Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM BERDASARKAN
STATUS GIZI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DTP
CIKALONG KULON KABUPATEN CIANJUR
TAHUN 2018
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan
Pendidikan Program Studi D III Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung
Oleh :
ANITA RIFANI ISNANDHITA
NIM : CK.1.15.085
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
PROGRAM STUDI D.III KEBIDANAN
B A N D U N G 2 0 1 8
iii
ABSTRAK
Luka perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun
episiotomi perineum, kejadian tersebut menyebabkan adanya luka dengan
lamanya persembuhan yang berbeda setiap orangnya dikarenakan berrbagai fakotr
yang mempengaruhinya. Berbagai faktor yang bisa mempercepat penyembuhan
salah satunya yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penyembuhan
luka perineum berdasarkan status gizi di wilayah kerja puskesmas DTP Cikalong
Kulon Kabupaten Cianjur tahun 2018.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan melakukan cross
sectional. Populasi didapatkan sebanyak 33 orang dan sampel didapatkan
sebanyak 31 orang dengan pengambilan data secara primer yaitu mengobservasi
langsung dengan analisa data mengunakan analisis univariat.
Hasil penelitian didapatkan bahwa penyembuhan luka responden lebih dari
setengahnya normal sebanyak 22 orang (70,9%) dan kurang dari setengahnya
lambat sebanyak 9 orang (29,1%), status gizi responden lebih dari setengahnya
normal sebanyak 21 orang (67,7%) dan sebagian kecil lebih sebanyak 3 orang
(9,7%). Status gizi kurang lebih dari setengah penyembuhan luka perineumnya
lambat sebanyak 5 orang (71,4%), status gizi normal sebagian besar penyembuhan
luka perineumnya normal sebanyak 18 orang (85,7%) dan status gizi lebih
didapatkan lebih dari setengah penyembuhan luka perineumnya normal sebanyak
2 orang (66,7%).
Simpulan didapatkan bahwa status gizi normal menjadi salah satu faktor
penyebab normalnya penyembuhan luka perineum. Saran bagi tenaga kesehatan
untuk bisa menginformasikan kepada ibu nifas untuk selalu mengkonsumsi
makanan bergizi dalam upaya meningkatkan status gizi lebih baik.
Kata kunci : Ibu Nifas, Status Gizi, Luka Perineum.
Daftar Pustaka : 20 Sumber (Tahun 2010-2016).
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur senantiasa kita panjatkan pada Illahi Rabbi yang
senantiasa memberikan rahmat, karunia, serta lindungan kepada kita semua
sehingga kita masih bisa melaksanakan segala perintah-Nya dan menjalankan
segala aktivitas sebagaimana mestinya. Tak lupa Shalawat serta salam tercurah
limpahkan pada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat dan Sang
pengemban Agama Allah SWT yang telah membimbing kita dari masa
kejahiliyahan sampai masa sekarang yang terang benderang ini.
Alhamdulillah berkat rahmat Allah, pada kesempatan ini penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program DIII Kebidanan STIKes Bhakti Kencana
Bandung. Penulis menyadari akan kekurangan maupun kesalahan dalam
penyusunan laporan tugas akhir ini, baik dalam penyajian materi maupun
penyusunan tata bahasanya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang penulis miliki sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik
sebagai bahan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan isi yang terkandung
dalam laporan tugas akhir ini.
Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini penulis sendiri mendapatkan
banyak bimbingan, pengarahan, masukan serta dorongan moriil maupun materiil,
maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
yang tak terhingga terutama kepada:
v
1. H. Mulyana, SH., MPd., MH.Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana.
2. R. Siti Jundiah, M.Kep, selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana Bandung;
3. Dewi Nurlaela Sari, M.Keb. selaku ketua program studi D III kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung.
4. Ning Hayati, S.ST., M.Kes. selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dan meluangkan waktu serta tenaganya.
5. Seluruh Staff dan Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
6. Kedua orang tua yang selalu mendo’akan dan mendukung secara moril
dan materil dengan penuh sabar dan penuh kasih sayang.
