Upload
barcim
View
5
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
eksoo
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi gigi
2.1.1 Definisi Ekstraksi Gigi
Ekstraksi gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi yang melibatkan
satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps),
dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Ekstraksi
gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan-jaringan dari rongga
mulut serta keseluruhan, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi. Pada tindakan
ekstraksi gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip asepsis dan prinsip-prinsip
pembedahan (surgery). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan keras gigi
dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan adanya jalur
terbuka untuk terjadinya infeksi yang menyebabkan komplikasi dalam
penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptik merupakan
aturan dalam bedah mulut. Maka, definisi ekstraksi gigi yang ideal adalah
ekstraksi tanpa rasa sakit dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung
gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak
terdapat masalah prostetik di masa mendatang (Uttu, 2010: h.2; Fragiskos, 2007:
p.74).
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
6
2.1.2 Indikasi Ekstraksi Gigi
Gigi perlu diekstraksi untuk berbagai alasan seperti pada nyeri gigi itu
sendiri, nyeri pada gigi yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya, karies
sehingga dapat merugikan gigi tersebut maupun gigi tetangga bila terus
dipertahankan, atau letak gigi yang salah. Berikut adalah indikasi dari pencabutan
gigi (Robinson, 2005: p.2).
a) Karies yang parah.
Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk
ekstraksi gigi adalah karies yang parah dan melebar. Sejauh ini gigi yang
karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk
dilakukan tindakan ekstraksi. (Peterson, 2003: p.145).
b) Nekrosis pulpa.
Sebagai dasar pemikiran, ini berkaitan erat dengan ekstraksi gigi
adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpitis irreversibel yang tidak
diindikasikan untuk perawatan endodontik. Mungkin dikarenakan jumlah
pasien yang menurun atau perawatan endodontik saluran akar yang
berliku-liku, klasifikasi dan tidak dapat diobati dengan teknik endodontik
standar. Dengan kondisi ini, perawatan endodontik yang telah dilakukan
ternyata gagal untuk menghilangkan nyeri sehingga diindikasikan untuk
dilakukan ekstraksi (Peterson, 2003: p.145).
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
7
c) Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering
membutuhkan ekstraksi gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan
gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas
dan bawah, tapi premolar kedua dan gigi insisivus juga kadang-kadang
memerlukan ekstraksi dengan alasan yang sama (Rahardjo, 2008: h.57;
Peterson, 2003: p.145).
d) Gigi yang mengalami malposisi.
Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk
ekstraksi dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan
lunak dan tidak dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut
harus diekstraksi. Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang
keluar kearah bukal yang parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma
jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi (Rahardjo, 2008: h.87-
89; Peterson, 2003: p.151).
e) Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan
ekstraksi gigi yang bersifat surgical. Jika terdapat sebagian gigi yang
impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang
tidak memadai, maka harus dilakukan odontektomi. Jika saat odontektomi
terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis, impaksi
tulang penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada pasien
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
8
dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan (Fragiskos,
2007: p.199; Peterson, 2003: p. 145).
f) Gigi pada garis fraktur rahang
Pasien yang mengalami fraktur mandibula atau tulang alveolar
terkadang perlu merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar
kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi
jika gigi terluka maka ekstraksi mungkin diperlukan untuk mencegah
infeksi (Peterson, 2003: p.146).
g) Estetik
Terkadang pasien memerlukan ekstraksi gigi untuk alasan estetik.
Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau
fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol.
Meskipun ada teknik lain seperti bonding yang dapat meringankan
masalah pewarnaan dan prosedur ortodonsi atau osteotomy dapat
digunakan untuk memperbaiki tonjolan yang parah, namun pasien lebih
memilih untuk rekonstruksi ekstraksi dan prostetik (Peterson, 2003:
p.166).
