9
GANGGUAN KESEHATAN UNGGAS AKIBAT ANTINUTRISI DALAM BAHAN PAKAN Pada dasarnya banyak bahan pakan unggas secara potensial mengandung satu atau beberapa jenis antinutrisi. Hal ini berakibat terjadinya gangguan pertumbuhan, bahkan gangguan kesehatan, apabila kandungan antinutrisi dalam bahan pakan yang dikonsumsinya cukup tinggi. Pengetahuan tentang kandungan antinutrisi dalam berbagai bahan pakan perlu perlu dimiliki oleh formulator pakan, termasuk para peternak yang mencampur pakan sendiri. Langkah ini sangat penting sebagai strategi untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh yang merugikan dari antinutrisi. Telah dikembangkan metode-metode prosesing, baik secara fisik, mekanik maupun kimiawi yang mungkin dapat diterapkan guna memerangi dan menghilangkan antinutrisi dalam bahan pakan. Berbagai Antinutrisi dalam Bahan Pakan Berbagai jenis tanaman pangan memiliki potensi untuk mensintesis substansi kimia tertentu sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta. Banyak di antara substansi kimia ini ternyata dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia maupun ternak yang mengkonsumsinya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, seperti : penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), oleh

Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Essay

Citation preview

Page 1: Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi

GANGGUAN KESEHATAN UNGGAS AKIBAT ANTINUTRISI

DALAM BAHAN PAKAN

Pada dasarnya banyak bahan pakan unggas secara potensial mengandung satu

atau beberapa jenis antinutrisi. Hal ini berakibat terjadinya gangguan pertumbuhan,

bahkan gangguan kesehatan, apabila kandungan antinutrisi dalam bahan pakan yang

dikonsumsinya cukup tinggi.

Pengetahuan tentang kandungan antinutrisi dalam berbagai bahan pakan perlu

perlu dimiliki oleh formulator pakan, termasuk para peternak yang mencampur pakan

sendiri. Langkah ini sangat penting sebagai strategi untuk meminimalkan pengaruh-

pengaruh yang merugikan dari antinutrisi.

Telah dikembangkan metode-metode prosesing, baik secara fisik, mekanik

maupun kimiawi yang mungkin dapat diterapkan guna memerangi dan

menghilangkan antinutrisi dalam bahan pakan.

Berbagai Antinutrisi dalam Bahan Pakan

Berbagai jenis tanaman pangan memiliki potensi untuk mensintesis substansi

kimia tertentu sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi

oleh jamur, bakteri dan insekta. Banyak di antara substansi kimia ini ternyata dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia maupun ternak yang

mengkonsumsinya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, seperti :

penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), oleh karena dihambatnya

enzim pencernaan tertentu. Gangguan yang lain berupa gangguan kesehatan, seperti

gangguan pernapasan bahkan kematian. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut

dikenal dengan istilah antinutrisi.

Macam antinutrisi pada berbagai bahan pakan berlainan. Senyawa antinutrisi

yang sering ditemukan, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease),

goitrogen, nekaloid, oksalat, fitat, tannin, HCN dan gossipol. Antinutrisi tersebut

seringkali mengikat protein, zat-zat mineral, sehingga pemanfaatan gizi dalam bahan

pakan oleh ternak menjadi berkurang. Sebagai akibatnya akan menimbulkan

gangguan pertumbuhan pada ternak atau gangguan kesehatan yang lain.

Antinutrisi dalam bahan pakan kadang-kadang dihasilkan oleh metabolisme

jamur atau mikroba dalam bahan pakan, atau oleh tumbuhan itu sendiri sebagai

mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi atau kelukaan. Hasil

samping atau sisa pengolahan bahan pakan seringkali menimbulkan efek toksik pada

Page 2: Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi

ternak, hal ini diduga adanya kandungan nutrisi dalam bahan limbah atau sisa

pengolahan tersebut. Berikut ini disajikan beberapa bahan pakan dengan

kemungkinan zat-zat antinutrisi yang terkandung di dalamnya.

Leguminosa

Leguminosa, seperti : kedelai dan kacang tanah merupakan sumber gizi

penting bagi ternak. Namun penggunaannya harus dibatasi, karena leguminosa

mengandung zat-zat antinutrisi, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease),

phytphaemagluttin (Lectin), urease, hypoxygenase, glukoside-sianogenik dan faktor-

faktor antivitamin. Hampir semua leguminosa mengandung unsur penghambat

tripsin, dan akan mengikat tripsin sehingga terbentuk suatu kompleks yang inaktif.