7. Seluruh pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu
Akhir kata, semoga semua amal yang telah mereka berikan kepada penulis
mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga berharap semoga
laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
Bandung, Agustus 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS
ABSTRAK ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masa Nifas ......................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Masa Nifas ........................................... 6
2.1.2 Periode Nifas ........................................................... 6
2.1.3 Perawatan Pasca Nifas ........................................... 7
2.1.4 Kebutuhan Dasar Ibu nifas ...................................... 8
vii
2.2 Luka Perineum ................................................................... 13
2.2.1 Pengertian Luka Perineum ...................................... 13
2.2.2 Bentuk Luka Perineum ............................................ 13
2.2.3 Etiologi .................................................................... 14
2.2.4 Klasifikasi Laserasi Perineum ................................ 15
2.2.5 Perawatan Luka Perineum ....................................... 16
2.2.6 Lingkup Perawatan .................................................. 16
2.2.7 Waktu Perawatan .................................................... 17
2.2.8 Tujuan Perawatan Luka Perineum .......................... 18
2.2.9 Alat-alat yang Digunakan untuk Perawatan Luka
Perineum ................................................................. 18
2.2.10 Cara Kerja ............................................................... 18
2.2.11 Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Perawatan
Luka Perineum ........................................................ 19
2.2.12 Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum .. 20
2.2.13 Dampak dari Perawatan Luka Perinium ................. 21
2.2.14 Infeksi Luka Perineum ............................................ 22
2.2.15 Kriteria Penyembuhan Luka Perineum ................... 23
2.2.16 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan
Luka Perineum ....................................................... 24
2.3 Status Gizi .......................................................................... 25
2.3.1 Pengertian Status Gizi ............................................. 25
2.3.2 Cara Menghitung Indeks Masa Tubuh .................... 28
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ......................................................... 30
3.2 Variabel Penelitian ............................................................. 30
3.3 Populasi Penelitian ............................................................. 30
3.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ............................... 31
3.5 Kerangka Pemikiran dan Kerangka Konsep ...................... 32
3.6 Definisi Operasional ............................................................ 34
3.7 Prosedur Penelitian .............................................................. 34
3.8 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data .......................... 35
3.9 Pengolahan dan Analisa Data .............................................. 35
3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian .................................................................. 38
4.2 Pembahasan ........................................................................ 41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................ 46
5.2 Saran ................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 34
4.1 Gambaran Penyembuhan Luka Perineum di Wilayah Kerja
Puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur Tahun
2018 ................................................................................................. 38
4.2 Gambaran Status Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas DTP
Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur Tahun 2018 ............................ 39
4.3 Gambaran Penyembuhan Luka Perineum Berdasarkan Status Gizi
di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten
Cianjur Tahun 2018 ........................................................................ 40
x
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 33
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Observasi
Lampiran 2 : Hasil Perhitungan Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Bimbingan LTA
Lampiran 4 : Riwayat hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (1)
.
Perdarahan post partum menjadi penyebab utama kematian ibu di
Indonesia. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah
atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil dari pada biasa, sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar dari pada sirkumferensia sub
oksipitobregmantika atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Luka
biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan
berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa
timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam,
akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (2)
.
Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun
episiotomi perineum, yang dilakukan dengan gunting episiotomi. Episiotomi
2
itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum
kaku, persalinan dengan kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat,
baik forceps maupun vacum. Apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas
indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas,
maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah
perineum yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan
mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan (2)
.
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila
menyusui akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan
karena sehabis melahirkan, dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk
menyehatkan bayi (3)
.
Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup
dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol,
nikotin, serta bahan pengawet atau pewarna. Disamping itu harus mengandung
sumber tenaga (energi), untuk perbaikan tubuh, pembentukan jaringan baru,
misalnya beras, jagung, sagu, tepung terigu, dan ubi. Sumber pembangun
(protein), untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau mati,
misalnya protein hewani (ikan, udang, kerang, kepiting, daging, ayam, telur,
susu dan keju) dan protein nabati (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau,
kedelai, tahu dan tempe). Sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin
dan air), untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan pengatur
kelancaran metabolisme dalam tubuh. Memberi zat pengatur dan pelindung
biasa diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar (3)
.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum
diantaranya yaitu kurang tidur yang meningkatkan anabolisme, stres
3
dikarenakan bisa mempengaruhi sistem imun yang menghambat penyembuhan
luka, kondisi medis seperti terjadinya malnutrisi, status gizi seperti
kekurangan energi kronik, adanya infeksi karena meningkatkan granulasi serta
pembentukan jaringan parut, dan juga obesitas dikarenakan adanya sejumlah
lemak subkutan dan jaringan lemak yang lebih sulit menyatu (4)
.
Dari berbagai faktor di atas, status gizi merupakan salah satu faktor
yang paling dominan dalam mempengaruhi penyembuhan luka. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2015) mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka perineum pada ibu nifas
di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta didapatkan hasil bahwa faktor yang
paling dominan mempengaruhi penyembuhan luka jahitan perineum adalah
status gizi(5)
.
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat
membutuhkan protein, dengan status gizi kurang, maka protein kurang
sehingga bisa menyebabkan luka sulit sembuh dan juga apabila status gizi
lebih maka adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang
memiliki sedikit pembuluh darah) sehingga pada orang-orang yang gemuk
penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, dan lama untuk sembuh (4)
Data dari Puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur, pada
bulan Agustus sampai bulan November 2017 ada 129 ibu yang melahirkan.
