasien membawa resep obat untuk
mengambil obat di apotek BPJS. Tapi ada obat yang tidak
semua didapatkan.
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Untuk pengambialan obat di RSAI berbeda sebelumnya
yang dimana sebelumnya diambil melalui via telepon tapi
sekarang obat yang diambil hanya pada saat kontrol saja
jika obat itu ada sebagian yang belum bisa diambil pasien
mengambil obat dari apotek rekan yang sudah
bekerjasama oleh pihak BPJS sehingga pasien
mendapatkan masalah untuk pengambilan obat.
1 OUTPUT
a Selama pasien berobat di sini dilihat banyak masalah
alam pelayanan dari pasien datang sampai pasien pulang.
Tapi lebih banyak komplain yang saya dengar dari
pendaftaran dan obat.
150
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Petugas Pendaftaran Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Kurang lebih 3 (tahun) pada saat BPJS berjalan
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Kami dari pihak pendaftaran hanya menerima pasien
BPJS yang sudah mendapatkan rujukan dari pihak
puskesmas
C Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Petugas disini banyak kok mba semuanya mempunyai
peran tugas masing-masing. Dan Yang paling terlibat
dalam pelaksanaan rawat jalan ini dari petugas
pendaftaran karena setiap mau berobat harus dari
pendaftaran baru selanjutnya dilanjuti pihak tenaga
kesehatan
151
d Pembagian tugas
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Disini petugas sudah ada pembagian tugas masing-
masing untuk berjalannya pelayanan.
e Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Kami dari petugas sudah mengikuti pelatihan khusus
untuk mendapatkan pelayanan maksimal sesuai dengan
SOP. Ya kami dapatkan ilmunya banyyaak deh ada
keselamatan pasien gitu terus rohanian sama cara berbica
kita ke pasien.
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Satu set komputer beserta dengan programnya,
kelengkapan pelayanan diantaranya set blangko, resume
medis.
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
Yaa untuk printer disini sebenarnya kurang lah, masa dua
petugas ada 1 printer ya ntar pada saat diterbitkan SEP
petugas tersebut salah mengambil SEP pasiennya. Terus
Tv disini masih belum pernah digunakan jadi pasien
hanya melihat nomor antrian dari tv yg kecil dan ini
barang label yang tidak digunakan. Tujuan label untuk
safety pasien supaya tidak tertukar dengan pasien lain
karena sebelumnya pernah tertukar dengan pasien
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
-
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
-
152
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
4 Brieging System
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Biasanya terjadi masalah jaringan eror sehingga masalah
di pendaftaran waktunya bisa sampai 2 jam atau seharian.
b Bagaimana tindakan dalam
menangani jaringan dalam
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Petugas bisa otak atik sendiri, jika petugas tidak bisa
tangani lagi petugas langsung hubungi pihak yang
mengerti dalam jaringan. Kalau eror yang di BPJS bisa di
tanyakan bisa manual apa lokal. Kalau biasanya untuk
yang askes bisa pakai lokal tidak pakai jaringan internet
jadi hanya di lingkungan RSAI aja. Kalau BPJS mandiri
dan eror lama di manualkan ke sistemnya kembali lagi
kita buat SEP nya lagi jadi 2 kali kerja. Dan syarat nya
dengan minyampan fotocopy rujukan sama kartu
BPJSnya
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Untuk SOP alur pendaftaran rawat jalan sudah lama
dibuat dan sudah sesuai dengan BPJS.
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Baru di sahkan kalau gak salah ya bulan Agustus gitu
deh. Kalau gak salah itu dari BPJS, Dinkes dan rumah
sakit lah. Tetapi rumah sakit ini berbeda dengan rumah
sakit lain karena rumah sakit ini dilakukan pertiga hari
pelayanan.
c Kenapa dilakukan perubahan Dengan perubahan kebijakan ini di pendaftaran tidak
153
kebijakan ? penuh sehingga lebih cepat proses pelayanan. Dan
peyebab adanya pelayanan pertiga hari karena rumah
sakit ini mempunyai prosedur tersendiri dalam mengenai
pembiayaanDengan perubahan kebijakan ini di
pendaftaran tidak penuh sehingga lebih cepat proses
pelayanan. Dan peyebab adanya pelayanan pertiga hari
karena rumah sakit ini mempunyai prosedur tersendiri
dalam mengenai pembiayaan
d Pemerataan RS Pasien BPJS dari tahun 2014 dan 2016 pertengahan bulan
sangat banyak pasiennya karena pasien disini bisa dari
kabupaten. Dan mengalami penumpukan pasiennya di
rawat jalan. Semenjak pertengahan bulan sudah mulai
menurun pasien yang datang karena sudah dimulainya
pemerataan pasien.
PROSES
1 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
Pendaftaran di RSAI Bandung mempunya 3 loket. Loket
A untuk pasien yang langsung belum terdaftar via
telephone dan autoregistrasi. Biasanya pendaftaran ini
kebanyakan untuk pasien yang belum pernah berobat
disini dan adapun pasien yang malas daftar melalui via
telephone. Pendaftaran autoregistrasi yang sudah
didaftarin oleh perawat. Sehingga pasien tersebut harus
controlnya rutin sebulan sekali. Dan pendaftaran
telephone pasien yang daftar melalui via telephone.
b Masalah yang terjadi pada
pasien ?
Ada pasien tidak membawa rujukan, pasien belum
terdaftar via telepon, sudah habis masa berlaku
rujukannya, salah poliklinik yang dituju, pasien yg
154
dikabupaten tidak bisa datang lagi ke rumah sakit,
c Masalah yang terjadi pada
petugas ?
Masalah dari petugas pendaftaran yang kurang teliti
dalam penyerahan SEP kepada pasien sehingga nama
pasien tidak sesuai dengan SEPnya. Dan perawat masih
ada yang kurang memberikan penjelasan kepada pasien
sehingga pasien suka telat waktu berobat. Dan ada lagi
pasien autoregistrasi langsung ke loket tanpamengambil
nomor antrian terlebih dahulu
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
Setelah pasien yang sudah mengurusi pendaftaran, pasien
langsung ke poli yang dituju. Pasien langsung di periksa
terlebih dahulu untuk pengecekan tekanan darah setelah
itu pasien tunggu terlebih dahulu untuk pemeriksaan di
dokter. Setelah dari dokter pasienbisa mendapatkan resep
dan rujukan kembali ke penunjang.
b Masalah yang terjadi pada
perawat ?
Perawat kurang memberikan informasi terkait pasien
yang datang kontrol berulang tanpa mengambil nomor
antrian dulu. Mereka langsung ke meja pendaftaran loket
b
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
Daftar mulai dari awal lagi pasien daftar via telephone
lalu pasien bisa ke penunjang.
b Kendala ? Pasien BPJS di RSAI Bandung tidak bisa langsung dari
poli ke penunjang, pasien harus daftar kembali baru bisa
pemeriksaan lab dan lain-lain.
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
A Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Pasien yang sudah mendapatkan salinan resep pasien
langsung ke apotek. Adapun ada obat yang tidak penuh
didapatkan.
155
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
pengambilan obat
Untuk pengambilan obat sekarang mengikuti SK RSAI
pertiga hari jika obatnya kurang dikasih salinan resep
untuk diambil di rekanan BPJS jadi misalkan dr
meresepkan obat untuk 2minggu tapi dari pihak farmasi
hanya diberikan untuk 3hari sisa 11 harinya pasien
kembali ke BPJS center untuk meminta rujukan SEP
pengambilan obat rekanan kalau obat BPJS hanya obat
terbatas. Jadi hampir pasien di RSAI tidak semuanya
mendapatkan obat yang penuh.
OUTPUT
3 Tahap-tahap proses pelayanan pasien BPJS terlihat
masalah dari petugas dan pasien. Dan pasien di BPJS
menumpuk sehingga petugas salah dalam pemberian SEP
156
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Perawat Poli di Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Ya pada saat BPJS dimulai kira-kira 3 (tiga) tahun.
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Peran saya hanya melayani pasien yang berobat di rumah
sakit. Dan kami dari pihak rumah sakit tidak ada
perbedaan pasien umum dan BPJS semua pasien dapat
terlayani
157
c Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Dari internal pihak rumah sakit yang lebih mengetahui
dalam proses pelayanan. Dan eksternal pihak dinkes.
d Pembagian tugas
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Pihak kami fokus untuk melayani pasien tidak
mengurusin tugas petugas lain
e Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Disini kalau sudah ada jadwal pelatihan kami diwajibkan
hadir karena pelatihan itu penting bagi setiap SDM agar
mengetahui tugas masing-masing. Dan kami
mendapatkan ilmu yang banyak keselamatan pasien, cara
berbica ke pasien dan tipe rumah sakit rujukan yang
paling penting
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Untuk fasilitas semuanya sudah lengkap dan tidak ada
masalah terkait fasilitas
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
Satu set komputer beserta dengan programnya,
kelengkapan pelayanan diantaranya set blangko, resume
medis, label sudah ada tapi tidak digunakan terus itu loh
di loket B dan C hanya punya satu printer jadi saya suka
ngeliat suka salah ketukar SEP pasiennyatu.
158
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
-
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
4 Brieging System
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Belum bisa briedging sytem karena kemampuan dikita
terkait kabelnya tidak sinkron karena harusnya pakai
viber optik serat kabel kalau dikita masih di timahnya
lemah. Kalau brieding system itu dikawinkan antara
system BPJS dengan RSAI sementara tidak bisa karena
beda perkabelan atau systemnya. Jadi di RSAI hanya
menggunkan sofware dari BPJS. Palingan jaringan yang
suka bermasalah sehingga petugas bisa terjadi mengimput
kembali data pasien.
b Bagaimana tindakan dalam
menangani jaringan dalam
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
Saya langsung melapori pihak atas yang mengerti dalam
sistem jaringan.
159
peserta di RSAI Bandung
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Pembuatan SOP sudah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan yang terakhir tapi dari rumah sakit
menambahkan peraturan tersendiri yang dimana untuk
mengelola dari kerugian rumah sakit.
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Pihak rumah sakit sekarang sudah memberikan
kemudahan kepada pasien agar pasien bisa mendapatkan
obat langsung tanpa mendaftarkan kembali.
c Kenapa dilakukan perubahan
kebijakan ?
Yang saya ketahui itu perubahan kebijakan ini agak
mendingan dari sebelumnya karena untuk mempermudah
pasien.
d Pemerataan RS Semenjak di pertengahan tahun 2016 pasien mulai
mengurang.
PROSES
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
Di RSAI Bandung mempunyai 3 alur pendafataran. Ada
via langsung, autoregistrasi dan telephone.
b Masalah yang terjadi pada
pasien ?
Masalahnya pasien masih tidak membawa rujukan, tidak
mengetahui loket antrian,
160
c Masalah yang terjadi pada
petugas ?
Masalahnya pasien masih tidak membawa rujukan, tidak
mengetahui loket antrian, petugas salah memberikan SEP
ke pasien
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
Pasien yang sudah selesai mengurusi di pendaftaran
pasien langsung membawa berkas untuk menyerahkan di
poli. Setelah dari poli pasien di panggil untuk
pemeriksaan awal. Setelah itu pasien dipanggil kembali
lagi untuk pemeriksaan oleh dokter setelah adanya
pemeriksaan dokter menginput obat-obat untuk
pengambilan resep ataupun rujukan kembali ke
penunjang
c Masalah yang terjadi pada
perawat ?
Biasanya saya salah menginput data penyakit pasien
sehingga pada saat di pemeriksaan dokter, dokter
mengecek kembali penyakit pasien
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
Pasien yang sudah dirujuk oleh dokter pasien bisa ke
penunjang, dan dari penunjang petugas memberikan
pelayanan dan setelah itu pasien mendapatkan hasil
pemeriksaannya.
b Kendala ? Ya disini pasiennya harus daftar lewat via telephone lagi
tapi tidak bisa besok langsung ke penunjang tapi harus
ada batasan waktu 3 hari.
161
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Dari poli pasien bisa mendapatkan obat di apotek BPJS.
Dan pasienpun menunggu antrian kembali.
