15
GAWAT JANIN Gawat janin menunjukkan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin yang secara serius, yang mengancam kesehatan janin. 1 Istilah gawat janin (fetal distress) terlalu luas dan kurang tepat menggambarkan situasi klinis. Ketidakpastian dalam diagnosis gawat janin yang didasarkan pada interpretasi pola frekuensi denyut jantung janin menyebabkan munculnya istilah-istilah deskriptif misalnya “reassuring” (meyakinkan) atau “nonreassuring” (meragukan, tidak meyakinkan). 2 Gawat janin juga umum digunakan untuk menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin jika tidak diatasi secepatnya atau janin secepatnya dilahirkan. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang oksigen, sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia ialah keadaan lanjut dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi respirasi atau akumulasi asam. Kegawatan yang kronik dapat timbul setelah suatu periode waktu yang panjang selama periode antenatal bila status fisiologis dari unit ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu. Hal ini dapat dipantau melalui evaluasi dari pertumbuhan janin intar uteri, keadaan biofisikal janin, cordosintesis, dan velosimetri Doppler. (springer) Gawat janin akut

Gawat Janin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

Page 1: Gawat Janin

GAWAT JANIN

Gawat janin menunjukkan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin

yang secara serius, yang  mengancam kesehatan janin.1 Istilah gawat janin (fetal

distress) terlalu luas dan kurang tepat menggambarkan situasi klinis.

Ketidakpastian dalam diagnosis gawat janin yang didasarkan pada interpretasi

pola frekuensi denyut jantung janin menyebabkan munculnya istilah-istilah

deskriptif misalnya “reassuring” (meyakinkan) atau “nonreassuring” (meragukan,

tidak meyakinkan).2 Gawat janin  juga umum digunakan untuk menjelaskan

kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk

yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin jika tidak diatasi secepatnya

atau janin secepatnya dilahirkan. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang

oksigen, sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia

ialah keadaan lanjut dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi

respirasi atau akumulasi asam.

Kegawatan yang kronik dapat timbul setelah suatu periode waktu yang

panjang selama periode antenatal bila status fisiologis dari unit ibu-janin-plasenta

yang ideal dan normal terganggu. Hal ini dapat dipantau melalui evaluasi dari

pertumbuhan janin intar uteri, keadaan biofisikal janin, cordosintesis, dan

velosimetri Doppler. (springer)  Gawat janin akut  disebabkan oleh suatu kejadian

yang tiba-tiba yang mempengaruhi oksigenasi janin 1. Gawat janin selama

persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen

yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan

menunjukkan deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia

menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat

dengan pH janin yang menurun.

Sebagian besar diagnosis gawat janin didasarkan pada pola frekuensi

denyut jantung. Penilaian janin ini adalah penilaian klinis yang sarna sekali

subyektif dan pastilah memiliki kelemahan dan harus diakui demikian. Salah satu

penjelasannya adalah bahwa pola-pola ini lebih merupakan cerminan fisiologi

daripada patologi janin. Pengendalian frekuensi denyut jantung secara fisiologis

Page 2: Gawat Janin

terdiri atas beragam mekanisme yang saling berkaitan dan bergantung pada aliran

darah serta oksigenasi. Selain itu, aktivitas mekanisme-mekanisme pengendali ini

dipengaruhi keadaan oksigenasi janin sebelumnya, seperti tampak pada

insufisiensi plasenta kronik, sebagai contoh. Yang juga penting, jika janin

menekan  tali pusat, tempat aliran darah terus menerus mengalami gangguan.

