gdlhub-gdl-s1-2013-pinastires-27481-11.bab-ii

  • Upload
    barcim

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

eksoo

Citation preview

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Ekstraksi gigi

    2.1.1 Definisi Ekstraksi Gigi

    Ekstraksi gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi yang melibatkan

    satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus dengan alat-alat ekstraksi (forceps),

    dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Ekstraksi

    gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan-jaringan dari rongga

    mulut serta keseluruhan, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi. Pada tindakan

    ekstraksi gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip asepsis dan prinsip-prinsip

    pembedahan (surgery). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan keras gigi

    dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan adanya jalur

    terbuka untuk terjadinya infeksi yang menyebabkan komplikasi dalam

    penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu tindakan aseptik merupakan

    aturan dalam bedah mulut. Maka, definisi ekstraksi gigi yang ideal adalah

    ekstraksi tanpa rasa sakit dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung

    gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak

    terdapat masalah prostetik di masa mendatang (Uttu, 2010: h.2; Fragiskos, 2007:

    p.74).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 6

    2.1.2 Indikasi Ekstraksi Gigi

    Gigi perlu diekstraksi untuk berbagai alasan seperti pada nyeri gigi itu

    sendiri, nyeri pada gigi yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya, karies

    sehingga dapat merugikan gigi tersebut maupun gigi tetangga bila terus

    dipertahankan, atau letak gigi yang salah. Berikut adalah indikasi dari pencabutan

    gigi (Robinson, 2005: p.2).

    a) Karies yang parah.

    Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk

    ekstraksi gigi adalah karies yang parah dan melebar. Sejauh ini gigi yang

    karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk

    dilakukan tindakan ekstraksi. (Peterson, 2003: p.145).

    b) Nekrosis pulpa.

    Sebagai dasar pemikiran, ini berkaitan erat dengan ekstraksi gigi

    adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpitis irreversibel yang tidak

    diindikasikan untuk perawatan endodontik. Mungkin dikarenakan jumlah

    pasien yang menurun atau perawatan endodontik saluran akar yang

    berliku-liku, klasifikasi dan tidak dapat diobati dengan teknik endodontik

    standar. Dengan kondisi ini, perawatan endodontik yang telah dilakukan

    ternyata gagal untuk menghilangkan nyeri sehingga diindikasikan untuk

    dilakukan ekstraksi (Peterson, 2003: p.145).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 7

    c) Alasan orthodontik

    Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering

    membutuhkan ekstraksi gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan

    gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas

    dan bawah, tapi premolar kedua dan gigi insisivus juga kadang-kadang

    memerlukan ekstraksi dengan alasan yang sama (Rahardjo, 2008: h.57;

    Peterson, 2003: p.145).

    d) Gigi yang mengalami malposisi.

    Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk

    ekstraksi dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan

    lunak dan tidak dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut

    harus diekstraksi. Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang

    keluar kearah bukal yang parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma

    jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini

    dapat dipertimbangkan untuk dilakukan ekstraksi (Rahardjo, 2008: h.87-

    89; Peterson, 2003: p.151).

    e) Gigi impaksi

    Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan

    ekstraksi gigi yang bersifat surgical. Jika terdapat sebagian gigi yang

    impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang

    tidak memadai, maka harus dilakukan odontektomi. Jika saat odontektomi

    terdapat kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis, impaksi

    tulang penuh pada pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada pasien

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 8

    dengan usia lanjut, maka gigi impaksi tersebut dapat dibiarkan (Fragiskos,

    2007: p.199; Peterson, 2003: p. 145).

    f) Gigi pada garis fraktur rahang

    Pasien yang mengalami fraktur mandibula atau tulang alveolar

    terkadang perlu merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar

    kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi

    jika gigi terluka maka ekstraksi mungkin diperlukan untuk mencegah

    infeksi (Peterson, 2003: p.146).

    g) Estetik

    Terkadang pasien memerlukan ekstraksi gigi untuk alasan estetik.

    Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau

    fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol.

    Meskipun ada teknik lain seperti bonding yang dapat meringankan

    masalah pewarnaan dan prosedur ortodonsi atau osteotomy dapat

    digunakan untuk memperbaiki tonjolan yang parah, namun pasien lebih

    memilih untuk rekonstruksi ekstraksi dan prostetik (Peterson, 2003:

    p.166).