Dari 129 orang ibu melahirkan, ibu yang mengalami kekurangan energi kronik
sebanyak 26 orang. Hasil pengukuran IMT dari 10 ibu didapatkan 3 orang
berstatus gizi kurang, dan 1 orang berstatus gizi lebih. Dari studi pendahuluan
yang dilakukan dengan cara wawancara terhadap bidan setempat, bahwa ibu
4
yang lama dalam proses penyembuhan luka salah satunya dikarenakan status
gizi ibu kurang. Adanya pembatasan makanan pada saat nifas yang bisa
menyebabkan status gizi ibu tidak normal salah satunya karena adanya adat
istiadat di Kecamatan Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur yaitu ibu nifas
mempunyai kebiasaan makan yang diatur oleh orang tuanya, sementara orang
tuanya melarang makan daging, telur dan ikan. Alasan orang tua yaitu makan
telur, daging, dan ikan dapat menghambat (memperlama) proses
penyembuhan luka perineum. Menurut bidan desa tersebut rata-rata untuk
penyembuhan luka perineum lebih dari enam hari
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul
“Gambaran penyembuhan luka perineum berdasarkan status gizi di wilayah
kerja puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur tahun 2018 ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya yaitu
“Bagaimana gambaran penyembuhan luka perineum berdasarkan status gizi di
wilayah kerja puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur tahun
2018?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penyembuhan luka perineum
berdasarkan status gizi di wilayah kerja puskesmas DTP Cikalong
Kulon Kabupaten Cianjur tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran penyembuhan luka perineum di
wilayah kerja puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur.
5
b. Untuk mengetahui gambaran status gizi di wilayah kerja
puskesmas DTP Cikalong Kulon Kabupaten Cianjur tahun 2018.
c. Mengetahui gambaran penyembuhan luka perineum berdasarkan
status gizi di wilayah kerja puskesmas DTP Cikalong Kulon
Kabupaten Cianjur tahun 2018
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini merupakan bahan masukan untuk mengetahui status
gizi ibu nifas, serta khususnya dalam mengetahui status gizi ibu nifas
dalam proses penyembuhan luka perineum di wilayah kerja Puskesmas
DTP Cikalong Kulon.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan sebagai referensi bagi peneliti
lanjutan dalam melakukan penelitian tentang status gizi ibu nifas
dengan lama penyembuhan luka perineum.
b. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang status gizi
ibu nifas dengan lama penyembuhan luka perineum.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.
Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Masa nifas atau masa puerperium
adalah masa dimulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6
minggu (6)
.
Masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil selama 6 minggu (7)
.
2.1.2 Periode Nifas
Menurut Rustam Mochtar nifas dibagi menjadi 3 periode:
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan,
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lama 6-8 minggu,
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-
minggu, bulanan atau tahunan.
7
2.1.3 Perawatan Pasca Nifas
Menurut Mochtar perawatan masa nifas meliputi berbagai hal
yaitu: (5)
1. Mobilisasi karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-
miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
tromboemboli.Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke 3 jalan-
jalan, hari ke 4 atau ke 5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi
diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan,
nifas dan sembuhnya luka-luka.
2. Diet makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan-makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur –
sayuran dan buah-buahan.
3. Miksi hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-
kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan
oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani selama
persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang
terjadi selama persalinan. Kandung kemih penuh dan wanita sulit
kencing, sebaiknya dilakukan katererisasi.
4. Defekasi buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan.
Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak
keras dapat diberikan obat laksons per oral atau per rektal. Jika masih
belum bisa dilakukan klisma.
8
5. Perawatan payudara (mammae) telah dimulai sejak wanita hamil
supaya punting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal laktasi harus dihentikan
dengan cara pembalutan mammae sampai tertekan. Pemberian obat
esterogen seperti tablet lynoral. Dianjurkan sekali supaya ibu
menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
6. Laktasi untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari
kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae
yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli dan jaringan
lemak bertambah,keluar cairan susu jolong dari duktus laktiferus
disebut kolostrum bewarna kuning-kuning susu, hipervasularisasi pada
permukaan dan bagian dalam dimana vena-vena berdilatasi sehingga
tampak jelas
7. Perawatan luka perineum.
2.1.4 Kebutuhan Dasar Ibu nifas
1. Kebutuhan Nutrisi Terhadap Penyembuhan Luka Perineum
Proses fisiologi penyembuhan luka perineum bergantung pada
tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral
renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari
asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan.
Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat
mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka (8)
.