Selain itu, persalinan normal adalah proses yang menyebabkan janin mengalami

asidemia yang semakin meningkat (Rogers dkk., 1998). Dengan demikian,

persalinan normal adalah suatu proses saat janin mengalami serangan hipoksia

berulang yang menyebabkan asidemia yang tidak terelakkan. Dengan kata lain,

dan dengan beranggapan bahwa “asfiksia” dapat didefinisikan sebagai hipoksia

yang menyebabkan asidemia, persalinan normal adalah suatu proses yang

menyebabkan janin mengalami asfiksia.2

Ada beberapa kemungkinan penyebab gawat janin, namun biasanya gawat janin

terjadi karena beberapa mekanisme yang berkesinambungan. Penurunan aliran

darah plasenta akibat kontraksi dapat menyebabkan kompresi terhadap tali pusat.

Sehingga pada wanita yang mengalami persalinan lama hal ini dapat

menyebabkan kegawatan pada bayi melalui mekanisme di atas.  Kegawatan akut

dapat terjadi akibat abrupsio plasenta, prolaps tali pusat (terutama dengan

presentasi bokong), keadaan hipertonik uterine dan penggunaan oksitosin.

Hipotensi dapat terjadi akibat anestesi epidural atau posisi supine, dimana hal ini

dapat mengurangi aliran darah vena cava kembali ke jantung. Penurunan aliran

darah pada hipotensi dapat menyebabkan kegawatan pada janin.5,6

Page 3: Gawat Janin

Hendaknya kita dapat menganalisa kondisi janin dan ibu,untuk kemudian

membuat pemeriksan khusus dalam membuktikan kebenaran analisa tersebut.

Kondisi klinik yang berkaitan dengan hipoksia ialah :

1. Kelainan pasokan plasenta : solutio plasenta, plasenta previa, postterm,

prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat, pertumbuhan janin terhambat,

isufisiensi plasenta

2. Kelainan arus darah plasenta : hipotensi ibu, hipertensi, kontraksi

hipertonik,

3. Saturasi oksigen ibu berkurang: hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung.

Bila pasokan oksigen dan nutrisi berkurang , maka janin akan mengalami

retardasi organ bahkan risiko asidosis dan kematian. Bermula dari upaya

redistribusi aliran darah yang akan ditujukan pada organ penting seperti otak dan

jantung dengan mengorbankan visera (hepar dan ginjal). Hal ini tampak dari

volume cairan amnion yang berkurang (oligohidramnion). Bradikardia yang

terjadi merupakan mekanisme dari jantung dalam bereaksi dari baroreseptor

akibat tekanan (misalnya hipertensi pada kompresi tali pusat) atau reaksi

kemoreseptor akibat asidemia.

Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan keadaan Gawat Janin:

Denyut jantung janin (DJJ)

Dellinger dkk. (2000) secara retrospektif menganalisis pola frekuensi

denyut jantung janin intrapartum pada 898 kehamilan dengan menggunakan suatu

sistem klasifikasi yang mereka rancang sendiri. Pola frekuensi denyut jantung

janin selarna persalinan sebelum pelahiran diklasifikasikan sebagai “normal”,

“stres”, atau “gawat”. “Gawat” janin didiagnosis pada 8 (1 persen) rekaman dan

70 persen diklasifikasikan sebagai “normal”. Hampir sepertiga adalah pola

intermediet. Yang digolongkan ke dalam “gawat” janin antara lain tidak adanya

variabilitas plus deselerasi larnbat atau deserasi variabel sedang sampai parah atau

Page 4: Gawat Janin

denyut basal kurang dari 110 dpm selama 5 menit atau lebih. Hasil akhir seperti

seksio sesarea, asidemia janin, dan rawat inap di ruang perawatan intensif secara