    2.2 Proses Penyembuhan Luka

    Sebelum membahas khusus tentang proses penyembuhan dalam soket

    bekas ekstraksi gigi, akan dijelaskan mengenai proses penyembuhan luka pada

    umumnya. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena

    Tahapan penyembuhan luka dibagi menjadi empat tahapan utama, yaitu

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 9

    hemostasis, inflamasi, proliferasi sel dan deposisi matriks, remodelling matriks

    (Astika, 2012: h.1-13).

    2.2.1 Hemostasis

    Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari

    empat fase yaitu fase vaskuler, fase trombosit (timbul aktivitas trombosit), fase

    plasma (terjadinya interaksi beberapa faktor koagulan spesifik yang beredar dalam

    darah), dan fase fibrinolisis yaitu proses lisis bekuan darah (Astika,2012: h.1-13).

    2.2.1.1 Proses Koagulasi

    Proses koagulasi merupakan perjalanan terbentuknya suatu bekuan darah

    akibat terjadinya perlukaan pada pembuluh darah yang mana terdiri dari eritrosit

    dan leukosit dalam jumlah yang sama seperti peredaran darah. Proses koagulasi

    dapat diterangkan dalam dua bentuk model, yaitu (1) Model kaskade

    konvensional koagulasi, dan (2) Model regulasi generasi thrombin. Model

    koagulasi yang sering digunakan adalah model kaskade konvensional atau yang

    juga disebut Waterfall cascade. Model kaskade konvensional koagulasi dibagi

    menjadi dua jalur utama, yaitu jalur intrinsik dan ekstrinsik (Astika, 2012: h.1-

    13).

    - Jalur Intrinsik

    Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, High-Molecular Weight Kininogen

    (HMWK), faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel

    endothelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini

    menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 10

    mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses

    pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X, dan II (protrombin) secara

    berurutan. Aktivasi faktor X memerlukan bantuan dari kompleks tenase yang

    terdiri dari ion kalsium, faktor VIIIa, IXa, dan X yang terdapat pada permukaan

    sel trombosit. Faktor VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor

    terhadap faktor IXa dan X. Aktivasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh

    terbentuknya trombin, akan tetapi makin tinggi kadar trombin justru akan

    memecah faktor VIIIa menjadi bentuk inaktif (Zhuo, 2002: p.188; Astika, 2012:

    h.1-13).

    Gambar 2.2.1 Model kaskade konvensional koagulasi.

    Perdarahan yang terjadi akibat defisiensi kompleks prothrombin (Bleeding caused by acquired prothrombin complex deficiency). Continuing Education XXXV.

    - Jalur Ekstrinsik

    Jalur ini dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue

    factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel,

    adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 11

    berikatan dengan faktor VIIa sehingga mempercepat aktivasi faktor X menjadi

    faktor Xa, sama seperti pada jalur intrinsik. Aktivasi faktor VII terjadi melalui

    kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF juga mampu mengaktifkan

    faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur esktrinsik dan intrinsic

    (Robinson, 2005: p.2; Astika, 2012: h.1-13).

    Selanjutnya, faktor Xa akan mengaktifkan protrombin (faktor II) menjadi

    trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer

    dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit,

    ion kalsium, faktor V, dan faktor Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam

    pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, faktor V teraktivasi

    menjadi faktor Va akibat dipicu oleh terbentuknya trombin. Selain itu, trombin

    juga mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu

    pembentukan cross-linked fibrin polimer yang lebih kuat (Robinson, 2005: p.2;

    Astika, 2012: h.1-13).

