Upload
gateway-magazine
View
290
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
in this edition we talk about family business mainly about the advantage, weakness, problems and also the solution for the problems.
Citation preview
FAMILY BUSINESS COVER STORY - Are you ready for family Business - Page 1
SPECIAL REPORT - peran Anindya Bakri sebagai Putra
mahkota Kerajaan bakri - Page 3
CREATIVE IDEA - Permasalahan dalam Family Business dan Cara
Mengatasinya - Page 8
INSIGHT- FAMILY BUSINESS by ICOACH - Page 13
INSIGHT - BISNIS CRISPY CHIPS DI MALANG - Page 17
BOOK REVIEW - LIFE CYCLES OF THE FAMILY BUSINESS - Page 19
MENGUAK PERUSAHAAN KELUARGA DI INDO-
NESIA - Page
MOVIE REVIEW - THE GOD-
FATHER - Page
Gateway Magazine - Ketika kita bicara tentang Family Business maka kita akan berbicara hal yang le-bih kompleks dari hanya sekedar bicara bisnis. Family bisnis melibatkan banyak hal termasuk hubun-gan keluarga, perasaan, dan juga menuntut professionalism yang sangat tinggi. Anda akan mengha-dapi lebih banyak permasalahan karena anda tidak hanya memikirkan bagaimana bisnis itu bisa sur-vive namun juga memikirkan bagaimana membangun sebuah sistem dimana ahli waris anda dapat meneruskannya. Profesionalisme menjadi kunci penting dalam bisnis keluarga. Selama semua anggota keluarga yang
trelibat dalam bisnis tersebut menjunjung tinggi profesionalisme maka semua persoalan dalam bisnis
keluarga tersebut dapat diatasi tentunya dengan pengambilan keputusan yang adil, objektif, dan
Are you Ready for A Family
Business??
Family Bisnis menjadi pilihan dari banyak orang dikarenakan ada kelebihan dari sistem ini yaitu:
1. Komitmen yang sangat tinggi dari seluruh
anggota keluarga.
Semua anggota keluarga yang terlibat se-
benarnya mempunyai tujuan yang sama yaitu
kesejahteraan bagi keluarga mereka dan juga
penerus mereka. Hal ini tentu saja menjadi
pendorong bagi mereka untuk selalu bekerja
keras dan menginvestasikan keuntungan
mereka untuk proyek yang lebih besar dan
berjuang mempertahankanny. Bandingkan
jika kita bekerja di suatu perusahaan yang bu-
kan milik kita. Bisa dipastikan komitmen kita
tidak akan sebesar komitmen kita kepada
usaha keluarga karena sense of belonging
yang kita miliki pada perusahaan tersebut ti-
dak besar karena kita bukanlan pemilinya.
Ada kekhawatiran dalam hati kita bahwa jika
suatu saat kita tidak berguna bagi perusahaan
maka kita pasti didepak.
2. Warisan pengetahuan.
Dalam bisnis keluarga maka kita wajib untuk
membagikan pengetahun kita kepada generasi
dibawah kita. Banyak sekali anggota keluarga
yang sejak kecil sudah diterjunkan untuk mengu-
rus bisnis keluarga. Hal ini akan meningkatkan
komitmen dan juga pengetahuan kita sebagai
anggota keluarga sekaligus pemilik bisnis ke-
luarga tersebut
3. kebanggan. Image perusahaan keluarga ser-
ingkali melekat pada pribdi anggotanya. Repu-
tasi perusahaan tersebut akan dibawa ke-
manapun keluarga itu pergi. Maka dari itu jika
perusahaan keluarga ini berhasil maka tentunya
akan menciptakan kebanggan bagi anggita ke-
luarganya.
Source: http://www.smetoolkit.org
COVER STORY
Menjalankan usaha keluarga tidak bisa dibilang mudah. Kita harus bekerja bersama dengan orang-orang
yang adalah keluarga kita sendiri dan mempunyai hak yang sama atas perusahaan ini. Seringkali sebuah
keluarga gagal membangun atau bahkan gagal meneruskan sebuah usaha keluarga. Oleh karena itu se-
lain kelebihan family business seperti disebutkan diatas maka kita juga harus waspada pada factor-
faktor yang menghalangi tumbuh dan berkembangnya usaha ini yaitu antara lain:
1. Kompleksitas. Perusahaan keluarga akan
menghadapi hal yang lebih kompleks diband-ingkan dengan perusahaan biasa. Anggota pe-rusahaan yang adalah keluarga menyulitkan kita untuk dapat menjalankan profesioanlisme secara total. Bekerja dengan keluarga melibat-kan emosi, perasaan, dan kepentingan. Tidak seperti bisnis lain, dalam bisnis keluarga, ang-gota keluarga akan memainkan peranan yang berbeda. Peranan ini akan membuat masalah yang dihadapi semakin kompleks. Pada satu sisi kita diharuskan bersikap professional namun disisi lain kita menghadapi keluarga kita sendiri yang pasti juga mempunyai pendapat yang ha-rus dihargai dan diperhitungkan. 2. Dalam kegiatan menjalankan kegiatan peru-
sahaan sehari-hari bersama anggota keuarga
yang tentunya sudah sangat akrab dengan kita
maka tentunya formalitas juga akan
berkurang. Jika bisnis ini berkembang maka
kurangnya formalitas akan menimbulkan ma-
salah dan internal konflik karena beberapa ang-
gota keluarga mengharapkan penghargaan
dengan menjalankan formalitas.
3. Kurangnya disiplin. Banyak usaha keluarga
tidak memperhatikan kedisiplinan karena
mereka beranggapan bahwa keluaraga mereka
pasti mau memahami kesulitan dan segan un-
tuk menegur ketidaksiplinan mereka. Jika hal
ini diteruskan tentu saja akan menghancurkan
usaha itu karena kita tidak efisien, membuang
waktu, uang dan tenaga karena kita kurang
disiplin.
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas
maka ada baiknya kita memikirkan dan mempersiap-
kan usaha keluarga kita dengan lebih matang. Pikirkan
setiap konsekuensi atas hubungan keluarga anda jika
usaha ini akan diteruskan lalu tekankan kepada semua
anggota keluaraga anda untuk selalu siap menghadapi
halangan tersebut dan selalu bersikap professional.
Gateway magazine - Mitos tidak hanya
melekat dalam sebuah suku bangsa, na-
mun juga dalam perusahaan, termasuk
perusahaan keluarga. Mitos berisi keyaki-
nan, cerita, dan tradisi yang masyhur dan
disampaikan berulang-ulang tentang se-
seorang, kelompok, atau peristiwa. Mitos
acap mendorong seseorang atau kelom-
pok untuk mengambil sikap dan berting-
kah laku tertentu, padahal sebuah mitos
belum tentu benar karena tidak ditinjau
secara kritis. Meski demikian, yang ter-
penting adalah pelajaran yang dapat
diambil guna meningkatkan kualitas indi-
vidu, anggota keluarga, dan perusahaan.