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
pengambilan obat
Untuk pengambialan obat di RSAI berbeda sebelumnya
yang dimana sebelumnya diambil melalui via telepon tapi
sekarang obat yang diambil hanya pada saat kontrol saja
jika obat itu ada sebagian yang belum bisa diambil pasien
mengambil obat dari apotek rekan yang sudah
bekerjasama oleh pihak BPJS sehingga pasien
mendapatkan masalah untuk pengambilan obat.
3 OUTPUT
a Pasien yang datang dari pendaftaran sampai mendapatkan
obat. Ada terdapat maalah yang hampir sama disetiap
rumah sakit. Dan masalahnya pun masih bisa teratasi.
162
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Petugas BPJS Center di Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Bisa terhitung 3 (tiga) tahun berjalannya
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Pihak BPJS menangani kasus pelaksanaan rujukan BPJS
untuk berjalannya pelayanan rawat jalan di RSAI
Bandung
c Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Untuk internal pihak rumah sakit yang lebih banyak
berperan dalam melayani pasien seperti petugas
pendaftaran dan tenaga kesehatan. Untuk eksternal pihak
dinkes yang lebih mengetahui dalam rujukan
d Pembagian tugas
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
Pihak BPJS hanya tugas mengurusi sistem rujukan saja
tidak mengurusi lain demi kelancaran pelayanan
163
peserta di RSAI Bandung
e Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Satu set komputer beserta dengan programnya,
kelengkapan pelayanan diantaranya set blangko, resume
medis dan label
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
Terkait tv belum bisa digunakan karena belum
tersambung dengan mesin nomor antrian.
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Anggaran dilihat dari akhir misalkan kalau sudah selesai
laporan keuangan baru ada anggaran. Awalnya
diverifikasi terlebih dahulu supaya terlihat yang dijamin
BPJS nya berapa dan dari Rumah Sakitnya berapa. Dari
pihak BPJS tidak ada kendala dalam pemberian anggaran
sesuai dengan jadwalnya. Biasanya masalah terjadi bisa
dari klaim berkasnya . per tanggal 20 berkas sudah masuk
ke BPJS kalau biasanya berkasnya belum lengkap
berkasnya dikembalikan lagi tgl 1 masuk ke rumah sakit.
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Untuk dana perpasien Rp 192.500 tergantung rumah sakit
yang mengelola jadi pihak BPJS hanya menerima laporan
keuangan dari rumah sakit jika laporan keuangan
terlambat pihak BPJS tidak tau menau jika uang terlambat
masuk ke rumah sakit
4 Brieging System
164
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Masalah yang hampir sering terjadi dari jaringan.
Biasanaya jaingan ini bisa mencapai 2 jam dan bisa
seharian. Sistem ini biasanya bisa dari kesalahan rumah
sakit maupun BPJS. Untuk di RSAI belum menggunakan
briedging system.
b Bagaimana tindakan dalam
menangani jaringan dalam
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Petugas langsung hubungi pihak yang mengerti dalam
jaringan. Kalau terjadi eror yang di BPJS bisa di tanyakan
bisa manual apa lokal. Sementara pasien askes bisa pakai
lokal tidak pakai jaringan internet jadi hanya di
lingkungan RSAI aja. Kalau BPJS jaringannya lama
petugas membuat SEP secara manual jadi 2 kali kerja.
Dan syarat nya dengan minyampan fotocopy rujukan
sama kartu BPJSnya. Serta pihak BPJS membantu dalam
melaporkan ke BPJS pusat dalam pemeriksaan biodata
pasien.
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Pembuatan SOP tidak sesuai dari rumah sakit yag pasien
berjenjang bisa datang ke rumah sakit ini?
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Semuanya berperan dari dinas kesehatan, BPJS dan
rumah sakit. Dan mulai mah dari pertama BPJS tapi
mulai ditetapin pertengahan tahun 2016. sekarang pasien
lebih mudah mendapatkan pelayanan dalam pengambilan
obat tanpa daftar kembali hanya saja sekarang pasien
tidak mendapatkan obat sepenuhnya.
c Kenapa dilakukan perubahan
kebijakan ?
Setiap rumah sakit mempunyai kebijakan tersendiri dalam
proses pelayanan. Dan pihak rumah sakit sudah
165
mengikuti aturan BPJS dan selanjuunya dari pihak rumah
sakit mengatur dalam pengelolaan biaya
d Pemerataan RS Sudah mulainya pemerataan disetiap rumah sakit,
sehingga pasien harus ke rumah sakit kebupaten terlebih
dahulu tanpa harus ke rumah sakit kota. Dan rumah sakit
kota tipe B mulai mengurangnya pasien yang datang
untuk berobat.
PROSES
1 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
Pasien BPJS harus ada rujukan dari tingkat 1 jadi tidak
bisa ke rumah sakit, pasien BPJS merupakan pasien
berjenjang. Di RSAI Bandung punya 3 loket ni , loket a
langsung, loket b sudah didaftarkan poli/autoregistrasi
dan loket c pendaftaran via telepon. Setelah itu kita disini
buat jaminan atau sep.
b Masalah yang ditemukan
pada pasien ?
Masalah yang ditemukan pasien masih kurang informasi
terkait alur pendaftaran sehingga pasien terhambat proses
pelayanan.
c Masalah yang ditemukan
pada petugas ?
Masalah Obgyn dilihat dari kasus normal atau kelilit atau
sesar kalau masalahya pasien kelilit bisa langsung acc.
Jadi pas di poli nolak melihat dari kondisi pasien normal
pasien langsung datang ke pihak BPJS center petugas
langsung edukasi ke pasien lagi kembali ke puskesmas.
Sama kasus kulit yang bisa ditangani d rumah sakit sama
petugas langsung di acc saja. Jadi pasien yang sudah
diterima dr sudah periksa dan dr langsung melapor ke
perawat. Untuk pembiayaannya pun bisa ditanggung
BPJS atau pihak Rumah Sakit bisa jadi kenak kerugian
166
yang diakibatkan dari petugas
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
Pasien yang dari pendaftaran langsung ke poli untuk
pemeriksaan ke dokter.
b Masalah yang terjadi pada
perawat ?
Jika terjadinya kesalahan pada perawat pada saat
penginputan kami pihak BPJS membenarkan input yang
salah dari perawat
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
Pasien dari poli bisa langsung ke penunjang. Dan dari
penunjang pasien akan terlayani oleh petugas.
b Kendala ? Dari poli pasien daftar kembali untuk mendapatkan
pelayanan di penunjang
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Pengambilan obat disini dibedakan mana oasien BPJS
dan pasien Umum. Setelah pasien dari poli pasien
mendapatkan salinan resep dari dokter. Setelah itu pasien
langsung mengambil obat di apotek. Tetapi di rumah sakit
ini berbeda, yangdimana pasien tidak bisa mengambil
obat semua. Ada seberapa pasien yang mendapatkan obat
sebagian
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
pengambilan obat
Kalau obat dari peraturan disini diambil 7 hari dulu
dirumah sakit nanti sisanya pasien ambil di apotek
rekanan. Kan dr diwajibkan diberikan obat satu bulan tapi
dari pihak rumah sakit hanya memberikan obat untuk 7
hari sisanya diambil apotek rekanan. Kalau pasien ambil
disini bisa tapi pasien ngulang lagi control baru dapat
obat.
OUTPUT
1 Kalau dilihat dari pandangan saya proses pelaksanaan
167
pelayanan rujukan sudah berjalan lancar. Hanya saja
masalah dari petugas yang masih kurang teliti karena
pasien yang menumpuk di pendaftaran
168
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Kepala Manajemen Logistik di Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Sudah 4 (empat) tahun di RSAI Bandung
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Peran manajemen logistik untuk berjalannya pelayanan
rawat jalan di rumah sakit
c Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
d Pembagian tugas
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Pihak logistik hanya untuk obat saja dan pihak rumah
sakit mempuanyai uraian tugas masing-masing
169
e Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Kami dari pihak logistik mengikuti pelatihan juga tapi
pelatihan ini tidak hanya mendapatkan materi umum saja
dari materi rohanian juga didapatkan di rumah sakit
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
-
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
-
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
4 Brieging System
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
-
b Bagaimana tindakan dalam
menangani jaringan dalam
pelaksanaan rujukan
-
170
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
-
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Pihak rumah sakit, BPJS dan dinas kesehatan
c Pemerataan RS Semenjak adanya pemerataan rumah sakit untuk obat
tidak terlalu keseringan mengalami kekurangan obat
walaupun sekarang masih susah diatasi kekosongan obat
sehingga pasien mengalami kesulitan
PROSES
1 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
-
b Kendala ? -
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
-
b Kendala ? -
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
-
b Kendala ? -
171
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Untuk pengambilan obat, pasien harus mendapatkan
salinan rersep dari dokter terlebih dahulu, jika pasien
sudah ada salinan resep pasien langsung ke apotek khusus
psaien BPJS. Karena di rumah sakit ini membedakan
pasien umum dan BPJS. Tetapi ada masalah terkait obat
yang disini, tidak bisa di ambil obat ful.
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
pengambilan obat
Jadi kita harus belajar obat fornas batasan-batasan obat
apa saja yang hanya 30 hari. Dan hanya penyakit kronis
30 hari untuk akut 7 hari. Struktur pemberian ada 7 paket
ina-cbgs 23 hari masuk ke top upp kalau obatnya tidak
tersedia petugas memberikan sebagian untuk seminggu
sebagaian pasien diberikan untuk ambil di apotik rekan
harus persetujuan dari pihak BPJS center
1 OUTPUT
Tahap proses pelayanan rawat jalan yang sering pasien
tidak puas dalam pengambilan obat.
172
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Kepala Keuangan di Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Saya sudah lama di sini sekitar 7 (tujuh) tahun
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Peran kuangan untuk mengelola keuangan pasien demi
kelancaran pasien peserta JKN di rumah sakit
c Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Yang banyak berperan dari pihak rumah sakit yang
banyak melayani pasien. Kalau dari pihak luar itu ihak
dinkes yang mengetahui sistem rujukan berjenjang.
d Pembagian tugas
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
Keuangan hanya mengelola keuangan anggaran dari
BPJS jadi kami harus membuat laporan keuangan
173
peserta di RSAI Bandung
e Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Dari pihak rumah sakit sudah ada pelatihan khusus untuk
melayani pasien dan dapat memberikan kepuasan pasien
sehingga petugas mengetahui uraian tugasnya. Kami dari
pihak rumah sakit memberikan fasilitas dalam
memberikan kepuasan seperti pelatihan patient safaety,
publich speaking, tipe rumah sakit rujukan dan wajib ada
siraman rohanian
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Semua peralatan sudah lengkap di RSAI Bandung
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
-
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Pertama pengolahan dokumen, verifikasi, medical record
untuk menentukan cooding keluar billing itu total
pembiayaan pasien setelah diverikasi dokumen dan bill
baru diserahkan ke medical record untuk dimasukkan ke
aplikasi BPJS untuk mengeluarkan coddingnya untuk
dilihat biaya pasien A 192.500. setelah itu diserahkan ke
pihak BPJS.
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Dana yang dibatasi oleh pihak BPJS tidak cukup untuk
biaya semua. Apalagi untuk obat pasien tidak bisa semua
mendapatkan di rumah sakit. Makanya RSAI mempunyai
kebijakan sendiri dalam pelayanan.
174
4 Brieging System
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Di RSAI Bandung belum mempunyai sistem briedging
system
b Bagaimana tindakan dalam
menangani jaringan dalam
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Dalam pembuatan SOP pelaksanaan rawat jalan sudah
disesuaikan dengan Peraturan Menteri Kesehatan hanya
saja ada tambahan dalam alur pendaftaran.
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Semuanya yang membuat kebijakan, pihak dinas
kesehatan, dan para pihak rumah sakit. Dalam pelayanan
disini berbeda proses pelayanan semuanya didapatkan
pertiga hari. Hanya saja sekarang sudah adanya
perbedaan dalam pengambilan obat
c Kenapa dilakukan perubahan
kebijakan ?