2.2 Proses Penyembuhan Luka
Sebelum membahas khusus tentang proses penyembuhan dalam soket
bekas ekstraksi gigi, akan dijelaskan mengenai proses penyembuhan luka pada
umumnya. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena
Tahapan penyembuhan luka dibagi menjadi empat tahapan utama, yaitu
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
9
hemostasis, inflamasi, proliferasi sel dan deposisi matriks, remodelling matriks
(Astika, 2012: h.1-13).
2.2.1 Hemostasis
Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari
empat fase yaitu fase vaskuler, fase trombosit (timbul aktivitas trombosit), fase
plasma (terjadinya interaksi beberapa faktor koagulan spesifik yang beredar dalam
darah), dan fase fibrinolisis yaitu proses lisis bekuan darah (Astika,2012: h.1-13).
2.2.1.1 Proses Koagulasi
Proses koagulasi merupakan perjalanan terbentuknya suatu bekuan darah
akibat terjadinya perlukaan pada pembuluh darah yang mana terdiri dari eritrosit
dan leukosit dalam jumlah yang sama seperti peredaran darah. Proses koagulasi
dapat diterangkan dalam dua bentuk model, yaitu (1) Model kaskade
konvensional koagulasi, dan (2) Model regulasi generasi thrombin. Model
koagulasi yang sering digunakan adalah model kaskade konvensional atau yang
juga disebut Waterfall cascade. Model kaskade konvensional koagulasi dibagi
menjadi dua jalur utama, yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik (Astika, 2012: h.1-
13).
- Jalur Intrinsik
Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, High-Molecular Weight Kininogen
(HMWK), faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel
endothelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini
menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
10
mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses
pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X, dan II (protrombin) secara
berurutan. Aktivasi faktor X memerlukan bantuan dari kompleks tenase yang
terdiri dari ion kalsium, faktor VIIIa, IXa, dan X yang terdapat pada permukaan
sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor
terhadap faktor IXa dan X. Aktivasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh
terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin justru akan
memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif (Zhuo, 2002: p.188; Astika, 2012:
h.1-13).
Gambar 2.2.1 Model kaskade konvensional koagulasi.
Perdarahan yang terjadi akibat defisiensi kompleks prothrombin (Bleeding caused by acquired prothrombin complex deficiency). Continuing Education XXXV.
- Jalur Ekstrinsik
Jalur ini dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue
factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel,
adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
11
berikatan dengan faktor VIIa sehingga mempercepat aktivasi faktor X menjadi
faktor Xa, sama seperti pada jalur intrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui
kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF juga mampu mengaktifkan
faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur esktrinsik dan intrinsic
(Robinson, 2005: p.2; Astika, 2012: h.1-13).
Selanjutnya, faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi
trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer
dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit,
ion kalsium, faktor V, dan faktor Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam
pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V teraktivasi
menjadi faktor Va akibat dipicu oleh terbentuknya trombin. Selain itu, trombin
juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu
pembentukan cross-linked fibrin polimer yang lebih kuat (Robinson, 2005: p.2;
Astika, 2012: h.1-13).
2.2.1.2 Proses Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin, sehingga aliran
darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah
terbentuknya bekuan fibrin. Sistem fibrinolisis terdiri dari tiga komponen utama,
yaitu: (1) plasminogen yang akan diaktivasi menjadi plasmin, (2) aktivator
plasminogen, dan (3) inhibitor plasmin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi
plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen, seperti tissue
plasminogen activator (t-PA), urokinase plasminogen activator (u-PA), faktor
XIIa, dan kalikrein (Astika, 2012: h.1-13).
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
12
Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi
fibrinogen degradation products (FDP). Dengan proses tersebut, fibrin yang tidak
diperlukan dapat dilarutkan, sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat
dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan,
tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa plasminogen activator inhibitor
(PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa-2-antiplasmin
yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi (Astika, 2012:
h.1-13).