Dalam perusahaan keluarga, terdapat se-
deret mitos yang terlanjur melekat. Yang
paling populer adalah generasi pertama
membangun, generasi kedua menikmati,
dan generasi ketiga menghancurkan. Mi-
tos ini boleh jadi mendapatkan pembena-
ran mengingat fakta bahwa hanya sege-
lintir perusahaan keluarga yang mampu
bertahan hingga beberapa generasi. Ba-
gaimanapun, hal tersebut tidak boleh jadi
alasan untuk patah semangat serta ber-
henti berjuang demi kejayaan perusahaan
dan keluarga. Perusahaan keluarga harus
bekerja dengan sungguh-sungguh guna
membuktikan mitos ini keliru. Belajarlah
dari keberhasilan perusahaan keluarga yang
mampu bertahan dari generasi ke generasi
hingga puluhan, bahkan ratusan tahun. Yang
utama adalah perhatian yang sungguh-
sungguh pada isu-isu yang khas melekat
pada perusahaan keluarga, yakni konflik
nilai, suksesi, struktur organiasi, kompen-
sasi, kompetensi, distribusi pendapatan, dan
keselarasan antara tujuan bisnis dengan tu-
juan keluarga. Jangan dilupakan pula isu-isu
organisasi secara umum seperti kepemimpi-
nan dan perencanaan strategis. http://
www.jakartaconsulting.com/art-05-16.htm
Peran Anindya Bakrie sebagai Putra mahkota Kerajaan bakrie
Anindya Novyan Bakrie
(lahir 10 November 1974; umur 37 tahun),
biasa dipanggil Anindya Bakrie. Anin
adalah putra sulung dari pengusaha na-
sional Aburizal Bakrie dan Tatty Bakrie.
Sebagai generasi ketiga keluarga Bakrie,
Anin kini juga telah merambah dunia bis-
nis, seperti bapak dan kakeknya Almar-
hum Haji Achmad Bakrie
Peran Anindya Bakrie sebagai Putra mahkota Kerajaan bakrie
Berada dalam lingkungan pebisnis, menjadikan Anindya bukan orang asing dalam dunia ini. Dalam usianya yang relatif muda ia telah memimpin sejumlah perusahaan nasional di bidang telekomunikasi dan media. Ia menjadi presiden direktur dari Bakrie Tele-com dan Visi Media Asia yang membawahi ANTV, tvOne, dan VIVAnews. Anin boleh dibilang sudah teruji insting dan kemampuan bisnisnya. Ketika masuk Antv pada tahun 2002, stasiun tv nasional itu hampir bangkrut karena dililit utang. Hanya dalam waktu dua tahun ia bisa merestrukturisasinya dan utangnya menjadi nol. Sekitar 80 persen utang perusahaan menjadi penyertaan modal. Begitu pula ketika Bakrie mengambil alih Lativi pada bulan Maret 2007. Perusahaan TV tersebut juga tengah dililit utang yang cukup besar. Sementara rating dan share-nya selalu berada di urutan terbawah. Pada bulan Februari tahun 2008 Lativi berubah men-jadi TvOne. Format TV diubah dari general TV menjadi News TV. Tidak perlu waktu ter-lalu lama, TvOne telah menjadi leader news station di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Anindya_Bakrie
Bagaimana peran Anindya sebagai Generasi ketiga dan Putra Mahkota Bakrie? Artikel yang kami ambil dari blog Anindya Bakrie berikut mungkin dapat membuat kita sependapat bahwa menjadi seorang penerus Bisnis keluarga tidaklan semudah yang kita bayangkan. Lahir dari lingkungan keluarga pengusaha besar, Anin punya beban moral tersendiri. Bila berhasil, maka tak jarang orang yang mencibir keberhasilannya karena mendapat berbagai fasilitas dan kemudahan dari keluarga. Sementara bila gagal, maka akan lebih banyak lagi yang mengecamnya.
Trump Jr., Saya, dan Generasi Penerus Bisnis Keluarga posted by Anindya Jun 10th, 2011 Selama ini banyak orang bertanya kepada saya soal pengalaman saya menjadi penerus bisnis keluarga.Saya terlahir sebagai anggota generasi ketiga di keluarga Bakrie, yang selama ini dikenal sebagai keluarga pengusaha. Terkadang ada yang mempertanyakan, apakah saya atau saudara-saudara saya lainnya, bisa sukses meneruskan bisnis keluarga. Ini karena ada stigma bahwa generasi penerus hanya orang yangberuntung dan tidak perlu berusaha keras, tinggal mewarisi hasil kerja generasi sebelumnya. Anggapan itu tidak benar. Hal itu juga mengemuka saat acara “Globe Young Leaders Forum”, di Hotel Kempinski, Ja-karta, Senin, 6 Juni 2011 lalu. Saat itu, saya diundang berbicara dalam sesi diskusi “2nd Gen-eration Corporate Leaders: Opportunities and Challenges”. Di acara tersebut, juga hadir Vice President of Trump Organization, Donald Trump, Jr., yang merupakan anak pengusaha ter-nama Amerika Serikat, Donald Trump. Trump sama dengan saya, yaitu sama-sama penerus bisnis keluarga. Dia penerus bisnis ke-luarga Trump, saya penerus bisnis keluarga Bakrie. Bedanya, dia generasi kedua, saya gen-erasi ketiga. Dalam acara tersebut, banyak yang bertanya kepada saya dan Trump soal bagaimana pen-galaman meneruskan bisnis keluarga. Bagaimana mengembangkan bisnis keluarga. Dan se-bagainya. Lalu, Trump menceritakan bahwa menjadi penerus binis keluarga tidak semudah yang diduga orang. Dia menceritakan bahwa mungkin orang menduga hidupnya, sebagai anak raja properti Amerika Serikat,enak dan mudah. Uang berlimpah dan fasilitas meruah. Namun tidak semua orang tahu bahwa justru selama ini dia harus bekerja lebih keras dari orang lain. Bahkan, dia mengaku kekurangan waktu untukberistirahat. Trump juga bercerita bagaimana dia belajar bisnis sejak usia muda dari ayahnya. Di perusahaan, dia juga harus merangkak dari bawah, bukan langsung mendapat jabatan tinggi di perusahaan keluarganya itu. Pengalaman yang diceritakan Trump secara umum tidak berbeda dengan pengalaman saya. Kami sama-sama lahir dan besar dalam keluarga pengusaha dan ditanamkan nilai-nilai wir-ausaha sejak usia belia. Sebagaimana Trump, saya juga dididik berbisnis mulai dari bawah. Bahkan sebelum memegang bisnis keluarga, saya juga pernah bekerja di sebuah perusahaan keuangan di Amerika.