Ya semenjak perubahan pelayanan berjalan dengan baik
hanya saja masalah pasien tidak mendapatkan obat
sepenuhnya. Dan cara ini cara yang terbaik untuk
menimalisir anggaran dan pasien tidak bolak balik ke
rumah sakitdengan semaunya sehingga dilakukan
pembatasan pertiga hari.
d Pemerataan RS Di RSAI mengalami penemupukan dan dilihat dari data
sehari bisa seribu pasien kalau di rumah sakit pemerintah
175
lain hanya 60-80 pasien kalau swasta 300 pasien. Tapi
sekarang pasien sudah menipis jadi 800ribu pasien. Dan
rumah sakit ini sampai sabtu buka kalau rumah sakit lain
tidak. Dan sebelumnya belum berjenjanga sehingga RSAI
tipe B mengalami penumpukan seharusnya bisa
tertangani tipe bawah. Hampir 70% pasien BPJS bisa
dikatakan hampir RSUD pasien umum hanya 30%
PROSES
1 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
Untuk pasien BPJS mempunyai 3 loket untuk loket A
pasien langsung pasien yang belum pernah berobat ke
rumah sakit dan pasien yang belum terdaftar via telepon,
loket B untuk pendaftaran pasien yang sudah didaftarkan
oleh poli/autoregistrasi. Loket C untuk pasien yang daftar
melalui via telepon pasien yang berkunjung untuk kontrol
dan penunjang.
b Kendala ? Masalahnya pasien masih banyak tidak membawa
rujukan, tidak mengetahui loket antrian, dan tidak
mengetahui alur pendaftaran
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
Pasien dari pendaftaran bisa langsung ke poli, langsung
saja pasien memberikan berkasnya yang dari pendaftaran
ke perawat untuk pemeriksaan.
b Kendala ?
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
Pasien dari poli bisa mendapatkan pelayanan penunjang.
Setelah itu dilayani oleh petugas dan menunggu hasilnya
b Kendala ? Untuk pasien BPJS disini berbeda dengan pasien BPJS
176
lainnya. Di rumah sakit ini pasien tidak bisa langsung ke
penunjang. Pasien harus mendaftarkan diri terlebih
dahulu. dan adanya pemeriksan untuk pembatasm 3 hari.
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Pasien yang sudah dari poli pasien langsung ke apotek
dengan membawa salinan resep dokter. Pasien langsung
mengambil obat di apotek BPJS yang dimana apotek di
sini dibedakan apotek umum dan apotek BPJS, dan untuk
pengambilan obat ada beberapa pasien yang tidak bisa
mengambil obat semuanya.
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
pengambilan obat
Farmasi untuk obat top-upp ada masuk paket satu hari
192.500 yang tidak masuk paket pasien kronis contohnya
pasien diabet untuk insulin bisa di top-upp jadi biaya
insulin terpisah. Jadi namanya 7 hari paket yang biayanya
192.500, 23 terpisah itu top upp terpisah. Jadi pihak
terakhir Form Pengajuan Klaim, sebenarnya BPJS tidak
pernah terlambat telat bayar 14 hari kerja karena dari
proses verifikasi
1 OUTPUT
Pasien yang datang rumah sakit harus mendapatkan
pelayanan, hanya saja pasien masih ada yang kurang
mengetahui dalam proses pelayanan sehingga pelayanan
pasien tidak berjalan dengan lancar
177
Transkrip Wawancara Mendalam
Dengan Dinas Kesehatan di Pelayanan Rawat Jalan Pasien JKN
Di RSAI Bandung pada 2016
Hari/ Tanggal : 2016
Waktu :
Lokasi :
NO. PERTANYAAN INFORMAN JAWABAN INFORMAN
INPUT
1 SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
a Lama Kerja Petugas di Unit
Rujukan Rawat Jalan
Sekitar 5 (lima) tahun saya bekerja disini.
b Peran unit pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Tugas dinas kesehatan untuk memberikan pemerataan
sistem rujukan antar puskesmas ke rumah sakit demi
kelancaran pelayanan rawat jalan
c Petugas yang menangani
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Dari rumah sakit lebih banyak berperan dalam pelayanan
bisa disebutkan termasuk internal. Sedangkan eksternal
dari dinas kesahatan.
d Pembagian tugas
pelaksanaan rujukan
Kami tidak tau menau untuk tugas di rumah sakit , saya
hanya tugas untuk sistem pemerataan rumah sakit
178
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
e Pentingnya pelatihan
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
2 Sarana dan Prasarana
a Sarana dan Prasarana
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
Fasilitas semuanya sudah terpenuhi di rumah sakit. Dan
pihak Dinkes tidak memberikan fasilitas untuk rumah
sakit swasta
b Fasilitas manajemen
pelayanan rawat jalan yang
kurang/perlu diperbaiki
-
3 Anggaran/ Dana
a Anggaran pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
-
b Masalah terkait anggaran
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
-
4 Brieging System
a Bridging System pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Seharusnya RSAI Bandung harus sudah menggunakan
briedging system supaya lebih mudah tapi tidak ada
masalah juga selama berjalannya pelayanan
b Bagaimana tindakan dalam -
179
menangani jaringan dalam
pelaksanaan rujukan
pelayanan tingkat lanjutan
peserta di RSAI Bandung
5 Standar Operasional Prosedur (SOP)
a Standar Operasional
Prosedur (SOP) pelaksanaan
rujukan pelayanan tingkat
lanjutan peserta di RSAI
Bandung
Pembuatan SOP sudah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan yang terakhir tapi dari rumah sakit
menambahkan peraturan tersendiri yang dimana untuk
mengelola dari kerugian rumah sakit.
b Siapa yang buat kebijakan
untuk pemerataan pasien ?
Pertengahan bulan kemaren ada diskusi langsung bersama
dinas kesehatan, BPJS dan rumah sakit.
Dan sudah di syahkan juga kok bulan Agustus.Dan
wilayah rumah sakit semuanya merata
c Kapan dilaksanakan? Sudah bulan Agustus berjalannya dab sudah disepakati
dari pihak lain.
d Pemerataan RS Sebenarnya sudah lama ada kebijakan ini, hanya saja baru
ditetapkan dan dilaksanakan pihak BPJS, Dinkes dan
Rumah Sakit. Sehingga rumah sakit swasta tidak
mengalami penumpukan di rumah sakit tersebut.
PROSES
1 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pendaftaran
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Pendaftaran
Untuk alur proses pendaftaran semuanya sama dari pasien
datang sampai pulang semua harus terlayani hanya saja
setiap rumah sakit membuat kebijakan masin-masing
dalam rumah sakit.
b Kendala ? -
2 Pelaksanaan Rujukan JKN di Poli
180
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Poli
Untuk pemeriksaan poli semuanya sama dari rumah sakit.
Pasien yang sudah dari pendaftaran langsung ke poli
untuk pemeriksaan.
b Kendala ?
3 Pelaksanaan Rujukan JKN di Penunjang
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di Penunjang
Pasien siapa pun bisa mendapatkan pelayanan penunjang.
b Kendala ? Ya kalau dari rumah sakit lain setelah pasien dari poli
pasien yang mendapatkan rujukan ke penunjang pasien
bisa mendapatkan pelayanan penunjang.
4 Pelaksanaan Rujukan JKN di Pengambilan Obat
a Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pengambilan Obat
Rumah sakit swasta dengan negeri sangat ah berbeda
tergantung kebijakn itu sendiri.
b Alur Proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
pengambilan obat
Untuk pengambialan obat di RSAI berbeda sebelumnya
yang dimana sebelumnya diambil melalui via telepon tapi
sekarang obat yang diambil hanya pada saat kontrol saja
jika obat itu ada sebagian yang belum bisa diambil pasien
mengambil obat dari apotek rekan yang sudah
bekerjasama oleh pihak BPJS sehingga pasien
mendapatkan masalah untuk pengambilan obat.
1 OUTPUT
a Untuk output setiap pasien harus mendapatkan pelayanan.
Dan tahap proses pelayan rawat jalan BPJS di RSAI
Bandung berbeda dengan rumah sakit lain. Karena
mereka membuat kebijakan sendiri untuk menimalisir
anggaran
181
182
183
Lampiran V
Matriks Hasil Penelitian
Item I-A I-B I-C I-D I-E I-F I-G Kesimpulan
INPUT
Sumber Daya Manusia (SDM)
Kuantita
s
Lama
Kerja
Petugas di
Unit
Rujukan
Rawat
Jalan
Sudah 5 (lima)
tahun saya bekerja
di kepala seksi
pelayanan Rawat
Jalan. Untuk tenaga
kesehatan
adminitasi dan
BPJS masih baru
sekitar 3 (tiga)
tahun bekerja disini
Kurang
lebih 3
(tahun)
pada saat
BPJS
berjalan
Ya pada saat
BPJS
dimulai kira-
kira 3 (tiga)
tahun.
Bisa
terhitung 3
(tiga) tahun
berjalannya
Sudah 4
(empat)
tahun di
RSAI
Bandung
Saya sudah
lama di sini
sekitar 5 (lima)
tahun
Sekitar 5
(lima)
tahun saya
bekerja
disini.
Sebagian
besar
informan
menyatakan
bahwa
tenaga
kesehatan
yang
menangani
pelayanan
rawat jalan
selama 5
(lima) tahun
dan ada
petugas yang
belum lama
bekerja di
RSAI
Bandung
selama 3
(tiga) tahun.
Petugas
yang
Di dokumen contoh
jumlah SDM nya
Petugas
disini
Dari internal
pihak rumah
Untuk
internal
- Yang banyak
berperan dari
Rumah
sakit
184
menangan
i
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
sudah lengkap dari
petugas
administrasi,
perawat, dokter, dll.
Dan dinkes yang
membantu dalam
mengkoordinir
rujukan
banyak kok
mba
semuanya
mempunyai
peran tugas
masing-
masing.
sakit yang
lebih
mengetahui
dalam proses
pelayanan.
Dan
eksternal
pihak dinkes.
pihak
rumah sakit
yang lebih
banyak
berperan.
eksternal
pihak
dinkes
yang lebih
mengetahui
dalam
rujukan
pihak rumah
sakit yang
banyak
melayani
pasien. Kalau
dari pihak luar
itu ihak dinkes
yang
mengetahui
sistem rujukan
berjenjang.
pemerintah
yang lebih
di fokus
kan dalam
pelayanan
kalau
rumah sakit
swasta
tidak tau
menau.
Peran unit
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
Peran pelaksanaan
saya dengan
mengontrol
kegiatan rujukan di
RSAI Bandung dan
kami menerima
pasien rujukan
tingkat faskes I.
Kami dari
pihak
pendaftaran
hanya
menerima
pasien
BPJS yang
sudah
mendapatk
an rujukan
dari pihak
puskesmas.
Peran saya
hanya
melayani
pasien yang
berobat di
rumah sakit
dan saya
tugasnya
juga
mendaftarka
n pasien
yang berobat
ulang atau
rutin.
Pihak BPJS
menangani
kasus
pelaksanaa
n rujukan
BPJS untuk
berjalannya
pelayanan
rawat jalan
di RSAI
Bandung
Peran
manajeme
n logistik
untuk
berjalanny
a
pelayanan
rawat jalan
di rumah
sakit
Peran kuangan
untuk
mengelola
keuangan
pasien demi
kelancaran
pasien peserta
JKN di rumah
sakit
Tugas dinas
kesehatan
untuk
memberika
n
pemerataan
sistem
rujukan
antar
puskesmas
ke rumah
sakit demi
kelancaran
pelayanan
rawat jalan
Seluruh
informan
menjelaskan
bahwa
uraian tugas
dari masing-
masing
pegawai
sebagai
berikut :
a.Kepala
Bagian
Manajemen
bertugas
sebagai
mengontrol
kerjanya
proses
pelaksanaan
rujukan b.
185
Petugas
pendaftaran :
tugas saya
menerima
pasien dan
proses utama
pelaksanaan
pelayanan.
c. perawat
tugasnya
melayani
pasien yang
berobat dan
mendaftarka
n pasien
untuk
berobat yang
berulang
atau rutin
pemeriksaan
.
d.peran
BPJS
menangani
masalah
terkait BPJS
selama
proses
pelayanan
berjalan.
e. Petugas
logistik
186
tugasnya
mengelola
obat untuk
pasien yang
membutuhka
n setalah
dokter
memberikan
resep obat.
F. petugas
keuangan
mengelola
anggaran
biaya JKN
yang
diberikan
pihak BPJS.