2.2.1.3 Peranan Estrogen dalam Hemostasis.
Estrogen merupakan salah satu hormon yang memiliki pengaruh yang
besar di dalam tubuh, salah satunya adalah dalam proses perdarahan. Dari
beberapa studi yang telah dilakukan, estrogen dapat meningkatkan aktivitas
koagulasi dan fibrinolisis, kedua aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang
berperan sangat krusial dalam proses penyembuhan luka (Astika, 2012: h.1-13).
2.2.2 Tahap Inflamasi
Tahap penyembuhan luka pada umumnya diawali oleh adanya proses
inflamasi. Pada tahap inflamasi meliputi proses hemostasis dan komplemen, serta
ditemukannya beberapa aktivitas sel radang seperti granulositosis dan fagositosis.
Inflamasi merupakan suatu reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-
jaringan interstitial pada daerah yang mengalami perlukaan (Astika, 2012: h.1-
13).
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
13
Fungsi dari terjadinya inflamasi adalah untuk memobilisasi semua
pertahanan dari tubuh dan membawanya ke tempat terjadinya perlukaan.
Walaupun tempat terjadinya perlukaan dapat berbeda-beda, namun tujuannya
sama, yaitu: a) membawa sel-sel fagosit yang dapat mengeliminasi bakteri, sel-sel
mati, dan debris; b) membawa antibodi; c) menetralisasi dan melarutkan zat-zat
iritan; d) membatasi penyebaran inflamasi; e) memperbaiki jaringan atau disebut
dengan repair (Astika, 2012: h.1-13).
Pada awal fase inflamasi, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan
keluarnya platelet sebagai proses hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler
yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang
mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi
penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah (Astika, 2012: h.1-13).
Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi
(Peterson, 2003: p.739).
Gambar 2.2.2 Skema waktu penyembuhan luka
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
14
Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel leukosit (terutama netrofil)
ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan
bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel
makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses
penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah sintesa
kolagen, pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast,
memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelialisasi, pembentukan
pembuluh kapiler baru atau angiogenesis (Astika, 2012: h.1-13).
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau
kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai
sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema,
hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau
hari ke-4 (Astika, 2012: h.1-13).
2.2.3 Tahap Proliferasi Sel dan Deposisi Matriks
Pada fase ini jaring-jaring fibrin yang berasal dari koagulan darah melekat
pada luka dan membentuk ikatan silang yang menjadi tempat bagi fibroblas untuk
menghasilkan substansi dasar dan tropokolagen. Substansi dasarnya terdiri dari
beberapa mukopolisakarida yang berfungsi menyemen serat kolagen. Fibroblas
mengubah sel mesenkim pleuripoten memulai menghasilkan tropokolagen di
sekitar area jaringan yang terlibat pada hari ketiga atau keempat dari luka
jaringan. Fibroblas juga menghasilkan fibronektin, sebuah substansi protein yang
dapat membantu menstabilkan fibrin, dan juga membantu sistem imun mengenali
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
15
antigen, serta berperan sebagai faktor kemotaksis bagi fibroblas, juga untuk
membantu makrofag melakukan fagositosis pada fibrin (Peterson, 2004: p.739).
Jaringan fibrin juga digunakan pada kapiler baru, dimana tunas dari
pembuluh yang telah ada di tepi luka dan melalui jaring-jaring fibrin untuk
melalui luka. Saat fibroplasia terjadi, dimana terjadi peningkatan pertumbuhan sel
baru, maka fibrinolisis terjadi, yang disebabkan oleh plasmin yang dibawa kapiler
baru untuk menghilangkan jaring-jaring fibrin yang sudah tidak diperlukan
(Peterson, 2004: p.739).
Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam
luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka.
Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respon
untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya
pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada
fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan
dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth
factors). Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan
mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan
baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
16
dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan
lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh
berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Astika, 2012:
h.1-13).