Pulang ke Indonesia,keluarga mendidik saya dengan memberikan perusahaan yang kondis-inya sangat buruk untuk saya tangani. Saat itu keluarga tidak campur tangan, saya diminta menyelesaikannya sendiri. Berat memang. Sampai-sampai istri saya berkata pada saya; “kok demen amat ama perusahaan bangkrut..” saya jawab saja; ”habis gimana lagi, adanya begini.” Saya hadapi itu sebagai tantangan. Saya dituntut membuktikan bahwa saya bisa melakukannya. Ini adalah ujian yang diberikan pada saya, dan saya harus lulus. Seperti yang sudah saya tulis pada tulisan sebelumnya, saya membangun Bakrie Telecom (BTEL)–yang saat ini merupakan salah satu market leader operator telekomunikasi CDMA–dari puing-puing. Keluarga mengamanatkan saya untuk menangani sebuah perusahaan yang ketika itukondisinya sangat buruk, namanya Ratelindo. Jumlah pelanggannya hanya 100 ribu, utangnya cukup besar.Saya lalu bekerja keras memperbaikinya dan, alhamdulillah, sukses. Salah satu produk BTel, Esia, menjadi perintis operator telekomunikasi murah di Indonesia. Hadirnya Esia berhasil mengubah struktur pasar dan persaingan operator tele-komunikasi di Indonesia, di mana semula operator dinilai terlalu banyak mengambil untung dengan menetapkan harga tinggi yang memberatkan konsumen. Ketika masuk ANTV pada tahun 2002, stasiun tv nasional itu hampir bangkrut karena dililit utang. Dalam waktu dua tahun saya lalu melakukan restrukturisasi dan utangnya menjadi nol. Sekitar 80 persen utang perusahaan menjadi penyertaan modal. Hal yang sama saya lakukan saat mengambil alih Lativi pada Maret 2007. Ketika itu, perusahaan TV ini juga dili-lit utang cukup besar. Rating dan audience share-nya selalu berada di urutan terbawah. Akhirnya, dengan kerja keras, pada Februari 2008 Lativi berubah menjadi tvOne, yang men-jadi televisi papan atas Indonesia. Saat perusahaan keluarga Bakrie jatuh terkena imbas krisis 1997 saya juga ikut merasakan. Saat itu ayah saya berkata pada saya sambil menunjuk seorang pengemis. “Nin lihat pengemis itu, kita lebih miskin dari dia,”. “Loh kok bisa,” kata saya. “Iya, dia miskin tapi hutangnya gak banyak, kita sekarang punya banyak hutang yang jauh lebih besar dari apa yang kita punya,” jelas ayah saya kala itu. Tapi Alhamdulillah akibat kerja keras dan seman-gat besar untuk bangkit akhirnya perusahaan Bakrie bisa bangkit lagi dan menjadi lebih besar. Saya banyak belajar dari sana. Dalam berbisnis, Trump mengaku juga banyak belajar dari ayahnya. Dia juga menceritakan beberapa kiat bisnis yang diajarkan ayahnya selama ini–seperti berpikir besar atau mencari ide-ide besar, mempercayai insting,pentingnya timing, dan sebagainya. Dalam hal ini, saya merasa lebih beruntung. Di keluarga saya, bukan hanya Ayah saja yang mengajari saya nilai-nilai kewirausahaan. Ada banyak role model di keluarga saya–ada kakek saya, Ahmad Bak-rie almarhum, juga Oom dan Tante saya. Semua memberikan kontribusi dalam mencipta-kan jiwa wirausaha dalam diri saya. Bekal ilmu dari mereka inilah yang kemudian mem-bimbing saya menjalankan tugas-tugas berat yang diamanatkan kepada saya untuk meneruskan bisnis keluarga. Dalam meneruskan bisnis keluarga, saya selalu berupaya untuk tidak hanya fokus pada upayamembesarkan bisnis saja. Saya juga selalu berusaha menciptakan ekosistem yang mendukung bagi lahirnya para entrepreneur atau wirausaha baru. Keyakinan saya: makin banyak pengusaha, makin baik. Mereka bukan pesaing, melainkan mitra dalam mengelola potensi usaha di negeri ini.
Dalam membesarkan bisnis keluarga, saya juga harus memikirkan bagai-mana perkembangan bisnis Bakrie bukan hanya menguntungkan kelom-pok Bakrie, namun juga orang banyak. Maka itu, berbagai upaya di sektor pendidikan, lingkungan, dan lainnya, juga kami tempuh. Pesan kakek saya sangat jelas: “setiap rupiah yang dihasilkan Bakrie, harus bermanfaat bagi orang banyak”. Itulah sedikit pengalaman yang bisa saya bagi di blog ini, sebagai penerus bisnis keluarga. Saya setuju ketika Trump mengatakan, meneruskan bisnis keluarga tidaklah mudah. Meneruskan bisnis keluarga yang sudah besar, ibarat seorang atlit yang dituntut mempertahankan gelar juara. Kita semua tahu, mempertahankan lebih sulit dari meraih. Sebagai penerus, kita tidak hanya wajib mempertahankan capaian yang ada, tapi juga harus meraih capaian yang lebih besar lagi. Apalagi, generasi penerus biasanyamengenyam pendidikan yang lebih tinggi dibanding para pendahulunya. Tidak jarang, para penerus bisnis keluarga gagal mengemban tugas berat ini. Karena itu sampai-sampaiada yang mengatakan: generasi pertama membangun, generasi kedua mengembangkan, generasi ketiga merobohkan. Trump, saya, dan kita semua sebagai generasi penerus harus bekerja kerja untuk membuktikan bahwa anggapan itu tidaklah benar. http://aninbakrie.com/?p=1339
Gateway Magazine - Mempertahankan usaha keluarga tidak semudah
membangunnya. Walaupun kita beranggapan bekerja dengan orang
yang telah kita kenal seperti keluarga kita sendiri akan jauh lebih mu-
dah daripada bekerja dengan orang lain. Permasalahan yang timbul
seringkali menuntut profesionalitas kita dalam membedakan antara
urusan keluarga dan bisnis. Berikut adalah masalah yang seringkali
kita temukan dalam menjalankan usaha keluarga:
Permasalahan Dalam
Family Business dan Cara
Cerdas untuk Mengatasinya
CREATIVE IDEA
1. Persaingan antar anggota keluarga: Kita akan menghadapi suasana yang kurang menyenangkan jika terjadi persaingan antara anggota keluarga sedangkan di lain pihak kita harus bekerjsama untuk mempertahankan usaha keluarga tersebut. Kita akan menghadapi lebih banyak lagi masa-lah jika masing-masing anggota keluarga yang terlibat tidak bisa membedakan antara urusan pribadi dan bisnis. Persaingan bisa terjadi karena beragamnya sifat dan keseriusan dari masing-masing anggota keluarga dalam menjalankan bisnis, personal ego, dan persaingan pribadi yang sangat berpengaruh pada sua-sana kerja. Jika kita tidak bisa mengatasi hal ini maka sangat sulit untuk men-
capai tujuan bersama. Dengan kata lain, konflik dalam keluarga
yang tidak dipisahkan dalam bisnis dapat mengakibatkan suasana
kerja yang kurang menyenangkan yang tentunya berimbas pada
hal lain.
puan anda untuk mengambil keputusan.
Namun disisi lain jika kita bersikap dingin
dan tidak bisa ditoleransi maka akan tim-
bul persoalan dengan anggota keluarga
lain dirumah. Kita perlu benar-benar bisa
mengendalikan emosi untuk menciptakan
suasana kerja yang netral.
3. Emosi mempengaruhi pengambilan kepu-tusan: Anda mungkin sering mendengar istilah “It’s not personal, it’s business.” Namun dalam Bisnis Keluarga semua hal bersifat personal. Memisahkan urusan personal dan bisnis tidak mudah, apalagi jika anda secara langsung berhubungan bisnis dengan anggota keluarga. Bagi sebagian orang sangat sulit untuk meneri-ma kritik dan feedback dari orang lain, rekan kerja, atasan dan bahkan lebih sulit lagi jka ha-rus mendengarnya dari keluarga kita sendiri. Kita harus waspada dan bersiap-siap jika emosi
sudah mulai mencampuri urusan bisnis. Hal ini
membuat anda tampak lemah dimata bawa-
han, customer, anggota keluarga lain dan
secara langsung akan mempengaruhi kemam-
2. Nepotisme: Berbeda dengan masalah sebelumnya, nepotisme muncul karena kita berusaha
membantu anggota keluarga kita. Akhirnya kita menciptaka kultur nepotisme da-
lam keluarga kita. Kita menempatkan orang dalam perusahaan bukan berdasarkan
keahlian mereka namun berdasarkan kedekatan personal. Semua orang pasti ingin
membantu anggota keluarganya namun mempekerjakan orang dalam suatu perus-
ahaan baik itu rekrutmen, promosi, maupun hal lainnya adalah awal dari bencana
karena anda menempatkan orang bukan karena kemapuan mereka tapi karena hub-
ungan kedekatan.