G. petugas
Dinkes :
perannya
membantu
proses
pelayanan
dengan
adanya
pemerataan
pasien di
setiap rumah
sakit.
Petugas
yang
menangan
Ada kok di
dokumen contoh
dari internal jumlah
Petugas
disini
banyak kok
Dari internal
pihak rumah
sakit yang
Untuk
internal
pihak
- Yang berperan
dari pihak
rumah sakit
Dari rumah
sakit lebih
banyak
Seluruh
informan
mengetahui
187
i
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
tenaga kesehatanya
sudah lengkap dari
petugas
administrasi,
perawat, dokter, dll.
Sedangkan
eksternal pihak
dinkes yang
membantu dalam
mengkoordinir
sistem berjalannya
rujukan
mba
semuanya
mempunyai
peran tugas
masing-
masing.
lebih
mengetahui
dalam proses
pelayanan.
Dan
eksternal
pihak dinkes.
rumah sakit
yang lebih
banyak
berperan
dalam
melayani
pasien
seperti
tenaga
kesehatan.
Untuk
eksternal
pihak
dinkes.
yang banyak
melayani
pasien. Kalau
dari pihak luar
itu pihak
dinkes.
berperan
dalam
pelayanan
bisa
disebutkan
termasuk
internal.
Sedangkan
eksternal
dari dinas
kesahatan.
tugas
internal
untuk pihak
rumah sakit
dan
eksternal
dari Dinkes,
sehingga
tenaga
kesehatan
sudah
mengetahui
perannya
masing-
masing
dalam proses
pelayanan
rujukan.
Kualitas
(Pelatiha
n)
Bagaiman
a sikap
dan
penampila
n tenaga
kesehatan
?
Di RSAI ini kami
sudah mempunyai
prosedur dalam
melayani pasien
sehingga tenaga
kesehatan
harusmengikuti cara
melayani pasien
dengan baik
Kami
sudah
mengikuti
peraturan
rumah sakit
dengan
melayani
senang hati
sehingga
pasien
merasa
puas
Ya disini ada
peraturan
dalam
melayani
pasien kalo
kami tidak
melayani
kami ada
dapat teguran
Di sini
petugasnya
saya liat
ramah, baik
sopan
Pastinya
tenaga di
sini ramah
RSAI Bandung
sangat ketat
sehingga kami
punya
peraturan cara
melayani
pasien
- Seluruh
informan
mengatakan
bahwa di
RSAI
Bandung
mempunyai
prosedur
dalam
melayani
pasien
sehingga
tenaga
kesehatan
188
sudah
mengetahui
uraian
tugasnya
dalam
melayani
pasien
Kinerja
tenaga
kesehatan
di RSAI
Bandung ?
Sudah sesuai target
tapi ada juga yang
kurang teliti tenaga
kesehatannya
Kami juga
pernah
melakukan
kesalahan
karena
kami cepat-
cepat
memanggil
pasien
sehingga
pasien
ramai yang
maju di
loket
Kurang
fokus dalam
pelayanan
sehingga
terjadi
masalah di
pelayanan
- - Terkait
kinerjanya
sudah sesuai
diharapkan sih
Cuma masih
ada tenaga
kesehatan
kurang teliti
juga ya
-
Pentingny
a pelatihan
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
Semua SDM
diwajibkan
mengikuti pelatihan
yang sudah
disediakan pihak
rumah sakit. Materi
yang saya dapati itu
speri patient safety,
pelayanan prima,
publich speaking
dan yang paling
Kami dari
petugas
sudah
mengikuti
pelatihan
materinya
keselamata
n pasien
gitu terus
rohanian
sama cara
Disini kalau
sudah ada
jadwal
pelatihan
kami
diwajibkan
hadir karena
pelatihan itu
penting bagi
setiap SDM
agar
- Kami dari
pihak
logistik
mengikuti
pelatihan
juga tapi
pelatihan
ini tidak
hanya
mendapatk
an materi
Dari pihak
rumah sakit
sudah ada
pelatihan
pelatihan
patient safaety,
publich
speaking, tipe
rumah sakit
rujukan dan
wajib ada
- Sebagian
besar
informan
menjelaskan
bahwa Pihak
rumah sakit
sudah
memberikan
fasilitas
dengan
adanya
189
sering kami dapati
siraman rohanian
berbica kita
ke pasien
mengetahui
tugas
masing-
masing.
umum saja
dari materi
rohanian.
siraman
rohanian
pelatihan
akan
menambahk
an
pengetahuan
dalam proses
pelayanan.
Pelatihan
yang
didapatkan
informan
seperti
pelatihan
patient
safaety,
publich
speking dan
tidak
semuanya
materi
umum saja
yang
didapatkan
informan,
materi
rohanian
juga
diberikan
untuk selurh
petugas
Sarana
dan
Sarana
dan
Untuk fasilitas
dalam melayani
Satu set
komputer
Untuk
fasilitas
Satu set
komputer
- Semua
peralatan sudah
Fasilitas
semuanya
Sebagian
besar
190
Prasaran
a
Prasarana
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
pasien rujukan
rawat jalan sudah
lengkap dan hanya
saja ada beberapa
sebagian fasilitas
yang masih kurang
beserta
dengan
programny
a,
kelengkapa
n
pelayanan
diantaranya
set
blangko,
resume
medis.
semuanya
sudah
lengkap dan
tidak ada
masalah
terkait
fasilitas
beserta
dengan
programny
a,
kelengkapa
n
pelayanan
diantaranya
set
blangko,
resume
medis dan
label
lengkap di
RSAI Bandung
sudah
terpenuhi di
rumah
sakit. Dan
pihak
Dinkes
tidak
memberika
n fasilitas
untuk
rumah sakit
swasta
informan
menyatakan
sarana dan
prasarana
yang
dimiliki oleh
RSAI
Bandung
dalam
kegiatan
proses
pelaksanaan
rawat jalan
BPJS belum
optimal. Dan
sebagian
kescil
informan
menyatakan
beberapa
fasilitas
yang kurang
maupun
fasilitas
yang sudah
tersedia
tetapi tidak
digunakan
dalam proses
pelayanan
dapat
mengakibatk
191
an pasien
tidak merasa
puas dengan
pelayanan
yang
diberikan
oleh rumah
sakit.
Fasilitas
manajeme
n
pelayanan
rawat
jalan yang
kurang/per
lu
diperbaiki
Kekurangan printer
yang dimana 1 loket
tersebut ada 2
petugas, dan adapun
tv dan label yang
masih belum
digunakan sehingga
mubazir.
Yaa untuk
printer
disini
sebenarnya
kurang lah,
Terus Tv
disini
masih
belum
pernah
digunakan
dan label
yang tidak
digunakan.
Hanya punya
satu printer
jadi saya
suka ngeliat
suka salah
ketukar SEP
pasiennyatu.
Terkait tv
belum bisa
digunakan
karena
belum
tersambung
dengan
mesin
nomor
antrian.
- - - Seluruh
informan
menyatakan
bahwa
fasilitas
yang sudah
tersedia
tetapi tidak
digunakan
misalnya
televisi bisa
digunakan
untuk
memberikan
informasi
terkait alur
pelayanan
dan bisa juga
tampilan
nomor
antrian. Dan
adapun juga
mesin label
yang tidak
192
digunakan
untuk
biodata
lengkap
pasien
sehingga
dapat
memudahka
n petugas
dalam
pemeriksaan
berkas
sehingga
tidak terjadi
dalam
pelayana.
Sedangkan
fasilitas
yang tidak
tersedia
mesin prinan
yang masih
kurang di
pendaftran
Anggaran
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Terkait anggaran
petugas sudah
membuat laporan
keuangan dalam 14
hari kerja yang
dimana tgl 20
semua laporan
keuangan yang
- - Anggaran
dilihat dari
laporan
keuangan
baru ada
anggaran.
Awalnya
diverifikasi
- Pertama
pengolahan
dokumen,
verifikasi,
medical record
untuk
menentukan
cooding keluar
- Sebagian
besar
informan
menyatakan
hasil
anggaran
dari pihak
BPJS tidak
193
Bandung sudah diverifikasi
langsung diberikan
kepihak BPJS.
Kesalahan dari
laporan keuangan
dalam pelayanan
atau penginputan
terkait laporan
keuangan
terlebih
dahulu
Dari pihak
BPJS tidak
ada
kendala.
Biasanya
masalah
terjadi bisa
dari klaim
berkasnya .
per tanggal
20
berkasnya
belum
lengkap.
billing itu total
pembiayaan
pasien setelah
diverikasi
dokumen dan
bill baru
diserahkan ke
medical record
untuk
dimasukkan ke
aplikasi BPJS
untuk
mengeluarkan
coddingnya
diberikan ke
pihak BPJS
ada
keterlambata
n dalam
pemberian
anggaran ke
rumah sakit.
Adapun
masalah
yang terjadi
dari pihak
rumah sakit
telat
membuat
laporan
keuangan
sehingga
terjadi
keterlambata
n
pemasukkan
dana.
Sehingga
pihak rumah
sakit
menggunaka
n anggaran
rumah sakit
untuk biaya
tambahan
demi
berlangsung
nya
194
pelayanan
Masalah
terkait
anggaran
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
Dana yang dibatasi
oleh pihak BPJS
tidak cukup untuk
biaya semua.
Apalagi untuk obat
pasien tidak bisa
semua mendapatkan
di rumah sakit.
Makanya RSAI
mempunyai
kebijakan sendiri
dalam pelayanan.
- - Untuk dana
perppasien
Rp 192.500
tergantung
rumah
sakit yang
mengelola
- Dana yang
dibatasi oleh
pihak BPJS
tidak cukup
untuk biaya
semua. Apalagi
untuk obat
pasien tidak
bisa semua
mendapatkan
di rumah sakit.
Makanya RSAI
mempunyai
kebijakan.
- Sebagian
besar
informan
menyatakan
bahwa
anggaran
dari pihak
BPJS tidak
mencukupi
seluruh
biaya
pelayanan
sehingga
pelayanan
rumah sakit
adanya
pembatasan
pelayanan
seperti
pasien tidak
mendapatka
n obat
penuh. Dan
sebagian
kecil
informan
menyatakan
bahwa
adanya
keterlambata
n laporan
195
keuangan
sehingga
anngaran
dari BPJS
terlambat
masuk ke
rumah sakit.
Bridging
System
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
Kemampuan dikita
terkait kabelnya
tidak sinkron karena
harusnya pakai
viber optik serat
kabel kalau dikita
masih di timahnya
lemah. Kalau
brieding system itu
dikawinkan antara
system BPJS
dengan RSAI
sementara tidak bisa
karena beda
perkabelan atau
systemnya
Biasanya
terjadi
masalah
jaringan
eror
sehingga
masalah di
pendaftaran
waktunya
bisa sampai
2 jam atau
seharian.
Di RSAI
Bandung
belum
mempunyai
sistem
briedging
system
Masalah
yang
hampir
sering
terjadi dari
jaringan.
Biasanaya
jaingan ini
bisa
mencapai 2
jam dan
bisa
seharian.
Sistem ini
biasanya
bisa dari
kesalahan
rumah sakit
maupun
BPJS.
- Belum bisa
briedging
sytem. RSAI
hanya
menggunkan
sofware dari
BPJS. Adapun
masalah dari
sistem jaringan
Seharusnya
RSAI
Bandung
harus sudah
menggunak
an
briedging
system
supaya
lebih
mudah tapi
tidak ada
masalah
juga selama
berjalannya
pelayanan
Seluruh
informan
menyatakan
bahwa di
rumah sakit
belum
mempunyai
briedging
sytem, hanya
saja pihak
rumah sakit
mempunyai
sistem
jaringan dan
software.
Sehingga
tenaga
kesehatan
melakukan
pengerjaan
dua kali
kerja dalam
pengelolaan
input data.
Dan adapun
196
sebagian
kecil
informan
menyatakan
bahwa ada
kesalahan
dalam
jaringan
pada saat
proses
pelayanan di
RSAI
Bandung
Bagaiman
a tindakan
dalam
menangan
i jaringan
dalam
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
Petugas seharusnya
cepat melapor
terkait adanya
kesalahan dalam
jaringan. Jika
jaringan belum
terhubung maka
proses pelayanan
terganggu. Dan
kami punya yang
ahli IT.