2.2.4 Matriks Remodelling
Merupakan fase terakhir yang tidak ditentukan sampai kapan selesainya,
dikenal juga sebagai fase maturitas luka. Pada fase ini, kolagen yang sebelumnya
dideposisi dalam jumlah yang sangat banyak dihancurkan, yang akan diganti
dengan serat kolagen baru yang lebih tahan terhadap tekanan tarik, dengan ini
kekuatan luka bertambah sedikit, meskipun tidak dapat lebih besar dari 80-85%
dari asalnya. Karena serat kolagen yang orientasinya lebih baik, maka lebih
sedikit yang diperlukan, dan kelebihan dihilangkan, yang memberikan
kesempatan bagi bekas parut untuk menjadi lebih lunak. Karena metabolisme luka
yang berkurang maka vaskularisasi berkurang, yang menghilangkan eritema pada
sisa luka. Elastin yang ditemukan pada kulit dan ligamen normal tidak ada,
sehingga hilangnya fleksibilitas pada luka akan hilang (Astika 2012: h.1-13;
Peterson, 2004: pp.78-79).
2.2.5 Penyembuhan Luka Pasca-Ekstraksi Gigi
Penyembuhan luka pencabutan gigi pada dasarnya tidak berbeda dengan
penyembuhan luka pada bagian tubuh lainnya (Astika, 2012: h.1-13). Berikut ini
merupakan tahapan penyembuhan pada bekas pencabutan gigi:
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
17
a. Terjadi proses epitelialisasi pada hari ke-4
b. Pergantian bentukan bekuan darah oleh jaringan granulasi pada hari ke-7
c. Pembentukan osteoid pada dasar soket gigi pada hari ke-14
d. Penggantian jaringan granulasi oleh jaringan ikat pada hari ke-20
e. Pengisian 2/3 soket gigi oleh trabekula pada hari ke-38
Menurut Bhaskar (1973), kesembuhan luka cabut gigi termasuk pergantian
jaringan baru dan sehat. Adapun secara berurutan prosesnya berlangsung sebagai
berikut:
a. Segera setelah pencabutan gigi terjadi perdarahan pada soket gigi dan diikuti
oleh terbentuknya bekuan darah. Dalam sehari pinggiran bekuan darah
nampak terjadi oedema dan infiltrasi neutrofil PMN.
b. Pada hari ke-2 sampai ke-4, aktivitas dimulai dari tepi bekuan darah, fibroblas,
dan endotel masuk ke tengah dari tepi soket gigi. Proses ini disebut sebagai
organisasi dari pada bekuan darah. Kemudian perubahan tersebut diikuti oleh
kegiatan sel-sel neutrofil, makrofag, dan osteoklas, untuk memusnahkan sel-
sel yang nekrotik, serpihan tulang, atau fragmen tulang yang tajam.
c. Pada hari ke-7, epitel akan tumbuh menutupi permukaan soket gigi, diikuti
penurunan jumlah sel radang dan disertai peningkatan jumlah jaringan ikat.
d. Pada hari ke 10 sampai ke-15, tepian soket gigi mulai terbentuk osteoid dan
immature bone. Pada saat tersebut dimulai pembentukan osteoid dan jaringan
tulang primer dari dasar soket menuju ke permukaan koronal luka, dan dari
tepian soket menuju ke tengan soket.
e. Pada minggu ke-3 hingga ke-6, organisasi trabekula tulang pada soket gigi
telah terjadi. Yang kemudian diisi dengan jaringan tulang sekunder. Dan
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
18
diikuti pembentukan jaringan tulang primer pada keseluruhan soket gigi
sebagai parameter tercapainya kesembuhan luka bekas pencabutan gigi.
(Astika, 2012: h.1-13; Peterson, 2003: pp. 22-23)
Kriteria tercapainya proses penyembuhan luka pada soket bekas
pencabutan diawali dengan pembentukan bekuan darah pada soket tersebut,
karena kualitas dan kuantitas bentukan bekuan darah mempengaruhi kelanjutan
proses penyembuhan seperti reepitelialisasi, angiogenesis, deposisi matriks, dan
remodelling, yang mendukung proses penyembuhan luka pada soket bekas
pencabutan gigi. Kualitas dan kuantitas bekuan darah yang terbentuk pada soket
bekas pencabutan dipengaruhi baik faktor lokal maupun sistemik (Astika, 2012:
h.1-13; Florman, 2004: p.1 ).