4. Kehilangan Non-Family Employees: Ada dua alasan jika pegawai anda yang bukan dari anggota keluarga mengundurkan diri: Tidak adan-ya jaminan atau kesempatan untuk bertumbuh dan konflik keluarga. Semua pegawai pasti menginginkan pertumbuhan atau kemajuan jika bekerja dalam suatu perusahaan. Sayangnya, dalam perusahaan keluarga pegawai tersebut mempunyai kesempatan yang terbatas untuk perbaikan karis dan posisi karena pada umumnya pemilik perusahaan akan menempatkan anggota keluarga mereka pada posisi strategis. Tanpa kepastian dan kesempatan untuk posisi yang lebih baik bisa dipastikan mereka akan pergi dari perusahaan tersebut. Kemungkinan lain mereka pergi adalah karena mereka tidak ingin berada d tengah-tengah konflik keluarga. Sebagai pemilik perusahaan kita harus menyadari bahwa setiap usaha memerlukan perpaduan dari
orang-orang terbaik dan ide-ide mereka. Pegawai yang bukan keluarga memberikan pandangan dan
pikiran mereka dengan lebih netral karena dapat melihat situasi bisnis tanpa melibatka emosi. Jika
diberikan kesempatan mereka dapat membuat perusahaan menjadi lebih baik karena mereka bisa
menawarkan jalan keluar yang lebih objektif.
5. Tidak ada rencana sukses: Akan ada waktunya seorang pempimpin perusahaan itu pension, mengundurkan diri atau bahkan meinggal sebelum semua tugasnya usai. Jika kita tidak mempunyai sebuah rencana atau solusi maka kita akan membawa perusahaan itu menuju kehancuran. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perusahaan keluarga gagal pada masa transisi kepemimpi-nan dari generasi pertama ke generasi berikutnya. Hal ini disebabkan anggota keluarga tidak mempunyai minat dan ketertarikan pada bisnis tersebut, namun pada kebanyakan kasus hal ini dikarenakan kurang matangnya rencana. Rencana kesuksesan sangat diperlukan untuk memastikan bisnis keluarga ini akan terus bertahan pada generasi-generasi berikutnya. Dari 24 juta perusahaan keluarga di Amerika Serikat, 55% perusahaan yang CEO-nya berusia lebih dari 61 tahun dan diharapkan untuk pensiun, dalam lima tahun terakhir belum memilih seorang penerus (The Mass Mutual Financial Group, 2003). Bagaimana di Indonesia? Dari hasil survei The Jakarta Consulting Group, perusahaan-perusahaan keluarga di Indonesia ternyata belum semuanya mempersiapkan penerus melalui perencanaan suksesi untuk memimpin perusahaan. Responden yang telah mempersiapkan penerus melalui perencanaan suksesi sebanyak 67,8% sedangkan yang lain (32,2%) tidak atau belum mempersiapkann-ya. Hasil survei juga menunjukkan, penerus perusahaan keluarga diutamakan satu anak kandung (45%) atau beberapa anak kandung (31%). Kriteria lain adalah anggota keluarga yang kompeten (8%), ang-gota keluarga pemegang saham (7%), anggota keluarga lain (3%), non-anggota keluarga profesional (2%), sesuai keputusan pemegang saham (2%), dan yang lainnya (2%) belum memikirkan bahkan me-rencanakan suksesi. Bagaimana mereka menyiapkan suksesi? Sebanyak 40% responden menyekolahkan calon penerus hingga ke jenjang S1 atau S2, 34% mulai melibatkan calon penerus dalam aktivitas perusahaan, 12% mengikutsertakan dalam job training di perusahaan. Persiapan lainnya adalah dengan mengikutkan mereka dalam internship (magang) di perusahaan lain dan informal training (masing-masing 6%), dan ada yang hanya berdasarkan dukungan senior (1%) dan kharisma/kompetensi yang bersangkutan (1%). http://www.jakartaconsulting.com/art-05-04.htm
Lalu bagaimana mengatasi masalah yang timbul dalam Usaha keluarga ini?
1. Tetapkan tujuan perusahaan dengan jelas dan pastikan semua anggota keluarga menyetujui dan menjalankannya dengan kesadaran dan kere-laan hati. 2. Tetapkan bersama-sama tanggung jawab dan peran serta setiap ang-gota keluarga. 3. Biasakan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan semua anggota keluarga. Gali impian dan keinginan mereka sehingga kita mengetahui sebesar apa harapan mereka terhadap perusahaan ini. Dari situ anda dapat memperkirakan siapa saja anggota keluarga yang dapat diserahi tanggung jawab lebih. 4. Jika ada permasalahan segera kemukakan kepada semua anggota
keluarga agar dapat didiskusikan bersama-sama dengan pikiran yang
jernih dan tidak emosional.
5. Buat sistem promosi, penggajian atau bagi hasil yang adil ber-dasarkan kemampuan dan peran individual. Kemukakan sistem secara terbuka dan disetujui oleh semua anggota keluarga. 6. Jika dirasa perlu ada baiknya anda menanyakan kepada psikiater atau pakar komunikasi bagaimana cara mengendalikan emosi dalam mengatasi permasalahan dalam bisnis keluarga. 7. Berikan kesempatan bagi pegawai di luar anggota keluarga un-tuk berkembang dan menunjukkan potensinya karena anda me-merlukan pandangan dan pendapat dari orang yang netral. 8. Siapkan rencana sukses bagi bisnis keluarga dan pastikan
bisnis ini dapat tetap dijalankan oleh penerus anda jika anda telah
tiada.
Thomas J. Stanley, Ph.D dalam bukunya ”Pemikiran Milioner” menuliskan berdasarkan survey yang dilakukan selama dua puluh tahun, mendapati beberapa fakta yang mengejutkan yang menjelaskan hubungan antara pernikahan dan kekayaan, antara lain:
1. 92% milioner di Amerika adalah pasangan yang menikah.
2. Setengah dari mereka telah menikah selama 28 tahun atau lebih
Seperempat dari mereka telah menikah 38 tahun atau lebih
Ini membuktikan bahwa menjadi kaya dan memiliki keluarga yang harmonis adalah hal yang sangat mungkin, asalkan tahu caranya.
Tentunya kita semua percaya bahwa, salah satu keharmonisan di dalam keluarga ditentukan juga oleh faktor ekonomi. Begitu juga keberhasilan ekonomi di dalam keluarga dapat meningkatkan keluarga-keluarga yang lebih mandiri, mapan secara finansial dan direstui Tuhan.
Sebelum Anda mulai lebih jauh membaca isi artikel Family Business ini dan jika Anda berbisnis bersama pasangan Anda, Anda kemungkinan besar sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan dibawah ini:
Apakah Anda ada bisnis bersama pasangan hidup Anda, dan tidak dapat membedakan antara kamar tidur Anda dan ruang rapat kerja?