    2.2.1.2 Proses Fibrinolisis

    Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin, sehingga aliran

    darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis mulai bekerja sesaat setelah

    terbentuknya bekuan fibrin. Sistem fibrinolisis terdiri dari tiga komponen utama,

    yaitu: (1) plasminogen yang akan diaktivasi menjadi plasmin, (2) aktivator

    plasminogen, dan (3) inhibitor plasmin. Deposisi fibrin akan merangsang aktivasi

    plasminogen menjadi plasmin oleh aktivator plasminogen, seperti tissue

    plasminogen activator (t-PA), urokinase plasminogen activator (u-PA), faktor

    XIIa, dan kalikrein (Astika, 2012: h.1-13).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 12

    Plasmin yang terbentuk akan memecah fibrinogen dan fibrin menjadi

    fibrinogen degradation products (FDP). Dengan proses tersebut, fibrin yang tidak

    diperlukan dapat dilarutkan, sehingga hambatan terhadap aliran darah dapat

    dicegah. Untuk menghindari terjadinya aktivitas fibrinolisis yang berlebihan,

    tubuh mempunyai mekanisme kontrol berupa plasminogen activator inhibitor

    (PAI-1) yang akan menginaktivasi t-PA maupun u-PA, dan alfa-2-antiplasmin

    yang akan menetralkan aktivitas plasmin yang masuk ke sirkulasi (Astika, 2012:

    h.1-13).

    2.2.1.3 Peranan Estrogen dalam Hemostasis.

    Estrogen merupakan salah satu hormon yang memiliki pengaruh yang

    besar di dalam tubuh, salah satunya adalah dalam proses perdarahan. Dari

    beberapa studi yang telah dilakukan, estrogen dapat meningkatkan aktivitas

    koagulasi dan fibrinolisis, kedua aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang

    berperan sangat krusial dalam proses penyembuhan luka (Astika, 2012: h.1-13).

    2.2.2 Tahap Inflamasi

    Tahap penyembuhan luka pada umumnya diawali oleh adanya proses

    inflamasi. Pada tahap inflamasi meliputi proses hemostasis dan komplemen, serta

    ditemukannya beberapa aktivitas sel radang seperti granulositosis dan fagositosis.

    Inflamasi merupakan suatu reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman

    cairan, zat-zat yang terlarut, dan sel-sel darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-

    jaringan interstitial pada daerah yang mengalami perlukaan (Astika, 2012: h.1-

    13).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 13

    Fungsi dari terjadinya inflamasi adalah untuk memobilisasi semua

    pertahanan dari tubuh dan membawanya ke tempat terjadinya perlukaan.

    Walaupun tempat terjadinya perlukaan dapat berbeda-beda, namun tujuannya

    sama, yaitu: a) membawa sel-sel fagosit yang dapat mengeliminasi bakteri, sel-sel

    mati, dan debris; b) membawa antibodi; c) menetralisasi dan melarutkan zat-zat

    iritan; d) membatasi penyebaran inflamasi; e) memperbaiki jaringan atau disebut

    dengan repair (Astika, 2012: h.1-13).

    Pada awal fase inflamasi, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan

    keluarnya platelet sebagai proses hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler

    yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang

    mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi

    penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah (Astika, 2012: h.1-13).

    Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi

    (Peterson, 2003: p.739).

    Gambar 2.2.2 Skema waktu penyembuhan luka

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 14

    Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel leukosit (terutama netrofil)

    ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan

    bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel

    makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses

    penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah sintesa

    kolagen, pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast,

    memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelialisasi, pembentukan

    pembuluh kapiler baru atau angiogenesis (Astika, 2012: h.1-13).

    Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau

    kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai

    sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema,

    hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau

    hari ke-4 (Astika, 2012: h.1-13).

    2.2.3 Tahap Proliferasi Sel dan Deposisi Matriks

    Pada fase ini jaring-jaring fibrin yang berasal dari koagulan darah melekat

    pada luka dan membentuk ikatan silang yang menjadi tempat bagi fibroblas untuk

    menghasilkan substansi dasar dan tropokolagen. Substansi dasarnya terdiri dari

    beberapa mukopolisakarida yang berfungsi menyemen serat kolagen. Fibroblas

    mengubah sel mesenkim pleuripoten memulai menghasilkan tropokolagen di

    sekitar area jaringan yang terlibat pada hari ketiga atau keempat dari luka

    jaringan. Fibroblas juga menghasilkan fibronektin, sebuah substansi protein yang

    dapat membantu menstabilkan fibrin, dan juga membantu sistem imun mengenali

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 15

    antigen, serta berperan sebagai faktor kemotaksis bagi fibroblas, juga untuk

    membantu makrofag melakukan fagositosis pada fibrin (Peterson, 2004: p.739).