9
a. Karbohidrat. Fungsi sebagai sumber tenaga (energi). Sumber: nasi,
jagung, gandum, roti, sagu dan ketela
b. Protein. Fungsi sebagai pengganti sel-sel tubuh yang rusak,
mengangkut zat gizi, sebagai sumber pembangun tubuh. Protein
nabati: tahu, tempe, kacang-kacangan. Protein hewani: telur,
udang, hati ayam, ikan laut.
c. Vitamin
1) Vitamin A. Fungsi memperbaiki jaringan mata yang rusak,
memelihara jaringan mata, membantu proses penglihatan.
Contoh: wortel, pepaya, tomat.
2) Vitamin B. Fungsi mencegah penumpukan cairan. Memelihara
fungsi saraf, memelihara nafsu makan. Contoh: hati, susu, keju,
daging.
3) Vitamin C. Fungsi pembentukan sel jaringan tubuh, membantu
penyerapan zat gizi, memperkuat pembuluh darah.
4) Vitamin D. Fungsi membantu penyerapan zat kapur dan fosfor
mengatur pengerasan tulang. Contoh: Susu sapi, mentega, telur,
minyak ikan
5) Vitamin E. Fungsi berpengaruh dalam kesuburan wanita.
Contoh: kecambah, gandum, biji-bijian, kacang tanah, kedelai.
6) Vitamin K. Fungsi mempengaruhi proses pembekuan darah.
Contoh: hati, sayur-sayuran berwarna hijau, kecambah,
gandum, keju.
10
d. Mineral
1) Garam dapur (kalsium) dan fosfor. Fungsi sebagai bahan
pembentuk tulang. Contoh: bayam, kacang panjang, sawi,
kedelai.
2) Garam Besi. Fungsi membentuk zat warna merah pada darah
yang berguna untuk mengangkut oksigen. Contoh: bayam,
kacang panjang, sayur-sayuran berwarna hijau, buah-buahan.
3) Garam yodium. Fungsi mencegah penyakit gondok. Contoh:
ikan laut, telur ayam, daging dll.
4) Air. Fungsi membentuk cairan tubuh, alat pengangkut unsur-
unsur gizi, mengatur panas tubuh (9)
.
2. Anemia
Tekanan oksigen Arteri yang rendah akan mengganggu sintesis
kolagen dan pembentukan sel epitel. Jika sirkulasi lokal aliran darah
buruk, jaringan gagal memperoleh oksigen yang dibutuhkan.
Penurunan hamoglobin (Hb) dalam darah (anemia) akan mengurangi
tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan mengganggu perbaikan
jaringan (8)
.
Anemia ini disebabkan oleh salah satu penurunan dalam
produksi sel darah merah, juga dikenal sebagai hemoglobin, atau
kehilangan darah pada akhirnya mengakibatkan penurunan pengiriman
oksigen oleh darah. Karena volume sel dalam darah manusia sesuai
dalam rentang tertantu, dapat diukur dengan menggunakan Volume
11
Corpuscular Mean atau MCV. Anemia dikaitkan dengan hasil
kesehatan yang buruk. Pada pasien yang telah mengalami serangan
jantung, anemia tajam meningkatkan kematian oleh perdarahan pasca
persalinan, dan stroke umumnya terkait dengan anemia (8)
.
Beberapa gejala terjadinya anemia yaitu gangguan fungsi
memori, kemampuan kognitif berkurang, merasa lelah bahkan setelah
tidur all night, kelemahan, pusing, serangan jantung atau nyeri dada,
tekanan darah rendah, penyakit kuning (8)
.
3. Ambulasi Dini
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
untuk berjalan. Ambulasi tidak mempengaruhi penyembuhan luka
perineum baik secara spontan maupun episiotomi. Ambulasi dini tidak
dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru,
demam dan keadaan lain yang masih membutuhkan istirahat (8)
.
Mobilisasi dini atau aktivitas yang dilakukan segera setelah
beristirahat beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu (pada
persalinan normal).(9)
a. Manfaat dan keuntungan. Manfaat dan keuntungan dari mobilisasi
dini adalah:
1) Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat dengan early
ambulation.
12
2) Faal usus dan kandung kencing lebih baik
3) Early Ambulation memungkinkan kita mengajar ibu
memelihara anaknya, memandikan, mengganti pakaian,
memberi makanan, dan lain-lain selama ibu masih di Rumah
Sakit.
b. Perawatan perineum puerperium lebih aktif dengan dianjurkan
untuk melakukan “mobilisasi dini”:
1) Melancarkan pengeluaran lohkea, mengurangi infeksi
puerperium
2) Mempercepat involusi alat kandungan
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
c. Metode mobilisasi dini. Mobilisasi dini berfokus pada rentang
gerak-gaya berjalan letihan dan toleransi aktivitas, yaitu:
1) Rentang gerak. Merupakan jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan
tubuh: sagital, frontal dan transversal.