Apakah Anda dan pasangan hidup Anda sedang berfikir, bagaimana menyelaraskan value / nilai-nilai Anda bersama pasangan Anda sehingga mengurangi konflik yang sering terjadi?
Apakah Anda dan pasangan hidup Anda berkeinginan menjadikan bisnis Anda berdua menjadi lebih besar, tersistem dengan baik dan profitable?
Apakah Anda berkeinginan untuk tetap bulan madu dengan mesra bersama pasangan anda, dan sementara bisnis anda tetap jalan tanpa harus anda kontrol setiap hari?
Apakah Anda dan pasangan Anda menginginkan menjadi leader yang baik didalam bisnis Anda, sehingga Tim Anda begitu segan terhadap leadership Anda berdua?
Apakah Anda sedang mempersiapkan alih generasi bisnis Anda berdua kepada Anak Anda?
FA
MIL
Y B
US
INE
SS
INSIGHT
Beberapa waktu lalu, ada seorang Bapak datang kesaya, ia menceritakan tentang pengalamannya dalam membangun bisnis bersama pasangannya, yang pada awalnya selalu ribut dan tidak damai, sampai pada akhirnya mereka rukun dan bahagia. Begini ceritanya, di usianya yang paruh baya, dia ingin sekali memulai suatu usaha atau berbisnis, namun belum menemukan pilihan. Ketika istrinya melontarkan gagasan bisnis Rumah makan kepada sang bapak, gayung langsung disambut oleh sang bapak untuk berbisnis Rumah makan tersebut, suatu gagasan bisnis sudah mereka dapatkan.
Selanjutnya, dengan berjalannya waktu, diantara mereka berdua, terjadi kurang selaras dalam menjalankan bisnis, dan sempat terasa adanya sabotase-sabotase atau tidak sejalan diantara diri mereka, terutama dalam mengambil keputusan di bisnis. Tahukah Anda apa yang sering membuat pasangan tersebut tidak sejalan dalam mengelola bisnis secara bersama?
Ternyata setelah saya gali lebih dalam, ada pikiran-pikiran bawah sadar mereka berdua yang cukup mengganggu dalam mengambil keputusan di bisnis tersebut, diantaranya tentang uang. Setelah saya telusuri ternyata, keputusan-keputusan tersebut dipengaruhi oleh masing-masing masa lalu dari diri mereka, yang mungkin saja pembawaan sifat dari orang tua-orang tua mereka masing-masing.
Sebagai pemilik bisnis bisa jadi beberapa tahun kedepan, ilmu anda akan semakin bertambah dan siapa tau pula bisnis anda juga semakin berkembang dan melesat dan juga butuh keluarga anda yang lain seperti: anak-anak anda, untuk ikut membantu mengelola bersama anda, selan-jutnya bisa dipastikan bisnis tersebut akan anda turunkan atau wariskan kepada putra-putri anda dalam suatu Transisi di dalam bisnis keluarga Anda.
Lihat diri Anda, Anda tidaklah sendiri!. Tentu saja Anda pernah mendengar pasangan atau keluarga lainnya disekitar lingkungan Anda memiliki hal yang sama dengan diri Anda. Family Business sendiri menggambarkan, ada suatu keluarga yang pernah atau hidup bersama dan juga memiliki dan mengelola bisnis bersama. Family Busines atau Perusahaan keluarga adalah, fenomena yang berkembang untuk beberapa alasan, termasuk, perampingan perusahaan atau efisiensi.
Perusahaan keluarga mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah komitmen yang tinggi, serta interdepedensi yang juga tinggi. Komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, merupakan “kelebihan” anggota keluarga yang sulit tertandingi oleh para profesional. Rasa memiliki (sense of belonging) anggota keluarga sangat tinggi, karena secara riil mereka memang pemilik perusahaan.
Namun hal ini dapat menjadi bumerang ketika rasa memiliki ini mengkristal dan menjelma menjadi subyektifitas, yang dapat mengurangi akurasi dalam pengambilan keputusan. Dalam perkembangannya, perusahaan keluarga akan mengalami titik kritis, yang bila tidak diatasi akan membawa kehancuran pada perusahaan yang bersangkutan.
Page 2
Someone who's never been exposed to it doesn't
really understand that the family business is the
moving force in the family.
FA MILY BU SI NE SS
Ini bisa jadi reungan, ketika Anda membangun dan menjalankan bisnis bersama pasangan atau keluarga Anda, anda bisa memilih bahwa Anda punya tujuan, seperti halnya tujuan anda dalam berumah tangga. Dibaratkan suatu tim pemain bola yang mempunyai target bersama dalam mencetak goal gawang lawan, begitu juga bisnis ber- s a m a pasangan atau bisnis keluarga. Pertanyaannya;
Sudahkah Anda merencanakan Goal bersama, antara Anda dan pasangan Anda atau keluarga Anda?.
Sudahkah Anda menghilangkan semua emosi negatif dari masing-masing anggota keluarga dan menyelaraskan nilai-nilai dari masing-masing anggota keluarga dalam mencip- takan masa depan yang selaras dan menariknya secara ber- sama-sama?.
Jika belum, mulailah untuk merancang masa depan bisnis keluarga Anda, agar siap anda waris-kan kepada keluarga Anda. Terhadap pasangan Anda, walaupun Anda tidur dalam satu selimut, belum tentu mimpi Anda berdua sama dan tentu saja antara satu dan lainnya mempunyai mimpi yang berbeda. Nah, sekarang pahami betul goal Anda berdua dalam bisnis, apakah itu benar-benar tujuan Anda dan keluarga?
Sebagai Creator dalam bisnis yang Anda rintis, Anda harus memahami dan mengetahui bagai-mana transisi bisnis Anda tersebut.
Dalam suatu Penelitian R. Beckhard & W. Gibb Dyer dijelaskan bahwa, di negara yang maju seperti AS, 90 persen dari perusahaan besar adalah bisnis keluarga atau perusahaan yang di-dominasi kelompok keluarga?
Selanjutnya, menurut Naisbitt & Aburdene hanya 30 persen dari seluruh bisnis keluarga yang survive sampai generasi keduanya. Jadi, secara umum, bisnis keluarga akan berakhir tanpa ke-hadiran pendirinya. Yang lebih tragis, banyak pula perusahaan keluarga yang tidak dapat sur-vive, bahkan ketika para pendirinya masih hidup sekalipun. Tetapi banyak pula yang dapat ber-tahan, dan berkembang sampai beberapa generasi.
Banyak sekali kasus family busines yang pernah kami temui, atau yang sedang kami tangani, mereka gagal melakukan syarat terjadinya perubahan diantara mereka, seperti: menghilangkan semua emosi negatif dari masing-masing anggota keluarga dan menyelaraskan nilai-nilai dari masing-masing anggota keluarga dalam menciptakan masa depan yang selaras dan menariknya secara bersama-sama.
Bisnis apapun saat ini mengalami persaingan yang sangat ketat, banyaknya persaingan dan Bis-nis baru terus didirikan dan berkembang cukup pesat. Permintaan pelanggan saat ini sangat mengandalkan pada Kualitas Layanan, Ketepatan pelayanan dan kualitas produk yang dihasilkan yang terdapat didalamnya. Akibat persaingan yang ketat ini, banyak sektor bisnis dituntut untuk membuat Inovasi dan Strategi untuk mendapatkan pelanggan lebih banyak lagi, bila gagal ber-kompetisi maka akan mengakibatkan ditutupnya operasional bisnis tersebut.