Sebagai akibatnya tripsin tidak dapat berfungsi. Keadaan ini menyerupai dengan

kejadian gangguan sintesis tripsin oleh pankreas. Sebagai konsekuensinya, pankreas

akan mengalami hipertrofi untuk mensintesis tripsin secara berlebih. Hipertrofi

pankreas akan diikuti hambatan pertumbuhan dan menurunnya efisiensi pakan.

Protein inhibitor ternyata mudah diinaktifkan oelh panas.

Antinutrisi lain yang hampir selalu ditemukan dalam leguminosa adalah

phytohaemagluttin atau lectin, yang memegang peran penting dalam simbiosis antara

legum dengan bakteri pengikat nitrogen. Lectin terikat secara reversibel dengan gula-

gula yang berkombinasi dengan protein (glikoprotein) pada permukaan mikrovilli

usus halus, dan menimbulkan lesi-lesi serta perkmbangan mikrovilli yang tidak

no9rmal serta gangguan absorbsi nutrisi lewat dinding intestinum. Gangguan absorbsi

(malabsorbsi) dapat terjadi terhadap vitamin B12, glukosa dan asam-asam amino.

Gangguan transport ion lewat intestinum, tidak tercernanya karbohidrat dan protein

bisa terjadi. Adanya lectin pada epithelium intestinum yang reseptornya terdapat di

glikoprotein antara intestinum dengan permukaan bakteri enterik, merupakan perekat

antara intestinum dengan bakteri. Pertumbuhan berlebih bakteri coliform telah

dilaporkan terjadi pada ayam yang ransumnya mengandung kedelai tanpa perlakuan

(prosesing) sebelum penggunaannya sebagai bahan pakan. Lectin menimbulkan lesi-

lesi pada ephitelium intestinum yang diikuti dengan dikeluarkannya endotoksin

bakteri yang masuk ke peredaran darah dan menggangu kesehatan ternak. Ayam

muda sangat sensitif terhadap lectin.

Kedelai juga mengandung urease, yaitu suatu enzim yang berperan untuk

menghidrolisis urea menjadi ammoniak dan CO2.

Page 3: Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi

Goitrogen juga dihasilkan oleh kedelai dan kacang tanah. Goitrogen

merupakan senyawa yang berhubungan dengan aktivitas fungsi kelenjar thyroid.

Cyanogenic-glukoides merupakan senyawa yang membebaskan HCN pada

proses hidrolisis, terdapat pada semua leguminosa.

Faktor antivitamin mungkin ditemukan pada leguminosa, yaitu antivitamin E,

sehingga berakibat terjadinya penurunan tocoferol yang menimbulkan dystrophia

otot pada ayam.

Alipoxidase ditemukan pada kulit kedelai yang akan menurunkan vitamin A

dengan cara merusak karoten.

Protease inhibitor, lectin, urease dan faktor-faktor antivitamin serta

lipoxygenase dapat dirusak oleh panas. Besarnya tingkat kerusakan tergantung kepada

tinggi rendahnya temperatur pemanasan, lama pemanasan, ukuran partikel dan

kondisi-kondisi penguapan. Fermentasi merupakan suatu metode untuk menurunkan

level tripsin inhibitor. Germinasi juga merupakan cara untuk memperbaiki nilai gizi

pada kedelai.

Karbohidrat yang sulit dicerna juga merupakan antinutrisi. Kira-kira 40% dari

tepung kedelai disusun oleh serat kasar, polisakarida serta oligosakarida yang

bervariasi. Diketahui sekitar 15 -22% polisakarida dibentuk oleh acidic polisakarida

sebesar 8 – 10%, arabinogalaktan sebesar 5%, selulosa 1,2% dan starch 0,5%.

Senyawa terakhir tidak dapat dicerna oleh ayam. Starch dan mannan tidak sensitif

terhadap pemanasan dan merupakan antinutrisi bagi ayam. Oligosakarida dalam

kedelai merupakan karbohidrat yang mudah dicerna, akan tetapi menghasilkan

TMEn(Energi termetabolisme sesungguhnya) yang rendah. Sebagai bahan makanan

unggas, biji kedelai memang tidak digunakan dalam bentuk mentah, akan tetapi dalam

bentuk bungkil kacang kedelai yang merupakan limbah dari proses pembuatan

minyak kedelai, dan digunakan sebagi pendamping tepung ikan, sehingga penggunaan

tepung ikan tidak berlebihan.

Penggunaan bungkil kacang tanah untuk unggas kira-kira 0% - 25%.