Petugas
bisa otak
atik sendiri,
jika
petugas
tidak bisa
tangani lagi
petugas
langsung
hubungi
pihak yang
mengerti
dalam
jaringan.
Dan tidak
ada
pengontrola
n komputer
atau
Saya
langsung
melapori
pihak atas
yang
mengerti
dalam sistem
jaringan.
Petugas
langsung
hubungi
pihak yang
mengerti
dalam
jaringan.
Kalau
BPJS
jaringannya
lama
petugas
membuat
SEP secara
manual jadi
2 kali
kerja. Dan
syarat nya
dengan
- - - Sebagian
besar
informan
menyatakan
masalah
yang terjadi
pada sistem
jaringan
yang dapat
menghambat
proses
pelayanan.
Dan
sebagian
kecil
informan
mengatakan
petugas
tidak
197
jaringan. minyimpan
fotocopy
rujukan
sama kartu
BPJSnya.
Serta pihak
BPJS
membantu
dalam
melaporkan
ke BPJS
pusat
dalam
pemeriksaa
n biodata
pasien.
melakukan
pengontrolan
n sebelum
mulainya
proses
pelayanan
dan tidak
stand by
dalam
perbaikan
jaringan.
SOP Standar
Operasion
al
Prosedur
(SOP)
pelaksana
an rujukan
pelayanan
tingkat
lanjutan
peserta di
RSAI
Bandung
Untuk SOP alur
pendaftaran rawat
jalan sudah lama
dibuat dan sudah
sesuai dengan BPJS
Untuk SOP
alur
pendaftaran
rawat jalan
sudah lama
dibuat dan
sudah
sesuai
dengan
BPJS.
Pembuatan
SOP sudah
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
yang terakhir
tapi dari
rumah sakit
menambahka
n peraturan
tersendiri
yang dimana
untuk
mengelola
Pembuatan
SOP tidak
sesuai dari
rumah sakit
yag pasien
berjenjang
bisa datang
ke rumah
sakit ini
Dalam
pembuatan
SOP
pelaksanaan
rawat jalan
sudah
disesuaikan
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
hanya saja ada
tambahan
dalam alur
pendaftaran.
Pembuatan
SOP sudah
sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
yang
terakhir
tapi dari
rumah sakit
menambahk
an
peraturan
tersendiri .
Seluruh
informan
mengatakan
pihak rumah
sakit sudah
mempunyai
SOP
masing-
masing
dalam proses
pelaksanan
rujukan.
Namun
sebagian
kecil SOP di
RSAI
198
dari kerugian
rumah sakit .
Bandung
dalam
rujukan
adanya
perubahan
karena pihak
rumah sakit
mengikuti
dari pihak
JKN dan
dinas
kesehatan.
Namun ada
beberapa
proses yang
dibuat dari
rumah sakit
sendiri.
Siapa
yang buat
kebijakan
untuk
pemerataa
n pasien ?
Pertengahan bulan
kemaren ada diskusi
langsung bersama
dinas kesehatan,
BPJS dan rumah
sakit. Dan adanya
perubahan SOP dari
sebelumnya yang
dimana di rumah
sakit ini
pelayanannya
pertiga hari tetapi
sekarang pelayanan
untuk pengambilan
Baru di
sahkan
kalau gak
salah ya
bulan
Agustus
gitu deh.
Kalau gak
salah itu
dari BPJS,
Dinkes dan
rumah sakit
lah. Tetapi
rumah sakit
Pihak rumah
sakit
sekarang
sudah
memberikan
kemudahan
kepada
pasien agar
pasien bisa
mendapatkan
obat
langsung
tanpa
mendaftarka
Semuanya
berperan
dari dinas
kesehatan,
BPJS dan
rumah
sakit.
Sekarang
pasien
lebih
mudah
mendapatk
an
pelayanan
Pihak
rumah
sakit, BPJS
dan dinas
kesehatan.
Dari pihak
rumah
sakit agak
berbeda
dengan
rumah
sakit lain
walaupun
disini agak
Semuanya
yang membuat
kebijakan,
pihak dinas
kesehatan, dan
para pihak
rumah sakit.
Dan sudah
di syahkan
juga kok
bulan
Agustus.Da
n wilayah
rumah sakit
semuanya
merata.
Dalam
pelayanan
disini
berbeda
proses
Seluruh
informan
mengatakan
dalam
pembuatan
kebijakan
atau SOP
bersama
dengan
pihak rumah
sakit, BPJS
dan dinkes.
Dan
sebagian
199
obat bisa
didapatkan setelah
pelayanan. Hanya
saja tidak penuh
didapatkan.
ini berbeda
dengan
rumah sakit
lain karena
rumah sakit
ini
dilakukan
pertiga hari
pelayanan.
n kembali. dalam
pengambila
n obat
tanpa
daftar
kembali
ribet
proses
pelayanann
ya dalam
pertiga
hari.
pelayanan
semuanya
didapatkan
pertiga hari
kecil
informan
mengatakan
pihak rumah
sakit sudah
mempunyai
prosedur
sendiri
supaya dapat
menimalisir
anggaran
rumah sakit
Kenapa
dilakukan
perubahan
kebijakan
?
Adanya perubahan
karena sebelumnya
pada saat
pendaftaran pasien
membludak untuk
pasien pengambilan
obat yang dapat
mengganggu proses
pelayanan yang
ingin berobat.
Dengan
perubahan
kebijakan
ini
dipendaftar
an tidak
penuh
sehingga
lebih cepat
proses
pelayanan.
Yang saya
ketahui itu
perubahan
kebijakan ini
agak
mendingan
dari
sebelumnya
karena untuk
mempermud
ah pasien.
Setiap
rumah sakit
mempunyai
kebijakan
tersendiri
dalam
proses
pelayanan.
Dan pihak
rumah sakit
sudah
mengikuti
aturan
BPJS
- Ya semenjak
perubahan
pelayanan
berjalan
dengan baik
hanya saja
masalah pasien
tidak
mendapatkan
obat
sepenuhnya.
- Sebagian
besar
informan
mengatakan
dengan
adanya
perubahan
kebijakan ini
dapat
menimalisir
anggaran
rumah sakit,
yang dimana
rumah sakit
mempunyai
kebijakan
tersendiri
setiap
pelayanan
bisa
200
didapatkan
pertiga hari
selama
pelayanan.
Dan ada
sebagian
informan
mengatakan
bahwa
adanya
pengambilan
obat tidak
sepenuhnya
hanya
didapatkan
separuh obat
yang
diberikan
dari pihak
rumah sakit.
Pemerataa
n RS
RSAI Bandung
mengalami
penumpukan pasien
makanya sekarang
sudah mulai
berkurangnya
pasien yang
sekarang pasien
yang lain bisa
ditangani oleh RS
Kabupaten dan
sesuai dengan
Pasien
BPJS dari
tahun 2014
dan 2016
pertengaha
n bulan
sangat
banyak
pasiennya
karena
pasien
disini bisa
Semenjak di
pertengahan
tahun 2016
pasien mulai
mengurang.
Sudah
mulainya
pemerataan
disetiap
rumah
sakit,
sehingga
pasien
harus ke
rumah sakit
kebupaten
terlebih
Semenjak
adanya
pemerataa
n rumah
sakit untuk
obat tidak
terlalu
keseringan
mengalami
kekuranga
n obat
walaupun
Di RSAI
mengalami
penemupukan
Dan rumah
sakit ini
sampai sabtu
buka kalau
rumah sakit
lain tidak. Dan
sebelumnya
belum
berjenjanga
Sebenarnya
sudah lama
ada
kebijakan
ini, hanya
saja baru
ditetapkan
dan
dilaksanaka
n pihak
BPJS,
Dinkes dan
Seluruh
informan
mengatakan
bahwa RSAI
Bandung
masih
kurang
meratanya
pasien Dan
adapun
sebagian
kecil
201
tingkatan. dari
kabupaten.
Dan
mengalami
penumpuka
n pasiennya
di rawat
jalan.
dahulu
tanpa harus
ke rumah
sakit kota..
sekarang
masih
susah
diatasi
kekosonga
n obat
sehingga RSAI
tipe B
mengalami
penumpukan
Rumah
Sakit.
Sehingga
rumah sakit
swasta
tidak
mengalami
penumpuka
n di rumah
sakit
tersebut.
informan
mengatakan
RSAI
Bandung
sudah
mempunyai
peraturan
sendiri dan
berbeda
dengan
peraturan
dirumah
sakit lain
untuk
menimalisir
anggaran
biaya.
PROSES
Alur
Proses
Pelaksana
an
Rujukan
JKN di
Pendaftara
n
Untuk pasien BPJS
mempunyai 3 loket
untuk loket A
pasien langsung
pasien yang belum
pernah berobat ke
rumah sakit dan
pasien yang belum
terdaftar via
telepon, loket B
untuk pendaftaran
pasien yang sudah
didaftarkan oleh
poli/autoregistrasi.L
Loket A
untuk
pasien yang
langsung
belum
terdaftar
via
telephone
dan
autoregistra
si.
Pendaftaran
autoregistra
si.
Di RSAI
Bandung
mempunyai
3 alur
pendafataran.
Ada via
langsung,
autoregistrasi
dan
telephone.
Pasien
BPJS harus
ada rujukan
dari tingkat
1 jadi tidak
bisa ke
rumah
sakit,
pasien
BPJS
merupakan
pasien
berjenjang.
Di RSAI
- Untuk pasien
BPJS
mempunyai 3
loket untuk
loket A pasien
langsung, loket
B untuk
pendaftaran
pasien yang
sudah
didaftarkan
oleh
poli/autoregistr
asi. Loket C
Untuk alur
proses
pendaftaran
semuanya
sama dari
pasien
datang
sampai
pulang
semua
harus
terlayani
hanya saja
setiap
Seluruh
informan
mengatakan
bahwa
pendaftaran
RSAI
Bandung
mempunyai
3 loket,
antara lain
loket A
untuk pasien
baru/ pasien
yang belum
202
oket C untuk pasien
yang daftar melalui
via telepon pasien
yang berkunjung
untuk kontrol dan
penunjang.
Sehingga
pasien
tersebut
harus
controlnya
rutin
sebulan
sekali.
Bandung
punya 3
loket
untuk pasien
yang daftar
melalui via
telepon
rumah sakit
membuat
kebijakan
terdaftar
melalui via
telephone.
Loket B
untuk pasien
yang sudah
didaftarkan
oleh poli
atau sering
disebut
autoregistras
i dan loket C
untuk pasien
yang sudah
mendaftarka
n diri
melalui via
telephone
untuk ke
penunjang
dan kontrol
ke dokter.
Kendala ? Banyak pasien yang
masih salah
mengambil nomor
antrian, pasien tidak
membawa rujukan,
pasien yang datang
langsung biasanya
tidak semua pasien
bisa terlayani
karena untuk pasien
Pasien
tidak
membawa
rujukan,
pasien
belum
terdaftar
via telepon,
sudah habis
masa
Masalahnya
pasien masih
tidak
membawa
rujukan,
tidak
mengetahui
loket antrian,
Pasien
masih
kurang
informasi
terkait alur
pendaftaran
sehingga
pasien
terhambat
proses
- Pasien masih
banyak tidak
membawa
rujukan, tidak
mengetahui
loket antrian,
dan tidak
mengetahui
alur
pendaftaran
- Sebagian
besar
informan
mengatakan
pasien
kurangnya
informasi
terkait alur
proses
pelayanan
203
BPJS dibatasi
kuotanya.
berlaku
rujukannya,
salah
poliklinik
pelayanan. rawat jalan.
Dan
sebagian
kecil
informan
mengatakan
di RSAI
Bandung
adanya
pembatasan
kuota dokter
sehingga
pasien yang
mendaftarka
n melalui
loket A,
kemungkina
n kecil
mendapatka
n pelayanan
berobat di
RSAI
Bandung.
Masalah
terkait
petugas ?