Page 3
Family, religion, friends.. these
are the three demons you must
slay if you wish to succeed in
business.
Monty Burns
Banyak kasus bisnis keluarga yang pernah kami temui dan tangani bisa jadi pelajaran un-tuk Anda sebagai pemilik bisnis keluarga. Kebanyakan, pada awalnya mereka gagal mela-kukan syarat terjadinya perubahan diantara mereka. Mulailah untuk menghilangkan se-mua emosi negatif dari masing-masing anggota keluarga dan selaraskan nilai-nilai dari masing-masing anggota keluarga dalam menciptakan masa depan yang selaras dan menariknya secara bersama-sama.
Untuk Anda yang tertarik ingin ataupun sudah berkecimpung dalam family business dan ingin mengembangkan dan meyelaraskan usaha Anda bersama keluarga baik tentang hubungan kelurga dalam bisnis, mendatangkan lebih banyak calon pelanggan, mening-katkan konversi dari sekedar calon menjadi pembeli, dari pembeli menjadi pelanggan tetap anda, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan PROFIT dalam perusahaan anda, Anda dapat menghubungi saya, Coach Darmadi Kurniawan di: iCOACH Real Coach di Rukan Artha Gading Sentra Bisnis. Jl.Artha Gading Blok A6A No.25 Kelapa Gading Barat. Phone: +62 21 4587 8861, Hp. 0812 7750 0673, Email: [email protected]; Twitter @Coach_Darmadi
Darmadi Kurniawan adalah seorang Certified Coach Practitioner dari Certified Coach Federation – Canada, Certified Business Coach dari iCOACH – Indonesia dan Certified Money Coach dari the Money Coaching Insti-tute – Amerika Serikat. Beliau juga merupakan mem-bers dari Certified Coach Federation – Canada dan In-ternational Coach Federation – Amerika Serikat.
Selain itu ia juga seorang, Certified Six Sigma Green Belt, LEAN Practitioner, Performance Coach Practitio-ner, NLP Practitioner, Certified Franchise Indonesia, Franchisor, Business owner dan Mantan professional di bidang Oil & Gas di domestic dan overseas.
Coach Darmadi juga sering berbicara di seminar, work-shop, radio, mengenai: Family Bisnis, franchise, mar-keting dan juga tentang transformasi dirinya dari pro-fessional menjadi pebisnis yang berjalan mulus. Itu se-babnya, Ia begitu tertarik untuk membantu para dok-ter, dokter gigi, professional, pensiunan atau siapapun yang ingin membuka bisnis ataupun yang sudah punya bisnis untuk semakin besar, dengan mendampingi mereka sebagai seorang Wealth & Business Coach. Spesialisasi Coaching Coach Darmadi adalah di COU-PLEPRENEUR, Sales, Marketing, Operation Business, Start-up Business, Systemize Business & Group Coach-ing.
Mataram dan Bali. Tidak
hanya sampai di situ saja,
merk So Kressh juga di-
franchisekan. Keputusan
tersebut semakin memu-
dahkan pemasaran pro-
duk keberbagai daerah di
Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan-sumber daya alam. Buah-buahan pada saatpanen begitu melimpahjumlah-nya.Hal itulah yang memunculkan ide para pengusaha keripikbuah, mereka rata-rata meman-faatkan buah yang tidak-habis dikonsumsi.Buah yang seringkali diguna-kan sebagai bahan baku keripik antara lain: apel, pisang, nangka, apel, salak, melon, nanas, se-mangka, rambutan, jam-bumerah, mangga, labu, pepaya, durian, lengkeng dan belimbing. Siapa yang tidak kenal
dengan cemilan crispy
chips atau yang lebihd
ikenal dengan sebutan
keripik buah. Cemilan
yang disukai oleh se-
muausia tersebut meru-
pakan salah satu jenis-
makanan yang mudah
dipasarkan dan banyakdi-
minati. Menariknya, ce-
milan keripik buah terse-
but ternyata tidakhanya
disukai oleh konsumen
dari Indonesia saja, tetapi
juga konsumen dari luar
negeri.
So Kressh, salah satupro-
duk keripik denganberba-
gai rasa.Bisnis yang didiri-
kan oleh pengusaha asal
Malang, Kristiawan, telah
sukses di
pasaran.Dengan modal
awal sebesar 5 juta yang
digunakan untukmembeli
bahan bakuserta mem-
buat mesin, produk
tersebut dapatberkem-
bang hingga keberbagai
daerah. Pemasaran yang
dilakukanoleh Kristiawan
mulanya hanya secara
perorangan ataupun ke-
toko-toko kecil di Ma-
lang. Namun, produk So
Kressh sudah berhasil-
merambah pasar di
By: Ria Purnamasari
Bisnis Crispy
Chips di Malang
Produk-produk terse-
but dapat dikatakan-
sukses karena telah
berhasil diekspor kene-
gara tetangga, salah
satunya kenegara Sin-
gapura. Cemilan yang
sehat serta beragam
rasa yang unik mem-
buat keripikbuah men-
jadi salah satu cemilan
yang dapat bersaing
denganproduk local
dari Singapura. Bisnis
yang awalnya hanya
bisnisrumahan, dapa
tberkembang hingga
keluar negeri. Kedua
kisah sukses di atasme-
rupakan contoh bahwa
peluang bisnis se-
benarnya ada di sekitar
kita. Selain itu, konsis-
ten dan pantang men-
yerah saat mengalami
kegagalan juga meru-
pakan salah satu kunci
sukses para pebisnis.
Keuletan para pen-
gusaha keripikbuah
tersebut dapat dijadi-
kan contoh bagipara
pemula ataupu bagi
para pembaca yang
tertarik untukmenjadi
wirausahawan.
Be inspired and
awe-inspiring!
B I S N I S C R I S P Y C H I P S D I M A L A N G
Referensi: http://ukmalangkv.blogspot.com/2011/03/kripik-buah-malang.html http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=10&aid=693
by Kelin F. Gersick, Marion M. Hampton, Ivan Lansberg, John A. Davis
Generation to Generation:
Life Cycles of the Family Business (Hardcover)
Buku ini menjelaskan Bisnis Keluarga sebagai salah satu bentuk Badan Organisasi. Memfokuskan pada perencanaan yang matang Bisnis keluarga mulai dari pemben-tukannya hingga masa transfer ke generasi yang lebih muda dan juga tantangan-tantangan yang harus dihadapi serta jalan keluarnya. Buku ini membahas permaala-han seperti: Apa perbedaan arti dari menjadi seorang pengusaha dan terlibat dalam usaha keluarga dan bagaimana seorang pemimpin perusahaan menyikapinya. Apa arti bisnis bagi orang tua dan anak-anak? Bagaimana keluarga menyikapi peruba-han generasi dan kepemimpinan dalam sebuah Bisnis keluarga? Bagaimana proses transfer knowledge dan kekuasaan? Bagaimana mengatur pensiun? Buku ini dibagi menjadi tiga bagian bagian yang menghadirkan model multidimensi dari sebuah bisnis keluarga. Sumber : http://hbr.org/product/generation-to-generation-life-cycles-of-the-family/
an/555X-HBK-ENG
Source: Harvard Business Press Books
320 pages.