    Jaringan fibrin juga digunakan pada kapiler baru, dimana tunas dari

    pembuluh yang telah ada di tepi luka dan melalui jaring-jaring fibrin untuk

    melalui luka. Saat fibroplasia terjadi, dimana terjadi peningkatan pertumbuhan sel

    baru, maka fibrinolisis terjadi, yang disebabkan oleh plasmin yang dibawa kapiler

    baru untuk menghilangkan jaring-jaring fibrin yang sudah tidak diperlukan

    (Peterson, 2004: p.739).

    Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam

    luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka.

    Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respon

    untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya

    pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada

    fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan

    dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth

    factors). Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

    keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel

    epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk

    barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,

    pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan

    mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan

    baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi

    myofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.

    Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 16

    dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan

    lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh

    berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Astika, 2012:

    h.1-13).

    2.2.4 Matriks Remodelling

    Merupakan fase terakhir yang tidak ditentukan sampai kapan selesainya,

    dikenal juga sebagai fase maturitas luka. Pada fase ini, kolagen yang sebelumnya

    dideposisi dalam jumlah yang sangat banyak dihancurkan, yang akan diganti

    dengan serat kolagen baru yang lebih tahan terhadap tekanan tarik, dengan ini

    kekuatan luka bertambah sedikit, meskipun tidak dapat lebih besar dari 80-85%

    dari asalnya. Karena serat kolagen yang orientasinya lebih baik, maka lebih

    sedikit yang diperlukan, dan kelebihan dihilangkan, yang memberikan

    kesempatan bagi bekas parut untuk menjadi lebih lunak. Karena metabolisme luka

    yang berkurang maka vaskularisasi berkurang, yang menghilangkan eritema pada

    sisa luka. Elastin yang ditemukan pada kulit dan ligamen normal tidak ada,

    sehingga hilangnya fleksibilitas pada luka akan hilang (Astika 2012: h.1-13;

    Peterson, 2004: pp.78-79).

    2.2.5 Penyembuhan Luka Pasca-Ekstraksi Gigi

    Penyembuhan luka pencabutan gigi pada dasarnya tidak berbeda dengan

    penyembuhan luka pada bagian tubuh lainnya (Astika, 2012: h.1-13). Berikut ini

    merupakan tahapan penyembuhan pada bekas pencabutan gigi:

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 17

    a. Terjadi proses epitelialisasi pada hari ke-4

    b. Pergantian bentukan bekuan darah oleh jaringan granulasi pada hari ke-7

    c. Pembentukan osteoid pada dasar soket gigi pada hari ke-14

    d. Penggantian jaringan granulasi oleh jaringan ikat pada hari ke-20

    e. Pengisian 2/3 soket gigi oleh trabekula pada hari ke-38

    Menurut Bhaskar (1973), kesembuhan luka cabut gigi termasuk pergantian

    jaringan baru dan sehat. Adapun secara berurutan prosesnya berlangsung sebagai

    berikut:

    a. Segera setelah pencabutan gigi terjadi perdarahan pada soket gigi dan diikuti

    oleh terbentuknya bekuan darah. Dalam sehari pinggiran bekuan darah

    nampak terjadi oedema dan infiltrasi neutrofil PMN.

    b. Pada hari ke-2 sampai ke-4, aktivitas dimulai dari tepi bekuan darah, fibroblas,

    dan endotel masuk ke tengah dari tepi soket gigi. Proses ini disebut sebagai

    organisasi dari pada bekuan darah. Kemudian perubahan tersebut diikuti oleh

    kegiatan sel-sel neutrofil, makrofag, dan osteoklas, untuk memusnahkan sel-

    sel yang nekrotik, serpihan tulang, atau fragmen tulang yang tajam.

    c. Pada hari ke-7, epitel akan tumbuh menutupi permukaan soket gigi, diikuti

    penurunan jumlah sel radang dan disertai peningkatan jumlah jaringan ikat.

    d. Pada hari ke 10 sampai ke-15, tepian soket gigi mulai terbentuk osteoid dan

    immature bone. Pada saat tersebut dimulai pembentukan osteoid dan jaringan

    tulang primer dari dasar soket menuju ke permukaan koronal luka, dan dari

    tepian soket menuju ke tengan soket.

    e. Pada minggu ke-3 hingga ke-6, organisasi trabekula tulang pada soket gigi

    telah terjadi. Yang kemudian diisi dengan jaringan tulang sekunder. Dan

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 18

    diikuti pembentukan jaringan tulang primer pada keseluruhan soket gigi

    sebagai parameter tercapainya kesembuhan luka bekas pencabutan gigi.