Kesalahan perawat
dalam
menjadwalkan
berobat. Dan
masalah dari tenaga
kesehatan seperti
petugas pendaftaran
masih ada salah
dalam penyerahan
Tenaga
kesehatan
kurang
teliti dalam
penyerahan
SEP
kepada
pasien
sehingga
Masalahnya
pasien masih
tidak
membawa
rujukan,
tidak
mengetahui
loket antrian,
petugas salah
Masalah
Obgyn
dilihat dari
kasus
normal
atau kelilit
atau sesar
kalau
masalahya
- - - Sebagian
besar
informan
mengatakan
petugas
kurang teliti
dalam
pemeriksaan
berkas
204
SEP kepada pasien. nama
pasien
tidak sesuai
dengan
SEPnya.
memberikan
SEP ke
pasien
pasien
kelilit bisa
langsung
acc. Jadi
pas di poli
nolak
melihat
dari
kondisi
pasien
normal
pasien
langsung
datang ke
pihak
BPJS.
sehingga
SEP yang
seharusnya
nama
pasiennya
tertukar
dengan
bukan
SEPnya
sendiri. Dan
sebagian
kecil
informan
mengatakan
alat label
seharusnya
bisa
digunakan
agar tidak
terjadi
kesalahan.
Alur
Proses
Pelaksana
an
Rujukan
JKN di
Poli
Setelah pasien dari
pendaftaran, pasien
langsung ke poli
yang dituju dengan
membawa SEP
(Surat Eligibitas
Pasien). Setelah dari
Poli pasien
langsung
pemeriksaan tensi
darah pasien
Setelah
pasien yang
sudah
mengurusi
pendaftaran
, pasien
langsung
ke poli
yang dituju.
Pasien
langsung di
Pasien yang
sudah selesai
mengurusi di
pendaftaran
pasien
langsung
membawa
berkas untuk
menyerahkan
di poli.
Setelah dari
Pasien
yang dari
pendaftaran
langsung
ke poli
untuk
pemeriksaa
n ke dokter
- Pasien dari
pendaftaran
bisa langsung
ke poli,
langsung saja
pasien
memberikan
berkasnya yang
dari
pendaftaran ke
perawat untuk
Untuk
pemeriksaa
n poli
semuanya
sama dari
rumah
sakit.
Pasien yang
sudah dari
pendaftaran
langsung ke
Seluruh
informan
mengatakan
bahwa RSAI
Bandung
berbeda
dengan
rumah sakit
lain yang
dimana
pelayanan
205
periksa
terlebih
dahulu
untuk
pengecekan
tekanan
darah
poli pasien di
panggil
untuk
pemeriksaan
awal
pemeriksaan poli dilakukan
pertiga hari
selama
pelayanan,
sehingga
pasien tidak
bisa setiap
hari
pengobatan
ke poli
ataupun
penunjang
harusnya
pelayanan
pertiga hari.
Masalah
terkait
pada
perawat ?
yaa biasanya telat
juga dokter datang,
sehingga pasien
numpuk di sini.
Terus biasanya ada
juga dokter yang
gak kasih kabar
adapun
dokter suka
telat atau
gak datang
ni
dokternya
nih terus
gak kash
kabar, pada
saat pasien
yang sudah
antri dari
subuh trus
pas siang di
poli mereka
baru di
kasih kabar
ada juga
dokter yang
telat
sehingga
pasien suka
banyak yang
nanya ke
loket perawat
dan
menghadapi
berbagai
macam
pasien dan
saya tetap
terus
melayani
pasien
dokter ada
yang telat
sehingga
kami pihak
BPJS suka
binggung,
ya
seharusnya
pasien
tanya di
tempat
informasi
bukan di
BPJS
dokter
disini
jarang
yang
terlambat
walaupun
adalah
yang telat
karena
mereka
dapat surat
juga kalau
telat
- - Sebagian
besar
informan
mengatakan
perawat
kurang teliti
dalam
pengecekan
berkas dan
penginputan
data pasien
sehingga
masalah
yang terjadi
kesalahan
besar untuk
pasien
206
Masalah yang
terjadi pada saat di
poli itu perawat
biasanya masih
salah memberikan
jadwal berobat dan
kurang melihat
jadwal terakhir
pasien berobat
Perawat
kurang
memberika
n informasi
terkait
pasien yang
datang
kontrol
berulang
tanpa
mengambil
nomor
antrian
dulu.
Mereka
langsung
ke meja
pendaftaran
loket b
Biasanya
saya salah
menginput
data penyakit
pasien
sehingga
pada saat di
pemeriksaan
dokter,
dokter
mengecek
kembali
penyakit
pasien
Jika
terjadinya
kesalahan
pada
perawat
pada saat
penginputa
n kami
pihak BPJS
membenark
an input
yang salah
dari
perawat
Alur
Proses
Pelaksana
an
Rujukan
JKN di
Penunjang
Pasien daftar
kembali melalui via
telephone, setelah
itu pasien bisa
langsung ke
penunjang
Daftar
mulai dari
awal lagi
pasien
daftar via
telephone
lalu pasien
bisa ke
penunjang
Pasien yang
sudah
dirujuk oleh
dokter pasien
bisa ke
penunjang,
dan dari
penunjang
petugas
memberikan
pelayanan
dan setelah
itu pasien
Pasien dari
poli bisa
langsung
ke
penunjang.
Dan dari
penunjang
pasien akan
terlayani
oleh
petugas
- Pasien dari poli
bisa
mendapatkan
pelayanan
penunjang.
Setelah itu
dilayani oleh
petugas dan
menunggu
hasilnya
Pasien
siapa pun
bisa
mendapatka
n pelayanan
penunjang.
Seluruh
informan
mengatakan
pasien untuk
pemeriksaan
penunjang
harus daftar
terlebih
dahulu
melalui via
telephone
sehingga
pasien yang
207
mendapatkan
hasil
pemeriksaan
nya
sudah
mendapatka
n rujukan
dari dokter
ke
penunjang
pasien
terlebih
dahulu ke
loket
pendaftaran
setelah itu
pasien bisa
langsung ke
penunjang.
Kendala ? Pasien yang sudah
dari poli tidak bisa
langsung ke
penunjang, pasien
daftar kembali
melalui via
telephone untuk 3
hari kedepannya
Pasien
BPJS di
RSAI
Bandung
tidak bisa
langsung
dari poli ke
penunjang,
pasien
harus daftar
kembali
baru bisa
pemeriksaa
n lab dan
lain-lain
Ya disini
pasiennya
harus daftar
lewat via
telephone
lagi tapi
tidak bisa
besok
langsung ke
penunjang
tapi harus
ada batasan
waktu 3 hari
Dari poli
pasien
daftar
kembali
untuk
mendapatk
an
pelayanan
di
penunjang
- Untuk pasien
BPJS disini
berbeda
dengan pasien
BPJS lainnya.
Di rumah sakit
ini pasien tidak
bisa langsung
ke penunjang
Ya kalau
dari rumah
sakit lain
setelah
pasien dari
poli pasien
yang
mendapatka
n rujukan
ke
penunjang
pasien bisa
mendapatka
n pelayanan
penunjang
Seluruh
informan
mengatakan
pasien tidak
mendftarkan
diri terlebih
dahulu
dengan via
telephone
sehingga
pasien yang
sudah
mendapatka
n rujukan ke
penunjang
mereka
langsung ke
208
lab tanpa ke
pendaftaran
terlebih
dahulu
Alur
Proses
Pelaksana
an
Rujukan
JKN di
Pengambil
an Obat
Setelah dari poli
pasien membawa
resep obat untuk
mengambil obat di
apotek BPJS. Tapi
ada obat yang tidak
semua didapatkan
Pasien
yang sudah
mendapatk
an salinan
resep
pasien
langsung
ke apotek.
Adapun
ada obat
yang tidak
penuh
didapatkan
Pasien
yang sudah
mendapatk
an salinan
resep
pasien
langsung
ke apotek.
Adapun
ada obat
yang tidak
penuh
didapatkan.
Dari poli
pasien bisa
mendapatkan
obat di
apotek BPJS.
Dan
pasienpun
menunggu
antrian
kembali
Pengambila
n obat
disini
dibedakan
mana
oasien
BPJS dan
pasien
Umum.
Setelah
pasien dari
poli pasien
mendapatk
an salinan
resep dari
dokter
Untuk
pengambil
an obat,
pasien
harus
mendapatk
an salinan
rersep dari
dokter
terlebih
dahulu,
jika pasien
sudah ada
salinan
resep
pasien
langsung
ke apotek
khusus
psaien
BPJS
Pasien yang
sudah dari poli
pasien
langsung ke
apotek dengan
membawa
salinan resep
dokter. Pasien
langsung
mengambil
obat di apotek
BPJS yang
dimana apotek
di sini
dibedakan
apotek umum
dan apotek
BPJS
Rumah
sakit swasta
dengan
negeri
sangat lah
berbeda
tergantung
kebijakn itu
sendiri
Seluruh
informan
mengatakan
bahwa alur
pengambilan
obat berbeda
dengan
sebelumnya,
seperti
pasien
setelah
berobat tidak
bisa
langsung
mendapatka
n obat,
sekarang
dengan
adanya
kebijakan
baru pasien
setelah
berobat bisa
langsung
mendapatka
n obat. Dan
ada sebagian
informan
209
mengatakan
obat yang
didaptkan
tidak
sepenuhnya.
Masalah
yang
terjadi
dalam
pengambil
an obat ?
Untuk
pengambialan obat
di RSAI berbeda
sebelumnya yang
dimana sebelumnya
diambil melalui via
telepon tapi
sekarang obat yang
diambil hanya pada
saat kontrol
Untuk
pengambila
n obat
sekarang
mengikuti
SK RSAI
pertiga hari
jika
obatnya
kurang
dikasih
salinan
resep untuk
diambil di
rekanan
BPJS jadi
misalkan dr
meresepkan
obat untuk
2minggu
tapi dari
pihak
farmasi
hanya
diberikan
untuk 3hari
Untuk
pengambiala
n obat di
RSAI
berbeda
sebelumnya
yang dimana
sebelumnya
diambil
melalui via
telepon tapi
sekarang
obat yang
diambil
hanya pada
saat kontrol
saja jika obat
itu ada
Kalau obat
dari
peraturan
disini
diambil 7
hari dulu
dirumah
sakit nanti
sisanya
pasien
ambil di
apotek
rekanan.
Kan dr
diwajibkan
diberikan
obat satu
bulan tapi
dari pihak
rumah
Jadi kita
harus
belajar
obat fornas
batasan-
batasan
obat apa
saja yang
hanya 30
hari. Dan
hanya
penyakit
kronis 30
hari untuk
akut 7 hari.
Struktur
pemberian
ada 7 paket
ina-cbgs
23 hari
masuk ke
top upp
Farmasi untuk
obat top-upp
ada masuk
paket satu hari
192.500 yang
tidak masuk
paket pasien
kronis
contohnya
pasien diabet
untuk insulin
bisa di top-upp
jadi biaya
insulin
terpisah. Jadi
namanya 7 hari
paket yang
biayanya
192.500
Untuk
pengambial
an obat di
RSAI
berbeda
sebelumnya
yang
dimana
sebelumnya
diambil
melalui via
telepon tapi
sekarang
obat yang
diambil
hanya pada
saat kontrol
Seluruh
informan
mengatakan
alur
pengambilan
obat berbeda
dengan
sebelumnya
pasien
setelah
berobat tidak
bisa
langsung
mendapatka
n obat,
sekarang
dengan
adanya
kebijakan
baru pasien
setelah
berobat bisa
langsung
mendapatka
n obat
Kebijakan dari Kebijakann Kebijakan Kalau dari Baru mulai Kebijakan dari
210
rumah sakit sama
pihak BPJS yang
bersangkutan
supaya tidak ada
salah informasi satu
sama lain
ya baru
dirubah
untuk
memperlan
car
pelayanan
dari rumah
sakit sama
pihak BPJS
yang
bersangkutan
supaya tidak
ada salah
informasi
satu sama
lain
BPJS
seharusnya
full pasien
mendapatk
an obat tapi
dari pihak
rumah sakit
mempunyai
kebijakan
tersendiri
beberapa
bulan
sudah
dirubah
rumah sakit
sama pihak
BPJS yang
bersangkutan
supaya tidak
ada salah
informasi satu
sama lain
OUTPUT
Gambaran
penangana
n petugas
dalam
melayani
pasien di
RSAI
Bandung?