Penggunaannya untuk membantu menggantikan jagung kuning dan minyak nabati

guna memenuhi kebutuhan energi. Kelemahan penggunaan bungkil kacang tanah

adalah ketersediaannya yang terbatas, hanya ada di daerah-daerah yang memiliki

pabrik pengolah kacang tanah serta penyimpanan bungkilnya yang sulit, karena

mudah tercemar oleh Aspergillus flavus, yaitu jamur yang menghasilkan racun

berbahaya bagi ayam.

Page 4: Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi

Singkong (ubi kayu)

Singkong (ubi kayu) sebagai bahan makanan memang tidak pernah dimakan

dalam bentuk mentah sebagaimana ubi manis. Secara fisik, apabila ubi kayu dibuka

kulitnya dan dibiarkan, tidak segera digoreng atau direbus, maka akan berubah warna

menjadi kebiru-biruan. Hal ini menunjukkan adanya sesuatu zat yang perlu

diperhatikan secara serius. Namun apabila ubi kayu t digoreng, dibakar atau direbus,

maka zat yang kebiru-biruan tersebut akan punah. Oleh karena itu diperlukan proses

tertentu sebelum ubi kayu digunakan.

Kandungan energi ubi kayu ± 2970 Kkal/kg, mengalahkan energi dalam

dedak, kacang kedelai dan bungkil kelapa. Oleh karena itu ubi kayu banyak diberikan

kepada unggas pedaging yang memang memerlukan energi tinggi, seperti : ayam

broiler, bebek, angsa dan sejenisnya, tetapi tidak diperlukan untuk anggas petelur.

Cyanogenic-glucosides merupakan senyawa toksik yang terkandung dalam ubi

kayu dan merupakan mekanisme pertahanan tubuh bagi tumbuhan ubi kayu untuk

melindungi dirinya dari serangan insekta. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ubi

kayu mentah tidak dapat digunakan untuk ternak.

Linamarin termasuk dalam Cyanogenic-glucoside. Adanya enzim hidrolitik

berupa ß-glycosidase, linamarin akan terurai dan menghasilkan aseton, glukosa dan

HCN. Terbebasnya HCN inilah yang menyebabkan keracunan pada ternak. Enzim ß-

glycosidase merupakan protein yang mudah rusak selama pemanasan. Jika enzim

tersebut rusak, maka tidak mampu mengkatalisis pembebasan HCN yang toksik tadi.

Pemanasan di bawah matahari terbuka, direbus atau dipanaskan dalam oven dalam

temperatur 700C hingga 800C dapat mengurangi pengaruh racun HCN dalam ubi

kayu.

Ubi kayu juga mengandung tripsin inhibitor dan khemotripsin inhibitor,

meskipun dalam kadar rendah. Antinutrisi ini bisa dirusak dengan cara pemanasan.

Biji Kapas

Biji kapas sebagai bahan pakan ternak dibatasi penggunaannya, karena

mengandung zat antinutrisi yang dikenal dengan sebutan ”gossipol”. Gossipol

merupakan senyawa polifenol dan menyebabkan pucatnya kuning telur pada ayam

atau unggas petelur. Bagi tumbuhan kapas, gossipol merupakan senyawa yang

berperan penting dalam mekanisme pertahanan diri terhadap serangan insekta.

Page 5: Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi

Gossipol bersifat sangat toksik bagi ruminansia maupun monogastrik muda.

Lesi-lesi pada jantung, saluran reproduksi, paru-paru dan hati terjadi pada ayam dan

ruminansia. Oleh adanya gossipol, jika biji kapas digunakan pada ayam petelur, maka

akan terjadi kepucatan pada warna kuning telur.

Sumber Bacaan :

Mohiuddin, S. M., 2000. Handling Mycotoxin Contaminated Feedstuff. Poultry International. Juni, 2000.

Makfoeld, D., 1993. Mikotoksin Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Penerbit Kanisius, yogyakarta.

Nagalakshmi, D. & Rao, Rama S. R., 2000. Fatty Liver syndrome in Layers. Poultry International. Desember, 2000.

Rahayu, ID., 2000. Mengatasi Stres Panas Pada Ayam. Poultry Indonesia. Edisi Mei 2000.

---------------, 2001. Mengatasi Mikotoksin sebagai kontaminan Bahan Pakan Ternak. Poultry Indonesia. Edisi April 2001.

---------------, 2001. Sindrome Hati Berlemak pada Ayam Petelur. Poultry Indonesia. Edisi Juli 2001.

Rao, Rama S. R. & Nagalakshmi, 1998. Shell Quality and Heat Stress. Poultry

International. September, 1998. Tabbu, C.R., 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Asal

Parasit, Noninfeksius dan Etiologi Kompleks. Vpolume 2. Cetakan ke-1. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Page 6: Gangguan Kesehatan Unggas Akibat Antinutrisi