    (Astika, 2012: h.1-13; Peterson, 2003: pp. 22-23)

    Kriteria tercapainya proses penyembuhan luka pada soket bekas

    pencabutan diawali dengan pembentukan bekuan darah pada soket tersebut,

    karena kualitas dan kuantitas bentukan bekuan darah mempengaruhi kelanjutan

    proses penyembuhan seperti reepitelialisasi, angiogenesis, deposisi matriks, dan

    remodelling, yang mendukung proses penyembuhan luka pada soket bekas

    pencabutan gigi. Kualitas dan kuantitas bekuan darah yang terbentuk pada soket

    bekas pencabutan dipengaruhi baik faktor lokal maupun sistemik (Astika, 2012:

    h.1-13; Florman, 2004: p.1 ).

    2.3 Faktor Resiko

    a. Umur Peranan umur sangat mempengaruhi dalam kualitas dan kuantitas

    reaksi Inflamasi dan kesembuhan. Pada usia yang lebih tua, proses

    penyembuhan akan terjadi lebih lambat apabila dibandingkan pada usia muda.

    Pada usia tua, kemungkinan terjangkit infeksi lebih mudah, akibat penurunan

    daya tahan tubuh. Pada usia tua, kecenderungan peningkatan tekanan darah

    dan peningkatan tekanan perifer juga dapat bermanifestasi terhadap lambatnya

    penyembuhan luka sehingga dapat menyebabkan dry-socket.

    b. Kondisi Hormonal

    Kontrasepsi oral adalah satu-satunya obat yang berhubungan dengan

    dry-socket. Kontrasepsi oral popular pada tahun 1960-an dan penelitian pada

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 19

    tahun 1970-an menunjukkan peningkatan dry-socket yang signifikan pada

    perempuan. Peningkatan penggunaan kontrasepsi oral berkorelasi positif

    dengan insiden dry-socket. Estrogen dianggap berpengaruh signifikan pada

    proses fibrinolitik. Estrogen dipercaya secara tidak langsung mengaktifkan

    sistem fibrinolitik dengan meningkatkan faktor II, VII, VIII, X dan

    plasminogen sehingga meningkatkan lisis pada bekuan darah. Kemungkinan

    perkembangan dry-socket dengan peningkatan dosis estrogen pada kontrasepsi

    oral. Maka, kondisi hormonal sangat berpengaruh penting terhadap

    keseimbangan metabolisme di dalam tubuh, khususnya hormon pertumbuhan.

    Salah satu sumber menyarankan untuk menurunkan resiko dry-socket, siklus

    hormonal sebaiknya diperhatikan ketika melakukan eksodonsi (Astika, 2012:

    h.1-13; Kolokythas, 2010: p.2).

    c. Vaskularisasi

    Aliran darah lokal yang cukup sangat berpengaruh terhadap kualitas

    dan kuantitas reaksi inflamasi dan proses penyembuhan luka. Adanya kelainan

    atau penyakit yang melibatkan pembuluh arteri dapat mengakibatkan

    penurunan aliran darah, sedangkan kelainan pada pembuluh darah vena dapat

    mengakibatkan kemunduran drainase yang dapat menghambat proses

    inflamasi dan penyembuhan jaringan (Kolokythas, 2010: p.2).

    d. Benda Asing pada Luka

    Benda-benda asing yang masuk dari luar ke sekitar socket dapat

    menimbulkan rangsangan terjadinya inflamasi yang berlebihan dan

    menghambat proses kesembuhan jaringan. Sebagai contoh yang tergolong

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 20

    benda asing pada luka bekas pencabutan gigi adalah merokok, karena dengan

    merokok, selain itu komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida,

    amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Nikotin adalah

    zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, menyebabkan dapat

    meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan

    penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan

    ketergantungan pada pemakainya. Pada aktivitas meningkatkan tekanan darah

    sehingga nikotin dapat meningkatkan inflamasi yang mana pembekuan darah

    berkurang dan penyempitan pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan

    kurangnya pemenuhan darah pada socket pasca ekstraksi gigi sehingga akan

    terjadi dry-socket (Aliahyar,2010: h.6; John, 2002: p.167-173).