Selama pasien
berobat di sini
dilihat banyak
masalah dalam
pelayanan dari
pasien datang
sampai pasien
pulang. Tapi lebih
banyak komplain
yang saya dengar
Tahap-
tahap
proses
pelayanan
pasien
BPJS
terlihat
masalah
dari
petugas dan
pasien. Dan
pasien di
BPJS
menumpuk
sehingga
petugas
salah dalam
pemberian
SEP
Pasien yang
datang dari
pendaftaran
sampai
mendapatkan
obat. Ada
terdapat
maalah yang
hampir sama
disetiap
rumah sakit.
Dan
masalahnya
pun masih
bisa teratasi
Kalau
dilihat dari
pandangan
saya proses
pelaksanaa
n
pelayanan
rujukan
sudah
berjalan
lancar.
Hanya saja
masalah
dari
petugas
yang masih
kurang
teliti
karena
pasien
yang
Tahap
proses
pelayanan
rawat jalan
yang
sering
pasien
tidak puas
dalam
pengambil
an obat
Pasien yang
datang rumah
sakit harus
mendapatkan
pelayanan,
hanya saja
pasien masih
ada yang
kurang
mengetahui
dalam proses
pelayanan
sehingga
pelayanan
pasien tidak
berjalan
dengan lancar
Untuk
output
setiap
pasien
harus
mendapatka
n
pelayanan.
Dan tahap
proses
pelayan
rawat jalan
BPJS di
RSAI
Bandung
berbeda
dengan
rumah sakit
lain.
Karena
mereka
Seluruh
informan
mengatakan
bahwa
tenaga
kesehatan
sudah
memberikan
pelayanan
yang terbaik,
hanya saja
terdapat
masalah
terkait obat
yang tidak
full
didapatkan
pasien dan
petugas
masih
kurang teliti
211
menumpuk
di
pendaftaran
membuat
kebijakan
sendiri
untuk
menimalisir
anggaran
dalam
pemeriksaan
berkas.
Sebelumnya pasien
yang berobat di
RSAI bisa siapa
saja yang datang
tapi sudah mulainya
kebijakan untuk
pasien yang
kabupaten tidak
bisa berobat
langsung ke RS
kota
Pasien
BPJS dari
tahun 2014
dan 2016
pertengaha
n bulan
sangat
banyak
pasiennya
karena
pasien
disini bisa
dari
kabupaten
Semenjak di
pertengahan
tahun 2016
pasien mulai
mengurang
Sudah
mulainya
pemerataan
disetiap
rumah
sakit,
sehingga
pasien
harus ke
rumah sakit
kebupaten
terlebih
dahulu
Semenjak
adanya
pemerataa
n rumah
sakit untuk
obat tidak
terlalu
keseringan
mengalami
kekuranga
n obat
walaupun
sekarang
masih
susah
diatasi
kekosonga
n obat
sehingga
pasien
mengalami
kesulitan
Di RSAI
mengalami
penemupukan
dan dilihat dari
data sehari bisa
seribu pasien
kalau di rumah
sakit
pemerintah lain
hanya 60-80
pasien
Sebenarnya
sudah lama
ada
kebijakan
ini, hanya
saja baru
ditetapkan
dan
dilaksanaka
n pihak
BPJS,
Dinkes dan
Rumah
Sakit
Apakah
ada
dilakukan
monitorin
Kami di sini belum
ada melakukan
pengontrolan gitu
sehingga kami
Kami
selama
disini
belum
Tidak ada
pengontrolan
dan evaluasi
juga ..
- - - - Sebagian
kecil
informan
mengatakan
212
Lampiran VI
MATRIKS TRIANGULASI
No. Domain Wawancara Observasi Telaah Dokumen Kesimpulan
g dan
evaluasi
dalam
proses
pelayanan
?
kurang data dalam
kesalahan petugas.
Dan tidak ada
evaluasi juga
melihat ada
pengontrola
n gtu ,
teguran pun
jarang. Ya
mungkin
karena
kesalahan
kecil
palingan
kami tau
kesalahan
dari sendiri
atau pasien
bahwa RSAI
Bandung
belum
melakukan
adanya
monitoring
dan evaluasi.
213
1 Tenaga
Kesehatan
Sebagian besar informan menyatakan
bahwa tenaga kesehatan yang menangani
pelayanan rawat jalan selama (lima)
tahun dan ada petugas yang belum lama
bekerja di RSAI Bandung selama 3 (tiga)
tahun.
- Di RSAI Bandung dalam
pelaksanaan rujukan
rawat jalan terdapat
dokumen terkait jumlah
tenaga kesehatan, uraian
tugas dan struktur tenaga
kesehatan di RSAI
Bandung. Namun
sebagian kecil tidak
terdapat dokumen terkait
lama waktu kerja di
RSAI Bandung.
Tidak adanya data telaah
dokumen dan obserrrvasi
terkait lama kerja tenaga
kesehatan. Naamun
sebagian besar dari hasil
wawancara ditemukaa
bahwa laaama kerja
tenaga kesehatan selama
5 (lima) tahun dan
sebagian kecil lama kerja
tenaga kesehatan selama
3 (tigaa) tahun dalam
pelayanan Seluruh informan menjelaskan bahwa
uraian tugas dari masing-masing pegawai
sebagai berikut :
a.Kepala Bagian Manajemen bertugas
sebagai mengontrol kerjanya proses
pelaksanaan rujukan b. Petugas
pendaftaran : tugas saya menerima pasien
dan proses utama pelaksanaan pelayanan.
c. perawat tugasnya melayani pasien
yang berobat dan mendaftarkan pasien
untuk berobat yang berulang atau rutin
pemeriksaan.
Berdasarkan hasil
observasi, sebagian
besar informan sudah
melaksanakan
seluruh uraian
tugasnya, sehingga
tenaga kesehatan
sudah mengetahui
perannya dalam
melayani proses
pelaksanaan rujukan.
Terdapat kesamaan
antara uraian tugas
tenaga kesehatan dalam
pelaksanan rujukan
berdasarkan wawancara,
observasi dan telaah
dokumen sehingga sudah
sesuai dalam proses
pelayanan di RSAI
Bandung
214
d.peran BPJS menangani masalah terkait
BPJS selama proses pelayanan berjalan.
e.Petugas logistik tugasnya mengelola
obat untuk pasien yang membutuhkan
setalah dokter memberikan resep obat.
f.petugas keuangan mengelola anggaran
biaya JKN yang diberikan pihak BPJS.
g.petugas Dinkes : perannya membantu
proses pelayanan dengan adanya
pemerataan pasien di setiap rumah sakit
Seluruh informan mengetahui tugas
internal untuk pihak rumah sakit dan
eksternal dari Dinkes, sehingga tenaga
kesehatan sudah mengetahui perannya
masing-masing dalam proses pelayanan
rujukan.
215
Sebagian besar informan menjelaskan
bahwa Pihak rumah sakit sudah
memberikan fasilitas dengan adanya
pelatihan akan menambahkan
pengetahuan dalam proses pelayanan.
Pelatihan yang didapatkan informan
seperti pelatihan patient safaety, publich
speking dan tidak semuanya materi
umum saja yang didapatkan informan,
materi rohanian juga diberikan untuk
selurh petugas
Berdasarkan hasil
observasi, seluruh
informan sudah
mengikuti pelatihan
sehingga tenaga
kesehatan
mengetahui cara-cara
menangani pasien
dalam penerimaan
pasien
Terdapatnya dokumen
berupa sertifikat tenaga
kesehatan yang
mengikuti pelatihan di
RSAI Bandung
Tidak adanya perbedaan
pelatihan yang
didapatkan tenaga
kesehatan berupa
wawancara, observasi
dan telaah dokumen.
Bahwasanya dokumen
yang didapatkan berupa
sertifikat yang diikuti
tenaga kesehatan di RSAI
Bandung
2 Sarana Sebagian besar informan menyatakan
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
RSAI Bandung dalam kegiatan proses
pelaksanaan rawat jalan BPJS belum
optimal. Dan sebagian kescil informan
menyatakan beberapa fasilitas yang
kurang maupun fasilitas yang sudah
tersedia tetapi tidak digunakan dalam
proses pelayanan dapat mengakibatkan
pasien tidak merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh rumah
sakit.
Berdasarkan hasil
observasi, sebagian
besar fasilitas yang
ada di RSAI
Bandung, antara lain
: Komputer, printer,
telephone, televisis,
pengeras suara dan
ATK. Namun
sebagian kecil
fasilitas yang sudah
tersedia seperti
televisi dan label
tetapi tidak
digunakan dan
kekurangan mesin
prin di loket
Terdapatnya dokumen
sarana dan prasarana di
RSAI Bandung.
Ada perbedan sarana
prasarana antara telaah
dokumen dengan hasil
wawanacara dan
observasi. Namun
sebagian kecil didokunen
sarana dan prasarana
tidak ada kekurangan
fasilitas, namun dari hasil
wawancara dan observasi
ada sebagian kecil
kekurangan mesin prin di
loket pendaftaran dan ada
beberapa dari dokumen
fasilitas yang sudah ada
tapi pada saat observasi
dan hasil wawancara
Seluruh informan menyatakan bahwa
fasilitas yang sudah tersedia tetapi tidak
digunakan misalnya televisi bisa
digunakan untuk memberikan informasi
216
terkait alur pelayanan dan bisa juga
tampilan nomor antrian. Dan adapun juga
mesin label yang tidak digunakan untuk
biodata lengkap pasien sehingga dapat
memudahkan petugas dalam pemeriksaan
berkas sehingga tidak terjadi dalam
pelayana. Sedangkan fasilitas yang tidak
tersedia mesin prinan yang masih kurang
di pendaftran
pendaftaran. fasilitas tersebut seperti
mesin lebel dan televisi
tidak digunakan dalam
proses pelayanan
berlangsung.
3 Anggaran Sebagian besar informan menyatakan
hasil anggaran dari pihak BPJS tidak ada
keterlambatan dalam pemberian
anggaran ke rumah sakit. Adapun
masalah yang terjadi dari pihak rumah
sakit telat membuat laporan keuangan
sehingga terjadi keterlambatan
pemasukkan dana. Sehingga pihak rumah
sakit menggunakan anggaran rumah sakit untuk biaya
tambahan demi berlangsungnya
pelayanan
- - Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat
disimpulkan bahwa
anggaran dari BPJS tidak
adanya keterlambatan
dalam pembayaran
rumah sakit. Namun
masih ada kendala dalam
keterlambatan dalam
laporan keuangan
sehingga uang yang
masuk dari BPJS
terlambat yang
disebabkan kelalain dari
pihak rumah sakit.
Sebagian besar informan menyatakan
bahwa anggaran dari pihak BPJS tidak
mencukupi seluruh biaya pelayanan
sehingga pelayanan rumah sakit adanya
pembatasan pelayanan seperti pasien
tidak mendapatkan obat penuh. Dan
sebagian kecil informan menyatakan
bahwa adanya keterlambatan laporan
keuangan sehingga anngaran dari BPJS
217
terlambat masuk ke rumah sakit.
4 Briedging
System Seluruh informan menyatakan bahwa di
rumah sakit belum mempunyai briedging
system, hanya saja pihak rumah sakit
mempunyai sistem jaringan dan software.
Sehingga tenaga kesehatan melakukan
pengerjaan dua kali kerja dalam
pengelolaan input data. Dan adapun
sebagian kecil informan menyatakan
bahwa ada kesalahan dalam jaringan
pada saat proses pelayanan di RSAI
Bandung
Sebagian besar
observasi ditemukan
dalam pengerjaan
pelaksanaan sistem
rujukan dengan
menggunakan
software dan sistem
jaringan internet. Dan
terdapat masalah
sebagian kecil terkait
sistem jaringan yang
dapat menghabiskan
waktu 3 jam dan
paling lama seharian
masalahnya.