2) Gaya berjalan. Digunakan untuk menggambarkan cara utama
atau gaya ketika berjalan. Siklus gaya ketika berjalan dimulai
dengan tumit mengangkat satu tungkai dan berlanjut dengan
tumit mengangkat tungkai yang sama.
13
3) Latihan dan toleransi. Latihan adalah aktivitas fisik untuk
membuat kondisi tubuh, meningkatkan kesehatan jasmani.
Toleransi aktivitas adalah jenis dan jumlah latihan atau kerja
yang dapat dilakukan seseorang.
4) Kesejajaran tubuh. Dapat dilakukan dengan berdiri, duduk atau
berbaring. Dengan kepala tegak, bahu dan pinggul lurus dan
sejajar, tulang belakang lurus, lengan nyaman di samping. (9)
2.2 Luka Perineum
2.2.1 Pengertian Luka Perineum
Luka perineum adalah luka pada perineum karena adanya robekan
jalan lahir baik maupun karena episiotomi pada waktu melahirkan janin (6)
.
Ruptura perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan (5)
. Robekan jalan lahir adalah luka atau robekan jaringan yang
tidak teratur (10)
.
2.2.2 Bentuk Luka Perineum
1. Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin
atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak
teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (11)
.
14
2. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk
memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya
kepala bayi(12)
. Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada
perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan
ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek teregang oleh
kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal,
kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi
dapat dilakukan di garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah
mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar
dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki (13)
.
2.2.3 Etiologi
1. Penyebab Maternal
a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong,
b. Pasien tidak mampu berhenti mengejan,
c. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus
yang berlebihan,
d. Edema dan kerapuhan pada perineum.
2. Faktor Janin
a. Bayi besar,
b. Posisi kepala yang abnormal,
c. Kelahiran bokong,
15
d. Ekstraksi forcep yang sukar
e. Distosia bahu.
2.2.4 Klasifikasi Laserasi Perineum
1. Robekan Derajat 1
Meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat dibawahnya.
Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri penjahitan tidak
diperlukan jika tidak perdarahan dan menyatu dengan baik.
2. Robekan Derajat 2
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum.
Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian otot-
otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan
dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutupi dengan
mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
3. Robekan Derajat 3
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan
otot spingterani eksternal. Pada robekan partialis denyut ketiga yang
robek hanyalah spingter pada robekan yang total spingter recti
terpotong dan laserasi meluas sehingga dinding anterior rectum dengan
jarak yang bervariasi. Keadaan ini disebut dengan robekan derajat
keempat.
16
Perbaikan pada robekan tingkat tiga harus dilakukan dengan
teliti mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit kemudian
pada muskulus spingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti diuraikan untuk robekan
perineum derajat dua. Untuk mendapatkan hasil yang baik harus
diberikan terapi pada robekan perineum total dan perlu diadakan
penanganan pasca pembedahan yang sempurna (6)
.
2.2.5 Perawatan Luka Perineum
Perawatan luka perineum adalah membersihkan daerah vulva dan
perineum pada ibu yang telah melahirkan sampai 42 hari pasca salin dan
masih menjalani rawat inap di rumah sakit (6)
.
Menurut Halminton perawatan perineum adalah pemenuhan
kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan
anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan
kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (14)
.
2.2.6 Lingkup Perawatan
Menurut Feerer lingkup perawatan perineum ditujukan untuk
pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh
masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau
akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung
(pembalut) lochea (14)
.
17
Sedangkan menurut Hamilton, lingkup perawatan perineum adalah
mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada
jaringan yang terkena trauma, bersihkan semua keluaran yang menjadi
sumber bakteri dan bau (14)
.
2.2.7 Waktu Perawatan
Menurut Feerer waktu perawatan perineum adalah sebagai berikut:
1. Saat Mandi
Pada saat mandi ibu post partum pasti melepas pembalut
setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri
pada cairan yang tertampung pada pembalut untuk itu maka perlu
dilakukan penggantian pembalut demikian pula pada perineum ibu
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
2. Setelah Buang Air Kecil
Pada saat buang air kecil pada saat buang air kecil
kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya
dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
3. Setelah Buang Air Besar
Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisa-sisa
kotoran disekitar anus untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri
dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan
proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.
18
2.2.8 Tujuan Perawatan Luka Perineum
1. Mencegah iritasi dan infeksi
2. Meningkatkan rasa nyaman ibu
3. Mengurangi rasa nyeri.
2.2.9 Alat-alat yang Digunakan untuk Perawatan Luka Perineum
1. Kapas.
2. Air Dekonstaminasi Tingkat Tinggi
3. Betadine
4. Kassa steril
5. Pembalut bersih
6. Celana dalam yang bersih
7. Air cebok dan septik / rebusan daun sirih.
2.2.10 Cara Kerja
1. Melakukan cuci tangan.
2. Mengatur posisi ibu yang nyaman jika di tempat tidur posisi semi
fowler/fowler, lutut ditekuk.