bermakna berkaitan dengan pola frekuensi denyut jantung janin. Para penulis ini

menyimpulkan bahwa sistem klasifikasi mereka secara akurat dapat memprediksi

hasil akhir normal bagi janin serta membedakan gawat janin yang sesungguhnya. 2

Singkatnya, setelah lebih dari 30 tahun pengalaman dengan interpretasi pola

frekuensi denyut jantung janin, akhirnya ditemukan bukti bahwa beberapa

kombinasi pola frekuensi denyut jantung janin dapat digunakan untuk

mengidentifikasi janin normal dan abnormal parah. Pola gawat janin yang sejati

tampaknya berupa tidak adanya variabilitas denyut-demi-denyut disertai

deselerasi berat atau perubahan frekuensi basal persisten atau keduanya. Salah

satu penjelasan mengapa manfaat pemantauan frekuensi denyut jantung sulit

dibuktikan secara ilmiah adalah gawat janin semacam itu jarang terjadi sehingga

sulit dilakukan uji klinis yang sahih (Hornbuckle dkk., 2000). 2

Pemantauan  dan pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinyu dalam

hubungan dengan kontraksi uterus memberikan sutu penilaian kesehatan janin

yang sangat membantu selama persalinan. Akselerasi periodik pada gerakan janin

merupakan keterangan dari reaktifitas janin yang normal.2

Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin:

1.Bradikardi.

Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit.

2.Takikardi.

Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan

dengan demam pada ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine. Prematuritas

atropine juga dihubungkan dengan denyut jantung janin yang meningkat.

3.Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun.

Page 5: Gawat Janin

Yang berarti depresi system saraf otonom janin oleh medikasi ibu (atropine ,

skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik).

4.Pola deselerasi.

Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh insufisiensi

uteriplasenter. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi

uterus adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukkan kompresi sementara

waktu saja dari pembuluh darah umbilicus. Peringatan tentang peningkatan

hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas,

bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.4,7

Air ketuban hijau dan kental (mekonium)

Mekonium akan keluar dari usus pada keadaan stres hipoksia, telah terbukti

bahwa pasase mekonium disebabkan karena rangsangan saraf dari saluran

pencernaan yang sudah matur. Pada saat janin aterm, saluran pencernaan menjadi

matur, terjadi stimulasi vagal dari kepala atau kompresi tali pusat yang akan

menyebabkan timbulnya peristaltik dan relaksasi dari spinkter ani yang

menyebabkan keluarnya mekonium. Walaupun etiologinya belum dipahami

dengan baik, namun efek dari mekonium telah diketahui.8,9

Pasase mekonium pada janin yang matur difasilitasi oleh myelinisasi serabut

saraf, peningkatan tonus parasimpatis dan bertambahnya konsentrasi motilin

(suatu peptida yang yang merangsang kontraksi usus). Ditemukan adanya

hubungan antara kejadian gawat jain dengan peningkatan kadar motilin. 8,9

Mekonium secara langsung merubah air ketuban, menekan efek antibakteri dan

selanjutnya meningkatkan risiko infeksi perinatal, juga dapat mengiritasi kulit

janin sehingga meningkatkan kejadian erythema toksikum. Namun komplikasi

yang paling berbahaya dari keluarnya mekonium in utero adalah aspirasi air

ketuban yang mengandung mekonium sebelum, selama dan sesudah persalinan.8

Page 6: Gawat Janin

Mekonium menyebabkan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Mekonium yang

teraspirasi ke jalan nafas akan menimbulkan fenomena katup bola dimana udara

yang melewati mekonium pada saat inspirasi akan terperangkap di bagian distal

pada saat ekspirasi, menyebabkan peningkatan resistensi ekspirasi paru, kapasitas

residu fungsional dan diameter anteroposterior rongga dada.9

Udara yang terjebak di bagian distal saluran pernafasan menyebabkan 

hiperekspansi alveoli dan atelektasis dan menimbulkan terjadinya ventilasi yang

tidak seimbang dan shunt intrapulmoner. Kebocoran udara terjadi pada sekitar 50

% bayi dengan aspirasi mekonium, dan umumnya terjadi pada saat dilakukan

tindakan resursitasi. Hipertensi pulmonar merupakan komplikasi yang sering

ditemukan.8,9

Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan

kematian pada bayi baru lahir. Pendidikan obstetri sepanjang abad ini

mengajarkan konsep bahwa keluamya mekonium kemungkinan merupakan

peringatan adanya asfiksia janin. J.Whitridge Williams mengamati pada tahun

1903 bahwa “tanda khas ancaman asfiksia adalah keluamya mekonium”. Ia

menyatakan bahwa keluamya mekonium disebabkan oleh “relaksasi otot sfingter

ani yang dipicu oleh kurangnya aerasi darah janin”. Namun, para ahli kebidanan

juga telah lama menyadari bahwa deteksi mekonium selama persalinan

menimbulkan masalah dalam memprediksi asfiksia atau gawat janin. Memang,

walaupun 12 sampai 22 persen persalinan pada manusia dipersulit oleh

mekonium, hanya sedikit yang mengakibatkan kematian bayi. Dalam sebuah

penelitian baru-baru ini di Parkland Hospital, mekonium terbukti sebagai bahaya

obstetris “risiko-rendah” karena angka kematian perinatal yang disebabkan oleh

mekonium adalah 1 kematian per 1000 kelahiran hidup (Nathan dkk.,1994). Tiga

teori diajukan untuk menjelaskan keluamya mekonium dari janin dan mungkin,

sebagian menjelaskan korelasi yang lemah antara deteksi mekonium dan

mortalitas bayi. Penjelasan patologis menyatakan bahwa janin mengeluarkan

mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dengan demikian mekonium

merupakan tanda gangguan janin (Walker, 1953). Penjelasan lain, keluamya

Page 7: Gawat Janin

mekonium in utero mungkin merupakan pematangan normal saluran cerna di

bawah kontrol saraf (Mathews dan Warshaw, 1979). Ketiga, keluamya mekonium

juga terjadi setelah stimulasi vagus akibat terjepitnya tali pusat yang sering terjadi

tetapi berlangsung singkat dan menyebabkan peningkatan peristalsis (Hon et al.,

1961). Dengan demikian, pengeluaran mekonium oleh janin juga mungkin

mencerminkan proses fisiologis. 2

Ramin dan rekan (1996) mempelajari hampir 8000 persalinan yang air ketubannya

tercemar mekonium di Parkland Hospital. Sindrom aspirasi mekonium secara

bermakna berhubungan dengan asidemia janin saat lahir. Hal-hal lain yang secara

bermakna berkaitan dengan aspirasi antara lain seksio sesarea, pemakaian forseps

untuk mempercepat kelahiran, kelainan frekuensi denyut jantung intrapartum,

penurunan skor Apgar, dan perlunya bantuan ventilasi saat lahir. Analisis jenis

asidemia janin berdasarkan gas darah tali pusat menunjukkan bahwa gangguan

janin yang menyertai sindrom aspirasi mekonium merupakan suatu kejadian yang

akut karena sebagian besar janin asidemik lebih memperlihatkan peningkatan

abnormal PC02 daripada asidemia metabolik murni. 2

Yang menarik, hiperkarbia pada janin domba terbukti memicu janin tersengal-

sengal (gasping) dan menyebabkan peningkatan inhalasi cairan amnion (Dawes

dkk., 1972). Jovanovic dan Nguyen (1989) mengamati bahwa mekonium yang

terhirup ke dalam paru menyebabkan sindrom aspirasi hanya pada janin hewan

yang mengalami asfiksia. Ramin dan rekan (1996) berhipotesis bahwa

patofisiologi sindrom aspirasi mekonium melibatkan, tetapi tidak terbatas pada:

hiperkarbia janin-yang merangsang respirasi janin sehingga terjadi aspirasi

mekonium ke dalam alveolus, dan kerusakan parenkim paru akibat asidemia yang

memicu kerusakan sel alveolus. Dalam skenario patofisiologi ini, mekonium

dalam cairan amnion lebih merupakan suatu bahaya potensial yang terdapat di

lingkungan janin daripada menjadi penanda sudah terjadinya suatu gangguan.

Rangkaian proses patofisiologi yang dihipotesiskan ini tidak bersifat menyeluruh,

karena tidak memperhitungkan sekitar separuh kasus sindrom aspirasi mekonium

dengan janin yang tidak mengalami asidemia saat lahir. Disimpulkan bahwa

Page 8: Gawat Janin

tingginya insiden ditemukannya mekonium dalam cairan amnion selama

persalinan sering mencerminkan pengeluaran isi saluran cerna janin yang

merupakan proses fisiologis normal. Namun, mekonium ini dapat menjadi suatu

bahaya potensial lingkungan apabila disertai asidemia janin. Yang penting,

asidemia janin tersebut terjadi secara akut sehingga aspirasi mekonium tidak dapat

diperkirakan dan besar kemungkinannya tidak dapat dicegah. 2

Pemeriksaan pH darah janin

Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam basa

janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive terhadap

perubahan-perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat

diduga bahkan bila janin itu dalam keadaan sehat dan hanya memberi reaksi

terhadap stress dari kontraksi uterus selama persalinan. Oleh karena itu,

pengukuran pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut jantung

janin memberikan informasi kesehatan janin yang dapat dipercaya dibandingkan

jika hanya melakukan pemantauan denyut jantung janin saja. 4,10

Pengambilan contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin

abnormal atau kacau. Jika pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25, hal ini

menandakan pH normal. Sedangkan  pH kulit kepala yang kurang dari 7,20

menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Jika hal ini terdeteksi maka persiapan

kelahiran segera dilakukan. Sksiosesaria dianjurkan, kecuali jika kelahiran

pervaginam sudah dekat. 1,7

Jika terjadi pH patologis, hal ini membuat rangsangan pada kemoreseptor, yang

mengakibatkan :

-         Takikardi.

-         Irama detak jantung irreguler ; rangsangan saraf simpatikus dan saraf vagus

yang bersamaan.

Page 9: Gawat Janin

-         Detak jantung menurun dan irama tidak teratur.

-         Rangsangan saraf vagus mempengaruhi sfingter ani terbuka sehingga

mekonium keluar.

-        Metabolisme anaerobik membuat cadangan glukosa menurun dan kontraksi

melemah sehingga terjadi kegagalan total dan janin mati.

 

 

Daftar Pustaka

1. Benzion T. 1994. Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi.

Jakarta, EGC.

2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins

Gea. Intrapartum Assessment.. 2002. Williams obstetrics. Ed.22.

Stamford: Appleton and Lange.

3. Hariadi R. Gawat Janin. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ed.1.

Surabaya : Himpunan Kedokteran Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi

Indonesia.

4. Sutrisno, kurnia E. Fetal Distress (Gawat Janin) . Available at:

URL:http://kbi.gemari.or.id/indexberita.php?catId=1. Accessed June

27,2009

5. The Cleveland Clinic Foundation. Fetal Distress. Available at : URL:

http://my.clevelandclinic.org/healthy_living/Pregnancy/hic_Fetal_Distress

.aspx#content. Accessed June 27,2009

6. Reece EA, Hobbins J. Normal and Abnormal placentation. 2007.

Clinical Obstetrics : The Fetus and Mother. Ed.3. Massachusetts:

Blackwell

7. DeCherney AH, Nathan L. Methods of Assessment for Pregnancy at

Risk. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment.

Page 10: Gawat Janin

Ed.9. California : The McGraw-Hill Companies, Inc.

8. Clark D, Clark M. Meconium aspiration syndrome. Available at: URL:

http://www.e.medicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@do/em/ga?

book=ped&authroid=543&topicid=768. Accessed June 27, 2009.

9. Klingner M, Kruse J. Meconium aspiration syndrome : pathophysiology

and prevention. J Am Board Fam Pract 1999.

10. Datta S. Fetal Distress. 2004. Anesthetic and obstetric management of

high-risk pregnancy.

http://www.dokterirga.com/gawat-janin-2/