    Gambar 2.3 Bahan-bahan berbahaya pada rokok

    e. Mobilisasi Luka

    Imobilisasi luka penting sekali peranannya dalam percepatan

    terjadinya dry-socket. Jika perlukaan yang terjadi pada socket yang cukup luas

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 21

    dan didapatkan pergerakan/mobilisasi yang tinggi, akan menyebabkan

    timbulnya perdarahan sekunder serta dislokasi dari tepi jaringan luka,

    sehingga menyebabkan dry-socket. (Astika, 2012: h.1-13; John, 2002: p.34)

    f. Area Perlukaan

    Area perlukaan mempengaruhi jenis perlukaan yang terjadi. Ini

    ditunjukkan dry-socket sering terjadi pada ekstraksi molar ketiga. Beberapa

    peneliti percaya bahwa peningkatan densitas tulang, penurunan vaskularisasi

    dan berkurangnya kapasitas untuk memproduksi jaringan granulasi juga

    memungkinkan bagian spesifik. Bagaimanapun ini tidak membuktikan

    penunjukan hubungan antara dry-socket dan tidak cukup suplai darah. Area

    yang spesifik mungkin disebabkan persentase besar pada ekstraksi bedah

    molar pada mandibula dan kemungkinan menimbulkan efek trauma bedah

    dibandingkan dengan bagian yang lainnya (Astika, 2012: h.1-13; Kolokythas,

    2010: p.2).

    g. Infeksi Bakteri

    Banyak penelitian yang memaparkan bahwa infeksi bakteri merupakan

    resiko utama berkembang terjadinya dry-socket. Frekuensi meningkatnya dry-

    socket disebabkan dari Oral Hygiene yang buruk, sebelum infeksi lokal seperti

    pericoronitis dan penyakit periodontal yang berbahaya lainnya, alat yang tidak

    steril juga memicu terjadinya infeksi lokal. Spesifik bakteri yang memicu

    adalah Actinomyces viscosus dan Streptococcus mutans, dimana bakteri

    tersebut menunjukkan penyembuhan lambat pada bagian ekstraksi setelah

    inokulasi mikroorganisme masuk ke jaringan (Kolokythas, 2010: p.4).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 22

    2.4 Dry-socket

    2.4.1 Pengertian Dry-socket

    Dry-socket pertama kali diperkenalkan oleh Crawford pada tahun 1896,

    yang sering disebut sebagai alveolalgia, necrotic alveolar socket, alveolitis sicca

    dolorosa, fibrinolitic alveolitis, alveolar osteitis, local osteomyelitis, post

    operative osteitis, localized acute alveolar osteomyelitis, painful socket, slouging

    sockets, necrotic sockets, post extraction osteomyelitis syndrome adalah

    penundaan kesembuhan tetapi tidak dihubungkan dengan suatu infeksi. Ini

    komplikasi setelah operasi, menyebabkan tanda seperti demam, pembengkakan,

    erythema, dan lain-lain. Hampir semua dry-socket terjadi setelah kehilangan pada

    molar rahang bawah. Pada pemeriksaan soket gigi dihasilkan menjadi soket yang

    kosong dengan sebagian atau keseluruhan permukaan tulang pada soket

    dipaparkan. Paparan tulang menjadi sensitif dan sumber nyeri. Nyeri yang

    berlebihan dari sedang ke berat, biasanya berdenyut, dan seringnya menalar

    menuju telinga penderita. Area pada soket berbau tidak enak, dan penderita

    seringnya merasa tidak enak pada indera pengecap. Penyebab dari alveolar osteitis

    belum jelas, tapi ini muncul dihasilkan dari tingkatan tinggi pada aktivitas

    fibrinolitik berlebihan yang menghasilkan dari infeksi subklinis, inflamasi pada

    sumsum tulang (James et al. 2008: p.53; Meechan, 2007: p.2). Infeksi yang sudah

    ada sebelumnya pada lamina dura soket yang berasal dari infeksi gigi merupakan

    salah satu penyebab teradinya dry-socket juga. Diduga trauma yang besar

    berperan karena mengurangi vaskularisasi terutama bila terjadi pada tulang yang

    mengalami mineralisasi tinggi. Kejadian pada dry-socket setelah ekstraksi gigi

    pada gigi molar ketiga lebih sering frekuensinya daripada gigi lainnya (Pederson,

    2011: p.122 ; Reza, 2007: h.7).