Publication date: Oct 17, 1996. Prod. #: 555X-HBK-ENG
Menyadari betapa minim-
nya literatur tentang peru-
sahaan keluarga di Indone-
sia, penulis tergerak untuk
menyempatkan diri menu-
angkan pengalaman se-
lama lebih dari dua puluh
tahun membantu beragam
perusahaan keluarga ke
dalam sebuah buku. Ken-
dala berupa waktu konsul-
tasi yang terentang dalam
kurun lebih dari dua puluh
tahun tersebut dijem-
batani dengan riset, se-
hingga informasi yang ada
diperbaharui secara men-
yeluruh dalam satu kurun
waktu yang bersamaan.
Hasilnya, banyak temuan
menarik dalam survei yang
baru-baru ini dilakukan
The Jakarta Consulting
Group terhadap 87 perusa-
haan keluarga skala me-
nengah ke atas yang terse-
bar di beberapa kota di
Indonesia. Sengaja survey
ini menyigi responden dari
perusahaan keluarga skala
menengah ke atas karena
posisi mereka yang sering-
kali dijadikan model bagi pe-
rusahaan keluarga lainnya,
baik yang skalanya lebih kecil
maupun usianya lebih muda.
Di antara responden ini, seki-
tar sepertiganya mempunyai
pasar nasional dan seperlima
lainnya bahkan sudah mer-
ambah pasar internasional.
Gambaran umum mengenai
perkembangan perusahaan
keluarga di Indonesia dimulai
dari close-circle family atau
immediate family. Mayoritas
responden, yang diwakili le-
bih dari sepertiganya, men-
yatakan bahwa perusahaan
keluarga tersebut pada mula
pertamanya didirikan oleh
single fighter. Selebihnya
menggandeng mitra yang
masih termasuk dalam close-
circle family atau immediate
family tadi, mulai dari suami/
istri, saudara, sampai teman
dekat. Kedekatan hubungan
ini terutama terkait dengan
aspek kepercayaan (trust)
dan kesamaan visi. Tidak
mengherankan jika di antara
mitra ini, secara signifikan,
pasangan hidup menempati
urutan teratas.
Fenomena yang jamak dalam
perusahaan keluarga adalah
pendiri mempunyai fokus pada
usaha keras agar perusahaan
dapat berkembang dan ber-
tahan. Pada perkembangan
berikutnya, ketika perusahaan
mulai tumbuh menjadi lebih
besar dan kuat, generasi kedua
dan extended family, termasuk
saudara-saudara, keponakan
dan cucu mulai masuk, bahkan
menjadi the dynasty of family.
Diambil dari http://www.jakartaconsulting.com/art-05-07.htm
Oleh : A. B. Susanto *
Menguak Perusahaan Keluarga
di Indonesia
dan keengganan untuk
berubah. Sedangkan nilai-nilai
yang ditekankan dalam bisnis
adalah
out-
ward
looking
atau
melihat
keluar,
ber-
dasarkan tugas, tidak
emosional, penghargaan ber-
dasarkan prestasi, keanggotaan
berdasarkan kinerja, dan men-
gacu pada perubahan. Untuk
menyelaraskan kepentingan
keluarga dan kepentingan bis-
nis dapat dilakukan melalui
matching process, penye-
larasan (alignment) antara
keinginan keluarga dan busi-
ness requirements, dengan
tujuan agar proses-proses yang
ada dalam operasi perusahaan
berjalan lancar. Dalam penye-
larasan ini kunci utamanya ter-
letak pada upaya menggan-
dengkan company values dan
family values.
nya jenjang pendidikan yang
ditempuhnya pun lebih tinggi.
Meskipun demikian, konflik
nilai dalam perusahaan
keluarga bisa terjadi lebih
dari itu, antara keluarga
dan perusahaan, antara
anggota keluarga, dan
antara keluarga dan stake-
holders yang lain. Bi-
asanya konflik terjadi
karena perbedaan nilai
antara bisnis dan keluarga.
Nilai-nilai yang ditekankan
dalam keluarga adalah inward
looking, berdasarkan emosi,
sharing, lifelong membership,
Survei di negara-negara yang
lebih maju menunjukkan se-
bagian besar pendiri perusa-
haan keluarga tidak
menginginkan keturunannya
bekerja di perusahaan terse-
but. Bahkan survei yang dilaku-
kan di Inggris menyebutkan
bahwa hampir sembilan puluh
persen anggota keluarga
pendiri (the founders family
members) tidak mengharapkan
bekerja di perusahaan keluarga
tersebut dan hanya lima per-
sen responden menginginkan
bergabung dan mengharapkan
langsung duduk dalam posisi
manajerial. Sementara itu yang
terjadi di Indonesia trendnya
justru sebaliknya. Mayoritas
pendiri mengatakan ingin agar
anak-anak mereka masuk ke
dalam perusahaan, dan respon
dari anggota keluarga pun se-
tali tiga uang, menginginkan
bekerja di perusahaan terse-
but. Temuan ini beralasan
sekali, karena dengan tingkat
pengangguran yang demikian
tinggi peluang kerja di luar pe-
rusahaan keluarga harus diakui
masih cukup sulit. Selain itu
ikatan keluarga khas bangsa-
bangsa timur memang relatif
lebih kuat di banding di negara-
negara barat.
Karakteristik di atas tidak
jarang justru memunculkan
permasalahan tersendiri. Teru-
tama jika terjadi konflik nilai
antara pendiri yang masih ber-
peran sebagai motor peng-
gerak bisnis utama dan ang-
gota keluarga yang kemudian
terlibat di dalam perusahaan.
Mengingat generasi baru
cenderung mempunyai pan-
dangan berbeda karena umum-
Biasanya konflik terjadi
karena perbedaan nilai
antara bisnis dan
keluarga.
Konflik yang terjadi selanjutnya adalah ke-senjangan antargenerasi dan konflik minat antara keluarga dan bisnis. Untuk menghin-dari konflik ini, anggota keluarga perlu me-netapkan peran, yaitu memutuskan siapa mengerjakan apa, dan jika peran-peran itu berubah, akan berdampak pada bisnis dan keluarga. Belajar dari krisis tahun 1997, pe-rusahaan keluarga sudah mulai bangun kem-bali dengan adanya ekspansi, merger dan akusisi serta role of distribution. Misalnya anak pertama memegang manufacturing, anak kedua memegang logistik, anak ketiga memegang distribusi, anak keempat me-megang marketing, dan seterusnya, sehingga akhirnya perusahaan menjadi besar dengan value chain yang menjadi satu.
Peran erat kaitannya dengan kompensasi yang harus mengokomodasi prinsip keadilan (fairness), baik menyangkut kompensasi bagi keluarga dan bukan keluarga maupun besar kecilnya nilai kompensasi itu sendiri. Prinsip keadilan juga harus diterapkan dalam distri-busi pendapatan di antara anggota-anggota keluarga. Untuk yang terakhir ini, intinya adalah bagaimana membagi persentase ke-untungan yang harus dikembalikan kepada perusahaan (untuk pengembangan perusa-haan) dan bagaimana membagi pendapatan kepada keluarga. Kunci dari semua ini adalah komunikasi dan mengungkapkan isu secara terbuka dengan seluruh keluarga utamanya dan juga orang kunci di luar anggota ke-luarga. Kunci berikutnya adalah struktur manajemen, terutama terkait dengan penempatan anggota keluarga dalam struk-tur organisasi beserta kompetensi yang diperlukannya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah kesepakatan atas tipe kepemimpinan manakah yang akan diterap-kan berdasarkan kondisi yang ada, apakah kepemimpinan ganda (multiple leadership) atau one man show leadership.
