Upload
wahyu-prasetyo
View
412
Download
64
Embed Size (px)
DESCRIPTION
georeg sangiran
Citation preview
1. Kesampaian Daerah
1.1.1 Alas Kobong
Gambar 1. Rute Perjalanan Alas Kobong
Perjalanan dimulai melalui Gedung Sukowati
Falkutas Teknik Geologi,Universitas Diponegoro.Lalu
melewati jalan tol tembalang-bawen,jl. Gemolong –
Karanggede,lalu ikuti jl. Gemolong Purwodadi via
Kedungmbo hingga mencapai tempat tujuan.Perjalanan
ini ditempuh menggunakan kendaraan roda empat sekitar
1 jam 23 menit.
1.1.2 Sangiran
Gambar 2. Rute Perjalanan Sangiran
Perjalanan dimulai melalui Gedung Sukowati
Falkutas Teknik Geologi,Universitas Diponegoro.Lalu
melewati jalan tol tembalang-bawen,jl. Gemolong –
Karanggede,lalu belok menuju jl. Sangiran-Banaran ,lalu
ikuti jl. Sangiran hingga mencapai tempat
tujuan.Perjalanan ini ditempuh menggunakan kendaraan
roda empat sekitar 1 jam 25 menit.
2. Geologi Regional
2.1 STA Alas Kobong
STA pertama pada fieldtrip kali ini berada pada
Desa Alas Kobong Kec.Sumberlawang Kab.Sragen,Jawa
Tengah.Daerah ini masuk kedalam Peta RBI Lembar
1408-623 Ngandul.Singkapannya berada pada daerah
kemprasan jalur Kereta Api.Berdasarkan Peta Geologi
daerah ini masuk kedalam Peta Geologi Lembar
Salatiga.
Gambar 3. Peta Geologi Regional Alas Kobong
Daerah ini berada diatas 2 formasi yaitu Formasi
Notopuro dan Formasi Kalibeng,kedua formasi ini
masuk ke dalam Zona Kendeng.
2.1.1 Geomorfologi Regional Zona Kendeng
Berdasarkan morfologi tektonik (litologi dan pola
struktur), maka wilayah Jawa bagian timur (meliputi
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur) dapat dibagi
mejadi beberapa zona fisografis (van Bemmelen, 1949)
yakni : Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo atau
Depresi Solo, Zona Kendeng, Depresi Randublatung,
dan Zona Rembang.Zona Kendeng meliputi deretan
pegunungan dengan arah memanjang barat-timur yang
terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi.
Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam
yang telah mengalami deformasi secara intensif
membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini
mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km
(de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari
gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui
Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan,
kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah
selatan Madura.Ciri morfologi Zona Kendeng berupa
jajaran perbukitan rendah dengan morfologi
bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50
hingga 200 meter. Jajaran yang berarah barat-timur ini
mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik yang
berarah barat-timur pula. Intensitas perlipatan dan
anjakan yang mengikutinya mempunyai intensitas yang
sangat besar di bagian barat dan berangsur melemah di
bagian timur. Akibat adanya anjakan tersebut, batas dari
satuan batuan yang bersebelahan sering merupakan batas
sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan oleh gaya
kompresi juga berakibat terbentuknya rekahan, sesar dan
zona lemah yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat
daya-timur laut dan utara-selatan.Proses eksogenik yang
berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan
sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena
sebagian besar litologi penyusun Mandala Kendeng
adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai
kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang,
Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan
ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter. Karena
proses tektonik yang terus berjalan mulai dari zaman
Tersier hingga sekarang, banyak dijumpai adanya teras-
teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base
of sedimentation berupa pengangkatan pada Mandala
Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir di atas
Mandala Kendeng tersebut adalah Bengawan Solo yang
mengalir mulai dari utara Sragen ke timur hingga Ngawi,
ke utara menuju Cepu dan membelok ke arah timur
hingga bermuara di Ujung Pangkah, utara Gresik. Sungai
lain adalah Sungai Lusi yang mengalir ke arah barat,
dimulai dari Blora, Purwodadi dan terus ke barat hingga
bermuara di pantai barat Demak-Jepara.