2.3 Faktor Resiko
a. Umur Peranan umur sangat mempengaruhi dalam kualitas dan kuantitas
reaksi Inflamasi dan kesembuhan. Pada usia yang lebih tua, proses
penyembuhan akan terjadi lebih lambat apabila dibandingkan pada usia muda.
Pada usia tua, kemungkinan terjangkit infeksi lebih mudah, akibat penurunan
daya tahan tubuh. Pada usia tua, kecenderungan peningkatan tekanan darah
dan peningkatan tekanan perifer juga dapat bermanifestasi terhadap lambatnya
penyembuhan luka sehingga dapat menyebabkan dry-socket.
b. Kondisi Hormonal
Kontrasepsi oral adalah satu-satunya obat yang berhubungan dengan
dry-socket. Kontrasepsi oral popular pada tahun 1960-an dan penelitian pada
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
19
tahun 1970-an menunjukkan peningkatan dry-socket yang signifikan pada
perempuan. Peningkatan penggunaan kontrasepsi oral berkorelasi positif
dengan insiden dry-socket. Estrogen dianggap berpengaruh signifikan pada
proses fibrinolitik. Estrogen dipercaya secara tidak langsung mengaktifkan
sistem fibrinolitik dengan meningkatkan faktor II, VII, VIII, X dan
plasminogen sehingga meningkatkan lisis pada bekuan darah. Kemungkinan
perkembangan dry-socket dengan peningkatan dosis estrogen pada kontrasepsi
oral. Maka, kondisi hormonal sangat berpengaruh penting terhadap
keseimbangan metabolisme di dalam tubuh, khususnya hormon pertumbuhan.
Salah satu sumber menyarankan untuk menurunkan resiko dry-socket, siklus
hormonal sebaiknya diperhatikan ketika melakukan eksodonsi (Astika, 2012:
h.1-13; Kolokythas, 2010: p.2).
c. Vaskularisasi
Aliran darah lokal yang cukup sangat berpengaruh terhadap kualitas
dan kuantitas reaksi inflamasi dan proses penyembuhan luka. Adanya kelainan
atau penyakit yang melibatkan pembuluh arteri dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah, sedangkan kelainan pada pembuluh darah vena dapat
mengakibatkan kemunduran drainase yang dapat menghambat proses
inflamasi dan penyembuhan jaringan (Kolokythas, 2010: p.2).
d. Benda Asing pada Luka
Benda-benda asing yang masuk dari luar ke sekitar socket dapat
menimbulkan rangsangan terjadinya inflamasi yang berlebihan dan
menghambat proses kesembuhan jaringan. Sebagai contoh yang tergolong
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
20
benda asing pada luka bekas pencabutan gigi adalah merokok, karena dengan
merokok, selain itu komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida,
amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Nikotin adalah
zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, menyebabkan dapat
meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan
penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan
ketergantungan pada pemakainya. Pada aktivitas meningkatkan tekanan darah
sehingga nikotin dapat meningkatkan inflamasi yang mana pembekuan darah
berkurang dan penyempitan pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya pemenuhan darah pada socket pasca ekstraksi gigi sehingga akan
terjadi dry-socket (Aliahyar,2010: h.6; John, 2002: p.167-173).