Berbicara tentang kepemimpinan dalam konteks perusahaan keluarga tentu tak luput dari suksesi. Suksesi merupakan isu yang paling krusial, terutama kalau kendali peru-sahaan sudah mulai bergerak ke arah gen-
erasi kedua, apalagi generasi ketiga. Isu-isu dalam suksesi antara lain adalah rencana suksesi yang tidak jelas dan konflik antara calon-calon pengganti. Kata kunci dalam suksesi adalah ka-pan perusahaan akan diwariskan dan kepada siapa. Secara implisit, komunikasi mutlak diperlu-kan di sini. Penunjukan putra mahkota misalnya, tidak akan efektif jika tidak dikomunikasikan se-jak awal.
Di samping keluarga, eksistensi perusahaan ke-luarga juga ditentukan oleh stakeholders lain seperti customers, para karyawan, dan komuni-tas masyarakat. Euforia reformasi justru makin memberikan nuansa berupa pressure bagaimana perusahaan keluarga bisa dikelola secara fair agar kompetitif tanpa melupakan aspek tang-gung jawab kepada masyarakat. Untuk itu, kary-awan profesional yang qualified di bidangnya direkrut untuk mempromosikan akuntabilitas dalam manajemen, membuat keputusan ber-dasarkan penilaian bisnis murni, dan memper-luas jaringan. Dengan makin banyaknya porsi profesional dalam perusahaan keluarga, pihak keluarga dapat memusatkan energi pada penga-wasan yang menjamin keberlangsungan usaha. Hal ini mengingat betapa banyak perusahaan keluarga jatuh baru di tahap survival.
Setelah adanya perubahan ke arah yang lebih profesional, tentu perusahaan keluarga masih harus memastikan bahwa minat keluarga (family interests) terakomodasi. Transformasi itu sendiri juga tidak boleh berhenti di satu titik sukses, ma-sih banyak hal yang harus diperhatikan karena banyaknya kebiasaan yang tak pernah mati (old habits never die). Jika kebiasaan sudah diubah tetapi kembali lagi, ada tendensi kebiasaan itu akan kembali lagi ke sistem, prosedur, dan kebi-asaan yang lama. Memang yang paling sulit dalam melakukan perubahan adalah memastikan tidak kembali ke masa yang dulu lagi (refreezing period). <EKSEKUTIF>
* Managing Partner The Jakarta Consulting Group, Penulis buku World class Family Business: Perusahaan keluarga Berkelas Dunia.
http://www.jakartaconsulting.com/art-05-
07.htm
The Godfather (1972) arahan Francis Ford Coppola diadap-tasi dari novel laris berjudul sama karya Mario Puzo. Film ini dianggap banyak pengamat sebagai film gangster terbaik dan juga salah satu film terbaik sepanjang masa. Film ini suk-ses meraih tiga Oscar dari sepuluh yang dinominasikan yakni, film terbaik, aktor utama, dan naskah adaptasi terbaik. Pada masa rilisnya The Godfather juga menjadi film terlaris sepanjang tahun den-gan pemasukan kotor, 134 juta US$. Sukses film ini juga memicu produksi sekuel-nya, The Godfather Part II (1974) yang kurang lebih sama suksesnya. Film yang berdurasi sangat panjang ini memberi kesan cerita yang amat kompleks na-mun inti kisahnya sebenarnya sederhana. Alkisah, Vito Cor-leone (Malon Brando) sang kepala keluarga Corleone me-rupakan seorang Godfather yang memiliki pengaruh kuat di wilayah timur Amerika Serikat. Masalah bermula ketika bisnis narkotik mulai marak di Amerika dan Vito menolak un-tuk ikut ambil bagian dalam bisnis tersebut. Penolakan tersebut berbuah kekecewaan dari rival-rival keluarga Cor-
leone. Sang Godfather ditembak secara brutal walaupun ia akhirnya selamat. Salah satu pu-tra Vito, Michael (Al Pacino) yang selama ini berusaha menjauh dari bisnis keluarganya akhirnya men-yadari jika ia harus membantu keluarganya keluar dari masalah.
The Godfather, Cermin Kejahatan Abadi
Movie Review
Seperti tipikal film gangster, The Godfather mengisahkan rivalitas antar kelompok gangster dalam berbagi kekuasaan (baca: uang) dengan cara kekerasan. Cerita mengambil sudut pandang dari karakter para gangster dan nyaris tidak pernah bersinggun-gan dengan pihak hukum. Film juga berisi beberapa adegan aksi brutal khas gangster yakni pem-bantaian berdarah dengan sena-pan mesin serta yang paling membuat syok tentunya poton-gan kepala kuda di ranjang sang produser. Cerita filmnya berdu-rasi nyaris tiga jam dan bisa jadi membosankan bagi penonton sekarang. Rentang waktu cerita yang panjang membuat kisahnya cukup untuk diproduksi hingga tiga film. Cerita berjalan dengan tempo lambat dan dapat dibagi menjadi tiga segmen besar den-gan rincian cerita yang begitu detil. Pertama: sepak terjang Vito, kedua: Michael selama di pengasingan, dan tiga: sepak ter-jang Michael sebagai pengganti Vito. Sekuen awal begitu penting. Coppola mengemas se-kuen pernikahan dengan begitu brilian hingga dalam satu momen ini saja kita mampu melihat be-tapa kuat dan besar pengaruh keluarga Corleone. Amat sulit rasanya memberi ko-mentar singkat terhadap penca-paian estetik yang dicapai film luar biasa ini. Pemain, setting, aspek sinematografi, aspek edit-ing, hingga musik seluruhnya nyaris tanpa cela. Para aktornya,
terutama Brando dengan gayanya yang khas bermain san-gat impresif sebagai sosok God-father yang keras namun penuh kasih pada keluarganya. Kom-posisi visual yang demikian kuat begitu dominan dalam film ini. Adegan pembantaian sadis Sonny di jalan tol tampak begitu “indah” dinikmati ketimbang aksi brutalnya sendiri. Satu mo-men yang paling menggetarkan adalah adegan klimaks ketika pembaptisan sang bayi di gereja yang dipotong dengan aksi pem-bantaian seluruh musuh keluarga Corleone. Aksi pembantaian dimulai sesaat setelah sang pen-deta selesai berucap, “…do you renounce satan?”. Dan terakhir sulit rasanya membayangkan film ini tanpa ilustrasi musik yang begitu menyentuh dari kom-poser Nino Rota. The Godfa-ther tidak hanya bicara masalah kehormatan, loyalitas, keadilan, korupsi, kekerasaan, dan kekua-saan di Amerika selepas perang dunia kedua, namun juga masih menjadi refleksi nyata hingga kini dimana manusia menghalalkan segala cara untuk mencari uang dan kekuasaan. The Godfa-ther merupakan cermin keja-hatan yang tidak akan pernah sirna sampai kapan pun …
because it’s in our blood.
(hp) Sumber : http://montase.blogspot.com/2008/09/godfather-cermin-kejahatan-abadi.html
THE GODFATHER,
CERMIN KEJAHATAN ABADI