- Berdasarkan wawancara
dan observasi adanya
kesamaan bahwa pihak
rumah sakit belum
mempunyai briedging
sytem, namun pihak
rumah sakit
menggunakan sistem
jaringan dan software
dari rumah sakit dan
BPJS. Adapun kerugian
yang didapatkan tenaga
kesehatan melakukan
pengerjaan dua kali kerja
dalam pengelolaan input
data. Dan ada masalah
terkait sistem jaringan
sehingga dapat
menghambat proses
pelayanan
Sebagian besar informan menyatakan
masalah yang terjadi pada sistem
jaringan yang dapat menghambat proses
pelayanan. Dan sebagian kecil informan
mengatakan petugas tidak melakukan
pengontrolann sebelum mulainya proses
pelayanan dan tidak stand by dalam
perbaikan jaringan.
218
5 Standar
Operasional
Prosedur
(SOP)
Seluruh informan mengatakan pihak
rumah sakit sudah mempunyai SOP
masing-masing dalam proses pelaksanan
rujukan. Namun sebagian kecil SOP di
RSAI Bandung dalam rujukan adanya
perubahan karena pihak rumah sakit
mengikuti dari pihak JKN dan dinas
kesehatan. Namun ada beberapa proses
yang dibuat dari rumah sakit sendiri.
Berdasarkan hasil
observasi sebagian
besar tenaga
kesehatan sudah
mengikuti uraian
tugas sesuai dengan
SOP. Namun adanya
perubahan SOP
terkait pelayanan di
RSAI Bandung.
Terdapatnya dokumen
sebagian besar uraian
tugas, alur pelayanan,
syrat pelayanan dan
prosedur pelayanan.
Namun ada beberapa
bagian pelayanan yang
direvisi dari rumah sakit.
Tidak adanya perbedaan
antara wawancara,
observasi dan telaah
dokumen sehingga
sebagian besar pihak
rumah sakit sudah
mempunyai SOP masing-
masing dalam proses
pelaksanan rujukan.
Hanya saja sebagian kecil
SOP di RSAI Bandung
dalam rujukan adanya
perubahan karena pihak
rumah sakit mempunyai
peraturan sendiri.
Seluruh informan mengatakan dalam
pembuatan kebijakan atau SOP bersama
dengan pihak rumah sakit, BPJS dan
dinkes. Dan sebagian kecil informan
mengatakan pihak rumah sakit sudah
mempunyai prosedur sendiri supaya
dapat menimalisir anggaran rumah sakit
Sebagian besar dalam
pembuatan SOP
dibuat secara
bersamaan dengan
pihak Dinkes, BPJS
dan tenaga kesehatan
Sebagian besar informan mengatakan
dengan adanya perubahan kebijakan ini
dapat menimalisir anggaran rumah sakit,
yang dimana rumah sakit mempunyai
kebijakan tersendiri setiap pelayanan bisa
didapatkan pertiga hari selama
pelayanan. Dan ada sebagian informan
mengatakan bahwa adanya pengambilan
obat tidak sepenuhnya hanya didapatkan
separuh obat yang diberikan dari pihak
rumah sakit.
Sebagian besar
terlihat setelah
adanya perubahan
SOP dalam
pengambilan obat
bisa didapatkan tanpa
mendaftarkan diri
terlebih dahulu
Tidak adanya perbedaan
antara hasil wawancara,
observasi dan telaah
dokumen sehingga
sebagian besar adanya
perubahan SOP dalam
proses pengambilan obat
yang dapat mempersulit
pasien untuk
pengmabilan obat.
219
Seluruh informan mengatakan bahwa
RSAI Bandung masih kurang meratanya
pasien Dan adapun sebagian kecil
informan mengatakan RSAI Bandung
sudah mempunyai peraturan sendiri dan
berbeda dengan peraturan dirumah sakit
lain untuk menimalisir anggaran biaya.
Berdasarkan
observasi sebagian
besar ditemukan
adanya masalah dari
penumpukan pasien
di pendaftaran rawat
jalan BPJS. Namun
sebagian besar
ditemukan pasien
yang berobat RSAI
Bandung dari
puskesmas luar
kabupaten. Oleh
karena itu sudah
terlihat bahwa tidak
adanya pemerataan
dari rumah sakit lain.
Sebagian besar data yang
ditemukan dari luar
kabupaten. Sehingga
kunjungan pasien
meningkat dan tidak
adanya pemerataan dari
rumah sakit lain
Tidak adanya perbedaan
antara hasil wawancara,
observasi dan telaah
dokumen. Namun
masalah yang terjadi
dikarenakan kurangnya
pemerataan rumah sakit
rujukan sehingga di
RSAI Bandung adanya
peningkatan jumlah
kunjungan pasien.
6 Alur Proses
Pelaksanaan
Rujukan
JKN di
Pendaftaran
Seluruh informan mengatakan bahwa
pendaftaran RSAI Bandung mempunyai
3 loket, antara lain loket A untuk pasien
baru/ pasien yang belum terdaftar melalui
via telephone. Loket B untuk pasien yang
sudah didaftarkan oleh poli atau sering
disebut autoregistrasi dan loket C untuk
pasien yang sudah mendaftarkan diri
melalui via telephone untuk ke
penunjang dan kontrol ke dokter.
Berdasarkan
Observasi sebagian
besar ditemukan pada
saat pelaksanaan
berlangsung dalam
Alur Proses
Pelaksanaan Rujukan
JKN di Pendaftaran,
poli, penunjang dan
pengambilan obat di
RSAI Bandung.
Sebagian besar data yang
ditemukan berupa SOP
dari Alur, syarat dan
proses Pelaksanaan
Rujukan JKN di
Pendaftaran, poli,
penunjang dan
pengambilan obat di
RSAI Bandung
Tidak adanya perbedaan
antara hasil wawancara,
telaah dokumen dan
observasi. Sebagian besar
sudah sesuai dengan SOP
alur pelaksanaan rawat
jalan. Namun sebagian
kecil masalah yang
ditemukan dari pasien
yang tidak sesuai dengan
syarat pendaftaran Sebagian besar informan mengatakan
220
pasien kurangnya informasi terkait alur
proses pelayanan rawat jalan. Dan
sebagian kecil informan mengatakan di
RSAI Bandung adanya pembatasan kuota
dokter sehingga pasien yang
mendaftarkan melalui loket A,
kemungkinan kecil mendapatkan
pelayanan berobat di RSAI Bandung.
sehingga dapat
ditemukan masalah
yang terjadi di
pelayanan.
sehingga dapat
menghambat proses
pelayanan. Dan adapun
sebagian kecil masalah
yang didapatkan dari
petugas tidak sesuai
dengan SOP dikarenakan
kurangnya teliti dalam
pemeriksaan berkas. Sebagian besar informan mengatakan
petugas kurang teliti dalam pemeriksaan
berkas sehingga SEP yang seharusnya
nama pasiennya tertukar dengan bukan
SEPnya sendiri. Dan sebagian kecil
informan mengatakan alat label
seharusnya bisa digunakan agar tidak
terjadi kesalahan.
7 Alur Proses
Pelaksanaan
Rujukan
JKN di Poli
Seluruh informan mengatakan bahwa
RSAI Bandung berbeda dengan rumah
sakit lain yang dimana pelayanan
dilakukan pertiga hari selama pelayanan,
sehingga pasien tidak bisa setiap hari
pengobatan ke poli ataupun penunjang
harusnya pelayanan pertiga hari.
Tidak adanya perbedaan
antara hasil wawancara,
observasi dan telaah
dokumen. Sebagian besar
dalam pelayanan rujukan
di poli pelayanan
dilakukan pertiga hari
selama pelayanan bisa
digunakan. Namun
sebagian kecil kesalahan
dari tenaga kesehatan
kurang teliti dalam
Sebagian besar informan mengatakan
perawat kurang teliti dalam pengecekan
berkas dan penginputan data pasien
sehingga masalah yang terjadi kesalahan
besar untuk pasien
221
pemeriksaan data terakhir
pasien. Sehingga pasien
yang kemarin sudah
berobat bisa berobat lagi
dapat menimbulkan
kerugian dari rumah
sakit.
8 Alur Proses
Pelaksanaan
Rujukan
JKN di
Penunjang
Seluruh informan mengatakan pasien
untuk pemeriksaan penunjang harus
daftar terlebih dahulu melalui via
telephone sehingga pasien yang sudah
mendapatkan rujukan dari dokter ke
penunjang pasien terlebih dahulu ke loket
pendaftaran setelah itu pasien bisa
langsung ke penunjang.
Tidak adanya perbedaan
antara hasil wawancara,
observasi dan telaah
dokumen dalam pros
pelaksanaan pelayanan di
penunjang. Sebagian
besar proses pelayanan
penunjang pasien
mendaftarkan terlebih
dahulu melalui via
telephone. Dan sebagian
besar pasien kurang
informasi dalam
pelayanan sehingga
pasien yang belum
mencukupi waktu pertiga
hari pasien tidak bisa
mendapatkan pelayanan
di RSAI Bandung
Seluruh informan mengatakan pasien
tidak mendftarkan diri terlebih dahulu
dengan via telephone sehingga pasien
yang sudah mendapatkan rujukan ke
penunjang mereka langsung ke lab tanpa
ke pendaftaran terlebih dahulu
9 Alur Proses
Pelaksanaan
Rujukan
Seluruh informan mengatakan bahwa
alur pengambilan obat berbeda dengan
sebelumnya, seperti pasien setelah
Adanya perbedaan antara
hasil wawancara,
observasi dengan telaah
222
JKN di
Pengambilan
Obat
berobat tidak bisa langsung mendapatkan
obat, sekarang dengan adanya kebijakan
baru pasien setelah berobat bisa langsung
mendapatkan obat. Dan ada sebagian
informan mengatakan obat yang
didaptkan tidak sepenuhnya.
dokumen yang dimana
untuk pengambilan obat
bisa didapatkan oleh
pasien tetapi pada saat
dilakukan wawancara
dan observasi obat tidak
bisa diambil semuanya
hanya separuh yang
didapatkan dari apotek.
Dan sebagian kecil
pasien bisa mendapatkan
obat di apotek rekan atau
apotej yang sudah
bekerja sama dengan
pihak BPJS
Seluruh informan mengatakan alur
pengambilan obat berbeda dengan
sebelumnya pasien setelah berobat tidak
bisa langsung mendapatkan obat,
sekarang dengan adanya kebijakan baru
pasien setelah berobat bisa langsung
mendapatkan obat
11 OUTPUT Seluruh informan mengatakan bahwa di
RSAI Bandung mempunyai prosedur
dalam melayani pasien sehingga tenaga
kesehatan sudah mengetahui uraian
tugasnya dalam melayani pasien
Berdasarkan
observasi ditemukan
pada saat
berlangsungnya
pelayanan. Dan
sebagian besar tenaga
kesehatan sudah
sesuia dalam SOP.
Sebagian besar data yang
ditemukan dalam SOP
rumah sakit sudah
lengkap. Bahwasanya di
dalam isi SOP terdapat
uraian tugas tenaga
kesehatan, cara melayani
pasien dengan benar. Dan
sebagian kecil dilihat dari
jumlah kunjungan pasien
untuk melihat seberapa
besar pelayanan yang
diberikan dari tenaga
kesehatan
Tidak adanya perbedaan
dari hasil wawancara,
observasi dan telaah
dokumen. Sehingga
pasien mendapatkan
pelayanan dari rumah
sakit. Dan bisa dilihat
dari jumlah kunjungan
pasien yang sudah sesuai
alur pelayanan di RSAI
Bandung
Seluruh informan mengatakan bahwa
tenaga kesehatan sudah memberikan
pelayanan yang terbaik, hanya saja
terdapat masalah terkait obat yang tidak
full didapatkan pasien dan petugas masih
kurang teliti dalam pemeriksaan berkas.
223
Sebagian kecil informan mengatakan
bahwa RSAI Bandung belum melakukan
adanya monitoring dan evaluasi.
- - Tidak dilakukan adanya
monitoring dan evaluasi
sehingga tidak tau
masalah yang terjadi di
pelayanan. Sehingga jika
masalah tersebut tidak
ditegur dari kepala seksi
maka kesalahan tersebut
bisa terjadi kedua kalinya
224
Lampiran VII
Foto Dokumentasi
Loket Pendaftaran Loket Pendaftaran
Tempat Pendaftaran Informasi
BPJS Loket A
225
Loket B Loket C
Kartu BPJS dan Kartu Berobat Autoregistrasi
Rujukan Puskesmas Rujukan dari Dokter
Resume Medis Resep Obat