Gambar 2.3 Bahan-bahan berbahaya pada rokok
e. Mobilisasi Luka
Imobilisasi luka penting sekali peranannya dalam percepatan
terjadinya dry-socket. Jika perlukaan yang terjadi pada socket yang cukup luas
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
21
dan didapatkan pergerakan/mobilisasi yang tinggi, akan menyebabkan
timbulnya perdarahan sekunder serta dislokasi dari tepi jaringan luka,
sehingga menyebabkan dry-socket. (Astika, 2012: h.1-13; John, 2002: p.34)
f. Area Perlukaan
Area perlukaan mempengaruhi jenis perlukaan yang terjadi. Ini
ditunjukkan dry-socket sering terjadi pada ekstraksi molar ketiga. Beberapa
peneliti percaya bahwa peningkatan densitas tulang, penurunan vaskularisasi
dan berkurangnya kapasitas untuk memproduksi jaringan granulasi juga
memungkinkan bagian spesifik. Bagaimanapun ini tidak membuktikan
penunjukan hubungan antara dry-socket dan tidak cukup suplai darah. Area
yang spesifik mungkin disebabkan persentase besar pada ekstraksi bedah
molar pada mandibula dan kemungkinan menimbulkan efek trauma bedah
dibandingkan dengan bagian yang lainnya (Astika, 2012: h.1-13; Kolokythas,
2010: p.2).
g. Infeksi Bakteri
Banyak penelitian yang memaparkan bahwa infeksi bakteri merupakan
resiko utama berkembang terjadinya dry-socket. Frekuensi meningkatnya dry-
socket disebabkan dari Oral Hygiene yang buruk, sebelum infeksi lokal seperti
pericoronitis dan penyakit periodontal yang berbahaya lainnya, alat yang tidak
steril juga memicu terjadinya infeksi lokal. Spesifik bakteri yang memicu
adalah Actinomyces viscosus dan Streptococcus mutans, dimana bakteri
tersebut menunjukkan penyembuhan lambat pada bagian ekstraksi setelah
inokulasi mikroorganisme masuk ke jaringan (Kolokythas, 2010: p.4).
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
22
2.4 Dry-socket
2.4.1 Pengertian Dry-socket
Dry-socket pertama kali diperkenalkan oleh Crawford pada tahun 1896,
yang sering disebut sebagai alveolalgia, necrotic alveolar socket, alveolitis sicca
dolorosa, fibrinolitic alveolitis, alveolar osteitis, local osteomyelitis, post
operative osteitis, localized acute alveolar osteomyelitis, painful socket, slouging
sockets, necrotic sockets, post extraction osteomyelitis syndrome adalah
penundaan kesembuhan tetapi tidak dihubungkan dengan suatu infeksi. Ini
komplikasi setelah operasi, menyebabkan tanda seperti demam, pembengkakan,
erythema, dan lain-lain. Hampir semua dry-socket terjadi setelah kehilangan pada
molar rahang bawah. Pada pemeriksaan soket gigi dihasilkan menjadi soket yang
kosong dengan sebagian atau keseluruhan permukaan tulang pada soket
dipaparkan. Paparan tulang menjadi sensitif dan sumber nyeri. Nyeri yang
berlebihan dari sedang ke berat, biasanya berdenyut, dan seringnya menalar
menuju telinga penderita. Area pada soket berbau tidak enak, dan penderita
seringnya merasa tidak enak pada indera pengecap. Penyebab dari alveolar osteitis
belum jelas, tapi ini muncul dihasilkan dari tingkatan tinggi pada aktivitas
fibrinolitik berlebihan yang menghasilkan dari infeksi subklinis, inflamasi pada
sumsum tulang (James et al. 2008: p.53; Meechan, 2007: p.2). Infeksi yang sudah
ada sebelumnya pada lamina dura soket yang berasal dari infeksi gigi merupakan
salah satu penyebab teradinya dry-socket juga. Diduga trauma yang besar
berperan karena mengurangi vaskularisasi terutama bila terjadi pada tulang yang
mengalami mineralisasi tinggi. Kejadian pada dry-socket setelah ekstraksi gigi
pada gigi molar ketiga lebih sering frekuensinya daripada gigi lainnya (Pederson,
2011: p.122 ; Reza, 2007: h.7).