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 23

    Beberapa metode mengurangi insidens pada dry-socket mencakup

    penggunaan obat kumur antiseptic, antifibrinolitic agents, antibiotik,

    penggumpalan yang berpengaruh agent, dan permukaan intra-alveolar lain dan

    pengobatan. Ketika kondisi ini tidak dapat diterapi secara lengkap selama etiologi

    pada ekstraksi yang tidak menentukan dengan pasti, pengolahannya tampak

    simple dan efektif. Biasanya melibatkan kepastian pada pasien, membersihkan

    dan irigasi pada pengaruh socket, dan insersi pada paket pengobatan

    (Nusair,2007: p.1; Florman, 2004: p.1)

    Beberapa ahli memaparkan insiden dry-socket terbesar pada area molar

    mandibula (yang mana regional anastesi digunakan). Ada juga Lehner

    memaparkan insiden lebih tinggi pada kasus dry-socket ketika infiltrasi anastesi

    digunakan dan infiltrasi anastesi memberikan ischemia temporer pada suplai

    darah yang buruk di soket. Bagaimanapun juga, studi yang mengindikasikan

    ischemia akhir hanya untuk satu hingga dua jam dan diikuti oleh reaktif

    hyperemia yang membuat ischemia tidak penting untuk pembekuan darah. Tidak

    dispesifikkan gigi yang diinfiltrasi anastesi dan blok regional (keduanya diikuti

    dengan adrenalin). Pada peningkatan dry-socket dengan menggunakan anestesi

    dengan vasokonstriktor, belum ada hasil signifikan jumlah local anastesi yang

    digunakan (kurang dari dua catridge atau lebih dari dua catridge). Bagaimanapun

    juga, hasilnya harus diartikan dengan waspada dan anggapan tidak menyimpulkan

    bahwa blok regional anastesi digunakan pada mayoritas local anastesi, jadi hasil

    yang didapat ischemia tidak dapat dilokalisir dari socket (James, 2008: p. 53)

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 24

    2.4.2 Gejala dan Tanda Klinis Dry-Socket

    Penderita biasanya merasakan sakit pada hari ketiga hingga keempat paska

    ekstraksi gigi dengan keluhan sakit yang hebat pada daerah bekas pencabutan dan

    rasa sakitnya dapat menjalar hingga ke telinga pada sisi yang sama atau bagian

    lain dari wajah. Kadang-kadang dijumpai lymphadenitis regional, rasa sakit

    dirasakan berdenyut dan kadangkala rasa sakit tidak hilang dengan obat-obatan

    analgesic. (Duhsia, 2000: p.1) Selain itu, sisa makanan yang menumpuk di dalam

    soket dapat menghasilkan rasa dan bau yang tidak enak pada rongga mulut.

    Secara keseluruhan gejalanya timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 5

    setelah ekstraksi gigi dan apabila tidak ditangani gejalanya akan berlanjut sampai

    dengan hari ke 7 atau sampai hari ke 14. Menurut Dhusia tanda klinis yang dapat

    dilihat seperti Bare Bone dan margin ginggiva. (Duhsia, 2000; p.1)

    a) Bare bone

    Pada pemeriksaan Probe Test dengan menggunakan sonde lurus,

    tanda yang sangat khas sekali adalah rasa sakit sekali apabila sonde

    menyentuh Bare Bone. Dimana awalnya terdapat gambaran bekuan darah

    yang berwarna abu abu kehitaman dan ketika bekuan darahnya hilang

    akhirnya terdapat jaringan granulasi dari Bone Bare yang berwarna kuning

    keabu-abuan. (Duhsia, 2000; p.1)

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 25

    b) Margin gingiva.