3. Membuka baju bagian bawah.
4. Membersihkan paha bagian atas dan keringkan (kiri dan kanan).
5. Bersihkan lipatan bagian atas (labia mayora) dengan tangan kiri
menarik lipatan ke atas, tangan kanan membersihkan dengan hatihati
lipatan vulva. Usap dari perineum ke arah atas, ulangi pada sisi yang
berlawanan.
6. Regangkan lipatan bagian atas (labia mayora) dengan tangan kiri.
Tangan kanan yang lain membersihkan dari area bagian atas lipatan
19
(pubis) ke lubang tempat buang air besar (anus) dengan satu kali
usapan gunakan kapas yang berbeda. Area yang dibersihkan yaitu
lipatan bagian dalam (labia minora, kriteria dan oripicium vagina).
7. Tuangkan air hangat ke area perineum dan keringkan.
8. Merubah posisi dengan posisi miring.
9. Bersihkan area anus dari kotoran dan feses jika ada bersihkan dari arah
depan (vagina) ke belakang (anus) dengan satu ucapan ulangi dengan
kapas yang berbeda sampai bersih.
10. Keringkan dengan handuk. Pasang pembalut pada celana dalam..
11. Celupkan pada kasa steril ke dalam larutan betadine, peras dan
tempelkan di daerah perineum (bila ada jahitan) atau bila ada salep
dioleskan.
12. Pasang celana dalam yang sudah dipasang pembalut, kemudian
dirapikan.
13. Pakai pakaian dalam.
14. Cuci tangan.
2.2.11 Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Perawatan Luka Perineum
1. Untuk mengurangi rasa sakit saat buang air besar yaitu ibu dianjurkan
banyak mengkonsumsi serat seperti buah-buahan dan sayur
2. Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus hindarkan banyak
bergerak pada minggu pertama karena bisa merusak otototot perineum,
ibu harus banyak duduk dan berbaring. Hindari berjalan karena akan
membuat otot perineum tergeser
3. Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
20
4. Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 kali
perhari.
5. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan. Ibu harus
kembali lebih awal jika gejala-gejala seperti demam mengeluarkan
cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah luka
menjadi nyeri.
6. Menasehati pasien untuk membersihkan daerah perineum setiap hari.
Periksa daerah jahitan untuk tanda-tanda perdagangan atau
pembengkakan, bila resiko infeksi besar (misalnya pada robekan
tingkat 3 dan 4 atau penjahitan tidak sepenuhnya steril), berikan
amoksilin 3 x 500 mg/hari (10)
.
7. Memberikan antibiotika (ampisilin 2 gram dan metranidazol 1 gram
peroral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak
kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda
infeksi yang jelas (7)
.
2.2.12 Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
1. Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan
sangat membutuhkan protein.
2. Obat-obatan yaitu steroid dapat menyamarkan adanya infeksi dengan
menggangu respon inflamasi normal, antikoagulan dapat menyebabkan
hemoragi, antibiotik spektrum luas / spesifik efektif bila diberikan
segera sebelum pembedahan untuk patolagi spesifik atau kontaminasi
bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena
koagulasi intrvaskular.
21
3. Keturunan sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan
dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang
mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat
dihambat sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat
terjadi penipisan protein-kalori.
4. Sarana prasarana merupakan kemampuan ibu dalam menyediakan
sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat
mempengaruhi penyembuhan perineum misalnya kemampuan ibu
dalam menyediakan antiseptik.
5. Budaya dan Keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum
misalnya kebiasaan makan telur, ikan dan daging ayam akan
mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi
penyembuhan luka. (7)
2.2.13 Dampak dari Perawatan Luka Perineum
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini:
1. Infeksi merupakan kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab
akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
2. Komplikasi merupakan munculnya infeksi pada perineum dapat
merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang
dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir.
22
3. Kematian ibu post partum apabila penanganan komplikasi yang lambat
dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum
mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (14)
.
2.2.14 Tahapan Penyembuhan Luka
1. Hemostatis (0 – 3 hari) Vasokontriksi sementara dari pembuluh darah
yang rusak terjadi pada saat sumbatan trombosit dibentuk dan
diperkuat juga oleh serabut fibrin untuk membentuk sebuah bekuan.
2. Inflamasi Respon inflamasi akut terjadi beberapa jam setelah cedera,
dan efeknya bertahan hingga 5 – 7 hari. Karakteristik Inflamasi yang
normal antara lain kemerahan, kemungkinan pembengkakan, suhu
sedikit meningkat diarea setempat (atau pada kasus luka yang luas,
terjadi periksia sistematis), kemungkinan ada nyeri. Selama peralihan
dari fase inflamasi ke fase proliferasi jumlah sel radang menurun dan
jumlah fibroblas meningkat.