2.1.2. Stratigrafi Regional Zona Kendeng Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan
endapan laut dalam di bagian bawah yang semakin ke
atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan akhirnya
menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng
merupakan endapan turbidit klastik, karbonat dan
vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas 7
formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut
(Harsono, 1983 dalam Rahardjo 2004) :
A. Formasi Pelang
Formasi ini dianggap sebagai formasi tertua yang
tersingkap di Mandala Kendeng. Formasi ini tersingkap
di Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas keberadaan
bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena
singkapannya pada daerah upthrust ,berbatasan langsung
dengan formasi Kerek yang lebih muda. Dari bagian
yang tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85
meter hingga 125 meter (de Genevraye & Samuel, 1972
dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya
adalah napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit
bioklastik yang banyak mengandung fosil foraminifera
besar.
B. Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki kekhasan dalam
litologinya berupa perulangan perselang-selingan antara
lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir
tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen
yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding).
Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan
Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi
tipe formasi ini terbagi menjadi tiga anggota (de
Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari
tua ke muda masing-masing :
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan
antara napal lempungan, lempung dengan batupasir tuf
gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan
270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan
batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter,
sedangkan bagian atasnya ditandai dengan adanya
perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan
sisipan tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15
(Miosen tengah bagian tengah atas).
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang
hampir sama dengan anggota Banyuurip, tetapi lapisan
yang bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota
Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul berumur
N16 (Miosen atas bagian bawah).
c. Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek,
tersusun oleh perselingan antara batugamping tufaan
dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota
ini mencapai 150 meter. Umur batugamping kerek ini
adalah N17 (Miosen atas bagian tengah).
C. Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu
bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah formasi
Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600
meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-
abu kebiru-biruan, kaya akan kanndungan foraminifera
plangtonik.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat
beberapa perlapisan tipis batupasir yang ke arah
Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu
endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi
Banyak (Harsono, 1983 dalam Rahardjo, 2004) atau
anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi dan
Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa
Timur, yaitu di sekitar Gunung Pandan, Gunung
Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang
menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut
sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
b. Formasi Kalibeng bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983)
disebut sebagai Formasi Sonde, yang tersusun mula-
mula oleh anggota Klitik yaitu kalkarenit putih
kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera
plangtonik maupun besar, moluska, koral, algae dan
bersifat napalan atau pasiran dengan berlapis baik.
Bagian paling atas tersusun atas breksi dengan fragmen
gamping berukuran kerikil dan semen karbonat.
Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin
keatas napalnya bersifat semakin bersifat lempungan.
Bagian teratas ditempati oleh lempung berwarna hijau
kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan sepanjang
sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng
dengan ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan berumur
Pliosen (N19 – N21).
D. Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran
yang cukup luas. Di Kendeng bagian barat satuan ini
tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala
Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan
berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung
hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai endapan
lahar yang menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies
lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau
hingga air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam
ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan
lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik
penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan
kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan
adanya fosil moluska penciri air tawar.
E. Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa
Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi ini tersusun oleh
batupasir dengan material non vulkanik antara lain
kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan
konglomerat, mengandung moluska air tawar dan fosil-
fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai penyebaran
geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini
tersingkap di kubah Sangiran sebagai batupasir silang
siur dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100
meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat
struktur silang siur, maupun merupakan endapan danau
karena terdpaat moluska air tawar seperti yang dijumpai
di Trinil.
F. Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa
Notopuro, Timur Laut Saradan, Madiun yang saat ini
telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf
berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan
konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir
tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi
volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari andesit dan
batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi
Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas
formasi Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng
dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari
formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan
endapan lahar di daratan.
G. Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik
dengan fragmen napal dan andesit disamping endapan
batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di
daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak
tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir
andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas
bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun Notopuro.
Gambar 4. Stratigrafi Unit Zona Kendeng
2.1.3. Struktur Geologi Regional Zona Kendeng
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi
pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi
merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep
tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi
berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa
ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi
deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar
cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi
semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang
menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik
dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak
antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga
fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang
mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang
memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di
bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran
yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat
perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya
deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena
batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya.
Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik
bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga
berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona
Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar
geser berarah relatif utara – selatan.Deformasi kedua
terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat
dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di
Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat
ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti
berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng
yaitu Endapan Undak.
Gambar 5. Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003)
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona
Kendeng berupa :
1.Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng
sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa
ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di
daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan
ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara
umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
2.Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan
yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya
merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya
berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona
Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada
satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut
menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini
dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala
Plistosen
Gambar 6. Structural Analysis of Java Using Strain Ellipsoid
Kinematics
2.2. STA 2 Daerah Sangiran
STA kedua pada fieldtrip kali ini berada pada
Sagiran Kec.Kalijambe Kab.Sragen,Jawa Tengah.Daerah
ini masuk kedalam Peta RBI Lembar 1408-621
Gemolong.Berdasarkan Peta Geologi daerah ini masuk
kedalam Peta Geologi Lembar Salatiga.
Gambar 7. Peta Geologi Regional Sangiran
Morfologi Sangiran ini adalah perbukitan rendah yang
memanjang dari timur laut kearah barat daya. Dari Gardu
Pandang juga tampak disebelah barat ini tampak gunung
Merapi dan Merbabu, disebelah timur tampak gunung
Lawu.
Berdasarkan studi pustaka, daerah Sangiran merupakan
perbukitan rendah dan di dominasi oleh susunan batuan
berumur pleistosen, disebelah barat terdapat Gunung
Merapi dan Merbabu serta di sebelah timur terdapat
Gunung Lawu (Wartono Rahardjo, 2005)
Daerah Sangiran Disebut juga sebagai depresi tengah
pulau jawa (zona solo), zona depresi ini bebatasan
dengan Pegunungan Kendeng di sebelah utara dan
disebelah selatan berbatasan dengan pegunungan
selatan.Dari beberapa singkapan yang teramati di
lapangan, di jumpai singkapan endapan laut dangkal,
endapan vulkanisme, endapan rawa dan sungai serta
singkapan mud vulcano.
2.2.1. Struktur Geologi
Struktur daerah ini berupa kubah yang
membentang dari arah timur laut ke selatan barat daya,
struktur kubah ini belum begitu lama, sekitar 500.000
tahun yang lalu, hal ini dilihat dari formasi batuan
termuda yang ikut terlipat (Wartono Rahardjo, 2005).
Ada beberapa kemungkinan terbentuknya struktur kubah
ini, Van Bemmelen (1949) berpendapat bahwa struktur
ini suatu akibat dari gaya kompresif yang berhubungan
dengan proses longsornya gunung Lawu tua. Sedangkan
Van Gorsel (1987) berpendapat bahwa struktur lipatan
ini sebagai akibat dari proseswrenching atau mungkin
juga karena proses pembentukan gunung api yang baru
mulai, sehingga gaya tersebut terus menekan ke arah
tengah, sehingga terbentuknya struktur kubah tadi.
Akan tetapi karena adanya proses erosi yang disebabkan
oleh sungai Cemoro dan sungai Brangkal yang melintasi
daerah tersebut, menjadikan struktur kubah itu sekarang
sudah tidak begitu lagi. Dan sekarang yang tersisa
bentukan sebuah cekungan yang dikelilingi oleh
perbukitan melingkar, sehingga yang tampak merupakan
struktur kebalikan dari struktur awal, hal demikian ini
biasa disebut inverse topography. (Wartono R., 2005)
Struktur dari kubah tadi juga mengakibatkan terjadinya
struktur sesar serta kekar pada daerah Sangiran, sesar
yang paling dalam yang terjadi mengakibat
terjadinya Mud Vulcano.
Gambar 8. Struktur Geologi Daerah Sangiran
2.2.2. Stratigrafi
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan,
formasi penyusun daerah sangiran merupakan urutan
dari pengendapan syn-orogenic danpost-orogenic (proses
pengendapan bahan rombakan yang terjadi pada dan
setelah terangkatnya perbukitan Kendeng yang berada
disebelah utara Sangiran), kecuali formasi tertua.
(Wartono R, 2005)
Urutan Formasi yang menyusun daerah Sangiran adalah
Formasi Kalibeng, Pucangan, Kabuh dan Notopuro.
A. Formasi Kalibeng
Menurut Wartono R. (2005), formasi ini tersusun
atas batulempung gampingan abu-abuian kebiruan dan
napal dibagian bawah kemudian diikuti dengan
batugamping kalkarenit dan kalsidunit dibagian atas.
Batuan ini tersingkap pada daerah depresi di utara desa
Sangiran sungai Puren disebelah timur dan tenggara
desa Sangiran.
Napal dicirikan dengan terdapatnya fosil
foraminifera bentonik yang berypa Operculina
complanata, Ammonia beccarii,Elphidium
craticlatum bersama dengan fosil gigi ikan hiu
(Soedarmadji,1976). Ini mencirikan bahwa batuan
tersebut diendapkan pada kala akhir Pliosen pada laut
dangkal yang berhubungan langsung dengan laut
terbuka,(Wartono R, 2005).Batulempung abu-abunya
bercirikan fosil gastropoda dan pelecypoda, antara
lain Turitella bantamensis, Melongena corona,
Cominella sangiranensis, Placenfa sp. dan Strombus sp.
yang menunjukan bahwa pengendapan terjadi pada
lingkungan laut dangkal. (Wartono R, 2005)Diatas
batulempung dan lapisan kalkarenit dan kalsidurit di
cirikan seluruhnya hampir semuanya tersusun oleh
fragmen fosil (coquina) memiliki orientasi seragam
menunjukan pengendapan laut
dangkal.Balanus menunjukan daerah pengendapan pada
daerah pasang surut. (Wartono R., 2005)
B. Formasi Pucangan
Formasi ini terletak di atas formasi kalibeng,
formasi ini tersusun atas breksi vulkanik yang berasal
dari endapan lahar bawah dan tersusun oleh
batulempung hitam. Breksinya tersusun oleh fragmen
andesit piroksen, andesit hornblenda dan fragmen
batulempung, batugamping dan batupasir yang berasal
dari formasi kalibeng, ukuran fragmennya antara kerakal
hingga bongkah. Formasi Pucangan pengendapannya
semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang berair
payau. (Wartono R, 2005)
C. Formasi Kabuh
Formasi ini berada di atas formasi pucangan di
mana pada lapisan paling bawah ini di temukan batu
gamping konglomeratan, pelapisan dari lapisan ini tidak
selalu menerus karena di temukan beberapa lensa yang
terputus seperti yang di temukan di daerah brangkal.Jika
di tinjau dari ketebalannya lapisan ini memiliki
ketebelan dari 0,5 m sampai dengan 3 m. Lapisan ini di
sebut juga dengan lapisan batas artau yang biasa di
sebut grenzbank (Koeningswald,1940) lapisan ini
membatasi formasi kabuh dengan formasi pucangan
yang ada di bawahnya. Lapisan ini tersusun atas
fragmen-fragmen yang membulat yang terdiri dari
kalsedon dan beberapa batuan lain yang telah mengalami
altersi hidrothermal (silifikasi), bercampur dengan
pelecypoda yang cangkangnya menebal dan membulat
karena adanya proses kalsifikasi dan tesemen secara
kuat. Pada lapisan ini banyak ditemukan fosil
mamalia, yang terkenal diantaranya adalah
ditemukannya fosil Homo erectus. (Wartono R, 2005)
D. Formasi Notopuro
Formasi ini di sebut juga lapisan lahar atas,
terbentuk sebagai akibat adanya proses vulkanisme yang
ada di sekitar daerah tersebut. Pada formasi ini di
temukan Breksi, Konglomerat, yang mengandung
fragmen-fragmen yang berasal dari batuan beku yang
berukuran berangkal hingga bongkah. Di mana batuan
tersebut mengambang oleh masa dasar yang berasal dari
batu pasir dan batu lempung vulakanik. Formasi ini
jarang sekali ditemukan fosil. (Wartono R, 2005)
E. Endapan Mud Vulcano
Endapan Mud vulcano ini ditemukan pada
sebuah bukit yang landai. Litologi pada mud
vulcano sendiri sangat beragam. Di lapangan, banyak
ditemukan serpihan-serpihan batuan metamorf, sedimen
dan beku. hal ini berkaitan dengan proses terjadinya mud
vulcano tersebut.Struktur mud vulcano terjadi akibat
adanya struktur sesar yang turun hingga
lapisan basement. mengakibatkan lapisan lumpur
mencotot keluar hingga ke permukaan membawa
material batuan yang sempat pecah saat terjadinya sesar
tersebut.
F. Endapan Undak (terrace deposit)
Endapan ini di temukan di sekitar brangkal
.Endapan ini terdir dari konglomerat, batupasir, fragmen
napal dan andesit yang mengandung fosil vetebrata.
Fosil-fosil yang di temukan di sini di perkirakan hasil
dari pengendapan yang ulang oleh lapisan yang lebih
tua. Selain fragmn-fragmen tersebut di temikan juga
fragmen-fragmen kalsedondan rijang yang bersal dari
proses alterasi pada batuan. Tidak hanya fragmen baytua
saja yang di temukan pada lapisan ini tetapi artefak
budaya homo erectus pun di temukan juga. (Wartono R,
2005)
3.Struktur Geologi
3.1 Lipatan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau
volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai
lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada
unsur garis atau bidang didalam bahan tersebut. Pada
umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan adalah
struktur bidang, misalnya bidang perlapisan atau foliasi.
Lipatan merupakan gejala yang penting, yang
mencerminkan sifat dari deformasi ; terutama, gambaran
geometrinya berhubungan dengan aspek perubahan
bentuk (distorsi) dan perputaran (rotasi).
Gambar 9. Anatomi Lipatan
Secara sederhana unsur-unsur dalam anatomi struktur dapat
dijelaskan secara sederhana, sebagai berikut:
- Hinge point : titik maksimum pelengkungan pada lapisan
yang terlipat.
- Crest : titik tertinggi pada lengkungan.
- Trough : titik terendah pada pelengkungan.
- Inflection point : titik batas dari dua pelengkungan yang
berlawanan.
- Fold axis : (sumbu lipatan/hinge line) Garis maksimum
pelengkungan pada suatu permukaan bidang yang terlipat.
- Axial plane : (bidang sumbu) Bidang yang dibentuk
melalui garis-garis sumbu pada satu lipatan. Bidang ini
tidak selalu berupa bidang lurus (planar), tetapi dapat
melengkung lebih umum dapat disebutkan sebagai Axial
surface.
- Fold limb : (sayap lipatan) Secara umum merupakan sisi-sisi dari bidang yang terlipat, yang berada diantara daerah pelengkungan (hinge-zone) dan batas pelengkungan
(inflection line).
Gambar 10. Sketsa sebuah lipatan
3.2 Foliasi dan Belahan
Foliasi merupakan suatu kategori struktur planar.
Dalam buku ini kita hanya akan membahas tentang
foliasi tektonik (tectonic foliation) yang biasanya
terbentuk akibat deformasi dan kristalisasi butiran-
butiran mineral di dalam batuan. Dengan adanya
pembatasan ini, kita tidak akan membahas tentang gejala
kesejajaran mineral yang terbentuk akibat kompaksi.
Sebagian besar foliasi, dengan pengecualian
untuk fracture cleavage, merupakan struktur penetratif
berskala mesoskopis. Dengan kata lain, foliasi
menembus seluruh bagian batuan. Hal ini berbeda
dengan kekar atau retakan yang umumnya hanya sedikit
atau bahkan tidak mempengaruhi sama sekali massa
batuan yang terletak jauh dari zona retakan.
Bidang-bidang datar pada batuan, kecuali kekar
dan retakan, diberi simbol "S." Bidang perlapisan diberi
simbol S0; belahan pertama diberi simbol S1; belahan
kedua diberi simbol S2; dst. Subscipt yang disertakan
pada huruf S menyatakan kronologi bidang tersebut,
relatif terhadap bidang perlapisan yang disebut S0.
Batuan yang memiliki kemas (fabric) tektonik planar
(planar tectonic fabric) yang kuat disebut "S tectonite."
Dalam banyak kasus, foliasi terbentuk pada
daerah sumbu lipatan yang terbentuk akibat fasa
deformasi yang sama dengan fasa deformasi yang
menghasilkan foliasi tersebut. Hubungan umum antara
kedua struktur itu. Bidang foliasi lebih kurang sama
dengan plane of finite flattening (bidang XY pada strain
ellipsoid) untuk deformasi yang menghasilkan foliasi
tersebut. Ini merupakan sebuah “hukum” umum yang
dapat diterapkan pada paket batuan yang terlipat, namun
tidak berlaku lagi pada shear zone dimana bidang foliasi
tidak sejajra dengan finite flattening plane yang berada
di luar shear zone.
Gambar 11. Belahan pada lapisan batuan yang terlipatkan
3.3 Sesar
Sesar adalah struktur rekahan yang telah
mengalami perkembangan pergeseran maupun
pergerakan blok batuan yang tersesarkan. Sederhananya,
sesar merupakan patahan pada blok batuan yang
memiliki sifat pergeseran blok batuan yang terpatahkan,
sifat pergeserannya dapat bermacam-macam, mendatar,
miring (oblique), naik dan turun. Di dalam mempelajari
struktur sesar, disamping geometrinya yaitu, bentuk,
ukuran, arah dan polanya, yang penting juga untuk
diketahui adalah mekanisme pergerakannya. Ada
beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam
pengamatan sesar di lapangan. Data yang baik akan
diperoleh dengan memahami betul bagaimana data ini
akan diolah. Beberapa anatomi atau unsur-unsur yang
dapat diamati pada sesar adalah sebagai berikut:
Gambar 12. Anatomi Sesar
Dalam analisis sesar digunakan data daru unsur-unsur sesar yang diamati dilapangan, termasuk struktur penyertanya. Berikut adalah beberapa contoh analisis sesar beserta dengan struktur penyerta berupa gash fracture, lipatan mikro (drag fold), striasi atau gores garis.
Gambar 13. Struktur penyerta gores garis
Gambar 14. Struktur penyerta dragfold
3.4 Kekar
Kekar adalah gejala yang umum terdapat pada batuan. Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan adanya pergeseran yang berarti (bagian masanya masih berhubungan/bergabung). Secara kejadiannya (genetik), kekar dapat dibedakan menjadi 2
jenis yaitu : a. Kekar gerus (shear joint) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing). Beberapa referensi menyebut tipe kekar gerus dengan sudut antar bidang lebih kurang 60O sebagai shear joint, dan kekar gerus dengan sudut antar bidang lebih kurang 30o hybrid joint. Namun dalam McClay (1987) menyatakan bahwa hybrid joint secara genetik adalah perpaduan antara extension dan shear joint yang menampakan pergerakan dari kedua kekar tersebut, yaitu merenggang dan bergeser. b. Kekar tarik (extention joint) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang). Extension joint sendiri dapat dibedakan sebagai tension joint yang bidang rekahnya searah dengan arah tegasan utama, dan release joint yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan dan tegak lurus terhadap gaya utama. Pembedaan kedua jenis kekar ini terutama didasarkan pada sifatnya.
(a)