    Biasanya margin ginggiva pada daerah sekitar socket agak bengkak

    dan berwarna merah tua. (Duhsia, 2000; p.1)

    2.4.3 Terapi dan pencegahan

    Perawatan dry-socket diperintahkan oleh tujuan perawatan individu untuk

    membantu nyeri penderita selama periode penyembuhan. Jika penderita tidak

    menerima terapi, lanjutan yang lainnya yang dapat membuat nyeri tersebut terus

    berjalan (terapi tidak cepat menyembuhkan), maka terapi pada dasarnya ditujukan

    untuk mengurangi rasa sakit melalui penggunaan analgesik dan pemberian

    antiseptik. Terapi permulaan dengan irigasi dan insersi pada permukaan luka.

    Pertama, soket gigi diirigasi secara perlahan dengan larutan steril. Soket tidak

    harus dikuret hingga bare bone karena meningkatkan jumlah pada spesifik tulang

    dan nyeri. Biasanya seluruh gumpalan darah tidak akan lisis. Dan bagian

    keseluruhan harus disimpan. Socket perlahan-lahan dihisap pada larutan yang

    berlebihan, dan jalur kecil di kain kasa direndam iodoform dengan pengobatan

    diinsersi hingga jaringan granulasi melindungi tulang. Karena ini adalah benda

    asing yang harus dihilangkan sehingga penderita keluar dari nyeri. Pengobatan

    mengandung bahan seperti: eugenol, yang mana dapat menghilangkan nyeri dari

    jaringan tulang, anastesi topikal, seperti Benzocaine, dan bahan yang berguna lain,

    seperti balsam Peru. Pengobatan kain kasa secara rutin diinsersikan hingga soket,

    dan pasien biasanya merasakan bantuan mendalam selama 5 menit. Kain tersebut

    diganti setiap harinya selama 3 hingga 6 hari mendatang, tergantung pada kasus

    tersebut. Soket perlahan-lahan diirigasi dengan larutan di tiap permukaan berubah.

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 26

    Sekali nyeri penderita menurun, kain tidak harus diganti, karena ini melakukan

    sebagai benda asing dalam tubuh dan memperpanjang penyembuhan (James,

    2008: p.53). Berkumur dengan larutan garam hangat setiap hari hingga 2-3 hari

    agar sisa-sisa makanan hilang dan menutup soket tersebut agar terlindung dari

    kontaminasi dan rangsangan yang dapat menimbulkan rasa sakit dengan obat-

    obatan yang mengandung Bismuth, Iodoform, pasta Paraffin dan pasta Liqnocain

    sangat efektif untuk melindungi soket. Antibiotik secara topikal, antibiotic

    sistemik, antibiotik sistemik atau topikal, pengaruh antimikroba, dan

    intraoperative sudah digunakan. Hasil yang terbaik didapatkan kombinasi irigasi

    intraoperative dengan antibiotik hingga ke soket, atau chlorhexidine kumur

    sebelum dan sesudah prosedur pembedahan. Tetracyclin pilihan antiotik yang

    terbaik, tetapi Penicillin, Lincomycin, Clindamycin, dan Metronidazole juga

    menunjukkan hasil yang baik. Antibiotik tidak harus berupa salep, karena

    penggunaannya sebagai reaksi asing tubuh seperti myospheulosis (Neville, 2002:

    p.34; Nusair, 2007: p.1). Pembelajaran baru ditunjukkan teknik Matthews (1982)

    dan Mitchells (1986) menjadi sangat efektif. Mereka menggunakan dextranomer

    geranul (debrisan) dan kolagen pasta (formula K) tanpa mengamati suatu reaksi

    asing pada tubuh seperti pengamatan pada campuran zinc-oxide atau eugenol.

    Dengan terapi, penyakit berangsur keluar, dan pasien diberi instruksi untuk

    menjauhkan mastikasi pada dipengaruhi oral hygiene baik ditekankan (Fragiskos,

    2007: p.199; Peterson, 2004: p.161). Perawatan lainnya menggunakan Alvogyl,

    merupakan bahan yang berisi analgesik yang dapat mengurangi rasa sakit pada

    kasus komplikasi pasca cabut gigi terutama dry-socket. Bahan ini juga

    mengandung antiseptik yang dapat mempercepat proses penyembuhan jaringan

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI

  • 27

    pada dry-socket dan membantu dalam regenerasi jaringan. Beradaptasi baik,

    biokompatible dan tidak menyebabkan iritasi pada jaringan. (Syranen, 2011)

    ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SKRIPSI STUDY KASUS DRY ... RESTIKA ANINDYA PINASTI