3. Proliferasi (3 – 24 hari) Selama fase proliferasi, pembentukan
pembuluh darah yang baru berlanjut di sepanjang luka. Fibroblas
meletakkan substansi dasar dan serabut – serabut kolagen serta
pembuluh darah baru mulai menginfiltrasi luka. Tanda inflamasi mulai
mulai berkurang dan berwarna merah terang.
4. Maturasi (24 – 1 bulan) Bekuan fibrin awal digantikan oleh jaringan
granulasi, setelah jaringan granulasi meluas hingga memenuhi defek
dan defek tertutupi oleh permukaan epidermal yang dapat bekerja
dengan baik, mengalami maturasi. Terdapat suatu penurunan progesif
dalam vaskularitas jaringan parut, yang berubah dari merah kehitaman
menjadi putih. Serabut – serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan
kekuatan regangan luka meningkat.
23
5. Parut Maturasi jaringan granulasi mungkin menjadi faktor kontributor
yang paling penting dalam berkembangnya masalah parut. Setelah
penyembuhan, jaringan ini lebih tebal dibandingkan dengan kulit
normal, tetapi tidak setebal jika dibandingkan dengan luka tertutup
yang baru saja terjadi. Folikel rambut dan sebasea atau kelenjar
keringat tidak tumbuh lagi pada jaringan parut(4)
2.2.15 Kriteria Penyembuhan Luka Perineum
Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka
perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang menutupi luka
perineum dalam jangka waktu 6 hari post partum. Kriteria penyembuhan
luka perineum diantaranya adalah luka tampak kering, tidak ada PUS dan
tidak terjadi pembengkakan. Sedangkan kriteria penilaian penyembuhan
luka perineum adalah:
1. Normal jika penyembuhan luka ≤ 6 hari
2. Lambat jika penyembuhan luka > 6 hari (7)
Lama penyembuhan luka perineum, untuk grade I dan II rata-rata 6
hari sedangkan untuk grade III lebih dari 6 hari. Obat anestesi lokal
(Lidocain) yang menimbulkan vasodilatasi dapat mengurangi kemampuan
pembuluh darah untuk melakukan vasokonstriksi sebagai respons terhadap
perdarahan. Pada fase penyembuhan luka terjadi hemostasis yang dimulai
segera setelah terjadi kerusakan jaringan. Vasokonstriksi terjadi untuk
meminimalkan perdarahan dan membantu memulai proses koagulasi.
Bekuan fibrin terbentuk, yang menutup luka secara sementara. Bersamaan
dengan terbentuknya bekuan, darah atau cairan serosa dapat menjadi
eksudat luka karena tubuh berupaya membersihkan luka secara alami. Dari
24
proses tersebut biasanya luka menjadi lebih lama sembuh dibandingkan
tanpa anestesi lokal(7)
2.2.16 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Perineum
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum
diantaranya yaitu kurang tidur, stress, kondisi medis dan pengobatan,
status gizi, infeksi, dan obesitas (4)
.
1. Kurang Tidur
Kurang tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena
tidur meningkatkan anabolisme dan penyembuhan luka termasuk ke
dalam proses anabolisme.
2. Stress
Ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistem imun sehingga
menghambat penyembuhan luka.
3. Kondisi Medis dan Pengobatan
Imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, ataupun
pengobatan dengan dilakukan infiltrasi lidokain dapat memerlambat
penyembuhan luka.
4. Status Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi
terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian
jaringan sangat membutuhkan protein.
5. Infeksi
Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka dan
meningkatkan granulasi serta pembentukan jaringan parut.
25
6. Obesitas
Sejumlah kondisi fisik yang dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Misalnya adanya sejumlah besar lemak subkutan
dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada
orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk
sembuh (4)
2.3 Status Gizi
2.3.1 Pengertian Status Gizi
Gizi ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk pemulihan
kondisi kesehatan setelah melahirkan, cadangan tenaga serta untuk
memenuhi produksi air susu. Ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi
kebutuhan akan gizi sebagai berikut:
1. Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500 kalori tiap hari
2. Makan dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral
3. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
4. Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum
5. Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit (2)
Menurut Rahma(15)
, zat-zat yang dibutuhkan ibu pasca persalinan
antara lain:
1. Kalori. Kebutuhan kalori pada masa menyusui sekitar 400-500 kalori.
Wanita dewasa memerlukan 1800 kalori per hari. Sebaiknya ibu nifas
26
jangan mengurangi kebutuhan kalori, karena akan mengganggu proses
metabolisme tubuh dan menyebabkan ASI rusak.
2. Protein. Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi per hari.
Satu protein setara dengan tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih
telur, 120 gram keju, 1 ¾ gelas yoghurt, 120-140 gram ikan/
daging/unggas, 200-240 gram tahu atau 5-6 sendok selai kacang.
3. Kalsium dan vitamin D. Kalsium dan vitamin D berguna untuk
pembentukan tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium dan vitamin D
didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur di pagi hari.
Konsumsi kalsium pada masa menyusui meningkat menjadi 5 porsi per
hari. Satu setara dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160
gram ikan salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280 gram tahu kalsium.
4. Magnesium. Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak
otot, fungsi syaraf dan memperkuat tulang. Kebutuhan megnesium
didapat pada gandum dan kacang-kacangan.
5. Sayuran hijau dan buah. Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga
porsi sehari. Satu porsi setara dengan 1/8 semangka, 1/4 mangga, ¾
cangkir brokoli, ½ wortel, ¼-1/2 cangkir sayuran hijau yang telah
dimasak, satu tomat.
6. Karbohidrat kompleks. Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat
kompleks diperlukan enam porsi per hari. Satu porsi setara dengan ½
cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu porsi sereal atau oat, satu iris
roti dari bijian utuh, ½ kue muffin dari bijian utuh, 2-6 biskuit kering
atau crackers, ½ cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro,
atau 40 gram mi/pasta dari bijian utuh.
27
7. Lemak. Rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2 porsi lemak
(14 gram perporsi) perharinya. Satu porsi lemak sama dengan 80 gram
keju, tiga sendok makan kacang tanah atau kenari, empat sendok
makan krim, secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua sendok makan
selai kacang, 120-140 gram daging tanpa lemak, sembilan kentang
goreng, dua iris cake, satu sendok makan mayones atau mentega, atau
dua sendok makan saus salad.
8. Garam. Selama periode nifas, hindari konsumsi garam berlebihan.
Hindari makanan asin seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.
9. Cairan. Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya
3 liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan diperoleh dari air putih, sari
buah, susu dan sup.
10. Vitamin. Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat dibutuhkan.
Vitamin yang diperlukan antara lain:
a. Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit, kelenjar serta mata.
Vitamin A terdapat dalam telur, hati dan keju. Jumlah yang
dibutuhkan adalah 1,300 mcg.
b. Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan
fungsi syaraf. Asupan vitamin B6 sebanyak 2,0 mg per hari.
Vitamin B6 dapat ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang
polong dan kentang.
c. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, meningkatkan stamina
dan daya tahan tubuh. Terdapat dalam makanan berserat,
kacangkacangan, minyak nabati dan gandum.
28
11. Zinc (Seng). Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan
pertumbuhan. Kebutuhan Zinc didapat dalam daging, telur dan
gandum. Enzim dalam pencernaan dan metabolisme memerlukan seng.
Kebutuhan seng setiap hari sekitar 12 mg. Sumber seng terdapat pada
seafood, hati dan daging.
12. DHA. DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental bayi.
Asupan DHA berpengaruh langsung pada kandungan dalam ASI.
Sumber DHA ada pada telur, otak, hati dan ikan.
2.3.2 Cara Menghitung Status Gizi
1. IMT (Indeks Masa Tubuh)
Indeks massa tubuh (Body Mass Index) adalah nilai yang
diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) seseorang. Dipercayai dapat menjadi indikator atau
menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang (16)
.
Cara menentukan status gizi dengan menghitung IMT (Indeks
Masa Tubuh) dari berat badan dan tinggi badan ibu yaitu sebagai
berikut(16)
:
)()(
)(
mBadanTinggixmBadanTinggi
kgBadanBeratIMT
Rumus IMT = status gizi ibu dikatakan normal bila IMT nya
antara 18,5-25,0 cm. Kriteria IMT:
1. Nilai IMT < 18,5 : Status gizi kurang
2. Nilai IMT 18,5-25,0 : Status gizi normal
3. Nilai IMT > 25 : Status gizi lebih / obesitas
29
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan cara yang sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan (obesitas)(16)
2. Lila
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Protein (KEP) wanita usia subur (WUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan
status gizi dalam jangka pendek. LILA merupakan salah satu pilihan
untuk penentuan status gizi ibu hamil, karena mudah dilakukan dan
tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang
lebih murah.
Pengukuran LILA pada kelompok WUS baik ibu hamil
maupun calon ibu merupakan salah satu cara deteksi dini yang mudah
dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui
kelompok beresiko KEK (Kekurangan Energi Kronik).
Untuk pengukuran status gizi ibu bisa menggunakan dengan
pengukuran Lingkar lengan atas, dengan ketentuan :
1. Gizi Kurang : apabila Lila kurang dari 23, 5 cm
2. Normal : apabila Lila lebih dari atau sama dengan 23,5 cm(16)