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
23
Beberapa metode mengurangi insidens pada dry-socket mencakup
penggunaan obat kumur antiseptic, antifibrinolitic agents, antibiotik,
penggumpalan yang berpengaruh agent, dan permukaan intra-alveolar lain dan
pengobatan. Ketika kondisi ini tidak dapat diterapi secara lengkap selama etiologi
pada ekstraksi yang tidak menentukan dengan pasti, pengolahannya tampak
simple dan efektif. Biasanya melibatkan kepastian pada pasien, membersihkan
dan irigasi pada pengaruh socket, dan insersi pada paket pengobatan
(Nusair,2007: p.1; Florman, 2004: p.1)
Beberapa ahli memaparkan insiden dry-socket terbesar pada area molar
mandibula (yang mana regional anastesi digunakan). Ada juga Lehner
memaparkan insiden lebih tinggi pada kasus dry-socket ketika infiltrasi anastesi
digunakan dan infiltrasi anastesi memberikan ischemia temporer pada suplai
darah yang buruk di soket. Bagaimanapun juga, studi yang mengindikasikan
ischemia akhir hanya untuk satu hingga dua jam dan diikuti oleh reaktif
hyperemia yang membuat ischemia tidak penting untuk pembekuan darah. Tidak
dispesifikkan gigi yang diinfiltrasi anastesi dan blok regional (keduanya diikuti
dengan adrenalin). Pada peningkatan dry-socket dengan menggunakan anestesi
dengan vasokonstriktor, belum ada hasil signifikan jumlah local anastesi yang
digunakan (kurang dari dua catridge atau lebih dari dua catridge). Bagaimanapun
juga, hasilnya harus diartikan dengan waspada dan anggapan tidak menyimpulkan
bahwa blok regional anastesi digunakan pada mayoritas local anastesi, jadi hasil
yang didapat ischemia tidak dapat dilokalisir dari socket (James, 2008: p. 53)
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
24
2.4.2 Gejala dan Tanda Klinis Dry-Socket
Penderita biasanya merasakan sakit pada hari ketiga hingga keempat paska
ekstraksi gigi dengan keluhan sakit yang hebat pada daerah bekas pencabutan dan
rasa sakitnya dapat menjalar hingga ke telinga pada sisi yang sama atau bagian
lain dari wajah. Kadang-kadang dijumpai lymphadenitis regional, rasa sakit
dirasakan berdenyut dan kadangkala rasa sakit tidak hilang dengan obat-obatan
analgesic. (Duhsia, 2000: p.1) Selain itu, sisa makanan yang menumpuk di dalam
soket dapat menghasilkan rasa dan bau yang tidak enak pada rongga mulut.
Secara keseluruhan gejalanya timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5
setelah ekstraksi gigi dan apabila tidak ditangani gejalanya akan berlanjut sampai
dengan hari ke 7 atau sampai hari ke 14. Menurut Dhusia tanda klinis yang dapat
dilihat seperti Bare Bone dan margin ginggiva. (Duhsia, 2000; p.1)
a) Bare bone
Pada pemeriksaan Probe Test dengan menggunakan sonde lurus,
tanda yang sangat khas sekali adalah rasa sakit sekali apabila sonde
menyentuh Bare Bone. Dimana awalnya terdapat gambaran bekuan darah
yang berwarna abu abu kehitaman dan ketika bekuan darahnya hilang
akhirnya terdapat jaringan granulasi dari Bone Bare yang berwarna kuning
keabu-abuan. (Duhsia, 2000; p.1)
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
25
b) Margin gingiva.
Biasanya margin ginggiva pada daerah sekitar socket agak bengkak
dan berwarna merah tua. (Duhsia, 2000; p.1)
2.4.3 Terapi dan pencegahan
Perawatan dry-socket diperintahkan oleh tujuan perawatan individu untuk
membantu nyeri penderita selama periode penyembuhan. Jika penderita tidak
menerima terapi, lanjutan yang lainnya yang dapat membuat nyeri tersebut terus
berjalan (terapi tidak cepat menyembuhkan), maka terapi pada dasarnya ditujukan
untuk mengurangi rasa sakit melalui penggunaan analgesik dan pemberian
antiseptik. Terapi permulaan dengan irigasi dan insersi pada permukaan luka.
Pertama, soket gigi diirigasi secara perlahan dengan larutan steril. Soket tidak
harus dikuret hingga bare bone karena meningkatkan jumlah pada spesifik tulang
dan nyeri. Biasanya seluruh gumpalan darah tidak akan lisis. Dan bagian
keseluruhan harus disimpan. Socket perlahan-lahan dihisap pada larutan yang
berlebihan, dan jalur kecil di kain kasa direndam iodoform dengan pengobatan
diinsersi hingga jaringan granulasi melindungi tulang. Karena ini adalah benda
asing yang harus dihilangkan sehingga penderita keluar dari nyeri. Pengobatan
mengandung bahan seperti: eugenol, yang mana dapat menghilangkan nyeri dari
jaringan tulang, anastesi topikal, seperti Benzocaine, dan bahan yang berguna lain,
seperti balsam Peru. Pengobatan kain kasa secara rutin diinsersikan hingga soket,
dan pasien biasanya merasakan bantuan mendalam selama 5 menit. Kain tersebut
diganti setiap harinya selama 3 hingga 6 hari mendatang, tergantung pada kasus
tersebut. Soket perlahan-lahan diirigasi dengan larutan di tiap permukaan berubah.
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
26
Sekali nyeri penderita menurun, kain tidak harus diganti, karena ini melakukan
sebagai benda asing dalam tubuh dan memperpanjang penyembuhan (James,
2008: p.53). Berkumur dengan larutan garam hangat setiap hari hingga 2-3 hari
agar sisa-sisa makanan hilang dan menutup soket tersebut agar terlindung dari
kontaminasi dan rangsangan yang dapat menimbulkan rasa sakit dengan obat-
obatan yang mengandung Bismuth, Iodoform, pasta Paraffin dan pasta Liqnocain
sangat efektif untuk melindungi soket. Antibiotik secara topikal, antibiotic
sistemik, antibiotik sistemik atau topikal, pengaruh antimikroba, dan
intraoperative sudah digunakan. Hasil yang terbaik didapatkan kombinasi irigasi
intraoperative dengan antibiotik hingga ke soket, atau chlorhexidine kumur
sebelum dan sesudah prosedur pembedahan. Tetracyclin pilihan antiotik yang
terbaik, tetapi Penicillin, Lincomycin, Clindamycin, dan Metronidazole juga
menunjukkan hasil yang baik. Antibiotik tidak harus berupa salep, karena
penggunaannya sebagai reaksi asing tubuh seperti myospheulosis (Neville, 2002:
p.34; Nusair, 2007: p.1). Pembelajaran baru ditunjukkan teknik Matthews (1982)
dan Mitchells (1986) menjadi sangat efektif. Mereka menggunakan dextranomer
geranul (debrisan) dan kolagen pasta (formula K) tanpa mengamati suatu reaksi
asing pada tubuh seperti pengamatan pada campuran zinc-oxide atau eugenol.
Dengan terapi, penyakit berangsur keluar, dan pasien diberi instruksi untuk
menjauhkan mastikasi pada dipengaruhi oral hygiene baik ditekankan (Fragiskos,
2007: p.199; Peterson, 2004: p.161). Perawatan lainnya menggunakan Alvogyl,
merupakan bahan yang berisi analgesik yang dapat mengurangi rasa sakit pada
kasus komplikasi pasca cabut gigi terutama dry-socket. Bahan ini juga
mengandung antiseptik yang dapat mempercepat proses penyembuhan jaringan
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI
27
pada dry-socket dan membantu dalam regenerasi jaringan. Beradaptasi baik,
biokompatible dan tidak menyebabkan iritasi pada jaringan. (Syranen, 2011)
ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI